SlideShare a Scribd company logo
1 of 36
KATA PENGANTAR



       Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
anugerah-Nya saya dapat menyelesaikan referat Ilmu Kandungan dan Kebidanan yang
berjudul “Kegawatdaruratan Obstetri”. Referat ini disusun sebagai bagian dalam rangka
memenuhi salah satu tugas kami sebagai mahasiswa kedokteran yang mengikuti program
studi profesi dokter di bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia Periode 11 Juni 2012 – 4 Agustus 2012.

       Saya juga mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada pihak yang telah
membantu, kepada yang terhormat konsulen kami dr. Tigor P Simajuntak, Sp. OG, sehingga
referat ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya.

       Saya menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat banyak kekurangan
baik dari segi penulisan maupun keterbatasan referensi, oleh karena itu kritik dan saran saya
harapkan. Akhir kata, semoga referat ini dapat berguna dan memberikan pengetahuan bagi
kita dalam mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan dengan tepat apabila menemukan
kasus ini di kemudian hari.




                                                                           Jakarta, Juli 2012




                                                                          Alni Dwi Cahyani

                                                                                0861050002




                                              1
DAFTAR ISI



Kata Pengantar ......................................................................................................................... 1

Daftar isi ................................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN

           A. Latar Belakang ........................................................................................................ 3

BAB II ISI

           1. Kegawatdaruratan Pada Preeklampsia dan Eklampsi ……………….………….... 4

           2. Kegawatdaruratan Pada Perdarahan …………………………………………...... 15

           3. Kegawatdaruratan Pada Emboli Air Ketuban …………………………………....29

           4. Kegawatdaruratan Pada Distosia Bahu …………………………………………..32

           5. Kegawatdaruratan Pada Penyakit Jantung………………………………………..33

Daftar Pustaka ........................................................................................................................ 36




                                                                       2
BAB I

                                  PENDAHULUAN



A.     LATAR BELAKANG

Didunia, setiap wanita meninggal setiap menit setiap harinya karena komplikasi pada
kehamilan. Kegawatdaruratan obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera
ditangani akan berakibat kesakitan yang berat, bahkan kematian ibu dan janinnya. Terdapat
beberapa penyebab kegawatdaruratan obstetri yang dapat menyebabkan kematian ibu, janin
dan bayi baru lahir antara lain (1) eklampsia; (2) perdarahan; (3)distosia bahu; (4) emboli air
ketuban; (5) penyakit jantung.

       Mengenal kasus kegawatdaruratan obstetrik secara dini sangat penting agar
pertolongan yang cepat dan tepat dapat dilakukan. Kesalahan ataupun keterlambatan dalam
menentukan kasus dapat berakibat fatal. Dalam menangani kasus gawatdarurat, penentuan
masalah utama (diagnosis) dan tindakan pertolongannya harus dilakukan dengan cepat, tepat,
dan tenang tidak panik. Walaupun prosedur pemeriksaan dan pertolongan dilakukan dengan
cepat, prinsip komunikasi dan hubungan antara dokter-pasien dalam menerima dan
menangani pasien harus tetap diperhatikan.

       Pada referat ini penulis akan membahas kasus kegawatdaruratan obstetri mulai dari
definisi hingga penatalaksanaan kasus tersebut.




                                              3
BAB II

                              TINJAUAN PUSTAKA



A.       Kegawatdaruratan Pada Pre-eklampsia dan Eklampsia

1.       Pre-eklampsia

1.1      Definisi

Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat
vasispasme dan aktivasi endotel.1

         Preeklampsia memperlihatkan gejala hipertensi, edema, dan proteinuri. Pada
umumnya, preeklampsia timbul sesudah minggu ke-20 dan paling sering terjadi pada
primigravida muda. Jika tidak diobati atau diakhiri oleh persalinan, dapat menjadi
eklampsia.2

1.2      Insidensi 3

Angka kejadian preeklampsia berkisar antara 0,51% - 38,4%. Preeklampsia di seluruh dunia
diperkirakan menjadi penyebab kira-kira 14% (50.000-75.000) kematian maternal setiap
tahunnya. Angka kejadian preeklampsia di Amerika Serikat sendiri kira-kira 5% dari semua
kehamilan, dengan gambaran insidensinya 23 kasus preeklampsia ditemukan per 1.000
kehamilan setiap tahunnya. Sementara itu di tiap-tiap negara angka kejadian preeklampsia
berbeda-beda, tapi pada umumnya insidensi preeklampsia pada suatu Negara dilaporkan
antara 3-10 % dari semua kehamilan.

1.3      Etiologi dan Faktor Resiko

      1. Primigravida.
      2. Riwayat preeclampsia/ eklampsia pada keluarga.
      3. Obesitas.
      4. Penyakit ginjal.
      5. Diabetes mellitus.


                                             4
6. Hiperplasentosis: Kehamilan kembar, mola hidatidosa, dan hidrops fetalis.current

         Berbagai teori yang dikemukakan mengenai faktor yang berperan dalam penyakit ini,
antara lain:

      1. Faktor imunologis, endokrin, atau genetik. Hal ini disasarkan atas pengamatan bahwa
         penyakit ini lebih sering ditemukan pada:
               a. Primigravida.
               b. Hiperplasentosis.
               c. Kehamilan dengan inseminasi donor.
               d. Penurunan konsentrasi komplemen CD4.
               e. Wanita dengan fenotip HLA DR4.
               f. Adanya aktivasi sistem komplemen netrofil dan makrofag atau diantara
                  kelompok atau keluarga tertentu.
      2. Faktor nutrisi.
         Ada yang mengemukakan bahwa penyakit ini berhubungan dengan beberapa keadaan
         kekurangan kalsium, protein, kelebihan garam natrium, atau kekurangan asam lemak
         tak jenuh "Poly Unsaturates Fatty Acid (PUFA)” dalam makanannya.
      3. Faktor Endotel
         Teori jejas endotel akhir-akhir ini banyak dikemukakan sehubungan dengan
         peranannya dalam mengatur keseimbangan antara kadar zat vasokonstriktor
         (tromboksan, endotelin, angiotensin, dan lain-lain) serta pengaruhnya pada sistem
         pembekuan darah.
                  Reaksi imunologi, peradangan, ataupun terganggunya keseimbangan radikal
         bebas dan antioksidan banyak diamati sebagai penyebabnya vasospasme dan
         kerusakan/ jejas endotel.2

1.4      Patofisiologi2

Vasospasme bisa merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot
polos pembuluh darah, reaksi imunologi, maupun radikal bebas. Semua ini akan
menyebabkan terjadinya kerusakan/ jejas endotel, yang kemudian akan mengakibatkan
gangguan keseimbangan antara kadar vasokonstriktor (endotelin, tromboksan, angiotensin,
dan lain-lain) dan vasodilator (nitritoksida, prostatsiklin, dan lain-lain) serta gangguan pada
sistem pembekuan darah.


                                                5
1.5      Diagnosis

Diagnosis preeklampsia ditegakkan apabila pada seorang wanita hamil dengan umur
kehamilan 20 minggu atau lebih, ditemukan gejala hipertensi, proteinuria, dan edema.2

Kriteria minimum:

         TD 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu.
         Proteinuria 300 mg/24 jam atau      +1 pada dipstick.

Peningkatan kepastian preeklampsia:

         TD 160 mmHg.
         Proteiuria 2,0 g/24 jam atau   +2 pada dipstick.
         Kreatinin serum >1,2 mg/dl.
         Trombosit <100.000/mm3.
         Hemolisis mikroangiopati (LDH meningkat).
         SGPT (ALT) dan SGOT (AST) meningkat.
         Nyeri kepala menetap atau gangguan serebrum atau penglihatan lainnya.
         Nyeri epigastrium menetap.

      Nyeri epigastrium atau kuadaran kanan atas tampak merupakan akibat nekrosis, iskemia,
edema hepatoseluler. Nyeri khas ini seringkali disertai dengan peningkatan enzim hati dalam
serum, dan biasanya merupakan tanda untuk mengakhiri kehamilan.1

1.6      Penatalaksanaan

Profilaksis

Diagnosis dini dapat dilakukan selama prenatal care. Pasien hamil hendaknya diperiksa 2
minggu sekali setela bulan ke-6 dan sekali seminggu pada bulan-bulan akhir. Pada
pemeriksaan kehamilan secara rutin, harus ditentukan tekanan darah, penambahan berat
badan, dan ada atau tidaknya edema dan proteinuri.2

         Beberapa cara pencegahan preeklampsia:

      1. Perbaikan nutrisi:
         a. Diet rendah garam


                                                6
b. Diet tinggi protein
       c. Suplemen kalsium
       d. Suplemen magnesium, seng, dan asam linoleat
   2. Intervensi farmakologis:
       a. Obat antihipertensi
       b. Aspirin
       c. Heparin
       d. Diuretikum
       e. Vitamin E

Preeklampsia Ringan

Penderita preeklampsia ringan masih akan mengalami perbaikan dengan cara istirahat dan
pemberian sedatif.

       Penderita preeklampsia ringan idealnya harus dirawat inap, namun perawatan dapat
pula dilakukan diluar rumah sakit dengan memperhatikan hal-hal berikut:

       a. Banyak istirahat (berbaring/ tidur miring).
       b. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
       c. Sedatif ringan, berupa fenobarbital (3x30 mg per oral) atau diazepam (3x2 mg per
           oral) selama 7 hari.
       d. Roboransia.
       e. Penderita dianjurkan untuk melakukan kunjungan setiap minggu.

       Penderita dianjurkan rawat inap jika setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak
mengalami perbaikan, berat badan meningkat >2kg/ minggu selama 2 kali berturut-turut, dan
ditemukan salah satu atau lebih gejala preeklampsia berat.

Preeklampsia Berat

Pederita preeklampsia berat dapat ditangani secara aktif maupun konservatif. Pada perawatan
konservatif, kehamilan dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medisinal,
sedangkan pada perawatan aktif kehamilan segera diakhiri didahului oleh pemberian
pengobatan medisinal.




                                              7
A.      Perawatan aktif:

a. Indikasi

        Bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah ini:

        a. Kehamilan >37 minggu.
        b. Adanya tanda-tanda/ gejala impending eklampsia.
        c. Setelah 6 jam sejak dimulainya pengobatan medisinal, terjadi kenaikan teknaan
           darah.
        d. Setelah 24 sejak dimulainya pengobatan medisinal, tidak ada perbaikan.
     1. Terdapat gawat janin.
     2. HELLP syndrome.

b. Pengobatan Medisinal

     1. Pemberian melalui intravena secara kontinyu (dengan menggunakan infusion pump):
           a. Dosis awal:

                 4 gram (20 cc MgSO4 20%) dilarutkan dalam 100 cc Ringer Laktat, diberikan
                 selama 15-20 menit.

           b. Dosis pemeliharaan:

                 10 gram (50 cc MgSO4 20%) dalam 500 cc cairan Ringer Laktat, diberikan
                 dengan kecepatan 1-2 gr/ jam (20-30 tetes/ menit).

     2. Pemberian melalui intramuskular secara berkala:
           a. Dosis awal:

                 4 gram MgSO4 (20 cc MgSO4 20%) diberikan secara i.v dengan kecepatan 1
                 gram/ menit.

           b. Dosis pemeliharaan:
              Selanjutnya diberikan MgSO4 4 gram (10 cc MgSO4 40%) i.m setiap 4 jam.
              Tambahkan 1 cc lidokain 2% pada setiap pemberian i.m untuk mengurangi
              perasaan nyeri dan panas.

        Syarat-syarat pemberian MgSO4:
              Harus tersedia antidotum, yaitu Kalsium Glukonas 10% (1gram dalam 10 cc).
              Frekuensi pernapasan >16 kali per menit.
              Produksi urine >30 cc per jam (0,5 cc/ kg BB/ jam).
              Refleks patella positif.
        MgSO4 dihentikan pemberiannya apabila:
           Ada tanda-tanda intoksikasi.

                                                8
Setelah 24 jam pascapersalinan.
            Dalam 6 jam pascapersalinan, sudah terjadi perbaikan (normotensif).

        b. Diazepam diberika apabila tidak tersedi MgSO4 dapat diberikkan injeksi
        diazepam 10 mg IV, yang dapat diulangi setelah 6 jam.

   3.   Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada:

               Edem paru
               Payah jantung kongestif
               Edem anarsaka

   4.   Obat antihipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik         180 mmHg dan diastolik
          110 mmHg, obat-obatan dapat dipilih antara lain:

        a. Hidrazaline 2 mg IV, dilanjutkan dengan 100 mg dalam 500 cc NaCl secara titrasi
           sampai tekanan darah sistolik <170 mmHg dan diastolik <110 mmHg.
        b. Klonidin 1 ampul dalam 10 cc NaCl IV, dilanjutkan dengan titrasi 7 ampul dalam
           500 cc cairan A2 atau ringer langtat.
        c. Nifedipin per oral 3-4 kali 10 mg.
        d. Obat-obat lain, seperti: metildopa, etanolol, dan lobelatol.
        e. Obat antihipertensi hanya diberikan jika tekanan darah sistolik >180 mmHg dan
           diastolik >110 mmHg.2

   5.   Kardiotonika:

        Indikasi diberikannya bila ada tanda-tanda payah jantung, jenis yang diberikan:
        Codilanid-D.

c. Pengelolaan Obstetrik

Cara terminasi kehamilan:

Belum inpartu:

1. Induksi persalinan:

 Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop        6

2. Seksio sesarea bila:

                                                9
a. Syarat tetes oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontra indikasi tetes oksitosin.
      b. Delajam jam sejak dimulainya tetes oksitosin belum masuk fase aktif.

Sudah inpartu:

      a. Kala I

          Fase Laten; Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor bishop       6.

          Fase Aktif:   1. Amniotomi.

                        2. Bila his tidak adekuat, diberikan tetes oksitosin.

                        3. Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap,
                          dilakukan seksio sesarea.

     b.   Kala II

          Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus buatan.

B.        Pengelolaan Konservatif

      a. Indikasi: Kehamilan preterm (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending
          eklampsia dengan keadaan janin baik.
      b. Pengobatan medisinal: Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif.
          Dosis awal MgSO4 diberikan secara i.m ( MgSO4 40%, 8 gram i.m). pemberian
          MgSO4 dihentikan bial sudah mencapai tanda-tanda preeclampsia ringan, selambat-
          lambatnya dalam waktu 24 jam.

2.        Eklampsia

2.1       Definisi 2

Eklampsia adalah kejang pada wanita hamil, dalam persalinan, atau masa nifas yang disertai
dengan gejala-gejala preeklampsia.

          Gejala eklampsia sama dengan preeklampsia ditambah kejang dan atau koma. Pada
umumnya eklampsia baru timbul sesudah minggu ke-20 dan makin tua kehamilan makin
besar kemungkinan timbulnya penyakit tersebut.




                                                 10
2.2      Klasifikasi2

Menurut saat terjadinya, eklampsi dapat dibedakan atas:

      1. Eklampsia antepartum, yang terjadi sebelum persalinan.
      2. Eklampsia intrapartum, yang terjadi sewaktu persalinan.
      3. Eklampsia pascapersalinan, yang terjadi setelah persalinan.

      Eklampsia pascapersalinan dapat terjadi segera (early pospartum), yaitu setelah 24 jam
sampai 7 hari pascapersalinan atau lambat (late postpartum) setelah 7 hari pascapersalinan
selama nifas (jarang).

2.3      Insidensi

Frekuensinya bervariasi antara satu negara dengan negara yang lain. Frekuensi rendah
umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik, penyediaan
tempat tidur antenatal yang cukup dan penanganan preeklampsia yang sempurna.
         Di negara-negara berkembang frekuensi dilaporkan berkisar 0,3 – 0,7 %, sedangkan
di negara-negara maju berkisar 0,05 – 0,1 %. 4

         Sebagian besar kasus (90%) muncul pada trimester ketiga kehamilan hingga 48 jam
pascasalin, sementara sisanya sebelum kehamilan 20 minggu. Dilaporkan ada kasus
eklampsia yang terjadi 23 hari pascasalin. Data di Amerika Serikat, eklampsia merupakan
penyebab kematian kedua kematian ibu.5

2.4      Etiologi

         Penyebab eklampsia belum sepenunya diketahui benar. Oleh karena itu eklampsia
merupakan kelanjutan atau stadium akhir dari preeklampsia.

2.5      Patofisiologi2

Dasar patofisiologi untuk eklampsia adalah vasospasme. Penyempitan vaskuler menyebabkan
hambatan aliran darah dan menerangkan proses terjadinya hipertensi arterial. Kemungkinan
vasospasme juga membahayakan pembuluh darah sendiri karena peredaran darah dalam vasa
vasorum terganggu sehingga terjadi kerusakan vaskuler. Pelebaran segmental yang biasanya
disertai penyempitan arteriol segmental mungkin mendorong lebih jauh timbulnya kerusakan
vaskuler mengingat keutuhan endotel dapat terganggu oleh segmen penbuluh darah yang

                                               11
melebar dan teregang. Lebih lanjut, angiotensin II tampaknya mempengaruhi langsung sel
endotel dengan membuatnya berkontraksi. Semua faktor ini dapat menimbulkan kebocoran
sel antar endotel sehingga melalui kebocoran tersebut, unsur-unsur pembentuk darah seperti
trombosit dan fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel. Pada keadaan normal, wanita
hamil memiliki resistensi terhadap efek pressor dari pemberian angiotensin II. Sedangkan
pada wanita yang menderita preeklampsi, kepekaan pembuluh darah yang meningkat
terhadap hormon pressor ini dan hormon lainnya meningkat. Hal inilah yang mendahului
awal terjadinya hipertensi karena kehamilan

2.6      Diagnosis

Kejang eklampsia merupakan kondisi yang dapat mengancam nyawa dan berujung pada
kematian. Pandangan kabur, nyeri ulu hati, nyeri kepala, adalah gejala yang sering
dikeluhkan pasien sebelum terjadi kejang/ eklampsia.5

         Pada eklampsia, tekanan darah biasanya tinggi yaitu sekitar 180/110 mmHg. Denyut
nadi kuat dan berisi, kecuali pada keadaan yang sudah buruk. Oleh karena itu, denyut nadi
menjadi kecil dan cepat. Demam yang tinggi menunjukkan prognosis yang buruk. Pernapasan
biasanya cepat dan berbunyi. Pada keadaan yang berat bisa terjadi sianosis.

          Proteinuria hampir selalu ada bahkan kadang-kadang sangat banyak, edema juga
biasanya ada.

         Eklampsia antepartum biasanya akan diikuti oleh persalinan setelah beberapa waktu
kemudian. Meskipun demikian, dapat juga pasien berangsur – angsur membaik, tidak kejang
lagi, dan kemudian sadar, sedangkan kehamilannya terus berlangsung.

         Umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya
gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di
epigastrium atau nyeri abdomen kuadran kanan atas dan hiperefleksia.

Serangan kejang eklampsia dapat dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu:

      1. Tingkat invasi (tingkat permulaan): Mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu pihak,
         dan kejang – kejang halus terlihat pada muka. Tingkat ini berlangsung beberapa detik.
      2. Tingkat kontraksi (tingkat kejang tonis): Seluruh badan menjadi kaku, kadang-
         kadang terjadi epistotonus. Lamanya 15 sampai 20 detik.


                                              12
3. Tingkat konvulsi (tingkat kejang klonis): Terjadinya kejang yang hilang timbul,
         rahang membuka dan menutup begitu pula mata, otot-otot muka dan otot badan
         berkontraksi dan berelaksasi berulang. Kejang ini sangat kuat hingga pasien dapat
         terlempar dari tempat tidur atau lidahnya tergigit. Ludah yang berbuih bercampur
         darah keluar dari mulutnya, mata merah, muka biru, berangsur-angsur kejang
         berkurang, dan akhirnya berhenti. Lamanya     1 menit.
      4. Tingkat koma: Setelah kejang klonis ini, pasien jatuh dalam koma. Lamanya koma ini
         bervariasi dari beberapa menit sampai berjam – jam. Jika pasien sadar kembali, ia
         tidak ingat sama sekali apa yang telah terjadi (amnesi retrograd).

      Setelah beberapa waktu, dapat terjadi serangan baru dan kejadian yang diterangkan di
atas berulang lagi, kadang-kadang 10-20 kali.2

2.7      Penatalaksanaan(2,1)

1.       Profilaksis.
         Upaya pencegahan eklampsia dilakukan dengan cara menemukan kasus preeklampsia
         sedini mungkin dan mengobatinya dengan adekuat.
                 Tindakannya dapat berupa:
              a. Identifikasi faktor predisposisi.
              b. Menemukan gejala awal hipertensi, edema, dan proteinuria.
              c. Rujukan yang tepat.
              d. Perawatan jalan atau inap.
              e. Pengobatan medisinal.
              f. Pengobatan obstetrik untuk mengakhiri kehamilannya.
2.       Pengobatan.
         Secara teoritis eklampsia adalah penyakit yang disebabkan oleh kehamilan. Oleh
         karena itu, pengobatan yang terbaik adalah megakhiri kehamilannya, misalnya dengan
         seksio sesarea atau secara pervaginam.

         Tujuan pengobatan eklampsia adalah:

         a.   Mencegah timbulnya kejang selanjutnya.
         b.   Menurunkan/ kontrol tekanan darah secara berangsur-angsur dan tidak boleh
              terlalu banyak:
                 Tekanan darah tidak boleh lebih turun dari 20% dalam 1 jam.

                                                 13
Tekanan darah tidak boleh kurang dari 140/90 mmHg.
       c.   Mengatasi hemokonsentrasi dan memperbaiki diuresis dengan pemberian cairan,
            misalnya cairan ringer laktat. Karena air keluar dari pembuluh darah dan
            menimbulkan edema, terjadi hipovolemi. Hipovolemi ini menyebabkan oliguri
            sampai anuri bahkan dapat menimbulkan syok.
               Pemberian cairan harus hati-hati karena dapat menimbulkan hiperhidrasi dan
            edema paru. Oleh karena itu produksi urine tidak boleh kurang dari 30cc/jam dan
            tekanan vena sentral tidak boleh melebihi 6-8 cm air.
       d.   Mengatasi hipoksia dan asidosis dengan mengusahakan agar penderita
            memperoleh O2 dan mempertahankan kebebasan jalan napas.
       e.   Mengakhiri kehamilan tanpa memandang umur kehamilan setelah kejang dapat
            diatasi.

Pengobatan Medisinalis

  1.   Obat Antikejang

       Magnesium sulfat diberikan secara parenteral adalah obat antikejang yang efektif
  tanpa menimbulkan depresi susunan saraf pusat baik pada ibu maupun janinnya. Obat ini
  dapat diberikan secara intravena melalui infus kontinu atau intramuskular dengan ijeksi
  intermiten. Jadwal dosis untuk preeklampsia berat sama seperti untuk eklampsia. Bila
  timbul kejang-kejang ulangan maka dapat diberikan 2 gr MgSO4 20% i.v selama 2 menit,
  sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan 2 gr hanya
  diberikan sekali saja. Bila setelah diberi dosis tambahan masih tetap kejang maka
  diberikan amobarbital 3-5 mg/ kg/ bb i.v pelan-pelan.

  2.   Perawatan Serangan Kejang dan Koma

Bersama dengan bagian saraf, perawatan penderita dilakukan:

   1. Di kamar isolasi yang cukup terang dan tenang.
   2. Masukkan sudip lidah ke dalam mulut penderita.
   3. Kepala direndahkan, daerah orofaring diisap.
   4. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna menghindari fraktur.
   5. Pada status konvulsivus, dapat dipertimbangkan pemberian suntikan Benzodiazepin 1
       amp (10 mg) i.v perlahan-lahan, Fenitoin untuk mencegah kejang ulangan dengan
       dosis 3 x 300 mg, atau Diazepam.

                                             14
6. Diberikan infus cairan manitol 20%. Pemberian dilakukan selama 5 hari.
     7. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan memakai Glasgow Coma Scale.

     3.   Pengobatan Obstetrik:

     a. Sikap terhadap kehamilan

          Semua kehamilan dengan eklampsia dan impending eklampsia harus diakhiri tanpa
     memandang umur kehamilan dan keadaan janin.

          Gejala impending eklampsia:

                 Penglihatan kabur
                 Nyeri ulu hati yang hebat
                 Nyeri kepala hebat
     b. Saat pengakhiran kehamilan
          Terminasi kehamilan pasien eklampsia dan impending eklampsia adalah dengan
          seksio sesarea.
          Persalinan pervaginam dipertimbangkan dengan keadaan-keadaan berikut:
                 Pasien inpartu kala II
                 Sindroma HELLP
                 Komplikasi serebral (CVA, stroke)

          Saat pengakhiran kehamilan ditetapkan, yaitu apabila sudah terjadi pemulihan
     hemodinamik dan metabolism ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih dari
     keadaan-keadaan berikut:

     1. Setelah pemberian obat antikejang terakhir.
     2. Setelah kejang terakhir.
     3. Setelah pemberian obat-obat antihipertensi terakhir.
     4. Pasien mulai sadar (responsif).

B.        Kegawatdaruratan Pada Perdarahan

1.        Perdarahan Antepartum

Perdarahan antepartum didefinisikan sebagai perdarahan dari jalan lahir setelah kehamilan
minggu ke-20 dengan insidensi 2,5%.6


                                              15
1.1        Plasenta Previa

1.1.1 Definisi

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga
menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum.

1.1.2 Klasifikasi 2
1. Plasenta previa totalis atau komplit : adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri
   internum.
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri
   internum.
4. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
   demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium
   uteri internum. Jarak yang lebih 2cm dianggap plasenta letak normal.
           Sejalan dengan membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim dan
meluasnya segmen bawah rahim, plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim ikut
berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi.

1.1.3 Insidensi

Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia di atas 35
tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal. Kecacatan
uterus ikut mempertinggi angka kejadiannya. Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah
dilapotkan insidennya berkisar 1,7 % sampai 2,9 %. Di negara maju insidensinya lebih
rendah yaitu kurang dari 1 % mungkin disebaban oleh berkurangnya wanita hamil paritas
tinggi.1

1.1.4 Etiologi dan Faktor Resiko2

Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang endometriumnya kurang
baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua.
   Keadaan ini bisa ditemukan pada:
   1. Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek.
   2. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.


                                             16
3. Umur lanjut (diatas atau sama dengan 35 tahun).
  4. Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan (seksio sesarea,
  kuret, dll.)


  5. Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain.
  Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi
  plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari).


  Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi
luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau
menutupi ostium uteri internum.
  Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat implantasi
yang lebih baik, yaitu tempat yang lebih rendah dekat ostium uteri internum.


1.1.5 Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya trimester ketiga atau mungkin lebih awal, tapak
plasenta yang terbentuk dari desidua basalis akan mengalami pelepasan oleh karena
terbentuknya segmen bawah rahim. Dengan melebarnya istmus uteri menjadi segmen bawah
rahim, maka plasenta yang berimplantasi sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat
pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar
dan membuka ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi
perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta.
Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan plasenta previa pun
pasti akan terjadi. Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh karena
segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot
yang dimilikinya sangat minimal, akibatnya pembuluh darah di tempat itu tidak tertutup
secara sempurna.
       Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang mudah
diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada
dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta
perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke buli-buli dan ke rectum
bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang
sebelumnya bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang mudah rapuh dan robek oleh


                                              17
sebab kurangnya elemen otot yang terdapat di sana. Kedua kondisi ini berpotensi
meningkatkan kejadian perdarahan pascapersalinan pada plasenta previa, mislanya dalam
kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna atau setelah uri lepas karena
segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik. 3


1.1.6 Manifestasi Klinik6

   1. Gejala yang terpenting ialah perdarahan uterus keluar melalui vagina tanpa rasa nyeri.
       Perdarahan bersifat berulang-ulang karena terjadi pergeseran antara plasenta dan
       dinding rahim. Oleh karena itu, regangan dinding rahim dan tarikan pada serviks
       berkurang, tetapi dengan majunya kehamilan regangan bertambah lagi dan
       menimbulkan perdarahan baru.
   2. Bagian terendah janin sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim
       sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul.
   3. Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada plasenta previa
       lebih sering disertai kelainan letak jika perdarahan disebabkan oleh plasenta previa
       lateral dan marginal serta robekannya marginal, sedangkan plasenta letak rendah,
       robekannya beberapa sentimeter dari tepi plasenta.

1.1.7 Diagnosis7

Anamnesis perdarahan tanpa keluhan, perdarahan berulang. Pemeriksaan klinis untuk
mengetahui kelainan letak dari perabaan fornises apakah teraba bantalan lunak pada
presentasi kepala.

       Sebelum tersedia darah dan kamar operasi, tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam
karena pemeriksaan dalam ini dapat menimbulkan perdarahan yang lebih membahayakan.

       Diagnosis plasenta previa ditegakkan dengan pemeriksaan Ultrasonografi (USG).
Dengan USG transabdominal ketepatan diagnosisnya mencapai 95-98%. Dengan USG
transvaginal ketepatannya bisa lebih tinggi lagi. Dengan bantuan USG, diagnosis plasenta
previa atau letak rendah sering kali sudah dapat ditegakkan sejak dini sebelum kehamlan
trimester ketiga.




                                            18
1.1.8 Penatalaksanaan8

Penatalaksanaan plasenta previa terbagi menjadi 2 golongan, yaitu:

      1. Konservatif:
         Syarat:
                   Keadaan umum ibu dan anak baik
                   Perdarahan sedikit
                   Usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan tafsiran berat janin kurang dari
                   2500.
                   Tidak ada his persalinan.
      2. Aktif:
      a. Persalinan pervaginam:

         Dilakukan pada plasenta letak rendah, yang didiagnosis dengan melakukan
         pemeriksaan USG.

      b. Persalinan perabdominam:
         Dilakukan pada keadaan plasenta previa perdarahan banyak, plasenta previa totalis,
         plasenta previa lateralis posterior, plasenta letak rendah dengan letak anak sungsang.

1.2      Solusio Plasenta

1.2.1 Definisi2

Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh plasenta dari tempat implantasinya
yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya yakni sebelum janin lahir.

1.2.2 Klasifikasi2

Dalam klinis solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya gambaran klinik sesuai dengan
luasnya permukaan plasenta yang terlepas, yaitu solusio plasenta ringan, solusio plasenta
sedang, solusio plasenta berat.

         Solusio plasenta ringan: Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25%. Jumlah darah
         yang keluar biasanya kurang dari 250 ml. Darah yang keluar terlihat seperti haid.
         Gejala-gejala perdarahan sukar dibedakan dari plasenta previa kecuali dari darahnya
         yang kehitaman. Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada.

                                               19
Solusio plasenta sedang: Luas plasenta yang lepas telah melebihi 25%, tetapi belum
       mencapai separuhnya (50%). Jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml
       tetapi belum mancapai 1000 ml. keluarnya darah ditandai dengan nyeri perut yang
       terus menerus, DJJ menjadi cepat, hipotensi dan takikardia.
       Solusio plasenta berat: Luas plasenta yang terlepas sudah lebih dari 50% dan jumlah
       darah yang keluar mencapai 1000 ml atau lebih. Keadaan umum penderita buruk
       disertai syok, dan hampir semua kasus janinnya telah meninggal. Komplikasi
       koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai oleh oliguri biasanya telah ada.

1.2.3 Insiden1

Kejadian solusio plasenta sangat bervariasi dari 1 di antara 75 sampai 830 persalinan dan
merupakan penyebab dari 20-35% kematian perinatal.

       Solusio plasenta seringkali berulang pada kehamilan berikutnya. Kejadiannya tercatat
sebesar 1 diantara 8 kehamilan.

1.2.4 Etiologi dan Faktor Resiko2

Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa hal yang
mempengaruhi terjadinya solusio plasenta:

   1. Hipertensi esensialis atau preeklampsia
   2. Tali pusat yang pendek
   3. Trauma
   4. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior.
   5. Uterus yang sangat mengecil (hidroamnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan
       ganda pada waktu anak pertama lahir)
       Disamping itu, terdapat juga pengaruh dari umur lanjut, multipara, ketuban pecah
       dini, defisiensi asam folat, merokok, alcohol, kokain, mioma uteri.

1.2.5 Patofisiologi7

Solusio plasenta dimulai dengan perdarahan dalam desidua basalis, terjadilah hematom dalam
desidua yang mengangkat lapisan-lapisan diatasnya. Hematom ini makin lama makin besar
sehingga bagian plasenta menjadi terlepas.



                                              20
Akhirnya hematom mencapai bagian pinggir plasenta dan mengalir keluar antara
selaput janin dan dinding rahim.

1.2.6 Manifestasi Klinis

   1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his.
   2. Anemi dan syok.
   3. Rahim keras seperti papan dan terdapat nyeri tekan karena isi rahim bertambah
       dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim teregang (uterus en
       bois).
   4. Palpasi sukar karena rahim keras.
   5. Fundus uteri makin lama makin naik.
   6. Pada Vagina Toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi rahim
       bertambah).
   7. Sering terdapat proteinuri karema disertai preeklampsia.

1.2.7 Diagnosis

   a. Pemeriksaan USG: Didapatkan implantasi plasenta normal dengan gambaran
       hematom retroplasenter.
   b. Pemeriksaan Laboratorium:
                Bed side clotting test untuk menilai fungsi pembekuan darah atau penilaian
                tidak langsung kadar fibrinogen.
                Pemeriksaan darah untuk fibrinogen, trombosit, waktu perdarahan, waktu
                pembekuan.

1.2.8 Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Solusio Plasenta Sedang/ Berat:

   1. Perbaiki keadaan umum
           a. Resusitasi cairan/ transfusi darah.
                       Berikan darah lengkap segar
                       Atau salah satu dari plasma segar, PRC, konsentrasi trombosit.
                       Atasi kemungkinan gangguan perdarahan.
   2. Melahirkan janin :




                                              21
a. Janin hidup ( gawat janin) : dilakukan seksio sesarea, kecuali bila pembukaan
                sudah lengkap. Pada keadaan ini, dilakukan amniotomi, drip oksitosin
                ekstrasi forceps.
             b. Janin mati : dilakukan persalinan pervaginam. Dengan amniotomi, drip
                oksitosin lalu bisa dilakukan seksio sesarea.

1.3    Vasa Previa

1.3.1 Definisi

Vasa previa adalah keadaan dimana pembuluh darah janin berada di dalam selaput ketuban
dan melewati ostium uteri internum untuk kemudian sampai ke dalam insersinya di tali pusat.
Perdarahan terjadi bila selaput ketuban yang melewati pembukaan serviks robek atau pecah
dan vaskular janin itu pun ikut terputus.

1.3.2 Insidensi

Perdarahan antepartum pada vasa previa menyebabkan angka kematian janin yang tinggi
yaitu 33% sampai 100%. Keadaan ini sangat jarang kira-kira 1 dalam 1.000 sampai 5.000
kehamilan.

1.3.3 Faktor Resiko

Faktor resiko antara lain pada plasenta letak rendah, kehamilan pada fertilisasi in vitro, dan
kehamilan ganda terutama triplet. Semua keadaan ini berpeluang lebih besar bahwa vaskular
janin dalam selaput ketuban melewati ostium uteri. Pembuluh darah janin yang melewati
pembukaan serviks tidak terlindung dari bahaya terputus ketika ketuban pecah dalam
persalinan dan janin mengalami perdarahan akut yang banyak.

1.3.4 Diagnosis dan Penatalaksanaan

Vasa previa dapat didiagnosa dengan melakukan pemeriksaan penunjang USG. Bila terduga
terdapat perdarahan fetal, untuk konfirmasi dibuat pemeriksaan APT atau Kleihauer- Betke .
pemeriksaan ini didasari darah janin yang tahan terhadap suasana alkali.

       Bila diagnosis dapat ditegakkan sebelum persalinan, maka tindakan terpilih untuk
menyelamatkan janin adalah melalui bedah sesar.



                                               22
2.     Perdarahan Postpartum

Perdarahan postpartum adalah hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah kala tiga persalinan
selesai atau setara dengan pengeluaran darah 1000 ml pada seksio sesarea, 1400 ml pada
histerektomi sesarea elektif, dan 3000 sampai 3500 ml untk histerektomi sesarea secara
darurat.1 Kejadiannya sekitar 4-7% dari seluruh kehamilan.6

2.1    Atonia Uteri

2.1.1 Definisi

       Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana uteri tidak dapat berkontraksi dengan baik
dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi
tidak terkendali. Umumnya perdarahan karena atonia uteri terjadi dalam 24 jam pertama post
partum.

       Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibat adanya atonia
uteri. Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan
adalah 500-800 ml/menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika uterus itu tidak berkontraksi
selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkan kehilangan darah yang sangat banyak.
Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5-6 liter saja.


2.1.2 Etiologi dan Faktor Resiko (8, 1)
Dalam kasus atonia uteri penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Akan tetapi terdapat
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi, yaitu:

      1. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua
      2. Distensi rahim yang berlebihan
          Penyebab distensi uterus yang berlebihan antara lain:
            a. Kehamilan ganda
            b. Poli hidramnion
            c. Makrosomia janin (janin besar)

          Peregangan uterus yang berlebihan karena sebab-sebab tersebut akan mengakibatkan
          uterus tidak mampu berkontraksi segera setelah plasenta lahir.



                                                23
3. Pemanjangan masa persalinan (partus lama) dan sulit
     Pada partus lama uterus dalam kondisi yang sangat lelah, sehingga otot-otot rahim
     tidak mampu melakukan kontraksi segera setelah plasenta lahir.


4. Grandemulitpara (paritas 5 atau lebih)
     Kehamilan seorang ibu yang berulang kali, maka uterus juga akan berulang kali
     teregang. Hal ini akan menurunkan kemampuan berkontraksi dari uterus segera
     setelah plasenta lahir.

5. Kehamilan dengan mioma uterus
     Mioma yang paling sering menjadi penyebab perdarahan post partum adalah mioma
     intra mular, dimana mioma berada di dalam miometrium sehingga akan
     menghalangi uterus berkontraksi.

6. Persalinan buatan (SC, Forcep dan vakum ekstraksi)
     Persalinan buatan mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan
     buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah
     untuk berkontraksi.

7. Infeksi intrapartum
     Korioamnionitis adalah infeksi dari korion saat intrapartum yang potensial akan
     menjalar pada otot uterus sehingga menjadi infeksi dan menyebabkan gangguan
     untuk melakukan kontraksi.

8.    Kelainan plasenta
     Plasenta akreta, plasenta previa dan plasenta lepas prematur mengakibatkan
     gangguan uterus untuk berkontraksi. Adanya benda asing menghalangi kontraksi
     yang baik untuk mencegah terjadinya perdarahan.

9.    Anastesi atau analgesik yang kuat
     Obat anastesi atau analgesi dapat menyebabkan otot uterus menjadi dalam kondisi
     relaksasi yang berlebih, sehingga saat dibutuhkan untuk berkontraksi menjadi
     tertunda atau terganggu. Demikian juga dengan magnesium sulfat yang digunakan
     untuk mengendalikan kejang pada preeklamsi/eklamsi yang berfungsi sebagai
     sedativa atau penenang.


                                          24
10. Induksi atau augmentasi persalinan
          Obat-obatan uterotonika yang digunakan untuk memaksa uterus berkontraksi saat
          proses persalinan mengakibatkan otot uterus menjadi lelah.

     11. Penyakit sekunder maternal
          Anemia, endometritis, kematian janin dan koagulasi intravaskulere diseminata
          merupakan penyebab gangguan pembekuan darah yang mengakibatkan tonus
          uterus terhambat untuk berkontraksi.

     12. Riwayat atonia uteri sebelumnya

     13. Pemijatan dan penekanan uterus yang sudah berkontraksi secara terus menerus.


2.1.3 Manifestasi Klinis8
Tanda dan gejala atonia uteri adalah:

           1. Perdarahan pervaginam
               Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan darah tidak
               merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan, hal ini
               terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku
               darah.
           2. Konsistensi rahim lunak
               Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan
               atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
           3. Fundus uteri naik
               Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan
               menggumpal
           4. Terdapat tanda-tanda syok
               Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin,
               gelisah, mual dan lain-lain.


2.1.4 Diagnosis2

Diagnosis ditegakkan bila setelah janin dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan
banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih
dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis,

                                              25
maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari
pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam
kalkulasi pemberian darah pengganti.


2.1.5 Pencegahan8

Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih
dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen
aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan
transfusi darah.

      Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat,
dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin.
Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala
III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10
unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.

      Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika
untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-
acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-
10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV
dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih
efektif dibanding oksitosin.

2.1.6 Penatalaksanaan

   1. Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.
   2. Sementara dilakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan kompresi
       bimanual.
   3. Pastikan plasenta lahir lengkap (bila ada indikasi sebagian plasenta masih tertinggal,
       lakukan evakuasi sisa plasenta) dan tidak ada laserasi jalan lahir.
   4. Berikan transfusi darah bila sangat diperlukan.
   5. Lakukan uji pembekuan darah untuk konfirmasi pembekuan darah.




                                              26
2.2      Inversio uteri

2.2.1 Definisi

Inversio uteri adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan keluar
lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit atau komplit.8

         Pada inversio uteri komplit, uterus berputar balik sehingga fundus uteri terdapat
dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Sedangkan jika fundus hanya menekuk
ke dalam dan tidak keluar ostium uteri internum disebut inversio uteri inkomplet.


2.2.2 Insidensi

Inversio uteri merupakan suatu keadaan kegawatdaruratan obstetrik yang jarang terjadi (1 per
2000 – 12.000 kelahiran) namun umumnya kelainan tersebut menyebabkan keadaan gawat
dengan angka kematian yang tinggi (15 – 70%).7

2.2.3 Etiologi

Tiga faktor diperlukan untuk terjadinya inversio uteri:

      1. Tonus otot yang lemah.
      2. Tekanan atau tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan dengan tangan,
         dan tarikan pada tali pusat)
      3. Kanalis servikalis yang longgar.

      Inversio uteri juga dapat terjadi saat batuk, bersin, atau mengejan, juga karena perasat
      crede.2

2.2.4 Manifestasi Klinis2, 8

      1. Syok
      2. Fundus uteri sama sekali tidak teraba atau teraba tekukan pada fundus.
      3. Pada vulva tampak fundus uteri yang terbalik dengan atau tanpa plasenta yang
         melekat.
      4. Perdarahan yang banyak dan bergumpal.

2.2.5 Penatalaksanaan2,1

                                               27
1. Atasi syok dengan pemberian infus Ringer Laktat dan bila perlu beri tranfusi darah.
      2. Reposisi manual dalam anestesi umum sesudah syok teratasi. Jika plasenta belum
           lepas, baiknya plasenta jangan dilepaskan dulu sebelum uterus di reposisi karena
           dapat menimbulkan banyak perdarahan. Setelah reposisi berhasil, berikan drip
           oksirosin dan dapat juga dilakukan kompresi bimanual. Pemasangan tampon rahim
           supaya tidak tejadi lagi inversion.
      3.
      4. Jika reposisi manual tidak berhasil, lakukan tindakan operatif.

2.3        Retensio Plasenta

2.3.1 Definisi

Retensio plasenta adalah gagalnya kelahiran plasenta dalam waktu 30 menit setelah janin
lahir. 7

2.3.2 Insidensi 7

Muncul 2-3% pada persalinan pervaginam cukup bulan. Bertambah 3 kali lipat pada
persalinan dengan umur kehamilan 26 minggu, bertamah 20 kali lipat pada persalinan 20
minggu. Pada negara berkembang insiden retensio plasenta mencapai (16-17%).

2.3.3 Etiologi2

      1. Patologi anatomi:
           Plasenta akreta, inkreta, perkreta.
      2. Fungsional:
              His kurang kuat
              Plasenta adhesive

2.3.4 Manifestasi Klinis

Pada proses kala III didahului dengan tahap pelepasan plasenta akan ditandai oleh perdarahan
pervaginam atau plasenta sudah sebagian lepas, tetapi tidak keluar pervaginam, sampai
akhirnya tahap ekspulsi, plasenta lahir. Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum
terlepas, maka tidak akan menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas



                                                 28
dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak dan harus diantisipasi dengan segera
melakukan plasenta manual, meskipun kala uri belum lewat setengah jam.

2.3.5 Diagnosis

   a. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit
       (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang
       disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
   b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan
       activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting
       Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan
       yang disebabkan oleh faktor lain.


2.3.6 Penatalaksanaan

Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta
setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut,
sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan

       Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral
dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg oral. Bila
kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%, berikan sulfas ferosus 600
mg/hari selama 10 hari.

       Lakukan eksplorasi ke dalam uterus dengan cara manual, jika terdapat sisa plasenta
yang tertinggal segera lakukan teknik pelepasan plasenta secara manual. Jika penyebabnya
adalah plasenta akreta, maka dilakuakan tindakan operatif.

3. Kegawatdaruratan Karena Emboli Air Ketuban

3.1.1 Definisi

Emboli cairan amnion adalah suatu gangguan kompleks yang secara klasik ditandai oleh
hipotensi, hipoksia, dan koagulopati konsumptif secara mendadak.1




                                             29
Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban
memasuki sirkulasi darah maternal, sehingga tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut
dan syok.

       Emboli air ketuban dapat menyebabkan kematian mendadak atau beberapa waktu
sesudah persalinan.4

3.1.2 Insidensi

Kejadian ini sangat jarang terjadi dengan insidensi terjadi sekitar 1:8000 dan 1:30.000, dan
kematian 30 menit setelahnya terjadi sekitar 85%. Walaupun fasilitas dan para tenaga
kesehatan sudah paham untuk upaya mengurangi angka kematian tersebut, hal ini masih
menjadi kasus dengan peringkat 3 teratas yang menyebabkan kematian ibu di Inggris.7

       Sindrom ini mutlak jarang dijumpai, namun sindrom ini merupakan penyebab umum
kematian ibu. Dengan menggunakan data 1,1 juta kelahiran di California, diperkirakan
frekuensinya sekitar 1 kasus per 20.000 kelahiran.1

3.1.3 Etiologi

Setelah ketuban pecah ada kemungkinan bahwa air ketuban masuk ke dalam vena-vena
tempat plasenta, endoserviks, atau luka lainnya (seksio sesarea, luka rahim). Air ketuban
mengandung lanugo, verniks caseosa, dan mekonium yang dapat menyebabkan emboli.2

       Faktor predisposisi emboli air ketuban meliputi multiparitas wanita gemuk, persalinan
dengan oksitosin drip, persalinan presipitatus ( kurang dari 3 jam ), pada IUFD atau Missed
abortion. Bila dilihat dari waktu kejadiannya, kondisi ini dapat terjadi pada persalinan
spontan, persalinan dengan seksio sesarea, dan waktu terjadi rupture.

3.1.4 Patofisiologi

Cairan amnion masuk ke sirkulasi akibat rusaknya sawar fisiologis yang biasanya terdapat
antara kompartemen ibu dan janin. Melalui laserasi pada vena endoservikalis selama dilatasi
serviks, sinus vena subplasenta, dan laserasi pada segmen uterus bagian bawah.
Kemungkinan saat persalinan, selaput ketuban pecah dan pembuluh darah ibu (terutama
vena) terbuka. Akibat tekanan yang tinggi, antara lain karena kontraksi yang luar biasa, air
ketuban beserta komponennya berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi darah. Walaupun
cairan amnion dapat masuk sirkulasi darah tanpa mengakibatkan masalah tapi pada beberapa

                                             30
ibu dapat terjadi respon inflamasi yang mengakibatkan kolaps cepat yang sama dengan syok
anafilaksi atau syok sepsis. Selain itu, jika air ketuban tadi dapat menyumbat pembuluh darah
di paru-paru ibu dan sumbatan di paru-paru meluas, lama kelamaan bisa menyumbat aliran
darah ke jantung. Akibatnya, timbul dua gangguan sekaligus, yaitu pada jantung dan paru-
paru.

         Pada fase I, akibat dari menumpuknya air ketuban di paru-paru terjadi vasospasme
arteri koroner dan arteri pulmonalis. Sehingga menyebabkan aliran darah ke jantung kiri
berkurang dan curah jantung menurun akibat iskemia miocardium. Mengakibatkan gagal
jantung kiri dan gangguan pernafasan. Perempuan yang selamat dari peristiwa ini mungkin
memasuki fase II. Ini adalah fase perdarahan yang ditandai dengan pendarahan besar dengan
atonia uteri dan Coagulation Intaravakuler Diseminata ( DIC ). Masalah koagulasi sekunder
mempengaruhi sekitar 40% ibu yang bertahan hidup dalam kejadian awal. Dalam hal ini
masih belum jelas cara cairan amnion mencetuskan pembekuan. Kemungkinan terjadi akibat
dari embolisme air ketuban atau kontaminasi dengan mekonium atau sel-sel gepeng
menginduksi koagulasi intravaskuler.

3.1.5 Manifestasi Klinis

Secara umum temuan klinik adanya emboli cairan ketuban adalah dispnu mendadak, sianosis,
kejang, kolaps kardiovaskular, respiratory arrest dan koma. Disritmia kardiak termasuk
disosiasi elektromekanik, bradikardi, ventrikular takikardia atau fibrilasi dan sistolik. Adanya
hipoksia serebri memungkinkan terjadinya manifestasi kejang tonik-klonik pada 10-18%
penderita emboli cairan ketuban. Manifestasi berupa gawat janin berupa bradikardi atau
deselerasi memanjang biasanya terjadi beberapa menit sebelum timbulnya gejala-gejala pada
ibu. 5

         Sesak napas yang sekonyong-konyong, sianosis, edema paru, syok, dan relaksasi otot-
otot rahim dengan perdarahan pascapersalinan.

         Syok terutama disebabkan oleh reaksi anafilaksis terhadap adanya bahan-bahan air
ketuban dalam darah; terutama emboli mekonium bersifat letal. Juga terjadi koagulopati
karena disseminated intravascular clotting.4




                                               31
3.1.6 Penatalaksanaan

Selama 40 tahun lebih, penatalaksanaan penderita dengan emboli cairan ketuban masih tetap
terbatas pada tindakan suportif saja. Koreksi hipoksia, koagulopati dan mempertahankan
sistem kardiovaskular sangat penting. Berikut adalah protokol penatalaksanaan untuk
menghadapi kasus-kasus emboli cairan ketuban:

       Pemasangan intubasi sambil melakukan ventilasi oksigen konsentrasi tinggi (90-
       100%) dengan tekanan positif pada akhir ekspirasi untuk mempertahankan pO2 > 60
       mmHg.
       Akses intravena dengan memakai jarum besar, untuk jalur transfuse, cairan, produk-
       produk darah dan obat-obatan.
       Mempertahankan tekanan sistolik >90 mmHg dengan pemberian cairan saline secara
       tepat untuk mencapai dosis preloading yang adekuat, dan pemberian ager pressor
       seperti dopamine serta inotropik seperti digoksin.
       Koreksi koagulopati dengan frozen plasma dan trombosit.
       Monitoring DJJ, bila masih terdengar, seksio sesarea perimortem dapat dilakukan.
       Koordinasi dan kerjasama dengan spesialis medik intensif atau subspesialis medik
       yang berkaitan.

C.     Kegawatdaruratan Distosia Bahu

3.1    Distosia Bahu

Merupakan penyulit yang berat karena sering kali baru diketahui saat kepala anak sudah lahir
dan tali pusat sudah terjepit anatra panggul dan badan anak.

       Angka kejadian pada janin dengan berat >2500 gram adalah 0,15% sedangkan pada
janin dengan berat badan >4000 gram 1,7%.

       Segera setelah kepala anak lahir dan terjadi distosia bahu harus segera dibuat
episiotomy mediolateral yang lebar dan anestesi yang adekuat. Kemudian bersihkan mulut
dan hidung anak.

       Upaya melahirkan bahu dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:




                                              32
1. Panggil bantuan; Mobilisasi asisten, anestesiolog, dan dokter anak. Pada saat ini
        dilakukan upaya untuk melakukan traksi ringan. Kosongkan kandung kemih jika
        penuh.
     2. Lakukan episiotomy luas (mediolateral) untuk memperluas ruangan di posterior.
     3. Penekanan di daerah suprapubis oleh pembantu penolong. Sementara penolong
        menggerakan kepala anak ke bawah kea rah sacrum ibu untuk melepaskan bahu depan
        yang tersangkut di bawah simfisis.
     4. Perasat McRoberts. Menganjurkan ibu untuk memegang dan menarik kedua pahanya
        kearah perutnya sambil meregangkan kedua pahanya ke kanan dan ke kiri. Sementara
        penolong berusaha membebaskan bahu depan anak yang tersangkut dengan
        menggerakan kepala anak ke bawah.
                 Manuver-manuver tersebut ini biasanya dapat mengatasi sebagian besar kasus
        distosia bahu. Namu, bila maneuver ini gagal, langkah-langkah berikut dapat
        dilakukan:
     5. Perasat wood. Memutar bahu depan 180º sehingga bahu depan menjadi bahu belakang
        dan bahu belakang yang sudah di putar ke depan akan lahir dibawah simfisis. Hal ini
        dapat terjadi karena bahu belakang sudah turun lebih jauh dari bahu depan.
     6. Berusaha melahirkan bahu belakang. Secara hati-hati melahirkan lengan belakang
        dengan geakan lengan anak dengan tangan sedemikian rupa sehingga seolah-olah
        lengan anak menyapu mukanya dan selanjutnya menyapu dadanya, dilanjutkan
        dengan melahirkan lengan belakang. Kemudian bahu dipitar sehingga diameter
        biakronialis mengisi diameter oblik dari pintu bawah panggul dan selanjutnya bahu
        pun dilahirkan di bawah simfisis.
     7. Dilakukan fraktur klavikula dan maneuver Zavanelli.

D.      Kegawatdaruratan Karena Penyakit Jantung

Penyakit jantung terbanyak disebabkan oleh rheuma (90%) dan biasanya dalam bentuk
stenosis mitralis. Disamping itu dapat disebabkan oleh kelainan jantung kongenital dan
penyakit otot jantung.

        Penyakit jantung pada wanita hamil baru diketahui jika ada dekompensasi, seperti :
sesak nafas, jantung yang berdebar-debar, sianosis, kelainan nadi, edema atau asites.




                                              33
1.1      Diagnosis

Dokter biasanya mendiagnosis penyakit jantung atas adanya :

      a. Bising diastolis atau bising sistolis yang kuat.
      b. Pembesaran jantung pada gambar rontgen.
      c. Adanya aritmia (bunyi jantung tidak teratur)

          Pasien dengan penyakit jantung biasanya dibagi dengan 4 golongan, yaitu :

                  1: Pasien yang tidak usah membatisi aktivitas fisik.
                  2: Pasien yang harus membatasi aktivitas fisik. Jika melakukan pekerjaan
                  sehari-hari, akan terasa capai, jantung bedebar-debar, sesak napas.
                  3: Pasien harus sangat membatasi aktivitas fisik.
                  4: Pasien tidak bisa melakukan aktivitas fisik sama sekali.

1.2      Penatalaksanaan

Perawatan Antenatal

         Konsultasi dan rawat bersama dengan bagian kardiologi, di ruang penyakit dalam.
         Bila rawat jalan, kontrol setiap minggu, tiap kunjungan sekaligus memeriksakan diri
         ke bagian kebidadanan dan kardiologi.
         Dilakukan pemeriksaan EKG dan foto thorax, atau ECG bila perlu.
         Setelah kehamilan 32 minggu, dilakukan pemeriksaan NST dan USG serial.

Pimpinan Persalinan

Dilakukan bersama bagian kardiologi

      1. Induksi persalinan
         Induksi dilakukan hanya atas indikasi obstetri. Tetes oksitosin akan meningkatkan
         volume darah yang menyebabkan edem paru. Untuk mencegah hal tersebut dapat
         diberikan diuretika.
      2. Kala I
             a. Perlu pemantauan ketat terdapat ibu maupun janin.
             b. Bila diperlukan, dapat diberikan profilaksis digitalis dan antibiotic (dilakukan
                  konsultasi dengan bagian kardiologi)

                                                34
c. Berikan oksigen bila terlihat adanya sianosis.
   3. Kala II tergatung klasifikasi:
           a. I        : Persalinan spontan
           b. II-IV :Cegah ibu mengedan dan selesaikan persalinan dengan ekstrasi
                forceps, selama kala II harus didampingi kardiologi.
   4. Kala III
           a. Berikan oksitosin 10 iu i.m setelah bayi lahir
           b. Berikan PRC jika diperlukan transfusi darah
           c. Pada kasus tertentu diberikan profilaksis furosemid 40mg i.v

Masa nifas

Pada 24 jam pertma masa kehamilan lakukan pemantauan tanda-tenda terjadinya
dekompensasi.

Penaganan gagal jantung dalam persalinan

Segera baringkan ibu dalam posisi miring ke kiri untuk menjamin aliran darah ke uterus lalu
beri analgesi yang sesuai. Jika perlu oksitosin, berikan dalam jumlah konsentrasi yang tinggi
dengan tetesan rendah. Persalinan pervaginam dengan mempercepat kala II. Sedapat mungkin
hindari mengedan jika perlu lakukan episiotomy dan akhir persalinan dengan ekstrasi forceps.
Tangani gagal jantung dengan memberikan morfin 10 mg dalam dosis tunggal.




                                              35
DAFTAR PUSTAKA



1.   Cunningham F.G., MacDonald P.C., Grant N.F., Leveno K.J., Gilstrap L.C., Hanskins
     G.D.V., Clark S.L., Williams Obstetric, Ed. 21, EGC, Jakarta. 2006: 627-673, 687-759,
     467-510.
2.   Sastrawinata Sulaiman, Obstetri Patologi, Edisi 2. EGC, Jakarta. 2005. 112-120, 121-
     170, 171-186.
3.   DeCherney AH, Nathan L. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology.
     10th ed. USA: McGraw-Hill Companies; 2007: 318-326, 328-341.
4.   http://etd.eprints.ums.ac.id/14903/3/BAB_1.pdf
5.   http://octariasaputra-referat.blogspot.com/2011/12/eklampsia.html
6.   Krisnadi Sofie Rifayani, Anwar Anita Deborah, Alamsyah Muhammad. Obstetri
     Emergensi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Jakarta: CV Sagung Seto; 2012:
     23-38, 75-88.
7.   Magowan Brian, Owen Philip, Drife James. Clinical Obstetrics & Gynaecology. 2rd ed.
     UK: Elsevier Limited; 2009: 365-377.
8.   Prawihardjo Sarwono. Ilmu Kebidanan. Ed. 4. Jakarta: Bina Pustaka; 2008: 522- 579.




                                             36

More Related Content

What's hot

Tesis preeklampsia presentasi PIT
Tesis preeklampsia presentasi PIT Tesis preeklampsia presentasi PIT
Tesis preeklampsia presentasi PIT Hendrik Sutopo
 
referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)
referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)
referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)Adeline Dlin
 
Asuhan keperawatan diabetes mellitus AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan diabetes mellitus AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan diabetes mellitus AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan diabetes mellitus AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Kelainan yang dipengaruhi dan mempengaruhi kehamilan
Kelainan yang dipengaruhi dan mempengaruhi kehamilanKelainan yang dipengaruhi dan mempengaruhi kehamilan
Kelainan yang dipengaruhi dan mempengaruhi kehamilanWak d'Add-Team
 
Hipertensi dalam kehamilan
Hipertensi dalam kehamilanHipertensi dalam kehamilan
Hipertensi dalam kehamilandwirani amelia
 
Asuhan keperawatan pada luka diabetes mellitus..
Asuhan keperawatan pada luka diabetes mellitus..Asuhan keperawatan pada luka diabetes mellitus..
Asuhan keperawatan pada luka diabetes mellitus..Falah123
 
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUSLAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUSAulia Kauri
 
Asuhan keperawatan dm bu yani
Asuhan keperawatan dm bu yaniAsuhan keperawatan dm bu yani
Asuhan keperawatan dm bu yaniKampus-Sakinah
 
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2Utik Pariani
 
askep e salio 2
askep e salio 2askep e salio 2
askep e salio 2mirapokeh
 
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Ulkus Diabetikum
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Ulkus DiabetikumAsuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Ulkus Diabetikum
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Ulkus DiabetikumProdalima Sinulingga, M.Kep
 
KB 3 Penyakit dan Kelainan yang Mempengaruhi dan Dipengaruhi Kehamilan
KB 3 Penyakit dan Kelainan yang Mempengaruhi dan Dipengaruhi KehamilanKB 3 Penyakit dan Kelainan yang Mempengaruhi dan Dipengaruhi Kehamilan
KB 3 Penyakit dan Kelainan yang Mempengaruhi dan Dipengaruhi Kehamilanpjj_kemenkes
 

What's hot (20)

Pre diabetes
Pre diabetesPre diabetes
Pre diabetes
 
Tesis preeklampsia presentasi PIT
Tesis preeklampsia presentasi PIT Tesis preeklampsia presentasi PIT
Tesis preeklampsia presentasi PIT
 
Askep diabetes mellitus
Askep diabetes mellitusAskep diabetes mellitus
Askep diabetes mellitus
 
referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)
referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)
referat obgyn resiko pada kehamilan (pembimbing : dr. Arie Widiyasa, spOG)
 
Syndrom chusing AKPER PEMKAB MUNA
Syndrom chusing AKPER PEMKAB MUNA Syndrom chusing AKPER PEMKAB MUNA
Syndrom chusing AKPER PEMKAB MUNA
 
Asuhan keperawatan diabetes mellitus AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan diabetes mellitus AKPER PEMKAB MUNA Asuhan keperawatan diabetes mellitus AKPER PEMKAB MUNA
Asuhan keperawatan diabetes mellitus AKPER PEMKAB MUNA
 
Kelainan yang dipengaruhi dan mempengaruhi kehamilan
Kelainan yang dipengaruhi dan mempengaruhi kehamilanKelainan yang dipengaruhi dan mempengaruhi kehamilan
Kelainan yang dipengaruhi dan mempengaruhi kehamilan
 
Hipertensi dalam kehamilan
Hipertensi dalam kehamilanHipertensi dalam kehamilan
Hipertensi dalam kehamilan
 
Asuhan keperawatan pada luka diabetes mellitus..
Asuhan keperawatan pada luka diabetes mellitus..Asuhan keperawatan pada luka diabetes mellitus..
Asuhan keperawatan pada luka diabetes mellitus..
 
B
BB
B
 
Askep dm
Askep dmAskep dm
Askep dm
 
Pengkajian sistem endokrin
Pengkajian sistem endokrinPengkajian sistem endokrin
Pengkajian sistem endokrin
 
Askep keluarga dengan dm AKPER PEMKAB MUNA
Askep keluarga dengan dm AKPER PEMKAB MUNA Askep keluarga dengan dm AKPER PEMKAB MUNA
Askep keluarga dengan dm AKPER PEMKAB MUNA
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUSLAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS
 
Asuhan keperawatan dm bu yani
Asuhan keperawatan dm bu yaniAsuhan keperawatan dm bu yani
Asuhan keperawatan dm bu yani
 
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2
Laporan pendahuluan asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 2
 
askep e salio 2
askep e salio 2askep e salio 2
askep e salio 2
 
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Ulkus Diabetikum
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Ulkus DiabetikumAsuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Ulkus Diabetikum
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Ulkus Diabetikum
 
KB 3 Penyakit dan Kelainan yang Mempengaruhi dan Dipengaruhi Kehamilan
KB 3 Penyakit dan Kelainan yang Mempengaruhi dan Dipengaruhi KehamilanKB 3 Penyakit dan Kelainan yang Mempengaruhi dan Dipengaruhi Kehamilan
KB 3 Penyakit dan Kelainan yang Mempengaruhi dan Dipengaruhi Kehamilan
 

Similar to Kegawatdaruratan Obstetri (20)

Makalah bahaya kehamilan
Makalah bahaya kehamilanMakalah bahaya kehamilan
Makalah bahaya kehamilan
 
gawat janin dan oligohidramion
gawat janin dan oligohidramiongawat janin dan oligohidramion
gawat janin dan oligohidramion
 
Keperawatan kegawat daruratan i
Keperawatan kegawat daruratan iKeperawatan kegawat daruratan i
Keperawatan kegawat daruratan i
 
Studi kasus anemia ringan
Studi kasus anemia ringanStudi kasus anemia ringan
Studi kasus anemia ringan
 
PEB.pptx
PEB.pptxPEB.pptx
PEB.pptx
 
PPT_PBL_SK1_KLP_1_BLOK_EMERGENCY.pptx
PPT_PBL_SK1_KLP_1_BLOK_EMERGENCY.pptxPPT_PBL_SK1_KLP_1_BLOK_EMERGENCY.pptx
PPT_PBL_SK1_KLP_1_BLOK_EMERGENCY.pptx
 
LAPKAS EKLAMPSIA
LAPKAS EKLAMPSIALAPKAS EKLAMPSIA
LAPKAS EKLAMPSIA
 
Kesehatan
KesehatanKesehatan
Kesehatan
 
200076167 case-doc
200076167 case-doc200076167 case-doc
200076167 case-doc
 
Kb 2 deteksi kegawat daruratan maternal
Kb 2 deteksi kegawat daruratan maternalKb 2 deteksi kegawat daruratan maternal
Kb 2 deteksi kegawat daruratan maternal
 
Penyakit yang menyertai persalinan 3
Penyakit yang menyertai persalinan 3Penyakit yang menyertai persalinan 3
Penyakit yang menyertai persalinan 3
 
Makalah kehamilan
Makalah kehamilanMakalah kehamilan
Makalah kehamilan
 
Makalah kehamilan
Makalah kehamilanMakalah kehamilan
Makalah kehamilan
 
Makalah kehamilan
Makalah kehamilanMakalah kehamilan
Makalah kehamilan
 
Makalah kehamilan
Makalah kehamilanMakalah kehamilan
Makalah kehamilan
 
PPT PENYAKIT JANTUNG BAWAAN PADA ANAK.pptx
PPT PENYAKIT JANTUNG BAWAAN PADA ANAK.pptxPPT PENYAKIT JANTUNG BAWAAN PADA ANAK.pptx
PPT PENYAKIT JANTUNG BAWAAN PADA ANAK.pptx
 
Asuhan Kegawat Daruratan
Asuhan Kegawat DaruratanAsuhan Kegawat Daruratan
Asuhan Kegawat Daruratan
 
Modul 2 BBLR Blok Reproduksi
Modul 2 BBLR Blok ReproduksiModul 2 BBLR Blok Reproduksi
Modul 2 BBLR Blok Reproduksi
 
Deteksi
DeteksiDeteksi
Deteksi
 
KB 2 Komplikasi Kehamilan
KB 2 Komplikasi KehamilanKB 2 Komplikasi Kehamilan
KB 2 Komplikasi Kehamilan
 

Recently uploaded

5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdfWahyudinST
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptxTeknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptxwongcp2
 
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2noviamaiyanti
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfNatasyaA11
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfWahyudinST
 
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxSILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxrahmaamaw03
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaAbdiera
 
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMPPOWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMPAnaNoorAfdilla
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxRioNahak1
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.aechacha366
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPCMBANDUNGANKabSemar
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaEzraCalva
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptAcemediadotkoM1
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 

Recently uploaded (20)

5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptxTeknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
 
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
 
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxSILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
 
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMPPOWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 

Kegawatdaruratan Obstetri

  • 1. KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan anugerah-Nya saya dapat menyelesaikan referat Ilmu Kandungan dan Kebidanan yang berjudul “Kegawatdaruratan Obstetri”. Referat ini disusun sebagai bagian dalam rangka memenuhi salah satu tugas kami sebagai mahasiswa kedokteran yang mengikuti program studi profesi dokter di bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia Periode 11 Juni 2012 – 4 Agustus 2012. Saya juga mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada pihak yang telah membantu, kepada yang terhormat konsulen kami dr. Tigor P Simajuntak, Sp. OG, sehingga referat ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Saya menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun keterbatasan referensi, oleh karena itu kritik dan saran saya harapkan. Akhir kata, semoga referat ini dapat berguna dan memberikan pengetahuan bagi kita dalam mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan dengan tepat apabila menemukan kasus ini di kemudian hari. Jakarta, Juli 2012 Alni Dwi Cahyani 0861050002 1
  • 2. DAFTAR ISI Kata Pengantar ......................................................................................................................... 1 Daftar isi ................................................................................................................................... 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................................................ 3 BAB II ISI 1. Kegawatdaruratan Pada Preeklampsia dan Eklampsi ……………….………….... 4 2. Kegawatdaruratan Pada Perdarahan …………………………………………...... 15 3. Kegawatdaruratan Pada Emboli Air Ketuban …………………………………....29 4. Kegawatdaruratan Pada Distosia Bahu …………………………………………..32 5. Kegawatdaruratan Pada Penyakit Jantung………………………………………..33 Daftar Pustaka ........................................................................................................................ 36 2
  • 3. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Didunia, setiap wanita meninggal setiap menit setiap harinya karena komplikasi pada kehamilan. Kegawatdaruratan obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat kesakitan yang berat, bahkan kematian ibu dan janinnya. Terdapat beberapa penyebab kegawatdaruratan obstetri yang dapat menyebabkan kematian ibu, janin dan bayi baru lahir antara lain (1) eklampsia; (2) perdarahan; (3)distosia bahu; (4) emboli air ketuban; (5) penyakit jantung. Mengenal kasus kegawatdaruratan obstetrik secara dini sangat penting agar pertolongan yang cepat dan tepat dapat dilakukan. Kesalahan ataupun keterlambatan dalam menentukan kasus dapat berakibat fatal. Dalam menangani kasus gawatdarurat, penentuan masalah utama (diagnosis) dan tindakan pertolongannya harus dilakukan dengan cepat, tepat, dan tenang tidak panik. Walaupun prosedur pemeriksaan dan pertolongan dilakukan dengan cepat, prinsip komunikasi dan hubungan antara dokter-pasien dalam menerima dan menangani pasien harus tetap diperhatikan. Pada referat ini penulis akan membahas kasus kegawatdaruratan obstetri mulai dari definisi hingga penatalaksanaan kasus tersebut. 3
  • 4. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kegawatdaruratan Pada Pre-eklampsia dan Eklampsia 1. Pre-eklampsia 1.1 Definisi Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasispasme dan aktivasi endotel.1 Preeklampsia memperlihatkan gejala hipertensi, edema, dan proteinuri. Pada umumnya, preeklampsia timbul sesudah minggu ke-20 dan paling sering terjadi pada primigravida muda. Jika tidak diobati atau diakhiri oleh persalinan, dapat menjadi eklampsia.2 1.2 Insidensi 3 Angka kejadian preeklampsia berkisar antara 0,51% - 38,4%. Preeklampsia di seluruh dunia diperkirakan menjadi penyebab kira-kira 14% (50.000-75.000) kematian maternal setiap tahunnya. Angka kejadian preeklampsia di Amerika Serikat sendiri kira-kira 5% dari semua kehamilan, dengan gambaran insidensinya 23 kasus preeklampsia ditemukan per 1.000 kehamilan setiap tahunnya. Sementara itu di tiap-tiap negara angka kejadian preeklampsia berbeda-beda, tapi pada umumnya insidensi preeklampsia pada suatu Negara dilaporkan antara 3-10 % dari semua kehamilan. 1.3 Etiologi dan Faktor Resiko 1. Primigravida. 2. Riwayat preeclampsia/ eklampsia pada keluarga. 3. Obesitas. 4. Penyakit ginjal. 5. Diabetes mellitus. 4
  • 5. 6. Hiperplasentosis: Kehamilan kembar, mola hidatidosa, dan hidrops fetalis.current Berbagai teori yang dikemukakan mengenai faktor yang berperan dalam penyakit ini, antara lain: 1. Faktor imunologis, endokrin, atau genetik. Hal ini disasarkan atas pengamatan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada: a. Primigravida. b. Hiperplasentosis. c. Kehamilan dengan inseminasi donor. d. Penurunan konsentrasi komplemen CD4. e. Wanita dengan fenotip HLA DR4. f. Adanya aktivasi sistem komplemen netrofil dan makrofag atau diantara kelompok atau keluarga tertentu. 2. Faktor nutrisi. Ada yang mengemukakan bahwa penyakit ini berhubungan dengan beberapa keadaan kekurangan kalsium, protein, kelebihan garam natrium, atau kekurangan asam lemak tak jenuh "Poly Unsaturates Fatty Acid (PUFA)” dalam makanannya. 3. Faktor Endotel Teori jejas endotel akhir-akhir ini banyak dikemukakan sehubungan dengan peranannya dalam mengatur keseimbangan antara kadar zat vasokonstriktor (tromboksan, endotelin, angiotensin, dan lain-lain) serta pengaruhnya pada sistem pembekuan darah. Reaksi imunologi, peradangan, ataupun terganggunya keseimbangan radikal bebas dan antioksidan banyak diamati sebagai penyebabnya vasospasme dan kerusakan/ jejas endotel.2 1.4 Patofisiologi2 Vasospasme bisa merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot polos pembuluh darah, reaksi imunologi, maupun radikal bebas. Semua ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan/ jejas endotel, yang kemudian akan mengakibatkan gangguan keseimbangan antara kadar vasokonstriktor (endotelin, tromboksan, angiotensin, dan lain-lain) dan vasodilator (nitritoksida, prostatsiklin, dan lain-lain) serta gangguan pada sistem pembekuan darah. 5
  • 6. 1.5 Diagnosis Diagnosis preeklampsia ditegakkan apabila pada seorang wanita hamil dengan umur kehamilan 20 minggu atau lebih, ditemukan gejala hipertensi, proteinuria, dan edema.2 Kriteria minimum: TD 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu. Proteinuria 300 mg/24 jam atau +1 pada dipstick. Peningkatan kepastian preeklampsia: TD 160 mmHg. Proteiuria 2,0 g/24 jam atau +2 pada dipstick. Kreatinin serum >1,2 mg/dl. Trombosit <100.000/mm3. Hemolisis mikroangiopati (LDH meningkat). SGPT (ALT) dan SGOT (AST) meningkat. Nyeri kepala menetap atau gangguan serebrum atau penglihatan lainnya. Nyeri epigastrium menetap. Nyeri epigastrium atau kuadaran kanan atas tampak merupakan akibat nekrosis, iskemia, edema hepatoseluler. Nyeri khas ini seringkali disertai dengan peningkatan enzim hati dalam serum, dan biasanya merupakan tanda untuk mengakhiri kehamilan.1 1.6 Penatalaksanaan Profilaksis Diagnosis dini dapat dilakukan selama prenatal care. Pasien hamil hendaknya diperiksa 2 minggu sekali setela bulan ke-6 dan sekali seminggu pada bulan-bulan akhir. Pada pemeriksaan kehamilan secara rutin, harus ditentukan tekanan darah, penambahan berat badan, dan ada atau tidaknya edema dan proteinuri.2 Beberapa cara pencegahan preeklampsia: 1. Perbaikan nutrisi: a. Diet rendah garam 6
  • 7. b. Diet tinggi protein c. Suplemen kalsium d. Suplemen magnesium, seng, dan asam linoleat 2. Intervensi farmakologis: a. Obat antihipertensi b. Aspirin c. Heparin d. Diuretikum e. Vitamin E Preeklampsia Ringan Penderita preeklampsia ringan masih akan mengalami perbaikan dengan cara istirahat dan pemberian sedatif. Penderita preeklampsia ringan idealnya harus dirawat inap, namun perawatan dapat pula dilakukan diluar rumah sakit dengan memperhatikan hal-hal berikut: a. Banyak istirahat (berbaring/ tidur miring). b. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam. c. Sedatif ringan, berupa fenobarbital (3x30 mg per oral) atau diazepam (3x2 mg per oral) selama 7 hari. d. Roboransia. e. Penderita dianjurkan untuk melakukan kunjungan setiap minggu. Penderita dianjurkan rawat inap jika setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak mengalami perbaikan, berat badan meningkat >2kg/ minggu selama 2 kali berturut-turut, dan ditemukan salah satu atau lebih gejala preeklampsia berat. Preeklampsia Berat Pederita preeklampsia berat dapat ditangani secara aktif maupun konservatif. Pada perawatan konservatif, kehamilan dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medisinal, sedangkan pada perawatan aktif kehamilan segera diakhiri didahului oleh pemberian pengobatan medisinal. 7
  • 8. A. Perawatan aktif: a. Indikasi Bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah ini: a. Kehamilan >37 minggu. b. Adanya tanda-tanda/ gejala impending eklampsia. c. Setelah 6 jam sejak dimulainya pengobatan medisinal, terjadi kenaikan teknaan darah. d. Setelah 24 sejak dimulainya pengobatan medisinal, tidak ada perbaikan. 1. Terdapat gawat janin. 2. HELLP syndrome. b. Pengobatan Medisinal 1. Pemberian melalui intravena secara kontinyu (dengan menggunakan infusion pump): a. Dosis awal: 4 gram (20 cc MgSO4 20%) dilarutkan dalam 100 cc Ringer Laktat, diberikan selama 15-20 menit. b. Dosis pemeliharaan: 10 gram (50 cc MgSO4 20%) dalam 500 cc cairan Ringer Laktat, diberikan dengan kecepatan 1-2 gr/ jam (20-30 tetes/ menit). 2. Pemberian melalui intramuskular secara berkala: a. Dosis awal: 4 gram MgSO4 (20 cc MgSO4 20%) diberikan secara i.v dengan kecepatan 1 gram/ menit. b. Dosis pemeliharaan: Selanjutnya diberikan MgSO4 4 gram (10 cc MgSO4 40%) i.m setiap 4 jam. Tambahkan 1 cc lidokain 2% pada setiap pemberian i.m untuk mengurangi perasaan nyeri dan panas. Syarat-syarat pemberian MgSO4: Harus tersedia antidotum, yaitu Kalsium Glukonas 10% (1gram dalam 10 cc). Frekuensi pernapasan >16 kali per menit. Produksi urine >30 cc per jam (0,5 cc/ kg BB/ jam). Refleks patella positif. MgSO4 dihentikan pemberiannya apabila: Ada tanda-tanda intoksikasi. 8
  • 9. Setelah 24 jam pascapersalinan. Dalam 6 jam pascapersalinan, sudah terjadi perbaikan (normotensif). b. Diazepam diberika apabila tidak tersedi MgSO4 dapat diberikkan injeksi diazepam 10 mg IV, yang dapat diulangi setelah 6 jam. 3. Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada: Edem paru Payah jantung kongestif Edem anarsaka 4. Obat antihipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik 180 mmHg dan diastolik 110 mmHg, obat-obatan dapat dipilih antara lain: a. Hidrazaline 2 mg IV, dilanjutkan dengan 100 mg dalam 500 cc NaCl secara titrasi sampai tekanan darah sistolik <170 mmHg dan diastolik <110 mmHg. b. Klonidin 1 ampul dalam 10 cc NaCl IV, dilanjutkan dengan titrasi 7 ampul dalam 500 cc cairan A2 atau ringer langtat. c. Nifedipin per oral 3-4 kali 10 mg. d. Obat-obat lain, seperti: metildopa, etanolol, dan lobelatol. e. Obat antihipertensi hanya diberikan jika tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.2 5. Kardiotonika: Indikasi diberikannya bila ada tanda-tanda payah jantung, jenis yang diberikan: Codilanid-D. c. Pengelolaan Obstetrik Cara terminasi kehamilan: Belum inpartu: 1. Induksi persalinan: Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor Bishop 6 2. Seksio sesarea bila: 9
  • 10. a. Syarat tetes oksitosin tidak dipenuhi atau adanya kontra indikasi tetes oksitosin. b. Delajam jam sejak dimulainya tetes oksitosin belum masuk fase aktif. Sudah inpartu: a. Kala I Fase Laten; Amniotomi + tetes oksitosin dengan syarat skor bishop 6. Fase Aktif: 1. Amniotomi. 2. Bila his tidak adekuat, diberikan tetes oksitosin. 3. Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap, dilakukan seksio sesarea. b. Kala II Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus buatan. B. Pengelolaan Konservatif a. Indikasi: Kehamilan preterm (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik. b. Pengobatan medisinal: Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif. Dosis awal MgSO4 diberikan secara i.m ( MgSO4 40%, 8 gram i.m). pemberian MgSO4 dihentikan bial sudah mencapai tanda-tanda preeclampsia ringan, selambat- lambatnya dalam waktu 24 jam. 2. Eklampsia 2.1 Definisi 2 Eklampsia adalah kejang pada wanita hamil, dalam persalinan, atau masa nifas yang disertai dengan gejala-gejala preeklampsia. Gejala eklampsia sama dengan preeklampsia ditambah kejang dan atau koma. Pada umumnya eklampsia baru timbul sesudah minggu ke-20 dan makin tua kehamilan makin besar kemungkinan timbulnya penyakit tersebut. 10
  • 11. 2.2 Klasifikasi2 Menurut saat terjadinya, eklampsi dapat dibedakan atas: 1. Eklampsia antepartum, yang terjadi sebelum persalinan. 2. Eklampsia intrapartum, yang terjadi sewaktu persalinan. 3. Eklampsia pascapersalinan, yang terjadi setelah persalinan. Eklampsia pascapersalinan dapat terjadi segera (early pospartum), yaitu setelah 24 jam sampai 7 hari pascapersalinan atau lambat (late postpartum) setelah 7 hari pascapersalinan selama nifas (jarang). 2.3 Insidensi Frekuensinya bervariasi antara satu negara dengan negara yang lain. Frekuensi rendah umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik, penyediaan tempat tidur antenatal yang cukup dan penanganan preeklampsia yang sempurna. Di negara-negara berkembang frekuensi dilaporkan berkisar 0,3 – 0,7 %, sedangkan di negara-negara maju berkisar 0,05 – 0,1 %. 4 Sebagian besar kasus (90%) muncul pada trimester ketiga kehamilan hingga 48 jam pascasalin, sementara sisanya sebelum kehamilan 20 minggu. Dilaporkan ada kasus eklampsia yang terjadi 23 hari pascasalin. Data di Amerika Serikat, eklampsia merupakan penyebab kematian kedua kematian ibu.5 2.4 Etiologi Penyebab eklampsia belum sepenunya diketahui benar. Oleh karena itu eklampsia merupakan kelanjutan atau stadium akhir dari preeklampsia. 2.5 Patofisiologi2 Dasar patofisiologi untuk eklampsia adalah vasospasme. Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah dan menerangkan proses terjadinya hipertensi arterial. Kemungkinan vasospasme juga membahayakan pembuluh darah sendiri karena peredaran darah dalam vasa vasorum terganggu sehingga terjadi kerusakan vaskuler. Pelebaran segmental yang biasanya disertai penyempitan arteriol segmental mungkin mendorong lebih jauh timbulnya kerusakan vaskuler mengingat keutuhan endotel dapat terganggu oleh segmen penbuluh darah yang 11
  • 12. melebar dan teregang. Lebih lanjut, angiotensin II tampaknya mempengaruhi langsung sel endotel dengan membuatnya berkontraksi. Semua faktor ini dapat menimbulkan kebocoran sel antar endotel sehingga melalui kebocoran tersebut, unsur-unsur pembentuk darah seperti trombosit dan fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel. Pada keadaan normal, wanita hamil memiliki resistensi terhadap efek pressor dari pemberian angiotensin II. Sedangkan pada wanita yang menderita preeklampsi, kepekaan pembuluh darah yang meningkat terhadap hormon pressor ini dan hormon lainnya meningkat. Hal inilah yang mendahului awal terjadinya hipertensi karena kehamilan 2.6 Diagnosis Kejang eklampsia merupakan kondisi yang dapat mengancam nyawa dan berujung pada kematian. Pandangan kabur, nyeri ulu hati, nyeri kepala, adalah gejala yang sering dikeluhkan pasien sebelum terjadi kejang/ eklampsia.5 Pada eklampsia, tekanan darah biasanya tinggi yaitu sekitar 180/110 mmHg. Denyut nadi kuat dan berisi, kecuali pada keadaan yang sudah buruk. Oleh karena itu, denyut nadi menjadi kecil dan cepat. Demam yang tinggi menunjukkan prognosis yang buruk. Pernapasan biasanya cepat dan berbunyi. Pada keadaan yang berat bisa terjadi sianosis. Proteinuria hampir selalu ada bahkan kadang-kadang sangat banyak, edema juga biasanya ada. Eklampsia antepartum biasanya akan diikuti oleh persalinan setelah beberapa waktu kemudian. Meskipun demikian, dapat juga pasien berangsur – angsur membaik, tidak kejang lagi, dan kemudian sadar, sedangkan kehamilannya terus berlangsung. Umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di epigastrium atau nyeri abdomen kuadran kanan atas dan hiperefleksia. Serangan kejang eklampsia dapat dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu: 1. Tingkat invasi (tingkat permulaan): Mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu pihak, dan kejang – kejang halus terlihat pada muka. Tingkat ini berlangsung beberapa detik. 2. Tingkat kontraksi (tingkat kejang tonis): Seluruh badan menjadi kaku, kadang- kadang terjadi epistotonus. Lamanya 15 sampai 20 detik. 12
  • 13. 3. Tingkat konvulsi (tingkat kejang klonis): Terjadinya kejang yang hilang timbul, rahang membuka dan menutup begitu pula mata, otot-otot muka dan otot badan berkontraksi dan berelaksasi berulang. Kejang ini sangat kuat hingga pasien dapat terlempar dari tempat tidur atau lidahnya tergigit. Ludah yang berbuih bercampur darah keluar dari mulutnya, mata merah, muka biru, berangsur-angsur kejang berkurang, dan akhirnya berhenti. Lamanya 1 menit. 4. Tingkat koma: Setelah kejang klonis ini, pasien jatuh dalam koma. Lamanya koma ini bervariasi dari beberapa menit sampai berjam – jam. Jika pasien sadar kembali, ia tidak ingat sama sekali apa yang telah terjadi (amnesi retrograd). Setelah beberapa waktu, dapat terjadi serangan baru dan kejadian yang diterangkan di atas berulang lagi, kadang-kadang 10-20 kali.2 2.7 Penatalaksanaan(2,1) 1. Profilaksis. Upaya pencegahan eklampsia dilakukan dengan cara menemukan kasus preeklampsia sedini mungkin dan mengobatinya dengan adekuat. Tindakannya dapat berupa: a. Identifikasi faktor predisposisi. b. Menemukan gejala awal hipertensi, edema, dan proteinuria. c. Rujukan yang tepat. d. Perawatan jalan atau inap. e. Pengobatan medisinal. f. Pengobatan obstetrik untuk mengakhiri kehamilannya. 2. Pengobatan. Secara teoritis eklampsia adalah penyakit yang disebabkan oleh kehamilan. Oleh karena itu, pengobatan yang terbaik adalah megakhiri kehamilannya, misalnya dengan seksio sesarea atau secara pervaginam. Tujuan pengobatan eklampsia adalah: a. Mencegah timbulnya kejang selanjutnya. b. Menurunkan/ kontrol tekanan darah secara berangsur-angsur dan tidak boleh terlalu banyak: Tekanan darah tidak boleh lebih turun dari 20% dalam 1 jam. 13
  • 14. Tekanan darah tidak boleh kurang dari 140/90 mmHg. c. Mengatasi hemokonsentrasi dan memperbaiki diuresis dengan pemberian cairan, misalnya cairan ringer laktat. Karena air keluar dari pembuluh darah dan menimbulkan edema, terjadi hipovolemi. Hipovolemi ini menyebabkan oliguri sampai anuri bahkan dapat menimbulkan syok. Pemberian cairan harus hati-hati karena dapat menimbulkan hiperhidrasi dan edema paru. Oleh karena itu produksi urine tidak boleh kurang dari 30cc/jam dan tekanan vena sentral tidak boleh melebihi 6-8 cm air. d. Mengatasi hipoksia dan asidosis dengan mengusahakan agar penderita memperoleh O2 dan mempertahankan kebebasan jalan napas. e. Mengakhiri kehamilan tanpa memandang umur kehamilan setelah kejang dapat diatasi. Pengobatan Medisinalis 1. Obat Antikejang Magnesium sulfat diberikan secara parenteral adalah obat antikejang yang efektif tanpa menimbulkan depresi susunan saraf pusat baik pada ibu maupun janinnya. Obat ini dapat diberikan secara intravena melalui infus kontinu atau intramuskular dengan ijeksi intermiten. Jadwal dosis untuk preeklampsia berat sama seperti untuk eklampsia. Bila timbul kejang-kejang ulangan maka dapat diberikan 2 gr MgSO4 20% i.v selama 2 menit, sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis tambahan 2 gr hanya diberikan sekali saja. Bila setelah diberi dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital 3-5 mg/ kg/ bb i.v pelan-pelan. 2. Perawatan Serangan Kejang dan Koma Bersama dengan bagian saraf, perawatan penderita dilakukan: 1. Di kamar isolasi yang cukup terang dan tenang. 2. Masukkan sudip lidah ke dalam mulut penderita. 3. Kepala direndahkan, daerah orofaring diisap. 4. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna menghindari fraktur. 5. Pada status konvulsivus, dapat dipertimbangkan pemberian suntikan Benzodiazepin 1 amp (10 mg) i.v perlahan-lahan, Fenitoin untuk mencegah kejang ulangan dengan dosis 3 x 300 mg, atau Diazepam. 14
  • 15. 6. Diberikan infus cairan manitol 20%. Pemberian dilakukan selama 5 hari. 7. Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan memakai Glasgow Coma Scale. 3. Pengobatan Obstetrik: a. Sikap terhadap kehamilan Semua kehamilan dengan eklampsia dan impending eklampsia harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Gejala impending eklampsia: Penglihatan kabur Nyeri ulu hati yang hebat Nyeri kepala hebat b. Saat pengakhiran kehamilan Terminasi kehamilan pasien eklampsia dan impending eklampsia adalah dengan seksio sesarea. Persalinan pervaginam dipertimbangkan dengan keadaan-keadaan berikut: Pasien inpartu kala II Sindroma HELLP Komplikasi serebral (CVA, stroke) Saat pengakhiran kehamilan ditetapkan, yaitu apabila sudah terjadi pemulihan hemodinamik dan metabolism ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih dari keadaan-keadaan berikut: 1. Setelah pemberian obat antikejang terakhir. 2. Setelah kejang terakhir. 3. Setelah pemberian obat-obat antihipertensi terakhir. 4. Pasien mulai sadar (responsif). B. Kegawatdaruratan Pada Perdarahan 1. Perdarahan Antepartum Perdarahan antepartum didefinisikan sebagai perdarahan dari jalan lahir setelah kehamilan minggu ke-20 dengan insidensi 2,5%.6 15
  • 16. 1.1 Plasenta Previa 1.1.1 Definisi Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum. 1.1.2 Klasifikasi 2 1. Plasenta previa totalis atau komplit : adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum. 2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum. 3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum. 4. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih 2cm dianggap plasenta letak normal. Sejalan dengan membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim dan meluasnya segmen bawah rahim, plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi. 1.1.3 Insidensi Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia di atas 35 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal. Kecacatan uterus ikut mempertinggi angka kejadiannya. Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah dilapotkan insidennya berkisar 1,7 % sampai 2,9 %. Di negara maju insidensinya lebih rendah yaitu kurang dari 1 % mungkin disebaban oleh berkurangnya wanita hamil paritas tinggi.1 1.1.4 Etiologi dan Faktor Resiko2 Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada: 1. Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek. 2. Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium. 16
  • 17. 3. Umur lanjut (diatas atau sama dengan 35 tahun). 4. Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan (seksio sesarea, kuret, dll.) 5. Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain. Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari). Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostium uteri internum. Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu tempat yang lebih rendah dekat ostium uteri internum. 1.1.5 Patofisiologi Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya trimester ketiga atau mungkin lebih awal, tapak plasenta yang terbentuk dari desidua basalis akan mengalami pelepasan oleh karena terbentuknya segmen bawah rahim. Dengan melebarnya istmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar dan membuka ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan plasenta previa pun pasti akan terjadi. Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, akibatnya pembuluh darah di tempat itu tidak tertutup secara sempurna. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke buli-buli dan ke rectum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang mudah rapuh dan robek oleh 17
  • 18. sebab kurangnya elemen otot yang terdapat di sana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pascapersalinan pada plasenta previa, mislanya dalam kala tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik. 3 1.1.6 Manifestasi Klinik6 1. Gejala yang terpenting ialah perdarahan uterus keluar melalui vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan bersifat berulang-ulang karena terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim. Oleh karena itu, regangan dinding rahim dan tarikan pada serviks berkurang, tetapi dengan majunya kehamilan regangan bertambah lagi dan menimbulkan perdarahan baru. 2. Bagian terendah janin sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul. 3. Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada plasenta previa lebih sering disertai kelainan letak jika perdarahan disebabkan oleh plasenta previa lateral dan marginal serta robekannya marginal, sedangkan plasenta letak rendah, robekannya beberapa sentimeter dari tepi plasenta. 1.1.7 Diagnosis7 Anamnesis perdarahan tanpa keluhan, perdarahan berulang. Pemeriksaan klinis untuk mengetahui kelainan letak dari perabaan fornises apakah teraba bantalan lunak pada presentasi kepala. Sebelum tersedia darah dan kamar operasi, tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam karena pemeriksaan dalam ini dapat menimbulkan perdarahan yang lebih membahayakan. Diagnosis plasenta previa ditegakkan dengan pemeriksaan Ultrasonografi (USG). Dengan USG transabdominal ketepatan diagnosisnya mencapai 95-98%. Dengan USG transvaginal ketepatannya bisa lebih tinggi lagi. Dengan bantuan USG, diagnosis plasenta previa atau letak rendah sering kali sudah dapat ditegakkan sejak dini sebelum kehamlan trimester ketiga. 18
  • 19. 1.1.8 Penatalaksanaan8 Penatalaksanaan plasenta previa terbagi menjadi 2 golongan, yaitu: 1. Konservatif: Syarat: Keadaan umum ibu dan anak baik Perdarahan sedikit Usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan tafsiran berat janin kurang dari 2500. Tidak ada his persalinan. 2. Aktif: a. Persalinan pervaginam: Dilakukan pada plasenta letak rendah, yang didiagnosis dengan melakukan pemeriksaan USG. b. Persalinan perabdominam: Dilakukan pada keadaan plasenta previa perdarahan banyak, plasenta previa totalis, plasenta previa lateralis posterior, plasenta letak rendah dengan letak anak sungsang. 1.2 Solusio Plasenta 1.2.1 Definisi2 Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya yakni sebelum janin lahir. 1.2.2 Klasifikasi2 Dalam klinis solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya gambaran klinik sesuai dengan luasnya permukaan plasenta yang terlepas, yaitu solusio plasenta ringan, solusio plasenta sedang, solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan: Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25%. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250 ml. Darah yang keluar terlihat seperti haid. Gejala-gejala perdarahan sukar dibedakan dari plasenta previa kecuali dari darahnya yang kehitaman. Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada. 19
  • 20. Solusio plasenta sedang: Luas plasenta yang lepas telah melebihi 25%, tetapi belum mencapai separuhnya (50%). Jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml tetapi belum mancapai 1000 ml. keluarnya darah ditandai dengan nyeri perut yang terus menerus, DJJ menjadi cepat, hipotensi dan takikardia. Solusio plasenta berat: Luas plasenta yang terlepas sudah lebih dari 50% dan jumlah darah yang keluar mencapai 1000 ml atau lebih. Keadaan umum penderita buruk disertai syok, dan hampir semua kasus janinnya telah meninggal. Komplikasi koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai oleh oliguri biasanya telah ada. 1.2.3 Insiden1 Kejadian solusio plasenta sangat bervariasi dari 1 di antara 75 sampai 830 persalinan dan merupakan penyebab dari 20-35% kematian perinatal. Solusio plasenta seringkali berulang pada kehamilan berikutnya. Kejadiannya tercatat sebesar 1 diantara 8 kehamilan. 1.2.4 Etiologi dan Faktor Resiko2 Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya solusio plasenta: 1. Hipertensi esensialis atau preeklampsia 2. Tali pusat yang pendek 3. Trauma 4. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior. 5. Uterus yang sangat mengecil (hidroamnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir) Disamping itu, terdapat juga pengaruh dari umur lanjut, multipara, ketuban pecah dini, defisiensi asam folat, merokok, alcohol, kokain, mioma uteri. 1.2.5 Patofisiologi7 Solusio plasenta dimulai dengan perdarahan dalam desidua basalis, terjadilah hematom dalam desidua yang mengangkat lapisan-lapisan diatasnya. Hematom ini makin lama makin besar sehingga bagian plasenta menjadi terlepas. 20
  • 21. Akhirnya hematom mencapai bagian pinggir plasenta dan mengalir keluar antara selaput janin dan dinding rahim. 1.2.6 Manifestasi Klinis 1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his. 2. Anemi dan syok. 3. Rahim keras seperti papan dan terdapat nyeri tekan karena isi rahim bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim teregang (uterus en bois). 4. Palpasi sukar karena rahim keras. 5. Fundus uteri makin lama makin naik. 6. Pada Vagina Toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi rahim bertambah). 7. Sering terdapat proteinuri karema disertai preeklampsia. 1.2.7 Diagnosis a. Pemeriksaan USG: Didapatkan implantasi plasenta normal dengan gambaran hematom retroplasenter. b. Pemeriksaan Laboratorium: Bed side clotting test untuk menilai fungsi pembekuan darah atau penilaian tidak langsung kadar fibrinogen. Pemeriksaan darah untuk fibrinogen, trombosit, waktu perdarahan, waktu pembekuan. 1.2.8 Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Solusio Plasenta Sedang/ Berat: 1. Perbaiki keadaan umum a. Resusitasi cairan/ transfusi darah. Berikan darah lengkap segar Atau salah satu dari plasma segar, PRC, konsentrasi trombosit. Atasi kemungkinan gangguan perdarahan. 2. Melahirkan janin : 21
  • 22. a. Janin hidup ( gawat janin) : dilakukan seksio sesarea, kecuali bila pembukaan sudah lengkap. Pada keadaan ini, dilakukan amniotomi, drip oksitosin ekstrasi forceps. b. Janin mati : dilakukan persalinan pervaginam. Dengan amniotomi, drip oksitosin lalu bisa dilakukan seksio sesarea. 1.3 Vasa Previa 1.3.1 Definisi Vasa previa adalah keadaan dimana pembuluh darah janin berada di dalam selaput ketuban dan melewati ostium uteri internum untuk kemudian sampai ke dalam insersinya di tali pusat. Perdarahan terjadi bila selaput ketuban yang melewati pembukaan serviks robek atau pecah dan vaskular janin itu pun ikut terputus. 1.3.2 Insidensi Perdarahan antepartum pada vasa previa menyebabkan angka kematian janin yang tinggi yaitu 33% sampai 100%. Keadaan ini sangat jarang kira-kira 1 dalam 1.000 sampai 5.000 kehamilan. 1.3.3 Faktor Resiko Faktor resiko antara lain pada plasenta letak rendah, kehamilan pada fertilisasi in vitro, dan kehamilan ganda terutama triplet. Semua keadaan ini berpeluang lebih besar bahwa vaskular janin dalam selaput ketuban melewati ostium uteri. Pembuluh darah janin yang melewati pembukaan serviks tidak terlindung dari bahaya terputus ketika ketuban pecah dalam persalinan dan janin mengalami perdarahan akut yang banyak. 1.3.4 Diagnosis dan Penatalaksanaan Vasa previa dapat didiagnosa dengan melakukan pemeriksaan penunjang USG. Bila terduga terdapat perdarahan fetal, untuk konfirmasi dibuat pemeriksaan APT atau Kleihauer- Betke . pemeriksaan ini didasari darah janin yang tahan terhadap suasana alkali. Bila diagnosis dapat ditegakkan sebelum persalinan, maka tindakan terpilih untuk menyelamatkan janin adalah melalui bedah sesar. 22
  • 23. 2. Perdarahan Postpartum Perdarahan postpartum adalah hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah kala tiga persalinan selesai atau setara dengan pengeluaran darah 1000 ml pada seksio sesarea, 1400 ml pada histerektomi sesarea elektif, dan 3000 sampai 3500 ml untk histerektomi sesarea secara darurat.1 Kejadiannya sekitar 4-7% dari seluruh kehamilan.6 2.1 Atonia Uteri 2.1.1 Definisi Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana uteri tidak dapat berkontraksi dengan baik dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. Umumnya perdarahan karena atonia uteri terjadi dalam 24 jam pertama post partum. Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibat adanya atonia uteri. Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan adalah 500-800 ml/menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika uterus itu tidak berkontraksi selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkan kehilangan darah yang sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5-6 liter saja. 2.1.2 Etiologi dan Faktor Resiko (8, 1) Dalam kasus atonia uteri penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Akan tetapi terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi, yaitu: 1. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua 2. Distensi rahim yang berlebihan Penyebab distensi uterus yang berlebihan antara lain: a. Kehamilan ganda b. Poli hidramnion c. Makrosomia janin (janin besar) Peregangan uterus yang berlebihan karena sebab-sebab tersebut akan mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi segera setelah plasenta lahir. 23
  • 24. 3. Pemanjangan masa persalinan (partus lama) dan sulit Pada partus lama uterus dalam kondisi yang sangat lelah, sehingga otot-otot rahim tidak mampu melakukan kontraksi segera setelah plasenta lahir. 4. Grandemulitpara (paritas 5 atau lebih) Kehamilan seorang ibu yang berulang kali, maka uterus juga akan berulang kali teregang. Hal ini akan menurunkan kemampuan berkontraksi dari uterus segera setelah plasenta lahir. 5. Kehamilan dengan mioma uterus Mioma yang paling sering menjadi penyebab perdarahan post partum adalah mioma intra mular, dimana mioma berada di dalam miometrium sehingga akan menghalangi uterus berkontraksi. 6. Persalinan buatan (SC, Forcep dan vakum ekstraksi) Persalinan buatan mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi. 7. Infeksi intrapartum Korioamnionitis adalah infeksi dari korion saat intrapartum yang potensial akan menjalar pada otot uterus sehingga menjadi infeksi dan menyebabkan gangguan untuk melakukan kontraksi. 8. Kelainan plasenta Plasenta akreta, plasenta previa dan plasenta lepas prematur mengakibatkan gangguan uterus untuk berkontraksi. Adanya benda asing menghalangi kontraksi yang baik untuk mencegah terjadinya perdarahan. 9. Anastesi atau analgesik yang kuat Obat anastesi atau analgesi dapat menyebabkan otot uterus menjadi dalam kondisi relaksasi yang berlebih, sehingga saat dibutuhkan untuk berkontraksi menjadi tertunda atau terganggu. Demikian juga dengan magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsi/eklamsi yang berfungsi sebagai sedativa atau penenang. 24
  • 25. 10. Induksi atau augmentasi persalinan Obat-obatan uterotonika yang digunakan untuk memaksa uterus berkontraksi saat proses persalinan mengakibatkan otot uterus menjadi lelah. 11. Penyakit sekunder maternal Anemia, endometritis, kematian janin dan koagulasi intravaskulere diseminata merupakan penyebab gangguan pembekuan darah yang mengakibatkan tonus uterus terhambat untuk berkontraksi. 12. Riwayat atonia uteri sebelumnya 13. Pemijatan dan penekanan uterus yang sudah berkontraksi secara terus menerus. 2.1.3 Manifestasi Klinis8 Tanda dan gejala atonia uteri adalah: 1. Perdarahan pervaginam Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan darah tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah. 2. Konsistensi rahim lunak Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya. 3. Fundus uteri naik Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan menggumpal 4. Terdapat tanda-tanda syok Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain. 2.1.4 Diagnosis2 Diagnosis ditegakkan bila setelah janin dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, 25
  • 26. maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti. 2.1.5 Pencegahan8 Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah. Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam. Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long- acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4- 10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin. 2.1.6 Penatalaksanaan 1. Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri. 2. Sementara dilakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan kompresi bimanual. 3. Pastikan plasenta lahir lengkap (bila ada indikasi sebagian plasenta masih tertinggal, lakukan evakuasi sisa plasenta) dan tidak ada laserasi jalan lahir. 4. Berikan transfusi darah bila sangat diperlukan. 5. Lakukan uji pembekuan darah untuk konfirmasi pembekuan darah. 26
  • 27. 2.2 Inversio uteri 2.2.1 Definisi Inversio uteri adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit atau komplit.8 Pada inversio uteri komplit, uterus berputar balik sehingga fundus uteri terdapat dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Sedangkan jika fundus hanya menekuk ke dalam dan tidak keluar ostium uteri internum disebut inversio uteri inkomplet. 2.2.2 Insidensi Inversio uteri merupakan suatu keadaan kegawatdaruratan obstetrik yang jarang terjadi (1 per 2000 – 12.000 kelahiran) namun umumnya kelainan tersebut menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian yang tinggi (15 – 70%).7 2.2.3 Etiologi Tiga faktor diperlukan untuk terjadinya inversio uteri: 1. Tonus otot yang lemah. 2. Tekanan atau tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan dengan tangan, dan tarikan pada tali pusat) 3. Kanalis servikalis yang longgar. Inversio uteri juga dapat terjadi saat batuk, bersin, atau mengejan, juga karena perasat crede.2 2.2.4 Manifestasi Klinis2, 8 1. Syok 2. Fundus uteri sama sekali tidak teraba atau teraba tekukan pada fundus. 3. Pada vulva tampak fundus uteri yang terbalik dengan atau tanpa plasenta yang melekat. 4. Perdarahan yang banyak dan bergumpal. 2.2.5 Penatalaksanaan2,1 27
  • 28. 1. Atasi syok dengan pemberian infus Ringer Laktat dan bila perlu beri tranfusi darah. 2. Reposisi manual dalam anestesi umum sesudah syok teratasi. Jika plasenta belum lepas, baiknya plasenta jangan dilepaskan dulu sebelum uterus di reposisi karena dapat menimbulkan banyak perdarahan. Setelah reposisi berhasil, berikan drip oksirosin dan dapat juga dilakukan kompresi bimanual. Pemasangan tampon rahim supaya tidak tejadi lagi inversion. 3. 4. Jika reposisi manual tidak berhasil, lakukan tindakan operatif. 2.3 Retensio Plasenta 2.3.1 Definisi Retensio plasenta adalah gagalnya kelahiran plasenta dalam waktu 30 menit setelah janin lahir. 7 2.3.2 Insidensi 7 Muncul 2-3% pada persalinan pervaginam cukup bulan. Bertambah 3 kali lipat pada persalinan dengan umur kehamilan 26 minggu, bertamah 20 kali lipat pada persalinan 20 minggu. Pada negara berkembang insiden retensio plasenta mencapai (16-17%). 2.3.3 Etiologi2 1. Patologi anatomi: Plasenta akreta, inkreta, perkreta. 2. Fungsional: His kurang kuat Plasenta adhesive 2.3.4 Manifestasi Klinis Pada proses kala III didahului dengan tahap pelepasan plasenta akan ditandai oleh perdarahan pervaginam atau plasenta sudah sebagian lepas, tetapi tidak keluar pervaginam, sampai akhirnya tahap ekspulsi, plasenta lahir. Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak akan menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas 28
  • 29. dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak dan harus diantisipasi dengan segera melakukan plasenta manual, meskipun kala uri belum lewat setengah jam. 2.3.5 Diagnosis a. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat. b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain. 2.3.6 Penatalaksanaan Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg oral. Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%, berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. Lakukan eksplorasi ke dalam uterus dengan cara manual, jika terdapat sisa plasenta yang tertinggal segera lakukan teknik pelepasan plasenta secara manual. Jika penyebabnya adalah plasenta akreta, maka dilakuakan tindakan operatif. 3. Kegawatdaruratan Karena Emboli Air Ketuban 3.1.1 Definisi Emboli cairan amnion adalah suatu gangguan kompleks yang secara klasik ditandai oleh hipotensi, hipoksia, dan koagulopati konsumptif secara mendadak.1 29
  • 30. Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, sehingga tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan syok. Emboli air ketuban dapat menyebabkan kematian mendadak atau beberapa waktu sesudah persalinan.4 3.1.2 Insidensi Kejadian ini sangat jarang terjadi dengan insidensi terjadi sekitar 1:8000 dan 1:30.000, dan kematian 30 menit setelahnya terjadi sekitar 85%. Walaupun fasilitas dan para tenaga kesehatan sudah paham untuk upaya mengurangi angka kematian tersebut, hal ini masih menjadi kasus dengan peringkat 3 teratas yang menyebabkan kematian ibu di Inggris.7 Sindrom ini mutlak jarang dijumpai, namun sindrom ini merupakan penyebab umum kematian ibu. Dengan menggunakan data 1,1 juta kelahiran di California, diperkirakan frekuensinya sekitar 1 kasus per 20.000 kelahiran.1 3.1.3 Etiologi Setelah ketuban pecah ada kemungkinan bahwa air ketuban masuk ke dalam vena-vena tempat plasenta, endoserviks, atau luka lainnya (seksio sesarea, luka rahim). Air ketuban mengandung lanugo, verniks caseosa, dan mekonium yang dapat menyebabkan emboli.2 Faktor predisposisi emboli air ketuban meliputi multiparitas wanita gemuk, persalinan dengan oksitosin drip, persalinan presipitatus ( kurang dari 3 jam ), pada IUFD atau Missed abortion. Bila dilihat dari waktu kejadiannya, kondisi ini dapat terjadi pada persalinan spontan, persalinan dengan seksio sesarea, dan waktu terjadi rupture. 3.1.4 Patofisiologi Cairan amnion masuk ke sirkulasi akibat rusaknya sawar fisiologis yang biasanya terdapat antara kompartemen ibu dan janin. Melalui laserasi pada vena endoservikalis selama dilatasi serviks, sinus vena subplasenta, dan laserasi pada segmen uterus bagian bawah. Kemungkinan saat persalinan, selaput ketuban pecah dan pembuluh darah ibu (terutama vena) terbuka. Akibat tekanan yang tinggi, antara lain karena kontraksi yang luar biasa, air ketuban beserta komponennya berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi darah. Walaupun cairan amnion dapat masuk sirkulasi darah tanpa mengakibatkan masalah tapi pada beberapa 30
  • 31. ibu dapat terjadi respon inflamasi yang mengakibatkan kolaps cepat yang sama dengan syok anafilaksi atau syok sepsis. Selain itu, jika air ketuban tadi dapat menyumbat pembuluh darah di paru-paru ibu dan sumbatan di paru-paru meluas, lama kelamaan bisa menyumbat aliran darah ke jantung. Akibatnya, timbul dua gangguan sekaligus, yaitu pada jantung dan paru- paru. Pada fase I, akibat dari menumpuknya air ketuban di paru-paru terjadi vasospasme arteri koroner dan arteri pulmonalis. Sehingga menyebabkan aliran darah ke jantung kiri berkurang dan curah jantung menurun akibat iskemia miocardium. Mengakibatkan gagal jantung kiri dan gangguan pernafasan. Perempuan yang selamat dari peristiwa ini mungkin memasuki fase II. Ini adalah fase perdarahan yang ditandai dengan pendarahan besar dengan atonia uteri dan Coagulation Intaravakuler Diseminata ( DIC ). Masalah koagulasi sekunder mempengaruhi sekitar 40% ibu yang bertahan hidup dalam kejadian awal. Dalam hal ini masih belum jelas cara cairan amnion mencetuskan pembekuan. Kemungkinan terjadi akibat dari embolisme air ketuban atau kontaminasi dengan mekonium atau sel-sel gepeng menginduksi koagulasi intravaskuler. 3.1.5 Manifestasi Klinis Secara umum temuan klinik adanya emboli cairan ketuban adalah dispnu mendadak, sianosis, kejang, kolaps kardiovaskular, respiratory arrest dan koma. Disritmia kardiak termasuk disosiasi elektromekanik, bradikardi, ventrikular takikardia atau fibrilasi dan sistolik. Adanya hipoksia serebri memungkinkan terjadinya manifestasi kejang tonik-klonik pada 10-18% penderita emboli cairan ketuban. Manifestasi berupa gawat janin berupa bradikardi atau deselerasi memanjang biasanya terjadi beberapa menit sebelum timbulnya gejala-gejala pada ibu. 5 Sesak napas yang sekonyong-konyong, sianosis, edema paru, syok, dan relaksasi otot- otot rahim dengan perdarahan pascapersalinan. Syok terutama disebabkan oleh reaksi anafilaksis terhadap adanya bahan-bahan air ketuban dalam darah; terutama emboli mekonium bersifat letal. Juga terjadi koagulopati karena disseminated intravascular clotting.4 31
  • 32. 3.1.6 Penatalaksanaan Selama 40 tahun lebih, penatalaksanaan penderita dengan emboli cairan ketuban masih tetap terbatas pada tindakan suportif saja. Koreksi hipoksia, koagulopati dan mempertahankan sistem kardiovaskular sangat penting. Berikut adalah protokol penatalaksanaan untuk menghadapi kasus-kasus emboli cairan ketuban: Pemasangan intubasi sambil melakukan ventilasi oksigen konsentrasi tinggi (90- 100%) dengan tekanan positif pada akhir ekspirasi untuk mempertahankan pO2 > 60 mmHg. Akses intravena dengan memakai jarum besar, untuk jalur transfuse, cairan, produk- produk darah dan obat-obatan. Mempertahankan tekanan sistolik >90 mmHg dengan pemberian cairan saline secara tepat untuk mencapai dosis preloading yang adekuat, dan pemberian ager pressor seperti dopamine serta inotropik seperti digoksin. Koreksi koagulopati dengan frozen plasma dan trombosit. Monitoring DJJ, bila masih terdengar, seksio sesarea perimortem dapat dilakukan. Koordinasi dan kerjasama dengan spesialis medik intensif atau subspesialis medik yang berkaitan. C. Kegawatdaruratan Distosia Bahu 3.1 Distosia Bahu Merupakan penyulit yang berat karena sering kali baru diketahui saat kepala anak sudah lahir dan tali pusat sudah terjepit anatra panggul dan badan anak. Angka kejadian pada janin dengan berat >2500 gram adalah 0,15% sedangkan pada janin dengan berat badan >4000 gram 1,7%. Segera setelah kepala anak lahir dan terjadi distosia bahu harus segera dibuat episiotomy mediolateral yang lebar dan anestesi yang adekuat. Kemudian bersihkan mulut dan hidung anak. Upaya melahirkan bahu dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: 32
  • 33. 1. Panggil bantuan; Mobilisasi asisten, anestesiolog, dan dokter anak. Pada saat ini dilakukan upaya untuk melakukan traksi ringan. Kosongkan kandung kemih jika penuh. 2. Lakukan episiotomy luas (mediolateral) untuk memperluas ruangan di posterior. 3. Penekanan di daerah suprapubis oleh pembantu penolong. Sementara penolong menggerakan kepala anak ke bawah kea rah sacrum ibu untuk melepaskan bahu depan yang tersangkut di bawah simfisis. 4. Perasat McRoberts. Menganjurkan ibu untuk memegang dan menarik kedua pahanya kearah perutnya sambil meregangkan kedua pahanya ke kanan dan ke kiri. Sementara penolong berusaha membebaskan bahu depan anak yang tersangkut dengan menggerakan kepala anak ke bawah. Manuver-manuver tersebut ini biasanya dapat mengatasi sebagian besar kasus distosia bahu. Namu, bila maneuver ini gagal, langkah-langkah berikut dapat dilakukan: 5. Perasat wood. Memutar bahu depan 180º sehingga bahu depan menjadi bahu belakang dan bahu belakang yang sudah di putar ke depan akan lahir dibawah simfisis. Hal ini dapat terjadi karena bahu belakang sudah turun lebih jauh dari bahu depan. 6. Berusaha melahirkan bahu belakang. Secara hati-hati melahirkan lengan belakang dengan geakan lengan anak dengan tangan sedemikian rupa sehingga seolah-olah lengan anak menyapu mukanya dan selanjutnya menyapu dadanya, dilanjutkan dengan melahirkan lengan belakang. Kemudian bahu dipitar sehingga diameter biakronialis mengisi diameter oblik dari pintu bawah panggul dan selanjutnya bahu pun dilahirkan di bawah simfisis. 7. Dilakukan fraktur klavikula dan maneuver Zavanelli. D. Kegawatdaruratan Karena Penyakit Jantung Penyakit jantung terbanyak disebabkan oleh rheuma (90%) dan biasanya dalam bentuk stenosis mitralis. Disamping itu dapat disebabkan oleh kelainan jantung kongenital dan penyakit otot jantung. Penyakit jantung pada wanita hamil baru diketahui jika ada dekompensasi, seperti : sesak nafas, jantung yang berdebar-debar, sianosis, kelainan nadi, edema atau asites. 33
  • 34. 1.1 Diagnosis Dokter biasanya mendiagnosis penyakit jantung atas adanya : a. Bising diastolis atau bising sistolis yang kuat. b. Pembesaran jantung pada gambar rontgen. c. Adanya aritmia (bunyi jantung tidak teratur) Pasien dengan penyakit jantung biasanya dibagi dengan 4 golongan, yaitu : 1: Pasien yang tidak usah membatisi aktivitas fisik. 2: Pasien yang harus membatasi aktivitas fisik. Jika melakukan pekerjaan sehari-hari, akan terasa capai, jantung bedebar-debar, sesak napas. 3: Pasien harus sangat membatasi aktivitas fisik. 4: Pasien tidak bisa melakukan aktivitas fisik sama sekali. 1.2 Penatalaksanaan Perawatan Antenatal Konsultasi dan rawat bersama dengan bagian kardiologi, di ruang penyakit dalam. Bila rawat jalan, kontrol setiap minggu, tiap kunjungan sekaligus memeriksakan diri ke bagian kebidadanan dan kardiologi. Dilakukan pemeriksaan EKG dan foto thorax, atau ECG bila perlu. Setelah kehamilan 32 minggu, dilakukan pemeriksaan NST dan USG serial. Pimpinan Persalinan Dilakukan bersama bagian kardiologi 1. Induksi persalinan Induksi dilakukan hanya atas indikasi obstetri. Tetes oksitosin akan meningkatkan volume darah yang menyebabkan edem paru. Untuk mencegah hal tersebut dapat diberikan diuretika. 2. Kala I a. Perlu pemantauan ketat terdapat ibu maupun janin. b. Bila diperlukan, dapat diberikan profilaksis digitalis dan antibiotic (dilakukan konsultasi dengan bagian kardiologi) 34
  • 35. c. Berikan oksigen bila terlihat adanya sianosis. 3. Kala II tergatung klasifikasi: a. I : Persalinan spontan b. II-IV :Cegah ibu mengedan dan selesaikan persalinan dengan ekstrasi forceps, selama kala II harus didampingi kardiologi. 4. Kala III a. Berikan oksitosin 10 iu i.m setelah bayi lahir b. Berikan PRC jika diperlukan transfusi darah c. Pada kasus tertentu diberikan profilaksis furosemid 40mg i.v Masa nifas Pada 24 jam pertma masa kehamilan lakukan pemantauan tanda-tenda terjadinya dekompensasi. Penaganan gagal jantung dalam persalinan Segera baringkan ibu dalam posisi miring ke kiri untuk menjamin aliran darah ke uterus lalu beri analgesi yang sesuai. Jika perlu oksitosin, berikan dalam jumlah konsentrasi yang tinggi dengan tetesan rendah. Persalinan pervaginam dengan mempercepat kala II. Sedapat mungkin hindari mengedan jika perlu lakukan episiotomy dan akhir persalinan dengan ekstrasi forceps. Tangani gagal jantung dengan memberikan morfin 10 mg dalam dosis tunggal. 35
  • 36. DAFTAR PUSTAKA 1. Cunningham F.G., MacDonald P.C., Grant N.F., Leveno K.J., Gilstrap L.C., Hanskins G.D.V., Clark S.L., Williams Obstetric, Ed. 21, EGC, Jakarta. 2006: 627-673, 687-759, 467-510. 2. Sastrawinata Sulaiman, Obstetri Patologi, Edisi 2. EGC, Jakarta. 2005. 112-120, 121- 170, 171-186. 3. DeCherney AH, Nathan L. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology. 10th ed. USA: McGraw-Hill Companies; 2007: 318-326, 328-341. 4. http://etd.eprints.ums.ac.id/14903/3/BAB_1.pdf 5. http://octariasaputra-referat.blogspot.com/2011/12/eklampsia.html 6. Krisnadi Sofie Rifayani, Anwar Anita Deborah, Alamsyah Muhammad. Obstetri Emergensi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Jakarta: CV Sagung Seto; 2012: 23-38, 75-88. 7. Magowan Brian, Owen Philip, Drife James. Clinical Obstetrics & Gynaecology. 2rd ed. UK: Elsevier Limited; 2009: 365-377. 8. Prawihardjo Sarwono. Ilmu Kebidanan. Ed. 4. Jakarta: Bina Pustaka; 2008: 522- 579. 36