SlideShare a Scribd company logo
1 of 137
Download to read offline
 
 
 
 

UNIVERSITAS INDONESIA

TESIS

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE
PADA ANAK USIA DIBAWAH 2 TAHUN
DI RSUD KOJA JAKARTA

YENI ISWARI
0906621533

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
DEPOK,
JULI 2011

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
 
 
 
 

UNIVERSITAS INDONESIA

TESIS

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE
PADA ANAK USIA DIBAWAH 2 TAHUN
DI RSUD KOJA JAKARTA

Tesis ini diajukan sebagai satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Ilmu Keperawatan

YENI ISWARI
0906621533

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
PEMINATAN KEPERAWATAN ANAK
DEPOK,
JULI 2011

i 
 
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
ABSTRAK

Nama

: Yeni Iswari

Program Studi: Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Keperawatan Anak
Judul

: Analisis Faktor-faktor Risiko Kejadian Diare pada Anak Usia
dibawah 2 tahun di RSUD Koja Jakarta

Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh
dunia dan di negara berkembang. Berdasarkan profil kesehatan DKI Jakarta 2009,
dilaporkan jumlah kasus diare sebesar 164.743 dimana kasus diare 50% terjadi pada
balita. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan
dengan kejadian diare. Metode penelitian menggunakan rancangan case control,
dengan jumlah sampel 54 untuk kelompok kasus dan 54 untuk kelompok kontrol.
Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan chi square test. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kejadian diare memiliki hubungan yang signifikan
dengan status gizi (p value= 0,037), dan kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum
memberikan makan pada anak (p value= 0,038). Rekomendasi perlunya penelitian
lebih lanjut dengan .
Kata kunci : faktor risiko, diare, anak usia < 2 tahun.

v 
 
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
ABSTRACT

Name

: Yeni Iswari

Stdy Program

: Master of Nursing Majoring in Pediatric Nursing, Faculty of
Nursing University of Indonesia

Title

: Analysis of risk factor for the incidence of diarrhea in
children aged under 2 year

Diarrhea disease is a major cause of morbidity and mortality worldwide and in
developing countries. Based on the health profile of DKI Jakarta 2009, the reported
number of cases of diarrhea of 164,743 where 50% of diarrhea cases occurred in
infants. This study aims to identify and explain factors related to the incidence of
diarrhea. This research method using case-control design, with sample size 54 for
cases group and 54 for control group. Data analysis was performed univariate,
bivariate with chi square test. The results showed that risk factors affect has a
significant relationship with nutritional status (p value= 0.037), and the habits of
mothers wash their hands before providing eating in children (p value= 0.038).
Recommendations that further research is another factor that affects anda is
associated with diarrhea.
Key words: risk factors, diarrhea, children < 2 year.

vi 
 
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yanng Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan segala kebaikannya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis dengan judul “ Analisis Faktor Kejadian Diare pada Anak Usia dibawah 2
tahun di Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta Utara”.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sulit
bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini,
penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. Ibu Dessie wanda,S.Kp, MN selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu,
pikiran dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan untuk
kesempurnaan proposal ini.
2. Bapak Besral, SKM, MSc selaku pembimbing II yang juga telah memberikan
bimbingan, masukan dan arahan selama penyusunan proposal.
3. Ibu Krisna Yetti, S.Kp., M.App.Sc, selaku Ketua Program Pasca Sarjana Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
4. Ibu Dewi Irawaty, M.A, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
5. Seluruh staf akademik dan non akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia yang telah menyediakan fasilitas dan dukungan demi kelancaran
penyusunan proposal ini.
6. Dr. Togi, selaku Direktur RSUD Koja Jakarta yang telah memberikan ijin untuk
melakukan penelitian di rumah sakit RSUD Koja.
7. Kepala Ruangan Anak beserta staf yang telah membantu pelaksanaan penelitian,
8. Ibu Rusmawati Sitorus,S.Pd.,M.A, selaku Direktur Akademi Keperawatan
Harum yang telah memberikan kesempatan dan memberikan motivasi.
9. Seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan doa, kasih sayang, semangat,
dukungan yang tidak terbatas selama penyusunan proposal ini
10. Rekan sejawat dosen Akademi Keperawatan Harum yang telah memberikan
bantuan dan semangat.

vii 
 
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
11. Sahabat-sahabatku kelas anak Program Pasca Sarjana angkatan 2009 atas
dukungan, masukan dan semangatnya.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
kritik dan saran selalu kami harapkan, semoga tesis ini dapat bermanfaat
untuk pihak-pihak yang membutuhkan.

Depok, Juli 2011

Penulis

 

viii 
 
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………… ……….

i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS……………………………

ii

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………

iii

ABSTRAK………………………………………………………………….

v

KATA PENGANTAR ……………………………………………………..

vii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………….

ix

DAFTAR TABEL ………………………………………………………….

xi

DAFTAR SKEMA …………………………………………………………

xii

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………

xiii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………

1

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………

7

1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………….

8

1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………….

8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Diare ………………………………………………….

10

2.2 Karakteristik Anak Balita yang Berhubungan dengan Diare …

26

2.3 Konsep Epidemiologi ……………………………………..........

27

2.4 Peran Perawat dalam Pencegahan Penyakit …………………..

31

2.5 Model Promosi Kesehatan menurut Nola.J.Pender …….

37

2.6 Kerangka Teori ……………………………………………….

46

BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI
OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep ……………………………………………….

47

3.2 Hipotesis Penelitian …………………………………………….

49

3.3 Definisi Operasional ……………………………………………

49

BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Disain Penelitian ………………………………………………...
4.2 Populasi dan Sampel …………………………………………….

53

4.3 Tempat Penelitian ……………………………………………….

57

4.4 Waktu dan Tempat Penelitian …………………………………..
 
 

53

57

   

ix 

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
4.5 Etika Penelitian ………………………………………………….

57

4.6 Alat Pengumpulan Data …………………………………………

59

4.7 Prosedur Pengumpulan Data ………………………………………

61

4.8 Pengolahan dan Analisis Data ……………………………………..

62

4.9 Analisa Data………………………………………………………..

63

BAB 5 HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Karakteristik Responden ………………………………..

66

5.2 Hubungan Karakteristik Faktor-faktor Kejadian Diare pada Anak

71

Usia < 2 Tahun……………………………………………………...
5.3 Faktor Dominan Risiko Kejadian Diare pada Anak Usia < 2

76

Tahun………………………………………………………………..
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1 Interpretasi dan Hasil Diskusi……………………………………….

80

6.2 Keterbatasan Penelitian ……………………………………………..

92

6.3 Implikasi Keperawatan ……………………………………………..

92

BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan…………………………………………………………….

94

7.2 Saran ………………………………………………………………...

94

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

 

 
 

   

x 

Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Derajat Dehidrasi Maurice King …………………………….

15

Tabel 3.1

DefInisi Operasional …………………………………………

50

Tabel 5.1

Distribusi Karakteristik Anak di RSUD Koja ………………….

67

Tabel 5.2

Distribusi Karateristik Anak Berdasarkan Pemberian ASI

68

Eksklusif di RSUD Koja ……………………………………….
Tabel 5.3

Distribusi

Frekuensi

Resoponde

Menurut

Karateristik

69

Ibu……………………………………………………………..
Tabel 5.4

Tabel 5.6

Distribusi frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan
Berdasarkan Kuisioner……………………………………….
Distribusi Karateristik Faktor Sosial Ekonomi dengan Kejadian
Diare…………………………………………………………….
Hubungan antara karakteristik Anak dengan kejadian diare

71

Tabel 5.7

Hubungan antara usia ibu dengan kejadian diare……………..

73

Tabel 5.8

Hubungan antara pengahasilan keluarga dengan kejadian diare

75

Tabel 5.9

Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian
Diare pada anak usia < 2 tahun di RSUD Koja Jakarta Utara

76

Tabel 5.10

Langkah pertama regresi logistik Analisis Raktor Resiko yang
Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak Usia < 2 tahun
di RSUD Koja Jakarta Utara…………………………………..
Model II: Analisis Multivariat Variabel Status Gizi, Usia Ibu,
Pendidikan Ibu dan cuci Tangan Terhadap Faktor Resiko
Kejadian Diare Pada Anak Usia < 2 Tahun Di RSUD Koja
Jakarta Utara …………………………………………………………………
Perbandingan Odd Ratio (OR) Sebelum dan sesudah variable

77

Tabel 5.5

Tabel 5.11

Tabel 5.12

70
70

78

78

pendidikakan ibu di keluarkan pada responden di RSUD Koja
Tabel 5.13

Model Akhir: Analisis Multivariat Variabel Status Gizi, ASI
Eksklusif, Pendidikan Ibu dan Cuci Tangan Terhadap Risiko
Kejadian Diare pada Anak Usia < 2 tahun Di RSUD Koja
Jakarta…………………………………………………………..

 
 
 
 
 

xi 
 
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

79
DAFTAR SKEMA
Skema 2.4.1 Health Promotion Nola. J. Pender …………………………

38

Skema 2.4.2 Kerangka Teori Penelitian …………………………………

46

Skema 3.1

48

Kerangka Konsep Penelitian ………………………………

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

xii 
 
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1

Lembar Penjelasan Penelitian

Lampiran 2

Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 3

Kuisioner Penelitian

Lampiran 4

Jadual Kegiatan Penelitian

Lampiran 5

Kisi-kisi Kuesioner

Lampiran 6

Kunci Jawaban Kuisioner Pengetahuan

Lampiran 7

Biodata

 
 

xiii 
 
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
1 
 

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Anak adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi penerus bangsa.
Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini.
Anak yang sehat merupakan dambaan dari semua orang tua, namun tidak
semua anak dengan kondisi sehat. Gangguan kesehatan yang terjadi pada masa
anak-anak dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak, khususnya jika
gangguan tersebut terjadi pada saluran pencernaan yang mempunyai peranan
penting dalam penyerapan nutrisi yang diperlukan untuk menunjang tumbuh
kembang anak. Salah satu gangguan pada saluran pencernaan yang sering
terjadi pada anak adalah diare. Diare adalah penyakit yang ditandai dengan
bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai
perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah atau lendir
(Suraatmaja, 2007).
Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas
pada anak di seluruh dunia, yang menyebabkan 1 billiun kejadian sakit dan 3-5
juta kematian tiap tahunnya. Di Amerika Serikat, 20-35 juta kejadian diare
terjadi setiap tahun. Pada 16,5 juta anak penderita diare tersebut berusia kurang
dari 5 tahun dan 400-500 kejadian diare mengakibatkan kematian (Nelson,
2000). Berdasarkan data dari UNICEF di dunia didapatkan bahwa setiap 30
detik, satu balita meninggal akibat diare (Depkes, 2003).
Diare masih merupakan masalah kesehatan yang hingga kini masih menjadi
penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak di
Indonesia.Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka
morbiditas masih cukup tinggi (Virdayati, 2002). Saat ini morbiditas diare di
Indonesia sebesar 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang
tertinggi di ASEAN, Di ASEAN anak-anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali

1
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia
2 
 

kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup anak dihabiskan
untuk diare (Soebagyo, 2008).

Menurut data dari World Health Organization (WHO), pada tahun 2003 diare
merupakan penyebab kematian nomor tiga didunia pada anak balita umur 5
tahun, dengan PMR (Proportional Mortality Rate) 17 % setelah kematian pada
neonatal sebesar 37 % dan Pneumonia sebesar 19%. Pada tahun yang sama,
diare di Asia Tenggara juga menempati urutan nomor tiga penyebab kematian
pada anak dibawah umur lima tahun dengan PMR sebesar 18%. Selain itu
berdasarkan

Survei

Kesehatan

rumah

Tangga

(SKRT)

tahun

2001

menunjukkan bahwa di Indonesia penyakit diare juga merupakan penyebab
kematian nomor tiga pada balita di Indonesia dengan PMR sebesar 10% setelah
penyakit sistem pernafasan (28%) dan gangguan perinatal (26%). Sementara itu
dari hasil Survey Kesehatan Nasional (Surkenas) tahun 2001 diketahui bahwa
penyakit diare adalah penyebab kematian nomor dua pada balita dengan PMR
sebesar 13,2% setelah penyakit pernafasan.

Hasil Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2002 mendapatkan
prevalensi diare balita di perkotaan sebesar 3,3 % dan di pedesaan sebesar 3,2
%, dengan angka kematian diare balita sebesar 23/100.000 penduduk pada lakilaki dan 24/100.000 penduduk pada perempuan, dari data tersebut kita dapat
mengukur berapa kerugian yang ditimbulkan apabila pencegahan diare tidak
dilakukan dengan semaksimal mungkin dengan mengantisipasi faktor risiko
apa yang mempengaruhi terjadinya diare pada balita

Menurut laporan Departemen Kesehatan (2005) di Indonesia setiap anak
mengalami diare 1,6–2 kali setahun. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 menjelaskan bahwa 14 persen balita
mengalami diare dalam dua minggu sebelum dilakukan survei, Terjadi
peningkatan sebesar 3 persen lebih tinggi dari temuan SDKI 2002-2003 yaitu
sebesar 11 persen. Dengan prevalensi diare tertinggi terjadi pada anak umur 6

1
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia
3 
 

bulan sampai 35 bulan yang diprediksi karena anak mulai aktif bermain dan
berisiko terkena infeksi.

Dari profil kesehatan Indonesia dilaporkan bahwa Kejadian Luar biasa (KLB)
diare pada balita dari tahun 2006 sampai 2009 mengalami penurunan kasus.
Pada tahun 2006 KLB terjadi di 16 provinsi dengan kasus lebih dari dua kali
lipat dibandingkan tahun 2005, yaitu 10.980 penderita, dan angka kematian
25,2% (Depkes 2006). Pada tahun 2008 dan 2009, KLB diare terjadi di 15
provinsi dengan jumlah penderita tahun 2008 sebesar 8.443 sedangkan pada
tahun 2009 turun menjadi 5.756 orang dengan jumlah kematian pada tahun
2008 sebanyak 209 orang. Keadaan ini meningkat dari tahun 2007 dimana
jumlah penderita sebanyak 3.659 orang dengan jumlah kematian 69 orang
(Depkes, 2009).
Berdasarkan profil kesehatan DKI Jakarta tahun 2009, jumlah kasus diare yang
dilaporkan sebanyak 164.734 kasus dimana kasus diare 50% terjadi pada
balita. Jakarta Utara merupakan wilayah ke dua terbanyak yang menderita diare
pada balita yaitu 21.441 kasus (24%) setelah wilayah Jakarta Timur dengan
28.222 kasus (31%) kemudian diikuti dengan Jakarta Barat (19%), Jakarta
Selatan (14%) dan Jakarta Pusat 12 % (Profil kesehatan DKI, 2009)
Data statistik yang didapatkan dari rekam medik di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Koja dari bulan Januari sampai bulan Desember 2010
didapatkan data bahwa angka kejadian penyakit diare merupakan penyebab
kesakitan ke-3 setelah Tifoid dan DBD pada anak balita yang dirawat dirumah
sakit, dengan jumlah kasus 543 orang pasien dengan angka insiden anak usia
kurang satu tahun sebanyak 232 (42,7%) sedangkan pada anak toddler dan pra
sekolah sebesar 311 (57,2 %) pasien .
Anak usia di bawah 2 tahun sangat rentan terkena penyakit. Banyak faktor
penyebab dan risiko yang berkontribusi terhadap kejadian diare pada anak,
terutama pada bayi dimana daya tahan tubuh anak masih rendah sehingga
rentan untuk terkena penyakit infeksi seperti diare. Bila ditinjau dari tahapan

1
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia
4 
 

tumbuh kembang bayi menurut Sigmund Freud, bayi berada pada fase oral
dimana kepuasan anak ada pada daerah mulut, sehingga apapun dimasukan
kedalam mulut, ini mengakibatkan anak mudah mengalami penyakit infeksi
terutama pada saluran pencernaan. Pada tahapan anak toddler, anak berada
pada fase anal dimana fase ini diperkenalkan toilet training yaitu anak mulai
diperkenalkan dan diajarkan untuk melakukan buang air besar di toilet atau
jamban yang benar, kebiasaan anak buang air besar di sembarang tempat dan
diarea terbuka seperti digot dan ditanah menyebabkan resiko untuk terjadinya
penularan diare.
Pada usia toddler anak sangat aktif dan lebih rentan terhadap penyakitpenyakit infeksi terutama yang menyerang saluran pencernaan. Pada masa ini
anak banyak mengalami permasalahan-permasalahan yang berhubungan
dengan pola makan, Anak biasanya mulai bosan dengan menu makanan yang
dimasak di rumah sehingga anak cendrung untuk membeli makanan atau
jajanan dari luar rumah yang belum tentu terjamin kebersihannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Winlar (2002) mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian diare pada anak usia 0-2 tahun di kelurahan Turangga
menyebutkan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor
tersebut adalah status sosial ekonomi yang rendah sebesar 61,54%, kurangnya
pengetahuan orang tua tentang cuci tangan yang benar sebesar 54,7%,
kebiasaan ibu memberikan berbagai macam makanan selingan/ snack sebesar
53,5% dan kebiasaan buruk pada kehidupan anak sebesar 61,87%.

Selain itu Hira (2002) melakukan penelitian pada 325 anak usia kurang dari 5
tahun, untuk menganalisis faktor kejadian diare pada anak balita di kecamatan
Bantimurung Sulawesi Selatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang
berhubungan terhadap kejadian diare pada balita adalah kebiasaan ibu
mencuci tangan sebelum memberikan

makan anak balita, sedangkan

pendidikan kesehatan pada ibu, pekerjaan, kebiasaan mencuci tangan setelah
buang air besar dan persiapan air bersih tidak berhubungan dengan kejadian
diare pada balita di kecamatan bantimurung.

1
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia
5 
 

Penelitian lain terkait kejadian diare adalah penelitian yang dilakukan oleh
Warouw (2002) yang melakukan penelitian tentang hubungan faktor
lingkungan dan sosial ekonomi dengan morbiditas keluhan diare dan ISPA.
Dari hasil penelitian tersebut didapatkan gambaran prevalensi keluhan diare di
Indonesia sebesar 3,3% dimana tidak ada perbedaan prevalensi diare antara di
kota dengan di desa. Dari hasil analisis multivariat diketahui bahwa faktor
risiko terjadinya diare yaitu penghuni rumah yang ber alokasi di daerah rawan
banjir sebesar 43 kali (95% CI:1,15 – 1,79) berisiko terhadap diare, kondisi
fisik rumah yang tidak baik berisiko sebesar 1,23 kali (95%CI:1,03-1,46)
terhadap terjadinya diare dan jumlah balita lebih dari satu dalam keluarga
berisiko sebesar 0,83 kali (95%CI:0,071-0,98) terhadap terjadinya diare.

Adisasmito (2007), melakukan systematic review terkait faktor diare pada bayi
dan balita, yang dilakukan terhadap 18 penelitian akademik di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada tahun 2000-2005 yang
dilakukan terhadap 3884 (65-500) subyek penelitian. Tujuan penelitian
tersebut adalah melihat faktor risiko diare pada bayi dan balita di Indonesia.
Dari hasil penelitian dapat disampaikan bahwa faktor risiko yang sering
diteliti adalah faktor lingkungan yaitu sarana air bersih dan jamban. Faktor
risiko diare dari faktor ibu yang bermakna adalah pengetahuan, perilaku dan
kebersihan ibu sedangkan faktor risiko diare dari faktor anak yaitu status gizi
dan pemberian ASI ekslusif. Faktor lingkungan berdasarkan sarana air bersih
(SAB) yang lebih banyak diteliti adalah jenis SAB (rerata OR=3,19), risiko
pencemaran SAB (rerata OR=7,89), dan sarana jamban (rerata OR=17,25).
Dari berbagai penelitian yang dilakukan terhadap faktor-faktor penyebab diare
diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab yang paling sering menyebabkan
terjadinya diare pada anak adalah faktor sosial ekonomi, pengetahuan dan
pemahaman orang tua terhadap diare, perilaku mencuci tangan sebelum
memberikan makanan pada anak dan sesudah buang air bersih, lingkungan
yang tidak sehat dan ketersediaan air bersih.

1
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia
6 
 

Banyaknya kasus kejadian diare terutama yang terjadi pada anak usia dibawah
2 tahun hal ini memerlukan perhatian dari semua tenaga kesehatan termasuk
perawat. Perawat memegang peranan penting dalam

melakukan usaha

pencegahan terhadap timbulnya penyakit, terutama perawat anak dan
komunitas. Ada 3 peranan perawat dalam

pencegahan penyakit yaitu

pencegahan primer (primary prevention), pencegahan sekunder (secondary
prevention) serta pencegahan tersier (tertiary prevention).
Pencegahan primer dapat di lakukan dengan upaya peningkatan kesehatan
seperti memberikan pendidikan kesehatan/penyuluhan kesehatan pada
masyarakat (Efendi & Makhfudli, 2009). Penyuluhan kesehatan yang
diberikan kepada orang tua yang mempunyai anak balita yaitu pencegahan
diare pada anak dan faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diare,
pentingnya pola hidup sehat, kebersihan diri dan lingkungan yang sehat, selain
itu juga dengan meningkatkan daya tahan anak dengan pemberian immunisasi
pada balita. Sehingga anak tidak mengalami kejadian berulang.
Peran perawat yang dapat dilakukan terkait pencegahan sekunder bertujuan
untuk mencegah terjadinya keparahan pada anak yang yang sedang sakit
(Efendi & Makhfudli, 2009). Pada anak yang sudah terinfeksi akibat diare,
perawat dapat memberikan pengetahuan pada orang tua tentang perawatan
anak selama sakit, pemberian cairan yang adekuat sehingga anak dapat
terhindar dari berbagai komplikasi yang ditimbulkan seperti dehidrasi, syok
bahkan kematian. Sedangkan upaya yang dilakukan dalam pencegahan tersier
yaitu dengan usaha pencegahan terhadap anak yang telah sembuh dari sakit
sehingga tidak terjadi kekambuhan atau terinfeksi diare kembali sehingga
anak kembali dirawat dengan kondisi yang lebih parah melalui pemberian
penyuluhan lebih lanjut tentang perawatan dan penatalaksanaan anak yang
mengalami diare di rumah serta pemulihan kondisi tubuh anak dengan
pemberian gizi yang baik dan seimbang serta pentingnya pola hidup sehat
dalam kehidupan sehari-hari.

1
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia
7 
 

Berdasarkan peran perawat yang telah dibahas, hal yang penting untuk
dilakukan adalah mengetahui faktor risiko terhadap kejadian

diare pada

anak, diharapkan dapat mencegah terjadinya komplikasi akibat kehilangan
cairan pada anak sehingga kematian pada anak akibat diare dapat dihindari.
Hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan analisis terhadap faktor-faktor
risiko terjadinya diare pada anak terutama pada anak usia dibawah 2 tahun.
1.2. Rumusan Masalah
Di Indonesia penyakit diare masih merupakan penyakit yang sering
menyerang pada anak terutama anak dibawah usia dua tahun. Walaupun
Angka mortalitas diare menurun namun angka morbiditas diare pada anak
masih cukup tinggi. Seriusnya dampak akibat penyakit diare pada anak,
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak akibat
kehilangan cairan yang sering serta terganggunya proses absopsi makanan
dan zat nutrien yang dibutuhkan anak untuk pertumbuhan bahkan bisa
mengakibatkan kematian pada anak.

Rentannya anak usia balita, terutama usia dibawah 2 tahun terhadap berbagai
macam penyakit infeksi terutama untuk penyakit pada saluran pencernaan
seperti diare sering dihubungkan karena masih rendahnya daya tahan tubuh
anak terhadap berbagai macam infeksi, status gizi buruk pada anak balita dan
juga kurangnya kebersihan anak terutama tangan dan kuku.

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai
faktor penyebab dan risiko timbulnya diare pada anak terutama anak usia
balita. Dari beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan ada beberapa
faktor yang mempengaruhi tingginya kasus diare pada anak yaitu status sosial
ekonomi, perilaku mencuci tangan sebelum memberikan makan dan setelah
buang air besar, ketersediaan air bersih dan lingkungan yang tidak sehat.
Pertanyaan penelitian ini adalah faktor-faktor penyebab apa saja yang
mempengaruhi kejadian diare pada anak usia dibawah 2 tahun ?

1
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia
8 
 

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor risiko kejadian diare
pada anak usia dibawah 2 tahun di Rumah Sakit Umum Daerah Koja
Jakarta Utara.

1.3.2. Tujuan Khusus
Teridentifikasinya hubungan antara :
1.3.2.1 Faktor anak (usia, jenis kelamin, ASI ekslusif, status gizi,
immunisasi campak, kebersihan tangan dan kuku) dengan
risiko kejadian diare
1.3.2.2 Faktor ibu (usia, pendidikan, pengetahuan, kebiasaan mencuci
tangan sebelum memberikan makan pada anak dengan risiko
kejadian diare
1.3.2.3 Faktor sosial ekonomi (penghasilan keluarga) dengan risiko
kejadian diare.
1.3.2.2 Faktor dominan risiko kejadian diare pada anak usia dibawah 2
tahun.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat untuk Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan tambahan
pengetahuan tentang risiko kejadian diare pada anak.
Dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
diperlukannya pelayanan kesehatan dapat berupa penyuluhan kesehatan
kepada orang tua selama anak dirawat dirumah sakit tentang pencegahan
dan perawatan anak dengan diare. Selain itu hasil dari riset ini berguna
sebagai bahan masukan dalam program pencegahan dan pemberantasan
diare.

1
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia
9 
 

1.4.2 Perawat di Rumah Sakit
Bagi perawat di rumah sakit adalah pentingnya melakukan pencegahan
sekunder selama anak dirawat dirumah sakit yaitu dengan melakukan
pemantauan cairan yang adekuat terhadap anak diare sehingga
meminimalkan terjadinya dehidrasi dan syok serta penyuluhan
kesehatan bagi keluarga dan orang tua dengan anak yang dirawat
dengan diare tentang penatalaksanaan dan perawatan anak diare serta
upaya pencegahan terjadinya diare pada anak.

1.4.3 Bagi ilmu keperawatan
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dalam bidang keperawatan,
khususnya pada bidang yang berhubungan terhadap penyakit infeksi
yang sering terjadi di masyarakat dalam hal pemberian asuhan
keperawatan dan dapat menjadikan ilmu keperawatan di Indonesia
semakin berkembang.

1
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia
10 
 

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Teori dan konsep yang berkaitan dengan hal yang akan diteliti akan diuraikan
pada bab ini sebagai landasan dalam melaksanakan penelitian. Adapun uraian
tersebut terdiri dari konsep diare, tumbuh kembang dan karakteristik anak
dibawah usia 2 tahun yang berhubungan dengan diare, konsep epidemiologi,
peran perawat dalam pencegahan penyakit dan teori model promosi kesehatan
menurut Nola. J. Pender.
2.1.KONSEP DIARE
2.1.1 Pengertian
Diare didefinisikan sebagai inflamasi pada membran mukosa lambung
dan usus halus yang ditandai dengan diare, muntah-muntah yang
berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi
dan gangguan keseimbangan elektrolit (Betz, 2009). Juffrie dkk ( 2010)
menyebutkan diare adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari
3 kali sehari, disertai konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu.

Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal
atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan
volume cairan, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti
lebih dari 3x/ hari (Hidayat, 2008). Diare merupakan penyakit yang
terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses selain dari frekuensi
buang air besar. Seseorang dikatakan diare bila feses lebih berair dari
biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air
besar berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes, 2009).

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
11 
 

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa diare adalah bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari 3 kali per hari pada bayi dan lebih dari 6
kali pada anak, yang disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi
encer.

2.1.2 Klasifikasi Diare
Ada dua jenis diare menurut Suraatmaja (2002) yaitu diare akut dan
diare kronik. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada
bayi dan anak yang sebelumnya sehat sedangkan diare kronik adalah
diare yang berkelanjutan sampai 2 minggu atau lebih dengan kehilangan
berat badan atau berat bada tidak bertambah (failure to thrive) selama
masa diare tersebut. Diare kronik dibagi menjadi beberapa jenis yaitu
diare persisten yaitu diare yang disebabkan oleh infeksi. Protracted diare
yaitu diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu dengan tinja cair dan
frekuensi 4 x atau lebih perhari. Diare Intraktabel adalah diare yang
timbul berulang kali dalam waktu singkat ( misalnya 1-3 bulan).
Prolonged diare adalah diare yang berlangsung lebih dari 7 hari. Cronic
non specific diarrhea adalah diare yang berlangsung lebih dari 3 minggu
tetapi tidak disertai gangguan pertumbuhan dan tidak ada tanda-tanda
infeksi maupun malabsorsi.

2.1.2 Etiologi
Etiologi diare akut dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu faktor
infeksi yang dibagi menjadi infeksi enteral dan parenteral. Infeksi
enteral yaitu infeksi yang terjadi pada saluran pencernaan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak, meliputi: infeksi bakteri,
virus, parasit, protozoa dan jamur. Bakteri yang sering menjadi
penyebab

diare

adalah

Vibrio,

E.Coli,

Salmonella,

Shigella,

Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, infeksi virus disebabkan oleh
Enteroovirus, Adenovirus, Rotarovirus, Astrovirus dan infeksi parasit
disebabkan oleh cacing Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides,

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
12 
 

Protozoa disebabkan oleh Entamoeba histolytica, Giardia lambia,
Ttrichomonas hominis, dan jamur yaitu Candida albicans.

Sementara itu infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar
alat pencernaan, seperti Otitis media akut (OMA), tonsilitis,
bronkopneumonia dan ensefalitis. Keadaan ini terutama terdapat pada
bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.

Etiologi berikutnya adalah faktor malabsopsi. Malabsopsi yang bisa
terjadi yaitu terhadap karbohidrat: disakarida ( intoleransi laktosa,
maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan
galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah
laktosa. Malabsopsi lemak dan protein juga merupakan penyebab
timbulnya diare.

Selain infeksi virus, bakteri, jamur dan malabsopsi faktor makanan
seperti makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan dan juga faktor
psikologis

seperti ketakutan dan kecemasan juga berkonstribusi

terhadap timbulnya diare, walaupun jarang dapat menimbulkan diare
terutama pada anak yang lebih besar.

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare yaitu pertama terjadinya
gangguan osmotik dimana terjadinya peningkatan tekanan osmotik
dalam rongga usus akibat makanan yang tidak dapat dapat diserap
sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus yang merangsang terjadinya diare. Kedua yaitu
gangguan sekresi yang terjadi akibat toksin yang berada di dinding
usus, sehingga terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit melalui
saluran pencernaan. Ketiga yaitu gangguan mortalitas usus yang
mengakibatkan terjadinya hiperperistaltik dan hipoperistaltik.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
13 
 

Sedangkan etiologi pada diare kronik sangat komplek dan merupakan
gabungan faktor yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi.
Menurut WHO ada beberapa faktor penyebab diare kronik yaitu
adanya infeksi bakteri dan parasit yang sudah resisten terhadap
antibiotika/anti parasit, disertai overgrowth bakteri non-patogen seperti
pseudomonas, klebssiella, streptokok, stafilokok. Kerusakan pada
epitel usus pada awalnya akan terjadinya kekurangan enzim laktase
dan

protase

yang

mengakibatkan

terjadinya

maldigesti

dan

malabsorpsi karbohidrat dan protein, dan pada tahap lanjut setelah
terjadi KEP yang menyebabkan terjadi atropi mukosa lambung, usus
halus disertai penumpukan villi serta kerusakan hepar dan pankreas.
Gangguan imunologis yang terjadi pada anak akan berdampak
penurunan pada sistem pertahanan tubuh anak terhadap bakteri, virus,
parasit dan jamur yang masuk kedalam usus yang berkembang dengan
cepat, dengan akibat lanjut menjadi diare persisten dan malabsorpsi
makanan yang lebih berat. Faktor lain yang juga menjadi penyebab
diare kronik yaitu penangan diare yang tidak efektif, penghentian
pemberian

ASI

dan

makanan

serta

pemberian

obat-obatan

antimotalitas (Suraatmaja, 2009).

2.1.3 Mekanisme Terjadinya Diare
Proses terjadinya gastroenteritis dapat disebabkan oleh berbagai
kemungkinan faktor diantaranya pertama faktor infeksi, proses ini
dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk kedalam
saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan
merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan usus. Selanjutnya
terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan
gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan elektrolit. Atau juga
dikatakan adanya toksin bakteri atau akan menyebabkan sistim
transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang
kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
14 
 

Faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi
yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehinga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan
isi rongga usus sehingga terjadi gastroenteritis. Ketiga, faktor makanan
dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik
sehingga terjadi peningkatan dan penurunan peristalistik yang
mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang
kemudian menyebabkan gastroenteritis (Hidayat, 2008. )

2.1.4 Gejala Diare
Menurut Ngastiah (2005) Pada mulanya bayi/anak menjadi cengeng,
kemudian suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak
ada, kemudian timbulah diare. Tinja makin cair, mungkin bercampur
lendir dan darah, warna tinja makin lama makin berubah kehijauhijauan karena bercampur dengan empedu. Karena anak sering
defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi
makin asam akibat banyaknya asam laktat yang terjadi

dari

pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsopsi oleh usus. Gejala
muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.

Bila anak telah banyak kehilangan air dan elektrolit, terjadilah gejala
dehidrasi. Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, dan ubunubun besar menjadi cekung (pada bayi), turgor kulit berkurang, selaput
lendir pada bibir, mulut serta kulit tampak kering dan terjadi keram
abdomen (Suraatmaja, 2009)

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
15 
 

2.1.5 Derajat Dehidrasi
Menurut Suraatmaja (2009) derajat dehidrasi dapat ditentukan
berdasarkan
2.1.6.2 Kehilangan berat badan
Pada dehidrasi ringan terjadi penurunan berat badan sebesar
2,5 sampai 5 %, pada dehidrasi sedang terjadi penurunan berat
badan 5 sampai 10% sedangkan pada dehidrasi berat terjadi
penurunan berat badan > 10%.

2.1.6.2 Skor Maurice King
Tabel 2.1
Derajat dehidrasi menurut Maurice King
Bagian tubuh
yang diperiksa
Keadaan umum

Nilai untuk gejala yang ditemukan
0
sehat

1

2

Gelisah, cengeng,

Mengigau,

apatis, ngantuk

koma/syok

Elastisitas kulit

Normal

Sedikit kurang

Sangat kurang

Mata

Normal

Sedikit kurang

Sangat cekung

Ubun-ubun

Normal

Sedikit kurang

Sangat cekung

Normal

Kering

Kering &

besar
Mulut

sianosis
Denyut

Kuat>120

Sedang (120-140) Kering &

nadi/mnt

sianosis , >140

Untuk menentukan elastisitas kulit, kulit perut “dicubit” selama
30-60 detik, kemudian dilepas. Jika kulit kembali normal dalam
waktu 2 sampai 5 detik menandakan anak mengalami dehidrasi
ringan, 5 sampai 10 detik anak mengalami dehidrasi sedang
dan bila terjadi dehidrasi tinggi turgor kulit kembali lebih dari
10 detik. Berdasarkan skor yang ditemukan pada penderita,
dapat ditentukan derajat dehidrasinya yaitu dehidrasi ringan

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
16 
 

(skor 0 sampai 2), dehidrasi sedang (3 sampai 6), dehidrasi
berat (skor >7).
2.1.6.3 Berdasarkan Managemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Yang termasuk dalam kategori dehidrasi berat adalah
terdapatnya tanda-tanda letargis atau anak tidak sadar, mata
cekung, anak tidak bisa minum atau malas minum serta
cubitan

perut

kembalinya

sangat

lambat.

Dehidrasi

ringan/sedang terjadi apabila terdapat dua atau lebih dari
tanda-tanda berikut anak menjadi gelisah dan rewel/marah,
mata cekung, haus. Minum dengan lahap, cubitan kulit perut
kembalinya lambat.

2.1.7 Komplikasi
Kebanyakan penderita diare sembuh tanpa mengalami komplikasi,
tetapi sebagian kecil mengalami komplikasi dari dehidrasi, kelainan
elektrolit atau pengobatan yang diberikan. Adapun komplikasi yang
dapat terjadi yaitu hiponatremia dapat terjadi pada penderita diare yang
minum cairan sedikit/ tidak mengandung natrium. Penderita gizi buruk
mempunyai kecendrungan mengalami hiponatremia. Sedangkan
hipernatremia sering terjadi pada bayi baru lahir sampai usia 1 tahun
(khususnya bayi berumur kurang dari 6 bulan). Biasanya terjadi pada
diare yang disertai muntah dengan intake cairan/makanan kurang, atau
cairan yang di minum mengandung terlalu banyak natrium.

Hipokalsemia terjadi jika penggantian kalium selama dehidrasi tidak
cukup, akan terjadi kekurangan kalium yang ditandai dengan
kelemahan pada tungkai, ileus, kerusakan pada ginjal dan aritmia
jantung. Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau
hilangnya basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi
alkalosis respiratorik, yang ditandai dengan pernafasan yang dalam dan
cepat.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
17 
 

Ileus paralitik merupakan komplikasi yang penting dan sering
berakibat fatal, terutama pada anak kecil sebagai akibat penggunaan
obat antimotilitas yang ditandai dengan distensi abdomen, muntah,
peristaltik usus berkurang atau tidak ada.

2.1.8 Penatalaksanaan
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare
bagi semua kasus diare pada anak balita baik yang dirawat di rumah
sakit maupun dirawat dirumah, yaitu :
2.1.8.1 Pemberian cairan atau rehidrasi
Pada klien diare yang harus diperhatikan adalah terjadinya
kekurangan cairan atau dehidrasi. Oleh sebab itu, pemantauan
derajat dehidrasi dan keadaan umum pada pasien sangatlah
penting. Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan
diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na,
HCO, K dan Glukosa, untuk gastroenteritis akut diatas umur 6
bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 5060 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan
gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut
diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawah ke
rumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut. Untuk
pemberian cairan parenteral jumlah yang akan diberikan
tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang
diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat
badannya (Juffrie, 2011).

2.1.8.2 Pemberian Zinc
Zinc diberikan untuk mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc
juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Penggunaan zinc
ini memang popular beberapa tahun terakhir karena memiliki
evidence based yang bagus. Beberapa penelitian telah
membuktikannya. Penggunaan zinc dalam pengobatan diare

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
18 
 

akut didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau
terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses
perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc
pada diare dapat meningkatkan absopsi air dan elektrolit oleh
usus halus ,meningkatkan regenerasi epitel usus, meningkatkan
jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun
yang mempercepat pembersihan patogen dari usus (Juffrie,
2011).

Menurut Depkes (2008) dari penelitian yang dilakukan di
Indonesia menunjukkan bahwa zinc mempunyai efek protektif
terhadap diare dan menurunkan kekambuhan diare sebanyak
11% dan menurut hasil pilot studi menunjukkan bahwa zinc
mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67%. Zinc diberikan
selama 10 -14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh
dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air
matang, ASI, atau oralit. Untuk anak yang lebih besar, Zinc
dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit
(Juffrie, 2011).

2.1.8.3 Pengobatan dietetik dan pemberian ASI
Pengobatan dietetik adalah dengan pemberian makanan dan
minuman khusus pada klien dengan tujuan penyembuhan dan
menjaga kesehatan. Adapun hal yang perlu diperhatikan adalah
untuk anak dibawah satu tahun dengan berat badan kurang dari
7 Kg, jenis makanan yang diberikan adalah memberikan asi
dan susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam
lemak tidak jenuh misalnya LLM, makanan setengah padat
(bubur, makanan padat Nasi Tim). Memberikan bahan
makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral
dan makanan yang bersih.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
19 
 

Prinsip pengobatan dietetik yaitu B – E – S – E singkatan dari
Oralit, Breast Feeding, Early Feeding, Stimulaneously with
Education (Suraatmaja, 2009).

2.1.8.4 Pengobatan Kausal
Pengobatan yang tepat terhadap kausa diare diberikan setelah
di ketahui penyebab pasti. Jika kausa diare penyakit parental,
diberikan antibiotika sistemik. Jika tidak terdapat infeksi
parental,

antibiotik

baru

boleh

diberikan

kalau

pada

pemeriksaan laboratorium ditemukan bakteri patogen.

2.1.8.5 Pengobatan Simtomatik
Pemberian obat anti diare bertujuan untuk menghentikan diare
secara cepat seperti antispasmodik.

2.1.9. Pencegahan Diare
Menurut Juffie (2010), upaya pencegahan diare dapat dilakukan
dengan cara mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare.
Kuman-kuman pathogen penyebab diare umumnya disebarkan
secara fekal-oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare
perlu difokuskan pada cara penyebaran. Adapun upaya pencegahan
diare yang terbukti efektif meliputi pemberian ASI yang benar,
memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping
ASI, penggunaan air bersih yang cukup, membudayakan kebiasaan
mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum
makan, penggunaan jamban yang bersih dan hiegienis oleh seluruh
anggota

keluarga,

membuang

tinja

bayi

yang

benar

dan

memperbaiki daya tahan tubuh penjamu.

Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan
tubuh anak dan dapat mengurangi resiko diare antara lain dengan
memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun, meningkatkan nilai

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
20 
 

gizi makanan pendamping ASI badan memberi makanan dalam
jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak, pemberian
imunisasi campak.

Sedangkan menurut Suraatmaja (2007) ada tujuh intervensi
pencegahan diare yang efektif yaitu dengan pemberian ASI,
memperbaiki asupan makanan sapihan, menggunakan air bersih
yang cukup banyak, mencuci tangan, menggunakan jamban
keluarga, cara membuang tinja yang baik dan benar serta pemberian
immunisasi campak, pada balita, 1 sampai 7 % kejadian diare
berhubungan dengan campak, dan diare yang terjadi pada campak
umumnya lebih berat dan lebih lama (susah diobati, cendrung
menjadi kronis) karena

adanya kelainan pada epitel usus.

Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45 sampai 90 %
bayi berumur 9 sampai 11 bulan dapat mencegah 40 sampai 60%
kasus campak, 0,6 sampai 3,8% kejadian diare dan 6 sampai 25%
kematian karena diare pada balita.

2.1.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Diare
Banyak faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya diare pada
bayi dan balita. Cara penularan diare pada umumnya melalui cara
fekal–oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar
oleh enteropatogen, atau kontak langsung dengan tangan penderita
atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak
langsung melalui lalat. (melalui 4 F = finger, flies, fluid, field).
Adapun faktor resiko terjadinya diare yaitu :
2.1.10.1 Faktor Anak
Bayi dan anak balita merupakan kelompok usia yang
paling banyak menderita diare, kerentanan kelompok usia
ini juga banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
umur anak, pemberian ASI, status gizi anak dan status
imunisasi campak.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
21 
 

a. Faktor umur
Sebagian besar diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok
umur 6 sampai 11 bulan, pada saat diberikan makanan
pendamping ASI (Juffrie, 2011). Hal ini dikarenakan
belum terbentuknya kekebalan alami dari anak usia
dibawah

satu

kombinasi

tahun.

efek

Pola

penurunan

ini

menggambarkan

kadar

antibodi

ibu,

kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan
yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak
langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat
bayi mulai dapat merangkak (Depkes, 1999).
Dari

hasil

penelitian

yang

dilakukan

oleh

Sinthamurniwaty (2005) terhadap faktor-faktor risiko
kejadian diare akut di Semarang menyatakan bahwa
kelompok umur yang paling banyak menderita diare
adalah umur < 24 bulan yaitu sebesar 58,68 %,
kemudian 24-36 bulan sebesar 24,65 %, sedangkan
paling sedikit umur 37- 60 bulan 16,67 %.

b. Jenis Kelamin Anak
Dari beberapa penelitian yang dilakukan bahwa terdapat
perbedaan jumlah kasus anak laki-laki dan perempuan
yang

menderita

diare.

Palupi

(2009)

dalam

penelitiannya tentang status gizi hubungannya dengan
kejadian diare pada anak diare, menjelaskan bahwa
pasien laki-laki yang menderita diare lebih banyak dari
pada perempuan dengan perbandingan 1,5:1 (dengan
proporsi pada anak laki-laki sebesar 60 % dan anak
perempuan sebesar 40%. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2005) yang
menyatakan bahwa risiko kesakitan diare pada balita

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
22 
 

perempuan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan
balita laki-laki dengan perbandingan 1 : 1,2, walaupun
hingga saat ini belum diketahui penyebab pastinya.
Kemungkinan terjadinya hal tersebut dikarenakan pada
anak

laki-laki

lebih

aktif

dibandingkan

dengan

perempuan, sehingga mudah terpapar dengan agen
penyebab diare.

c.

Status Gizi
Status gizi pada anak sangat berpengaruh terhadap
kejadian penyakit diare. Pada anak yang menderita
kurang gizi dan gizi buruk yang mendapatkan asupan
makan yang kurang mengakibatkan episode diare
akutnya menjadi lebih berat dan mengakibatkan diare
yang lebih lama dan sering. Risiko meninggal akibat
diare persisten dan atau disentri sangat meningkat bila
anak sudah mengalami kurang gizi. Beratnya penyakit,
lamanya dan risiko kematian karena diare meningkat
pada anak-anak dengan kurang gizi, apalagi pada yang
menderita gizi buruk (Palupi, 2009).

Dari penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito (2007)
terhadap beberapa penelitian faktor risiko diare di
Indonesia didapatkan hasil bahwa status gizi yang
buruk merupakan faktor risiko terjadinya diare. Hal ini
sejalan

dengan

penelitian

yang

dilakukan

oleh

Sinthamurniwaty (2005) yang menyatakan bahwa balita
dengan status gizi rendah mempunyai risiko 4,21 kali
terkena diare akut dibanding balita dengan status gizi
baik.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
23 
 

d. Status Imunisasi Campak
Menurut Suraatmaja (2007), pada balita, 1-7% kejadian
diare berhubungan dengan campak, dan diare yang
terjadi pada campak umumnya lebih berat dan lebih
lama (susah diobati, cendrung menjadi kronis) karena
adanya kelainan pada epitel usus. Diare dan disentri
lebih sering terjadi atau berakibat berat pada anak-anak
dengan campak atau menderita campak dalam 4 minggu
terakhir.

Hal

ini

disebabkan

karena

penurunan

kekebalan pada penderita (Depkes, 1999).

2.1.10.2 Faktor Orang tua
Peranan orang tua dalam pencegahan dan perawatan anak
dengan

diare

sangatlah

penting.

Faktor

yang

mempengaruhinya yaitu umur ibu, tingkat pendidikan,
pengetahuan ibu mengenai hidup sehat dan pencegahan
terhadap penyakit. Rendahnya tingkat pendidikan ibu dan
kurangnya pengetahuan ibu tentang pencegahan diare dan
perawatan anak dengan diare merupakan penyebab anak
terlambat ditangani dan terlambat mendapatkan pertolongan
sehingga beresiko mengalami dehidrasi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hermin (1994),
ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan
SLTP keatas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan
cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding
dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD kebawah.
Dari penelitian Cholis Bachroen dan Soemantri (1993)
diketahui pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap morbiditas anak balita, begitu pula hasil penelitian
Sunoto (1990).

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
24 
 

Tingkat pengetahuan ibu, sikap dan perilaku keluarga dalam
tatalaksana penderita diare mencegah terjadinya kondisi anak
dengan dehidrasi (Sukawana, 2000)

Sementara itu dari hasil survei yang dilakukan oleh SDKI
(2007) terhadap pengetahuan ibu tentang diare didapatkan
data bahwa pengetahuan ibu tentang pemberian paket oralit
lebih rendah pada wanita dengan kelompok umur 15-19
tahun dibandingkan dengan wanita yang lebih tua. Sementara
itu pendidikan ibu mempunyai hubungan yang positif dengan
pengetahuan ibu tentang pemberian paket oralit.

2.1.10.3 Faktor lingkungan
Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih
dengan sanitasi yang jelek akan mengakibatkan penyakit
mudah menular. Pada beberapa tempat shigellosis yaitu
penyebab diare merupakan penyakit endemik, infeksi dapat
berlangsung sepanjang tahun, terutama pada bayi dan anakanak yang berumur 6 bulan sampai 3 tahun (Depkes, 1999).

Penularan penyakit diare sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dimana sebagian besar penularan melalui faecaloral yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana air
bersih dan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan
serta perilaku sehat dari keluarga.

2.1.10.4 Hyegine dan Kebersihan diri
Perilaku hyegine dan kebersihan ibu dan anak mempunyai
pengaruh terhadap pencegahan terjadinya diare pada bayi dan
balita, salah satu perilaku hidup bersih yang sering dilakukan
adalah mencuci tangan sebelum dan sesudah makan pada
anak dan juga setelah anak buang air besar (Hira, 2002)

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
25 
 

Banyak penyakit mudah ditularkan melalui makanan yang
terkontaminasi atau dari tangan ke mulut. Perilaku mencuci
tangan mengurangi risiko penularan penyakit pada saluran
cerna (tinja) maupun saluran pernafasan. (SDKI, 2007)

Tangan yang kotor dan kuku panjang merupakan sarana
berkembang biaknya agen kuman dan bakteri terutama
penyebab penyakit diare. Oleh sebab itu pentingnya orang tua
memperhatikan kebersihan tangan dan kuku pada anak usia
bayi dan balita, dimana pada usia ini anak berada pada
tahapan dimana lebih cendrung untuk memasukkan benda
atau tangan ke dalam mulut.

2.1.10.5 Sosial ekonomi
Status ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi
anggota keluarga. Hal ini nampak dari ketidakmampuan
ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga
khususnya anak balita sehingga mereka cendrung memiliki
status gizi kurang bahkan gizi buruk yang memudahkan
balita mengalami diare. Keluarga dengan status ekonomi
rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi
syarat kesehatan sehingga mudah terserang diare. Menurut
Adisasmito (2007) ada beberapa hal yang mempengaruhi
faktor sosial ekonomi yaitu jumlah balita dalam keluarga,
jenis pekerjaan , pendidikan ayah, pendapatan, jumlah anak
dalam keluarga dan faktor ekonomi. Dari berbagai faktor
yang diteliti faktor ekonomi dan pendapatan keluargalah yang
menunjukkan

hubungan

yang

signifikan.

Hal

ini

menunjukkan bahwa rendahnya status ekonomi keluarga
merupakan salah satu faktor risiko penyebab terjadinya diare
tertutama pada anak bayi dan balita.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
26 
 

2.2. KARAKTERISTIK

DAN

TUMBUH

KEMBANG

ANAK

USIA

DIBAWAH TAHUN
Masa balita merupakan tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat
penting bagi anak. Banyak permasalahan–permasahan yang dapat terjadi,
terutama permasalahan kesehatan. Kondisi ini juga berpengaruh terhadap
gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga berdampak
terhadap kualitas hidup anak di kemudian hari. Rendahnya daya tahan tubuh
anak dan status gizi yang tidak baik merupakan penyebab utama seringnya
anak menderita suatu penyakit infeksi, seperti diare, walaupun banyak faktorfaktor yang juga berperan seperti lingkungan yang tidak sehat, sosial
ekonomi, pola hidup yang salah dan lain-lain.

Bervariasinya dampak penyakit infeksi pada anak balita dipengaruhi oleh
tahapan tumbuh kembang anak atau usia anak. Pada usia 0-1 tahun terjadi
perkembangan yang sangat pesat baik pada perkembangan secara fisik,
motorik kasar dan halus, perkembangan kognitif, bahasa dan sosialisasi anak.
Pada usia ini pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara cepat terutama
dalam pertumbuhan fisik, pada usia 5 bulan berat badan anak sudah mencapai
lima kali lipat berat badan lahir. Sedangkan untuk panjang badan pada usia 1
tahun sudah menjadi satu setengah kali panjang badan lahir. Pertambahan
lingkar kepala juga pesat, pada usia 6 bulan pertama pertumbuhan lingkar
kepala mencapai 50 %. Oleh karena itu, diperlukan pemberian gizi yang baik
yaitu dengan memperhatikan prinsip menu yang seimbang untuk membantu
mengoptimalkan tumbuh kembang anak.

Sigmund Freud dalam teori psikoseksual nya menyatakan bahwa anak bayi
berada pada tahap oral dimana pada fase ini anak mendapatkan kenikmatan
dan kepuasan dari berbagai pengalaman di daerah mulutnya. Pada tahap ini
anak cendrung untuk memasukkan apapun kedalam mulutnya, sehingga anak
lebih mudah terkena dan terinfeksi penyakit diare. Hal ini akan lebih
diperberat apabila anak juga mengalami gizi buruk dan daya tahan tubuh
yang rendah dan juga status immunisasi yang belum lengkap. Dalam

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
27 
 

pemenuhan nutrisi pada masa bayi yg lebih muda (< 6 bulan) anak
disarankan hanya dari ASI, sementara itu pada bayi > 6 bulan anak sudah
diperkenalkan untuk diberikan makanan tambahan mulai dari makanan cair,
semi padat dan padat karena sistem pencernaan pada usia ini sudah mulai
berkembang baik untuk mencerna makanan yang diberikan. Selain itu pada
usia 5 bulan mulai terjadinya erupsi gigi pertama yang kemudian terus
bertambah sesuai dengan pertambahan usia anak.

Secara kognitif menurut Piget anak usia 0-2 tahun berada pada tahap sensori
motorik dimana anak sudah mempunyai kemampuan dalam asimilasi dan
mengakomodasi informasi dengan cara melihat, mendengar, menyentuh dan
aktivitas motorik. Semua gerakan pada masa ini akan diarahkan kemulut
dengan merasakan keingintahuan sesuatu dari apa yang dilihat, didengar,
disentuh.

Pertumbuhan dan perkembangan pada tahun kedua pada anak akan
mengalami beberapa perlambatan dalam pertumbuhan fisik, dimana pada
tahun kedua akan mengalami kenaikan berat badan sekitar 1,5–2,5 kg dan
panjang badan 6-10 cm, kemudian pertumbuhan otak juga akan mengalami
perlambatan yaitu kenaikan lingkar kepala hanya 2 cm, untuk pertumbuhan
gigi terdapat pertumbuhan 8 buah gigi susu termasuk gigi gerahaham
pertama, dan gigi taring sehingga seluruhnya berjumlah 14-16 buah.

Dalam perkembangan motorik anak sudah mampu melangkah dan berjalan
dengan tegak, pada sekitar usia 18 bulan anak mampu menaiki tangga dengan
cara satu tangan dipegang dan pada akhir tahun kedua sudah mampu berlari
kecil, menendang bola dan mulai melompat. Perkembangan motorik halus
mampu menyusun atau membuat menara pada kubus. Kemampuan bahasa
pada anak mulai ditunjukkan dengan anak mampu memiliki sepuluh
perbendaharaan kata, kemampuan meniru dan mengenal serta responsif
terhadap orang lain sangat tinggi, mampu menunjukkan dua gambar, mampu
mengkombinasikan kata-kata, mulai mampu menunjukkan anggota badan.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
28 
 

Pada perkembangn adaptasi sosial mulai membantu kegiatan rumah,
menyuapi boneka, mulai menggosok gigi serta mencoba memakai baju.

Pada usia 1-2 tahun menurut Freud

anak memasuki tahap anal yang

berlangsung antara usia 1-3 tahun (toddler). Pada fase ini salah satu tugas
utamanya adalah latihan kebersihan atau yang disebut dengan “latihan
toilet” (toiled trainning). Anak mengalami perasaan nikmat pada saat
menahan, maupun pada saat mengeluarkan tinjanya. Sebagian kenikmatan
itu berasal dari rasa puas yang bersifat egosentrik, yaitu bahwa ia bisa
mengendalikan sendiri fungsi tubuhnya. Bila orang tua tidak membantu
anak untuk menyelesaikan tugas latihan dengan baik, maka akan
menimbulkan berbagai macam kesulitan tingkah laku anak dalam defekasi
termasuk juga dengan kebiasaan anak untuk buang air besar di jamban atau
WC, kebiasaan anak buang air besar di sembarang tempat dan di area
terbuka seperti di got dan di tanah menyebabkan risiko untuk terjadinya
penularan diare. Pada usia ini biasanya terjadi perubahan pada pola makan
dimana anak sukar atau kurang mau untuk makan, selera makan berubahubah, cepat bosan dengan menu tertentu. Pada usia ini anak juga mulai
belajar untuk makan sendiri karena kemampuan motorik halus anak dalam
koordinasi antara mata dan tangan mulai berkembang baik sehingga anak
lebih senang untuk makan sendiri, pentingnya orang tua untuk
memperhatikan kebersihan tangan dan kuku anak sebelum makan.
Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan juga sebaiknya diajarkan pada
anak, sehingga anak dapat meminimalkan anak untuk terkontaminasi oleh
agen-agen penyebab diare (Palupi, 2005).

2.2 KONSEP EPIDEMIOLOGI
Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi
berkembang dari rantai sebab akibat suatu proses kejadian penyakit yakni
proses interaksi antara manusia (Host) dengan berbagai sifatnya (biologis,
fisiologis, psikologis, sosiologis dan antropologis) dengan penyebab (agent)
serta dengan lingkungan (Enviroment) (Noor, 2000).

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
29 
 

Menurut John Gordon, model segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi
tiga komponen penyakit yaitu Manusia (Host), penyebab (Agent) dan
lingkungan (Enviromet). Untuk memprediksi penyakit, model ini menekankan
perlunya analis dan pemahaman masing-masing komponen. Penyakit dapat
terjadi karena adanya ketidakseimbangan antar ketiga komponen tersebut.
Model ini lebih di kenal dengan model triangle epidemiologi atau triad
epidemilogi dan cocok untuk menerangkan penyebab penyakit infeksi sebab
peran agent (yakni mikroba) mudah di isolasikan dengan jelas dari
lingkungan. Menurut model ini perubahan salah satu komponen akan
mengubah keseimbangan interaksi ketiga komponen yang akhirnya berakibat
bertambahnya atau berkurangnya penyakit.

 
Host 
 
 
        Agent                                     Environtment 

Gambar 2.3.1
Model Segitiga Epidemiologi
Pejamu (Host) adalah seseorang atau sekelompok orang yang rentan
terhadap penyakit atau sakit tertentu. Faktor penjamu antara lain situasi
atau kondisi fisik dan psikososial yang menyebabkan seseorang beresiko
menjadi sakit. Hal-hal yang berkaitan dengan terjadinya penyakit pada
manusia, antara lain umur, jenis kelamin, ras, kelompok etnik (suku)
hubungan keluarga, bentuk anatomis tubuh, fungsi fisiologis atau faal
tubuh, status kesehatan, termasuk status gizi, keadaan kuantitas dan respon
monitor, kebiasaan hidup dan kehidupan sosial pekerjaan (Subari, 2004).
Dalam manusia juga memiliki karakteristik yang sangat berpengaruh

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
30 
 

seperti jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), usia (tua, muda, anakanak). Semua itu berpengaruh terhadap timbulnya penyakit.
Berbagai faktor internal dan eksternal yang dengan atau tanpanya dapat
menyebabkan terjadinya penyakit atau sakit. Agen ini bisa bersifat
biologis, kimia, fisik, mekanis atau psikologis (Efendi & Makhfudli,
2009). Menurut Noor (2000) agen terdiri dari biotis dan abiotis, agent
biotis merupakan penyebab terjadinya penyakit-penyakit menular yaitu
protozoa, metazoa, bakteri (E Coli enteroinvasife), virus, agen abiotis
terdiri dari agent nutrisi yaitu karena kekurangan/kelebihan gizi, agen
kimia seperti peptisida, logam berat, obat-obatan, agen fisik terdiri dari
suhu, kelembaban, panas, radiasi dan kebisingan, gangguan psikologis,
stress dan depresi juga dapat mempengaruhi timbulnya penyakit.
Lingkungan sangat mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu
organisme. Faktor lingkungan sangat menentukan dalam hubungan
interaksi antara penjamu dengan faktor agen. Lingkungan dapat dibagi
dalam 3 bagian yaitu pertama lingkungan biologis yaitu mikroorganisme
penyebab penyakit, reservoir penyakit infeksi (binatang, tumbuhan),
vektor pembawa penyakit, tumbuhan dan binatang sebagai sumber bahan
makanan, obat dan lainnya. Kedua lingkungan fisik yang terdiri dari udara,
keadaan tanah, geografi, air, zat kimia dan populasi. Ketiga lingkungan
sosial adalah semua bentuk kehidupan sosial politik dan sistem organisasi
serta institusi yang berlaku bagi setiap individu yang membangun
masyarakat tersebut, antara lain sistem ekonomi, bentuk organisasi
masyarakat, sistem pelayanan kesehatan, keadaan kepadatan penduduk dan
kepadatan rumah serta kebiasaan hidup masyarakat (Subari, 2004).

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
31 
 

2.4 PERAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:
pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi
kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary
prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan
pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan
terhadap cacat dan rehabilitasi
2.3.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor
penyebab, lingkungan dan faktor penjamu. Untuk faktor penyebab
dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare
dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan
lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk
meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan
peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi.
2.3.1.1 Penyediaan air bersih
Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan
hampir 70% tubuh manusia mengandung air. Air dipakai
untuk keperluan makan, minum, mandi, dan pemenuhan
kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut WHO
menetapkan kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat
60 liter. Selain dari peranan air sebagai kebutuhan pokok
manusia (Mubarak & Chayatin, 2009).
Selain untuk kebutuhan diatas air dapat juga menjadi sumber
penularan penyakit termasuk diare. Air dapat berperan sebagai
penyebar mikroba patogen, sarang insekta penyebar penyakit.
Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus
diambil

dari

sumber

yang

terlindungi

atau

tidak

terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh dari kandang
ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter dari sumber air.
Air harus ditampung dalam wadah yang bersih dan
pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
32 
 

yang bersih, dan untuk minum air harus di masak. Masyarakat
yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko
menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan
masyarakat yang tidak mendapatkan air besih (Mubarak &
Chayatin, 2009).

2.3.1.2 Tempat pembuangan tinja  
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari
kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak tepat
dapat berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit tertentu
yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare.

Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan
keluarga harus membuang air besar di jamban. Jamban harus
dijaga dengan mencucinya secara teratur. Jika tak ada jamban,
maka anggota keluarga harus membuang air besar jauh dari
rumah, jalan dan daerah anak bermain dan paling kurang
sepuluh meter dari sumber air bersih (Andrianto, 1995).
Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka
pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik.
Suatu jamban memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi
syarat kesehatan: tidak mengotori permukaan tanah, tidak
mengotori air permukaan, tidak dapat di jangkau oleh
serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan
dipelihara, dan murah (Notoatmodjo, 1996).

Menurut hasil penelitian Irianto (2004), anak balita yang
berasal dari keluarga yang menggunakan jamban (kakus) yang
dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi
di kota dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang
menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi di
kota dan 8,9 % di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
33 
 

keluarga

yang

mempergunakan

sungai

sebagi

tempat

pembuangan tinja, yaitu, 17,0% di kota dan 12,7% di desa.

Sintamurniwaty (2006) dalam

penelitiannya menjelaskan

bahwa yang tidak mempunyai jamban keluarga berisiko 2,09
kali lebih besar untuk terkena diare dari pada balita yang
mempunyai jamban keluarga.

2.3.1.3 Status gizi
Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang
berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh.
Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan
gizi. Menurut Palupi (2005) metode penilaian tersebut adalah
konsumsi makanan, pemeriksaan laboratorium, pengukuran
antropometri dan pemeriksaan klinis. Metode-metode ini dapat
digunakan

secara

tunggal

atau

kombinasikan

untuk

mendapatkan hasil yang lebih efektif.

Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata makin banyak
episode diare yang dialami. Mortalitas bayi dinegara yang
jarang terdapat malnutrisi protein energi (KEP) umumnya
kecil. Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan
mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali
sehingga

kemampuan

untuk

mengadakan

kekebalan

nonspesifik terhadap kelompok organisme berkurang.
Risiko menderita diare pada balita yang mempunyai status gizi
kurang adalah 2,54 kali lebih besar dibanding pada anak yang
memiliki status gizi cukup (sintamurniwaty, 2006). 

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
34 
 

2.3.1.4 Pemberian Air Susu Ibu (ASI) .
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen
zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang
untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja
sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6
bulan. Untuk menyusui dengan aman dan nyaman ibu jangan
memberikan cairan tambahan seperti air, air gula atau susu
formula terutama pada awal kehidupan anak. Memberikan
ASI segera setelah bayi lahir, serta berikan ASI sesuai
kebutuhan.

ASI

mempunyai

khasiat

preventif

secara

imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang
dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap
diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara
penuh mempunyai daya lindung empat kali lebih besar
terhadap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan
susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI pada enam bulan
pertama kehidupannya, risiko menderita diare adalah 30 kali
lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI
(Depkes, 2000).

Pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai berusia 4-6 bulan,
akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai
macam penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung
zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai
penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena
itu, dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi dengan
ASI eksklusif dapat terlindung dari penyakit diare (Utami
Roesli, 2001). Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan

oleh

Kamila

(2005)

dalam

penelitiannya

menjelaskan bahwa bayi yang tidak mendapatkan ASI
eksklusif lebih berisiko terhadap penyakit diare dibandingkan
bayi yang mendapatkan ASI eksklusif.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
35 
 

2.3.1.5 Kebiasaan mencuci tangan
Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya
berkaitan dengan penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian
besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur
oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air
atau

bahan

yang

tercemar

tinja

yang

mengandung

mikroorganisme patogen dengan melalui air minum. Pada
penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting,
karena lewat tangan yang tidak bersih makanan atau minuman
tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh manusia.

Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat
berhubungan

dengan

penyediaan

fasilitas

yang

dapat

menghalangi pencemaran sumber perantara oleh tinja serta
menghalangi masuknya sumber perantara tersebut kedalam
tubuh melalui mulut. Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun
adalah perilaku amat penting bagi upaya mencegah diare
terutama setelah membersihkan tinja anak dan sebelum
memberi makan anak dan sebelum menyiapkan makanan.

Adanya hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian
diare dikemukakan juga oleh Sintamurniwaty (2006), yang
menjelaskan bahwa orang tua yang tidak mempunyai
kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan pada
anak, mempunyai risiko lebih besar terkena diare.

2.3.1.6 Imunisasi
Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga
pemberian imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare.
Anak harus diimunisasi terhadap penyakit campak secepat
mungkin setelah usia sembilan bulan.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
36 
 

Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45 sampai
90% bayi berumur 9 sampai 11 bulan dapat mencegah 40
sampai 60% kasus campak. 0,6 sampai 3,8% kejadian diare
dan 6 sampai 25% kematian karena diare pada balita
(Suraatmaja, 2007).

2.3.2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada si anak yang telah
menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan
menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat,
serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi.
Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan
pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare
dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri,
parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan
dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, yaitu
kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri
atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan
spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak
menyenangkan.

2.3.3 Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai
mengalami kecacatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap
ini penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis
semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha
rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit
diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi
makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga
dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan
kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada
anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
37 
 

juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam
berinteraksi

atau

bermain

dalam

pergaulan

dengan

teman

sepermainan.

2.5 MODEL PROMOSI KESEHATAN MENURUT NOLA J. PENDER
Banyak model-model perilaku kesehatan yang bertujuan dalam peningkatan
kesehatan di masyarakat. Salah satu model perilaku kesehatan adalah Model
Promosi Kesehatan (Health Promotion) menurut Pender. Konsep ini juga
mirip dengan kerangka model keyakinan kesehatan atau Health Belief Model.
Konsep promosi kesehatan menurut Pender tidak hanya menjelaskan perilaku
pencegahan penyakit tetapi juga mencakup perilaku lainnya untuk
meningkatkan kesehatan dan mengaplikasikannya sepanjang daur kehidupan
(Pender, 2002).
Pengertian Promosi Kesehatan adalah suatu cara untuk menggambarkan
interaksi manusia dengan lingkungan fisik dan interpersonalnya dalam
berbagai dimensi. Model ini mengintegrasikan teori nilai harapan
(Expectancy-value) dan teori kognitif sosial (Sosial Cognitif Theory) dalam
perspektif keperawatan manusia dilihat sebagai fungsi yang holistik.

Pada tahun 1996 Pender melakukan revisi terhadap konsep health promotion
modelnya setelah dilakukan analisis dan studi riset terhadap HPM. Dalam
revisinya Pender menambahkan tiga variable baru yang mempengaruhi
individu untuk berpartisipasi dalam perilaku peningkatan kesehatan, yaitu
sikap yang berhubungan dengan aktivitas (Activity-related affect), komitmen
terhadap perencanaan kegiatan (Commitment to of action) serta kebutuhan
untuk berkompetisi dan memilih (Immediate competing demand and
preferences). Health Promotion Model (HPM) yang telah direvisi berfokus
pada 10 kategori faktor yang menentukan terhadap tingkah laku peningkatan
kesehatan. Model ini mengidentifikasi konsep yang relevan terhadap tingkah
laku peningkatan kesehatan.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
38 
 
KARAKTERISTIK DAN

PERILAKU SPESIFIK

PENGALAMAN INDIVIDU

PERILAKU YANG

PENGETAHUAN & SIKAP

DIHARAPKAN

Manfaat Tindakan

Kebutuhan untuk
berkompetisi (control
diri rendah) &
memilih (kontrol diri
tinggi)

Hambatan yang
dirasakan
Perilaku
Sebelumnya
Kemajuan diri

Sikap yang
berhubungan
dengan aktivitas

Faktor Personal:
Biologis
Psikologikal
Sosio-kultural

Komitmen
terhadap
rencana
tindakan

Prilaku
promosi
kesehatan

Pengaruh Interpesonal:
Keluarga,teman sebaya
,pelayanan
kesehatan,
norma-norma, dukungan
sosial, model
Pengaruh Situasional :
Persepsi terhadap
pilihan yang ada
Karakteristik
kebutuhan
Ciri-ciri estetik
lingkungan

Skema 2.4.1. Health Promotion Model.
Sumber : Tomey & Alligood (2006)

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
39 
 

Health Promotion Model yang telah direvisi berfokus pada 10 kategori
faktor yang menentukan terhadap tingkah laku peningkatan kesehatan.
Model ini mengidentifikasi konsep yang relevan terhadap tingkah laku
peningkatan kesehatan (Pender,2002). Adapun konsep utamanya terdiri:
1. Perilaku sebelumnya (Prior related behavior). Perilaku sebelumnya
mempunyai pengaruh langsung dalam pelaksanaan perilaku promosi
kesehatan, adapun pengaruh langsung dari perilaku tersebut secara
otomatis sementara itu pengaruh tidak langsung adalah melalui
persepsi pada self efficacy, manfaat, hambatan dan pengaruh aktivitas
yang muncul dari perilaku tersebut.

2. Faktor personal (Personal factor) yang terdiri dari Personal
biological faktor, meliputi beberapa variabel seperti usia, jenis
kelamin, indek masa tubuh, status pubertas, status menopause,
kekuatan dan keseimbangan. Personal psychological factor yang
terdiri dari harga diri, motivasi diri, kompetensi pribadi, persepsi
status kesehatan dan definisi kesehatan. Personal sosiocultural
factor terdiri dari ras, etnik, akulturasi, pendidikan, status sosial
ekonomi.
3. Persepsi terhadap manfaat tindakan (Perceived benefits of action).
Kesadaran akan manfaat tindakan merupakan hasil positif yang
diharapkan yang akan diperoleh dari perilaku sehat.
4. Hambatan yang dirasakan (Perceived barrier to action). Kesadaran
akan hambatan tindakan di antisipasi, dibayangkan atau dibentuk riil
dan biaya pribadi diperhitungkan untuk melakukan tindakan. Dalam
hubungannya dengan perilaku promosi kesehatan, hambatanhambatan ini dapat berupa imaginasi maupun nyata. Hambatan ini
terdiri

atas

persepsi

mengenai

ketidaktersediaan,

tidak

menyenangkan, biaya, kesulitan atau penggunaan waktu untuk
tindakan-tindakan khusus. Hambatan tinggi maka tindakan ini tidak

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
40 
 

mungkin terjadi. Jika kesiapan untuk bertindak tinggi dan hambatan
rendah mungkin untuk melakukan tindakan lebih besar.
5. Kemampuan

Diri

(Perceived

slf-efficacy).

Kesadaran

akan

kemampuan diri merupkan penilaian kapabilitas diri untuk
mengorganisasi perilaku promosi kesehatan. Kesadaran akan
kemampuan

diri

mempengaruhi

kesadaran

akan

adanya

hambatan/tantangan untuk melakukan tindakan. Kemampuan diri
(self efficacy) dipengaruhi oleh aktivitas yang berhubungan dengan
dampak makin positif dampaknya makin besar pula persepsi
efficacynya, sebaliknya self efficacy mempengaruhi hambatan
tindakan, dimana efficacy yang tinggi akan mengurangi persepsi
terhadap hambatan tindakan, dimana efficacy yang tinggi akan
mengurangi persepsi terhadap hambatan untuk melaksanakan
perilaku yang ditargetkan. Self efficacy memotivasi perilaku promosi
kesehatan secara langsung dengan harapan efficacy dan secara tidak
langsung dengan mempengaruhi hambatan dan komitmen dalam
merencanakan tindakan.

6. Afek sikap yang berhubungan dengan aktivitas (Activity-related
affect). Pengaruh berdasarkan aktivitas mendeskripsikan perasaan
positif dan negatif sebelum, selama dan perilaku selanjutnya yang
berdasarkan pada stimulus perilaku itu sendiri. Pengaruh berdasarkan
aktivitas mempengaruhi kesadaran akan kemampuan diri.
Perasaan subjektif sebelum, saat dan setelah suatu respon afektif ini
dapat ringan, sedang atau kuat dan secara sadar ditandai, disimpan di
dalam memori dan dihubungkan dengan pikiran-pikiran perilaku
selanjutnya. Respon-respon afektif terhadap perilaku khusus terdiri
atas 3 komponen yaitu emosional yang muncul terhadap tindakan itu
sendiri (Activity-related), menindak diri sendiri (self-related), atau
lingkungan dimana tindakan itu terjadi (context-related). Perasaan
yang dihasilkan kemungkinan akan mempengaruhi apakah individu
akan mengulang perilaku itu lagi atau mempertahankan perilaku

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
41 
 

lamanya. Perasaan yang tergantung pada perilaku ini telah diteliti
sebagai determinan perilaku kesehatan pada penelitian terakhir. Afek
yang berhubungan dengan perilaku mencerminkan reaksi emosional
langsung terhadap pemikiran tentang perilaku tersebut, yang bisa
positif atau negatif, apakah perilaku tersebut, yang bisa positif atau
negatif, apakah perilaku tersebut menggembirakan, menyenangkan,
dapat dinikmati, membingungkan, atau tidak menyenangkan.
Perilaku yang berhubungan dengan afek positif kemungkinan akan
diulang dan yang negatif kemungkinan akan dihindari. Beberapa
perilaku, bisa menimbulkan perasaan positif dan negatif. Dengan
demikian, keseimbangan relatif diantara afek positif dan negatif
sebelum, saat dan setelah perilaku tersebut merupakan hal yang
penting untuk diketahui.

7. Pengaruh individu (Interpesonal influences), pengaruh interpersonal
adalah kesadaran mengenai perilaku, kepercayaan atau pun sikap
terhadap orang lain. Kesadaran ini bisa atau tidak bisa sesuai dengan
kenyataan. Sumber utama pengaruh interpersonal pada perilaku
promosi kesehatan adalah keluarga (orang tua dan saudara kandung),
teman, dan petugas perawatan kesehatan. Pengaruh interpersonal
meliputi norma (harapan dari orang-orang yang berarti), dukungan
sosial (dorongan instrumental dan emosional) dan modeling
(pembelajaran melalui mengobservasi perilaku khusus seseorang).
Tiga proses interpersonal ini pada sejumlah penelitian kesehatan
tampak mempredisposisi seseorang untuk melaksanakan perilaku
promosi kesehatan .

8. Pengaruh situasi (Situational influence) yang merupakan persepsi
dan pemikiran pribadi atau situasi yang menciptakan atau konteks
yang dapat memfasilitasi sebuah perilaku, terdiri dari persepsi
terhadap pilihan yang tersedia, karakteristik kebutuhan, dan estetika
lingkungan yang dapat mendukung, perilaku promosi kesehatan.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
42 
 

Pengaruh situasi terhadap perilaku sehat dapat secara langsung
maupun tidak langsung. Persepsi kesadaran personal terhadap
berbagai situasi atau keadaan dapat memudahkan atau menghalangi
suatu perilaku. Pengaruh situasi pada perilaku promosi kesehatan
meliputi

persepsi

terhadap

pilihan

yang

ada,

karakteristik

permintaan, dan ciri-ciri estetik dari suatu lingkungan dimana
perilaku tersebut dilakukan.
9. Komitmen dengan rencana tindakan ( Commitmen to plan of action).
Komitmen ini mendeskripsikan konsep tentang intensi dan
identifikasi strategi yang terencana yang mendukung implementasi
perilaku sehat.
10. Kebutuhan untuk berkompetisi (Immediate competing demans and
preferences). Kebutuhan ini merupakan perilaku alternatif untuk
individu dengan kontrol diri yang lemah, sebab ada ancaman
lingkungan seperti tanggung jawab dan perawatan keluarga.
11. Perilaku peningkatan kesehatan (Health-promoting behavior).
Perilaku peningkatan kesehatan merupakan titik akhir atau hasil
tindakan secara langsung yang ingin dicapai sebagai hasil yang
positif seperti kondisi kesehatan yang optimal, terpenuhinya
kebutuhan pribadi, dan kehidupan yang produktif. Contoh perilaku
promosi kesehatan adalah diet yang sehat, latihan secara teratur,
manajemen

stress,

istirahat

secara

adekuat,

meningkatkan

pertumbuhan spiritual dan membangun hubungan yang positif.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
43 
 

Asumsi dasar Pender’s Health Promotion Model merefleksikan pola
piker tentang ilmu perilaku serta menekankan pada peran aktif pasien
dalam mengelola perilaku sehat dengan modifikasi lingkungan. Adapun
asumsi dari HPM menurut pender adalah sebagai berikut:
2.4.1 Individu mencari cara untuk mengekpresikan potensi kesehatan
mereka yang berbeda satu sama lain dalam menjalani kehidupan.
2.4.2 Individu memeiliki kemampuan untuk merefleksikan kesadaran
diri, termasuk mengkaji kompetensi diri sendiri.
2.4.3 Prinsip individu berkembang kearah positif dan selalu berusaha
untuk mencapai keseimbangan antara perubahan dan kemampuan
pribadi.
2.4.4 Individu berupaya secara aktif untuk melakukan kebiasaan secara
kontinu
2.4.5 Individu dalam konteks biopsikososial berhubungan erat denagn
lingkungan,

saling

mempengaruhi

dan

dipengaruhi

oleh

lingkungan.
2.4.6 Profesi kesehatan terlibat dalam lingkungan interpersonal dengan
memberikan pengaruh pada individu selama daur kehidupan.
2.4.7 Inisiatif pribadi membentuk pola interaksi anatara individu dengan
lingkungan adalah penting untuk perubahan perilaku.

Berdasarkan bukunya yang berjudul “Health Promotion nursing
practice” (1996) maka dapat ditentukan kerangka teori dari Pender.
Pembahasan lengkapnya akan diuraikan sebagai berikut:
Keperawatan, dalam usahanya untuk selalu menampilkan perilaku
promosi kesehatan, ada kalanya individu mengalami penurunan kondisi.
Dalam hal ini individu mengalami kondisi dimana dia tidak mampu
mempertahankan

perilakunya

tetapi

tidak

terlalu

membutuhkan

pengawasan ketat, perawat dapat mengajukan perilaku alternatif yang
disebut dengan competing demands yaitu dengan membagi tanggung
jawab ini bersama keluarga agar dapat membantu individu

dan

mempertahankan perilaku yang positif. Sedangkan jika individu

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
44 
 

memerlukan pengawasan yang cukup ketat, maka perawat mengambil
alih tanggung jawab tersebut. Perilaku alternatif

ini disebut dengan

competing preferences. Selain itu terdapat didalamnya yaitu normanorma (harapan dari orang terdekat), dukungan sosial, dan modeling.
Keluarga dan tenaga kesehatan merupakan sumber dari pengaruh
interpersonal. Oleh karena itu perawat dapat mempengaruhi perilaku
klien dengan memberikan model perilaku yang menunjukkan perilaku
sehat.
Manusia, menurut Pender menyatakan bahwa manusia mempunyai
faktor-faktor personal, diantaranya adalah faktor biologis personal, yang
termasuk dalam faktor ini anatara lain usia, jenis kelamin, indek masa
tubuh, ststus pubertas. Faktor psikososial personal, yang termasuk dalam
faktor ini antara lain harga diri, memotivasi diri, kompetensi diri,
persepsi terhadap status kesehatan dan definisi individu terhadap
kesehatan dan juga terdiri dari faktor sosiokultural yaitu ras, etnik,
pendidikan dan status sosial ekonomi.
Kesehatan, keberhasilan klien memperlihatkan “perilaku promosi
kesehatan” merupakan tujuan akhir dari teori ini. Kemampuan untuk
menunjukkan perilaku promosi kesehatan akan berdampak pada hasil
kesehatan yang positif, seperti kesejahteraan. “personal fulfillment” dan
hidup yang produktif. Contoh dari perilaku yang menunjukkan promosi
kesehatan antara lain makan makanan sehat, oleh raga teratur,
pengelolaan stress, istirahat yang cukup, kebutuhan spiritual terpenuhi,
dan membina hubungan sosial yang baik.
Lingkungan, pengaruh situasional merupakan persepsi dan kognisi yang
muncul dalam berbagai situasi atau konteks yang dapat memfasilitasi
atau menghambat perilaku promosi kesehatan pada individu. Yang
termasuk didalamnya adalah adanya pilihan persepsi, karakteristik
kebutuhan, dan gambaran estetika yang memungkinkan perilaku
promosi kesehatan dapat dilakukan. Pengaruh situasional ini memiliki
pengaruh langsung maupun tak langsung dalam perilaku kesehatan.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
45 
 

Konsep Health Promotion (HPM) dapat dipakai sebagai dasar
pertimbangan dalam pencegahan terhadap kejadian penyakit diare pada
anak. Diperlukan komitmen bersama dari semua komponen yang ada
baik dari masyarakat terutama adalah orang tua yang mempunyai anak
balita maupun dari tenaga kesehatan termasuk juga perawat. Pentingnya
peran perawat dalam upaya pencegahan terhadap berbagai penyakit
infeksi seperti diare, dengan memutuskan rantai penularan infeksi.
Faktor lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap penularan
penyakit diare , lingkungan yang tidak sehat merupakan sarana tempat
berkembang biaknya agen-agen penyebab diare seperti air sumber air
bersih yang tidak memadai, sarana/tempat pembuangan tiinja dan
jamban yang tidak layak. Selain itu pentingnya mempertahankan daya
tahan tubuh anak dengan pemberian imunisasi yang lengkap dan
pemberian makanan yang bergizi akan menurunkan risiko anak terkena
penyakit. Dengan pemberian penyuluhan kesehatan yang tepat pada
orang tua tentang penyakit diare dan pola hidup yang sehat diharapkan
dapat mencegah terjadinya penyakit diare pada anak.

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
46 
 

2.6 KERANGKA TEORI

Faktor Penyebab & Risiko

Faktor Penyebab
Infeksi
Malabsorbsi
Makanan basi,
beracun &
alergi
Sebab lain

Tindakan

Peran Perawat :
primer,
sekunder, tersier

Pemberian Penkes
tentang penyakit,
penatalaksanaan,
pencegahan &
perawatan diare

Hambatan yang
dirasakan

Ya
Merasakan
manfaat
tindakan

Faktor Anak
Usia
Jenis Kelamin
ASI ekslusif
Status Gizi
Imunisasai
Kebersihan
tangan dan
kuku

Sikap

Diare Pada Anak
Faktor Ibu:
Usia,
Pendidikan
Pengetahuan
Kebiasaan
mencuci tangan
sebelum
memberikan
makan anak

Penghasilan
keluarga

Prilaku
promosi
kesehatan

Komitmen
terhadap
rencana
tindakan

Pengaruh Interpesonal:
Tidak

Keluarga (orang tua) ,
pelayanan kesehatan

Pengaruh Situasional :
Faktor Sosial
Ekonomi

Hasil

Kekambuhan
Diare

Persepsi terhadap
pilihan yang ada,
karakteristik kebutuhan,
ciri-ciri estetik
lingkungan

Skema 2.4.2. Kerangka Teori Penelitian
Sumber : Tomey & Alligood (2006); Mubarak (2009) 

Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
47 
 

BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

Bab ini menguraikan tentang kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian dan
definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian.

3.1

Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian merupakan landasan berfikir untuk melakukan
penelitian yang dikembangkan berdasarkan tinjauan pustaka. Berdasarkan
tinjauan pustaka dan kerangka teori yang telah diuraikan sebelumnya penulis
membuat kerangka konsep berdasarkan teori Nola. J. Pender tentang Health
Promotion Model.
Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari faktor anak (usia , jenis
kelamin, pemberian ASI ekslusif, status gizi, imunisasi campak, kebersihan
tangan dan kuku) dan faktor ibu ( usia , pendidikan, pengetahuan, kebiasaan
mencuci tangan sebelum memberikan makan anak ) faktor sosial ekonomi
(penghasilan keluarga). Sedangkan variabel dependennya yaitu kejadian
diare pada anak usia < 2 tahun. Secara rinci dapat digambarkan dalam skema
berikut:

47
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia
48 
 

Skema 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen

Variabel Dependen

Faktor Anak
Usia
Jenis kelamin
Pemberian ASI Ekslusif
Status Gizi
Imunisasi Campak
Kebersihan tangan dan
kuku anak

Faktor Ibu

Kejadian diare pada
anak < 2 tahun

Usia
Pendidikan
Pengetahuan
Kebiasaan mencuci tangan
Sebelum memberikan
makan pada anak

Faktor Sosial Ekonomi
Penghasilan keluarga

47
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia
49 
 

3.2 Hipotesis
Berdasarkan variabel yang diteliti maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut
3.2.1 Makin muda usia balita (< 1 tahun) makin besar risiko
terjadinya diare
3.2.2 Jenis kelamin anak laki-laki berisiko lebih besar terhadap
kejadian diare.
3.2.3 Tidak diberikan ASI eksklusif pada anak berisiko lebih besar
terhadap kejadian diare.
3.2.4 Status gizi anak yang buruk merupakan faktor risiko kejadian
diare.
3.2.5 Tidak diberikannya immunisasi campak pada anak merupakan
faktor risiko kejadian diare.
3.2.6 Tangan kotor dan kuku panjang pada anak merupakan faktor
risiko kejadian diare.
3.2.7 Makin muda usia ibu (< 20 tahun) dan makin tua usia ibu (>30
tahun) merupakan faktor risiko kejadian diare.
3.2.8 Tingkat pendidikan ibu rendah merupakan faktor risiko
kejadian diare.
3.2.9 Kurangnya pengetahuan ibu merupakan faktor risiko kejadian
diare.
3.2.10 Tidak mencuci tangan sebelum memberi makan anak
merupakan faktor risiko kejadian diare.
3.2.11 Penghasilan keluarga yang rendah merupakan faktor risiko
kejadian diare.

3.3 Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini akan menguraikan tentang variabel
independen yang dimaksud adalah faktor anak yang terdiri dari usia anak,
jenis kelamin anak, ASI ekslusif, status gizi dan immunisasi campak,
Kebersihan tangan dan kuku anak), faktor ibu terdiri dari usia, pendidikan,
pengetahuan dan juga kebiasaan mencuci tangan dan kebiasaan sebelum

47
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia
50 
 

memberikan makan pada anak, faktor sosial ekonomi yaitu penghasilan
keluarga. Variabel dependennya adalah kejadian diare pada anak usia
dibawah 2 tahun di RSUD Koja Jakarta Utara.
Definisi Operasional variabel yang diteliti dijelaskan pada table 3.1 berikut :
Tabel 3.3. Definisi Operasional
Variabel

Defenisi
Operasional

Cara Ukur &
Alat Ukur

Variabel Dependen
Kejadian
Bertambahnya
Diare
frekuensi defekasi
lebih dari 3 atau
lebih
disertai
dengan perubahan
konsistensi
feses
menjadi encer.
Variabel Independent
Usia anak
Lamanya
hidup
yang
dihitung
berdasarkan bulan
kelahiran

Hasil Ukur

0 = Tidak diare
1 = Diare

Cara Ukur :
1= 12 – 24 bulan
Melihat catatan
medis
dan 2= 4 – 11 bulan
mengisi
berdasarkan
ulang
tahun
terakhir dalam
tahun

Skala

Nominal

Interval

Alat Ukur :
Kuesioner
Jenis
Kelamin
anak

Identitas diri atau Melihat catatan 1 = Perempuan
seksual anak sejak medis
dan 2= Laki-laki
ia dilahirkan.
melihat
dari
langsung
pasien.

Nominal

ASI
Eksklusif

Pemberian Hanya Jawaban yang 1=Mendapatkan
ASI saja sampai ada
di
ASI Eksklusif
usia bayi 6 bulan.
kuesioner
2=Tidak
mendapatkan
ASI eksklusif

Ordinal

47
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia
51 
 
Variabel

Defenisi
Operasional

Cara Ukur &
Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala

Imunisasi
campak

Cakupan pemberian Jawaban yang 0=Mendapatkan
Nominal
imunisasi campak ada
immunisasi
yang
didapatkan dikuesioner
campak
dalam 1 tahun
1=Tidak
pertama
mendapatkan
immunisasi
campak
2= Belum cukup
umur

Status Gizi

Keadaan
tubuh
balita yang diukur
dengan indeks berat
badan
menurut
umur (BB/U) lalu
dibandingkan
dengan
standar
WHO
dan
dikelompokkan
berdasarkan nilai Z
score pada standar

Kebersihan
tangan dan
kuku

Kondisi tangan dan Observasi
kuku : bersih serta
kuku tidak panjang

Usia Ibu

Lamanya
hidup Berdasarkan isi 1= 20 – 30 tahun Ordinal
yang
dihitung kuesioner yang
(tidak berisiko)
berdasarkan tahun ditulis ibu
kelahiran.
2= < 20 dan > 30
tahun berisiko)

Pendidikan
Ibu

Pendidikan formal
terakhir
yang
diikuti
dan
dinyatakan lulus.

Cara Ukur :
0=Normal, jika ordinal
Melihat catatan
BB/U> - 2 SD
rekam medis
– + 2SD
klien
atau 1=Kurang gizi/,
melakukan
jika BB/U < -2
penimbangan
SD
BB langsung.
2=Gizi
buruk,
jika BB/U <-3
Alat Ukur :
SD
Kurva
pengukuran
BB
menurut
standar WHO.
1=Tangan & kuku Nominal
bersih
dan
pendek
2=Tangan & kuku
kotor
dan
panjang

Melihat
dari 1=Tinggi
Ordinal
pendidikan ibu
(SLTA/AKA/
yang diisi dari
PT)
kuesioner
2=Rendah (SD SMP)

47
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia
52 
 
Variabel

Defenisi
Operasional

Pengetahuan

Pemahaman tentang
subtansi
yang
diukur berdasarkan
nilai/skor terhadap
jawaban yang benar
(Arikunto, 1993)

Cara Ukur &
Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala

Cara Ukur : 0=Baik,
bila Interval
Dengan
nilai/skor ≥ 76
melihat
skor
%
yang diperoleh 1=Cukup,
bila
responden,
nilai skor 56kemudian
75 %
membandingka 2=Kurang
baik
n dengan skor
bila nilai/skor
maksimal dan
≤ 55 %
dikalikan 100
Alat Ukur :
Kuesioner

Kebiasaan
cuci tangan

Perilaku ibu untuk Jawaban dari 1=Selalu
membersihkan
kuesioner
2=Kadangtangan
sebelum
kadang
memberikan makan
3= Jarang
anak
dengan
4=Tidak pernah
menggunakan
sabun

Penghasilan
Keluarga

Kondisi keuangan Catatan Ukur : 1=Tinggi,
bila Ordinal
atau
penghasilan Jawaban dari
penghasilan
yang
diperoleh kuesioner
per bulan >1jt
keluarga per bulan
2=Rendah
bila
Alat Ukur :
penghasilan
kuesioner
per bulan <1 jt.

47
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Ordinal

Universitas Indonesia
53
 

BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang jenis penelitian, waktu dan tempat
penelitian, populasi dan sampel penelitian, jenis dan cara pengumpulan data
serta pengolahan dan analisa data.

4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan keseluruhan rencana peneliti untuk
mendapatkan jawaban pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis
penelitian (Polit & Hungler, 2006). Penelitian ini adalah penelitian
observasional dengan menggunakan rancangan studi case control bersifat
retrospektif. Rancangan studi kasus kontrol tanpa penyetaraan yaitu untuk
mempelajari hubungan faktor risiko dengan. Terjadinya diare pada anak
usia dibawah 2 tahun, dengan cara membandingkan kelompok kasus yaitu
anak yang dirawat dengan diare dan kelompok kontrol yaitu anak yang
dirawat

di ruang anggrek RSUD Koja yang tidak menderita atau

terdiagnosa diare tetapi memiliki karakteristik yang sama dengan
kelompok kasus.

4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiono, 2007).
Populasi dari penelitian ini adalah pasien anak yang dirawat dengan
penyakit diare. Data diperoleh dari rekam medis RSUD Koja.

53
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia
54
 

4.3.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi sebagai perangkat elemen yang dipilih untuk
dipelajari (Sugiono, 2007).
Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu sesuai yang dikehendaki peneliti berdasarkan
ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya,
dengan kriteria inklusi sebagai berikut :
a. Anak berusia 4 bulan - 2 tahun
b. Anak yang dirawat dengan diare untuk kelompok kasus dan non
diare untuk kelompok kontrol.
c. Orang tua klien bersedia anaknya dijadikan responden
Kriteria ekslusi sebagai berikut yaitu :
a. Anak dengan kondisi yang kritis
b. Orang tua klien tidak kooperatif
Besarnya

sampel

dalam

penelitian

ini

ditentukan

dengan

menggunakan uji hipotesis beda 2 proporsi satu sisi dengan rumus
sebagai berikut (Ariawan, 1998) :

{Z1−α
n=

(2 P(1− P )) + Z1− β (P1(1− P1))+ P 2(1− P 2)}2
(P1 − P 2)2

Keterangan:
N

= Besar sampel minimal

Z1-α = nilai Z pada derajat kepercayaan 1- α (90%,95%,99% = 1,28,
1,64, 2,33)
Z1-β = Nilai Z pada kekuatan uji (power) 1- β (80%, 90%, 95%,99%
= 0,84, 1,28, 1,64, 2,33)
P1 = Proporsi efek standar (dari kepustakaan)
P2 = Proporsi efek yang diteliti
P = Rata-rata P1-p2 = (P1+P2)/2

53
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011

Universitas Indonesia
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari
Digital 20282739 t yeni iswari

More Related Content

What's hot

1150014064 dodit mujiono studi kasus_cover
1150014064 dodit mujiono studi kasus_cover1150014064 dodit mujiono studi kasus_cover
1150014064 dodit mujiono studi kasus_coverDodit Mujiono
 
Gambaran faktor faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemberian asi eksklu...
Gambaran faktor faktor yang mempengaruhi  keberhasilan  pemberian  asi eksklu...Gambaran faktor faktor yang mempengaruhi  keberhasilan  pemberian  asi eksklu...
Gambaran faktor faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemberian asi eksklu...Operator Warnet Vast Raha
 
IDENTIFIKASI KEJADIAN RISIKO TINGGI PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KATOBU KABUPA...
IDENTIFIKASI KEJADIAN RISIKO TINGGI PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KATOBU KABUPA...IDENTIFIKASI KEJADIAN RISIKO TINGGI PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KATOBU KABUPA...
IDENTIFIKASI KEJADIAN RISIKO TINGGI PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KATOBU KABUPA...Warnet Raha
 
Gambaran faktor faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemberian asi eksklu...
Gambaran faktor faktor yang mempengaruhi  keberhasilan  pemberian  asi eksklu...Gambaran faktor faktor yang mempengaruhi  keberhasilan  pemberian  asi eksklu...
Gambaran faktor faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemberian asi eksklu...Septian Muna Barakati
 
GAMBARAN KEJADIAN BAYI PREMATUR DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAPPAOUDANG MAKASS...
GAMBARAN KEJADIAN BAYI PREMATUR DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAPPAOUDANG MAKASS...GAMBARAN KEJADIAN BAYI PREMATUR DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAPPAOUDANG MAKASS...
GAMBARAN KEJADIAN BAYI PREMATUR DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAPPAOUDANG MAKASS...Watowuan Tyno
 
Surveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan Martapura
Surveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan MartapuraSurveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan Martapura
Surveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan MartapuraHelda Zakiya Fitri
 
Skrining hubungan penyakit diare dengan sanitasi lingkungan epidemiologi univ...
Skrining hubungan penyakit diare dengan sanitasi lingkungan epidemiologi univ...Skrining hubungan penyakit diare dengan sanitasi lingkungan epidemiologi univ...
Skrining hubungan penyakit diare dengan sanitasi lingkungan epidemiologi univ...Muhammad Rasyad
 
Kti febriyanti ekaputri
Kti febriyanti ekaputriKti febriyanti ekaputri
Kti febriyanti ekaputriktiFEBRIYANTI
 

What's hot (19)

35820427 karya-tulis-ilmiah
35820427 karya-tulis-ilmiah35820427 karya-tulis-ilmiah
35820427 karya-tulis-ilmiah
 
176534470 karya-tulis-ilmiah
176534470 karya-tulis-ilmiah176534470 karya-tulis-ilmiah
176534470 karya-tulis-ilmiah
 
194493399 tugas-kti
194493399 tugas-kti194493399 tugas-kti
194493399 tugas-kti
 
Sri rahayu
Sri rahayuSri rahayu
Sri rahayu
 
Kti anissa dwi jayanti
Kti anissa dwi jayantiKti anissa dwi jayanti
Kti anissa dwi jayanti
 
Kata pengantar dan daftar isi
Kata pengantar dan daftar isiKata pengantar dan daftar isi
Kata pengantar dan daftar isi
 
Kti ika 4 AKBID YKN BAU BAU
Kti ika 4 AKBID YKN BAU BAUKti ika 4 AKBID YKN BAU BAU
Kti ika 4 AKBID YKN BAU BAU
 
1150014064 dodit mujiono studi kasus_cover
1150014064 dodit mujiono studi kasus_cover1150014064 dodit mujiono studi kasus_cover
1150014064 dodit mujiono studi kasus_cover
 
Kti putri arum
Kti putri arumKti putri arum
Kti putri arum
 
Gambaran faktor faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemberian asi eksklu...
Gambaran faktor faktor yang mempengaruhi  keberhasilan  pemberian  asi eksklu...Gambaran faktor faktor yang mempengaruhi  keberhasilan  pemberian  asi eksklu...
Gambaran faktor faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemberian asi eksklu...
 
IDENTIFIKASI KEJADIAN RISIKO TINGGI PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KATOBU KABUPA...
IDENTIFIKASI KEJADIAN RISIKO TINGGI PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KATOBU KABUPA...IDENTIFIKASI KEJADIAN RISIKO TINGGI PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KATOBU KABUPA...
IDENTIFIKASI KEJADIAN RISIKO TINGGI PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS KATOBU KABUPA...
 
Gambaran faktor faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemberian asi eksklu...
Gambaran faktor faktor yang mempengaruhi  keberhasilan  pemberian  asi eksklu...Gambaran faktor faktor yang mempengaruhi  keberhasilan  pemberian  asi eksklu...
Gambaran faktor faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemberian asi eksklu...
 
GAMBARAN KEJADIAN BAYI PREMATUR DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAPPAOUDANG MAKASS...
GAMBARAN KEJADIAN BAYI PREMATUR DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAPPAOUDANG MAKASS...GAMBARAN KEJADIAN BAYI PREMATUR DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAPPAOUDANG MAKASS...
GAMBARAN KEJADIAN BAYI PREMATUR DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAPPAOUDANG MAKASS...
 
Ppg
PpgPpg
Ppg
 
Kti ikra AKBID YKN RAHA
Kti ikra AKBID YKN RAHA Kti ikra AKBID YKN RAHA
Kti ikra AKBID YKN RAHA
 
Surveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan Martapura
Surveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan MartapuraSurveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan Martapura
Surveilans Epidemiologi Penyakit Diare Di Wilayah Puskesmas Pasayangan Martapura
 
Skrining hubungan penyakit diare dengan sanitasi lingkungan epidemiologi univ...
Skrining hubungan penyakit diare dengan sanitasi lingkungan epidemiologi univ...Skrining hubungan penyakit diare dengan sanitasi lingkungan epidemiologi univ...
Skrining hubungan penyakit diare dengan sanitasi lingkungan epidemiologi univ...
 
120040696 kti-murni-novianti
120040696 kti-murni-novianti120040696 kti-murni-novianti
120040696 kti-murni-novianti
 
Kti febriyanti ekaputri
Kti febriyanti ekaputriKti febriyanti ekaputri
Kti febriyanti ekaputri
 

Similar to Digital 20282739 t yeni iswari

Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...
Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...
Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...Operator Warnet Vast Raha
 
Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...
Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...
Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...Operator Warnet Vast Raha
 
KARYA TULIS ILMIAH
KARYA TULIS ILMIAHKARYA TULIS ILMIAH
KARYA TULIS ILMIAHdesy putri
 
KARYA TULIS ILMIAH
KARYA TULIS ILMIAHKARYA TULIS ILMIAH
KARYA TULIS ILMIAHdesy putri
 
askep hirscprung.pdf
askep hirscprung.pdfaskep hirscprung.pdf
askep hirscprung.pdfHadariahOk
 
Karya tulis ilmiah asri akbid paramata raha
Karya tulis ilmiah asri akbid paramata rahaKarya tulis ilmiah asri akbid paramata raha
Karya tulis ilmiah asri akbid paramata rahaSeptian Muna Barakati
 
Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...
Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...
Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...Septian Muna Barakati
 
Ipm sulawesi selatan 2001 2010 (2012)
Ipm sulawesi selatan 2001 2010 (2012)Ipm sulawesi selatan 2001 2010 (2012)
Ipm sulawesi selatan 2001 2010 (2012)Muhammad Akbar Fatria
 
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY “Y” ASFIKS...
MANAJEMEN  DAN  PENDOKUMENTASIAN  ASUHAN  KEBIDANAN PADA  BAYI  NY “Y” ASFIKS...MANAJEMEN  DAN  PENDOKUMENTASIAN  ASUHAN  KEBIDANAN PADA  BAYI  NY “Y” ASFIKS...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY “Y” ASFIKS...Warnet Raha
 
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGANTUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGANDiah Octarinie
 

Similar to Digital 20282739 t yeni iswari (20)

176534470 karya-tulis-ilmiah
176534470 karya-tulis-ilmiah176534470 karya-tulis-ilmiah
176534470 karya-tulis-ilmiah
 
Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...
Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...
Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...
 
Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...
Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...
Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...
 
KARYA TULIS ILMIAH
KARYA TULIS ILMIAHKARYA TULIS ILMIAH
KARYA TULIS ILMIAH
 
KARYA TULIS ILMIAH
KARYA TULIS ILMIAHKARYA TULIS ILMIAH
KARYA TULIS ILMIAH
 
askep hirscprung.pdf
askep hirscprung.pdfaskep hirscprung.pdf
askep hirscprung.pdf
 
Karya tulis ilmiah asri akbid paramata raha
Karya tulis ilmiah asri akbid paramata rahaKarya tulis ilmiah asri akbid paramata raha
Karya tulis ilmiah asri akbid paramata raha
 
Karya tulis ilmiah asri akbid paramata raha
Karya tulis ilmiah asri akbid paramata rahaKarya tulis ilmiah asri akbid paramata raha
Karya tulis ilmiah asri akbid paramata raha
 
Karya tulis ilmiah asri akbid paramata raha
Karya tulis ilmiah asri akbid paramata rahaKarya tulis ilmiah asri akbid paramata raha
Karya tulis ilmiah asri akbid paramata raha
 
Karya tulis ilmiah asri akbid paramata raha
Karya tulis ilmiah asri akbid paramata rahaKarya tulis ilmiah asri akbid paramata raha
Karya tulis ilmiah asri akbid paramata raha
 
Karya tulis ilmiah asri akbid paramata raha
Karya tulis ilmiah asri akbid paramata rahaKarya tulis ilmiah asri akbid paramata raha
Karya tulis ilmiah asri akbid paramata raha
 
Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...
Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...
Hubungan paritas dan umur dengan kejadian perdarahan pasca persalinan primer ...
 
Kti nailul khoiriyah
Kti nailul khoiriyahKti nailul khoiriyah
Kti nailul khoiriyah
 
Kti 10
Kti 10Kti 10
Kti 10
 
120040696 kti-murni-novianti
120040696 kti-murni-novianti120040696 kti-murni-novianti
120040696 kti-murni-novianti
 
Ikke pdf
Ikke pdfIkke pdf
Ikke pdf
 
Kti eva seno safitri
Kti eva seno safitriKti eva seno safitri
Kti eva seno safitri
 
Ipm sulawesi selatan 2001 2010 (2012)
Ipm sulawesi selatan 2001 2010 (2012)Ipm sulawesi selatan 2001 2010 (2012)
Ipm sulawesi selatan 2001 2010 (2012)
 
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY “Y” ASFIKS...
MANAJEMEN  DAN  PENDOKUMENTASIAN  ASUHAN  KEBIDANAN PADA  BAYI  NY “Y” ASFIKS...MANAJEMEN  DAN  PENDOKUMENTASIAN  ASUHAN  KEBIDANAN PADA  BAYI  NY “Y” ASFIKS...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY “Y” ASFIKS...
 
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGANTUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
 

Digital 20282739 t yeni iswari

  • 1.         UNIVERSITAS INDONESIA TESIS ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA DIBAWAH 2 TAHUN DI RSUD KOJA JAKARTA YENI ISWARI 0906621533 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN DEPOK, JULI 2011 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 2.         UNIVERSITAS INDONESIA TESIS ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA DIBAWAH 2 TAHUN DI RSUD KOJA JAKARTA Tesis ini diajukan sebagai satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan YENI ISWARI 0906621533 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN PEMINATAN KEPERAWATAN ANAK DEPOK, JULI 2011 i    Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 3. Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 4. Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 5. Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 6. ABSTRAK Nama : Yeni Iswari Program Studi: Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Keperawatan Anak Judul : Analisis Faktor-faktor Risiko Kejadian Diare pada Anak Usia dibawah 2 tahun di RSUD Koja Jakarta Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia dan di negara berkembang. Berdasarkan profil kesehatan DKI Jakarta 2009, dilaporkan jumlah kasus diare sebesar 164.743 dimana kasus diare 50% terjadi pada balita. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan kejadian diare. Metode penelitian menggunakan rancangan case control, dengan jumlah sampel 54 untuk kelompok kasus dan 54 untuk kelompok kontrol. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan chi square test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian diare memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi (p value= 0,037), dan kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak (p value= 0,038). Rekomendasi perlunya penelitian lebih lanjut dengan . Kata kunci : faktor risiko, diare, anak usia < 2 tahun. v    Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 7. ABSTRACT Name : Yeni Iswari Stdy Program : Master of Nursing Majoring in Pediatric Nursing, Faculty of Nursing University of Indonesia Title : Analysis of risk factor for the incidence of diarrhea in children aged under 2 year Diarrhea disease is a major cause of morbidity and mortality worldwide and in developing countries. Based on the health profile of DKI Jakarta 2009, the reported number of cases of diarrhea of 164,743 where 50% of diarrhea cases occurred in infants. This study aims to identify and explain factors related to the incidence of diarrhea. This research method using case-control design, with sample size 54 for cases group and 54 for control group. Data analysis was performed univariate, bivariate with chi square test. The results showed that risk factors affect has a significant relationship with nutritional status (p value= 0.037), and the habits of mothers wash their hands before providing eating in children (p value= 0.038). Recommendations that further research is another factor that affects anda is associated with diarrhea. Key words: risk factors, diarrhea, children < 2 year. vi    Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 8. KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yanng Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan segala kebaikannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “ Analisis Faktor Kejadian Diare pada Anak Usia dibawah 2 tahun di Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta Utara”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada : 1. Ibu Dessie wanda,S.Kp, MN selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan untuk kesempurnaan proposal ini. 2. Bapak Besral, SKM, MSc selaku pembimbing II yang juga telah memberikan bimbingan, masukan dan arahan selama penyusunan proposal. 3. Ibu Krisna Yetti, S.Kp., M.App.Sc, selaku Ketua Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 4. Ibu Dewi Irawaty, M.A, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 5. Seluruh staf akademik dan non akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah menyediakan fasilitas dan dukungan demi kelancaran penyusunan proposal ini. 6. Dr. Togi, selaku Direktur RSUD Koja Jakarta yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di rumah sakit RSUD Koja. 7. Kepala Ruangan Anak beserta staf yang telah membantu pelaksanaan penelitian, 8. Ibu Rusmawati Sitorus,S.Pd.,M.A, selaku Direktur Akademi Keperawatan Harum yang telah memberikan kesempatan dan memberikan motivasi. 9. Seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan doa, kasih sayang, semangat, dukungan yang tidak terbatas selama penyusunan proposal ini 10. Rekan sejawat dosen Akademi Keperawatan Harum yang telah memberikan bantuan dan semangat. vii    Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 9. 11. Sahabat-sahabatku kelas anak Program Pasca Sarjana angkatan 2009 atas dukungan, masukan dan semangatnya. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran selalu kami harapkan, semoga tesis ini dapat bermanfaat untuk pihak-pihak yang membutuhkan. Depok, Juli 2011 Penulis   viii    Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 10. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ……………………………………………… ………. i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………………… ii HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………… iii ABSTRAK…………………………………………………………………. v KATA PENGANTAR …………………………………………………….. vii DAFTAR ISI ………………………………………………………………. ix DAFTAR TABEL …………………………………………………………. xi DAFTAR SKEMA ………………………………………………………… xii DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xiii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………………………………………………… 1 1.2 Rumusan Masalah……………………………………………… 7 1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………. 8 1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………. 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Diare …………………………………………………. 10 2.2 Karakteristik Anak Balita yang Berhubungan dengan Diare … 26 2.3 Konsep Epidemiologi …………………………………….......... 27 2.4 Peran Perawat dalam Pencegahan Penyakit ………………….. 31 2.5 Model Promosi Kesehatan menurut Nola.J.Pender ……. 37 2.6 Kerangka Teori ………………………………………………. 46 BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep ………………………………………………. 47 3.2 Hipotesis Penelitian ……………………………………………. 49 3.3 Definisi Operasional …………………………………………… 49 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Disain Penelitian ………………………………………………... 4.2 Populasi dan Sampel ……………………………………………. 53 4.3 Tempat Penelitian ………………………………………………. 57 4.4 Waktu dan Tempat Penelitian …………………………………..     53 57     ix  Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 11. 4.5 Etika Penelitian …………………………………………………. 57 4.6 Alat Pengumpulan Data ………………………………………… 59 4.7 Prosedur Pengumpulan Data ……………………………………… 61 4.8 Pengolahan dan Analisis Data …………………………………….. 62 4.9 Analisa Data……………………………………………………….. 63 BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Karakteristik Responden ……………………………….. 66 5.2 Hubungan Karakteristik Faktor-faktor Kejadian Diare pada Anak 71 Usia < 2 Tahun……………………………………………………... 5.3 Faktor Dominan Risiko Kejadian Diare pada Anak Usia < 2 76 Tahun……………………………………………………………….. BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Interpretasi dan Hasil Diskusi………………………………………. 80 6.2 Keterbatasan Penelitian …………………………………………….. 92 6.3 Implikasi Keperawatan …………………………………………….. 92 BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan……………………………………………………………. 94 7.2 Saran ………………………………………………………………... 94 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN           x  Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 12. DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Derajat Dehidrasi Maurice King ……………………………. 15 Tabel 3.1 DefInisi Operasional ………………………………………… 50 Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Anak di RSUD Koja …………………. 67 Tabel 5.2 Distribusi Karateristik Anak Berdasarkan Pemberian ASI 68 Eksklusif di RSUD Koja ………………………………………. Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Resoponde Menurut Karateristik 69 Ibu…………………………………………………………….. Tabel 5.4 Tabel 5.6 Distribusi frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Kuisioner………………………………………. Distribusi Karateristik Faktor Sosial Ekonomi dengan Kejadian Diare……………………………………………………………. Hubungan antara karakteristik Anak dengan kejadian diare 71 Tabel 5.7 Hubungan antara usia ibu dengan kejadian diare…………….. 73 Tabel 5.8 Hubungan antara pengahasilan keluarga dengan kejadian diare 75 Tabel 5.9 Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada anak usia < 2 tahun di RSUD Koja Jakarta Utara 76 Tabel 5.10 Langkah pertama regresi logistik Analisis Raktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak Usia < 2 tahun di RSUD Koja Jakarta Utara………………………………….. Model II: Analisis Multivariat Variabel Status Gizi, Usia Ibu, Pendidikan Ibu dan cuci Tangan Terhadap Faktor Resiko Kejadian Diare Pada Anak Usia < 2 Tahun Di RSUD Koja Jakarta Utara ………………………………………………………………… Perbandingan Odd Ratio (OR) Sebelum dan sesudah variable 77 Tabel 5.5 Tabel 5.11 Tabel 5.12 70 70 78 78 pendidikakan ibu di keluarkan pada responden di RSUD Koja Tabel 5.13 Model Akhir: Analisis Multivariat Variabel Status Gizi, ASI Eksklusif, Pendidikan Ibu dan Cuci Tangan Terhadap Risiko Kejadian Diare pada Anak Usia < 2 tahun Di RSUD Koja Jakarta…………………………………………………………..           xi    Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011 79
  • 13. DAFTAR SKEMA Skema 2.4.1 Health Promotion Nola. J. Pender ………………………… 38 Skema 2.4.2 Kerangka Teori Penelitian ………………………………… 46 Skema 3.1 48 Kerangka Konsep Penelitian ………………………………                                               xii    Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 14. DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lembar Penjelasan Penelitian Lampiran 2 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 3 Kuisioner Penelitian Lampiran 4 Jadual Kegiatan Penelitian Lampiran 5 Kisi-kisi Kuesioner Lampiran 6 Kunci Jawaban Kuisioner Pengetahuan Lampiran 7 Biodata     xiii    Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 15. 1    BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anak adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini. Anak yang sehat merupakan dambaan dari semua orang tua, namun tidak semua anak dengan kondisi sehat. Gangguan kesehatan yang terjadi pada masa anak-anak dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak, khususnya jika gangguan tersebut terjadi pada saluran pencernaan yang mempunyai peranan penting dalam penyerapan nutrisi yang diperlukan untuk menunjang tumbuh kembang anak. Salah satu gangguan pada saluran pencernaan yang sering terjadi pada anak adalah diare. Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah atau lendir (Suraatmaja, 2007). Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di seluruh dunia, yang menyebabkan 1 billiun kejadian sakit dan 3-5 juta kematian tiap tahunnya. Di Amerika Serikat, 20-35 juta kejadian diare terjadi setiap tahun. Pada 16,5 juta anak penderita diare tersebut berusia kurang dari 5 tahun dan 400-500 kejadian diare mengakibatkan kematian (Nelson, 2000). Berdasarkan data dari UNICEF di dunia didapatkan bahwa setiap 30 detik, satu balita meninggal akibat diare (Depkes, 2003). Diare masih merupakan masalah kesehatan yang hingga kini masih menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak di Indonesia.Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka morbiditas masih cukup tinggi (Virdayati, 2002). Saat ini morbiditas diare di Indonesia sebesar 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang tertinggi di ASEAN, Di ASEAN anak-anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali 1 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011 Universitas Indonesia
  • 16. 2    kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup anak dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008). Menurut data dari World Health Organization (WHO), pada tahun 2003 diare merupakan penyebab kematian nomor tiga didunia pada anak balita umur 5 tahun, dengan PMR (Proportional Mortality Rate) 17 % setelah kematian pada neonatal sebesar 37 % dan Pneumonia sebesar 19%. Pada tahun yang sama, diare di Asia Tenggara juga menempati urutan nomor tiga penyebab kematian pada anak dibawah umur lima tahun dengan PMR sebesar 18%. Selain itu berdasarkan Survei Kesehatan rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa di Indonesia penyakit diare juga merupakan penyebab kematian nomor tiga pada balita di Indonesia dengan PMR sebesar 10% setelah penyakit sistem pernafasan (28%) dan gangguan perinatal (26%). Sementara itu dari hasil Survey Kesehatan Nasional (Surkenas) tahun 2001 diketahui bahwa penyakit diare adalah penyebab kematian nomor dua pada balita dengan PMR sebesar 13,2% setelah penyakit pernafasan. Hasil Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2002 mendapatkan prevalensi diare balita di perkotaan sebesar 3,3 % dan di pedesaan sebesar 3,2 %, dengan angka kematian diare balita sebesar 23/100.000 penduduk pada lakilaki dan 24/100.000 penduduk pada perempuan, dari data tersebut kita dapat mengukur berapa kerugian yang ditimbulkan apabila pencegahan diare tidak dilakukan dengan semaksimal mungkin dengan mengantisipasi faktor risiko apa yang mempengaruhi terjadinya diare pada balita Menurut laporan Departemen Kesehatan (2005) di Indonesia setiap anak mengalami diare 1,6–2 kali setahun. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 menjelaskan bahwa 14 persen balita mengalami diare dalam dua minggu sebelum dilakukan survei, Terjadi peningkatan sebesar 3 persen lebih tinggi dari temuan SDKI 2002-2003 yaitu sebesar 11 persen. Dengan prevalensi diare tertinggi terjadi pada anak umur 6 1 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011 Universitas Indonesia
  • 17. 3    bulan sampai 35 bulan yang diprediksi karena anak mulai aktif bermain dan berisiko terkena infeksi. Dari profil kesehatan Indonesia dilaporkan bahwa Kejadian Luar biasa (KLB) diare pada balita dari tahun 2006 sampai 2009 mengalami penurunan kasus. Pada tahun 2006 KLB terjadi di 16 provinsi dengan kasus lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun 2005, yaitu 10.980 penderita, dan angka kematian 25,2% (Depkes 2006). Pada tahun 2008 dan 2009, KLB diare terjadi di 15 provinsi dengan jumlah penderita tahun 2008 sebesar 8.443 sedangkan pada tahun 2009 turun menjadi 5.756 orang dengan jumlah kematian pada tahun 2008 sebanyak 209 orang. Keadaan ini meningkat dari tahun 2007 dimana jumlah penderita sebanyak 3.659 orang dengan jumlah kematian 69 orang (Depkes, 2009). Berdasarkan profil kesehatan DKI Jakarta tahun 2009, jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 164.734 kasus dimana kasus diare 50% terjadi pada balita. Jakarta Utara merupakan wilayah ke dua terbanyak yang menderita diare pada balita yaitu 21.441 kasus (24%) setelah wilayah Jakarta Timur dengan 28.222 kasus (31%) kemudian diikuti dengan Jakarta Barat (19%), Jakarta Selatan (14%) dan Jakarta Pusat 12 % (Profil kesehatan DKI, 2009) Data statistik yang didapatkan dari rekam medik di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja dari bulan Januari sampai bulan Desember 2010 didapatkan data bahwa angka kejadian penyakit diare merupakan penyebab kesakitan ke-3 setelah Tifoid dan DBD pada anak balita yang dirawat dirumah sakit, dengan jumlah kasus 543 orang pasien dengan angka insiden anak usia kurang satu tahun sebanyak 232 (42,7%) sedangkan pada anak toddler dan pra sekolah sebesar 311 (57,2 %) pasien . Anak usia di bawah 2 tahun sangat rentan terkena penyakit. Banyak faktor penyebab dan risiko yang berkontribusi terhadap kejadian diare pada anak, terutama pada bayi dimana daya tahan tubuh anak masih rendah sehingga rentan untuk terkena penyakit infeksi seperti diare. Bila ditinjau dari tahapan 1 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011 Universitas Indonesia
  • 18. 4    tumbuh kembang bayi menurut Sigmund Freud, bayi berada pada fase oral dimana kepuasan anak ada pada daerah mulut, sehingga apapun dimasukan kedalam mulut, ini mengakibatkan anak mudah mengalami penyakit infeksi terutama pada saluran pencernaan. Pada tahapan anak toddler, anak berada pada fase anal dimana fase ini diperkenalkan toilet training yaitu anak mulai diperkenalkan dan diajarkan untuk melakukan buang air besar di toilet atau jamban yang benar, kebiasaan anak buang air besar di sembarang tempat dan diarea terbuka seperti digot dan ditanah menyebabkan resiko untuk terjadinya penularan diare. Pada usia toddler anak sangat aktif dan lebih rentan terhadap penyakitpenyakit infeksi terutama yang menyerang saluran pencernaan. Pada masa ini anak banyak mengalami permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan pola makan, Anak biasanya mulai bosan dengan menu makanan yang dimasak di rumah sehingga anak cendrung untuk membeli makanan atau jajanan dari luar rumah yang belum tentu terjamin kebersihannya. Penelitian yang dilakukan oleh Winlar (2002) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak usia 0-2 tahun di kelurahan Turangga menyebutkan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut adalah status sosial ekonomi yang rendah sebesar 61,54%, kurangnya pengetahuan orang tua tentang cuci tangan yang benar sebesar 54,7%, kebiasaan ibu memberikan berbagai macam makanan selingan/ snack sebesar 53,5% dan kebiasaan buruk pada kehidupan anak sebesar 61,87%. Selain itu Hira (2002) melakukan penelitian pada 325 anak usia kurang dari 5 tahun, untuk menganalisis faktor kejadian diare pada anak balita di kecamatan Bantimurung Sulawesi Selatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan terhadap kejadian diare pada balita adalah kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan anak balita, sedangkan pendidikan kesehatan pada ibu, pekerjaan, kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar dan persiapan air bersih tidak berhubungan dengan kejadian diare pada balita di kecamatan bantimurung. 1 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011 Universitas Indonesia
  • 19. 5    Penelitian lain terkait kejadian diare adalah penelitian yang dilakukan oleh Warouw (2002) yang melakukan penelitian tentang hubungan faktor lingkungan dan sosial ekonomi dengan morbiditas keluhan diare dan ISPA. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan gambaran prevalensi keluhan diare di Indonesia sebesar 3,3% dimana tidak ada perbedaan prevalensi diare antara di kota dengan di desa. Dari hasil analisis multivariat diketahui bahwa faktor risiko terjadinya diare yaitu penghuni rumah yang ber alokasi di daerah rawan banjir sebesar 43 kali (95% CI:1,15 – 1,79) berisiko terhadap diare, kondisi fisik rumah yang tidak baik berisiko sebesar 1,23 kali (95%CI:1,03-1,46) terhadap terjadinya diare dan jumlah balita lebih dari satu dalam keluarga berisiko sebesar 0,83 kali (95%CI:0,071-0,98) terhadap terjadinya diare. Adisasmito (2007), melakukan systematic review terkait faktor diare pada bayi dan balita, yang dilakukan terhadap 18 penelitian akademik di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada tahun 2000-2005 yang dilakukan terhadap 3884 (65-500) subyek penelitian. Tujuan penelitian tersebut adalah melihat faktor risiko diare pada bayi dan balita di Indonesia. Dari hasil penelitian dapat disampaikan bahwa faktor risiko yang sering diteliti adalah faktor lingkungan yaitu sarana air bersih dan jamban. Faktor risiko diare dari faktor ibu yang bermakna adalah pengetahuan, perilaku dan kebersihan ibu sedangkan faktor risiko diare dari faktor anak yaitu status gizi dan pemberian ASI ekslusif. Faktor lingkungan berdasarkan sarana air bersih (SAB) yang lebih banyak diteliti adalah jenis SAB (rerata OR=3,19), risiko pencemaran SAB (rerata OR=7,89), dan sarana jamban (rerata OR=17,25). Dari berbagai penelitian yang dilakukan terhadap faktor-faktor penyebab diare diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab yang paling sering menyebabkan terjadinya diare pada anak adalah faktor sosial ekonomi, pengetahuan dan pemahaman orang tua terhadap diare, perilaku mencuci tangan sebelum memberikan makanan pada anak dan sesudah buang air bersih, lingkungan yang tidak sehat dan ketersediaan air bersih. 1 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011 Universitas Indonesia
  • 20. 6    Banyaknya kasus kejadian diare terutama yang terjadi pada anak usia dibawah 2 tahun hal ini memerlukan perhatian dari semua tenaga kesehatan termasuk perawat. Perawat memegang peranan penting dalam melakukan usaha pencegahan terhadap timbulnya penyakit, terutama perawat anak dan komunitas. Ada 3 peranan perawat dalam pencegahan penyakit yaitu pencegahan primer (primary prevention), pencegahan sekunder (secondary prevention) serta pencegahan tersier (tertiary prevention). Pencegahan primer dapat di lakukan dengan upaya peningkatan kesehatan seperti memberikan pendidikan kesehatan/penyuluhan kesehatan pada masyarakat (Efendi & Makhfudli, 2009). Penyuluhan kesehatan yang diberikan kepada orang tua yang mempunyai anak balita yaitu pencegahan diare pada anak dan faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diare, pentingnya pola hidup sehat, kebersihan diri dan lingkungan yang sehat, selain itu juga dengan meningkatkan daya tahan anak dengan pemberian immunisasi pada balita. Sehingga anak tidak mengalami kejadian berulang. Peran perawat yang dapat dilakukan terkait pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah terjadinya keparahan pada anak yang yang sedang sakit (Efendi & Makhfudli, 2009). Pada anak yang sudah terinfeksi akibat diare, perawat dapat memberikan pengetahuan pada orang tua tentang perawatan anak selama sakit, pemberian cairan yang adekuat sehingga anak dapat terhindar dari berbagai komplikasi yang ditimbulkan seperti dehidrasi, syok bahkan kematian. Sedangkan upaya yang dilakukan dalam pencegahan tersier yaitu dengan usaha pencegahan terhadap anak yang telah sembuh dari sakit sehingga tidak terjadi kekambuhan atau terinfeksi diare kembali sehingga anak kembali dirawat dengan kondisi yang lebih parah melalui pemberian penyuluhan lebih lanjut tentang perawatan dan penatalaksanaan anak yang mengalami diare di rumah serta pemulihan kondisi tubuh anak dengan pemberian gizi yang baik dan seimbang serta pentingnya pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari. 1 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011 Universitas Indonesia
  • 21. 7    Berdasarkan peran perawat yang telah dibahas, hal yang penting untuk dilakukan adalah mengetahui faktor risiko terhadap kejadian diare pada anak, diharapkan dapat mencegah terjadinya komplikasi akibat kehilangan cairan pada anak sehingga kematian pada anak akibat diare dapat dihindari. Hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan analisis terhadap faktor-faktor risiko terjadinya diare pada anak terutama pada anak usia dibawah 2 tahun. 1.2. Rumusan Masalah Di Indonesia penyakit diare masih merupakan penyakit yang sering menyerang pada anak terutama anak dibawah usia dua tahun. Walaupun Angka mortalitas diare menurun namun angka morbiditas diare pada anak masih cukup tinggi. Seriusnya dampak akibat penyakit diare pada anak, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kehilangan cairan yang sering serta terganggunya proses absopsi makanan dan zat nutrien yang dibutuhkan anak untuk pertumbuhan bahkan bisa mengakibatkan kematian pada anak. Rentannya anak usia balita, terutama usia dibawah 2 tahun terhadap berbagai macam penyakit infeksi terutama untuk penyakit pada saluran pencernaan seperti diare sering dihubungkan karena masih rendahnya daya tahan tubuh anak terhadap berbagai macam infeksi, status gizi buruk pada anak balita dan juga kurangnya kebersihan anak terutama tangan dan kuku. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai faktor penyebab dan risiko timbulnya diare pada anak terutama anak usia balita. Dari beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya kasus diare pada anak yaitu status sosial ekonomi, perilaku mencuci tangan sebelum memberikan makan dan setelah buang air besar, ketersediaan air bersih dan lingkungan yang tidak sehat. Pertanyaan penelitian ini adalah faktor-faktor penyebab apa saja yang mempengaruhi kejadian diare pada anak usia dibawah 2 tahun ? 1 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011 Universitas Indonesia
  • 22. 8    1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor risiko kejadian diare pada anak usia dibawah 2 tahun di Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta Utara. 1.3.2. Tujuan Khusus Teridentifikasinya hubungan antara : 1.3.2.1 Faktor anak (usia, jenis kelamin, ASI ekslusif, status gizi, immunisasi campak, kebersihan tangan dan kuku) dengan risiko kejadian diare 1.3.2.2 Faktor ibu (usia, pendidikan, pengetahuan, kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak dengan risiko kejadian diare 1.3.2.3 Faktor sosial ekonomi (penghasilan keluarga) dengan risiko kejadian diare. 1.3.2.2 Faktor dominan risiko kejadian diare pada anak usia dibawah 2 tahun. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat untuk Pelayanan Kesehatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan tambahan pengetahuan tentang risiko kejadian diare pada anak. Dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit diperlukannya pelayanan kesehatan dapat berupa penyuluhan kesehatan kepada orang tua selama anak dirawat dirumah sakit tentang pencegahan dan perawatan anak dengan diare. Selain itu hasil dari riset ini berguna sebagai bahan masukan dalam program pencegahan dan pemberantasan diare. 1 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011 Universitas Indonesia
  • 23. 9    1.4.2 Perawat di Rumah Sakit Bagi perawat di rumah sakit adalah pentingnya melakukan pencegahan sekunder selama anak dirawat dirumah sakit yaitu dengan melakukan pemantauan cairan yang adekuat terhadap anak diare sehingga meminimalkan terjadinya dehidrasi dan syok serta penyuluhan kesehatan bagi keluarga dan orang tua dengan anak yang dirawat dengan diare tentang penatalaksanaan dan perawatan anak diare serta upaya pencegahan terjadinya diare pada anak. 1.4.3 Bagi ilmu keperawatan Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dalam bidang keperawatan, khususnya pada bidang yang berhubungan terhadap penyakit infeksi yang sering terjadi di masyarakat dalam hal pemberian asuhan keperawatan dan dapat menjadikan ilmu keperawatan di Indonesia semakin berkembang. 1 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011 Universitas Indonesia
  • 24. 10    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Teori dan konsep yang berkaitan dengan hal yang akan diteliti akan diuraikan pada bab ini sebagai landasan dalam melaksanakan penelitian. Adapun uraian tersebut terdiri dari konsep diare, tumbuh kembang dan karakteristik anak dibawah usia 2 tahun yang berhubungan dengan diare, konsep epidemiologi, peran perawat dalam pencegahan penyakit dan teori model promosi kesehatan menurut Nola. J. Pender. 2.1.KONSEP DIARE 2.1.1 Pengertian Diare didefinisikan sebagai inflamasi pada membran mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan diare, muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit (Betz, 2009). Juffrie dkk ( 2010) menyebutkan diare adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali sehari, disertai konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan volume cairan, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari 3x/ hari (Hidayat, 2008). Diare merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses selain dari frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan diare bila feses lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes, 2009). Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 25. 11    Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa diare adalah bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari 3 kali per hari pada bayi dan lebih dari 6 kali pada anak, yang disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi encer. 2.1.2 Klasifikasi Diare Ada dua jenis diare menurut Suraatmaja (2002) yaitu diare akut dan diare kronik. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat sedangkan diare kronik adalah diare yang berkelanjutan sampai 2 minggu atau lebih dengan kehilangan berat badan atau berat bada tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare tersebut. Diare kronik dibagi menjadi beberapa jenis yaitu diare persisten yaitu diare yang disebabkan oleh infeksi. Protracted diare yaitu diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu dengan tinja cair dan frekuensi 4 x atau lebih perhari. Diare Intraktabel adalah diare yang timbul berulang kali dalam waktu singkat ( misalnya 1-3 bulan). Prolonged diare adalah diare yang berlangsung lebih dari 7 hari. Cronic non specific diarrhea adalah diare yang berlangsung lebih dari 3 minggu tetapi tidak disertai gangguan pertumbuhan dan tidak ada tanda-tanda infeksi maupun malabsorsi. 2.1.2 Etiologi Etiologi diare akut dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu faktor infeksi yang dibagi menjadi infeksi enteral dan parenteral. Infeksi enteral yaitu infeksi yang terjadi pada saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak, meliputi: infeksi bakteri, virus, parasit, protozoa dan jamur. Bakteri yang sering menjadi penyebab diare adalah Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, infeksi virus disebabkan oleh Enteroovirus, Adenovirus, Rotarovirus, Astrovirus dan infeksi parasit disebabkan oleh cacing Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides, Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 26. 12    Protozoa disebabkan oleh Entamoeba histolytica, Giardia lambia, Ttrichomonas hominis, dan jamur yaitu Candida albicans. Sementara itu infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti Otitis media akut (OMA), tonsilitis, bronkopneumonia dan ensefalitis. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun. Etiologi berikutnya adalah faktor malabsopsi. Malabsopsi yang bisa terjadi yaitu terhadap karbohidrat: disakarida ( intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah laktosa. Malabsopsi lemak dan protein juga merupakan penyebab timbulnya diare. Selain infeksi virus, bakteri, jamur dan malabsopsi faktor makanan seperti makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan dan juga faktor psikologis seperti ketakutan dan kecemasan juga berkonstribusi terhadap timbulnya diare, walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare yaitu pertama terjadinya gangguan osmotik dimana terjadinya peningkatan tekanan osmotik dalam rongga usus akibat makanan yang tidak dapat dapat diserap sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus yang merangsang terjadinya diare. Kedua yaitu gangguan sekresi yang terjadi akibat toksin yang berada di dinding usus, sehingga terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit melalui saluran pencernaan. Ketiga yaitu gangguan mortalitas usus yang mengakibatkan terjadinya hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 27. 13    Sedangkan etiologi pada diare kronik sangat komplek dan merupakan gabungan faktor yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Menurut WHO ada beberapa faktor penyebab diare kronik yaitu adanya infeksi bakteri dan parasit yang sudah resisten terhadap antibiotika/anti parasit, disertai overgrowth bakteri non-patogen seperti pseudomonas, klebssiella, streptokok, stafilokok. Kerusakan pada epitel usus pada awalnya akan terjadinya kekurangan enzim laktase dan protase yang mengakibatkan terjadinya maldigesti dan malabsorpsi karbohidrat dan protein, dan pada tahap lanjut setelah terjadi KEP yang menyebabkan terjadi atropi mukosa lambung, usus halus disertai penumpukan villi serta kerusakan hepar dan pankreas. Gangguan imunologis yang terjadi pada anak akan berdampak penurunan pada sistem pertahanan tubuh anak terhadap bakteri, virus, parasit dan jamur yang masuk kedalam usus yang berkembang dengan cepat, dengan akibat lanjut menjadi diare persisten dan malabsorpsi makanan yang lebih berat. Faktor lain yang juga menjadi penyebab diare kronik yaitu penangan diare yang tidak efektif, penghentian pemberian ASI dan makanan serta pemberian obat-obatan antimotalitas (Suraatmaja, 2009). 2.1.3 Mekanisme Terjadinya Diare Proses terjadinya gastroenteritis dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya pertama faktor infeksi, proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk kedalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri atau akan menyebabkan sistim transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat. Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 28. 14    Faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehinga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadi gastroenteritis. Ketiga, faktor makanan dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik sehingga terjadi peningkatan dan penurunan peristalistik yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan gastroenteritis (Hidayat, 2008. ) 2.1.4 Gejala Diare Menurut Ngastiah (2005) Pada mulanya bayi/anak menjadi cengeng, kemudian suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbulah diare. Tinja makin cair, mungkin bercampur lendir dan darah, warna tinja makin lama makin berubah kehijauhijauan karena bercampur dengan empedu. Karena anak sering defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi makin asam akibat banyaknya asam laktat yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsopsi oleh usus. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila anak telah banyak kehilangan air dan elektrolit, terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, dan ubunubun besar menjadi cekung (pada bayi), turgor kulit berkurang, selaput lendir pada bibir, mulut serta kulit tampak kering dan terjadi keram abdomen (Suraatmaja, 2009) Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 29. 15    2.1.5 Derajat Dehidrasi Menurut Suraatmaja (2009) derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan 2.1.6.2 Kehilangan berat badan Pada dehidrasi ringan terjadi penurunan berat badan sebesar 2,5 sampai 5 %, pada dehidrasi sedang terjadi penurunan berat badan 5 sampai 10% sedangkan pada dehidrasi berat terjadi penurunan berat badan > 10%. 2.1.6.2 Skor Maurice King Tabel 2.1 Derajat dehidrasi menurut Maurice King Bagian tubuh yang diperiksa Keadaan umum Nilai untuk gejala yang ditemukan 0 sehat 1 2 Gelisah, cengeng, Mengigau, apatis, ngantuk koma/syok Elastisitas kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang Mata Normal Sedikit kurang Sangat cekung Ubun-ubun Normal Sedikit kurang Sangat cekung Normal Kering Kering & besar Mulut sianosis Denyut Kuat>120 Sedang (120-140) Kering & nadi/mnt sianosis , >140 Untuk menentukan elastisitas kulit, kulit perut “dicubit” selama 30-60 detik, kemudian dilepas. Jika kulit kembali normal dalam waktu 2 sampai 5 detik menandakan anak mengalami dehidrasi ringan, 5 sampai 10 detik anak mengalami dehidrasi sedang dan bila terjadi dehidrasi tinggi turgor kulit kembali lebih dari 10 detik. Berdasarkan skor yang ditemukan pada penderita, dapat ditentukan derajat dehidrasinya yaitu dehidrasi ringan Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 30. 16    (skor 0 sampai 2), dehidrasi sedang (3 sampai 6), dehidrasi berat (skor >7). 2.1.6.3 Berdasarkan Managemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Yang termasuk dalam kategori dehidrasi berat adalah terdapatnya tanda-tanda letargis atau anak tidak sadar, mata cekung, anak tidak bisa minum atau malas minum serta cubitan perut kembalinya sangat lambat. Dehidrasi ringan/sedang terjadi apabila terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut anak menjadi gelisah dan rewel/marah, mata cekung, haus. Minum dengan lahap, cubitan kulit perut kembalinya lambat. 2.1.7 Komplikasi Kebanyakan penderita diare sembuh tanpa mengalami komplikasi, tetapi sebagian kecil mengalami komplikasi dari dehidrasi, kelainan elektrolit atau pengobatan yang diberikan. Adapun komplikasi yang dapat terjadi yaitu hiponatremia dapat terjadi pada penderita diare yang minum cairan sedikit/ tidak mengandung natrium. Penderita gizi buruk mempunyai kecendrungan mengalami hiponatremia. Sedangkan hipernatremia sering terjadi pada bayi baru lahir sampai usia 1 tahun (khususnya bayi berumur kurang dari 6 bulan). Biasanya terjadi pada diare yang disertai muntah dengan intake cairan/makanan kurang, atau cairan yang di minum mengandung terlalu banyak natrium. Hipokalsemia terjadi jika penggantian kalium selama dehidrasi tidak cukup, akan terjadi kekurangan kalium yang ditandai dengan kelemahan pada tungkai, ileus, kerusakan pada ginjal dan aritmia jantung. Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat. Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 31. 17    Ileus paralitik merupakan komplikasi yang penting dan sering berakibat fatal, terutama pada anak kecil sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas yang ditandai dengan distensi abdomen, muntah, peristaltik usus berkurang atau tidak ada. 2.1.8 Penatalaksanaan Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare pada anak balita baik yang dirawat di rumah sakit maupun dirawat dirumah, yaitu : 2.1.8.1 Pemberian cairan atau rehidrasi Pada klien diare yang harus diperhatikan adalah terjadinya kekurangan cairan atau dehidrasi. Oleh sebab itu, pemantauan derajat dehidrasi dan keadaan umum pada pasien sangatlah penting. Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk gastroenteritis akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 5060 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawah ke rumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut. Untuk pemberian cairan parenteral jumlah yang akan diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya (Juffrie, 2011). 2.1.8.2 Pemberian Zinc Zinc diberikan untuk mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir karena memiliki evidence based yang bagus. Beberapa penelitian telah membuktikannya. Penggunaan zinc dalam pengobatan diare Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 32. 18    akut didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absopsi air dan elektrolit oleh usus halus ,meningkatkan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan patogen dari usus (Juffrie, 2011). Menurut Depkes (2008) dari penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa zinc mempunyai efek protektif terhadap diare dan menurunkan kekambuhan diare sebanyak 11% dan menurut hasil pilot studi menunjukkan bahwa zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67%. Zinc diberikan selama 10 -14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk anak yang lebih besar, Zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit (Juffrie, 2011). 2.1.8.3 Pengobatan dietetik dan pemberian ASI Pengobatan dietetik adalah dengan pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan. Adapun hal yang perlu diperhatikan adalah untuk anak dibawah satu tahun dengan berat badan kurang dari 7 Kg, jenis makanan yang diberikan adalah memberikan asi dan susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh misalnya LLM, makanan setengah padat (bubur, makanan padat Nasi Tim). Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih. Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 33. 19    Prinsip pengobatan dietetik yaitu B – E – S – E singkatan dari Oralit, Breast Feeding, Early Feeding, Stimulaneously with Education (Suraatmaja, 2009). 2.1.8.4 Pengobatan Kausal Pengobatan yang tepat terhadap kausa diare diberikan setelah di ketahui penyebab pasti. Jika kausa diare penyakit parental, diberikan antibiotika sistemik. Jika tidak terdapat infeksi parental, antibiotik baru boleh diberikan kalau pada pemeriksaan laboratorium ditemukan bakteri patogen. 2.1.8.5 Pengobatan Simtomatik Pemberian obat anti diare bertujuan untuk menghentikan diare secara cepat seperti antispasmodik. 2.1.9. Pencegahan Diare Menurut Juffie (2010), upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare. Kuman-kuman pathogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran. Adapun upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi pemberian ASI yang benar, memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI, penggunaan air bersih yang cukup, membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan, penggunaan jamban yang bersih dan hiegienis oleh seluruh anggota keluarga, membuang tinja bayi yang benar dan memperbaiki daya tahan tubuh penjamu. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat mengurangi resiko diare antara lain dengan memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun, meningkatkan nilai Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 34. 20    gizi makanan pendamping ASI badan memberi makanan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak, pemberian imunisasi campak. Sedangkan menurut Suraatmaja (2007) ada tujuh intervensi pencegahan diare yang efektif yaitu dengan pemberian ASI, memperbaiki asupan makanan sapihan, menggunakan air bersih yang cukup banyak, mencuci tangan, menggunakan jamban keluarga, cara membuang tinja yang baik dan benar serta pemberian immunisasi campak, pada balita, 1 sampai 7 % kejadian diare berhubungan dengan campak, dan diare yang terjadi pada campak umumnya lebih berat dan lebih lama (susah diobati, cendrung menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus. Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45 sampai 90 % bayi berumur 9 sampai 11 bulan dapat mencegah 40 sampai 60% kasus campak, 0,6 sampai 3,8% kejadian diare dan 6 sampai 25% kematian karena diare pada balita. 2.1.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Diare Banyak faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya diare pada bayi dan balita. Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal–oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung dengan tangan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. (melalui 4 F = finger, flies, fluid, field). Adapun faktor resiko terjadinya diare yaitu : 2.1.10.1 Faktor Anak Bayi dan anak balita merupakan kelompok usia yang paling banyak menderita diare, kerentanan kelompok usia ini juga banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur anak, pemberian ASI, status gizi anak dan status imunisasi campak. Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 35. 21    a. Faktor umur Sebagian besar diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 sampai 11 bulan, pada saat diberikan makanan pendamping ASI (Juffrie, 2011). Hal ini dikarenakan belum terbentuknya kekebalan alami dari anak usia dibawah satu kombinasi tahun. efek Pola penurunan ini menggambarkan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai dapat merangkak (Depkes, 1999). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinthamurniwaty (2005) terhadap faktor-faktor risiko kejadian diare akut di Semarang menyatakan bahwa kelompok umur yang paling banyak menderita diare adalah umur < 24 bulan yaitu sebesar 58,68 %, kemudian 24-36 bulan sebesar 24,65 %, sedangkan paling sedikit umur 37- 60 bulan 16,67 %. b. Jenis Kelamin Anak Dari beberapa penelitian yang dilakukan bahwa terdapat perbedaan jumlah kasus anak laki-laki dan perempuan yang menderita diare. Palupi (2009) dalam penelitiannya tentang status gizi hubungannya dengan kejadian diare pada anak diare, menjelaskan bahwa pasien laki-laki yang menderita diare lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 1,5:1 (dengan proporsi pada anak laki-laki sebesar 60 % dan anak perempuan sebesar 40%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2005) yang menyatakan bahwa risiko kesakitan diare pada balita Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 36. 22    perempuan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan balita laki-laki dengan perbandingan 1 : 1,2, walaupun hingga saat ini belum diketahui penyebab pastinya. Kemungkinan terjadinya hal tersebut dikarenakan pada anak laki-laki lebih aktif dibandingkan dengan perempuan, sehingga mudah terpapar dengan agen penyebab diare. c. Status Gizi Status gizi pada anak sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit diare. Pada anak yang menderita kurang gizi dan gizi buruk yang mendapatkan asupan makan yang kurang mengakibatkan episode diare akutnya menjadi lebih berat dan mengakibatkan diare yang lebih lama dan sering. Risiko meninggal akibat diare persisten dan atau disentri sangat meningkat bila anak sudah mengalami kurang gizi. Beratnya penyakit, lamanya dan risiko kematian karena diare meningkat pada anak-anak dengan kurang gizi, apalagi pada yang menderita gizi buruk (Palupi, 2009). Dari penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito (2007) terhadap beberapa penelitian faktor risiko diare di Indonesia didapatkan hasil bahwa status gizi yang buruk merupakan faktor risiko terjadinya diare. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sinthamurniwaty (2005) yang menyatakan bahwa balita dengan status gizi rendah mempunyai risiko 4,21 kali terkena diare akut dibanding balita dengan status gizi baik. Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 37. 23    d. Status Imunisasi Campak Menurut Suraatmaja (2007), pada balita, 1-7% kejadian diare berhubungan dengan campak, dan diare yang terjadi pada campak umumnya lebih berat dan lebih lama (susah diobati, cendrung menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus. Diare dan disentri lebih sering terjadi atau berakibat berat pada anak-anak dengan campak atau menderita campak dalam 4 minggu terakhir. Hal ini disebabkan karena penurunan kekebalan pada penderita (Depkes, 1999). 2.1.10.2 Faktor Orang tua Peranan orang tua dalam pencegahan dan perawatan anak dengan diare sangatlah penting. Faktor yang mempengaruhinya yaitu umur ibu, tingkat pendidikan, pengetahuan ibu mengenai hidup sehat dan pencegahan terhadap penyakit. Rendahnya tingkat pendidikan ibu dan kurangnya pengetahuan ibu tentang pencegahan diare dan perawatan anak dengan diare merupakan penyebab anak terlambat ditangani dan terlambat mendapatkan pertolongan sehingga beresiko mengalami dehidrasi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hermin (1994), ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan SLTP keatas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD kebawah. Dari penelitian Cholis Bachroen dan Soemantri (1993) diketahui pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap morbiditas anak balita, begitu pula hasil penelitian Sunoto (1990). Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 38. 24    Tingkat pengetahuan ibu, sikap dan perilaku keluarga dalam tatalaksana penderita diare mencegah terjadinya kondisi anak dengan dehidrasi (Sukawana, 2000) Sementara itu dari hasil survei yang dilakukan oleh SDKI (2007) terhadap pengetahuan ibu tentang diare didapatkan data bahwa pengetahuan ibu tentang pemberian paket oralit lebih rendah pada wanita dengan kelompok umur 15-19 tahun dibandingkan dengan wanita yang lebih tua. Sementara itu pendidikan ibu mempunyai hubungan yang positif dengan pengetahuan ibu tentang pemberian paket oralit. 2.1.10.3 Faktor lingkungan Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih dengan sanitasi yang jelek akan mengakibatkan penyakit mudah menular. Pada beberapa tempat shigellosis yaitu penyebab diare merupakan penyakit endemik, infeksi dapat berlangsung sepanjang tahun, terutama pada bayi dan anakanak yang berumur 6 bulan sampai 3 tahun (Depkes, 1999). Penularan penyakit diare sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana sebagian besar penularan melalui faecaloral yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana air bersih dan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan serta perilaku sehat dari keluarga. 2.1.10.4 Hyegine dan Kebersihan diri Perilaku hyegine dan kebersihan ibu dan anak mempunyai pengaruh terhadap pencegahan terjadinya diare pada bayi dan balita, salah satu perilaku hidup bersih yang sering dilakukan adalah mencuci tangan sebelum dan sesudah makan pada anak dan juga setelah anak buang air besar (Hira, 2002) Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 39. 25    Banyak penyakit mudah ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi atau dari tangan ke mulut. Perilaku mencuci tangan mengurangi risiko penularan penyakit pada saluran cerna (tinja) maupun saluran pernafasan. (SDKI, 2007) Tangan yang kotor dan kuku panjang merupakan sarana berkembang biaknya agen kuman dan bakteri terutama penyebab penyakit diare. Oleh sebab itu pentingnya orang tua memperhatikan kebersihan tangan dan kuku pada anak usia bayi dan balita, dimana pada usia ini anak berada pada tahapan dimana lebih cendrung untuk memasukkan benda atau tangan ke dalam mulut. 2.1.10.5 Sosial ekonomi Status ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi anggota keluarga. Hal ini nampak dari ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga khususnya anak balita sehingga mereka cendrung memiliki status gizi kurang bahkan gizi buruk yang memudahkan balita mengalami diare. Keluarga dengan status ekonomi rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga mudah terserang diare. Menurut Adisasmito (2007) ada beberapa hal yang mempengaruhi faktor sosial ekonomi yaitu jumlah balita dalam keluarga, jenis pekerjaan , pendidikan ayah, pendapatan, jumlah anak dalam keluarga dan faktor ekonomi. Dari berbagai faktor yang diteliti faktor ekonomi dan pendapatan keluargalah yang menunjukkan hubungan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya status ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor risiko penyebab terjadinya diare tertutama pada anak bayi dan balita. Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 40. 26    2.2. KARAKTERISTIK DAN TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DIBAWAH TAHUN Masa balita merupakan tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat penting bagi anak. Banyak permasalahan–permasahan yang dapat terjadi, terutama permasalahan kesehatan. Kondisi ini juga berpengaruh terhadap gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga berdampak terhadap kualitas hidup anak di kemudian hari. Rendahnya daya tahan tubuh anak dan status gizi yang tidak baik merupakan penyebab utama seringnya anak menderita suatu penyakit infeksi, seperti diare, walaupun banyak faktorfaktor yang juga berperan seperti lingkungan yang tidak sehat, sosial ekonomi, pola hidup yang salah dan lain-lain. Bervariasinya dampak penyakit infeksi pada anak balita dipengaruhi oleh tahapan tumbuh kembang anak atau usia anak. Pada usia 0-1 tahun terjadi perkembangan yang sangat pesat baik pada perkembangan secara fisik, motorik kasar dan halus, perkembangan kognitif, bahasa dan sosialisasi anak. Pada usia ini pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara cepat terutama dalam pertumbuhan fisik, pada usia 5 bulan berat badan anak sudah mencapai lima kali lipat berat badan lahir. Sedangkan untuk panjang badan pada usia 1 tahun sudah menjadi satu setengah kali panjang badan lahir. Pertambahan lingkar kepala juga pesat, pada usia 6 bulan pertama pertumbuhan lingkar kepala mencapai 50 %. Oleh karena itu, diperlukan pemberian gizi yang baik yaitu dengan memperhatikan prinsip menu yang seimbang untuk membantu mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Sigmund Freud dalam teori psikoseksual nya menyatakan bahwa anak bayi berada pada tahap oral dimana pada fase ini anak mendapatkan kenikmatan dan kepuasan dari berbagai pengalaman di daerah mulutnya. Pada tahap ini anak cendrung untuk memasukkan apapun kedalam mulutnya, sehingga anak lebih mudah terkena dan terinfeksi penyakit diare. Hal ini akan lebih diperberat apabila anak juga mengalami gizi buruk dan daya tahan tubuh yang rendah dan juga status immunisasi yang belum lengkap. Dalam Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 41. 27    pemenuhan nutrisi pada masa bayi yg lebih muda (< 6 bulan) anak disarankan hanya dari ASI, sementara itu pada bayi > 6 bulan anak sudah diperkenalkan untuk diberikan makanan tambahan mulai dari makanan cair, semi padat dan padat karena sistem pencernaan pada usia ini sudah mulai berkembang baik untuk mencerna makanan yang diberikan. Selain itu pada usia 5 bulan mulai terjadinya erupsi gigi pertama yang kemudian terus bertambah sesuai dengan pertambahan usia anak. Secara kognitif menurut Piget anak usia 0-2 tahun berada pada tahap sensori motorik dimana anak sudah mempunyai kemampuan dalam asimilasi dan mengakomodasi informasi dengan cara melihat, mendengar, menyentuh dan aktivitas motorik. Semua gerakan pada masa ini akan diarahkan kemulut dengan merasakan keingintahuan sesuatu dari apa yang dilihat, didengar, disentuh. Pertumbuhan dan perkembangan pada tahun kedua pada anak akan mengalami beberapa perlambatan dalam pertumbuhan fisik, dimana pada tahun kedua akan mengalami kenaikan berat badan sekitar 1,5–2,5 kg dan panjang badan 6-10 cm, kemudian pertumbuhan otak juga akan mengalami perlambatan yaitu kenaikan lingkar kepala hanya 2 cm, untuk pertumbuhan gigi terdapat pertumbuhan 8 buah gigi susu termasuk gigi gerahaham pertama, dan gigi taring sehingga seluruhnya berjumlah 14-16 buah. Dalam perkembangan motorik anak sudah mampu melangkah dan berjalan dengan tegak, pada sekitar usia 18 bulan anak mampu menaiki tangga dengan cara satu tangan dipegang dan pada akhir tahun kedua sudah mampu berlari kecil, menendang bola dan mulai melompat. Perkembangan motorik halus mampu menyusun atau membuat menara pada kubus. Kemampuan bahasa pada anak mulai ditunjukkan dengan anak mampu memiliki sepuluh perbendaharaan kata, kemampuan meniru dan mengenal serta responsif terhadap orang lain sangat tinggi, mampu menunjukkan dua gambar, mampu mengkombinasikan kata-kata, mulai mampu menunjukkan anggota badan. Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 42. 28    Pada perkembangn adaptasi sosial mulai membantu kegiatan rumah, menyuapi boneka, mulai menggosok gigi serta mencoba memakai baju. Pada usia 1-2 tahun menurut Freud anak memasuki tahap anal yang berlangsung antara usia 1-3 tahun (toddler). Pada fase ini salah satu tugas utamanya adalah latihan kebersihan atau yang disebut dengan “latihan toilet” (toiled trainning). Anak mengalami perasaan nikmat pada saat menahan, maupun pada saat mengeluarkan tinjanya. Sebagian kenikmatan itu berasal dari rasa puas yang bersifat egosentrik, yaitu bahwa ia bisa mengendalikan sendiri fungsi tubuhnya. Bila orang tua tidak membantu anak untuk menyelesaikan tugas latihan dengan baik, maka akan menimbulkan berbagai macam kesulitan tingkah laku anak dalam defekasi termasuk juga dengan kebiasaan anak untuk buang air besar di jamban atau WC, kebiasaan anak buang air besar di sembarang tempat dan di area terbuka seperti di got dan di tanah menyebabkan risiko untuk terjadinya penularan diare. Pada usia ini biasanya terjadi perubahan pada pola makan dimana anak sukar atau kurang mau untuk makan, selera makan berubahubah, cepat bosan dengan menu tertentu. Pada usia ini anak juga mulai belajar untuk makan sendiri karena kemampuan motorik halus anak dalam koordinasi antara mata dan tangan mulai berkembang baik sehingga anak lebih senang untuk makan sendiri, pentingnya orang tua untuk memperhatikan kebersihan tangan dan kuku anak sebelum makan. Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan juga sebaiknya diajarkan pada anak, sehingga anak dapat meminimalkan anak untuk terkontaminasi oleh agen-agen penyebab diare (Palupi, 2005). 2.2 KONSEP EPIDEMIOLOGI Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat suatu proses kejadian penyakit yakni proses interaksi antara manusia (Host) dengan berbagai sifatnya (biologis, fisiologis, psikologis, sosiologis dan antropologis) dengan penyebab (agent) serta dengan lingkungan (Enviroment) (Noor, 2000). Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 43. 29    Menurut John Gordon, model segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi tiga komponen penyakit yaitu Manusia (Host), penyebab (Agent) dan lingkungan (Enviromet). Untuk memprediksi penyakit, model ini menekankan perlunya analis dan pemahaman masing-masing komponen. Penyakit dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan antar ketiga komponen tersebut. Model ini lebih di kenal dengan model triangle epidemiologi atau triad epidemilogi dan cocok untuk menerangkan penyebab penyakit infeksi sebab peran agent (yakni mikroba) mudah di isolasikan dengan jelas dari lingkungan. Menurut model ini perubahan salah satu komponen akan mengubah keseimbangan interaksi ketiga komponen yang akhirnya berakibat bertambahnya atau berkurangnya penyakit.   Host              Agent                                     Environtment  Gambar 2.3.1 Model Segitiga Epidemiologi Pejamu (Host) adalah seseorang atau sekelompok orang yang rentan terhadap penyakit atau sakit tertentu. Faktor penjamu antara lain situasi atau kondisi fisik dan psikososial yang menyebabkan seseorang beresiko menjadi sakit. Hal-hal yang berkaitan dengan terjadinya penyakit pada manusia, antara lain umur, jenis kelamin, ras, kelompok etnik (suku) hubungan keluarga, bentuk anatomis tubuh, fungsi fisiologis atau faal tubuh, status kesehatan, termasuk status gizi, keadaan kuantitas dan respon monitor, kebiasaan hidup dan kehidupan sosial pekerjaan (Subari, 2004). Dalam manusia juga memiliki karakteristik yang sangat berpengaruh Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 44. 30    seperti jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), usia (tua, muda, anakanak). Semua itu berpengaruh terhadap timbulnya penyakit. Berbagai faktor internal dan eksternal yang dengan atau tanpanya dapat menyebabkan terjadinya penyakit atau sakit. Agen ini bisa bersifat biologis, kimia, fisik, mekanis atau psikologis (Efendi & Makhfudli, 2009). Menurut Noor (2000) agen terdiri dari biotis dan abiotis, agent biotis merupakan penyebab terjadinya penyakit-penyakit menular yaitu protozoa, metazoa, bakteri (E Coli enteroinvasife), virus, agen abiotis terdiri dari agent nutrisi yaitu karena kekurangan/kelebihan gizi, agen kimia seperti peptisida, logam berat, obat-obatan, agen fisik terdiri dari suhu, kelembaban, panas, radiasi dan kebisingan, gangguan psikologis, stress dan depresi juga dapat mempengaruhi timbulnya penyakit. Lingkungan sangat mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu organisme. Faktor lingkungan sangat menentukan dalam hubungan interaksi antara penjamu dengan faktor agen. Lingkungan dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu pertama lingkungan biologis yaitu mikroorganisme penyebab penyakit, reservoir penyakit infeksi (binatang, tumbuhan), vektor pembawa penyakit, tumbuhan dan binatang sebagai sumber bahan makanan, obat dan lainnya. Kedua lingkungan fisik yang terdiri dari udara, keadaan tanah, geografi, air, zat kimia dan populasi. Ketiga lingkungan sosial adalah semua bentuk kehidupan sosial politik dan sistem organisasi serta institusi yang berlaku bagi setiap individu yang membangun masyarakat tersebut, antara lain sistem ekonomi, bentuk organisasi masyarakat, sistem pelayanan kesehatan, keadaan kepadatan penduduk dan kepadatan rumah serta kebiasaan hidup masyarakat (Subari, 2004). Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 45. 31    2.4 PERAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni: pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi 2.3.1 Pencegahan Primer Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan dan faktor penjamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi. 2.3.1.1 Penyediaan air bersih Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir 70% tubuh manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan, minum, mandi, dan pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut WHO menetapkan kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat 60 liter. Selain dari peranan air sebagai kebutuhan pokok manusia (Mubarak & Chayatin, 2009). Selain untuk kebutuhan diatas air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit termasuk diare. Air dapat berperan sebagai penyebar mikroba patogen, sarang insekta penyebar penyakit. Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari sumber yang terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh dari kandang ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter dari sumber air. Air harus ditampung dalam wadah yang bersih dan pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 46. 32    yang bersih, dan untuk minum air harus di masak. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air besih (Mubarak & Chayatin, 2009). 2.3.1.2 Tempat pembuangan tinja   Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare. Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan keluarga harus membuang air besar di jamban. Jamban harus dijaga dengan mencucinya secara teratur. Jika tak ada jamban, maka anggota keluarga harus membuang air besar jauh dari rumah, jalan dan daerah anak bermain dan paling kurang sepuluh meter dari sumber air bersih (Andrianto, 1995). Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi syarat kesehatan: tidak mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air permukaan, tidak dapat di jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara, dan murah (Notoatmodjo, 1996). Menurut hasil penelitian Irianto (2004), anak balita yang berasal dari keluarga yang menggunakan jamban (kakus) yang dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi di kota dan 8,9 % di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 47. 33    keluarga yang mempergunakan sungai sebagi tempat pembuangan tinja, yaitu, 17,0% di kota dan 12,7% di desa. Sintamurniwaty (2006) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa yang tidak mempunyai jamban keluarga berisiko 2,09 kali lebih besar untuk terkena diare dari pada balita yang mempunyai jamban keluarga. 2.3.1.3 Status gizi Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh. Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan gizi. Menurut Palupi (2005) metode penilaian tersebut adalah konsumsi makanan, pemeriksaan laboratorium, pengukuran antropometri dan pemeriksaan klinis. Metode-metode ini dapat digunakan secara tunggal atau kombinasikan untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif. Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata makin banyak episode diare yang dialami. Mortalitas bayi dinegara yang jarang terdapat malnutrisi protein energi (KEP) umumnya kecil. Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk mengadakan kekebalan nonspesifik terhadap kelompok organisme berkurang. Risiko menderita diare pada balita yang mempunyai status gizi kurang adalah 2,54 kali lebih besar dibanding pada anak yang memiliki status gizi cukup (sintamurniwaty, 2006).  Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 48. 34    2.3.1.4 Pemberian Air Susu Ibu (ASI) . ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Untuk menyusui dengan aman dan nyaman ibu jangan memberikan cairan tambahan seperti air, air gula atau susu formula terutama pada awal kehidupan anak. Memberikan ASI segera setelah bayi lahir, serta berikan ASI sesuai kebutuhan. ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara penuh mempunyai daya lindung empat kali lebih besar terhadap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI pada enam bulan pertama kehidupannya, risiko menderita diare adalah 30 kali lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI (Depkes, 2000). Pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai berusia 4-6 bulan, akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena itu, dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi dengan ASI eksklusif dapat terlindung dari penyakit diare (Utami Roesli, 2001). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kamila (2005) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif lebih berisiko terhadap penyakit diare dibandingkan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif. Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 49. 35    2.3.1.5 Kebiasaan mencuci tangan Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan dengan penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung mikroorganisme patogen dengan melalui air minum. Pada penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting, karena lewat tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh manusia. Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan dengan penyediaan fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran sumber perantara oleh tinja serta menghalangi masuknya sumber perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut. Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya mencegah diare terutama setelah membersihkan tinja anak dan sebelum memberi makan anak dan sebelum menyiapkan makanan. Adanya hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare dikemukakan juga oleh Sintamurniwaty (2006), yang menjelaskan bahwa orang tua yang tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak, mempunyai risiko lebih besar terkena diare. 2.3.1.6 Imunisasi Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga pemberian imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare. Anak harus diimunisasi terhadap penyakit campak secepat mungkin setelah usia sembilan bulan. Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 50. 36    Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45 sampai 90% bayi berumur 9 sampai 11 bulan dapat mencegah 40 sampai 60% kasus campak. 0,6 sampai 3,8% kejadian diare dan 6 sampai 25% kematian karena diare pada balita (Suraatmaja, 2007). 2.3.2. Pencegahan Sekunder Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada si anak yang telah menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, yaitu kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan. 2.3.3 Pencegahan Tertier Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami kecacatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 51. 37    juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan. 2.5 MODEL PROMOSI KESEHATAN MENURUT NOLA J. PENDER Banyak model-model perilaku kesehatan yang bertujuan dalam peningkatan kesehatan di masyarakat. Salah satu model perilaku kesehatan adalah Model Promosi Kesehatan (Health Promotion) menurut Pender. Konsep ini juga mirip dengan kerangka model keyakinan kesehatan atau Health Belief Model. Konsep promosi kesehatan menurut Pender tidak hanya menjelaskan perilaku pencegahan penyakit tetapi juga mencakup perilaku lainnya untuk meningkatkan kesehatan dan mengaplikasikannya sepanjang daur kehidupan (Pender, 2002). Pengertian Promosi Kesehatan adalah suatu cara untuk menggambarkan interaksi manusia dengan lingkungan fisik dan interpersonalnya dalam berbagai dimensi. Model ini mengintegrasikan teori nilai harapan (Expectancy-value) dan teori kognitif sosial (Sosial Cognitif Theory) dalam perspektif keperawatan manusia dilihat sebagai fungsi yang holistik. Pada tahun 1996 Pender melakukan revisi terhadap konsep health promotion modelnya setelah dilakukan analisis dan studi riset terhadap HPM. Dalam revisinya Pender menambahkan tiga variable baru yang mempengaruhi individu untuk berpartisipasi dalam perilaku peningkatan kesehatan, yaitu sikap yang berhubungan dengan aktivitas (Activity-related affect), komitmen terhadap perencanaan kegiatan (Commitment to of action) serta kebutuhan untuk berkompetisi dan memilih (Immediate competing demand and preferences). Health Promotion Model (HPM) yang telah direvisi berfokus pada 10 kategori faktor yang menentukan terhadap tingkah laku peningkatan kesehatan. Model ini mengidentifikasi konsep yang relevan terhadap tingkah laku peningkatan kesehatan. Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 52. 38    KARAKTERISTIK DAN PERILAKU SPESIFIK PENGALAMAN INDIVIDU PERILAKU YANG PENGETAHUAN & SIKAP DIHARAPKAN Manfaat Tindakan Kebutuhan untuk berkompetisi (control diri rendah) & memilih (kontrol diri tinggi) Hambatan yang dirasakan Perilaku Sebelumnya Kemajuan diri Sikap yang berhubungan dengan aktivitas Faktor Personal: Biologis Psikologikal Sosio-kultural Komitmen terhadap rencana tindakan Prilaku promosi kesehatan Pengaruh Interpesonal: Keluarga,teman sebaya ,pelayanan kesehatan, norma-norma, dukungan sosial, model Pengaruh Situasional : Persepsi terhadap pilihan yang ada Karakteristik kebutuhan Ciri-ciri estetik lingkungan Skema 2.4.1. Health Promotion Model. Sumber : Tomey & Alligood (2006) Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 53. 39    Health Promotion Model yang telah direvisi berfokus pada 10 kategori faktor yang menentukan terhadap tingkah laku peningkatan kesehatan. Model ini mengidentifikasi konsep yang relevan terhadap tingkah laku peningkatan kesehatan (Pender,2002). Adapun konsep utamanya terdiri: 1. Perilaku sebelumnya (Prior related behavior). Perilaku sebelumnya mempunyai pengaruh langsung dalam pelaksanaan perilaku promosi kesehatan, adapun pengaruh langsung dari perilaku tersebut secara otomatis sementara itu pengaruh tidak langsung adalah melalui persepsi pada self efficacy, manfaat, hambatan dan pengaruh aktivitas yang muncul dari perilaku tersebut. 2. Faktor personal (Personal factor) yang terdiri dari Personal biological faktor, meliputi beberapa variabel seperti usia, jenis kelamin, indek masa tubuh, status pubertas, status menopause, kekuatan dan keseimbangan. Personal psychological factor yang terdiri dari harga diri, motivasi diri, kompetensi pribadi, persepsi status kesehatan dan definisi kesehatan. Personal sosiocultural factor terdiri dari ras, etnik, akulturasi, pendidikan, status sosial ekonomi. 3. Persepsi terhadap manfaat tindakan (Perceived benefits of action). Kesadaran akan manfaat tindakan merupakan hasil positif yang diharapkan yang akan diperoleh dari perilaku sehat. 4. Hambatan yang dirasakan (Perceived barrier to action). Kesadaran akan hambatan tindakan di antisipasi, dibayangkan atau dibentuk riil dan biaya pribadi diperhitungkan untuk melakukan tindakan. Dalam hubungannya dengan perilaku promosi kesehatan, hambatanhambatan ini dapat berupa imaginasi maupun nyata. Hambatan ini terdiri atas persepsi mengenai ketidaktersediaan, tidak menyenangkan, biaya, kesulitan atau penggunaan waktu untuk tindakan-tindakan khusus. Hambatan tinggi maka tindakan ini tidak Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 54. 40    mungkin terjadi. Jika kesiapan untuk bertindak tinggi dan hambatan rendah mungkin untuk melakukan tindakan lebih besar. 5. Kemampuan Diri (Perceived slf-efficacy). Kesadaran akan kemampuan diri merupkan penilaian kapabilitas diri untuk mengorganisasi perilaku promosi kesehatan. Kesadaran akan kemampuan diri mempengaruhi kesadaran akan adanya hambatan/tantangan untuk melakukan tindakan. Kemampuan diri (self efficacy) dipengaruhi oleh aktivitas yang berhubungan dengan dampak makin positif dampaknya makin besar pula persepsi efficacynya, sebaliknya self efficacy mempengaruhi hambatan tindakan, dimana efficacy yang tinggi akan mengurangi persepsi terhadap hambatan tindakan, dimana efficacy yang tinggi akan mengurangi persepsi terhadap hambatan untuk melaksanakan perilaku yang ditargetkan. Self efficacy memotivasi perilaku promosi kesehatan secara langsung dengan harapan efficacy dan secara tidak langsung dengan mempengaruhi hambatan dan komitmen dalam merencanakan tindakan. 6. Afek sikap yang berhubungan dengan aktivitas (Activity-related affect). Pengaruh berdasarkan aktivitas mendeskripsikan perasaan positif dan negatif sebelum, selama dan perilaku selanjutnya yang berdasarkan pada stimulus perilaku itu sendiri. Pengaruh berdasarkan aktivitas mempengaruhi kesadaran akan kemampuan diri. Perasaan subjektif sebelum, saat dan setelah suatu respon afektif ini dapat ringan, sedang atau kuat dan secara sadar ditandai, disimpan di dalam memori dan dihubungkan dengan pikiran-pikiran perilaku selanjutnya. Respon-respon afektif terhadap perilaku khusus terdiri atas 3 komponen yaitu emosional yang muncul terhadap tindakan itu sendiri (Activity-related), menindak diri sendiri (self-related), atau lingkungan dimana tindakan itu terjadi (context-related). Perasaan yang dihasilkan kemungkinan akan mempengaruhi apakah individu akan mengulang perilaku itu lagi atau mempertahankan perilaku Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 55. 41    lamanya. Perasaan yang tergantung pada perilaku ini telah diteliti sebagai determinan perilaku kesehatan pada penelitian terakhir. Afek yang berhubungan dengan perilaku mencerminkan reaksi emosional langsung terhadap pemikiran tentang perilaku tersebut, yang bisa positif atau negatif, apakah perilaku tersebut, yang bisa positif atau negatif, apakah perilaku tersebut menggembirakan, menyenangkan, dapat dinikmati, membingungkan, atau tidak menyenangkan. Perilaku yang berhubungan dengan afek positif kemungkinan akan diulang dan yang negatif kemungkinan akan dihindari. Beberapa perilaku, bisa menimbulkan perasaan positif dan negatif. Dengan demikian, keseimbangan relatif diantara afek positif dan negatif sebelum, saat dan setelah perilaku tersebut merupakan hal yang penting untuk diketahui. 7. Pengaruh individu (Interpesonal influences), pengaruh interpersonal adalah kesadaran mengenai perilaku, kepercayaan atau pun sikap terhadap orang lain. Kesadaran ini bisa atau tidak bisa sesuai dengan kenyataan. Sumber utama pengaruh interpersonal pada perilaku promosi kesehatan adalah keluarga (orang tua dan saudara kandung), teman, dan petugas perawatan kesehatan. Pengaruh interpersonal meliputi norma (harapan dari orang-orang yang berarti), dukungan sosial (dorongan instrumental dan emosional) dan modeling (pembelajaran melalui mengobservasi perilaku khusus seseorang). Tiga proses interpersonal ini pada sejumlah penelitian kesehatan tampak mempredisposisi seseorang untuk melaksanakan perilaku promosi kesehatan . 8. Pengaruh situasi (Situational influence) yang merupakan persepsi dan pemikiran pribadi atau situasi yang menciptakan atau konteks yang dapat memfasilitasi sebuah perilaku, terdiri dari persepsi terhadap pilihan yang tersedia, karakteristik kebutuhan, dan estetika lingkungan yang dapat mendukung, perilaku promosi kesehatan. Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 56. 42    Pengaruh situasi terhadap perilaku sehat dapat secara langsung maupun tidak langsung. Persepsi kesadaran personal terhadap berbagai situasi atau keadaan dapat memudahkan atau menghalangi suatu perilaku. Pengaruh situasi pada perilaku promosi kesehatan meliputi persepsi terhadap pilihan yang ada, karakteristik permintaan, dan ciri-ciri estetik dari suatu lingkungan dimana perilaku tersebut dilakukan. 9. Komitmen dengan rencana tindakan ( Commitmen to plan of action). Komitmen ini mendeskripsikan konsep tentang intensi dan identifikasi strategi yang terencana yang mendukung implementasi perilaku sehat. 10. Kebutuhan untuk berkompetisi (Immediate competing demans and preferences). Kebutuhan ini merupakan perilaku alternatif untuk individu dengan kontrol diri yang lemah, sebab ada ancaman lingkungan seperti tanggung jawab dan perawatan keluarga. 11. Perilaku peningkatan kesehatan (Health-promoting behavior). Perilaku peningkatan kesehatan merupakan titik akhir atau hasil tindakan secara langsung yang ingin dicapai sebagai hasil yang positif seperti kondisi kesehatan yang optimal, terpenuhinya kebutuhan pribadi, dan kehidupan yang produktif. Contoh perilaku promosi kesehatan adalah diet yang sehat, latihan secara teratur, manajemen stress, istirahat secara adekuat, meningkatkan pertumbuhan spiritual dan membangun hubungan yang positif. Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 57. 43    Asumsi dasar Pender’s Health Promotion Model merefleksikan pola piker tentang ilmu perilaku serta menekankan pada peran aktif pasien dalam mengelola perilaku sehat dengan modifikasi lingkungan. Adapun asumsi dari HPM menurut pender adalah sebagai berikut: 2.4.1 Individu mencari cara untuk mengekpresikan potensi kesehatan mereka yang berbeda satu sama lain dalam menjalani kehidupan. 2.4.2 Individu memeiliki kemampuan untuk merefleksikan kesadaran diri, termasuk mengkaji kompetensi diri sendiri. 2.4.3 Prinsip individu berkembang kearah positif dan selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antara perubahan dan kemampuan pribadi. 2.4.4 Individu berupaya secara aktif untuk melakukan kebiasaan secara kontinu 2.4.5 Individu dalam konteks biopsikososial berhubungan erat denagn lingkungan, saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan. 2.4.6 Profesi kesehatan terlibat dalam lingkungan interpersonal dengan memberikan pengaruh pada individu selama daur kehidupan. 2.4.7 Inisiatif pribadi membentuk pola interaksi anatara individu dengan lingkungan adalah penting untuk perubahan perilaku. Berdasarkan bukunya yang berjudul “Health Promotion nursing practice” (1996) maka dapat ditentukan kerangka teori dari Pender. Pembahasan lengkapnya akan diuraikan sebagai berikut: Keperawatan, dalam usahanya untuk selalu menampilkan perilaku promosi kesehatan, ada kalanya individu mengalami penurunan kondisi. Dalam hal ini individu mengalami kondisi dimana dia tidak mampu mempertahankan perilakunya tetapi tidak terlalu membutuhkan pengawasan ketat, perawat dapat mengajukan perilaku alternatif yang disebut dengan competing demands yaitu dengan membagi tanggung jawab ini bersama keluarga agar dapat membantu individu dan mempertahankan perilaku yang positif. Sedangkan jika individu Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 58. 44    memerlukan pengawasan yang cukup ketat, maka perawat mengambil alih tanggung jawab tersebut. Perilaku alternatif ini disebut dengan competing preferences. Selain itu terdapat didalamnya yaitu normanorma (harapan dari orang terdekat), dukungan sosial, dan modeling. Keluarga dan tenaga kesehatan merupakan sumber dari pengaruh interpersonal. Oleh karena itu perawat dapat mempengaruhi perilaku klien dengan memberikan model perilaku yang menunjukkan perilaku sehat. Manusia, menurut Pender menyatakan bahwa manusia mempunyai faktor-faktor personal, diantaranya adalah faktor biologis personal, yang termasuk dalam faktor ini anatara lain usia, jenis kelamin, indek masa tubuh, ststus pubertas. Faktor psikososial personal, yang termasuk dalam faktor ini antara lain harga diri, memotivasi diri, kompetensi diri, persepsi terhadap status kesehatan dan definisi individu terhadap kesehatan dan juga terdiri dari faktor sosiokultural yaitu ras, etnik, pendidikan dan status sosial ekonomi. Kesehatan, keberhasilan klien memperlihatkan “perilaku promosi kesehatan” merupakan tujuan akhir dari teori ini. Kemampuan untuk menunjukkan perilaku promosi kesehatan akan berdampak pada hasil kesehatan yang positif, seperti kesejahteraan. “personal fulfillment” dan hidup yang produktif. Contoh dari perilaku yang menunjukkan promosi kesehatan antara lain makan makanan sehat, oleh raga teratur, pengelolaan stress, istirahat yang cukup, kebutuhan spiritual terpenuhi, dan membina hubungan sosial yang baik. Lingkungan, pengaruh situasional merupakan persepsi dan kognisi yang muncul dalam berbagai situasi atau konteks yang dapat memfasilitasi atau menghambat perilaku promosi kesehatan pada individu. Yang termasuk didalamnya adalah adanya pilihan persepsi, karakteristik kebutuhan, dan gambaran estetika yang memungkinkan perilaku promosi kesehatan dapat dilakukan. Pengaruh situasional ini memiliki pengaruh langsung maupun tak langsung dalam perilaku kesehatan. Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 59. 45    Konsep Health Promotion (HPM) dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan dalam pencegahan terhadap kejadian penyakit diare pada anak. Diperlukan komitmen bersama dari semua komponen yang ada baik dari masyarakat terutama adalah orang tua yang mempunyai anak balita maupun dari tenaga kesehatan termasuk juga perawat. Pentingnya peran perawat dalam upaya pencegahan terhadap berbagai penyakit infeksi seperti diare, dengan memutuskan rantai penularan infeksi. Faktor lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap penularan penyakit diare , lingkungan yang tidak sehat merupakan sarana tempat berkembang biaknya agen-agen penyebab diare seperti air sumber air bersih yang tidak memadai, sarana/tempat pembuangan tiinja dan jamban yang tidak layak. Selain itu pentingnya mempertahankan daya tahan tubuh anak dengan pemberian imunisasi yang lengkap dan pemberian makanan yang bergizi akan menurunkan risiko anak terkena penyakit. Dengan pemberian penyuluhan kesehatan yang tepat pada orang tua tentang penyakit diare dan pola hidup yang sehat diharapkan dapat mencegah terjadinya penyakit diare pada anak. Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 60. 46    2.6 KERANGKA TEORI Faktor Penyebab & Risiko Faktor Penyebab Infeksi Malabsorbsi Makanan basi, beracun & alergi Sebab lain Tindakan Peran Perawat : primer, sekunder, tersier Pemberian Penkes tentang penyakit, penatalaksanaan, pencegahan & perawatan diare Hambatan yang dirasakan Ya Merasakan manfaat tindakan Faktor Anak Usia Jenis Kelamin ASI ekslusif Status Gizi Imunisasai Kebersihan tangan dan kuku Sikap Diare Pada Anak Faktor Ibu: Usia, Pendidikan Pengetahuan Kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan anak Penghasilan keluarga Prilaku promosi kesehatan Komitmen terhadap rencana tindakan Pengaruh Interpesonal: Tidak Keluarga (orang tua) , pelayanan kesehatan Pengaruh Situasional : Faktor Sosial Ekonomi Hasil Kekambuhan Diare Persepsi terhadap pilihan yang ada, karakteristik kebutuhan, ciri-ciri estetik lingkungan Skema 2.4.2. Kerangka Teori Penelitian Sumber : Tomey & Alligood (2006); Mubarak (2009)  Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
  • 61. 47    BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL Bab ini menguraikan tentang kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian dan definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian. 3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian merupakan landasan berfikir untuk melakukan penelitian yang dikembangkan berdasarkan tinjauan pustaka. Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka teori yang telah diuraikan sebelumnya penulis membuat kerangka konsep berdasarkan teori Nola. J. Pender tentang Health Promotion Model. Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari faktor anak (usia , jenis kelamin, pemberian ASI ekslusif, status gizi, imunisasi campak, kebersihan tangan dan kuku) dan faktor ibu ( usia , pendidikan, pengetahuan, kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan anak ) faktor sosial ekonomi (penghasilan keluarga). Sedangkan variabel dependennya yaitu kejadian diare pada anak usia < 2 tahun. Secara rinci dapat digambarkan dalam skema berikut: 47 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011 Universitas Indonesia
  • 62. 48    Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen Variabel Dependen Faktor Anak Usia Jenis kelamin Pemberian ASI Ekslusif Status Gizi Imunisasi Campak Kebersihan tangan dan kuku anak Faktor Ibu Kejadian diare pada anak < 2 tahun Usia Pendidikan Pengetahuan Kebiasaan mencuci tangan Sebelum memberikan makan pada anak Faktor Sosial Ekonomi Penghasilan keluarga 47 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011 Universitas Indonesia
  • 63. 49    3.2 Hipotesis Berdasarkan variabel yang diteliti maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 3.2.1 Makin muda usia balita (< 1 tahun) makin besar risiko terjadinya diare 3.2.2 Jenis kelamin anak laki-laki berisiko lebih besar terhadap kejadian diare. 3.2.3 Tidak diberikan ASI eksklusif pada anak berisiko lebih besar terhadap kejadian diare. 3.2.4 Status gizi anak yang buruk merupakan faktor risiko kejadian diare. 3.2.5 Tidak diberikannya immunisasi campak pada anak merupakan faktor risiko kejadian diare. 3.2.6 Tangan kotor dan kuku panjang pada anak merupakan faktor risiko kejadian diare. 3.2.7 Makin muda usia ibu (< 20 tahun) dan makin tua usia ibu (>30 tahun) merupakan faktor risiko kejadian diare. 3.2.8 Tingkat pendidikan ibu rendah merupakan faktor risiko kejadian diare. 3.2.9 Kurangnya pengetahuan ibu merupakan faktor risiko kejadian diare. 3.2.10 Tidak mencuci tangan sebelum memberi makan anak merupakan faktor risiko kejadian diare. 3.2.11 Penghasilan keluarga yang rendah merupakan faktor risiko kejadian diare. 3.3 Definisi Operasional Definisi operasional pada penelitian ini akan menguraikan tentang variabel independen yang dimaksud adalah faktor anak yang terdiri dari usia anak, jenis kelamin anak, ASI ekslusif, status gizi dan immunisasi campak, Kebersihan tangan dan kuku anak), faktor ibu terdiri dari usia, pendidikan, pengetahuan dan juga kebiasaan mencuci tangan dan kebiasaan sebelum 47 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011 Universitas Indonesia
  • 64. 50    memberikan makan pada anak, faktor sosial ekonomi yaitu penghasilan keluarga. Variabel dependennya adalah kejadian diare pada anak usia dibawah 2 tahun di RSUD Koja Jakarta Utara. Definisi Operasional variabel yang diteliti dijelaskan pada table 3.1 berikut : Tabel 3.3. Definisi Operasional Variabel Defenisi Operasional Cara Ukur & Alat Ukur Variabel Dependen Kejadian Bertambahnya Diare frekuensi defekasi lebih dari 3 atau lebih disertai dengan perubahan konsistensi feses menjadi encer. Variabel Independent Usia anak Lamanya hidup yang dihitung berdasarkan bulan kelahiran Hasil Ukur 0 = Tidak diare 1 = Diare Cara Ukur : 1= 12 – 24 bulan Melihat catatan medis dan 2= 4 – 11 bulan mengisi berdasarkan ulang tahun terakhir dalam tahun Skala Nominal Interval Alat Ukur : Kuesioner Jenis Kelamin anak Identitas diri atau Melihat catatan 1 = Perempuan seksual anak sejak medis dan 2= Laki-laki ia dilahirkan. melihat dari langsung pasien. Nominal ASI Eksklusif Pemberian Hanya Jawaban yang 1=Mendapatkan ASI saja sampai ada di ASI Eksklusif usia bayi 6 bulan. kuesioner 2=Tidak mendapatkan ASI eksklusif Ordinal 47 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011 Universitas Indonesia
  • 65. 51    Variabel Defenisi Operasional Cara Ukur & Alat Ukur Hasil Ukur Skala Imunisasi campak Cakupan pemberian Jawaban yang 0=Mendapatkan Nominal imunisasi campak ada immunisasi yang didapatkan dikuesioner campak dalam 1 tahun 1=Tidak pertama mendapatkan immunisasi campak 2= Belum cukup umur Status Gizi Keadaan tubuh balita yang diukur dengan indeks berat badan menurut umur (BB/U) lalu dibandingkan dengan standar WHO dan dikelompokkan berdasarkan nilai Z score pada standar Kebersihan tangan dan kuku Kondisi tangan dan Observasi kuku : bersih serta kuku tidak panjang Usia Ibu Lamanya hidup Berdasarkan isi 1= 20 – 30 tahun Ordinal yang dihitung kuesioner yang (tidak berisiko) berdasarkan tahun ditulis ibu kelahiran. 2= < 20 dan > 30 tahun berisiko) Pendidikan Ibu Pendidikan formal terakhir yang diikuti dan dinyatakan lulus. Cara Ukur : 0=Normal, jika ordinal Melihat catatan BB/U> - 2 SD rekam medis – + 2SD klien atau 1=Kurang gizi/, melakukan jika BB/U < -2 penimbangan SD BB langsung. 2=Gizi buruk, jika BB/U <-3 Alat Ukur : SD Kurva pengukuran BB menurut standar WHO. 1=Tangan & kuku Nominal bersih dan pendek 2=Tangan & kuku kotor dan panjang Melihat dari 1=Tinggi Ordinal pendidikan ibu (SLTA/AKA/ yang diisi dari PT) kuesioner 2=Rendah (SD SMP) 47 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011 Universitas Indonesia
  • 66. 52    Variabel Defenisi Operasional Pengetahuan Pemahaman tentang subtansi yang diukur berdasarkan nilai/skor terhadap jawaban yang benar (Arikunto, 1993) Cara Ukur & Alat Ukur Hasil Ukur Skala Cara Ukur : 0=Baik, bila Interval Dengan nilai/skor ≥ 76 melihat skor % yang diperoleh 1=Cukup, bila responden, nilai skor 56kemudian 75 % membandingka 2=Kurang baik n dengan skor bila nilai/skor maksimal dan ≤ 55 % dikalikan 100 Alat Ukur : Kuesioner Kebiasaan cuci tangan Perilaku ibu untuk Jawaban dari 1=Selalu membersihkan kuesioner 2=Kadangtangan sebelum kadang memberikan makan 3= Jarang anak dengan 4=Tidak pernah menggunakan sabun Penghasilan Keluarga Kondisi keuangan Catatan Ukur : 1=Tinggi, bila Ordinal atau penghasilan Jawaban dari penghasilan yang diperoleh kuesioner per bulan >1jt keluarga per bulan 2=Rendah bila Alat Ukur : penghasilan kuesioner per bulan <1 jt. 47 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011 Ordinal Universitas Indonesia
  • 67. 53   BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan tentang jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, populasi dan sampel penelitian, jenis dan cara pengumpulan data serta pengolahan dan analisa data. 4.1 Desain Penelitian Desain penelitian merupakan keseluruhan rencana peneliti untuk mendapatkan jawaban pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis penelitian (Polit & Hungler, 2006). Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan menggunakan rancangan studi case control bersifat retrospektif. Rancangan studi kasus kontrol tanpa penyetaraan yaitu untuk mempelajari hubungan faktor risiko dengan. Terjadinya diare pada anak usia dibawah 2 tahun, dengan cara membandingkan kelompok kasus yaitu anak yang dirawat dengan diare dan kelompok kontrol yaitu anak yang dirawat di ruang anggrek RSUD Koja yang tidak menderita atau terdiagnosa diare tetapi memiliki karakteristik yang sama dengan kelompok kasus. 4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2007). Populasi dari penelitian ini adalah pasien anak yang dirawat dengan penyakit diare. Data diperoleh dari rekam medis RSUD Koja. 53 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011 Universitas Indonesia
  • 68. 54   4.3.2 Sampel Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi sebagai perangkat elemen yang dipilih untuk dipelajari (Sugiono, 2007). Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu sesuai yang dikehendaki peneliti berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya, dengan kriteria inklusi sebagai berikut : a. Anak berusia 4 bulan - 2 tahun b. Anak yang dirawat dengan diare untuk kelompok kasus dan non diare untuk kelompok kontrol. c. Orang tua klien bersedia anaknya dijadikan responden Kriteria ekslusi sebagai berikut yaitu : a. Anak dengan kondisi yang kritis b. Orang tua klien tidak kooperatif Besarnya sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan uji hipotesis beda 2 proporsi satu sisi dengan rumus sebagai berikut (Ariawan, 1998) : {Z1−α n= (2 P(1− P )) + Z1− β (P1(1− P1))+ P 2(1− P 2)}2 (P1 − P 2)2 Keterangan: N = Besar sampel minimal Z1-α = nilai Z pada derajat kepercayaan 1- α (90%,95%,99% = 1,28, 1,64, 2,33) Z1-β = Nilai Z pada kekuatan uji (power) 1- β (80%, 90%, 95%,99% = 0,84, 1,28, 1,64, 2,33) P1 = Proporsi efek standar (dari kepustakaan) P2 = Proporsi efek yang diteliti P = Rata-rata P1-p2 = (P1+P2)/2 53 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011 Universitas Indonesia