Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
MAhkum Fih dan Mahkum Alaih
1. MAHKUM FIH DAN MAHKUM ALAIH
Disusun oleh :
Erni Setyaningsih (132100009)
SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMAALMA
ATA
YOGYAKARTA
2. MAHKUM FIH
Mahkum fih ialah yang dibuat hukum.
1.Yang berhubungan dengan ijab (wajib)
2.Yang berhubungan dengan nadb (mandub/sunnah)
3.Yang berhubungan dengan tahrim (haram)
4.Yang berhubungan dengan karahah (makruh)
5.Yang berhubungan dengan ibahah (mubah)
3. SYARAT – SYARAT
Perbuatan itu diketahui oleh mukallaf dengan jelas.
Harus diketahui bahwa pentaklifan itu berasal dari orang
yang mempunyai wewenang untuk mentaklifkan dan
termasuk orang yang wajib atas mukallaf mematuhi
hukum-hukumnya.
Bahwa perbuatan yang ditaklifkan itu mungkin
terjadi, artinya melakukannya atau meninggalkannya
berada dalam batas kemampuan mukallaf.
4. 1. Wajib
Perbuatan wajib, yaitu sesuatu perbuatan yang diberikan
pahala bila dikerjakan dan diberi siksa bila ditinggalkan.
Contoh dalam surat Al-Maidah Ayat 1, Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu……
(Surat Al-Maidah, ayat 1).
Ijaab yang diperoleh dari ayat ini berhubungan
dengan perbuatan mukallaf, yaitu memenuhi aqad yang
hukumnya wajib.
5. 2. Mandub
Mandub (sunnah) yaitu suatu perkara yang apabila dikerjakan
mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak mendapat siksa atau
dosa.
Contoh dalam Surat Al-Baqarah, ayat 282 :
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.....
Yang diperoleh dari ayat ini berhubungan dengan perbuatan
mukallaf, yaitu menulis hutang yang hukumnya mandub (sunat).
6. 3. Haram
Haram ialah larangan keras, jika dikerjakan berdosa
dan jika ditinggalkan mendapat pahala.
Contoh dalam Surat Al-An‟am, ayat 151
Artinya : Dan janganlah kamu membunuh jiwa...
Tahrim yang diperoleh dari ayat ini berhubungan
dengan perbuatan mukallaf, yaitu membunuh jiwa yang
hukumnya haram.
7. 4. Makruh
Makruh ialah larangan yang tidak keras, jika dilanggar
tidak berdosa, tetapi kalau tidak dikerjakan mendapat pahala.
Contoh Makruh: (Surat Al-Baqarah, ayat 267).
Artinya: Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu
kamu menafkahkan daripadanya…
Karahah yang diperoleh dari ayat ini berhubungan dengan
perbuatan mukallaf, yaitu menafkahkan harta yang buruk yang
hukumnya makruh.
8. 5. Mubah
Mubah ialah sesuatu yang boleh/tidak dikerjakan. Kalau
dikerjakan/ditinggalkan tidak berpahala dan tidak
berdosa, misalnya makan yang halal, berpakaian
bagus, tidur, dan sebagainya.
Contoh Mubah: (Surat Al-Baqarah, ayat 184).
Artinya: Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit
atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah
baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu
pada hari-hari yang lain...
9. MAHKUM ALAIH
Mahkum „alaihi ( ) = yang dikenai hukum ialah: orang-
orang mukallaf, artinya orang-orang muslim yang sudah dewasa
dan berakal, dengan syarat ia mengerti apa yang dijadikan
beban baginya. Orang gila, orang yang sedang tidur
nyenyak, dan anak-anak yang belum dewasa dan orang yang
terlupa tidak dikenai taklif (tuntutan), sebagaimana sabda Nabi
Muhammad SAW:
“Pena itu telah diangkat (tidak dipergunakan mencatat)
amal perbuatan tiga orang: (1) orang yang tidur hingga ia
bangun, (2) anak-anak hingga ia dewasa, dan (3) orang gila
hingga sembuh kembali”.
10. Dasar Taklif
Sebagai kebijaksanaan Allah SWT, perintah dan
larangan (taklif = pertanggungan jawab, selanjutnya
taklifi, selalu disesuaikan dengan kemampuan
(ahliyyah) manusia. Hak-hak Allah maupun hak-hak
manusia bagaimanapun juga macamnya, tidak
dibebankan kecuali kepada orang yang mempunyai
kemampuan, karena itu, kemampuan ini menjadi dasar
adanya taklif.
11. Syarat – Syarat
Harus sanggup dan dapat memahami khitah atau
ketentuan yang dihadapkan kepadanya.
Ahli dan patut ditaklifi. Yang dimaksud dengan ahli
adalah pantas atau patut ditaklifi. Yang dimaksud
mukallaf itu pantas atau patut dibebani dengan taklif.
12. Ahliyyah Wajib
( )
Adalah kepantasan seseorang untuk mempunyai hak dan
kewajiban.
1. ahliyyatul wujub yang kurang, yaitu apabila ia layak untuk
memperoleh hak, akan tetapi tidak layak untuk dibebani
kewajiban, ataupun sebaliknya
2. ahliyyatul wujub yang sempurna, apabila ia layak untuk
memperoleh berbagai hak dan dibebani berbagai kewajiban.
Ahliyyatul wujub ini tetap pada setiap manusia semenjak ia
lahir, ketika ia kanak-kanak, dalam usia menjelang balighnya
(mumayyiz), dan setelah ia baligh
13. Ahliyyah ada‟
( )
adalah kepantasan seseorang mukallaf untuk
diperhitungkan oleh syara‟, ucapan dan perbuatannya
dengan pengertian, apabila seseorang mengerjakan
shalat wajib, maka syara‟ menilai bahwa kewajibannya
telah tunai dan gugur daripadanya tuntutan itu.
14. Terkadang ia sama sekali tidak mempunyai ahliyyah ada‟, atau sama
sekali sepi daripadanya. Inilah anak kecil pada masa kanak-
kanaknya dan orang gila dalam usia berapapun.
Ada kalanya ia adalah kurang ahliyyah ada‟-nya. Yaitu orang yang
telah pintar tapi belum baligh. Ini berkenaan dengan anak kecil pada
periode tamyiz (pandai membedakan antara baik dan buruk)
sebelum baligh, dan berkenaan pula pada orang yang kurang waras
otaknya, karena sesungguhnya orang yang kurang waras otaknya
adalah orang yang cacat akalnya, bukan tidakl berakal, Ia hanyalah
lemah akal, kurang sempurna akalnya. Jadi hukumnya sama dengan
anak kecil yang mumayyiz.
Ada kalanya ia mempunyai ahliyyah ada‟ yang sempurna, yaitu
orang yang telah mencapai akil baligh, ahliyyah ada‟ yang sempurna
terwujud dengan kebalighan manusia dalam keadaan berakal.
15. Halangan Ahliyyah ( Hal-hal Yang Menghilangkan
Keahlian)
= hal-hal yang menghalang yang bersifat
samawi, artinya diluar usaha dan kehendak manusia.
Seperti gila, agak kurang waras akalnya, dan lupa.
= hal-hal yang menghalang yang berasal dari
usaha dan kehendak manusia. Seperti mabuk, bodoh, dan
hutang.
Ibahah yang diperoleh dari ayat ini berhubungan dengan perbuatan mukallaf, yaitu berbuka puasadalam keadaan sakit atau dalam perjalanan, yang hukumnya mubah.