Bab ini membahas tinjauan pustaka mengenai metode analisis yang digunakan dalam penelitian yaitu statistika deskriptif, analisis korespondensi, dan algoritmanya. Analisis korespondensi digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel dengan merepresentasikan baris dan kolom tabel kontingensi dalam ruang vektor berdimensi rendah. SVD dipergunakan untuk mereduksi dimensi data sehingga dapat mempertahankan informasi optimal. Jarak chi-ku
1. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Statistik
Metode analisis yang digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan adalah dengan menggunakan Statistika Deskriptif
dan Analisis Korespondensi.
2.1.1 Analisis Deskriptif
Statistika Deskriptif adalah metode-metode yang
berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data
sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistika
deskriptif memberikan informasi hanya mengenai data yang
dipunyai. Dengan analisis ini dapat diketahui besarnya frekuensi
yang diperoleh dari setiap kategori variabel-variabel yang diteliti,
selain itu dapat diketahui besarnya prosentase tiap-tiap kategori
tersebut. Penyajian hasil analisis ini dapat berupa tabel, diagram
atau grafik.
2.1.2 Analisis Korespondensi (Correspondence Analysis)
Menurut Greenacre (1984) Analisis Korespondensi
merupakan bagian analisis multivariate yang mempelajari
hubungan antara dua atau lebih variabel dengan memperagakan
baris dan kolom secara serempak dari tabel kontingensi dua arah
dalam ruang vektor berdimensi rendah (dua). Analisis
korespondensi digunakan untuk mereduksi dimensi variabel dan
menggambarkan profil vektor baris dan vektor kolom suatu
matrik data dari tabel kontingensi.
Hasil dari analisis korespondensi biasanya mengikutkan
dua dimensi terbaik untuk mempresentasikan data, yang menjadi
koordinat titik dan suatu ukuran jumlah informasi yang ada dalam
setiap dimensi yang biasa dinamakan inertia (Johnson dan
Wichern 2002).
5
2. 6
2.1.3 Algoritma Analisis Korespondensi
Secara geometri baris dan kolom dari suatu matriks
X(nxp) dengan n baris dan p kolom dipandang sebagai titik-titik
(unsur) dalam suatu ruang berdimensi p atau n
Tabel 2.1 Bentuk Umum Tabel Kontingensi
Variabel II
Variabel I Total
1 2 3 …. p
1 X11 X12 X13 … X1p X1.
2 X21 X22 X23 … X2p X2.
3 X31 X32 X33 … X3p X3.
… … … … … … …
… … … … … … …
n Xn1 Xn2 Xn3 … Xnp Xp.
Total X.1 X.2 X.3 … X.p X..
Sumber : Greenacre, 1984
p n n p
xi . = xij x. j = x ij x.. = xij (2.1)
j =1 i =1 i =1 j =1
dimana: i = 1,2,...,n j=1,2,......p
Secara umum matriks data berukuran n x p dengan
unsur–unsur xij sebagai frekuensi. Untuk mendapatkan sebuah
visualisasi baris dan kolom matriks data asli dalam dimensi yang
lebih rendah terlebih dahulu dibangun matriks P(nxp) sebagai
matriks analisis korespondensi P(nxp) didefinisikan sebagai matriks
frekuensi relatif dari x, maka :
x np
p np = , (2.2)
n
Jumlahan baris n merupakan massa baris dan jumlahan
kolom p merupakan massa kolom.
3. 7
Tabel 2.2 Bentuk Umum Frekuensi Relatif Dua Dimensi
Variabel II Massa
Variabel I
1 2 3 .. p Baris
1 P11 P12 P13 P1p P1.
2 P21 P22 P23 P2p P2.
3 P31 P32 P33 P31 P3.
…
…
n Pn1 Pn2 Pn3 Pnp Pn.
Massa
P.1 P.2 P.3 P.p 1
Kolom
Sumber : Greenacre, 1984
p n n p
Pi . = Pij P. j = Pij P.. = Pij (2.3)
j =1 i =1 i =1 j =1
dimana : i = 1,2,....n j = 1,2,......p
Matrik N adalah matriks data yang unsur-unsurnya
merupakan bilangan positif berukuran I xJ dimana I menunjukkan
baris dan J menunjukkan kolom. P adalah Matriks korespondensi
didefinisikan sebagai matriks yang unsur-unsurnya adalah unsur
matriks N yang telah dibagi dengan jumlah total unsur matriks N.
Vektor jumlah baris dan kolom dari matriks P masing-masing
dinotasikan dengan r dan c . Matrik diagonal dari elemen-elemen
vektor jumlah baris r adalah matriks Dr dengan ukuran (I x I)
sedangkan Dc adalah matrik diagonal dengan ukuran (JxJ) dari
elemen-elemen vektor jumlah kolom c. Dari uraian di atas, dapat
dinotasikan sebagai berikut:
Matriks data
N(I x J) ≡ [nij], nij ≥ 0 (2.4)
Matriks korespondensi
P ≡ (1/n..)N, dimana n.. = 1TN1 (2.5)
Jumlah baris dan kolom
r(nx1) = P(nxp) . 1(px1) c(px1) = PT(pxn) . 1(nx1) (2.6)
4. 8
dimana ri > 0 ( i = 1...I), cj > 0 ( j = 1...J)
Dr ≡ diag(r) dan Dc ≡ diag(c) (2.7)
p1. 0 . . 0 p.1 0 . . 0
0 p2. . . 0 p.2 . . .
Dr = . . p3. . . Dc = . . p.3 . 0 (2.8)
. . 0 . . . . .
0 . . 0 pn. 0 . . . p.p
Profil baris dan profil kolom dari matrik P diperoleh
dengan cara membagi vektor baris dan vektor kolom dengan
masing-masing massanya. Matriks profil baris (R) dan profil
kolom (C) dinyatakan oleh:
Profil matriks baris dan kolom
ˆ
r1T ˆT
c1
−
. −
.
R ≡ Dr 1P ≡ C ≡ Dc 1P T ≡ (2.9)
. .
ˆ
rIT ˆJ
cT
ˆ
Kedua profil, yaitu profil baris ri (i = 1...I) dan profil
ˆ
kolom c j (j = 1...J) ditulis secara berturut-turut dalam baris R dan
kolom C. (Greenacre, 1984).
2.1.4 Singular Value Decomposition (SVD)
Untuk mereduksi dimensi data berdasarkan keragaman
data (nilai eigen/inersia) terbesar dengan mempertahankan
informasi yang optimum, diperlukan penguraian nilai singular.
Penguraian nilai singular (SVD) merupakan salah satu konsep
Aljabar matriks dan konsep eigen decomposition yang terdiri dari
nilai eigen dan vektor eigen. Nilai singular dicari untuk
memperoleh koordinat baris dan kolom sehingga hasil analisis
5. 9
korespondensi dengan mudah diketahui hubungan (assosiasinya)
jika divisualisasikan dalam bentuk grafik. (Greenacre, 1984).
Penguraian nilai singular diekspresikan dalam I x J matriks
A dengan rank P dilakukan berdasarkan :
P(* ) = U IX ( J −1) Λ ( J −1) X ( J −1)V(T −1) XJ
IXJ J (2.10)
~
dimana : rank (P*) = rank (P ) ≤ J – 1
UTU = I = VTV
dan diagonal matrik Λ = diag ( 1, 2,......., J-1) berisi nilai singular
dari yang terbesar hingga terkecil pada diagonalnya. (Johnson dan
Winchern, 2002)
J −1
~ ~ ~ ~ ~ (2.11)
P = P − rc T = U Λ V T = λ j u j v jT
j =1
~ ~ ~
dengan U = Dr / 2U dan V = DC / 2V , dimana u j merupakan
1 1
~ ~
vektor kolom ke-j dari U dan v j merupakan vektor kolom
~ ~
ke-j dari V . Kolom U merupakan koordinat sumbu yang
digunakan sebagai penunjuk profil kolom matriks P.
Koordinat baris dan kolom melalui perhitungan Singular
~
Value Decomposition (SVD) matriks P–rct. Kolom V
merupakan koordinat sumbu yang digunakan sebagai
penunjuk titik profil baris matriks P.
′
( )( )
K
P − rc t = λ k D1 2 u k D1 2 v k
r c
k =1
dimana P – rct adalah nilai singular dekomposisi (SVD), λ k ada-
lah nilai singular, vektor uk Ix1 dan vektor vk Jx1 merupakan si-
ngular vektor korespondensi matriks D −1 2 (P − rc′)D c 1 2
r
−
Koordinat profil baris :
~
X ( IX ( J − 1 )) = D r− 1 ( IXI ) U ( IX ( J − 1 )) Λ (( J − 1 ) X ( J − 1 )) (2.12)
6. 10
Koordinat profil kolom :
~
Y ( IX ( J − 1 )) = D c− 1 ( JXJ ) V ( JX ( J − 1 )) Λ (( J − 1 ) X ( J − 1 )) (2.13)
Inersia menunjukkan akhir sumbu koordinat plot-plot
dimensi dengan kuadrat nilai singular dalam dimensi yang ada.
Total inersia didefinisikan sebagai jumlah dari nilai singular tak
nol.
k
Total Inersia = λi2 (2.14)
i =1
dimana 1 2 ......., k > 0 adalah diagonal tak nol dari elemen
Λ.
Sehingga total inersia merupakan ukuran dari semua
variasi dalam titik yang menunjukan profil baris atau kolom.
I J
ri (ri − c)T Dc−1 (ri − c) =
ˆ ˆ c j (c j −r )T Dr−1 (c j − r ) (2.15)
ˆ ˆ
i =1 j =1
atau
ri ( f ij / ri − c j ) / c j =
2
cj ( f ij / c j − ri ) 2 / ri (2.16)
i j j i
2.1.5 Penentuan Jarak Profil
Jarak yang digunakan untuk dapat menggambarkan titik-
titik pada plot korespondensi adalah jarak Chi-Square yaitu :
a. Jarak antara dua baris ke-i dan ke-i’ adalah:
2
p
1 f ij f i'
d (i, i '=
) j
2
− (2.17)
j =1 f. j f i. f i'
.
nij n p
dimana : f = f ij = 1
n i =1 j =1
nij menunjukkan nilai pada baris ke-i kolom ke-j
p
ni n
dan f i . = f ij = f i. = 1
j =1 n.. i =1
7. 11
n n. j p
f. j = f ij = f. j = 1
j =1 n.. ji =1
n= nij
ij
Dengan: f i. = massa baris yang diperoleh dari jumlahan baris
dari matrik P
f j . = massa kolom dari penjumlahan kolom matriks P
b. Jarak antara dua kolom ke-j dan ke-j’ adalah:
2
n
1 f ij f ij '
d 2
( j, j '=
) − (2.18)
i =1 f i. f . j f . j '
Jarak khi-kuadrat dapat dikonversikan menjadi nilai
similarity dengan memberi tanda yang berlawanan dengan tanda
pada nilai difference (Hair, 1998). Dimana nilai difference adalah:
Difference = nilai aktual – nilai ekspektasi (2.19)
Dan nilai ekspektasi diperoleh dari :
Ekspektasi = (total baris x total kolom ) ÷ total keseluruhan (2.21)
2.1.6 Kontribusi Mutlak dan Korelasi Kuadrat
Kontribusi mutlak (absolute contribution) adalah proporsi
keragaman yang diterangkan masing-masing titik terhadap sumbu
utamanya. Nilai kontribusi mutlak digunakan untuk menentukan
suatu titik yang masuk pada suatu faktor atau dimensi dengan
kriteria bahwa titik yang masuk ke dalam suatu faktor adalah
yang mempunyai nilai atau proporsi yang terbesar. Sedangkan
kontribusi relatif adalah (relative contribution) adalah bagian
ragam dari suatu titik yang dapat diterangkan oleh sumbu
utamanya. Semakin tinggi nilai korelasi kuadrat menunjukkan
bahwa sumbu utama mampu menerangkan nilai inersia dengan
baik sekali, dan sebaliknya semakin kecil nilai korelasi kuadrat
maka semakin sedikit nilai inersia yang dapat diterangkan oleh
sumbu utama
8. 12
Kontribusi relatif atau korelasi baris ke i atau kolom j
dengan komponen k adalah kontribusi axis ke inersia baris ke i
atau kolom ke j, dinyatakan dalam persen inersia baris ke i atau
kolom ke j.
(massa baris ke i )( f ik )
Korelasi axis ke k dan baris ke i =
(inersia baris ke i )
(massa kolom ke j)( f jk )
Korelasi axis ke k dan kolom ke j =
(inersia kolom ke j)
dimana f ik adalah koordinat profil baris ke i pada axis ke k, f jk
adalah koordinat profil kolom ke j pada axis ke k.
Kontribusi baris ke i atau kolom ke j ke axis k (kontribusi
mutlak), dinyatakan dengan persen inersia axis ke k.
(massa baris ke i )( f ik )
Kontribusi baris ke i dan axis ke k =
(inersia axis ke k )
(massa kolom ke j)( f jk )
Kontribusi kolom ke j dan axis ke k =
(inersia axis ke k )
χ 2 yang merupakan jarak kuadrat antara vektor p dari
frekuensi relatif observasi dan vektor p dari ekspektasi frekuensi
relatif, n merupakan total frekuensi observasi [Greenacre, 1984].
Nilai χ 2 dapat dituliskan dalam rumus sebagai berikut:
χ i2 = ni (p i − p )T D p (p i − p )
−1
(2.22)
total χ adalah
2
χ2 = i
χ i2 (2.23)
dimana elemen ke j dari p dapat dituliskan sebagai berikut:
p= i
ni pi i
ni
9. 13
[
p i = pi1 pi 2 pi 3 ... pij ]
T
Maka jarak Chi-Square dapat dicari dengan rumus sebagai
berikut:
χ2 =
(observasi − ekspektasi frekuensi)2 (2.24)
ekspektasi frekuensi
Untuk mengetahui sejauh mana hubungan-hubungan kategori
yang terbentuk, dapat dilihat melalui beberapa definisi, yaitu :
1. Quality
Proporsi dari kolom inersia yang ditunjukkan oleh semua
perhitungan komponen. Semakin besar quality menunjukkan
bahwa suatu kategori semakin baik diterangkan oleh
komponen-komponen yang terbentuk.
2. Massa
Proporsi dari kategori terhadap keseluruhan data. Massa
menyatakan bobot dari masing-masing titik, baik pada baris
maupun kolomnya.
3. Inertia
Proporsi dari inersia yang disumbang oleh masing-masing
kolom. Semakin besar inersia, menunjukkan bahwa hubungan
suatu kategori semakin jauh dengan kategori lainnya.
4. Coordinat
Merupakan koordinat dari kolom-kolom. Koordinat
menunjukkan letak kategori-kategori sesuai dengan
komponen-komponen yang terbentuk.
5. Correlation
Menunjukkan sumbangan masing-masing komponen-
komponen terhadap inersia baris. Korelasi merupakan suatu
nilai yang menyatakan ragam dari suatu titik yang dapat
diterangkan oleh sumbu utama. Nilai ini disebut korelasi
kuadrat. Semakin besar korelasi menunjukkan bahwa suatu
kategori semakin baik diterangkan oleh komponen yang
terbentuk.
10. 14
6. Contribution
Kontribusi dari baris terhadap sumbu inersia. Kontribusi
menyatakan proporsi keragaman yang diterangkan oleh
masing-masing titik terhadap sumbu utamanya.
Kontribusi mutlak ini digunakan untuk menentukan suatu
titik yang masuk pada suatu faktor. Kriteria yang masuk
dalam faktor tersebut dicari nilai yang relatif besar.
2.2 Tinjauan Non Statistik
Tinjauan non statistik ini membahasa tentang pembagian
Bakorwil (Badan Koordinasi Wilayah) dan Jenis-Jenis
Pelanggaran Lalu Lintas.
2.2.1. Bakorwil (Badan Koordinasi Wilayah)
Jawa Timur merupakan sebuah propinsi di bagian timur
Pulau Jawa dengan ibukota Surabaya. Propinsi Jawa Timur
memiliki luas wilayah 47.922 km2. Jawa Timur merupakan
provinsi terluas diantara propinsi-propinsi lain di Pulau Jawa
lainnya serta memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di
Indonesia setelah Jawa Barat. Secara administratif, Jawa Timur
terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota, menjadikan Jawa Timur
sebagai propinsi yang memiliki jumlah kabupaten/kota terbanyak
di Indonesia. Untuk mempermudah dalam pengawasan dan
pengembangan dalam bidang ketertiban lalu lintas Jawa Timur
dibagi dalam kedalam empat Badan Koordinasi Wilayah
(Bakorwil) oleh pihak Badan Pusat statistik, pembagian Bakorwil
tersebut didasarkan pada letak geografis kabupaten/kota yang
saling berdekatan. Pembangian Bakorwil di Jawa Timur yaitu
sebagai berikut: Bakorwil I (Madiun) meliputi Kab.Pacitan,
Kab.Ponorogo, Kab.Trenggalek, Kab.Tulungagung, Kab.Blitar,
Kab.Nganjuk, Kab.Madiun, Kab.Magetan, Kab.Ngawi,
Kota.Blitar, Kota Madiun. Bakorwil II (Bojonegoro) meliputi
Kab.Kediri, Kab.Mojokerto, Kab.Jombang, Kab.Bojonegoro,
Kab.Tuban, Kab.Lamongan, Kota.Kediri, Kota.Mojokerto.
Bakorwil III (Malang) meliputi Kab.Malang, Kab.Lumajang,
Kab.Jember, Kab.Banyuwangi, Kab.Bondowoso, Kab.Situbondo,
11. 15
Kab.Probolinggo, Kab.Pasuruan, Kota Malang,
Kota.Probolinggo, Kota.Pasuruan, Kota.Batu. Bakorwil IV
(Madura) meliputi Kab.Sidoarjo, Kab.Gresik, Kab.Bangkalan,
Kab.Sampang, Kab.Pamekasan, Kab.Sumenep, Kota.Surabaya.
2.2.2. Jenis-Jenis Pelanggaran Lalu Lintas
Banyak pelanggaran lalu lintas yang sering terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Adapun jenis-jenis yang sering terjadi
adalah sebagai berikut:
a. Kelengkapan Surat
Jenis pelanggaran berupa kelengkapan surat meliputi tidak
mempunyai SIM, tidak memiliki STNK (Surat Tanda Nomor
Kendaraan), dan tidak mempunyai BPKB (Bukti Pembayaran
Kendaraan Bermotor).
b. Ketentuan Muatan
Jenis Pelanggaran yang berupa ketentuan muatan adalah
ketentuan yang melebihi yang telah ditentukan. kelebihan
beban 0-5 persen dikategorikan bukan pelanggaran.
Kelebihan beban 5-30 persen harus membayar biaya
kompensasi, sedangkan pelanggaran lebih dari 30 persen
memperoleh sanksi pidana. Batas 30 persen pelanggaran itu
didasarkan pada ambang batas keselamatan yang dihitung dan
ditetapkan secara teknis.
c. Batas Kecepatan
Jenis pelanggaran Batas kecepatan adalah berkendara dengan
melebihi kecepatan yang telah ditentukan. Apabila melebihi
yang telah ditentukan akan dikenai sanksi yang telah
ditentukan.
d. Rambu Lalu Lintas
Pelanggaran rambu lalu lintas adalah pelanggaran yang sering
terjadi dan sering dilakukan di setiap kabupaten/kota di
Propinsi Jawa Timur. Pelanggaran ini meliputi terus
mengendarai motor ketika lampu lalu lintas merah, memarkir
kendaraan yang terdapat rambu dilarang parkir, dan lain
sebagainya.
12. 16
e. Kelengkapan Kendaraan
Jenis pelanggaran berupa kelengkapan kendaraan meliputi
antara lain adalah tidak terdapat spion, lampu yang tidak
berfungsi dengan baik, tidak terdapat spedometer, dan lain-
lain.