Studi Pemenuhan Kualitas Layanan Kepada Pengguna Frekuensi Radio
Studi fixed wireless 2005
1. LAPORAN AKHIR
(FINAL REPORT)
STUDI TENTANG PENINGKATAN PERAN
FIXED WIRELESS DALAM RANGKA MENGATASI
PERMINTAAN JARINGAN TELEPON TETAP
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
POS DAN TELEKOMUNIKASI
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SDM
DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
JAKARTA
2005
2. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat yang
semakin baik telah meningkatkan kesejahteraan, gaya hidup
dan selanjutnya berpengaruh pada tingginya permintaan dan
minat masyarakat terhadap jasa telepon tetap (Public Service
Telephone Network/PSTN). Keterbatasan dana penyedia
jaringan telekomunikasi untuk investasi pembangunan
telepon dan biaya pemeliharaan yang semakin tinggi telah
berakibat pada lambatnya proses pembangunan jaringan
telekomunikasi, khususnya pada Permintaan Sambungan
Baru (PSB) belum dapat direalisasikan secara penuh oleh
PT. Telkom, PT. Indosat dan PT Bakrie Telecom karena
biaya pemeliharaan dan investasi yang besar.
Perkembangan teknologi informasi saat ini sudah
berkembang sampai pada layanan jasa telekomunikasi suara
dan data yang berbasis pada akses telepon tanpa kabel
dengan teknologi Code Division Multiple Access (CDMA).
Hasil dari studi ITU telah merekomendasikan bahwa
dampak pertumbuhan layanan telekomunikasi sebesar 1 %
dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar
3 %. Oleh karena itu pengembangan jaringan dan jasa
telekomunikasi merupakan prioritas, baik pada wilayah yang
tingkat mobilitas pemanfaatan telekomunikasi sangat tinggi
seperti pada kota-kota besar, maupun pada daerah yang
masih terbatas pembangunan jaringan tetap seperti pada
daerah Kawasan Timur Indonesia (KTI). Untuk investasi
teknologi komunikasi dan informasi (ICT) setelah dihitung
berada antara 0,3 dan 0,8 % dari pertumbuhan GDP per
kapita antara periode 1995-2001
Pada saat ini penduduk Indonesia diperkirakan
sebanyak 210 juta orang, sedangkan sarana telepon tetap
yang tersedia pada tahun 2004 baru mencapai 8 juta sst.
Apabila setiap satu sambungan telepon dimanfaatkan oleh 5
orang, maka jumlah penduduk yang mendapatkan akses
telepon tetap baru mencapai 40 juta orang, sedangkan
jumlah pelanggan telepon seluler pada tahun 2004
mencapai + 18 juta pelanggan, dan pelanggan fixed wireless
baru mencapai 1,3 juta pelanggan, sehingga jumlah seluruh
penduduk Indonesia yang mendapatkan akses telepon tetap,
3. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
2
telepon seluler, dan fixed wireless berjumlah 59,3 juta
pelanggan, dengan demikian terdapat 150,7 juta penduduk
yang belum terjangkau oleh fasilitas telepon tetap maupun
telepon seluler dan disamping itu, teledensitas
telekomunikasi Indonesia masih sangat rendah yaitu baru
berkisar 3 % per 100 penduduk yaitu 3 sst untuk 100 orang
penduduk.
Disisi lain pembangunan infrastruktur jaringan kabel
untuk telepon tetap memerlukan biaya dan waktu lama.
Berdasarkan data di lapangan bahwa 1 sst memerlukan
biaya kurang lebih sebesar 1.000 US$ dan memerlukan
waktu membangun dan menjual selama 1,5 tahun.
Sedangkan untuk pembangunan dengan infrastruktur
wireless memerlukan biaya kurang lebih 300 US$ dan dapat
dinikmati + 1.000 orang dan investasi cepat kembali
Fixed Wireless, merupakan alternatif dan peluang bagi
penyelenggaraan jasa pada jaringan telekomunikasi yang
terjangkau dan memberi kemudahan akses karena dapat
dibawa dan dimanfaatkan pada suatu area tertentu. Jaringan
kabel, terutama serat optik tetap merupakan tulang punggung
telepon, digunakan sebagai pengembangan teknologi
jaringan tanpa kabel untuk telepon tetap (fixed wireless)
karena sudah diakui mutunya.
Saat ini, teknologi telepon tanpa kabel (wireless) mulai
disukai masyarakat sebagai alternatif kelangkaan dan
kesulitan pembangunan telepon kabel (wireline). Untuk
mengatasinya fixed wireless merupakan salah satu solusi
yang diharapkan dapat mengeliminasi permintaan dan
keluhan masyarakat.
Dipastikan pemanfaatan perkembangan teknologi
CDMA 2000-1X akan mendukung pelayanan fixed wireless
yang dikembangkan oleh beberapa operator. Dengan
demikian, peran fixed wireless dalam rangka mengatasi
permintaan jaringan telepon tetap akan menjadikan prioritas
yang harus terus dikembangkan, karena banyak nilai-nilai
efisiensi dan efektivitasnya.
4. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
3
B. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN
Dari latar belakang diatas, dapat diidentifikasi beberapa
point permasalahan yang menjadi fokus studi sebagai berikut
:
1. Keunggulan dan peran fixed wireless khususnya dalam
mengatasi permintaan jaringan telepon tetap;
2. Permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam
menyelenggarakan maupun mengakses layanan fixed
wireless;
3. Peluang perkembangan peran fixed wireless di masa
mendatang;
4. Strategi untuk meningkatkan peran fixed wireless dalam
rangka mengatasi permintaan jaringan telepon tetap.
C. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud studi adalah memberikan gambaran peningkatan
peran atau pemanfaatan fixed wireless untuk mengatasi
permintaan jaringan telepon tetap.
Tujuan studi adalah membuat konsep kebijakan tentang
peningkatan peran fixed wireless untuk mengatasi
permintaan jaringan telepon tetap.
D. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup ini membatasi pada :
1. Inventarisasi peraturan perundangan yang berkaitan
dengan fixed wireless;
2. Inventarisasi penyelenggaraan fixed wireless;
3. Inventarisasi jenis layanan fixed wireless;
4. Inventarisasi teknologi fixed wireless;
5. Inventarisasi jaringan jangkauan fixed wireless;
6. Inventarisasi pertumbuhan pengguna layanan fixed
wireless;
7. Inventarisasi permasalahan dalam penyelenggaraan
fixed wireless;
8. Analisis dan evaluasi penyelenggaraan fixed wireless.
5. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
4
E. HASIL YANG DIHARAPKAN
Hasil yang diharapkan dari studi adalah tersusunnya
suatu rekomendasi bagi pengambil keputusan dalam
penetapan kebijakan peningkatan peran fixed wireless
sehingga dapat mengatasi permintaan jaringan telepon tetap.
F. METODE PENDEKATAN
Metode pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah :
1. Studi kepustakaan untuk mendapatkan informasi
mengenai peningkatan peran fixed wireless dalam
mengatasi permintaan jaringan telepon tetap;
2. Survei lapangan untuk mengetahui permasalahan yang
dihadapi melalui observasi dan wawancara.
G. PENGERTIAN JUDUL
Judul studi adalah peningkatan peran fixed wireless
dalam mengatasi permintaan jaringan telepon tetap. Untuk
menghindarkan salah pengertian, maka berbagai istilah
dalam judul ini diartikan sebagai berikut :
1. Peningkatan peran fixed wireless adalah tujuan atau
sasaran yang hendak dicapai pada penyelenggaraan
fixed wireless;
2. Permintaan jaringan telepon tetap adalah tingkat
permintaan masyarakat terhadap jaringan telepon
tetap.
6. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
5
BAB II
GAMBARAN PENYELENGGARAAN FIXED WIRELESS
A. UMUM
Bab ini akan menjelaskan tentang regulasi fixed
wireless dan perkembangan penyelenggaraan fixed wireless
yang meliputi layanan fixed wireless, teknologi yang
digunakan maupun cakupan dari masing-masing layanan.
B. REGULASI
Regulasi telekomunikasi merupakan kebijakan yang
ditetapkan oleh pemerintah selaku regulator untuk
menciptakan sistem pertelekomunikasian yang kondusif, yang
dijadikan pedoman bagi pelanggan/pengguna, operator,
industri (vendor) dan regulator dalam penyelenggaraan
telekomunikasi. Hal ini tidak terlepas pula untuk pengaturan
jaringan dan jasa telekomunikasi yang telah ditetapkan
pemerintah melalui Undang-undang No. 36 Tahun 1999
tentang Telekomunikasi, Peraturan Pemerintah No 52 Tahun
2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, Peraturan
Pemerintah No 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan
Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, Keputusan
Menteri (KM) Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, KM No. 21
Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi,
KM No. 35 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Jaringan
Tetap Lokal dengan Mobilitas Terbatas, KM No. 17 tahun
2002 tentang Penyelenggaraan Fixed Wireless dengan
menggunakan frekuensi 800 MHz, KM No. 29 Tahun 2004
tentang Perubahan atas KM No 20 Tahun 2001 tentang
Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, KM No. 30
Tahun 2004 tentang Perubahan atas KM No 21 Tahun 2001
tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi,
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi sebagai payung penyelenggaraan
telekomunikasi di Indonesia antara lain mengatur beberapa
hal, yaitu mengatur tentang tujuan, pembinaan,
penyelenggara, penyelenggaraan, larangan praktek
monopoli, perizinan, perangkat telekomunikasi dan spektrum
frekuensi radio dan orbit satelit dan pengamanan
7. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
6
telekomunikasi. Mengenai penyelenggaraan telekomunikasi,
hal ini meliputi penyelenggaraan jaringan telekomunikasi,
penyelenggaraan jasa telekomunikasi dan penyelenggaraan
telekomunikasi untuk keperluan khusus. Adapun
penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan
penyediaan dan/atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang
memungkinkan terselenggaranya jaringan telekomunikasi
dan dapat dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan
Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Swasta dan Koperasi.
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi menurut PP
No 52 Tahun 2000 tentang penyelenggaraan telekomunikasi
terdiri dari penyelenggara jaringan tetap dan bergerak.
Penyelenggara jaringan tetap dibedakan dalam
penyelenggara jaringan tetap lokal, sambungan langsung
jarak jauh, sambungan internasional dan tertutup; sedangkan
penyelenggaraan jaringan bergerak dibedakan dalam
penyelenggaraan jaringan bergerak terrestrial, seluler dan
satelit.
Penyelenggaraan jaringan tetap adalah kegiatan
penyelenggaraan jaringan untuk layanan telekomunikasi
tetap yang dimaksudkan bagi terselenggaranya
telekomunikasi publik dan sirkit sewa. Dalam PP tersebut,
diatur pula bahwa penyelenggara jaringan tetap lokal atau
penyelenggara jaringan bergerak seluler atau penyelenggara
jaringan bergerak satelit harus menyelenggarakan jasa
teleponi dasar.
Spektrum frekuensi radio dan orbit satelit merupakan
sumber daya terbatas yang penting guna mendukung
penyelenggaraan telekomunikasi, sehingga perlu dikelola dan
diatur pembinaannya guna memperoleh manfaat yang
optimal dengan memperhatikan kaidah hukum nasional
maupun internasional. Pengawasan dan pengendalian
penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit
dilakukan Pemerintah yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah No 53 Tahun 2000 tentang
Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.
Di dalam PP tersebut, dinyatakan antara lain bahwa
spektrum frekuensi radio adalah kumpulan pita frekuensi
radio, sedangkan alokasi frekuensi radio adalah
pencantuman pita frekuensi tertentu dalam tabel alokasi
frekuensi untuk penggunaan oleh satu atau lebih dinas
komunikasi radio teresterial atau dinas komunikasi radio
8. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
7
ruang angkasa atau dinas radio astronomi berdasarkan
persyaratan tertentu Istilah alokasi ini juga berlaku untuk
pembagian lebih lanjut pita frekuensi tersebut diatas untuk
setiap jenis dinasnya.
Perencanaan penggunaan spektrum frekuensi radio
harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut seperti pada pasal
4 yaitu mencegah terjadinya saling mengganggu, efisien dan
ekonomis, perkembangan teknologi, kebutuhan spektrum
frekuensi radio di masa depan dan/atau mendahulukan
kepentingan pertahanan keamanan negara, keselamatan dan
penanggulangan keadaan marabahaya (Safety and Distress),
pencarian dan pertolongan (Search and Rescue/SAR),
kesejahteraan masyarakat dan kepentingan umum. Pada
pasal 6, dinyatakan bahwa perencanaan penggunaan
spektrum frekuensi radio meliputi perencanaan penggunaan
pita frekuensi radio (band plan) dan kanal frekuensi radio
(channeling plan).
Dalam penyelenggaraan jaringan tetap lokal
dimungkinkan digunakannya teknologi tanpa kabel (nirkabel)
mobilitas terbatas sebagai akses pelanggan dan sebagai
pedoman penyelenggaraan jaringan tersebut, ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 35
Tahun 2004. Secara umum, penyelenggara jaringan tetap
lokal tanpa kabel yang dimaksud dalam keputusan ini adalah
penyelenggara jaringan tetap local yang antara lain namun
tidak terbatas pada penggunaan teknologi wireless CDMA
(Code Division Multiple Access), sedangkan mobilitas
terbatas adalah mobilitas jaringan akses pelanggan tetap
loKal tanpa kabel yang dibatasi pada satu daerah operasi
tertentu.
Penyelenggaraan jaringan tetap local tanpa kabel
dengan mobilitas terbatas merupakan bagian dari
penyelenggaraan jaringan tetap lokal dan diselenggarakan
oleh penyelenggara jaringan tetap lokal yang telah
mendapatkan izin dari Menteri. Sedangkan di pasal 3 KM
tersebut, dijelaskan bahwa wilayah layanan penyelenggaraan
jaringan tetap local tanpa kabel dengan mobilitas terbatas
dibatasi maksimum pada satu kode area layanan jaringan
tetap local dan wilayah kode area tersebut sama dengan
wilayah penomoran jaringan tetap lokal yang berlaku
berdasarkan rencana dasar teknis sesuai ketentuan yang
berlaku.
9. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
8
Untuk mendukung penyelenggaraan fixed wireless
dalam rangka memenuhi kebutuhan pembangunan
telekomunikasi khususnya jasa telepon dasar, telah
ditetapkan penggunaan spektrum frekuensi radio 800 MHz
yang diatur dalam KM No 17 tahun 2002. KM ini antara lain
menetapkan bahwa spektrum frekuensi radio 825-835 MHz
sebagai alokasi frekuensi radio untuk penyelenggaraan fixed
wireless dan setiap penyelenggara jaringan tetap lokal yang
telah diberi izin hanya diberikan alokasi frekuensi radio
sebesar 2 X 5 MHz, untuk wilayah Jabotabek dan Jawa Barat
diberikan alokasi frekuensi radio sebesar 2 X 10 MHz.
C. PERKEMBANGAN PENYELENGGARAAN FIXED
WIRELESS
Penyelenggaraan jaringan tetap lokal tanpa kabel (fixed
wireless) sesuai KM 35 Tahun 2004 adalah penyelenggara
jaringan tetap local yang antara lain namun tidak terbatas
pada penggunaan teknologi wireless CDMA (Code Division
Multiple Access) dengan mobilitas yang dibatasi pada satu
daerah operasi tertentu.
Beberapa operator di Indonesia yang
menyelenggarakan jaringan tetap lokal tanpa kabel saat ini
adalah PT. Telkom dengan merk dagang Telkom flexi, PT
Bakri dengan merk dagang Esia dan PT Indosat dengan merk
dagang Starone , dan tidak menutup kemungkinan akan
muncul operator baru atau operator lama yang
menyelenggarakan jaringan tetap lokal tanpa kabel. Ketiga
operator diatas menggunakan teknologi yang sama dalam
menggelar layanannya yaitu CDMA. PT. Telkom dan PT.
Indosat menggunakan 2 alokasi frekuensi yaitu masing-
masing di frekuensi 800 MHz dan 1900 MHz, sedangkan PT.
Bakrie Telecom menggunakan alokasi frekuensi 800 MHz.
CDMA adalah teknologi akses jamak dimana masing-
masing user menggunakan kode yang unik dalam
mengakses kanal yang terdapat dalam sistim. Pada CDMA,
sinyal informasi pada transmitter dicoding dan disebar
dengan bandwidth sebesar 1,25 MHz (spread spectrum),
kemudian pada sisi repeater dilakukan decoding sehingga
didapatkan sinyal informasi yang dibutuhkan. Layanan fixed
wireless access (FWA) berbasis CDMA sebagai telepon
10. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
9
bergerak terbatas dalam satu area code, dimungkinkan
karena memiliki fitur limited mobility. Para pakar teknologi
telepon seluler sepakat bahwa kecanggihan CDMA jauh
melebihi GSM yang sekarang ini banyak dipergunakan oleh
operator telepon seluler di Indonesia.
Para pelaku bisnis telepon seluler memperkirakan
bahwa FWA akan mendapat sambutan positif masyarakat
mengingat tarifnya akan jauh berada dibawah GSM karena
biaya investasinya semakin murah.
Beberapa keunggulan CDMA-2000 (1x) jika
dibandingkan dengan GSM antara lain :
1. Sebagai teknologi militer CDMA sangat tahan terhadap
ganggunan cuaca dan interferensi, karenanya noise
CDMA sangat rendah sehingga menghasilkan kualitas
suara yang sangat baik;
2. CDMA tidak dapat digandakan (dikloning) karena setiap
pelanggan diberikan kode yang berbeda (unik). Kode-
kode ini sangat sulit dilacak karena bersifat acak;
3. Daya pancarnya yang sangat rendah (1/100 GSM)
memungkinkan hand phone CDMA irit dalam
mengkonsumsi baterai, sehingga dapat beroperasi
lebih lama untuk bicara maupun standby;
4. Kapasitas pelanggan per BTS CDMA dapat mencapai
6000 (10 kali GSM). Hal ini disebabkan CDMA lebih irit
dalam pemakaian frekuensi. Semua BTS CDMA
beroperasi pada frekuensi yang sama, sehingga tidak
memerlukan perhitungan yang rumit dalam menyusun
konfigurasinya. Besarnya kapasitas per BTSnya
membuat biaya investasi yang dikeluarkan sangat
rendah;
5. CDMA-2000(1X) dapat mengirim data dengan
kecepatan hingga 144 Kbps, sementara GSM 9,6 Kbps.
Sehingga dapat mendukung layanan SMS, MMS, Main
Game dan down load data melalui internet.
PT Telkom dengan produk TELKOMFlexi saat ini
memiliki cakupan wilayah (coverage) yaitu Batam, Denpasar,
Makassar, Balikpapan, Surabaya (dibagi flexi area : Sidoarjo,
Surabaya Kota, Gresik), Jakarta (dibagi flexi area : Jakarta,
Tangerang, Bekasi, Depok), Medan (dibagi flexi area :
Medan, Lubukpakam, Binjai, Belawan) dan Bandung. PT.
Bakrie Telecom dengan produk Esia saat ini memiliki
cakupan di 3 propinsi yakni DKI Jakarta, Jawa Barat dan
Banten, sehingga daerah cakupan meliputi Jakarta, Depok,
11. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
10
Tangerang, Bekasi, Bandung, Serang, Cilegon, Bogor,
Purwakarta, Subang, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis,
Indramayu, Majalengka dan Sumedang. PT. Indosat dengan
produk Star one saat ini mencakup wilayah Jakarta dan
sekitarnya.
D. PERKEMBANGAN PENYELENGGARAAN FIXED
WIRELESS DI NEGARA LAIN
Perkembangan penyelenggaraan fixed wireless sudah
cukup pesat di negara lain terutama yang menggunakan
teknologi CDMA termasuk di Asia seperti di China, India,
Malaysia, Pakistan, Saudi Arabia, Vietnam dan Kamboja
serta di Eropa seperti Argentina, Brazil, Colombia, Algeria.
Sedangkan penyelenggaraan layanan fixed wireless di Cina
ada yang menggunakan teknologi selain CDMA yaitu IPAS
(modifikasi dari PHS).
Dibawah ini adalah daftar negara yang
menyelenggarakan layanan Fixed Wireless Access dengan
menggunakan teknologi CDMA :
Algeria (Algerie Telecom ) menggunakan frekuensi 1900
MHz;
Argentina (Telecom Argentina & Cotecal) menggunakan
frekuensi 450 MHz;
Azerbaijan (Aztrank) menggunakan frekuensi 450 MHz
dan 800 MHz;
Bermuda (Bermuda Digital Comm) menggunakan
frekuensi 800 MHz;
Brazil (Telebrasilia, TELEMIG, Tmais Telecom, Vesper)
menggunakan frekuensi 800 MHz dan 1900 MHz;
Cambodia (Cambodia Shinawatra Co Ltd) menggunakan
frekuensi 450 MHz;
China (China Telecom) menggunakan frekuensi 450
MHz;
Colombia (EPM-Bogota) menggunakan frekuensi 1900
MHz;
Congo (AfriTel) menggunakan frekuensi 1900 MHz;
Dominican (TRICOM) menggunakan frekuensi 1900 MHz;
Egypt (Arento, Egypt Telecom) menggunakan frekuensi
800 MHz;
India (BSNL, MTNL, Tata) menggunakan frekuensi 800
MHz;
Malaysia (TM) menggunakan frekuensi 800 MHz;
12. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
11
Pakistan (Telecard, PTCL) menggunakan frekuensi 450
MHz dan 1900 MHz;
Poland (OSP Polpager, TPSA) menggunakan frekuensi
800 MHz dan 850 MHz
Rusia (Ecophone, Electrosvyaz, Kodotel etc)
menggunakan frekuensi 800 MHz;
Saudi Arabia (STC) menggunakan frekuensi 450 MHz;
Ukraina (ITC, Telesystem) menggunakan frekuensi 800
MHz dan 850 MHz;
Vietnam (S Telecom, Vietnam Power Telecom)
menggunakan frekuensi 450 MHz dan 800 MHz
Dll
13. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. SIFAT PENELITIAN
Sifat penelitian yang digunakan pada studi adalah
deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.
B. METODA PENELITIAN
Di dalam studi ini dilakukan pendekatan yang
mencakup identifikasi sebagai berikut :
1. Identifikasi kebijakan dan peraturan tentang fixed wireless
dan jaringan telekomunikasi
Identifikasi ini akan melakukan penelusuran terhadap
konsideran-konsideran yang tertuang didalam undang-
undang, peraturan pemerintah, Keputusan Menteri, dan
Keputusan Dirjen yang berkaitan dengan
penyelenggaraan fixed wireless dan jaringan
telekomunikasi.
2. Identifikasi penyelenggaraan fixed wireless
Identifikasi ini akan melakukan penelusuran terhadap
permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan fixed wireless.
Metode penelitian yang digunakan dalam studi adalah
observasi/pengamatan, wawancara terhadap nara sumber
dan penyebaran kuesioner kepada masyarakat.
C. POPULASI DAN SAMPEL
Populasi responden kuesioner adalah masyarakat
pengguna di 13 lokasi survey yaitu Medan, Bandung,
Yogyakarta, Palembang, Pontianak, Palangkaraya, Surabaya,
Samarinda, Denpasar, Semarang, Mataram, Makasar dan
Padang.
Sampel kuesioner adalah 30 responden di 13 lokasi survey
14. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
13
D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data studi ini terdiri dari data primer dan
data sekunder, yaitu:
1. Pengumpulan data sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui
studi kepustakaan dan literatur lainnya seperti internet
dsb.
2. Pengumpulan data primer
Pengumpulan data primer dilakukan melalui survey
lapangan dengan memberikan kuesioner dan wawancara
kepada pihak-pihak terkait di lokasi survey.
Kuesioner/wawancara diberikan kepada Ditjen Postel
selaku regulator bidang telekomunikasi, dan kepada 3
operator yang menyelenggarakan fixed wireless yaitu PT.
Telkom tbk., PT. Indosat, dan PT. Bakrie Telecom.
Sedangkan penyebaran kuesioner ke masyarakat
sebagai Teknik sampling yang digunakan dalam
menentukan responden adalah simpe random sampling
E. TEKNIK PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS DATA
Untuk pengolahan data dengan menginventarisir
seluruh data yang terkumpul dari hasil penyebaran kuesioner
maupun wawancara kepada Ditjen Postel selaku regulator,
dan operator . Sedangkan terhadap data hasil penyebaran
kuesioner kepada masyarakat pengguna dilakukan
perhitungan tabulasi.
Dalam menganalisis data –data yang terkumpul, studi ini
menggunakan metode analisis SWOT (Strengthness,
Weakness, Opportunities, Threatment). Konsep dasar
pendekatan SWOT ini yaitu terlebih dahulu mengenal
kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman dalam
penyelenggaraan fixed wireless dalam rangka mengatasi
permintaan jaringan telepon tetap sehingga dapat diketahui
masalah yang dihadapi, bagaimana mencapainya serta
tindakan yang perlu dilakukan untuk memaksimalkan
kekuatan dan merebut peluang yang ada serta mengatasi
kelemahan dan ancaman yang dihadapi.
15. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
14
Analisa SWOT ini melihat permasalahan dalam
penyelenggaraan fixed wireless, dimana dengan mengetahui
faktor eksternal seperti peluang dan ancaman maupun faKtor
internal seperti kekuatan dan kelemahan sehingga
diharapkan dapat memberikan solusi pemecahan masalah
yang dihadapi serta peluang dan kekuatan sehingga dapat
meningkatkan peran fixed wireless dalam rangka mengatasi
permintaan jaringan telepon tetap.
Selanjutnya analisis SWOT menggunakan Matrik
Faktor Strategi Internal (IFAS) dan Matrik Faktor Strategi
Eksternal (EFAS), yaitu :
1. Matrik IFAS
Tabel. 3.1. Teori Matrik Faktor Strategi Internal (IFAS)
NO FAKTOR-FAKTOR
BOBOT RATING SKOR KETERANGANSTRATEGIS
INTERNAL
(1) (2) (3) (4)=(2)*(3) (5)
KEKUATAN
1
2
3
KELEMAHAN
1
2
3
TOTAL
Kriteria dan angka penilaian :
Kriteria bobot : Kriteria Rating :
Paling Penting = 1 Sangat Baik = 4
Penting = 0,66 – 0,99 Cukup Baik = 3
Cukup Penting = 0.33 – 0.66 Baik = 2
Kurang Penting = 0.01 – 0.33 Tidak Baik = 1
Tidak penting = 0.00
a. Kolom 1, menyusun 5 (lima) atau 10 (sepuluh)
Kekuatan dan Kelemahan
16. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
15
b. Kolom 2, memberikan bobot masing-masing faktor,
mulai dari 1,0 (Paling penting) sampai dengan 0,0
(Tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor
tersebut terhadap posisi strategis, dengan 5 skala
bobot.
c. Kolom 3, memberikan nilai rating untuk masing-masing
faktor-faktor dengan memberikan skala mulai dari 4
(outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan
pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi yang ada,
sebagai berikut :
Pemberian nilai rating untuk faktor kekuatan bersifat
positif (membandingkan dengan faktor strategis lain
menunjukan besar/kecilnya kekuatan, sehingga dapat
diberi rating mulai + 1 sampai dengan + 4)
Pemberian nilai untuk faktor kelemahan kebalikan dari
nilai rating kekuatan yaitu jika kelemahannya di bawah
rata-rata pembanding nilainya adalah 4, tetapi jika
kelemahannya rata-rata pembandingnya diberi nilai 1.
Kolom 4, hasil berupa skor pembobotan yaitu dari
perkalian kolom 2 (bobot) dengan 3 (rating),
menunjukan nilai skor yang bervariasi mulai dari 4,0
(outstanding) sampai dengan 0,0 (poor).
Jumlahkan skor pembobotan pada kolom 4, untuk
mendapatkan total skor pembobotan yang menunjukan
adanya reaksi terhadap faktor-faktor strategis internal.
(lihat Tabel 3.1).
2. Matrik EFAS
Tabel. 3.2. Teori Matrik Faktor Strategi Eksternal
(EFAS)
NO FAKTOR-FAKTOR
BOBOT RATING SKOR KETERANGANSTRATEGIS
EKSTERNAL
(1) (2) (3) (4)=(2)*(3) (5)
PELUANG :
1
2
3
ANCAMAN :
1
2
17. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
16
3
TOTAL
Kriteria dan angka penilaian :
Kriteria bobot : Kriteria Rating :
Paling Penting = 1 Sangat Baik = 4
Penting = 0,66 – 0,99 Cukup Baik = 3
Cukup Penting = 0.33 – 0.66 Baik = 2
Kurang Penting = 0.01 – 0.33 Tidak Baik = 1
Tidak Penting = 0.00
a. Kolom 1, menyusun Peluang dan Ancaman
b. Kolom 2, memberikan bobot masing-masing faktor,
mulai dari 1,0 (Paling penting) sampai dengan 0,0
(tidak penting), yang mana faktor-faktor tersebut
dapat memberikan dampak terdapat faktor stategis,
dengan 5 skala bobot.
Kolom 3, memberikan nilai rating untuk masing-
masing faktor dengan memberikan skala mulai 4
(outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan
pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi yang ada,
sebagai berikut:
Pemberian nilai rating untuk faktor Peluang bersifat
positif (peluang yang semakin besar diberi rating + 4,
tetapi jika peluangnya kecil di beri rating + 1).
Pemberian nilai pada rating untuk faktor Ancaman
kebalikan dari nilai Peluang yaitu jika ancamannya
semakin sangat besar ratingnya adalah 1 dan jika
ancamannya kecil/sedikit ratingnya 4.
c. Kolom 4, hasil berupa skor pembobotan yaitu dari
perkalian kolom 2 (bobot) dengan kolom 3 (rating),
menujukan nilai skor yang bervariasi mulai dari 4,0
(outstanding) sampai dengan 0,0 (poor).
d. Jumlahkan skor pembobotan pada kolom 4, untuk
mendapatkan total skor pembobotan yang
menunjukan adanya reaksi terhadap faktor-faktor
strategis eksternal.(lihat table I.2.)
3. Matriks penggabungan EFAS + IFAS
Memindahkan hasil pada matrik EFAS dan IFAS ke
dalam matriks penggabungan, dengan tujuan melihat
pada hasil sub total EFAS dan sub total IFAS, bila
dijumlahkan dan dibandingkan akan memberikan suatu
alternatife bahwa analisis/dialogis ini benar dengan
permasalahan yang terjadi. (lihat table I.3.).
18. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
17
a) Bila S+O (A+C) > W+T (B+D) Menunjukan faktor
strategis Kekuatan dan Peluang mendukung
tercapainya jalan ke luar dari pokok permasalahan
yang ada, untuk mendapatkan rekomendasi yang
diharapkan;
b) Bila S+O (A+C) <W+T (B+D) Menunjukan bahwa
pokok permasalahan adalah kenyataan sebenarnya
terjadi, yang memiliki kelemahan yang besar
disamping tantangan/ancaman yang dihadapi sangat
besar. Sehingga tindak lanjutnya adalah mencari
alternative lain untuk memperkuat variable
pengamatan/strategi lainya.
Tabel. 3.3. Teori Gabungan EFAS dan IFAS
STRENGTH (KEKUATAN) SKOR WEAKNESS (KELEMAHAN) SKOR
S (A) W (B)
SUB TOTAL (A) SUB TOTAL (B)
OPPORTUNITY (PELUANG) SKOR THREAT (ANCAMAN) SKOR
O (C) T (D)
SUB TOTAL (C) SUB TOTAL (D)
TOTAL S + O ATAU (A) + (C) TOTAL W + T ATAU (B) + (D)
Kriteria dan angka penilaian :
Kriteria bobot : Kriteria Rating :
Paling Penting = 1 Sangat Baik = 4
Penting = 0,66 – 0,99 Baik = 3
Cukup Penting = 0.33 – 0.66 Cukup Baik = 2
Kurang Penting = 0.01 – 0.33 Tidak Baik = 1
Tidak penting = 0.00
F. POLA PIKIR
Pola pikir menggambarkan beberapa hal yaitu kondisi
saat ini yang meliputi regulasi dan penyelenggaraan fixed
wireless terdiri dari pengguna, teknologi, jenis layanan dan
19. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
18
cakupan layanan. Disamping itu, terdapat subjek studi terdiri
dari pemerintah, operator dan masyarakat, obyek terdiri dari
layanan, teknologi, frekuensi dan demand, serta metode studi
yaitu analisis SWOT. Dalam pelaksanaan studi, juga harus
mengacu pada instrumental input yaitu Undang-undang No.
36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi beserta turunannya
dan utamanya KM No 35 Tahun 2004 tentang
Penyelenggaraan Jaringan Tetap Lokal Tanpa Mobilitas
Terbatas, sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi
antara lain perkembangan teknologi, era globalisasi maupun
frekuensi sehingga outcome studi adalah ketersediaan
jaringan fixed wireless yang berkualitas dengan tarif
terjangkau (Pola pikir selengkapnya seperti pada lampiran 1).
G. ALUR PIKIR
Penggambaran alur pikir untuk memperlihatkan
kerangka berpikir dalam penyelesaian studi. Hal ini meliputi
kebijakan peningkatan peran fixed wireless terdiri dari
regulasi, pengguna, teknologi, cakupan dan layanan fixed
wireless, serta strategi dan langkah-langkah dalam rangka
peningkatan peran fixed wireless. (Alur Pikir selengkapnya
seperti pada lampiran 2).
20. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
19
BAB IV
HASIL PENGUMPULAN DATA
Dalam mengumpulkan data-data baik primer maupun
sekunder sebagai bahan analisa dan evaluasi, dilakukan
penyebaran kuesioner maupun wawancara kepada 3 (tiga) pihak
stakeholder berkaitan dengan penyelenggaraan fixed wireless yakni
Ditjen Postel selaku regulator/pembuat kebijakan di bidang
telekomunikasi, operator fixed wireless yaitu PT. Telkom tbk., PT.
Indosat tbk., dan PT. Bakrie Telecom serta penyebaran kuesioner
kepada masyarakat di 13 (tiga belas) lokasi survey yaitu Medan,
Bandung, Yogyakarta, Palembang, Pontianak, Palangkaraya,
Surabaya, Samarinda, Denpasar, Semarang, Mataram, Makasar
dan Padang. Selain itu dilakukan pula pengumpulan data sekunder
dari literature seperti internet, materi ceramah ilmiah, maupun studi-
studi yang terkait penyelenggaraan fixed wireless.
A. DATA PRIMER
1. REGULATOR
Data-data dari regulator diperoleh dengan
melakukan tanya jawab kepada narasumber maupun
menyebarkan kuesioner ke Ditjen Postel sebagai
regulator di bidang telekomunikasi. Materi tanya jawab
yang diajukan maupun kuesioner meliputi hal-hal terkait
penyelenggaraan fixed wireless di Indonesia antara lain
kondisi industri telekomunikasi, tingkat teledensitas
Indonesia, pertumbuhan fixed wireline dan wireless,
posisi fixed wireless, keunggulan utama teknologi fixed
wireless maupun terkait dengan pelaksanaan KM 35
Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Jaringan Tetap
Lokal dengan Mobilitas Terbatas. Hal lain yang penting
diketahui antara lain regulasi terkait alokasi frekuensi
fixed wireless, perbedaan antara fixed wireless dan
seluler dari sisi pentarifan kepelanggan, penomoran,
interkoneksi serta batasan roaming maupun
permasalahan pertelekomunikasian di Indonesia
khususnya dalam pengembangan fixed wireless serta
strategi dalam mengatasi permasalahan (jawaban
kuesioner regulator selengkapnya di lampiran 3).
21. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
20
2. OPERATOR
Pengumpulan data operasional pada operator
fixed wireless dilakukan melalui penyebaran kuesioner
atau wawancara. Kuesioner dikirimkan ke 3 (tiga)
operator fixed wireless yaitu PT. Telkom tbk, PT.
Indosat tbk, PT. Bakrie Telecom dan semua
perusahaan tersebut mengembalikan dan mengisi
jawaban kuesioner dengan lengkap. Hasil
pengumpulan data tersebut memperlihatkan kondisi
operasional operator fixed wireless di Indonesia
berdasarkan masukan-masukan antara lain meliputi
pengaturan bidang telekomunikasi yang masih perlu
diatur terkait bidang Frekuensi, Interkoneksi maupun
law enforcement terhadap pelaksanaan pengaturan
fixed wireless.. Disamping itu, terdapat pula masukan
operator tentang pembatasan pemberian izin
penyelenggaraan fixed wireless bagi penyelenggara
jaringan tetap lokal, pertumbuhan pelanggan fixed
wireline dan strategi pengembangan fixed wireless,
pengaruh otonomi daerah terhadap pengembangan
layanan fixed wireless, komposisi pengembangan
layanan antara fixed wireline dan fixed wireless,
perbandingan komponen perangkat yang digunakan,
kendala dalam mengembangkan fixed wireless
termasuk terkait alokasi frekuensi, teknologi fixed
wireless, perkiraan pertumbuhan fixed wireless, respon
investor terhadap pengembangan fixed wireless
maupun saran dan keinginan operator terhadap
pengembangan telekomunikasi di Indonesia (jawaban
kuesioner operator selengkapnya di lampiran 4).
3. MASYARAKAT PENGGUNA
Untuk mengetahui persepsi masyarakat
pengguna maupun kendala yang dihadapi dalam
mengakses layanan fixed wireless, selain kepada
regulator dan operator, kuesioner disebarkan pula
kepada masyarakat sebagai pengguna atau target
pengguna layanan fixed wireless di 13 (tiga belas)
lokasi survey yaitu Medan, Bandung, Yogyakarta,
Palembang, Pontianak, Palangkaraya, Surabaya,
Samarinda, Denpasar, Semarang, Mataram, Makasar
22. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
21
dan Padang dengan masing-masing lokasi sejumlah 30
(tiga puluh) responden.
Adapun hasil pengumpulan data kepada
masyarakat tersebut memperlihatkan bahwa secara
umum identitas responden adalah laki-laki dengan
status kawin, kebanyakan berumur 21-30 tahun dan 31-
40 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata Sarjana
(S1) dan Diploma, pekerjaan mayoritas karyawan
swasta dan PNS/TNI/Polri. Tingkat penghasilan
responden mayoritas rata-rata Rp 1000.001-Rp
1.500.000 dan diatas Rp 1.500.000 dengan tingkat
pengeluaran biaya telekomunikasi sebagian besar
dibawah Rp 100.000.
Persepsi pengguna terhadap layanan fixed
wireless secara umum cukup baik, karena mayoritas di
semua kota mengetahui layanan fixed wireless dan
perbedaannya dengan jenis layanan telekomunikasi
lainnya. Masyarakat di beberapa kota yaitu Bandung,
Palembang, Palangkaraya, Surabaya, Samarinda,
Denpasar Makasar dan Padang sebagian besar atau
lebih dari 50%telah atau pernah menggunakan layanan
fixed wireless baik TELKOMFlexi, Esia dan Starone
dengan komposisi sebagian besar masyarakat
menggunakan TelkomFlexi. Hal ini dapat disebabkan
belum terselenggaranya layanan Esia dan Starone di
lokasi survey.
Pendapat masyarakat terhadap penggunaan
Fixed wireless secara umum terkait tarif yang lebih
murah, namun di beberapa kota seperti Bandung,
Denpasar dan Semarang terdapat faktor lain yang
mempengaruhi penggunaan fixed wireless yaitu mudah
didapat. Fitur layanan fixed wireless yang paling sering
digunakan adalah untuk menerima dan melakukan
panggilan (berkomunikasi), diikuti layanan SMS. Fixed
wireless yang diselenggarakan operator dirasakan
sebagian masyarakat di kota Bandung, Yogyakarta,
Palembang, Pontianak, Surabaya, Samarinda,
Denpasar, Semarang, Mataram dan Makasar sudah
cukup memenuhi keinginan pengguna. Hal ini didukung
opini mayoritas masyarakat yang berpendapat bahwa
tarif fixed wireless cukup murah dan murah, serta
kecepatan panggilan yang termasuk kategori cepat.
Kegiatan penggunaan fixed wireless oleh
sebagian masyarakat untuk kepentingan keluarga,
pekerjaan dan bisnis. Sedangkan kendala yang dialami
masyarakat dalam mengakses layanan fixed wireless
23. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
22
adalah sebagian besar berpendapat suara kurang
jernih dan sinyal sering terputus, sehingga dapat
dikatakan bahwa hal penting dalam penyelenggaraan
fixed wireless adalah harga/tarif yang terjangkau serta
kualitas layanan. Di sisi lain, sebagian besar
masyarakat di lokasi survey berminat menggunakan
layanan fixed wireless walaupun di lokasinya sudah
dapat mengakses layanan telepon tetap dan seluler
(rekapitulasi kuesioner masyarakat selengkapnya di
lampiran 5).
B. DATA SEKUNDER
Dikeluarkannya kebijakan pemerintah yang mengatur
tentang Fixed Wireless dimuat dalam Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor : KM. 35 Tahun 2004 tentang
Penyelenggaraan Jaringan Tetap Lokal Tanpa Kabel dengan
Mobilitas Terbatasyang antara lain mengatur hal-hal tentang
pengertian penyelenggaraan jaringan tetap lokal tanpa kabel,
pengertian mobilitas terbatas, batas wilayah layanan
penyelenggaraan jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan
mobilitas terbatas, kewajiban penyelenggara jaringan tetap
lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas, jenis tarif jasa
telepon dasar yang menggunakan jaringan tetap lokal tanpa
kabel dengan mobilitas terbatas, struktur tarif jasa, serta
waktu pengevaluasian Keputusan Menteri ini. Peraturan
lainnya yang telah dikeluarkan Menteri Komunikasi dan
Informatika No : 05/PM.Kominfo/5/2005 tanggal 17 Mei 2005
mengatur antara lain tentang penambahan tiga jenis frekuensi
beserta indeks biaya pendudukan frekuensi (ib) dan indeks
biaya pemancaran daya (ip) serta pembedaannya.
Perbandingan tarif flexi dan GSM cukup signifikan,
antara lain diperlihatkan dengan tarif bicara ke telepon
rumah/CDMA dari Flexy Trendy PraBayar Rp 260, sedangkan
dari GSM versi murah Rp 1.000-1.300,-. Diperoleh pula opini
pakar telekomunikasi antara lain bahwa fixed wireless cocok
diaplikasikan di pedesaan dan daerah yang belum mendapat
akses telekomunikasi karena teknologi fixed wireless sudah
maju dengan investasi lebih rendah dan cepat terlaksana
sehingga untuk Indonesia dapat dijadikan solusi untuk jangka
waktu menengah.
Berdasarkan data dari literatur lainnya, kelambanan
pertumbuhan TelkomFlexi antara lain disebabkan masyarakat
lebih membutuhkan telepon meja daripada HP CDMA. PT.
Telkom tbk. sebagai salah satu operator fixed wireless
24. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
23
mencoba menghadirkan inovasi baru akses internet dari
Telkomflexi bekerjasama dengan PT. Pyramid Indosolution,
berupa layanan FlexiDataNet yang ditujukan untuk pelanggan
FlexiClassy yang ingin akses internet nyaman dari mana saja
dengan jangkauan lebih luas. Data terakhir menunjukkan
operator PT. Telkom (Flexi) memiliki sekitar 2,4 juta
pelanggan dengan 800.000 pelanggan di Jakarta, Jawa Barat
dan Banten; PT. Indosat (starone) sekitar 120.000 pelanggan
dan PT. Bakrie Telecom (Esia dan Ratelindo) sekitar 220 ribu
pelanggan.
Sebagai gambaran lebih lanjut, negara-negara yang
telah menggunakan teknologi FWA-CDMA diantaranya
Argentina pada frekuensi 450 MHz, Brazil pada 800 dan 1900
MHz, Colombia 1900 MHz, India dan Malaysia masing-
masing 800 MHz dan Pakistan padafrekuensi 450 dan 1900
MHz. Di lain sisi, prospek industri telekomunikasi global
berkembang pesat sejalan perkembangan kemajuan
teknologi telekomunikasi dan informatika meliputi
pertumbuhan pelanggan fixed phone, mobile phone,
pengguna internet dan pengguna pita lebar (broadband).
ITU selaku badan khusus PBB bidang telekomunikasi
telah mengalokasikan pita frekuensi GSM 900 yaitu 890-915
MHz untuk uplink (Mobile station ke BTS) dan 935-960 MHz
untuk downlink (BTS ke Mobile Station). Selain GSM 900,
Indonesia juga menggunakan pita frekuensi 1800-nya untuk
sistem seluler GSM dikenal dengan sistem DCS 1800 atau
GSM 1800. Spektrum frekuensi yang tersedia untuk sistem
telekomunikasi bergerak seluler dengan sistem GSM 900 dan
1800 seluruhnya adalah 95 MHz. Di Indonesia, operator yang
menyelenggarakan jasa layanan komunikasi bergerak seluler
tersebut terdiri atas 4 operator, sehingga rata-rata alokasi
spektrum di Indonesia per operator adalah 23.75 MHz.
(Data sekunder selengkapnya di lampiran 6)
C. ANALISIS AWAL
Pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat saat ini
mempengaruhi tingginya minat masyarakat terhadap PSTN.
Keterbatasan dana penyedia jaringan telekomunikasi
maupun kendala lainnya berakibat lambatnya proses
pembangunan jaringan telekomunikasi, khususnya pada
Permintaan Sambungan Baru (PSB). Fixed Wireless
merupakan alternatif kelangkaan dan kesulitan
pembangunan telepon kabel (wireline). Pemanfaatan
perkembangan teknologi CDMA 2000-1X akan mendukung
25. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
24
pelayanan fixed wireless sehingga peran fixed wireless
dalam rangka mengatasi permintaan jaringan telepon tetap
harus terus ditingkatkan.
Berdasarkan hasil pengumpulan data primer maupun data
sekunder sementara dilakukan analisis awal tentang hakekat
peluang dan kendala yang dihadapi dalam penyelenggaraan
fixed wireless sebagai berikut :
1. Peluang
a. Penggunaan teknologi informasi berbasis low cost
seperti fixed wireless access dapat direspons
dengan baik oleh operator maupun masyarakat
sehingga hal ini memberikan pertumbuhan dan
peluang pada peningkatan teledensitas Indonesia
yang masih mendekati 4% dan pemenuhan akses
informasi bagi masyarakat;
b. Perkembangan teknologi CDMA-2000-1x
merupakan pilihan optimal dalam mendukung
penyelenggaraan fixed wireless ditinjau dari sisi
kapabilitas dan efisiensi investasi maupun biaya
operasional karena dapat melakukan komunikasi
data dengan kecepatan tinggi hingga 153 kbps dan
memberikan berbagai macam layanan Value added
service yang ”advanced” ;
c. Dari hasil penyebaran kuesioner sementara ke
masyarakat, dapat dilihat bahwa minat masyarakat
terhadap layanan fixed wireless ini cukup tinggi
walaupun telah memiliki layanan telepon tetap
maupun seluler yaitu sebesar 77.7% yang antara
lain disebabkan karena tarif fixed wireless dinilai
lebih terjangkau. Hal ini dapat menjadi peluang bagi
operator maupun pemerintah untuk
menyelenggarakan fixed wireless dan mengatur
kebijakannya dalam rangka peningkatan teledesitas
telepon secara keseluruhan.
2. Kendala
a. Pertumbuhan fixed wireless yang lebih cepat dari
fixed wireline dapat membahayakan bagi
pertumbuhan fixed wireline yang ditunjukkan
dengan keengganan operator untuk
mengembangkan layanan fixed wireline;
b. Sebagian operator berpendapat bahwa pengaturan
tentang telekomunikasi yang perlu diatur utamanya
menyangkut tentang alokasi frekuensi FWA di 1900
MHz, BHP frekuensi, interkoneksi, maupun law
26. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
25
enforcement/sanksi bagi pelanggaran ketentuan
limited mobility;
c. Alokasi pita frekuensi yang diberikan untuk aplikasi
fixed wireless dan seluler terlalu banyak, yang
sebenarnya bisa dilakukan pada satu frekuensi
yang sama oleh operator yang sama sehingga
berpotensi menimbulkan kendala untuk cadangan
spektrum bagi teknologi wireless yang lebih
canggih di masa yang akan datang;
d. Adapun kendala yang dihadapi operator fixed
wireless antara lain mengenai keterbatasan
terminal/pesawat telepon fixed wireless maupun
harganya yang masih mahal, kesulitan dalam
pembebasan lahan dan izin pendirian tower serta
kesulitan mendapatkan interkoneksi dari operator
dominan;
27. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
26
BAB V
ANALISA DAN EVALUASI
A. UMUM
Setelah dilakukan pengumpulan dan pengolahan data
baik primer maupun sekunder, selanjutnya dilakukan analisa
dan evaluasi terhadap data tersebut. Prosentase pengembalian
kuesioner sebagai berikut :
Tabel 5.1 Prosentase Pengembalian Kuesioner
No Responden Jumlah Tingkat pengembalian Keterangan
1 Regulator (Ditjen Postel) 1 100%
2 Operator 3 100%
3 Masyarakat 390 100%
B. ANALISA FAKTOR INTERNAL
Analisis faktor internal penyelenggaraan fixed wireless
dipengaruhi oleh beberapa hal diperlihatkan pada matriks
SWOT (IFAS) berikut :
Tabel 5.2 Matriks SWOT (IFAS)
Faktor-faktor strategi internal Bobot Rating
Bobot x
rating
Keterangan
Kekuatan :
1. Investasi Fixed Wireless 0.10 2 0.20 murah
2. Tarif Fixed Wireless 0.15 3 0.45 murah
3. Infrastruktur jaringan Fixed
wireless
0.10 2 0.20 Lebih cepat dan fleksibel
4. Fitur baru/value added
service fixed wireless
0.05 1 0.05 Layanan data/internet,
SMS dan lainnya
Kelemahan :
1. Regulasi tentang fixed
wireless
0.20 1 0.20 -
2. Kualitas layanan dan
jaringan FW
0.15 2 0.30 masih belum sempurna
3. Perhitungan BHP frekuensi 0.05 3 0.15 -
4. Pengaturan Interkoneksi 0.05 3 0.15
5. Terminal telepon FW 0.15 2 0.30 Terbatas dan mahal
Total 1 2
28. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
27
Kriteria dari angka penilaian :
Kriteria bobot : Kriteria rating
Paling penting = 1 Sangat Baik = 4
Penting = 0.66 – 0.99 Baik = 3
Cukup penting = 0.33 – 0.65 Cukup Baik = 2
Kurang penting = 0.01 – 0.32 Tidak Baik = 1
Tidak penting = 0
Berdasarkan tabel 5.2 diatas terlihat bahwa variabel kekuatan
dengan bobot tertinggi adalah tarif fixed wireless dengan skor 0.45,
sedangkan untuk variabel kelemahan dengan bobot tertinggi adalah
aspek kualitas layanan dan jaringan fixed wireless dan terminal
telepon fixed wireless dengan skor sebesar 0.30.
Masing-masing variabel kekuatan dan kelemahan sebagai
faktor internal yang mempengaruhi penyelenggaraan fixed wireless
dianalisa dan dievaluasi sebagai berikut :
1. Kekuatan (strength) :
Dalam penyelenggaraan layanan fixed wireless,
dapat diidentifikasi beberapa kekuatan yang dapat menjadi
daya tarik penyelenggaraan layanan ini, namun setelah
melalui hasil pengumpulan data yang diperoleh baik primer
maupun sekunder , maka variabel kekuatan yang dianalisa
lebih lanjut meliputi investasi, tarif, infrastruktur jaringan,
dan fitur baru/value added service fixed wireless sebagai
berikut :
a. Investasi Fixed Wireless
Variabel investasi dalam penyelenggaraan fixed
wireless diberi bobot 0,10 dan rating 2 dengan
pertimbangan bahwa investasi yang dibutuhkan untuk
penggelaran jauh lebih murah dari pada seluler maupun
fixed wireline dan hal ini cukup mempengaruhi operator
untuk lebih memprioritaskan pengembangan fixed
wireless dibandingkan dengan fixed wireline. Secara
teknis, dapat dijelaskan bahwa kapasitas pelanggan
setiap BTS CDMA dapat mencapai 6000 (10 kali dari
sistem GSM) yang antara lain disebabkan pemakaian
frekuensi CDMA lebih irit. Semua BTS pada CDMA
beroperasi pada frekuensi yang sama sehingga tidak
memerlukan perhitungan yang rumit dalam menyusun
konfigurasi. Besarnya kapasitas per BTS membuat
investasi yang dikeluarkan operator sangat rendah.
29. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
28
b. Tarif Fixed Wireless
Tarif fixed wireless merupakan faktor terpenting
yang menjadi daya tarik bagi masyarakat khususnya
dalam mengakses layanan fixed wireless, sehingga
untuk variabel tarif diberi bobot 0,15 dan rating 3 karena
dinilai sangat berpengaruh bagi peningkatan jumlah
pelanggan operator fixed wireless. Hal ini didukung
dengan persepsi masyarakat yang menunjukkan bahwa
sebagian besar masyarakat berpendapat tarif fixed
wireless murah antara lain di beberapa kota yaitu
Samarinda, Semarang, Mataram, Padang, Yogya dan
Palangkaraya. Sedangkan sebagian besar masyarakat
di kota Bandung, Denpasar, Makasar dan Padang
menganggap tarif fixed wireless cukup murah. Namun,
dengan karakteristik fixed wireless yang hampir sama
dengan seluler, didukung kemampuan roaming yang
bisa ”diakali” dengan layanan (multinomor seperti
”FlexiCombo”), menjadikan layanan tarif fixed wireless
sebagai kompetisi serius pasar seluler. Apalagi dengan
tarif lokal yang jauh lebih murah dari pasar seluler.
c. Infrastruktur jaringan fixed wireless
Pembangunan infrastruktur jaringan fixed wireless
oleh operator memerlukan waktu yang lebih cepat
dalam menggelar jaringannya dibandingkan dengan
penggelaran jaringan tetap kabel (fixed wireline). Selain
itu, proses pembangunannya lebih fleksibel karena
tidak memerlukan izin galian dari Pemda yakni cukup
memasang BTS pada menara yang telah dibangun
sebelumnya untuk kebutuhan infrastruktur wireline. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa variabel infrastruktur
menjadi faktor yang cukup penting dalam
mempengaruhi operator mengembangkan dan
memperluas jangkauan /coverage fixed wireless
sehingga diberikan bobot 0,10 dengan rating 2.
d. Fitur baru/value added service fixed wireless
Dalam pengaplikasiannya, layanan tambahan
(Value Added Service) pada fixed wireless lebih banyak
dapat dikembangkan seperti layanan data/internet, sms
dan aplikasi content lainnya serta dengan teknologi
fixed wireless CDMA-2000(1X), data yang terkirim
berkecepatan hingga 144 Kbps dapat melampaui
sementara GSM 9,6 Kbps sehingga dapat mendukung
layanan SMS, MMS, Main Game dan down load data
melalui internet. Namun demikian, bagi sebagian besar
30. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
29
masyarakat di kota survey, layanan fixed wireless yang
paling sering digunakan adalah untuk berkomunikasi
dan SMS, sedangkan layanan lainnya seperti untuk
mendapatkan informasi masih jarang digunakan. Untuk
itu, variable value added service/fitur baru fixed wireless
menjadi faktor yang kurang penting dalam
penyelenggaraan fixed wireless sehingga diberikan
bobot 0,05 dan rating 1.
2. Kelemahan (Weakness) :
Dalam penyelenggaraan layanan fixed wireless,
dapat diidentifikasi beberapa kelemahan yang dapat
menjadi kendala pembangunan dan pengembangan
layanan ini baik dari segi regulasi maupun penyelenggara,
namun setelah melalui hasil pengumpulan data yang
diperoleh baik primer maupun sekunder, maka variabel
kelemahan yang dianalisa lebih lanjut meliputi regulasi,
kualitas layanan dan jaringan, perhitungan BHP Frekuensi,
pengaturan interkoneksi, dan keterbatasan terminal telepon
fixed wireless sebagai berikut :
a. Regulasi tentang fixed wireless.
Beberapa point menyangkut regulasi fixed wireless
merupakan faktor yang penting dalam pengaturan
penyelenggaraan fixed wireless karena dalam persepsi
operator masih ada beberapa hal yang harus diatur,
sehingga menjadikan variabel regulasi sebagai faktor
terpenting dan termasuk kelemahan dengan diberi
bobot 0,2 dan rating 1. Terkait kebijakan alokasi
frekuensi yang diberikan, sebagian operator masih
memandang alokasi ini tidak equal treatment dimana
pengalokasian frekuensi tersebut masih disamakan
kepada setiap operator. Alokasi frekuensi yang
diberikan kepada PT. Telkom dan PT. Indosat masing-
masing 5 MHz sudah cukup efektif untuk
penyelenggaraan fixed wireless yang sudah
menjangkau wilayah layanan yang luas namun untuk
PT. Bakrie Telecom yang cakupan wilayahnya lebih
sempit mendapat alokasi frekuensi sebesar 10 MHz,
sehingga perlu dilakukan penataan ulang alokasi
frekuensi agar pemanfaatannya lebih optimal.
Disamping itu, cakupan wilayah layanan dan wilayah
tertentu mengakibatkan beberapa operator
mengembangkan layanan di beberapa wilayah
penomoran jaringan tetap lokal serta belum adanya
31. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
30
ketegasan sanksi atas pelanggaran ketentuan limited
mobility yang diatur dalam regulasi .
b. Kualitas layanan dan jaringan fixed wireless
Variabel kualitas layanan dan jaringan fixed
wireless diberi bobot 0.15 dan rating 2 yang
mengindikasikan bahwa variabel ini merupakan faktor
yang cukup penting bagi masyarakat dalam mengakses
layanan telekomunikasi. Kualitas layanan dan jaringan
yang masih belum sempurna sebagai kelemahan atau
kendala yang paling utama dalam mengakses layanan
fixed wireless bagi sebagian besar masyarakat
pengguna di semua lokasi survey. Hal ini dipengaruhi
antara lain ketersediaan alokasi bandwidth frekuensi
yang terbatas sehingga operator mengalami kesulitan
dalam meningkatkan kapasitas layanan dan masih
sering terjadi blankspot sehingga sinyal sering terputus-
putus dan suara kurang jernih.
c. Perhitungan BHP frekuensi
Perhitungan BHP frekuensi yang dikenakan kepada
operator belum disesuaikan dengan lebar
pita/bandwidth frekuensi yang digunakan sesuai
kebutuhan dan kemampuan operator dalam menggelar
layanan telekomunikasi termasuk layanan fixed
wireless. Hal ini menjadi salah satu kelemahan yang
kurang berpengaruh terhadap penyelenggaraan fixed
wireless, sehingga variabel ini diberi bobot 0,05 dan
rating 3.
d. Pengaturan interkoneksi
Variabel pengaturan interkoneksi merupakan salah
satu kelemahan yang cukup berpengaruh dalam
penyelenggaraan layanan fixed wireless dan diberi
bobot 0,05 dan rating 3. Permasalahan interkoneksi
antar operator dapat menjadi hambatan bagi
keterhubungan antar pelanggan satu penyelenggara
dengan penyelenggara lainnya bila tidak dapat
diselesaikan dengan baik. Disamping itu, masih
terdapat pengaturan Interkoneksi tidak equal treatment
dan cenderung privillage yang terlihat dari Implementasi
Sender Keeps All (SKA) dimana Bakrie Telecom dapat
melakukan panggilan ke PSTN tanpa ada konsekuensi
biaya interkoneksi.
32. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
31
e. Terminal telepon FW
Kondisi pesawat telepon/terminal fixed wireless
CDMA yang saat ini belum tersedia banyak dan masih
tergolong mahal dibandingkan dengan pesawat
telepon/terminal seluler menjadikan entry barrier dan
salah satu kendala bagi calon pelanggan untuk
mengakses layanan fixed wireless. Oleh karena itu,
variabel terminal telepon fixed wireless merupakan
kendala penting yang harus diantisipasi operator
maupun vendor telekomunikasi agar dapat mendukung
perkembangan fixed wireless, dan variabel ini diberi
bobot 0.15 rating 2.
C. ANALISA FAKTOR EKSTERNAL
Analisis faktor eksternal dalam penyelenggaraan fixed
wireless dipengaruhi oleh beberapa hal yang diperlihatkan pada
matriks SWOT (EFAS) berikut :
Tabel 5.3 Matrik SWOT (EFAS)
Faktor-faktor strategi eksternal Bobot Rating
Bobot x
rating
Keterangan
Peluang :
1. Demand layanan
telekomunikasi
0.15 3 0.45 Tinggi
2. Respons investor fixed
wireless
0.10 2 0.20 Positif
3. Pemanfaatan teknologi
baru BWA, WiFi, WiMax di
pita frekuensi
0.10 2 0.20 -
4. Pertumbuhan ekonomi 0.05 1 0.05 -
Ancaman :
1. Pemborosan izin pita
frekuensi
0.15 2 0.30 -
2. Kecendrungan
penggelaran fixed wireless
di kota-kota besar
0.10 3 0.30 Terjadi ketimpangan
antara desa dan kota
3. Kebijakan otonomi daerah 0.10 3 0.30 -
4. Penggunaan perangkat
utama dan pendukung
fixed wireless
0.10 3 0.30 -
5. Pembebasan lahan untuk
tower dan antena
0.15 2 0.30 -
Total 1 2,4
33. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
32
Kriteria dari angka penilaian :
Peluang
Kriteria bobot : Kriteria rating
Paling penting = 1
Sangat Baik = 4
Penting = 0.66 – 0.99 Baik = 3
Cukup penting = 0.33 – 0.65 Cukup Baik = 2
Kurang penting = 0.01 – 0.32 Tidak Baik = 1
Tidak penting = 0
Tabel 5.3 diatas memperlihatkan bahwa variabel peluang
yang memiliki bobot tertinggi adalah demand layanan
telekomunikasi dengan skor 0.45, kemudian untuk variabel
ancaman memiliki bobot yang sama besar yakni pemborosan izin
pita frekuensi, kecenderungan penggelaran fixed wireless di kota-
kota besar, kebijakan otonomi daerah, penggunaan perangkat
utama dan pendukung fixed wireless sebesar 0.30.
Masing-masing variabel peluang dan ancaman sebagai faktor
eksternal yang mempengaruhi penyelenggaraan fixed wireless
dianalisa dan dievaluasi sebagai berikut :
1. Peluang (Opportunities)
Melihat perkembangan teknologi maupun minat
masyarakat yang cukup tinggi terhadap layanan fixed
wireless, maka hal itu dapat menjadi peluang yang dapat
dimanfaatkan dalam pembangunan dan pengembangan
layanan ini, namun setelah melalui hasil pengumpulan data
baik primer maupun sekunder, maka dintentukan variabel
peluang yang dianalisa lebih lanjut meliputi demand layanan
telekomunikasi, respon investor, pemanfaatan teknologi baru
dan pertumbuhan ekonomi sebagai berikut :
a. Demand layanan telekomunikasi
Variabel demand/permintaan layanan telekomunikasi
diberi bobot 0,15 dan rating 3, karena merupakan faktor
terpenting dalam penyelenggaraan fixed wireless dimana
hal ini dapat menjadi peluang bagi operator untuk terus
membangun dan mengembangkan layanan fixed wireless
utamanya di daerah yang belum mendapat akses layanan
telekomunikasi. Tingkat permintaan masyarakat terhadap
layanan telekomunikasi khususnya layanan fixed wireless
yang sangat tinggi membutuhkan teknologi yang murah
serta pembangunan yang relatif lebih cepat. Hal ini
34. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
33
diperlihatkan dengan tingginya minat masyarakat
terhadap layanan fixed wireless di semua lokasi survey
walaupun sebagian besar masyarakat telah dapat
mengakses layanan telepon tetap dan seluler serta
diindikasikan pula dari demand masyarakat terhadap
layanan fixed wireline dan fixed wireless yang terus
mengalami peningkatan.
b. Respon investor fixed wireless
Sikap dan respon investor yang sangat antusias dan
bersifat positif atas pengembangan layanan fixed wireless
menjadi peluang yang cukup penting dalam
pengembangan layanan fixed wireless, sehingga variabel
ini diberikan bobot 0,10 dan rating 2. Investor menjadikan
pembangunan dan penggelaran fixed wireless ini sebagai
pilar bisnis yang tepat untuk meneruskan pertumbuhan
bisnis telepon tetap karena tingginya biaya investasi
untuk pembangunan fixed wireline dan terbatasnya
pengembangan layanan.
c. Pemanfaatan teknologi baru
Perkembangan teknologi fixed wireless telah
memunculkan alternatif lain dalam pengaplikasian
layanan fixed wireless seperti pemanfaatan teknologi
baru broadband wireless access (BWA), WiFi dan WiMax,
disejumlah pita frekuensi seperti 2,4 Ghz, 3,3 Ghz, 5,8
Ghz, 10,5 Ghz dsb. Hal ini merupakan variabel yang
sedikit berpengaruh dan dapat menjadi peluang bagi
pengembangan penyelenggaraan layanan fixed wireless,
sehingga diberi bobot 0,10 dan rating 2.
d. Pertumbuhan ekonomi
Pada dasarnya pertumbuhan industri telekomunikasi
bukan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi akan
tetapi dapat juga mendorong pertumbuhan ekonomi dan
kondisi ini hanya terjadi di negara berkembang seperti
Indonesia. Hal ini dapat menjadi peluang bagi
penyelenggaraan layanan fixed wireless untuk ikut
meningkatkan pertumbuhan industri telekomunikasi
sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi secara
nasional. Untuk itu, variabel pertumbuhan ekonomi diberi
bobot 0,05 dan rating 1 karena pengaruhnya kurang
signifikan terhadap penyelenggaraan fixed wireless.
35. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
34
2. Tantangan (Threat)
Dalam penyelenggaraan layanan fixed wireless, dapat
diidentifikasi beberapa tantangan yang dapat menjadi
ancaman pembangunan dan pengembangan layanan ini di
masa mendatang, namun setelah melalui hasil pengumpulan
data yang diperoleh baik primer maupun sekunder, maka
ditentukan variabel tantangan yang dianalisa lebih lanjut
meliputi pita frekuensi, kecenderungan penggelaran fixed
wireless di kota-kota besar, kebijakan otonomi daerah,
penggunaan perangkat fixed wireless dan pembebasan lahan
sebagai berikut :
a. Pemborosan izin pita frekuensi.
Variabel pemborosan izin pita frekuensi merupakan
ancaman yang kurang berpengaruh terhadap
perngembangan penyelenggaraan layanan fixed
wireless, sehingga diberikan bobot 0,15 dan rating 2.
Terlalu banyaknya pita frekuensi yang diberikan untuk
aplikasi fixed wireless maupun seluler dapat
berpengaruh pada banyaknya pita frekuensi yang
digunakan dan broadband microwave link yang
diperlukan. Sebagai catatan dari perspektif regulator
bahwa mungkin Indonesia merupakan salah satu
negara di dunia yang termasuk boros dalam
memberikan izin pita frekuensi baik untuk menggelar
layanan seluler maupun fixed wireless.
b. Kecenderungan penggelaran fixed wireless di kota-kota
besar
Penyelenggara/operator fixed wireless saat ini
kebanyakan dan cenderung menggelar jaringan fixed
wireless di kota-kota besar atau daerah yang bersifat
komersil dikarenakan antara lain jumlah penduduk yang
sangat besar, minat masyarakat terhadap jasa
telekomunikasi utamanya layanan fixed wireless cukup
tinggi, serta pertumbuhan ekonomi yang didukung
pendapatan per kapita masyarakat perkotaan cukup
tinggi. Oleh karena itu, variabel kecenderungan
penggelaran fixed wireless di kota besar dan daerah
komersil oleh operator termasuk variabel ancaman
yang cukup berpengaruh dalam penyelenggaraan fixed
wireless, sehingga diberi bobot 0,10 dan rating 3.
36. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
35
c. Kebijakan Otonomi daerah
Variabel kebijakan otonomi daerah termasuk faktor
eksternal yang dapat menjadi ancaman dalam
pengembangan layanan fixed wireless, sehingga diberi
bobot 0,10 dan rating 3. Dengan diterapkannya UU No
22 Tahun 1999 yang diperbaharui dengan UU No 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah maka di sebagian
daerah terdapat kecenderungan Pemerintah Daerah
ingin meningkatkan pendapatan daerahnya dengan
membuat peraturan daerah yang juga mengatur bidang
telekomunikasi. Selain itu, beberapa perda ada yang
menimbulkan biaya tambahan dalam penggelaran
layanan seperti retribusi tower, IMB maupun perizinan
lainnya sehingga menimbulkan biaya dalam menggelar
layanan fixed wireless. Beberapa daerah yang
menggandeng investor untuk menjadi mitra bisnis
layanan fixed wireless di daerah tersebut terkadang
tidak berjalan dengan baik sehingga menyebabkan
tertundanya/lambatnya penyediaan layanan fixed
wireless di daerah tersebut.
d. Penggunaan perangkat utama dan pendukung fixed
wireless
Pembangunan dan pengembangan layanan fixed
wireless sudah sepatutnya didukung dengan
ketersediaan perangkat utama dan pendukung yang
memadai bagi operator. Mengingat teknologi yang
digunakan layanan fixed wireless relatif masih baru,
maka penggunaan perangkat utama seperti
sentral/MSC, dan jaringan radio (BSC, BTS, Antenna)
sebagian besar menggunakan produk dari luar negeri
seperti pada salah satu operator dimana komposisi
perangkat utama sekitar 70% sedangkan perangkat
pendukung seperti Power Supply, Tower dan AC
menggunakan produk dalam negeri dengan komposisi
perangkat pendukung ini sekitar 30%. Hal ini
mengindikasikan ancaman yang cukup penting dalam
penyelenggaraan layanan fixed wireless, sehingga
diberikan bobot 0,10 dan rating 3.
38. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
37
D. STRATEGI YANG DITERAPKAN
Dari hasil analisis SWOT IFAS dan EFAS, maka dapat
diciptakan beberapa strategi yang diharapkan lebih mampu
memberikan peningkatan peran fixed wireless dalam mengatasi
permintaan jaringan telepon tetap, dapat dilihat pada diagram
matriks SWOT sebagai berikut :
Tabel 5.5 Diagram Matriks SWOT
IFAS
EFAS
Strength (S) atau kekuatan
(Faktor-faktor)
Investasi fixed wireless
Tarif fixed wireless
Infrastruktur jaringan fixed
wireless
Fitur baru/value added
service fixed wireless
Weakness (W) atau
kelemahan
(Faktor-Faktor)
Regulasi tentang fixed
wireless
Kualitas layanan dan
jaringan fixed wireless
Perhitungan BHP frekuensi
Pengaturan Interkoneksi
Terminal telepon FW
Opportunities (O) atau
peluang
(Faktor-faktor)
Demand layanan
telekomunikasi
Respons investor fixed
wireless
Pemanfaatan teknologi baru
Pertumbuhan ekonomi
STRATEGI (SO) ATAU
KEKUATAN DAN PELUANG
(ciptaan strategi)
Pemanfaatan teknologi
untuk meningkatkan
kualitas dan jangkauan
Pengembangan
infrastruktur untuk
memenuhi demand
STRATEGI (WO) ATAU
KELEMAHAN DAN
PELUANG
(ciptaan strategi)
Penetapan regulasi yang
mengatur alokasi
bandwidth frekuensi, law
enforcement, Interkoneksi
Pengadaan terminal
telepon dengan harga
terjangkau
Threats (T) atau ancaman
(Faktor-faktor)
Pemborosan izin pita
frekuensi
Kecendrungan penggelaran
fixed wireless di kota besar
Kebijakan otonomi daerah
Penggunaan perangkat
utama dan pendukung fixed
wireless
Pembebasan lahan untuk
tower dan antenna
STRATEGI (ST) ATAU
KEKUATAN DAN ANCAMAN
(ciptaan strategi)
Penetapan kebijakan
otonomi daerah yang
tidak kontra produktif
Kerjasama operator
dalam penempatan
alokasi frekuensi;
STRATEGI (WT) ATAU
KELEMAHAN DAN
ANCAMAN
(ciptaan strategi)
Penciptaan regulasi
yang adil dan
transparan
Pemilihan teknologi
yang tepat guna.
1. Strategi Kekuatan dan peluang (SO) :
Strategi yang dapat digunakan untuk memaksimalkan
faktor kekuatan (Strengths) yang ada dan memanfaatkan
peluang (Opportunities) dalam rangka peningkatan peran
fixed wireless antara lain dengan :
Pemanfaatan kemajuan teknologi telekomunikasi dan
informatika dalam upaya untuk meningkatkan kualitas
layanan dan memperluas daerah/jangkauan
39. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
38
layanan/coverage dengan kualitas prima untuk
memenuhi harapan stake holder;
Penciptaan fitur-fitur baru layanan fixed wireless yang
berkualitas dengan tarif terjangkau bagi masyarakat;
Pembangunan dan pengembangan infrastruktur fixed
wireless untuk memenuhi demand dan minat
masyarakat terhadap layanan telekomunikasi melalui
kerjasama dengan investor asing dan dalam negeri
serta dengan Pemerintah Daerah;
Mengadakan joint-venture dengan investor dalam
melakukan pembangunan infrastruktur fixed wireless
maupun menggelar bisnis layanan fitur baru/value
added service fixed wireless.
2. Strategi Kelemahan dan peluang (WO) :
Strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi
faktor kelemahan atau kendala (Weakness) dan
memanfaatkan peluang (Opportunities) dalam rangka
peningkatan peran fixed wireless antara lain dengan :
Penetapan regulasi tentang alokasi bandwidth
frekuensi yang jelas sesuai dengan lebar pita
frekuensi yang digunakan operator dan kemampuan
membangun operator tersebut mengingat
keterbatasan sumber daya frekuensi;
Penetapan law enforcement terhadap pelanggaran
ketentuan limited mobility dan interkoneksi yang
equal threatment;
Memperbanyak/memproduksi terminal telepon fixed
wireless dengan harga terjangkau agar tidak menjadi
entry barrier bagi pelanggan;
Memperluas cakupan jaringan fixed wireless ke
seluruh daerah agar dapat memenuhi demand dan
minat masyarakat terhadap layanan telekomunikasi
umumnya dan fixed wireless khususnya;
Meningkatkan kualitas layanan fixed wireless dengan
meminimalkan tingkat gangguan pada telepon fixed
wireless an.
3. Strategi kekuatan dan ancaman (ST) :
Strategi yang dapat digunakan untuk memaksimalkan
faktor kekuatan atau keunggulan (Strength) dan
mengantisipasi ancaman (Threats) dalam rangka
peningkatan peran fixed wireless antara lain dengan :
Penetapan kebijakan otonomi daerah yang tidak
kontradiktif dan mendukung pengembangan
penyelenggaraan fixed wireless;
40. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
39
Melaksanakan kerjasama antar operator dalam
penempatan alokasi frekuensi fixed wireless agar
sumber daya frekuensi radio yang digunakan lebih
efisien dan optimal;
Melakukan merger diantara perusahaan
telekomunikasi;
Secara bertahap mengurangi ketergantungan
penggunaan perangkat telekomunikasi dari luar
negeri dan mengoptimalkan industri telekomunikasi
dalam negeri untuk memproduksi perangkat maupun
infrastruktur fixed wireless.
4. Strategi kelemahan dan ancaman (WT) :
Strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi
kelemahan atau kendala (Weakness) dan mengantisipasi
ancaman (Threats) dalam rangka peningkatan peran
fixed wireless antara lain dengan :
Penetapan regulasi yang adil, transparan dan tidak
diskriminatif khususnya tentang pemberian alokasi
pita frekuensi yang lebih efisien dan optimal;
Melaksanakan sosialisasi secara terus menerus
tentang manfaat maupun keunggulan layanan fixed
wireless kepada seluruh masyarakat termasuk di
pedesaan maupun wilayah yang sulit mendapat
akses layanan telekomunikasi;
Perlu adanya kejelasan dan ketegasan peraturan
yang mengatur kewenangan pusat dan daerah.
Pemilihan teknologi yang tepat guna sesuai kondisi
bangsa Indonesia sehingga menghasilkan kualitas
maupun cakupan layanan fixed wireless yang lebih
luas.
E. ANALISA DATA SEKUNDER
1. Regulasi
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 35
Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Jaringan Tetap
Lokal Tanpa Kabel dengan Mobilitas Terbatas belum
sepenuhnya mendukung penyelenggaraan jaringan telepon
tetap Lokal Tanpa Kabel dengan Mobilitas Terbatas. Dalam
keputusan tersebut terdapat hal yang dapat menimbulkan
kesalahan penafsiran bagi operator didalam
pengimplementasiaannya yaitu pada ketentuan umum Bab
I pasal 1 dijelaskan bahwa mobilitas terbatas dibatasi pada
41. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
40
suatu daerah opersi tertentu, hal ini dapat diartikan daerah
operasi tertentu tersebut dapat terdiri dari beberapa kode
area jaringan tetap lokal, sehingga tidak sejalan dengan
pengaturan wilayah layanan yang dibatasi maksimum pada
satu kode area layanan jaringan tetap lokal sebagaimana
pada Bab II pasal 3. Disamping itu dinyatakan pula pada
Bab V ketentuan Penutup pasal 17 bahwa Keputusan ini
akan dievaluasi dalam waktu 6 (enam) bulan sejak
diberlakukan pada kenyataannya belum dilakukan evaluasi.
2. Penyelenggaraan
Jumlah pelanggan dalam penyelenggaraan untuk
masing-masing operator di wilayah Jakarta, Jawa Barat dan
Banten pada bulan Mei 2005 adalah PT. Telkom 800 ribu
(operasi 2003), PT. Indosat 120 ribu (operasi 2004) dan
PT. Bakrie Telecom 220 ribu (operasi 1995). Dari jumlah
pelanggan tersebut telihat keseriusan operator dalam
menyelenggarakan layanannya. Dikaitkan dengan alokasi
frekuensi yang diberikan terlihat bahwa pemberian alokasi
frekuensi tersebut tidak equal treatment dimana
penyelenggara yang tidak menunjukkan keseriusannya
dalam penyelenggaraan mendapat alokasi frekuensi yang
lebih besar.
3. Prospek fixed wireless
Dari data yang diperoleh pada ceramah ilmiah
Peran Fixed wireless sebagai solusi mengatasi untuk
mengatasi keterbatasan jaringan telepon tetap diperoleh
masukan bahwa fixed wireless merupakan teknologi yang
tepat untuk solusi jangka pendek dan jangka menengah,
cocok diaplikasikan di daerah untuk kota kecil dan pinggiran
kota serta dapat menjangkau daerah terpencil dan
terisolasi. Dengan demikian cocok digunakan dalam
pembangunan USO yang sedang dilaksanakan pemerintah.
42. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
41
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Guna mengatasi permintaan jaringan telepon tetap,
Pemerintah sebagai regulator berkewajiban meningkatkan
peran fixed wireless sebagai salah satu solusi yang diharapkan
dapat mengantisipasi permintaan jaringan telepon tetap yang
terus meningkat. Dalam rangka peningkatan peran tersebut,
dilakukan studi strategis sebagai masukan kebijakan yang
dapat menggambarkan strategi peningkatan peran fixed
wireless dan dari hasil kajian yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Kekuatan yang paling menonjol dari penyelenggaran fixed
wireless adalah dari segi tarif yang dirasakan sebagian
masyarakat cukup murah dan sangat murah terutama
dibandingkan dengan tarif layanan seluler;
2. Kelemahan atau kendala yang paling berpengaruh
terhadap penyelenggaraan fixed wireless ini adalah kualitas
layanan dan jaringan yang masih belum sempurna karena
sinyal masih sering terputus-putus dan suara yang tidak
jernih jika berada di wilayah blankspot;
3. Peluang bagi layanan fixed wireless di masa mendatang
cukup besar yang diperlihatkan dari demand layanan
telekomunikasi yang meningkat seiring dengan
pertumbuhan penduduk dan kondisi ekonomi. Hal ini
didukung pula dengan tingginya minat masyarakat terhadap
layanan fixed wireless di beberapa daerah walaupun di
daerah tersebut sudah terdapat layanan telepon tetap dan
seluler;
4. Beberapa hal yang dapat menjadi ancaman dalam
penyelenggaraan fixed wireless yakni kecenderungan
operator menggelar layanan fixed wireless di kota-kota
besar dan kebijakan otonomi di beberapa daerah
merupakan hal lain yang dapat menjadi ancaman
penyelenggaraan fixed wireless.
5. Strategi yang dapat diterapkan untuk mengatasi
permasalahan maupun memanfaatkan peluang antara lain
dengan meninjau kembali regulasi penyelenggaraan
jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas,
alokasi sumber daya frekuensi kepada operator, pemilihan
teknologi fixed wireless yang tepat guna sesuai kondisi
bangsa Indonesia sehingga menghasilkan kualitas maupun
cakupan layanan yang lebih luas dengan tarif terjangkau.
43. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
42
6. Pada KM. 35 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan
Jaringan Tetap Lokal Tanpa Kabel dengan Mobilitas
Terbatas belum sepenuhnya mendukung penyelenggaraan
jaringan telepon tetap Lokal Tanpa Kabel dengan Mobilitas
Terbatas oleh karena itu perlu ditegaskan kembali maksud
dari mobilitas terbatas sehingga sesuai dengan wilayah
layanan. Selain itu perlu dilakukan evaluasi sesuai dengan
amanat dari keputusan menteri tersebut.
7. Alokasi frekuensi yang diberikan kepada operator perlu
disesuaikan dengan perkembangan pelanggan dan
keseriusan operator dalam menyelenggarakan layanannya.
8. Prospek Fixed wireless sebagai solusi mengatasi untuk
mengatasi keterbatasan jaringan telepon tetap yaitu bahwa
fixed wireless merupakan teknologi yang tepat untuk solusi
jangka pendek dan jangka menengah, cocok diaplikasikan
di daerah untuk kota kecil dan pinggiran kota serta dapat
menjangkau daerah terpencil dan terisolasi. Dengan
demikian cocok digunakan dalam pembangunan USO yang
sedang dilaksanakan pemerintah.
B. SARAN
1. REGULATOR :
a. Pmerintah disarankan melakukan evaluasi terhadap
KM.35 tahun 2004 dengan menegaskan kembali
maksud dari mobilitas terbatas sehingga sesuai dengan
wilayah layanan, Sanksi atas pelanggaran membuka
fasilitas (roaming) dan sanksi pencabutan
seluruh/sebagian bandwidth alokasi frekuensi bagi
operator yang telah mendapatkan ijin alokasi namun
tidak memanfaatkan dengan baik. . Selain itu perlu
dilakukan evaluasi secara menyeluruh sesuai dengan
amanat dari keputusan menteri tersebut.
b. Dengan diterapkannya UU No 22 Tahun 1999 yang
diperbaharui dengan UU No 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah dan UU No 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerntah Pusat dan
Daerah maka beberapa pemerintah daerah ingin
meningkatkan pendapatan daerahnya dengan
membuat peraturan daerah yang juga mengatur bidang
telekomunikasi dan beberapa perda ada yang
menimbulkan biaya tambahan seperti retribusi tower,
IMB maupun perizinan lainnya sehingga menimbulkan
44. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
43
biaya dalam menggelar layanan fixed wireless sehingga
pemerintah disarankan meninjau kembali peraturan-
peraturan daerah yang dapat menghambat
pengembangan penyelenggaraan fixed wireless;
c. Alokasi frekuensi yang diberikan kepada operator PT.
Telkom dan PT. Indosat sebesar masing-masing 5 MHz
sudah cukup efektif untuk penyelenggaraan fixed
wireless sudah dapat menjangkau wilayah layanan
yang luas namun untuk PT. Bakrie Telecom yang
cakupan wilayahnya lebih sempit mendapat alokasi
frekuensi sebesar 10 MHz, sehingga perlu dilakukan
penataan ulang alokasi frekuensi. Sehingga pemerintah
disarankan perlu melakukan penataan ulang frekuensi
radio dengan memperhatikan perkembangan teknologi
termasuk pertumbuhan pelanggan dan keseriusan
operator dalam menyediakan layanannya.
d. Fixed wireless merupakan teknologi yang tepat untuk
solusi jangka pendek dan jangka menengah, cocok
diaplikasikan di daerah untuk kota kecil dan pinggiran
kota serta dapat menjangkau daerah terpencil dan
terisolasi. Dengan demikian cocok digunakan dalam
pembangunan USO yang sedang dilaksanakan
pemerintah. Oleh karena itu pemerintah disarankan
untuk mengkaji lebih lanjut penggunaan teknologi fixed
wireless dalam pembangunan USO.
2. OPERATOR
a. Operator fixed wireless cenderung menggelar jaringan
fixed wireless di kota-kota besar atau daerah yang
bersifat komersil dikarenakan antara lain jumlah
penduduk yang sangat besar, minat masyarakat
terhadap jasa telekomunikasi tinggi, sehingga
disarankan operator mengembangkan layanan fixed
wirelessnya tidak hanya di daerah perkotaan tetapi juga
untuk kota kecil dan pinggiran kota sehingga
meningkatkan teledensitas telepon secara keseluruhan;
b. Dengan semakin banyaknya teknologi baru yang
bermunculan, operator disarankan melakukan
pemilihan teknologi yang tepat dalam menggelar
layanan fixed wireless disesuaikan dengan kondisi
geografis, penyebaran penduduk, daya beli dan minat
45. Laporan Akhir
Studi tentang Peningkatan Peran Fixed Wireless dalam rangka
Mengatasi Permintaan Jaringan Telepon Tetap
44
masyarakat agar dapat meningkatkan kualitas layanan
dan jaringan fixed wireless dan mengikuti trend
perkembangan teknologi fixed wireless.
c. Beberapa daerah yang menggandeng investor untuk
menjadi mitra/investor bisnis fixed wireless di daerah
tersebut terkadang tidak berjalan dengan baik sehingga
menyebabkan tertundanya/lambatnya penyediaan
layanan fixed wireless di daerah tersebut sehingga
operator disarankan melakukan dan meningkatkan
kerjasama dengan pemerintah daerah, outlet-outlet
external maupun pihak lainnya dalam rangka sosialisasi
dan pembelajaran maupun penyediaan layanan fixed
wireless kepada masyarakat.