SlideShare a Scribd company logo
1 of 29
1



KAJIAN YURIDIS TENTANG PEROLEHAN HAK ATAS TANAH OLEH

 NEGARA MELALUI LEMBAGA PENCABUTAN HAK ATAS TANAH

    ( Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Tata Usaha Negara)




                                 Oleh :


                  FREINGKY A. NDAUMANU, S.H.


                     NIM : 11/322217/PHK/06731




       PROGRAM PASCASARJARNA FAKULTAS HUKUM


         UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA


                        MAGISTER HUKUM


                                  2012
2



                                      BAB I


                                PENDAHULUAN




A. LATAR BELAKANG


       Tanah memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena

mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai

social asset tanah merupakan sarana pengikat kesatuan sosial di kalangan

masyarakat Indonesia untuk hidup dan kehidupan, sedangkan sebagai capital

asset tanah merupakan faktor modal dalam pembangunan. Di satu sisi tanah harus

dipergunakan dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat,

secara lahir, batin, adil, dan merata, sedangkan di sisi yang lain juga harus dijaga

kelestariannya. Sebagai karunia Tuhan sekaligus sumber daya alam yang strategis

bagi bangsa, Negara, dan rakyat, tanah dapat dijadikan sarana untuk mencapai

kesejahteraan hidup bangsa Indonesia, sehingga perlu campur tangan Negara turut

mengaturnya.1 Hal ini sesuai dengan amanat konstitusional sebagaimana

tercantum pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang berbunyi :


                 “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
                  dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
                  kemakmuran rakyat”.
       Selanjutnya, Pasal 2 UUPA menyatakan bahwa :




1
  Rubaie H. Achmad., Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Cetakan I,
Bayumedia Publishing, 2007, hlm.1-2
3



                   “Bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang
                    terkandung di dalamnya pada tingkatan tinggi dikuasai oleh
                    Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”.


        Sedangkan, Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa yang dimaksud hak

menguasai oleh Negara adalah kewenangan untuk :

                    1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, persediaan
                       dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
                    2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
                       antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.
                    3. Menentukan dan mengatur hubungan- hubungan hukum
                       antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai
                       bumi, air dan ruang angkasa.2

        Wewenang yang bersumber pada hak menguasai Negara tersebut

digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti

kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara

hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur (Pasal 2 ayat 3).3


        Sebagai konsekuensi dari hak menguasai oleh Negara (HMN) agar

dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, UUPA memberikan

kekuasaan yang besaar dan kewenangan yang sangat luas kepada Negara untuk

mengatur alokasi atas sumber-sumber agararia menjadi sangat tergantung kepada

politik hukum dan kepentingan Negara.


        Bertolak dari hak menguasai oleh Negara, Negara mempunyai

kewenangan untuk menentukan adanya macam-macam hak atas tanah yang

diberikan kepada dan dapat dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun

2
  MD Moh.Mahfud & Marbun SF., Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty,
Yogyakarta, Cetakan Keempat 2006, hlm.147
3
  Hadjon Philipus. M et.al., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Cetakan Kedua, Gadjah
Mada University Press Yogyakarta, 1993, hlm.183
4



bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum. Disamping itu,

Negara mempunyai hak untuk mencabut hak-hak atas tanah yang dimiliki atau

dikuasai oleh warga Negara dengan memberikan ganti rugi yang layak dan

menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang.4




B. PERUMUSAN MASALAH


          Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan

dibahas adalah sebagai berikut : “Bagaimanakah Perolehan Hak Atas Tanah Oleh

Negara Melalui Lembaga Pencabutan Hak Atas Tanah Secara Yuridis”




4
    Rubaie H. Achmad., Hukum Pengadaan Tanah..,Op.cit. hlm.5
5



                                      BAB II


                                PEMBAHASAN




A. PEROLEHAN HAK ATAS TANAH OLEH NEGARA


       Immanuel Kant sebagaimana dikutip oleh Prof.Muchsan,SH.,5 mengatakan

Negara adalah organisasi kekuasaan sehingga Negara bebas untuk melaksanakan

fungsinya, artinya Negara bebas berbuat dalam hukum publik atau hukum privat.

Selanjutnya Prof.Muchsan mengatakan bahwa untuk Indonesia terhadap teori

Immanuel Kant tidak dapat digunakan karena Negara tertutup kemungkinan

memperoleh hak menguasai melalui hukum perdata, alasannya jika menggunakan

hukum perdata maka akan ada pergeseran hak menjadi hak milik oleh Negara dan

bukan hak menguasai oleh Negara.

       Berkaitan    dengan     kewenangan      Negara     untuk    mengatur     dan

menyelenggarakan peruntukan (hak menguasai oleh Negara); adapun cara

perolehan hak atas tanah demi kepentingan umum oleh Negara, yaitu berupa :

               1) Pencabutan hak atas tanah;

               2) Pembebasan hak atas tanah;

               3) Pengadaan tanah;

               4) Tukar-menukar tanah;

               5) Pelepasan hak atas tanah.



5
 Muchsan., Catatan Materi Perkuliahan Hukum Tata Usaha Negata, Program Pasca Sarjana
Magister Hukum Kenegaraan-UGM, Yogyakarta, 2012
6



       Dari kelima cara perolehan hak atas tanah oleh Negara tersebut diatas,

kesemuanya diatur dalam hukum publik. Namun demikian, diantara kelima cara

perolehan hak oleh Negara tersebut diatas, disini penulis hanya akan membahas

khusus tentang         perolehan hak atas tanah oleh Negara melalui lembaga

pencabutan hak atas tanah.

       Selanjutnya, hak penguasaan atas tanah adalah suatu hubungan hukum

konkret (biasanya disebut “hak“, jika telah dihubungkan dengan tanah tertentu

sebagai obyeknya dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subyek atau

pemegang haknya.6

       Sehubungan dengan istilah ‘dikuasai” dan “dipergunakan” dalam UUPA,

dengan mengutip Notonagoro, Parlindungan (1990:31)7 menguraikan bahwa harus

diperbedakan antara istilah “dikuasai” dan “diperguanakan”. Artinya, istilah

dipergunakan     itu    sebagai   tujuan   dari   pada   dikuasai,   meskipun   kata

penghubungnya “dan” hingga nampaknya itu sebagai 2 hal yang tidak ada sangkut

pautnya dalam hubungan sebab akibat. Dan pengertian dikuasai bukanlah berarti

dimiliki tetapi kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan diberikan beberapa

kewenangan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA.

       Selanjutnya, Riawan Tjandra W.8 menjelaskan mengenai bagaimana cara

pemerintah memperoleh benda-benda publiek domein dapat dilakukan melalui :

       1. Cara hukum keperdataan



6
   Harsono Boedi., Hukum Agraria Indoensia: Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid I Cet. 9, Djambatan, Jakarta, 2003, hlm.25
7
   Tjandra W. Riawan., Hukum Administrasi Negara, Universitas Atma Jaya Yogyakarta,
Yogyakarta, 2008, hlm.109
8
  Ibid, hlm. 92-93
7



            Yaitu pemerintah melakukan perubahan status hukum dari

   benda-benda yang semula dikuasai oleh orang atau badan hukum

   perdata menjadi publiek domein berdasarkan cara-cara peralihan yang

   diatur   dalam    peraturan   perundang-undangan   dibidang   hukum

   keperdataan, misalnya jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, atau

   menggunakan lembaga daluwarsa. Manakala pemerintah bertindak

   menggunakan cara ini, pemerintah yang memiliki dual function

   bertindak dalam kapasitas sebagai pelaku hukum perdata (civil actor).

   Meskipun demikian, seringkali peratura-peraturan dibidang hukum

   publik dalam batas tertentu dapat mempengaruhi tindakan hukum

   pemerintah tersebut. Misalnya, menyangkut pembatasan penggunaan

   anggaran, tata cara pengadaan (antara lain dengan menggunakan

   mekanisme tender), dan lain-lain. Masyarakat seringkali lebih merasa

   diuntungkan apabila pemerintah melakukan tindakan hukum untuk

   memperoleh benda-benda publiek domein melalui cara-cara hukum

   perdata. Hal itu disebabkan antara lain instrumen hukum perdata lebih

   memberikan jaminan perlindungan hukum bagi masyarakat karena

   melalui prosedur kesepakatan instrumen hukum perdata lebih lebih

   biasa dipergunakan dalam hubungan hukum antar warga masyarakat,

   dan sebagainya.

2. Melalui cara hukum publik

            Yaitu pemerintah melakukan perubahan      status hukum dari

   benda-benda yang semula dikuasai oleh orang atau badan hukum
8



         perdata menjadi publiek domein berdasarkan cara-cara peralihan yang

         diatur dalam peraturan perundang-undangan dibidang hukum publik.

         Cara tersebut dilakukan misalnya melalui pencabutan hak atas tanah

         (onteigening), pembebasan hak (prijsgeving), dan pelepasan hak.

         Melalui cara ini, pemerintah bertindak dalam kapasitas sebagai

         penguasa (overhead) yang memiliki wewenang menguasai yang

         bersumber   dari   hak   menguasai   Negara.   Apabila    pemerintah

         menggunakan cara-cara hukum publik, harus diimbangi dengan sistem

         perlindungan hukum yang memadai bagi rakyat baik secara preventif

         (melalui hak inspraak) mapun melalui secara represif melalui perintah

         pencabutan beschikking oleh pejabat atasan atau oleh pengadilan

         administrasi. Pengambilan hak-hak individual untuk diubah menjadi

         publiek domein harus dilakukan dengan kewajiban bagi pemerintah

         untuk memberikan kompensasi bagi rakyat tidak mengalami

         kerugian/penurunan kualitas kesejahteraan hidup sebagai akibat

         perubahan status hak-hak individual menjadi publiek domein.




B. PENGATURAN TENTANG LEMBAGA PENCABUTAN HAK ATAS

   TANAH OLEH NEGARA

      Dalam   melaksanakan    fungsinya,   aparat   pemerintah    mengadakan

hubungan-hubungan baik yang bersifat hubungan hukum maupun hubungan nyata

dengan sesama aparat Negara maupun pihak perseorangan baik yang berbentuk
9



Badan Hukum maupun manusia pribadi (individu). Dalam menjalin hubungan

hukum inilah terbentuk kegiatan-kegiatan atau aktifitas pemerintah yang

berunsurkan perbuatan-perbuatan aparat pemerintah (Bestuurshandeling).

       Ada tiga (3) pendapat yang satu sama lain saling melengkapi tentang

perbuatan pemerintahan ini, yakni :

           (1) Pendapat Van Vollenhoven (“Staatsrecht Overzee” halaman 25

              dan seterusnya) yang menyatakan bahwa “bestuuren” adalah “het

              spontaan en zelfstandig behartigen van het belang van land en volk

              door hogere en legere overheden” (=pemeliharaan kepentingan

              Negara dan rakyat secara spontan dan tersendiri oleh penguasa

              tinggi atau rendah). “Spontaan” ialah suatu perbuatan yang

              dilaksanakan segera atas prakarsa sendiri dalam menghadapi

              keadaan dan keperluan yang timbul satu demi satu (individuele

              gevallen) yang termasuk dalam bidangnya demi kepentingan

              umum. Sedangkan, perkataan “zelstandig” dimaksudkan tidak

              perlu menunggu perintah atasan, dan semuanya itu atas

              tanggungjawab sendiri.

           (2) Roneyn berpendapat bahwa “bestuurshandeling” adalah tiap-tiap

              tindakan/perbuatan dari pada satu alat perlengkapan pemerintahan

              (bestuurorgaan) baik dalam lapangan Hukum Tata Pemerintahan

              mapun diluar Hukum Tata Pemerintahan, misalnya keamanan,

              peradilan dan lain-lain yang bermaksud untuk menimbulkan akibat

              hukum di bidang hukum administrasi.
10



           (3) Komisi Van Poelje (laporan pada tahun 1972) menyatakan

               “Publiekrechtelijke handeling” (tindakan dalam hukum publik)

               adalah rechtshandeling door de overhead in haar bestuursfuntie

               verricht” (tindakan hukum yang dilakukan oleh penguasa dalam

               menjalankan fungsi pemerintahan. Selanjutnya, Van Poelje

               berpendapat bahwa perbuatan pemerintahan itu merupakan

               manifestasi atau perwujudan “bestuur”.

       Dari pengertian-pengertian tersebut, dapatlah di analisa bahwa unsur-unsur

yang harus dipenuhi untuk suatu perbuatan pemerintahan adalah :

           a. Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintah baik dalam

               kedudukannya        sebagai     penguasa     maupun      sebagai     alat

               perlengkapan pemerintahan (bestuursorgaanen) dengan prakarsa

               dan tanggung jawab sendiri;

           b. Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi

               pemerintahan;

           c. Perbuatan       tersebut     dimaksudkan     sebagai     sarana     untuk

               menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi;

           d. Perbuatan       yang       bersangkutan    dilakukan    dalam       rangka

               pemeliharaan kepentingan Negara dan rakyat.9

       Di dalam teori Hukum Administrasi Negara atau Hukum Tata Usaha

Negara, perbuatan/tindakan pemerintah dalam lapangan hukum publik, dibagi atas

2 (dua) macam perbuatan, yaitu : 10

9
 Muchsan., Beberapa Catatan Tentang Hukum Administrasi Negara Dan Peradilan Administrasi
Negara Di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1981, hlm.17-19
11



            a) Perbuatan hukum publik bersegi satu (eenzijdge publiek rechtelijke

                handeling);

                Perbuatan ini dikatakan sepihak yaitu karena adanya kehendak satu

                pihak yang dipaksakan, dan biasanya adalah kehendak pemerintah.

                Sering juga disebut perbuatan unilateral atau vertikal, seperti

                pencabutan hak atas tanah.

            b) Perbuatan hukum bersegi dua (tweezijdge publiek rechtelijke

                handeling).

                Perbuatan ini dikatakan dua pihak karena adanya pertemuan dua

                pihak, biasa dalam perbuatan bilateral atau horizontal. Misalnya

                jual beli.

        Menurut     Prof.Muchsan,11      semua     perbuatan     pemerintahan      yang

berdasarkan hukum publik sejauh perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintah

selaku penguasa, merupakan perbuatan bersegi satu, sebab kedudukan antara

penguasa dengan yang dikuasai tidak sejajar, akan tetapi lebih merupakan

hubungan hierarkhis. Sedangkan, perbuatan hukum yang berdasarkan hukum

publik yang dilakukan oleh aparat pemerintah selaku organ dari pemerintah

sebagai badan hukum           (bestuursorganen) mungkin sekali bersifat segi dua

maupun segi satu, sebenarnya disini perbuatan tersebut merupakan pengkhususan

dari hukum perdata (privat).

        Terkait dengan perolehan hak atas tanah oleh Negara melalui lembaga

pencabutan hak atas tanah merupakan perbuatan bersegi satu, maka perbuatan
10
   lihat : Zamzuri., Tindak Pemerintahan (Bestuurhandeling), Al-Hikmah, Yogyakarta, 1985,
hlm.15
11
   Muchsan., Beberapa Catatan Tentang.., Op.cit, hlm.20-21
12



pencabutan hak milik itu sendiri yang dilakukan oleh presiden sebagai

administrasi Negara tertinggi, merupakan perbuatan pemerintah yang bersegi

satu, dan dikeluarkan dalam bentuk “tertulis” berupa Surat Keputusan Presiden,

berdasar atas wewenang khusus (istimewa).12 Lembaga pencabutan hak atas tanah

yang dimaksudkan adalah Undang-Undang No.20 Tahun 1961 Tentang

Pencabutan Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Di Atasnya. Selanjutnya,

       Adapun dasar hukum pengaturan pencabutan hak atas tanah, diatur dalam

Pasal 18 UUPA No.5 Tahun 1960, yang menyatakan bahwa:

               “Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan
               Negara serta kepentingan bersama dari seluruh rakyat, hak-hak
               atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang
               layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang”.


       Sehingga, undang-undang yang dimaksud dalam Pasal 18 tersebut adalah

UU No. 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda

Yang Ada Di Atasnya. Selanjutnya, menurut ketentuan Pasal 1 Instruksi Presiden

Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1973 Tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan

Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya berkaitan

dengan kegiatan pembangunan demi kepentingan umum, menentukan bahwa :

      “Suatu kegiatan dalam rangka pelaksanaan pembangunan mempunyai sifat
       kepentingan umum, apabila kegiatan tersebut menyangkut :
      (1) Suatu kegiatan dalam rangka pelaksanaan Pembangunan mempunyai sifat
          kepentingan umum, apabila kegiatan tersebut menyangkut :
                  a. Kepentingan Bangsa dan Negara, dan/atau
                  b. Kepentingan masyarakat luas, dan/atau
                  c. Kepentingan rakyat banyak/bersama, dan/atau
                  d. Kepentingan Pembangunan
      (2) Bentuk-bentuk kegiatan Pembangunan yang mempunyai sifat kepentingan
          umum sebagai dimaksud dalam ayat (1) pasal ini meliputi bidang bidang :

12
  Roosadijo Marimin M., Tinjauan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang
Ada Di Atasnya, Cetakan I, Ghalia Indonesia, Jakarta,1979, hlm.24
13



                  e.   Pertahanan;
                  f.   Pekerjaan Umum;
                  g.   Perlengkapan Umum;
                  h.   Jasa Umum;
                  i.   Keagamaan;
                  j.   Ilmu Pengetahuan dan Seni Budaya;
                  k.   Kesehatan;
                  l.   Olahraga;
                  m.   Keselamatan Umum terhadap bencana alam;
                  n.   Kesejahteraan Sosial;
                  o.   Makam/Kuburan;
                  p.   Pariwisata dan Rekreasi
                  q.   Usaha-usaha ekonomi yang bermanfaat bagi kesejahteraan
                       umum.
       (3) Presiden dapat menentukan bentuk-bentuk kegiatan pembangunan lainnya
            kecuali sebagai dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, yang menurut
           pertimbangannya perlu bagi kepentingan umum”. 13


       Kalau kita lihat rumusan tersebut diatas maka pengertian kepentingan

umum sudah cukup terperinci, sekalipun belum begitu tegas akan tetapi dengan

adanya ketentuan ayat (3) yang memberikan kewenangan kepada Presiden untuk

menentukan bentuk kegiatan pembangunan sebagain suatu bentuk kepentingan

umum, maka pengertian kepentingan umum menjadi kabur kembali.

       Menurut Abdurrahman,SH., diperlukan adanya suatu ketegasan tentang

apa yang dimaksud dengan kepentingan umum dalam undang-undang.14 Senada

dengan hal tersebut, Prof.Muchsan,15 berpendapat bahwa perlu adanya undang-

undang tentang kepentingan umum sehingga terhadap pemenuhannya dapat

terlaksana dengan baik, jika tidak maka akibatnya pengertian kepentingan umum

mempunyai makna luas menurut pemerintah.



13
   Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1973 Tentang Pedoman-Pedoman
Pelaksanaan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya
14
   Abdurrahman., Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Pembebasan Tanah Di
Indonesia-Seri Hukum Agraria I, Cetakan Kedua, Alumni, Bandung, 1983, hlm.41
15
   Muchsan., Catatan Materi Perkuliahan..,Op.cit.
14



        Huybers16 dalam bukunya Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah

mendefinisikan kepentingan umum sebagai “kepentingan masyarakat sebagai

kesuluruhan yang memiliki ciri-ciri tertentu, antara lain memiliki perlindungan

hak-hak individu sebagai warga Negara dan menyangkut pengadaan serta

pemeliharaan sarana publik dan pelayanan publik”.

        Kepentingan umum dapat dijabarkan melalui dua cara. Pertama, berupa

pedoman umum yang menyebutkan bahwa pengadaan tanah dilakukan

berdasarkan alasan kepentingan umum melalui berbagai istilah. Karena berupa

pedoman, hal ini dapat mendorong eksekutif secara bebas menyatakan suatu

proyek memenuhi syarat kepentingan umum. Kedua, penjabaran kepentingan

umum dalam daftar kegiatan. Dalam praktek kedua cara itu sering ditempuh

secara bersamaan.

        Adapun Jenis-Jenis Kepentingan Umum menurut ketentuan Pasal 5

Perpres 36/Tahun 2005 jo Perpres 65/Tahun 2006 antara lain :17

                a. Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang
                   atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air
                   minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi;
                b. Waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan
                   lainnya;
                c. Pelabuhan, Bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal;
                d. Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan
                   bahaya banjir, lahar, dan lain-lain bencana;
                e. Tempat pembuangan sampah;
                f. Cagar alam, cagar budaya;
                g. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik”.


16
   Sumardjono Maria S.W., Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi, Cetakan
Ketiga, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2005, hlm.107
17
   Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 jo Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah
menggantikan Keppres No.55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
15




           Abdurrahman, SH.,18 kemudian memberikan pengertian tentang apa yang

dimaksud dengan pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum adalah

merupakan “cara yang terakhir” untuk memperoleh tanah-tanah yang sangat

diperlukan guna keperluan tertentu untuk kepentingan umum, setelah berbagai

cara lain dengan jalan musyawarah dengan yang empunya tanah menemui jalan

buntu dan tidak membawa hasil sebagaimana yang diharapkan sedangkan

keperluan untuk penggunaan tanah dimaksud sangat mendesak sekali. Menurut

Prof. Muchsan,19 pencabutan hak atas tanah adalah putusnya hubungan hukum

antara tanah dengan pemengang haknya yang dilakukan secara sepihak dengan

pemberian ganti kerugian yang layak. demi pemenuhan              kepentingan umum.

Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat dijabarkan 4 (empat) unsur, yaitu:


               a. Putusnya hubungan hukum antara tanah dengan pemengang haknya.

                   Maksudnya disini adalah hilangnya hak dan kewajiban atas tanah

                   dari pemilik tanah.


               b. Adanya perbuatan hukum sepihak. Artinya bahwa adanya perbuatan

                   hukum yang dipaksakan secara sepihak dari pemerintah tanpa perlu

                   harus menunggu kesepakatan dari pihak pemilik tanah/pihak lawan

                   berbuat tidak diperhatikan.




18
     Abdurrahman., Masalah Pencabutan Hak-Hak..,Op.cit, hlm.37
19
     Muchsan., Catatan Materi Perkuliahan..,Op.cit.
16



               c. Adanya pemberian ganti kerugian yang layak. Terhadap adanya

                   ganti kerugian, UU No.20 Tahun 1961 memberikan tiga (3) macam

                   ganti kerugian yang sifatnya komulatif, antara lain :


                        a) Ganti kerugian terhadap harga tanah yang tercabut;

                        b) Harga benda yang ada diatasnya (benda diatas tanah);

                        c) PEMUKTI (pemukiman pengganti).

                        d) Adanya kepentingan umum yang dipenuhi. Maksudnya

                           kepentingan umum menurut UU No.20 Tahun 1961, yaitu

                           kepentingan bangsa dan Negara, kepentingan pembangunan

                           dan kepentingan masyarakat banyak.


           Untuk dapat melaksanakan pencabutan hak atas tanah, Undang-undang

No. 20 Tahun 1961 secara garis besarnya memuat dua (2) macam acara

pencabutan hak atas tanah dan/atau benda-benda yang ada di atasnya demi

kepentingan umum, yaitu acara yang biasa dan acara yang mendesak, antara

lain:20

1. Pencabutan Hak Menurut Acara Biasa

      1) Menurut prosedur ini pihak yang meminta agar diadakan pencabutan hak

           mengajukan pemohonan kepada Presiden Republik Indonesia dengan

           perantaraan Menteri Dalam Negeri/Dir. Jenderal Agraria melalui Gubernur

           KDH/Kepala Direktorat Agraria/Kepala Inspeksi Agraria setempat dengan

           disertai :


20
     Abdurrahman., Masalah Pencabutan Hak-Hak..,Op.cit, hlm.46-50
17



      1. Rencana peruntukannya dan alasan-asalannya bahwa untuk

          kepentingan umum harus dilakukan pencabutan hak itu.

      2. Keterangan tentang nama yang berhak (jika mungkin) serta

          letak, luas dan macam hak dari tanah yang akan dicabut haknya

          serta benda-benda yang bersangkutan.

      3. Rencana penampungan orang-orang yang haknya akan dicabut,

          itu kalau ada, juga orang-orang yang menggarap tanah atau

          menempati rumah bersangkutan. (Pasal 2 ayat (2) Undang-

          Undang Nomor 20 Tahun 1961)

2) Setelah menerima permhonan untuk pencabutan hak dimaksud maka

   kepala Direktorat Agraria segera meminta kepada Bupati KDH yang

   bersangkutan untuk memberikan pertimbangan mengenai permintaan

   pencabutan hak tersebut.

3) Meminta kepada Panitia Penaksir Ganti Rugi yang khusus diadakan

   untuk itu untuk memberikan taksiran berapa ganti rugi yang harus

   dibayar terhadap tanah yang akan dicabut haknya itu.

4) Dalam waktu tiga (3) bulan sejak diterimanya permintaan dari Kepala

   Direktorat Agraria tersebut diatas para Bupati/Walikotamadya KDH

   itu sudah harus menyampaikan pertimbangan-pertimbangan yang

   diperlukan, begitu pula dengan Panitia Penaksir harus sudah

   menyampaikan taksiran berapa ganti rugi yang harus dibayar kepada

   pemilik tanah yang akan dicabut haknya itu.
18



           5) Kepala Direktorat Agraria/Kepala Inspeksi Agraria setelah menerima

               pertimbangan dari Bupati/Walikotamadya KDH dan taksiran harga

               ganti kerugian yang harus dibayarkan atas nama Gubernur KDH,

               setelah itu disampaikan permohan tersebut kepada Menteri Dalam

               Negeri cq. Direktorat Jenderal Agraria dengan disertai pertimbangan-

               pertimbangannya sendiri, yang untuk selajutnya oleh Menteri Dalam

               Negeri permohonan ini disampaikan kepada Presiden21 dengan disertai

               pertimbangan-pertimbangan         serta    pertimbangan      dari    Menteri

               Kehakiman dan Menteri yang bidang tugasnya meliputi usaha si

               pemohon pencabutan hak.

           6) Bilamana semua persyaratan tersebut semuanya sudah terpenuhi dan

               presiden mengabulkan permohonannya barulah pencabutan hak atas

               tanah untuk kepentingan umum dilakukan dengan sebuah surat

               Keputusan Presiden. Dalam surat keputusan tersebut dicantumkan pula

               mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi yang harus dibayar kepada si

               pemilik tanah. SK.Presiden ini kemudian diumumkan didalam Berita

               Negara Republik Indonesia dan turunannya disamapikan kepada

               pemilik tanah yang dicabut haknya.




21
     Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961, yang berbunyi:
            “Pemintaan untuk melakukan pencabutan hak atas tanah dan/atau benda tersebut pada
            Pasal 1 diajukan oleh yang berkepentingan kepada Presiden dengan perantaraan
            Menteri Agraria, melalui Kepala Inspeksi Agraria yang bersangkutan.”
19



2. Pencabutan Hak Dalam Keadaan Yang Mendesak

        Dalam keadaan yang sangat mendesak yang memerlukan penguasaan

        tanah dan/atau benda-benda yang bersangkutan dengan segera, maka

        pencabutan Hak khususnya penguasaan tanah dan/atau benda-benda itu

        dapat diselenggarakan melalui prosedur atau tatacara khusus yang lebih

        cepat.(Pasal 6 UU No.20 Tahun 1961), Keadaaan mendesak itu

        misalnya jika terjadi wabah atau bencana alam yang memerlukan

        penampungan dengan segera, maka prosedurnya adalah :

            1. Dalam hal ini permintaan untuk melakukan pencabutan hak

               diajukan oleh Kepala Direktorat Agraria/Kepala Inspeksi

               Agraria atas nama Gubernur KDH atas permohonan yang

               berkepentingan kepada Menteri Dalam Negeri, tanpa disertai

               taksiran ganti rugi dari para panitian penaksir dan kalau perlu

               juga dengan tidak menunggu diterimanya pertimbangan dari

               Bupati/Walikotamadya KDH yang bersangkutan.

            2. Menteri Dalam Negeri dapat memberikan perkenan kepada yang

               bersangkutan untuk menguasai tanah dan/atau benda-benda

               yang bersangkutan. Keputusan penguasaaan tersebut akan

               diikuti dengan Keputusan Presiden mengenai dikabulkannya

               atau ditolaknya permintaan untuk melakukan pencabutan hak

               ini. Keputusan Presiden tersebut harus dimuat dalam Berita

               Negara R.I.
20



       Sehubungan dengan pencabutan hak atas tanah, dikatakan oleh Perangin

(1991:46),22 sesuai dengan ketentuan, bahwa pencabutan hak hanya dilakukan

demi kepentingan umum dan hanya dalam keadaan memaksa sebagai jalan yang

terakhir. Maka walaupun acara pencabutan hak sudah dimulai, bahkan sudah ada

surat keputusan pencabutan haknya sekalipun jika kemudian dapat dicapai

persetujuan dengan yang empunya untuk menyelesaikan soalnya dengan cara jual

beli, tukar menukar, atau pembebasan hak, cara itulah yak akhirnya harus

ditempuh. Sehubungan dengan itu ditentukan pula, bahwa jika telah dilakukan

pencabutan hak tetapi kemudian ternyata bahwa tanah dan/atau benda-benda yang

bersangkutan   tidak   dipergunakan    sesuai   dengan    rencana   semula    yang

mengharuskan dilakukannya pencabutan hak itu, maka para bekas pemiliknya

diberi prioritas utama untuk mendapatkannya kembali.

       Pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum merupakan suatu cara

terakhir untuk memperoleh tanah yang sangat diperlukan guna keperluan-

keperluan tertentu untuk kepentingan umum, yaitu setelah dilakukan berbagai

cara, tidak membawa hasil sebagaimana diharapkan, sedangkan keperluan untuk

pembangunan tanah yang dimaksud sangat mendesak sekali.23 Sehubungan

dengan hal tersebut, maka inilah prinsip dasar yang menyebabkan lahirnya

undang-undang pencabutan hak atas tanah selama ini jika pemerintah memerlukan

tanah untuk kepentingan umum, terlebih dahulu diusahakan agar tanah itu dapat

diperoleh dengan persetujuan pemiliknya dengan cara jual beli, tukar-menukar.

Akan tetapi, cara demikian tidak selalu dapat memberikan hasil yang diharapkan,
22
  Tjandra W. Riawan., Hukum Administrasi..,Op.cit, hlm.117
23
  Sutedi Adrian., Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk
Pembangunan, Cetakan Kedua, Sinar Gragika, Jakarta, 2008, hlm.87
21



karena pemilik tanah meminta harga yang terlampau tinggi ataupun tidak bersedia

sama sekali melepaskan tanahnya yang diperlukan pemerintah. Oleh karena

kepentingan umum harus didahulukan dari pada kepentingan perorangan, maka

jika tindakan yang dimaksudkan benar-benar untuk kepentingan umum, dalam

keadaan memaksa, jika musyawarah tidak memberikan hasil yang diharapkan,

harus ada wewenang pemerintah untuk mengambil dan menguasai tanah yang

bersangkutan.24

           Pada umumnya pencabutan hak ini diadakan guna keperluan usaha-usaha

Negara naik dalam pemerintah pusat maupun untuk pemerintah daerah, tetapi

menurut Penjelasan UU No.20 Tahun 1961 sebagai pengecualian pencabutan hak

juga dapat dilakukan untuk pelaksanaan usaha swasta asalkan usaha tersebut

benar-benar untuk kepentingan umum25 dan tidak mungkin diperoleh tanah yang

diperlukan melalui persetujuan dengan yang empunya tanah. Sudah barang tentu

usaha swasta tersebut harus disetujui oleh pemerintah dan sesuai pula dengan pola

Rencana Pembangunan Nasional. Akan tetapi hak yang demikian kadang-kadang

banyak mengalami kesulitan, umpanya apakah pihak swasta yang ingin

membangun suatu proyek parawisata dapat dianggap sebagai untuk kepentingan

umum karena dengan adanya proyek itu akan banyak menarik para wisatawan




24
     Ibid, hlm.88
25
      Aparat Pemerintah dalam menjalankan fungsinya, dalam Teori Hukum Tata Usaha Negara
          dibagi atas dua fungsi, yaitu pertama, fungsi memerintah (bestuuren funtie); kedua, fungsi
          pelayanan (verzogen funtie). Berkaitan dengan fungsi pelayanan oleh Aparat Pemerintah,
          maka ada tiga alternatif yang tersedia :
            1. Aparat Pemerintah tampil sendiri;
            2. Aparat Pemerintah dan swasta yang tampil; dan
            3. Pihak swasta yang tampil sendiri.
22



sehingga dapat meningkatkan income (pendapatan) pemerintah baik pusat maupun

daerah, sehingga guna keperluan tersebut dapat diadakan pencabutan hak.26


        Namun, menurut Prof.Muchsan,27 jika di analisis maka terhadap UU

No.20 Tahun 1961 memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan, antara lain :


      o Keunggulan UU No.20 Tahun 1961, yaitu :

             (1) Pencabutan hak atas tanah merupakan kewenangan presiden;

             (2) Ditetapkannya Panitia Pencabutan Hak Atas Tanah;

             (3) Adanya PEMUKTI (pemukiman pengganti); serta

      o Kelemahan UU No.20 Tahun 1961, yaitu :

             (1) Merupakan       perbuatan     sepihak,     dimana     hanya     kehendak

                 pemerintah yang dipaksakan;

             (2) Pengertian kepentingan umum yang tidak menjamin kepastian

                 hukum;

             (3) Tidak dapat menyediakan upaya hukum yang dapat digunakan

                 oleh pemegang hak atas tanah, dalam arti pemegang hak atas

                 tanah tidak dapat mengajukan upaya hukum untuk menolak

                 pencabutan hak atas tanah oleh pemerintah. Mengenai keberatan28

                 atas pencabutan hak atas tanah dapat mengajukan Gugatan ke

26
   Abdurrahman., Masalah Pencabutan Hak-Hak..,Op.cit, hlm.42-43
27
   Muchsan., Catatan Materi Perkuliahan..,Op.cit
28
   Keberatan yang dimasud adalah terhadap keputusan mengenai jumlah ganti kerugian yang
      tidak dapat diterima karena dianggap kurang layak, sehubungan dengan pencabutan hak-
      hak atas tanah dan bendabenda yang ada diatasnya (Lihat, Pasal 1 PP No.39 Tahun 1973).
      Hal tersebut dikarenakan, menurut Prof.Muchsan, perumusan kata “layak” dalam UU
      No.20 Tahun 1960 diartikan sebagai “perbuatan sepihak dari pemerintah”, yang berarti
      pemerintah sendiri yang berhak menentukan jumlah nilai perhitungan kerugian yang harus
      diberikan kepada pihak yang dikenai pencabutan hak atas tanah.
23



Pengadilan Tinggi untuk pertama dan terakhir kali. Gugatan

tersebut   bersifat   Perdata   karena   perbuatannya   merupakan

Perbuatan Melawan Hukum sesuai dengan Pasal 1365 Burgelijk

Wetboek (BW). Lebih jauh mengenai gugatan terhadap keberatan

yang timbul dari pencabutan hak atas tanah diatur dalam

Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1973

Tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian Oleh Pengadilan Tinggi

Sehubungan Dengan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan

Benda-Benda Yang Ada Diatasnya. Dalam PP No.39 Tahun 1973,

disebutkan gugatan ganti kerugian hanya diajukan langsung ke

Pengadilan Tinggi, dan putusan Pengadilan Tinggi merupakan

putusan final. Timbul permasalahan, dimana PP No.39 Tahun

1973 ini jika di uji maka akan bertentangan dengan Undang-

Undang No. 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-ketentuan pokok

kekuasaan kehakiman, alasannya :

  a. Karena jenjang upaya hukum dalam PP No.39 Tahun 1973

      cuma sekali, yaitu langsung mengajukan upaya hukum

      banding ke Pengadilan Tinggi tentang ganti kerugian.

  b. Terhadap Keputusan TUN yang dikeluarkan dapat diajukan

      keberatan administrasi, namun PP No.39 Tahun 1973

      menutup kemungkinan terhadap hal tersebut.

  c. PP No.39 Tahun 1973 seperti tidak ada kekuatan

      berlakunya.
24



                                  BAB III


                                PENUTUP




A. KESIMPULAN


       Berdasarkan uraian pembahasan diatas, maka dapat diambil beberapa

kesimpulan antara lain :


       Bahwa secara yuridis terhadap perolehan hak atas tanah oleh negara

melalui lembaga pencabutan hak atas tanah diatur dalam Undang-undang Nomor

20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda

Yang Ada Di Atasnya merupakan suatu cara terakhir untuk memperoleh tanah

yang sangat diperlukan guna keperluan-keperluan tertentu untuk kepentingan

umum, yaitu setelah dilakukan berbagai cara, tidak membawa hasil sebagaimana

diharapkan, sedangkan keperluan untuk pembangunan tanah yang dimaksud

sangat mendesak sekali.


       Bahwa Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah harus diutamakan demi

kepentingan umum dari pada kepentingan orang perorang, maka jika tindakan

pencabutan hak atas tanah yang dimaksudkan itu memang benar-benar untuk

kepentingan umum, dalam keadaan memaksa yaitu jika jalan musyawarah tidak

dapat membawa hasil yang diharapkan, haruslah ada wewenang pada pemerintah

untuk bisa mengambil dan menguasai tanah yang bersangkutan.
25



       Seperti yang telah disampaikan Prof.Muchsan, bahwa terhadap UU No.20

Tahun 1961 masih memiliki beberapa kelemahan, antara lain :


            1.Merupakan perbuatan sepihak, dimana hanya kehendak pemerintah

              yang dipaksakan;

            2.Pengertian kepentingan umum yang tidak menjamin kepastian

              hukum

            3.Tidak dapat menyediakan upaya hukum yang dapat digunakan oleh

              pemegang hak atas tanah


       Bahwa masih terdapat beberapa peraturan pelaksana yang memiliki

kelemahan sehingga memungkinkan sulitnya pelaksanaan terhadap peraturan

tersebut, misalnya seperti gugatan terhadap keberatan yang timbul dari

pencabutan hak atas tanah yang telah diatur dalam Peraturan pemerintah Republik

Indonesia Nomor 39 Tahun 1973



B. SARAN

       Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, maka dapat dikemukakan beberapa

saran yang dapat penulis rekomendasikan sebagai berikut :

       Bahwa pemerintah perlu mengatur sebuah lembaga musyawarah yang

berperan untuk mengadakan pendekatan kepada pihak pemilik tanah yang akan

dicabut haknya atas tanah, dimana tidak hanya untuk menetapkan besarnya ganti

rugi, akan tetapi bagaimana ganti rugi itu sesuai dengan rasa keadilan dalam
26



masyarakat, serta menjamin adanya perlindungan hukum yang baik terhadap hak-

hak warga.

      Bahwa pemerintah perlu membuat suatu undang-undang tentang

kepentingan umum, untuk mencegah kesewenang-wenangan akibat meluasnya

penafsiran kepentingan umum sebagai alasan perolehan hak atas tanah oleh

Negara.
27



                           DAFTAR PUSTAKA




A. Buku-Buku :


   Abdurrahman., Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Pembebasan

           Tanah Di Indonesia-Seri Hukum Agraria I, Cetakan Kedua, Alumni,

           Bandung, 1983


   Hadjon Philipus. M et.al., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Cetakan

           Kedua, Gadjah Mada University Press Yogyakarta, 1993


   Harsono Boedi., Hukum Agraria Indoensia: Sejarah Pembentukan Undang-

           undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid I Cet. 9,

           Djambatan, Jakarta, 2003


   MD Moh.Mahfud & Marbun SF., Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara,

           Liberty, Yogyakarta, Cetakan Keempat 2006


   Muchsan., Beberapa Catatan Tentang Hukum Administrasi Negara Dan

           Peradilan Administrasi Negara Di Indonesia, Liberty, Yogyakarta,

           1981


   ________., Catatan Materi Perkuliahan Hukum Tata Usaha Negata, Program

           Pasca Sarjana Magister Hukum Kenegaraan-UGM, Yogyakarta,

           2012
28



   Roosadijo Marimin M., Tinjauan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan

           Benda-Benda Yang Ada Di Atasnya, Cetakan I, Ghalia Indonesia,

           Jakarta,1979


   Rubaie H. Achmad., Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum,

           Cetakan I, Bayumedia Publishing, 2007


   Sumardjono Maria S.W., Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan

           Implementasi, Cetakan Ketiga, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2005


   Sutedi Adrian., Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan

           Tanah Untuk Pembangunan, Cetakan Kedua, Sinar Gragika, Jakarta,

           2008


   Tjandra W. Riawan., Hukum Administrasi Negara, Universitas Atma Jaya

           Yogyakarta, Yogyakarta, 2008


   Zamzuri., Tindak Pemerintahan (Bestuurhandeling), Al-Hikmah, Yogyakarta,

           1985



B. Peraturan Perundang-Undangan :

   Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

           Agraria

   Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1961 Tentang

           Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Di

           Atasnya
29



   Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1973 Tentang

            Acara   Penetapan     Ganti   Kerugian   Oleh   Pengadilan   Tinggi

            Sehubungan Dengan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-

            Benda Yang Ada Diatasnya

   Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 Tentang

            Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang

            Pengadaan     Tanah    Bagi   Pelaksanaan   Pembangunan      Untuk

            Kepentingan Umum



C. Instruksi Presiden :

   Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1973 Tentang

            Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah

            Dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya

More Related Content

What's hot

Hukum dan politik agraria kolonial
Hukum dan politik agraria kolonialHukum dan politik agraria kolonial
Hukum dan politik agraria kolonialindra wijaya
 
Dasar hukum agraria
Dasar hukum agrariaDasar hukum agraria
Dasar hukum agrariayoko14
 
ANALISIS KARAKTERISTIK HUKUM UU NO.5 TAHUN 1960
ANALISIS KARAKTERISTIK HUKUM UU NO.5 TAHUN 1960 ANALISIS KARAKTERISTIK HUKUM UU NO.5 TAHUN 1960
ANALISIS KARAKTERISTIK HUKUM UU NO.5 TAHUN 1960 Zaka Firma Aditya
 
Kewengan Pemerintah Daerah
Kewengan Pemerintah Daerah Kewengan Pemerintah Daerah
Kewengan Pemerintah Daerah Samsul La Dunga
 
Hak WNA Terhadap Penguasaan Tanah di Indonesia
Hak WNA Terhadap Penguasaan Tanah di IndonesiaHak WNA Terhadap Penguasaan Tanah di Indonesia
Hak WNA Terhadap Penguasaan Tanah di IndonesiaRizki Gumilar
 
Agraria fh uaj
Agraria fh uajAgraria fh uaj
Agraria fh uajHana Bell
 
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 1)
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 1)Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 1)
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 1)Leks&Co
 
Hukum agraria
Hukum agraria Hukum agraria
Hukum agraria Mr.Mahmud
 
Pp no 41 tahun 1996
Pp no 41 tahun 1996Pp no 41 tahun 1996
Pp no 41 tahun 1996Niko Utomo
 
Pasal 51 is dicabut karena di dalam pasal tersebut terdapat ketentuan yang be...
Pasal 51 is dicabut karena di dalam pasal tersebut terdapat ketentuan yang be...Pasal 51 is dicabut karena di dalam pasal tersebut terdapat ketentuan yang be...
Pasal 51 is dicabut karena di dalam pasal tersebut terdapat ketentuan yang be...Reki Rek
 
Uu 5 tahun 1960 uupa
Uu 5 tahun 1960  uupaUu 5 tahun 1960  uupa
Uu 5 tahun 1960 uupadedihartono
 

What's hot (19)

Hukum dan politik agraria kolonial
Hukum dan politik agraria kolonialHukum dan politik agraria kolonial
Hukum dan politik agraria kolonial
 
Hukum agraria nasional pert ke 2
Hukum agraria nasional pert ke 2Hukum agraria nasional pert ke 2
Hukum agraria nasional pert ke 2
 
Hukum agraria
Hukum agraria   Hukum agraria
Hukum agraria
 
Dasar hukum agraria
Dasar hukum agrariaDasar hukum agraria
Dasar hukum agraria
 
ANALISIS KARAKTERISTIK HUKUM UU NO.5 TAHUN 1960
ANALISIS KARAKTERISTIK HUKUM UU NO.5 TAHUN 1960 ANALISIS KARAKTERISTIK HUKUM UU NO.5 TAHUN 1960
ANALISIS KARAKTERISTIK HUKUM UU NO.5 TAHUN 1960
 
Edit hukum adat
Edit hukum adatEdit hukum adat
Edit hukum adat
 
Kewengan Pemerintah Daerah
Kewengan Pemerintah Daerah Kewengan Pemerintah Daerah
Kewengan Pemerintah Daerah
 
Hukum Agraria
Hukum AgrariaHukum Agraria
Hukum Agraria
 
Hak WNA Terhadap Penguasaan Tanah di Indonesia
Hak WNA Terhadap Penguasaan Tanah di IndonesiaHak WNA Terhadap Penguasaan Tanah di Indonesia
Hak WNA Terhadap Penguasaan Tanah di Indonesia
 
Agraria fh uaj
Agraria fh uajAgraria fh uaj
Agraria fh uaj
 
Hukum Agraria Indonesia
Hukum Agraria IndonesiaHukum Agraria Indonesia
Hukum Agraria Indonesia
 
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 1)
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 1)Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 1)
Dasar - Dasar Hukum Pertanahan (Seri 1)
 
Hukum Agraria
Hukum AgrariaHukum Agraria
Hukum Agraria
 
Hukum Agraria
Hukum AgrariaHukum Agraria
Hukum Agraria
 
LAND RIGHT
LAND RIGHTLAND RIGHT
LAND RIGHT
 
Hukum agraria
Hukum agraria Hukum agraria
Hukum agraria
 
Pp no 41 tahun 1996
Pp no 41 tahun 1996Pp no 41 tahun 1996
Pp no 41 tahun 1996
 
Pasal 51 is dicabut karena di dalam pasal tersebut terdapat ketentuan yang be...
Pasal 51 is dicabut karena di dalam pasal tersebut terdapat ketentuan yang be...Pasal 51 is dicabut karena di dalam pasal tersebut terdapat ketentuan yang be...
Pasal 51 is dicabut karena di dalam pasal tersebut terdapat ketentuan yang be...
 
Uu 5 tahun 1960 uupa
Uu 5 tahun 1960  uupaUu 5 tahun 1960  uupa
Uu 5 tahun 1960 uupa
 

Similar to Kajian yuridis tentang perolehan hak atas tanah oleh negara melalui lembaga pencabutan hak atas tanah

03. Konsep Hukum Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia.pptx
03. Konsep Hukum Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia.pptx03. Konsep Hukum Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia.pptx
03. Konsep Hukum Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia.pptxDhaniDhanilla1
 
Hak atas tanah
Hak atas tanahHak atas tanah
Hak atas tanahSyaifOer
 
Ideologi dan Gerakan Agraria di Indonesia
Ideologi dan Gerakan Agraria di IndonesiaIdeologi dan Gerakan Agraria di Indonesia
Ideologi dan Gerakan Agraria di Indonesiabung gunawan
 
Jurnal penelitian Masyarakat Adat
Jurnal penelitian Masyarakat AdatJurnal penelitian Masyarakat Adat
Jurnal penelitian Masyarakat Adaternidiswan
 
Jurnal penelitian masyarakat adat
Jurnal penelitian masyarakat adatJurnal penelitian masyarakat adat
Jurnal penelitian masyarakat adatfakultashukumuiba
 
Diskusi 2 Hukum Agraria Hak ATas tanah.pdf
Diskusi 2 Hukum Agraria Hak ATas tanah.pdfDiskusi 2 Hukum Agraria Hak ATas tanah.pdf
Diskusi 2 Hukum Agraria Hak ATas tanah.pdfIndra Sofian
 
HUKUM_AGRARIA.pptx
HUKUM_AGRARIA.pptxHUKUM_AGRARIA.pptx
HUKUM_AGRARIA.pptxAdeFitri22
 
Hak hak atas tanah dan sistem konversi atas tanah
Hak hak atas tanah dan sistem konversi atas tanahHak hak atas tanah dan sistem konversi atas tanah
Hak hak atas tanah dan sistem konversi atas tanahrahmat_tiflen
 
Masalah pertanahan di indonesia
Masalah pertanahan di indonesiaMasalah pertanahan di indonesia
Masalah pertanahan di indonesiaAyu Ana Inayah
 
Dasar-Dasar Hukum Pertanahan
Dasar-Dasar Hukum PertanahanDasar-Dasar Hukum Pertanahan
Dasar-Dasar Hukum PertanahanLeks&Co
 
Penguasaan dan Pengusahaan Lahan serta Kemiskinan di Pedesaan.pptx
Penguasaan dan Pengusahaan Lahan serta Kemiskinan di Pedesaan.pptxPenguasaan dan Pengusahaan Lahan serta Kemiskinan di Pedesaan.pptx
Penguasaan dan Pengusahaan Lahan serta Kemiskinan di Pedesaan.pptxSMPranata
 
Jurnal hukum surat ijo by andi mulya (1)
Jurnal hukum surat ijo by andi mulya (1)Jurnal hukum surat ijo by andi mulya (1)
Jurnal hukum surat ijo by andi mulya (1)LBHASTRANAWA
 
Jual beli tanah hak milik yang bertanda bukti petuk pajak bumi
Jual beli tanah hak milik yang bertanda bukti petuk pajak bumiJual beli tanah hak milik yang bertanda bukti petuk pajak bumi
Jual beli tanah hak milik yang bertanda bukti petuk pajak bumiSumardi Arahbani
 
Makalah warga negara dan negara
Makalah warga negara dan negaraMakalah warga negara dan negara
Makalah warga negara dan negaraAldi Aldi
 
Hak eigendom, hak erfpacht, hak opstal dan hak gebruik
Hak eigendom, hak erfpacht, hak opstal dan hak gebruikHak eigendom, hak erfpacht, hak opstal dan hak gebruik
Hak eigendom, hak erfpacht, hak opstal dan hak gebruikvinnalusianaSHMkn
 

Similar to Kajian yuridis tentang perolehan hak atas tanah oleh negara melalui lembaga pencabutan hak atas tanah (20)

5 winahyu
5 winahyu5 winahyu
5 winahyu
 
03. Konsep Hukum Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia.pptx
03. Konsep Hukum Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia.pptx03. Konsep Hukum Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia.pptx
03. Konsep Hukum Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia.pptx
 
Hukum agaria nasional
Hukum agaria nasionalHukum agaria nasional
Hukum agaria nasional
 
Hak atas tanah
Hak atas tanahHak atas tanah
Hak atas tanah
 
Ideologi dan Gerakan Agraria di Indonesia
Ideologi dan Gerakan Agraria di IndonesiaIdeologi dan Gerakan Agraria di Indonesia
Ideologi dan Gerakan Agraria di Indonesia
 
Jurnal penelitian Masyarakat Adat
Jurnal penelitian Masyarakat AdatJurnal penelitian Masyarakat Adat
Jurnal penelitian Masyarakat Adat
 
Jurnal penelitian masyarakat adat
Jurnal penelitian masyarakat adatJurnal penelitian masyarakat adat
Jurnal penelitian masyarakat adat
 
Diskusi 2 Hukum Agraria Hak ATas tanah.pdf
Diskusi 2 Hukum Agraria Hak ATas tanah.pdfDiskusi 2 Hukum Agraria Hak ATas tanah.pdf
Diskusi 2 Hukum Agraria Hak ATas tanah.pdf
 
HUKUM_AGRARIA.pptx
HUKUM_AGRARIA.pptxHUKUM_AGRARIA.pptx
HUKUM_AGRARIA.pptx
 
Hak hak atas tanah dan sistem konversi atas tanah
Hak hak atas tanah dan sistem konversi atas tanahHak hak atas tanah dan sistem konversi atas tanah
Hak hak atas tanah dan sistem konversi atas tanah
 
PPT-HUKUM-AGRARIA.ppt
PPT-HUKUM-AGRARIA.pptPPT-HUKUM-AGRARIA.ppt
PPT-HUKUM-AGRARIA.ppt
 
Masalah pertanahan di indonesia
Masalah pertanahan di indonesiaMasalah pertanahan di indonesia
Masalah pertanahan di indonesia
 
Dasar-Dasar Hukum Pertanahan
Dasar-Dasar Hukum PertanahanDasar-Dasar Hukum Pertanahan
Dasar-Dasar Hukum Pertanahan
 
Penguasaan dan Pengusahaan Lahan serta Kemiskinan di Pedesaan.pptx
Penguasaan dan Pengusahaan Lahan serta Kemiskinan di Pedesaan.pptxPenguasaan dan Pengusahaan Lahan serta Kemiskinan di Pedesaan.pptx
Penguasaan dan Pengusahaan Lahan serta Kemiskinan di Pedesaan.pptx
 
Bab i
Bab i Bab i
Bab i
 
Jurnal hukum surat ijo by andi mulya (1)
Jurnal hukum surat ijo by andi mulya (1)Jurnal hukum surat ijo by andi mulya (1)
Jurnal hukum surat ijo by andi mulya (1)
 
Jual beli tanah hak milik yang bertanda bukti petuk pajak bumi
Jual beli tanah hak milik yang bertanda bukti petuk pajak bumiJual beli tanah hak milik yang bertanda bukti petuk pajak bumi
Jual beli tanah hak milik yang bertanda bukti petuk pajak bumi
 
Makalah warga negara dan negara
Makalah warga negara dan negaraMakalah warga negara dan negara
Makalah warga negara dan negara
 
Hak eigendom, hak erfpacht, hak opstal dan hak gebruik
Hak eigendom, hak erfpacht, hak opstal dan hak gebruikHak eigendom, hak erfpacht, hak opstal dan hak gebruik
Hak eigendom, hak erfpacht, hak opstal dan hak gebruik
 
Sengketa jual beli tanah adat
Sengketa jual beli tanah adatSengketa jual beli tanah adat
Sengketa jual beli tanah adat
 

More from Universitas Gadjah Mada-Yogyakarta, Indonesia

More from Universitas Gadjah Mada-Yogyakarta, Indonesia (16)

Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan InterdisiplinerKebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
 
Konsekuensi yuridis terhadap timbulnya kerugian keuangan negara dalam tindak ...
Konsekuensi yuridis terhadap timbulnya kerugian keuangan negara dalam tindak ...Konsekuensi yuridis terhadap timbulnya kerugian keuangan negara dalam tindak ...
Konsekuensi yuridis terhadap timbulnya kerugian keuangan negara dalam tindak ...
 
Konsekuensi yuridis dengan dikecualikannya keputusan tata usaha negara yang b...
Konsekuensi yuridis dengan dikecualikannya keputusan tata usaha negara yang b...Konsekuensi yuridis dengan dikecualikannya keputusan tata usaha negara yang b...
Konsekuensi yuridis dengan dikecualikannya keputusan tata usaha negara yang b...
 
Tinjauan yuridis terhadap perbuatan aparat pemerintah yang tidak berwenang
Tinjauan yuridis terhadap perbuatan aparat pemerintah yang tidak berwenangTinjauan yuridis terhadap perbuatan aparat pemerintah yang tidak berwenang
Tinjauan yuridis terhadap perbuatan aparat pemerintah yang tidak berwenang
 
Peranan filsafat pancasila sebagai sumber hukum tata usaha negara ideal di in...
Peranan filsafat pancasila sebagai sumber hukum tata usaha negara ideal di in...Peranan filsafat pancasila sebagai sumber hukum tata usaha negara ideal di in...
Peranan filsafat pancasila sebagai sumber hukum tata usaha negara ideal di in...
 
Kebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisipliner
Kebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisiplinerKebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisipliner
Kebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisipliner
 
KEBUNTUAN DARI PENDEKATAN LEGALITAS FORMAL MENUJU PENDEKATAN INTERDISIPLINER
KEBUNTUAN DARI PENDEKATAN LEGALITAS FORMAL MENUJU PENDEKATAN INTERDISIPLINERKEBUNTUAN DARI PENDEKATAN LEGALITAS FORMAL MENUJU PENDEKATAN INTERDISIPLINER
KEBUNTUAN DARI PENDEKATAN LEGALITAS FORMAL MENUJU PENDEKATAN INTERDISIPLINER
 
Pengawasan terhadap produk hukum yang berbentuk keputusan tata usaha negara m...
Pengawasan terhadap produk hukum yang berbentuk keputusan tata usaha negara m...Pengawasan terhadap produk hukum yang berbentuk keputusan tata usaha negara m...
Pengawasan terhadap produk hukum yang berbentuk keputusan tata usaha negara m...
 
Teori hukum
Teori hukumTeori hukum
Teori hukum
 
Sinopsis pranata hukum
Sinopsis pranata hukumSinopsis pranata hukum
Sinopsis pranata hukum
 
Fungsi pengawasan politik dalam pembentukan hukum nasional
Fungsi pengawasan politik dalam pembentukan hukum nasionalFungsi pengawasan politik dalam pembentukan hukum nasional
Fungsi pengawasan politik dalam pembentukan hukum nasional
 
Peranan politik hukum dalam mewujudkan tujuan negara
Peranan politik hukum dalam mewujudkan tujuan negaraPeranan politik hukum dalam mewujudkan tujuan negara
Peranan politik hukum dalam mewujudkan tujuan negara
 
Ketidakabsahan suatu produk hukum karena mengalami kekurangan yuridis
Ketidakabsahan suatu produk hukum karena mengalami kekurangan yuridisKetidakabsahan suatu produk hukum karena mengalami kekurangan yuridis
Ketidakabsahan suatu produk hukum karena mengalami kekurangan yuridis
 
Penggunaan asas diskresi dalam pembentukan produk hukum di indaonesia
Penggunaan asas diskresi dalam pembentukan produk hukum di indaonesiaPenggunaan asas diskresi dalam pembentukan produk hukum di indaonesia
Penggunaan asas diskresi dalam pembentukan produk hukum di indaonesia
 
Peranan filsafat pancasila dalam pembangunan
Peranan filsafat pancasila dalam pembangunanPeranan filsafat pancasila dalam pembangunan
Peranan filsafat pancasila dalam pembangunan
 
Konsekuensi yuridis dari kemajemukan bangsa indonesia terhadap pembangunan hu...
Konsekuensi yuridis dari kemajemukan bangsa indonesia terhadap pembangunan hu...Konsekuensi yuridis dari kemajemukan bangsa indonesia terhadap pembangunan hu...
Konsekuensi yuridis dari kemajemukan bangsa indonesia terhadap pembangunan hu...
 

Recently uploaded

Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanNiKomangRaiVerawati
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaEzraCalva
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfPanduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfandriasyulianto57
 
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.aechacha366
 
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmeunikekambe10
 
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2noviamaiyanti
 
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxSBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxFardanassegaf
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasAZakariaAmien1
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptxTeknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptxwongcp2
 
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMPPOWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMPAnaNoorAfdilla
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdfsandi625870
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 

Recently uploaded (20)

Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfPanduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
 
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
 
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
 
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
 
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxSBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptxTeknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
 
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMPPOWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 

Kajian yuridis tentang perolehan hak atas tanah oleh negara melalui lembaga pencabutan hak atas tanah

  • 1. 1 KAJIAN YURIDIS TENTANG PEROLEHAN HAK ATAS TANAH OLEH NEGARA MELALUI LEMBAGA PENCABUTAN HAK ATAS TANAH ( Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Tata Usaha Negara) Oleh : FREINGKY A. NDAUMANU, S.H. NIM : 11/322217/PHK/06731 PROGRAM PASCASARJARNA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA MAGISTER HUKUM 2012
  • 2. 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tanah memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social asset tanah merupakan sarana pengikat kesatuan sosial di kalangan masyarakat Indonesia untuk hidup dan kehidupan, sedangkan sebagai capital asset tanah merupakan faktor modal dalam pembangunan. Di satu sisi tanah harus dipergunakan dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, secara lahir, batin, adil, dan merata, sedangkan di sisi yang lain juga harus dijaga kelestariannya. Sebagai karunia Tuhan sekaligus sumber daya alam yang strategis bagi bangsa, Negara, dan rakyat, tanah dapat dijadikan sarana untuk mencapai kesejahteraan hidup bangsa Indonesia, sehingga perlu campur tangan Negara turut mengaturnya.1 Hal ini sesuai dengan amanat konstitusional sebagaimana tercantum pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang berbunyi : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Selanjutnya, Pasal 2 UUPA menyatakan bahwa : 1 Rubaie H. Achmad., Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Cetakan I, Bayumedia Publishing, 2007, hlm.1-2
  • 3. 3 “Bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada tingkatan tinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”. Sedangkan, Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa yang dimaksud hak menguasai oleh Negara adalah kewenangan untuk : 1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut. 2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa. 3. Menentukan dan mengatur hubungan- hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.2 Wewenang yang bersumber pada hak menguasai Negara tersebut digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur (Pasal 2 ayat 3).3 Sebagai konsekuensi dari hak menguasai oleh Negara (HMN) agar dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, UUPA memberikan kekuasaan yang besaar dan kewenangan yang sangat luas kepada Negara untuk mengatur alokasi atas sumber-sumber agararia menjadi sangat tergantung kepada politik hukum dan kepentingan Negara. Bertolak dari hak menguasai oleh Negara, Negara mempunyai kewenangan untuk menentukan adanya macam-macam hak atas tanah yang diberikan kepada dan dapat dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun 2 MD Moh.Mahfud & Marbun SF., Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, Cetakan Keempat 2006, hlm.147 3 Hadjon Philipus. M et.al., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Cetakan Kedua, Gadjah Mada University Press Yogyakarta, 1993, hlm.183
  • 4. 4 bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum. Disamping itu, Negara mempunyai hak untuk mencabut hak-hak atas tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh warga Negara dengan memberikan ganti rugi yang layak dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang.4 B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut : “Bagaimanakah Perolehan Hak Atas Tanah Oleh Negara Melalui Lembaga Pencabutan Hak Atas Tanah Secara Yuridis” 4 Rubaie H. Achmad., Hukum Pengadaan Tanah..,Op.cit. hlm.5
  • 5. 5 BAB II PEMBAHASAN A. PEROLEHAN HAK ATAS TANAH OLEH NEGARA Immanuel Kant sebagaimana dikutip oleh Prof.Muchsan,SH.,5 mengatakan Negara adalah organisasi kekuasaan sehingga Negara bebas untuk melaksanakan fungsinya, artinya Negara bebas berbuat dalam hukum publik atau hukum privat. Selanjutnya Prof.Muchsan mengatakan bahwa untuk Indonesia terhadap teori Immanuel Kant tidak dapat digunakan karena Negara tertutup kemungkinan memperoleh hak menguasai melalui hukum perdata, alasannya jika menggunakan hukum perdata maka akan ada pergeseran hak menjadi hak milik oleh Negara dan bukan hak menguasai oleh Negara. Berkaitan dengan kewenangan Negara untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan (hak menguasai oleh Negara); adapun cara perolehan hak atas tanah demi kepentingan umum oleh Negara, yaitu berupa : 1) Pencabutan hak atas tanah; 2) Pembebasan hak atas tanah; 3) Pengadaan tanah; 4) Tukar-menukar tanah; 5) Pelepasan hak atas tanah. 5 Muchsan., Catatan Materi Perkuliahan Hukum Tata Usaha Negata, Program Pasca Sarjana Magister Hukum Kenegaraan-UGM, Yogyakarta, 2012
  • 6. 6 Dari kelima cara perolehan hak atas tanah oleh Negara tersebut diatas, kesemuanya diatur dalam hukum publik. Namun demikian, diantara kelima cara perolehan hak oleh Negara tersebut diatas, disini penulis hanya akan membahas khusus tentang perolehan hak atas tanah oleh Negara melalui lembaga pencabutan hak atas tanah. Selanjutnya, hak penguasaan atas tanah adalah suatu hubungan hukum konkret (biasanya disebut “hak“, jika telah dihubungkan dengan tanah tertentu sebagai obyeknya dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subyek atau pemegang haknya.6 Sehubungan dengan istilah ‘dikuasai” dan “dipergunakan” dalam UUPA, dengan mengutip Notonagoro, Parlindungan (1990:31)7 menguraikan bahwa harus diperbedakan antara istilah “dikuasai” dan “diperguanakan”. Artinya, istilah dipergunakan itu sebagai tujuan dari pada dikuasai, meskipun kata penghubungnya “dan” hingga nampaknya itu sebagai 2 hal yang tidak ada sangkut pautnya dalam hubungan sebab akibat. Dan pengertian dikuasai bukanlah berarti dimiliki tetapi kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan diberikan beberapa kewenangan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA. Selanjutnya, Riawan Tjandra W.8 menjelaskan mengenai bagaimana cara pemerintah memperoleh benda-benda publiek domein dapat dilakukan melalui : 1. Cara hukum keperdataan 6 Harsono Boedi., Hukum Agraria Indoensia: Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid I Cet. 9, Djambatan, Jakarta, 2003, hlm.25 7 Tjandra W. Riawan., Hukum Administrasi Negara, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2008, hlm.109 8 Ibid, hlm. 92-93
  • 7. 7 Yaitu pemerintah melakukan perubahan status hukum dari benda-benda yang semula dikuasai oleh orang atau badan hukum perdata menjadi publiek domein berdasarkan cara-cara peralihan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dibidang hukum keperdataan, misalnya jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, atau menggunakan lembaga daluwarsa. Manakala pemerintah bertindak menggunakan cara ini, pemerintah yang memiliki dual function bertindak dalam kapasitas sebagai pelaku hukum perdata (civil actor). Meskipun demikian, seringkali peratura-peraturan dibidang hukum publik dalam batas tertentu dapat mempengaruhi tindakan hukum pemerintah tersebut. Misalnya, menyangkut pembatasan penggunaan anggaran, tata cara pengadaan (antara lain dengan menggunakan mekanisme tender), dan lain-lain. Masyarakat seringkali lebih merasa diuntungkan apabila pemerintah melakukan tindakan hukum untuk memperoleh benda-benda publiek domein melalui cara-cara hukum perdata. Hal itu disebabkan antara lain instrumen hukum perdata lebih memberikan jaminan perlindungan hukum bagi masyarakat karena melalui prosedur kesepakatan instrumen hukum perdata lebih lebih biasa dipergunakan dalam hubungan hukum antar warga masyarakat, dan sebagainya. 2. Melalui cara hukum publik Yaitu pemerintah melakukan perubahan status hukum dari benda-benda yang semula dikuasai oleh orang atau badan hukum
  • 8. 8 perdata menjadi publiek domein berdasarkan cara-cara peralihan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dibidang hukum publik. Cara tersebut dilakukan misalnya melalui pencabutan hak atas tanah (onteigening), pembebasan hak (prijsgeving), dan pelepasan hak. Melalui cara ini, pemerintah bertindak dalam kapasitas sebagai penguasa (overhead) yang memiliki wewenang menguasai yang bersumber dari hak menguasai Negara. Apabila pemerintah menggunakan cara-cara hukum publik, harus diimbangi dengan sistem perlindungan hukum yang memadai bagi rakyat baik secara preventif (melalui hak inspraak) mapun melalui secara represif melalui perintah pencabutan beschikking oleh pejabat atasan atau oleh pengadilan administrasi. Pengambilan hak-hak individual untuk diubah menjadi publiek domein harus dilakukan dengan kewajiban bagi pemerintah untuk memberikan kompensasi bagi rakyat tidak mengalami kerugian/penurunan kualitas kesejahteraan hidup sebagai akibat perubahan status hak-hak individual menjadi publiek domein. B. PENGATURAN TENTANG LEMBAGA PENCABUTAN HAK ATAS TANAH OLEH NEGARA Dalam melaksanakan fungsinya, aparat pemerintah mengadakan hubungan-hubungan baik yang bersifat hubungan hukum maupun hubungan nyata dengan sesama aparat Negara maupun pihak perseorangan baik yang berbentuk
  • 9. 9 Badan Hukum maupun manusia pribadi (individu). Dalam menjalin hubungan hukum inilah terbentuk kegiatan-kegiatan atau aktifitas pemerintah yang berunsurkan perbuatan-perbuatan aparat pemerintah (Bestuurshandeling). Ada tiga (3) pendapat yang satu sama lain saling melengkapi tentang perbuatan pemerintahan ini, yakni : (1) Pendapat Van Vollenhoven (“Staatsrecht Overzee” halaman 25 dan seterusnya) yang menyatakan bahwa “bestuuren” adalah “het spontaan en zelfstandig behartigen van het belang van land en volk door hogere en legere overheden” (=pemeliharaan kepentingan Negara dan rakyat secara spontan dan tersendiri oleh penguasa tinggi atau rendah). “Spontaan” ialah suatu perbuatan yang dilaksanakan segera atas prakarsa sendiri dalam menghadapi keadaan dan keperluan yang timbul satu demi satu (individuele gevallen) yang termasuk dalam bidangnya demi kepentingan umum. Sedangkan, perkataan “zelstandig” dimaksudkan tidak perlu menunggu perintah atasan, dan semuanya itu atas tanggungjawab sendiri. (2) Roneyn berpendapat bahwa “bestuurshandeling” adalah tiap-tiap tindakan/perbuatan dari pada satu alat perlengkapan pemerintahan (bestuurorgaan) baik dalam lapangan Hukum Tata Pemerintahan mapun diluar Hukum Tata Pemerintahan, misalnya keamanan, peradilan dan lain-lain yang bermaksud untuk menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi.
  • 10. 10 (3) Komisi Van Poelje (laporan pada tahun 1972) menyatakan “Publiekrechtelijke handeling” (tindakan dalam hukum publik) adalah rechtshandeling door de overhead in haar bestuursfuntie verricht” (tindakan hukum yang dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan fungsi pemerintahan. Selanjutnya, Van Poelje berpendapat bahwa perbuatan pemerintahan itu merupakan manifestasi atau perwujudan “bestuur”. Dari pengertian-pengertian tersebut, dapatlah di analisa bahwa unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk suatu perbuatan pemerintahan adalah : a. Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintah baik dalam kedudukannya sebagai penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan (bestuursorgaanen) dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri; b. Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan; c. Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi; d. Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan Negara dan rakyat.9 Di dalam teori Hukum Administrasi Negara atau Hukum Tata Usaha Negara, perbuatan/tindakan pemerintah dalam lapangan hukum publik, dibagi atas 2 (dua) macam perbuatan, yaitu : 10 9 Muchsan., Beberapa Catatan Tentang Hukum Administrasi Negara Dan Peradilan Administrasi Negara Di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1981, hlm.17-19
  • 11. 11 a) Perbuatan hukum publik bersegi satu (eenzijdge publiek rechtelijke handeling); Perbuatan ini dikatakan sepihak yaitu karena adanya kehendak satu pihak yang dipaksakan, dan biasanya adalah kehendak pemerintah. Sering juga disebut perbuatan unilateral atau vertikal, seperti pencabutan hak atas tanah. b) Perbuatan hukum bersegi dua (tweezijdge publiek rechtelijke handeling). Perbuatan ini dikatakan dua pihak karena adanya pertemuan dua pihak, biasa dalam perbuatan bilateral atau horizontal. Misalnya jual beli. Menurut Prof.Muchsan,11 semua perbuatan pemerintahan yang berdasarkan hukum publik sejauh perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintah selaku penguasa, merupakan perbuatan bersegi satu, sebab kedudukan antara penguasa dengan yang dikuasai tidak sejajar, akan tetapi lebih merupakan hubungan hierarkhis. Sedangkan, perbuatan hukum yang berdasarkan hukum publik yang dilakukan oleh aparat pemerintah selaku organ dari pemerintah sebagai badan hukum (bestuursorganen) mungkin sekali bersifat segi dua maupun segi satu, sebenarnya disini perbuatan tersebut merupakan pengkhususan dari hukum perdata (privat). Terkait dengan perolehan hak atas tanah oleh Negara melalui lembaga pencabutan hak atas tanah merupakan perbuatan bersegi satu, maka perbuatan 10 lihat : Zamzuri., Tindak Pemerintahan (Bestuurhandeling), Al-Hikmah, Yogyakarta, 1985, hlm.15 11 Muchsan., Beberapa Catatan Tentang.., Op.cit, hlm.20-21
  • 12. 12 pencabutan hak milik itu sendiri yang dilakukan oleh presiden sebagai administrasi Negara tertinggi, merupakan perbuatan pemerintah yang bersegi satu, dan dikeluarkan dalam bentuk “tertulis” berupa Surat Keputusan Presiden, berdasar atas wewenang khusus (istimewa).12 Lembaga pencabutan hak atas tanah yang dimaksudkan adalah Undang-Undang No.20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Di Atasnya. Selanjutnya, Adapun dasar hukum pengaturan pencabutan hak atas tanah, diatur dalam Pasal 18 UUPA No.5 Tahun 1960, yang menyatakan bahwa: “Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari seluruh rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang”. Sehingga, undang-undang yang dimaksud dalam Pasal 18 tersebut adalah UU No. 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Di Atasnya. Selanjutnya, menurut ketentuan Pasal 1 Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1973 Tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya berkaitan dengan kegiatan pembangunan demi kepentingan umum, menentukan bahwa : “Suatu kegiatan dalam rangka pelaksanaan pembangunan mempunyai sifat kepentingan umum, apabila kegiatan tersebut menyangkut : (1) Suatu kegiatan dalam rangka pelaksanaan Pembangunan mempunyai sifat kepentingan umum, apabila kegiatan tersebut menyangkut : a. Kepentingan Bangsa dan Negara, dan/atau b. Kepentingan masyarakat luas, dan/atau c. Kepentingan rakyat banyak/bersama, dan/atau d. Kepentingan Pembangunan (2) Bentuk-bentuk kegiatan Pembangunan yang mempunyai sifat kepentingan umum sebagai dimaksud dalam ayat (1) pasal ini meliputi bidang bidang : 12 Roosadijo Marimin M., Tinjauan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Di Atasnya, Cetakan I, Ghalia Indonesia, Jakarta,1979, hlm.24
  • 13. 13 e. Pertahanan; f. Pekerjaan Umum; g. Perlengkapan Umum; h. Jasa Umum; i. Keagamaan; j. Ilmu Pengetahuan dan Seni Budaya; k. Kesehatan; l. Olahraga; m. Keselamatan Umum terhadap bencana alam; n. Kesejahteraan Sosial; o. Makam/Kuburan; p. Pariwisata dan Rekreasi q. Usaha-usaha ekonomi yang bermanfaat bagi kesejahteraan umum. (3) Presiden dapat menentukan bentuk-bentuk kegiatan pembangunan lainnya kecuali sebagai dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, yang menurut pertimbangannya perlu bagi kepentingan umum”. 13 Kalau kita lihat rumusan tersebut diatas maka pengertian kepentingan umum sudah cukup terperinci, sekalipun belum begitu tegas akan tetapi dengan adanya ketentuan ayat (3) yang memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menentukan bentuk kegiatan pembangunan sebagain suatu bentuk kepentingan umum, maka pengertian kepentingan umum menjadi kabur kembali. Menurut Abdurrahman,SH., diperlukan adanya suatu ketegasan tentang apa yang dimaksud dengan kepentingan umum dalam undang-undang.14 Senada dengan hal tersebut, Prof.Muchsan,15 berpendapat bahwa perlu adanya undang- undang tentang kepentingan umum sehingga terhadap pemenuhannya dapat terlaksana dengan baik, jika tidak maka akibatnya pengertian kepentingan umum mempunyai makna luas menurut pemerintah. 13 Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1973 Tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya 14 Abdurrahman., Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Pembebasan Tanah Di Indonesia-Seri Hukum Agraria I, Cetakan Kedua, Alumni, Bandung, 1983, hlm.41 15 Muchsan., Catatan Materi Perkuliahan..,Op.cit.
  • 14. 14 Huybers16 dalam bukunya Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah mendefinisikan kepentingan umum sebagai “kepentingan masyarakat sebagai kesuluruhan yang memiliki ciri-ciri tertentu, antara lain memiliki perlindungan hak-hak individu sebagai warga Negara dan menyangkut pengadaan serta pemeliharaan sarana publik dan pelayanan publik”. Kepentingan umum dapat dijabarkan melalui dua cara. Pertama, berupa pedoman umum yang menyebutkan bahwa pengadaan tanah dilakukan berdasarkan alasan kepentingan umum melalui berbagai istilah. Karena berupa pedoman, hal ini dapat mendorong eksekutif secara bebas menyatakan suatu proyek memenuhi syarat kepentingan umum. Kedua, penjabaran kepentingan umum dalam daftar kegiatan. Dalam praktek kedua cara itu sering ditempuh secara bersamaan. Adapun Jenis-Jenis Kepentingan Umum menurut ketentuan Pasal 5 Perpres 36/Tahun 2005 jo Perpres 65/Tahun 2006 antara lain :17 a. Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi; b. Waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya; c. Pelabuhan, Bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal; d. Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan lain-lain bencana; e. Tempat pembuangan sampah; f. Cagar alam, cagar budaya; g. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik”. 16 Sumardjono Maria S.W., Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi, Cetakan Ketiga, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2005, hlm.107 17 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 jo Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah menggantikan Keppres No.55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
  • 15. 15 Abdurrahman, SH.,18 kemudian memberikan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum adalah merupakan “cara yang terakhir” untuk memperoleh tanah-tanah yang sangat diperlukan guna keperluan tertentu untuk kepentingan umum, setelah berbagai cara lain dengan jalan musyawarah dengan yang empunya tanah menemui jalan buntu dan tidak membawa hasil sebagaimana yang diharapkan sedangkan keperluan untuk penggunaan tanah dimaksud sangat mendesak sekali. Menurut Prof. Muchsan,19 pencabutan hak atas tanah adalah putusnya hubungan hukum antara tanah dengan pemengang haknya yang dilakukan secara sepihak dengan pemberian ganti kerugian yang layak. demi pemenuhan kepentingan umum. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat dijabarkan 4 (empat) unsur, yaitu: a. Putusnya hubungan hukum antara tanah dengan pemengang haknya. Maksudnya disini adalah hilangnya hak dan kewajiban atas tanah dari pemilik tanah. b. Adanya perbuatan hukum sepihak. Artinya bahwa adanya perbuatan hukum yang dipaksakan secara sepihak dari pemerintah tanpa perlu harus menunggu kesepakatan dari pihak pemilik tanah/pihak lawan berbuat tidak diperhatikan. 18 Abdurrahman., Masalah Pencabutan Hak-Hak..,Op.cit, hlm.37 19 Muchsan., Catatan Materi Perkuliahan..,Op.cit.
  • 16. 16 c. Adanya pemberian ganti kerugian yang layak. Terhadap adanya ganti kerugian, UU No.20 Tahun 1961 memberikan tiga (3) macam ganti kerugian yang sifatnya komulatif, antara lain : a) Ganti kerugian terhadap harga tanah yang tercabut; b) Harga benda yang ada diatasnya (benda diatas tanah); c) PEMUKTI (pemukiman pengganti). d) Adanya kepentingan umum yang dipenuhi. Maksudnya kepentingan umum menurut UU No.20 Tahun 1961, yaitu kepentingan bangsa dan Negara, kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat banyak. Untuk dapat melaksanakan pencabutan hak atas tanah, Undang-undang No. 20 Tahun 1961 secara garis besarnya memuat dua (2) macam acara pencabutan hak atas tanah dan/atau benda-benda yang ada di atasnya demi kepentingan umum, yaitu acara yang biasa dan acara yang mendesak, antara lain:20 1. Pencabutan Hak Menurut Acara Biasa 1) Menurut prosedur ini pihak yang meminta agar diadakan pencabutan hak mengajukan pemohonan kepada Presiden Republik Indonesia dengan perantaraan Menteri Dalam Negeri/Dir. Jenderal Agraria melalui Gubernur KDH/Kepala Direktorat Agraria/Kepala Inspeksi Agraria setempat dengan disertai : 20 Abdurrahman., Masalah Pencabutan Hak-Hak..,Op.cit, hlm.46-50
  • 17. 17 1. Rencana peruntukannya dan alasan-asalannya bahwa untuk kepentingan umum harus dilakukan pencabutan hak itu. 2. Keterangan tentang nama yang berhak (jika mungkin) serta letak, luas dan macam hak dari tanah yang akan dicabut haknya serta benda-benda yang bersangkutan. 3. Rencana penampungan orang-orang yang haknya akan dicabut, itu kalau ada, juga orang-orang yang menggarap tanah atau menempati rumah bersangkutan. (Pasal 2 ayat (2) Undang- Undang Nomor 20 Tahun 1961) 2) Setelah menerima permhonan untuk pencabutan hak dimaksud maka kepala Direktorat Agraria segera meminta kepada Bupati KDH yang bersangkutan untuk memberikan pertimbangan mengenai permintaan pencabutan hak tersebut. 3) Meminta kepada Panitia Penaksir Ganti Rugi yang khusus diadakan untuk itu untuk memberikan taksiran berapa ganti rugi yang harus dibayar terhadap tanah yang akan dicabut haknya itu. 4) Dalam waktu tiga (3) bulan sejak diterimanya permintaan dari Kepala Direktorat Agraria tersebut diatas para Bupati/Walikotamadya KDH itu sudah harus menyampaikan pertimbangan-pertimbangan yang diperlukan, begitu pula dengan Panitia Penaksir harus sudah menyampaikan taksiran berapa ganti rugi yang harus dibayar kepada pemilik tanah yang akan dicabut haknya itu.
  • 18. 18 5) Kepala Direktorat Agraria/Kepala Inspeksi Agraria setelah menerima pertimbangan dari Bupati/Walikotamadya KDH dan taksiran harga ganti kerugian yang harus dibayarkan atas nama Gubernur KDH, setelah itu disampaikan permohan tersebut kepada Menteri Dalam Negeri cq. Direktorat Jenderal Agraria dengan disertai pertimbangan- pertimbangannya sendiri, yang untuk selajutnya oleh Menteri Dalam Negeri permohonan ini disampaikan kepada Presiden21 dengan disertai pertimbangan-pertimbangan serta pertimbangan dari Menteri Kehakiman dan Menteri yang bidang tugasnya meliputi usaha si pemohon pencabutan hak. 6) Bilamana semua persyaratan tersebut semuanya sudah terpenuhi dan presiden mengabulkan permohonannya barulah pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum dilakukan dengan sebuah surat Keputusan Presiden. Dalam surat keputusan tersebut dicantumkan pula mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi yang harus dibayar kepada si pemilik tanah. SK.Presiden ini kemudian diumumkan didalam Berita Negara Republik Indonesia dan turunannya disamapikan kepada pemilik tanah yang dicabut haknya. 21 Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961, yang berbunyi: “Pemintaan untuk melakukan pencabutan hak atas tanah dan/atau benda tersebut pada Pasal 1 diajukan oleh yang berkepentingan kepada Presiden dengan perantaraan Menteri Agraria, melalui Kepala Inspeksi Agraria yang bersangkutan.”
  • 19. 19 2. Pencabutan Hak Dalam Keadaan Yang Mendesak Dalam keadaan yang sangat mendesak yang memerlukan penguasaan tanah dan/atau benda-benda yang bersangkutan dengan segera, maka pencabutan Hak khususnya penguasaan tanah dan/atau benda-benda itu dapat diselenggarakan melalui prosedur atau tatacara khusus yang lebih cepat.(Pasal 6 UU No.20 Tahun 1961), Keadaaan mendesak itu misalnya jika terjadi wabah atau bencana alam yang memerlukan penampungan dengan segera, maka prosedurnya adalah : 1. Dalam hal ini permintaan untuk melakukan pencabutan hak diajukan oleh Kepala Direktorat Agraria/Kepala Inspeksi Agraria atas nama Gubernur KDH atas permohonan yang berkepentingan kepada Menteri Dalam Negeri, tanpa disertai taksiran ganti rugi dari para panitian penaksir dan kalau perlu juga dengan tidak menunggu diterimanya pertimbangan dari Bupati/Walikotamadya KDH yang bersangkutan. 2. Menteri Dalam Negeri dapat memberikan perkenan kepada yang bersangkutan untuk menguasai tanah dan/atau benda-benda yang bersangkutan. Keputusan penguasaaan tersebut akan diikuti dengan Keputusan Presiden mengenai dikabulkannya atau ditolaknya permintaan untuk melakukan pencabutan hak ini. Keputusan Presiden tersebut harus dimuat dalam Berita Negara R.I.
  • 20. 20 Sehubungan dengan pencabutan hak atas tanah, dikatakan oleh Perangin (1991:46),22 sesuai dengan ketentuan, bahwa pencabutan hak hanya dilakukan demi kepentingan umum dan hanya dalam keadaan memaksa sebagai jalan yang terakhir. Maka walaupun acara pencabutan hak sudah dimulai, bahkan sudah ada surat keputusan pencabutan haknya sekalipun jika kemudian dapat dicapai persetujuan dengan yang empunya untuk menyelesaikan soalnya dengan cara jual beli, tukar menukar, atau pembebasan hak, cara itulah yak akhirnya harus ditempuh. Sehubungan dengan itu ditentukan pula, bahwa jika telah dilakukan pencabutan hak tetapi kemudian ternyata bahwa tanah dan/atau benda-benda yang bersangkutan tidak dipergunakan sesuai dengan rencana semula yang mengharuskan dilakukannya pencabutan hak itu, maka para bekas pemiliknya diberi prioritas utama untuk mendapatkannya kembali. Pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum merupakan suatu cara terakhir untuk memperoleh tanah yang sangat diperlukan guna keperluan- keperluan tertentu untuk kepentingan umum, yaitu setelah dilakukan berbagai cara, tidak membawa hasil sebagaimana diharapkan, sedangkan keperluan untuk pembangunan tanah yang dimaksud sangat mendesak sekali.23 Sehubungan dengan hal tersebut, maka inilah prinsip dasar yang menyebabkan lahirnya undang-undang pencabutan hak atas tanah selama ini jika pemerintah memerlukan tanah untuk kepentingan umum, terlebih dahulu diusahakan agar tanah itu dapat diperoleh dengan persetujuan pemiliknya dengan cara jual beli, tukar-menukar. Akan tetapi, cara demikian tidak selalu dapat memberikan hasil yang diharapkan, 22 Tjandra W. Riawan., Hukum Administrasi..,Op.cit, hlm.117 23 Sutedi Adrian., Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Cetakan Kedua, Sinar Gragika, Jakarta, 2008, hlm.87
  • 21. 21 karena pemilik tanah meminta harga yang terlampau tinggi ataupun tidak bersedia sama sekali melepaskan tanahnya yang diperlukan pemerintah. Oleh karena kepentingan umum harus didahulukan dari pada kepentingan perorangan, maka jika tindakan yang dimaksudkan benar-benar untuk kepentingan umum, dalam keadaan memaksa, jika musyawarah tidak memberikan hasil yang diharapkan, harus ada wewenang pemerintah untuk mengambil dan menguasai tanah yang bersangkutan.24 Pada umumnya pencabutan hak ini diadakan guna keperluan usaha-usaha Negara naik dalam pemerintah pusat maupun untuk pemerintah daerah, tetapi menurut Penjelasan UU No.20 Tahun 1961 sebagai pengecualian pencabutan hak juga dapat dilakukan untuk pelaksanaan usaha swasta asalkan usaha tersebut benar-benar untuk kepentingan umum25 dan tidak mungkin diperoleh tanah yang diperlukan melalui persetujuan dengan yang empunya tanah. Sudah barang tentu usaha swasta tersebut harus disetujui oleh pemerintah dan sesuai pula dengan pola Rencana Pembangunan Nasional. Akan tetapi hak yang demikian kadang-kadang banyak mengalami kesulitan, umpanya apakah pihak swasta yang ingin membangun suatu proyek parawisata dapat dianggap sebagai untuk kepentingan umum karena dengan adanya proyek itu akan banyak menarik para wisatawan 24 Ibid, hlm.88 25 Aparat Pemerintah dalam menjalankan fungsinya, dalam Teori Hukum Tata Usaha Negara dibagi atas dua fungsi, yaitu pertama, fungsi memerintah (bestuuren funtie); kedua, fungsi pelayanan (verzogen funtie). Berkaitan dengan fungsi pelayanan oleh Aparat Pemerintah, maka ada tiga alternatif yang tersedia : 1. Aparat Pemerintah tampil sendiri; 2. Aparat Pemerintah dan swasta yang tampil; dan 3. Pihak swasta yang tampil sendiri.
  • 22. 22 sehingga dapat meningkatkan income (pendapatan) pemerintah baik pusat maupun daerah, sehingga guna keperluan tersebut dapat diadakan pencabutan hak.26 Namun, menurut Prof.Muchsan,27 jika di analisis maka terhadap UU No.20 Tahun 1961 memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan, antara lain : o Keunggulan UU No.20 Tahun 1961, yaitu : (1) Pencabutan hak atas tanah merupakan kewenangan presiden; (2) Ditetapkannya Panitia Pencabutan Hak Atas Tanah; (3) Adanya PEMUKTI (pemukiman pengganti); serta o Kelemahan UU No.20 Tahun 1961, yaitu : (1) Merupakan perbuatan sepihak, dimana hanya kehendak pemerintah yang dipaksakan; (2) Pengertian kepentingan umum yang tidak menjamin kepastian hukum; (3) Tidak dapat menyediakan upaya hukum yang dapat digunakan oleh pemegang hak atas tanah, dalam arti pemegang hak atas tanah tidak dapat mengajukan upaya hukum untuk menolak pencabutan hak atas tanah oleh pemerintah. Mengenai keberatan28 atas pencabutan hak atas tanah dapat mengajukan Gugatan ke 26 Abdurrahman., Masalah Pencabutan Hak-Hak..,Op.cit, hlm.42-43 27 Muchsan., Catatan Materi Perkuliahan..,Op.cit 28 Keberatan yang dimasud adalah terhadap keputusan mengenai jumlah ganti kerugian yang tidak dapat diterima karena dianggap kurang layak, sehubungan dengan pencabutan hak- hak atas tanah dan bendabenda yang ada diatasnya (Lihat, Pasal 1 PP No.39 Tahun 1973). Hal tersebut dikarenakan, menurut Prof.Muchsan, perumusan kata “layak” dalam UU No.20 Tahun 1960 diartikan sebagai “perbuatan sepihak dari pemerintah”, yang berarti pemerintah sendiri yang berhak menentukan jumlah nilai perhitungan kerugian yang harus diberikan kepada pihak yang dikenai pencabutan hak atas tanah.
  • 23. 23 Pengadilan Tinggi untuk pertama dan terakhir kali. Gugatan tersebut bersifat Perdata karena perbuatannya merupakan Perbuatan Melawan Hukum sesuai dengan Pasal 1365 Burgelijk Wetboek (BW). Lebih jauh mengenai gugatan terhadap keberatan yang timbul dari pencabutan hak atas tanah diatur dalam Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1973 Tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian Oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan Dengan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya. Dalam PP No.39 Tahun 1973, disebutkan gugatan ganti kerugian hanya diajukan langsung ke Pengadilan Tinggi, dan putusan Pengadilan Tinggi merupakan putusan final. Timbul permasalahan, dimana PP No.39 Tahun 1973 ini jika di uji maka akan bertentangan dengan Undang- Undang No. 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman, alasannya : a. Karena jenjang upaya hukum dalam PP No.39 Tahun 1973 cuma sekali, yaitu langsung mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi tentang ganti kerugian. b. Terhadap Keputusan TUN yang dikeluarkan dapat diajukan keberatan administrasi, namun PP No.39 Tahun 1973 menutup kemungkinan terhadap hal tersebut. c. PP No.39 Tahun 1973 seperti tidak ada kekuatan berlakunya.
  • 24. 24 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian pembahasan diatas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain : Bahwa secara yuridis terhadap perolehan hak atas tanah oleh negara melalui lembaga pencabutan hak atas tanah diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Di Atasnya merupakan suatu cara terakhir untuk memperoleh tanah yang sangat diperlukan guna keperluan-keperluan tertentu untuk kepentingan umum, yaitu setelah dilakukan berbagai cara, tidak membawa hasil sebagaimana diharapkan, sedangkan keperluan untuk pembangunan tanah yang dimaksud sangat mendesak sekali. Bahwa Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah harus diutamakan demi kepentingan umum dari pada kepentingan orang perorang, maka jika tindakan pencabutan hak atas tanah yang dimaksudkan itu memang benar-benar untuk kepentingan umum, dalam keadaan memaksa yaitu jika jalan musyawarah tidak dapat membawa hasil yang diharapkan, haruslah ada wewenang pada pemerintah untuk bisa mengambil dan menguasai tanah yang bersangkutan.
  • 25. 25 Seperti yang telah disampaikan Prof.Muchsan, bahwa terhadap UU No.20 Tahun 1961 masih memiliki beberapa kelemahan, antara lain : 1.Merupakan perbuatan sepihak, dimana hanya kehendak pemerintah yang dipaksakan; 2.Pengertian kepentingan umum yang tidak menjamin kepastian hukum 3.Tidak dapat menyediakan upaya hukum yang dapat digunakan oleh pemegang hak atas tanah Bahwa masih terdapat beberapa peraturan pelaksana yang memiliki kelemahan sehingga memungkinkan sulitnya pelaksanaan terhadap peraturan tersebut, misalnya seperti gugatan terhadap keberatan yang timbul dari pencabutan hak atas tanah yang telah diatur dalam Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1973 B. SARAN Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, maka dapat dikemukakan beberapa saran yang dapat penulis rekomendasikan sebagai berikut : Bahwa pemerintah perlu mengatur sebuah lembaga musyawarah yang berperan untuk mengadakan pendekatan kepada pihak pemilik tanah yang akan dicabut haknya atas tanah, dimana tidak hanya untuk menetapkan besarnya ganti rugi, akan tetapi bagaimana ganti rugi itu sesuai dengan rasa keadilan dalam
  • 26. 26 masyarakat, serta menjamin adanya perlindungan hukum yang baik terhadap hak- hak warga. Bahwa pemerintah perlu membuat suatu undang-undang tentang kepentingan umum, untuk mencegah kesewenang-wenangan akibat meluasnya penafsiran kepentingan umum sebagai alasan perolehan hak atas tanah oleh Negara.
  • 27. 27 DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku : Abdurrahman., Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Pembebasan Tanah Di Indonesia-Seri Hukum Agraria I, Cetakan Kedua, Alumni, Bandung, 1983 Hadjon Philipus. M et.al., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Cetakan Kedua, Gadjah Mada University Press Yogyakarta, 1993 Harsono Boedi., Hukum Agraria Indoensia: Sejarah Pembentukan Undang- undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid I Cet. 9, Djambatan, Jakarta, 2003 MD Moh.Mahfud & Marbun SF., Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, Cetakan Keempat 2006 Muchsan., Beberapa Catatan Tentang Hukum Administrasi Negara Dan Peradilan Administrasi Negara Di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1981 ________., Catatan Materi Perkuliahan Hukum Tata Usaha Negata, Program Pasca Sarjana Magister Hukum Kenegaraan-UGM, Yogyakarta, 2012
  • 28. 28 Roosadijo Marimin M., Tinjauan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Di Atasnya, Cetakan I, Ghalia Indonesia, Jakarta,1979 Rubaie H. Achmad., Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Cetakan I, Bayumedia Publishing, 2007 Sumardjono Maria S.W., Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi, Cetakan Ketiga, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2005 Sutedi Adrian., Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Cetakan Kedua, Sinar Gragika, Jakarta, 2008 Tjandra W. Riawan., Hukum Administrasi Negara, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2008 Zamzuri., Tindak Pemerintahan (Bestuurhandeling), Al-Hikmah, Yogyakarta, 1985 B. Peraturan Perundang-Undangan : Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Di Atasnya
  • 29. 29 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1973 Tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian Oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan Dengan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda- Benda Yang Ada Diatasnya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum C. Instruksi Presiden : Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1973 Tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya