2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan Karunia-
Nya Tim EKPD Kalteng dapat menyelesaikan Laporan Akhir kegiatan Evaluasi Kinerja
Pembangunan Daerah Kalimantan Tengah dengan judul “Evaluasi Empat Tahun
Pelaksanaan RPJMN 2004 – 2009 di Provinsi Kalimantan Tengah” kerjasama antara
Universitas Palangka Raya dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) melalui Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan.
Evaluasi Kinerja yang dilakukan Bappenas dianggap penting mengingat selama
ini evaluasi kinerja terhadap program dan kegiatan pembangunan yang dilakukan masih
berorientasi kepada kinerja input dan kinerja keluaran (output), belum banyak
berorientasi kepada kinerja outcome. Laporan akhir ini berusaha menyajikan evaluasi
dan penilaian kinerja output dan outcome daerah.
Fokus laporan yang dibuat meliputi 5 (lima) indikator utama yaitu tingkat
pelayanan publik dan demokrasi, tingkat kualitas sumberdaya manusia, tingkat
pembangunan ekonomi, kualitas pengelolaan sumberdaya alam dan tingkat
kesejahteraan sosial. Pembangunan di Provinsi Kalimantan Tengah diprioritaskan kepada
pengentasan kemiskinan dan pembenahan infrastruktur dalam kerangka pemberdayaan
masyarakat. Pada laporan akhir ini juga diulas tentang IPM kaitannya dengan GEM dan
GDI serta kualitas pelayanan publik yang menyangkut kemampuan pemerintah
menangani kasus korupsi dan efisiensi pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk
pelayanan satu atap. Sejauhmana upaya penanganan lahan kritis di Kalimantan Tengah
juga diulas dalam laporan ini.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dan
kerjasama dari berbagai pihak terutama Gubernur beserta Jajarannya, Kejaksaan Tinggi
Kalteng, Pengadilan Negeri Palangka Raya, Kepala Bappeda Provinsi Kalimantan
Tengah dan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya dalam lingkup
Provinsi Kalimantan Tengah, Kepala BPS dan semua pihak yang tidak mampu kami
sebutkan satu persatu.
Akhirnya, secara khusus ucapan terimakasih disampaikan kepada Tim Evaluasi
Kinerja Pembangunan Daerah Kalimantan Tengah: Drs. Henry Singarasa, MS (Ketua),
Prof. Dr. Ahim S. Rusan (Koordinator), Prof. Dr. Ir. Bambang S. Lautt, M.Si (Sekretaris)
dan anggota masing-masing Prof. Dr. Eddy Lion, MPd; Dr. Muses Embang, MS dan Dr. Ir.
Mofit Saptono,MSi atas segala upaya dan kerjasamanya sehingga laporan ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Palangka Raya, 10 Desember 2009
Universitas Palangka Raya
Rektor,
Henry Singarasa
NIP. 19521028 198003 1 002
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 i
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang dan Tujuan ........................................................................ 1
1.2 Keluaran ..................................................................................................... 4
1.3 Metodologi.................................................................................................. 4
1.4 Sistematika Penulisan Laporan .................................................................. 6
BAB II HASIL EVALUASI ............................................................................................ 7
2.1 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI ................................ 7
2.1.1 Tingkat Pelayanan Publik ................................................................. 7
2.1.2 Tingkat Pelayanan Demokrasi .......................................................... 13
2.1.3 Capaian Indikator .............................................................................. 18
2.1.4 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ............................ 19
2.1.5 Rekomendasi Kebijakan ................................................................... 20
2.2 TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA ..................................... 23
2.2.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)............................................... 23
2.2.2 Pendidikan ........................................................................................ 25
2.2.3 Kesehatan ......................................................................................... 33
2.2.4 Keluarga Berencana ......................................................................... 41
2.2.5 Capaian Indikator .............................................................................. 46
2.2.6 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ............................ 47
2.2.7 Rekomendasi Kebijakan ................................................................... 48
2.3 TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI .................................................... 53
2.3.1 Ekonomi Makro ................................................................................. 53
2.3.2 Investasi (PMA dan PMDN) .............................................................. 60
2.3.3 Infrastruktur ....................................................................................... 61
2.3.4 Capaian Indikator .............................................................................. 62
2.3.5 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ............................ 65
2.3.6 Rekomendasi Kebijakan ................................................................... 67
2.4 KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP ........... 69
2.4.1 Kehutanan......................................................................................... 71
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 ii
4. 2.4.2 Kelautan ............................................................................................ 74
2.4.3 Capaian Indikator .............................................................................. 79
2.4.4 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ............................ 82
2.4.5 Rekomendasi Kebijakan ................................................................... 83
2.5 TINGKAT TINGKAT KESEJAHTERAAN SOSIAL ..................................... 85
2.5.1 Persentase Penduduk Miskin ........................................................... 85
2.5.2 Tingkat Pengangguran Terbuka ....................................................... 87
2.5.3 Persentase Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Anak (Terlantar,
Jalanan, Balita Terlantar, Dan Nakal) ............................................... 88
2.5.4 Persentase Pelayanan Kesejahteraan Sosial Bagi Lanjut Usia ........ 89
2.5.5 Persentase Pelayanan Dan Rehabilitasi Sosial (Penyandang Cacat,
Tunasosial, Dan Korban Penyalahgunaan Narkoba)........................ 90
2.5.6 Capaian Indikator .............................................................................. 91
2.5.7 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol ............................ 93
2.5.8 Rekomendasi Kebijakan ................................................................... 95
BAB III. KESIMPULAN ................................................................................................ 98
LAMPIRAN ................................................................................................................... 103
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 iii
5. BAB I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG DAN TUJUAN
Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pembangunan nasional, pada hakekatnya pembangunan daerah adalah upaya terencana
untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa depan daerah yang lebih
baik dan kesejahteraan bagi semua masyarakat. Hal ini sejalan dengan amanat UU No.
32 tahun 2004 yang menegaskan bahwa Pemerintah Daerah diberikan kewenangan
secara luas untuk menentukan kebijakan dan program pembangunan di daerah masing-
masing.
Berdasarkan kondisi dan konteks potensi dan permasalahan pembangunan di
wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, serta memperhatikan Visi Provinsi Kalimantan
Tengah 2006-2025, maka visi pembangunan pada periode perencanaan 5 (lima) tahun
pertama ini adalah:
MEMBUKA ISOLASI MENUJU KALIMANTAN TENGAH
YANG SEJAHTERA DAN BERMARTABAT
Isolasi wilayah akan dibuka untuk meningkatkan kemampuan dan keberdayaan
masyarakat dalam peningkatan taraf hidupnya. Untuk itu, pembukaan keterisolasian tidak
sekedar peningkatan aksesibilitas dari dan ke pusat-pusat pertumbuhan di wilayah
Kalimantan Tengah. Pembukaan keterisolasian juga diarahkan untuk penguatan dan
peningkatan keterkaitan ekonomi antar pusat-pusat pertumbuhan yang ada di wilayah
Provinsi Kalimantan Tengah tanpa mengorbankan kemampuan dan kualitas ekosistem
dan lingkungan hidup. Selain itu, peningkatan aksesibilitas dan penguatan keterkaitan itu
akan lebih membuka peluang usaha yang lebih besar kepada seluruh masyarakat di
wilayah Provinsi Kalimantan Tengah.
Pada periode 5 tahun pertama yaitu tahun 2006 hingga 2010, peraturan
perundang-undangan tentang pemerintahan daerah masih belum mapan. Pembagian
kewenangan dan urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan masih belum kondusif.
Selain itu, pada periode 2006 hingga 2010 ini diperkirakan bahwa kondisi perekonomian
nasional masih belum stabil. Dalam kondisi seperti ini prediksi tentang variabel-variabel
ekonomi, khususnya variabel-variabel keuangan daerah masih relatif dipenuhi oleh
kesalahan dan bias.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 1
6. Kebijakan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah
selama periode 2006 – 2010 diprioritaskan pada bidang :
1. Infrastruktur: Pembangunan dan pemeliharan jalan, jembatan, pelabuhan udara,
pelabuhan laut dan sungai baik antar Provinsi , antar Kabupaten, antar
Kecamatan, antar Desa yang terisolir dan antar sentra-sentra produksi di
sektor/sub pertanian, pertambangan, perikanan /kelautan, kehutanan,
perkebunan, dan peternakan secara terencana dan terpadu.
2. Ekonomi: Peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat yang berbasis
sumberdaya lokal, yang merata, berkelanjutan serta mendorong investasi, baik
dari dalam maupun luar negeri
3. Pendidikan, Kesehatan dan Keluarga Berencana: Peningkatan kemampuan
pelayanan pendidikan, kesehatan keluarga berencana secara berkesinambungan
beserta sarana dan prasarananya.
4. Pemerintahan: Peningkatan tanggungjawab daya tanggap pemerintah dalam
perluasan dan peningkatan kualitas pelayanan publik kepada seluruh lapisan
masyarakat di seluruh pelosok wilayah dalam kerangka menciptakan effective
government, good governance dan bebas KKN.
5. Hukum, Keamanan dan Hak Asasi Manusia: Penegakan supermasi hukum
yang berkeadilan termasuk pertanahan dan pendayagunaan aparat keamanan
dalam penciptaan ketentraman dan kedamaian masyarakat serta perlindungan
terhadap Hak Asasi Manusia.
6. Politik: Pembangunan kehidupan politik yang berkelanjutan dengan dasar
toleransi, keadilan, dan partisipasi yang berbasis multikultural.
7. Seni Budaya dan Agama: Memperkuat keterbukaan, toleransi kultural dan
kerukunan antar agama, suku, ras maupun golongan dalam masyarakat
Kalimantan Tengah yang majemuk dalam kerangka dan semangat serta sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
8. Kepemudaan, Pramuka dan keolahragaan: Meningkatkan dan pemberdayaan
peranan generasi muda dalam pembangunan, menguatkan sarana dan prasarana
kepramukaan seperti Bumi Perkemahan di masing-masing Kabupaten/Kota, serta
meningkatkan prestasi, partisipasi, pembelajaran, profesionalisme dan kualitas
manajemen organisasi keolahragaan dalam mendukung pembangunan dan
prestasi olah raga di Kalimantan Tengah.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 2
7. 9. Kepariwisataan: Terwujutnya daya saing pariwisata dengan peningkatan
pengembangan pemasaran pariwisata.
10. Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Tata Ruang: Pembangunan
Kalimantan Tengah yang sangat strategis harus berwawasan lingkungan.
Mewujutkan fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang serasi dalam
mendukung fungsi ekonomi, sosial dan budaya masyarakat secara
berkesinambungan serta mengoptimalkan produktivitas pemanfaatan dan
pengendalian tata ruang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
11. Perhubungan dan Telekomunikasi: Perhubungan yang dititik beratkan pada
peningkatan fasilitas bandara udara, baik yang berada di Kota Palangkaraya
maupun Kabupaten-Kabupaten lainnya. Begitu pula dengan pelabuhan laut,
pelabuhan ferry dan pelabuhan sungai lainnya perlu ditingkatkan fasilitasnya.
Telekomunikasi yang mana pelayanan telekomunikasi harus ditingkatkan untuk
menjangkau daerah-daerah baik di Kabupaten/Kota maupun di Kecamatan-
kecamatan.
12. Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan: Titik berat pembangunan
masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia Kalimantan
Tengah yang handal dan dapat bersaing di era globalisasi. Pengarus utamaan
gender diartikan bahwa peran serta perempuan disejajarkan dengan laki-laki
diberbagai aspek bidang, seperti di bidang legislatif, bidang eksekutif dan di
masyarakat.
Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 dilaksanakan untuk menilai
relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu 2004-2008.
Evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah pembangunan daerah telah mencapai
tujuan/sasaran yang diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari
pembangunan daerah tersebut.
Secara kuantitatif, evaluasi ini akan memberikan informasi penting yang berguna
sebagai alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan pembangunan
dalam memahami, mengelola dan memperbaiki apa yang telah dilakukan sebelumnya.
Hasil evaluasi digunakan sebagai rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi lokal guna
mempertajam perencanaan dan penganggaran pembangunan pusat dan daerah periode
berikutnya, termasuk untuk penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana
Dekonsentrasi (DEKON).
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 3
8. 1.2. KELUARAN
Keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD 2009 meliputi:
a. Terhimpunnya data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan di provinsi
Kalimantan Tengah
b. Tersusunnya hasil analisa evaluasi kinerja pembangunan di provinsi Kalimantan
Tengah sesuai sistematika buku panduan
1.3. METODOLOGI
Metode yang digunakan untuk menentukan capaian 5 kelompok indikator hasil
adalah sebagai berikut:
(1) Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih yang
memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes).
(2) Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator pendukung
dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase.
(3) Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak
dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 4
9. (4) Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna negatif,
maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan terlebih dahulu
menjadi (100%) – (persentase pendukung indikator negatif).
Sebagai contoh adalah nilai indikator pendukung persentase kemiskinan semakin
tinggi, maka kesejahteraan sosialnya semakin rendah.
(5) Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil dibagi
jumlah dari penyusun indikator hasil (indicator pendukungnya). Contoh untuk indikator
Tingkat Kesejahteraan Sosial disusun oleh:
• persentase penduduk miskin
• tingkat pengangguran terbuka
• persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak
• presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia
• presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial
Semua penyusun komponen indikator hasil ini bermakna negatif (Lihat No.4).
Sehingga:
Indikator kesejahteraan sosial = {(100% - persentase penduduk miskin) + (100% -
tingkat pengangguran terbuka) + (100% - persentase pelayanan kesejahteraan sosial
bagi anak) + (100%- persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia) +
(100% - persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial}/5
Daftar indikator yang menjadi komponen pendukung untuk masing-masing
kategori indikator outcomes dapat dilihat pada Lampiran 1.
Untuk menilai kinerja pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah
Relevansi dan Efektivitas. Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana
tujuan/sasaran pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan
utama/tantangan. Dalam hal ini, relevansi pembangunan daerah dilihat apakah tren
capaian pembangunan daerah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan
nasional. Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian
antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas
pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah membaik
dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dalam mengumpulkan data dan informasi, teknik yang digunakan dapat melalui:
a. Pengamatan langsung. Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek
dan objek pembangunan di daerah, diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi,
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 5
10. pemerintahan, politik, lingkungan hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi di
wilayah provinsi terkait.
b. Pengumpulan Data Primer. Data diperoleh melalui FGD dengan pemangku
kepentingan pembangunan daerah. Tim Evaluasi Provinsi menjadi fasilitator
rapat/diskusi dalam menggali masukan dan tanggapan peserta diskusi.
c. Pengumpulan Data Sekunder. Data dan informasi yang telah tersedia pada instansi
pemerintah seperti BPS daerah, Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.
1.4. SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN
Sistematika penulisan laporan EKPD Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2009
terdiri dari tiga bab yaitu sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang dan Tujuan
1.2. Keluaran
1.3. Metodologi
1.4. Sistematika Penulisan Laporan
BAB II HASIL EVALUASI
2.1. Tingkat Pelayanan Publik Dan Demokrasi
2.2. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia
2.3. Tingkat Pembangunan Ekonomi
2.4. Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam
2.5. Tingkat Kesejahteraan Sosial
BAB III KESIMPULAN
LAMPIRAN (Tabel masing-masing indikator capaian yang telah dilengkapi dan dikoreksi)
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 6
11. BAB II HASIL EVALUASI
2.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI
2.1.1. TINGKAT PELAYANAN PUBLIK
Pelayanan publik (public services) merupakan salah satu perwujudan dari fungsi
aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan
publik (public services) oleh para birokrat dimaksudkan untuk mensejahterakan
masyarakat (warga negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Indikator
yang digunakan dalam menilai pelayanan publik adalah: (1). Persentase jumlah kasus
korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan; (2). Persentase jumlah
aparat yang berijasah minimal S-1; (3) Persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki
peraturan daerah pelayanan satu atap.
2.1.1.1. Persentase Jumlah Kasus Korupsi Yang Tertangani Dibandingkan Dengan
Yang Dilaporkan
Upaya pemerintah provinsi dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik di
Kalimantan Tengah terutama dalam hal penanganan kasus korupsi sudah mulai
menunjukkan hasil yang memuaskan, terutama sejak tahun 2006. Bila dilihat data pada
awal RPJMD tahun 2004, jumlah kasus korupsi yang tertangani di Kalimantan Tengah
tergolong relatif kecil (16,67%) artinya bahwa hanya sebagian kecil saja dari kasus
korupsi yang dilaporkan tersebut mampu ditangani dan diputuskan. Kondisi tersebut
100,00
80,00
60,00
40,00
20,00
0,00
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.1. Grafik capaian indikator persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani
dibandingkan dengan yang dilaporkan.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 7
12. berubah menjadi lebih baik sejak tahun 2007. Kondisi tersebut dipicu oleh adanya
penandatanganan MOU antara Gubernur dan ketua KPK pada tahun 2006 tentang
pencegahan korupsi dijajaran pemerintah daerah. Peningkatan yang cukup signifikan
tersebut terjadi hingga tahun 2009 dimana persentase kasus korupsi yang tertangani
dibanding dengan yang dilaporkan meningkat menjadi 90%. Walaupun terjadi
peningkatan penanganan kasus korupsi namun apabila dibandingkan dengan data
nasional tahun 2008 (94,00) maka upaya penanganan tersebut relatif lebih rendah.
Tekad dan komitmen Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dalam
mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN (clean government)
dimanifestasikan ke dalam program dan kebijakan yang mengedepankan transparansi,
akuntabilitas dan partisipasi masyarakat. Langkah-langkah yang telah ditempuh
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dalam upaya mewujudkan clean government di
Provinsi Kalimantan Tengah meliputi :
1. Penandatanganan Kesepakatan Bersama Ketua KPK Nomor 002/Pemprov Kalteng-
KPK/III/2006 dan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 790/447/2006 tanggal 14
Maret 2006 dalam rangka Pencegahan Korupsi di Jajaran Pemerintah Daerah se-
Provinsi Kalimantan Tengah.
2. Keputusan Bersama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dan Gubernur Kalimantan
Tengah di bidang Pendaftaran Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara dan
Sosialisasi Pemberantasan Korupsi Nomor : KEP. 747/KPK/12/2004, tanggal 9
Desember 2004.
Beberapa hal yang telah dicapai dari pelaksanaan komitmen dalam pemberantasan
korupsi adalah:
1. Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi dalam pengadaan barang dan jasa melalui
kegiatan:
a) Penerapan Keppres No.80 tahun 2003 beserta perubahannya dalam pengadaan
barang dan jasa.
b) Penandatanganan Pakta Integritas bagi pengguna jasa, penyedia jasa dan Panitia
Pengadaan sebelum proses pengadaan.
c) Mengumumkan pengadaan barang dan jasa melalui media cetak nasional yaitu
Media Indonesia dan media cetak lokal yaitu Kalteng Pos dan Dayak Pos.
d) Melakukan sosialisasi/ demo e-announcement yang bekerjasama dengan KPK.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 8
13. e) Menjadi percontohan pelaksanaan Electronic Government Procurement (EGP)
yang ditunjuk oleh Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/
Bappenas.
2. Bidang Pencegahan Korupsi dan peningkatan Kesadaran Anti Korupsi
a) Penandatanganan MoU dan Pakta Integritas antara Kepala Daerah dengan
Kepala SKPD di Jajaran Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Kota se-Kalimantan
Tengah.
b) Penandatangan Kesepakatan Kinerja antara Kepala SKPD di lingkungan
Pemerintah Provinsi Kaimantan Tengah dengan Gubernur yang dilakukan setiap
tahun dan dievaluasi pelaksanaannya pada awal tahun berikutnya.
c) Membuat iklan layanan masyarakat tentang anti korupsi di media cetak (buletin
Isen Mulang, Harian Kalteng Pos, Dayak Pos dan palangka Pos) maupun media
elektronik (TVRI Kalteng).
d) Gubernur Kalimantan Tengah telah menghimbau Bupati/ Walikota dan semua
Kepala SKPD untuk tidak menerima parsel pada hari-hari besar keagamaan.
e) Telah melakukan Sosialisasi LHKPN dan pemberantasan korupsi di jajaran
Pemerintahan Provinsi dan Kabupaten Kota se-Kalimantan Tengah yang
bekerjasama dengan KPK.
f) Melakukan pendataan wajib lapor LHKPN di Provinsi Kalimantan Tengah, untuk
tahun 2007 sebanyak 1.921 orang wajib lapor dan yang telah menyampaikan
sebanyak 1.649 orang (86%).
2.1.1.2. Persentase Jumlah Aparat Yang Berijasah Minimal S-1.
Dalam kondisi masyarakat yang sudah tergolong maju, birokrasi publik harus
dapat memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif, sederhana, transparan,
terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas
manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif
menentukan masa depannya sendiri.
Bila dilihat data pada awal RPJMD tahun 2004, persentase jumlah aparat yang
berijasah minimal S-1 di Kalimantan Tengah tergolong relatif tinggi (31,03%) artinya
bahwa sebanyak lebih dari 31,03% pegawai negeri di Kalimantan Tengah memiliki ijasah
minimal S-1. Memang akhir-akhir ini banyak SKPD yang mensyaratkan penerimaan
pegawai negeri berijasah minimal S-1. Hal ini dimaksudkan agar kualitas pelayanan
menjadi semakin baik.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 9
14. 33,00
32,00
31,00
30,00
29,00
28,00
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.2. Grafik capaian indikator persentase jumlah aparat
yang berijasah minimal S-1.
Berkaitan dalam hal kualitas pelayanan publik, maka kemampuan aparat sangat
berperan penting dalam hal ikut menentukan kualitas pelayanan publik tersebut. Untuk itu
indikator-indikator dalam kemampuan aparat adalah sebagai berikut :
1. Tingkat pendidikan aparat;
2. Kemampuan penyelesaian pekerjaan sesuai jadwal;
3. Kemampuan melakukan kerja sama;
4. Kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang dialami organisasi;
5. Kemampuan dalam menyusun rencana kegiatan;
6. Kecepatan dalam melaksanakan tugas;
7. Tingkat kreativitas mencari tata kerja yang terbaik;
8. Tingkat kemampuan dalam memberikan pertanggungjawaban kepada atasan;
9. Tingkat keikutsertaan dalam pelatihan/kursus yang berhubungan dengan bidang
tugasnya.
Dalam menjalankan tugasnya, para aparatur pemerintah dituntut untuk memiliki
kemampuan yang baik berupa pengetahuan, keterampilan serta sikap perilaku yang
memadai, sesuai dengan tuntutan pelayanan dan pembangunan sekarang ini. Dalam
kaitannya dengan pelayanan publik maka saat ini terasa bahwa kebutuhan keterampilan
menggunakan komputer dan alat elektronik lainnya sangat diperlukan. Hal ini yang jarang
sekali dimiliki oleh pegawai yang terdahulu walaupun sudah mengantongi ijasah S-1.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah penerapan etos kerja yang jujur, ulet
dan suka kerja keras. Ini yang paling perlu ditanamkan dalam rangka peningkatan kinerja
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 10
15. bagi pegawai negeri. Menurut beberapa ahli keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh
kemampuan intelegensi (20%) tetapi juga paling besar pengaruhnya adalah kemampuan
emosional (50%) dan kemampuan advertise (30%).
Berkaitan dengan data diatas, nilai persentase yang tinggi masih belum
menggambarkan data pegawai secara keseluruhan di Kabupaten/Kota mengingat data
yang disajikan tersebut merupakan data tingkat provinsi. Apabila data tersebut digabung
dengan data pada wilayah Kabupaten/Kota maka ada kemungkinan nilai persentase
menjadi rendah. Sebagai bahan informasi awal, biasanya di kabupaten/kotawilayah
masih cukup sulit mencari pegawai yang berijasah S-1 lebih-lebih pada wilayah
kabupaten pemekaran. Biasanya pada wilayah kabupaten pemekaran, untuk menduduki
jabatan eselon, baik eselon II maupun III pada beberapa SKPD diambilkan dari tenaga
guru. Hal inilah yang mungkin masih berdampak pada kualitas pelayanan yang masih
rendah.
2.1.1.3. Persentase Jumlah Kabupaten/Kota Yang Memiliki Peraturan Daerah
Pelayanan Satu Atap
Terkait dengan tingkat pelayanan publik maka faktor yang sangat berpengaruh
terhadap rendahnya capaian pelayanan tahun 2004 hingga 2007 adalah belum adanya
PERDA pelayanan satu atap di Kabupaten/kota. Namun sejak diterbitkannya PP 41 tahun
2007 maka pemerintah Kabupaten/kota mulai menyusun dan meneribitkan Perda
mengenai pelayanan satu atap. Pada tahun 2008 sudah ada 9 daerah kabupaten/kota
yang memiliki Perda satu atap sedangkan pada tahun 2009 jumlah tersebut meningkat
menjadi 10 Kabupaten/kota dari 14 kabupaten/kota yang ada di provinsi Kalimantan
Tengah (71,43%). Nama-nama ke-10 kabupaten/kota yang telah memiliki perda
pelayanan satu atap adalah kota Palangka Raya, Kabupaten Kaotawaringin Timur,
Katingan, Lamandau, Kotawaringin Barat, Barito Selatan, Kapuas, Gunung Mas, Pulang
Pisau dan Barito Utara, sedangkan kabupaten/kota yang belum memiliki perda pelayanan
satu atap yaitu Kabupaten Sukamara, Barito Timur, Seruyan dan Murung Raya.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 11
16. 80,00
70,00
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.3. Grafik capaian indikator persentase jumlah kabupaten/kota
yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap.
Di Kalimantan Tengah, program pelayanan publik dititik beratkan pada
peningkatan kualitas pelayanan, yang akan dilakukan terutama pada standarisasi
pelayanan pada publik di seluruh unit organisasi dan kemudian akan dikembangkan
hingga menjadi baku untuk kemudian akan terus dievaluasi bersama-sama setelah
standar tersebut dibakukan dalam bentuk peraturan kepala daerah atau peraturan
daerah. Dalam rangka peningkatan tersebut yang akan dilakukan Pemerintah Provinsi
Kalimantan Tengah adalah sebagai berikut:
• Kompetensi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Antar daerah dan
Penilaian Unit Kerja Pelayanan Percontohan;
• Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan Publik pada Kabupaten/Kota
• Bintek Pengukuran Indek Kepuasan Masyarakat
• Terlaksananya monitoring, evaluasi pelaksanaan Perda dan studi aspek
legalisasi penyusunan Perda
• Penyusunan dan Sosialisasi Perda Pengelolaan barang Daerah
Strategi pelayanan prima pola layanan satu atap atau sering disebut sebagai
layanan terpadu pada suatu tempat oleh beberapa instansi daerah yang bersangkutan
sesuai dengan kewenangan masing-masing, sebenarnya bukan merupakan sesuatu hal
yang baru. Strategi ini telah berhasil diterapkan pada layanan pembayaran pajak
kendaraan bermotor yang melibatkan beberapa instansi daerah, antara lain Dispenda,
Kepolisian, dan Jasa Raharja. Penerapan layanan satu atap pada dasarnya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas melalui peminimalan jarak geografis antar fungsi
terkait, dengan demikian dapat diperpendek waktu yang diperlukan untuk proses layanan,
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 12
17. pengguna layanan juga menjadi lebih mudah untuk memperoleh layanan. Yang
senantiasa harus dicermati dalam penerapan pola layanan satu atap adalah koordinasi
diantara beberapa instansi yang terkait.
Keberhasilan penerapan layanan terpadu untuk pembayaran pajak kendaraan
bermotor ini kemudian mendorong pemerintah daerah untuk menerapkan layanan terpadu
pada bidang layanan dokumen, seperti layanan KTP, KK, akta kelahiran dan perijinan
yang dulunya dilakukan pada tempat yang terpisah kemudian disatu atapkan di satu
tempat. Persoalan yang muncul dalam hal ini adalah bagaimana mengintegrasikan
berbagai bentuk layanan yang berbeda proses penanganannya.
Evaluasi terhadap fungsi-fungsi pelayanan yang akan disatuatapkan perlu
dilakukan. Barangkali yang paling mudah dilakukan dalam penyelenggaraan layanan satu
atap bagi bidang-bidang yang berbeda, hanya sebatas pada layanan lini pertama, yaitu
tempat penerimaan berkas ajuan layanan, tindakan selanjutnya untuk penyelesaiannya
tetap pada instansi masingmasing. Penempatan personal yang andal sangat menentukan
efektifitas penyelenggaraan. Selain petugas lini depan, maka perlu ditempatkan seorang
kurir untuk masing-masing instansi guna memperlancar alur layanan dan penyelesaian
pekerjaan layanan. Kemudian, untuk mempermudah masyarakat pengguna layanan
memperoleh layanan, maka desain layanan harus dikomunikasikan sejelas-jelasnya.
Pemberian layanan publik dengan pola layanan satu atap yang memenuhi
standar minimal seperti yang telah diterapkan memang menjadi bagian yang perlu
dicermati. Dewasa ini masih sering dirasakan, bahwa kualitas layanan minimum sekalipun
belum memenuhi harapan sebagian besar masyarakat pengguna layanan. Yang lebih
memprihatinkan lagi sebagian besar masyarakat pengguna layanan publik belum
memahami secara pasti tentang standar layanan yang seharusnya diterima dan apakah
sesuai dengan prosedur layanan yang dibakukan. Masyarakat pun enggan mengadukan
jika menerima layanan yang kurang berkualitas.
2.1.2. TINGKAT PELAYANAN DEMOKRASI
Indikator yang digunakan untuk menilai tingkat pelayanan demokrasi di
Kalimantan Tengah diarahkan pada dua hal yaitu: (1) Tingkat partisipasi politik
masyarakat baik dalam hal pemilu legislatif, PILPRES maupun pemilihan kepala daerah
(PILKADA); (2) Pengukuran pengarusutamaan gender.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 13
18. 2.1.2.1. Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat dalam PEMILU maupun PILKADA
Indikator dari Agenda Mewujudkan kondisi yang Demokratis adalah suksesnya
pelaksanaan PILKADA dan PILPRES di Wilayah Kalimantan Tengah, meningkatnya
jumlah parpol yang aktif, serta tingkat partisipasi masyarakat yang ikut dalam kegiatan
pemilu / pilkada cukup tinggi terutama tahun 2004. Selain itu, terpeliharanya momentum
awal konsolidasi demokrasi dengan terlaksananya secara efektif fungsi dan peran
lembaga penyelenggara negara dan lembaga kemasyarakatan. Agenda tersebut juga
menetapkan sasaran terhadap meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses
penyusunan kebijakan publik serta terlaksananya pemilihan umum (Pemilu) yang lebih
demokratis, jujur, dan adil pada tahun 2009 dengan prioritas pembangunan yang
diletakkan pada perwujudan lembaga demokrasi yang makin kukuh.
Di Kalimantan Tengah, pemilu legislatif dan pilpres tahun 2009 telah terlaksana
dengan baik dan pemerintah daerah juga telah menyelesaikan Pemilihan Kepala Daerah
(PILKADA) di 14 kabupaten/kota untuk pemilihan Bupati/Walikota serta pemilihan
Gubernur pada tahun 2005 yang lalu. Hal yang ditunggu saat ini adalah pemilihan Bupati
(Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat) dan pemilihan Gubernur Kalteng yang akan
dilaksanakan sekitar bulan Juni tahun 2010.
76,00
74,00
72,00
70,00
68,00
66,00
64,00
62,00
60,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
K alteng Nas ional
Gambar 2.4. Grafik capaian indikator tingkat partisipasi politik masyarakat dalam
Pemilihan Presiden (PILPRES)
Lebih rendahnya tingkat demokrasi di Kalimantan Tengah terkait dengan relatif
rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pilpres maupun Pilkada. Pada tahun
2004, tingkat partisipasi masyarakat secara nasional dalam pilpres mencapai 75,98%
sedangkan tingkat pastisipasi masyarakat Kalteng pada tahun yang sama mencapai
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 14
19. 69,52% (angka rerata dari putaran I dan II). Hal yang paling perlu dicermati lagi adalah
menurunnya tingkat partisipasi masyarakat Kalimantan Tengah pada pemilu legislatif
maupun pilpres tahun 2009. Penurunan tersebut mencapai 9,21% untuk pemilihan
legislatif dan 3,52% untuk pemilihan Presiden dibanding tahun 2004.
Beberapa hal yang kemungkinan menjadi faktor penyebab menurunnya peran
serta masyarakat dalam pesta demokrasi adalah:
1. Masih belum optimalnya proses sosialisasi tentang cara melaksanakan pesta
demokrasi
2. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang manfaat secara langsung pesta demokrasi
tersebut
3. Jumlah partai yang terlalu banyak membuat masyarakat bingung untuk memilih
sehing-ga cenderung memilih tidak mengikuti pencontrengan
4. Adanya himbauan-himbauan untuk tidak memilih (Golput).
5. Aturan pemilu yang mengharuskan adanya nama pada daftar pemilih tetap
6. Sebagian pemilih, terutama pemilih pemula banyak yang tidak terdaftar mengingat
tenggang waktu antara pendaftaran dengan pencontrengan jaraknya cukup lama.
Daerah yang maju ditandai oleh peran serta rakyat secara nyata dan efektif
dalam segala aspek kehidupan, khususnya kegiatan sosial dan politik. Diharapkan agar
pemerintah daerah menggiatkan peran serta masyarakat terutama menghadapi PILKADA
bulan Juni tahun 2010. Peningkatan partisipasi masyarakat untuk ikut terlibat dalam
proses demokrasi pemilu kepala daerah tahun 2010 perlu dilakukan mengingat
pengalaman waktu pelaksanaan PILKADA Gubernur tahun 2005 masih terdapat sekitar
474.864 jiwa pemilih atau 36,80 persen anggota masyarakat yang tidak menggunakan
hak pilihnya dalam PILKADA tersebut.
2.1.2.2. Gender Development Index (GDI) dan Gender Empowerment Measurment
(GEM)
Mengacu kepada kebijakan program Pemberdayaan Perempuan yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan pembangunan daerah Provinsi
Kalimantan Tengah, maka program pembangunan pemberdayaan perempuan,
kesejahteraan dan perlindungan anak Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2006-2010
diarahkan pada program-program antara lain sebagai berikut : Program Penguatan
Kelembagaan Pengarusutamaan Gender.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 15
20. Tujuan program ini untuk memperkuat kelembagaan dan jaringan
Pengarusutamaan Gender (PUG) di berbagai bidang pembangunan. Sasaran yang ingin
dicapai:
1. Tersedianya tenaga analisis gender dan model analisis gender di Provinsi dan di
seluruh Kabupaten/Kota;
2. Terjalinnya kerjasama Pusat Studi Wanita/Gender dengan Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota;
3. Terbentuknya Focal Point PUG di setiap Dinas/Badan/Unit Kerja di Provinsi dan
Kabupaten/Kota;
4. Meningkatnya koordinasi pemberdayaan perempuan di Provinsi dan Kabupaten/Kota;
5. Tersusunnya kebijakan dan program pembangunan daerah yang responsif gender di
Provinsi dan Kabupaten/Kota;
6. Terlaksananya penyusunan statistik gender termasuk indikator gender.
Kegiatan pokok yang dilakukan antara lain :
1. Mengembangkan materi dan melaksanakan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)
tentang kesetaraan dan keadilan gender (KKG) PUG dan KPA;
2. Meningkatkan kapasitas dan jaringan kelembagaan pemberdayaan perempuan dan
anak di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, termasuk Pusat Studi Wanita/ Gender;
3. Menyusun berbagai kebijakan dalam rangka penguatan kelembagaan PUG dan PUA
di Provinsi dan Kabupaten/Kota;
4. Melaksanakan kegiatan penyusunan perencanaan, pemantauan, evaluasi PUG dan
PUG di Provinsi dan Kabupaten/Kota;
5. Membentuk P2TP2A di Provinsi/Kabupaten/Kota.
68,00
66,00
64,00
62,00
60,00
58,00
56,00
54,00
52,00
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.5. Grafik capaian indikator gender empowerment measurment (GEM)
di Kalimantan Tengah
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 16
21. Selain ke enam indikator diatas maka indikator yang menyangkut indek
pemberdayaan gender (GEM) juga menunjukkan tren yang meningkat dan sejak tahun
2006 indek pemberdayaan gender di Kalimantan Tengah lebih tinggi dari rerata nasional
(Gambar 2.5). Pada tahun 2004 indek pemberdayaan gender di Kalimantan Tengah
menunjukan angka 57,11 persen. Semakin tahun angka tersebut semakin meningkat,
hingga pada tahun 2009 telah mencapai 66,75 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa
peran perempuan dalam bidang ekonomi, dan pengambilan keputusan sudah mulai
membaik. Namun yang masih belum banyak terlihat adalah peran perempuan dalam
bidang politik masih rendah dalam arti kata keterwakilan kaum perempuan dalam
lembaga legistilatif masih minim. Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun oleh Tim
EKPD maka hasil pemilu 2009 menempatkan jumlah anggota legislatif perempuan
sebanyak 8 orang dari 45 orang anggota yang ada (17,77%). Jumlah personil pejabat
perempuan di provinsi Kalimantan Tengah tahun 2007 hanya mencapai 12,03% dari
9.246 pejabat yang ada. Pada tahun 2009 (pelantikan bulan november 2009) jumlah
perempuan yang menduduki jabatan eselon II pada lingkup pemerintah provinsi Kalteng
hanya 5 orang dari sekitar 43 biro/SKPD yang ada (11,63%).
Tabel 2.1
Jumlah Personil Pejabat Perempuan
di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2007
No Jenis Jabatan Perempuan Laki-laki Total
1 Gubernur - 1 1
2 Wakil Gubernur - 1 1
3 Bupati / Walikota - 13 13
4 Wakil Bupati / Walikota - 13 13
5 Pejabat Pemda Tk. Kabupaten/Kota Eselon II 16 258 274
Provinsi
6 Pejabat Pemda Tk. Kabupaten/Kota Eselon III 164 968 1.132
Provinsi
7 Pejabat Pemda Tk. Kabupaten/Kota Eselon IV 851 2.534 3.385
Provinsi
8 Hakim di Pengadilan Tinggi 1 6 7
9 Jaksa di Kejaksaan Tinggi 2 38 40
10 Camat 5 61 66
11 Kepala KUA - 242 242
12 Lurah 7 233 240
13 Wakil Lurah 2 14 16
14 Kepala Desa 12 900 912
15 Dewan Kelurahan - - -
16 Badan Perwakilan Desa 53 2.842 2.895
17 Rektor - 9 9
Total 1.113 8.133 9.246
Catatan : Data dari Provinsi dan 4 (empat) Kabupaten / 1 (satu) Kota
Kapuas, Barut, Katingan, Seruyan, Kota Palangka Raya
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 17
22. Terbatasnya jumlah kaum perempuan dalam menduduki jabatan eselonisasi
dalam lingkup Pemkab maupun Pemprov serta lembaga legislatif kemungkinan
disebabkan oleh:
- Masih kuatnya peran ganda kaum perempuan antara sebagai ibu rumah tangga dan
membina karir sehingga alokasi waktu untuk meningkatkan profesionalisme menjadi
terbatas.
- Kepercayaan dan kesempatan yang diberikan kepada kaum perempuan masih rendah
- Di banyak masyarakat, perempuan dianggap terlalu lemah untuk memimpin satu
kelompok masyarakat. Karena itu pula perempuan sering dihambat bahkan dilarang
masuk dalam sendi-sendi politik masyarakat.
- Adanya cap-cap negatif terhadap perempuan: emosional dan kurang rasional.
2.1.3. CAPAIAN INDIKATOR
Terdapat dua bentuk satuan indikator yang digunakan dalam menilai kemajuan
pembangunan yaitu berdasarkan agregasi angka relatif (persentase) dan angka absolut
(mutlak). Agregasi angka relatif ditujukan untuk membuat satu grafik capaian indikator
tingkat pelayanan publik dan demokrasi dengan 6 (enam) indikator pendukung yaitu
persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan,
persentase aparat yang berijasah minimal S-1, persentase jumlah kabupaten/kota yang
memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap, tingkat partisipasi politik masyarakat
dalam pemilihan kepala daerah provinsi, tingkat partisipasi politik masyarakat dalam
pemilihan legislatif, tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan Presiden
(Pilpres). Semua status indikator persentase tersebut bernilai positif.
70,00 70,00
60,00 60,00
50,00 50,00 Kalteng
40,00 40,00 Nasional
Tren Kalteng
30,00 30,00
Tren Nasional
20,00 20,00
10,00 10,00
0,00 0,00
2004 2005 2006 2007 2008
Gambar 2.6. Grafik capaian indikator Tingkat Pelayanan Publik
di Provinsi Kalimantan Tengah.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 18
23. Berdasarkan grafik tersebut tampak bahwa tingkat pelayanan publik di
Kalimantan Tengah pada tahun 2004 – 2008 lebih rendah dibanding rata-rata
nasional. Apabila dilihat dari segi efektivitasnya maka pembangunan pelayanan publik
dan demokrasi di Kalimantan Tengah mulai membaik terutama sejak tahun 2006 hingga
mencapai tahun 2008. Berdasarkan trend capaian pembangunan maka capaian
pembangunan daerah sejalan bahkan lebih baik pada tahun-tahun terakhir dibanding
dengan pelayanan publik secara nasional.
60,00 150,00
50,00 100,00
40,00 50,00 Kalteng
Nasional
30,00 0,00
Tren Kalteng
20,00 -50,00 Tren Nasional
10,00 -100,00
0,00 -150,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Gambar 2.7. Grafik capaian indikator Tingkat Demokrasi
di Provinsi Kalimantan Tengah.
Tingkat partisipasi masyarakat dalam pesta demokrasi di Kalimantan Tengah
pada tahun 2004 dan 2009 sedikit lebih rendah dibanding rata-rata nasional. Apabila
dilihat dari segi efektivitasnya maka pembangunan demokrasi di Kalimantan Tengah
tahun 2009 menurun dibanding tahun 2004. Berdasarkan trend capaian pembangunan
maka capaian pembangunan daerah sejalan namun lebih rendah pada tahun-tahun
terakhir (2009) dibanding dengan pelayanan publik secara nasional.
2.1.4. ANALISIS CAPAIAN INDIKATOR SPESIFIK DAN MENONJOL
Ada enam indikator penunjang yang diperhatikan untuk kepentingan Analisis
Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol untuk tingkat pelayanan publik dan demokrasi di
provinsi Kalimantan Tengah, yaitu: persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani
dibandingkan dengan yang dilaporkan, persentase aparat yang berijasah minimal S-1,
persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap,
tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kepala daerah provinsi, tingkat
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 19
24. partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan legislatif, tingkat partisipasi politik
masyarakat dalam pemilihan Presiden (Pilpres). Penilaian atas indikator penunjang yang
spesifik dan menonjol dapat diketahui dari analisis kesesuaian antara harapan dan
kenyataan. Bila hasilnya sesuai maka indikator penunjang itulah yang dapat dianggap
suatu keberhasilan spesifik dan menonjol (lihat tabel 1).
Tabel 2.2.
Hasil Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Bidang Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi Di Provinsi Kalimantan Tengah
Tahun 2004 – 2008
No Indikator Penunjang Harapan Fakta Keterangan
1 Jumlah kasus korupsi yang tertangani Trennya Naik Trennya Naik sesuai
2 Persentase aparat berijasah minimal S-1 Trennya Naik Trennya Naik sesuai
Persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki
3 Trennya Naik Trennya Naik sesuai
perda pelayanan satu atap
Tingkat patisipasi politik masyarakat dalam
4 Trennya Naik Trennya Turun tidak sesuai
PILKADA provinsi
Tingkat patisipasi politik masyarakat dalam
5 Trennya Naik Trennya Turun tidak sesuai
pemilihan LEGISLATIF
Tingkat patisipasi politik masyarakat dalam
6 Trennya Naik Trennya Turun tidak sesuai
PILPRES
Sumber : Diolah dari Matrik Data EKPD Provinsi Kalimantan Tengah.
Melalui data pada tabel 1, dapat diketahui bahwa ada tiga indikator penunjang
yang sesuai, sedangkan tiga sisanya tidak sesuai. Dengan demikian dapat ditetapkan
indikator yang spesifik dan menonjol bidang pelayanan publik dan demokrasi di provinsi
Kalimantan Tengah yaitu keberhasilan bidang penanganan kasus korupsi, persentase
aparat minimal berijasah S-1 dan persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki perda
pelayanan satu atap.
2.1.5. REKOMENDASI KEBIJAKAN
Pokok-pokok kebijakan untuk mengatasi persoalan peningkatan kualitas
pelayanan publik dan demokrasi di provinsi Kalimantan Tengah periode yang akan datang
direkomendasikan melalui upaya peningkatan persentase jumlah kasus korupsi yang
tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan, peningkatan persentase aparat yang
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 20
25. berijasah minimal S-1, peningkatan persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki
peraturan daerah pelayanan satu atap, peningkatan gender development index (GDI),
peningkatan gender empowerment measurement (GEM), peningkatan tingkat partisipasi
politik masyarakat dalam pemilihan kepala daerah provinsi, tingkat partisipasi politik
masyarakat dalam pemilihan legislatif, tingkat partisipasi politik masyarakat dalam
pemilihan Presiden (Pilpres), sebagai berikut:
1) Upaya meningkatkan persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan
dengan yang dilaporkan
• Kebijakan penanganan kasus korupsi tanpa pandang bulu baik terhadap para
pejabat maupun keluarga para pejabat
• Menanamkan pengertiaan kepada aparat bahwa hukum harus ditegakkan dan
keadilan harus dinyatakan di Bumi Tambun Bungai
• Kebijakan mendorong peran serta masyarakat melalui misalnya LSM, BEM, dalam
mengawal pelaksanaan hukum di bumi Tambun Bungai
2) Upaya meningkatkan persentase jumlah aparat yang berijasah minimal S-1
• Melakukan kebijakan penerimaan pegawai minimal berijasah S-1 dan
menyesuaikan dengan kompetensi yang diperlukan oleh SKPD
• Melakukan pendataan pegawai sesuai dengan tingkat pendidikan di
Kabupaten/kota sehingga data yang ada menjadi lebih komprehensif
• Meningkatkan emosional dan advertising skill para pegawai memalui pemahaman
tentang pentingnya kerjasama, penyesuaian diri, penyusunan rencana kegiatan,
kecepatan melaksanakan tugas serta bertanggungjawab terhadap tugas.
• Meningkatkan pelatihan/kursus yang berhubungan dengan bidang tugasnya.
3) Upaya meningkatkan persentase jumlah kabupaten/kota memiliki peraturan daerah
pelayanan satu atap
• Mendorong pemerintah kabupaten yang belum memiliki organisasi pelayanan satu
atap agar segera membentuk organisasi tersebut dan membuat perdanya.
Beberapa daerah tersebut meliputi Sukamara, Seruyan, Barito Timur dan Murung
Raya.
• Bagi daerah yang telah memiliki institusi pelayanan satu atap, maka yang perlu
dilakukan adalah meningkatkan kualitas pelayanan serta melakukan sosialisasi
tentang standar layanan yang seharusnya diterima dan prosedur layanan yang
dibakukan.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 21
26. 4) Upaya pemberdayaan perempuan melalui peningkatan GDI dan GEM
• Memberikan kesempatan dan meningkatkan profesionalisme kaum perempuan
dalam memimpin melalui pendidikan dan pelatihan
• Kebijakan mendorong partisipasi perempuan dalam berpolitik sehingga jumlah
kuota 30% keterwakilan perempuan dapat terpenuhi.
• Memberikan kesempatan yag lebih luas bagi perempuan untuk menduduki
jabatan-jabatan dipemerintahan di Kabupaten/kota sampai ke eselon II.
• Memberikan kesempatan berusaha dan bekerja bagi perempuan yang setara
dengan kaum laki-laki
5) Upaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam PEMILU, PILPRES dan
PILKADA
• Sosialisasi tentang tata cara melakukan pesta demokrasi terutama pentingnya hak
pilih bagi masyarakat
• Melakukan pendataan pemilih dengan baik terutama bagi pemilih pemula
• Mengurangi kecenderungan masyarakat untuk tidak memilih (Golput)
• Mengurangi jumlah parpol sehingga mengurangi kebingungan masyarakat dalam
memilih
• Sosialisasi tentang tata cara pencontrengan sampai ketingkat desa
• Perlu pendidikan politik bagi generasi muda dan pemilih pemula
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 22
27. 2.2. TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
Indikator hasil (outcome) untuk tingkat kualitas sumber daya manusia dapat diukur dari
beberapa variable yaitu (1). Indeks pembangunan manusia (IPM); (2) Pendidikan; (3)
Kesehatan dan (4). Keluarga berencana.
2.2.1. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI)
adalah pengukuran perbandingan dari angka harapan hidup , melek huruf, pendidikan
dan standar hidup masyarakat Indonesia. HDI mengukur pencapaian rata-rata sebuah
negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia:
• Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat
kelahiran
• Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa
(bobotnya dua per tiga) dan kombinasi pendidikan dasar , menengah , atas gross
enrollment ratio (bobot satu per tiga).
• Standard kehidupan yang layak diukur dengan GDP per kapita gross domestic
product / produk domestik bruto dalam paritas kekuatan beli purchasing power parity
dalam Dollar AS
75,00
74,00
73,00
72,00
71,00
70,00
69,00
68,00
67,00
66,00
65,00
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.8. Grafik capaian indikator indeks pembangunan manusia (IPM)
di Provinsi Kalimantan Tengah
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 23
28. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks komposit yang
digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata suatu daerah dalam tiga hal mendasar
pembangunan manusia, yaitu: lama hidup, yang diukur dengan angka harapan hidup
ketika lahir; pendidikan yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek
huruf penduduk usia 15 tahun ke atas; dan standar hidupyang diukur dengan pengeluaran
per kapita yang telah disesuaikan menjadi paritas daya beli. Nilai indeks ini berkisar
antara 0 -100.
Indeks Pembangunan Manusia di Kalimantan Tengah mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Pada awal RPJM tahun 2004, IPM Kalimantan Tengah mencapai
71,7 lebih tinggi dari rata-rata IPM Indonesia yang tahun 2004 mencapai 68,7. Pada
tahun 2008 IPM Kalimantan Tengah sudah menjadi mencapai 74,60 sedangkan IPM
nasional baru berada pada tahap 70,59 Saat ini (tahun 2009) indeks pembangunan
manusia di Kalimantan Tengah mencapai 74,90.
IPM yang dibuat dengan mengacu data-data pembangunan manusia di Kalteng
tahun 2009 itu menempatkan Kalimantan Tengah pada ranking ke 3 dari 33 provinsi di
Indonesia. Pengukuran IPM mengacu pada tiga dimensi pembangunan manusia yakni
kehidupan yang panjang dan sehat, kesempatan menikmati pendidikan dan hidup dengan
standar yang layak (antara lain diukur dari daya beli dan pendapatan). Peningkatan IPM
di Kalimantan Tengah terjadi karena investasi pemerintah dalam pembangunan
kesehatan dan pendidikan cukup tinggi.
Peningkatan nilai IPM ditunjang oleh kemampuan pemerintah dalam berinvestasi
di bidang pedididikan dan kesehatan. Umur harapan hidup di Kalimantan Tengah tahun
2009 telah mencapai 71,00 sedangkan angka melek aksara penduduk berusia 15 tahun
ke atas telah mencapai 98,15. Kedua faktor ini yang paling besar pengaruhnya terhadap
peningkatan nilai IPM.
Tingginya IPM didukung oleh umur harapan hidup (UHH) penduduk Kalimantan
Tengah saat ini mencapai 71,00 tahun, lebih tinggi dibandingkan UHH nasional sekitar
70,5 tahun hingga 70,7 tahun. "Secara demografi, struktur umur penduduk Kalimantan
Tengah bergerak ke arah struktur penduduk yang lebih banyak usia produktif (`produktif
population). Dengan demikian yang perlu dilakukan adalah pembukaan kesempatan
kerja dan kesempatan berusaha. Bertambahnya UHH penduduk tak terlepas dari
keberhasilan pembangunan kesehatan yang dapat diukur dengan rendahnya angka
kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu (AKI).
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 24
29. 2.2.2. PENDIDIKAN
Misi pendidikan Kalimantan Tengah adalah “Membangun dan Mengembangkan
Budaya Pembelajaran Yang Mendidik Secara Merata dan Adil Pada Semua Jenis, Jalur
dan Jenjang Pendidikan Untuk Menciptakan Masyarakat Yang Beriman, Bertakwa,
Cerdas, Kreatif, dan Inovatif Serta Memiliki Daya Saing Yang Dapat Menjawab Kebutuhan
Masyarakat”. Misi ini berhubungan langsung dengan upaya peningkatan kualitas
manusia melalui pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi
dan efisiensi manajemen pendidikan. Peningkatan kualitas manusia merupakan salah
satu cara untuk penanggulangan kemiskinan, peningkatan keadilan dan kesetaraan
gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta peningkatan keadilan
sosial.
Agar misi di atas dapat terwujud, maka arah pembangunan daerah yang yang
menjadi sasaran pokok pembangunan adalah:
1. Mempercepat peningkatan kualitas dan aksessibilitas PAUD, Pendidikan Dasar dan
Menengah
2. Mempercepat peningkatan kualitas Non Formal, budaya pembelajaran,
Keperpustakaan dan Kearsipan
3. Terwujudnya kualitas dan kesejahteraan pendidik secara adil di Provinsi Kalimantan
Tengah
4. Meningkatkan kualitas manajemen pelayanan dan mengembangkan teknologi dan
informasi pendidikan
5. Terlembaganya keragaman budaya untuk peningkatan kualitas hidup bangsa yang
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa
Sesuai dengan Inpres No.5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan
Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta
Aksara yang diharapkan tercapai pada tahun 2008/2009 maka berbagai komponen
diharapkan berperan serta secara aktif dalam penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun yang
bermutu yang kemudian menjadi gerakan nasional.
Diantara indikator penuntasan Wajib Belajar 9 tahun adalah APK mencapai
minimal 95 %, angka mengulang maksimal 0,28 %, angka putus sekolah 1% dan angka
kelulusan minimal 97 % dan diikuti dengan indikator peningkatan mutu yaitu rasio guru -
siswa 1 : 16. Rasio rombongan belajar siswa 1 : 1, raiso laboratorium – rombongan
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 25
30. belajar 1 : 9, guru yang layak minimal 80%, bangunan ruangan kelas yang rusak
maksimal 1% serta mencapai standar pelayanan minimal 61%.
Dalam evaluasi kinerja pembangunan daerah tahun 2009 maka Bappenas telah
menetapkan beberapa indikator yang digunakan dalam menilai keberhasilan capaian
bidang pendidikan antara lain: (1) Angka partisipasi murni SD/MI, (2) Rata-rata nilai akhir
SMP/MTs dan SMA/SMK/MA, (3) Angka Putus sekolah SD, SMP/MTs, dan sekolah
menengah, (4) Angka melek aksara 15 tahun ke atas dan (5) persentase jumlah guru
yang layak mengajar untuk tingkat SMP/MTs dan sekolah menengah.
2.2.2.1. Angka Partisipasi Murni SD/MI
Dalam upaya membangun SDM yang berkualitas, pemerintah mewajibkan
semua warga Negara usia pendidikan dasar ( 7 – 15 tahun) tanpa memandang agama,
status sosial, etnis dan gender untuk menempuh minimal pendidikan dasar. Program ini
yang selanjutnya disebut Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, merupakan bagian
penting dari Renstra Depdiknas Tahun 2005 – 2009. Tujuan utama adalah menyediakan
layanan pendidikan dasar yang bermutu bagi seluruh anak usia pendidikan dasar tanpa
kecuali.
Wajib Belajar 9 Tahun merupakan program yang sangat penting untuk
menyediakan tenaga kerja yang berkualitas. Mengingat beratnya target hingga tahun
2008/2009 dan berbagai kendala yang dihadapi, penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun harus
merupakan program bersama antara pemerintah, swasta dan masyarakat.
Upaya–upaya untuk menggerakkan semua komponen bangsa melalui kegiatan
sosial perlu dilakukan untuk menyadarkan kalangan yang belum memahami pentingnya
pendidikan dan menggalang partisipasi dari mereka serta mendorong pihak–pihak yang
telah berperan agar lebih aktif memberikan kontribusinya kepada penuntasan Wajib
Belajar Dikdas 9 Tahun.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 26
31. 94,00
92,00
90,00
88,00
86,00
84,00
82,00
80,00
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.9. Grafik capaian indikator angka partisipasi murni SD/MI
di Provinsi Kalimantan Tengah
Pada awal sebelum dicanangkannya secara nasional program wajib belajar
sembilan tahun angka partisipasi murni (APM) SD/MI di provinsi Kalimantan Tengah
masih rendah (tahun 2004 sebesar 84,77 dan tahun 2005 sebesar 85,70). Namun sejak
digulirkannya program Wajar maka angka partisipiasi murni (APM) meningkat terus dan
tahun 2009 telah mencapai angka 95,80. Angka ini memang telah mencapai target
nasional yaitu sebesar 95. Selain merupakan keberhasilan program wajib belajar, maka
beberapa faktor yang menunjang keberhasilan peningkatan APM SD/MI adalah:
- kebijakan pemerintah daerah yang menyediakan pendidikan gratis bagi masyarakat
seperti di kabupaten Murung Raya
- tersedianya beasiswa bagi anak usia sekolah seperti BOS terutama bagi anak dari
keluarga yang kurang mampu
- gencarnya sosialisasi melalui berbagai media, misalnya pengadaan kalender, brosur,
pamplet yang didesain semenarik mungkin guna dibagikan kepada siswa-siswi, orang
tua dan masyarakat agar bisa membuka wawasan dan memotivasi masyarakat,
bahwa pendidikan penting bagi masa depan anak-anak mereka serta sudah bebas
biaya.
- Adanya usaha pemerintah dalam membangun Unit Sekolah Baru (USB) dan
penambahan Ruang Kelas Baru (RKB).
- Pengadaan asrama berikut pengelola serta biaya hidup (khususnya bagi yang tidak
mampu) yang diperuntukkan bagi anak-anak sekolah.
- tersedianya sarana transportasi yang memadai menuju sekolah sehingga siswa
terpacu untuk bersekolah
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 27
32. 2.2.2.2. Rata-rata nilai akhir
Upaya untuk meningkatkan nilai akhir baik untuk tingkat SMP/MTs, maupun untu
tingkat SMA/MA terus menerus diupayakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi dan
Kabupaten/Kota di Kalimantan Tengah. Saat ini Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) dalam menyelenggarakan Ujian Nasional tahun 2007 untuk tingkat SMP, MTs,
SMPLB, SMA, MA dan SMK dibantu pengawasannya oleh Perguruan Tinggi. Walaupun
demikian terdapat tren bahwa rata-rata nilai akhir siswa cenderung meningkat. Pada
tahun 2004 angka nilai akhir SMP/MTs di Kalimantan Tengah mencapai 4,11 sedangkan
untuk SMA/MA mencapai 4,76. Angka itu terus meningkat hingga tahun 2009 menjadi
6,50 untuk SMP/MTs dan 6,45 untuk SMA/MA.
7,00
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.10. Grafik capaian indikator rata-rata nilai akhir siswa SMA/MA
di Provinsi Kalimantan Tengah
Nilai akhir yang diperoleh tersebut lebih tinggi dari standar nasional kelulusan
untuk SMP/MTs dan SMA/MA yaitu 5,50. Tingginya nilai akhir siswa yang diperoleh dan
tingkat kelulusan yang tinggi kemungkinan disebabkan oleh:
- adanya tryout yang dilaksanakan oleh pihak Dinas Pendidikan sehingga siswa
mengerti cara menjawab dan mengisi lembar jawaban (tryout biasanya dilakukan 2
sampai 3 kali)
- Membaiknya proses belajar mengajar disekolah ditandai dengan kualifikasi guru yang
layak mengajar sudah cukup tinggi.
- Diadakannya tambahan pelajaran berupa pengayaan pelajaran di sekolah
- Adanya latihan-latihan soal yang keluar tahun sebelumnya
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 28
33. - Tersedianya sarana dan prasarana penunjang seperti laboratorium multimedia, ruang
komputer, laboratorium bahasa, laboratorium kimia/biologi dll.
- Tersedianya perpustakaan sekolah dan akses internet di beberapa sekolah sehingga
memudahkan siswa mencari materi pelajaran
- Adanya motivasi yang tinggi dari orang tua dan murid meningkatkan pengetahuan
melalui bimbingan belajar yang diadakan oleh swasta
2.2.2.3. Angka Putus Sekolah
Angka putus sekolah di Kalimantan Tengah untuk tahun 2008 pada berbagai
tingkat pendidikan mulai dari SD/MI, SMP/MTs dan Sekolah menengah menunjukkan
angka yang lebih rendah dibanding dengan rerata nasional dengan nilai masing-masing
secara berturut-turut 0,76; 0,90 dan 0,35 sedangkan angka nasional pada tahun yang
sama berturut-turut adalah 1,81; 3,94 dan 2,68. Rendahnya angka putus sekolah tersebut
mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan
semakin lebih baik.
9,00
8,00
7,00
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.11. Grafik capaian indikator angka putus sekolah siswa SMP/MTs
di Provinsi Kalimantan Tengah
Dari hasil pendataan dan pemetaan (survei) yang pernah di lakukan oleh Tim
Universitas Palangka Raya pada saat kegiatan wajib belajar tahun 2007 di setiap desa
dan kelurahan di Kecamatan Katingan Kuala didapat 429 anak usia 7-12 tahun dan 591
anak usia 13-15 tahun yang tidak sekolah dan putus sekolah.
Beberapa alasan utama anak usia 7-12 tahun (tingkat SD/MI) tidak bersekolah
dan putus sekolah antara lain dikarenakan alasan ekonomi keluarga yang tidak
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 29
34. mendukung (39,53%), kesulitan transportasi dan jarak sekolah jauh (16,28%), kurangnya
minat anak untuk sekolah(13,95%), memiliki cacat fisik seperti lumpuh, tuna rungu, dan
cacat mental (13,95%), daya pikir (IQ) anak lemah (6,98%), tempat tinggal tidak tetap
(4,65%), sekolah rusak dan daya tampung kurang (4,65%).
Sedangkan untuk anak usia 13-15 tahun (usia SMP/MTs) yang tidak bersekolah dan
putus sekolah dikarenakan ekonomi keluarga yang tidak mendukung (42,31%), kesulitan
transportasi dan jarak sekolah jauh (19,23%), kurangnya minat anak untuk melanjutkan
sekolah (15,38%), memiliki cacat fisik seperti lumpuh, tuna rungu, dan cacat
mental/kelainan jiwa (7,69%), daya pikir (IQ) anak lemah (5,77%), sudah menikah
(3,85%), yatim piatu (3,85%), dan daya tampung sekolah kurang (1,92%).
Ekonomi
Sekolah rusak & daya 42,31% Kesulitan
tampung kurang transportasi& jarak
sekolah jauh
1,92%
19 23%
Sudah menikah Alasan anak usia
13-15 thn tidak
bersekolah di
SMP/MTs
4,65% Yatim Piatu
Daya pikir anak Cacat (lumpuh,
tunarungu, mental)
lemah 5,77%
Tidak berminat
7,69%
sekolah 15,38%
Gambar 2.12. Diagram Alasan Anak Usia 13-15 Tahun Tidak bersekolah di SMP/MTs
Rendahnya angka putus sekolah di Kalimantan Tengah saat ini kemungkinan disebabkan
oleh:
a. Adanya keberhasilan bantuan pemerintah berupa dana BOS yang telah tepat sasaran
dan tepat guna sehingga membebaskan anak yang tidak mampu dari biaya sekolah,
penyediaan seragam, alat tulis menulis.
b. Adanya perbaikan jalan sehingga masalah transportasi dan jarak sekolah yang jauh
tidak mengalami kendala lagi.
c. Gencarnya sosialisasi tentang pentingnya pendidikan dasar wajib belajar 9 tahun.
d. Dikembangkannya pendidikan non formal melalui Kejar Paket A (untuk SD), Kejar
Paket B (untuk SMP), dan Kejar Paket C (untuk SMA).
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 30
35. 2.2.2.4. Angka Melek Aksara 15 Tahun Keatas
Kemampuan membaca dan menulis masyarakat Kalimantan Tengah tercolong
cukup tinggi. Minat bersekolah penduduk Kalimantan Tengah memang tergolong tinggi.
Selain bertani, hal yang paling disenangi dan ditekuni oleh masyarakat Kalimantan
Tengah adalah menuntut ilmu. Sejak Provinsi ini berdiri tahun 1957, sekolah-sekolah
dibuka dan masyarakat berbondong-bondong menuntut ilmu, sehingga hasilnya terlihat
hingga saat ini dimana pada awal RPMD 2004, angka melek aksara di Kalimantan
Tengah tinggi yaitu mencapai 96,20. Angka tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun
dan pada tahun 2009 angka melek aksara telah mencapai 98,15 artinya dari seratus
orang penduduk hanya 1 sampai 2 orang saja yang tidak bisa baca tulis.
98,00
96,00
94,00
92,00
90,00
88,00
86,00
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.13. Grafik capaian indikator angka melek aksara usia 15 tahun ke atas
di Provinsi Kalimantan Tengah
Tingginya angka melek aksara usia 15 tahun keatas di Kalimantan Tengah saat ini
kemungkinan disebabkan oleh:
a. Berhasilnya program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun di Provinsi
Kalimantan Tengah
b. Dibukanya kesempatan menempuh pendidikan bagi anak yang putus sekolah melalui
program Kejar Paket baik kejar paket A, B maupun C.
c. Keberhasilan dari program pengentasan Buta Aksara yang dilaksanakan oleh Dinas
Pendidikan Provinsi/Kabupaten/kota/.
d. Adanya motivasi mengikuti pendidikan mengingat ijasah merupakan prasarat mutlak
untuk terjun ke dunia kerja (PNS, Swasta maupun anggota dewan).
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 31
36. 2.2.2.5. Persentase Jumlah Guru Yang Layak Mengajar
Persentase jumlah guru yang layak mengajar di Kalimantan Tengah untuk tingkat
SMP/MTs juga sudah juga relatif tinggi (96,85%) dibanding angka nasional (86,26%),
namun untuk tingkat sekolah menengah persentase jumlah guru yang layak mengajar
masih lebih rendah (81,56%) dibanding angka nasional (84,05%).
Layak tidaknya seorang guru dalam mengajar sebenarnya diukur dari tingkat
pendidikan. Berdasarkan undang-undang guru dan dosen nomor 14 tahun 2005 guru
harus meningkatkan kualifikasi akademik minimal S-1 atau D-4. Di dalam undang-undang
guru dan dosen serta dalam permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang standar
kualifikasi akademik dan kompetensi guru, seorang pendidik harus memiliki 4 kompetensi
profesi yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan
kompetensi profesional Dengan demikian perlu kiranya seorang guru membekali peserta
didik secara maksimal termasuk didalamnya keterampilan (life skill). Proses kegiatan
belajar mengajar adalah hal yang sangat penting untuk selalu dikembangkan dalam
berbagai metode mengajar sehingga situasi kelas menjadi kondusif dan menyenangkan
bagi siswa, untuk mengembangkan diri, berkreasi dan aktif untuk meraih ilmu yang
dipelajari. Dalam era otonomi daerah dan iklim desentralisasi sekarang ini guru berada di
bawah pemerintah daerah (Pemda) sehingga dalam peningkatan kualifikasi guru,
pemerintah daerah memiliki peran penting dengan memberikan beasiswa kepada guru
yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang S-1 atau D-4 maupun ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi bagi sekolah berstandar internasional (RSBI).
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.14. Grafik capaian indikator persentase jumlah guru yang layak mengajar
untuk tingkat sekolah menengah di Provinsi Kalimantan Tengah
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 32
37. Oleh karena itu setiap guru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- dalam menyusun dan menyampaikan materi pelajaran kepada siswa ada beberapa
faktor yang perlu dipertimbangkan diantaranya adalah: siswa, ruang kelas, metode
belajar atau strategi belajar, dan materi itu sendiri.
- guru harus mengembangkan metode mengajar yang sesuai dengan materi pelajaran
yang akan diajarkan
- menyajikan materi pelajaran secara sistematis
- menciptakan suasana interaksi belajar mengajar yang hidup
- memotivasi siswa untuk berpartisipasi dalam proses belajar mengajar
- guru harus menguasai berbagai macam media, metode dan evaluasi.
Keberadaan guru yang layak mengajar untuk tingkat SMA/MA memang masih
perlu ditingkatkan. Disamping itu penguasaan teknologi pembelajaran masih perlu
diperbaiki. Kurikulum muatan lokal untuk tingkat SMP dan SMA di Kalimantan Tengah
masih belum ada. Kurikulum muatan lokal untuk SD yang ada saat ini pun masih belum
mengikuti standar kompetensi seperti yang menjadi tuntutan saat ini, sehingga perlu
penyempurnaan. Kemampuan guru dalam menguasai teknologi pembelajaran juga
sangat minim. Kemahiran menggunakan komputer, LCD dan laboratorium penunjang
seperti laboratorium bahasa dan laboratorium komputer juga masih rendah.
Pengembangan pendidikan dalam pola RSBI juga dirasakan masih mengalami kendala
mengingat banyak para guru yang masih belum fasih menggunakan bahasa inggris.
Faktor lain yang dirasakan juga cukup menhambat adalah terbatasnya supali
listrik baik untuk penerangan maupun untuk energi teknologi seperti komputer dan alat
elektronik lainnya. Seorang guru sering merasa terkendala dalam membuat makalah,
tugas-tugas, bahan mengajar mengajar karena ketiadaan sumber listrik. Lebih-lebih saat
ini listrik hidup secara bergiliran. Dua kali dalam seminggu terjadi pemadaman listrik di
Kalimantan Tengah. Akibatnya sering terjadi kerusakan alat-alat elektronik.
2.2.3. KESEHATAN
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dalam perencanaan pembangunan
jangka menengah tahun 2006 – 2010 untuk bidang kesehatan mempunyai target
meningkatkan derajat kesehatan masyarakatnya adalah sebagai berikut; Umur Harapan
Hidup (Eo) sebesar 72 tahun lebih tinggi dari Nasional sebesar 70,6 tahun dan Angka
Kematian Bayi sebesar 25 per 1000 sedangkan Nasional sebesar 26 per 1000, Angka
Kematian Ibu Melahirkan sama dengan tingkat Nasional sebesar 226 per 1000 kelahiran
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 33
38. hidup serta Prevalensi gizi kurang pada anak balita sebesar 15 persen sedangkan
nasional sebesar 20 persen.
Untuk mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara
berkelanjutan, arah pembangunan daerah bidang kesehatan yang akan diwujudkan
adalah sebagai berikut:
1. Terwujudnya Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Tenaga Kesehatan
2. Terwujudnya Peningkatan Sosialisasi Kesehatan Lingkungan dan Pola Hidup Sehat
3. Terwujudnya Peningkatan Pendidikan Kesehatan Kepada Masyarakat Sejak Usia Dini
4. Terwujudnya Penataan Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan dan
Pengembangan Sistem Jaminan Kesehatan Terutama Bagi Penduduk Miskin
5. Terwujudnya Peningkatan Pengawasan Obat dan Makanan serta Ketersediaan Obat
6. Terwujudnya Peningkatan Upaya Kesehatan Masyarakat dan Peningkatan Jumlah,
Jaringan dan Kualitas Puskesmas hingga Ke Daerah Terpencil
7. Terwujudnya Peningkatan Upaya Kesehatan Perorangan
Pelaksanaan bidang kesehatan yang meliputi beberapa instansi terkait
bersepakat akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Provinsi kalimantan tengah
yang telah mempunyai Misi ‘Mewujudkan Masyarakat Berparadigma Sehat Untuk
Mempercepat Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat Secara Berkelanjutan’. Hal ini
dapat terlihat dari arah pembangunan daerah yang akan dilaksanakan selama kurun
waktu lima (5) tahun, peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan yang hingga
sekarang belum merata diseluruh penjuru Kalimantan Tengah masih banyak terpusat di
kota-kota besar sedangkan daerah-daerah yang baru terbentuk masih dirasa sangat
minim.
Dari kacamata Pemerintah maka Provinsi Kalimantan Tengah akan
menyelenggarakan penataan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan dan
pengembangan sistem jaminan kesehatan terutama bagi penduduk miskin agar seluruh
lapisan masyarakat dapat merasakan pelayanan kesehatan tanpa membedakan status
baik dari segi gender maupun dari segi ekonomi. Peningkatan upaya kesehatan
masyarakat dan peningkatan jumlah, jaringan dan kualitas puskesmas hingga kedaerah
terpencil merupakan langkah selanjutnya yang akan dilaksanakan karena tesebarnya
penduduk terutama penduduk yang miskin didaerah-daerah terpencil.
Peningkatan upaya kesehatan perorangan yang banyak dilaksanakan di rumah
sakit dan puskesmas yang merupakan sarana kesehatan yang langsung menyentuh
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 34
39. masyarakat dengan itu pola penerapannyapun harus lebih mengarah pada peningkatan
pelayanan publik, begitu juga dengan pengawasan terhadap obat-obatan dan makanan
yang akan beredar di masyarakat seyogyanya mendapat perhatian penuh dari
pemerintah.
2.2.3.1. Umur Harapan Hidup (UHH)
Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi
pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk dari suatu
daerah. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui Puskesmas, meningkatnya daya beli
masyarakat akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi
kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga
memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya akan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan
hidupnya.
Dalam bidang pembangunan kesehatan, umur harapan hidup masyarakat
Kalimantan Tengah meningkat dari 69,8 pada tahun 2004 menjadi 71,00 pada tahun
2009. Hal ini secara relatif lebih baik dibanding angka nasional yang pada tahun 2009
mencapai angka 70,7. Arti dari angka tersebut adalah bahwa bayi-bayi Kalimantan
Tengah yang dilahirkan menjelang tahun 2009 akan dapat hidup sampai 71 tahun. Tetapi
bayi-bayi yang dilahirkan menjelang tahun 2004 mempunyai usia harapan hidup lebih
pendek yakni 69,8 tahun. Peningkatan Angka Harapan Hidup ini menunjukkan adanya
peningkatan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat Kalimantan Tengah selama kurun
waktu lima tahun terkahir dari tahun 2004 sampai tahun 2009.
71,00
70,50
70,00
69,50
69,00
68,50
68,00
67,50
67,00
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng Nas ional
Gambar 2.15. Grafik capaian indikator umur harapan hidup (UHH)
di Provinsi Kalimantan Tengah
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 35
40. Meningkatnya umur harapan hidup (UHH) akan menambah jumlah lanjut usia
(lansia) yang akan berdampak pada pergeseran pola penyakit di kalangan masyarakat
dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif. Bertambahnya UHH penduduk tak terlepas
dari keberhasilan pembangunan kesehatan yang dapat diukur dengan penurunan angka
kesakitan, angka kematian umum, dan angka kematian bayi.
Peningkatan umur harapan hidup terkait dengan arah kebijakan pembangunan
kesehatan yang memprioritaskan upaya promotif dan preventif yang dipadukan secara
seimbang dengan upaya kuratif dan rehabilitatif. Perhatian khusus diberikan kepada
pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin, daerah tertinggal, dan daerah bencana
dengan memperhatikan kesetaraan gender. Beberapa kebijakan yang telah diambil dalam
peningkatan kualitas kesehatan masyarakat adalah: 1) peningkatan jumlah, jaringan, dan
kualitas Puskesmas; 2) peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan; 3)
pengembangan sistem jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas), terutama bagi
penduduk miskin; 4) peningkatan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup sehat;
5) peningkatan pendidikan kesehatan pada masyarakat sejak usia dini; dan 6)
pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan dasar.
2.2.3.2. Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI)
Berdasarkan informasi yang didapat dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan
Tengah disepakati bahwa nilai yang tertera dalam matriks merupakan jumlah kematian
bayi dan ibu dalam arti kata bukan angka kematian bayi dan ibu sehingga data tersebut
perlu diolah kembali. Namun berdasarkan informasi yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
Provinsi Kalimantan Tengah angka kematian bayi dan angka kematian ibu di provinsi
Kalimantan Tengah tergolong sangat rendah.
Hal yang cukup menggembirakan adalah hingga tahun 2008 angka kematian
bayi dan angka kematian ibu sudah relatif lebih rendah dibanding angka nasional. Namun
yang perlu diperbaiki adalah perhitungan angka kematian bayi dan ibu masih belum
diolah kedalam rumus angka kematian, sehingga masih merupakan data mentah (jumlah
kematian saja). Ada banyak faktor yang mempengaruhi tingkat AKB dan kematian ibu
maternal tetapi tidak mudah untuk menemukan faktor yang paling dominan. Tersedianya
berbagai fasilitas atau faktor aksesibilitas dan pelayanan kesehatan dari tenaga medis
yang terampil serta kesediaan masyarakat untuk merubah kehidupan tradisional ke norma
kehidupan modern dalam bidang kesehatan merupakan faktor yang sangat berpengaruh
terhadap tingkat AKB dan AKI.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 36
41. 300
250
200
150
100
50
0
2004 2005 2006 2007 2008
K alteng
Gambar 2.16. Grafik capaian indikator angka kematian bayi (AKB)
di Provinsi Kalimantan Tengah
Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kepada masyarakat berbagai
upaya telah dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di
masyarakat. Upaya kesehatan yang bersumber dari masyarakat (UKBM) diantaranya
adalah Posyandu, Polindes dan Pos Obat Desa. Posyandu merupakan salah satu bentuk
UKBM yang menyelenggarakan minimal 5 program prioritas yaitu kesehatan ibu dan
anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, imunisasi dan penanggulangan diare. Untuk
memantau perkembangannya posyandu dikelompokkan menjadi 4 strata yaitu strara
pratama, madya, purnama dan mandiri. Pada tahun 2006 jumlah posyandu di Kalimantan
Tengah mencapai 2.146 buah. Dari jumlah tersebut, berdasarkan tingkatannya maka
sebanyak 1.529 buah (71,25%) tergolong ke dalam posyandu pratama, 410 buah
(19,11%) tergolong posyandu madya, 181 buah (8,43%) tergolong posyandu purnama
dan hanya 26 buah (1,21%) yang tergolong posyandu mandiri.
Polindes merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam rangka
mendekatkan pelayanan kebidanan melalui penyediaan tempat pertolongan persalinan
dan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana. Pada tahun 2006
jumlah polindes yang ada di Propinsi Kalimantan Tengah sebanyak 614 buah.
2.2.3.3. Prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang
Status gizi Balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan tingkat
kesejahteraan masyarakat. Pemantauan Status gizi (PSG) Balita di Provinsi Kalimantan
Tengah tahun 2006 dilaksanakan di 14 kabupaten / kota dengan jumlah Balita yang
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 37
42. diukur sebanyak 53.353 orang. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, gizi buruk di
Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan Berat Badan menurut umur sebanyak 748
kasus (1,40 %), sedangkan gizi kurang berdasarkan indeks yang sama sebanyak 4.826
kasus (10,45 %). Namun berdasarkan hasil pelacakan gizi buruk yang dilakukan pada
tahun 2006 dengan menggunakan indeks BB/TB yang disertai dengan tanda klinis berupa
marasmus, kwasiokor, marasmic kwasiokor terdapat 156 kasus gizi buruk dengan 10
kasus yang meninggal. Jika dibandingkan hasil pelacakan gizi buruk antara tahun 2005
dengan 2006, terjadi peningkatan jumlah kasus sebanyak 95 kasus dan 8 yang
meninggal. Ada sedikit perubahan perkembangan gizi buruk dari tahun 2004 sampai
2006. Kasus gizi buruk berdasarkan indeks berat badan menurut umur mengalami
peningkatan pada tahun 2005 (1,7 %) dibandingkan tahun 2004 yang mencapai 0,99%.
Peningkatan kasus gizi buruk tersebut terulang lagi di tahun 2007 yaitu mencapai 1.9%.
Angka ini merupakan angka tertinggi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Pada tahun
2009, prevalensi gizi buruk di Kalimantan Tengah menurun menjadi 1,33%. Kriteria yang
dinamakan gizi buruk bila ditemukan anak sangat kurus yang secara antropometri
(pengukuran BB dab TB anak) nilai z-scorenya berada ada -3 SD (WHO 1998)
2,00
1,80
1,60
1,40
1,20
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Gambar 2.17. Grafik Capaian indikator prevalensi gizi buruk
di Provinsi Kalimantan Tengah
Terkait dengan angka prevalensi gizi kurang, maka prevalensi gizi kurang di
Kalimantan Tengah cenderung menurun dibanding tahun 2004. Pada tahun 2004 angka
prevalensi gizi kurang mencapai 15,37 sedangkan pada tahun 2009 mulai menurun
menjadi 12,9% yang nilainya lebih rendah dari nilai rerata nasional.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 38
43. Gizi buruk sudah sangat mengancam anak-anak, selama krisis ekonomi dan
sosial melanda Indonesia sekarang anak-anak Indonesia terancam kekurangan gizi
setelah sebelumnya busung lapar karena kekurangan kalori dan busung lapar karena
kekurangan protein jarang ditemukan, sekarang anak dengan gangguan gizi semakain
banyak ditemukan. Saat ini sering ditemukan anak-anak yang menderita kekurangan gizi
mikro yaitu zat besi, yodium dan vitamin A yang menyebbkan kekeringan selaput ikat
mata karena kekurangan vitamin A.
Fakta di lapangan menyatakan anak yang kemudian menderita gizi buruk
sebenarnya kebanyakan dilahirkan dengan berat badan normal. Tidak sama dengan
perkiraan sebagian besar orang bahwa balita gizi buruk kebanyakan dilahirkan dengan
berat badan lahir rendah.
Selain itu penderita gizi buruk pada umumnya bukan pengunjung tetap
posyandu. Ketidakhadiran di posyandu karena adanya hambatan sosial. Misalnya
perasaan risih ke posyandu, kedua orang tuanya sibuk bekerja untuk mencari nafkah dll.
Selama ini pemantauan pertumbuhan terhadap balita dilakukan di posyandu. Karena nya
diperlukan upaya untuk meningkatkan kunjungan ke posyandu. Dengan demikian
diperlukan berbagai cara untuk menghidupkan kembali kegiatan posyandu, terutama di
perkotaan sehingga masyarakat kelas menengah atas mau berkunjung ke posyandu.
Dtlain pihak, diperlukan usaha bersama antara pemda dan masyarakat untuk
menemukan semua kasus gizi buruk. Yang terpenting ialah dengan menggunakan kriteria
yang sama apa yang disebut gizi buruk. Sarana yang digunakan untuk mendeteksi kasus
gizi buruk bisa melalui perkumpulan-perkumpulan seperti pengajian, arisan, pelayanan
kesehatan, posyandu dan kunjungan rumah.
Peran pelayanan kesehatan (rumah sakit, Puskesmas) jadi lebih nyata.
Dibeberapa daerah terdapat TFC (Therapeutic Feeding Center) dan CTC (Community –
based Therapeutic Center). TFC bertugas menangani secara medis klinis menangani
kasus gizi buruk dengan 10 langkah penanganan kasus gizi buruk di unit pelayanan
kesehatan. Sedangkan di CTC dilakukan penyembuhan kasus gizi kurang, biasanya
setelah pulang dari TFC. Beberapa yang menjadi kegiatan di CTC antara lain:
- pemberian makanan tambahan untuk kasus gizi kurang
- penyuluhan membuat makanan lokal yang padat gizi
- pemberian suplemen seperti vitamin A, Fe dll
- Pemberian nutrisi lain dan stimulasi tumbuh kembang anak.
Laporan Akhir EKPD Prov. Kalteng 2009 39