1. Kerajaan-Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia
Munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia merupakan salah satu bentuk dari
pengaruh Hindu-Buddha. Kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang berkembang di Indonesia,
antara lain:
1. Kerajaan Kutai
Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti
sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan
Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diambil dari nama daerah tempat
ditemukannya prasasti Kutai yang berupa tujuh buah yupa.
a. Aspek Politik
Dari salah satu yupa yang ditemukan, dapat diketahui tentang silsilah raja Kutai. Yupa
tersebut menyebutkan bahwa yang memerintah saat itu adalah Mulawarman, anak
Aswawarman, cucu Kudungga. Menurut Purbacaraka, Kudungga adalah nama asli Indonesia.
Pada masa kekuasaan Kudungga, diduga pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha belum ada.
Kemudian, pada saat Aswawarman berkuasa, pengaruh Hindu-Buddha mulai tersebar. Hal
tersebut dibuktikan dari prasasti yang menyebutkan bahwa Aswawarman disebut sebagai
Wangsakerta (pendiri keluarga raja) yang menunjukkan pemakaian bahasa Sansekerta.
b. Aspek Ekonomi
Tidak banyak yang diketahui tentang kehidupan ekonomi masyarakat Kutai,tetapi dari
banyaknya persembahan yang diberikan raja dapat disimpulkan bahwa ekonomi Negara
Kutai cukup baik. Hal ini ditunjang letaknya di tepi sungai dan kemampuan dagang serta
pelayaran.
c. Aspek Sosial dan Budaya
Kondisi sosial masyarakat Kutai pada abad ke-5 sudah teratur dan telah berbentuk sebuah
kerajaan besar. Ini mengubah kebiasaan berorganisasi masyarakat pada saat itu yang semula
bersifat kesukuan menjadi kerajaan. Artinya, kehidupan social masyarakat Kutai sudah
berkembang dan dinamis. Dalam pelapisan masyarakat terdapat golongan Brahmana,
Ksatria, dan masyarakat umum.
Sementara di bidang kebudayaan dapat dikatakan Kerajaan Kutai sudah maju. Hal ini
dibuktikan melalui upacara penghinduan atau Vratyastoma. Upacara ini mulai dilaksanakan
sejak zaman Aswawarman. Menurut para ahli, pemimpin upacara tersebut adalah para
Brahmana dari India. Namun, sejak zaman Mulawarman, upacara tersebut dipimpin oleh
Brahmana dari orang Indonesia asli. Ini membuktikan bahwa orang Indonesia asli memiliki
kercerdasan yang tinggi. Misalnya, dalam hal penguasaan bahasa Sansekerta sebagai bahasa
resmi kaum Brahmana.
d. Berakhirnya Kerajaan Kutai
Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam
peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa.
Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kerajaan Kutai
Kartanegara yang saat itu ibukota di Kutai Lama (Tanjung Kute). Kutai Kartanegara inilah, di
tahun 1365, yang disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara
selanjutnya menjadi kerajaan Islam. Sejak tahun 1735 kerajaan Kutai Kartanegara yang
semula rajanya bergelar Pangeran berubah menjadi bergelar Sultan (Sultan Aji Muhammad
Idris) dan hingga sekarang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.
2. 2. Kerajaan Tarumanegara
Tarumanegara adalah kerajaan bercorak Hindu tertua di Jawa. Prasasti-prasasti yang
menjelaskan tentang keberadaan kerajaan Tarumanegara ditemukan di Bogor, Jakarta, dan
daerah Banten Selatan. Prasasti-prasasti tersebut antara lain prasasti Ciaruten yang
ditemukan di tepi Sungai Citarum Bogor, prasasti Kebon Kopi yang ditemukan di Kampung
Muara Hilir, dan prasasti Tugu yang ditemukan di Cilincing, Jakarta.
a. Aspek Politik
Kerajaan Tarumanegara diperkirakan muncul pada abad ke-5. Raja yang berkuasa adalah
Purnawarman dengan pusat kekuasaannya di daerah Bogor. Raja Purnawarman merupakan
raja yang cakap dan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat.
b. Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial Kerajaan Tarumanegara sudah teratur rapi, hal ini terlihat dari upaya raja
Purnawarman yang terus berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan
rakyatnya. Raja Purnawarman juga sangat memperhatikan kedudukan kaum brahmana yang
dianggap penting dalam melaksanakan setiap upacara korban yang dilaksanakan di kerajaan
sebagai tanda penghormatan kepada para dewa.
c. Kehidupan Ekonomi
Prasasti tugu menyatakan bahwavraja Purnawarman memerintahkan rakyatnya untuk
membuat sebuah terusan sepanjang 6122 tombak. Pembangunan terusan ini mempunyai
arti ekonomis yang besar nagi masyarakat, Karena dapat dipergunakan sebagai sarana untuk
mencegah banjir serta sarana lalu-lintas pelayaran perdagangan antardaerah di Kerajaan
Tarumanegara dengan dunia luar. Juga perdagangan dengan daera-daerah di sekitarnya.
Akibatnya, kehidupan perekonomian masyarakat Kerajaan Tarumanegara sudah berjalan
teratur.
d. Kehidupan Budaya
Dilihat dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf dari prasasti-prasasti yang ditemukan
sebagai bukti kebesaran Kerajaan Tarumanegara, dapat diketahui bahwa tingkat kebudayaan
masyarakat pada saat itu sudah tinggi. Selain sebagai peninggalan budaya, keberadaan
prasasti-prasasti tersebut menunjukkan telah berkembangnya kebudayaan tulis menulis di
kerajaan Tarumanegara.
e. Runtuhnya Kerajaan Tarumanegara
Kerajaan Tarumanegara diperkirakan runtuh pada sekitar abad ke-7 Masehi. Hal ini
didasarkan pada fakta bahwa setelah abad ke-7, berita mengenai kerajaan ini tidak pernah
terdengar lagi baik dari sumber dalam negeri maupun luar negeri . Para ahli berpendapat
bahwa runtuhnya Kerajaan Tarumanegara kemungkinan besar disebabkan karena adanya
tekanan dari Kerajaan Sriwijaya yang terus melakukan ekspansi wilayah.
Gambar : Peta Letak Prasasti Kerajaan Tarumanegara
3. Raja-raja Tarumanegara:
3. Kerajaan Sriwijaya
Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatera dan
banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan membentang dari
Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, dan pesisir Kalimantan.
Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan wijaya berarti
"kemenangan" atau "kejayaan", maka nama Sriwijaya bermakna "kemenangan yang gilang-
gemilang". Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang
pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal
selama 6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada
abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682.
a. Struktur pemerintahan
Pembentukan satu negara kesatuan dalam dimensi struktur otoritas politik
Sriwijaya, dapat dilacak dari beberapa prasasti yang mengandung informasi penting
tentang kadātuan, vanua, samaryyāda, mandala dan bhūmi.
Kadātuan dapat bermakna kawasan dātu, (tnah rumah) tempat tinggal bini hāji,
tempat disimpan mas dan hasil cukai (drawy) sebagai kawasan yang mesti dijaga.
Kadātuan ini dikelilingi oleh vanua, yang dapat dianggap sebagai kawasan kota dari
Sriwijaya yang didalamnya terdapat vihara untuk tempat beribadah bagi masyarakatnya.
Kadātuan dan vanua ini merupakan satu kawasan inti bagi Sriwijaya itu sendiri. Menurut
Casparis, samaryyāda merupakan kawasan yang berbatasan dengan vanua, yang
terhubung dengan jalan khusus (samaryyāda-patha) yang dapat bermaksud kawasan
pedalaman. Sedangkan mandala merupakan suatu kawasan otonom dari bhūmi yang
berada dalam pengaruh kekuasaan kadātuan Sriwijaya.
Penguasa Sriwijaya disebut dengan Dapunta Hyang atau Maharaja, dan dalam
lingkaran raja terdapat secara berurutan yuvarāja (putra mahkota), pratiyuvarāja (putra
mahkota kedua) dan rājakumāra (pewaris berikutnya). Prasasti Telaga Batu banyak
menyebutkan berbagai jabatan dalam struktur pemerintahan kerajaan pada masa
Sriwijaya.
NO Nama Raja Tahun Memerintah
1. Jayasingawarman 358-382 M
2. Dharmayawarman 382-395 M
3. Purnawarman 395-434 M
4. Wisnuwarman 434-455 M
5. Indrawarman 455-515 M
6. Candrawarman 515-535 M
7. Suryawarman 535-561 M
8. Kertawarman 561-628 M
9. Sudhawarman 628-639 M
10. Hariwangsawarman 639-640 M
11. Nagajayawarman 640-666 M
12. Linggawarman 666-669 M
4. b. Aspek kehidupan ekonomi
Dilihat dari letak geografis, daerah Kerajaan Sriwijaya mempunyai letak yang sangat
strategis, yaitu di tengah-tengah jalur pelayaran perdagangan antara India dan Cina. Di
samping itu, letak Kerajaan Sriwijaya dekat dengan Selat Malak yang merupakan urat
nadi perhubungan bagi daerah-daerah di Asia Tenggara.
Hasil bumi Kerajaan Sriwijaya merupakan modal utama bagi masyarakatnya untuk terjun
dalam aktifitas pelayaran dan perdagangan.
c. Aspek kehidupan social
Kerajaan Sriwijaya karena letaknya yang strategis dalam lalu lintas perdagangan
internasional menyebabkan masyarakatnya lebih terbuka dalam menerima berbagai
pengaruh asing. Masyarakat Sriwijaya juga telah mampu mengembangkan bahasa
komunikasi dalam dunia perdagangannya. Kemungkinan bahasa Melayu Kuno telah
digunakan sebagai bahasa pengantar terutama dengan para pedagang dari Jawa Barat,
Bangka, Jambi dan Semenanjung Malaysia.
Penduduk Sriwijaya juga bersifat terbuka dalam menerima berbagai kebudayaan yang
datang. Salah satunya adalah mengadopsi kebudayaan India, seperti nama-nama India,
adat-istiadat, serta tradisi dalam Agama Hindu. Oleh karena itu, Sriwijaya pernah
menjadi pusat pengembangan ajaran Buddha di Asia Tenggara.
d. Aspek kehidupan budaya
Menurut berita dari Tibet, seorang pendeta bernama Atica datang dan tinggal di
Sriwijaya (1011-1023 M) dalam rangka belajar agama Budha dari seorang guru besar
yang bernama Dharmapala. Menurutnya, Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di
luar India. Tetapi walaupun Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai pusat agama Budha, tidak
banyak peninggalan purbakala seperti candi-candi atau arca-arca sebaga tanda
kebesaran Kerajaan Sriwijaya dalam bidang kebudayaan.
e. Aspek kehidupan Agama
Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat pertemuan antara para jemaah agama Budha dari
Cina ke India dan dari India ke Cina. Melalui pertemuan itu, di Kerajaan Sriwijaya
berkembang ajaran Budha Mahayana. Bahkan perkembangan ajaran agama Budha di
Kerajaan Sriwijaya tidak terlepas dari pujangga yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya
diantaranya Dharmapala dan Sakyakirti. Dharmapala adalah seorang guru besar agama
Budha dari Kerajaan Sriwijaya. Ia pernah mengajar agama Budha di Perguruan Tinggi
Nalanda (Benggala).
f. Faktor penyebab keruntuhan
a. Berulang kali diserang kerajaan Colomandala
b. Kerajaan taklukan Sriwijaya banyak yang melepaskan diri
c. Terdesak perkembangan kerajaan di Thailand
d. Terdesak pengaruh kerajaan Singasari
e. Mundurnya perekonomian dan perdagangan Sriwijaya
f. Kurangnya raja yang berwibawa
g. Serangan Majapahit dalam upaya penyatuan nusantara
5. 4. Kerajaan Mataram Kuno dan Mataram di Jawa Timur
a. Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan berdiri sejak awal abad ke-8. Pada awal
berdirinya, kerjaan ini berpusat di Jawa Tengah. Akan tetapi, pada abad ke-10
pusat Kerajaan Mataram Kuno pindah ke Jawa Timur. Kerajaan Mataram Kuno
mempunyai dua latar belakang keagamaan yang berbedaa, yakni agama Hindu
dan Buddha. Peninggalan bangunan suci dari keduanya antara lain ialah Candi
Geding Songo, kompleks Candi Dieng, dan kompleks Candi Prambanan yang
berlatar belakang Hindu. Adapun yang berlatar belakang agama Buddha antara
lain ialah Candi Kalasan, Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Sewu, dan Candi
Plaosan.
- Aspek Kehidupan Politik
- Untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya, Mataram Kuno menjalin kerjasama
dengan kerajaan tetangga, misalnya Sriwijaya, Siam dan India. Selain itu, Mataram
Kuno juga menggunakan sistem perkawinan politik. Misalnya pada masa
pemerintahan Samaratungga yang berusaha menyatukan kembali Wangsa
Syailendra dan Wangsa Sanjaya dengan cara anaknya yang bernama
Pramodyawardhani(Wangsa Syailendra) dinikahkan dengan Rakai Pikatan (Wangsa
Sanjaya). Wangsa Sanjaya merupakan penguasa awal di Kerajaan Mataram Kuno,
sedangkan Wangsa Syailendra muncul setelahnya yaitu mulai akhir abad ke-8 M.
Dengan adanya perkawinan politik ini, maka jalinan kerukunan beragama antara
Hindu (Wangsa Sanjaya) dan Buddha (Wangsa Syailendra) semakin erat.
- Aspek Kehidupan Sosial
- Kerajaan Mataram Kuno meskipun dalam praktik keagamaannya terdiri atas agama
Hindu dan agama Buddha, masyarakatnya tetap hdup rukun dan saling bertoleransi.
Sikap itu dibuktikan ketika mereka bergotong royong dalam membangun Candi
Borobudur. Masyarakat Hindu yang sebenarnya tidak ada kepentingan dalam
membangun Candi Borobudur, tetapi karena sikap toleransi dan gotong royong yang
telah mendarah daging turut juga dalam pembangunan tersebut.
- Keteraturan kehidupan sosial di Kerajaan Mataram Kuno juga dibuktikan adanya
kepatuhan hukum pada semua pihak. Peraturan hukum yang dibuat oleh penduduk
desa ternyata juga di hormati dan dijalankan oleh para pegawai istana. Semua itu
bisa berlangsung karena adanya hubungan erat antara rakyat dan kalangan istana.
- Aspek Kehidupan Ekonomi
- Pusat kerajaan Mataram Kuno terletak di Lembah sungai Progo, meliputi daratan
Magelang, Muntilan, Sleman, dan Yogyakarta. Daerah itu amat subur sehingga
rakyat menggantungkan kehidupannya pada hasil pertanian. Hal ini mengakibatkan
6. banyak kerajaan-kerajaan serta daerah lain yang saling mengekspor dan mengimpor
hasil pertaniannya.Usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan hasil pertanian
telah dilakukan sejak masa pemerintahan Rakai Kayuwangi. Usaha perdagangan juga
mulai mendapat perhatian ketika Raja Balitung berkuasa. Raja telah memerintahkan
untuk membuat pusat-pusat perdagangan serta penduduk disekitar kanan-kiri aliran
Sungai Bengawan Solo diperintahkan untuk menjamin kelancaran arus lalu lintas
perdagangan melalui aliran sungai tersebut. Sebagai imbalannya, penduduk desa di
kanan-kiri sungai tersebut dibebaskan dari pungutan pajak. Lancarya pengangkutan
perdagangan melalui sungai tersebut dengan sendirinya akan menigkatkan
perekonomian dan kesejahteraan rakyat Mataram Kuno.
- Aspek Kehidupan Kebudayaan Hindu-Buddha
- Semangat kebudayaan masyarakat Mataram Kuno sangat tinggi. Hal itu dibuktikan
dengan banyaknya peninggalan berupa prasasti dan candi. Prasasti peniggalan dari
Kerajaan Mataram Kuno, seperti prasasti Canggal (tahun 732 M), prasasti Kelurak
(tahun 782 M), dan prasasti Mantyasih (Kedu). Selain itu, juga dibangun candi Hindu,
seperti candi Bima, candi Arjuna, candi Nakula, candi Prambanan, candi Sambisari,
cadi Ratu Baka, dan candi Sukuh. Selain candi Hindu, dibangun pula candi Buddha,
misalnya candi Borobudur, candi Kalasan, candi Sewu, candi Sari, candi Pawon, dan
candi Mendut. Mereka juga telah mengenal bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa.
Selain tiu, masyarakat kerajaan Mataram Kuno juga mampu membuat syair.
- Kemunduran Kerajaan Mataram Kuno
Kemunduran kerajaan Mataram Kuno disebabkan karena kedudukan ibukota
kerajaan yang semakin lama semakin lemah dan tidak menguntungkan. Hal ini
disebabkan oleh:
1) Tidak memiliki pelabuhan laut sehingga sulit berhubungan dengan dunia luar:
2) Sering dilanda bencana alam oleh letusan Gunung Merapi;
3) Mendapat ancaman serangan dari kerajaan Sriwijaya.
Oleh karena itu pada tahun 929 M ibukota Mataram Kuno dipindahkan ke Jawa
Timur (di bagian hilir Sungai Brantas) oleh Empu Sindok. Pemindahan ibukota ke
Jawa Timur ini dianggap sebagai cara yang paling baik. Selain Jawa Timur masih
wilayah kekuasaan Mataram Kuno, wilayah ini dianggap lebih strategis. Hal ini
mengacu pada letak sungai Brantas yang terkenal subur dan mempunyai akses
7. pelayaran sungai menuju Laut Jawa. Kerajaan itu kemudian dikenal dengan Kerajaan
Mataram Kuno di Jawa Timur atau Kerajaan Medang Kawulan.
b. Mataram di Jawa Timur
Setelah terjadinya bencana alam yang dianggap sebagai peristiwa pralaya, maka
sesuai dengan landasan kosmologis harus dibangun kerajaan baru dengan wangsa yang
baru pula. Pada abad ke-10, cucu Sri Maharaja Daksa, Mpu Sindok, membangun kembali
kerajaan ini di Watugaluh (wilayah antara G. Semeru dan G. Wilis), Jawa Timur. Mpu
Sindok naik takhta kerajaan pada 929 dan berkuasa hingga 948. Kerajaan yang didirikan
Mpu SIndok ini tetap bernama Mataram. Dengan demikian Mpu Sindok dianggap
sebagai cikal bakal wangsa baru, yaitu wangsa Isana. Perpindahan kerajaan ke Jawa
Timur tidak disertai dengan penaklukan karena sejak masa Dyah Balitung, kekuasaan
Kerajaan Mataram Kuno telah meluass hingga ke Jawa Timur. Setelah masa
pemerintahan Mpu Sindok terdapat masa gelap sampai masa pemerintahan
Dharmawangsa Airlangga (1020). Sampai pada masa ini Kerajaan Mataram Kuno masih
menjadi saatu kerajaan yang utuh. Akan tetapi, untuk menghindari perang saudara,
Airlangga membagi kerajaan menjadi dua, yaitu Kerajaan Pangjalu dan Janggala.
- Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Mataram di Jawa Timur
Kehidupan politik kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha membawa perubahan baru
dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Struktur sosial
dari masa Kutai hingga Majapahit mengalami perkembangan yang ber-evolusi
namun progresif. Dunia perekonomian pun mengalami perkembangan: dari
yang semula sistem barter hingga sistem nilai tukar uang.
- Dalam hal kepemilikan tanah, transportasi, perpajakan, dan tenaga kerja;
kehidupan rakyat Medang Kamulan menyerupai Mataram, karena Medang
Kamulan tak lain adalah kelanjutan Mataram, hanya nama dinastinya saja
yang berbeda. Toh, yang berbeda hanya perpindahan wilayah kekuasaan dari
barat ke timur.
- Masa pemerintahan Mpu Sindok lalu Sri Isana Tunggawijaya, merupakan masa yang
damai. Namun, sejak pemerintahan Dharmawangsa Teguh, politik Kerajaan
cenderung mengarah ke luar negeri. Tujuannya adalah untuk merebut dominasi
perdagangan di perairan Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, yang ketika itu dikuasai
Sriwijaya. Untuk keperluan ini, Dharmawangsa Teguh membangun armada militer
yang tangguh. Dengan kekuatan militer ini, Medang Kamulan menaklukkan Bali, lalu
mendirikan semacam koloni di Kalimantan Barat. Dengan armada ini pula, Medang
Kamulan kemudian menyerang Sriwijaya, walaupun tidak menang.
- Dharmawangsa pun mengembangkan pelabuhan Hujung Galuh di selatan Surabaya
dan Kembang Putih (Tuban) sebagai tempat para pedagang bertemu. Ketika
Airlangga berkuasa, kerajaan menjaga hubungan damai dengan kerajaan-kerajaan
tetangga demi kesejahteraan rakyat. Ini diperlihatkan dengan mengadakan
perjanjian damai dengan Sriwijaya. Kerajaan pun memperlakukan umat Hindu dan
Buddha sederajat.
8. 5. Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri atau Kerajaan Panjalu, adalah sebuah kerajaan yang terdapat di
Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di
sekitar Kota Kediri sekarang. Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah
wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang
bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di
kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan
kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan.
A. SumberSejarah
1. Prasati sirah keting (1140 M) tentang pemberian hadiah tanah kepada rakyat desa oleh
Jayawarsa.
2. Prasati yang ditemukan tulung agung kertosono, berisi masalah keagamaan (Raja
Bameswara 117-1130 M).
3. Prasasti Ngantang (1135 M) tentang raja Jayabaya member hadiah rakyat desa Ngantang
sebidang tanah bebas pajak.
4. Prasasti Jaring (1181 M) tentang raja Gandra yang membuat sejumlah nama-nama
hewan seperti kebo waruga dan tikus janata.
5. Prasasti Kamulan (1194 M) tentang raja Kertajaya yang menyatakan bahwa Kediri
berhasil mengalahkan musuh di katang-katang.
6. Buku cina yang berjudul Chu Fan Chai karangan Chu Ju Kuam (1220 M) yang mengambil
cerita dari buku Ling Wai Taita (1778 M) karanga Chu Ik Fei tentang kerajaan Kediri pada
abad
B. Aspek Kehidupan Politik
Pada abad ke 10 pusat pemerintahan di Jawa Tengah dipindahkan ke Jawa Timur karena ada
suatu hal, pada awalnya wilayah kekuasaan kerajaan Kediri meliputi daerah Kediri, Madiun,
dan daerah bagian barat kerajaan Medang Kamulan.
Raja-raja yang pernah memerintah :
1. Raja Jayawarsa (1140 M)
2. Raja Baweswara (117 – 1130 M)
3. Raja Jayabaya (1135 – 1157 M)
4. Raja Sarweswara dan Raja Aryeswara (tidak diketahui)
5. Raja Gandra (1181 M)
6. Raja Kertajaya (1190 – 1222 M)
C. Kehidupan Sosial
Pada masa raja Jayabaya terdapat usaha untuk memberikan perlindungan terhadap para ahli
sastra seperti penyair dan pengarang sehingga mereka bisa mengembangkan kreatifitasnya.
Hal ini dibuktikan dengan munculnya kitab Lubdhaka yang memberikan pelajaran moral
tentang tinggi rendahnya martabat seseorang tidak ditentukan berdasarkan asal dan
kedudukan, melainkan berdasarkan tingkah lakunya.
D. Kehidupan Ekonomi
Kehidupan perekonomian rakyat Kediri menurut catatan pedagang cina yang dikumpulkan
jadi kronik-kronik kerajaan yang disebutkan bahwa :
1. Kadiri banyak menghasilkan beras.
2. Barang dagangan yang laku dipasaran pada masa itu adalah meas, perak gading, kayu
cendana, dsb.
3. Letak kerajaan Kediri sangat strategis dalam pelayaran perdagangan antara Indonesia
9. Timur dan Indonesia barat.
E. Kehidupan Budaya
Abad ke 12 M memiliki arti sangat penting dalam masa selanjutnya. kerajaan Kediri banyak
meninggalkan pelajaran untuk mengembangkan kerjaan diantaranya :
1. Suatu Negara bisa maju jika kondisi ekonomi stabil.
2. Keadaan politik harus stabil agar kekuatan bangsa tidak kurang.
3. Kehidupan kebudayaan harus diperluas, untuk menambah kejayaan bangsa.
Hasil karya sastra:
1. Krisnayana, dari jaman pemerintahan raja Jayawarsa.
2. Bharatayuda, karangan Empu Sedah dan Empu Panuluh.
3. Arjuna Wiwaha karangan Empu Kanwa.
4. Hariwangsa karangan Empu Panuluh
5. Bhamakarya pengarangnya tidak jelas.
6. Smaradhana karangan Empu Dharmaja.
7. Wartasancaya dan Lubdhaka karangan Empu Tanakung.
F. Runtuhnya Kediri
Setelah berhasil mengalah kan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali di
bawah pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari, Raden
Wijaya, berhasil meloloskan diri ke Madura. Karena perilakunya yang baik, Jayakatwang
memperbolehkan Raden Wijaya untuk membuka Hutan Tarik sebagai daerah tempat
tinggalnya. Pada tahun 1293, datang tentara Mongol yang dikirim oleh Kaisar Kubilai Khan
untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan ini dimanfaatkan Raden Wijaya
untuk menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama dengan tentara Mongol dan pasukan
Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk menggempur Kediri. Dalam perang tersebut
pasukan Jayakatwang mudah dikalahkan. Setelah itu tidak ada lagi berita tentang Kerajaan
Kediri.
6. Kerajaan Singasari
Kerajaan Singasari adalah sebuah kerajaan Hindu Buddha di Jawa Timur yang
didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222 M. Lokasi kerajaan ini sekarang diperkirakan di
daerah Singosari, Malang. Kerajaan Singasari hanya sempat bertahan 70 tahun sebelum
mengalami keruntuhan. Kerajaan ini beribu kota di Tumapel yang terletak di kawasan
bernama Kutaraja. Pada awalnya, Tumapel hanyalah sebuah wilayah kabupaten yang berada
dibawah kekuasaan Kerajaan Kadiri dengan bupati bernama Tunggul Ametung. Tunggul
Ametung dibunuh oleh Ken Arok yang merupakan pengawalnya.
Keberadaan Kerajaan Singosari dibuktikan melalui candi-candi yang banyak
ditemukan di Jawa Timur yaitu daerah Singosari sampai Malang, juga melalui kitab sastra
peninggalan zaman Majapahit yang berjudul Negarakertagama karangan Mpu Prapanca
yang menjelaskan tentang raja-raja yang memerintah di Singosari serta kitab Pararaton yang
juga menceritakan riwayat Ken Arok yang penuh keajaiban. Kitab Pararaton isinya sebagian
10. besar adalah mitos atau dongeng tetapi dari kitab Pararatonlah asal usul Ken Arok menjadi
raja dapat diketahui. Sebelum menjadi raja, Ken Arok berkedudukan sebagai Akuwu (Bupati)
di Tumapel menggantikan Tunggul Ametung yang dibunuhnya, karena tertarik pada Ken
Dedes istri Tunggul Ametung. Selanjutnya ia berkeinginan melepaskan Tumapel dari
kekuasaan kerajaan Kadiri yang diperintah oleh Kertajaya. Keinginannya terpenuhi setelah
kaum Brahmana Kadiri meminta perlindungannya. Dengan alasan tersebut, maka tahun
1222 M /1144 C Ken Arok menyerang Kediri, sehingga Kertajaya mengalami kekalahan pada
pertempuran di desa Ganter. Ken Arok yang mengangkat dirinya sebagai raja Tumapel
bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi.
a. ASPEK KEHIDUPAN SOSIAL
Ketika Ken Arok menjadi Akuwu di Tumapel, berusaha meningkatkan kehidupan
masyarakatnya. Banyak daerah – daerah yang bergabung dengan Tumapel. Namun pada
masa pemerintahan Anusapati, kehidupan kehidupan sosial masyarakat kurang mendapat
perhatian, karena ia larut dalam kegemarannya menyabung ayam. Pada masa
Wisnuwardhana kehidupan sosial masyarakatnya mulai diatur rapi. Dan pada masa
Kertanegara, ia meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya.
b. ASPEK KEHIDUPAN EKONOMI
Keadaan perekonomian Kerajaan Singasari yaitu ikut ambil bagian dalam dunia pelayaran.
Keadaan ini juga didukung oleh hasil – hasil bumi.
c. ASPEK KEHIDUPAN BUDAYA
Ditemukan peninggalan candi – candi dan patung – patung diantaranya candi Kidal,
candiJaga, dan candi Singasari. Sedangkan patung – patung yang ditemukan adalah patung
Ken Dedes sebagai Dewa Prajnaparamita lambang kesempurnaan ilmu, patung Kertanegara
dalam wujud patung Joko Dolog, dan patung Amoghapasa juga merupakan perwujudan
Kertanegara (Kedua patung Kertanegara baik patung Joko Dolog maupun Amoghapasa
menyatakan bahwa Kertanegara menganut agama Buddha beraliran Tantrayana).
d. ASPEK KEHIDUPAN AGAMA
Diangkat seorng Dharmadyaksa (kepala agama Buddha). Disamping itu ada pendeta Maha
Brahmana yang mendampingi Raja, dengan pangkat Sangkhadharma. Sesuai dengan agama
yang dianutnya, Kertanegara didharmakan sebagai Syiwa Buddha di candi Jawi, di Sagala
bersama – sama dengan permaisurinya yang diwujudkan sebagai Wairocana Locana, dan
sebagai Bairawa di candi Singasari. Terdapat prasasti pada lapik (alas) arca Joko Dolog yang
ada di taman Simpang di Surabaya, yang menyebutkan bahwa Kertanegara dinobatkan
sebagai Jina atau Dhyani Buddha yaitu sebagai Aksobya. Sedangkan arca Joko Dolog itu
sendiri merupakan arca perwujudannya. Sebagai seorang Jina ia bergelar Jnanasiwabajra.
11. 7. Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit adalah nama sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur. Kerajaan ini
didirikan oleh Raden Wijaya pada 1293. Setelah Raja Kertanegara gugur dalam peristiwa
penyerangan Raja Jayakatwang (Raja Kediri), berakhirlah riwayat Kerajaan Singasari. Raja
Kertanegara beserta petinggi kerajaan lainnya tewas dalam penyerangan tersebut. Raden
Wijaya (menantu Raja Kertanegara) segera melarikan diri ke Sumenep, Madura, dan
mendapat perlindungan dari Arya Wiraraja, penguasa Sumenep. Raja Jayakatwang sangat
menghormati Arya Wiraraja sehingga Raden Wijaya diampuni. Setelah mendapat
pengampunan dari Raja Jayakatwang, Raden Wijaya beserta pengikutnya diizinkan untuk
membabat hutan Tarik (sekarang menjadi Desa Trowulan, Jawa Timur) untuk dijadikan desa.
Disinilah kemudian berdiri pusat Kerajaan Majapahit.
a. Kehidupan politik
Kerajaan Majaphit adalah kerajaan besar yang pernah tumbuh dan berkembang
di Nusantara setelah kerajaan Sriwijaya. Mengingat daerah kekuasaannya yang sangat
luas itu tentu memerlukan sistem pemerintahan yang baik. Sistem pemerintahan dan
politik di Kerajaan Majapahit sudah teratur baik dan berjalan lancar. Raja – raja kerajaan
majapahit sebagai negaranya ulung, juga sebagai politikus – politikus yang handal. Hal
ini dibuktikan oleh Raden Wijaya, Hayam Wuruk, dan mahapatih Gajah mada dalam
usahanya mewujudkan kerajaan besar, tangguh dan berwibawa.
b. Kehidupan sosial dan ekonomi
Rakyat Majapahit saat itu hidup makmur dan sentosa. Perhatian raja terhadap
rakyat sangat besar. Wujud dari perhatian itu diantaranya usaha memajukan bidang –
bidang perdagangan, pertanian, pelayaran dan usaha – usaha lainnya. Kerajaan
Majpahit memiliki kemampuan untuk membangun dan mesejahterakan rakyatnya.
Di bidang Agama pemerintahan membiayai pembangunan sarana – sarana peribadatan
untuk semua agama yang dianut masyarakatnya. Karena agama yang dianut masyarakat
majpahit bermacam – macam.
Kebudayaan majapahit sudah sangat maju, seirama dengan kemajuan penduduknya
dalam berbagai bidang. Banyak hasil budaya zaman Majapahit yang sampai ditangan
kita, seperti candi, arca, prassati dan kitab – kitab kuno yang sangat tinggi nilai
sejarahnya.
c. Bukti atau Sumber – sumber Kerajaan Majapahit
- Kitab Negarakertagama, karya Mpu Prapanca tahun 1365. Kitab ini merupakan kitab
yang berisikan sejarah Kerajaan Singasari dan Majapahit. Di dalam kitab
Negarakertagama termuat isilah pancasila.
- Kitab Sotasoma, Karya Mpu Tantular
Isi : tentang riwayat Sotasoma (anak raja) yang menjadi pendeta Budha. Ia mau
mengorbankan dirinya untuk kepentingan umum.
12. Ungkapan Bhinneka Tunggal Ika : tan hana dharmamangrwa terdapat dalam kitab ini.
- Kitab Arjunawiwaha, karya Mpu Tantular berisi tentang raja raksasa yang berhasil
ditundukan oleh raja Arjuna Shasrabhu.
d. Keruntuhan Majapahit
Sepeninggal Raden Wijaya, Kerajaan Majapahit dilanda beberapa pemberontakan.
Pemberontakan tersebut antara lain ialah pemberontakan Ranggalawe, Sora, dan Kuti
selama masa pemerintahan Jayanegara (1309-1328), serta pemberontakan Sadeng dan
Keta pada masa Tribhuwanatunggadewi (1328-1350). Pemberontakan baru dapat
berakhir pada masa kekuasaan Raja Hayam Wuruk (1350-1389). Setelah masa kekuasaan
Raja Hayam Wuruk, pamor Kerajaan Majapahit semakin menurun. Pada 1522, Kerajaan
Majapahit hancur akibat terjadinya perang saudara. Selain itu, faktor yang juga
mempengaruhi runtuhnya Kerajaan Majapahit ialah munculnya Kerajaan Malaka dan
berkembangnya kebudayaan Islam di Nusantara.
- Peta Kekuasaan Majapahit