[BEST PRICE] Senapan Angin Dengan Teleskopik Kalimantan Barat
draft-buku-novel-01
1. Mungkin akan menjadi hal memalukan seumur hidupku jika terbuka padanya. Tidak seumur hidup,
mungkin sisa hidupku. Ya, setidaknya pada sisa umurku aku bisa bicara dan bertindak seterbuka ini
pada orang lain, pada dirinya.
Menyusuri jalan Gunung Sahari dengan bus Mayasari Bakti 905, aku sekarang duduk dengan gadis ini.
Dia yang menatap jalanan dari jendela yang berada di samping kirinya, bersinar dengan background
mentari jam 2 siang. Fenomena alam yang terbias dengan kecantikan manusia bernama Putri. Aku yang
berada di sisi kanannya hanya bisa memandang kagum padanya. Indah...dan ayu...
Dirinya yang seorang putri dengan rambut lurus terurai, hitam. Ayu memikat. Memikat diriku ? Aku
sendiri tidak percaya dengan hal ini. Sejak bertemu dengannya di kampus bahkan sampai di bangku bus
yang berjalan perlahan, aku masih tidak percaya bahwa dia memikat rasa penasaranku.
Rasa penasaran yang muncul ketika dia mau saja aku 'culik' pergi dengan diriku ke suatu tempat.
Apakah dia tertarik padaku ? Aku rasa tidak. Tidak mungkin. Tapi aku merasakan hal yang aneh. Rasa
penasaran yang sangat dan sepertinya harus. Bertemu dan kini dapat duduk didekatnya. Keberuntungan
yang luar biasa bagiku. Aku ingin merasakan bagaimana perasaanku ini dengan lebih nyata. Lebih
nyata, senyata gerakan tangan dan geraiaan di rambutnya yang tersibak angin. Aku harus mencobanya.
“Putri, ng...hm..” Bodohnya aku, aku tidak biasa berbicara dengan wanita untuk melakukan hal yang
belum pernah aku lakukan sebelumnya. Tergagap... dan kaku !
“Ada apa ?” Jdig ! Dia polos bertanya. Polos menatap. Juga dengan senyum manis seorang putri.
“Aku, hm... Putri, maukah engkau...hm...” Bingung aku. Keringat mulai keluar dari pori-pori kulit
pelipis ku... Meskipun aku sadar bahwa kami memang terkena sinaran mentari terik dan udara panas
jalanan yang dilewati bus ini tapi aku tahu bahwa ini keringat dingin. Dadaku berdegup cukup keras.
Uh, Jimmi...kalau kau tak bisa berkata-kata cukup lakukan !
“Raka, kamu kenapa sih ? Mau apa ?”
Buyarlah pembicaraan diriku tentang betapa gugupnya aku berbicara sedekat ini dengan seorang gadis.
Hal yang memang baru ketika dengan kaku aku menggapai tangannya. Aku genggam telapak tangan
kanannya. Aku lihat wajahnya. Kaget ! Dan aku tahu bahwa tidak hanya dia yang kaget dengan apa
yang aku lakukan tapi juga aku ! What the hell i do ! Jantung dalam dadaku berdegup kencang. Tidak
pernah aku gugup seperti ini. Wajah kagetnya kini berganti senyum dan larik mata menyelidik.
“Raka ?! Kamu kenapa ? Aku tahu kamu bukan orang yang gampang menggenggam tangan seorang
gadis. Apalagi aku ini baru kamu kenal tadi. Kenapa ?”
Pertanyaan yang bagus. Oh, My God! Bisa-bisanya aku memuji pertanyaannya. Mau bagaimana lagi
otak di kepalaku menerjemahkan pertanyaannya dengan kata “bagus” dan “kritis”. Ya, tidak diragukan
bahwa dia adalah seorang mahasiswi. Kuliah di jurusan Psikologi yang terkenal ketat dalam
perkuliahannya. Namun, aku juga mengiranya sebagai sebuah pertanyaan polos seorang gadis yang
dengan tiba-tiba tangannya di genggam oleh laki-laki yang baru berkenalan dengannya siang tadi.
Aku sendiri bingung untuk menjawabnya. Namun, sedikit tekanan di genggaman tanganku
menyadarkan kebingunganku. Putri Ayu, kamu...kamu...