1. SEJARAH HUKUM PERBURUHAN
Pada awalnya hukum perburuhan termasuk dalam hukum
perdata yang diatur dalam BAB VII A buku III KUHPERDATA
tentang perjanjian kerja.
Setelah Indonesia merdeka, hukum perburuhan di Indonesia
mengalami perubahan dan penyempurnaan yang akhirnya
terbit UU No.1 tahun 1951 tentang berlakunya UU No.12 tahun
1948 tentang kerja, UU No.22 tahun 1957 tentang
penyelesaian perselisihan perburuhan, UU No.14 tahun 1969
tentang pokok-pokok ketenagakerjaan
Terakhir sudah diganti dengan UU No. 13 Th. 2003 tentang
Ketenagakerjaan
2. PENGERTIAN HUKUM PERBURUHAN
1. Menurut Molenaar : Hukum yang pada pokoknya mengatur
hubungan antara majikan dan buruh, buruh dengan buruh
dan antara penguasa dengan penguasa.
2. Menurut Levenbach : Sebagai sesuatu yang meliputi hukum
yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu
dilakukan dibawah pimpinan.
3. Menurut Van Esveld : Hukum perburuhan tidak hanya
meliputi hubungan kerja yang dilakukan dibawah pimpinan,
tetapi termasuk pula pekerjaan yang dilakukan atas dasar
tanggung jawab sendiri.
4. Menurut Imam Soepomo : Himpunan peraturan baik tertulis
maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian
seseorang bekerja pada orang lain enggan menerima upah.
3. LINGKUP HUKUM PERBURUHAN
Menurut JHA. Logemann, “Lingkup laku berlakunya suatu hukum
adalah suatu keadaan / bidang dimana keadah hukum itu berlaku”.
Menurut teori ini ada 4 lingkup Laku Hukum antara lain :
1. Lingkup Laku Pribadi (Personengebied)
Lingkup laku pribadi mempunyai kaitan erat dengan siapa (pribadi
kodrati) atau apa (peran pribadi hukum) yang oleh kaedah hukum
dibatasi.
Siapa – siapa saja yang dibatasi oleh kaedah Hukum Perburuhan
adalah :
a. Buruh.
b. Pengusaha.
c. Pengusaha (Pemerintah)
4. LANJUTAN LINGKUP PERBURUHAN
2. Lingkup Laku Menurut Waktu (Tijdsgebied)
Lingkup laku menurut waktu ini menunjukan waktu kapan
suatu peristiwa tertentu diatur oleh kaedah hukum.
3. Lingkup Laku menurut Wilayah (Ruimtegebied)
Lingkup laku menurut wilayah berkaitan dengan terjadinya
suatu peristiwa hukum yang di beri batas – batas / dibatasi
oleh kaedah hukum.
4. Lingkup Waktu Menurut Hal Ikhwal
Lingkup Laku menurut Hal Ikwal di sini berkaitan dengan hal
– hal apa saja yang menjadi objek pengaturan dari suatu
kaedah.
5. PARADIGMA HUKUM PERBURUHAN
Berbicara tentang paradigma Hukum Perburuhan, terdapat tiga topik
permasalahan yaitu :
1. Permasalahan Hukum Perburuhan dilihat dari Ilmu Kaedah Hukum
Perburuhan.
2. Permasalahan Hukum Perburuhan dilihat dari Ilmu Pengertian Hukum
Perburuhan.
3. Permasalahan Hukum Perburuhan dilihat dari Filsafat Hukum
Perburuhan.
Ditinjau dari Ilmu Kaedah Hukum Perburuhan, permasalahan Hukum
Perburuhan mencakup Jenis Kaedah Hukum Perburuhan, dalam hal ini :
a. Kaedah Otonom,
b. Kaedah Heteronon.
6. LANJUTAN 1
Kaedah Otonom adalah ketentuan – ketentuan di bidang perburuhan
yang di buat di luar para pihak yang terikat dalam suatu hubungan
kerja. Pihak ketiga yang paling dominan di sini adalah Pemerintah.
Oleh karena itu bentuk kaedah heteronom adalah semua peraturan
perundang – undangan di bidang perburuhan yang ditetapkan oleh
pemerintah. Penyimpangan dimungkinkan dengan syarat bahwa
penyimpangan dimungkinkan dengan syarat bahwa penyimpangan
tersebut mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan nilai ketentuan
dalam kaedah heteronom itu sendiri. Nilai lebih tinggi atau tidak
tergantung pada apakah ketentuan tersebut lebih menguntungkan
kepada buruh atu tidak.
7. LANJUTAN 2
Lebih lanjut, permasalahan Hukum Perburuhan dapat dilihat dari Ilmu
Pengetahuan Hukum Perburuhan yang pada hakekatnya mencakup hal
– hal tersebut di bawah ini :
1. Masyarakat Hukum
2. Hak dan Kewajiban Hukum
3. Hubungan Hukum
4. Peristiwa Hukum
5. Obyek Hukum
Masyarakat Hukum yang diatur oleh Hukum Perburuhan merupakan
masyarakat yang terdiri dari unsur – unsur sebagai berikut :
1. Buruh
2. Organisasi Perburuhan
3. Pengusaha
4. Pemerintah
8. LETAK DAN SUMBER HUKUM PERBURUHAN
Dengan sumber hukum perburuhan ini dimaksudkan segala sesuatu dimana
kita dapat menemukan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan mengenai
perburuhan
Sumber hukum perburuhan adalah sumber-sumber hukum dalam arti formil ,
sumber hukum dalam arti kata materiil, dengan sendirinya adalah Pancasila.
1. UNDANG-UNDANG
Undang-undang adalah sumber hukum yang terpenting dan terutama,
meskipun andai kata negara Indonesia tidak lagi memakai kaidah yang
dahulu tercantum dalam Undang-undang Dasar.
2. PERATURAN LAIN
Peraturan lainnya ini kedudukannya adalah dibawah Undang-undang dan
pada umumnya merupakan peraturan pelaksanaan undang-undang.
9. LANJUTAN
3. KEBIASAAN
Kebiasaan atau hukum tidak tertulis ini, terutama yang tumbuh sesudah
perang dunia ke II.
4. PUTUSAN
Dimana dan di masa aturan hukum masih kurang lengkap putusan
pengadilan tidak hanya memberi bentuk hukum pada kebiasaan, tetapi
juga ahkan dapat dikatakan untuk sebagian besar menetapkan hukum itu
sendiri.
5. TRAKTAT
Perjanjian dalam arti kata traktat mengenai soal perburuhan antara
negara Indonesia dengan suatu atau negara lain, belum pernah diadakan.