AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
Buku hutan kota
1.
2. DAFTAR ISI
HALAMAN COVER
DAFTAR ISI
Hal.
i
ii
DASAR HUKUM HUTAN KOTA
UNDANG-UNDANG DASAR (UUD)
UNDANG-UNDANG (UU)
PERATURAN PEMERINTAH (PP)
KEPUTUSAN PRESIDEN (KEPPRES)
KEPUTUSAN MENTERI (KEPMEN)
PERATURAN MENTERI (PERMEN)
INSTRUKSI MENTERI (INMEN)
1
1
1
1
1
2
2
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
KOTA DAN PERMASALAHANNYA
1. Upaya Perbaikan Mutu Lingkungan Kota
2. Hutan Kota dan Hubungannya dengan Ketahanan/Masa
Depan Bangsa
4
4
BAB III
PENGERTIAN HUTAN KOTA
7
BAB IV
PERANAN HUTAN KOTA
1. Identitas Kota
2. Pelestarian Plasma Nutfah
3. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara
4. Penyerap dan Penjerap Partikel Timbal
5. Penyerap dan Penjerap Debu Semen
6. Peredam Kebisingan
7. Mengurangi Bahaya Hujan Asam
8. Penyerap Karbon-monoksida
9. Penyerap Karbon-dioksida dan Penghasil Oksigen
10. Penahan Angin
11. Penyerap dan Penapis Bau
12. Mengatasi Penggenangan
13. Mengatasi Intrusi Air Laut
14. Produksi Terbatas
15. Ameliorasi Iklim
16. Pengelolaan Sampah
17. Pelestarian Air Tanah
18. Penapis Cahaya Silau
19. Meningkatkan Keindahan
20. Sebagai Habitat Burung
21. Mengurangi Stress
22. Mengamankan Pantai Terhadap Abrasi
23. Meningkatkan Industri Pariwisata
24. Sebagai Hobi dan Pengisi Waktu Luang
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
4
8
8
8
8
8
9
10
10
10
10
11
11
11
12
12
12
13
13
13
14
14
15
15
15
15
ii
3. BAB V
TIPE DAN BENTUK HUTAN KOTA
1. Tipe Hutan Kota
a. Tipe Pemukiman
b. Tipe Kawasan Industri
c. Tipe Rekreasi dan Keindahan
d. Tipe Pelestarian Plasma Nutfah
e. Tipe Perlindungan
f. Tipe Pengamanan
2. Bentuk Hutan Kota
a. Jalur Hijau
b. Taman Kota
c. Kebun dan Halaman
d. Kebun Raya, Hutan Raya dan Kebun Binatang
e. Hutan Lindung
f. Kuburan dan Taman Makam Pahlawan
16
16
16
16
16
17
17
17
18
18
18
18
19
19
19
BAB VI
PEMBANGUNAN HUTAN KOTA
1. Perencanaan
2. Kelembagaan dan Organisasi Pelaksanaannya
3. Pemilihan Jenis
4. Penentuan Luasan
Cara Lain Perhitungan Luas RTH Kota dari Dep. PU.
5. Komponen Pendukung
20
20
20
21
27
29
31
BAB VII PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN 32
1. Penanaman
a. Penyiapan Putaran
b. Penanaman Kembali
c. Penyiraman
d. Pemupukan
e. Penyanggaan/Pengairan
f. Pembalutan
g. Pemangkasan
h. Pemberian Hormon
2. Perawatan Luka pada Batang
3. Pemangkasan
4. Penebangan
a. Tumpangan (Toping)
b. Penggalan (Sectioning)
c. High-lining
d. Potong bawah (Bottoming)
32
33
34
34
34
35
35
35
36
36
37
37
38
38
38
38
BABVIII ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN 39
BAB IX
PENUTUP
41
DAFTAR PUSTAKA
42
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
iii
4. DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kekuatan dan Kemajuan Bangsa Tergantung Kepada
Kualitas Lingkungan Kota
Gambar 2 Organisasi Pengelolaan Hutan Kota
6
21
DAFTAR TABEL
Tabel
1 Tanaman Hias
Tabel
2 Tanaman sebagai Peneduh Jalan
Tabel
3 Daftar Tanaman Taman Huta
Tabel
4 Daftar Tanaman Kebun dan Halaman
Tabel
5 Datar Tanaman yang dapat Ditanami di Pantai
23
25
26
27
27
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
iv
5. Dasar Hukum
Hutan Kota (Ruang Terbuka Hijau)
Kompilasi Dasar Hukum (Peraturan Perundang-undangan) RTH dan Perda Terkait
RTH :
UNDANG-UNDANG DASAR (UUD):
UUD 1945, terutama Bab VI Pemerintahan Daerah Pasal 18A tentang wewenang dan
pemanfaatan SDA, Bab XA HAM Pasal 28A, 28B (2), 28C (1), 28H (1), tentang hak
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, Bab XIV Perekonomian
Nasional dan Kesejahteraan Sosial Pasal 33 (3) tentang pengelolaan bumi dan air
dan kekayaan alam dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat.
UNDANG-UNDANG (UU):
1. UU No. 168 Staatsblad 1948 tentang Pembentukan Kota (UU Zaman Kolonial
Belanda)
2. UU No. 4/1982 yang disempurnakan dalam UU No. 23/1997 tentang Ketentutanketenutan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. UU No. 11/1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara
Republik Indonesia yang disempurnakan dalam UU No. 34/1999 tentang
Pemerintahan Khusus Ibu Kota Negara Jakarta.
4. UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
5. UU No. 4/1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.
6. UU No. 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya.
7. UU No. 24/1992 tentang Penataan Ruang.
8. UU No. 5/1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Mengenai Keanekaragaman Hayati.
9. UU No. 6/1994 tentang Pengesahan Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan
Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim.
10. UU No. 47/1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
11. UU No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi.
12. UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah.
13. UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung.
PERATURAN PEMERINTAH (PP):
1. PP No.18/1953 tentang Pelaksanaan Penyerahan sebagian Urusan Pemerintah
Pusat mengenai Pekerjaan Umum kepada Provinsi-provinsi serta Penegasan
Tugas Mengenai Pekerjaan Umum dari Daerah Otonom Kabupaten, Kota Besar
dan Kota Kecil di Jawa.
2. PP No. 69/1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata
Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang.
3. PP No. 41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
4. PP No. 4/2000 tentang Pengendalian Kerusakan dan/atau Pencemaran
Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan.
5. PP No. 28/2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi.
6. PP No. 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
7. PP No. 30/2000 tentang Pembinaan Jasa Konstruksi.
8. PP No. 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air.
9. PP No. 63/2002 tentang Hutan Kota.
KEPUTUSAN PRESIDEN (KEPPRES):
1. Keppres RI No. 23/1979 tentang Peningkatan Peran Serta Generasi Muda dalam
Pelestarian Sumber Daya Alam.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
1
6. 2. Keppres No. 1/1987 tentang Pengesahan Amandemen 1979 atas Konvensi
Perdagangan Internasional Flora Fauna Langka (Convention on International
Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna, 1973).
3. Keppres No 23/1992 tentang Pengesahan Konvensi Viena dan Protokol Motreal
tentang Lapisan Ozon (Vienna Convention for the Ozone Layer, dan Montreal
Protocol on Substances That Deplete The Ozone Layer As Adjusted and
Amanded by The Second Meeting of Parties London, 27-29 June 1990).
KEPUTUSAN MENTERI (KEPMEN):
1. SKB Menhut dan Mendikbud No. 967A/Menhut-V/90 dan No. 0387/U/1990
tentang Peningkatan Peran Serta Pelajar, Mahasiswa dan Generasi Muda dalam
Melestarikan Hutan, Tanah dan Air serta Lingkungan Hidup melalui Pendidikan
Nasional.
2. Kepmendagri No. 363/1977 tentang Pedoman Pembentukan, Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Dinas Daerah.
3. Kepmen PU No. 640/KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota.
4. Kepmen PU No. 378/KPTS/1987 tentang Pengesahan 33 Standar Konstruksi
Bangunan Indonesia, khususnya pada lampiran 22 mengenai Petunjuk
Perencanaan Kawasan Perumahan Kota. Dengan Permen PU No. 41/PRT/89
maka Standar Konstruksi ini telah disahkan menjadi Standar Nasional Indonesia
(SNI) 1733-1989-F (Kebijaksanaan Teknis Menyangkut Ruang Terbuka Hijau,
seperti Standar Perencanaan Sarana Olahraga dan Daerah Terbuka).
5. Kepmendagri No. 39/1992 tentang Organisasi Dinas Daerah.
6. Kepmendagri No. 80/1994 tentang Pedoman Organisasi dan tata Kerja Dinas
Lingkup Pekerjaan Umum Daerah.
7. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/Kpts/M/2002
tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang
PERATURAN MENTERI (PERMEN):
1. Permendagri No. 2/1987 tentang Rencana Tata Ruang Kota.
2. Permendagri No. 4/1996 tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan Lahan
Perkotaan.
INSTRUKSI MENTERI (INMEN):
1. Inmendagri No. 14/1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah
Perkotaan.
2. Inmen PU No. 31/IN/N/1991 tentang Penghijauan dan Penanaman Pohon di
Sepanjang Jalan di Seluruh Indonesia.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
2
7. BAB I
PENDAHULUAN
Pembangunan kota sering lebih banyak dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik
kota yang lebih banyak ditentukan oleh sarana dan prasarana yang ada. Gejala
pembangunan kota pada masa yang lalu mempunyai kecenderungan untuk
meminimalkan ruang terbuka hijau dan juga menghilangkan wajah alam. Lahan-lahan
bertumbuhan banyak dialih-fungsikan menjadi pertokoan, pemukiman, tempat
rekreasi, industri dan lain-lain.
Ternyata dengan semakin tidak harmonisnya hubungan manusia dengan alam
tetumbuhan mengakibatkan keadaan lingkungan di perkotaan menjadi hanya maju
secara ekonomi namun mundur secara ekologi. Padahal kestabilan kota secara
ekologi sangat penting, sama pentingnya dengan nilai kestabilannya secara ekonomi.
Oleh karena terganggunya kestabilan ekosistem perkotaan, maka alam menunjukkan
reaksinya berupa : meningkatnya suhu udara di perkotaan, penurunan air tanah,
banjir/genangan, penurunan permukaan tanah, intrusi air laut, abrasi pantai,
pencemaran air berupa air minum berbau, mengandung logam berat, pencemaran
udara seperti meningkatnya kadar CO, ozon, karbon-dioksida, oksida nitrogen dan
belerang, debu, suasana yang gersang, monoton, bising dan kotor.
Hijaunya kota tidak hanya menjadikan kota itu indah dan sejuk namun aspek
kelestarian, keserasian, keselarasan dan keseimbangan sumberdaya alam, yang
pada giliran selanjutnya akan membaktikan jasa-jasa berupa kenyamanan,
kesegaran, terbebasnya kota dari polusi dan kebisingan serta sehat dan cerdasnya
warga kota.
Dari catatan sejarah dinyatakan, taman kerajaan milik bangsawan, taman rumah milik
pedagang kaya raya, alun-alun dengan pohon beringin yang indah merupakan
cerminan kehidupan manusia sejak jaman dulu sangat membutuhkan tumbuhan.
Pada kenyataan selanjutnya dengan meningkatnya taraf hidup, kemampuan dan
kebutuhan manusia, maka sejak tahun 1950-an sampai dengan 1970-an ruang
terbuka hijau banyak dialih-fungsikan menjadi pemukiman, bandar udara, industri,
jalan raya, bangunan perbelanjaan dan lain-lain. Dengan semakin meningkatnya
kemampuan dan kesejahteraan masyarakat, pembangunan fisik kota terus melaju
dengan pesat, di lain pihak korbannya antara lain menyusutnya luasan lahan
bervegetasi. Baru setelah manusia menyadari akan kekeliruannya selama ini, yakni
terjadinya kekurang-akraban manusia dengan tumbuhan/hutan, khususnya di
perkotaan, bahkan ada kecenderungan untuk memusnahkannya, maka hubungan
yang kurang baik tersebut ingin diperbaiki kembali. Hutan kota kemudian menjadi
perhatian utama untuk dibangun dan dikembangkan di seluruh kota, baik kota besar,
kota menengah, kota kecil bahkan sampai tingkat kecamatan.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
3
8. BAB II
KOTA DAN PERMASALAHANNYA
1. Upaya Perbaikan Mutu Lingkungan Kota
Kota merupakan tempat bermukim warga, tempat bekerja, tempat hidup, tempat
belajar, pusat pemerintahan, tempat berkunjung dan menginapnya tamu negara,
tempat mengukur prestasi para olahragawan, tempat pentas seniman domestik
dan manca negara, tempat rekreasi dan kegiatan-kegiatan lainnya.
Kota perlu dikembangkan untuk memenuhi tuntutannya yang terus meningkat. Di
dalam menentukan arah kebijakan pengembangannya perlu dibuatkan pola
perencanaan pengembangan berdasarkan data yang ada dan kebutuhan yang
harus dipenuhi kota tersebut.
Kota dengan perencanaan yang kurang memadai akan menjadi lesu, sakit dan
semrawut yang jika tidak dilakukan usaha penataan kembali, akan menghadapi
kematian. Kota-kota seperti itu layak diberi julukan miserapolis (ghetto) yang
berarti kota yang sakit, menyedihkan, melarat, kotor dan acak-acakan.
Kesadaran pemerintah akan perlunya pengelolaan lingkungan di perkotaan
sesungguhnya sudah sejak lama. Namun pada waktu itu gerakan tersebut masih
belum menyeluruh diterima oleh seluruh warga masyarakat dan belum semua
kota benar-benar mengusahakannya secara sungguh-sungguh.
Baru setelah tahun 1970-an pemerintah memperlombakan gelar "Adipura" bagi
kota yang bersih, maka gerakan kebersihan dan penataan kota mulai
memasyarakat. Maka semua kota berlomba menata dan mengelola kotanya
menjadi kota yang indah, sejuk, hijau, berbunga, nyaman dan bersih, selain
untuk mendapatkan gelar Adipura juga takut mendapat julukan kota paling kotor.
Bukti nyata perhatian pemerintah pusat dalam masalah ini antara lain berupa
dimasukkannya pembangunan perkotaan dalam Rencana Pembangunan Lima
Tahun kelima 1989/90-1993/94 seperti tercantum dalam Buku I halaman 423 :
"Perkotaan perlu dibangun secara terencana dan terpadu dst ... Perhatian
khusus perlu diberikan kepada perbaikan pengelolaan limbah kota,
pengangkutan umum, tata ruang kota, taman kota, dst ..." Pada halaman 431
juga dinyatakan : "... daerah hijau paru- paru kota dst ... dalam Repelita V akan
dilanjutkan pembangunannya untuk meningkatkan fungsi lindung daerah
tersebut". Selanjutnya pada Pekan Penghijauan Nasional ke 33 tahun 1990 di
Palu Bapak Presiden telah menyatakan tentang perlu dibangunnya hutan kota.
Banyak sekali landasan operasional yang dapat dipergunakan untuk
membangun hutan kota antara lain: Undang-undang No. 5 tahun 1974, No. 5
tahun 1979, No. 4 tahun 1982, No. 5 tahun 1990, No. 6 tahun 1990, Inmendagri
No. 14 tahun 1988 dan Keppres No. 32 tahun 1990.
Beberapa kegiatan dalam memacu masyarakat agar berperan aktif dalam upaya
pengelolaan lingkungan perkotaan di antaranya dengan membuat moto seperti :
beriman (Bogor dan Kebumen), bestari (Probolinggo), bercahaya (Cilacap),
berseri (Yogyakarta), bersemi (Cianjur), bersih manusiawi-wibawa (DKI Jakarta),
sihmponi (Ponorogo), berhiber (Bandung), Ikhlas (Pemalang)
dan Satria
(Purwokerto).
2. Hutan Kota dan Hubungannya dengan Ketahanan/Masa Depan
Bangsa
Dari Gambar 1 Dapat dijelaskan bahwa kota merupakan tempat untuk berbagai
kegiatan. Presiden, menteri, gubernur, walikota, bupati, dosen, guru, mahasiswa,
pelajar, pelancong, duta besar, tamu negara, pelaku ekonomi, olahragawan,
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
4
9. seniman dan komponen penting lainnya banyak melakukan kegiatannya dan
banyak pula yang tinggal di perkotaan.
Dengan meningkatnya pembangunan berbagai kegiatan seperti pembangunan
jalan, kegiatan transportasi, industri, pemukiman dan kegiatan lainnya sering
mengakibatkan luasan ruang terbuka hijau menurun dan sering juga disertai
dengan menurunnya mutu lingkungan hidup. Hal ini akan mengakibatkan kota
menjadi sakit, tercemar dan kotor. Pada keadaan yang menyedihkan seperti ini,
pejabat pemerintah mungkin tidak lagi dapat berpikir tenang, tajam dan terarah,
sehingga kemampuannya dalam memecahkan masalah yang kompleks dan
yang bersifat futuristik akan menurun.
Pelajar dan mahasiswa pada kota yang sakit dan tercemar mempunyai sifat yang
mengarah ke temperamental-brutal dengan daya asah otak yang kurang kuat,
karena selama perjalanan pergi dan pulangnya banyak tercemar oleh gas CO
dan logam berat Pb yang diemisikan oleh kendaraan bermotor.
Seniman dan olahragawan pun tidak dapat menunjukkan kemampuan secara
maksimal pada kondisi yang tercemar, bising dan panas.
Mereka semua dapat keracunan gas CO, NOx, SOx, O3 dan partikel Pb yang
diemisikan oleh kendaraan bermotor dan industri. Akibatnya, tingkat kesehatan
mereka menurun, bahkan pada tingkat yang lebih parah lagi dapat menemui
kematian. Bencana seperti ini pernah juga dilemparkan oleh Rachel Carson
dalam bukunya Silent Spring.
Mungkin gejala seperti ini sudah mulai merambah dan menghantui kota besar
seperti Jakarta. Hal ini diantaranya ditandai dengan udara kota yang semakin
panas serta udara di terminal terasa menyesakkan pernapasan dan memedihkan
mata. Oleh sebab itu nampaknya untuk menghindari keadaan tersebut, seminar,
konperensi, rapat dan beberapa kegiatan lainnya sering tidak lagi
diselenggarakan di dalam kota, namun di luar kota yang sejuk, bersih dan tidak
bising, seperti: Puncak, Cipanas, Cisarua, Gadog dan Ciawi. Ataupun jika
kegiatan tersebut dilakukan di Jakarta pada ruangan yang ber-AC.
Pada keadaan kota yang sakit seperti ini kesehatan, unjuk tampil (performance)
dan unjuk kerja (produktivitas) dari subjek penting di perkotaan, seperti yang
telah disebutkan di atas menjadi buruk dan pada akhirnya akan menghasilkan
kekuatan dan masa depan bangsa dan negara yang lemah dan suram.
Lain halnya dengan kota yang ditata dengan baik kualitas lingkungannya. Hutan
kota yang dibangun dan dikembangkan akan mengurangi monotonitas,
meningkatkan keindahan, membersihkan lingkungan dari pencemaran, meredam
kebisingan, menjadi lebih alami dan beberapa keuntungan lainnya yang akan
dijabarkan secara rinci pada bab selanjutnya, sehingga semua warga kota dan
tamu kota dan negara akan betah, karena lingkungannya yangbersih, nyaman
dan indah. Mereka hidup dalam kesehatan, keceriaan dan kecerahan dengan
unjuk tampil dan unjuk kerja yang tinggi. Dengan demikian negara akan menjadi
kuat dengan masa depan yang baik dan cerah.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
5
10. HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
6
11. BAB III
PENGERTIAN HUTAN KOTA
Ada dua pendekatan yang dipakai dalam membangun hutan kota.
Pendekatan pertama, hutan kota dibangun pada lokasi-lokasi tertentu saja. Pada
pendekatan ini hutan kota merupakan bagian dari suatu kota. Penentuan luasannya
pun dapat berdasarkan :
(1) Prosentase, yaitu luasan hutan kota ditentukan dengan menghitungnya dari
luasan kota.
(2) Perhitungan per kapita, yaitu luasan hutan kota ditentukan berdasarkan jumlah
penduduknya.
(3) Berdasarkan isu utama yang muncul.
Misalnya untuk menghitung luasan hutan kota pada suatu kota dapat dihitung
berdasarkan tujuan pemenuhan kebutuhan akan oksigen, air dan kebutuhan lainnya.
Perhitungan luasan hutan kota dari ketiga cara tersebut di atas akan dijelaskan lebih
lanjut pada Bab VI (Pembangunan).
Pendekatan kedua, semua areal yang ada di suatu kota pada dasarnya adalah areal
untuk hutan kota. Pada pendekatan ini komponen yang ada di kota seperti
pemukiman, perkantoran dan industri dipandang sebagai suatu enklave (bagian)
yang ada dalam suatu hutan kota.
Negara Malaysia dan Singapura membangun hutan kota dengan menggunakan
pendekatan kedua. Oleh sebab itu pada saat penulis berkunjung ke sana definisi
hutan kota tidak terlalu dipersoalkan benar. Yang penting kota harus dihijaukan
dengan tanaman secara maksimal, agar lingkungan menjadi bersih terbebas dari
pencemaran udara, sejuk , indah, alami dan nyaman. Walaupun mungkin pada lokasi
terbuka yang luasnya kurang dari 10 m2 saja, jika dimungkinkan untuk dapat
ditanami, maka akan ditanami dengan tanaman, sehingga akan diperoleh lingkungan
yang lebih indah dari segi tata letak, komposisi, aksentuasi, keseimbangan,
keserasian dan kealamian, tanpa melupakan persyaratan silvikulturnya.
Negara Indonesia menggunakan pendekatan pertama. Difinisi hutan kota (urban
forest) menurut Fakuara (1987) adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah
perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam
kegunaan-kegunaan proteksi, estetika, rekreasi dan kegunaan-kegunaan khusus
lainnya. Sedangkan menurut hasil rumusan Rapat Teknis di Jakarta pada bulan
Pebruari 1991 hutan kota didefinisikan sebagai suatu lahan yang bertumbuhan
pohon-pohonan di dalam wilayah perkotaan di dalam tanah negara maupun tanah
milik yang berfungsi sebagai penyangga lingkungan dalam hal pengaturan tata air,
udara, habitat flora dan fauna yang memiliki nilai estetika dan dengan luas yang solid
yang merupakan ruang terbuka hijau pohon-pohonan, serta areal tersebut ditetapkan
oleh pejabat berwenang sebagai hutan kota.
Hutan kota merupakan bagian dari program Ruang Terbuka Hijau. Ruang Terbuka
Hijau dinyatakan sebagai ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik
dalam bentuk membulat maupun dalam bentuk memanjang/jalur di mana dalam
penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan (Instruksi
Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988). Pelaksanaan program pengembangan
Ruang Terbuka Hijau dilakukan dengan pengisian hijau tumbuhan secara alamiah
ataupun tanaman budidaya seperti pertanian, pertamanan, perkebunan dan
sebagainya.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
7
12. BAB IV
PERANAN HUTAN KOTA
1. Identitas Kota
Jenis tanaman dan hewan yang merupakan simbol atau lambang suatu kota
dapat dikoleksi pada areal hutan kota. Propinsi Sumatera Barat misalnya, flora
yang dipertimbangkan untuk tujuan tersebut di atas adalah enau (Arenga pinnata)
dengan alasan pohon ini serba guna. Serta istilah pagar-ruyung menyiratkan
makna pagar enau. Jenis pilihan lainnya adalah kayu manis (Cinnamomum
burmanii), karena potensinya besar dan banyak diekspor dari daerah ini (PKBSI,
1989). Sedangkan untuk fauna yang diusulkan adalah : Trulek kayu, pelatuk
jambul jingga dan kambing gunung (Capricornis sumatranensis). Pilihan ini
berdasarkan pertimbangan khas dan endemik (PKBSI, 1989).
2. Pelestarian Plasma Nutfah
Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan di masa
depan, terutama di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri.
Penguasaannya merupakan keuntungan komparatif yang besar bagi Indonesia di
masa depan. Oleh karena itu, plasma nutfah perlu terus dilestarikan dan
dikembangkan bersama untuk mempertahankan keanekaragaman hayati (Buku I
Repelita V hal. 429). Hutan kota dapat dijadikan sebagai tempat koleksi
keanekaragaman hayati yang tersebar di seluruh wilayah tanah air kita. Kawasan
hutan kota dapat dipandang sebagai areal pelestarian di luar kawasan konservasi,
karena pada areal ini dapat dilestarikan flora dan fauna secara exsitu. Salah satu
tanaman yang langka adalah nam-nam (Cynometra cauliflora).
3. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara
Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh
kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan kota, partikel
padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh
tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Dengan adanya mekanisme ini
jumlah debu yang melayang-layang di udara akan menurun. Partikel yang
melayang-layang di permukaan bumi sebagian akan terjerap (menempel) pada
permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai
permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata
daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang dan ranting.
Daun yang berbulu dan berlekuk seperti halnya daun Bunga Matahari dan Kersen
mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menjerap partikel dari pada daun yang
mempunyai permukaan yang halus (Wedding dkk. dalam Smith, 1981).
Manfaat dari adanya tajuk hutan kota ini adalah menjadikan udara yang lebih
bersih dan sehat, jika dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi tanpa
tajuk dari hutan kota.
4. Penyerap dan Penjerap Partikel Timbal
Kendaraan bermotor merupakan sumber utama timbal yang mencemari udara di
daerah perkotaan (Goldmisth dan Hexter, 1967). diperkirakan sekitar 60-70% dari
partikel timbal di udara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor (Krishnayya
dan Bedi, 1986).
Dahlan (1989); Fakuara, Dahlan, Husin, Ekarelawan, Danur, Pringgodigdo dan
Sigit (1990) menyatakan :
1) Damar (Agathis alba),
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
8
13. 2) Mahoni (Swietenia macrophylla),
3) Jamuju (Podocarpus imbricatus) dan
4) Pala (Mirystica fragrans),
5) Asam landi (Pithecelobiumdulce),
6) Johar (Cassia siamea),
mempunyai kemampuan yang sedang tinggi dalam menurunkan kandungan
timbal dari udara.
Untuk beberapa tanaman berikut ini :
1) Glodogan (Polyalthea longifolia)
2) Keben (Barringtonia asiatica) dan
3) Tanjung (Mimusops elengi),
walaupun kemampuan serapannya terhadap timbal rendah, namun tanaman
tersebut tidak peka terhadap pencemar udara.
Sedangkan untuk tanaman daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea) dan kesumba
(Bixa orellana) mempunyai kemampuan yang sangat rendah dan sangat tidak
tahan terhadap pencemar yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor.
5. Penyerap dan Penjerap Debu Semen
Debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi kesehatan, karena
dapat mengakibatkan penyakit sementosis. Oleh karena itu debu semen yang
terdapat di udara bebas harus diturunkan kadarnya.
Studi ketahanan dan kemampuan dari 10 jenis akan yaitu :
1) Mahoni (Swietenia macrophylla),
2) Bisbul (Diospyrosdiscolor),
3) Tanjung (Mimusops elengi),
4) Kenari (Canarium commune),
5) Meranti merah (Shorealeprosula),
6) Kere payung (Filicium decipiens),
7) Kayu hitam (Diospyros clebica),
8) Duwet (Eugenia cuminii),
9) Medang lilin (Litsea roxburghii) dan
10) Sempur (Dillenia ovata)
telah diteliti oleh Irawati tahun 1990.
Hasil penelitian ini menunjukkan, tanaman yang baik untuk dipergunakan dalam
program pengembangan hutan kota di kawasan pabrik semen, karena memiliki
ketahanan yang tinggi terhadap pencemaran debu semen dan kemampuan yang
tinggi dalam menjerap (adsorpsi) dan menyerap (absorpsi) debu semen adalah :
1) mahoni,
2) bisbul,
3) tanjung,
4) kenari,
5) meranti merah,
6) kere payung dan
7) kayu hitam.
Sedangkan duwet, medang lilin dan sempur kurang baik digunakan sebagai
tanaman untuk penghijauan di kawasan industri pabrik semen. Ketiga jenis
tanaman ini selain agak peka terhadap debu semen, juga mempunyai
kemampuan yang rendah dalam menjerap dan menyerap partikel semen (Irawati,
1990).
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
9
14. 6. Peredam Kebisingan
Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara oleh
daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam
suara ialah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan daun yang rindang (Grey
dan Deneke, 1978).
Dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup
rapat dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan
yang sumbernya berasal dari bawah. Menurut Grey dan Deneke (1978),
dedaunan tanaman dapat menyerap kebisingan sampai 95%.
7. Mengurangi Bahaya Hujan Asam
Menurut Smith (1985), pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif
hujan asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi. Proses
gutasi akan memberikan beberapa unsur diantaranya ialah : Ca, Na, Mg, K dan
bahan organik seperti glumatin dan gula (Smith, 1981).
Menurut Henderson et al., (1977) bahan an-organik yang diturunkan ke lantai
hutan dari tajuk melalui proses troughfall dengan urutan K>Ca> Mg>Na baik untuk
tajuk dari tegakan daun lebar maupun dari daun jarum.
Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3 apabila tiba di permukaan daun akan
mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun mulai dibasahi, maka asam seperti
H2SO4 akan bereaksi dengan Ca yang terdapat pada daun membentuk garam
CaSO4 yang bersifat netral. Dengan demikian pH air dari pada pH air hujan asam
itu sendiri. Dengan demikian adanya proses intersepsi dan gutasi oleh permukaan
daun akan sangat membantu dalam menaikkan pH, sehingga air hujan menjadi
tidak begitu berbahaya lagi bagi lingkungan. Hasil penelitian dari Hoffman et al.
(1980) menunjukkan bahwa pH air hujan yang telah melewati tajuk pohon lebih
tinggi, jika dibandingkan dengan pH air hujan yang tidak melewati tajuk pohon.
8. Penyerap Karbon-monoksida
Bidwell dan Fraser dalam Smith (1981) mengemukakan, kacang merah
(Phaseolus vulgaris) dapat menyerap gas ini sebesar 12-120 kg/km2/hari.
Mikro organisme serta tanah pada lantai hutan mempunyai peranan yang baik
dalam menyerap gas ini (Bennet dan Hill, 1975). Inman dan kawan-kawan dalam
Smith (1981) mengemukakan, tanah dengan mikroorganismenya dapat menyerap
gas ini dari udara yang semula konsentrasinya sebesar 120 ppm (13,8 x 104
ug/m3) menjadi hampir mendekati nol hanya dalam waktu 3 jam saja.
9. Penyerap Karbon-dioksida dan Penghasil Oksigen
Hutan merupakan penyerap gas CO2 yang cukup penting, selain dari fito-plankton,
ganggang dan rumput laut di samudra. Dengan berkurangnya kemampuan hutan
dalam menyerap gas ini sebagai akibat menurunnya luasan hutan akibat
perladangan, pembalakan dan kebakaran, maka perlu dibangun hutan kota untuk
membantu mengatasi penurunan fungsi hutan tersebut.
Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan baik hutan kota,
hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang
berfungsi untuk mengubah gas CO2 dan air menjadi karbohidrat dan oksigen.
Dengan demikian proses ini sangat bermanfaat bagi manusia, karena dapat
menyerap gas yang bila konsentrasinya meningkat akan beracun bagi manusia
dan hewan serta akan mengakibatkan efek rumah kaca. Di lain pihak proses ini
menghasilkan gas oksigen yang sangat diperlukan oleh manusia dan hewan.
Widyastama (1991) mengemukakan, tanaman yang baik sebagai penyerap gas
CO2 dan penghasil oksigen adalah :
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
10
15. 1)
2)
3)
4)
5)
damar (Agathis alba),
daun kupu-kupu (Bauhinia purpurea),
lamtoro gung (Leucaena leucocephala),
akasia (Acacia auriculiformis) dan
beringin (ficus benyamina).
10. Penahan Angin
Dalam mendisain hutan kota untuk menahan angin faktor yang harus
diperhatikan adalah :
1. Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman yang memiliki dahan yang
kuat.
2. Daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin dengan kecepatan sedang.
3. Akarnya menghunjam masuk ke dalam tanah. Jenis ini lebih tahan terhadap
hembusan angin yang besar daripada tanaman yang akarnya bertebaran
hanya di sekitar permukaan tanah.
4. Memiliki kerapatan yang cukup (50-60%).
5. Tinggi dan lebar jalur hutan kota cukup besar, sehingga dapat melindungi
wilayah yang diinginkan dengan baik (Grey dan Deneke, 1978).
Panfilov dalam Robinette (1983) mengemukakan, angin kencang dapat dikurangi
75-80% oleh suatu penahan angin yang berupa hutan kota.
11. Penyerap dan Penapis Bau
Daerah yang merupakan tempat penimbunan sampah sementara atau permanen
mempunyai bau yang tidak sedap. Tanaman dapat digunakan untuk mengurangi
bau. Tanaman dapat menyerap bau secara langsung, atau tanaman akan
menahan gerakan angin yang bergerak dari sumber bau (Grey dan Deneke,
1978). Akan lebih baik lagi hasilnya, jika tanaman yang ditanam dapat
mengeluarkan bau harum yang dapat menetralisir bau busuk dan menggantinya
dengan bau harum. Tanaman yang dapat menghasilkan bau harum antara lain :
1) Cempaka (Michelia champaka) dan
2) Tanjung (Mimusops elengi).
12. Mengatasi Penggenangan
Daerah bawah yang sering digenangi air perlu ditanami dengan jenis tanaman
yang mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi. Jenis tanaman yang
memenuhi kriteria ini adalah tanaman yang mempunyai jumlah daun yang
banyak, sehingga mempunyai stomata (mulut daun) yang banyak pula.
Menurut Manan (1976) tanaman penguap yang sedang tinggi diantaranya
adalah :
1) Nangka (Artocarpus integra),
2) Albizia (Paraserianthes falcataria),
3) Acacia vilosa,
4) Indigofera galegoides,
5) Dalbergia spp.,
6) Mahoni (Swietenia spp),
7) Jati (Tectona grandis),
8) Kihujan (Samanea saman) dan
9) Lamtoro (Leucanea glauca).
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
11
16. 13. Mengatasi Intrusi Air Laut
Kota-kota yang terletak di tepi pantai seperti DKI Jakarta pada beberapa tahun
terakhir ini dihantui oleh intrusi air laut.
Pemilihan jenis tanaman dalam pembangunan hutan kota pada kota yang
mempunyai masalah intrusi air laut harus betul-betul diperhatikan karena:
1. Penanaman dengan tanaman yang kurang tahan terhadap kandungan garam
yang sedang-agak tinggi akan mengakibatkan tanaman tidak dapat tumbuh
dengan baik, bahkan mungkin akan mengalami kematian.
2. Penanaman dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang
tinggi akan menguras air dari dalam tanah, sehingga konsentrasi garam
adalah tanah akan meningkat. Dengan demikian penghijauan bukan lagi
memecahkan masalah intrusi air asin, malah sebaliknya akan memperburuk
keadaannya.
Upaya untuk mengatasi masalah ini sama dengan upaya untuk meningkatkan
kandungan air tanah yaitu membangun hutan lindung kota pada daerah resapan
air tanah yaitu membangun hutan lindung kota pada daerah resapan air dengan
tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah.
14. Produksi Terbatas
Hutan kota berfungsi in-tangible juga tangible. Sebagai contoh, pohon mahoni di
Sukabumi sebanyak 490 pohon telah dilelang dengan harga Rp. 74 juta (Pikiran
Rakyat, 18-3-1991). Penanaman dengan tanaman yang menghasilkan biji atau
buah yang dapat dipergunakan untuk berbagai macam keperluan warga
masyarakat dapat meningkatkan taraf gizi/kesehatan dan penghasilan
masyarakat. Buah kenari untuk kerajinan tangan. Bunga tanjung diambil
bunganya. Buah sawo, kawista, pala, lengkeng, duku, asem, menteng dan lainlain dapat dimanfaatkan oleh masyarakat guna meningkatkan gizi dan kesehatan
warga kota.
15. Ameliorasi Iklim
Salah satu masalah penting yang cukup merisaukan penduduk perkotaan adalah
berkurangnya rasa kenyamanan sebagai akibat meningkatnya suhu udara di
perkotaan.
Hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada
saat siang hari tidak terlalu panas, sebagai akibat banyaknya jalan aspal, gedung
bertingkat, jembatan layang, papan reklame, menara, antene pemancar radio,
televisi dan lain-lain. sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk
pepohonan dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi (Grey dan Deneke,
1978 dan Robinette, 1983).
Robinette (1983) lebih jauh menjelaskan, jumlah pantulan radiasi surya suatu
hutan sangat dipengaruhi oleh : panjang gelombang, jenis tanaman, umur
tanaman, posisi jatuhnya sinar surya, keadaan cuaca dan posisi lintang.
Suhu udara pada daerah berhutan lebih nyaman dari pada daerah tidak
ditumbuhi oleh tanaman. Wenda (1991) telah melakukan pengukuran suhu dan
kelembaban udara pada lahan yang bervegetasi dengan berbagai kerapatan,
tinggi dan luasan dari hutan kota di Bogor yang dibandingkan dengan lahan
pemukiman yang didominasi oleh tembok dan jalan aspal, diperoleh hasil bahwa:
1. Pada areal bervegetasi suhu hanya berkisar 25,5-31,0° C dengan
kelembaban 66-92%.
2. Pada areal yang kurang bervegetasi dan didominasi oleh tembok dan jalan
aspal suhu yang terjadi 27,7-33,1° C dengan kelembaban 62-78%.
3. Areal padang rumput mempunyai suhu 27,3-32,1° C dengan kelembaban 6278%.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
12
17. Koto (1991) juga telah melakukan penelitian di beberapa tipe vegetasi di sekitar
Gedung Manggala Wanabakti. Dari penelitian ini dapat dinyatakan, hutan
memiliki suhu udara yang paling rendah, jika dibandingkan dengan suhu udara di
taman parkir, padang rumput dan beton.
16. Pengelolaan Sampah
Hutan kota dapat diarahkan untuk pengelolaan sampah dalam hal : (1) sebagai
penyekat bau (2) sebagai penyerap bau (3) sebagai pelindung tanah hasil
bentukan dekomposisi dari sampah (4) sebagai penyerap zat yang berbahaya
yang mungkin terkandung dalam sampah seperti logam berat, pestisida serta
bahan beracun dan berbahaya lainnya.
17. Pelestarian Air Tanah
Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan
memperbesar jumlah pori tanah. Karena humus bersifat lebih higroskopis
dengan kemampuan menyerap air yang besar (Bernatzky, 1978). Maka kadar air
tanah hutan akan meningkat.
Pada daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan air, hendaknya
ditanami dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah.
Di samping itu sistem perakaran dan serasahnya dapat memperbesar porositas
tanah, sehingga air hujan banyak yang masuk ke dalam tanah sebagai air
infiltrasi dan hanya sedikit yang menjadi air limpasan.
Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun masuk meresap ke lapisan
tanah yang lebih dalam menjadi air infiltrasi dan air tanah. Dengan demikian
hutan kota yang dibangun pada daerah resapan air dari kota yang bersangkutan
akan dapat membantu mengatasi masalah air dengan kualitas yang baik.
Menurut Manan (1976) tanaman yang mempunyai daya evapotrnspirasi yang
rendah antara lain : cemara laut Casuarina equisetifolia), Ficus elastica, karet
(Hevea brasiliensis), manggis (Garcinia mangostana), bungur (Lagerstroemia
speciosa), Fragraea fragrans dan kelapa (Cocos nucifera).
Po. K (1 + r - c)t - PAM – Pa
La = ---------------------------------z
La
Po
K
r
c
PAM
t
Pa
z
:
:
:
:
:
:
:
:
:
luas hutan kota yang harus dibangun
jumlah penduduk
konsumsi air per kapita 1/hari)
laju peningkatan pemakaian air
faktor pengendali
kapasitas suplai perusahaan air minum
tahun
potensi air tanah
kemampuan hutan kota dalam menyimpan air.
18. Penapis Cahaya Silau
Manusia sering dikelilingi oleh benda-benda yang dapat memantulkan cahaya
seperti kaca, aluminium, baja, beton dan air. Apabila permukaan yang halus dari
benda-benda tersebut memantulkan cahaya akan terasa sangat menyilaukan
dari arah depan, akan mengurangi daya pandang pengendara. Oleh sebab itu,
cahaya silau tersebut perlu untuk dikurangi.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
13
18. Keefektifan pohon dalam meredam dan melunakkan cahaya tersebut bergantung
pada ukuran dan kerapatannya. Pohon dapat dipilih berdasarkan ketinggian
maupun kerimbunan tajuknya.
19. Meningkatkan Keindahan
Manusia dalam hidupnya tidak saja membutuhkan tersedianya makanan,
minuman, namun juga membutuhkan keindahan. Keindahan merupakan
pelengkap kebutuhan rohani. Benda-benda di sekeliling manusia dapat ditata
dengan indah menurut garis, bentuk, warna, ukuran dan teksturnya (Grey dan
Deneke, 1978), sehingga dapat diperoleh suatu bentuk komposisi yang menarik.
Benda-benda buatan manusia, walaupun mempunyai bentuk, warna dan tekstur
yang sudah dirancang sedemikian rupa tetap masih mempunyai kekurangan
yaitu tidak alami, sehingga boleh jadi tidak segar tampaknya di depan mata.
Akan tetapi dengan menghadirkan pohon ke dalam sistem tersebut, maka
keindahan yang telah ada akan lebih sempurna, karena lebih bersifat alami yang
sangat disukai oleh setiap manusia.
Tanaman dalam bentuk, warna dan tekstur tertentu dapat dipadu dengan bendabenda buatan seperti gedung, jalan dan sebagainya untuk mendapatkan
komposisi yang baik. Peletakan dan pemilihan jenis tanaman harus dipilih
sedemikian rupa, sehingga pada saat pohon tersebut telah dewasa akan sesuai
dengan kondisi yang ada. Warna daun, bunga atau buah dapat dipilih sebagai
komponen yang kontras atau untuk memenuhi rancangan yang nuansa
(bergradasi lembut).
Komposisi tanaman dapat diatur dan diletakkan sedemikian rupa, sehingga
pemandangan yang kurang enak dilihat seperti : tempat pembuangan sampah,
pemukiman kumuh, rumah susun dengan jemuran yang beraneka bentuk dan
warna, pabrik dengan kesan yang kaku dapat sedikit ditingkatkan citranya
menjadi lebih indah, sopan, manusiawi dan akrab dengan hadirnya hutan kota
sebagai tabir penyekat di sana.
20. Sebagai Habitat Burung
Masyarakat modern kini cenderung kembali ke alam (back to nature). Desiran
angin, kicauan burung dan atraksi satwa lainnya di kota diharapkan dapat
menghalau kejenuhan dan stress yang banyak dialami oleh penduduk perkotaan.
Salah satu satwa liar yang dapat dikembangkan di perkotaan adalah burung.
Burung perlu dilestarikan, mengingat mempunyai manfaat yang tidak kecil
artinya bagi masyarakat, antara lain (Hernowo dan Prasetyo, 1989) :
1. Membantu mengendalikan serangga hama,
2. Membantu proses penyerbukan bunga,
3. Mempunyai nilai ekonomi yang lumayan tinggi,
4. Burung memiliki suara yang khas yang dapat menimbulkan suasana yang
menyenangkan,
5. Burung dapat dipergunakan untuk berbagai atraksi rekreasi,
6. Sebagai sumber plasma nutfah,
7. Objek untuk pendidikan dan penelitian.
Beberapa jenis burung sangat membutuhkan pohon sebagai tempat mencari
makan maupun sebagai tempat bersarang dan bertelur. Pohon kaliandra di
antaranya disenangi burung pengisap madu. Pohon jenis lain disenangi oleh
burung, karena berulat yang dapat dimakan oleh jenis burung lainnya.
Menurut Ballen (1989), beberapa jenis tumbuhan yang banyak didatangi burung
antara lain :
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
14
19. 1. Kiara, caringin dan loa (Ficus spp.) F. benjamina, F. variegata, dan F.
glaberrima buahnya banyak dimakan oleh burung seperti punai (Treron sp.).
2. Dadap (Erythrina variegata). Bunganya menghasilkan nektar. Beberapa jenis
burung yang banyak dijumpai pada tanaman dadap yangtengah berbunga
antara lain : betet (Psittacula alexandri), serindit (Loriculus pusillus), jalak
(Sturnidae) dan beberapa jenis burung madu.
3. Dangdeur (Gossampinus heptaphylla). Bunganya yang berwarna merah
menarik burung ungkut-ungkut dan srigunting.
4. Aren (Arenga pinnata). Ijuk dari batangnya sering dimanfaatkan oleh burung
sebagai bahan untuk pembuatan sarangnya.
5. Bambu (Bambusa spp.). Burung blekok (Ardeola speciosa) dan manyar
(Ploceus sp.) bersarang di pucuk bambu. Sedangkan jenis burung lainnya
seperti : burung cacing (Cyornis banyumas), celepuk (Otus bakkamoena),
sikatan (Rhipidura javanica), kepala tebal bakau ( Pachycephala cinerea) dan
perenjak kuning (Abroscopus superciliaris) bertelur pada pangkal cabangnya,
di antara dedaunan dan di dalam batangnya.
21. Mengurangi Stress
Kehidupan masyarakat di kota besar menuntut aktivitas, mobilitas dan
persaingan yang tinggi. Namun di lain pihak lingkungan hidup kota mempunyai
kemungkinan yang sangat tinggi untuk tercemar, baik oleh kendaraan bermotor
maupun industri. Petugas lalu lintas sering bertindak galak serta pengemudi dan
pemakai jalan lainnya sering mempunyai temperamen yang tinggi diakibatkan
oleh cemaran timbal dan karbon-monoksida (Soemarwoto, 1985). Oleh sebab itu
gejala stress (tekanan psikologis) dan tindakan ugal-ugalan sangat mudah
ditemukan pada anggota masyarakat yang tinggal dan berusaha di kota atau
mereka yang hanya bekerja untuk memenuhi keperluannya saja di kota.
Program pembangunan dan pengembangan hutan kota dapat membantu
mengurangi sifat yang negatif tersebut. Kesejukan dan kesegaran yang
diberikannya akan menghilangkan kejenuhan dan kepenatan. Cemaran timbal,
CO, SOx, NOx dan lainnya dapat dikurangi oleh tajuk dan lantai hutan kota.
Kicauan dan tarian burung akan menghilangkan kejemuan. Hutan kota juga
dapat mengurangi kekakuan dan monotonitas.
22. Mengamankan Pantai Terhadap Abrasi
Hutan kota berupa formasi hutan mangrove dapat bekerja meredam gempuran
ombak dan dapat membantu proses pengendapan lumpur di pantai. Dengan
demikian hutan kota selain dapat mengurangi bahaya abrasi pantai, juga dapat
berperan dalam proses pembentukan daratan.
23. Meningkatkan Industri Pariwisata
Bunga bangkai (Amorphophallus titanum) di Kebun raya Bogor yang berbunga
setiap 2-3 tahun dan tingginya dapat mencapai 1,6 m dan bunga Raflesia Arnoldi
di Bengkulu merupakan salah satu daya tarik bagi turis domestik maupun
manca-negara. Tamu asing pun akan mempunyai kesan tersendiri, jika
berkunjung atau singgah pada suatu kota yang dilengkapi dengan hutan kota
yang unik, indah dan menawan.
24. Sebagai Hobi dan Pengisi Waktu Luang
Monotonitas, rutinitas dan kejenuhan kehidupan di kota besar perlu diimbangi
oleh kegiatan lain yang bersifat rekreatif, akan dapat menghilangkan
monotonitas, rutinitas dan kejenuhan kerja.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
15
20. BAB V
TIPE DAN BENTUK HUTAN KOTA
1. Tipe Hutan Kota
Hutan kota yang dibangun pada areal pemukiman bertujuan utama untuk
pengelolaan lingkungan pemukiman, maka yang harus dibangun adalah hutan
kota dengan tipe pemukiman. Hutan kota tipe ini lebih dititik-beratkan kepada
keindahan, penyejukan, penyediaan habitat satwa khususnya burung, dan tempat
bermain dan bersantai.
Kawasan industri yang memiliki kebisingan yang tinggi dan udaranya tercemar,
maka harus dibangun hutan kota dengan tipe kawasan industri yang mempunyai
fungsi sebagai penyerap pencemar, tempat istirahat bagi pekerja, tempat parkir
kendaraan dan keindahan.
Kota yang memiliki kuantitas air tanah yang sedikit dan atau terancam masalah
intrusi air laut, maka fungsi hutan yang harus diperhatikan adalah sebagai
penyerap, penyimpan dan pemasok air. Maka hutan yang cocok adalah hutan
lindung di daerah tangkapan airnya.
a. Tipe Pemukiman
Hutan kota di daerah pemukiman dapat berupa taman dengan komposisi
tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan semak dan
rerumputan. Taman adalah sebidang tanah terbuka dengan luasan tertentu di
dalamnya ditanam pepohonan, perdu, semak dan rerumputan yang dapat
dikombinasikan dengan kreasi dari bahan lainnya. Umumnya dipergunakan
untuk olah raga, bersantai, bermain dan sebagainya.
b. Tipe Kawasan Industri
Suatu wilayah perkotaan pada umumnya mempunyai satu atau beberapa
kawasan industri. Limbah dari industri dapat berupa partikel, aerosol, gas dan
cairan dapat mengganggu kesehatan manusia. Di samping itu juga dapat
menimbulkan masalah kebisingan dan bau yang dapat mengganggu
kenyamanan.
Beberapa jenis tanaman telah diketahui kemampuannya dalam menyerap dan
menjerap polutan. Dewasa ini juga tengah diteliti ketahanan dari beberapa
jenis tanaman terhadap polutan yang dihasilkan oleh suatu pabrik. Dengan
demikian informasi ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
memilih jenis-jenis tanaman yang akan dikembangkan di kawasan industri.
c. Tipe Rekreasi dan Keindahan
Manusia dalam kehidupannya tidak hanya berusaha untuk memenuhi
kebutuhan jasmaniah seperti makanan dan minuman, tetapi juga berusaha
memenuhi kebutuhan rohaniahnya, antara lain rekreasi dan keindahan.
Rekreasi dapat didefinisikan sebagai setiap kegiatan manusia untuk
memanfaatkan waktu luangnya (Douglass, 1982). Pigram dalam Mercer
(1980) mengemukakan bahwa rekreasi dapat dibagi menjadi dua golongan
yakni : (1) Rekreasi di dalam bangunan (indoor recreation) dan (2) Rekreasi di
alam terbuka (outdoor recreation). Brockman (1979) mengemukakan, rekreasi
dalam bangunan yaitu mendatangkan pengalaman baru, lebih menyehatkan
baik jasmani maupun rohani, serta meningkatkan ketrampilan.
Dewasa ini terdapat kecenderungan terjadinya peningkatan minat penduduk
perkotaan untuk rekreasi. Hal ini sangat erat kaitannya dengan peningkatan
pendapatan, peningkatan sarana transportasi, peningkatan sistem informasi
baik cetak maupun elektronika, semakin sibuk dan semakin besar
kemungkinan untuk mendapat stress.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
16
21. Rekreasi pada kawasan hutan kota bertujuan untuk menyegarkan kembali
kondisi badan yang sudah penat dan jenuh dengan kegiatan rutin, supaya siap
menghadapi tugas yang baru. Untuk mendapatkan kesegaran diperlukan
suatu masa istirahat yang terbebas dari proses berpikir yang rutin sambil
menikmati sajian alam yang indah, segar dan penuh ketenangan.
d. Tipe Pelestarian Plasma Nutfah
Hutan konservasi mengandung tujuan untuk mencegah kerusakan
perlindungan dan pelestarian terhadap sumberdaya alam. Bentuk hutan kota
yang memenuhi kriteria ini antara lain : kebun raya, hutan raya dan kebun
binatang. Ada 2 sasaran pembangunan hutan kota untuk pelestarian plasma
nutfah yaitu :
1. Sebagai tempat koleksi plasma nutfah, khususnya vegetasi secara ex-situ.
2. Sebagai habitat, khususnya untuk satwa yang akan dilindungi atau
dikembangkan
Manusia modern menginginkan back to nature. Hutan kota dapat diarahkan
kepada penyediaan habitat burung dan satwa lainnya. Suatu kota sering kali
mempunyai kekhasan dalam satwa tertentu, khususnys burung yang perlu
diperhatikan kelestariannya. Untuk melestarikan burung tertentu, maka jenis
tanaman yang perlu ditanam adalah yang sesuai dengan keperluan hidup
satwa yang akan dilindungi atau ingin dikembangkan, misalnya untuk
keperluan bersarang, bermain, mencari makan ataupun untuk bertelur.
Hutan yang terdapat di pesisir pantai menghasilkan bahan organik. Dedaunan
yang jatuh ke air laut kemudia dapat berubah menjadi detritus. Pada
permukaan detritus dapat menjumpai mikroorganisme air. Sebagian hewan
merupakan pemakan detritus (detritus feeder). Nampaknya organisme yang
memakan detritus ini, sesungguhnya memangsa mikroorganismenya, karena
mikroorganisme mengandung protein, karbohidrat dan lain-lain. Apabila hutan
ini hilang, maka detritus tidak tersedia lagi dan akibatnya hewan pemakan
detritus pun akan musnah.
e. Tipe Perlindungan
Selain dari tipe yang telah disebutkan di atas, areal kota dengan mintakat ke
lima yaitu daerah dengan kemiringan yang cukup tinggi yang ditandai dengan
tebing-tebing yang curam ataupun daerah tepian sungai perlu dijaga dengan
membangun hutan kota agar terhindar dari bahaya erosi dan longsoran.
Hutan kota yang berada di daerah pesisir dapat berguna untuk mengamankan
daerah pantai dari gempuran ombak laut yang dapat menghancurkan pantai.
Untuk beberapa kota masalah abrasi pantai ini merupakan masalah yang
sangat penting.
Kota yang memiliki kerawanan air tawar akibat menipisnya jumlah air tanah
dangkal dan atau terancam masalah intrusi air laut, maka hutan lindung
sebagai penyerap, penyimpan dan pemasok air harus dibangun di daerah
resapan airnya. Dengan demikian ancaman bahaya intrusi air laut dapat
dikurangi.
f. Tipe Pengamanan
Yang dimaksudkan hutan kota dengan tipe pengamanan adalah jalur hijau di
sepanjang tepi jalan bebas hambatan. Dengan menanam perdu yang liat dan
dilengkapi dengan jalur pohon pisang dan tanaman yang merambat dari legum
secara berlapis-lapis, akan dapat menahan kendaraan yang keluar dari jalur
jalan. Sehingga bahaya kecelakaan karena pecah ban, patah setir ataupun
karena pengendara mengantuk dapat dikurangi.
Pada kawasan ini tanaman harus betul-betul cermat dipilih yaitu yang tidak
mengundang masyarakat untuk memanfaatkannya. Tanaman yang tidak enak
rasanya seperti pisang hutan dapat dianjurkan untuk ditanam di sini.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
17
22. 2. Bentuk Hutan Kota
a. Jalur Hijau
Pohon peneduh jalan raya, jalur hijau di bawah kawat listrik tegangan tinggi,
jalur hijau di tepi jalan kereta api, jalur hijau di tepi sungai di dalam kota atau di
luar kota dapat dibangun dan dikembangkan sebagai hutan kota guna
diperoleh manfaat kualitas lingkungan perkotaan yang baik. Tanaman yang
ditanam pada daerah di bawah jalur kawat listrik dan telepon diusahakan yang
rendah saja, atau boleh saja dengan tanaman yang dapat menjulang tinggi,
namun pada batas ketinggian tertentu harus diberikan pemangkasan.
Kawasan riparian seperti : delta sungai, kanal, saluran irigasi, tepian danau
dan tepi pantai dapat merupakan bagian lokasi dari kegiatan pengembangan
hutan kota. Penanaman tanaman di kawasan ini diharapkan dapat
memperbaiki kuantitas dan kualitas air serta untuk memperkecil erosi.
Seperti telah disebutkan di atas, jalur hijau di tepi jalan bebas hambatan yang
terdiri dari jalur tanaman pisang dan jalur tanaman yang merambat serta
tanaman perdu yang liat yang ditanam secara berlapis-lapis diharapkan dapat
berfungsi sebagai penyelamat bagi kendaraan yang keluar dari badan jalan.
Sedangkan pada bagian yang lebih luar lagi dapat ditanami dengan tanaman
yang tinggi dan rindang untuk menyerap pencemar yang diemisikan oleh
kendaraan bermotor.
b. Taman Kota
Taman dapat diartikan sebagai tanaman yang ditanam dan ditata sedemikian
rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia untuk
mendapatkan komposisi tertentu yang indah.
Setiap jenis tanaman mempunyai karakteristik tersendiri baik menurut bentuk,
warna dan teksturnya. Ada pohon yang bentuk tajuknya kecil tinggi dan lurus
(cemara lilin), tajuk pohon berbentuk piramida (cemara) dan ada juga yang
bentuk tajuknya besar, bulat dan rindang (beringin).
Tekstur daun dapat pula dijadikan bahan pertimbangan dalam suatu komposisi
taman. Ada daun dengan tekstur yang kasar (Ficus elastica), tekstur sedang
(duren) dan ada yang halus (lamtoro).
Bentuk percabangan juga dapat dijadikan sebagai komponen dari suatu
komposisi. Ada beberapa bentuk percabangan seperti : mendatar, menyudut
(acute), menjumbai (weeping) dan tegak.
c. Kebun dan Halaman
Jenis tanaman yang ditanam di kebun dan halaman biasanya dari jenis yang
dapat menghasilkan buah seperti : mangga, durian, sawo, rambutan, jambu,
pala, jeruk, delima, kelapa dan lain-lain serta dari jenis yang tidak diharapkan
hasil buahnya seperti : cemara, palem, pakis, filisium dan beberapa jenis
lainnya.
Halaman rumah dapat memberikan prestise tertentu. Oleh sebab itu halaman
rumah ditata apik sedemikian rupa untuk mendapatkan citra, kebanggaan dan
keindahan tertentu bagi yang empunya rumah maupun orang lain yang
memandang dan menikmatinya. Maka halaman tidak hanya ditanam dengan
tanaman seperti tersebut di atas, namun dilengkapi juga dengan tanaman
bebungaan yang indah. Tanaman lainnya yang dapat dijumpai adalah :
sayuran, empon-empon dan tanaman apotik hidup lainnya. Pada halaman
rumah pun dapat dijumpai unggas, ikan dan heawan lainnya.
Menurut Soemarwoto (1983) tanaman halaman rumah mempunyai fungsi
integrasi antara fungsi alam hutan dengan fungsi sosial-budaya-ekonomi
masyarakat.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
18
23. d. Kebun Raya, Hutan Raya dan Kebun Binatang
Kebun raya, hutan raya dan kebun binatang dapat dimasukkan ke dalam salah
satu bentuk hutan kota.
Tanaman dapat berasal dari daerah setempat, maupun dari daerah lain, baik
dari daerah lain di dalam negeri maupun di luar negeri.Soemarwoto (1983)
berpendapat, kebun raya ada yang bersifat ekonomi dan yang bertujuan
utama untuk ilmiah.
e. Hutan Lindung
Mintakat kota ke lima yaitu darah dengan lereng yang curam harus dijadikan
kawasan hutan karena rawan longsor. Demikian pula dengan daerah pantai
yang rawan akan abrasi air laut, hendaknya dijadikan hutan lindung.
f. Kuburan dan Taman Makam Pahlawan
Pada tempat pemakaman banyak ditanam pepohonan. Nampaknya sebagai
manifestasi kecintaan orang yang masih hidup terhadap orang yang sudah
meninggal tak akan pernah berhenti, selama pohon tersebut masih tegak
berdiri. Personifikasi ini nampaknya menyatakan bahwa dengan melalui
tanaman dapat digambarkan bahwa kehidupan tidaklah berakhir dengan
kematian, namun kematian adalah awal dari kehidupan.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
19
24. BAB VI
PEMBANGUNAN HUTAN KOTA
1. Perencanaan
Dalam studi kajian perencanaan aspek yang diteliti meliputi : lokasi, fungsi dan
pemanfaatan, aspek tehnik silvikultur, arsitektur lansekap, sarana dan prasarana,
tehnik pengelolaan lingkungan.
Bahan informasi yang dibutuhkan dalam studi meliputi :
(1) Data fisik (letak, wilayah, tanah, iklim dan lain-lain);
(2) Sosial ekonomi (aktivitas di wilayah bersangkutan dan kondisinya);
(3) Keadaan lingkungan (lokasi dan sekitarnya);
(4) Rencana pembangunan wilayah (RUTR,RTK,RTH), serta
(5) Bahan-bahan penunjang lainnya.
Hasil studi berupa Rencana Pembangunan Hutan Kota yang terdiri dari tiga
bagian, yakni :
1. Rencana jangka panjang, yang memuat gambaran tentang hutan kota yang
dibangun, serta target dan tahapan pelaksanaannya.
2. Rencana detail yang memuat desain fisik atau rancang bangun untuk masingmasing komponen fisik hutan kota yang hendak dibangun serta tata letaknya.
3. Rencana tahun pertama kegiatan, meliputi rencana fisik dan biayanya.
2. Kelembagaan dan Organisasi Pelaksanaannya
Organisasi pembangunan dan pengelolaan hutan kota sangat bergantung kepada
perangkat yang ada dan keperluannya. Sistem pengorganisasian di suatu daerah
mungkin
berbeda
dengan
daerah
lainnya.
Salah
satu
bentuk
pengorganisasiannya pembangunan dan pengelolaan hutan adalah seperti
tercantum pada Gambar 2. Walikota atau Bupati sebagai kepala wilayah
bertanggung jawab atas pembangunan dan pengembangan hutan kota di
wilayahnya. Bidang perencanaan dan pengendalian dipegang oleh Bappeda
Tingkat II yang dibantu oleh tim pembina yang terdiri dari Kanwil Departemen
Kehutanan, Kanwil Departemen Pertanian dan Perkebunan, Kanwil Departemen
Pekerjaan Umum, Kanwil Departemen Kesehatan, Biro Kependudukan dan
Lingkungan Hidup dan yang lainnya menurut kebutuhan masing- masing kota
atau daerah. Untuk pelaksanaannya dapat ditunjuk dinas-dinas yang berada di
wilayahnya.
Pengelolaan hutan kota pada areal yang dibebani hak milik diserahkan kepada
pemiliknya, namun dalam pelaksanaannya harus memperhatikan petunjuk dari
bidang perencanaan dan pengendalian. Guna memperlancar pelaksanaannya
kiranya perlu dipikirkan jasa atau imbalan apa yang dapat diberikan oleh
pemerintah kepada yang bersangkutan.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
20
25. 3. Pemilihan Jenis
Guna mendapatkan keberhasilan dalam mencapai tujuan pengelolaan lingkungan
hidup di perkotaan, jenis yang ditanam dalam program pembangunan dan
pengembangan hutan kota hendaknya dipilih berdasarkan beberapa
pertimbangan dengan tujuan agar tanaman dapat tumbuh baik dan tanaman
tersebut dapat menanggulangi masalah lingkungan yang muncul di tempat itu
dengan baik.
Untuk mendapat hasil pertumbuhan tanaman serta manfaat hutan kota yang
maksimal, beberapa informasi yang perlu diperhatikan dan dikumpulkan antara
lain :
1. Persyaratan edaphis : pH, jenis tanah, tekstur, altitude,salinitas dan lain-lain.
2. Persyaratan meteorologis : suhu, kelembaban udara, kecepatan angin, radiasi
matahari.
3. Persyaratan silvikultur : kemudahan dalam hal penyediaan benih dan bibit dan
kemudahan dalam tingkat pemeliharaan.
4. Persyaratan umum tanaman :
• Tahan terhadap hama dan penyakit,
• Cepat tumbuh,
• Kelengkapan jenis dan penyebaran jenis,
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
21
26. •
•
•
•
•
Mempunyai umur yang panjang,
Mempunyai bentuk yang indah,
Ketika dewasa sesuai dengan ruang yang ada,
Kompatibel dengan tanaman lain,
Serbuk sarinya tidak bersifat alergis,
5. Persyaratan untuk pohon peneduh jalan :
• Mudah tumbuh pada tanah yang padat,
• Tidak mempunyai akar yang besar di permukaan tanah,
• Tanah terhadap hembusan angin yang kuat,
• Dahan dan ranting tidak mudah patah,
• Pohon tidak mudah tumbang,
• Buah tidak terlalu besar,
• Serasah yang dihasilkan sedikit,
• Tahan terhadap pencemar dari kendaraan bermotor dan industri,
• Luka akibat benturan mobil mudah sembuh,
• Cukup teduh, tetapi tidak terlalu gelap,
• Kompatibel dengan tanaman lain,
• Daun, bunga, buah, batang dan percabangannya secara keseluruhan
indah,
• Pada saat dewasa cocok dengan ruang yang tersedia,
• Berumur panjang,
• Pertumbuhannya cepat,
• Tahan terhadap hama dan penyakit.
6. Persyaratan estetika :
• Mempunyai tajuk dan bentuk percabangan yang indah,
• Bunga dan buahnya memiliki warna dan bentuk yang indah.
7. Persyaratan unruk pemanfaatan khusus. Pertimbangan ini harus disesuaikan
dengan tujuannya, sehingga memenuhi salah satu kriteria berikut ini :
• Tahan terhadap kadar garam yang relatif tinggi,
• Tahan terhadap pencemar dari industri dan kendaraan bermotor,
• Mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menyerap gas,
• Mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap hujan asam,
• Mempunyai kemampuan yang tinggi dalam pengelolaan tata air,
• Sebagai habitat burung,
• Penghasil wewangian dan lain-lain.
Selayaknya setiap jenis yang akan ditanam sudah diketahui terlebih dahulu data
tentang tanaman yang meliputi:
1. Nama Lokal dan nama latin :
2. Bentuk tajuk : oval/vase/round/irregular/fastigiate/pyramidal
3. Tanah :
•
rentangan pH;
•
tekstur;
•
jenis tanah;
•
ketinggian dpl.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
22
27. 4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
Kebutuhan akan naungan : butuh/tidak
Kerindangan tajuk : sangat rindang/sedang/kurang rindang
Ketahanan terhadap pangkasan : kuat/sedang/tidak tahan
Kelas Tinggi : pendek (< 3 m), sedang (3-7 m), tinggi (> 7 m)
Kelas diameter lebar naungan : sempit (< 3 m),sedang (3-6 m),tinggi (> 6 m)
Kecepatan Tumbuh : rendah/menengah/cepat
Kekuatan terhadap angin (dilihat dari kekuatan kayunya) : kuat/sedang/rapuh
Ketahanan terhadap robohan oleh angin (dilihat dari sistem perakarannya)
Sifat pengguguran daun : Deciduous/evergreen
Ketahanan terhadap gas (NOx,SOx,Ozon,CO,Hidrokarbon dan lain-lain) :
tinggi/sedang/rendah
Kemampuan dalam menyerap gas (NOx,SOx,Ozon,CO,Hidrokarbon dan lainlain) : tinggi/sedang/rendah
Ketahanan terhadap partikel padat (debu tanah, silikat, semen, asbes dan
lain-lain) : tinggi/sedang/rendah
Ketahanan terhadap genangan air : tinggi/sedang/rendah
Kemampuan dalam menguapkan air : tinggi/sedang/rendah
Ketahanan terhadap cahaya buatan : tinggi/sedang/rendah
Fungsi lansekap : hiasan rumah dan kantor/peneduh jalan/kebun/hutan
Beberapa jenis tanaman yang dapat dipilih untuk dipergunakan sebagai tanaman
hutan kota yang selama ini sering dijumpai di beberapa kota dapat dilihat pada :
Tabel 1
Tanamam Hias
No.
1
1
2
3
4
Nama
Daerah
2
Air mancur
Air mata
pengantin
5
Alamanda
6
Alokasia
7
Anyelir
8
Arairut
9
Bambu
kuning
10
Bakung
Nama Latin
3
No.
Nama
Daerah
4
5
6
Aechinea sp.
Aglaonema sp.
Jakobinia cornea
Antigonon
leptosus
Allamanda
cathartica
Alocasia sp.
Dianthus
caryophyllus
Marantha
arundinacea
Bambusa
vulgaris
Cainum
asiaticum
63
64
65
Kol banda
Koreopsis
Landep
66
Lidah mertua
67
Lili paris
Chlorophytum sp.
68
Mawar
Rosa hybrida
69
Melati
Jasminum sambac
70
Miyana
mangkuk
Iresina herbstii
71
Monstera
Monstera deliciosa
72
Nona makan
sirih
Clerodendrum sp.
Ciscus bicolor
73
Nusa indah
12
13
Begonia
rambut
Begonia rex
Bintang buni
Bigonia sp.
Crytanthus sp.
74
75
Ohna
Oleander
14
Bunga angsa
Aristolochia sp.
76
Pacar
15
Bunga
harumsari
Buddleja asiatica
77
Pacar cina
11
Nama Latin
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
Pisonia alba
Coreopsis sp.
Barleria crisfota
Sanseviera
trifasciata
Musaena
ahphillippica
Ochna kirkii
Nerium olender
Impatiens
balsamina
Agloia odorata
23
28. 1
2
3
4
5
6
16
Bunga bokor
Hydrangea
hortensis
78
Pacing
Costus sp.
17
Bunga kana
Canna indica
79
Palem
australia
Bunga kupukupu
Bunga
kancing
Bunga kuku
macan
Bunga
matahari
Bauhinia
purpurea
Gomphrena
globosa
80
Palem bambu
Normanbya
normanbyi
Chamaedorea
erumpius
81
Palem bambu
Mascarena sp.
82
Palem botol
Revaogehaganii
83
Palem ekor
ikan
Caryota mitis
84
Palem pilifina
Veitchia
philippinensis
85
Palem jari
Rhapis excelsa
86
Palem kipas
87
Palem kuning
88
Palem kol
89
Palem merah
90
Palem raja
Paku
pelanduk
18
19
20
21
22
23
Bunga
mentega
Bunga pukul
empat
Bunga tiga
hari
Mucuna bennetii
Helianthus
annus
Taberna
emontana
coronaria
Mirabilis jalapa
33
Daun
saputangan
Daun zebra
Brunfelsia
ansericana
Bougainvillea
spectabilis
Lagerstroemia
indica
Michelia
champaka
Lantana camara
Kalanchoe
pinnuta
Gynura
aurantiaca
Syngonium
albolineatum
Maniltoa
grandiflora
Zebrina pendula
34
Dilem
35
36
24
25
Bugenvil
26
Bungur
27
Cempaka
28
Cente
29
Cocor bebek
30
Daun beludru
31
Daun panah
32
37
38
91
93
Pinang irisan
Ptychosperma
macorthurii
96
Pisang hias
Drasena
Dracaena sp.
97
Duranta
Duranta erecta
98
Duri
cangkang
Ekor
cendrawasih
Opuntia
schumanii
Phylanthus
alternifolia
Sedum
morgalianum
Lycopodium
carinatum
Filicium
decipiens
Delonix regia
Gladiolus
hortulanus
Gloxinia
speciosa
Ekor musang
41
Kere payung
42
Flamboyan
43
Gladiol
44
Gloxinia
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
Pteris ensiformis
Pandanus dubius
Coleus sp.
40
Cyatostachys
lakka
Roystonea regia
Pandan hias
95
Ekor keledai
Licuala grandis
92
Pinang
monyet
Pinang tutul
39
Livistona
rotundifolia
Chrysalidocarpus
lutescens
94
Pohon
bahagia
Pohon
saputangan
Areca vestiara
Pinanga densiflora
Heliconia
Collinsiana
Dieffenbachia sp.
Browned sp.
Portulaca
grandiflora
Primula
denticulata
99
Portulaka
100
Primula
101
Pucuk emas
Galphinia gracilis
102
Pulkra
Kaemferia pluchra
103
Puring
104
Rane
Codeaum
variegatum
Selaginella plana
105
Sambang
Lapsia spinosa
106
Sambang
colok
Aerva sp.
24
29. 1
2
3
4
45
Handeleum
Graptohylum
pictum
107
46
Hanjuang
Cordylin sp.
108
47
Herbras
48
Homalomena
49
Jarak
50
Kalatea
51
Gerbera
jamesonii
Homalomena
rubra
Jatropha
multifida
5
6
Hemigraphis
alternata
Spathiphylum
cannaefalium
Melastoma
malabathricum
Selandang
darah
Selandang
putih
109
Senduduk
110
Seruni
111
Sirih belanda
Calathea sp.
112
Sirih Gading
Kastuba
Euphorbia
pulcherrima
113
Sirih hias
52
Kecubung
Dafura metel
114
Suji
53
Keladi hias
Caladium sp.
115
Kembang
bulan
Kembang
emas
Kembang
merak
Tethonia
diversifolia
Stephanotis
floribunda
Caesalpinia
pulcherrima
Storophanthus
grandiflora
54
55
56
57
58
59
60
61
117
Scindapsus
aureus
Rhaphidophora
aurea
Peperomia
sanderii
Pleomele
angustifolia
Geogenanthus
undatus
Tanaman
lurik
Tanaman
mosaik
Tanaman
perak
Fittonia sp.
Pilea cadierei
118
Tapak darah
Catharanthus
rosea
119
Tatarompetan
Ipomoea tripida
Plumeria alba
120
Teratai kecil
Nymphaea lotus
Hibiscus
rosasinensis
121
Terompet
gading
Randia maculata
Ixora coccinea
Kembang pita
Kamboja
putih
Kembang
sepatu
Kembang
soka
Kembang
sungsang
116
Wedelia montana
122
Verbena
Verbena laciniata
Gloriosa superba
Tabel 2
Daftar Tanaman Sebagai Peneduh Jalan
No.
Nama
Daerah
Nama Latin
No.
Nama
Daerah
1
2
3
4
5
Nama Latin
6
1
Flamboyan
Delonix regia
14
Nyamplung
2
3
4
Angsana
Ketapang
Kupu-kupu
Pterocarpus indicus
Terminalia cattapa
Bauhinia purpurea
15
16
17
Jakaranda
Liang liu
Kismis
5
Kere payung
Filicium decipiens
18
Ganitri
6
Johar
Cassia multiyoga
19
Saga
7
Tanjung
Mimusops elengi
20
Antinganting
Calophyllum
inophyllum
Jacaranda filicifolia
Salix babilinica
Muehlenbeckia sp.
Elaeocarpus
spahaericus
Adenanthera
povoniana
Elaeocarpus
grandiflorus
8
Mahoni
21
Asam kranji
Pithecelobium dulce
9
Akasia
22
Johar
Cassia grandis
Swientenia
mahagoni
Acacia
auriculiformis
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
25
30. 1
2
10
Bungur
11
Kenari
12
13
Johar
Damar
3
Lagerstroemia
loudonii
Canarium
commune
Cassia sp.
Agathis alba
4
5
6
23
Cemara
Cupresus papuana
24
Pinus
Pinus merkusii
25
Beringin
Ficus benjamina
Tabel 3
Daftar Tanaman Taman Hutan
No.
Nama
Daerah
1
2
1
Bungur
2
Jening
3
Khaya
4
Pingku
5
6
7
Lamtorogun
g
Puspa
Kenanga
8
Locust
9
Nama Latin
3
No.
Nama
Daerah
4
5
Nama Latin
6
Lagerstromia
speciosa
Pithecolobium
lobatum
Khaya anthotheca
32
Balam sudu
33
Sawo duren
34
Kedinding
35
Kepuh
36
Dadap
Erythrina cristagalli
37
38
Salam
Sungkai
39
Matoa/kasai
Eugenia polyantha
Pheronema
canescens
Pometia pinnata
Kisireum
Dysoxylum
excelsum
Leucaena
lecocephala
Schima wallichii
Canangium
adoratum
Hymenaena
courburil
Eugenia cymosa
Palaguium
sumatranum
Crysophyllum
cainito
Albizzia
leppecioides
Sterculia foetida
40
Locust
10
Manglid
Michelia velutina
41
11
12
13
14
Cengal
Flamboyan
Tanjung
Trembesi
Hopea sangkal
Delonix regia
Mimusops elengi
Samanea saman
42
43
44
45
Ebony/kayuhi
tam
Kempas
Sawo kecik
Asam
Pingku
15
16
17
Beringin
Kepuh
Angsret
46
47
48
18
Nyamplung
19
Leda
20
Tengkawan
glayar
Johar
Ficus benjamina
Sterculia foetida
Spathodea
campanulata
Callophylum
inophyllum
Eucalyptus
deglupta
Shorea
mecistopteryx
Cassia siamea
21
22
24
Merbau
pantai
Tengkawan
gmajau
Hoe
25
Merawan
23
Hymenaea
courbaril
Dyospiros celebica
49
Johar
Angsana
Tengkawang
layar
Kecapi
50
Palem Raja
Kompasia excelsa
Manilkara kauki
Tamarindus indica
Dysoxyllum
exelsum
Cassia grandis
Pterocarpus indicus
Shorea
mecistopteryx
Shandoricum
koetjape
Oerodoxa regia
51
Kalak
Poliantha lateriflora
52
Saputangan
Intsia bijuga
53
Bacang
Maniltoa
brawneodes
Manejitera foetida
Shorea
palembanica
Eucaliyptus
platyphylla
Hopea
mangarawan
54
Kayu manis
55
Kawista
56
Kenanga
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
Cinnamomun
burmanni
Feronia limonia
Canangium
odoratum
26
31. 1
26
27
28
29
2
3
Blabag
Pala hutan
Cemara
sumatra
Palur raja
Terminalia citrina
Myristica fatua
Casuarina
sumatrana
Oreodoxa regia
4
5
57
58
59
-
60
Khaya
6
Hopea bancana
Shorea selanica
Pterogota alata
K. sinegalensis
Tabel 4
Daftar Tanaman Kebun dan Halaman
1
Nama
Daerah
Nangka
Artocarpus integra
15
Nama
Daerah
Durian
2
Kenanga
Canangium odoratum
16
Manggis
3
4
5
6
7
8
9
Sirsak
Srikaya
Pala
Alpokat
Belimbing
Jeruk
Mangga
17
18
19
20
21
22
23
Coklat
Duwet
Cengkeh
Jambu bol
Jambu air
Sawo manila
Sawo kecik
10
Rambutan
24
Kopi
Coffea robusta
11
12
13
Kedondong
Kemiri
Wuni
Jambu
monyet
Annona muricata
A. squamosa
Myristica fragrans
Persea americana
Averrhoa carambola
Citrus sp.
Mangifera indica
Nephelium
lappaceum
Spondias rarak
Aleurites moluccana
Antidesma bunius
Anacardium
occidentale
Durio zibethinus
Garcinia
mangostana
Theobroma cacao
Eugenia cuminii
E. aromatica
E. malaccensis
E. aquea
Achras zapota
Manilkara kauki
25
26
27
Kopi
Randu
Petai
C. Arabica
Ceiba pentandra
Parkia speciosa
No.
14
Nama Latin
No.
Nama Latin
Tabel 5
Daftar Tanaman yang dapat Ditanam di Pantai.
No.
Nama
Daerah
1
Lenggundi
2
Mengkuang
3
Cemara laut
4
Ketapang
5
Nama Latin
Vitex trifolia var
simplicifolia
Pandanus
odoratissimus
Casuarina
equisetifolia
No.
Nama
Daerah
Nama Latin
Hibiscus tiliaceus
9
Waru laut
10
Mempari
11
Gelam
Terminalia catappa
12
Keben
Bintangor
laut
Colophyllum
inophyllum
13
Menasi
6
Angsana
Pterocarpus indicus
14
Kelat Jambu
Laut
Eugenia grandis
7
Tembusu
padang
Fragraea fragrans
15
Dungun
Heritiera littoralis
8
Pong-pong
Cerbera odollam
16
Ambongambong
Scaevola taccada
Pongamia
pinnata
Melaleuca
cajuputi
Baringtonia
asiatica
Planchonella
obovata
4. Penentuan Luasan
Beberapa pakar mengemukakan luas hutan kota yang harus dibangun ditetapkan
menurut:
1. Persentase dari luas kota. Ada yang menyatakan 10%, 20%, 25%, 30%, 40%,
50% bahkan ada juga yang menetapkan 60%.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
27
32. 2. Penentuan luas lahan hutan kota dihitung berdasarkan jumlah penduduk.
Luasan hutan kota di Malasyia ditetapkan sebesar 1,9 m2/penduduk,
sedangkan di Jepang sebesar 5,0 m2/penduduk (Tong Yiew, 1991). Dewan
kota Lancashire Inggris menentukan 11,5 m2/penduduk dan Amerika 60
m2/penduduk sedangkan di DKI Jakarta taman untuk bermain dan
berolahraga diusulkan 1,5 m2/penduduk (Rifai, 1981).
3. Berdasarkan isu penting. Luas hutan kota yang harus dibangun pada kota
yang memiliki masalah kekurangan air bersih, dapt ditetapkan berdasarkan
pemenuhan kebutuhan akan air seperti rumus yan tertera pada halaman 38
(Sutisna dkk., 1987). Lain halnya dengan kota dengan penduduk yang padat
dan dengan jumlah kendaraan bermotor dan industri yang tinggi, maka luas
hutan kota yang dibangun dapat dihitung berdasarkan pendekatan pemenuhan
oksigen (Kunto, 1986) dengan rumus :
a.V + b.W
L = ------------------20
L
a
b
V
W
20
:
:
:
:
:
:
luas hutan kota (m2)
kebutuhan oksigen per orang (kg/jam)
rerataan kebutuhan oksigen per kendaraan bermotor (kg/jam)
jumlah penduduk
jumlah kendaraan bermotor
tetapan (kg/jam/ha)
Sistem penentuan luasan kota berdasarkan cara pertama dan kedua sangat
mudah dan sederhana. Tanpa turut diperhitungkan faktor lainnya. Namun keduaduanya tidak memeliki alasan (justification) yang mendasar dan kuat. Misalnya
jika ditetapkan 15%, mengapa dipilih 15%? Mengapa tidak 13 atau 16% bahkan
20 atau 30% ? Boleh jadi dengan perhitungan kedua cara ini, jika dikaji secara
ekonomi, efisiensi penggunaan sumberdaya alam menjadi tidak efisien, karena
hasil perhitungan sesungguhnya over estimate, atau malah hutan kota ini kurang
efektif karena perhitungan yang under estimate.
Dengan sistem perhitungan kedua dapat diterima akal, jika semakin tinggi
populasi manusia, hutan kota yang harus dibangun juga semakin luas. Namun
pada kenyataannya, dengan semakin padat dan semakin meningkatnya kegiatan
manusia, maka biasanya harga lahan akan semakin mahal dengan peruntukan
lahan yang semakin beragam. Sehingga pada pelaksanaannya sering mengalami
hambatan. Dengan menggunakan sistem perhitungan kedua, maka hutan kota
yang harus disediakan juga cenderung bergerak naik, sesuai dengan semakin
meningkatnya jumlah penduduk.
Cara ketiga memang nampak lebih padat memecahkan masalah yang muncul.
Bukankah hutan kota yang dibangun dimaksudkan untuk mengatasi masalah
tersebut? Walaupun dengan cara ini penentuan luasannya lebih dapat
dipertanggungjawabkan, namun cara ini mempunyai beberapa kesulitan antara
lain :
1. Perhitungannya agak sulit.
2. Kadang-kadang sulit menentukan mana yang sesungguhnya menjadi masalah
utama.
3. Andaikata ada lebih dari satu isu utama, maka akan dihasilkan lebih dari satu
angka luasan hutan kota. Kemudian muncul masalah luasan mana yang harus
diambil.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
28
33. 4. Karena penentuannya perlu penelitian, maka dibutuhkan waktu, tim peneliti,
sarana dan biaya yang mungkin tidak sedikit.
5. Nilai luasannya akan cenderung bergerak naik dengan bertambahnya waktu,
karena aktifitas dan populasi manusia, jumlah kendaraan dan industri akan
meningkat dengan bertambahnya waktu.
6. Boleh jadi luasan hutan kota yang harus disediakan melebihi luasan kota itu
secara administratifnya.
Cara Lain Perhitungan Luas RTH Kota dari Dep. PU.
Terdapat beberapa macam cara untuk menetapkan keluasan RTH kota, ditinjau
dari berbagai kebutuhan penduduk kota sebagai berikut :
(1) Pendekatan Gerakis melalui Perhitungan Kebutuhan Oksigen (O2):
2
Sebagai contoh, hasil penelitian di sebuah kota dengan luas 431 km , jumlah
penduduk 2,6 juta jiwa, jumlah kendaraan bermotor 200.000, maka :
Kebutuhan O2
= 5,352 X 10 gram atau setara 5.709 X 10 gram berat
kering tanaman,
Untuk memproduksi oksigen oleh kelompok tanaman sebesar jumlah tersebut
perlu dibuat :
2
(5.709 X 10) : 24 = 105.7 km atau 24.6% luas kota adalah RTH
2
Dengan catatan asumsi bahwa setiap meter persegi (m ) tanaman
menghasilkan 54 gram bahan kering.
(2) Perhitungan Berdasar Kebutuhan Air :
Kebutuhan air dalam kota tergantung dari faktor :
a. Kebutuhan air bersih per tahun
b. Jumlah air yang dapat disediakan oleh PAM
c. Potensi air saat ini
d. Kemampuan hutan menyimpan air
Faktor-faktor di atas dapat ditulis dalam persamaan :
L
=
Po.K (1 + r - c) t - PAM - Pa
Z
Keterangan :
L
= Luas hutan yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan air (dalam
Ha)
Po
= Jumlah penduduk kota pada tahun ke O
K
= Konsumsi air per kapita (liter/hari)
r
= Laju kebutuhan air bersih (biasanya seiring dengan laju
pertambahan penduduk kota setempat
t
= tahun
c
= faktor koreksi (besarnya tergantung dari upaya pemerintah dalam
penurunan laju pertumbuhan penduduk)
3
PAM = kapasitas suplai air oleh PAM (dalam M /tahun)
Pa
= potensi air tanah saat ini
3
z
= kemampuan lahan menyimpan air (M /Ha/tahun)
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
29
34. LAI diduga dengan menggunakan rumus :
LAI = CT [ Ls - 0,27 x EXP {0,035 CS 0.15 / ( (CS / 1,25) 2)} ]
Keterangan :
LS = Koefisien Bentuk Daun Rata-Rata (Mean Leaf-Shape Coefficient)
untuk masing-masing kelompok tumbuhan pembentuk hutan kota yang
merupakan nisbah antara lebar daun dan panjang daun rata-rata.
CS = Koefisen Bentuk Tajuk Rata-Rata (Mean Crown-Shape Coefficient)
untuk masing-masing kelompok tumbuhan pembentuk hutan kota,
yang merupakan nisbah antara lebar tajuk dan tinggi tajuk rata-rata.
CT = Koefisien Model Arsitektur Tumbuhan (Plant Architectural Mode
Coefficient), yang diperhitungkan berkisar antara 10-25, dengan ratarata sebesar 19,72. LS, CS dan CT tidak diukur secara langsung di
lapangan, melainkan dianaslisis (dirisalah) berdasarkan Model
Arsitektur Pohon yang diperkenalkan pada tahun 1975 oleh Halle &
Oldeman (Purnomohadi, 1995).
Berdasarkan pertimbangan isu-isu penting, luas RTH yang harus dibangun,
khususnya pada kota-kota yang memiliki masalah kekurangan air bersih,
sebaiknya ditetapkan berdasarkan pemenuhan kebutuhan akan air seperti
rumus berikut (Sutisna et.al, 1987 dalam Dahlan, 1992) :
La
=
Po.K (1 + r - c) t – PAM . Pa
z
Keterangan :
La
= luas RTH kota yang harus dibangun
Po
= jumlah penduduk
K
= konsumsi air per kapita
r
= Laju peningkatan pemakaian air
C
= faktor pengendali
PAM = kapasitas Suplai Perusahaan Air Minum
t
= tahun
Pa
= potensi air tanah
z
= kemampuan hutan kota dalam menyimpan air
Lain halnya pada kota berpenduduk padat, dengan jumlah kendaraan
bermotor dan industri yang tinggi, maka luas RTH kota yang dibangun dapat
dihitung berdasar pendekatan pemenuhan oksigen (Kunto, 1986), dengan
rumus :
L
=
A.v+b.W
20
Keterangan :
L = luas RTH kota (m2)
a = kebutuhan oksigen per orang (kg/jam)
b = rerataan kebutuhan oksigen per kendaraan bermotor (Kg/jam)
V = jumlah Penduduk
W = jumlah kendaraan bermotor
20 = tetapan (kg/jam/Ha)
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
30
35. Kemudian dimodifikasi oleh Dahlan (2003) sebagai berikut :
L
A.i. Vi +
=
Bi. WI +
20
Ci .Zi
Keterangan :
L = Luas Hutan Kota (Ha)
Ai = Kebutuhan Oksigen (O2) per orang (ug/jam)
Bi = Kebutuhan Oksigen (O2) per satuan kendaraan bermotor (kg/jam)
Ci = Kebutuhan Oksigen (O2) per satuan industri (kg/jam)
Vi = jumlah Penduduk
Wi = jumlah kendaraan bernotor dari berbagai jenis
Zi = jumlah industri dari berbagai jenis
20 = konstanta (rerataan oksigen/O2) yang dihasilkan (20kg/jam/Ha)
Selain menggunakan pendekatan Metode Kunto, penentuan luasan RTH
berdasarkan kebutuhan oksigen, juga dapat dilakukan dengan Metode Gerakis
(1974) yang dimodifikasi dalam Wisesa (1988) dengan rumus :
Lt
=
Pt + Kt + Tt
(54)(0,9375)
Keterangan :
Lt
= luas RTH Kota pada Tahun ke-t (m2)
Pt
= jumlah kebutuhan oksigen bagi penduduk pada tahun ke-t
Kt
= jumlah kebutuhan oksigen bagi kendaraan bermotor pada tahun
ke–t
Tt
= jumlah Kebutuhan oksigen bagi ternak pada tahun ke-t
2
54
= tetapan yang menunjukan bahwa 1 m luas lahan menghasilkan 54
gram berat kering tanaman per hari
0,9375 = tetapan yang menunjukan bahwa 1 gram berat kering tanaman
adalah setara dengan produksi oksigen 0,9375
5. Komponen Pendukung
Beberapa komponen pendukung yang diperlukan untuk pembangunan dan
pengembangan hutan kota antara lain:
1. Tersedianya kebun pembibitan yang dapat menyediakan bibit secara massal,
2. Ilmu dan teknologi yang memadai,
3. Pelayanan jasa konsultasi untuk umum,
4. Dukungan dari penentu kebijakan,
5. Peraturan-perundangan,
6. Dukungan masyarakat, dan
7. Tenaga ahli.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
31
36. BAB VII
PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN
1. Penanaman
Pohon-pohon yang kecil mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap gangguan
akibat pemindahan daripada pohon-pohon yang besar. Oleh sebab itu untuk
menanam pohon- pohon yang besar perlu ahli yang berpengalaman, alat-alat,
kendaraan dan biaya yang relatif mahal. Ukuran pohon yang optimum untuk dapat
dipindahkan sangat bervariasi tegantung kepada jenisnya. Walaupun demikian
ukuran pohon yang banyak ditanam yang mempunyai diameter batang antara 510 mm dan tingginya antara 30-100 cm.
Cara pemindahan pohon yang besar seperti yang pernah dilakukan di California
untuk pohon deodara (Cedrus deodara yang tingginya 26 m, peppertree (Schinus
molle) yang tingginya 47 m dan diameter batangnya 1,27 m dan beratnya 52 ton
serta pohon palm yang tingginya 32 m dan beratnya 35 ton adalah sebagai
berikut.
Pertama-tama akar diputar dengan membuat bongkahan tanah yang besarnya
seukuran daerah minimal perakaran tapi cukup besar untuk tidak terlalu
mengganggu pertumbuhan pohon itu sendiri. Dengan menggunakan dua buah
bulldozer yang satu mendorong dan lainnya mengangkatnya, maka akar berikut
tanahnya digali. Bulatan tanah (putaran) itu kemudian dibungkus dengan
menggunakan plastik atau karung yang kuat. Bungkusan itu kemudian diikat
dengan menggunakan rantai besi yang kuat. Rantai besi ini dipergunakan untuk
mengangkat tanaman berikut tanahnya dan dinaikkan ke atas truk/trailer untuk
dipindahkan ke tempat yang telah ditentukan.
Lubang harus disiapkan sebelum tanaman dipindahkan ke tempat yang baru.
Ukuran lubang hendaknya lebih besar daripada ukuran daerah perakaran pohon
yang hendak ditanam, biasanya satu setengah atau dua kali dari ukuran bulatan
perakaran tanaman. Jika daerah perakaran mempunyai diameter 1,5 m dan 0,75
m dalamnya, maka diameter ukuran lubang sekitar 2,5 m dan tingginya 1,5 m.
Pada tanah kurang subur ukuran lubang ini harus betul-betul diperhatikan.
Pembuatan lubang dengan ukuran yang besar ini perlu dikerjakan mengingat
beberapa saat setelah tanaman itu dipindahkan ke tempat yang baru, akar akan
mulai tumbuh ke luar dari dalam putaran dan menembus media yang baru.
Satu atau dua minggu sebelum tanam, lubang ini diisi dengan pupuk kandang
atau kompos yang diperkaya dengan pupuk buatan, Jika daerah tersebut
merupakan tempat sarang rayap, maka perlu diberi insektisida butiran yang
persisten.
Bila tanah sangat asam dan tanaman yang hendak ditanam merupakan tanaman
yang membutuhkan kisaran pH tanah normal sampai basa, maka tanah perlu
diberi kapur 3-4 minggu sebelum tanam. Sebaliknya jika tanahnya agak basa,
sedangkan tanaman yang akan ditanam lebih menyenangi tanah asam, maka
tanah perlu diberi belerang atau pupuk yang bersifat asam seperti Amonium
sulfat. Pemberian media yang cocok dengan keperluan tanaman ini sangat perlu
untuk diperhatikan untuk mempercepat pertumbuhan tanaman.
Saluran drainase perlu dibuatkan khususnya untuk tanah yang kandungan liat dan
humusnya sangat tinggi. Pada kondisi yang seperti ini air yang berlebih dapat
mengakibatkan akar menjadi busuk karena serangan penyakit atau karena
menderita kekurangan oksigen (asphyxia).
Akar harus pula cukup mendapatkan udara untuk pernapasannya. Oleh sebab itu,
pada saat akar tanaman ditimbun kembali dengan tanah tidak boleh terlalu
dipadatkan, agar tanah masih tetap berpori dan gembur.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
32
37. Pohon dapat dipindahkan ke tempat lain melalui dua cara. Cara yang pertama,
tanaman dipindahkan tanpa disertai dengan tanahnya. Cara ini lebih mudah
penggaliannya dan membawanyapun lebih ringan. Sedangkan cara kedua yaitu
tanaman dipindahkan dengan sedikit menyertakan tanahnya. Cara yang terakhir
ini lebih sulit karena lebih berat, namun mengingat nilai kegagalannya lebih kecil,
maka cara ini banyak juga dilakukan.
Untuk cara pertama yakni akar tanpa tanah, akar yang telanjang itu harus
dibungkus dengan karung, koran atau jerami yang sebelumnya telah direndam
dalam air. Akar perlu dihindarkan dari sengatan cahaya matahari. Apabila waktu
pengangkutan dan jarak waktu antara penggalian dan penanaman lebih dari satu
hari, maka cara ini hanya dapat dianjurkan dilakukan pada musim hujan. Selama
pengangkutan bahan penutup harus selalu basah dengan jalan menyemprot atau
menyiramnya selama dalam perjalanan.
Cara yang kedua yaitu mendapatkan tanaman beserta tanahnya atau yang lebih
dikenal dengan cara bola (putaran). Nama ini diberikan karena bentuk tanah yang
menyertai akar hampir menyerupai bola. Walaupun demikian pada kenyataannya
bentuknya tidak selalu bulat, kadang-kadang berupa silinder. Ukuran bola
hendaknya menurut proporsi ukuran pohon. Biasanya diameter bola 8-10 kali
lebih besar daripada diameter pohon.
a. Penyiapan Putaran
Untuk tanaman yang sudah tua sebaiknya penyiapan putaran (bola) tidak
dilakukan dalam jangka waktu yang sangat pendek. Penyiapan putaran sudah
dilakukan 5 bulan sampai 1 tahun sebelum pohon tersebut dipindah-tanamkan.
Pada bulan pertama bagian akar yang di luar putaran digali dan akarnya
dipotong dan dibuang ke luar. Batu dan kerikil juga diangkat dan dibuang,
lubang kemudian diurug kembali dengan tanah. Pada bulan ketiga perlakuan
seperti itu dilakukan lagi namun pada bulan ketiga ini pemotongan akar lebih
mendekat ke arah pohon yaitu tepat pada ukuran putaran yang akan kita
bentuk. Pada bulan kelima pohon siap diangkat dan dipindahkan ke tempat
lain. Semakin besar tinggi dan lebar tajuk, maka waktu yang diperlukan untuk
perlakuan tersebut semakin lama, bisa sampai satu tahun. Perlakuan yang
diberikan dalam jangka waktu 2-5 tahun tidak dianjurkan, karena memakan
waktu terlalu lama dan akar yang semula kecil akan tumbuh berubah menjadi
terlalu besar.
Perlakuan seperti diterangkan di atas dimaksudkan untuk merangsang
terbentuknya sistem perakaran yang kompak di dalam putaran. Selain itu
untuk melatih tanaman unuk dapat hidup dengan akar yang lebih sedikit.
Sehingga pada saat pemindahan nanti tidak terjadi guncangan (shock) hebat,
akibat akarnya banyak berkurang.
Ukuran yang tepat dari diameter dan tinggi putaran berlainan untuk setiap jenis
tanaman. Jenis tanaman yang mempunyai akar tunggang yang panjang
seperti cemara lilin, tinggi putaran harus jauh lebih besar daripada
diameternya. Demikian sebaliknya tanaman yang akarnya menyebar dangkal
seperti angsana dan kenari, ukuran diameter putaran harus lebih besar
daripada tingginya.
Putaran kemudian diletakkan di atas truk atau trailer. Putaran disimpan di
bagian depan, sedangkan bagian tajuk diletakkan di bagian belakang. Akan
sangat bermanfaat bila ada penyangga cabang dan pohon dari kayu agar
pohon dapat lebih stabil terhindar dari bobot cabang, ranting dan dedaunan,
khususnya
untuk
pengangkutan
yang
melewati
jalan
yang
bergelombnag/berlubang, karena ranting dan dedaunan yang berat dengan
guncangan yang kuat dapat mengakibatkan cabang/batang menjadi tertekuk
atau patah. Pohon atau batang yang bersinggungan dengan kayu penyangga
hendaknya dibalut dengan busa yang tebal untuk menghindarkan perlukaan
karena gesekan.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
33
38. Ranting dan cabang diikat dengan ditali untuk mengurangi gerakan yang hebat
oleh angin selama dalam perjalanan.
Untuk pohon yang rindang dan besar sebaiknya pengangkutan dilakukan pada
kondisi angin yang lemah pada cuaca yang mendung. Pengangkutan sangat
dianjurkan di malam hari, jika jarak pengangkutannya sangat jauh.
Di negara maju pada saat ini telah tersedia kendaraan khusus pengangkut
untuk membawa pohon seperti Big John Tree Transpalnter atau Vermeer Tree
Spade (Haller, 1986).
b. Penanaman Kembali
Jika ukuran putaran sangat besar dan terlalu berat untuk dipindahkan dengan
tenaga manusia, maka pohon dapat dipindah-turunkan dengan menggunakan
crane. Kedalaman akar pada saat penanaman kembali harus sama dengan
kedalamannya semula. Jika pada tempat yang baru tanaman ditanam lebih
dalam, maka akarnya dapat menderita kekurangan udara (asphyixia).
Sebaliknya jika tanaman ditanam terlalu dangkal, maka dikhawatirkan
tanaman akan menderita kekeringan dan kepanasan akibat sengatan sinar
matahari
Sistem pemindahan tanaman dengan akar terbuka membutuhkan perhatian
yang lebih khusus daripada pemindahan tanaman dengan sistem putaran.
Akar yang rusak karena patah atau luka harus dipotong dan diberi parafin atau
media tumbuh disekelilingnya ditaburi dengan fungisida dan insektisida yang
persisten.
Pohon harus diletakkan ditengah-tengah lubang dengan arah yang tegak. Jika
pohon itu kecil seseorang dapat memegangnya supaya tegak dan yang
lainnya menguburnya dengan tanah.
Pada tanah yang kurang baik sistem drainasenya, di bagian bawah akar harus
diberi batu, kerikil dan pasir, agar akar tidak menjadi tergenang akibat
kelebihan air. Dengan menggunakan pipa paralon yang ujungnya telah dibalut
dengan ijuk yang disimpan di bawah putaran, kelebihan air ini dapat dibuang
ke saluran drainase.
Jika pengangkatan putaran dengan menggunakan plat besi di bagian bawah
putaran, maka putaran diturunkan dulu pada lokasi di luar posisi yang
diinginkan yang ada beberapa pohon kecil yang lurus. Pohon ini berguna
untuk mempermudah memindahkan putaran untuk diletakkan pada lokasi yang
diinginkan. Tali pengikat yang terbuat dari kawat atau plat dibuka dan dibuang
ke luar lubang, sedangkan tali serta karung goni pembungkus putaran yang
dapat hancur dapat dibiarkan saja tetap melilit dan membungkusnya.
c. Penyiraman
Segera setelah pohon selesai ditanam, pohon harus diberi air. Pemberian air
tidak dianjurkan diberikan pada saat atau sebelum pohon ditanam, karena
dapat mengakibatkan terbentuknya lumpur, tanah menjadi padat dan
pengerjaan penanaman menajdi sulit karena licin.
Pada musim kemarau pemberian air harus dilakukan pagi dan sore hari,
sedangkan pada musim penghujan hanya diberikan, jika tidak ada hujan untuk
beberapa hari atau apabila tanah terlihat sangat kering. Pemberian air tidak
boleh terlalu berlebihan dan tidak boleh terlalu sedikit. Penyiraman dianggap
cukup jika tanah terlihat lembab sampai basah.
d. Pemupukan
Mengingat tanah-tanah di perkotaan mempunyai kesuburan yang rendah,
maka untuk mempercepat pertumbuhan tanaman perlu pupuk organik dan
pupuk buatan. Pupuk organik berupa pupuk kandang atau kompos
dimaksudkan untuk memperbaiki sifat fisik tanah. Dengan memberikan bahanbahan organik ke dalam tanah, tanah menjadi lebih dapat menyimpan air, lebih
gembur dan juga akar cukup mendapat oksigen. Pada tanah yang gembur
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
34
39. akar lebih mudah menembus tanah. Selain itu air penyiraman akan lebih
mudah masuk ke dalam tanah yang lebih dalam. Karena pupuk organik juga
banyak mengandung mikroba, maka kesuburan hayati tanah akan dapat
meningkat pula.
Jumlah pupuk yang diberikan untuk setiap tanaman juga harus diperhatikan
benar. Jika pupuk yang diberikan terlalu sedikit, maka hasil pemupukan tidak
begitu nampak hasilnya. Sebaliknya jika jumlah pupuk yang diberikan terlalu
banyak, tanaman akan menderita keracunan.
Mengingat pupuk TSP agak sukar larut dalam air dan ketersediaannya bagi
tanaman lambat, maka pupuk ini biasanya diberikan pada saat tanam. Pupuk
urea diberikan sedikit pada saat tanaman telah berumur sebulan dan
pemberian dengan dosis sebenarnya hanya diberikan setelah tanaman terlihat
pertumbuhannya. Pupuk urea yang diberikan terlalu awal dan dalam jumlah
yang besar akan mengganggu pertumbuhan tanaman, karena akar masih
belum cukup kuat.
Yang harus diperhatikan dalam peletakan pupuk adalah sebagai berikut :
1. Meletakkan pupuk tidak terlalu dekat ke pohon. Tempat pupuk diletakkan di
sekeliling pohon sebaiknya antara 3/4 sampai sama dengan jari-jari lebar
tajuk.
2. Tidak terlalu dangkal. Jika terlalu dangkal maka yang akan memanfaatkan
pupuk tersebut mungkin hanya rerumputan yang perakarannya berkeliaran
di sekitar permukaan tanah dan pupuk mungkin mengalami penguapan.
3. Juga tidak terlalu dalam. Selain aplikasinya sulit juga melalui proses
pencurian pupuk ini akan terbawa hanyut ke lapisan yang lebih bawah dari
mintakat perakaran.
e. Penyanggaan/Pengairan
Tanaman yang baru ditanam perlu penyangga buatan sampai tanaman
tersebut dapat menahan bebannya sendiri melalui penahanan dan
cengkraman akar-akarnya. Jika tidak diberi penyangga dengan hembusan
angin yang kecil saja tumbuhan akan mudah sekali roboh.
Untuk pohon yang sangat kecil dapat dipergunakan ajir yang terbuat dari
bambu atau kayu satu batang yang ditancapkan dekat tanaman. Tanaman
diikat dengan menggunakan tali. Ikatan tali pada batang tidak boleh terlalu
kencang, karena dapat mencekiknya. Simpul ikatan yangbaik adalah simpul
angka delapan.
Untuk tanaman yanglebih besar dipergunakan kayu atau bambu dua buah
yang ditancapkan ke tanah dan dua bilah lagi sebagai penggepit pohon. Bilah
penggepit ini dipakukan pada bilah yang ditancapkan. Agar pohon tidak
bergerak ke satu arah, maka bilah penggepit ini disekat lagi dengan bilah
penghalang.
f. Pembalutan
Pohon yang kecil perlu dibungkus dengan bahan yang lembut untuk
melindungi dari sengatan matahari, serangan penggerek batang, cakaran dan
gigitan binatang.
Pembalutan dimulai dari permukaan tanah sampai ke cabang-cabang utama
yang besar. Pembalutan dilakukan sedemikian rupa untuk menghasilkan
pembalutan yang menyeluruh, agar seluruh bagian batang betul-betul
terlindung dari bahaya tersebut di atas. Balutan dibiarkan satu atau dua tahun
sampai pohon itu dianggap kuat.
g. Pemangkasan
Pohon besar yang ditanam dengan sebagian besar akarnya dipotong harus
dilakukan pemangkasan cabang dan daun. Hal ini dimaksudkan untuk
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
35
40. mengurangi daya evapo-transpirasi daun yang akan jauh lebih besar daripada
kemampuan akar dalam menyerap air dari tanah.
Pemangkasan dapat dilakukan pada saat pohon tersebut digali di tempat
asalnya atau dapat pula di tempatnya yangbaru yaitu sebelum penanaman
dilakukan. Pemangkasan yang dilakukan pada saat penggalian bibit sangat
dianjurkan untuk pohon yang dipindahkan dengan sistem akar terbuka.
Pemangkasan akan mengurangi berat tanaman pada saat pencabutan dan
pengangkutan. Di samping itu juga dapat memperkecil kehilangan air selama
transportasi.
Jika pohon terlalu lebat, daunnya dapat dikurangi sampai 75%. Walaupun
demikian pemangkasan tidak boleh dilakukan sedemikian rupa sampai
merusak bentuk asli dari pohon.
Apabila pohon dipindahkan dengan sistem putaran, pemangkasan tidak perlu
terlalu banyak, hanya di bagian puncaknya saja dan dilakukan pada saat
penanaman.
h. Pemberian Hormon
Sejumlah zat pengatur tumbuh yang diberikan untuk merangsang
pertumbuhan tanaman telah banyak ditemukan semenjak 50 tahun
belakangan ini. Hormon dan zat pengatur tumbuh ada yang bekerja
merangsang pembentukan akar, daun atau bunga dan buah. Beberapa jenis
seperti IBA (indole-butyric-acid), NAA (Naphthalein-acetic-acid), 2,4-D, IAA
(Indole-acetic-acid) dijual dalam beberapa merek dagang.
NAA (Naphthalein-acetic-acid) yang dicampur dengan Thiaminemono-nitrate
dijual dengan nama Vitamin B-1. Larutan ini dapat dipergunakan untuk
mengurangi guncangan (shock) akibat penanaman. Pemakaiannya dicampur
dengan air menurut petunjuk pabrik.
Pemberian larutan ini dapat dilakukan tiap minggu atau dua minggu sekali
selama beberapa bulan sampai tanaman itu dapat hidup mandiri.
2. Perawatan Luka pada Batang
Pohon redwood di Piercy, California, mempunyai tinggi 76 m berumur 2000 tahun
masih hidup dan tumbuh walaupun mempunyai luka bekas kebakaran lebih dari
seratus tahun yang lalu (Haller, 1986). Hal ini dikarenakan, luka pada pohon
tersebut telah dirawat dengan baik.
Pohon yang sempurna memiliki permukaan kulit yang mulus mulai dari akar
sampai ujung batang. Namun jika pohon tersebut dikuliti, terpotong, dipukul atau
dibakar, maka akan dapat terbentuk luka yang kemudian akan berubah menjadi
lubang.
Perlukaan pada jaringan kulit dan jaringan kayu harus disembuhkan, karena akan
menimbulkan infeksi yang lebih berat, sehingga dapat membahayakan
kelangsungan hidup tanaman tersebut.
Luka terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Luka yang terbatas hanya pada kulit luar saja.
2. Luka yan terjadi pada kulit luar, kulit dalam dan juga luka pada kayu gubal dan
kayu teras.
Cara untuk mengobati luka kulit pohon reltif sederhana. Dengan menggunakan
pisau yang runcing dan tajam daerah tepi kulit yang luka dipotong/diiris tipis
dengan bentuk elif dan sejajar dengan aliran hara/pohon. Bagian yang baru
dipotong tersebut kemudian diberi fungisida dan ditutup dengan shellac, lilin,
malam atau parafin cair. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah penguapan dan
penyakit. Penyakit yang dapat menyerang misalnya cendawan Phytophthora
parasitica (Wudianto, 1989). Proses ini disebut tracing atau scribing.
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
36
41. Perlindungan luka kayu dengan pengecatan/pengolesan dengan bahan pencegah
penyakit pada areal luka yang besar dianjurkan untuk dilakukan 4 - 6 bulan sekali.
Hendaknya tidak digunakan kreosot atau karbolineum, karena bahan pengawet ini
merupakan racun untuk jaringan hidup (Haller, 1986).
Usaha perawatan terhadap lubang luka terdiri dari :
1. Membuang jaringan kayu yang mati dan rusak yang dapat menjadi sarang
hama dan sumber penyakit.
2. Membersihkan dan membentuk lubang agar menjadi lebih terbuka.
3. Mengecat dan menutup luka dan khususnya terhadap kambium yang terbuka.
4. Membuat saluran drainase.
5. Menyehatkan bagian dalam tanaman.
6. Pengisian lubang untuk memperoleh penampilan yang baik serta untuk
mengurangi kemungkinan lubang tersebut menjadi tempat persembunyian
binatang berbisa dan hama.
Kegunaan perlakuan tersebut selain untuk penyembuhan luka itu sendiri juga
mempunyai kegunaan :
1. Menyediakan permukaan yang kuat memungkinkan jaringan kalus baru dapat
tumbuh untuk merangsang penyembuhan luka tersebut.
2. Memperkuat pohon melalui perawatan dari dalam, sehingga jaringan kayu
dapat tumbuh lebih banyak yang akan menjadi pohon lebih kuat.
3. Menghilangkan sumber penularan hama dan penyakit serta menghilangkan
tempat persembunyian ular dan binatang berbahaya lainnya.
4. Memperbaiki citra/penampilan pohon secara keseluruhan.
Bahan-bahan pengisi lubang yang dapat dipakai adalah : potongan kayu, karet,
aspal yang telah dicampur dengan serbuk gergaji bahkan ada juga yang
menyarankan untuk digunakan semen. Sebagian orang menganggap pengisian
dengan semen tidak disukai karena bahan ini berat dan terlalu keras, sehingga
mempunyai kemungkinan proses penyembuhan pohon ini malah menjadi
terganggu karena adanya bahan tersebut.
3. Pemangkasan
Pemangkasan dimaksudkan untuk membuang bagian dahan/ranting tertentu
untuk mendapatkan bentuk tertentu (seperti binatang), mengendalikan
pertumbuhan tinggi pohon, membuang bagian yang terkena penyakit, untuk
keselamatan (jika patah dikhawatirkan dapat mengancam keselamatan pemakai
jalan raya atau karena dahan dapat mengganggu kabel listrik dan telepon), untuk
memberikan kesempatan bagi pohon lain untuk tumbuh lebih baik atau untuk
mempercepat munculnya bunga.
4. Penebangan
Pohon-pohon yang harus dihilangkan adalah pohon-pohon yang memenuhi
kriteria sebagai berikut :
• Mati,
• Membahayakan,
• Saling berhimpitan,
• Pohon terkena penyakit dan dapat mengancam pohon-pohon lain,
• Pohon-pohon pada jalur jalan dan bangunan,
• Mengganggu jalur listrik dan telepon.
Beberapa metoda yang dapat dipergunakan untuk menebang pohon adalah :
HUTAN KOTA UNTUK PENGELOLAAN DAN
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
37