Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang masalah eksploitasi seksual anak, yang merupakan pelanggaran HAM serius. Dokumen ini juga menjelaskan pengertian Hak Asasi Anak, Eksploitasi Seksual Anak, dan upaya penanggulangannya. Tujuan makalah ini adalah menjawab rumusan masalah terkait definisi HAM, Hak Asasi Anak, Eksploitasi Seksual Anak, dan cara menanggulanginya.
Modul Ajar IPAS Kelas 4 Fase B Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
4.ham dian 127855 copy
1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Eksploitasi seksual anak adalah salah satu pelanggaran HAM yang serius,
terutama kekerasan terhadap hak asasi dari anak. Eksploitasi seksual anak dapat
berbentuk pelacuran anak, pornografi anak dan perdagangan anak untuk tujuan
seksual. Bentuk lain dari Eksploitasi seksual anak adalah termasuk pernikahan
anak dan komersial sek anak. Kejahatan ini dapat sangat menyakiti
membahayakan masa depan anak dan dalam sikstematika komunitasnya. Ini
adalah fakta, yang masih terdapat di Indonesia. Bahkan semakin meningkat tiap
tahunnya, ini dapat dibuktikan dengan pembukaan awal tahun 2013 ini dengan
kejadian yang memilukan hati yang menimpa anak pemulung di Bekasi.
Dalam dokumentasi konvensi hak anak (KHA) PBB, Anak diartikan sebagai
seorang yang belum berusia 18 tahun, dan termasuk juga bayi didalam
kandungan. Konvensi Hak anak pernah diungkapkan oleh Nelson Mandela
sebagai “ That luminous living document that enshrines the rights of every child
without exception to a life of dignity and selffulfilment”.
Hampir satu dekade berlalu sejak ditetapkannya konvensi Hak atas anak
(KHA) sebagai dokumen hidup yang bercahaya yang mengabadikan hak atas
setiap anak tanpa pengecualian atas kehidupan yang mulia dan berguna.pada
bulan Januari 1998 di Geneva. Namun pelanggaran Hak asasi manusia
terutamanya untuk anak masih saja terjadi. Diyakini bahwa berbagai bentuk
kekerasan dan eksploitasi seksual terhadap anak telah berlangsung sepanjang
perjalanan sejarah kehidupan manusia. Namun, perhatian pada kejahatan seksual
terhadap anak, baru mengemuka pada tahun 1970-1980-an, sebagai sesuatu yang
dianggap merusak bagi anak-anak yang tidak bisa lagi diterima oleh masyarakat
secara keseluruhan, sehingga bisa menjadi isu publik. Para aktivis hak anak sering
menggunakan istilah ‘kejahatan seksual terhadap anak” dalam kasus-kasus
pelecehan, pencabulan, perkosaan, dan bentuk kekerasan atau eksploitasi seksual
lainnya. Hal ini untuk lebih memberikan bobot kriminal atas tindakan semacam
itu. Tindak kekerasan dan eskploitasi seksual harus dikriminalisasikan dan para
1
2. pelaku harus mendapatkan hukuman namun menjamin agar anak yang menjadi
korban tidak dihukum. Hak Asasi yang merupakan sebuah bentuk anugrah yang
diturunkan oleh tuhan sebagai suatu karunia yang paling mendasar dalam hidup
manusia yang paling berharga dalam kasus ini sering diabaikan, Pengertian Hak
Asasi Manusia menurut Undang-undang RI no. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (Majda El-Muhtaj,2012) adalah hak dasar yang secara kodrati melekat
pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, maka harus dilidungi,
dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh
siapapun.
Sejalan dengan pemikiran di atas maka para praktisi pendidikan tidak perlu
diragukan lagi untuk berperan serta dalam mensosialisasikan serta mewujudkan
terciptanya pelaksanaan HAM dengan mengikuti pandangan yang benar sejalan
dengan prinsip-prinsip yang berlaku secara universal dan hukum yang berlaku di
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
• Apa pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)?
• Apakah pengertian Hak Asasi Anak?
• Apakah Pengertian dari ESA dan ESKA?
• Bagaimana menanggulangi ESA dan ESKA?
C. TUJUAN MAKALAH
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mencermati tentang HAM
terutamanya tentang Hak Asasi Anak dalam kasus yang terjadi dalam phenomena
masa sekarang ini yaitu eksploitasi seksual anak. Terutamanya menjawab
rumusan masalah berdasarkan latar belakang dibuatnya makalah ini oleh penulis;
• Pengertian Hak Asasi Manusia
• Pengertian Hak Asasi Anak
• Pengertian dari Esa dan ESKA
• Kiat-kiat cara menanggulangi Esa dan Eska.
2
3. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)
HAM adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia, tanpa hak-
hak itu manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia.Menurut John Locke
HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta
sebagai hak yang kodrati. Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat
hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. Ruang lingkup
HAM meliputi:
a. Hak pribadi: hak-hak persamaan hidup, kebebasan, keamanan, dan lain-lain;
b. Hak milik pribadi dan kelompok sosial tempat seseorang berada;
c. Kebebasan sipil dan politik untuk dapat ikut serta dalam pemerintahan; serta
d. Hak-hak berkenaan dengan masalah ekonomi dan sosial.
Hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga
keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara
kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya
menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi
kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur
Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik
kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari
manusia secara otomatis.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras,
agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
3
4. c. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk
membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM
walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau
melanggar HAM.
HAM adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia dan tanpa hak-hak
itu, manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Hak tersebut diperoleh
bersama dengan kelahirannya atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat
(Tilaar, 2001). HAM bersifat umum (universal) karena diyakini bahwa beberapa
hak dimiliki tanpa perbedaan atas bangsa, ras, atau jenis kelamin. HAM juga
bersifat supralegal, artinya tidak tergantung pada adanya suatu negara atau
undang-undang dasar, kekuasaan pemerintah, bahkan memiliki kewenangan
lebih tinggi karena berasal dan sumber yang !ebih tinggi (Tuhan). UU No. 39
Tahun 1999 tentang HAM mendefinisikan 1- sebagai seperangkat hak yang
melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan YME.
Hendarmin Ranadireksa memberikan definisi mengenai hak asasi
manusia, yaitu pada hakikatnya hak asasi manusia adalah seperangkat ketentuan
atau aturan untuk melindungi warga negara dan kemungkinan penindasan,
pemasungan, dan atau pembatasan ruang gerak warga Negara oleh negara
(Suwandi, 2005: 39). Artinya, ada pembatasan-pembatasan tertentu yang
diberlakukan pada negara agar hak warga negara yang paling hakiki terlindungi
dan kesewenang-wenangan kekuasaan.
1) Pengertian HAM menurut para ahli
Menurut Mahfud M.D, hak asasi manusia adalah hak yang melekat
pada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan dan hak tersebut
dibawa manusia sejak lahir ke permukaan bumi sehingga hak tersebut
bersifat fitri (kodrati), bukan merupakan pemberian manusia atau negara.
Menurut John Locke, hak asasi manusia adalah hak-hak yang
diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak kodrati.
Oleh karena itu, tidak ada kekuasaan apa pun didunia yang dapat
mencabutnya. Hak ini sifatnya sangat mendasar (fundamental) bagi hidup
4
5. dan kehidupan manusia dan merupakan hak kodrat yang tidak bisa
dilepaskan dan dalam kehidupan manusia.
Prof. Mr. Koentjoro Poerbopranoto memberikan arti mengenai HAM,
yaitu hak yang bersifat asasi. Artinya, hak-hak yang dimiliki manusia
menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga
sifatnya suci.
Sementara itu, menurut HAR Tilaar, HAM adalah hak-hak yang
melekat pada din manusia dan tanpa hak-hak itu, manusia tidak dapat hidup
layak sebagai manusia. Hak tersebut diperoleh bersama dengan kelahirannya
atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat.
Hak asasi manusia pada dasarnya bersifat umum atau universal
karena diyakini bahwa beberapa hak yang dimiliki manusia tidak memiliki
perbedaan atas bangsa, ras, atau jenis kelamin. Dasar hak asasi manusia
adalah manusia berada dalam kedudukan yang sejajar dan memiliki
kesempatan yang sama dalam berbagai macam aspek untuk mengembangkan
segala potensi yang dimilikinya.
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik
kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM, yaitu sebagai berikut.
a) HAM tidak perlu diberikan, dibeli, ataupun diwarisi. HAM merupakan
bagian dan manusia secara otomatis.
b) HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras,
agama, etnis, pandangan politik, atau asal-usul sosial dan bangsanya.
c) HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorang pun mempunyai hak untuk
melanggar dan membatasi hak orang lain.
2) Macam-macam hak asasi
Berikut adalah pembagian hak asasi manusia secara umum.
a. Hak asasi manusia menurut sifat/masyarakat pada umunya, hak asasi
manusia dapat dibagi menjadi enam macam, yaitu:
1) hak asasi pribadi (personal right) yang meliputi kebebasan menyatakan
pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak, dan
sebagainya;
5
6. 2) hak asasi ekonomi (proverty right), yaitu hak untuk memiliki sesuatu,
membeli, dan menjual sesuatu serta memanfaatkannya;
3) hak asasi politik (political right), yaitu hak untuk ikut serta dalam
pemerintahan, hak pilih (hak memilih dan dipilih dalam pemilu), hak
untuk mendirikan partai politik dan sebagainya;
4) hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan
pemermntahan (right legal equality);
5) hak asasi sosial dan kebudayaan (social and culture right), yaitu hak
untuk memilih pendidikan, hak untuk mengembangkan kebudayaan
dan sebagainya;
6) hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan
perlindungan (procedural right), misalnya perlakuan dalam hal
penahanan, penangkapan, penggeledahan, peradilan, dan sebagainya.
Hak asasi tersebut tidaklah dapat dilaksanakan secara mutlak tanpa mengenal
batas sebab pelaksanaan secara mutlak dengan sendirinya akan melanggar
hak-hak asasi yang sama dan orang lain.
3) Hak asasi manusia yang terkandung dalam berbagai sumber internasional
Dalam sejarah umat manusia telah tercatat banyak kejadian ketika
seseorang atau segolongan manusia mengadakan perlawanan terhadap
penguasa dan golongan lain untuk memperjuangkan apa yang dianggap
haknya. Dalam proses itu telah lahir beberapa hak berupa ketentuan yang
mendasari kehidupan manusia karena bersifat universal dan asasi.
Ketentuan-ketentuan itu adalah sebagai berikut.
(1) Magna Charta (Piagam Agung, 15 Juni 1215)
Magna Charta antara lain memuat prinsip-prinsip bahwa pertama,
kekuasaan pemerintah (raja) harus dibatasi dan hak kedua adalah hak
manusia lebih penting daripada kedaulatan (kekuasaan raja) dan
seterusnya.
(2) Bill of Rights (Undang-undang Hak, 1689)
Bill of Rights adalah suatu undang-undang yang diterima oleh parlemen
Inggris sesudah berhasil dalam tahun sebelumnya mengadakan
6
7. perlawanan terhadap Raja James II dalam revolusi tak berdarah. Bill of
Rights antara lain berisi sebagai berikut.
(a) Kekuasaan parlemen berada di atas kekuasaan raja.
(b) Adanya jaminan toleransi beragama.
(c) Adanya jaminan kebebasan pers.
(d) Anggota parlemen harus dipilih melalui pemilu.
(e) Setiap pemungutan pajak harus seizin parlemen.
(3) Declaration of Independence (Pernyataan Kemerdekaan rakyat Amerika
pada tanggal 4 Juli 1776)
Declaration of Independence juga merupakan piagam-piagam hak
asasi manusia karena mengandung pernyataan bahwa sesungguhnya
semua bangsa diciptakan sama derajatnya oleh Yang Maha Pencipta.
Semua manusia dianugerahi oleh penciptanya hak hidup, kemerdekaan,
dan kebebasan untuk menikmati kebahagiaan.
(4) Declaration des droits d L’home du Citoyen (Pernyataan Hak Asasi
Manusia dan Warga Negara Rakyat Prancis pada tanggal 14 Juli 1789).
Declaration des droits d L’home du Citoyen merupakan suatu
naskah yang dicetuskan pada permulaan Revolusi Prancis sebagai
perlawanan terhadap kesewenang-wenangan dan Raja Louis XVI. Hak-
hak yang dirumuskan pada abad ke- 17 dan 18 tersebut sangat
dipengaruhi oleh gagasan mengenai hukum alam (natural law) seperti
dirumuskan oleh John Locke dan J.J. Rousseau dan hanya terbatas pada
hak-hak yang bersifat politis seperti kesamaan hak, hak atas kebebasan,
dan hak untuk memilih para anggota yang akan duduk di lembaga
parlemen.
Pada abad ke-20 hak-hak tersebut dirasa kurang sempurna dan m
dicetuskan beberapa hak lain yang lebih luas ruang lingkupnya.
Terkenallah apa yang dicetuskan Presiden Amerika Serikat F.D.
Roosevelt pada permulaan Perang Dunia II yang disebut The Four
Freedom (Empat Kebebasan), yaitu:
(a) kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of
speech and expression);
7
8. (b) kebebasan beragama (freedom of religion);
(c) kebebasan dan rasa takut (freedom offear);
(d) kebebasan dan kemelaratan (freedom of want);
Setelah Perang Dunia II berakhir, mulai tahun 1946 disusun suatu
rancangan Piagam Hak Asasi Manusia oleh organisasi kerja sama untuk
sosial ekonomi PBB yang dibawahi Eleanor Roosevelt. Pada tanggal 10
November 1948, piagam yang memuat tiga puluh pasal itu diterima
sebagai Pernyataan Sedunia tentang Hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Rights). Oleh karena itulah, setiap tanggal 10
Desember diperingati sebagai han hak asasi manusia sedunia.
Dalam alinea pertama Mukadimah, dinyatakan sebagai herikut:
“Hak-hak kodrati yang diperoleh setiap manusia berkat pemberian Tuhan
seru sekalian alam sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dan hakikatnya.
Oleh karena itu, setiap manusia berhak memperoleh kehidupan yang
layak, kebebasan, keselamatan, dan kebahagiaan pribadinya.”
(5) Pembagian hak asasi manusia dalam UUD 1945 Sebelum UUD 1945
diamandemen.
Pencantuman ketentuan jaminan hak asasi manusia hanya
disebutkan beberapa macam saja, antara lain hak-hak asasi manusia yang
tercantum dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 (bukan merupakan
pasal khusus mengenai hak asasi manusia). Misalnya adalah:
(a) Hak persamaan hukum dan pemerintahan dan hak mendapatkan
pekerjaan yang layak (Pasal 27 ayat 1 dan 2);
(b) Jaminan kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan (Pasal 28);
(c) Jaminan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan
kepercayaannya (Pasal 29 ayat 2);
(d) Hak untuk membela negara (Pasal 30 ayat 1);
(e) Hak untuk mendapatkan pengajaran (Pasal 31 ayat 1);
(f) Hak untuk mengembangkan kebudayaan (Pasal 32), hak berekonomi
(Pasal 33 ayat 1 sampai dengan 3);
8
9. (g) Hak sosial bagi fakir miskin dan anak terlantar untuk dipelihara oleh
negara (Pasal 34).
Setelah amandemen ke-4 tahun 2002, dalam UUD 1945
ditambahkan dan disempurnakan rincian tentang macam-macam hak
asasi manusia dengan lebih banyak dan lengkap. Di samping masih
dipertahankannya pasal-pasal terdahulu, dimunculkan pula pasal
tambahan dan bab baru yang berjudul Bab XA tentang Hak Asasi
Manusia dengan pasal-pasal tambahannya (Pasal 28 A sampai dengan
Pasal 28 J).
B. PENGERTIAN HAK ASASI ANAK
Konvensi Hak anak pernah diungkapkan oleh Nelson Mandela sebagai “
That luminous living document that enshrines the rights of every child without
exception to a life of dignity and selffulfiment”. Hampir satu dekade berlalu sejak
ditetapkannya konvensi Hak atas anak (KHA) sebagai dokumen hidup yang
bercahaya yang mengabadikan hak atas setiap anak tanpa pengecualian atas
kehidupan yang mulia dan berguna pada bulan Januari 1998 di Geneva. Dalam
dokumentasi konvensi hak anak (KHA) PBB, Anak diartikan sebagai seorang
yang belum berusia 18 tahun, dan termasuk juga bayi didalam kandungan. Maka
dalam hal pelanggaran HAM pada anak diupayakan secara hukum dipandang
sebagai Korban.
Hak Asasi Anak merupakan bagian integral dari Hak asasi
manusia(HAM), maka sesuai dengan prinsip-prinsip yang dinyatakan dalam
piagam PBB, hak anak berarti hak asasi untuk anak, yaitu merupakan pengakuan
atas martabat yang melekat dan tidak dapat dicabut oleh siapapun. Anak-anak
berhak untuk hidup, memperoleh pendidikan, kesehatan, perlindungan, dan hak
untuk menyatakan pandangannya secara bebas dalam semua hal yang
mempengaruhi kehidupannya.
Bahasa lain yang sering dikemukakan untuk Hak anak adalah HAM untuk
anak. Dalam kaitannya dengan HAM maka hak anak sebagai berikut:
9
10. 1. Menegaskan berlakunya HAM bagi semua tingkatan usia, misalkan hak
untuk bebas dari perlakuan aniaya, pengakuan identitas dan
kewarganegaraan dan hak atas jaminan sosial.
2. Meningkatkan standar HAM agar lebih sesuai dengan anak-anak,
misalnya tentang kondisi kerja, penyelenggaraan peradilan anak, dan
perenggutan kemerdekaan paksa.
3. Mengatur masalah-masalah yang khusus berhubungan dengan anak
misalnya pendidikan, adopsi dan hubungan dengan orang tua.
Hal ini disebabkan anak mempunyai kebutuhan khusus yang berbeda
dibandingkan dengan orang tua/ dewasa, oleh karena itu dipandang perlu untuk
menyusun standar khusus yang berlaku secara universal mengenai hak anak
yang dimaksudkan untuk melindungi dari berbagai bentuk eksploitasi serta
memberikan kewajiban kepada negara untuk mengimplementasikan langkah-
langkah pemenuhan hak anak. Berikut beberapa konsensus HAM Anak:
A. Perjanjian Internasional yang mengatur secara khusus tentang hak
anak.
1. Konvensi Hak Anak (KHA).
2. Protokol Operasional Konvensi Hak Anak mengenai penjualan
anak, pelacuran anak dan pornografi anak.
3. Protokol Opsional Konvensi Hak Anak mengenai anak yang
terlibat konflik senjata.
B. Perjanjian Internasional lain yang relevan
1. Protokol yang mencegah, menekan, menahan dan menghukum
perdagangan bebas manusia terutama untuk anak dan wanita.
2. Perjanjian organisasi Buruh Internasional. Konvensi tentang
bentuk pekerjaan-pekerjaan terburuk untuk anak dan konvensi
tentang usia minimum untuk bekerja.
C. Komitmen dan inisiatif pada tingkat Internasional.
1. Deklarasi dan Agenda Aksi Stockholm,
2. Komitmen Global Yokohama
3. Call for action Rio.
10
11. Telah banyak upaya dilakukan untuk menegakkan hak untuk anak, Unicef
sebagai salah satu tujuh dewan ketua pertama Komite Hak-Hak Anak PBB, telah
mengeluarkan Handbook/buku pedoman manual tentang hak untuk anak, yang
sudah memasuki edisi ketiga pada tahun ini, hal ini menunjukkan keseriusan
untuk menangani perihal Hak Asasi untuk Anak,
Begitu pula dengan didirikannya Komite Hak Anak di PBB itu sendiri
adalah suatu bukti bahwa hak anak membutuhkan suatu perhatian khusus,
dimana Negara-negara terkait sebagai pihak yang terlibat sebagai anggota,
berkewajiban harus mengikuti ketetapan yang disepakati didalam Komite Hak
Anak, Sesuai dengan ketentuan artikel 4;
• Negara terkait wajib menaati keseluruhan obligasi untuk
melaksanakan semua hak dalam Konvensi Hak Anak, Mereka
harus mengambil "semua legislatif, administrasi, dan langkah-
langkah lain ". hanya dalam kaitannya dengan hak-hak ekonomi,
sosial dan budaya, apakah ada kualifikasi bahwa tindakan tersebut
akan dilakukan untuk tingkat maksimum mereka sumber daya
yang tersedia dan, jika diperlukan, dalam kerangka kerja sama
internasional.;
• Pasal 2 “untuk menghormati dan menjamin hak-hak dalam
Konvensi untuk semua anak-anak tanpa diskriminasi” dan;
• Pasal 3 (2) untuk "melakukan tindakan untuk memastikan anak
perlindungan tersebut dan perawatan seperti yang diperlukan
untuknya atau kesejahteraannya”
Hak anak di Indonesia sudah diatur oleh negara. Berdasarkan Pasal 28 B
(ayat 2) UUD 1945, yang menyatakan bahwa “setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi”, Selain UUD 1945, UU No 39 tahun 1999 pasal 52-
66 juga mengatur tentang hak anak ; Pasal 52 (1) Setiap anak berhak atas
perlindungan oleh orang tua keluarga masyarakat dan Negara; (2) Hak anak
adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan
11
12. dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan. Pasal 53 (1) Setiap anak
sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup mempertahankan hidup dalam
meningkatkan taraf kehhidupannya; (2) Setiap anak dalam kehidupannya berhak
atas suatu nama dan status kewarganegaraan. Maka dapat dipastikan bahwa anak
mempunyai hak konstitusional dan negara wajib menjamin serta melindungi
pemenuhan hak anak yang merupakan hak asasi manusia (HAM).
C. Pembahasan Kasus Pelanggaran HAM
Menurut UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yang
dimaksud dengan pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau
sekelornpok orang, termasuk aparat negara, baik disengaja atau kelalaian yang
secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak
asasi manusia seseorang atau sekelompok orang yang dijamin oleh Undang-
Undang mi, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang
berlaku.
Dengan demikian, pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran
kemanusiaan, baik dilakukan oleh individu maupun oleh institusi Negara atau
institusi lainnya terhadap hak asasi individu maupun oleh institusi negara atau
institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan
yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijakannya.
Pelanggaran HAM dikelompokkan dalam dua bentuk pelanggaran, yaitu
pelanggaran HAM berat dan pelanggaran HAM ringan. Pelanggaran HAM berat
meliputi kejahatan genocide dan kejahatan kemanusiaan, sedangkan pelanggaran
HAM ringan adalah selain dan dua bentuk pelanggaran HAM berat itu. Menurut
UU No. 26 Tahun 2000, yang dimaksud dengan kejahatan genocide adalah
setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan
kelompok agama. Kejahatan genocide dilakukan dengan cara:
1) membunuh anggota kelompok;
2) mengakibatkan penderitaan fIsik atau mental yang berat terhadap anggota-
anggota kelompok;
12
13. 3) menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan
kemusnahan fisik baik seluruh atau sebagiannya;
4) memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam
kelompok; dan
5) memindahkan secara paksa anak-anak dan kelompok tertentu ke kelornpok
yang lain.
Sementara itu, kejahatan kemanusiaan menurut UU No. 26 Tahun 2000
merupakan salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dan serangan
yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut
ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa:
1) pembunuhan;
2) pemusnahan;
3) perbudakan;
4) pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
5) perampasan kemerdekaan atau perampasan fisik lain secara sewenang
wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
6) penyiksaan;
7) perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan
kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk bentuk
kekerasan seksual lain yang setara;
8) penganiyaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang
didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama,
jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal
yang dilarang menurut hukum internasional;
9) penghilangan orang secara paksa;
10) kejahatan apartheid.
Pelanggaran hak asasi manusia dapat dilakukan, baik oleh aparatur negara
(state actor) maupun bukan aparatur negara. Oleh karena itu, penindakan
terhadap pelanggaran hak asasi manusia tidak boleh hanya ditujukan terhadap
aparatur negara, tetapi juga pelanggaran yang bukan dilakukan oleh aparatur
negara.
13
14. D. Pengertian ESA dan ESKA
Eksploitasi seksual komersial dan kekerasan seksual seringkali dilakukan
oleh orang yang dikenal anak tersebut seperti anggota keluarga terdeka, ESA
dan ESKA adalah merupakan bentuk penyalah gunaan kekuasaan dalam
memanfaatkan seorang anak dalam bentuk obyek seks. Orang-orang sering salah
mengartikan atau mencampur adukkan Eksploitasi Seks Anak (ESA) dan
Eksploitasi Seks Komersial Anak (ESKA), kedua hal ini sangatlah berbeda,
karena memiliki perbedaan yang tegas walaupun keduanya saling mengandung
keterkaitan satu sama yang lainnya. Meskipun demikian, ESA dan ESKA
membutuhkan penanganan dan intervensi yang berbeda untuk menghapusnya.
Kekerasan seksual terhadap anak dapat didefinisikan sebagai hubungan
atau interaksi antara seorang anak dengan seorang yang lebih tua ataupun
dengan anak yang lebih banyak nalar atau orang dewasa seperti orang asing,
saudara kandung ataupun orang tua dimana sang anak dipergunakan sebagai
obyek pemuas nafsu bagi kebutuhan seksual pelaku. Perbuatan ini dilakukan
dengan menggunakan paksaan, ancaman, suapan, tipuan ataupun tekanan
Elemen Kuncinya adalah Adanya faktor keuntungan yang membedakan ESKA
dengan Eksploitasi Seksual Anak(ESA), dimana dalam Kekerasan Seksual Anak
tidak ada keuntungan komersial walaupun eksploitasi seksual sama-sama
merupakan kekerasan seksual, kegiatan yang mengandung kekerasan seksual
tidak harus selalu melibatkan kontak badan antara pelaku dan anak tersebut.
Tindakan seperti ekshibisme dan voyorurme yaitu menyuruh atau memaksa anak
untuk melakukan kegiatan seksual dengan orang lain atau telanjang sementara
pelaku menonton atau merekam kegiatan tersebut. Para pelaku seringkali adalah
orang yang memiliki tanggung jawab terhadap anak tersebut, misalkan dalam
keselamatan atau kesejahteraan mereka, sehingga sudah terdapat rasa
kepercayaan diantara mereka sekaligus kekuasaan pada saat yang bersamaan.
ESKA terjadi lantaran banyak hal seperti ketidaksetaraan jender, kekayaan
yang tidak merata, konflik bersenjata, sikap sosial dan konsumerisme, serta
permintaan hubungan seks dengan anak-anak. terlepas latar belakang penyebab
terjadinya, ESKA adalah penggunaan seorang anak untuk aktivitas seksual guna
mendapatkan uang lazim disebut prostitusi anak, dan hal ini banyak ditemui di
14
15. daerah pariwisata atau tempat komersiil, oleh karena itu timbullah istilah
Pariwisata Seks Anak (PSA). Hal ini merupakan pelanggaran hak anak, dan
elemen kuncinya adalah pelanggaran ini muncul melalui bentuk transaksi
komersial dimana satu atau berbagai pihak mendapatkan keuntungan. Disinilah
yang membedakan ESKA dan ESA.
Adanya faktor keuntungan yang membedakan ESKA dengan kekerasan
Seksual Anak dimana dalam Kekerasan Seksual Anak tidak ada keuntungan
komersial walaupun eksploitasi seksual sama-sama merupakan kekerasan
seksual, Sebagaimana dirumuskan oleh ECPAT Internasional (2008) PSA
merupakan eksploitasi seksual komersial terhadap anak, yang dilakukan oleh
orang atau orang-orang yang melakukan perjalanan dari daerah, wilayah
geografis, atau Negara asal mereka untuk melakukan hubungan seks dengan
anak-anak. Para wisatawan seks adalah bisa para wisatawan domestik atau
wisatawan internasional.
Mengutip kategori yang dikembangkan oleh ECPAT, ada tiga bentuk PSA,
yakni:
• Pelaku seks anak situasional: Biasanya adalah seorang wisatawan seks
yang tidak pandang bulu. Hanya saja, karena dia mendapat kesempatan
untuk melakukan hubungan seks dengan seseorang dibawah usia 18 tahun,
maka orang tersebut memanfaatkan kesempatan itu.
• Wisatawan seks anak preferensial: Menunjukkan sebuah pilihan seks aktif
terhadap anak-anak. Walaupun orang tersebut masih memiliki kemampuan
untuk mengalami ketertarikan seksual terhadap orang dewasa, tetapi dia
akan secara aktif mencari anak-anak untuk melakukan hubungan seksual
dengan mereka.
• Pedofil: Menunjukkan sebuah kecenderungan seksual khusus terhadap
anak-anak yang belum puber.
Pariwisata Seks Anak adalah bentuk kejahatan dengan pasal-pasal yang
terkait dengan bentuk-bentuk kejahatan PSA. Perlindungan dari kejahatan
seksual di Indonesia diatur dalam KUHP Bab XIV mengenai Kejahatan terhadap
Kesusilaan. Ini mengatur tentang perkosaan (Pasal 285) dan pencabulan (pasal
15
16. 287, 290, 292, 293 ayat 1 dan 294 ayat 1), pelacuran (pasal 296 dan 506),
perdagangan anak untuk tujuan seksual ( pasal 297, 263 ayat 1 dan pasal 277
ayat 1), dan pornografi anak ( Pasal 283 ). Khusus untuk anak, pengaturan
perlindungan anak dari kejahatan seksual diatur dalam Undang-undang
Perlindungan Anak (UUPA) pasal 81 (perkosaan), 82 (pencabulan), dan 88
(eksploitasi seksual).
Deklarasi dan Agenda Stockholm untuk menentang ESKA adalah
instrumen pertama yang mendefinisikan ESKA. Deklarasi ini telah diadopsi oleh
122 negara pada pelaksanaan kongres dunia pertama yang menentang ESKA di
Stockholm, Swedia 1996. Deklarasi ini mendefinisikan ESKA sebagai berikut:
Sebuah pelanggaran terhadap hak-hak anak. Pelanggaran
tersebut terdiri dari kekerasan seksual oleh orang dewasa dan
pemberian imbalan dalam bentuk uang tunai atau barang terhadap
anak, atau orang ketiga, atau orang-orang lainnya. Anak tersebut
diperlakukan sebagai obyek seksual dan sebagai obyek keomersial.
Eksploitasi seksual komersial pada anak merupakan sebuah bentuk
pemaksaan dan kekerasan pada anak dan mengarah pada bentuk-
bentuk kerja paksa serta perbudakan modern.
Potret Buram EKA dan ESKA di Indonesia dapat dilihat dengan
dibukanya Awal tahun 2013, dibuka dengan mengemukanya peristiwa dugaan
kekerasan seksual pada anak, yang menimpa anak inisial RI (11 tahun) kelas 5
SD, anak bungsu dari enam bersaudara yang tinggal di sebuah lapak pemulung
di daerah Cakung, Jakarta. Dalam dua bulan terakhir RI sering mengalami
kejang dan suhu tubuhnya meningkat, sehingga pada tanggal 29 Desember 2012
ia dibawa ke ICU Rumah Sakit Persahabatan. Saat dokter melakukan
penanganan pertama, ditemukan luka lama tak tertangani pada area kemaluan
bocah malang tersebut. Kabar berita duka pada hari Minggu (6/1/13), RI
menghembuskan nafas terakhirnya.
Kasus RI, adalah salah satu cermin kasus kekerasan seksual terhadap anak
yang berdasarkan hasil pemantauan ataupun catatan dari organisasi perlindungan
16
17. anak tidak menunjukkan penurunan, bahkan cenderung mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun.
Diperkirakan dari 40.000-70.000 anak yang menjadi korban eksploitasi
kekerasan seks sekitar 30% (persen) pelacuran di Indonesia merupakan anak
dibawah umur 18 tahun. Permintaan terhadap seks anak telah memicu terjadinya
perdagangan seks anak secara global sedangkan kemiskinan, kekerasan dalam
rumah tangga, diskriminasi serta keinginan untuk memiliki kehidupan yang
lebih baik membuat anak-anak menjadi rentan. Anak-anak sangat rentan
diperdagangkan untuk tujuan seks karena mereka seringkali kurangnya
berpendidikan, lebih mudah untuk dimanfaatkan karena dapat ditipu oleh orang
yang lebih dewasa atau kekuasaan yang besar.
Anak-anak juga mungkin merasa wajib membantu menafkahi keluarga
mereka atau lari dari situasi keluarga yang sulit dan bisa dijual atau pergi keluar
negri untuk mendapatkan pekerjaan. Sebagian wisatawan, orang asing dan
penduduk setempat, telah menjadi wisatawan seks anak dan sering mengunjungi
daerah-daerah wisata. Sebagian pelaku kekerasan dari luar negri membayar calo
perkawinan untuk dicarikan istri melalui sistem pengantin perempuan pesanan
yang dalam banyak kasus sering melibatkan anak-anak perempuan dengan
pencatatan kelahiran dan dokumen perjalanan palsu.
E. Kiat menanggulangi ESA dan ESKA
Diyakini bahwa berbagai bentuk kekerasan dan eksploitasi seksual
terhadap anak telah berlangsung sepanjang perjalanan sejarah kehidupan
manusia. Namun, perhatian pada kejahatan seksual terhadap anak, baru
mengemuka pada tahun 1970-1980-an, sebagai sesuatu yang dianggap merusak
bagi anak-anak yang tidak bisa lagi diterima oleh masyarakat secara
keseluruhan, sehingga bisa menjadi isu publik. mencegah, tentu lebih baik maka,
membangun kewaspadaan anak-anak perlu dilakukan dengan memberikan
informasi-informasi tentang ancaman kekerasan dan eksploitasi seksual, serta
memberikan pengetahuan praktis apabila diduga ada peristiwa yang dialami oleh
sang anak atau kawan-kawannya. Telah banyak upaya dilakukan untuk
menegakkan hak untuk anak, didirikannya Komite Hak Anak di PBB itu adalah
17
18. suatu bukti bahwa hak anak membutuhkan suatu perhatian khusus, dimana
Negara-Negara terkait sebagai pihak yang terlibat sebagai anggota, berkewajiban
harus mengikuti ketetapan yang disepakati didalam Komite Hak Anak. Unicef
sebagai salah satu tujuh dewan ketua pertama Komite Hak-Hak Anak PBB, telah
mengeluarkan Handbook/buku pedoman manual tentang hak untuk anak, yang
sudah memasuki edisi ketiga pada tahun ini, hal ini menunjukkan keseriusan
untuk menangani perihal Hak Asasi untuk Anak.
Di Indonesia sendiri pencegahan dan pemberantasan ESA dan ESKA
selain dukungan dari pemerintah sendiri, dalam massyarakat umumpun kian
gencar dilakukan terutamanya dengan mengedukasi massyarakat melalui
berbagai program yang berkerjasama dengan lembaga-lembaga terkait, misalkan
Save the Children yang tengah melaksanakan program EXCEED (Elimination
eXploitative Child labor through Education & Economic Development) yang
dilaksanakan dari tahun 2009 hingga 2013, menyelenggarakan Peluncuran Tiga
Buku hasil pemetaan dan Studi Mendalam terhadap pekerja anak yang
berlangsung pada tanggal 28 Pebruari 2011.
Diadopsinya Protokol Tambahan untuk Mencegah, membasmi, dan
menghukum perdagangan manusia, Khususnya Perempuan dan anak-anak,
sebagai tambahan atasKonvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang melawan
Kejahatan Trans-nasional Terorganisir pada tanggal 12 Desember 2010, telah
memberikan sandaran kuat bagi gerakan internasional untuk melawan
perdagangan manusia. Protokol diadopsi oleh PBB di Palermo, Italia, sehingga
sering juga disebut sebagai protokol Palermo ini. Pada saat konferensi tingkat
tinggi untuk menandatangani Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Melawan
Kejahatan Transnasional Terorganisasi, dari 148 negara yang hadir, 121 di
antaranya menandatangani Konvensi PBB tersebut dan lebih dari 80 negara
menandatangani salah satu protokol suplemennya, yaitu Protokol Palermo.
Indonesia termasuk yang turut menandatangani protokol itu.
Pada Protokol Palermo terumuskan pengertian tentang perdagangan
manusia sehingga ada pengertian yang berlaku universal. Hal ini tercantum pada
pasal 3 protokol ini yakni:
18
19. a. Perdagangan manusia sebagai “Rekruitmen, pengiriman,
pemindahtanganan, penampungan atau penerimaan orang, dengan
ancaman, atau penggunaan kekuatan atau bentuk-bentuk pemaksaan
lainnya, dengan penculikan, muslihat, atau tipu daya, dengan
penyalahgunaan kekuasaan atau penyalahgunaan posisi rawan atau
dengan pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan guna
memperoleh persetujuan-sadar (Consent) dari orang yang memegang
kontrol atas orang lainnya, untuk tujuan eksploitasi.
Eksploitasi meliputi setidak-tidaknya, eksploitasi prostitusi orang lain
atau bentuk-bentuk eksploitasi lainnya, kerja atau layanan paksa,
perbudakan atau praktek-praktek serupa perbudakan, perhambaan atau
pengambilan organ tubuh”
b. Persetujuan dari seorang korban perdagangan manusia untuk maksud
eksploitasi sebagaimana termaktub dalam sub paragraf (a) pasal ini akan
menjadi tidak relevan dimana segala cara yang disebutkan dalam sub
paragraph (a) telah digunakan;
c. Rekruitmen, pengiriman, pemindahtanganan, penampungan atau
penerimaan anak untuk tujuan eksploitasi harus dianggap “perdagangan
Orang” walaupun tidak melibatkan cara-cara seperti yang ditetapkan dan
sub-paragraf (a) dari pasal ini”
d. “Anak” berarti setiap orang yang umurnya kurang dari 18 tahun.
Berdasarkan pengertian di atas, maka perdagangan anak untuk tujuan
seksual adalah proses perekrutan, pemindah-tanganan atau penampungan dan
penerimaan anak untuk tujuan eskploitasi seksual baik yang masih berada di
dalam wilayah suatu negara ataupun lintas batas negara, kendati tidak digunakan
cara-cara yang dirumuskan pada point (a).
Pada berbagai kasus, ada kerancuan antara perdagangan anak dan
penjualan anak. Penjerumusan anak ke dalam prostitusi tidak serta merta bisa
dikatakan sebagai kasus perdagangan anak. Ini harus dilihat apakah unsur-unsur
19
20. perdagangan anak sudah terpenuhi. Penjerumusan anak ke dalam prostitusi yang
masih berada dalam satu wilayah, lebih tepat dikatakan sebagai kasus penjualan
anak untuk tujuan seksual karena tidak memenuhi unsur transportasi atau
pemindahan anak dari satu wilayah ke wilayah lain.
Penjualan anak adalah setiap tindakan atau transaksi di mana seorang anak
dipindahkan kepada orang lain oleh siapapun atau kelompok demi keuntungan
atau dalam bentuk lain (Protokol KHA mengenai Penjualan anak, prostitusi anak
dan pornografi anak, pasal 2)
Elemen consent, tidak diperhitungkan karena anak-anak tidak mempunyai
kapasitas legal untuk bisa memberikan (atau menerima) informed consent.
Merupakan fakta dalam sistem hukum di seluruh dunia bahwa anak karena
umurnya harus dianggap tidak mampu memberikan persetujuan secara sadar
terhadap berbagai hal yang dianggap membutuhkan kematangan fisik, mental,
sosial dan moral bagi seseorang untuk bisa menentukan pilihannya. Dengan
demikian, anak-anak harus ditempatkan sebagai korban, bukan sebagai pelaku.
Ratifikasi Protokol tambahan konvensi Hak anak tentang perdagangan
anak, pornografi anak dan pelacuran anak menjadi sangat penting karena
dijadikan landasan untuk harmonisasi hukum nasional berkaitan dengan ESA
dan ESKA. Peningkatan status ratifikasi protokol tambahan konvensi anak dari
keputusan presiden menjadi Undang-undang dakan menjadi landasan yang kuat
dalam penanggulangan EKA dan ESKA. Karena KHA adalah instrumen payung
dibidang perlindungan anak. Undang-Undang perlindungan anak khususnya
dalam pasal 83 yang mengkriminalkan pengguna anak yang dilacurkan dan
sebagai obyek seksual komersial lainnya. Dan penegakan hukum di Indonesia,
Perlindungan dari kejahatan seksual di Indonesia diatur dalam KUHP Bab XIV
mengenai Kejahatan terhadap Kesusilaan. Ini mengatur tentang perkosaan (Pasal
285) dan pencabulan (pasal 287, 290, 292, 293 ayat 1 dan 294 ayat 1), pelacuran
(pasal 296 dan 506), perdagangan anak untuk tujuan seksual ( pasal 297, 263
ayat 1 dan pasal 277 ayat 1), dan pornografi anak ( Pasal 283 ).
Khusus untuk anak, pengaturan perlindungan anak dari kejahatan seksual
diatur dalam Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA) pasal 81 (perkosaan),
82 (pencabulan), dan 88 (eksploitasi seksual).
20
21. Selanjutnya memperkuat pusat-pusat pemulihan khususnya untuk anak
korban ESA dan ESKA yang terpisah dari orang dewasa, yang dikelola secara
profesional. Pedekatan pemulihan anak-anak korban ESKA berbeda dengan
pemulihan ESKA dewasa, sehingga penyatuan kedua korban tersebut akan
memperlambat penyembuhan anak tersebut. Terakhir partisispasi oleh anak
harus dibuka selebar mungkin oleh pemerintah dengan memberikan dukungan
yang maksimal untuk penanganan ESKA dengan melibatkan sang anak dengan
maksimum. Penegakan hukum di berbagai tempat untuk menindak para
mucikari dan pengambil keuntungan terhadap eksploitasi seksual anak
mengakibatkan mereka bersikap hati-hati. Mereka tidak berani terbuka, bila
memiliki anak buah yang masih dalam batasan umur anak.
21
22. BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan
kodratnya. Demikian pula Hak untuk anak merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari HAM, dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi
oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik
yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu
Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM
menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM
sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.
Ratifikasi Protokol tambahan konvensi Hak anak tentang perdagangan
anak, pornografi anak dan pelacuran anak menjadi sangat penting karena
dijadikan landasan untuk harmonisasi hukum nasional berkaitan dengan ESA
dan ESKA. Peningkatan status ratifikasi protokol tambahan konvensi anak dari
keputusan presiden menjadi Undang-undang dakan menjadi landasan yang kuat
dalam penanggulangan EKA dan ESKA. Karena KHA adalah instrumen
payung dibidang perlindungan anak.
Penghormatan dan penegakan terhadap HAM merupakan suatu
keharusan dan tidak perlu ada tekanan dari pihak mana pun untuk
melaksanakannya. Pembangunan bangsa dan negara pada dasarnya juga
ditujukan untuk memenuhi hak-hak asasi warga negaranya. Diperlukan niat
dan kemauan yang serius dari pemerintah, aparat penegak hukum, dan para
elite politik agar penegakan HAM berjalan sesuai dengan apa yang dicita-
citakan dan memastikan bahwa hak asasi warga negaranya dapat terwujud dan
terpenuhi dengan baik. Dan sudah menjadi kewajiban bersama segenap
komponen bangsa untuk mencegah agar pelanggaran HAM di masa lalu tidak
terulang kembali di masa kini dan masa yang akan datang.
22
23. B. Saran-saran
Kekerasan dan eksploitasi seksual benar-benar mengancam anak-anak,
baik anak perempuan maupun anak laki-laki. Pada anak laki-laki, tentunya kita
juga sering mendengar, membaca atau menonton informasi tentang kasus-kasus
sodomi. Oleh karenanya, perhatian terhadap anak laki-laki juga patut
diperhitungkan. Berbagai penelitian dan pengalaman program menunjukkan
bahwa para pelaku kekerasan dan eksploitasi seksual justru adalah orang-orang
yang telah dikenal oleh korban, bahkan merupakan orang-orang dekat, seperti
anggota keluarga sendiri. Mencegah, tentu lebih baik. Maka, membangun
kewaspadaan anak-anak perlu dilakukan dengan memberikan informasi-
informasi tentang ancaman kekerasan dan eksploitasi seksual, serta memberikan
pengetahuan praktis apabila diduga ada peristiwa yang dialami oleh sang anak
atau kawan-kawannya.
Pengetahuan masyarakat terhadap isu perdagangan manusia, khususnya
perdagangan anak dan Perempuan, telah menumbuhkan kewaspadaan
masyarakat untuk berusaha melakukan pencegahan. Seiring dengan itu, para
penegak hukum terlihat aktif untuk membongkar kasus-kasus perdagangan
manusia. Dua situasi itu menyebabkan banyak mucikari tidak leluasa lagi untuk
bergerak. Berbagai kasus yang mengemuka, para mucikari tersandung kasus
sebagai salah satu pelaku perdagangan manusia, yaitu sebagai penerima (kendati
banyak dipahami mereka juga sering menjadi otak untuk mengorganisir
jaringannya guna melakukan perekrutan). Tindakan hukum atau dalam banyak
kasus justru diselesaikan secara damai, telah memaksa para mucikari harus
mendekam dalam sel, merogoh sakunya dalam-dalam, dan harus gigit jari pula
kehilangan modal yang telah dikeluarkan untuk merekrut anak buah.
Berdasarkan kasus-kasus tersebut, banyak mucikari bertindak ekstra hati-hati.
Jelas, pasti tak akan ada seorangpun yang mau direpotkan dengan persoalan
hukum, yang akan disusul dengan serangkaian kewajiban untuk melaksanakan
sesuatu yang menguras waktu, tenaga dan uang, serta mungkin “rasa
malu”. Tidak dipungkiri bahwa masih ada mucikari yang mencoba untuk terus
bergerak mempertahankan kekuasaan dan rejekinya melalui cara kerja baru,
membangun jaringan sel yang rapi, praktik prostitusi yang tesembunyi, dan
23
24. dengan kehati-hatian yang tinggi. Perkembangan teknologi utamanya alat
komunikasi seperti penggunaan HP dan akses internet yang mudah digunakan
dan dimiliki dengan harga yang terjangkau oleh siapapun, telah melahirkan
bentuk praktik prostitusi yang berbeda.
Kepada orang dewasa, demikian pula, bagaimana bisa menahan hasrat
seksualnya dengan tidak mengorbankan kehidupan anak-anak. Merusak
kehidupan anak-anak dengan menjadikannya sebagai korban kekerasan seksual
tentu bisa dilakukan dengan waktu yang singkat, tapi untuk melakukan
penanganan dan pemulihan bagi anak, pastilah membutuhkan waktu yang
panjang, biaya yang besar, dan sumber-sumber daya lain yang tidak sedikit.
Maka, mari kita tidak menjadi hantu bagi anak-anak yang ada di sekitar kita.
24
25. DAFTAR PUSTAKA
Herdiawanto, Heri. 2010. Cerdas, Kritis dan Aktif Berwarganegara. Jakarta:
Erlangga
ECPAT Internasional “Memperkuat Hukum Penanganan Eksploitasi Seksual
Anak. Jakarta: Penerbit dan Penerjemah ECPAT
Kompilasi data dari Dewan Direktorat Pengembang Destinasi Wisata Kementrian
Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, Oktober 2008.
Majalah Kalingga, Kemajuan dan Rekomendasi umum dari Komite KHA tentang
tindakan perlindungan khusus. Medan: pusat kajian dan Perlindungan
Anak, November- Desember 2004.
Ima susilowati dkk, “Pengertian Konvensi Hak Anak” Jakarta: UNICEF Indonesia
2003
Handbook of Rights Of The Child , jakarta: UNICEF,Agustus 2007.
http://oeebudhi.blogspot.com/2012/01/makalah-hak-asasi-manusia.html
http://odishalahuddin.wordpress.com/daftar-judul-tulisan/judul-tulisan-ttg-anak/
http://organisasi.org/
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia
25
26. MAKALAH
EKSPLOITASI SEKSUAL ANAK DALAM
KACAMATA HAM
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah PKN dosen pengampu
Dr. Waspodo Tjipto Subroto, M.Pd.
Oleh:
Dian Eka Indriani
NIM. 127855100
PRODI S2 PENDIDIKAN DASAR
PROGRA M PASCASARJANA UNESA
2012
26
27. KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah maka penulis dapat menyelesaikan penulisan
makalah konsep dasar PKN Sekolah Dasar dengan judul ”HAK ASASI
MANUSIA”.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak lepas dan bantuan
berbagai pihak, Untuk itu penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada dosen
Dr. Waspodo Tjipto Subroto, M.Pd. dan segenap bapak dan ibu dosen program
Pascasarjana UNESA serta semua pihak yang telah membantu penulisan makalah
ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa apa yang disampaikan dalam makalah ini masih
jauh dari sempurna, disamping itu penulis juga menyadari kekurangan pada diri
sendiri baik dalam kemampuan teori maupun pengalaman yang masih sangat
terbatas.
Dengan tersusunnya makalah ini, penulis berharap nantinya hasil makalah
ini dapat bermanfaat bagi semuanya. Akhir kata penulis berharap semoga Allah
SWT senantiasa memberikan petunjuk dan jalan yang baik bagi kita semua. Amin
Wassalamualaikum Wr. Wb
i
27
v
28. DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 2
C. Tujuan........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian HAM ...................................................................... 4
B. Pengertian Hak Asasi Anak .................................................... 5
C. Pembahasan Kasus Pelanggaran HAM .................................. 12
D. Pengertian ESA dan ESKA Pengertian ................................... 14
E. Kiat menanggulangi ESA dan ESKA....................................... 18
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 23
B. Saran ........................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 26
ii
28