SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna)
membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang
belakang (medulla spinalis). Diagnosa tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis
dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Dengan
pemeriksaan klinis kadang sulit menegakkan diagnosa tumor otak apalagi membedakan yang
benigna dan yang maligna, karena gejala klinis yang ditemukan tergantung dari lokasi tumor,
kecepatan pertumbuhan masa tumor dan cepatnya timbul gejala tekanan tinggi intrakranial
serta efek dari masa tumor kejaringan otak yang dapat menyebabkan kompresi, infasi dan
destruksi dari jaringan otak.
Jumlah penderita kanker otak masih rendah, yakni hanya enam per 100.000 dari pasien
tumor/kanker per tahun, namun tetap saja penyakit tersebut masih menjadi hal yang
menakutkan bagi sebagian besar orang. Pasalnya, walaupun misalnya tumor yang menyerang
adalah jenis tumor jinak, bila menyerang otak tingkat bahaya yang ditimbulkan umumnya
lebih besar daripada tumor yang menyerang bagian tubuh lain. Tumor susunan saraf pusat
ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh tubuh, dengan frekuensi 80% terletak
pada intrakranial dan 20% di dalam kanalis spinalis. Di Indonesia data tentang tumor susunan
saraf pusat belum dilaporkan. Insiden tumor otak pada anak-anak terbanyak dekade 1, sedang
pada dewasa pada usia 30-70 dengan pundak usia 40-65 tahun.
Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara sangat
cepat pada daerah central nervous system (CNS). Sel ini akan terus berkembang mendesak
jaringan otak yang sehat di sekitarnya, mengakibatkan terjadi gangguan neurologis
(gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial). Hal ini ditandai dengan
nyeri kepala, nausea, muntah dan papil edema. Penyebab dari tumor belum diketahui. Namun
ada bukti kuat yang menunjukan bahwa beberapa agent bertanggung jawab untuk beberapa
tipe tumor-tumor tertentu. Agent tersebut meliptu faktor herediter, kongenital, virus, toksin,
dan defisiensi immunologi. Ada juga yang mengatakan bahwa tumor otak dapat terjadi akibat
sekunder dari trauma cerebral dan penyakit peradangan. (Fagan Dubin, 1979; Larson, 1980;
Adams dan Maurice, 1977; Merrit, 1979).
Untuk Penatalaksanaan tumor otak, yang perlu diperhatikan adalah usia, general health,
ukuran tumor, lokasi tumor dan jenis tumor. Metode yang dapat digunakan antara lain:
pembedahan, radiotherapy, dan chemotherapy. Seorang Perawat berperan untuk membuat
asuhan keperawatan yang tepat bagi klien dengan tumor otak serta mengimplementasikannya
secara langsung mulai dari pengkajian, diagnosa, hingga intervensi yang harus diberikan.
1.2 Rumusan Masalah
1.

Apa definisi dari tumor otak?

2.

Apa manifestasi klinis dari tumor otak?

3.

Bagaimana etiologi dari tumor otak?

4.

Bagaimana patofisiologi dari tumor otak?

5.

Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada penderita tumor otak?

6.

Bagaimana penatalaksanaan dari tumor otak?

7.

Apa saja komplikasi dari tumor otak?

8.

Bagaimana prognosis dari tumor otak?

9.

Bagaimana woc (web of caution) dari tumor otak?

10. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada penderita tumor otak?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan tumor otak.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.

Mengetahui dan memahami definisi tumor otak.

2.

Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari tumor otak.

3.

Mengetahui dan memahami etiologi/ faktor pencetus tumor otak.

4.

Mengetahui dan memahami patofisiologi tumor otak.

5.

Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada tumor otak.

6.

Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan tumor otak.

7.

Mengetahui dan memahami komplikasi dari tumor otak.
8.

Mengetahui dan memahami prognosis dari tumor otak.

9.

Mengetahui dan memahami WOC tumor otsk.

10. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan tumor otak.

1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami dan membuat asuhan
keperawatan pada klien dengan tumor otak, serta mampu mengimplementasikannya dalam
proses keperawatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tumor Otak
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan ruang baik jinak
maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. (price, A. Sylvia, 1995: 1030).
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna)
membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang
belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa
tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri
disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker
paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder. (Mayer. SA,2002).
Tekanan intra kranial ( TIK ) adalah suatu fungsi nonlinier dari fungsi otak, cairan
serebrospinal (CSS) dan volume darah otak sehingga. Sedangkan peningkatan intra kranial
(PTIK) dapat terjadi bila kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini tidak akan
cepat menyebabkan tekanan tinggi intrakranial, sebab volume yang meninggi ini dapat
dikompensasi dengan memindahkan cairan serebrospinal dari rongga tengkorak ke kanalis
spinalis dan volume darah intrakranial akan menurun oleh karena berkurangnya peregangan
durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal dengan complience. Jadi jika
otak, darah dan cairan serebrospinal volumenya terus menerus meninggi, maka mekanisme
penyesuaian ini akan gagal dan terjadi peningkatan intrakranial yang mengakibatkan herniasi
dengan gagal pernapasan dan gagal jantung serta kematian.
2.2 Klasifikasi Tumor Otak
Tumor otak dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
2.2.1 Berdasarkan Jenis Tumor
a. Jinak
1.

Acoustic neuroma

2.

Meningioma

Sebagian besar tumor bersifat jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi jaringan
sekitarnya tetapi menekan struktur yang berada di bawahnya. Pasien usia tua sering terkena
dan perempuan lebih sering terkena dari pada laki-laki. Tumor ini sering kali memiliki
banyak pembuluh darah sehingga mampu menyerap isotop radioaktif saat dilakukan
pemeriksaan CT scan otak.
1.

Pituitary adenoma

2.

Astrocytoma (grade I)

b. Malignant
1.

Astrocytoma (grade 2,3,4)

2.

Oligodendroglioma

Tumor ini dapat timbul sebagai gangguan kejang parsial yang dapat muncul hingga 10 tahun.
Secara klinis bersifat agresif dan menyebabkan simptomatologi bermakna akibat peningkatan
tekanan intrakranial dan merupakan keganasan pada manusia yang paling bersifat
kemosensitif.
1.

Apendymoma

Tumor ganas yang jarang terjadi dan berasal dari hubungan erat pada ependim yang menutup
ventrikel. Pada fosa posterior paling sering terjadi tetapi dapat terjadi di setiap bagian fosa
ventrikularis. Tumor ini lebih sering terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Dua faktor
utama yang mempengaruhi keberhasilan reseksi tumor dan kemampuan bertahan hidup
jangka panjang adalah usia dan letak anatomi tumor. Makin muda usia pasien maka makin
buruk progmosisnya.
2.2.2 Berdasarkan Lokasi
a. Tumor Supratentorial
Hemisfer otak, terbagi lagi :
1.

Glioma :
i)

Glioblastoma multiforme

Tumor ini dapat timbul dimana saja tetapi paling sering terjadi di hemisfer otak dan sering
menyebar kesisi kontra lateral melalui korpus kolosum.
ii)
iii)

Astroscytoma
Oligodendroglioma

Merupakan lesi yang tumbuh lambat menyerupai astrositoma tetapi terdiri dari sel-sel
oligodendroglia. Tumor relative avaskuler dan cenderung mengalami klasifikasi biasanya
dijumpai pada hemisfer otak orang dewasa muda.
1.

Meningioma

Tumor ini umumnya berbentuk bulat atau oval dengan perlekatan duramater yang lebar
(broad base) berbatas tegas karena adanya psedokapsul dari membran araknoid. Pada
kompartemen supratentorium tumbuh sekitar 90%, terletak dekat dengan tulang dan kadang
disertai reaksi tulang berupa hiperostosis. Karena merupakan massa ekstraaksial lokasi
meningioma disebut sesuai dengan tempat perlekatannya pada duramater, seperti Falk (25%),
Sphenoid ridge (20%), Konveksitas (20%), Olfactory groove (10%), Tuberculum sellae
(10%), Konveksitas serebellum (5%), dan Cerebello-Pontine angle. Karena tumbuh lambat
defisit neurologik yang terjadi juga berkembang lambat (disebabkan oleh pendesakan struktur
otak di sekitar tumor atau letak timbulnya tumor). Pada meningioma konveksitas 70% ada di
regio frontalis dan asimptomatik sampai berukuran besar sekali. Sedangkan di basis kranii
sekitar sella turcika (tuberkulum sellae, planum sphenoidalis, sisi medial sphenoid ridge)
tumor akan segera mendesak saraf optik dan menyebabkan gangguan visus yang progresif.

1.

Tumor Infratentorial

2.

Schwanoma akustikus

3.

Tumor metastasisc
Lesi-lesi metastasis menyebabkan sekitar 5 % – 10 % dari seluruh tumor otak dan dapat
berasal dari setiap tempat primer. Tumor primer paling sering berasal dari paru-paru dan
payudara. Namun neoplasma dari saluran kemih kelamin, saluran cerna, tulang dan tiroid
dapat juga bermetastasis ke otak.
1.

Meningioma

Meningioma merupakan tumor terpenting yang berasal dari meningen, sel-sel
mesotel, dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan dura.
1.

Hemangioblastoma

Neoplasma yang terdiri dari unsur-unsur vaskuler embriologis yang paling sering
dijumpai dalam serebelum.
2.3 Etiologi Tumor Otak
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti walaupun telah banyak
penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu:
1.

Herediter

Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrocytoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota
sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weberyang dapat dianggap sebagai
manifestasi pertumbuhan baru memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis
neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor
hereditas yang kuat pada neoplasma.
1.

Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)

Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang
mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya sebagian dari
bangunan embrional tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan merusak bangunan di
sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma
intrakranial dan kordoma.
1.

Radiasi

Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma.
Meningioma pernah dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
1.

Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan
dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma
tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan
tumor pada sistem saraf pusat.
1.

Substansi-substansi karsinogenik

Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah
diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik sepertimethylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea.
Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.
1.

Trauma Kepala

2.4 Manifestasi Klinis Tumor Otak
1.

a. Nyeri Kepala

Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang kemudian berkembang
menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten. Nyeri kepala berat juga sering diperhebat
oleh perubahan posisi, batuk, maneuver valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan
bersama nyeri kepala pada 50% penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial
sebanyak 80 % dan terutama pada bagian frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan
nyeri alih ke oksiput dan leher.
1.

b. Perubahan Status Mental

Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan mood dan
berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala umum pada penderita dengan tumor lobus frontal
atau temporal. Gejala ini bertambah buruk dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan
terjadinya somnolen hingga koma.
1.

c. Seizure

Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti astrositoma,
oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi pada tumor di lobus frontal baru
kemudian tumor pada lobus parietal dan temporal.
1.

d. Edema Papil

Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab dengan teknik
neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema papil pada awalnya tidak menimbulkan
gejala hilangnya kemampuan untuk melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat
menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan
menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.
1.

Muntah

Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa tumor tersebut juga
mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah berulang pada pagi dan malam hari,
dimana muntah yang proyektil tanpa didahului mual menambah kecurigaan adanya massa
intracranial.
1.

Vertigo

Pasien merasakan pusing yang berputar dan mau jatuh.
2.5 Patofisiologi Tumor Otak
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis. Gejala-gejala terjadi berurutan. Hal ini
menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala-gejalanya sebaiknya
dibicarakan dalam suatu perspektif waktu. Gejala neurologik pada tumor otak biasanya
dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan
intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan
infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja
disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat. Perubahan suplai
darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan
otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi
secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan
kompresi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapatumor membentuk
kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan
neurologis fokal. Peningkatan tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :
bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan
sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa, karena
tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas
menimbulkan oedema dalam jaruingan otak. Mekanisme belum seluruhnyanya dipahami,
namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena
dan oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan
volume intrakranial. Observasi sirkulasi cairan serebrospinaldari ventrikel laseral ke ruang
sub arakhnoid menimbulkan hidrocepalus.
Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa, bila terjadi secara cepat akibat
salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi
memerlukan waktu berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oelh karena itu
tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara
lain bekerja menurunkan volume darahintra kranial, volume cairan serebrospinal, kandungan
cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati
mengakibatkan herniasi ulkus atau serebulum. Herniasi timbul bila girus medialis lobus
temporals bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak.
Herniasi menekan men ensefalon menyebabkab hilangnya kesadaran dan menenkan saraf
ketiga. Pada herniasi serebulum, tonsil sebelum bergeser ke bawah melalui foramen magnum
oleh suatu massa posterior. Kompresi medula oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat.
Intrakranialyang cepat adalah bradicardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan
nadi dan gangguan pernafasan).
2.6 Pemeriksaan Diagnostik Tumor Otak
1.

CT scan dan MRI

Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur investigasi awal ketika
penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda penyakit otak yang difus atau
fokal, atau salah satu tanda spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit
membedakan tumor dari abses ataupun proses lainnya.
1.

Foto polos dada

Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu metastasis yang akan
memberikan gambaran nodul tunggal ataupun multiple pada otak.
1.

Pemeriksaan cairan serebrospinal

Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi
pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar.
Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai
cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).
1.

Biopsi stereotaktik

Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.
1.

Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.

1.

Elektroensefalogram (EEG)

Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat
memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
2.7 Penatalaksanaan Tumor Otak
Faktor –faktor Prognostik sebagai Pertimbangan Penatalaksanaan
1.

Usia

2.

General Health

3.

Ukuran Tumor

4.

Lokasi Tumor

5.

Jenis Tumor
Untuk tumor otak ada tiga metode utama yang digunakan dalam penatalaksaannya, yaitu

a. Surgery
Terapi Pre-Surgery :
Steroid ® Menghilangkan swelling, contoh dexamethasone
Anticonvulsant ® Untuk mencegah dan mengontrol kejang, seperti carbamazepine
Shunt ® Digunakan untuk mengalirkan cairan cerebrospinal
Pembedahan merupakan pilihan utama untuk mengangkat tumor. Pembedahan
pada tumor otak bertujuan utama untuk melakukan dekompresi dengan cara mereduksi efek
massa sebagai upaya menyelamatkan nyawa serta memperoleh efek paliasi. Dengan
pengambilan massa tumor sebanyak mungkin diharapkan pula jaringan hipoksik akan terikut
serta sehingga akan diperoleh efek radiasi yang optimal. Diperolehnya banyak jaringan tumor
akan memudahkan evaluasi histopatologik, sehingga diagnosis patologi anatomi diharapkan
akan menjadi lebih sempurna. Namun pada tindakan pengangkatan tumor jarang sekali
menghilangkan gejala-gelaja yang ada pada penderita.
b. Radiotherapy
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam penatalaksanaan
proses keganasan. Berbagai penelitian klinis telah membuktikan bahwa modalitas terapi
pembedahan akan memberikan hasil yang lebih optimal jika diberikan kombinasi terapi
dengan kemoterapi dan radioterapi.
Sebagian besar tumor otak bersifat radioresponsif (moderately sensitive), sehingga
pada tumor dengan ukuran terbatas pemberian dosis tinggi radiasi diharapkan dapat
mengeradikasi semua sel tumor. Namun demikian pemberian dosis ini dibatasi oleh toleransi
jaringan sehat disekitarnya. Semakin dikit jaringan sehat yang terkena maka makin tinggi
dosis yang diberikan. Guna menyiasati hal ini maka diperlukan metode serta teknik
pemberian radiasi dengan tingkat presisi yang tinggi.
Glioma dapat diterapi dengan radioterapi yang diarahkan pada tumor sementara
metastasis diterapi dengan radiasi seluruh otak. Radioterapi jyga digunakan dalam tata
laksana beberapa tumor jinak, misalnya adenoma hipofisis.

c. Chemotherapy
Pada kemoterapi dapat menggunakan powerfull drugs, bisa menggunakan satu
atau dikombinasikan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan untuk membunuh sel tumor pada
klien. Diberikan secara oral, IV, atau bisa juga secara shunt. Tindakan ini diberikan dalam
siklus, satu siklus terdiri dari treatment intensif dalam waktu yang singkat, diikuti waktu
istirahat dan pemulihan. Saat siklus dua sampai empat telah lengkap dilakukan, pasien
dianjurkan untuk istirahat dan dilihat apakah tumor berespon terhadap terapi yang dilakukan
ataukah tidak.

2.8 Komplikasi Tumor Otak
a. Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi sehingga menambah
efek masa yang mendesak (space-occupying). Edema Serebri dapat terjadi ekstrasel
(vasogenik) atau intrasel (sitotoksik).
b. Hidrosefalus
Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa dalam rongga cranium yang
tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi obstruksi pada aliran cairan serebrospinal akibat
massa.
c. Herniasi Otak
Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan singuli.
d. Epilepsi
f. Metastase ketempat lain
2.9 Prognosis Tumor Otak
Meskipun diobati, hanya sekitar 25% penderita kanker otak yang bertahan hidup setelah 2
tahun. Prognosis yang lebih baik ditemukan pada astrositoma dan oligodendroglioma, dimana
kanker biasanya tidak kambuh dalam waktu 3-5 tahun setelah pengobatan. Sekitar 50%
penderita meduloblastoma yang diobati bertahan hidup lebih dari 5 tahun. Pengobatan untuk
kanker otak lebih efektif dilakukan pada:
1.

a.

Penderita yang berusia dibawah 45 tahun.

2.

b.

Penderita astrositoma anaplastik.

3. c.
Penderita yang sebagian atau hampir seluruh tumornya telah diangkat melalui
pembedahan.

2.10 WOC Tumor Otak
DOWNLOAD : WOC TUMOR OTAK

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1

Data Demografi

Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.

3.1.2
1.

Riwayat Sakit dan Kesehatan
Keluhan utama

Biasanya klien mengeluh nyeri kepala
1.

Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh nyeri kepala, muntah, papiledema, penurunan tingkat kesadaran,
penurunan penglihatan atau penglihatan double, ketidakmampuan sensasi (parathesia atau
anasthesia), hilangnya ketajaman atau diplopia.
1.

Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan kepala

1.

Riwayat penyakit keluarga

Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya
dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan tumor kepala.
1.

Pengkajian psiko-sosio-spirituab

Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan mengambil
keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan,
adanya perubahan peran.

3.1.3

Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )

Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan fisik umum per system
dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3
(Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).

1.

Pernafasan B1 (breath)

2.

Bentuk dada : normal

3.

Pola napas : tidak teratur

4.

Suara napas : normal

5.

Sesak napas : ya

6.

Batuk : tidak

7.

Retraksi otot bantu napas ; ya

8.

Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm)

9.

Kardiovaskular B2 (blood)
10. Irama jantung : irregular
11. Nyeri dada : tidak
12. Bunyi jantung ; normal
13. Akral : hangat
14. Nadi : Bradikardi
15. Tekanana darah Meningkat
16. Persyarafan B3 (brain)
17. Penglihatan (mata)

: Penurunan penglihatan, hilangnya ketajaman atau diplopia.

18. Pendengaran (telinga): Terganggu bila mengenai lobus temporal
19. Penciuman (hidung) : Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus frontal
20. Pengecapan (lidah)

: Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia)

1. Afasia
: Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif
atau kesulitan berkata-kata, reseotif atau berkata-kata komprehensif, maupun kombinasi dari
keduanya.
2. Ekstremitas
: Kelemahan atau paraliysis genggaman tangan tidak seimbang,
berkurangnya reflex tendon.
3. GCS
: Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien,
(apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap
rangsangan yang diberikan.
Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1– 6 tergantung
responnya yaitu :
a.

Eye (respon membuka mata)

(4) : Spontan
(3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : Tidak ada respon
b.

Verbal (respon verbal)

(5) : Orientasi baik
(4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan
waktu.
(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu
kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : Suara tanpa arti (mengerang)
(1) : Tidak ada respon
c.

Motor (respon motorik)

(6) : Mengikuti perintah
(5) : Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : Withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat
diberi rangsang nyeri).
(2) : Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal
& kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : Tidak ada respon
1.

Perkemihan B4 (bladder)

1.

Kebersihan : bersih

2.

Bentuk alat kelamin : normal

3.

Uretra : normal

4.

Produksi urin: normal

5.

Pencernaan B5 (bowel)

1.

Nafsu makan : menurun

2.

Porsi makan : setengah
3.

Mulut : bersih

4.

Mukosa : lembap

5.

Muskuloskeletal/integument B6 (bone)

1.

Kemampuan pergerakan sendi : bebas

2.

Kondisi tubuh: kelelahan

3.2 Diagnosa Keperawatan
1.

Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.

2.

Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan medula oblongata.

3.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri.
4.

Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi ortostatik.

5.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada ekspresi atau
interpretasi.
6.
Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek
kemoterapi dan radioterapi.
7.

Gangguan persepsi sensori visual berhubungan dengan aneurisma.

8.

Gangguan persepsi sensori penghidu berhubungan dengan aneurisma.

9. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akibat tidak mampu menggerakan
leher.
3.3 Intervensi Keperawatan
1.
Tujuan

1.

Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.

: Nyeri yang dirasakan berkurang`1 atau dapat diadaptasi oleh klien

Kriteria hasil :
1.
Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi
ditunjukkan penurunan skala nyeri. Skala = 2
2.

Klien tidak merasa kesakitan.

3.

Klien tidak gelisah

Intervensi

Rasional

1. Kaji keluhan nyeri: intensitas,
karakteristik, lokasi, lamanya, faktor
yang memperburuk dan meredakan.

1. Pengenalan segera meningkatkan
intervensi dini dan dapat mengurangi
beratnya serangan.
2. Meningkatkan rasa nyaman dengan
menurunkan vasodilatasi.
3. Akan melancarkan peredaran darah,
dan dapat mengalihkan perhatian
nyerinya
ke
hal-hal
yang
menyenangkan

1. Instruksikan pasien/keluarga untuk
melaporkan nyeri dengan segera jika
nyeri timbul.
2. Berikan kompres dingin pada kepala.

1. Analgesik memblok lintasan nyeri,
sehingga nyeri berkurang
2. Merupakan indikator/derajat nyeri
yang tidak langsung yang dialami.

1. Mengajarkan tehnik relaksasi dan
metode distraksi

1. Kolaborasi pemberian analgesic.

1. Observasi adanya tanda-tanda nyeri
non verbal seperti ekspresi wajah,
gelisah,
menangis/meringis,
perubahan tanda vital.
2. Nyeri
merupakan
pengalaman
subjektif dan harus dijelaskan oleh
pasien. Identifikasi karakteristik nyeri
dan faktor yang berhubungan
merupakan suatu hal yang amat
penting untuk memilih intervensi
yang cocok dan untuk mengevaluasi
keefektifan
dari
terapi
yang
diberikan.

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan denga penekanan medula oblongata.
Tujuan
: Pola pernafasan kembali normal
Kriteria Hasil :
1.

Pola nafas efekif

2.

GDA normal

3.

Tidak terjadi sianosis

Intervensi
Rasional
1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman
pernafasan. Catat ketidakteraturan
1. Mengidentifkasi adanya masalah
pernafasan
paruatau obstruksi jalan nafas yang
membahayakan oksigenasi serebral
atau menandakan infeksi paru.
2. Memaksimalkan oksigen pada darah
arteri
dan
membantu
dalam
pencegahan hipoksia. Jika pusat
pernafasan
tertekan,
mungkin
1. Posisikan semi fowler
diperlukan ventilasi mekanik.

1. Anjurkan pasien untuk melakukan
nafas dalam
2. Auskultasi suara nafas, perhatikan
daerah hipoventilasi dan adanya
suara-suara tambahan yang tidak
normal

1. Kolabolasi. Berikan terapi oksigen
2. Perubahan dapat menandakan awitan
kompliasi
pulmonal
atau
menandakan lokalisasi keterlibatan
otak. Pernapasan lambat , periode
apnea dapat perlunya ventilasi
mekanis.
3. Memudahkan ekspansi paru dan
menurunkan kemungkinan lidah
jatuh yang menyumbat jalan nafas.
4. Membuat pola nafas lebih teratur.

1.
3.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri.
Tujuan

: Perfusi jaringan membaik ditandai dengan tanda-tanda vital stabil.

Kriteria hasil :
1. Tekanan perfusi serebral >60mmHg, tekanan intrakranial <15mmHg, tekanan arteri
rata-rata 80-100mmHg
2.

Menunjukkan tingkat kesadaran normal

3.

Orientasi pasien baik

4.

RR 16-20x/menit

5.

Nyeri kepala berkurang atau tidak terjadi

Intervensi
Rasional
1. Monitor secara berkala tanda dan gejala
peningkatan TIK
1. Mengetahui fungsi retikuler
1. Kaji perubahan tingkat kesadaran,
aktivasi sistem dalam batang
orientasi, memori, periksa nilai GCS
otak,
tingkat
kesadaran
2. Kaji tanda vital dan bandingkan
memberikan
gambaran
dengan keadaan sebelumnya
adanya perubahan TIK
3. Kaji fungsi autonom: jumlah dan pola
2. Mengetahui keadaan umum
pernapasan, ukuran dan reaksi pupil,
pasien, karena pada stadium
pergerakan otot
awal tanda vital tidak
4. Kaji adanya nyeri kepala, mual,
berkolerasi langsung dengan
muntah, papila edema, diplopia,
kemunduran status neurologi
kejang
5. Ukur, cegah, dan turunkan TIK
3. Respon pupil dapat melihat
1. Pertahankan posisi dengan
keutuhan fungsi batang otak
dan pons
meninggikan bagian kepala
0
15-30 ,
hindari
posisi
telungkup atau fleksi tungkai d. Merupakan tanda peningkatan
TIK
secara berlebihan
2. Monitor analisa gas darah,
pertahankan PaCO2 35-45
mmHg, PaO2 >80mmHg
1. Peninggian bagian kepala
3. Kolaborasi dalam pemberian
akan mempercepat aliran
oksigen
darah balik dari otak, posisi
4. Hindari faktor yang dapat
fleksi
tungkai
akan
meningkatkan TIK
meninggikan
tekanan
intraabomen atau intratorakal
yang akan mempengaruhi
aliran darah balik dari otak
1. Istirahatkan
pasien,
hindari
tindakan
2. Menurunnya
CO2
keperawatan yang dapat mengganggu tidur
menyebabkan vasokonstriksi
pasien
pembuluh darah
2. Berikan sedative atau analgetik dengan
3. Memenuhi
kebutuhan
kolaboratif.
oksigen

1. Keadaan
mengurangi
oksigen
2. Mengurangi
TIK

1.
4.
ortostatik.
Tujuan

istirahat
kebutuhan
peningkatan

Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi

: Diagnosa tidak menjadi masalah aktual

Kriteria hasil :
1.

Pasien dapat mengidentifikasikan kondisi-kondisi yang menyebabkan vertigo
2. Pasien dapat menjelaskan metode pencegahan penurunan aliran darah di otak tiba-tiba
yang berhubungan dengan ortostatik.
3. Pasien dapat melaksanakan gerakan mengubah posisi dan mencegah drop tekanan di
otak yang tiba-tiba.
4.

Menjelaskan beberapa episode vertigo atau pusing.

Intervensi
Rasional
1. Kaji tekanan darah pasien saat pasien
mengadakan perubahan posisi tubuh.

1. Diskusikan dengan klien tentang
fisiologi hipotensi ortostatik.
2. Ajarkan
teknik-teknik
untuk
mengurangi hipotensi ortostatik
1. Untuk mengetahui pasien
mengakami
hipotensi
ortostatik ataukah tidak.
2. Untuk
menambah
pengetahuan klien tentang
hipotensi ortostatik.
3. Melatih kemampuan klien
dan memberikan rasa nyaman
ketika mengalami hipotensi
ortostatik.

1.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada ekspresi atau
interpretasi.
Tujuan
: Tidak mengalami kerusakan komunikasi verbal dan menunjukkan kemampuan
komunikasi verbal dengan orang lain dengan cara yang dapat di terima.
Kriteria Hasil:
1.

Pasien dapat mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi.

2.

Pasien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan

3.

Pasien dapat menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Intervensi
Rasional
1. Perhatikan
kesalahan
dalam
komunikasi dan berikan umpan balik.

1. Minta pasien untuk menulis nama
atau kalimat yang pendek. Jika tidak
dapat menulis, mintalah pasien untuk
membaca kalimat yang pendek.
2. Berika
metode
komunikasi
alternative, seperti menulis di papan
tulis, gambar. Berikan petunjuk
visual (gerakan tangan, gambargambar,
daftar
kebutuhan,
demonstrasi).
3. Katakan secara langsung dengan
pasien, bicara perlahan, dan dengan
tenang. Gunakan pertanyaan terbuka
dengan
jawaban
“ya/tidak”
selanjutnya
kembangkan
pada
pertanyaan yang lebih komplek
sesuai dengan respon pasien.
4. Pasien
mungkin
kehilangan
kemampuan untuk memantau ucapan
yang keluar dan tidak menyadari
bahwa
komunikasi
yang
diucapkannya tidak nyata.
5. Menilai kemampuan menulis dan
kekurangan dalam membaca yang
benar yang juga merupakan bagian
dari afasia sensorik dan afasia
motorik.
6. Memberikan komunikasi tentang
kebutuhan berdasarkan keadaan/
deficit yang mendasarinya.

1. Menurunkan kebingungan/ansietas
selama proses komunikasi dan
berespons pada informasi yang lebih
banyak pada satu waktu tertentu.

1.
6.
Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan
dengan efek kemoterapi dan radioterapi.
Tujuan

: Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat
Kriteria hasil:
1.

Antropometri: berat badan tidak turun (stabil)

2.

Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)

1.

Clinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan merah

2.

Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan bertambah

Intervensi
Rasional
1. Kaji tanda dan gejala kekurangan nutrisi:
1. Menentukan
nutrisi pasien
penurunan berat badan, tanda-tanda anemia,
tanda vital

adanya

kekurangan

2. Monitor intake nutrisi pasien

3. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi
sering.
4. Timbang berat badan 3 hari sekali

5. Monitor hasil laboratorium: Hb, albumin
6. Kolaborasi
antiemetik

7. Diagnosa
Tujuan
parah

dalam

pemberian

obat

1. Salah satu efek kemoterapi dan
radioterapi adalah tidak nafsu makan
2. Mengurangi mual dan terpenuhinya
kebutuhan nutrisi.
3. Berat badan salah satu indikator
kebutuhan nutrisi.
4. Menentukan status nutrisi

1. Mengurangi mual dan muntah untuk
meningkatkan intake makanan

: Gangguan persepsi sensori visual berhubungan dengan aneurisma
: Mempertahankan fungsi penglihatan dan mencegah kerusakan yang lebih

Kriteria Hasil:
Mempertahankan lapang pandang tanpa kehilangan lebih lanjut
Intervensi
Mandiri:
1. Kaji respon pupil:

1. Inspeksi pupil dengan senter kecil
untuk
mengevaluasi
ukuran,
konvigurasi, dan reaksi terhadap
cahaya.
2. Evaluasi
tatapan
klien
untuk
menentukan
apakah
terdapat
konjugasi
(berpasangan,
saling
bekerja sama) atau apakah gerakan
mata abnormal.
3. Evaluasi kemampuan mata untuk
melakukan abduksi dan adduksi

Rasional

1. Perubahan pupil menunjukkan tekanan
pada syaraf okulomotorius atau optikus
1. Reaksi pupil diatur oleh
syarafokulomotorius
(syaraf
cranial III) pada batng otak.

1. Gerakan mata konjugasi diatur dari
bagian korteks dan batang otak.

1. Syaraf cranial VI atau syaraf abdusen
mengatur gerakan abduksi dan adduksi
mata. Syaraf cranial IV atau syaraf
troklearis juga mengatur gerakan mata.

1. Mempengaruhi harapan masa depan
pasien dan pilihan intervensi

1. Pastikan derajat atau tipe kehilangan
penglihatan

1. Dorong mengekspresikan perasaan
tentang kehilangan atau kemungkinan
kehilangan penglihatan

1. Lakukan tindakan untuk membantu
pasien
menangani
keterbatasan
penglihatan.
Misalnya,
kurangi
kekacauan, atur perabot, ingatkan
memutar kepala ke subjek yang

1. Intervensi dini mencegah kebutaan bagi
pasien dalam menghadapi kemungkinan
atau mengalami kehilangan penglihatan
sebagian
atau
total.
Meskipun
kehilangan penglihatan telah terjadi tak
dapat diperbaiki kehilangan lanjut dapat
dicegah.
2. Menurunkan
bahaya
keamanan
sehubungan dengan perubahan lapang
pandang atau kehilangan penglihatan
dan akomodasi pupil terhadap sinar
lingkungan
1. Kolaborasi:
terlihat, perbaiki sinar suram dan
masalah penglihatan malam.
Lakukan tindakan pembedahan pada tumor
yang masih bersifat jinak (benigna).
1. Mencegah terjadinya metastase ke
organ lain serta mencegah kerusakan
yang lebih parah.
2. Digunakan untuk menurunkan sirkulasi
volume
cairan,
dimana
akan
menurunkan produksi aquos humor bila
pengobatan lain belum berhasil.
3. Mungkin menguntungkan bila pasien
tidak berespon pada obat lain. Bebas
efek samping seperti, penglihatan
kabur, kebutaan malam.

1. Agen hiperosmotik. Contoh: mannitol
(osmitrol; gliserin)

1. Dipifevren hidroclorida (propine)

8. Diagnosa: Gangguan persepsi sensori penghidu berhubungan dengan aneurisma
Tujuan: Mempertahankan fungsi pembau dan mencegah kerusakan yang lebih parah
Kriteria Hasil: Mempertahankan fungsi pembau

Intervensi
1. Mandiri:

Rasional

Lakukan uji indra pembau klien dengan Mengetahui seberapa
memberi tester bau yang khas seperti kopi dan membau klien
bawang

baik

kemampuan

1. Memberi helth education kepada
pasien mengenai penurunan fungsi Membantu pasien untuk dapat menerima
kondisi yang dialami
pembau

9. Diagnosa : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akibat tidak mampu
menggerakan leher
Tujuan : Memberikan kenyamanan gerak leher pada klien

Kriteria Hasil :
1.

Klien dapat menggerakan leher secara normal

2.

Klien dapat beraktifitas secara normal

Intervensi
Rasional
1. Kaji rentang gerak leher klien
2. Memberi helth education kepada
pasien mengenai penurunan fungsi
gerak leher
3. Kolaburasi dengan fisioterapi
4. Mengetahui kemampuan gerak leher
klien
5. Membantu
pasien
untuk
dapat
menerima kondisi yang dialami
6. Terapi
dapat
membantu
mengembalikan gerak leher klien
secara normal

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Otak manusia adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350cc atau
sekitar 2% dari berat orang dewasa dan terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron.
Metabolisme otak digunakan kira – kira 18% dari total konsumsi oksigen oleh tubuh. Berat
otak hanya 2,5 % dari berat badan seluruhnya tapi otak merupakan organ yang paling banyak
menerima darah dari jantung yaitu 20% dari seluruh darah yang mengalir ke seluruh bagian
tubuh (Lumantobing, 2001).
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan ruang baik jinak
maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. (price, A. Sylvia, 1995: 1030).
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui, tetapi sekarang telah diadakan
penelitian mengenai herediter, sisa-sisa embrional, radiasi, virus, substansi-substansi zat
karsinogenik, trauma kepala. Penatalaksaan pasien dengan tumor otak dapat dilakukan
pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi.
4.2 Saran
1. Perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan tumor
otak secara holistik didasari dengan pengetahuan yang mendalam mengenai penyakit
tersebut.
2.
Klien dan keluarganya hendaknya ikut berpartisipasi dalam penatalaksaan serta
meningkatkan pengetahuan tentang tumor otak yang dideritanya.

DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diace C dan Joann C. Hackley. 2000. Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
Price, Sylvia A dan Lorrane M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Vol 2. Jakarta: EGC
Tarwoto, Watonah, dan Eros Siti Suryati. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: CV Sagung Seto

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

The art of neuromyelitist optica management (digest ethic)
The art of neuromyelitist optica management (digest ethic)The art of neuromyelitist optica management (digest ethic)
The art of neuromyelitist optica management (digest ethic)Taruna Ikrar
 
2.3 neuropsychiatric aspect
2.3 neuropsychiatric aspect2.3 neuropsychiatric aspect
2.3 neuropsychiatric aspectFahrudi Indra
 
Pabrik baru sel saraf (liputan iptek majalah tempo 8 juni 2014) dr taruna ikrar
Pabrik baru sel saraf (liputan iptek majalah tempo 8 juni 2014) dr taruna ikrarPabrik baru sel saraf (liputan iptek majalah tempo 8 juni 2014) dr taruna ikrar
Pabrik baru sel saraf (liputan iptek majalah tempo 8 juni 2014) dr taruna ikrarTaruna Ikrar
 
Infeksi cns (central nervous system)
Infeksi cns (central nervous system)Infeksi cns (central nervous system)
Infeksi cns (central nervous system)Yulia mar'atuzzakiyah
 
infeksi sistem saraf pusat
infeksi sistem saraf pusatinfeksi sistem saraf pusat
infeksi sistem saraf pusatElissa Lisencia
 
Referat bang guruh revisi 1
Referat bang guruh revisi 1Referat bang guruh revisi 1
Referat bang guruh revisi 1Guruh Suhartono
 
Ppt tumor otak
Ppt tumor otakPpt tumor otak
Ppt tumor otakiyya ners
 
Asuhan Keperawatan Cidera Kepala
Asuhan Keperawatan Cidera KepalaAsuhan Keperawatan Cidera Kepala
Asuhan Keperawatan Cidera Kepalapjj_kemenkes
 
Bickerstaff brainstem encephalitis
Bickerstaff brainstem encephalitisBickerstaff brainstem encephalitis
Bickerstaff brainstem encephalitisade navidya
 

Was ist angesagt? (20)

The art of neuromyelitist optica management (digest ethic)
The art of neuromyelitist optica management (digest ethic)The art of neuromyelitist optica management (digest ethic)
The art of neuromyelitist optica management (digest ethic)
 
Bab i & 2
Bab i & 2Bab i & 2
Bab i & 2
 
Kanker otak
Kanker otakKanker otak
Kanker otak
 
2.3 neuropsychiatric aspect
2.3 neuropsychiatric aspect2.3 neuropsychiatric aspect
2.3 neuropsychiatric aspect
 
Laporan pendahulua1
Laporan pendahulua1Laporan pendahulua1
Laporan pendahulua1
 
Pabrik baru sel saraf (liputan iptek majalah tempo 8 juni 2014) dr taruna ikrar
Pabrik baru sel saraf (liputan iptek majalah tempo 8 juni 2014) dr taruna ikrarPabrik baru sel saraf (liputan iptek majalah tempo 8 juni 2014) dr taruna ikrar
Pabrik baru sel saraf (liputan iptek majalah tempo 8 juni 2014) dr taruna ikrar
 
Infeksi cns (central nervous system)
Infeksi cns (central nervous system)Infeksi cns (central nervous system)
Infeksi cns (central nervous system)
 
Diagnosis tumor otak
Diagnosis tumor otakDiagnosis tumor otak
Diagnosis tumor otak
 
infeksi sistem saraf pusat
infeksi sistem saraf pusatinfeksi sistem saraf pusat
infeksi sistem saraf pusat
 
Multiple sklerosis
Multiple sklerosisMultiple sklerosis
Multiple sklerosis
 
Askep multiple sklerosis
Askep multiple sklerosisAskep multiple sklerosis
Askep multiple sklerosis
 
Referat bang guruh revisi 1
Referat bang guruh revisi 1Referat bang guruh revisi 1
Referat bang guruh revisi 1
 
Tumor otak 3.2
Tumor otak 3.2Tumor otak 3.2
Tumor otak 3.2
 
Ppt tumor otak
Ppt tumor otakPpt tumor otak
Ppt tumor otak
 
Asuhan Keperawatan Cidera Kepala
Asuhan Keperawatan Cidera KepalaAsuhan Keperawatan Cidera Kepala
Asuhan Keperawatan Cidera Kepala
 
Asuhan Keperawatan Meningitis
Asuhan Keperawatan MeningitisAsuhan Keperawatan Meningitis
Asuhan Keperawatan Meningitis
 
Mkla trauma in
Mkla trauma inMkla trauma in
Mkla trauma in
 
Bickerstaff brainstem encephalitis
Bickerstaff brainstem encephalitisBickerstaff brainstem encephalitis
Bickerstaff brainstem encephalitis
 
Rubrik bs
Rubrik bsRubrik bs
Rubrik bs
 
Trauma kapitis ringan AKPER PEMKAB MUNA
Trauma kapitis ringan AKPER PEMKAB MUNATrauma kapitis ringan AKPER PEMKAB MUNA
Trauma kapitis ringan AKPER PEMKAB MUNA
 

Ähnlich wie Tumor otak 1

SGD 15 SKENARIO 4 (1).pptx
SGD 15 SKENARIO 4 (1).pptxSGD 15 SKENARIO 4 (1).pptx
SGD 15 SKENARIO 4 (1).pptxsabrina300533
 
Bookllet tumor BrainTumorCenter.id
Bookllet tumor BrainTumorCenter.idBookllet tumor BrainTumorCenter.id
Bookllet tumor BrainTumorCenter.idBrainTumorIndonesia
 
Askep Retinoblastoma
Askep RetinoblastomaAskep Retinoblastoma
Askep RetinoblastomaSri Nala
 
Tumor otak untuk kuliah pemula mahasiswaa
Tumor otak untuk kuliah pemula mahasiswaaTumor otak untuk kuliah pemula mahasiswaa
Tumor otak untuk kuliah pemula mahasiswaaKikieRizkyHening
 
unusual glioma .pptx
unusual glioma .pptxunusual glioma .pptx
unusual glioma .pptxfajri10629
 
Manajemen Kanker Saluran Pernafasan dan Kegawatdaruratan Pada Pasien 2.pptx
Manajemen Kanker Saluran Pernafasan dan Kegawatdaruratan Pada Pasien 2.pptxManajemen Kanker Saluran Pernafasan dan Kegawatdaruratan Pada Pasien 2.pptx
Manajemen Kanker Saluran Pernafasan dan Kegawatdaruratan Pada Pasien 2.pptxDanielronadi
 
Modul 3 kb 3 neoplasma
Modul 3 kb 3 neoplasmaModul 3 kb 3 neoplasma
Modul 3 kb 3 neoplasmapjj_kemenkes
 
Neoplasma, keganasan
Neoplasma, keganasanNeoplasma, keganasan
Neoplasma, keganasanABD. RAHMAN
 

Ähnlich wie Tumor otak 1 (20)

SGD 15 SKENARIO 4 (1).pptx
SGD 15 SKENARIO 4 (1).pptxSGD 15 SKENARIO 4 (1).pptx
SGD 15 SKENARIO 4 (1).pptx
 
k
kk
k
 
TUMOR OTAK.pptx
TUMOR OTAK.pptxTUMOR OTAK.pptx
TUMOR OTAK.pptx
 
Bookllet tumor BrainTumorCenter.id
Bookllet tumor BrainTumorCenter.idBookllet tumor BrainTumorCenter.id
Bookllet tumor BrainTumorCenter.id
 
Askep Retinoblastoma
Askep RetinoblastomaAskep Retinoblastoma
Askep Retinoblastoma
 
Bookllet Tentang Tumor Otak
Bookllet Tentang Tumor OtakBookllet Tentang Tumor Otak
Bookllet Tentang Tumor Otak
 
Tumor otak untuk kuliah pemula mahasiswaa
Tumor otak untuk kuliah pemula mahasiswaaTumor otak untuk kuliah pemula mahasiswaa
Tumor otak untuk kuliah pemula mahasiswaa
 
unusual glioma .pptx
unusual glioma .pptxunusual glioma .pptx
unusual glioma .pptx
 
Askep tumor mata
Askep tumor mataAskep tumor mata
Askep tumor mata
 
Tumor medulla spinalis yani AKPER PEMDA MUN
Tumor medulla spinalis yani AKPER PEMDA MUNTumor medulla spinalis yani AKPER PEMDA MUN
Tumor medulla spinalis yani AKPER PEMDA MUN
 
Catatan Presentasi.pptx
Catatan Presentasi.pptxCatatan Presentasi.pptx
Catatan Presentasi.pptx
 
Manajemen Kanker Saluran Pernafasan dan Kegawatdaruratan Pada Pasien 2.pptx
Manajemen Kanker Saluran Pernafasan dan Kegawatdaruratan Pada Pasien 2.pptxManajemen Kanker Saluran Pernafasan dan Kegawatdaruratan Pada Pasien 2.pptx
Manajemen Kanker Saluran Pernafasan dan Kegawatdaruratan Pada Pasien 2.pptx
 
Modul 3 kb 3 neoplasma
Modul 3 kb 3 neoplasmaModul 3 kb 3 neoplasma
Modul 3 kb 3 neoplasma
 
Neoplasma
NeoplasmaNeoplasma
Neoplasma
 
NP Medulloblastoma - TR.pptx
NP Medulloblastoma - TR.pptxNP Medulloblastoma - TR.pptx
NP Medulloblastoma - TR.pptx
 
1190 3261-1-sm
1190 3261-1-sm1190 3261-1-sm
1190 3261-1-sm
 
Laporan pendahuluan
Laporan pendahuluanLaporan pendahuluan
Laporan pendahuluan
 
Ca mammae
Ca mammaeCa mammae
Ca mammae
 
Ca mammae
Ca mammaeCa mammae
Ca mammae
 
Neoplasma, keganasan
Neoplasma, keganasanNeoplasma, keganasan
Neoplasma, keganasan
 

Tumor otak 1

  • 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Diagnosa tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Dengan pemeriksaan klinis kadang sulit menegakkan diagnosa tumor otak apalagi membedakan yang benigna dan yang maligna, karena gejala klinis yang ditemukan tergantung dari lokasi tumor, kecepatan pertumbuhan masa tumor dan cepatnya timbul gejala tekanan tinggi intrakranial serta efek dari masa tumor kejaringan otak yang dapat menyebabkan kompresi, infasi dan destruksi dari jaringan otak. Jumlah penderita kanker otak masih rendah, yakni hanya enam per 100.000 dari pasien tumor/kanker per tahun, namun tetap saja penyakit tersebut masih menjadi hal yang menakutkan bagi sebagian besar orang. Pasalnya, walaupun misalnya tumor yang menyerang adalah jenis tumor jinak, bila menyerang otak tingkat bahaya yang ditimbulkan umumnya lebih besar daripada tumor yang menyerang bagian tubuh lain. Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh tubuh, dengan frekuensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam kanalis spinalis. Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan. Insiden tumor otak pada anak-anak terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan pundak usia 40-65 tahun. Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara sangat cepat pada daerah central nervous system (CNS). Sel ini akan terus berkembang mendesak jaringan otak yang sehat di sekitarnya, mengakibatkan terjadi gangguan neurologis (gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial). Hal ini ditandai dengan nyeri kepala, nausea, muntah dan papil edema. Penyebab dari tumor belum diketahui. Namun ada bukti kuat yang menunjukan bahwa beberapa agent bertanggung jawab untuk beberapa tipe tumor-tumor tertentu. Agent tersebut meliptu faktor herediter, kongenital, virus, toksin, dan defisiensi immunologi. Ada juga yang mengatakan bahwa tumor otak dapat terjadi akibat sekunder dari trauma cerebral dan penyakit peradangan. (Fagan Dubin, 1979; Larson, 1980; Adams dan Maurice, 1977; Merrit, 1979). Untuk Penatalaksanaan tumor otak, yang perlu diperhatikan adalah usia, general health, ukuran tumor, lokasi tumor dan jenis tumor. Metode yang dapat digunakan antara lain: pembedahan, radiotherapy, dan chemotherapy. Seorang Perawat berperan untuk membuat asuhan keperawatan yang tepat bagi klien dengan tumor otak serta mengimplementasikannya secara langsung mulai dari pengkajian, diagnosa, hingga intervensi yang harus diberikan.
  • 2. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari tumor otak? 2. Apa manifestasi klinis dari tumor otak? 3. Bagaimana etiologi dari tumor otak? 4. Bagaimana patofisiologi dari tumor otak? 5. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada penderita tumor otak? 6. Bagaimana penatalaksanaan dari tumor otak? 7. Apa saja komplikasi dari tumor otak? 8. Bagaimana prognosis dari tumor otak? 9. Bagaimana woc (web of caution) dari tumor otak? 10. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada penderita tumor otak? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan tumor otak. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui dan memahami definisi tumor otak. 2. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari tumor otak. 3. Mengetahui dan memahami etiologi/ faktor pencetus tumor otak. 4. Mengetahui dan memahami patofisiologi tumor otak. 5. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada tumor otak. 6. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan tumor otak. 7. Mengetahui dan memahami komplikasi dari tumor otak.
  • 3. 8. Mengetahui dan memahami prognosis dari tumor otak. 9. Mengetahui dan memahami WOC tumor otsk. 10. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan tumor otak. 1.4 Manfaat Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami dan membuat asuhan keperawatan pada klien dengan tumor otak, serta mampu mengimplementasikannya dalam proses keperawatan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tumor Otak Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. (price, A. Sylvia, 1995: 1030). Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder. (Mayer. SA,2002). Tekanan intra kranial ( TIK ) adalah suatu fungsi nonlinier dari fungsi otak, cairan serebrospinal (CSS) dan volume darah otak sehingga. Sedangkan peningkatan intra kranial (PTIK) dapat terjadi bila kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini tidak akan cepat menyebabkan tekanan tinggi intrakranial, sebab volume yang meninggi ini dapat dikompensasi dengan memindahkan cairan serebrospinal dari rongga tengkorak ke kanalis spinalis dan volume darah intrakranial akan menurun oleh karena berkurangnya peregangan durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal dengan complience. Jadi jika otak, darah dan cairan serebrospinal volumenya terus menerus meninggi, maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan terjadi peningkatan intrakranial yang mengakibatkan herniasi dengan gagal pernapasan dan gagal jantung serta kematian.
  • 4. 2.2 Klasifikasi Tumor Otak Tumor otak dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 2.2.1 Berdasarkan Jenis Tumor a. Jinak 1. Acoustic neuroma 2. Meningioma Sebagian besar tumor bersifat jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi jaringan sekitarnya tetapi menekan struktur yang berada di bawahnya. Pasien usia tua sering terkena dan perempuan lebih sering terkena dari pada laki-laki. Tumor ini sering kali memiliki banyak pembuluh darah sehingga mampu menyerap isotop radioaktif saat dilakukan pemeriksaan CT scan otak. 1. Pituitary adenoma 2. Astrocytoma (grade I) b. Malignant 1. Astrocytoma (grade 2,3,4) 2. Oligodendroglioma Tumor ini dapat timbul sebagai gangguan kejang parsial yang dapat muncul hingga 10 tahun. Secara klinis bersifat agresif dan menyebabkan simptomatologi bermakna akibat peningkatan tekanan intrakranial dan merupakan keganasan pada manusia yang paling bersifat kemosensitif. 1. Apendymoma Tumor ganas yang jarang terjadi dan berasal dari hubungan erat pada ependim yang menutup ventrikel. Pada fosa posterior paling sering terjadi tetapi dapat terjadi di setiap bagian fosa ventrikularis. Tumor ini lebih sering terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Dua faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan reseksi tumor dan kemampuan bertahan hidup jangka panjang adalah usia dan letak anatomi tumor. Makin muda usia pasien maka makin buruk progmosisnya.
  • 5. 2.2.2 Berdasarkan Lokasi a. Tumor Supratentorial Hemisfer otak, terbagi lagi : 1. Glioma : i) Glioblastoma multiforme Tumor ini dapat timbul dimana saja tetapi paling sering terjadi di hemisfer otak dan sering menyebar kesisi kontra lateral melalui korpus kolosum. ii) iii) Astroscytoma Oligodendroglioma Merupakan lesi yang tumbuh lambat menyerupai astrositoma tetapi terdiri dari sel-sel oligodendroglia. Tumor relative avaskuler dan cenderung mengalami klasifikasi biasanya dijumpai pada hemisfer otak orang dewasa muda. 1. Meningioma Tumor ini umumnya berbentuk bulat atau oval dengan perlekatan duramater yang lebar (broad base) berbatas tegas karena adanya psedokapsul dari membran araknoid. Pada kompartemen supratentorium tumbuh sekitar 90%, terletak dekat dengan tulang dan kadang disertai reaksi tulang berupa hiperostosis. Karena merupakan massa ekstraaksial lokasi meningioma disebut sesuai dengan tempat perlekatannya pada duramater, seperti Falk (25%), Sphenoid ridge (20%), Konveksitas (20%), Olfactory groove (10%), Tuberculum sellae (10%), Konveksitas serebellum (5%), dan Cerebello-Pontine angle. Karena tumbuh lambat defisit neurologik yang terjadi juga berkembang lambat (disebabkan oleh pendesakan struktur otak di sekitar tumor atau letak timbulnya tumor). Pada meningioma konveksitas 70% ada di regio frontalis dan asimptomatik sampai berukuran besar sekali. Sedangkan di basis kranii sekitar sella turcika (tuberkulum sellae, planum sphenoidalis, sisi medial sphenoid ridge) tumor akan segera mendesak saraf optik dan menyebabkan gangguan visus yang progresif. 1. Tumor Infratentorial 2. Schwanoma akustikus 3. Tumor metastasisc
  • 6. Lesi-lesi metastasis menyebabkan sekitar 5 % – 10 % dari seluruh tumor otak dan dapat berasal dari setiap tempat primer. Tumor primer paling sering berasal dari paru-paru dan payudara. Namun neoplasma dari saluran kemih kelamin, saluran cerna, tulang dan tiroid dapat juga bermetastasis ke otak. 1. Meningioma Meningioma merupakan tumor terpenting yang berasal dari meningen, sel-sel mesotel, dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan dura. 1. Hemangioblastoma Neoplasma yang terdiri dari unsur-unsur vaskuler embriologis yang paling sering dijumpai dalam serebelum. 2.3 Etiologi Tumor Otak Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu: 1. Herediter Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada meningioma, astrocytoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weberyang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma. 1. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest) Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma. 1. Radiasi Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan degenerasi namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Meningioma pernah dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu radiasi. 1. Virus
  • 7. Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat. 1. Substansi-substansi karsinogenik Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik sepertimethylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan. 1. Trauma Kepala 2.4 Manifestasi Klinis Tumor Otak 1. a. Nyeri Kepala Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten. Nyeri kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk, maneuver valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri kepala pada 50% penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak 80 % dan terutama pada bagian frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher. 1. b. Perubahan Status Mental Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala umum pada penderita dengan tumor lobus frontal atau temporal. Gejala ini bertambah buruk dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan terjadinya somnolen hingga koma. 1. c. Seizure Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti astrositoma, oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi pada tumor di lobus frontal baru kemudian tumor pada lobus parietal dan temporal. 1. d. Edema Papil Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab dengan teknik neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema papil pada awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya kemampuan untuk melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat
  • 8. menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap. 1. Muntah Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa tumor tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah berulang pada pagi dan malam hari, dimana muntah yang proyektil tanpa didahului mual menambah kecurigaan adanya massa intracranial. 1. Vertigo Pasien merasakan pusing yang berputar dan mau jatuh. 2.5 Patofisiologi Tumor Otak Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis. Gejala-gejala terjadi berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala-gejalanya sebaiknya dibicarakan dalam suatu perspektif waktu. Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat. Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapatumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal. Peningkatan tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa, karena tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan oedema dalam jaruingan otak. Mekanisme belum seluruhnyanya dipahami, namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi cairan serebrospinaldari ventrikel laseral ke ruang sub arakhnoid menimbulkan hidrocepalus. Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa, bila terjadi secara cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oelh karena itu tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darahintra kranial, volume cairan serebrospinal, kandungan
  • 9. cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus atau serebulum. Herniasi timbul bila girus medialis lobus temporals bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan men ensefalon menyebabkab hilangnya kesadaran dan menenkan saraf ketiga. Pada herniasi serebulum, tonsil sebelum bergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medula oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat. Intrakranialyang cepat adalah bradicardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi dan gangguan pernafasan). 2.6 Pemeriksaan Diagnostik Tumor Otak 1. CT scan dan MRI Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur investigasi awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu tanda spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan tumor dari abses ataupun proses lainnya. 1. Foto polos dada Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu metastasis yang akan memberikan gambaran nodul tunggal ataupun multiple pada otak. 1. Pemeriksaan cairan serebrospinal Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri). 1. Biopsi stereotaktik Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis. 1. Angiografi Serebral Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral. 1. Elektroensefalogram (EEG) Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang. 2.7 Penatalaksanaan Tumor Otak
  • 10. Faktor –faktor Prognostik sebagai Pertimbangan Penatalaksanaan 1. Usia 2. General Health 3. Ukuran Tumor 4. Lokasi Tumor 5. Jenis Tumor Untuk tumor otak ada tiga metode utama yang digunakan dalam penatalaksaannya, yaitu a. Surgery Terapi Pre-Surgery : Steroid ® Menghilangkan swelling, contoh dexamethasone Anticonvulsant ® Untuk mencegah dan mengontrol kejang, seperti carbamazepine Shunt ® Digunakan untuk mengalirkan cairan cerebrospinal Pembedahan merupakan pilihan utama untuk mengangkat tumor. Pembedahan pada tumor otak bertujuan utama untuk melakukan dekompresi dengan cara mereduksi efek massa sebagai upaya menyelamatkan nyawa serta memperoleh efek paliasi. Dengan pengambilan massa tumor sebanyak mungkin diharapkan pula jaringan hipoksik akan terikut serta sehingga akan diperoleh efek radiasi yang optimal. Diperolehnya banyak jaringan tumor akan memudahkan evaluasi histopatologik, sehingga diagnosis patologi anatomi diharapkan akan menjadi lebih sempurna. Namun pada tindakan pengangkatan tumor jarang sekali menghilangkan gejala-gelaja yang ada pada penderita. b. Radiotherapy Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam penatalaksanaan proses keganasan. Berbagai penelitian klinis telah membuktikan bahwa modalitas terapi pembedahan akan memberikan hasil yang lebih optimal jika diberikan kombinasi terapi dengan kemoterapi dan radioterapi. Sebagian besar tumor otak bersifat radioresponsif (moderately sensitive), sehingga pada tumor dengan ukuran terbatas pemberian dosis tinggi radiasi diharapkan dapat mengeradikasi semua sel tumor. Namun demikian pemberian dosis ini dibatasi oleh toleransi jaringan sehat disekitarnya. Semakin dikit jaringan sehat yang terkena maka makin tinggi
  • 11. dosis yang diberikan. Guna menyiasati hal ini maka diperlukan metode serta teknik pemberian radiasi dengan tingkat presisi yang tinggi. Glioma dapat diterapi dengan radioterapi yang diarahkan pada tumor sementara metastasis diterapi dengan radiasi seluruh otak. Radioterapi jyga digunakan dalam tata laksana beberapa tumor jinak, misalnya adenoma hipofisis. c. Chemotherapy Pada kemoterapi dapat menggunakan powerfull drugs, bisa menggunakan satu atau dikombinasikan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan untuk membunuh sel tumor pada klien. Diberikan secara oral, IV, atau bisa juga secara shunt. Tindakan ini diberikan dalam siklus, satu siklus terdiri dari treatment intensif dalam waktu yang singkat, diikuti waktu istirahat dan pemulihan. Saat siklus dua sampai empat telah lengkap dilakukan, pasien dianjurkan untuk istirahat dan dilihat apakah tumor berespon terhadap terapi yang dilakukan ataukah tidak. 2.8 Komplikasi Tumor Otak a. Edema Serebral Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi sehingga menambah efek masa yang mendesak (space-occupying). Edema Serebri dapat terjadi ekstrasel (vasogenik) atau intrasel (sitotoksik). b. Hidrosefalus Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa dalam rongga cranium yang tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi obstruksi pada aliran cairan serebrospinal akibat massa. c. Herniasi Otak Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan singuli. d. Epilepsi f. Metastase ketempat lain
  • 12. 2.9 Prognosis Tumor Otak Meskipun diobati, hanya sekitar 25% penderita kanker otak yang bertahan hidup setelah 2 tahun. Prognosis yang lebih baik ditemukan pada astrositoma dan oligodendroglioma, dimana kanker biasanya tidak kambuh dalam waktu 3-5 tahun setelah pengobatan. Sekitar 50% penderita meduloblastoma yang diobati bertahan hidup lebih dari 5 tahun. Pengobatan untuk kanker otak lebih efektif dilakukan pada: 1. a. Penderita yang berusia dibawah 45 tahun. 2. b. Penderita astrositoma anaplastik. 3. c. Penderita yang sebagian atau hampir seluruh tumornya telah diangkat melalui pembedahan. 2.10 WOC Tumor Otak DOWNLOAD : WOC TUMOR OTAK BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian 3.1.1 Data Demografi Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya. 3.1.2 1. Riwayat Sakit dan Kesehatan Keluhan utama Biasanya klien mengeluh nyeri kepala 1. Riwayat penyakit saat ini
  • 13. Klien mengeluh nyeri kepala, muntah, papiledema, penurunan tingkat kesadaran, penurunan penglihatan atau penglihatan double, ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia), hilangnya ketajaman atau diplopia. 1. Riwayat penyakit dahulu Klien pernah mengalami pembedahan kepala 1. Riwayat penyakit keluarga Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan tumor kepala. 1. Pengkajian psiko-sosio-spirituab Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran. 3.1.3 Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System ) Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone). 1. Pernafasan B1 (breath) 2. Bentuk dada : normal 3. Pola napas : tidak teratur 4. Suara napas : normal 5. Sesak napas : ya 6. Batuk : tidak 7. Retraksi otot bantu napas ; ya 8. Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm) 9. Kardiovaskular B2 (blood)
  • 14. 10. Irama jantung : irregular 11. Nyeri dada : tidak 12. Bunyi jantung ; normal 13. Akral : hangat 14. Nadi : Bradikardi 15. Tekanana darah Meningkat 16. Persyarafan B3 (brain) 17. Penglihatan (mata) : Penurunan penglihatan, hilangnya ketajaman atau diplopia. 18. Pendengaran (telinga): Terganggu bila mengenai lobus temporal 19. Penciuman (hidung) : Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus frontal 20. Pengecapan (lidah) : Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia) 1. Afasia : Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif atau kesulitan berkata-kata, reseotif atau berkata-kata komprehensif, maupun kombinasi dari keduanya. 2. Ekstremitas : Kelemahan atau paraliysis genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflex tendon. 3. GCS : Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1– 6 tergantung responnya yaitu : a. Eye (respon membuka mata) (4) : Spontan (3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata). (2) : Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari) (1) : Tidak ada respon
  • 15. b. Verbal (respon verbal) (5) : Orientasi baik (4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu. (3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”) (2) : Suara tanpa arti (mengerang) (1) : Tidak ada respon c. Motor (respon motorik) (6) : Mengikuti perintah (5) : Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri) (4) : Withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri) (3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (2) : Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (1) : Tidak ada respon 1. Perkemihan B4 (bladder) 1. Kebersihan : bersih 2. Bentuk alat kelamin : normal 3. Uretra : normal 4. Produksi urin: normal 5. Pencernaan B5 (bowel) 1. Nafsu makan : menurun 2. Porsi makan : setengah
  • 16. 3. Mulut : bersih 4. Mukosa : lembap 5. Muskuloskeletal/integument B6 (bone) 1. Kemampuan pergerakan sendi : bebas 2. Kondisi tubuh: kelelahan 3.2 Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. 2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan medula oblongata. 3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri. 4. Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi ortostatik. 5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada ekspresi atau interpretasi. 6. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek kemoterapi dan radioterapi. 7. Gangguan persepsi sensori visual berhubungan dengan aneurisma. 8. Gangguan persepsi sensori penghidu berhubungan dengan aneurisma. 9. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akibat tidak mampu menggerakan leher. 3.3 Intervensi Keperawatan 1. Tujuan 1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. : Nyeri yang dirasakan berkurang`1 atau dapat diadaptasi oleh klien Kriteria hasil : 1. Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi ditunjukkan penurunan skala nyeri. Skala = 2
  • 17. 2. Klien tidak merasa kesakitan. 3. Klien tidak gelisah Intervensi Rasional 1. Kaji keluhan nyeri: intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang memperburuk dan meredakan. 1. Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat mengurangi beratnya serangan. 2. Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi. 3. Akan melancarkan peredaran darah, dan dapat mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan 1. Instruksikan pasien/keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri timbul. 2. Berikan kompres dingin pada kepala. 1. Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang 2. Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami. 1. Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi 1. Kolaborasi pemberian analgesic. 1. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah, gelisah, menangis/meringis, perubahan tanda vital. 2. Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat
  • 18. penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan. 2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan denga penekanan medula oblongata. Tujuan : Pola pernafasan kembali normal Kriteria Hasil : 1. Pola nafas efekif 2. GDA normal 3. Tidak terjadi sianosis Intervensi Rasional 1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan. Catat ketidakteraturan 1. Mengidentifkasi adanya masalah pernafasan paruatau obstruksi jalan nafas yang membahayakan oksigenasi serebral atau menandakan infeksi paru. 2. Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernafasan tertekan, mungkin 1. Posisikan semi fowler diperlukan ventilasi mekanik. 1. Anjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam 2. Auskultasi suara nafas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara-suara tambahan yang tidak normal 1. Kolabolasi. Berikan terapi oksigen 2. Perubahan dapat menandakan awitan
  • 19. kompliasi pulmonal atau menandakan lokalisasi keterlibatan otak. Pernapasan lambat , periode apnea dapat perlunya ventilasi mekanis. 3. Memudahkan ekspansi paru dan menurunkan kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas. 4. Membuat pola nafas lebih teratur. 1. 3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri. Tujuan : Perfusi jaringan membaik ditandai dengan tanda-tanda vital stabil. Kriteria hasil : 1. Tekanan perfusi serebral >60mmHg, tekanan intrakranial <15mmHg, tekanan arteri rata-rata 80-100mmHg 2. Menunjukkan tingkat kesadaran normal 3. Orientasi pasien baik 4. RR 16-20x/menit 5. Nyeri kepala berkurang atau tidak terjadi Intervensi Rasional 1. Monitor secara berkala tanda dan gejala peningkatan TIK 1. Mengetahui fungsi retikuler 1. Kaji perubahan tingkat kesadaran, aktivasi sistem dalam batang orientasi, memori, periksa nilai GCS otak, tingkat kesadaran 2. Kaji tanda vital dan bandingkan memberikan gambaran dengan keadaan sebelumnya adanya perubahan TIK 3. Kaji fungsi autonom: jumlah dan pola 2. Mengetahui keadaan umum pernapasan, ukuran dan reaksi pupil, pasien, karena pada stadium pergerakan otot awal tanda vital tidak 4. Kaji adanya nyeri kepala, mual, berkolerasi langsung dengan muntah, papila edema, diplopia, kemunduran status neurologi kejang
  • 20. 5. Ukur, cegah, dan turunkan TIK 3. Respon pupil dapat melihat 1. Pertahankan posisi dengan keutuhan fungsi batang otak dan pons meninggikan bagian kepala 0 15-30 , hindari posisi telungkup atau fleksi tungkai d. Merupakan tanda peningkatan TIK secara berlebihan 2. Monitor analisa gas darah, pertahankan PaCO2 35-45 mmHg, PaO2 >80mmHg 1. Peninggian bagian kepala 3. Kolaborasi dalam pemberian akan mempercepat aliran oksigen darah balik dari otak, posisi 4. Hindari faktor yang dapat fleksi tungkai akan meningkatkan TIK meninggikan tekanan intraabomen atau intratorakal yang akan mempengaruhi aliran darah balik dari otak 1. Istirahatkan pasien, hindari tindakan 2. Menurunnya CO2 keperawatan yang dapat mengganggu tidur menyebabkan vasokonstriksi pasien pembuluh darah 2. Berikan sedative atau analgetik dengan 3. Memenuhi kebutuhan kolaboratif. oksigen 1. Keadaan mengurangi oksigen 2. Mengurangi TIK 1. 4. ortostatik. Tujuan istirahat kebutuhan peningkatan Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi : Diagnosa tidak menjadi masalah aktual Kriteria hasil : 1. Pasien dapat mengidentifikasikan kondisi-kondisi yang menyebabkan vertigo
  • 21. 2. Pasien dapat menjelaskan metode pencegahan penurunan aliran darah di otak tiba-tiba yang berhubungan dengan ortostatik. 3. Pasien dapat melaksanakan gerakan mengubah posisi dan mencegah drop tekanan di otak yang tiba-tiba. 4. Menjelaskan beberapa episode vertigo atau pusing. Intervensi Rasional 1. Kaji tekanan darah pasien saat pasien mengadakan perubahan posisi tubuh. 1. Diskusikan dengan klien tentang fisiologi hipotensi ortostatik. 2. Ajarkan teknik-teknik untuk mengurangi hipotensi ortostatik 1. Untuk mengetahui pasien mengakami hipotensi ortostatik ataukah tidak. 2. Untuk menambah pengetahuan klien tentang hipotensi ortostatik. 3. Melatih kemampuan klien dan memberikan rasa nyaman ketika mengalami hipotensi ortostatik. 1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada ekspresi atau interpretasi. Tujuan : Tidak mengalami kerusakan komunikasi verbal dan menunjukkan kemampuan komunikasi verbal dengan orang lain dengan cara yang dapat di terima. Kriteria Hasil: 1. Pasien dapat mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi. 2. Pasien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan 3. Pasien dapat menggunakan sumber-sumber dengan tepat
  • 22. Intervensi Rasional 1. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik. 1. Minta pasien untuk menulis nama atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek. 2. Berika metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis, gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambargambar, daftar kebutuhan, demonstrasi). 3. Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan tenang. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban “ya/tidak” selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih komplek sesuai dengan respon pasien. 4. Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkannya tidak nyata. 5. Menilai kemampuan menulis dan kekurangan dalam membaca yang benar yang juga merupakan bagian dari afasia sensorik dan afasia motorik. 6. Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan/ deficit yang mendasarinya. 1. Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi dan berespons pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu. 1. 6. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan dengan efek kemoterapi dan radioterapi. Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat
  • 23. Kriteria hasil: 1. Antropometri: berat badan tidak turun (stabil) 2. Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl) 1. Clinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan merah 2. Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan bertambah Intervensi Rasional 1. Kaji tanda dan gejala kekurangan nutrisi: 1. Menentukan nutrisi pasien penurunan berat badan, tanda-tanda anemia, tanda vital adanya kekurangan 2. Monitor intake nutrisi pasien 3. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering. 4. Timbang berat badan 3 hari sekali 5. Monitor hasil laboratorium: Hb, albumin 6. Kolaborasi antiemetik 7. Diagnosa Tujuan parah dalam pemberian obat 1. Salah satu efek kemoterapi dan radioterapi adalah tidak nafsu makan 2. Mengurangi mual dan terpenuhinya kebutuhan nutrisi. 3. Berat badan salah satu indikator kebutuhan nutrisi. 4. Menentukan status nutrisi 1. Mengurangi mual dan muntah untuk meningkatkan intake makanan : Gangguan persepsi sensori visual berhubungan dengan aneurisma : Mempertahankan fungsi penglihatan dan mencegah kerusakan yang lebih Kriteria Hasil: Mempertahankan lapang pandang tanpa kehilangan lebih lanjut
  • 24. Intervensi Mandiri: 1. Kaji respon pupil: 1. Inspeksi pupil dengan senter kecil untuk mengevaluasi ukuran, konvigurasi, dan reaksi terhadap cahaya. 2. Evaluasi tatapan klien untuk menentukan apakah terdapat konjugasi (berpasangan, saling bekerja sama) atau apakah gerakan mata abnormal. 3. Evaluasi kemampuan mata untuk melakukan abduksi dan adduksi Rasional 1. Perubahan pupil menunjukkan tekanan pada syaraf okulomotorius atau optikus 1. Reaksi pupil diatur oleh syarafokulomotorius (syaraf cranial III) pada batng otak. 1. Gerakan mata konjugasi diatur dari bagian korteks dan batang otak. 1. Syaraf cranial VI atau syaraf abdusen mengatur gerakan abduksi dan adduksi mata. Syaraf cranial IV atau syaraf troklearis juga mengatur gerakan mata. 1. Mempengaruhi harapan masa depan pasien dan pilihan intervensi 1. Pastikan derajat atau tipe kehilangan penglihatan 1. Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan atau kemungkinan kehilangan penglihatan 1. Lakukan tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan penglihatan. Misalnya, kurangi kekacauan, atur perabot, ingatkan memutar kepala ke subjek yang 1. Intervensi dini mencegah kebutaan bagi pasien dalam menghadapi kemungkinan atau mengalami kehilangan penglihatan sebagian atau total. Meskipun kehilangan penglihatan telah terjadi tak dapat diperbaiki kehilangan lanjut dapat dicegah. 2. Menurunkan bahaya keamanan sehubungan dengan perubahan lapang pandang atau kehilangan penglihatan dan akomodasi pupil terhadap sinar lingkungan 1. Kolaborasi:
  • 25. terlihat, perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam. Lakukan tindakan pembedahan pada tumor yang masih bersifat jinak (benigna). 1. Mencegah terjadinya metastase ke organ lain serta mencegah kerusakan yang lebih parah. 2. Digunakan untuk menurunkan sirkulasi volume cairan, dimana akan menurunkan produksi aquos humor bila pengobatan lain belum berhasil. 3. Mungkin menguntungkan bila pasien tidak berespon pada obat lain. Bebas efek samping seperti, penglihatan kabur, kebutaan malam. 1. Agen hiperosmotik. Contoh: mannitol (osmitrol; gliserin) 1. Dipifevren hidroclorida (propine) 8. Diagnosa: Gangguan persepsi sensori penghidu berhubungan dengan aneurisma Tujuan: Mempertahankan fungsi pembau dan mencegah kerusakan yang lebih parah Kriteria Hasil: Mempertahankan fungsi pembau Intervensi 1. Mandiri: Rasional Lakukan uji indra pembau klien dengan Mengetahui seberapa memberi tester bau yang khas seperti kopi dan membau klien bawang baik kemampuan 1. Memberi helth education kepada pasien mengenai penurunan fungsi Membantu pasien untuk dapat menerima kondisi yang dialami pembau 9. Diagnosa : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akibat tidak mampu menggerakan leher
  • 26. Tujuan : Memberikan kenyamanan gerak leher pada klien Kriteria Hasil : 1. Klien dapat menggerakan leher secara normal 2. Klien dapat beraktifitas secara normal Intervensi Rasional 1. Kaji rentang gerak leher klien 2. Memberi helth education kepada pasien mengenai penurunan fungsi gerak leher 3. Kolaburasi dengan fisioterapi 4. Mengetahui kemampuan gerak leher klien 5. Membantu pasien untuk dapat menerima kondisi yang dialami 6. Terapi dapat membantu mengembalikan gerak leher klien secara normal BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Otak manusia adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350cc atau sekitar 2% dari berat orang dewasa dan terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron. Metabolisme otak digunakan kira – kira 18% dari total konsumsi oksigen oleh tubuh. Berat otak hanya 2,5 % dari berat badan seluruhnya tapi otak merupakan organ yang paling banyak menerima darah dari jantung yaitu 20% dari seluruh darah yang mengalir ke seluruh bagian tubuh (Lumantobing, 2001). Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. (price, A. Sylvia, 1995: 1030). Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui, tetapi sekarang telah diadakan
  • 27. penelitian mengenai herediter, sisa-sisa embrional, radiasi, virus, substansi-substansi zat karsinogenik, trauma kepala. Penatalaksaan pasien dengan tumor otak dapat dilakukan pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi. 4.2 Saran 1. Perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan tumor otak secara holistik didasari dengan pengetahuan yang mendalam mengenai penyakit tersebut. 2. Klien dan keluarganya hendaknya ikut berpartisipasi dalam penatalaksaan serta meningkatkan pengetahuan tentang tumor otak yang dideritanya. DAFTAR PUSTAKA Baughman, Diace C dan Joann C. Hackley. 2000. Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Price, Sylvia A dan Lorrane M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol 2. Jakarta: EGC Tarwoto, Watonah, dan Eros Siti Suryati. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: CV Sagung Seto