SlideShare a Scribd company logo
1 of 38
BAB I

                         PENENTUAN KADAR DEBU DI UDARA

I.1 PENDAHULUAN

               Debu adalah partikel padat yang dipancarkan atau dihasilkan oleh proses alami
      maupun proses mekanis seperti pemecahan (breaking), penghalusan (grindling),
      penggilingan     (drilling),   pengayakan       (shaking),   pukulan   ataupun   peledakan,
      pemotongan (cutting) serta penghancuran (crushing) bahan. Udara yang kita hirup
      dalam pernapasan mengandung partikel-partikel dalam bentuk debu, dan sebagian
      dari debu tersebut akan ditahan/tinggal di dalam paru.

               Secara umum, ukuran partikel debu termasuk dalam kisaran yang sangat luas,
      yaitu mulai dari ukuran yang sangat kecil sampai yang ukurannya cukup besar (mulai
      dari ukuran partikel yang tidak dapat terlihat oleh mata telanjang sampai ukuran debu
      yang dapat dilihat). Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai
      partikel yang melayang di udara (Suspended Particular Matter – SPM) dengan ukuran
      1 mikron hingga 500 mikron. Debu yang berukuran lebih dari 50 m dapat terlihat
      oleh kasat mata.
               Debu dalam industri dapat terbagi dalam dua kelompok, yaitu : kelompok
      bahan kimia organik yang berasal dari tumbuhan, hewan atau bahan sintetis dan
      kelompok bahan kimia anorganik, yang terdiri dari golongan logam dan golongan non
      logam.
               Partikel debu akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama, kemudian
      masuk ke tubuh terutama melalui pernapasan. Selain dapat membahayakan kesehatan
      juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan dapat mengadakan berbagai
      reaksi kimia sehingga komposisi debu di udara menjadi partikel campuran dari
      berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk yang berbeda-beda.
1.1.1. Penggolongan Debu
               Debu dapat dikelompokkan menjadi berbagai macam berdasarkan sifat,
      macam dan karakter zatnya sebagai berikut :

      a. Berdasarkan sifatnya, yaitu :

               Sifat permukaan basah, yaitu debu yang sifatnya selalu basah oleh karena
               dilapisi oleh air yang sangat tipis.


                                                                                               1
Sifat pengendapan, yaitu debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya
      gravitasi bumi (deposit particulated matter)

      Sifat penggumpalan, yaitu memiliki sifat yang selalu basah, maka debu satu
      dengan yang lain cenderung menempel membentuk gumpalan.
      Sifat opsis, yaitu partikel yang basah/lembab lainnya dapat memancarkan sinar
      yang dapat terlihat didalam kamar gelap.
      Debu listrik statik, yaitu debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat
      menarik partikel lain yang berlawanan.


b. Berdasarkan macamnya, yaitu :

      Debu     fibrogenik   :   debu   ini     dapat   menyebabkan   penyakit   seperti
      pneumokoniosis. Contoh : batubara, asbes dan silika
      Debu inert      : dianggap tidak berbahaya bila jumlah partikel yang masuk
      sedikit. Ada efek penimbunan tergantung jumlah partikel yang masuk
      Debu alergen : biasanya berasal dari tumbuh-tumbuhan dan garam platina
      Debu iritan     : debu yang dapat mengakibatkan iritasi pada mata dan saluran
      napas, terutama berasal dari logam berat. Contoh : Cd, Cr, Mn, Ni dan
      Vanadium pentoksida
      Debu toksik     : Debu yang menyebabkan racun bagi tubuh, biasanya juga
      berasal dari logam berat. Contoh : Pb, Cr, Hg, Cd dan Mn.
      Debu Karsinogenik : Yang dapat mengakibatkan kanker pada tubuh
      diantaranya adalah radiasi ion-ion, asbes, As, Cr dan Ni.


 c. Dari karakter zatnya, debu terdiri dari:

   1. Debu fisik, seperti debu tanah, batu mineral, dan lain-lain.
   2. Debu kimia, terbagi atas debu organik dan anorganik.
   3. Debu biologis, yaitu virus, bakteri, dan lain-lain.
   4. Debu radioaktif.
      Ditempat kerja, jenis-jenis debu ini dapat ditemui pada kegiatan pertanian,
      keramik, batu kapur, batu bata, pengusaha kasur, dan lain-lain.




                                                                                     2
1.1.2 Pemantauan Ambang Batas Debu di Lingkungan Kerja

             Udara yang kita hirup dalam pernapasan mengandung partikel-partikel dalam
      bentuk debu dimana sebagian dari debu, tergantung ukurannya, dapat tertahan atau
      tertinggal didalam paru. Tubuh manusia sebenarnya sudah mempunyai mekanisme
      pertahanan untuk menangkis sebagian besar debu.

             Mekanisme penimbunan debu tergantung dari ukuran debu, kecepatan aliran
      udara dan struktur anatomi saluran napas. Adapun ukuran debu dan hubungannya
      dengan struktur saluran pernapasan adalah sebagai berikut :
           Ukuran 5-10 mikron, akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian atas.
           Ukuran 3-5 mikron, akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian tengah.
           Ukuran 1-3 mikron, sampai dipermukaan alveoli.
           Ukuran 0,5-1 mikron, hinggap di permukaan alveoli/selaput lendir sehingga
           dapat menyebabkan terjadinya fibrosis paru.
           Ukuran 0,1 – 0,5 mikron, melayang dipermukaan alveoli
             Menurut WHO (1996), ukuran debu partikel yang membahayakan manusia
      adalah debu yang memiliki ukuran 0,1-5 mikron atau 10 mikron, sedangkan
      Departemen Kesehatan RI mengisyaratkan bahwa ukuran debu yang membahayakan
      berkisar 0,1 sampai 10 mikron.




                                                                Inhalable – 100 μ


                                                              Thoracic – 10 μ


                                                              Respirable – 4 μ




                                                                                     3
Adapun Jumlah total debu yang berada dalam suatu tempat dapat dihitung
dengan rumus




     C =           (W2-W1)-(B2-B1)        x      Trata-rata   x   Pstandar
                                 V                 298            Prata-rata


   Keterangan :
   C   : kadar debu dalam udara (mg/m3)
   W1 : berat filter sebelum sampling (mg)
   W2 : berat filter setelah sampling (mg)
   B1 : berat filter sebagai blanko sebelum sampling (mg)
   B2 : berat filter sebagai blanko setelah sampling (mg)
   V   : volume udara (liter atau m3)
   Trata-rata : suhu udara (K)
   Prata-rata : tekanan udara (mmHg)
   Pstandar : tekanan udara standar (760 mmHg)


   Untuk batas tertinggi pajanan debu di lingkungan pabrik/industri, batasan yang
   dipakai adalah Nilai Ambang Batas, yaitu sebesar 10 mg/ m3.               Namun apabila
   yang diukur adalah besar pajanan debu di lingkungan umum dan perkantoran,
   maka persyaratan yang digunakan adalah Baku Mutu Lingkungan, yaitu sebesar
   0,26 mg/ m3.


1.1.3 Sumber Pajanan Debu di Lingkungan Kerja

       Debu juga dapat masuk ke udara melalui cara pengisian bahan-bahan kimia
kering ke dalam kantung, seperti pengisian talk, semen, pupuk, mesin penghalus atau
pembersih karat (sand blasting). Akibat dari benturan antara pasir dengan baja, maka
pasir dan karat akan pecah menjadi debu dan masuk ke dalam udara.

       Pekerjaan yang memiliki resiko pemajanan debu banyak di temukan, misalnya
pada pekerja di bagian pengisian talk (bedak), pengisian semen, pabrik asbes, pupuk,


                                                                                         4
pekerjaan di bagian pengeboran yang menggunakan mesin pengebor, mesin
penghalus, pembersih karat yang menggunakan proses sand blasting dan sebagainya.

1.1.4. Gangguan Kesehatan Akibat Pajanan Debu

       Debu bahan kimia yang terdapat di udara ini masuk ke dalam tubuh manusia
melalui saluran pernapasan sehingga dapat menyebabkan iritasi pada hidung,
tenggorokan dan paru-paru. Debu-debu ini juga dapat tinggal di dalam paru-paru
untuk waktu yang lama dimana dapat menyebabkan reaksi dengan segera atau reaksi
dapat timbul bertahun-tahun setelah terkena pemajanan pertama, seperti pemajanan
oleh debu asbes.

       Beberapa reaksi biaologis an penyakit yang dapat ditimbulkan adalah :

           a. Penyakit paru yang diakibatkan oleh reaksi tubuh terhadap penimbunan
              debu.
           b. Reaksi sistemik oleh karena absorpsi ke dalam darah.
           c. Reaksi alergi dan sensitisasi.
           d. Iritasi hidung dan tenggorokan.
           e. Demam.
           f. Perdangan oleh bakteri dan jamur.


Adapun efek-efek klinis yang ditimbulkan oleh debu antara lain :
           a. Efek pada saluran pernapasan, seperti fibrosis, bronkhitis, asma dan
              kanker.
           b. Efek sistemik akibat pajanan debu anorganik, seperti Pb, Mn, Cd dan
              Hg.
           c. Efek alergi dan reaksi sensitisasi yang disebabkan akibat menghirup
              debu organik.


1.2. Tujuan Praktikum
1.2.1 Tujuan Umum
    Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui cara-cara mengukur kadar debu total
di udara
1.2.2 Tujuan Khusus
   a. Mengukur kadar debu total di udara gedung balai Hiperkes

                                                                                   5
b. Mengetahui prosedur pengukuran debu total di udara dengan menggunakan
           metode gravimetric


1.3. Peralatan dan Bahan
       1.3.1 Peralatan

           Peralatan yang digunakan untuk melakukan pengukuran kadar debu total
    adalah :

               a) Personal atau stationer dust sampler (dengan statip, filter holder, selang
                  teflon, klem, dan lain-lain)




                                  Dust sampler




               b) Desikator dengan suhu (20      1)oC dan kelembaban udara (50     5) %.




                                 Desikator
               c) Pompa isap udara (vacuum pump) yang dilengkapi dengan flowmeter.
               d) Oven.
               e) Timbangan analitik (sensitifitas minimal 0,01 mg).



                                                                                           6
f) Pinset dan tempat filter (filter holder).
            g) Termometer.
            h) Barometer.


   1.3.2 Bahan

         Bahan yang digunakan adalah kertas saring dari fiberglass sebagai media
  pengumpul sampel dengan diameter 10 cm dan ukuran pori-pori 0,8 m.




                       kertas saring

1.4. Metodologi dan Prinsip Kerja

         Pada dasarnya untuk mengukur debu total (total partikel) digunakan metode
  gravimetri. Caranya : debu yang menghambur di udara di ambil sampelnya dengan
  menggunakan dust sampler (HVS), sedangkan media pengumpul debu adalah kertas
  saring. Jenis kertas saring yang dapat digunakan antara lain fiberglass atau campuran
  selulosa dengan ester (MCEF) atau nylon (PVC).

   1.4.1. Metodologi

         Metode yang di gunakan untuk pemeriksaan adalah metode gravimetri.

                                                                                     7
1.4.2 Prinsip kerja

             Udara yang mengandung debu dilewatkan melalui media kertas filter dengan
      kecepatan aliran udara (flow rate) dan waktu tertentu, kemudian berat kertas filter
      setelah dilewati udara yang mengandung debu ditimbang beratnya.

1.5. Prosedur Kerja

      1.5.1 Persiapan alat

             a. Lakukan pemotongan filter seukuran filter holder dan berikan nomor pada
                filter. Pemberian nomor harus berbeda antara filter sampel dan filter
                blanko.
             b. Siapkan kertas fiberglass yang telah dikeringkan dalam desikator.
             c. Siapkan dust sampler (HVS) yang telah dirangkai dengan flowmeter
                (terlebih dahulu dilakukan kalibrasi).
             d. Siapkan timbangan analitik
             e. Siapkan wadah penyimpanan filter yang akan dibawa ke lokasi
                pengambilan sampel.
      1.5.2 Persiapan Filter

             a. Simpan tiap filter paling tidak selama dua jam di dalam desikator.
             b. Lakukan penimbangan filter sampling dengan timbangan analitik dan
                dicatat sebagai W1 (mg), nol kan timbangan setiap menimbang dan
                pegang filter dengan menggunakan pinset.




             c. Lakukan penimbangan filter yang bersih sebagai blanko dan dicatat
                sebagai B1.
      1.5.3 Penentuan titik lokasi pengukuran



                                                                                       8
a. Unit kerja yaitu dilakukan di halaman Balai Hiperkes.

       b. Lakukan analisis arah angin yang paling dominan.

       c. Titik lokasi ditentukan kira-kira ditengah unit kerja, sampel diambil acak
          pada satu titik ditengah-tengah unit kerja.

1.5.4 Strategi pengambilan sampel

       a. Atur aliran udara sehingga bola flowmeter berada dalam keadaan stabil.
       b. Pasang kertas saring yang sebelumnya telah ditimbang pada filter holder,
          selanjutnya dirakit bersama-sama dengan alat utama (dust sampler).
       c. Hidupkan pompa dan lakukan pengecekan kembali kecepatan aliran udara
          (lakukan kalibrasi pada pompa isap/vacuum pump).
       d. Pengambilan sampel dianggap dilakukan selama 480 menit
       e. Lakukan pencatatan suhu dan tekanan udara saat pompa isap dinyalakan.
       f. Pompa dimatikan, catat suhu dan tekanan udara.
       g. Saat pompa dimatikan, lepaskan filter dari filter holder dengan
          menggunakan pinset dan dipindahkan ke kaset filter dan disimpan dalam
          desikator.
       h. Bawa filter ke laboratorium untuk dianalisis.


1.5.5 Analisis di laboratorium

       a. Filter yang digunakan untuk mengambil contoh dan filter blanko
          dikeringkan dalam desikator.
       b. Timbang filter pada timbangan analitik.
       c. Periksa semua data yang diperlukan.
       d. Hitung kadar debu.
1.5.5.1 Perhitungan

   Kadar debu di udara dapat dihitung dengan rumus berikut:




            C    (W2-W1)-(B2-B1)         x    Trata-rata   x   Pstandar
             =
                                 V              298            Prata-rata


                                                                                   9
Dimana:
    C   : kadar debu dalam udara (mg/m3)
    W1 : berat filter sebelum sampling (mg)
    W2 : berat filter setelah sampling (mg)
    B1 : berat filter sebagai blanko sebelum sampling (mg)
    B2 : berat filter sebagai blanko setelah sampling (mg)
    V   : volume udara (liter atau m3)
    Trata-rata : suhu udara (K)
    Prata-rata : tekanan udara (mmHg)
    Pstandar : tekanan udara standar (760 mmHg)


1.5.5.2 Hasil pengukuran dan evaluasi


Dari hasil pengukuran yang dilakukan, didapatkan hasil-hasil sebagai berikut :

        Kecepatan aliran udara/ air flow rate : 2,5 m3/mt selama 90 menit

        Suhu rata2 adalah : 32oC + 273 = 305 oK

        Tekanan udara rata2 selama pengukuran adalah : 760 mmHg

        Hasil pengukuran dan perhitungan :
        Berat sampel awal         (Wso)          = 0,72539 gr = 725,39 mgr

        Berat sampel setelah terkontaminasi (Wsl) = 0,73048 gr = 730,48 mgr

        Berat blanko awal (Wbo)                          = 0,73390 gr = 733,90 mgr

        Berat blanko setelah penelitian (Wbl)            = 0,73396 gr = 733,96 mgr

        C Sample = Berat sampel setelah terkontaminasi - Berat sampel awal




                (Wsl – Wso) – (Wbl – Wbo)                     Trata2      760
Kadar debu = --------------------------------------- X 1000 X ------------ X ---------
                         Flow x waktu                          298        Prata2



                                                                                         10
(730,48- 725,39)-(733,96-733,90)mg                       305         760
                   = ------------------------------------------------ X 1000 X ---------- X --------
                           2,5 m3/menit x 90 menit                   298        760




                            (5,09 – 0,06) mg
                   = ------------------------------X 1000 X 1,023 x 1
                            225 m3 /menit


                   = 22,81 mg/m3


    NAB debu total= 10 mg/m3 udara.


    1.5.5.3. Kesimpulan hasil pengukuran
             Kadar debu sudah melampaui NAB
             Harus dilakukan pengendalian.


1. 6. Kesimpulan

    Debu pada tempat pengambilan sampel yaitu di halaman Balai Hiperkes melewati
    ambang batas dan perlu pengendalian. Karena debu pada dasarnya dapat
    menimbulkan kelainan dan mengganggu kesehatan apabila masuk kedalam saluran
    pernapasan, terutama debu yang memiliki ukuran kurang dari 10 m.

1.7. Saran

    Saran teknis

         Karena yang diukur adalah lingkungan luar maka perlu pengendalian debu
             dengan menanam pohon dan tanaman yang dapat menyerap polusi udara
             sehingga diharapkan dapat mengurangi bahaya debu yang masuk ke para
             pekerja.

    Saran medis




                                                                                                   11
a. Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala untuk seluruh karyawan disemua
   bagian.

b. Melakukan pemeriksaan spirometri dan foto rontgen secara berkala terutama
   pekerja yang banyak terpajan oleh debu.

c. Melakukan pendidikan dan penyuluhan kepada seluruh karyawan tentang
   bahaya-bahaya penyakit akibat kerja, khususnya debu untuk meningkatkan
   derajat kesehatan pekerja.




                                                                         12
BAB II
                   PENGUKURAN KADAR TIMBAL (Pb)
                DI UDARA LINGKUNGAN TEMPAT KERJA


II. 1 PENDAHULUAN
         Timbal merupakan suatu logam berat yang lunak dan dapat dibentuk
  berwarna keabu-abuan perak dan mempunyai densitas yang tinggi serta kebal
  korosi. Pb memiliki titik leleh 327 oC dan titik didih 1620 oC. Pada suhu antara 550 o
  – 660oC, timbal akan menguap dan bersenyawa dengan oksigen yang ada di udara
  serta membentuk senyawa timbal – oksida.
         Timbal terdapat dalam jumlah kecil pada batu-batuan, tanah dan tumbuhan.
  Biji timbal yang terpenting adalah Galena (PbS).
         Timbal logam digunakan pada pelindung kabel listrik, pembuatan pipa-pipa
  tanki dan genting atap, pembuatan batere, perusahaan pembuatan accu, industri cat
  dan amunisi, industri kimia untuk melapisi kontainer asam sulfat, panci pemanas dan
  sebagainya.


  II. 1.1 Penggunan Timbal Dalam Industri
         Dalam kehidupan sehari-hari, timbal yang digunakan dan sering ditemukan
  adalah sebagai zat aditif dalam bensin. Pabrik penyulingan minyak menggunakan
  timbal untuk menghasilkan oktan yang tinggi, akibatnya residu ini melekat pada gas
  buang yang menyebabkan menurunnya kualitas udara di kota-kota besar, bahkan
  menyebabkan gangguan kesehatan.
         Biasanya Pb di lingkungan adalah berasal dari emisi mobil kendaraan
  bermotor dan pembakaran batubara. Pb biasanya digunakan untuk pembuatan
  batere. Di industri kimia dan bangunan, Pb biasanya dipakai bersama antimony
  dan tin sebagai sarung kabel dan lapisan pada pipa untuk mencegah kelembaban
  dan kebal terhadap asam. Juga dipakai sebagai kompinen di dalam cat dan plastik
  sebagai pewarna dan stabilizer.
         Sumber utama timbal yang diabsorpsi melalui pernapasan adalah uap
  logam timah hitam atau partikel-partikel debu timah oksida yang dihasilkan dari

                                                                                     13
industri-industri seperti industri aki, industri aliage logam, percetakan (yang masih
menggunakan huruf-huruf dari timah hitam) dan pengecatan dengan semprot.
Kenyataannya dalam darah orang normal (yang tidak terpajan timah hitam di
tempat kerja) pun menunjukkan adanya kandungan timah hitam. Kadar normal
timah hitam dalam darah adalah 0,03 mg per 100 ml darah.


II. 1.2 Sumber Pajanan Timbal di Lingkungan Kerja
       Jenis pekerjaan yang memiliki risiko tinggi untuk keracunan timbal adalah
pada hampir semua pekerjaan yang menggunakan timbal, pekerjaan pelapisan
suatu benda dengan timbal dan dengan proses dibakar, tenaga kerja di industri aki,
industri mainan anak-anak, sehingga menghasilkan sejumlah uap timbal dalam
kadar yang besar.
       Jenis pekerjaan yang memiliki risiko menengah (moderat) untuk keracunan
timbal adalah para tenaga kerja tambang timbal, tukang solder, tukang ledeng,
tenaga kerja yang bekerja di industri kabel, mekanik, tenaga kerja yang
memperbaiki kapal dan tenaga kerja pembuat lapisan tembikar, email dan pengelas
tertentu.
       Jenis pekerjaan yang memiliki risiko rendah terhadap terjadinya keracunan
timbal adalah para pengemudi bis, taksi polisi lalu lintas, tenaga kerja garasi,
tenaga kerja bengkel, reparasi, tenaga kerja pada vulkanisasi karet, tukang mas,
tukang tutup pipa dan tukang pembuat benda-benda elektronik.


II. 1.3 Penyerapan distribusi dan ekskresi timbal pada tubuh manusia
   a. Absorpsi
       Timbal dan senyawanya masuk kedalam tubuh secara inhalasi, absorpsi kulit
       dan ingesti. Sumber utama dari makanan dan air, tetapi sebanyak 20              g
       diserap dri inhalasi uap timbal dan partikel-partikel lingkungan yang polutif.
       Timbal tidak mudah diserap melalui saluran pencernaan, tetapi tergantung
       pada kadar kalsium dan besi dalam makanan. Penyerapan melalui paru lebih
       efektif, terutama disimpan dalam tulang. Kadar normal timbal dalam darah
       adalah 0,03 mg per 100 ml darah.
   b. Distribusi
       Setelah diserap, sekitar 95 % timbal dalam darah diikat oleh sel darah merah.


                                                                                   14
c. Ekskresi
       Timbal diekskresi melalui urin (75-80%) dan tinja/feses (15%)




II. 1.4 Gangguan Kesehatan Akibat Pajanan Timbal
       Timbal dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan,
pemaparan maupun saluran pencernaan. Lebih kurang 90 % partikel timbale dalam
asap atau debu halus di udara dihisap melalui saluran pernafasan. Penyerapan di
usus mencapai 5 – 15 % pada orang dewasa. Pada anakanak lebih tinggi yaitu 40
% dan akan menjadi lebih tinggi lagi apabila si anak kekurangan kalsium, zat besi
dan zinc dalam tubuhnya. Laporan yang dikeluarkan Poison Center Amerika
Serikat menyatakan anak-anak merupakan korban utama ketoksikan timbal;
dengan 49 % dari kasus yang dilaporkan terjadi pada anak-anak berusia kurang
dari 6 tahun. Yang lebih menghawatirkan adalah efeknya terhadap kecerdasan (IQ)
anak – anak, sehingga menurunkan prestasi belajar mereka, walaupun kadar timbal
di dalam darah mereka tidak dianggap toksik.
       II. 1.4 .1 Keracunan timbal akut
       Keracunan timbal akut jarang terjadi. Keracunan timbal akut secara tidak
sengaja yang pernah terjadi adalah karena timbal asetat. Gejala keracunan akut
mulai timbul 30 menit setelah meminum racun. Berat ringannya gejala yang
timbul tergantung pada dosisnya. Keracunan biasanya terjadi karena masuknya
senyawa timbal yang larut dalam asam atau inhalasi uap timbal.
       Efek adstringen menimbulkan rasa haus dan rasa logam disertai rasa
terbakar pada mulut. Gejala lain yang sering muncul ialah mual, muntah dengan
muntahan yang berwarna putih seperti susu karena Pb Chlorida dan rasa sakit
perut yang hebat. Lidah berlapis dan nafas mengeluarkan bau yang menyengat.
Pada gusi terdapat garis biru yang merupakan hasil dekomposisi protein karena
bereaksi dengan gas Hidrogn Sulfida. Tinja penderita berwarna hitam karena
mengandung Pb Sulfida, dapat disertai diare atau konstipasi.
       Sistem syaraf pusat juga dipengaruhi, dapat ditemukan gejala ringan berupa
kebas dan vertigo. Gejala yang berat mencakup paralisis beberapa kelompok otot
sehingga menyebabkan pergelangan tangan terkulai ( wrist drop ) dan pergelangan
kaki terkulai (foot drop).
       II. 1.4.2 Keracunan subakut Timbal
                                                                              15
Keracunan sub akut terjadi bila seseorang berulang kali terpapar racun
dalam dosis kecil, misalnya timbal asetat yang menyebabkan gejala-gejala pada
sistem syaraf yang lebih menonjol, seperti rasa kebas, kaku otot, vertigo dan
paralisis flaksid pada tungkai. Keadaan ini kemudian akan diikuti dengan kejang-
kejang dan koma.
       Gejala umum meliputi penampilan yaitu gelisah, lemas dan depresi.
Penderita sering mengalami gangguan system pencernaan, pengeluaran urin sangat
sedikit, berwarna merah. Dosis fatal : 20 - 30 gram. Periode fatal : 1-3 hari.
       II. 1.4.3 Keracunan kronis
       Keracunan timbal dalam bentuk kronis lebih sering terjadi dibandingkan
keracunan akut. Keracunan timbal kronis lebih sering dialami para pekerja yang
terpapar timbal dalam bentuk garam pada berbagai industri, karena itu keracunan
ini dianggap sebagai penyakit industri. seperti penyusun huruf pada percetakan,
pengatur komposisi media cetak, pembuat huruf mesin cetak, pabrik cat yang
menggunakan timbal, petugas pemasang pipa gas.
       Bahaya dan resiko pekerjaan itu ditandai dengan TLV 0,15 mikrogram/m 3 ,
atau 0,007 mikrogram/m 3 bila sebagai aerosol. Keracunan kronis juga dapat terjadi
pada orang yang minum air yang dialirkan melalui pipa timbal, juga pada orang
yang mempunyai kebiasaan menyimpan Ghee (sejenis makanan di India) dalam
bungkusan timbal.
       Keracunan kronis dapat mempengaruhi system syaraf dan ginjal, sehingga
menyebabkan      anemia    dan   kolik,   mempengaruhi      fertilitas,   menghambat
pertumbuhan janin atau memberikan efek kumulatif yang dapat muncul kemudian.
       Adapun gejala keracunan timbal bila di lihat dari masing-masing fungsi
organ adalah sebagai berikut :
   a. Sistem Pencernaan : berupa muntah – muntah, nyeri kolik abdomen, rasa
       logam dan garis biru pada gusi, konstipasi kronis, kejang abdomen dan
       konstipasi
   b. Sistem saraf pusat : kelumpuhan(wrist drop, foot drop, biasanya terdapat
       pada pria dewasa). Sistem sensoris hanya sedikit mengalami gangguan,
       sedangkan ensefalopati sering ditemukan pada anak-anak.
   c. Sistem hemopoeitik berupa anemia, basofilia pungtata, retikulosis,
       berkurangnya trombosit dan sel polimorfonuklear, hipertensi
   d. Sistem Muskulo skeletal, artralgia ( rasa nyeri pada sendi ).

                                                                                  16
e. Sistem Reproduksi berupa : gangguan menstruasi, bahkan dapat terjadi
          abortus.
   f. Sistem ginjal : Lead nephrophaty
   g. Efek terhadap kepribadian : neuro-behavioral changes


II.1.5 Pemantauan Biologis Timbal dan Pengobatan
          Pemantauan biologis terhadap adanya timbal dalam tubuh ada 2 macam
cara yaitu:
      a. Pengujian untuk menentukan kadar timbal dalam urin dan darah.
      b. Pengujian untuk mengetahui efek biokimia dan racun hematologi dari
            timbal (sebagai contoh d-ALA dari urin, ALAD dari darah, pengukuran
            hemoglobin, stipling basofilik).
          Diagnosis   dapat   dilakukan    melalui   pemeriksaan   urine     (jumlah
koproporfirin III meningkat ). Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang
paling dianjurkan sebagai screening test pada keracunan timbal. Kadar timbal
dalam urin juga bisa membantu menegakkan diagnosis, ketika kadarnya diatas 0,2
mikrogram /liter, dianggap sudah cukup bermakna untuk diagnosis keracunan
timbal.
          Pengobatan terhadap pekerja yang keracunan timbal akibat kerja adalah,
dengan cara menghentikan dari pemajanan, di samping itu di beri pengobatan
dengan Na-EDTA. Pemeriksaan kesehatan bagi tenaga kerja menyangkut
pemeriksaan awal (dengan perhatian khusus pada sistem hematologi, Hb darah
sistem syaraf dan ginjal) serta pemeriksaan kesehatan berkala yang dilakukan
setahun sekali dan macam pemeriksaannya sama dengan pengujian kesehatan
awal. Di samping pengujian dari tenaga kerja terhadap gejala-gejala klinis yang
umum dari pemajanan timbal dan juga menghentikan kerja racun timah hitam
harus dilaksanakan.


II.1.6 Standar pengendalian :
          Agar dapat menentukan kadar timbal (Pb) di udara lingkungan tempat
kerja, perlu dilakukan pengukuran dengan menggunakan metoda tertentu sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan, yang selanjutnya dilakukan analisa secara
laboratories. Adapun standar pengendalian timbale adalah sebagai berikut :


                                                                                  17
a. Timbal organik (sebagai Pb), HSE MEL : 0,15 mg/m3
        b.Timbal Tetra Etil (sebagai Pb), HSE MEL : 0,10 mg/m3


II. 2. Tujuan Praktikum
II. 2.1 Tujuan Umum
          Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui cara-cara mengukur kadar timbal
total di udara


II. 2.2 Tujuan Khusus
    a. Mengukur kadar timbal total di udara halaman Gedung Balai Hiperkes
    b. Mengetahui prosedur pengukuran timbal total di udara dengan menggunakan
          alat Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS)


II.3 Metodologi
          Pada praktikum ini, pengumpulan sampel udara di halaman depan balai
Hiperkes, dengan cara absorpsi dengan menggunakan impinger. Pengumpulan sampel
udara ini untuk mengetahui kadar timbal (Pb) di udara lingkungan kerja. Kecepatan
aliran udara diatur pada 5 liter per menit. Metode yang digunakan untuk penentuan
kadar     timbal   di   udara   secara    fame    ionisasi   dengan    Atomic   absorption
spechtrophotometer (AAS).
II. 4 Prinsip kerja
    Timbal di udara berupa uap diambil contohnya lalu diekstraksi dengan HNO3
(cons),     kemudian     dianalisis      dengan    menggunakan        Atomic    Absorption
Spechtrophotometer (AAS).
II. 5 Alat dan bahan
    a. Midget Impinger gas sampler, dengan kapasitas 50 – 100 ml dilengkapi
          flowmeter.
    b. Pompa isap udara (LVS), kapasitas : 5 lpm.
    c. Labu volumetric, kapasitas : 50 ml, 75 ml, dan 100 ml.
    d. Pipet volumetric manual atau otomatis, kapasitas : 1,2,5,15, dan 25 ml.




                                                                                       18
e. Filter paper jenis membrane atau selulosa
   f. Timbangan analitik
   g. AAS spechtrofotometer dengan lampu Pb (Hollow Katode).




                    AAS spechtrofotometer
   h. Larutan pengabsorpsi yaitu HNO3 1% sebanyak 50 ml.
   i. 10 g/ml larutan timbal standar.


II.6 Prosedur Kerja :
  II.6 .1 Persiapan :
           a. Lakukan pengecekan alat-alat pompa isap, kaki penyangga, flowmeter,
               kabel, tombol pengatur aliran udara dan gelas impinger.
           b. Lakukan kalibrasi pada impinger


                                                                              19
c. Lakukan pengaturan flowmeter dengan cara menghubungkan pompa
            isap udara dengan impinger. Hidupkan pompa dan atur kecepatan
            aliran udara sehingga bola menunjukan angka 2 liter/menit.
II.6.2 Strategi pengambilan sampel :
        a. Pasang impinger pada kaki penyangga
        b. Gelas impinger diisi dengan larutan pengabsorpsi Pb, yaitu larutan
            asam nitrat/HNO3 1% sebanyak 50 ml.
        c. Rakitkan impinger dengan flowmeter dan pompa hisap udara, letakan
            pada titik pengukuran.
        d. Hidupkan pompa hisap udara (LNS) dan cek kembali agar bola
            flowmeter tetap menunjukan angka 2 lpm.
        e. Catat waktu, suhu dan tekanan udara saat mulai menghidupkan pompa
            hisap udara, biarkan pompa beroperasi.
        f. Pengambilan sampel dilakukan selama 90 menit, setelah selesai
            flowmeter dimatikan dan suhu, tekanan udara dicatat kembali.
        g. Impinger dilepas dari rakitannya, lalu kedua ujung pipa ditutup dan
            dilindungi dengan kertas kedap sinar matahari (hitam), agar tidak
            teroksidasi.
        h. Larutan sampel dalam impinger dibawa ke laboratorium untuk
            dianalisa.
    II.6.3 Menyiapkan larutan standar dan larutan blanko :
        a. Siapkan larutan standar yang mengandung 400 ppb = 0,004 g Pb.
        b. Siapkan 3 buah labu volumetri, diberikan identitas standar 1,2 dan 3
        c. Masukan kedalam masing-masing labu volumetri larutan standar
            timbal yang mengandung 10       g Pb per ml dengan pipet volumetri
            sebanyak 2,4 dan 6 ml. Dengan demikian, masing-masing labu akan
            mengandung 20, 40 dan 60 g Pb.
        d. Pada masin-masing labu ditambahkan larutan pengabsorpsi sampai
            volumenya menjadi 25 ml.
        e. Siapkan larutan blanko yang telah berisi larutan standar Pb yang
            mengandung 0 Pb.
        f. Siapkan 2 buah labu volumetri untuk larutan sampel dan larutan
            blanko.


                                                                                  20
g. Masukan 10 ml larutan sampel dan 10 ml larutan blanko ke dalam
              masing-masing labu volumetri. Tambahkan larutan pengabsorpsi
              sehingga volumenya menjadi 25 ml.
          h. Intensitas warna yang terjadi karena persenyawaan ion kompleks
              timbal dengan ditizon ini kemudian diukur spektrofotometer serapan
              atom.
       II.6.4 Proses analisis
          a. AAS dipersiapkan, buka/atur gas acetylene dan udara, tekan tombol
              AAS untuk menyalakan api.
          b. Siapkan standar Pb dan blanko untuk zero.
          c. Lakukan pembacaan sampel.


       II.6.5 Perhitungan
          Kadar Pb di udara dapat dihitung dengan rumus berikut:




                   C=        Cs.Vs – Cb.Vb      x       Trata-rata   x   Pstandar

                                    V                     298            Prata-rata



          Dimana:
          C    : kadar Pb dalam udara (μg/m3 atau mg/liter)
          Cs : konsentrasi Pb dalam sampel (μg)
          Cb : konsentrasi Pb dalam blanko (μg)
          Vs : volume sampel (ml)
          Vb : volume blanko (ml)
          V    : volume udara (liter), dihitung dari kecepatan aliran udara
          (liter/menit) x waktu (menit)
          Trata-rata : suhu udara (K)
          Prata-rata : tekanan udara (mmHg)
          Pstandar : tekanan udara standar (760 mmHg)


II .6.7 hasil pengukuran dan perhitungan


                                                                                      21
Dari hasil pengukuran didapatkan hasil-hasil sebagai berikut :
        Suhu rata-rata selama pengukuran adalah : 32oC + 273 = 305 oK
        Tekanan udara rata-rata selama pengukuran adalah : 760 mmHg
        Vs       : volume sampel (ml) = 50ml
        Vb       : volume blanko (ml) = 20ml
        Hasil absorbansi :
                Kadar Pb di udara :
                         C Blanko = - 0,1001 mg/L
                         C Sampel = 0,0218 mg/L




                Rumus yang di gunakan :

                (C sampel x V sampel) – (C blanko x V blanko)                 Trata2         760
Kadar Pb = ------------------------------------------------------------- X ---------- X ---------
                                 Vol udara                                     298           Prata2


                  (0,0218 x 50 ml) – (-0,1001 x 20 ml)             305           760
             = ------------------------------------------------- X ------------ X --------
                     5 liter/menit X 90 menit                       298          760
                (1,09) – (-2,002)
             = ------------------------ X 1,023 X 1
                     450


             = 0,00687 X 1,023 X 1


             = 0,00702 mg/m3
Kadar Pb di udara = C = 0,00702 mg/m3


NAB (TWA) Pb = 0,05 mg/m3

II .7 Kesimpulan
             Kadar Pb di udara lingkungan kerja belum melewati NAB sehingga tidak
             perlu pengendalian


                                                                                                   22
Timbal sebagai bahan aditif dapat mengakibatkan gangguan kesehatan
                baik melalui kontak langsung melalui kulit maupun melalui saluran
                pencernaan (ingesti).
                Timbal banyak digunakan pada pabrik accu dan pabrik daur ulang accu
                bekas pada sektor industri kecil dan menengah yang sering menyebabkan
                pencemaran.
      II .8 Saran
                    Kadar timbal di halaman balai Hiperkes di halaman Gedung Balai
      Hiperkes sebaiknya tetap dipertahankan agar di bawah BML dan NAB untuk menjaga
      linkungan kerja sebaik-baiknya
                Saran teknis
                    a. Penggunaan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan menjaga
                       kebersihan tubuh sehingga menghindarkan diri dari kontaminan
                       timbal.
                    b. Adanya peraturan dan sanksi bagi pekerja yang tidak mematuhi
                       untuk menggunakan alat pelindung diri.
                Saran medis
                    a. Melakukan        pemeriksaan   kesehatan   berkala   untuk   seluruh
                       karyawan.
                    b. Melakukan pemeriksaan darah secara berkala terutama pekerja
                       yang terkena pajanan timbal.
                    c. Melakukan pendidikan dan penyuluhan kepada seluruh karyawan
                       tentang bahaya-bahaya penyakit akibat kerja, khususnya pajanan
                       timbal untuk meningkatkan derajat kesehatan pekerja.
                    d. Adanya tim P2K3 dan peralatan K3 yang baik dan sesuai dengan
                       standar perusahaan.




Peralatan untuk mengukur kadar Pb di udara




                                                                                        23
gambar alat pengukur Pb di udara    AAS (Atomic Absorbtion Spectrophotometer)




                                   BAB III

PENGUKURAN KADAR GAS AMONIAK (NH3) DI UDARA LINGKUNGAN KERJA


                                                                                24
III. 1 Pendahuluan
       Amonia merupakan persenyawaan kimia anorganik yang berbentuk gas, tidak
   berwarna, berbau spesifik yang sangat menyengat. Sangat mudah larut dalam air
   membentuk amonia cair. Selain larut dalam air, amonia juga larut dalam etil alkohol,
   etil eter dan pelarut organik lainnya.
          Sifat amoniak adalah gas yang tidak berwarna, lebih ringan dibandingkan
    udara, mempunyai titik lebur -75oC dan titik didih -33,7o. Amoniak terkenal dengan
    sifat kelarutannya, dengan logam alkali akan mudah membentuk larutan berwarna
    dan mengalirkan elektrik dengan baik. Mudah terbakar, bila bercampur dengan
    oksigen akan menyala hijau kekuningan dan dapat meledak jika tercampur udara.
       Di industri, amonia banyak digunakan sebagai pendingin dan di produk-produk
   seperti pupuk, peledak dan plastik.
   III.1.1 Penggunaan Amonia Dalam Industri
       Di industri, amonia digunakan untuk memproduksi ammonium sulfat dan nitrat
   dalam pembuatan pupuk, digunakan dalam industry soda dengan proses amonia,
   untuk membuat urea sintetis, pembuatan cermin pada proses refrigerator dan dapat
   digunakan di industry es sintesis. Gas Amonia juga digunakan pada pengilangan
   minyak dan pembuatan bahan peledak


III.1.2 Pemantauan Ambang Batas Amonia di Lingkungan Kerja
          Untuk mengetahui kadar amonia udara di lingkungan kerja maka perlu
   dilakukan pengukuran dengan metode tertentu sesuai dengan standar yang ditetapkan,
   dan selanjutnya dilakukan analisis di laboratorium. Metode yang digunakan untuk
   pengukuran kadar ammonia di udara adalah Nessler dengan menggunakan alat
   spektofotometer.
          Konsentrasi ammonia dalam udara yang berada di suatu tempat dapat dihitung
   dengan rumus




        C= v          x    A-B      x       Trata-rata   x   Pstandar
              V            fxt                298            Prata-rata

                                                                                    25
Dimana:
   C   : kadar NH3 dalam udara (μg/m3)
   v   : volume absorben sampling (ml)
   V   : volume absorben yang dianalisa (ml)
   A   : konsentrasi NH3 dalam sampel (μg)
   B   : konsentrasi NH3 dalam blanko (μg)
   f   : kecepatan aliran udara (liter/menit)
   t   : waktu pengukuran (menit)
   Trata-rata : suhu udara rata-rata (K)
   Prata-rata : tekanan udara (mmHg)
   Pstandar : tekanan udara standar (760 mmHg)


       Untuk batas tertinggi pajanan Amonia di lingkungan pabrik/industri, batasan
   yang dipakai adalah Nilai Ambang Batas, yaitu sebesar 17 mg/ m3.        Namun
   apabila yang diukur adalah besar pajanan Amonia di lingkungan umum dan
   perkantoran, maka persyaratan yang digunakan adalah Baku Mutu Lingkungan,
   yaitu sebesar 1,36 mg/ m3.


   III.1.3 Sumber Pajanan Amonia di Lingkungan Kerja


       Pada keadaan normal, kadar gas amonia di udara sangat sedikit, Adanya gas
   amonia dalam jumlah besar di udara biasanya berasal dari pabrik atau industri
   tertentu. Sebelum ditemukan Freon, Amonia digunakan sebagai proses-proses
   pendinginan, misalnya pada pabrik pembuatan es dan sebagai pendingin pada
   tungku kilang minyak. Selain itu, Amonia juga banyak dipakai sebagai bahan
   baku pada industri pupuk dan pembuatan bahan peledak. Pekerja yang bekerja di
   tempat-tempat tersebut di atas beresiko tinggi terpajan dengan amonia di tempat
   kerjanya.


III.1.4 Gangguan Kesehatan Akibat Pajanan Amonia
   Gas amoniak masuk ke dalam tubuh secara inhalasi, pajanan secara inhalasi
dengan konsentrasi 2500 sampai 6500 ppm dapat menyebabkan iritasi pada kornea,


                                                                               26
sesak napas, bronkhospasme, nyeri dada, edema paru dan cairan sputum berbusa yang
berwarna merah jambu. Iritasi ini dapat bersifat akut maupun kronis.
    Agar dapat menentukan kadar amoniak di udara lingkungan kerja, maka perlu
dilakukan pengukuran dengan menggunakan metode tertentu sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan, dan selanjutnya dilakukan analisis di laboratorium.
       Efek-efek klinis dari Amonia antara lain           bersifat iritasi pada kulit,
konjungtiva dan membran mukosa dari saluran napas atas. Gejala klinis yang dapat
timbul adalah bronkhitis, pneumonia, iritasi mata, hidung dan tenggorokan serta nyeri
dada. Pada keadaan terpajan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan edema paru dan
laryng yang dapat menyebabkan kematian.


III. 2. Tujuan Praktikum
III. 2.1 Tujuan Umum
       Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui cara-cara mengukur kadar Amonia
total di udara


III. 2.2 Tujuan Khusus
   a. Mengukur kadar Amonia di udara halaman Gedung Balai Hiperkes
   b. Mengetahui prosedur pengukuran Amonia di udara dengan metode Nessler
       dan menggunakan alat spektrofotometer


    III. 3. Metodologi dan Dasar Teori


    III. 3. 1 Metodologi
    Metode yang digunakan untuk penentuan kadar amoniak di udara adalah menurut
Nessler dengan menggunakan spektrofotometer.


    III. 3. 2 Dasar Teori
    Gas amoniak di udara di absorpsi dengan asam sulfat encer, membentuk garam
ammonium. Selanjutnya garam ammonium yang terbentuk direaksikan dengan
pereaksi Nessler membentuk suatu senyawa kompleks yang berwarna kuning sampai
coklat. Intensitas warna yang terjadi kemudian diukur spektrumnya pada
spektrofotometer dengan panjang gelombang 460 nm.


                                                                                   27
III. 4 Alat dan bahan
          III. 4 .1 Alat
             a. Impinger gas sampler tipe midget, kapasitas 50 – 100 milimeter.
             b. Pompa hisap udara, dengan flowmeter 2 lpm.
             c. Timbangan teknis, kapasitas 200 gram, sensitifitas 0,01 gram.
             d. Timbangan analitik, sensitifitas 0,0001 gram.
             e. Spektrofotometer yang mempunyai filter untuk panjang gelombang 460 nm.
             f. Alat-alat gelas laboratorium
                   i.   Labu volumetric, kapasitas 50, 75 dan 100 ml.
                  ii.   Pipet volumetric, manual, kapasitas 1,2,3,5,10,20 ml.
                 iii.   Rak untuk tempat tabung.
             III. 4 .2 Bahan
         i.     Larutan pengabsorpsi (absorping reagent) : 0,005 N H2SO4 sebanyak 50 ml.
       ii.      Pereaksi Nessler A (campuran HgI2 dan KI) dan Nessler B (campuran NaOH
                dan Aquadest)
       iii.     Larutan standar amoniak untuk kalibrasi.
       iv.      Kertas pH
        v.      KOH


    III. 5 Prosedur kerja
       III. 5.1 Persiapan
             a. Cek kelengkapan alat-alat yang akan digunakan untuk sampling.
             b. Isi impinger dengan larutan pengabsorpsi 0,005 N H2SO4 sebanyak 50 ml.
             c. Hidupkan pompa hisap dan periksa kembali agar bola flowmeter menunjukan
                angka yang dikehendaki (2 lpm), biarkan sampai stabil.
             d. Setelah 45 menit, pompa hisap dimatikan, ukur suhu dan tekanan udara.
             e. Bawa larutan sampel dalam impinger ke dalam laboratorium untuk di analisa.


III. 5.2 Strategi pengambilan sampel
             a. Gelas impinger diisi dengan 50 ml larutan pengabsorpsi amonia (NH3) yaitu
                larutan 0,005 N H2SO4.
             b. Lakukan pemasangan impinger pada kaki penyangga.
             c. Rakit gelas impinger dengan flowmeter yang tetap menunjukan angka 2 liter
                per menit.

                                                                                           28
d. Pengambilan sampel dilakukan selama 90 menit dengan flow rate 1 L/mt
     e. Lakukan pencatatan suhu dan tekanan udara.
     f. Pompa isap dimatikan setelah selesai.
     g. Setelah pompa isap dimatikan, impinger di lepaskan dari rakitannya, kedua
         ujung pipa di tutup rapat-rapat dan dilindungai dengan kertas kedap sinar
         (hitam) agar tidak teroksidasi oleh sinar matahari.
     h. Larutan sampel 1 ml dalam impinger di analisa dalam laboratorium.


III. 5.3 Cara Analisa
     a. Siapkan 3 tabung reaksi, masing-masing untuk larutan standar 1, standar 2 dan
         standar 3.
     b. Buat tiga larutan standar yang mengandung 5 m/ml NH3 pada tabung Standar
         1 sebanyak 1 ml, tabung standar 2 sebanyak 2 ml dan tabung standar 3
         sebanyak 3 ml.
     c. Tambahkan pada setiap tabung standar dengan aquadest sampai volume 10 ml.
     d. Siapkan larutan blanko yang berisi larutan absorben H2SO4 sebanyak 10 ml.
     e. Periksa pH larutan sampel, usahakan agar pH = 7,4 dengan menambahkan
         larutan NaOH encer.
     f. Masukan 1 ml larutan sampel, lalu tambahkan aquadest sehingga volumenya
         menjadi 10 ml.
     g. Tambahkan pereaksi Nessler A dan B sebanyak 1 ml kepada 5 tabung reaksi
         tersebut.
     h. Siapkan spektrofotometer dan atur panjang gelombang yang sesuai yaitu 460 nm
     i. Pembacaan pada spektrofotometer dilakukan dengan cara menuangkan
         sebagian isi tabung reaksi kedalam curvet yang tersedia.
     j. Buat kurva standar dengan membaca absorbansi larutan standar.
     k. Baca absorbansi sampel dan bandingkan kadarnya dengan menggunakan
         kurva standar.




                                                                                    29
III. 5.4 Cara Perhitungan
        Kadar amonia di udara dapat dihitung dengan rumus berikut:




            C= v       x     A-B       x        Trata-rata   x   Pstandar
               V             fxt                  298            Prata-rata


        Dimana:
        C    : kadar NH3 dalam udara (μg/m3)
        v    : volume absorben sampling (ml)
        V    : volume absorben yang dianalisa (ml)
        A    : konsentrasi NH3 dalam sampel (μg)
        B    : konsentrasi NH3 dalam blanko (μg)
        f    : kecepatan aliran udara (liter/menit)
        t    : waktu pengukuran (menit)
        Trata-rata : suhu udara rata-rata (K)
        Prata-rata : tekanan udara (mmHg)
        Pstandar : tekanan udara standar (760 mmHg)


 III. 5.5. Hasil Pengukuran Dan Evaluasi


     Dari hasil pengukuran didapatkan hasil-hasil sebagai berikut :
             Suhu rata-rata selama pengukuran adalah : 32oC + 273 = 305oK
             Tekanan udara rata-rata selama pengukuran adalah : 76 mmHg

                                                                              30
v       : volume absorben sampling (ml) = 20 ml
          V       : volume absorben yang dianalisa (ml) = 10 ml
          Hasil absorbansi :
          B = Blanko = 0,108 microgram
          A = Sampel = 0,346 microgram
                 Kadar amoniak di udara


                 Rumus yang di gunakan :

                         v       A-B          Trata2       P1
        Kadar NH3 = ----- X ---------- X --------- X -------- mg/m3 udara
                         V        fxt          298         P2


                         20         0,346 – 0,108 g               305       760
                    = ------ X ---------------------------------- X ---------- X -------
                         10         1 Lt/menit x 90 mnt298            760


                    = 2 x 0,0026 g/L x 1,023 x1


                    =    0,005 g/L
                    =    0,005 mg/ m3

   NAB (TWA) NH3 = 17 mg/m3

   III. 5.6 Kesimpulan

          Kadar Amonia di lingkungan yang diukur belum melewati NAB.


III. 6 Kesimpulan Dan Saran


  III. 6 .1 Kesimpulan
      Kadar Amoniak di udara lingkungan yang diukur masih dibawah nilai ambang
      batas. Walaupun demikian kewaspadaan terhadap bahan kimia amoniak sangat
      diperlukan karena bahan tersebut tidak berwarna, mudah terbakar, dapat
      menimbulkan sesak napas hingga kematian.


                                                                                           31
III. 6 .2 Saran
                  Saran teknis
                       a. Penggunaan alat pelindung diri seperti respirator saat berdekatan
                          dengan gas amoniak.
                       b. Adanya peraturan dan sanksi bagi pekerja yang tidak mematuhi
                          untuk menggunakan alat pelindung diri.
                       c. Perlunya sarana untuk tempat penyimpanan gas amoniak.
                       d. Adanya peralatan yang menunjang untuk keselamatan pekerja.




                  Saran medis
                       a. Melakukan    pemeriksaan    kesehatan    berkala   untuk   seluruh
                          karyawan.
                       b. Menyiapkan tim gawat darurat jika terjadi keracunan dan ledakan
                          amoniak
                       c. Melakukan pendidikan dan penyuluhan kepada seluruh karyawan
                          tentang bahaya-bahaya penyakit akibat kerja, khususnya debu
                          untuk meningkatkan derajat kesehatan pekerja.


Peralatan untuk pengukuran kadar NH3




gambar alat pengukur kadar NH3




                                                                                         32
BAB IV
           MENGUKUR KADAR GAS CO2 DI UDARA TEMPAT KERJA
                  (MENGGUNAKAN DIGITAL GAS DETECTOR)


IV.1   PENDAHULUAN
              Gas C02 mencemari udara lingkungan tempat kerja akibat aktivitas
       pernapasan (manusia, hewan dan tumbuhan) dan industri (khususnya pengecoran,
       logam, pembangkit listrik batubara, dan penggunaan energi fosil), letusan gunung
       berapi dan proses perapian. Meskipun C0 2 berfungsi untuk tumbuhan hijau dalarn
       proses fotosintesis dan menjaga suhu permukaan bumi, akan tetapi bila kadar gas
       CO2 melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) akan menimbulkan peningkatan suhu
       lingkungan (pada kenaikan 25% jumlah C02 menyebabkan kenaikan suhu antara
       0,5o sampai 1oC).
       IV.1.1 Penggunaan Karbondioksida Dalam Industri
              Karbondioksida berasal dari udara dan dalam bentuk pekat dapat
       menimbulkan timbunan atmosfer inert pada ruangan yang tidak berventilasi. CO2
       lazim ditemukan dalam industri sebagai hasil sampingan peragian, oven kokas,
       pembakaran tungku dan pembuangan sampah, juga banyak digunakan sebagai gas
       industri misalnya pengkarbonan minuman, pembuatan bir dan pendinginan.
       IV.1.2 Pemantauan Ambang Batas Karbondioksida di Lingkungan Kerja
              Untuk menentukan kadar karbondioksida di udara lingkungan kerja, maka
       perlu dilakukan pengukuran dengan menggunakan metode tertentu sesuai dengan
       standar yang telah ditetapkan. Metode yang digunakan untuk pengukuran kadar

                                                                                    33
karbondioksida di udara adalah dengan detektor gas CO 2. Detektor Gas CO2 ini
ada 3 macam yaitu hand pump gas detector, analog detector dan digital gas
detector.




    Digital gas detector



        Untuk batas tertinggi pajanan karbondioksida di lingkungan pabrik/industri,
batasan yang dipakai adalah Nilai Ambang Batas, yaitu sebesar 5000 ppm. Namun
apabila yang diukur adalah besar pajanan karbondioksida di lingkungan umum dan
perkantoran, maka persyaratan yang digunakan adalah Baku Mutu Lingkungan, yaitu
sebesar 1000 ppm.


IV.1.3 Sumber Pajanan Karbondioksida di Lingkungan Kerja
        Pekerja yang memiliki risiko pajanan karbon dioksida banyak ditemukan
pada pekerja di pabrik pembuatan minuman berkarbonasi, pabrik bir, pendinginan
petugas pembuangan sampah dan sebagainya.


IV.1.4 Gangguan Kesehatan Akibat Pajanan Karbondioksida
    Karbon dioksida masuk kedalam tubuh melalui proses inhalasi, dimana terjadi
penghirupan melalui saluran pernapasan. Karbondioksida mampu merangsang
pusat pernapasan di medula oblongata sehingga menimbulkan hiperpneu
(konsentrasi 3%) dan kehilangan kesadaran pada konsentrasi 10%.


IV. 2 Tujuan Praktikum
     IV. 2.1 Tujuan Umum
        Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui cara-cara mengukur kadar
Karbondioksida di udara


                                                                                34
IV. 2.2 Tujuan Khusus
         a. Mengukur kadar Karbondioksida di udara halaman Gedung Balai Hiperkes
         b. Mengetahui      prosedur   pengukuran     Karbondioksida   di   udara    dengan
              menggunakan alat Digital Gas Detector
   IV. 3 Peralatan
              Untuk mengukur kadar gas karbondioksida digunakan CO2 digital gas
      detector
   IV.4 Prosedur Kerja
       a. Pengukuran diletakkan pada titik pengukuran           yang telah ditentukan
         sebelumnya (bias ditengah-tengah ruangan atau dekat sumber pajanan
       b. Nyalakan digital gas detector yang sesuai untuk mengukur gas CO2
       c. Kemudian baca angka yang tertera pada layar alat


      IV.5 Hasil Pengukuran
              Hasil pengukuran dengan menggunakan digital gas detector kadar CO2 dalam
      udara 752 ppm. Dimana NAB CO2 sebesar 5000 ppm dan BML CO2 sebesar 1000
      ppm.
      Kesimpulan
      Kadar CO2 di udara lingkungan kerja masih berada di bawah nilai ambang batas.


IV.6 Kesimpulan Dan Saran
      IV.6.1 Kesimpulan
               a. NAB gas CO2 di udara lingkungan kerja ditetapkan sebesar 5000 ppm.
                  Karbon dioksida mampu merangsang pusat pernapasan di medula
                  oblongata sehingga menimbulkan hiperpneu (konsentrasi 3%) dan
                  kehilangan kesadaran pada konsentrasi 10%.
               b. Hasil pengukuran masih di bawah nilai NAB
               c. Tenaga kerja masih terlindungi
      IV.6.2 Saran
              a. Saran teknis
                     Adanya pengendalian kadar gas CO2 di lingkungan tempat kerja.
              b. Saran medis
                     Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala untuk seluruh karyawan.


                                                                                         35
Melakukan pendidikan dan penyuluhan kepada seluruh karyawan
                    tentang bahaya-bahaya penyakit akibat kerja, khususnya pajanan karbon
                    dioksida untuk meningkatkan derajat kesehatan pekerja.




                                  DAFTAR PUSTAKA


1. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. WHO, 1993.


2. Harrington IM, et.al. Pocket Consultant Occupational Health. Oxford, 1992.


3. Material Safety Data Sheet (MSDS). Puslitbang Kimia Terapan. LIPI, 1998.
                                                                                      36
4. Nick HP, etal. Chemical Hazards of The Workplace, JB Lippincot Comp., Toronto, 1978.


5. Soeripto, M. Higiene Industri I (Faktor Kimia). Balai Penerbit UI. Jakarta, 2002.


6. P.K., Suma’mur. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung Agung. Jakarta, 1986.




                                                                                       37
38

More Related Content

What's hot

Penyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerjaPenyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerjanamakuguten
 
Tugas ppt dr.sus higiene industri
Tugas ppt dr.sus higiene industriTugas ppt dr.sus higiene industri
Tugas ppt dr.sus higiene industri013AnggitaNurFadila
 
SNI 7231:2009 tentang Metoda Pengukuran Intensitas Kebisingan di Tempat Kerja
SNI 7231:2009 tentang Metoda Pengukuran Intensitas Kebisingan di Tempat KerjaSNI 7231:2009 tentang Metoda Pengukuran Intensitas Kebisingan di Tempat Kerja
SNI 7231:2009 tentang Metoda Pengukuran Intensitas Kebisingan di Tempat KerjaMuhamad Imam Khairy
 
Penyakit akibat kerja dan hubungan kerja
Penyakit akibat kerja dan hubungan kerjaPenyakit akibat kerja dan hubungan kerja
Penyakit akibat kerja dan hubungan kerjaChaicha Ceria
 
Indeks Lalat - Indeks Tungau/Pinjal - Kepadatan Nyamuk
Indeks Lalat - Indeks Tungau/Pinjal - Kepadatan NyamukIndeks Lalat - Indeks Tungau/Pinjal - Kepadatan Nyamuk
Indeks Lalat - Indeks Tungau/Pinjal - Kepadatan NyamukNindya Harum Solicha
 
form-inspeksi-sanitasii
form-inspeksi-sanitasiiform-inspeksi-sanitasii
form-inspeksi-sanitasiiSyaiful Bahri
 
Formulir inspeksi sikk
Formulir inspeksi sikkFormulir inspeksi sikk
Formulir inspeksi sikk070373
 
KEPMENKES RI No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkun...
KEPMENKES RI No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkun...KEPMENKES RI No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkun...
KEPMENKES RI No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkun...Muhamad Imam Khairy
 
Kesehatan lingkungan pemukiman
Kesehatan lingkungan pemukimanKesehatan lingkungan pemukiman
Kesehatan lingkungan pemukimandwidiah
 
SNI 19-7117.2-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Tidak Bergerak - Bagian 2...
SNI 19-7117.2-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Tidak Bergerak - Bagian 2...SNI 19-7117.2-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Tidak Bergerak - Bagian 2...
SNI 19-7117.2-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Tidak Bergerak - Bagian 2...Muhamad Imam Khairy
 
SNI 19-7119.6-2005 tentang Udara Ambien - Bagian 6: Penentuan Lokasi Pengambi...
SNI 19-7119.6-2005 tentang Udara Ambien - Bagian 6: Penentuan Lokasi Pengambi...SNI 19-7119.6-2005 tentang Udara Ambien - Bagian 6: Penentuan Lokasi Pengambi...
SNI 19-7119.6-2005 tentang Udara Ambien - Bagian 6: Penentuan Lokasi Pengambi...Muhamad Imam Khairy
 
SNI 16-7063-2004 tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja (Panas), Kebisingan, ...
SNI 16-7063-2004 tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja (Panas), Kebisingan, ...SNI 16-7063-2004 tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja (Panas), Kebisingan, ...
SNI 16-7063-2004 tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja (Panas), Kebisingan, ...Muhamad Imam Khairy
 
Buku panduan praktis pelaksanaan audit lingkungan
Buku panduan praktis pelaksanaan audit lingkunganBuku panduan praktis pelaksanaan audit lingkungan
Buku panduan praktis pelaksanaan audit lingkunganLianasari Zakaria
 
3. hygiene industri
3. hygiene industri3. hygiene industri
3. hygiene industriWinarso Arso
 
Penerapan syarat-kesehatan-kerja
Penerapan syarat-kesehatan-kerjaPenerapan syarat-kesehatan-kerja
Penerapan syarat-kesehatan-kerjaZulfahmi Jantan
 

What's hot (20)

Indeks Kualitas Udara
Indeks Kualitas Udara Indeks Kualitas Udara
Indeks Kualitas Udara
 
Penyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerjaPenyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerja
 
Tugas ppt dr.sus higiene industri
Tugas ppt dr.sus higiene industriTugas ppt dr.sus higiene industri
Tugas ppt dr.sus higiene industri
 
Lingkungan kerja
Lingkungan kerjaLingkungan kerja
Lingkungan kerja
 
SNI 7231:2009 tentang Metoda Pengukuran Intensitas Kebisingan di Tempat Kerja
SNI 7231:2009 tentang Metoda Pengukuran Intensitas Kebisingan di Tempat KerjaSNI 7231:2009 tentang Metoda Pengukuran Intensitas Kebisingan di Tempat Kerja
SNI 7231:2009 tentang Metoda Pengukuran Intensitas Kebisingan di Tempat Kerja
 
Penyakit akibat kerja dan hubungan kerja
Penyakit akibat kerja dan hubungan kerjaPenyakit akibat kerja dan hubungan kerja
Penyakit akibat kerja dan hubungan kerja
 
Indeks Lalat - Indeks Tungau/Pinjal - Kepadatan Nyamuk
Indeks Lalat - Indeks Tungau/Pinjal - Kepadatan NyamukIndeks Lalat - Indeks Tungau/Pinjal - Kepadatan Nyamuk
Indeks Lalat - Indeks Tungau/Pinjal - Kepadatan Nyamuk
 
form-inspeksi-sanitasii
form-inspeksi-sanitasiiform-inspeksi-sanitasii
form-inspeksi-sanitasii
 
Sanitasi industri
Sanitasi industriSanitasi industri
Sanitasi industri
 
Formulir inspeksi sikk
Formulir inspeksi sikkFormulir inspeksi sikk
Formulir inspeksi sikk
 
KEPMENKES RI No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkun...
KEPMENKES RI No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkun...KEPMENKES RI No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkun...
KEPMENKES RI No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkun...
 
Kesehatan lingkungan pemukiman
Kesehatan lingkungan pemukimanKesehatan lingkungan pemukiman
Kesehatan lingkungan pemukiman
 
Epid k3
Epid k3Epid k3
Epid k3
 
SNI 19-7117.2-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Tidak Bergerak - Bagian 2...
SNI 19-7117.2-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Tidak Bergerak - Bagian 2...SNI 19-7117.2-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Tidak Bergerak - Bagian 2...
SNI 19-7117.2-2005 tentang Emisi Gas Buang - Sumber Tidak Bergerak - Bagian 2...
 
SNI 19-7119.6-2005 tentang Udara Ambien - Bagian 6: Penentuan Lokasi Pengambi...
SNI 19-7119.6-2005 tentang Udara Ambien - Bagian 6: Penentuan Lokasi Pengambi...SNI 19-7119.6-2005 tentang Udara Ambien - Bagian 6: Penentuan Lokasi Pengambi...
SNI 19-7119.6-2005 tentang Udara Ambien - Bagian 6: Penentuan Lokasi Pengambi...
 
Ppt Limbah B3
Ppt Limbah B3Ppt Limbah B3
Ppt Limbah B3
 
SNI 16-7063-2004 tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja (Panas), Kebisingan, ...
SNI 16-7063-2004 tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja (Panas), Kebisingan, ...SNI 16-7063-2004 tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja (Panas), Kebisingan, ...
SNI 16-7063-2004 tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja (Panas), Kebisingan, ...
 
Buku panduan praktis pelaksanaan audit lingkungan
Buku panduan praktis pelaksanaan audit lingkunganBuku panduan praktis pelaksanaan audit lingkungan
Buku panduan praktis pelaksanaan audit lingkungan
 
3. hygiene industri
3. hygiene industri3. hygiene industri
3. hygiene industri
 
Penerapan syarat-kesehatan-kerja
Penerapan syarat-kesehatan-kerjaPenerapan syarat-kesehatan-kerja
Penerapan syarat-kesehatan-kerja
 

Viewers also liked

Bab iii semarang andal
Bab iii semarang andalBab iii semarang andal
Bab iii semarang andalyepisamurdiani
 
Bussiness Plan Es Pisang Coklat
Bussiness Plan Es Pisang CoklatBussiness Plan Es Pisang Coklat
Bussiness Plan Es Pisang Coklatrinarifu
 
Pembuatan amonia (nh3) sma 7 kota tangerang
Pembuatan amonia (nh3) sma 7 kota tangerangPembuatan amonia (nh3) sma 7 kota tangerang
Pembuatan amonia (nh3) sma 7 kota tangerangQonita Faadhilah
 
Portable fire extinguisher
Portable fire extinguisherPortable fire extinguisher
Portable fire extinguisherWinarso Arso
 
3. hygiene industri
3. hygiene industri3. hygiene industri
3. hygiene industriWinarso Arso
 
Permenkes ri no. 907 tahun 2002 syarat syarat dan pengawasan kualitas air minum
Permenkes ri no. 907 tahun 2002 syarat syarat dan pengawasan kualitas air minumPermenkes ri no. 907 tahun 2002 syarat syarat dan pengawasan kualitas air minum
Permenkes ri no. 907 tahun 2002 syarat syarat dan pengawasan kualitas air minumArina Priyanka
 
Materi k3 hygiene industri
Materi k3   hygiene industriMateri k3   hygiene industri
Materi k3 hygiene industririkwan12
 
Makalah partikel debu
Makalah partikel debuMakalah partikel debu
Makalah partikel debuAyux Bovanded
 
Higiene Industri - Potensi Bahaya Industri
Higiene Industri - Potensi Bahaya IndustriHigiene Industri - Potensi Bahaya Industri
Higiene Industri - Potensi Bahaya IndustriDeni Saputra
 
Vaporizers dr. anju bhalotra
Vaporizers  dr. anju  bhalotraVaporizers  dr. anju  bhalotra
Vaporizers dr. anju bhalotraisakakinada
 
Business Plan Es Pisang Coklat
Business Plan Es Pisang CoklatBusiness Plan Es Pisang Coklat
Business Plan Es Pisang Coklatrinarifu
 
Supervisor, Enumerator & Entry Data Studi EHRA (Environmental Health Risk Ass...
Supervisor, Enumerator & Entry Data Studi EHRA (Environmental Health Risk Ass...Supervisor, Enumerator & Entry Data Studi EHRA (Environmental Health Risk Ass...
Supervisor, Enumerator & Entry Data Studi EHRA (Environmental Health Risk Ass...infosanitasi
 
Metodologi Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment)
Metodologi Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment)Metodologi Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment)
Metodologi Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment)infosanitasi
 
Pengantar Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment)
Pengantar Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment)Pengantar Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment)
Pengantar Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment)infosanitasi
 
Pemahaman Kuesioner EHRA (Environmental Health Risk Assessment)
Pemahaman Kuesioner EHRA (Environmental Health Risk Assessment)Pemahaman Kuesioner EHRA (Environmental Health Risk Assessment)
Pemahaman Kuesioner EHRA (Environmental Health Risk Assessment)infosanitasi
 
Teknik Pengambilan Contoh
Teknik Pengambilan ContohTeknik Pengambilan Contoh
Teknik Pengambilan ContohlombkTBK
 

Viewers also liked (20)

Bab iii semarang andal
Bab iii semarang andalBab iii semarang andal
Bab iii semarang andal
 
Vaporizer
VaporizerVaporizer
Vaporizer
 
Bussiness Plan Es Pisang Coklat
Bussiness Plan Es Pisang CoklatBussiness Plan Es Pisang Coklat
Bussiness Plan Es Pisang Coklat
 
Pembuatan amonia (nh3) sma 7 kota tangerang
Pembuatan amonia (nh3) sma 7 kota tangerangPembuatan amonia (nh3) sma 7 kota tangerang
Pembuatan amonia (nh3) sma 7 kota tangerang
 
Portable fire extinguisher
Portable fire extinguisherPortable fire extinguisher
Portable fire extinguisher
 
3. hygiene industri
3. hygiene industri3. hygiene industri
3. hygiene industri
 
Permenkes ri no. 907 tahun 2002 syarat syarat dan pengawasan kualitas air minum
Permenkes ri no. 907 tahun 2002 syarat syarat dan pengawasan kualitas air minumPermenkes ri no. 907 tahun 2002 syarat syarat dan pengawasan kualitas air minum
Permenkes ri no. 907 tahun 2002 syarat syarat dan pengawasan kualitas air minum
 
Materi k3 hygiene industri
Materi k3   hygiene industriMateri k3   hygiene industri
Materi k3 hygiene industri
 
Makalah partikel debu
Makalah partikel debuMakalah partikel debu
Makalah partikel debu
 
Tesis Pengendalian Debu
Tesis Pengendalian DebuTesis Pengendalian Debu
Tesis Pengendalian Debu
 
4. gas detektor
4. gas detektor4. gas detektor
4. gas detektor
 
Higiene Industri - Potensi Bahaya Industri
Higiene Industri - Potensi Bahaya IndustriHigiene Industri - Potensi Bahaya Industri
Higiene Industri - Potensi Bahaya Industri
 
Vaporizers dr. anju bhalotra
Vaporizers  dr. anju  bhalotraVaporizers  dr. anju  bhalotra
Vaporizers dr. anju bhalotra
 
Business Plan Es Pisang Coklat
Business Plan Es Pisang CoklatBusiness Plan Es Pisang Coklat
Business Plan Es Pisang Coklat
 
Supervisor, Enumerator & Entry Data Studi EHRA (Environmental Health Risk Ass...
Supervisor, Enumerator & Entry Data Studi EHRA (Environmental Health Risk Ass...Supervisor, Enumerator & Entry Data Studi EHRA (Environmental Health Risk Ass...
Supervisor, Enumerator & Entry Data Studi EHRA (Environmental Health Risk Ass...
 
Metodologi Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment)
Metodologi Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment)Metodologi Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment)
Metodologi Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment)
 
Pengantar Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment)
Pengantar Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment)Pengantar Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment)
Pengantar Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment)
 
Vaporizers
Vaporizers Vaporizers
Vaporizers
 
Pemahaman Kuesioner EHRA (Environmental Health Risk Assessment)
Pemahaman Kuesioner EHRA (Environmental Health Risk Assessment)Pemahaman Kuesioner EHRA (Environmental Health Risk Assessment)
Pemahaman Kuesioner EHRA (Environmental Health Risk Assessment)
 
Teknik Pengambilan Contoh
Teknik Pengambilan ContohTeknik Pengambilan Contoh
Teknik Pengambilan Contoh
 

Similar to Praktikum Pengukuran kadar debu, amonia, timbal dan karbondioksida

Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )Fadillatiara
 
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )Fadillatiara
 
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )Fadillatiara
 
Makalah Polusi
Makalah PolusiMakalah Polusi
Makalah Polusigevillea
 
MAKALAH KIMIA LINGKUNGAN PENCEMARAN UDARA AKIBAT SENYAWA ANORGANIK
MAKALAH KIMIA LINGKUNGAN PENCEMARAN UDARA AKIBAT SENYAWA ANORGANIKMAKALAH KIMIA LINGKUNGAN PENCEMARAN UDARA AKIBAT SENYAWA ANORGANIK
MAKALAH KIMIA LINGKUNGAN PENCEMARAN UDARA AKIBAT SENYAWA ANORGANIKmery gita
 
Makalah power point pencemaran udara
Makalah power point pencemaran udaraMakalah power point pencemaran udara
Makalah power point pencemaran udaraSylvester Saragih
 
Pencemaran Udara.pdf
Pencemaran Udara.pdfPencemaran Udara.pdf
Pencemaran Udara.pdfzinogre417
 

Similar to Praktikum Pengukuran kadar debu, amonia, timbal dan karbondioksida (20)

Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
 
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
 
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
Penyehatan udara ( co, debu, n ox dan radiasi )
 
lingkungan hidup
lingkungan hiduplingkungan hidup
lingkungan hidup
 
Makalah Polusi
Makalah PolusiMakalah Polusi
Makalah Polusi
 
Ikd presentation
Ikd presentationIkd presentation
Ikd presentation
 
Tugas makalah bhs
Tugas makalah bhsTugas makalah bhs
Tugas makalah bhs
 
MAKALAH KIMIA LINGKUNGAN PENCEMARAN UDARA AKIBAT SENYAWA ANORGANIK
MAKALAH KIMIA LINGKUNGAN PENCEMARAN UDARA AKIBAT SENYAWA ANORGANIKMAKALAH KIMIA LINGKUNGAN PENCEMARAN UDARA AKIBAT SENYAWA ANORGANIK
MAKALAH KIMIA LINGKUNGAN PENCEMARAN UDARA AKIBAT SENYAWA ANORGANIK
 
Pencemaran udara
Pencemaran udaraPencemaran udara
Pencemaran udara
 
Pencemaran udara
Pencemaran udaraPencemaran udara
Pencemaran udara
 
Makalah power point pencemaran udara
Makalah power point pencemaran udaraMakalah power point pencemaran udara
Makalah power point pencemaran udara
 
pencemaran lingkungan.pdf
pencemaran lingkungan.pdfpencemaran lingkungan.pdf
pencemaran lingkungan.pdf
 
Polusi
PolusiPolusi
Polusi
 
Isi makalah iad
Isi makalah iadIsi makalah iad
Isi makalah iad
 
Fikriya beres
Fikriya beresFikriya beres
Fikriya beres
 
Makalah polusi
Makalah polusiMakalah polusi
Makalah polusi
 
Tugas makalahku
Tugas makalahkuTugas makalahku
Tugas makalahku
 
Makalah pencemaran udara
Makalah pencemaran udaraMakalah pencemaran udara
Makalah pencemaran udara
 
Polusi
PolusiPolusi
Polusi
 
Pencemaran Udara.pdf
Pencemaran Udara.pdfPencemaran Udara.pdf
Pencemaran Udara.pdf
 

Praktikum Pengukuran kadar debu, amonia, timbal dan karbondioksida

  • 1. BAB I PENENTUAN KADAR DEBU DI UDARA I.1 PENDAHULUAN Debu adalah partikel padat yang dipancarkan atau dihasilkan oleh proses alami maupun proses mekanis seperti pemecahan (breaking), penghalusan (grindling), penggilingan (drilling), pengayakan (shaking), pukulan ataupun peledakan, pemotongan (cutting) serta penghancuran (crushing) bahan. Udara yang kita hirup dalam pernapasan mengandung partikel-partikel dalam bentuk debu, dan sebagian dari debu tersebut akan ditahan/tinggal di dalam paru. Secara umum, ukuran partikel debu termasuk dalam kisaran yang sangat luas, yaitu mulai dari ukuran yang sangat kecil sampai yang ukurannya cukup besar (mulai dari ukuran partikel yang tidak dapat terlihat oleh mata telanjang sampai ukuran debu yang dapat dilihat). Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara (Suspended Particular Matter – SPM) dengan ukuran 1 mikron hingga 500 mikron. Debu yang berukuran lebih dari 50 m dapat terlihat oleh kasat mata. Debu dalam industri dapat terbagi dalam dua kelompok, yaitu : kelompok bahan kimia organik yang berasal dari tumbuhan, hewan atau bahan sintetis dan kelompok bahan kimia anorganik, yang terdiri dari golongan logam dan golongan non logam. Partikel debu akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama, kemudian masuk ke tubuh terutama melalui pernapasan. Selain dapat membahayakan kesehatan juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan dapat mengadakan berbagai reaksi kimia sehingga komposisi debu di udara menjadi partikel campuran dari berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk yang berbeda-beda. 1.1.1. Penggolongan Debu Debu dapat dikelompokkan menjadi berbagai macam berdasarkan sifat, macam dan karakter zatnya sebagai berikut : a. Berdasarkan sifatnya, yaitu : Sifat permukaan basah, yaitu debu yang sifatnya selalu basah oleh karena dilapisi oleh air yang sangat tipis. 1
  • 2. Sifat pengendapan, yaitu debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya gravitasi bumi (deposit particulated matter) Sifat penggumpalan, yaitu memiliki sifat yang selalu basah, maka debu satu dengan yang lain cenderung menempel membentuk gumpalan. Sifat opsis, yaitu partikel yang basah/lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang dapat terlihat didalam kamar gelap. Debu listrik statik, yaitu debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang berlawanan. b. Berdasarkan macamnya, yaitu : Debu fibrogenik : debu ini dapat menyebabkan penyakit seperti pneumokoniosis. Contoh : batubara, asbes dan silika Debu inert : dianggap tidak berbahaya bila jumlah partikel yang masuk sedikit. Ada efek penimbunan tergantung jumlah partikel yang masuk Debu alergen : biasanya berasal dari tumbuh-tumbuhan dan garam platina Debu iritan : debu yang dapat mengakibatkan iritasi pada mata dan saluran napas, terutama berasal dari logam berat. Contoh : Cd, Cr, Mn, Ni dan Vanadium pentoksida Debu toksik : Debu yang menyebabkan racun bagi tubuh, biasanya juga berasal dari logam berat. Contoh : Pb, Cr, Hg, Cd dan Mn. Debu Karsinogenik : Yang dapat mengakibatkan kanker pada tubuh diantaranya adalah radiasi ion-ion, asbes, As, Cr dan Ni. c. Dari karakter zatnya, debu terdiri dari: 1. Debu fisik, seperti debu tanah, batu mineral, dan lain-lain. 2. Debu kimia, terbagi atas debu organik dan anorganik. 3. Debu biologis, yaitu virus, bakteri, dan lain-lain. 4. Debu radioaktif. Ditempat kerja, jenis-jenis debu ini dapat ditemui pada kegiatan pertanian, keramik, batu kapur, batu bata, pengusaha kasur, dan lain-lain. 2
  • 3. 1.1.2 Pemantauan Ambang Batas Debu di Lingkungan Kerja Udara yang kita hirup dalam pernapasan mengandung partikel-partikel dalam bentuk debu dimana sebagian dari debu, tergantung ukurannya, dapat tertahan atau tertinggal didalam paru. Tubuh manusia sebenarnya sudah mempunyai mekanisme pertahanan untuk menangkis sebagian besar debu. Mekanisme penimbunan debu tergantung dari ukuran debu, kecepatan aliran udara dan struktur anatomi saluran napas. Adapun ukuran debu dan hubungannya dengan struktur saluran pernapasan adalah sebagai berikut : Ukuran 5-10 mikron, akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian atas. Ukuran 3-5 mikron, akan tertahan oleh saluran pernafasan bagian tengah. Ukuran 1-3 mikron, sampai dipermukaan alveoli. Ukuran 0,5-1 mikron, hinggap di permukaan alveoli/selaput lendir sehingga dapat menyebabkan terjadinya fibrosis paru. Ukuran 0,1 – 0,5 mikron, melayang dipermukaan alveoli Menurut WHO (1996), ukuran debu partikel yang membahayakan manusia adalah debu yang memiliki ukuran 0,1-5 mikron atau 10 mikron, sedangkan Departemen Kesehatan RI mengisyaratkan bahwa ukuran debu yang membahayakan berkisar 0,1 sampai 10 mikron. Inhalable – 100 μ Thoracic – 10 μ Respirable – 4 μ 3
  • 4. Adapun Jumlah total debu yang berada dalam suatu tempat dapat dihitung dengan rumus C = (W2-W1)-(B2-B1) x Trata-rata x Pstandar V 298 Prata-rata Keterangan : C : kadar debu dalam udara (mg/m3) W1 : berat filter sebelum sampling (mg) W2 : berat filter setelah sampling (mg) B1 : berat filter sebagai blanko sebelum sampling (mg) B2 : berat filter sebagai blanko setelah sampling (mg) V : volume udara (liter atau m3) Trata-rata : suhu udara (K) Prata-rata : tekanan udara (mmHg) Pstandar : tekanan udara standar (760 mmHg) Untuk batas tertinggi pajanan debu di lingkungan pabrik/industri, batasan yang dipakai adalah Nilai Ambang Batas, yaitu sebesar 10 mg/ m3. Namun apabila yang diukur adalah besar pajanan debu di lingkungan umum dan perkantoran, maka persyaratan yang digunakan adalah Baku Mutu Lingkungan, yaitu sebesar 0,26 mg/ m3. 1.1.3 Sumber Pajanan Debu di Lingkungan Kerja Debu juga dapat masuk ke udara melalui cara pengisian bahan-bahan kimia kering ke dalam kantung, seperti pengisian talk, semen, pupuk, mesin penghalus atau pembersih karat (sand blasting). Akibat dari benturan antara pasir dengan baja, maka pasir dan karat akan pecah menjadi debu dan masuk ke dalam udara. Pekerjaan yang memiliki resiko pemajanan debu banyak di temukan, misalnya pada pekerja di bagian pengisian talk (bedak), pengisian semen, pabrik asbes, pupuk, 4
  • 5. pekerjaan di bagian pengeboran yang menggunakan mesin pengebor, mesin penghalus, pembersih karat yang menggunakan proses sand blasting dan sebagainya. 1.1.4. Gangguan Kesehatan Akibat Pajanan Debu Debu bahan kimia yang terdapat di udara ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan sehingga dapat menyebabkan iritasi pada hidung, tenggorokan dan paru-paru. Debu-debu ini juga dapat tinggal di dalam paru-paru untuk waktu yang lama dimana dapat menyebabkan reaksi dengan segera atau reaksi dapat timbul bertahun-tahun setelah terkena pemajanan pertama, seperti pemajanan oleh debu asbes. Beberapa reaksi biaologis an penyakit yang dapat ditimbulkan adalah : a. Penyakit paru yang diakibatkan oleh reaksi tubuh terhadap penimbunan debu. b. Reaksi sistemik oleh karena absorpsi ke dalam darah. c. Reaksi alergi dan sensitisasi. d. Iritasi hidung dan tenggorokan. e. Demam. f. Perdangan oleh bakteri dan jamur. Adapun efek-efek klinis yang ditimbulkan oleh debu antara lain : a. Efek pada saluran pernapasan, seperti fibrosis, bronkhitis, asma dan kanker. b. Efek sistemik akibat pajanan debu anorganik, seperti Pb, Mn, Cd dan Hg. c. Efek alergi dan reaksi sensitisasi yang disebabkan akibat menghirup debu organik. 1.2. Tujuan Praktikum 1.2.1 Tujuan Umum Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui cara-cara mengukur kadar debu total di udara 1.2.2 Tujuan Khusus a. Mengukur kadar debu total di udara gedung balai Hiperkes 5
  • 6. b. Mengetahui prosedur pengukuran debu total di udara dengan menggunakan metode gravimetric 1.3. Peralatan dan Bahan 1.3.1 Peralatan Peralatan yang digunakan untuk melakukan pengukuran kadar debu total adalah : a) Personal atau stationer dust sampler (dengan statip, filter holder, selang teflon, klem, dan lain-lain) Dust sampler b) Desikator dengan suhu (20 1)oC dan kelembaban udara (50 5) %. Desikator c) Pompa isap udara (vacuum pump) yang dilengkapi dengan flowmeter. d) Oven. e) Timbangan analitik (sensitifitas minimal 0,01 mg). 6
  • 7. f) Pinset dan tempat filter (filter holder). g) Termometer. h) Barometer. 1.3.2 Bahan Bahan yang digunakan adalah kertas saring dari fiberglass sebagai media pengumpul sampel dengan diameter 10 cm dan ukuran pori-pori 0,8 m. kertas saring 1.4. Metodologi dan Prinsip Kerja Pada dasarnya untuk mengukur debu total (total partikel) digunakan metode gravimetri. Caranya : debu yang menghambur di udara di ambil sampelnya dengan menggunakan dust sampler (HVS), sedangkan media pengumpul debu adalah kertas saring. Jenis kertas saring yang dapat digunakan antara lain fiberglass atau campuran selulosa dengan ester (MCEF) atau nylon (PVC). 1.4.1. Metodologi Metode yang di gunakan untuk pemeriksaan adalah metode gravimetri. 7
  • 8. 1.4.2 Prinsip kerja Udara yang mengandung debu dilewatkan melalui media kertas filter dengan kecepatan aliran udara (flow rate) dan waktu tertentu, kemudian berat kertas filter setelah dilewati udara yang mengandung debu ditimbang beratnya. 1.5. Prosedur Kerja 1.5.1 Persiapan alat a. Lakukan pemotongan filter seukuran filter holder dan berikan nomor pada filter. Pemberian nomor harus berbeda antara filter sampel dan filter blanko. b. Siapkan kertas fiberglass yang telah dikeringkan dalam desikator. c. Siapkan dust sampler (HVS) yang telah dirangkai dengan flowmeter (terlebih dahulu dilakukan kalibrasi). d. Siapkan timbangan analitik e. Siapkan wadah penyimpanan filter yang akan dibawa ke lokasi pengambilan sampel. 1.5.2 Persiapan Filter a. Simpan tiap filter paling tidak selama dua jam di dalam desikator. b. Lakukan penimbangan filter sampling dengan timbangan analitik dan dicatat sebagai W1 (mg), nol kan timbangan setiap menimbang dan pegang filter dengan menggunakan pinset. c. Lakukan penimbangan filter yang bersih sebagai blanko dan dicatat sebagai B1. 1.5.3 Penentuan titik lokasi pengukuran 8
  • 9. a. Unit kerja yaitu dilakukan di halaman Balai Hiperkes. b. Lakukan analisis arah angin yang paling dominan. c. Titik lokasi ditentukan kira-kira ditengah unit kerja, sampel diambil acak pada satu titik ditengah-tengah unit kerja. 1.5.4 Strategi pengambilan sampel a. Atur aliran udara sehingga bola flowmeter berada dalam keadaan stabil. b. Pasang kertas saring yang sebelumnya telah ditimbang pada filter holder, selanjutnya dirakit bersama-sama dengan alat utama (dust sampler). c. Hidupkan pompa dan lakukan pengecekan kembali kecepatan aliran udara (lakukan kalibrasi pada pompa isap/vacuum pump). d. Pengambilan sampel dianggap dilakukan selama 480 menit e. Lakukan pencatatan suhu dan tekanan udara saat pompa isap dinyalakan. f. Pompa dimatikan, catat suhu dan tekanan udara. g. Saat pompa dimatikan, lepaskan filter dari filter holder dengan menggunakan pinset dan dipindahkan ke kaset filter dan disimpan dalam desikator. h. Bawa filter ke laboratorium untuk dianalisis. 1.5.5 Analisis di laboratorium a. Filter yang digunakan untuk mengambil contoh dan filter blanko dikeringkan dalam desikator. b. Timbang filter pada timbangan analitik. c. Periksa semua data yang diperlukan. d. Hitung kadar debu. 1.5.5.1 Perhitungan Kadar debu di udara dapat dihitung dengan rumus berikut: C (W2-W1)-(B2-B1) x Trata-rata x Pstandar = V 298 Prata-rata 9
  • 10. Dimana: C : kadar debu dalam udara (mg/m3) W1 : berat filter sebelum sampling (mg) W2 : berat filter setelah sampling (mg) B1 : berat filter sebagai blanko sebelum sampling (mg) B2 : berat filter sebagai blanko setelah sampling (mg) V : volume udara (liter atau m3) Trata-rata : suhu udara (K) Prata-rata : tekanan udara (mmHg) Pstandar : tekanan udara standar (760 mmHg) 1.5.5.2 Hasil pengukuran dan evaluasi Dari hasil pengukuran yang dilakukan, didapatkan hasil-hasil sebagai berikut : Kecepatan aliran udara/ air flow rate : 2,5 m3/mt selama 90 menit Suhu rata2 adalah : 32oC + 273 = 305 oK Tekanan udara rata2 selama pengukuran adalah : 760 mmHg Hasil pengukuran dan perhitungan : Berat sampel awal (Wso) = 0,72539 gr = 725,39 mgr Berat sampel setelah terkontaminasi (Wsl) = 0,73048 gr = 730,48 mgr Berat blanko awal (Wbo) = 0,73390 gr = 733,90 mgr Berat blanko setelah penelitian (Wbl) = 0,73396 gr = 733,96 mgr C Sample = Berat sampel setelah terkontaminasi - Berat sampel awal (Wsl – Wso) – (Wbl – Wbo) Trata2 760 Kadar debu = --------------------------------------- X 1000 X ------------ X --------- Flow x waktu 298 Prata2 10
  • 11. (730,48- 725,39)-(733,96-733,90)mg 305 760 = ------------------------------------------------ X 1000 X ---------- X -------- 2,5 m3/menit x 90 menit 298 760 (5,09 – 0,06) mg = ------------------------------X 1000 X 1,023 x 1 225 m3 /menit = 22,81 mg/m3 NAB debu total= 10 mg/m3 udara. 1.5.5.3. Kesimpulan hasil pengukuran Kadar debu sudah melampaui NAB Harus dilakukan pengendalian. 1. 6. Kesimpulan Debu pada tempat pengambilan sampel yaitu di halaman Balai Hiperkes melewati ambang batas dan perlu pengendalian. Karena debu pada dasarnya dapat menimbulkan kelainan dan mengganggu kesehatan apabila masuk kedalam saluran pernapasan, terutama debu yang memiliki ukuran kurang dari 10 m. 1.7. Saran Saran teknis  Karena yang diukur adalah lingkungan luar maka perlu pengendalian debu dengan menanam pohon dan tanaman yang dapat menyerap polusi udara sehingga diharapkan dapat mengurangi bahaya debu yang masuk ke para pekerja. Saran medis 11
  • 12. a. Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala untuk seluruh karyawan disemua bagian. b. Melakukan pemeriksaan spirometri dan foto rontgen secara berkala terutama pekerja yang banyak terpajan oleh debu. c. Melakukan pendidikan dan penyuluhan kepada seluruh karyawan tentang bahaya-bahaya penyakit akibat kerja, khususnya debu untuk meningkatkan derajat kesehatan pekerja. 12
  • 13. BAB II PENGUKURAN KADAR TIMBAL (Pb) DI UDARA LINGKUNGAN TEMPAT KERJA II. 1 PENDAHULUAN Timbal merupakan suatu logam berat yang lunak dan dapat dibentuk berwarna keabu-abuan perak dan mempunyai densitas yang tinggi serta kebal korosi. Pb memiliki titik leleh 327 oC dan titik didih 1620 oC. Pada suhu antara 550 o – 660oC, timbal akan menguap dan bersenyawa dengan oksigen yang ada di udara serta membentuk senyawa timbal – oksida. Timbal terdapat dalam jumlah kecil pada batu-batuan, tanah dan tumbuhan. Biji timbal yang terpenting adalah Galena (PbS). Timbal logam digunakan pada pelindung kabel listrik, pembuatan pipa-pipa tanki dan genting atap, pembuatan batere, perusahaan pembuatan accu, industri cat dan amunisi, industri kimia untuk melapisi kontainer asam sulfat, panci pemanas dan sebagainya. II. 1.1 Penggunan Timbal Dalam Industri Dalam kehidupan sehari-hari, timbal yang digunakan dan sering ditemukan adalah sebagai zat aditif dalam bensin. Pabrik penyulingan minyak menggunakan timbal untuk menghasilkan oktan yang tinggi, akibatnya residu ini melekat pada gas buang yang menyebabkan menurunnya kualitas udara di kota-kota besar, bahkan menyebabkan gangguan kesehatan. Biasanya Pb di lingkungan adalah berasal dari emisi mobil kendaraan bermotor dan pembakaran batubara. Pb biasanya digunakan untuk pembuatan batere. Di industri kimia dan bangunan, Pb biasanya dipakai bersama antimony dan tin sebagai sarung kabel dan lapisan pada pipa untuk mencegah kelembaban dan kebal terhadap asam. Juga dipakai sebagai kompinen di dalam cat dan plastik sebagai pewarna dan stabilizer. Sumber utama timbal yang diabsorpsi melalui pernapasan adalah uap logam timah hitam atau partikel-partikel debu timah oksida yang dihasilkan dari 13
  • 14. industri-industri seperti industri aki, industri aliage logam, percetakan (yang masih menggunakan huruf-huruf dari timah hitam) dan pengecatan dengan semprot. Kenyataannya dalam darah orang normal (yang tidak terpajan timah hitam di tempat kerja) pun menunjukkan adanya kandungan timah hitam. Kadar normal timah hitam dalam darah adalah 0,03 mg per 100 ml darah. II. 1.2 Sumber Pajanan Timbal di Lingkungan Kerja Jenis pekerjaan yang memiliki risiko tinggi untuk keracunan timbal adalah pada hampir semua pekerjaan yang menggunakan timbal, pekerjaan pelapisan suatu benda dengan timbal dan dengan proses dibakar, tenaga kerja di industri aki, industri mainan anak-anak, sehingga menghasilkan sejumlah uap timbal dalam kadar yang besar. Jenis pekerjaan yang memiliki risiko menengah (moderat) untuk keracunan timbal adalah para tenaga kerja tambang timbal, tukang solder, tukang ledeng, tenaga kerja yang bekerja di industri kabel, mekanik, tenaga kerja yang memperbaiki kapal dan tenaga kerja pembuat lapisan tembikar, email dan pengelas tertentu. Jenis pekerjaan yang memiliki risiko rendah terhadap terjadinya keracunan timbal adalah para pengemudi bis, taksi polisi lalu lintas, tenaga kerja garasi, tenaga kerja bengkel, reparasi, tenaga kerja pada vulkanisasi karet, tukang mas, tukang tutup pipa dan tukang pembuat benda-benda elektronik. II. 1.3 Penyerapan distribusi dan ekskresi timbal pada tubuh manusia a. Absorpsi Timbal dan senyawanya masuk kedalam tubuh secara inhalasi, absorpsi kulit dan ingesti. Sumber utama dari makanan dan air, tetapi sebanyak 20 g diserap dri inhalasi uap timbal dan partikel-partikel lingkungan yang polutif. Timbal tidak mudah diserap melalui saluran pencernaan, tetapi tergantung pada kadar kalsium dan besi dalam makanan. Penyerapan melalui paru lebih efektif, terutama disimpan dalam tulang. Kadar normal timbal dalam darah adalah 0,03 mg per 100 ml darah. b. Distribusi Setelah diserap, sekitar 95 % timbal dalam darah diikat oleh sel darah merah. 14
  • 15. c. Ekskresi Timbal diekskresi melalui urin (75-80%) dan tinja/feses (15%) II. 1.4 Gangguan Kesehatan Akibat Pajanan Timbal Timbal dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, pemaparan maupun saluran pencernaan. Lebih kurang 90 % partikel timbale dalam asap atau debu halus di udara dihisap melalui saluran pernafasan. Penyerapan di usus mencapai 5 – 15 % pada orang dewasa. Pada anakanak lebih tinggi yaitu 40 % dan akan menjadi lebih tinggi lagi apabila si anak kekurangan kalsium, zat besi dan zinc dalam tubuhnya. Laporan yang dikeluarkan Poison Center Amerika Serikat menyatakan anak-anak merupakan korban utama ketoksikan timbal; dengan 49 % dari kasus yang dilaporkan terjadi pada anak-anak berusia kurang dari 6 tahun. Yang lebih menghawatirkan adalah efeknya terhadap kecerdasan (IQ) anak – anak, sehingga menurunkan prestasi belajar mereka, walaupun kadar timbal di dalam darah mereka tidak dianggap toksik. II. 1.4 .1 Keracunan timbal akut Keracunan timbal akut jarang terjadi. Keracunan timbal akut secara tidak sengaja yang pernah terjadi adalah karena timbal asetat. Gejala keracunan akut mulai timbul 30 menit setelah meminum racun. Berat ringannya gejala yang timbul tergantung pada dosisnya. Keracunan biasanya terjadi karena masuknya senyawa timbal yang larut dalam asam atau inhalasi uap timbal. Efek adstringen menimbulkan rasa haus dan rasa logam disertai rasa terbakar pada mulut. Gejala lain yang sering muncul ialah mual, muntah dengan muntahan yang berwarna putih seperti susu karena Pb Chlorida dan rasa sakit perut yang hebat. Lidah berlapis dan nafas mengeluarkan bau yang menyengat. Pada gusi terdapat garis biru yang merupakan hasil dekomposisi protein karena bereaksi dengan gas Hidrogn Sulfida. Tinja penderita berwarna hitam karena mengandung Pb Sulfida, dapat disertai diare atau konstipasi. Sistem syaraf pusat juga dipengaruhi, dapat ditemukan gejala ringan berupa kebas dan vertigo. Gejala yang berat mencakup paralisis beberapa kelompok otot sehingga menyebabkan pergelangan tangan terkulai ( wrist drop ) dan pergelangan kaki terkulai (foot drop). II. 1.4.2 Keracunan subakut Timbal 15
  • 16. Keracunan sub akut terjadi bila seseorang berulang kali terpapar racun dalam dosis kecil, misalnya timbal asetat yang menyebabkan gejala-gejala pada sistem syaraf yang lebih menonjol, seperti rasa kebas, kaku otot, vertigo dan paralisis flaksid pada tungkai. Keadaan ini kemudian akan diikuti dengan kejang- kejang dan koma. Gejala umum meliputi penampilan yaitu gelisah, lemas dan depresi. Penderita sering mengalami gangguan system pencernaan, pengeluaran urin sangat sedikit, berwarna merah. Dosis fatal : 20 - 30 gram. Periode fatal : 1-3 hari. II. 1.4.3 Keracunan kronis Keracunan timbal dalam bentuk kronis lebih sering terjadi dibandingkan keracunan akut. Keracunan timbal kronis lebih sering dialami para pekerja yang terpapar timbal dalam bentuk garam pada berbagai industri, karena itu keracunan ini dianggap sebagai penyakit industri. seperti penyusun huruf pada percetakan, pengatur komposisi media cetak, pembuat huruf mesin cetak, pabrik cat yang menggunakan timbal, petugas pemasang pipa gas. Bahaya dan resiko pekerjaan itu ditandai dengan TLV 0,15 mikrogram/m 3 , atau 0,007 mikrogram/m 3 bila sebagai aerosol. Keracunan kronis juga dapat terjadi pada orang yang minum air yang dialirkan melalui pipa timbal, juga pada orang yang mempunyai kebiasaan menyimpan Ghee (sejenis makanan di India) dalam bungkusan timbal. Keracunan kronis dapat mempengaruhi system syaraf dan ginjal, sehingga menyebabkan anemia dan kolik, mempengaruhi fertilitas, menghambat pertumbuhan janin atau memberikan efek kumulatif yang dapat muncul kemudian. Adapun gejala keracunan timbal bila di lihat dari masing-masing fungsi organ adalah sebagai berikut : a. Sistem Pencernaan : berupa muntah – muntah, nyeri kolik abdomen, rasa logam dan garis biru pada gusi, konstipasi kronis, kejang abdomen dan konstipasi b. Sistem saraf pusat : kelumpuhan(wrist drop, foot drop, biasanya terdapat pada pria dewasa). Sistem sensoris hanya sedikit mengalami gangguan, sedangkan ensefalopati sering ditemukan pada anak-anak. c. Sistem hemopoeitik berupa anemia, basofilia pungtata, retikulosis, berkurangnya trombosit dan sel polimorfonuklear, hipertensi d. Sistem Muskulo skeletal, artralgia ( rasa nyeri pada sendi ). 16
  • 17. e. Sistem Reproduksi berupa : gangguan menstruasi, bahkan dapat terjadi abortus. f. Sistem ginjal : Lead nephrophaty g. Efek terhadap kepribadian : neuro-behavioral changes II.1.5 Pemantauan Biologis Timbal dan Pengobatan Pemantauan biologis terhadap adanya timbal dalam tubuh ada 2 macam cara yaitu: a. Pengujian untuk menentukan kadar timbal dalam urin dan darah. b. Pengujian untuk mengetahui efek biokimia dan racun hematologi dari timbal (sebagai contoh d-ALA dari urin, ALAD dari darah, pengukuran hemoglobin, stipling basofilik). Diagnosis dapat dilakukan melalui pemeriksaan urine (jumlah koproporfirin III meningkat ). Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling dianjurkan sebagai screening test pada keracunan timbal. Kadar timbal dalam urin juga bisa membantu menegakkan diagnosis, ketika kadarnya diatas 0,2 mikrogram /liter, dianggap sudah cukup bermakna untuk diagnosis keracunan timbal. Pengobatan terhadap pekerja yang keracunan timbal akibat kerja adalah, dengan cara menghentikan dari pemajanan, di samping itu di beri pengobatan dengan Na-EDTA. Pemeriksaan kesehatan bagi tenaga kerja menyangkut pemeriksaan awal (dengan perhatian khusus pada sistem hematologi, Hb darah sistem syaraf dan ginjal) serta pemeriksaan kesehatan berkala yang dilakukan setahun sekali dan macam pemeriksaannya sama dengan pengujian kesehatan awal. Di samping pengujian dari tenaga kerja terhadap gejala-gejala klinis yang umum dari pemajanan timbal dan juga menghentikan kerja racun timah hitam harus dilaksanakan. II.1.6 Standar pengendalian : Agar dapat menentukan kadar timbal (Pb) di udara lingkungan tempat kerja, perlu dilakukan pengukuran dengan menggunakan metoda tertentu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, yang selanjutnya dilakukan analisa secara laboratories. Adapun standar pengendalian timbale adalah sebagai berikut : 17
  • 18. a. Timbal organik (sebagai Pb), HSE MEL : 0,15 mg/m3 b.Timbal Tetra Etil (sebagai Pb), HSE MEL : 0,10 mg/m3 II. 2. Tujuan Praktikum II. 2.1 Tujuan Umum Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui cara-cara mengukur kadar timbal total di udara II. 2.2 Tujuan Khusus a. Mengukur kadar timbal total di udara halaman Gedung Balai Hiperkes b. Mengetahui prosedur pengukuran timbal total di udara dengan menggunakan alat Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS) II.3 Metodologi Pada praktikum ini, pengumpulan sampel udara di halaman depan balai Hiperkes, dengan cara absorpsi dengan menggunakan impinger. Pengumpulan sampel udara ini untuk mengetahui kadar timbal (Pb) di udara lingkungan kerja. Kecepatan aliran udara diatur pada 5 liter per menit. Metode yang digunakan untuk penentuan kadar timbal di udara secara fame ionisasi dengan Atomic absorption spechtrophotometer (AAS). II. 4 Prinsip kerja Timbal di udara berupa uap diambil contohnya lalu diekstraksi dengan HNO3 (cons), kemudian dianalisis dengan menggunakan Atomic Absorption Spechtrophotometer (AAS). II. 5 Alat dan bahan a. Midget Impinger gas sampler, dengan kapasitas 50 – 100 ml dilengkapi flowmeter. b. Pompa isap udara (LVS), kapasitas : 5 lpm. c. Labu volumetric, kapasitas : 50 ml, 75 ml, dan 100 ml. d. Pipet volumetric manual atau otomatis, kapasitas : 1,2,5,15, dan 25 ml. 18
  • 19. e. Filter paper jenis membrane atau selulosa f. Timbangan analitik g. AAS spechtrofotometer dengan lampu Pb (Hollow Katode). AAS spechtrofotometer h. Larutan pengabsorpsi yaitu HNO3 1% sebanyak 50 ml. i. 10 g/ml larutan timbal standar. II.6 Prosedur Kerja : II.6 .1 Persiapan : a. Lakukan pengecekan alat-alat pompa isap, kaki penyangga, flowmeter, kabel, tombol pengatur aliran udara dan gelas impinger. b. Lakukan kalibrasi pada impinger 19
  • 20. c. Lakukan pengaturan flowmeter dengan cara menghubungkan pompa isap udara dengan impinger. Hidupkan pompa dan atur kecepatan aliran udara sehingga bola menunjukan angka 2 liter/menit. II.6.2 Strategi pengambilan sampel : a. Pasang impinger pada kaki penyangga b. Gelas impinger diisi dengan larutan pengabsorpsi Pb, yaitu larutan asam nitrat/HNO3 1% sebanyak 50 ml. c. Rakitkan impinger dengan flowmeter dan pompa hisap udara, letakan pada titik pengukuran. d. Hidupkan pompa hisap udara (LNS) dan cek kembali agar bola flowmeter tetap menunjukan angka 2 lpm. e. Catat waktu, suhu dan tekanan udara saat mulai menghidupkan pompa hisap udara, biarkan pompa beroperasi. f. Pengambilan sampel dilakukan selama 90 menit, setelah selesai flowmeter dimatikan dan suhu, tekanan udara dicatat kembali. g. Impinger dilepas dari rakitannya, lalu kedua ujung pipa ditutup dan dilindungi dengan kertas kedap sinar matahari (hitam), agar tidak teroksidasi. h. Larutan sampel dalam impinger dibawa ke laboratorium untuk dianalisa. II.6.3 Menyiapkan larutan standar dan larutan blanko : a. Siapkan larutan standar yang mengandung 400 ppb = 0,004 g Pb. b. Siapkan 3 buah labu volumetri, diberikan identitas standar 1,2 dan 3 c. Masukan kedalam masing-masing labu volumetri larutan standar timbal yang mengandung 10 g Pb per ml dengan pipet volumetri sebanyak 2,4 dan 6 ml. Dengan demikian, masing-masing labu akan mengandung 20, 40 dan 60 g Pb. d. Pada masin-masing labu ditambahkan larutan pengabsorpsi sampai volumenya menjadi 25 ml. e. Siapkan larutan blanko yang telah berisi larutan standar Pb yang mengandung 0 Pb. f. Siapkan 2 buah labu volumetri untuk larutan sampel dan larutan blanko. 20
  • 21. g. Masukan 10 ml larutan sampel dan 10 ml larutan blanko ke dalam masing-masing labu volumetri. Tambahkan larutan pengabsorpsi sehingga volumenya menjadi 25 ml. h. Intensitas warna yang terjadi karena persenyawaan ion kompleks timbal dengan ditizon ini kemudian diukur spektrofotometer serapan atom. II.6.4 Proses analisis a. AAS dipersiapkan, buka/atur gas acetylene dan udara, tekan tombol AAS untuk menyalakan api. b. Siapkan standar Pb dan blanko untuk zero. c. Lakukan pembacaan sampel. II.6.5 Perhitungan Kadar Pb di udara dapat dihitung dengan rumus berikut: C= Cs.Vs – Cb.Vb x Trata-rata x Pstandar V 298 Prata-rata Dimana: C : kadar Pb dalam udara (μg/m3 atau mg/liter) Cs : konsentrasi Pb dalam sampel (μg) Cb : konsentrasi Pb dalam blanko (μg) Vs : volume sampel (ml) Vb : volume blanko (ml) V : volume udara (liter), dihitung dari kecepatan aliran udara (liter/menit) x waktu (menit) Trata-rata : suhu udara (K) Prata-rata : tekanan udara (mmHg) Pstandar : tekanan udara standar (760 mmHg) II .6.7 hasil pengukuran dan perhitungan 21
  • 22. Dari hasil pengukuran didapatkan hasil-hasil sebagai berikut : Suhu rata-rata selama pengukuran adalah : 32oC + 273 = 305 oK Tekanan udara rata-rata selama pengukuran adalah : 760 mmHg Vs : volume sampel (ml) = 50ml Vb : volume blanko (ml) = 20ml Hasil absorbansi : Kadar Pb di udara : C Blanko = - 0,1001 mg/L C Sampel = 0,0218 mg/L Rumus yang di gunakan : (C sampel x V sampel) – (C blanko x V blanko) Trata2 760 Kadar Pb = ------------------------------------------------------------- X ---------- X --------- Vol udara 298 Prata2 (0,0218 x 50 ml) – (-0,1001 x 20 ml) 305 760 = ------------------------------------------------- X ------------ X -------- 5 liter/menit X 90 menit 298 760 (1,09) – (-2,002) = ------------------------ X 1,023 X 1 450 = 0,00687 X 1,023 X 1 = 0,00702 mg/m3 Kadar Pb di udara = C = 0,00702 mg/m3 NAB (TWA) Pb = 0,05 mg/m3 II .7 Kesimpulan Kadar Pb di udara lingkungan kerja belum melewati NAB sehingga tidak perlu pengendalian 22
  • 23. Timbal sebagai bahan aditif dapat mengakibatkan gangguan kesehatan baik melalui kontak langsung melalui kulit maupun melalui saluran pencernaan (ingesti). Timbal banyak digunakan pada pabrik accu dan pabrik daur ulang accu bekas pada sektor industri kecil dan menengah yang sering menyebabkan pencemaran. II .8 Saran Kadar timbal di halaman balai Hiperkes di halaman Gedung Balai Hiperkes sebaiknya tetap dipertahankan agar di bawah BML dan NAB untuk menjaga linkungan kerja sebaik-baiknya Saran teknis a. Penggunaan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan menjaga kebersihan tubuh sehingga menghindarkan diri dari kontaminan timbal. b. Adanya peraturan dan sanksi bagi pekerja yang tidak mematuhi untuk menggunakan alat pelindung diri. Saran medis a. Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala untuk seluruh karyawan. b. Melakukan pemeriksaan darah secara berkala terutama pekerja yang terkena pajanan timbal. c. Melakukan pendidikan dan penyuluhan kepada seluruh karyawan tentang bahaya-bahaya penyakit akibat kerja, khususnya pajanan timbal untuk meningkatkan derajat kesehatan pekerja. d. Adanya tim P2K3 dan peralatan K3 yang baik dan sesuai dengan standar perusahaan. Peralatan untuk mengukur kadar Pb di udara 23
  • 24. gambar alat pengukur Pb di udara AAS (Atomic Absorbtion Spectrophotometer) BAB III PENGUKURAN KADAR GAS AMONIAK (NH3) DI UDARA LINGKUNGAN KERJA 24
  • 25. III. 1 Pendahuluan Amonia merupakan persenyawaan kimia anorganik yang berbentuk gas, tidak berwarna, berbau spesifik yang sangat menyengat. Sangat mudah larut dalam air membentuk amonia cair. Selain larut dalam air, amonia juga larut dalam etil alkohol, etil eter dan pelarut organik lainnya. Sifat amoniak adalah gas yang tidak berwarna, lebih ringan dibandingkan udara, mempunyai titik lebur -75oC dan titik didih -33,7o. Amoniak terkenal dengan sifat kelarutannya, dengan logam alkali akan mudah membentuk larutan berwarna dan mengalirkan elektrik dengan baik. Mudah terbakar, bila bercampur dengan oksigen akan menyala hijau kekuningan dan dapat meledak jika tercampur udara. Di industri, amonia banyak digunakan sebagai pendingin dan di produk-produk seperti pupuk, peledak dan plastik. III.1.1 Penggunaan Amonia Dalam Industri Di industri, amonia digunakan untuk memproduksi ammonium sulfat dan nitrat dalam pembuatan pupuk, digunakan dalam industry soda dengan proses amonia, untuk membuat urea sintetis, pembuatan cermin pada proses refrigerator dan dapat digunakan di industry es sintesis. Gas Amonia juga digunakan pada pengilangan minyak dan pembuatan bahan peledak III.1.2 Pemantauan Ambang Batas Amonia di Lingkungan Kerja Untuk mengetahui kadar amonia udara di lingkungan kerja maka perlu dilakukan pengukuran dengan metode tertentu sesuai dengan standar yang ditetapkan, dan selanjutnya dilakukan analisis di laboratorium. Metode yang digunakan untuk pengukuran kadar ammonia di udara adalah Nessler dengan menggunakan alat spektofotometer. Konsentrasi ammonia dalam udara yang berada di suatu tempat dapat dihitung dengan rumus C= v x A-B x Trata-rata x Pstandar V fxt 298 Prata-rata 25
  • 26. Dimana: C : kadar NH3 dalam udara (μg/m3) v : volume absorben sampling (ml) V : volume absorben yang dianalisa (ml) A : konsentrasi NH3 dalam sampel (μg) B : konsentrasi NH3 dalam blanko (μg) f : kecepatan aliran udara (liter/menit) t : waktu pengukuran (menit) Trata-rata : suhu udara rata-rata (K) Prata-rata : tekanan udara (mmHg) Pstandar : tekanan udara standar (760 mmHg) Untuk batas tertinggi pajanan Amonia di lingkungan pabrik/industri, batasan yang dipakai adalah Nilai Ambang Batas, yaitu sebesar 17 mg/ m3. Namun apabila yang diukur adalah besar pajanan Amonia di lingkungan umum dan perkantoran, maka persyaratan yang digunakan adalah Baku Mutu Lingkungan, yaitu sebesar 1,36 mg/ m3. III.1.3 Sumber Pajanan Amonia di Lingkungan Kerja Pada keadaan normal, kadar gas amonia di udara sangat sedikit, Adanya gas amonia dalam jumlah besar di udara biasanya berasal dari pabrik atau industri tertentu. Sebelum ditemukan Freon, Amonia digunakan sebagai proses-proses pendinginan, misalnya pada pabrik pembuatan es dan sebagai pendingin pada tungku kilang minyak. Selain itu, Amonia juga banyak dipakai sebagai bahan baku pada industri pupuk dan pembuatan bahan peledak. Pekerja yang bekerja di tempat-tempat tersebut di atas beresiko tinggi terpajan dengan amonia di tempat kerjanya. III.1.4 Gangguan Kesehatan Akibat Pajanan Amonia Gas amoniak masuk ke dalam tubuh secara inhalasi, pajanan secara inhalasi dengan konsentrasi 2500 sampai 6500 ppm dapat menyebabkan iritasi pada kornea, 26
  • 27. sesak napas, bronkhospasme, nyeri dada, edema paru dan cairan sputum berbusa yang berwarna merah jambu. Iritasi ini dapat bersifat akut maupun kronis. Agar dapat menentukan kadar amoniak di udara lingkungan kerja, maka perlu dilakukan pengukuran dengan menggunakan metode tertentu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, dan selanjutnya dilakukan analisis di laboratorium. Efek-efek klinis dari Amonia antara lain bersifat iritasi pada kulit, konjungtiva dan membran mukosa dari saluran napas atas. Gejala klinis yang dapat timbul adalah bronkhitis, pneumonia, iritasi mata, hidung dan tenggorokan serta nyeri dada. Pada keadaan terpajan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan edema paru dan laryng yang dapat menyebabkan kematian. III. 2. Tujuan Praktikum III. 2.1 Tujuan Umum Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui cara-cara mengukur kadar Amonia total di udara III. 2.2 Tujuan Khusus a. Mengukur kadar Amonia di udara halaman Gedung Balai Hiperkes b. Mengetahui prosedur pengukuran Amonia di udara dengan metode Nessler dan menggunakan alat spektrofotometer III. 3. Metodologi dan Dasar Teori III. 3. 1 Metodologi Metode yang digunakan untuk penentuan kadar amoniak di udara adalah menurut Nessler dengan menggunakan spektrofotometer. III. 3. 2 Dasar Teori Gas amoniak di udara di absorpsi dengan asam sulfat encer, membentuk garam ammonium. Selanjutnya garam ammonium yang terbentuk direaksikan dengan pereaksi Nessler membentuk suatu senyawa kompleks yang berwarna kuning sampai coklat. Intensitas warna yang terjadi kemudian diukur spektrumnya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 460 nm. 27
  • 28. III. 4 Alat dan bahan III. 4 .1 Alat a. Impinger gas sampler tipe midget, kapasitas 50 – 100 milimeter. b. Pompa hisap udara, dengan flowmeter 2 lpm. c. Timbangan teknis, kapasitas 200 gram, sensitifitas 0,01 gram. d. Timbangan analitik, sensitifitas 0,0001 gram. e. Spektrofotometer yang mempunyai filter untuk panjang gelombang 460 nm. f. Alat-alat gelas laboratorium i. Labu volumetric, kapasitas 50, 75 dan 100 ml. ii. Pipet volumetric, manual, kapasitas 1,2,3,5,10,20 ml. iii. Rak untuk tempat tabung. III. 4 .2 Bahan i. Larutan pengabsorpsi (absorping reagent) : 0,005 N H2SO4 sebanyak 50 ml. ii. Pereaksi Nessler A (campuran HgI2 dan KI) dan Nessler B (campuran NaOH dan Aquadest) iii. Larutan standar amoniak untuk kalibrasi. iv. Kertas pH v. KOH III. 5 Prosedur kerja III. 5.1 Persiapan a. Cek kelengkapan alat-alat yang akan digunakan untuk sampling. b. Isi impinger dengan larutan pengabsorpsi 0,005 N H2SO4 sebanyak 50 ml. c. Hidupkan pompa hisap dan periksa kembali agar bola flowmeter menunjukan angka yang dikehendaki (2 lpm), biarkan sampai stabil. d. Setelah 45 menit, pompa hisap dimatikan, ukur suhu dan tekanan udara. e. Bawa larutan sampel dalam impinger ke dalam laboratorium untuk di analisa. III. 5.2 Strategi pengambilan sampel a. Gelas impinger diisi dengan 50 ml larutan pengabsorpsi amonia (NH3) yaitu larutan 0,005 N H2SO4. b. Lakukan pemasangan impinger pada kaki penyangga. c. Rakit gelas impinger dengan flowmeter yang tetap menunjukan angka 2 liter per menit. 28
  • 29. d. Pengambilan sampel dilakukan selama 90 menit dengan flow rate 1 L/mt e. Lakukan pencatatan suhu dan tekanan udara. f. Pompa isap dimatikan setelah selesai. g. Setelah pompa isap dimatikan, impinger di lepaskan dari rakitannya, kedua ujung pipa di tutup rapat-rapat dan dilindungai dengan kertas kedap sinar (hitam) agar tidak teroksidasi oleh sinar matahari. h. Larutan sampel 1 ml dalam impinger di analisa dalam laboratorium. III. 5.3 Cara Analisa a. Siapkan 3 tabung reaksi, masing-masing untuk larutan standar 1, standar 2 dan standar 3. b. Buat tiga larutan standar yang mengandung 5 m/ml NH3 pada tabung Standar 1 sebanyak 1 ml, tabung standar 2 sebanyak 2 ml dan tabung standar 3 sebanyak 3 ml. c. Tambahkan pada setiap tabung standar dengan aquadest sampai volume 10 ml. d. Siapkan larutan blanko yang berisi larutan absorben H2SO4 sebanyak 10 ml. e. Periksa pH larutan sampel, usahakan agar pH = 7,4 dengan menambahkan larutan NaOH encer. f. Masukan 1 ml larutan sampel, lalu tambahkan aquadest sehingga volumenya menjadi 10 ml. g. Tambahkan pereaksi Nessler A dan B sebanyak 1 ml kepada 5 tabung reaksi tersebut. h. Siapkan spektrofotometer dan atur panjang gelombang yang sesuai yaitu 460 nm i. Pembacaan pada spektrofotometer dilakukan dengan cara menuangkan sebagian isi tabung reaksi kedalam curvet yang tersedia. j. Buat kurva standar dengan membaca absorbansi larutan standar. k. Baca absorbansi sampel dan bandingkan kadarnya dengan menggunakan kurva standar. 29
  • 30. III. 5.4 Cara Perhitungan Kadar amonia di udara dapat dihitung dengan rumus berikut: C= v x A-B x Trata-rata x Pstandar V fxt 298 Prata-rata Dimana: C : kadar NH3 dalam udara (μg/m3) v : volume absorben sampling (ml) V : volume absorben yang dianalisa (ml) A : konsentrasi NH3 dalam sampel (μg) B : konsentrasi NH3 dalam blanko (μg) f : kecepatan aliran udara (liter/menit) t : waktu pengukuran (menit) Trata-rata : suhu udara rata-rata (K) Prata-rata : tekanan udara (mmHg) Pstandar : tekanan udara standar (760 mmHg) III. 5.5. Hasil Pengukuran Dan Evaluasi Dari hasil pengukuran didapatkan hasil-hasil sebagai berikut : Suhu rata-rata selama pengukuran adalah : 32oC + 273 = 305oK Tekanan udara rata-rata selama pengukuran adalah : 76 mmHg 30
  • 31. v : volume absorben sampling (ml) = 20 ml V : volume absorben yang dianalisa (ml) = 10 ml Hasil absorbansi : B = Blanko = 0,108 microgram A = Sampel = 0,346 microgram Kadar amoniak di udara Rumus yang di gunakan : v A-B Trata2 P1 Kadar NH3 = ----- X ---------- X --------- X -------- mg/m3 udara V fxt 298 P2 20 0,346 – 0,108 g 305 760 = ------ X ---------------------------------- X ---------- X ------- 10 1 Lt/menit x 90 mnt298 760 = 2 x 0,0026 g/L x 1,023 x1 = 0,005 g/L = 0,005 mg/ m3 NAB (TWA) NH3 = 17 mg/m3 III. 5.6 Kesimpulan Kadar Amonia di lingkungan yang diukur belum melewati NAB. III. 6 Kesimpulan Dan Saran III. 6 .1 Kesimpulan Kadar Amoniak di udara lingkungan yang diukur masih dibawah nilai ambang batas. Walaupun demikian kewaspadaan terhadap bahan kimia amoniak sangat diperlukan karena bahan tersebut tidak berwarna, mudah terbakar, dapat menimbulkan sesak napas hingga kematian. 31
  • 32. III. 6 .2 Saran Saran teknis a. Penggunaan alat pelindung diri seperti respirator saat berdekatan dengan gas amoniak. b. Adanya peraturan dan sanksi bagi pekerja yang tidak mematuhi untuk menggunakan alat pelindung diri. c. Perlunya sarana untuk tempat penyimpanan gas amoniak. d. Adanya peralatan yang menunjang untuk keselamatan pekerja. Saran medis a. Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala untuk seluruh karyawan. b. Menyiapkan tim gawat darurat jika terjadi keracunan dan ledakan amoniak c. Melakukan pendidikan dan penyuluhan kepada seluruh karyawan tentang bahaya-bahaya penyakit akibat kerja, khususnya debu untuk meningkatkan derajat kesehatan pekerja. Peralatan untuk pengukuran kadar NH3 gambar alat pengukur kadar NH3 32
  • 33. BAB IV MENGUKUR KADAR GAS CO2 DI UDARA TEMPAT KERJA (MENGGUNAKAN DIGITAL GAS DETECTOR) IV.1 PENDAHULUAN Gas C02 mencemari udara lingkungan tempat kerja akibat aktivitas pernapasan (manusia, hewan dan tumbuhan) dan industri (khususnya pengecoran, logam, pembangkit listrik batubara, dan penggunaan energi fosil), letusan gunung berapi dan proses perapian. Meskipun C0 2 berfungsi untuk tumbuhan hijau dalarn proses fotosintesis dan menjaga suhu permukaan bumi, akan tetapi bila kadar gas CO2 melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) akan menimbulkan peningkatan suhu lingkungan (pada kenaikan 25% jumlah C02 menyebabkan kenaikan suhu antara 0,5o sampai 1oC). IV.1.1 Penggunaan Karbondioksida Dalam Industri Karbondioksida berasal dari udara dan dalam bentuk pekat dapat menimbulkan timbunan atmosfer inert pada ruangan yang tidak berventilasi. CO2 lazim ditemukan dalam industri sebagai hasil sampingan peragian, oven kokas, pembakaran tungku dan pembuangan sampah, juga banyak digunakan sebagai gas industri misalnya pengkarbonan minuman, pembuatan bir dan pendinginan. IV.1.2 Pemantauan Ambang Batas Karbondioksida di Lingkungan Kerja Untuk menentukan kadar karbondioksida di udara lingkungan kerja, maka perlu dilakukan pengukuran dengan menggunakan metode tertentu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Metode yang digunakan untuk pengukuran kadar 33
  • 34. karbondioksida di udara adalah dengan detektor gas CO 2. Detektor Gas CO2 ini ada 3 macam yaitu hand pump gas detector, analog detector dan digital gas detector. Digital gas detector Untuk batas tertinggi pajanan karbondioksida di lingkungan pabrik/industri, batasan yang dipakai adalah Nilai Ambang Batas, yaitu sebesar 5000 ppm. Namun apabila yang diukur adalah besar pajanan karbondioksida di lingkungan umum dan perkantoran, maka persyaratan yang digunakan adalah Baku Mutu Lingkungan, yaitu sebesar 1000 ppm. IV.1.3 Sumber Pajanan Karbondioksida di Lingkungan Kerja Pekerja yang memiliki risiko pajanan karbon dioksida banyak ditemukan pada pekerja di pabrik pembuatan minuman berkarbonasi, pabrik bir, pendinginan petugas pembuangan sampah dan sebagainya. IV.1.4 Gangguan Kesehatan Akibat Pajanan Karbondioksida Karbon dioksida masuk kedalam tubuh melalui proses inhalasi, dimana terjadi penghirupan melalui saluran pernapasan. Karbondioksida mampu merangsang pusat pernapasan di medula oblongata sehingga menimbulkan hiperpneu (konsentrasi 3%) dan kehilangan kesadaran pada konsentrasi 10%. IV. 2 Tujuan Praktikum IV. 2.1 Tujuan Umum Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui cara-cara mengukur kadar Karbondioksida di udara 34
  • 35. IV. 2.2 Tujuan Khusus a. Mengukur kadar Karbondioksida di udara halaman Gedung Balai Hiperkes b. Mengetahui prosedur pengukuran Karbondioksida di udara dengan menggunakan alat Digital Gas Detector IV. 3 Peralatan Untuk mengukur kadar gas karbondioksida digunakan CO2 digital gas detector IV.4 Prosedur Kerja a. Pengukuran diletakkan pada titik pengukuran yang telah ditentukan sebelumnya (bias ditengah-tengah ruangan atau dekat sumber pajanan b. Nyalakan digital gas detector yang sesuai untuk mengukur gas CO2 c. Kemudian baca angka yang tertera pada layar alat IV.5 Hasil Pengukuran Hasil pengukuran dengan menggunakan digital gas detector kadar CO2 dalam udara 752 ppm. Dimana NAB CO2 sebesar 5000 ppm dan BML CO2 sebesar 1000 ppm. Kesimpulan Kadar CO2 di udara lingkungan kerja masih berada di bawah nilai ambang batas. IV.6 Kesimpulan Dan Saran IV.6.1 Kesimpulan a. NAB gas CO2 di udara lingkungan kerja ditetapkan sebesar 5000 ppm. Karbon dioksida mampu merangsang pusat pernapasan di medula oblongata sehingga menimbulkan hiperpneu (konsentrasi 3%) dan kehilangan kesadaran pada konsentrasi 10%. b. Hasil pengukuran masih di bawah nilai NAB c. Tenaga kerja masih terlindungi IV.6.2 Saran a. Saran teknis Adanya pengendalian kadar gas CO2 di lingkungan tempat kerja. b. Saran medis Melakukan pemeriksaan kesehatan berkala untuk seluruh karyawan. 35
  • 36. Melakukan pendidikan dan penyuluhan kepada seluruh karyawan tentang bahaya-bahaya penyakit akibat kerja, khususnya pajanan karbon dioksida untuk meningkatkan derajat kesehatan pekerja. DAFTAR PUSTAKA 1. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. WHO, 1993. 2. Harrington IM, et.al. Pocket Consultant Occupational Health. Oxford, 1992. 3. Material Safety Data Sheet (MSDS). Puslitbang Kimia Terapan. LIPI, 1998. 36
  • 37. 4. Nick HP, etal. Chemical Hazards of The Workplace, JB Lippincot Comp., Toronto, 1978. 5. Soeripto, M. Higiene Industri I (Faktor Kimia). Balai Penerbit UI. Jakarta, 2002. 6. P.K., Suma’mur. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung Agung. Jakarta, 1986. 37
  • 38. 38