1. DAMPAK KONFLIK PAPUA TERHADAP
KETAHANAN NASIONAL
Mata Kuliah: Pendidikan Kewarganegaraan, Pancasila dan Anti Korupsi
Oleh: KELOMPOK 7 (Kelas B)
Dewi Annisa Putri (140904080)
Pratiwi Putri Delwis (140904132)
Budi Rahman Lubis (140904076)
Amelia Liliska Damanik (140904134)
Syarifah Annisa Andira (140904099)
Niki Astria (140904130)
Dessy Andrianna Tamba (140904119)
Gita Jubilati (140904108)
Semester I
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya tim penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ketahanan
Nasional” dengan baik dan dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Tim penulis juga berterima kasih kepada dosen pembimbing Ibu Lina Sudarwati,
M.Si, yang telah mengajarkan mata kuliah “Pendidikan Kewarganegaraan, Pancasila dan
Anti Korupsi” sehingga tim penulis terbantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Tak lupa tim penulis juga berterima kasih kepada teman-teman tim penulis yang
telah membantu tim penulis dalam mengerjakan makalah ini, baik bantuan berupa doa,
dukungan, bahkan tindakan yang sangat penulis hargai.
Tim penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca, akan tetapi
jika pembaca menemukan kesalahan dalam hal penulisan maupun penyusunan kata, tim
penulis meminta maaf, karena tidak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan tim
penulis.
Akhir kata tim penulis berterima kasih atas saran dan kritik yang sudi kiranya
pembaca berikan sehingga tim penulis dapat memperbaiki kesalahan yang terdapat dalam
makalah ini.
Tim Penulis,
Kelompok 7
3. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Penegasan Mengenai Judul
Bagi bangsa Indonesia, Ketahanan Nasional (Tannas) didefinisikan sebagai kondisi
dinamik bangsa yang meliputi semua aspek kehidupan nasional yang terintegrasi,
berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan
kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, menjamin
identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam perjuangan
mencapai tujuan nasional.
Dalam perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya, bangsa Indonesia
tidak terhindar dari berbagai macam ancaman yang dapat membahayakan
keselamatannya. Agar dapat menghadapi ancaman-ancaman tersebut, bangsa Indonesia
harus memiliki kemampuan, keuletan, dan daya tahan yang disebut Ketahanan
Nasional.
Salah satu sifat Ketahanan Nasional adalah dinamis, yaitu selalu berubah-ubah
tergantung kepada situasi dan kondisi bangsa, negara serta lingkungan strategisnya.
Ancaman yang dihadapi juga tidak sama, baik jenisnya maupun besarnya. Karena itu
Ketahanan Nasional harus selalu dibina dan ditingkatkan, sesuai dengan kondisi serta
ancaman yang akan dihadapi.
Ketahanan diperlukan untuk mengatasi segala macam ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan yang langsung atau tidak langsung akan membahayakan
kesatuan, keberadaan, serta kelangsungan hidup bangsa dan negara. Ancaman-
ancaman tersebut bisa berasal dari dalam ataupun dari luar.
1.2 Alasan Pemilihan Judul
Dalam praktiknya, kondisi Ketahanan Nasional dapat diketahui melalui
pengamatan atas sejumlah gatra dalam suatu kurun waktu tertentu. Hasil pengamatan
yang mendalam itu akan menggambarkan tingkat Ketahanan Nasional, apakah
Ketahanan Nasional Indonesia kuat/meningkat atau lemah/menurun. Lemah atau
turunnya tingkat Ketahanan Nasional akan menurunkan tingkat kemampuan bangsa
dalam menghadapi ancaman yang terjadi. Apabila pengamatan tersebut kita lakukan
pada sejumlah gatra yang ada pada tingkat wilayah atau regional, maka akan
menghasilkan kondisi ketahanan regional.
4. Adapun gatra-gatra yang mempengaruhi Ketahanan Nasional telah dibahas pada
makalah sebelumnya yang meliputi:
1. Gatra Penduduk
2. Gatra Wilayah
3. Gatra Sumber Daya Alam
4. Gatra Ideologi
5. Gatra Politik
6. Gatra Ekonomi
7. Gatra Sosial Budaya
8. Gatra Pertahanan dan Keamanan
Dari gatra-gatra di atas, maka judul ini dipilih karena kasus gerakan separatis di
Papua sangat kuat pengaruhnya terhadap Ketahanan Nasional terutama dari aspek atau
gatra wilayah dan penduduk.
Dari segi ekonomi, di Papua harga barang kebutuhan pokok sangat melambung
tinggi, dikarenakan faktor geologis Papua yang lebih cenderung dataran tinggi berbukit
sehingga sulit untuk memasok bahan kebutuhan pokok. Kesenjangan antara warga
pribumi sekitar dengan pendatang sangat mencolok sekali.
Kurangnya pemerataan pembangunan di Papua sehingga mengakibatkan
ketertinggalan Papua dengan provinsi lainnya. Serta konflik yang berkepanjangan di
Papua semakin memperparah kondisi di wilayah tersebut.
Hal inilah yang membuat penulis turut prihatin karena konflik berkepanjangan di
Papua tersebut merupakan ancaman yang besar pada Ketahanan Nasional dan berasal
dari dalam negeri.
1.3 Tujuan Riset yang Diselenggarakan
Riset ini memiliki tujuan:
1. Melihat kesadaran masyarakat tentang pentingnya Ketahanan Nasional.
2. Mengetahui pendapat masyarakat di daerah lain mengenai konflik di Papua serta
pengaruhnya terhadap Ketahanan Nasional.
3. Mengetahui seberapa besar dampak buruk dari konflik yang terjadi di Papua
terhadap Ketahanan Nasional Indonesia
4. Mengumpulkan berbagai saran dari masyarakat.
5. 1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan karya ilmiah ini berkaitan dengan tugas makalah Pendidikan
Kewarganegaraan sebelumnya yang berjudul “Ketahanan Nasional.” Makalah ini
terdiri dari beberapa bab yang telah disusun. Bab yang menyusun makalah ini terdiri
dari:
BAB I: PENDAHULUAN
Pada bab ini, penulis akan menjelaskan penegasan mengenai judul, alasan pemilihan
judul, tujuan research yang diselenggarakan serta sistematika dalam penulisan.
BAB II: KONFLIK DI PAPUA
Pada bagian ini, penulis akan menyampaikan latar belakang, penyebab konflik, serta
dampak yang ditimbulkan oleh konflik.
BAB III: KAITAN DENGAN KETAHANAN NASIONAL
Pada bab ini, penulis akan mengulas kembali secara singkat tentang Ketahanan
Nasional dan menjelaskan dampak konflik terhadap Tannas.
BAB IV: METODE PENELITIAN
Pada bab ini, penulis akan menjelaskan sample yang digunakan serta metode yang
digunakan untuk pengolahan dan penganalisisan data.
BAB V: LAPORAN HASIL PENELITIAN
Pada bab ini, penulis akan menjelaskan sistematika penelitian yang dilakukan,
mencantumkan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada masyarakat sebagai
narasumber, melampirkan jawaban dan saran dari masyarakat, serta menghitung hasil
peneitian dalam presentase dan menarik kesimpulan dari penelitian.
BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
Pada bagian terakhir, yaitu bagian kesimpulan dan saran-saran, penulis akan
mengungkapkan kembali secara singkat mengenai masalah yang menjadi pokok
bahasan penulisan. Selain itu, penulis akan mengutarakan kembali penggarapan
masalah, serta memberikan saran dan rekomendasi yang relevan.
6. BAB II
KONFLIK DI PAPUA
2.1 Latar Belakang
Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945,
Indonesia mengklaim seluruh wilayah Hindia Belanda, termasuk wilayah barat Pulau
Papua. Namun demikian, pihak Belanda menganggap wilayah itu masih menjadi salah
satu provinsi Kerajaan Belanda, sama dengan daerah-daerah lainnya. Pemerintah
Belanda kemudian memulai persiapan untuk menjadikan Papua negara merdeka
selambat-lambatnya pada tahun 1970-an.
Namun pemerintah Indonesia menentang hal ini dan Papua menjadi daerah yang
diperebutkan antara Indonesia dan Belanda. Hal ini kemudian dibicarakan dalam
beberapa pertemuan dan dalam berbagai forum internasional. Dalam Konferensi Meja
Bundar tahun 1949, Belanda dan Indonesia tidak berhasil mencapai
keputusan mengenai Papua Barat, namun setuju bahwa hal ini akan dibicarakan
kembali dalam jangka waktu satu tahun.
Pada bulan Desember 1950, PBB memutuskan bahwa Papua Barat memiliki hak
merdeka sesuai dengan pasal 73ePiagam PBB. Karena Indonesia mengklaim Papua
Barat sebagai daerahnya, Belanda mengundang Indonesia ke Mahkamah Internasional
untuk menyelesaikan masalah ini, namun Indonesia menolak. Setelah Indonesia
beberapa kali menyerang Papua Barat, Belanda mempercepat program
pendidikan di Papua Barat untuk persiapan kemerdekaan. Hasilnya antara lain
adalah sebuah akademi angkatan laut yang berdiri pada 1956 dan tentara Papua pada
1957.
Sebagai kelanjutan, pada 1956 Indonesia membentuk Provinsi Irian Barat
dengan ibukota di Soasiu yang berada di Pulau Halmahera, dengan gubernur
pertamanya, Zainal Abidin Syah. Pada tanggal 6 Maret 1959, harian New York Times
melaporkan penemuan emas oleh pemerintah Belanda di dekat laut Arafura. Pada tahun
1960, Freeport Sulphur menandatangani perjanjian dengan Perserikatan Perusahaan
Borneo Timur untuk mendirikan tambang tembaga di Timika, namun tidak menyebut
kandungan emas ataupun tembaga.
Bendera Papua Barat, sekarang digunakan sebagai bendera Organisasi Papua
Merdeka. Karena usaha pendidikan Belanda, pada tahun 1959 Papua memiliki perawat,
dokter gigi, arsitek, teknisi telepon, teknisi radio, teknisi listrik, polisi, pegawai
kehutanan, dan pegawai meteorologi. Kemajuan ini dilaporkan kepada PBB dari tahun
1950 sampai 1961. Selain itu juga diadakan berbagai pemilihan umum untuk
memilih perwakilan rakyat Papua dalam pemerintahan, mulai dari tanggal 9
Januari 1961 di 15 distrik. Hasilnya adalah 26 wakil, 16 di antaranya dipilih, 23 orang
7. Papua, dan 1 wanita. Dewan Papua ini dilantik oleh gubernur Platteel pada
tanggal 1 April 1961, dan mulai menjabat pada 5 April 1961. Pelantikan ini
dihadiri oleh wakil-wakil dari Australia, Britania Raya, Perancis, Belanda dan Selandia
Baru. Amerika Serikat diundang tapi menolak.
Dewan Papua bertemu pada tanggal 19 Oktober 1961 untuk memilih sebuah komisi
nasional untuk kemerdekaan, bendera Papua, lambang negara, lagu kebangsaan (”Hai
Tanahkoe Papua”), dan nama Papua. Pada tanggal 31 Oktober 1961, bendera Papua
dikibarkan untuk pertama kali dan manifesto kemerdekaan diserahkan kepada gubernur
Platteel. Belanda mengakui bendera dan lagu kebangsaan Papua pada tanggal 18
November 1961, dan peraturan-peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Desember
1961. Pada 19 Desember 1961,Soekarno menanggapi’pembentukan Dewan Papua ini
dengan menyatakan Trikora di Yogyakarta, yang isinya adalah: Gagalkan pembentukan
negara boneka Papua buatan kolonial Belanda. Kibarkan Sang Saka Merah Putih di
seluruh Irian Barat Bersiaplah untuk mobilisasi umum, mempertahankan kemerdekaan
dan kesatuan tanah air bangsa.
Sudah lama Tanah Papua menjadi tanah konflik. Selain konflik horizontal antar
warga sipil, konflik vertikal yang terjadi antara pemerintah Indonesia dan orang asli
Papua telah mengorbankan banyak orang. Konflik ini hingga kini belum tuntas diatasi.
Masih adanya konflik ini secara jelas diperlihatkan oleh adanya tuntutan Merdeka dan
Referendum, serta terjadinya pengibaran bendera bintang kejora, dan berlangsungnya
aksi pengembalian Undang-undang No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi
Provinsi Papua.
Konflik yang belum diselesaikan ini sangat memengaruhi kadar relasi di antara
orang asli Papua, orang Papua dengan penduduk lainnya, dan antara orang asli Papua
dan Pemerintah RI. Di satu pihak, orang Papua dicurigai sebagai anggota atau
pendukung gerakan separatis. Adanya stigma separatis membenarkan hal ini. Di pihak
lain, orang Papua juga tidak memercayai pemerintah. Dalam suasana kecurigaan dan
ketidakpercayaan satu sama lain ini, dialog konstruktif tak akan pernah terjadi antara
pemerintah dan orang Papua.
Apabila berbagai masalah yang melatarbelakangi konflik ini tidak dicarikan
solusinya, maka Papua tetap menjadi tanah konflik. Korban akan terus berjatuhan. Hal
ini pada gilirannya akan menghambat proses pembangunan yang dilaksanakan di Tanah
Papua.
Dari tengah situasi konflik inilah, para pemimpinan agama Kristen, Katolik, Islam,
Hindu dan Budha Provinsi Papua melancarkan kampanye perdamaian. Kampanye ini
dilakukan dengan moto: Papua Tanah Damai (PTD). Dalam perkembangan selanjutnya,
para pimpinan agama menjadikan PTD sebagai suatu visi bersama dari masa depan
Tanah Papua yang perlu diperjuangkan secara bersama oleh setiap orang yang hidup di
Tanah Papua.
8. Sekalipun diakui oleh banyak orang bahwa damai merupakan hasrat terdalam dari
setiap orang, termasuk semua orang yang hidup di Tanah Papua, kenyataan
memperlihatkan bahwa banyak orang belum merasa penting untuk melibatkan diri
dalam upaya menciptakan perdamaian di Tanah Papua. Orang asli Papua, baik yang
tinggal di kota maupun di kampung-kampung, belum terlibat secara penuh dalam
kampanye perdamaian ini. Padahal mereka sebagai pemilik negeri ini sudah semestinya
memimpin-atau setidaknya terlibat dalam berbagai upaya untuk mewujudkan
perdamaian di tanah leluhurnya.
2.2 Bentuk konflik di Papua
1. Konflik Kelas Sosial, karena konflik yang terjadi di Papua salah satunya terjadi
akibat adanya kesenjangan sosial dan budaya yang ada di masyarakat Papua
2. Konflik Rasial. Paling banyak penyebab konflik di Papua adalah karena terjadinya
salah paham atau penghasutan antar suku yang ada di daerah Papua
3. konflik Politik, konflik Papua salah satunya terjadi karena menyangkut dengan
diskriminasi atau penggolongan-penggolongan antara rakyat biasa yang ada di
Papua dengan imigran-imigran serta pejabat-pejabat pemerintah dan juga kaum elit
politik.
2.3 Penyebab konflik kekerasan sosial di Papua.
Konflik kekerasan di Papua pada umumnya disebabkan adanya kondisi sosial yang
timpang antara masyarakat asli Papua dengan masyarakat migran yang datang dari luar
Papua, sebagai akibat dari adanya kekeliruan kebijakan pembangunan di Papua yang
berlangsung lama, sebagai berikut:
a. Terjadinya Eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA)
Eksploitasi SDA telah menampilkan suatu ketidakadilan, berdasar fakta-fakta
masyarakat Papua, pemegang hak adat atas SDA tidak dilibatkan dalam proses
pengambilan keputusan, padahal semua konsekuensi negatif pasti dipikul oleh
mereka bukan oleh pengambil keputusan. SDA merupakan sumber penghidupan
utama bagi mereka dengan batas-batas pemilikan, pengakuan, dan penghargaan
yang jelas dan tegas di antara para pemegang hak adat. Akibatnya, masyarakat
menjadi penonton dan terasing di tanahnya sendiri. Masyarakat Papua sebagai
komunitas lokal tidak dapat berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi, karena
memang tidak dipersiapkan, dilatih, dan diberi kesempatan.
Sebagai contoh: Kasus pengalihan hak atas tanah untuk keperluan transmigrasi
telah mengurangi bahkan menghilangkan sumber-sumber ekonomi keluarga.
Masyarakat kehilangan binatang buruan sebagai sumber protein, kayu untuk
bangunan, kayu api, rusaknya ekosistem lokal sebagai sumber protein yang
mendukung kehidupan masyarakat lokal, hilangnya sagu sebagai sumber
karbohidrat bagi masyarakat. Eksploitasi tambang juga memberi dampak negatif
yang besar buat penduduk lokal. Sebagai contoh: kasus Freeport, limbah tailing,
9. telah mencemari sumber-sumber ekonomi seperti Moluska, sumber protein
masyarakat Kamoro-Sempan di Omawita.
b. Dominasi Migran di Berbagai Bidang-Bidang Kehidupan
Perlakuan yang kurang tepat terhadap masyarakat Papua juga terjadi dalam
bidang pemerintahan, dan proses-proses politik. Sadar atau tidak, selama
pemerintahan Orde Baru, orang Papua kurang diberikan peran dalam bidang
pemerintahan. Posisi-posisi utama selalu diberikan kepada orang luar dengan dalih
orang Papua belum mampu. Walaupun untuk sebagian peran, dalih itu mungkin
ada benarnya, tetapi pada umumnya untuk mencekal orang Papua. Seleksi ketat
yang dikenakan terhadap orang Papua dilatarbelakangi oleh kecurigaan dan
tuduhan terhadap semua orang Papua sebagai OPM.
Dominasi masyarakat pendatang bukan hanya pada sektor pemerintahan saja,
tetapi juga pada sektor swasta. Pada kegiatan di sektor industri manufaktur yang
memanfaatkan eksploitasi sumber daya alam (SDA) sebagai bahan baku lebih
banyak menggunakan tenaga kerja dari luar, seperti antara lain pabrik Plywood PT.
Wapoga, Pabrik Pengalengan Ikan di Biak dan pabrik Pengalengan Ikan PT. Usaha
Mina di Sorong. Sektor perbankan juga didominasi oleh pekerja dari kaum
pendatang.
c. Penyeragaman Identitas Budaya dan Pemerintahan Lokal
Secara singkat, pengembangan SDM justru tidak berpijak pada pengetahuan
dan kearifan lokal. Menyadari ancaman terhadap eksistensi orang Papua, tokoh
seperti Arnold Ap berusaha untuk menggali dan mengembangkan unsur-unsur
budaya lokal. Tetapi, kelihatannya penguasa melalui aparat militer melihatnya
secara sempit dan dipahami sebagai ancaman. Arnold Ap dibunuh dengan cara
yang melukai hati orang Papua khususnya dan kemanusiaan pada umumnya.
Dominasi dan penindasan tersebut, menjadikan identitas dan nasionalisme Papua
makin mantap menopang tuntutan Papua Merdeka.
d. Tindakan Represif oleh Militer
Penindasan militer di tanah Papua meliputi beberapa bentuk, antara lain
intimidasi, teror, penyiksaan, dan pembunuhan. Intimidasi, teror dan penyiksaan
dilakukan berkenaan dengan pengambilalihan hak-hak adat masyarakat Papua atas
SDA secara paksa untuk berbagai keperluan, seperti HPH, transmigrasi,
pertambangan, dan industri manufaktur maupun jasa wisata. Ketika penduduk asli
berusaha mempertahankan hak-haknya atas SDA mereka diintimidasi dan diteror.
10. Penyebab lainnya adalah:
Konflik Papua memiliki satu hal unik, yang membedakannya dengan konflik-
konflik lokal lain di Indonesia. Keunikan ini adalah adanya nasionalisme Papua yang
telah tertanam di dalam diri rakyat Papua selama puluhan tahun. Rasa nasionalisme
tersebutlah yang mendorong rakyat Papua membenci adanya penjajahan terhadap
mereka, baik yang dilakukan Belanda maupun Indonesia.
Nasionalisme Papua yang mulai ditanamkan oleh Belanda ketika didirikan sekolah
pamong praja di Holandia, tertanam serta tersosialisasikan dari generasi ke generasi.
Ketika Belanda dan Indonesia bukanlah pihak yang diharapkan, rakyat Papua melihat
keduanya sebagai bangsa yang hendak menguasai Papua. Pemikiran ini yang
menyebabkan gerakan anti-Indonesia sangat kuat dan mudah meluas di Papua.
Kebijakan represif pada masa Orde Baru tidak mampu memadamkan nasionalisme ini,
namun justru memperkuatnya.
2.4 Riwayat Konflik Papua
Era administrasi sementara PBB (1962-1969)
15 Agustus 1962: Perjanjian New York oleh Kerajaan Belanda, Republik Indonesia
dan PBB. Wilayah Papua Barat diserahkan oleh Kerajaan Belanda pada administrasi
Otoritas Eksekutif Sementara PBB, diikuti dengan pertempuran sporadis antara milisi /
tentara pro-Indonesia dan pro-Belanda hingga 1969.
1966 - 1967: pemboman udara Pegunungan Arfak
Januari - Maret 1967: pemboman udara wilayah Ayamaru dan Teminabuan
1967: Operasi Tumpas, 1.500 diduga tewas di Ayamaru, Teminabuan dan Inanuatan.
April 1969: pemboman udara Danau Wissel (daerah Paniai dan Enarotali); 14.000
selamat melarikan diri ke hutan.
Era Orde Baru
1969 - 1980
Juli-Agustus 1969: Penentuan Pendapat Rakyat menentukan bahwa wilayah Papua
Barat adalah wilayah kedaulatan Republik Indonesia.
Juni 1971: Henk de Mari melaporkan 55 pria dari dua desa di Biak Utara tewas. Berita
diterbitkan harian Belanda De Telegraaf, Oktober 1974.
Tanpa sumber: 500 mayat ditemukan di hutan Kecamatan Lereh, barat daya Bandara
Sentani, Jayapura.
1974: Di Biak Utara, 45 orang tewas.
1975: Di Biak, setidaknya 41 orang dari desa Arwam dan Rumbin tewas.
1977: pemboman udara Akimuga (tambang Freeport McMoRan Inc.).
1977 - 1978: pemboman udara Lembah Baliem.
April 1978: Enam mayat yang tidak dapat diidentifikasikan ditemukan di kecamatan
Dosai, Jayapura.
11. Mei 1978: Lima pemimpin OPM tewas dan 125 penduduk desa ditembak karena
dicurigai simpatisan OPM.
June 1978: 14 mayat korban tembak ditemukan di Barat Bandara Sentani, Jayapura.
Tanpa sumber: Biak Utara, 12 orang tertembak.
1980 - 1998
1981: 10 tewas, 58 menghilang di daerah Paniai.
Juni - Agustus 1981: Operasi Sapu bersih, populasi Ampas Waris dan desa Batte-Arso
menjadi korban.
September-Desember 1981: 13.000 diduga tewas di dataran tinggi tengah.
Juli 1984: Angkatan Laut, Udara, dan Darat menyerbu Desa Nagasawa / Ormo Kecil,
200 orang tewas.
Tanpa sumber: Bombardir dari laut di Taronta, Takar, dan desa pesisir Masi-Masi;
yang selamat melarikan diri ke arah Jayapura; pada 1950 dikuasai Belanda dan
masing-masing desa berpopulasi 1500-2000.
24 Juni 1985: 2.500 tewas di wilayah Kabupaten Paniai, Danau Wissel, termasuk 115
dari desa-desa Iwandoga dan Kugapa.
1986 - 1987: 34 tertembak di Paniai / Wissel Lake District.
8 Januari 1996: Krisis sandera Mapenduma, militan OPM yang dipimpin Kelly Kwalik
menyandera 26 orang di Irian Jaya, memicu Operasi pembebasan sandera Mapenduma
(dua sandera tewas) dan Insiden Penembakan Timika 1996 (16 orang tewas).
9 Mei 1996: Krisis sandera Mapenduma, berakhir dengan serbuan Kopassus ke Desa
Geselama, di Mimika.
Era Reformasi
1998 - 2010
1. Warga berdemonstrasi di Den Haag, 2009.
2. 6 Oktober 2000: polisi merazia upacara pengibaran bendera di Wamena, massa
mengumpul dan dua warga non-Papua tewas dalam sebab tidak jelas. Massa memulai
kerusuhan ke lingkungan migran dari daerah lain di Indonesia, membakar dan
menjarah toko-toko. 7 warga Papua tertembak dan 24 warga non-Papua tewas.
3. 11 November 2001: ketua Presidium Dewan Papua, Theys Eluay, ditemukan tewas di
mobilnya di luar Jayapura setelah hilang diculik.
4. 31 Agustus 2002: pemberontak menyerang sekelompok profesor Amerika. 3 tewas dan
12 lainnya luka-luka. Polisi menduga OPM yang bertanggung jawab.
5. 1 Desember 2003: Sekelompok 500 orang mengibarkan bendera separatis, 42 orang
ditangkap.
6. 15 Oktober 2004: pemberontak menewaskan enam warga sipil dalam serangan di
Puncak Jaya.
7. 16 Maret 2006: Tiga polisi dan seorang pilot tewas dan 24 orang lainnya cedera dalam
bentrokan dengan warga papua dan mahasiswa yang telah menuntut penutupan
tambang Grasberg Freeport di Provinsi Papua.
8. Pada tanggal 9 Agustus 2008: Di Wamena, satu orang, Opinus Tabuni (kerabat
Buchtar Tabuni), tewas tertembak peluru kepolisian Indonesia yang dipicu pengibaran
bendera Bintang Kejora oleh aktivis di sebuah demostrasi besar yang diorganisir oleh
DAP (Dewan Adat Papua) dalam Hari Internasional Masyarakat Adat Dunia.
12. 9. 4 Desember 2008: 4 warga Papua terluka oleh tembakan dari polisi dalam demonstrasi
menuntut kemerdekaan Papua.
10. 29 Januari 2009: Sedikitnya 5 orang Papua terluka karena tembakan oleh polisi saat
demonstrasi.
11. 14 Maret 2009: Satu personil TNI tewas dalam serangan terhadap pos tentara di
Tingginambut. OPM diduga bertanggungjawab.
12. Pada tanggal 8 April 2009: Beberapa bom meledak di sebuah jembatan dan sebuah
kilang di pulau Biak. Satu orang tewas.
13. 9 April 2009: Sebuah serangan bom di Jayapura menewaskan 5 orang dan menciderai
beberapa orang. Sementara itu 500 militan menyerang pos polisi dengan busur dan
panah dan bom bensin. Satu orang tewas tertembak polisi.
14. 11-12 April 2009: Pertempuran antara tentara dan militan Papua menewaskan 11 orang
termasuk 6 anggota tentara. Pada saat yang sama, sebuah bom dijinakkan di kantor
polisi di Biak.
15. Pada tanggal 15 April 2009: Sebuah serangan terhadap sebuah konvoi polisi di
Tingginambut menewaskan satu orang dan melukai enam. OPM diduga
bertanggungjawab.
16. 11 Juli 2009: Seorang karyawan Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc warga
Indonesia tewas ditembak dalam serangan di luar perusahaan tambang itu di Papua.
17. Juli 2009: insiden pengibaran bendera Papua Barat oleh OPM di desa Jugum,
kemudian lebih dari 30 rumah dibakar dalam sebuah operasi TNI.[21]
18. 12 Agustus 2009: Sebuah konvoi 16 bis karyawan Freeport-McMoRan Copper
disergap. Dua orang tewas dan 5 luka-luka.
19. Pada tanggal 16 Desember 2009: pimpinan Organisasi Papua Merdeka (OPM) Kelly
Kwalik tewas ditembak oleh kepolisian Indonesia saat operasi penyerbuan di Timika.
2010-2014
24 Januari 2010: Pemberontak menyergap sebuah konvoi karyawan perusahaan
tambang PT Freeport McMoran. 9 orang terluka, OPM menyangkal bertanggung
Jawab.
1 Maret 2010: Asosiasi Papua Barat Australia di Sydney mengatakan bahwa situasi di
Papua Barat memburuk. Sejak Juli tahun lalu telah terjadi 14 insiden penembakan di
sekitar tambang Grasberg, tambang emas dan tembaga milik Freeport, dan serangan ini
telah menewaskan sedikitnya 3 dan melukai 13 orang.[25]
23 Maret 2010: Pemberontak menyerang sebuah konvoi tentara Indonesia. melukai
beberapa tentara.
Mei 2010: OPM diduga menewaskan 3 pekerja di sebuah lokasi konstruksi, memicu
sebuah operasi militer oleh TNI yang menyerbu sebuah desa, 2 tewas dan seorang
wanita diperkosa sementara rumah di 3 desa dibakar oleh militer.
17 Mei 2010: TNI menyerang markas militan OPM, menewaskan satu tersangka
militan.
21 Mei 2010: Militan menyerang anggota TNI di dekat Yambi, 75 km dari Mulia.
Tidak ada korban.
15 Juni 2010: Seorang perwira polisi Indonesia tewas tertembak saat patroli, 8 senjata
api dicuri oleh pemberontak.
Juli 2010: 12 rumah dan dua gereja rusak dan seorang wanita diperkosa saat operasi
TNI untuk menangkap Goliath Tabuni.
13. 23 Juni 2011: Seorang perwira polisi dari Jayapura ditembak oleh anggota yang diduga
dari OPM.
6 Juli 2011: Tiga tentara ditembak saat bentrokan dengan penyerang tak dikenal di
Desa Kalome, Tingginambut.
20 Juli 2011: Seorang perwira TNI tewas dalam penyergapan terhadap pasukan
keamanan di distrik Puncak Jaya di Papua oleh pemberontak.
31 Juli 2011: Pemberontak menyerang sebuah mobil di Papua dengan senjata, kapak
dan pisau menewaskan seorang tentara dan tiga warga sipil dan melukai tujuh orang,
OPM menyangkal bertanggung jawab.
1 Agustus 2011: Polri menyatakan bahwa anggota OPM menewaskan empat warga
sipil di dekat Tanjakan Gunung Merah, Paniai.
2 Agustus 2011: Seorang personil TNI yang menjaga sebuah pos militer di
Tingginambut tewas tertembak. Di kota Mulia dua penembakan terhadap target polisi
dan militer melukai seorang tentara.
3 Agustus 2011: Pemberontak menembak sebuah helikopter militer saat mengevakuasi
tubuh seorang prajurit yang diduga juga dibunuh oleh mereka.
22 Oktober 2011: Al Jazeera menerbitkan rekaman dari sebuah pertemuan
kemerdekaan yang diserang oleh pasukan keamanan Indonesia. Setidaknya lima orang
tewas.
2 Desember 2011: Seorang perwira kepolisian Jayapura ditemukan tewas di samping
sungai pada hari Kamis setelah ia diduga dibunuh oleh kelompok orang yang
bersenjata panah dan belati. OPM diduga bertanggung jawab.
5 Desember 2011: Dua perwira kepolisian tewas di Puncak Jaya selama tembak-
menembak dengan tersangka anggota OPM.
12 Desember 2011: kepolisian menyergap markas grup lokal OPM. Polisi menyita
senjata api, amunisi, pisau, perlengkapan perang, dokumen, bendera Bintang Kejora
dan menewaskan 14 militan.
Juni 2012: Koordinator Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Mako Tabuni
meninggal di rumah sakit setelah mengalami luka tembak dalam operasi penangkapan
oleh kepolisian Jayapura.
22 Februari 2013: Sebuah helikopter TNI rusak akibat tembakan dari darat ketika
mencoba untuk mengevakuasi mayat personil yang tewas melawan OPM sebelumnya.
Setidaknya 3 anggota kru terluka. 8 personil TNI tewas dalam tembak-menembak
sebelumnya.
19 Juli 2013: Dua orang diduga anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) tewas
dalam kontak senjata dengan anggota Batalyon Infantri Raider 751 Kodam
XVII/Cenderawasih di Kecamatan Mulia, Puncak Jaya Papua.
14 Agustus 2013: Tindakan pecelehan, diduga dilakukan anggota polisi dari Polres
Fakfak, terhadap 20 perempuan aktivis yang hendak melakukan aksi solidaritas Papua
damai.
28 Novermber 2013: Seorang anggota Koramil Distrik Ilu, Kabupaten Puncak Jaya,
ditembak pria misterius di Pasar Ilu.
7 Januari 2014: Penembakan gelap kembali terjadi di Puncak Jaya. Seorang tukang
ojek yang diketahui bernama Abdul Halil (43) tewas di sekitar SMA Wuyuneri Distrik
Mulia.
9 Januari 2014: Baku tembak antara TNI Yonif 754 dan OPM terjadi di Tanggul
Timur, Timika, Papua. Satu orang dari OPM dikabarkan tewas dalam insiden tersebut.
8 Desember 2014: Empat orang tewas dan sepuluh orang lainnya luka-luka dalam
sebuah bentrokan antar TNI dan OPM yang terjadi di Enarotali, ibukota distrik Paniai.
14. 2.5 Dampak dari Konflik Papua
Di Papua, masalah separatisme akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan. Bila
situasi keamanan terus memburuk, banyak pengamat yang memperkirakan Papua bakal
lepas dari NKRI. Tanda-tanda Papua akan segera lepas dari NKRI sudah sangat jelas.
Mereka saat ini ditengarai sudah memiliki sponsor yang siap mendukung kemerdekaan
wilayah di timur Indonesia ini, bahkan Papua saat ini sudah sangat siap untuk lepas dari
Indonesia.
Maraknya aksi penembakan dan penghadangan oleh kelompok separatis Papua
telah meresahkan masyarakat Papua. Sasaran tembak kini tidak hanya kepada aparat
TNI dan Polisi, namun masyarakat umum serta karyawan Freeport kini dijadikan target.
Sehingga tak mengherankan bila hampir tiap hari terjadi penghadangan dan
penembakan oleh orang tak dikenal yang diyakini banyak orang adalah separatis Papua.
Penyebab separatisme Papua yang lain adalah tidak meratanya distribusi sumber
daya ekonomi, sehingga meskipun Papua memiliki kekayaan yang luarbiasa, rakyatnya
tetap miskin. Tambang tembaga raksasa Freeport adalah sebuah contoh bagaimana
kapitalisme mengeksploitasi sumber daya lokal dengan sepuas-puasnya. Potensi konflik
antar agama di Papua tinggi karena konflik yang bertikai menganggap dirinya sebagai
korban. Warga Papua asli merasa terancam dengan mengalir masuknya pendatang baru
yang mengatasnamakan agama baru, dimana dalam jangka panjang mereka akan
menghadapi diskriminasi atau bahkan pengusiran.
Meskipun ada keretakan dan perpecahan yang signifikan di kedua belah pihak
masyarakat, terutama mengenai nasionalisme yang bersaing perkembangan di
Manokwari dan Kaimana mungkin menjadi pertanda lebih banyak bentrokan yang akan
terjadi. Perubahan dalam demografi adalah bagian dari persoalan, tapi bahkan kalau
besok para pendatang dari luar Papua disetop datang, polarisasi antar agama mungkin
akan terus berlanjut karena perkembangan lain. Warga Papua sangat menyadari
terjadinya penyerangan-penyerangan terhadap tempat-tempat ibadah di daerah lain di
Indonesia dan melihat Indonesia secara keseluruhan bergerak menuju dukungan yang
lebih banyak kepada ajaran agama.
15. BAB III
KAITAN DENGAN KETAHANAN NASIONAL
3.1 Ketahanan Nasional
Konsepsi Ketahanan Nasional (Tannas), merupakan konsepsi Nasional dalam
Pencapaian Tujuan Nasional, yang pada intinya tercapainya Keamanan dan
Kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, yang menjadi tugas dan tanggung jawab
Pemerintahan Negara. Suatu rumusan Tujuan Nasional sebagaimana yang diamanatkan
dalam pembukaan UUD RI 1945, ialah membentuk suatu ”Pemerintahan Negara” yang
melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan Bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Dalam rangka pencapaian Tujuan Nasional, diperlukan Ketahanan
nasional, yaitu suatu kondisi dinamik kehidupan Nasional yang terintegrasi yang harus
diwujudkan pada suatu saat, yang mampu menghadapi dan mengatasi segala tantangan,
ancaman, hambatan dan gangguan (TAHG). Dan untuk mewujudkan Ketahanan
Nasional, diperlukan Konsepsi Tannas, yaitu konsepsi pengaturan dan penyelenggaraan
keamanan dan kesejahteraan secara seimbang, serasi dan selaras, yang dilaksanakan
melalui Pembangunan Nasional dan Pembangunan Daerah sebagai bagian integral dari
Pembangunan Nasional. Dengan kata lain, pada saat kita menyelesaikan masalah
keamanan harus ikut dipikirkan masalah kesejahteraan, demikian pula sebaliknya.
Keberhasilan implementasi Konsepsi Tannas, sangat tergantung pada kelancaran
pembangunan nasional diseluruh aspek kehidupan normal yang terintegrasi, yang
disusun, direncanakan dan diprogramkan sesuai dengan politik dan strategi nasional,
dan terjabarkan dalam kebijaksanaan dan strategi daerah yang sesuai dengan situasi,
kondisi dan konstelasi geografi masing masing daerah, baik berupa peraturan daerah
(Perda) maupun Rencana Strategi (Renstra) daerah.
16. Sesuai dengan Konsepsi Tannas, seluruh aspek kehidupan nasional dirinci dalam 8
(delapan) Gatra. 3 (tiga) Gatra Alamiah berupa geografi, demografi dan sumber
kekayaan alam sebagai ”modal dasar” pembangunan. 5 (lima) Gatra Sosial (dinamis)
berupa idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya (sosbud) dan pertahanan keamanan
(Hankam), yang harus dibina dan dibangun secara nasional, agar tercipta suatu kondisi
yang memungkinkan pembangunan nasional berjalan lancar dan berhasil.
Ketahanan Nasional adalah kondisi hidup dan kehidupan nasional yang harus
senantiasa diwujudkan dan dibina secara terus-menerus secara sinergi. Hal demikian
itu, dimulai dari lingkungan terkecil yaitu diri pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa
dan negara dengan modal dasar keuletan dan ketangguhan yang mampu
mengembangkan kekuatan nasional.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa ketahanan nasional ialah kemampuan dan
ketangguhan suatu bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya, menuju
kejayaan bangsa dan negara.
2.2 Dampak Konflik Bagi Ketahanan Nasional
Adanya konflik di salah satu daerah yang menyebabkan daerah tersebut ingin lepas
dari NKRI merupakan masalah serius bagi Ketahanan Nasional. Lepasnya satu daerah
akan menggambarkan lemahnya Ketahanan Nasional. Selain itu, lepasnya salah satu
daerah dapat memicu daerah lainnya untuk ikut melepaskan diri sewaktu-waktu.
Konflik berkepanjangan di Papua belum menemukan titik terang dimana pemerintah
seharusnya merangkul Papua agar daerah ini dapat bertahan dalam NKRI.
Bentrok yang kerap terjadi di Papua juga membuat Ketahanan Nasional dari aspek
pertahanan dan keamanan terlihat lemah, karena oknum-oknum baik dari pihak militer
maupun OPM seringkali menjatuhkan korban dan menyisakan sakit hati warga Papua.
Ketahanan Nasional akan dikatakan dan dianggap lemah bila Papua benar-benar
lepas dari Indonesia. Kebijakan pemerintah yang merugikan warga Papua juga telah
berakibat pada hilangnya jiwa nasionalisme pada masyarakat di daerah tersebut. Selain
itu, dari segi sumber daya alam, kebijakan pemerintah juga tidak hanya merugikan
daerah Papua sendiri, namun juga negara Indonesia yang seharusnya mengembangkan
sumber daya alam itu sendiri untuk memperbaiki perkonomian Indonesia.
17. BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1Sample
Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis membahas bentrok yang baru-baru ini
terjadi di Kabupaten Paniai, Papua. Bentrok tersebut menewaskan empat orang warga
sipil. Berikut sebuah liputan yang dikutip dari website salah satu media dunia
terpercaya, www.voaindonesia.com:
“09.12.2014
JAYAPURA, INDONESIA—
Menurut sebuah sumber di Papua, sampai saat ini empat jenazah korban yang tewas
dalam penembakan di Paniai, Enarotali masih dibaringkan di lapangan.
Sepuluh orang lainnya luka-luka dalam bentrokan tersebut, yang terjadi pada hari Senin
(8/12) di Enarotali, ibukota distrik Paniai, kata kepala polisi setempat Mayjen Yotje
Mende.
Empat orang, termasuk tiga anak SMA, tewas dalam tembakan yang dilepaskan dalam
bentrokan tersebut, tapi tidak jelas siapa yang melepaskan tembakan tersebut, ujar
Mende, sambil menambahkan bahwa pihaknya sedang melakukan investigasi.
Insiden tersebut dipicu oleh bentrokan sebelumnya yang terjadi pada Minggu malam
antara sekelompok tentara dan anak muda setempat. Bentrokan tersebut pecah ketika
para pemuda memperingatkan seorang tentara yang mengendarai motor tanpa lampu,
ujar juru bicara polisi Papua, Kolonel Sulistyo Pudjo.
Kejadian tersebut menyulut penyerangan terhadap militer dan kantor polisi di wilayah
tersebut oleh para pemuda dan mereka juga membakar kantor pemilihan setempat hari
Senin dini hari, ujarnya.
Sementara menurut saksi mata Okto Pogau insiden bermula dari unjuk rasa masyarakat
yang memprotes penganiayaan anak usia 12 tahun oleh dua aparat TNI, anggota
Batalyon Infanteri 753 Nabire pada Minggu malam.Esok harinya, sebelum insiden
penembakan ini terjadi, masa melakukan pembakaran terhadap mobil Fortuner yang
diduga dipergunakan oleh aparat TNI yang melakukan penganiayaan itu.
Unjuk rasa ini dilakukan di lapangan Karel Gobai dan menurut Okto Pogau:
18. “Ada satu kebiasaan masyarakat di Paniai, mereka itu sering berkumpul, mereka akan
datang ke pos polisi atau koramil untuk menanyakan kenapa ada anggota yang bisa
melakukan pemukulan,” paparnya.
Saat mereka berkumpul ada 300 orang dan jarak dari lapangan Karel Gobai ke pos
polsek dan koramil jaraknya sekitar 50 meter. Pada sekitar pukul 10 WIT, terjadi
penembakan secara membabi buta kearah kerumunan masa ini, dan diduga penembakan
ini dilakukan oleh aparat gabungan polisi dan TNI.
Ada empat orang yang meninggal ditempat. Pertama adalah Alfius Youw 17 tahun,
Yulian Yelmo, 17 tahun, Simon Degei 18 tahun, Otianus Gobai, 17 tahun, dan Abia
Gobai, 28 tahun seorang petani. Selain itu 17 orang masih dirawat di Rumah Sakit,
beberapa diantara mereka cedera parah.
Banyak dari yang luka-luka, menurut Okto, memilih berobat di rumah.
“Yang luka-luka memilih berobat dirumah karena takut kerumah sakit nanti ada apa-
apa.”
Yang mengenaskan adalah nasib jenazah dari yang tewas ini masih tidak menentu.
“Sampai saat ini, empat jenazah itu masih dibaringkan dilapangan, kemudian warga
meminta sebetulnya ada dua, yang pertama meminta pertanggungjawaban dari TNI
maupun Polri, dan yang kedua mereka meminta Kapolda Papua dan Pangdam
Cenderawasih harus datang ke Paniai dan melihat.”
Oleh Okto Pogau juga dikeluhkan bahwa kebanyakan kasus pelanggaran HAM seperti
ini tidak pernah mendapat penyelesaian hukum yang wajar.
Papua, bekas koloni Belanda di bagian barat pulau Papua Nugini, bergabung dengan
Indonesia pada tahun 1969.
(AP / Jimmy Manan). ”
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) angkat bicara mengenai konflik yang kerap terjadi
di Papua, termasuk bentrok di Kabupaten Paniai, Papua. Mantan Ketua Umum Partai
Golkar ini mengatakan, konflik Papua tidak lepas dari persoalan ekonomi. JK meminta
persoalan di Papua segera diselesaikan. Ia mengatakan, alokasi dana untuk Papua sudah
cukup besar dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia dan ia menilai pemerintah
daerah mempunyai peran penting mengelola dana Papua.
Jika kita lihat ke belakang, penyerangan-penyerangan seperti itu sudah sering di
lakukan. Selain kepada anggota TNI yang sedang bertugas di Papua, anggota polisi,
serta karyawan PT. Freeport pun sering menjadi korban.
19. Beberapa hal yang menjadi masalah pokok penyebab penyerangan-penyerangan
tersebut adalah pembangunan yang kurang merata. Bagaimana tidak, jika kita
bandingkan dengan pulau Jawa, dan pulau Sumatra kita bisa melihat bahwa
kebanyakan kota di pulau tersebut sudah termasuk dalam kota-kota metropolitan,
seperti Jakarta, Bandung, Medan, Palembang, dan lain-lain. Tapi bagaimana dengan
wilayah Indonesia Timur khususnya papua. Pasti dalam bayangan kalian bahwa
kebanyakan kota di Papua malah lebih cocok di sebut sebagai desa. Tapi sudah
menjadi rahasia umum bahwa Papua memiliki kekayaan alam yang jauh lebih
melimpah di banding dengan daerah lain. Namun, pada kenyataannya sebagian besar
pendapatan dari sektor pertambangan yang menjadi andalan Papua menjadi santapan
asing. Bahkan Negara Indonesia hanya memperoleh tidak lebih dari 10%. Itulah yang
kemudian menjadi salah satu alasan kenapa beberapa orang Papua ingin melepaskan
diri dari Negara Indonesia dengan membentuk OPM.
4.2 Metode dan Prosedur Pengolahan Data
Penelitian untuk karya ilmiah ini menggunakan metode literatur yaitu dengan
menggunakan buku sebagai riset pustaka, sebab penulis tidak turun langsung ke
lapangan untuk meneliti pokok dari permasalahan yang dibahas atau hanya
menggunakan data sekunder.
Selain itu penulis juga menggunakan metode komparatif. Metode komparatif
merupakan metode yang digunakan dengan membandingan sumber-sumber data yang
ada atau dengan tahun-tahun sebelumnya.
Mengenai data yang diolah, penulis menggunakan informasi baik dari media cetak
seperti surat kabar, media elektronik, buku sebagai bahan referensi dan data dari
internet sebagai media untuk mengolah isu yang ada dan pendapat dari para ahli serta
pihak terkait.
Selanjutnya, penulis melakukan riset kepada masyarakat untuk mengetahui
kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai Ketahanan Nasional dan tanggapan
mengenai konflik yang terjadi di Papua.
20. BAB V
LAPORAN HASIL PENELITIAN
5.1 Sistematika Penelitian
1. Anggota kelompok masing-masing diberi tugas yang sama untuk mempermudah
dan mempersingkat waktu penelitian.
2. Setiap anggota kelompok mewawancarai beberapa masyarakat secara langsung di
beberapa daerah. Narasumber terdiri dari berbagai usia, status pekerjaan, serta
tingkat pendidikan yang berbeda, sehingga hasil penelitian melibatkan perwakilan
dari masyarakat keseluruhan.
3. Wawancara juga dilakukan melalui media sosial terutama kepada generasi muda
dari beberapa daerah di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
kesadaran dan pemahaman generasi penerus bangsa terhadap Ketahanan Nasional.
4. Masyarakat yang diwawancarai diberikan pertanyaan yang sama untuk menghitung
tingkat kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap Ketahanan Nasional dalam
bentuk presentase.
5. Semua jawaban dan saran dari masyarakat akan dilampirkan (nama tidak
disertakan untuk menjaga privasi narasumber).
5.2 Pertanyaan yang Diajukan
1. Apakah Anda paham mengenai konflik yang terjadi di Papua?
Ya.
Tidak.
Sedikit.
2. Menurut Anda siapa yang bersalah dalam konflik tersebut, apakah Papua atau
Pemerintahan?
Papua.
Pemerintahan.
Tidak tahu.
3. Apakah Papua berhak merdeka atau harus tetap dipertahankan oleh NKRI?
Berhak.
Harus dipertahankan.
4. Bagaimana menurut Anda pengaruh konflik di Papua terhadap ketahanan nasional?
5. Bagaimana saran Anda mengenai solusi yang tepat untuk menyelesaikan konflik?
21. 5.2 JawabanMasyarakatMengenai PengaruhKonflik Papua Terhadap
Ketahanan NasionalBeserta SaranPenyelesaianKonflik:
1. Polri, 43 tahun, Riau:
“Kondisi tidak aman.”
Saran: Harus ada penyelesaian dalam hal musyawarah dengan masyarakat.
2. Guru, 27 tahun, Riau:
“Dampaknya adalah tidak amannya kondisi di wilayah Papua sehingga membuat
kecemasan masyarakat dalam beraktivitas. Hal itu tentu akan menggannggu
ketahanan dalam bidang ekonomi dikarenakan kecemasan akan situasi di Papua.”
Saran: Meningkatkan SDM diwilayah Papua agar tidak ada lagi kesenjangan
sosial yang timbul yang dapat menimbulkan konflik yang sama.
3. Guru, 34 tahun, Pematangsiantar:
“Tidak tahu,bukan jurusan saya.”
Saran: Pemerintah membuat undang-undang baru untuk rakyat Papua.
4. PNS, 49 tahun, Padang:
“Konflik yang terjadi itu sebenarnya juga merupakan kesalahan pihak dari
pemerintah karena kurang memerhatikan daerah tertentu. Konflik yang terjadi tentu
mengganggu Ketahanan Nasional karena menyebabkan kerusakan baik berarti atau
tidak. Konflik yang terjadi pun dapat memicu perpecahan.”
Saran: Perlunya setiap masyarakat menumbuhkan kecintaannya terhadap NKRI
agar tidak terjadi lagi konflik. Dan pemerintah juga harus meratakan pembangunan
agar tidak ada daerah yang merasa diabaikan dan hal tersebut dapat menumbuhkan
kepercayaan kepada pemerintah.
5. Wartawan, 39 tahun, Pematangsiantar:
“Ketahanan Nasional bisa menjadi longgar karena konflik berada dalam negeri
sendiri.”
Saran: Melakukan pendekatan keamanan terhadap Papua.
6. Sekretaris, 28 tahun, Pematangsiantar:
“Persatuan dan kesatuan akan berkurang dan tentu memperlemah pertahanan.”
Saran: Pemerintah harus mengambil langkah melalui pendekatan keamanan.
7. Apoteker, 22 tahun, Padang:
“Ketahanan Nasional terganggu karena ada konflik seperti itu karena memecah
persatuan bangsa.”
Saran: Pemerintah hendaknya dapat memperhatikan daerah pinggiran agar mereka
tidak merasa diabaikan.
8. Karyawan, 21 tahun¸ Pematangsiantar:
“Ketahanan nasional akan menurun.”
Saran: Tidak ada.
9. Pegawai swasta, 27 tahun, Padang:
“Ketahanan Nasional sangat goyang, karena disaat ada konflik maka negara luar
lebih mudah untuk menguasai. Sebagaimana yang kita ketahui Papua daerah yang
kaya dan jika Freeport sepenuhnya kita kuasai, Indonesia akan menjadi negara
yang kaya.”
Saran: Melakukan pembangunan yang merata dan memerhatikan masyarakat yang
berada di Papua.
22. 10. Wiraswasta, 39 tahun, Pematangsiantar:
“Tidak tahu.”
Saran: Memberikan perhatian lebih bagi wilayah Papua.
11. Wiraswasta, 40 tahun, Pematangsiantar:
“Papua harus dipertahankan.”
Saran: Tidak ada.
12. Wiraswasta, 29 tahun, Pematangsiantar:
“Tidak tahu.”
Saran: Jangan biarkan Papua mendapat pengaruh dari negara lain.
13. Satpam, 43 tahun, Pematangsiantar:
“Saya tidak terlalu mengerti.”
Saran: Memberikan perhatian dan meningkatkan pendidikan agar timbul rasa
percaya.
14. Supir bus, 36 tahun, Pematangsiantar:
“Kesatuan dan persatuan akan semakin lemah.”
Saran: Tidak ada.
15. Pedagang, 31 tahun, Riau:
“Saya kurang tahu.”
Saran: Lakukan musyawarah.
16. OP Warnet, 20 tahun, Pematangsiantar:
“Tentu akan memperlemah pertahanan Indonesia.”
Saran: Ya lebih bagus di diplomasikan aja biar lebih damai.
17. Doorsmeer, 24 tahun, Pematangsiantar:
“Tidak tahu.”
Saran: Pemerintah memberikan jaminan keamanan dan meningkatkan pendidikan
di Papua.
18. Ibu rumah tangga, 51 tahun, Padang:
“Papua sebenarnya merupakan negeri yang kaya. Sayangnya kekayaan yang ada
banyak dikuasai oleh pihak asing. Secara teknis kita hanya memperkaya negara
lain. Hal ini tentu berpengaruh terhadap Ketahanan Nasional kita dalam bidang
ekonomi karena devisa yang kita terima hanya sedikit.”
Saran: Apabila kita memerdekakan Papua tentu kita akan rugi karena daerah itu
sangat kaya. Sebenarnya yang perlu dilakukan untuk konflik ini adalah
menumbuhkan kecintaan terhadap NKRI karena dari pihak pemerintah pun telah
melakukan pembangunan disana namun mungkin karena transportasi atau
sebagainya membuat pembangunan tersebut berjalan lambat.
19. Ibu rumah tangga, 43 tahun, Batusangkar:
“Pengaruhnya mengganggu keteraturan kehidupan bernegara. Konflik yang terjadi
menyebabkan perpecahan antar masyarakat.”
Saran: Karena banyaknya sumber daya alam yang ada disana, kita harus tegas
dalam mengelolanya karena banyak budaya asing yang mendominasi atau
mengambil hasil alam kita sehingga masyarakat pribumi merasa tersingkir. Jadi
kita harus tegas agar masyarakat pribumi tidak merasa terjajah di negaranya sendiri
dan ingin membebaskan diri.
23. 20. Ibu rumah tangga, 31 tahun, Pematangsiantar:
“Tidak tahu.”
Saran: Tidak ada.
21. Pelajar, 17 tahun, Jakarta:
“Enggak tau sih ya, saya enggak ngerti.”
Saran: Tidak ada.
22. Pelajar, 16 tahun, Palembang:
“Yang namanya konflik, apalagi antar suku, itu ya jelas berpengaruh terhadap
Ketahanan Nasional, kalau sesama suku enggak bisa saling toleransi bagaimana?
Gak bisa saling menghormati dan menghargai, bagaimana bisa menyatu? Kalau
gak bersatu gimana mau bikin benteng pertahanan buat negara?”
Saran: Nah kalau solusinya ya lihat dulu latar belakang masalahnya apa, kalau
kata pak JK kan udah dijelasin itu kaerna ekonomi, jadi ya pemerintah berpengaruh
besar, pemerataan aja lah.
23. Pelajar, 17 tahun, Cirebon:
“Tidak tahu.”
Saran: Tidak ada.
24. Pelajar, 17 tahun, Medan:
“Mengganggu pertahanan.”
Saran: Berdamai, jika tidak bisa berdamai harus dengan bantuan militer.
25. Pelajar, 17 tahun, Bekasi:
“Tanyain sama guru pkn deh.”
Saran: Solusinya coba deh berdamai. Memangnya gak sedih rusuh terus di negara
sendiri?
26. Pelajar, 17 tahun, Pematangsiantar:
“Ketahanan Indonesia akan terganggu.”
Saran: Tidak ada.
27. Pelajar, 16 tahun, Purwodadi:
Saran: Tingkatkan rasa nasionalisme!
28. Mahasiswi, 21 tahun, Riau:
Hubungannya bila konflik di Papua tidak bisa diselesaikan atau terus berlangsung
akan menimbulkan banyak korban jiwa, dan hal ini akan menjadi pertanyaan kita
sebagai warga negara apakah Ketahanan Nasional kita sangat buruk hingga
masalah Papua tidak bisa diselesaikan.
Saran: Menurut saya, pemerintah harus cepat menyelesaikan permasalahannya,
seperti pemerataan disegala bidang untuk wilayah papua, hal itu dapat dilakukan
dengan musyawarah antara warga setempat dengan pemerintah.
29. Mahasiswa, 19 tahun, Padang:
“Pengaruhnya membuat keretakan dan menggoyahkan pertahanan NKRI sebagai
negara yang satu.”
Saran: Solusinya diberikan perhatian merata terhadap Papua dan diselesaikan
secara demokrasi.
30. Mahasiswa, 18 tahun, Pematangsiantar:
“Saya tidak tahu, bukan jurusan saya.”
Saran: Tidak ada.
24. 31. Mahasiswa, 18 tahun, Medan:
“Itu sangat menguji seberapa kuat Ketahanan Nasional kita.”
Saran: Pertama cari akar masalahnya dulu, lalu masalah itu dipecahkan dengan
kepala dingin sehingga menemukan jalan keluar yang tidak merugikan kedua belah
pihak.
32. Mahasiswa, 21 tahun, Jakarta:
“Yang saya tau masalah ini terjadi karena adanya gesekan dan keterkaitan antara
kedua pihak yang saling bertentangan sehingga menghasilkan beberapa masalah
yang mengakibatkan terganggunya sistem Ketahanan Nasional yang ada.”
Saran: Tidak ada.
33. Mahasiswi, 22 tahun, Jawa:
“Saya enggak paham masalah ini. Tanyakan ke orang politik dan idealis pasti
jawabannya lebih memuaskan.”
Saran: Tidak ada.
34. Mahasiswa, 19 tahun, Padang:
“Pengaruh konflik terhadap kesatuan NKRI akan memicu daerah lain untuk
memerdekakan diri.”
Saran: Solusinya mencoba mengadakan konsolidasi dengan pemerintah papua,
memberikan hak-hak istimewa menyangkut daerah yang bersangkutan.
Memberikan wewenang untuk mengatur daerahnya sendiri dan tetap mengikuti
UUD 1945.
35. Mahasiswi, 19 tahun, Bandung:
“Memangnya di Papua ada apa? Maaf saya kurang update.”
Saran: Tidak ada.
36. Mahasiswa, 24 tahun, Malang:
"Emang Indonesia aja yang enggak bisa ngurus Papua, jadi jangan kaget kalau di
Papua banyak konflik dan pemberontakan. 200 kematian dalam 1000 kelahiran,
tingkat kemiskinan di atas 36%, 50% anak di bawah 5 tahun mengalami gizi buruk.
Siapa yang harus disalahkan?”
Saran: Jangan memaksakan diri untuk bertahan jika tidak ada lagi komitmen dan
saling mengerti.
37. Mahasiswi, 19 tahun, Yogyakarta:
“Dampak bagi negara yaitu negara lain menilai negara kita lemah tidak bisa
menyelesaikan pertikaian di Papua.”
Saran: Semua pemuka adat di Papua dikumpulkan menjadi satu. Buat perjanjian
anti konflik.
38. Mahasiswi, 18 tahun, Medan:
“Aku enggak ngerti politik. Salah-salah komentar nanti bisa dihajar.”
Saran: Tidak ada.
39. Mahasiswi, 22 tahun, Jakarta:
“Saya percaya ada beberapa konflik yang harus dilawan tapi ada juga yang enggak
harus dilawan. Kalau dibilang takut memengaruhi Ketahanan Nasional, daripada
ribut-ribut kenapa gak tingkatin Ketahanan Nasional sendiri dulu?”
Saran: Tahan diri aja, dan tingkatkan Ketahanan Nasional.
25. 40. Mahasiswa, 18 tahun, Jakarta:
Saran: Kasih kursi sama meja terus jangan lupa minumannya, kemudian
musyawarahin masalahnya.
41. Mahasiswa, 20 tahun, Padang:
“Konflik yang terjadi di papua timbul sebagai akibat dari inkonsistensi pemerintah
dalam pelaksaan otonomi khusus. Kebijakan yang ada tidaklah mampu
mengakomodasi kepentingan warga papua bahkan cenderung diskriminatif.
Pemerintah belum mampu memberikan kesadaran politik serta belum mampu
membenahi ketimpangan dari berbagai aspek baik itu sosial, ekonomi, budaya dan
lain-lain antara daerah Papua dengan daerah lainnya.”
Saran: Untuk itu sebaiknya pemerintah maupun pihak terkait lainnya
mengupayakan solusi yang komprehensif dengan melakukan pembangunan secara
intensif dan berkesinambungan di tanah Papua. Kondisi ini bisa dilakukan oleh
pemerintah maupun pihak lainnya yang terkait dengan cara berkomunikasi dengan
baik, mengadakan dialog berlapis mulai dari dialog antara pemerintah dan dialog
antara Papua dengan pemerintah pusat. Dengan cara seperti itu, perlahan sedikit
demi sedikit konflik di tanah Papua akan memudar karena masyarakat Papua dapat
menyampaikan aspirasi terhadap pemerintah terkait masalah apa yang dihadapi
masyarakat Papua. Masyarakat Papua juga merasa mendapat perhatian dan
kepercayaan kembali dari pemerintah pusat maupun daerah terhadap daerah tempat
tinggalnya.
42. Mahasiswa, 19 tahun, Yogyakarta:
“Anak psikologi enggak mikirin politik, itu urusannya anak fisip.”
Saran: Tidak ada.
43. Mahasiswa, 20 tahun, Padang:
“Konflik yang terjadi di Papua tentunya akan memberikan pengaruh terhadap
Ketahanan Nasional. Karena adanya konflik yang terjadi di suatu daerah tentu akan
memengaruhi masyarakat Papua untuk berinteraksi di luar. Misalnya dengan
adanya konflik akan ada masyarakat yang trauma sehingga membuat masyarakat
menjadi takut untuk berinteraksi dengan yang lain, selain itu konflik juga
meninggalkan suatu sifat yang ingin menang sendiri atau kelompok. Ini disebabkan
karena di dalam konflik akan ada pihak yang merasa dia paling benar. Negara kita
negara kesatuan, walaupun satu daerah saja yang berkonflik tentu akan
mengganggu Ketahanan Nasional baik di bidang ekonomi, politik, sosial dan
budaya.”
Saran: Solusi untuk mengatasi agar konflik tidak terjadi bisa dengan melakukan
pembekalan kepada generasi muda mengenai konflik tersebut. Dengan adanya
pengetahuan mengenai konflik beserta akibatnya tentu dapat memberikan
pengetahuan kepada generasi muda agar konflik jangan sampai terjadi.
44. Mahasiswi, 18 tahun, Jakarta:
Saran: Dibicarakan dengan baik siapa tahu bisa baikan.
45. Mahasiswa, 18 tahun, Pematangsiantar:
“Saya tidak tahu.”
Saran: Tidak ada.
26. 46. Mahasiswi, 19 tahun, Medan:
“Ketahanan Nasional itukan kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk
dapat menjamin kelangsungan hidupnya, menuju kejayaan bangsa dan negara. Jadi,
Indonesia harus tetap mempertahankan Papua agar tetap di NKRI untuk
mempertahankan kejayaan bangsa dan negara.”
Saran: Pemerintah harus merangkul semua pemangku kepentingan agar secara
bersama-sama mencari solusi yang komprehensif. Pemerintah perlu mendorong
OPM untuk berkumpul, berdiskusi, dan merumuskan pandangan kolektifnya
tentang kebijakan yang komprehensif bagi penyelesaian konflik Papua.
47. Mahasiswi, 18 tahun, Surabaya:
“Konfliknya saja saya enggak tahu.”
Saran: Tidak ada.
48. Mahasiswi, 19 tahun, Pontianak:
“Konflik Papua lebih sering diidentikkan dengan masalah ekonomi. Dengan
berasumsi konflik Papua akan hilang dengan sendirinya ketika orang Papua
menikmati kesejahteraan ekonomi, pemerintah lebih memerhatikan bidang
ketahanan pangan, pengurangan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan
infrastruktur dasar. Perlu disadari bahwa selain masalah ekonomi, konflik Papua
mengandung masalah ke-Indonesiaan. Masih ada orang Papua yang belum
mengakui dirinya sebagai orang Indonesia. Masalah ini merupakan beban politik
bagi pemerintah dan setiap Presiden Indonesia. Dengan demikian, konflik Papua
mempunyai dimensi ekonomi, politik, budaya, sejarah, keamanan, dan
internasional. Oleh karena itu, konflik Papua menuntut suatu solusi komprehensif
yang mengakomodasi dan mampu menjawab semua dimensi permasalahan.
Pemerintah tidak boleh memandang dirinya sebagai satu-satunya pihak yang
mampu mengatasi konflik Papua. Hal ini karena pemerintah terbukti tidak berhasil
menyelesaikan konflik Papua melalui berbagai kebijakan yang ditetapkannya tanpa
keterlibatan pihak lain.”
Saran: Apabila konflik Papua mau diselesaikan secara permanen, pemerintah
harus merangkul semua pemangku kepentingan agar secara bersama-sama mencari
solusi yang komprehensif. Perlu ditetapkan mekanisme inklusif yang dapat
memungkinkan keterlibatan semua pihak yang berkepentingan dalam pembuatan
kebijakan.
49. Mahasiswa S2, 25 tahun, China:
“Saya udah lama gak ngikutin berita soal politik di Indonesia, jadi maaf enggak
bisa jawab pertanyaannya.”
Saran: Tidak ada.
50. Ex-mahasiswa, 22 tahun, Padang:
“Ketahanan Nasional diuji secara khusus apakah bisa mempertahankan keutuhan
NKRI atau tidak. Jika konflik di Papua tidak bisa dihentikan dan Papua keluar dari
NKRI, hal tersebut bisa juga memicu konflik di daerah lain yang ingin memisahkan
diri juga dari Indonesia.”
Saran: Pemerintah harusnya meratakan pembangunan di seluruh daerah di
Indonesia. Karena Papua dengan sumber daya alam yang sangat berharga tapi
pembangunan dan perhatian tidak maksimal kesana. Selain itu sumber daya
27. manusia di Indonesia ini terutama di Papua harus ditingkatkan kualitasnya dengan
cara pendidikan yang berkualitas juga. Yang paling penting rasa kepercayaan pada
pemerintahan juga harus ditumbuhkan lagi pada penduduk Indonesia supaya WNI
juga memiliki kecintaan yang penuh juga untuk memajukan dan mempertahankan
NKRI.
5.3 Hasil Penelitian DalamPersen
Pemahaman masyarakat terhadap konflik yang terjadi di Papua:
Paham : 22 %
Tidak paham : 32 %
Sedikit paham : 46 %
Penilaian masyarakat mengenai pihak yang bersalah dalam koflik di Papua:
Papua : 6 %
Pemerintahan : 46 %
Tidak tahu : 48 %
Pendapat masyarakat terhadap keinginan Papua untuk merdeka:
Berhak merdeka : 4 %
Harus dipertahankan : 96 %
5.4 Kesimpulan Penelitian
Hanya sedikit masyarakat yang benar-benar paham mengenai konflik yang
terjadi di Papua dan Ketahanan Nasional.
Lebih dari seperempat masyarakat masih tidak paham mengenai konflik yang
terjadi di Papua dan Ketahanan Nasional.
Hanya sebagian masyarakat yang setidaknya sedikit memahami konflik yang
terjadi di Papua dan Ketahanan Nasional.
Hanya sedikit masyarakat yang beranggapan Papua sendiri yang bersalah atas
konflik yang terjadi di daerah tersebut.
Sebagian masyarakat beranggapan pemerintah bersalah atas konflik yang
terjadi di Papua.
Sebagian masyarakat tidak tahu pihak mana yang bersalah atas konflik yang
terjadi di Papua.
Hanya sedikit masyarakat yang menyatakan Papua berhak merdeka dan
membentuk negara sendiri.
Hampir seluruh masyarakat Indonesia di berbagai daerah selain Papua yang
menyatakan pemerintahan harus tetap mempertahankan Papua dalam NKRI.
Masih ada masyarakat dari berbagai kalangan yang tidak peduli terhadap
Ketahanan Nasional.
Masih bannyak generasi muda sebagai generasi penerus bangsa yang belum
memahami Ketahanan Nasional.
28. BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari semua referensi dan catatan-catatan tentang masalah-masalah konflik yang
terjadi di Tanah Papua dahulu hingga sekarang ini, dapat dipahami latar belakang serta
faktor penyebab terjadinya berbagai konflik kekerasan di tanah Papua. Umumnya
kekerasan di Papua terkait dengan konflik antar warga dengan suku, separatisme, dan
kriminalitas. Proses dan hasil pembangunan di Papua selama otonomi khusus belum
dirasakan sepenuhnya oleh orang asli Papua, terutama di wilayah pedalaman. Sebagian
besar masih berada di bawah garis kemiskinan dan terpinggirkan. Bahkan kondisi
pembangunan Papua masih kalah jauh dengan kota-kota kelas dua di wilayah Pulau
Jawa.Warga Papua merasa tidak dihargai dan diabaikan.
Selain itu, minimnya sarana dan prasarana publik di daerah-daerah di Papua dan
Papua Barat, kelaparan dan kondisi kurang gizi di daerah-daerah di Papua, serta
rendahnya tingkat pendidikan di wilayah Indonesia bagian timur itu merupakan faktor-
faktor yang berpotensi menimbulkan konflik.
Tetapi di sisi lain penyebab konflik di Papua, OPM dan sejenisnya adalah sebagai
salah satu penyebab konflik tsb. Tujuan mereka dalah menimbulkan kesan bagi
pemerintah pusat dan daerah serta pihak internasional bahwa Papua selalu tidak aman
karena adanya OPM, ini jelas-jelas bertujuan menggagalkan ide dan keinginan luhur
orang asli Papua untuk berdialog atau berdiskusi dengan pemerintah Indonesia dalam
waktu dekat.
Selain itu, banyaknya peristiwa kekerasan dan konflik yang ada di Papua
menandakan bahwa institusi kepolisian yang ada di Tanah Papua beserta jajaran Polres-
nya di seluruh tanah papua seringkali tidak mampu mengungkapkan kasus-kasus
kekerasan bersenjata yang terjadi di Papua tersebut. Di tambah lagi polisi di daerah ini
susah sekali mendapatkan barang bukti yang bisa menjadi petunjuk penting dalam
mengungkapkan sebab dan siapa pelaku dari setiap kasus tersebut.
Selama kesenjangan itu terjadi, maka akan semakin banyak konflik yang akan tetap
membakar masyarakat di Papua. Apapun kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak
akan benar-benar memadamkan konflik yang terjadi. Justru sebaliknya, menurut kami
masyarakat akan menilai kebijakan yang dilakukan pemerintah tersebut adalah sebagai
akal-akalan mereka saja.
Untuk itu, diharapkan hal ini mendorong pemerintah maupun pihak-pihak yang
terkait lainnya untuk mengupayakan solusi yang komprehensif dengan melakukan
pembangunan secara intensif dan berkesinambungan di tanah Papua tersebut, kondisi
29. ini bisa dijaga oleh pemerintah setempat dan pemangku kepentingan dengan cara
bersinergi atau berkomunikasi dengan cukup baik. Dengan cara seperti itu sedikit demi
sedikit konflik yang ada di bumi cendrawasih tersebut akan memudar, bahkan mungkin
masyarakat akan merasakan kmakmuran perhatian dari pemerintah terhadap tempat
tinggalnya. Pemerintah diharapkan dapat melaksanakan atau merealisasikan apa yang
menjadi angan-angan dari kita semua, mengenai konflik yang terus menerus terjadi di
Papua.
6.2 Saran
Konflik yang terjadi di Papua hanya sebagian kecil saja dari yang terjadi di negeri
ini. Maka daripada itu diharapkan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah
harus fleksibel dalam mengeluarkan kebijakan, tidak hanya berpihak ke salah satu
daerah saja. Hal ini dikarenakan akan menimbulkan kecemburuan sosial tiap daerah
sehingga mengakibatkan konflik yang berkepanjangan.
Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam penyelesaian konflik sangatlah
besar peranannya sehingga perlu adanya pembatasan yang jelas dalam penyelesaian
konflik tersebut.
Yang perlu dicermati adalah kewenangan Pemerintah Daerah yang sangat besar
sehingga perlu adanya bentuk pengawasan yang baik yang dilakukan oleh Pemerintah
Pusat jangan sampai terjadi berbagai kebijakan yang dapat mengakibatkan terjadinya
konflik yang terjadi di setiap kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Pemerintah
Pusat harus aktif dalam melakukan pengawasan sehingga konflik yang terjadi di papua
dapat diselesaikan sacara baik tanpa menggunakan kekerasan dengan baik oleh
Pemerintah Indonesia baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Jika dilihat dari aspek substansi, terdapat 4 cara atau pendekatan yang sering
ditempuh oleh para pihak dalam proses penyelesaian konflik, yaitu: Pertama,
Penghindaran, yaitu penyelesaian yang diharapkan timbul dengan sendirinya. Kedua,
Kekuasaan. yaitu penyelesaian melalui cara paksa atau dengan penggunaan kekuatan
bersenjata oleh institusi militer. Ketiga, Hukum, yaitu penyelesaian konflik melalui
proses arbritase, pencarian fakta yang mengikat, proses legislasi, dan pembuatan
kebijakan pejabat public. Keempat, kesepakatan, yaitu penyelesaian oleh para pihak
melalui proses negosiasi, mediasi, dan konsiliasi.
Akan tetapi dalam kenyataannya kebijakan pemerintah dalam upaya menyelesaikan
konflik kekerasan yang terjadi di Papua tersebut berjalan tidak efektif atau tidak
berhasil. Untuk itu ada beberapa-beberapa hal yang seyogiyanya dilakukan oleh
pemerintah:
1. Hindari untuk mendukung kegiatan-kegiatan berbasis agama yang jelas-jelas
memiliki agenda politik, sehingga tidak memperburuk persoalan yang sudah ada,
30. dan menginstruksikan TNI dan Polri untuk memastikan bahwa para personil yang
bertugas di Papua tidak dilihat berpihak kepada salah satu pihak.
2. Mengidentifikasi pendekatan-pendekatan baru untuk menangani ketegangan antar
agama di tingkat akar rumput, lebih dari sekedar kampanye dialog antar agama di
antara para elit yang seringkali tidak efektif.
3. Memastikan bahwa pendanaan atau sumbangan keuangan pemerintah terhadap
kegiatan-kegiatan agama dilakukan secara transparan dan diaudit secara
independen, di mana informasi mengenai jumlah dan para penerima dana bisa
dilihat dengan mudah di situs-situs atau di dokumen publik.
4. Menghindari mendanai kelompok-kelompok yang menyerukan eksklusivitas atau
permusuhan terhadap agama lain.
5. Memastikan debat publik mengenai persentase lapangan kerja bagi warga asli Papua
dan dan dampak lebih jauh dari imigrasi penduduk dari luar Papua ke Papua
sebelum menyetujui pembagian daerah administratif lebih lanjut.
6. Menolak peraturan daerah yang diskriminatif dan menghapus kebijakan-kebijakan
yang memarjinalisasikan orang Papua.
7. Pemerintah harus memenuhi dan menjamin terpenuhinya hak-hak dasar orang
papua seperti kesehatan, pendidikan, kesejahteraaan dan pelayanan publik.
8. Pemerintah memfasilitasi dialog antar ummat beragama bersama rakyat Papua agar
terciptanya saling percaya antara pemerintah pusat dan warga Papua.
9. Pemerintah harus mengakui secara jujur bahwa selama ini bertindak dengan salah
dalam mengatasi konflik yang ada di Papua demi terciptanya rekonsiliasi.
Secara teoritis, dikenal 3 sarana upaya penyelesaian konflik, yaitu:
a) Konsiliasi, umumnya dilakukan melalui lembaga legislatif atau parlemen yang
bermaksud memberikan kesempatan kepada semua pihak yang terlibat konflik
untuk berdiskusi atau memperdebatkan secara terbuka masalah yang terjadi dalam
konteks mencapai kesepakatan atau kompromi bersama.
b) Mediasi mengajak atau mendorong kepada para pihak yang terlibat untuk
kesepakatan melalui nasihat dari pihak ketiga yang disetujui. serta
c) Arbitran, para pihak yang terlibat bersepakat untuk mendapatkan menunjuk wasit
penilai untuk memberikan keputusan yang bersifat legal sebagai jalan keluar dari
konflik.