1. PROSES KERJA JURNALISTIK
1. Rapat Redaksi
2. Repotase
3. Penulisan Berita
4. EDITING: proses memeriksa kembali naskah/tulisan untuk menyempurnakan tulisan, yang
menyangkut ejaan, gaya bahasa, kelengkapan data, efektivitas kalimat, dan sebagainya. Pelaku
disebut editor atau redaktur
5. Setting dan Lay Out: proses pemilihan Setting merupakan proses pengetikan naskah yang
menyangkut pemilihan jenis dan ukuran huruf. Sedangkan layout merupakan penanganan tata
letak dan penampilan fisik penerbitan secara umum. Setting dan layout merupakan tahap akhir
dari proses kerja jurnalistik. Setelah proses ini selesai, naskah dibawa ke percetakan untuk
dicetak sesuai oplah yang ditentukan.
PROSES EDITING (MENYUNTING NASKAH)
A. PENYUNTINGAN SECARA REDAKSIONALà Editor memeriksa tiap kata dan kalimat agar logis, mudah
dipahami, dan tidak rancu (benar ejaan, punya arti, dan enak dibaca).
B. PENYUNTINGAN SECARA SUBSTANSIAL à Editor memperhatikan dat dan fakta agar tetap akurat dan
benar. Isi tulisan mudah dimengerti. Sistematika harus tetap terjaga.
MENYUNTING BUKAN SEKADAR MEMOTONG TULISAN AGAR PAS DENGAN SPACE, TAPI JUGA
MEMBUAT TULISAN YANG ENAK DIBACA DAN MENARIK, AND TIDAK MEMPUNYAI KESALAHAN
FAKTUAL
KEGIATAN EDITING
1. Memperbaiki kesalahan-kesalahan faktual.
2. Menghindari kontradiksi dan mengedit berita untuk diperbaiki.
3. Memperbaiki keaslahan ejaan (tanda baca, tatabahasa, angka, nama, dan alamat).
4. Menyesuaikan gaya bahasa dengan gaya surat kabar bersangkutan.
5. Mengetatkan tulisan (meringkas beberapa kalimat menjadi satu atau dua kalimat yang memiliki
kejelasan makna serupa).
6. Menghindari dari unsure-unsur penghinaan, arti ganda, dan tulisan yang memeuakkan (bad
taste).
7. Melengkapi tulisan dengan bahan-bahan tipografi (missal, anak judul/subjudul).
8. Menulis judul yang menarik.
9. Menulis keterangan gambar/caption untuk gambar/foto dan pekerjaan lain yang bersangkutan
dengan cerita yang disunting.
10.Menelaah kembali hasil tulisan yang telah dicetak, mungkin masih terdapat kesalahan secara
redaksional dan substansial.
FOKUS EDITOR
1. Sadar akan latar belakang para pembaca (umur, taraf hidup, dan gaya hidup) sehingga naskah
diharapkan sesuai dengan latar belakang itu.
1. Tegas
2. 2. Memperbaiki tulisan tanpa merusak cara penulis memaparkan pendapatnya.
3. Haiti-hati dengan iklan terselubung yang masuk dalam tulisan.
JIWA REDAKTUR
1. Memiliki wawasan luas à ilmu jurnalistik.
2. Berkepala dingin, sanggup bekerja dalam suasana tergesa-gesa dan rumit, tanpa menderita perasaan
tertekan.
3. Cermat, hati-hati, tekun, dan tegas.
4. elihat sesuatu dari sudut pandang pembaca (berorientasi pada kepentingan pembaca)
PRINSISP DASAR BAHASA JURNALISTIK/PERS
q Fungsi à bahasa komunikasi massa à harus jelas dan mudah dibaca dengan tingkat ukuran
intelektual minimal. Menurut JS Badudu (1988) bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas di
antaranya:
1. Singkat, artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-
tele.
2. Padat, artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu menyampaikan informasi
yang lengkap. Menerapkan prinsip 5 wh, membuang kata-kata mubazir dan menerapkan
ekonomi kata.
3. Sederhana, memilih kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang,
rumit, dan kompleks. Kalimat yang efektif, praktis, sederhana pemakaian kalimatnya, tidak
berlebihan pengungkapannya (bombastis)
4. Lugas, artinya bahasa jurnalistik mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi
secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga .
5. Menarik, artinya dengan menggunakan pilihan kata yang masih hidup, tumbuh, dan
berkembang. Menghindari kata-kata yang sudah mati.
Terdapat empat prinsip retorika tekstual yang dikemukakan Leech, yaitu prinsip prosesibilitas,
prinsip kejelasan, prinsip ekonomi, dan prinsip ekspresifitas.
1. Prinsip prosesibilitas, menganjurkan agar teks disajikan sedemikian rupa sehingga mudah bagi
pembaca untuk memahami pesan pada waktunya. Dalam proses memahami pesan penulis harus
menentukan (a) bagaimana membagi pesan-pesan menjadi satuan; (b) bagaimana tingkat
subordinasi dan seberapa pentingnya masing-masing satuan, dan (c) bagaimana mengurutkan
satuan-satuan pesan itu. Ketiga macam itu harus saling berkaitan satu sama lain.
Penyusunan bahasa jurnalistik dalam surat kabar berbahasa Indonesia, yang menjadi fakta-fakta
harus cepat dipahami oleh pembaca dalam kondisi apa pun agar tidak melanggar prinsip
prosesibilitas ini. Bahasa jurnalistik Indonesia disusun dengan struktur sintaksis yang penting
mendahului struktur sintaksis yang tidak penting
Perhatikan contoh berikut:
Pangdam VIII/Trikora Mayjen TNI Amir Sembiring mengeluarkan perintah tembak di tempat, bila
masyarakat yang membawa senjata tajam, melawan serta tidak menuruti permintaan untuk
menyerahkannya. Jadi petugas akan meminta dengan baik. Namun jika bersikeras dan melawan,
terpaksa akan ditembak di tempat sesuai dengan prosedur (Kompas, 24/1/99)
3. Contoh
(1) terdiri dari dua kalimat, yaitu kalimat pertama menyatakan pesan penting dan kalimat kedua
menerangkan pesan kalimat pertama.
2. Prinsip kejelasan, yaitu agar teks itu mudah dipahami. Prinsip ini menganjurkan agar bahasa teks
menghindari ketaksaan (ambiguity). Teks yang tidak mengandung ketaksaan akan dengan mudah dan
cepat dipahami.
Perhatikan Contoh:
(1) Ketika mengendarai mobil dari rumah menuju kantornya di kawasan Sudirman, seorang
pegawai bank, Deysi Dasuki, sempat tertegun mendengar berita radio. Radio swasta itu
mengumumkan bahwa kawasan Semanggi sudah penuh dengan mahasiswa dan suasananya
sangat mencekam (Republika, 24/11/98)
(2) Wahyudi menjelaskan, negara rugi karena pembajak buku tidak membayar pajak penjualan
(PPN) dan pajak penghasilan (PPH). Juga pengarang, karena mereka tidak menerima royalti
atas karya ciptaannya. (Media Indonesia, 20/4/1997).
Contoh (3) dan (4) tidak mengandung ketaksaan. Setiap pembaca akan menangkap pesan yang sama
atas teks di atas. Hal ini disebabkan teks tersebut dikonstruksi oleh kata-kata yang mengandung kata
harfiah, bukan kata-kata metaforis.
3. Prinsip ekonomi. Prinsip agar teks itu singkat tanpa harus merusak dan mereduksi pesan.
Ketua DPP PPP Drs. Zarkasih Noer menyatakan, segala bentuk dan usaha untuk menghindari
disintegrasi bangsa dari mana pun atau siapa pun perlu disambut baik (Suara Pembaruan,
21/12/98
4. Prinsip ekspresivitas. Prinsip ini dapat pula disebut prinsip ikonisitas. Prinsip ini menganjurkan
agar teks dikonstruksi selaras dengan aspek-aspek pesan. Dalam wacana jurnalistik, pesan
bersifat kausalitas dipaparkan menurut struktur pesannya, yaitu sebab dikemukakan terlebih
dahulu baru dikemukakan akibatnya. Demikian pula bila ada peristiwa yang terjadi berturut-
turut, maka peristiwa yang terjadi lebih dulu akan dipaparkan lebih dulu dan peristiwa yang
terjadi kemudian dipaparkan kemudian.
q Dalam situasi bangsa yang sedang kritis dan berada di persimpangan jalan, karena adanya
benturan ide maupun paham politik, diperlukan adanya dialog nasional. “Dialog diperlukan
untuk mengubur masa lalu, dan untuk start ke masa depan”. Tutur Prof. Dr. Nurcholis Madjid
kepada Kompas di kediamannya di Jakarta Rabu (23/12) (Kompas, 24/12/98).
Pada contoh tampak bahwa kalimat pertama menyatakan sebab dan kalimat kedua mendatangkan
akibat.
Pemakaian Kata, Kalimat dan Alinea
Bahasa jurnalistik juga mengikuti kaidah bahasa Indonesia baku. Namun pemakaian bahasa jurnalistik
4. lebih menekankan pada daya kekomunikatifannya. Para pembelajar BIPA tingkat lanjut dapat
mempotensikan penggunaan bahasa Indonesia ragam jurnalistik dengan beberapa usaha.
1. Pemakaian kata-kata yang bernas. Kata merupakan modal dasar dalam menulis. Semakin banyak
kosakata yang dikuasai seseorang, semakin banyak pula gagasan yang dikuasainya dan sanggup
diungkapkannya.
Dalam penggunaan kata, penulis yang menggunakan ragam BI Jurnalistik diperhadapkan pada dua
persoalan yaitu ketepatan dan kesesuaian pilihan kata. Ketepatan mempersoalkan apakah pilihan
kata yang dipakai sudah setepat-tepatnya, sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang berlainan
antara penulis dan pembaca. Sedangkan kesesuaian mempersoalkan pemakaian kata yang tidak
merusak wacana.
2. Penggunaan kalimat efektif. Kalimat dikatakan efektif bila mampu membuat proses penyampaian
dan penerimaan itu berlangsung sempurna. Kalimat efektif mampu membuat isi atau maksud yang
disampaikan itu tergambar lengkap dalam pikiran si pembaca, persis apa yang ditulis. Keefektifan
kalimat ditunjang antara lain oleh keteraturan struktur atau pola kalimat. Selain polanya harus
benar, kalimat itu harus pula mempunyai tenaga yang menarik.
3. Penggunaan alinea/paragraf yang kompak. Alinea merupakan suatu kesatuan pikiran, suatu kesatuan
yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat. Setidaknya dalam satu alinea terdapat satu gagasan
pokok dan beberapa gagasan penjelas. Pembuatan alinea bertujuan memudahkan pengertian dan
pemahaman dengan memisahkan suatu tema dari tema yang lain.
(red)
Sumber: www.oke.or.id