TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
Digital 20282739 t yeni iswari
1.
UNIVERSITAS INDONESIA
TESIS
ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE
PADA ANAK USIA DIBAWAH 2 TAHUN
DI RSUD KOJA JAKARTA
YENI ISWARI
0906621533
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
DEPOK,
JULI 2011
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
2.
UNIVERSITAS INDONESIA
TESIS
ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE
PADA ANAK USIA DIBAWAH 2 TAHUN
DI RSUD KOJA JAKARTA
Tesis ini diajukan sebagai satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Ilmu Keperawatan
YENI ISWARI
0906621533
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
PEMINATAN KEPERAWATAN ANAK
DEPOK,
JULI 2011
i
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
6. ABSTRAK
Nama
: Yeni Iswari
Program Studi: Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Keperawatan Anak
Judul
: Analisis Faktor-faktor Risiko Kejadian Diare pada Anak Usia
dibawah 2 tahun di RSUD Koja Jakarta
Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh
dunia dan di negara berkembang. Berdasarkan profil kesehatan DKI Jakarta 2009,
dilaporkan jumlah kasus diare sebesar 164.743 dimana kasus diare 50% terjadi pada
balita. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan
dengan kejadian diare. Metode penelitian menggunakan rancangan case control,
dengan jumlah sampel 54 untuk kelompok kasus dan 54 untuk kelompok kontrol.
Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan chi square test. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kejadian diare memiliki hubungan yang signifikan
dengan status gizi (p value= 0,037), dan kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum
memberikan makan pada anak (p value= 0,038). Rekomendasi perlunya penelitian
lebih lanjut dengan .
Kata kunci : faktor risiko, diare, anak usia < 2 tahun.
v
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
7. ABSTRACT
Name
: Yeni Iswari
Stdy Program
: Master of Nursing Majoring in Pediatric Nursing, Faculty of
Nursing University of Indonesia
Title
: Analysis of risk factor for the incidence of diarrhea in
children aged under 2 year
Diarrhea disease is a major cause of morbidity and mortality worldwide and in
developing countries. Based on the health profile of DKI Jakarta 2009, the reported
number of cases of diarrhea of 164,743 where 50% of diarrhea cases occurred in
infants. This study aims to identify and explain factors related to the incidence of
diarrhea. This research method using case-control design, with sample size 54 for
cases group and 54 for control group. Data analysis was performed univariate,
bivariate with chi square test. The results showed that risk factors affect has a
significant relationship with nutritional status (p value= 0.037), and the habits of
mothers wash their hands before providing eating in children (p value= 0.038).
Recommendations that further research is another factor that affects anda is
associated with diarrhea.
Key words: risk factors, diarrhea, children < 2 year.
vi
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
8. KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yanng Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan segala kebaikannya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis dengan judul “ Analisis Faktor Kejadian Diare pada Anak Usia dibawah 2
tahun di Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta Utara”.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sulit
bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini,
penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. Ibu Dessie wanda,S.Kp, MN selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu,
pikiran dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan untuk
kesempurnaan proposal ini.
2. Bapak Besral, SKM, MSc selaku pembimbing II yang juga telah memberikan
bimbingan, masukan dan arahan selama penyusunan proposal.
3. Ibu Krisna Yetti, S.Kp., M.App.Sc, selaku Ketua Program Pasca Sarjana Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
4. Ibu Dewi Irawaty, M.A, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
5. Seluruh staf akademik dan non akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia yang telah menyediakan fasilitas dan dukungan demi kelancaran
penyusunan proposal ini.
6. Dr. Togi, selaku Direktur RSUD Koja Jakarta yang telah memberikan ijin untuk
melakukan penelitian di rumah sakit RSUD Koja.
7. Kepala Ruangan Anak beserta staf yang telah membantu pelaksanaan penelitian,
8. Ibu Rusmawati Sitorus,S.Pd.,M.A, selaku Direktur Akademi Keperawatan
Harum yang telah memberikan kesempatan dan memberikan motivasi.
9. Seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan doa, kasih sayang, semangat,
dukungan yang tidak terbatas selama penyusunan proposal ini
10. Rekan sejawat dosen Akademi Keperawatan Harum yang telah memberikan
bantuan dan semangat.
vii
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
9. 11. Sahabat-sahabatku kelas anak Program Pasca Sarjana angkatan 2009 atas
dukungan, masukan dan semangatnya.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
kritik dan saran selalu kami harapkan, semoga tesis ini dapat bermanfaat
untuk pihak-pihak yang membutuhkan.
Depok, Juli 2011
Penulis
viii
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
10. DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………… ……….
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS……………………………
ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………
iii
ABSTRAK………………………………………………………………….
v
KATA PENGANTAR ……………………………………………………..
vii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….
ix
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….
xi
DAFTAR SKEMA …………………………………………………………
xii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………
xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………
1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………
7
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………….
8
1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………….
8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Diare ………………………………………………….
10
2.2 Karakteristik Anak Balita yang Berhubungan dengan Diare …
26
2.3 Konsep Epidemiologi ……………………………………..........
27
2.4 Peran Perawat dalam Pencegahan Penyakit …………………..
31
2.5 Model Promosi Kesehatan menurut Nola.J.Pender …….
37
2.6 Kerangka Teori ……………………………………………….
46
BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI
OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep ……………………………………………….
47
3.2 Hipotesis Penelitian …………………………………………….
49
3.3 Definisi Operasional ……………………………………………
49
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Disain Penelitian ………………………………………………...
4.2 Populasi dan Sampel …………………………………………….
53
4.3 Tempat Penelitian ……………………………………………….
57
4.4 Waktu dan Tempat Penelitian …………………………………..
53
57
ix
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
11. 4.5 Etika Penelitian ………………………………………………….
57
4.6 Alat Pengumpulan Data …………………………………………
59
4.7 Prosedur Pengumpulan Data ………………………………………
61
4.8 Pengolahan dan Analisis Data ……………………………………..
62
4.9 Analisa Data………………………………………………………..
63
BAB 5 HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Karakteristik Responden ………………………………..
66
5.2 Hubungan Karakteristik Faktor-faktor Kejadian Diare pada Anak
71
Usia < 2 Tahun……………………………………………………...
5.3 Faktor Dominan Risiko Kejadian Diare pada Anak Usia < 2
76
Tahun………………………………………………………………..
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1 Interpretasi dan Hasil Diskusi……………………………………….
80
6.2 Keterbatasan Penelitian ……………………………………………..
92
6.3 Implikasi Keperawatan ……………………………………………..
92
BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan…………………………………………………………….
94
7.2 Saran ………………………………………………………………...
94
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
12. DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Derajat Dehidrasi Maurice King …………………………….
15
Tabel 3.1
DefInisi Operasional …………………………………………
50
Tabel 5.1
Distribusi Karakteristik Anak di RSUD Koja ………………….
67
Tabel 5.2
Distribusi Karateristik Anak Berdasarkan Pemberian ASI
68
Eksklusif di RSUD Koja ……………………………………….
Tabel 5.3
Distribusi
Frekuensi
Resoponde
Menurut
Karateristik
69
Ibu……………………………………………………………..
Tabel 5.4
Tabel 5.6
Distribusi frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan
Berdasarkan Kuisioner……………………………………….
Distribusi Karateristik Faktor Sosial Ekonomi dengan Kejadian
Diare…………………………………………………………….
Hubungan antara karakteristik Anak dengan kejadian diare
71
Tabel 5.7
Hubungan antara usia ibu dengan kejadian diare……………..
73
Tabel 5.8
Hubungan antara pengahasilan keluarga dengan kejadian diare
75
Tabel 5.9
Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian
Diare pada anak usia < 2 tahun di RSUD Koja Jakarta Utara
76
Tabel 5.10
Langkah pertama regresi logistik Analisis Raktor Resiko yang
Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak Usia < 2 tahun
di RSUD Koja Jakarta Utara…………………………………..
Model II: Analisis Multivariat Variabel Status Gizi, Usia Ibu,
Pendidikan Ibu dan cuci Tangan Terhadap Faktor Resiko
Kejadian Diare Pada Anak Usia < 2 Tahun Di RSUD Koja
Jakarta Utara …………………………………………………………………
Perbandingan Odd Ratio (OR) Sebelum dan sesudah variable
77
Tabel 5.5
Tabel 5.11
Tabel 5.12
70
70
78
78
pendidikakan ibu di keluarkan pada responden di RSUD Koja
Tabel 5.13
Model Akhir: Analisis Multivariat Variabel Status Gizi, ASI
Eksklusif, Pendidikan Ibu dan Cuci Tangan Terhadap Risiko
Kejadian Diare pada Anak Usia < 2 tahun Di RSUD Koja
Jakarta…………………………………………………………..
xi
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
79
13. DAFTAR SKEMA
Skema 2.4.1 Health Promotion Nola. J. Pender …………………………
38
Skema 2.4.2 Kerangka Teori Penelitian …………………………………
46
Skema 3.1
48
Kerangka Konsep Penelitian ………………………………
xii
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
14. DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lembar Penjelasan Penelitian
Lampiran 2
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 3
Kuisioner Penelitian
Lampiran 4
Jadual Kegiatan Penelitian
Lampiran 5
Kisi-kisi Kuesioner
Lampiran 6
Kunci Jawaban Kuisioner Pengetahuan
Lampiran 7
Biodata
xiii
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
15. 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Anak adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi penerus bangsa.
Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini.
Anak yang sehat merupakan dambaan dari semua orang tua, namun tidak
semua anak dengan kondisi sehat. Gangguan kesehatan yang terjadi pada masa
anak-anak dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak, khususnya jika
gangguan tersebut terjadi pada saluran pencernaan yang mempunyai peranan
penting dalam penyerapan nutrisi yang diperlukan untuk menunjang tumbuh
kembang anak. Salah satu gangguan pada saluran pencernaan yang sering
terjadi pada anak adalah diare. Diare adalah penyakit yang ditandai dengan
bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai
perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah atau lendir
(Suraatmaja, 2007).
Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas
pada anak di seluruh dunia, yang menyebabkan 1 billiun kejadian sakit dan 3-5
juta kematian tiap tahunnya. Di Amerika Serikat, 20-35 juta kejadian diare
terjadi setiap tahun. Pada 16,5 juta anak penderita diare tersebut berusia kurang
dari 5 tahun dan 400-500 kejadian diare mengakibatkan kematian (Nelson,
2000). Berdasarkan data dari UNICEF di dunia didapatkan bahwa setiap 30
detik, satu balita meninggal akibat diare (Depkes, 2003).
Diare masih merupakan masalah kesehatan yang hingga kini masih menjadi
penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak di
Indonesia.Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka
morbiditas masih cukup tinggi (Virdayati, 2002). Saat ini morbiditas diare di
Indonesia sebesar 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang
tertinggi di ASEAN, Di ASEAN anak-anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali
1
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
16. 2
kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup anak dihabiskan
untuk diare (Soebagyo, 2008).
Menurut data dari World Health Organization (WHO), pada tahun 2003 diare
merupakan penyebab kematian nomor tiga didunia pada anak balita umur 5
tahun, dengan PMR (Proportional Mortality Rate) 17 % setelah kematian pada
neonatal sebesar 37 % dan Pneumonia sebesar 19%. Pada tahun yang sama,
diare di Asia Tenggara juga menempati urutan nomor tiga penyebab kematian
pada anak dibawah umur lima tahun dengan PMR sebesar 18%. Selain itu
berdasarkan
Survei
Kesehatan
rumah
Tangga
(SKRT)
tahun
2001
menunjukkan bahwa di Indonesia penyakit diare juga merupakan penyebab
kematian nomor tiga pada balita di Indonesia dengan PMR sebesar 10% setelah
penyakit sistem pernafasan (28%) dan gangguan perinatal (26%). Sementara itu
dari hasil Survey Kesehatan Nasional (Surkenas) tahun 2001 diketahui bahwa
penyakit diare adalah penyebab kematian nomor dua pada balita dengan PMR
sebesar 13,2% setelah penyakit pernafasan.
Hasil Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2002 mendapatkan
prevalensi diare balita di perkotaan sebesar 3,3 % dan di pedesaan sebesar 3,2
%, dengan angka kematian diare balita sebesar 23/100.000 penduduk pada lakilaki dan 24/100.000 penduduk pada perempuan, dari data tersebut kita dapat
mengukur berapa kerugian yang ditimbulkan apabila pencegahan diare tidak
dilakukan dengan semaksimal mungkin dengan mengantisipasi faktor risiko
apa yang mempengaruhi terjadinya diare pada balita
Menurut laporan Departemen Kesehatan (2005) di Indonesia setiap anak
mengalami diare 1,6–2 kali setahun. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 menjelaskan bahwa 14 persen balita
mengalami diare dalam dua minggu sebelum dilakukan survei, Terjadi
peningkatan sebesar 3 persen lebih tinggi dari temuan SDKI 2002-2003 yaitu
sebesar 11 persen. Dengan prevalensi diare tertinggi terjadi pada anak umur 6
1
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
17. 3
bulan sampai 35 bulan yang diprediksi karena anak mulai aktif bermain dan
berisiko terkena infeksi.
Dari profil kesehatan Indonesia dilaporkan bahwa Kejadian Luar biasa (KLB)
diare pada balita dari tahun 2006 sampai 2009 mengalami penurunan kasus.
Pada tahun 2006 KLB terjadi di 16 provinsi dengan kasus lebih dari dua kali
lipat dibandingkan tahun 2005, yaitu 10.980 penderita, dan angka kematian
25,2% (Depkes 2006). Pada tahun 2008 dan 2009, KLB diare terjadi di 15
provinsi dengan jumlah penderita tahun 2008 sebesar 8.443 sedangkan pada
tahun 2009 turun menjadi 5.756 orang dengan jumlah kematian pada tahun
2008 sebanyak 209 orang. Keadaan ini meningkat dari tahun 2007 dimana
jumlah penderita sebanyak 3.659 orang dengan jumlah kematian 69 orang
(Depkes, 2009).
Berdasarkan profil kesehatan DKI Jakarta tahun 2009, jumlah kasus diare yang
dilaporkan sebanyak 164.734 kasus dimana kasus diare 50% terjadi pada
balita. Jakarta Utara merupakan wilayah ke dua terbanyak yang menderita diare
pada balita yaitu 21.441 kasus (24%) setelah wilayah Jakarta Timur dengan
28.222 kasus (31%) kemudian diikuti dengan Jakarta Barat (19%), Jakarta
Selatan (14%) dan Jakarta Pusat 12 % (Profil kesehatan DKI, 2009)
Data statistik yang didapatkan dari rekam medik di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Koja dari bulan Januari sampai bulan Desember 2010
didapatkan data bahwa angka kejadian penyakit diare merupakan penyebab
kesakitan ke-3 setelah Tifoid dan DBD pada anak balita yang dirawat dirumah
sakit, dengan jumlah kasus 543 orang pasien dengan angka insiden anak usia
kurang satu tahun sebanyak 232 (42,7%) sedangkan pada anak toddler dan pra
sekolah sebesar 311 (57,2 %) pasien .
Anak usia di bawah 2 tahun sangat rentan terkena penyakit. Banyak faktor
penyebab dan risiko yang berkontribusi terhadap kejadian diare pada anak,
terutama pada bayi dimana daya tahan tubuh anak masih rendah sehingga
rentan untuk terkena penyakit infeksi seperti diare. Bila ditinjau dari tahapan
1
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
18. 4
tumbuh kembang bayi menurut Sigmund Freud, bayi berada pada fase oral
dimana kepuasan anak ada pada daerah mulut, sehingga apapun dimasukan
kedalam mulut, ini mengakibatkan anak mudah mengalami penyakit infeksi
terutama pada saluran pencernaan. Pada tahapan anak toddler, anak berada
pada fase anal dimana fase ini diperkenalkan toilet training yaitu anak mulai
diperkenalkan dan diajarkan untuk melakukan buang air besar di toilet atau
jamban yang benar, kebiasaan anak buang air besar di sembarang tempat dan
diarea terbuka seperti digot dan ditanah menyebabkan resiko untuk terjadinya
penularan diare.
Pada usia toddler anak sangat aktif dan lebih rentan terhadap penyakitpenyakit infeksi terutama yang menyerang saluran pencernaan. Pada masa ini
anak banyak mengalami permasalahan-permasalahan yang berhubungan
dengan pola makan, Anak biasanya mulai bosan dengan menu makanan yang
dimasak di rumah sehingga anak cendrung untuk membeli makanan atau
jajanan dari luar rumah yang belum tentu terjamin kebersihannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Winlar (2002) mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian diare pada anak usia 0-2 tahun di kelurahan Turangga
menyebutkan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor
tersebut adalah status sosial ekonomi yang rendah sebesar 61,54%, kurangnya
pengetahuan orang tua tentang cuci tangan yang benar sebesar 54,7%,
kebiasaan ibu memberikan berbagai macam makanan selingan/ snack sebesar
53,5% dan kebiasaan buruk pada kehidupan anak sebesar 61,87%.
Selain itu Hira (2002) melakukan penelitian pada 325 anak usia kurang dari 5
tahun, untuk menganalisis faktor kejadian diare pada anak balita di kecamatan
Bantimurung Sulawesi Selatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang
berhubungan terhadap kejadian diare pada balita adalah kebiasaan ibu
mencuci tangan sebelum memberikan
makan anak balita, sedangkan
pendidikan kesehatan pada ibu, pekerjaan, kebiasaan mencuci tangan setelah
buang air besar dan persiapan air bersih tidak berhubungan dengan kejadian
diare pada balita di kecamatan bantimurung.
1
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
19. 5
Penelitian lain terkait kejadian diare adalah penelitian yang dilakukan oleh
Warouw (2002) yang melakukan penelitian tentang hubungan faktor
lingkungan dan sosial ekonomi dengan morbiditas keluhan diare dan ISPA.
Dari hasil penelitian tersebut didapatkan gambaran prevalensi keluhan diare di
Indonesia sebesar 3,3% dimana tidak ada perbedaan prevalensi diare antara di
kota dengan di desa. Dari hasil analisis multivariat diketahui bahwa faktor
risiko terjadinya diare yaitu penghuni rumah yang ber alokasi di daerah rawan
banjir sebesar 43 kali (95% CI:1,15 – 1,79) berisiko terhadap diare, kondisi
fisik rumah yang tidak baik berisiko sebesar 1,23 kali (95%CI:1,03-1,46)
terhadap terjadinya diare dan jumlah balita lebih dari satu dalam keluarga
berisiko sebesar 0,83 kali (95%CI:0,071-0,98) terhadap terjadinya diare.
Adisasmito (2007), melakukan systematic review terkait faktor diare pada bayi
dan balita, yang dilakukan terhadap 18 penelitian akademik di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada tahun 2000-2005 yang
dilakukan terhadap 3884 (65-500) subyek penelitian. Tujuan penelitian
tersebut adalah melihat faktor risiko diare pada bayi dan balita di Indonesia.
Dari hasil penelitian dapat disampaikan bahwa faktor risiko yang sering
diteliti adalah faktor lingkungan yaitu sarana air bersih dan jamban. Faktor
risiko diare dari faktor ibu yang bermakna adalah pengetahuan, perilaku dan
kebersihan ibu sedangkan faktor risiko diare dari faktor anak yaitu status gizi
dan pemberian ASI ekslusif. Faktor lingkungan berdasarkan sarana air bersih
(SAB) yang lebih banyak diteliti adalah jenis SAB (rerata OR=3,19), risiko
pencemaran SAB (rerata OR=7,89), dan sarana jamban (rerata OR=17,25).
Dari berbagai penelitian yang dilakukan terhadap faktor-faktor penyebab diare
diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab yang paling sering menyebabkan
terjadinya diare pada anak adalah faktor sosial ekonomi, pengetahuan dan
pemahaman orang tua terhadap diare, perilaku mencuci tangan sebelum
memberikan makanan pada anak dan sesudah buang air bersih, lingkungan
yang tidak sehat dan ketersediaan air bersih.
1
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
20. 6
Banyaknya kasus kejadian diare terutama yang terjadi pada anak usia dibawah
2 tahun hal ini memerlukan perhatian dari semua tenaga kesehatan termasuk
perawat. Perawat memegang peranan penting dalam
melakukan usaha
pencegahan terhadap timbulnya penyakit, terutama perawat anak dan
komunitas. Ada 3 peranan perawat dalam
pencegahan penyakit yaitu
pencegahan primer (primary prevention), pencegahan sekunder (secondary
prevention) serta pencegahan tersier (tertiary prevention).
Pencegahan primer dapat di lakukan dengan upaya peningkatan kesehatan
seperti memberikan pendidikan kesehatan/penyuluhan kesehatan pada
masyarakat (Efendi & Makhfudli, 2009). Penyuluhan kesehatan yang
diberikan kepada orang tua yang mempunyai anak balita yaitu pencegahan
diare pada anak dan faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diare,
pentingnya pola hidup sehat, kebersihan diri dan lingkungan yang sehat, selain
itu juga dengan meningkatkan daya tahan anak dengan pemberian immunisasi
pada balita. Sehingga anak tidak mengalami kejadian berulang.
Peran perawat yang dapat dilakukan terkait pencegahan sekunder bertujuan
untuk mencegah terjadinya keparahan pada anak yang yang sedang sakit
(Efendi & Makhfudli, 2009). Pada anak yang sudah terinfeksi akibat diare,
perawat dapat memberikan pengetahuan pada orang tua tentang perawatan
anak selama sakit, pemberian cairan yang adekuat sehingga anak dapat
terhindar dari berbagai komplikasi yang ditimbulkan seperti dehidrasi, syok
bahkan kematian. Sedangkan upaya yang dilakukan dalam pencegahan tersier
yaitu dengan usaha pencegahan terhadap anak yang telah sembuh dari sakit
sehingga tidak terjadi kekambuhan atau terinfeksi diare kembali sehingga
anak kembali dirawat dengan kondisi yang lebih parah melalui pemberian
penyuluhan lebih lanjut tentang perawatan dan penatalaksanaan anak yang
mengalami diare di rumah serta pemulihan kondisi tubuh anak dengan
pemberian gizi yang baik dan seimbang serta pentingnya pola hidup sehat
dalam kehidupan sehari-hari.
1
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
21. 7
Berdasarkan peran perawat yang telah dibahas, hal yang penting untuk
dilakukan adalah mengetahui faktor risiko terhadap kejadian
diare pada
anak, diharapkan dapat mencegah terjadinya komplikasi akibat kehilangan
cairan pada anak sehingga kematian pada anak akibat diare dapat dihindari.
Hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan analisis terhadap faktor-faktor
risiko terjadinya diare pada anak terutama pada anak usia dibawah 2 tahun.
1.2. Rumusan Masalah
Di Indonesia penyakit diare masih merupakan penyakit yang sering
menyerang pada anak terutama anak dibawah usia dua tahun. Walaupun
Angka mortalitas diare menurun namun angka morbiditas diare pada anak
masih cukup tinggi. Seriusnya dampak akibat penyakit diare pada anak,
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak akibat
kehilangan cairan yang sering serta terganggunya proses absopsi makanan
dan zat nutrien yang dibutuhkan anak untuk pertumbuhan bahkan bisa
mengakibatkan kematian pada anak.
Rentannya anak usia balita, terutama usia dibawah 2 tahun terhadap berbagai
macam penyakit infeksi terutama untuk penyakit pada saluran pencernaan
seperti diare sering dihubungkan karena masih rendahnya daya tahan tubuh
anak terhadap berbagai macam infeksi, status gizi buruk pada anak balita dan
juga kurangnya kebersihan anak terutama tangan dan kuku.
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai
faktor penyebab dan risiko timbulnya diare pada anak terutama anak usia
balita. Dari beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan ada beberapa
faktor yang mempengaruhi tingginya kasus diare pada anak yaitu status sosial
ekonomi, perilaku mencuci tangan sebelum memberikan makan dan setelah
buang air besar, ketersediaan air bersih dan lingkungan yang tidak sehat.
Pertanyaan penelitian ini adalah faktor-faktor penyebab apa saja yang
mempengaruhi kejadian diare pada anak usia dibawah 2 tahun ?
1
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
22. 8
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor risiko kejadian diare
pada anak usia dibawah 2 tahun di Rumah Sakit Umum Daerah Koja
Jakarta Utara.
1.3.2. Tujuan Khusus
Teridentifikasinya hubungan antara :
1.3.2.1 Faktor anak (usia, jenis kelamin, ASI ekslusif, status gizi,
immunisasi campak, kebersihan tangan dan kuku) dengan
risiko kejadian diare
1.3.2.2 Faktor ibu (usia, pendidikan, pengetahuan, kebiasaan mencuci
tangan sebelum memberikan makan pada anak dengan risiko
kejadian diare
1.3.2.3 Faktor sosial ekonomi (penghasilan keluarga) dengan risiko
kejadian diare.
1.3.2.2 Faktor dominan risiko kejadian diare pada anak usia dibawah 2
tahun.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat untuk Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan tambahan
pengetahuan tentang risiko kejadian diare pada anak.
Dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
diperlukannya pelayanan kesehatan dapat berupa penyuluhan kesehatan
kepada orang tua selama anak dirawat dirumah sakit tentang pencegahan
dan perawatan anak dengan diare. Selain itu hasil dari riset ini berguna
sebagai bahan masukan dalam program pencegahan dan pemberantasan
diare.
1
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
23. 9
1.4.2 Perawat di Rumah Sakit
Bagi perawat di rumah sakit adalah pentingnya melakukan pencegahan
sekunder selama anak dirawat dirumah sakit yaitu dengan melakukan
pemantauan cairan yang adekuat terhadap anak diare sehingga
meminimalkan terjadinya dehidrasi dan syok serta penyuluhan
kesehatan bagi keluarga dan orang tua dengan anak yang dirawat
dengan diare tentang penatalaksanaan dan perawatan anak diare serta
upaya pencegahan terjadinya diare pada anak.
1.4.3 Bagi ilmu keperawatan
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dalam bidang keperawatan,
khususnya pada bidang yang berhubungan terhadap penyakit infeksi
yang sering terjadi di masyarakat dalam hal pemberian asuhan
keperawatan dan dapat menjadikan ilmu keperawatan di Indonesia
semakin berkembang.
1
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
24. 10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Teori dan konsep yang berkaitan dengan hal yang akan diteliti akan diuraikan
pada bab ini sebagai landasan dalam melaksanakan penelitian. Adapun uraian
tersebut terdiri dari konsep diare, tumbuh kembang dan karakteristik anak
dibawah usia 2 tahun yang berhubungan dengan diare, konsep epidemiologi,
peran perawat dalam pencegahan penyakit dan teori model promosi kesehatan
menurut Nola. J. Pender.
2.1.KONSEP DIARE
2.1.1 Pengertian
Diare didefinisikan sebagai inflamasi pada membran mukosa lambung
dan usus halus yang ditandai dengan diare, muntah-muntah yang
berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi
dan gangguan keseimbangan elektrolit (Betz, 2009). Juffrie dkk ( 2010)
menyebutkan diare adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari
3 kali sehari, disertai konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu.
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal
atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan
volume cairan, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti
lebih dari 3x/ hari (Hidayat, 2008). Diare merupakan penyakit yang
terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses selain dari frekuensi
buang air besar. Seseorang dikatakan diare bila feses lebih berair dari
biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air
besar berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes, 2009).
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
25. 11
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa diare adalah bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari 3 kali per hari pada bayi dan lebih dari 6
kali pada anak, yang disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi
encer.
2.1.2 Klasifikasi Diare
Ada dua jenis diare menurut Suraatmaja (2002) yaitu diare akut dan
diare kronik. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada
bayi dan anak yang sebelumnya sehat sedangkan diare kronik adalah
diare yang berkelanjutan sampai 2 minggu atau lebih dengan kehilangan
berat badan atau berat bada tidak bertambah (failure to thrive) selama
masa diare tersebut. Diare kronik dibagi menjadi beberapa jenis yaitu
diare persisten yaitu diare yang disebabkan oleh infeksi. Protracted diare
yaitu diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu dengan tinja cair dan
frekuensi 4 x atau lebih perhari. Diare Intraktabel adalah diare yang
timbul berulang kali dalam waktu singkat ( misalnya 1-3 bulan).
Prolonged diare adalah diare yang berlangsung lebih dari 7 hari. Cronic
non specific diarrhea adalah diare yang berlangsung lebih dari 3 minggu
tetapi tidak disertai gangguan pertumbuhan dan tidak ada tanda-tanda
infeksi maupun malabsorsi.
2.1.2 Etiologi
Etiologi diare akut dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu faktor
infeksi yang dibagi menjadi infeksi enteral dan parenteral. Infeksi
enteral yaitu infeksi yang terjadi pada saluran pencernaan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak, meliputi: infeksi bakteri,
virus, parasit, protozoa dan jamur. Bakteri yang sering menjadi
penyebab
diare
adalah
Vibrio,
E.Coli,
Salmonella,
Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, infeksi virus disebabkan oleh
Enteroovirus, Adenovirus, Rotarovirus, Astrovirus dan infeksi parasit
disebabkan oleh cacing Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides,
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
26. 12
Protozoa disebabkan oleh Entamoeba histolytica, Giardia lambia,
Ttrichomonas hominis, dan jamur yaitu Candida albicans.
Sementara itu infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar
alat pencernaan, seperti Otitis media akut (OMA), tonsilitis,
bronkopneumonia dan ensefalitis. Keadaan ini terutama terdapat pada
bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
Etiologi berikutnya adalah faktor malabsopsi. Malabsopsi yang bisa
terjadi yaitu terhadap karbohidrat: disakarida ( intoleransi laktosa,
maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan
galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah
laktosa. Malabsopsi lemak dan protein juga merupakan penyebab
timbulnya diare.
Selain infeksi virus, bakteri, jamur dan malabsopsi faktor makanan
seperti makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan dan juga faktor
psikologis
seperti ketakutan dan kecemasan juga berkonstribusi
terhadap timbulnya diare, walaupun jarang dapat menimbulkan diare
terutama pada anak yang lebih besar.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare yaitu pertama terjadinya
gangguan osmotik dimana terjadinya peningkatan tekanan osmotik
dalam rongga usus akibat makanan yang tidak dapat dapat diserap
sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus yang merangsang terjadinya diare. Kedua yaitu
gangguan sekresi yang terjadi akibat toksin yang berada di dinding
usus, sehingga terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit melalui
saluran pencernaan. Ketiga yaitu gangguan mortalitas usus yang
mengakibatkan terjadinya hiperperistaltik dan hipoperistaltik.
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
27. 13
Sedangkan etiologi pada diare kronik sangat komplek dan merupakan
gabungan faktor yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi.
Menurut WHO ada beberapa faktor penyebab diare kronik yaitu
adanya infeksi bakteri dan parasit yang sudah resisten terhadap
antibiotika/anti parasit, disertai overgrowth bakteri non-patogen seperti
pseudomonas, klebssiella, streptokok, stafilokok. Kerusakan pada
epitel usus pada awalnya akan terjadinya kekurangan enzim laktase
dan
protase
yang
mengakibatkan
terjadinya
maldigesti
dan
malabsorpsi karbohidrat dan protein, dan pada tahap lanjut setelah
terjadi KEP yang menyebabkan terjadi atropi mukosa lambung, usus
halus disertai penumpukan villi serta kerusakan hepar dan pankreas.
Gangguan imunologis yang terjadi pada anak akan berdampak
penurunan pada sistem pertahanan tubuh anak terhadap bakteri, virus,
parasit dan jamur yang masuk kedalam usus yang berkembang dengan
cepat, dengan akibat lanjut menjadi diare persisten dan malabsorpsi
makanan yang lebih berat. Faktor lain yang juga menjadi penyebab
diare kronik yaitu penangan diare yang tidak efektif, penghentian
pemberian
ASI
dan
makanan
serta
pemberian
obat-obatan
antimotalitas (Suraatmaja, 2009).
2.1.3 Mekanisme Terjadinya Diare
Proses terjadinya gastroenteritis dapat disebabkan oleh berbagai
kemungkinan faktor diantaranya pertama faktor infeksi, proses ini
dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk kedalam
saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan
merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan usus. Selanjutnya
terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan
gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan elektrolit. Atau juga
dikatakan adanya toksin bakteri atau akan menyebabkan sistim
transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang
kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
28. 14
Faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi
yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehinga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan
isi rongga usus sehingga terjadi gastroenteritis. Ketiga, faktor makanan
dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik
sehingga terjadi peningkatan dan penurunan peristalistik yang
mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang
kemudian menyebabkan gastroenteritis (Hidayat, 2008. )
2.1.4 Gejala Diare
Menurut Ngastiah (2005) Pada mulanya bayi/anak menjadi cengeng,
kemudian suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak
ada, kemudian timbulah diare. Tinja makin cair, mungkin bercampur
lendir dan darah, warna tinja makin lama makin berubah kehijauhijauan karena bercampur dengan empedu. Karena anak sering
defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi
makin asam akibat banyaknya asam laktat yang terjadi
dari
pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsopsi oleh usus. Gejala
muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
Bila anak telah banyak kehilangan air dan elektrolit, terjadilah gejala
dehidrasi. Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, dan ubunubun besar menjadi cekung (pada bayi), turgor kulit berkurang, selaput
lendir pada bibir, mulut serta kulit tampak kering dan terjadi keram
abdomen (Suraatmaja, 2009)
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
29. 15
2.1.5 Derajat Dehidrasi
Menurut Suraatmaja (2009) derajat dehidrasi dapat ditentukan
berdasarkan
2.1.6.2 Kehilangan berat badan
Pada dehidrasi ringan terjadi penurunan berat badan sebesar
2,5 sampai 5 %, pada dehidrasi sedang terjadi penurunan berat
badan 5 sampai 10% sedangkan pada dehidrasi berat terjadi
penurunan berat badan > 10%.
2.1.6.2 Skor Maurice King
Tabel 2.1
Derajat dehidrasi menurut Maurice King
Bagian tubuh
yang diperiksa
Keadaan umum
Nilai untuk gejala yang ditemukan
0
sehat
1
2
Gelisah, cengeng,
Mengigau,
apatis, ngantuk
koma/syok
Elastisitas kulit
Normal
Sedikit kurang
Sangat kurang
Mata
Normal
Sedikit kurang
Sangat cekung
Ubun-ubun
Normal
Sedikit kurang
Sangat cekung
Normal
Kering
Kering &
besar
Mulut
sianosis
Denyut
Kuat>120
Sedang (120-140) Kering &
nadi/mnt
sianosis , >140
Untuk menentukan elastisitas kulit, kulit perut “dicubit” selama
30-60 detik, kemudian dilepas. Jika kulit kembali normal dalam
waktu 2 sampai 5 detik menandakan anak mengalami dehidrasi
ringan, 5 sampai 10 detik anak mengalami dehidrasi sedang
dan bila terjadi dehidrasi tinggi turgor kulit kembali lebih dari
10 detik. Berdasarkan skor yang ditemukan pada penderita,
dapat ditentukan derajat dehidrasinya yaitu dehidrasi ringan
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
30. 16
(skor 0 sampai 2), dehidrasi sedang (3 sampai 6), dehidrasi
berat (skor >7).
2.1.6.3 Berdasarkan Managemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Yang termasuk dalam kategori dehidrasi berat adalah
terdapatnya tanda-tanda letargis atau anak tidak sadar, mata
cekung, anak tidak bisa minum atau malas minum serta
cubitan
perut
kembalinya
sangat
lambat.
Dehidrasi
ringan/sedang terjadi apabila terdapat dua atau lebih dari
tanda-tanda berikut anak menjadi gelisah dan rewel/marah,
mata cekung, haus. Minum dengan lahap, cubitan kulit perut
kembalinya lambat.
2.1.7 Komplikasi
Kebanyakan penderita diare sembuh tanpa mengalami komplikasi,
tetapi sebagian kecil mengalami komplikasi dari dehidrasi, kelainan
elektrolit atau pengobatan yang diberikan. Adapun komplikasi yang
dapat terjadi yaitu hiponatremia dapat terjadi pada penderita diare yang
minum cairan sedikit/ tidak mengandung natrium. Penderita gizi buruk
mempunyai kecendrungan mengalami hiponatremia. Sedangkan
hipernatremia sering terjadi pada bayi baru lahir sampai usia 1 tahun
(khususnya bayi berumur kurang dari 6 bulan). Biasanya terjadi pada
diare yang disertai muntah dengan intake cairan/makanan kurang, atau
cairan yang di minum mengandung terlalu banyak natrium.
Hipokalsemia terjadi jika penggantian kalium selama dehidrasi tidak
cukup, akan terjadi kekurangan kalium yang ditandai dengan
kelemahan pada tungkai, ileus, kerusakan pada ginjal dan aritmia
jantung. Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau
hilangnya basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi
alkalosis respiratorik, yang ditandai dengan pernafasan yang dalam dan
cepat.
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
31. 17
Ileus paralitik merupakan komplikasi yang penting dan sering
berakibat fatal, terutama pada anak kecil sebagai akibat penggunaan
obat antimotilitas yang ditandai dengan distensi abdomen, muntah,
peristaltik usus berkurang atau tidak ada.
2.1.8 Penatalaksanaan
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare
bagi semua kasus diare pada anak balita baik yang dirawat di rumah
sakit maupun dirawat dirumah, yaitu :
2.1.8.1 Pemberian cairan atau rehidrasi
Pada klien diare yang harus diperhatikan adalah terjadinya
kekurangan cairan atau dehidrasi. Oleh sebab itu, pemantauan
derajat dehidrasi dan keadaan umum pada pasien sangatlah
penting. Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan
diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na,
HCO, K dan Glukosa, untuk gastroenteritis akut diatas umur 6
bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 5060 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan
gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut
diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawah ke
rumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut. Untuk
pemberian cairan parenteral jumlah yang akan diberikan
tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang
diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat
badannya (Juffrie, 2011).
2.1.8.2 Pemberian Zinc
Zinc diberikan untuk mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc
juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Penggunaan zinc
ini memang popular beberapa tahun terakhir karena memiliki
evidence based yang bagus. Beberapa penelitian telah
membuktikannya. Penggunaan zinc dalam pengobatan diare
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
32. 18
akut didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau
terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses
perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc
pada diare dapat meningkatkan absopsi air dan elektrolit oleh
usus halus ,meningkatkan regenerasi epitel usus, meningkatkan
jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun
yang mempercepat pembersihan patogen dari usus (Juffrie,
2011).
Menurut Depkes (2008) dari penelitian yang dilakukan di
Indonesia menunjukkan bahwa zinc mempunyai efek protektif
terhadap diare dan menurunkan kekambuhan diare sebanyak
11% dan menurut hasil pilot studi menunjukkan bahwa zinc
mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67%. Zinc diberikan
selama 10 -14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh
dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air
matang, ASI, atau oralit. Untuk anak yang lebih besar, Zinc
dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit
(Juffrie, 2011).
2.1.8.3 Pengobatan dietetik dan pemberian ASI
Pengobatan dietetik adalah dengan pemberian makanan dan
minuman khusus pada klien dengan tujuan penyembuhan dan
menjaga kesehatan. Adapun hal yang perlu diperhatikan adalah
untuk anak dibawah satu tahun dengan berat badan kurang dari
7 Kg, jenis makanan yang diberikan adalah memberikan asi
dan susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam
lemak tidak jenuh misalnya LLM, makanan setengah padat
(bubur, makanan padat Nasi Tim). Memberikan bahan
makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral
dan makanan yang bersih.
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
33. 19
Prinsip pengobatan dietetik yaitu B – E – S – E singkatan dari
Oralit, Breast Feeding, Early Feeding, Stimulaneously with
Education (Suraatmaja, 2009).
2.1.8.4 Pengobatan Kausal
Pengobatan yang tepat terhadap kausa diare diberikan setelah
di ketahui penyebab pasti. Jika kausa diare penyakit parental,
diberikan antibiotika sistemik. Jika tidak terdapat infeksi
parental,
antibiotik
baru
boleh
diberikan
kalau
pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan bakteri patogen.
2.1.8.5 Pengobatan Simtomatik
Pemberian obat anti diare bertujuan untuk menghentikan diare
secara cepat seperti antispasmodik.
2.1.9. Pencegahan Diare
Menurut Juffie (2010), upaya pencegahan diare dapat dilakukan
dengan cara mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare.
Kuman-kuman pathogen penyebab diare umumnya disebarkan
secara fekal-oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare
perlu difokuskan pada cara penyebaran. Adapun upaya pencegahan
diare yang terbukti efektif meliputi pemberian ASI yang benar,
memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping
ASI, penggunaan air bersih yang cukup, membudayakan kebiasaan
mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum
makan, penggunaan jamban yang bersih dan hiegienis oleh seluruh
anggota
keluarga,
membuang
tinja
bayi
yang
benar
dan
memperbaiki daya tahan tubuh penjamu.
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan
tubuh anak dan dapat mengurangi resiko diare antara lain dengan
memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun, meningkatkan nilai
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
34. 20
gizi makanan pendamping ASI badan memberi makanan dalam
jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak, pemberian
imunisasi campak.
Sedangkan menurut Suraatmaja (2007) ada tujuh intervensi
pencegahan diare yang efektif yaitu dengan pemberian ASI,
memperbaiki asupan makanan sapihan, menggunakan air bersih
yang cukup banyak, mencuci tangan, menggunakan jamban
keluarga, cara membuang tinja yang baik dan benar serta pemberian
immunisasi campak, pada balita, 1 sampai 7 % kejadian diare
berhubungan dengan campak, dan diare yang terjadi pada campak
umumnya lebih berat dan lebih lama (susah diobati, cendrung
menjadi kronis) karena
adanya kelainan pada epitel usus.
Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45 sampai 90 %
bayi berumur 9 sampai 11 bulan dapat mencegah 40 sampai 60%
kasus campak, 0,6 sampai 3,8% kejadian diare dan 6 sampai 25%
kematian karena diare pada balita.
2.1.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Diare
Banyak faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya diare pada
bayi dan balita. Cara penularan diare pada umumnya melalui cara
fekal–oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar
oleh enteropatogen, atau kontak langsung dengan tangan penderita
atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak
langsung melalui lalat. (melalui 4 F = finger, flies, fluid, field).
Adapun faktor resiko terjadinya diare yaitu :
2.1.10.1 Faktor Anak
Bayi dan anak balita merupakan kelompok usia yang
paling banyak menderita diare, kerentanan kelompok usia
ini juga banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
umur anak, pemberian ASI, status gizi anak dan status
imunisasi campak.
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
35. 21
a. Faktor umur
Sebagian besar diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok
umur 6 sampai 11 bulan, pada saat diberikan makanan
pendamping ASI (Juffrie, 2011). Hal ini dikarenakan
belum terbentuknya kekebalan alami dari anak usia
dibawah
satu
kombinasi
tahun.
efek
Pola
penurunan
ini
menggambarkan
kadar
antibodi
ibu,
kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan
yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak
langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat
bayi mulai dapat merangkak (Depkes, 1999).
Dari
hasil
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Sinthamurniwaty (2005) terhadap faktor-faktor risiko
kejadian diare akut di Semarang menyatakan bahwa
kelompok umur yang paling banyak menderita diare
adalah umur < 24 bulan yaitu sebesar 58,68 %,
kemudian 24-36 bulan sebesar 24,65 %, sedangkan
paling sedikit umur 37- 60 bulan 16,67 %.
b. Jenis Kelamin Anak
Dari beberapa penelitian yang dilakukan bahwa terdapat
perbedaan jumlah kasus anak laki-laki dan perempuan
yang
menderita
diare.
Palupi
(2009)
dalam
penelitiannya tentang status gizi hubungannya dengan
kejadian diare pada anak diare, menjelaskan bahwa
pasien laki-laki yang menderita diare lebih banyak dari
pada perempuan dengan perbandingan 1,5:1 (dengan
proporsi pada anak laki-laki sebesar 60 % dan anak
perempuan sebesar 40%. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2005) yang
menyatakan bahwa risiko kesakitan diare pada balita
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
36. 22
perempuan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan
balita laki-laki dengan perbandingan 1 : 1,2, walaupun
hingga saat ini belum diketahui penyebab pastinya.
Kemungkinan terjadinya hal tersebut dikarenakan pada
anak
laki-laki
lebih
aktif
dibandingkan
dengan
perempuan, sehingga mudah terpapar dengan agen
penyebab diare.
c.
Status Gizi
Status gizi pada anak sangat berpengaruh terhadap
kejadian penyakit diare. Pada anak yang menderita
kurang gizi dan gizi buruk yang mendapatkan asupan
makan yang kurang mengakibatkan episode diare
akutnya menjadi lebih berat dan mengakibatkan diare
yang lebih lama dan sering. Risiko meninggal akibat
diare persisten dan atau disentri sangat meningkat bila
anak sudah mengalami kurang gizi. Beratnya penyakit,
lamanya dan risiko kematian karena diare meningkat
pada anak-anak dengan kurang gizi, apalagi pada yang
menderita gizi buruk (Palupi, 2009).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito (2007)
terhadap beberapa penelitian faktor risiko diare di
Indonesia didapatkan hasil bahwa status gizi yang
buruk merupakan faktor risiko terjadinya diare. Hal ini
sejalan
dengan
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Sinthamurniwaty (2005) yang menyatakan bahwa balita
dengan status gizi rendah mempunyai risiko 4,21 kali
terkena diare akut dibanding balita dengan status gizi
baik.
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
37. 23
d. Status Imunisasi Campak
Menurut Suraatmaja (2007), pada balita, 1-7% kejadian
diare berhubungan dengan campak, dan diare yang
terjadi pada campak umumnya lebih berat dan lebih
lama (susah diobati, cendrung menjadi kronis) karena
adanya kelainan pada epitel usus. Diare dan disentri
lebih sering terjadi atau berakibat berat pada anak-anak
dengan campak atau menderita campak dalam 4 minggu
terakhir.
Hal
ini
disebabkan
karena
penurunan
kekebalan pada penderita (Depkes, 1999).
2.1.10.2 Faktor Orang tua
Peranan orang tua dalam pencegahan dan perawatan anak
dengan
diare
sangatlah
penting.
Faktor
yang
mempengaruhinya yaitu umur ibu, tingkat pendidikan,
pengetahuan ibu mengenai hidup sehat dan pencegahan
terhadap penyakit. Rendahnya tingkat pendidikan ibu dan
kurangnya pengetahuan ibu tentang pencegahan diare dan
perawatan anak dengan diare merupakan penyebab anak
terlambat ditangani dan terlambat mendapatkan pertolongan
sehingga beresiko mengalami dehidrasi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hermin (1994),
ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan
SLTP keatas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan
cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding
dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD kebawah.
Dari penelitian Cholis Bachroen dan Soemantri (1993)
diketahui pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap morbiditas anak balita, begitu pula hasil penelitian
Sunoto (1990).
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
38. 24
Tingkat pengetahuan ibu, sikap dan perilaku keluarga dalam
tatalaksana penderita diare mencegah terjadinya kondisi anak
dengan dehidrasi (Sukawana, 2000)
Sementara itu dari hasil survei yang dilakukan oleh SDKI
(2007) terhadap pengetahuan ibu tentang diare didapatkan
data bahwa pengetahuan ibu tentang pemberian paket oralit
lebih rendah pada wanita dengan kelompok umur 15-19
tahun dibandingkan dengan wanita yang lebih tua. Sementara
itu pendidikan ibu mempunyai hubungan yang positif dengan
pengetahuan ibu tentang pemberian paket oralit.
2.1.10.3 Faktor lingkungan
Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih
dengan sanitasi yang jelek akan mengakibatkan penyakit
mudah menular. Pada beberapa tempat shigellosis yaitu
penyebab diare merupakan penyakit endemik, infeksi dapat
berlangsung sepanjang tahun, terutama pada bayi dan anakanak yang berumur 6 bulan sampai 3 tahun (Depkes, 1999).
Penularan penyakit diare sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dimana sebagian besar penularan melalui faecaloral yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana air
bersih dan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan
serta perilaku sehat dari keluarga.
2.1.10.4 Hyegine dan Kebersihan diri
Perilaku hyegine dan kebersihan ibu dan anak mempunyai
pengaruh terhadap pencegahan terjadinya diare pada bayi dan
balita, salah satu perilaku hidup bersih yang sering dilakukan
adalah mencuci tangan sebelum dan sesudah makan pada
anak dan juga setelah anak buang air besar (Hira, 2002)
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
39. 25
Banyak penyakit mudah ditularkan melalui makanan yang
terkontaminasi atau dari tangan ke mulut. Perilaku mencuci
tangan mengurangi risiko penularan penyakit pada saluran
cerna (tinja) maupun saluran pernafasan. (SDKI, 2007)
Tangan yang kotor dan kuku panjang merupakan sarana
berkembang biaknya agen kuman dan bakteri terutama
penyebab penyakit diare. Oleh sebab itu pentingnya orang tua
memperhatikan kebersihan tangan dan kuku pada anak usia
bayi dan balita, dimana pada usia ini anak berada pada
tahapan dimana lebih cendrung untuk memasukkan benda
atau tangan ke dalam mulut.
2.1.10.5 Sosial ekonomi
Status ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi
anggota keluarga. Hal ini nampak dari ketidakmampuan
ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga
khususnya anak balita sehingga mereka cendrung memiliki
status gizi kurang bahkan gizi buruk yang memudahkan
balita mengalami diare. Keluarga dengan status ekonomi
rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi
syarat kesehatan sehingga mudah terserang diare. Menurut
Adisasmito (2007) ada beberapa hal yang mempengaruhi
faktor sosial ekonomi yaitu jumlah balita dalam keluarga,
jenis pekerjaan , pendidikan ayah, pendapatan, jumlah anak
dalam keluarga dan faktor ekonomi. Dari berbagai faktor
yang diteliti faktor ekonomi dan pendapatan keluargalah yang
menunjukkan
hubungan
yang
signifikan.
Hal
ini
menunjukkan bahwa rendahnya status ekonomi keluarga
merupakan salah satu faktor risiko penyebab terjadinya diare
tertutama pada anak bayi dan balita.
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
40. 26
2.2. KARAKTERISTIK
DAN
TUMBUH
KEMBANG
ANAK
USIA
DIBAWAH TAHUN
Masa balita merupakan tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat
penting bagi anak. Banyak permasalahan–permasahan yang dapat terjadi,
terutama permasalahan kesehatan. Kondisi ini juga berpengaruh terhadap
gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga berdampak
terhadap kualitas hidup anak di kemudian hari. Rendahnya daya tahan tubuh
anak dan status gizi yang tidak baik merupakan penyebab utama seringnya
anak menderita suatu penyakit infeksi, seperti diare, walaupun banyak faktorfaktor yang juga berperan seperti lingkungan yang tidak sehat, sosial
ekonomi, pola hidup yang salah dan lain-lain.
Bervariasinya dampak penyakit infeksi pada anak balita dipengaruhi oleh
tahapan tumbuh kembang anak atau usia anak. Pada usia 0-1 tahun terjadi
perkembangan yang sangat pesat baik pada perkembangan secara fisik,
motorik kasar dan halus, perkembangan kognitif, bahasa dan sosialisasi anak.
Pada usia ini pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara cepat terutama
dalam pertumbuhan fisik, pada usia 5 bulan berat badan anak sudah mencapai
lima kali lipat berat badan lahir. Sedangkan untuk panjang badan pada usia 1
tahun sudah menjadi satu setengah kali panjang badan lahir. Pertambahan
lingkar kepala juga pesat, pada usia 6 bulan pertama pertumbuhan lingkar
kepala mencapai 50 %. Oleh karena itu, diperlukan pemberian gizi yang baik
yaitu dengan memperhatikan prinsip menu yang seimbang untuk membantu
mengoptimalkan tumbuh kembang anak.
Sigmund Freud dalam teori psikoseksual nya menyatakan bahwa anak bayi
berada pada tahap oral dimana pada fase ini anak mendapatkan kenikmatan
dan kepuasan dari berbagai pengalaman di daerah mulutnya. Pada tahap ini
anak cendrung untuk memasukkan apapun kedalam mulutnya, sehingga anak
lebih mudah terkena dan terinfeksi penyakit diare. Hal ini akan lebih
diperberat apabila anak juga mengalami gizi buruk dan daya tahan tubuh
yang rendah dan juga status immunisasi yang belum lengkap. Dalam
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
41. 27
pemenuhan nutrisi pada masa bayi yg lebih muda (< 6 bulan) anak
disarankan hanya dari ASI, sementara itu pada bayi > 6 bulan anak sudah
diperkenalkan untuk diberikan makanan tambahan mulai dari makanan cair,
semi padat dan padat karena sistem pencernaan pada usia ini sudah mulai
berkembang baik untuk mencerna makanan yang diberikan. Selain itu pada
usia 5 bulan mulai terjadinya erupsi gigi pertama yang kemudian terus
bertambah sesuai dengan pertambahan usia anak.
Secara kognitif menurut Piget anak usia 0-2 tahun berada pada tahap sensori
motorik dimana anak sudah mempunyai kemampuan dalam asimilasi dan
mengakomodasi informasi dengan cara melihat, mendengar, menyentuh dan
aktivitas motorik. Semua gerakan pada masa ini akan diarahkan kemulut
dengan merasakan keingintahuan sesuatu dari apa yang dilihat, didengar,
disentuh.
Pertumbuhan dan perkembangan pada tahun kedua pada anak akan
mengalami beberapa perlambatan dalam pertumbuhan fisik, dimana pada
tahun kedua akan mengalami kenaikan berat badan sekitar 1,5–2,5 kg dan
panjang badan 6-10 cm, kemudian pertumbuhan otak juga akan mengalami
perlambatan yaitu kenaikan lingkar kepala hanya 2 cm, untuk pertumbuhan
gigi terdapat pertumbuhan 8 buah gigi susu termasuk gigi gerahaham
pertama, dan gigi taring sehingga seluruhnya berjumlah 14-16 buah.
Dalam perkembangan motorik anak sudah mampu melangkah dan berjalan
dengan tegak, pada sekitar usia 18 bulan anak mampu menaiki tangga dengan
cara satu tangan dipegang dan pada akhir tahun kedua sudah mampu berlari
kecil, menendang bola dan mulai melompat. Perkembangan motorik halus
mampu menyusun atau membuat menara pada kubus. Kemampuan bahasa
pada anak mulai ditunjukkan dengan anak mampu memiliki sepuluh
perbendaharaan kata, kemampuan meniru dan mengenal serta responsif
terhadap orang lain sangat tinggi, mampu menunjukkan dua gambar, mampu
mengkombinasikan kata-kata, mulai mampu menunjukkan anggota badan.
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
42. 28
Pada perkembangn adaptasi sosial mulai membantu kegiatan rumah,
menyuapi boneka, mulai menggosok gigi serta mencoba memakai baju.
Pada usia 1-2 tahun menurut Freud
anak memasuki tahap anal yang
berlangsung antara usia 1-3 tahun (toddler). Pada fase ini salah satu tugas
utamanya adalah latihan kebersihan atau yang disebut dengan “latihan
toilet” (toiled trainning). Anak mengalami perasaan nikmat pada saat
menahan, maupun pada saat mengeluarkan tinjanya. Sebagian kenikmatan
itu berasal dari rasa puas yang bersifat egosentrik, yaitu bahwa ia bisa
mengendalikan sendiri fungsi tubuhnya. Bila orang tua tidak membantu
anak untuk menyelesaikan tugas latihan dengan baik, maka akan
menimbulkan berbagai macam kesulitan tingkah laku anak dalam defekasi
termasuk juga dengan kebiasaan anak untuk buang air besar di jamban atau
WC, kebiasaan anak buang air besar di sembarang tempat dan di area
terbuka seperti di got dan di tanah menyebabkan risiko untuk terjadinya
penularan diare. Pada usia ini biasanya terjadi perubahan pada pola makan
dimana anak sukar atau kurang mau untuk makan, selera makan berubahubah, cepat bosan dengan menu tertentu. Pada usia ini anak juga mulai
belajar untuk makan sendiri karena kemampuan motorik halus anak dalam
koordinasi antara mata dan tangan mulai berkembang baik sehingga anak
lebih senang untuk makan sendiri, pentingnya orang tua untuk
memperhatikan kebersihan tangan dan kuku anak sebelum makan.
Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan juga sebaiknya diajarkan pada
anak, sehingga anak dapat meminimalkan anak untuk terkontaminasi oleh
agen-agen penyebab diare (Palupi, 2005).
2.2 KONSEP EPIDEMIOLOGI
Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi
berkembang dari rantai sebab akibat suatu proses kejadian penyakit yakni
proses interaksi antara manusia (Host) dengan berbagai sifatnya (biologis,
fisiologis, psikologis, sosiologis dan antropologis) dengan penyebab (agent)
serta dengan lingkungan (Enviroment) (Noor, 2000).
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
43. 29
Menurut John Gordon, model segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi
tiga komponen penyakit yaitu Manusia (Host), penyebab (Agent) dan
lingkungan (Enviromet). Untuk memprediksi penyakit, model ini menekankan
perlunya analis dan pemahaman masing-masing komponen. Penyakit dapat
terjadi karena adanya ketidakseimbangan antar ketiga komponen tersebut.
Model ini lebih di kenal dengan model triangle epidemiologi atau triad
epidemilogi dan cocok untuk menerangkan penyebab penyakit infeksi sebab
peran agent (yakni mikroba) mudah di isolasikan dengan jelas dari
lingkungan. Menurut model ini perubahan salah satu komponen akan
mengubah keseimbangan interaksi ketiga komponen yang akhirnya berakibat
bertambahnya atau berkurangnya penyakit.
Host
Agent Environtment
Gambar 2.3.1
Model Segitiga Epidemiologi
Pejamu (Host) adalah seseorang atau sekelompok orang yang rentan
terhadap penyakit atau sakit tertentu. Faktor penjamu antara lain situasi
atau kondisi fisik dan psikososial yang menyebabkan seseorang beresiko
menjadi sakit. Hal-hal yang berkaitan dengan terjadinya penyakit pada
manusia, antara lain umur, jenis kelamin, ras, kelompok etnik (suku)
hubungan keluarga, bentuk anatomis tubuh, fungsi fisiologis atau faal
tubuh, status kesehatan, termasuk status gizi, keadaan kuantitas dan respon
monitor, kebiasaan hidup dan kehidupan sosial pekerjaan (Subari, 2004).
Dalam manusia juga memiliki karakteristik yang sangat berpengaruh
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
44. 30
seperti jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), usia (tua, muda, anakanak). Semua itu berpengaruh terhadap timbulnya penyakit.
Berbagai faktor internal dan eksternal yang dengan atau tanpanya dapat
menyebabkan terjadinya penyakit atau sakit. Agen ini bisa bersifat
biologis, kimia, fisik, mekanis atau psikologis (Efendi & Makhfudli,
2009). Menurut Noor (2000) agen terdiri dari biotis dan abiotis, agent
biotis merupakan penyebab terjadinya penyakit-penyakit menular yaitu
protozoa, metazoa, bakteri (E Coli enteroinvasife), virus, agen abiotis
terdiri dari agent nutrisi yaitu karena kekurangan/kelebihan gizi, agen
kimia seperti peptisida, logam berat, obat-obatan, agen fisik terdiri dari
suhu, kelembaban, panas, radiasi dan kebisingan, gangguan psikologis,
stress dan depresi juga dapat mempengaruhi timbulnya penyakit.
Lingkungan sangat mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu
organisme. Faktor lingkungan sangat menentukan dalam hubungan
interaksi antara penjamu dengan faktor agen. Lingkungan dapat dibagi
dalam 3 bagian yaitu pertama lingkungan biologis yaitu mikroorganisme
penyebab penyakit, reservoir penyakit infeksi (binatang, tumbuhan),
vektor pembawa penyakit, tumbuhan dan binatang sebagai sumber bahan
makanan, obat dan lainnya. Kedua lingkungan fisik yang terdiri dari udara,
keadaan tanah, geografi, air, zat kimia dan populasi. Ketiga lingkungan
sosial adalah semua bentuk kehidupan sosial politik dan sistem organisasi
serta institusi yang berlaku bagi setiap individu yang membangun
masyarakat tersebut, antara lain sistem ekonomi, bentuk organisasi
masyarakat, sistem pelayanan kesehatan, keadaan kepadatan penduduk dan
kepadatan rumah serta kebiasaan hidup masyarakat (Subari, 2004).
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
45. 31
2.4 PERAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:
pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi
kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary
prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan
pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan
terhadap cacat dan rehabilitasi
2.3.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor
penyebab, lingkungan dan faktor penjamu. Untuk faktor penyebab
dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare
dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan
lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk
meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan
peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi.
2.3.1.1 Penyediaan air bersih
Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan
hampir 70% tubuh manusia mengandung air. Air dipakai
untuk keperluan makan, minum, mandi, dan pemenuhan
kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut WHO
menetapkan kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat
60 liter. Selain dari peranan air sebagai kebutuhan pokok
manusia (Mubarak & Chayatin, 2009).
Selain untuk kebutuhan diatas air dapat juga menjadi sumber
penularan penyakit termasuk diare. Air dapat berperan sebagai
penyebar mikroba patogen, sarang insekta penyebar penyakit.
Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus
diambil
dari
sumber
yang
terlindungi
atau
tidak
terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh dari kandang
ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter dari sumber air.
Air harus ditampung dalam wadah yang bersih dan
pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
46. 32
yang bersih, dan untuk minum air harus di masak. Masyarakat
yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko
menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan
masyarakat yang tidak mendapatkan air besih (Mubarak &
Chayatin, 2009).
2.3.1.2 Tempat pembuangan tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari
kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak tepat
dapat berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit tertentu
yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare.
Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan
keluarga harus membuang air besar di jamban. Jamban harus
dijaga dengan mencucinya secara teratur. Jika tak ada jamban,
maka anggota keluarga harus membuang air besar jauh dari
rumah, jalan dan daerah anak bermain dan paling kurang
sepuluh meter dari sumber air bersih (Andrianto, 1995).
Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka
pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik.
Suatu jamban memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi
syarat kesehatan: tidak mengotori permukaan tanah, tidak
mengotori air permukaan, tidak dapat di jangkau oleh
serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan
dipelihara, dan murah (Notoatmodjo, 1996).
Menurut hasil penelitian Irianto (2004), anak balita yang
berasal dari keluarga yang menggunakan jamban (kakus) yang
dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi
di kota dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang
menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi di
kota dan 8,9 % di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
47. 33
keluarga
yang
mempergunakan
sungai
sebagi
tempat
pembuangan tinja, yaitu, 17,0% di kota dan 12,7% di desa.
Sintamurniwaty (2006) dalam
penelitiannya menjelaskan
bahwa yang tidak mempunyai jamban keluarga berisiko 2,09
kali lebih besar untuk terkena diare dari pada balita yang
mempunyai jamban keluarga.
2.3.1.3 Status gizi
Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang
berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh.
Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan
gizi. Menurut Palupi (2005) metode penilaian tersebut adalah
konsumsi makanan, pemeriksaan laboratorium, pengukuran
antropometri dan pemeriksaan klinis. Metode-metode ini dapat
digunakan
secara
tunggal
atau
kombinasikan
untuk
mendapatkan hasil yang lebih efektif.
Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata makin banyak
episode diare yang dialami. Mortalitas bayi dinegara yang
jarang terdapat malnutrisi protein energi (KEP) umumnya
kecil. Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan
mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali
sehingga
kemampuan
untuk
mengadakan
kekebalan
nonspesifik terhadap kelompok organisme berkurang.
Risiko menderita diare pada balita yang mempunyai status gizi
kurang adalah 2,54 kali lebih besar dibanding pada anak yang
memiliki status gizi cukup (sintamurniwaty, 2006).
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
48. 34
2.3.1.4 Pemberian Air Susu Ibu (ASI) .
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen
zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang
untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja
sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6
bulan. Untuk menyusui dengan aman dan nyaman ibu jangan
memberikan cairan tambahan seperti air, air gula atau susu
formula terutama pada awal kehidupan anak. Memberikan
ASI segera setelah bayi lahir, serta berikan ASI sesuai
kebutuhan.
ASI
mempunyai
khasiat
preventif
secara
imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang
dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap
diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara
penuh mempunyai daya lindung empat kali lebih besar
terhadap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan
susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI pada enam bulan
pertama kehidupannya, risiko menderita diare adalah 30 kali
lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI
(Depkes, 2000).
Pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai berusia 4-6 bulan,
akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai
macam penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung
zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai
penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena
itu, dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi dengan
ASI eksklusif dapat terlindung dari penyakit diare (Utami
Roesli, 2001). Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan
oleh
Kamila
(2005)
dalam
penelitiannya
menjelaskan bahwa bayi yang tidak mendapatkan ASI
eksklusif lebih berisiko terhadap penyakit diare dibandingkan
bayi yang mendapatkan ASI eksklusif.
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
49. 35
2.3.1.5 Kebiasaan mencuci tangan
Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya
berkaitan dengan penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian
besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur
oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air
atau
bahan
yang
tercemar
tinja
yang
mengandung
mikroorganisme patogen dengan melalui air minum. Pada
penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting,
karena lewat tangan yang tidak bersih makanan atau minuman
tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh manusia.
Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat
berhubungan
dengan
penyediaan
fasilitas
yang
dapat
menghalangi pencemaran sumber perantara oleh tinja serta
menghalangi masuknya sumber perantara tersebut kedalam
tubuh melalui mulut. Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun
adalah perilaku amat penting bagi upaya mencegah diare
terutama setelah membersihkan tinja anak dan sebelum
memberi makan anak dan sebelum menyiapkan makanan.
Adanya hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian
diare dikemukakan juga oleh Sintamurniwaty (2006), yang
menjelaskan bahwa orang tua yang tidak mempunyai
kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan pada
anak, mempunyai risiko lebih besar terkena diare.
2.3.1.6 Imunisasi
Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga
pemberian imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare.
Anak harus diimunisasi terhadap penyakit campak secepat
mungkin setelah usia sembilan bulan.
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
50. 36
Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45 sampai
90% bayi berumur 9 sampai 11 bulan dapat mencegah 40
sampai 60% kasus campak. 0,6 sampai 3,8% kejadian diare
dan 6 sampai 25% kematian karena diare pada balita
(Suraatmaja, 2007).
2.3.2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada si anak yang telah
menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan
menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat,
serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi.
Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan
pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare
dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri,
parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan
dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, yaitu
kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri
atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan
spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak
menyenangkan.
2.3.3 Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai
mengalami kecacatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap
ini penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis
semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha
rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit
diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi
makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga
dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan
kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada
anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
51. 37
juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam
berinteraksi
atau
bermain
dalam
pergaulan
dengan
teman
sepermainan.
2.5 MODEL PROMOSI KESEHATAN MENURUT NOLA J. PENDER
Banyak model-model perilaku kesehatan yang bertujuan dalam peningkatan
kesehatan di masyarakat. Salah satu model perilaku kesehatan adalah Model
Promosi Kesehatan (Health Promotion) menurut Pender. Konsep ini juga
mirip dengan kerangka model keyakinan kesehatan atau Health Belief Model.
Konsep promosi kesehatan menurut Pender tidak hanya menjelaskan perilaku
pencegahan penyakit tetapi juga mencakup perilaku lainnya untuk
meningkatkan kesehatan dan mengaplikasikannya sepanjang daur kehidupan
(Pender, 2002).
Pengertian Promosi Kesehatan adalah suatu cara untuk menggambarkan
interaksi manusia dengan lingkungan fisik dan interpersonalnya dalam
berbagai dimensi. Model ini mengintegrasikan teori nilai harapan
(Expectancy-value) dan teori kognitif sosial (Sosial Cognitif Theory) dalam
perspektif keperawatan manusia dilihat sebagai fungsi yang holistik.
Pada tahun 1996 Pender melakukan revisi terhadap konsep health promotion
modelnya setelah dilakukan analisis dan studi riset terhadap HPM. Dalam
revisinya Pender menambahkan tiga variable baru yang mempengaruhi
individu untuk berpartisipasi dalam perilaku peningkatan kesehatan, yaitu
sikap yang berhubungan dengan aktivitas (Activity-related affect), komitmen
terhadap perencanaan kegiatan (Commitment to of action) serta kebutuhan
untuk berkompetisi dan memilih (Immediate competing demand and
preferences). Health Promotion Model (HPM) yang telah direvisi berfokus
pada 10 kategori faktor yang menentukan terhadap tingkah laku peningkatan
kesehatan. Model ini mengidentifikasi konsep yang relevan terhadap tingkah
laku peningkatan kesehatan.
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
52. 38
KARAKTERISTIK DAN
PERILAKU SPESIFIK
PENGALAMAN INDIVIDU
PERILAKU YANG
PENGETAHUAN & SIKAP
DIHARAPKAN
Manfaat Tindakan
Kebutuhan untuk
berkompetisi (control
diri rendah) &
memilih (kontrol diri
tinggi)
Hambatan yang
dirasakan
Perilaku
Sebelumnya
Kemajuan diri
Sikap yang
berhubungan
dengan aktivitas
Faktor Personal:
Biologis
Psikologikal
Sosio-kultural
Komitmen
terhadap
rencana
tindakan
Prilaku
promosi
kesehatan
Pengaruh Interpesonal:
Keluarga,teman sebaya
,pelayanan
kesehatan,
norma-norma, dukungan
sosial, model
Pengaruh Situasional :
Persepsi terhadap
pilihan yang ada
Karakteristik
kebutuhan
Ciri-ciri estetik
lingkungan
Skema 2.4.1. Health Promotion Model.
Sumber : Tomey & Alligood (2006)
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
53. 39
Health Promotion Model yang telah direvisi berfokus pada 10 kategori
faktor yang menentukan terhadap tingkah laku peningkatan kesehatan.
Model ini mengidentifikasi konsep yang relevan terhadap tingkah laku
peningkatan kesehatan (Pender,2002). Adapun konsep utamanya terdiri:
1. Perilaku sebelumnya (Prior related behavior). Perilaku sebelumnya
mempunyai pengaruh langsung dalam pelaksanaan perilaku promosi
kesehatan, adapun pengaruh langsung dari perilaku tersebut secara
otomatis sementara itu pengaruh tidak langsung adalah melalui
persepsi pada self efficacy, manfaat, hambatan dan pengaruh aktivitas
yang muncul dari perilaku tersebut.
2. Faktor personal (Personal factor) yang terdiri dari Personal
biological faktor, meliputi beberapa variabel seperti usia, jenis
kelamin, indek masa tubuh, status pubertas, status menopause,
kekuatan dan keseimbangan. Personal psychological factor yang
terdiri dari harga diri, motivasi diri, kompetensi pribadi, persepsi
status kesehatan dan definisi kesehatan. Personal sosiocultural
factor terdiri dari ras, etnik, akulturasi, pendidikan, status sosial
ekonomi.
3. Persepsi terhadap manfaat tindakan (Perceived benefits of action).
Kesadaran akan manfaat tindakan merupakan hasil positif yang
diharapkan yang akan diperoleh dari perilaku sehat.
4. Hambatan yang dirasakan (Perceived barrier to action). Kesadaran
akan hambatan tindakan di antisipasi, dibayangkan atau dibentuk riil
dan biaya pribadi diperhitungkan untuk melakukan tindakan. Dalam
hubungannya dengan perilaku promosi kesehatan, hambatanhambatan ini dapat berupa imaginasi maupun nyata. Hambatan ini
terdiri
atas
persepsi
mengenai
ketidaktersediaan,
tidak
menyenangkan, biaya, kesulitan atau penggunaan waktu untuk
tindakan-tindakan khusus. Hambatan tinggi maka tindakan ini tidak
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
54. 40
mungkin terjadi. Jika kesiapan untuk bertindak tinggi dan hambatan
rendah mungkin untuk melakukan tindakan lebih besar.
5. Kemampuan
Diri
(Perceived
slf-efficacy).
Kesadaran
akan
kemampuan diri merupkan penilaian kapabilitas diri untuk
mengorganisasi perilaku promosi kesehatan. Kesadaran akan
kemampuan
diri
mempengaruhi
kesadaran
akan
adanya
hambatan/tantangan untuk melakukan tindakan. Kemampuan diri
(self efficacy) dipengaruhi oleh aktivitas yang berhubungan dengan
dampak makin positif dampaknya makin besar pula persepsi
efficacynya, sebaliknya self efficacy mempengaruhi hambatan
tindakan, dimana efficacy yang tinggi akan mengurangi persepsi
terhadap hambatan tindakan, dimana efficacy yang tinggi akan
mengurangi persepsi terhadap hambatan untuk melaksanakan
perilaku yang ditargetkan. Self efficacy memotivasi perilaku promosi
kesehatan secara langsung dengan harapan efficacy dan secara tidak
langsung dengan mempengaruhi hambatan dan komitmen dalam
merencanakan tindakan.
6. Afek sikap yang berhubungan dengan aktivitas (Activity-related
affect). Pengaruh berdasarkan aktivitas mendeskripsikan perasaan
positif dan negatif sebelum, selama dan perilaku selanjutnya yang
berdasarkan pada stimulus perilaku itu sendiri. Pengaruh berdasarkan
aktivitas mempengaruhi kesadaran akan kemampuan diri.
Perasaan subjektif sebelum, saat dan setelah suatu respon afektif ini
dapat ringan, sedang atau kuat dan secara sadar ditandai, disimpan di
dalam memori dan dihubungkan dengan pikiran-pikiran perilaku
selanjutnya. Respon-respon afektif terhadap perilaku khusus terdiri
atas 3 komponen yaitu emosional yang muncul terhadap tindakan itu
sendiri (Activity-related), menindak diri sendiri (self-related), atau
lingkungan dimana tindakan itu terjadi (context-related). Perasaan
yang dihasilkan kemungkinan akan mempengaruhi apakah individu
akan mengulang perilaku itu lagi atau mempertahankan perilaku
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
55. 41
lamanya. Perasaan yang tergantung pada perilaku ini telah diteliti
sebagai determinan perilaku kesehatan pada penelitian terakhir. Afek
yang berhubungan dengan perilaku mencerminkan reaksi emosional
langsung terhadap pemikiran tentang perilaku tersebut, yang bisa
positif atau negatif, apakah perilaku tersebut, yang bisa positif atau
negatif, apakah perilaku tersebut menggembirakan, menyenangkan,
dapat dinikmati, membingungkan, atau tidak menyenangkan.
Perilaku yang berhubungan dengan afek positif kemungkinan akan
diulang dan yang negatif kemungkinan akan dihindari. Beberapa
perilaku, bisa menimbulkan perasaan positif dan negatif. Dengan
demikian, keseimbangan relatif diantara afek positif dan negatif
sebelum, saat dan setelah perilaku tersebut merupakan hal yang
penting untuk diketahui.
7. Pengaruh individu (Interpesonal influences), pengaruh interpersonal
adalah kesadaran mengenai perilaku, kepercayaan atau pun sikap
terhadap orang lain. Kesadaran ini bisa atau tidak bisa sesuai dengan
kenyataan. Sumber utama pengaruh interpersonal pada perilaku
promosi kesehatan adalah keluarga (orang tua dan saudara kandung),
teman, dan petugas perawatan kesehatan. Pengaruh interpersonal
meliputi norma (harapan dari orang-orang yang berarti), dukungan
sosial (dorongan instrumental dan emosional) dan modeling
(pembelajaran melalui mengobservasi perilaku khusus seseorang).
Tiga proses interpersonal ini pada sejumlah penelitian kesehatan
tampak mempredisposisi seseorang untuk melaksanakan perilaku
promosi kesehatan .
8. Pengaruh situasi (Situational influence) yang merupakan persepsi
dan pemikiran pribadi atau situasi yang menciptakan atau konteks
yang dapat memfasilitasi sebuah perilaku, terdiri dari persepsi
terhadap pilihan yang tersedia, karakteristik kebutuhan, dan estetika
lingkungan yang dapat mendukung, perilaku promosi kesehatan.
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
56. 42
Pengaruh situasi terhadap perilaku sehat dapat secara langsung
maupun tidak langsung. Persepsi kesadaran personal terhadap
berbagai situasi atau keadaan dapat memudahkan atau menghalangi
suatu perilaku. Pengaruh situasi pada perilaku promosi kesehatan
meliputi
persepsi
terhadap
pilihan
yang
ada,
karakteristik
permintaan, dan ciri-ciri estetik dari suatu lingkungan dimana
perilaku tersebut dilakukan.
9. Komitmen dengan rencana tindakan ( Commitmen to plan of action).
Komitmen ini mendeskripsikan konsep tentang intensi dan
identifikasi strategi yang terencana yang mendukung implementasi
perilaku sehat.
10. Kebutuhan untuk berkompetisi (Immediate competing demans and
preferences). Kebutuhan ini merupakan perilaku alternatif untuk
individu dengan kontrol diri yang lemah, sebab ada ancaman
lingkungan seperti tanggung jawab dan perawatan keluarga.
11. Perilaku peningkatan kesehatan (Health-promoting behavior).
Perilaku peningkatan kesehatan merupakan titik akhir atau hasil
tindakan secara langsung yang ingin dicapai sebagai hasil yang
positif seperti kondisi kesehatan yang optimal, terpenuhinya
kebutuhan pribadi, dan kehidupan yang produktif. Contoh perilaku
promosi kesehatan adalah diet yang sehat, latihan secara teratur,
manajemen
stress,
istirahat
secara
adekuat,
meningkatkan
pertumbuhan spiritual dan membangun hubungan yang positif.
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
57. 43
Asumsi dasar Pender’s Health Promotion Model merefleksikan pola
piker tentang ilmu perilaku serta menekankan pada peran aktif pasien
dalam mengelola perilaku sehat dengan modifikasi lingkungan. Adapun
asumsi dari HPM menurut pender adalah sebagai berikut:
2.4.1 Individu mencari cara untuk mengekpresikan potensi kesehatan
mereka yang berbeda satu sama lain dalam menjalani kehidupan.
2.4.2 Individu memeiliki kemampuan untuk merefleksikan kesadaran
diri, termasuk mengkaji kompetensi diri sendiri.
2.4.3 Prinsip individu berkembang kearah positif dan selalu berusaha
untuk mencapai keseimbangan antara perubahan dan kemampuan
pribadi.
2.4.4 Individu berupaya secara aktif untuk melakukan kebiasaan secara
kontinu
2.4.5 Individu dalam konteks biopsikososial berhubungan erat denagn
lingkungan,
saling
mempengaruhi
dan
dipengaruhi
oleh
lingkungan.
2.4.6 Profesi kesehatan terlibat dalam lingkungan interpersonal dengan
memberikan pengaruh pada individu selama daur kehidupan.
2.4.7 Inisiatif pribadi membentuk pola interaksi anatara individu dengan
lingkungan adalah penting untuk perubahan perilaku.
Berdasarkan bukunya yang berjudul “Health Promotion nursing
practice” (1996) maka dapat ditentukan kerangka teori dari Pender.
Pembahasan lengkapnya akan diuraikan sebagai berikut:
Keperawatan, dalam usahanya untuk selalu menampilkan perilaku
promosi kesehatan, ada kalanya individu mengalami penurunan kondisi.
Dalam hal ini individu mengalami kondisi dimana dia tidak mampu
mempertahankan
perilakunya
tetapi
tidak
terlalu
membutuhkan
pengawasan ketat, perawat dapat mengajukan perilaku alternatif yang
disebut dengan competing demands yaitu dengan membagi tanggung
jawab ini bersama keluarga agar dapat membantu individu
dan
mempertahankan perilaku yang positif. Sedangkan jika individu
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
58. 44
memerlukan pengawasan yang cukup ketat, maka perawat mengambil
alih tanggung jawab tersebut. Perilaku alternatif
ini disebut dengan
competing preferences. Selain itu terdapat didalamnya yaitu normanorma (harapan dari orang terdekat), dukungan sosial, dan modeling.
Keluarga dan tenaga kesehatan merupakan sumber dari pengaruh
interpersonal. Oleh karena itu perawat dapat mempengaruhi perilaku
klien dengan memberikan model perilaku yang menunjukkan perilaku
sehat.
Manusia, menurut Pender menyatakan bahwa manusia mempunyai
faktor-faktor personal, diantaranya adalah faktor biologis personal, yang
termasuk dalam faktor ini anatara lain usia, jenis kelamin, indek masa
tubuh, ststus pubertas. Faktor psikososial personal, yang termasuk dalam
faktor ini antara lain harga diri, memotivasi diri, kompetensi diri,
persepsi terhadap status kesehatan dan definisi individu terhadap
kesehatan dan juga terdiri dari faktor sosiokultural yaitu ras, etnik,
pendidikan dan status sosial ekonomi.
Kesehatan, keberhasilan klien memperlihatkan “perilaku promosi
kesehatan” merupakan tujuan akhir dari teori ini. Kemampuan untuk
menunjukkan perilaku promosi kesehatan akan berdampak pada hasil
kesehatan yang positif, seperti kesejahteraan. “personal fulfillment” dan
hidup yang produktif. Contoh dari perilaku yang menunjukkan promosi
kesehatan antara lain makan makanan sehat, oleh raga teratur,
pengelolaan stress, istirahat yang cukup, kebutuhan spiritual terpenuhi,
dan membina hubungan sosial yang baik.
Lingkungan, pengaruh situasional merupakan persepsi dan kognisi yang
muncul dalam berbagai situasi atau konteks yang dapat memfasilitasi
atau menghambat perilaku promosi kesehatan pada individu. Yang
termasuk didalamnya adalah adanya pilihan persepsi, karakteristik
kebutuhan, dan gambaran estetika yang memungkinkan perilaku
promosi kesehatan dapat dilakukan. Pengaruh situasional ini memiliki
pengaruh langsung maupun tak langsung dalam perilaku kesehatan.
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
59. 45
Konsep Health Promotion (HPM) dapat dipakai sebagai dasar
pertimbangan dalam pencegahan terhadap kejadian penyakit diare pada
anak. Diperlukan komitmen bersama dari semua komponen yang ada
baik dari masyarakat terutama adalah orang tua yang mempunyai anak
balita maupun dari tenaga kesehatan termasuk juga perawat. Pentingnya
peran perawat dalam upaya pencegahan terhadap berbagai penyakit
infeksi seperti diare, dengan memutuskan rantai penularan infeksi.
Faktor lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap penularan
penyakit diare , lingkungan yang tidak sehat merupakan sarana tempat
berkembang biaknya agen-agen penyebab diare seperti air sumber air
bersih yang tidak memadai, sarana/tempat pembuangan tiinja dan
jamban yang tidak layak. Selain itu pentingnya mempertahankan daya
tahan tubuh anak dengan pemberian imunisasi yang lengkap dan
pemberian makanan yang bergizi akan menurunkan risiko anak terkena
penyakit. Dengan pemberian penyuluhan kesehatan yang tepat pada
orang tua tentang penyakit diare dan pola hidup yang sehat diharapkan
dapat mencegah terjadinya penyakit diare pada anak.
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
60. 46
2.6 KERANGKA TEORI
Faktor Penyebab & Risiko
Faktor Penyebab
Infeksi
Malabsorbsi
Makanan basi,
beracun &
alergi
Sebab lain
Tindakan
Peran Perawat :
primer,
sekunder, tersier
Pemberian Penkes
tentang penyakit,
penatalaksanaan,
pencegahan &
perawatan diare
Hambatan yang
dirasakan
Ya
Merasakan
manfaat
tindakan
Faktor Anak
Usia
Jenis Kelamin
ASI ekslusif
Status Gizi
Imunisasai
Kebersihan
tangan dan
kuku
Sikap
Diare Pada Anak
Faktor Ibu:
Usia,
Pendidikan
Pengetahuan
Kebiasaan
mencuci tangan
sebelum
memberikan
makan anak
Penghasilan
keluarga
Prilaku
promosi
kesehatan
Komitmen
terhadap
rencana
tindakan
Pengaruh Interpesonal:
Tidak
Keluarga (orang tua) ,
pelayanan kesehatan
Pengaruh Situasional :
Faktor Sosial
Ekonomi
Hasil
Kekambuhan
Diare
Persepsi terhadap
pilihan yang ada,
karakteristik kebutuhan,
ciri-ciri estetik
lingkungan
Skema 2.4.2. Kerangka Teori Penelitian
Sumber : Tomey & Alligood (2006); Mubarak (2009)
Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
61. 47
BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
Bab ini menguraikan tentang kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian dan
definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian.
3.1
Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian merupakan landasan berfikir untuk melakukan
penelitian yang dikembangkan berdasarkan tinjauan pustaka. Berdasarkan
tinjauan pustaka dan kerangka teori yang telah diuraikan sebelumnya penulis
membuat kerangka konsep berdasarkan teori Nola. J. Pender tentang Health
Promotion Model.
Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari faktor anak (usia , jenis
kelamin, pemberian ASI ekslusif, status gizi, imunisasi campak, kebersihan
tangan dan kuku) dan faktor ibu ( usia , pendidikan, pengetahuan, kebiasaan
mencuci tangan sebelum memberikan makan anak ) faktor sosial ekonomi
(penghasilan keluarga). Sedangkan variabel dependennya yaitu kejadian
diare pada anak usia < 2 tahun. Secara rinci dapat digambarkan dalam skema
berikut:
47
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
62. 48
Skema 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor Anak
Usia
Jenis kelamin
Pemberian ASI Ekslusif
Status Gizi
Imunisasi Campak
Kebersihan tangan dan
kuku anak
Faktor Ibu
Kejadian diare pada
anak < 2 tahun
Usia
Pendidikan
Pengetahuan
Kebiasaan mencuci tangan
Sebelum memberikan
makan pada anak
Faktor Sosial Ekonomi
Penghasilan keluarga
47
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
63. 49
3.2 Hipotesis
Berdasarkan variabel yang diteliti maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut
3.2.1 Makin muda usia balita (< 1 tahun) makin besar risiko
terjadinya diare
3.2.2 Jenis kelamin anak laki-laki berisiko lebih besar terhadap
kejadian diare.
3.2.3 Tidak diberikan ASI eksklusif pada anak berisiko lebih besar
terhadap kejadian diare.
3.2.4 Status gizi anak yang buruk merupakan faktor risiko kejadian
diare.
3.2.5 Tidak diberikannya immunisasi campak pada anak merupakan
faktor risiko kejadian diare.
3.2.6 Tangan kotor dan kuku panjang pada anak merupakan faktor
risiko kejadian diare.
3.2.7 Makin muda usia ibu (< 20 tahun) dan makin tua usia ibu (>30
tahun) merupakan faktor risiko kejadian diare.
3.2.8 Tingkat pendidikan ibu rendah merupakan faktor risiko
kejadian diare.
3.2.9 Kurangnya pengetahuan ibu merupakan faktor risiko kejadian
diare.
3.2.10 Tidak mencuci tangan sebelum memberi makan anak
merupakan faktor risiko kejadian diare.
3.2.11 Penghasilan keluarga yang rendah merupakan faktor risiko
kejadian diare.
3.3 Definisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini akan menguraikan tentang variabel
independen yang dimaksud adalah faktor anak yang terdiri dari usia anak,
jenis kelamin anak, ASI ekslusif, status gizi dan immunisasi campak,
Kebersihan tangan dan kuku anak), faktor ibu terdiri dari usia, pendidikan,
pengetahuan dan juga kebiasaan mencuci tangan dan kebiasaan sebelum
47
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
64. 50
memberikan makan pada anak, faktor sosial ekonomi yaitu penghasilan
keluarga. Variabel dependennya adalah kejadian diare pada anak usia
dibawah 2 tahun di RSUD Koja Jakarta Utara.
Definisi Operasional variabel yang diteliti dijelaskan pada table 3.1 berikut :
Tabel 3.3. Definisi Operasional
Variabel
Defenisi
Operasional
Cara Ukur &
Alat Ukur
Variabel Dependen
Kejadian
Bertambahnya
Diare
frekuensi defekasi
lebih dari 3 atau
lebih
disertai
dengan perubahan
konsistensi
feses
menjadi encer.
Variabel Independent
Usia anak
Lamanya
hidup
yang
dihitung
berdasarkan bulan
kelahiran
Hasil Ukur
0 = Tidak diare
1 = Diare
Cara Ukur :
1= 12 – 24 bulan
Melihat catatan
medis
dan 2= 4 – 11 bulan
mengisi
berdasarkan
ulang
tahun
terakhir dalam
tahun
Skala
Nominal
Interval
Alat Ukur :
Kuesioner
Jenis
Kelamin
anak
Identitas diri atau Melihat catatan 1 = Perempuan
seksual anak sejak medis
dan 2= Laki-laki
ia dilahirkan.
melihat
dari
langsung
pasien.
Nominal
ASI
Eksklusif
Pemberian Hanya Jawaban yang 1=Mendapatkan
ASI saja sampai ada
di
ASI Eksklusif
usia bayi 6 bulan.
kuesioner
2=Tidak
mendapatkan
ASI eksklusif
Ordinal
47
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
65. 51
Variabel
Defenisi
Operasional
Cara Ukur &
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
Imunisasi
campak
Cakupan pemberian Jawaban yang 0=Mendapatkan
Nominal
imunisasi campak ada
immunisasi
yang
didapatkan dikuesioner
campak
dalam 1 tahun
1=Tidak
pertama
mendapatkan
immunisasi
campak
2= Belum cukup
umur
Status Gizi
Keadaan
tubuh
balita yang diukur
dengan indeks berat
badan
menurut
umur (BB/U) lalu
dibandingkan
dengan
standar
WHO
dan
dikelompokkan
berdasarkan nilai Z
score pada standar
Kebersihan
tangan dan
kuku
Kondisi tangan dan Observasi
kuku : bersih serta
kuku tidak panjang
Usia Ibu
Lamanya
hidup Berdasarkan isi 1= 20 – 30 tahun Ordinal
yang
dihitung kuesioner yang
(tidak berisiko)
berdasarkan tahun ditulis ibu
kelahiran.
2= < 20 dan > 30
tahun berisiko)
Pendidikan
Ibu
Pendidikan formal
terakhir
yang
diikuti
dan
dinyatakan lulus.
Cara Ukur :
0=Normal, jika ordinal
Melihat catatan
BB/U> - 2 SD
rekam medis
– + 2SD
klien
atau 1=Kurang gizi/,
melakukan
jika BB/U < -2
penimbangan
SD
BB langsung.
2=Gizi
buruk,
jika BB/U <-3
Alat Ukur :
SD
Kurva
pengukuran
BB
menurut
standar WHO.
1=Tangan & kuku Nominal
bersih
dan
pendek
2=Tangan & kuku
kotor
dan
panjang
Melihat
dari 1=Tinggi
Ordinal
pendidikan ibu
(SLTA/AKA/
yang diisi dari
PT)
kuesioner
2=Rendah (SD SMP)
47
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
66. 52
Variabel
Defenisi
Operasional
Pengetahuan
Pemahaman tentang
subtansi
yang
diukur berdasarkan
nilai/skor terhadap
jawaban yang benar
(Arikunto, 1993)
Cara Ukur &
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
Cara Ukur : 0=Baik,
bila Interval
Dengan
nilai/skor ≥ 76
melihat
skor
%
yang diperoleh 1=Cukup,
bila
responden,
nilai skor 56kemudian
75 %
membandingka 2=Kurang
baik
n dengan skor
bila nilai/skor
maksimal dan
≤ 55 %
dikalikan 100
Alat Ukur :
Kuesioner
Kebiasaan
cuci tangan
Perilaku ibu untuk Jawaban dari 1=Selalu
membersihkan
kuesioner
2=Kadangtangan
sebelum
kadang
memberikan makan
3= Jarang
anak
dengan
4=Tidak pernah
menggunakan
sabun
Penghasilan
Keluarga
Kondisi keuangan Catatan Ukur : 1=Tinggi,
bila Ordinal
atau
penghasilan Jawaban dari
penghasilan
yang
diperoleh kuesioner
per bulan >1jt
keluarga per bulan
2=Rendah
bila
Alat Ukur :
penghasilan
kuesioner
per bulan <1 jt.
47
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Ordinal
Universitas Indonesia
67. 53
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang jenis penelitian, waktu dan tempat
penelitian, populasi dan sampel penelitian, jenis dan cara pengumpulan data
serta pengolahan dan analisa data.
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan keseluruhan rencana peneliti untuk
mendapatkan jawaban pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis
penelitian (Polit & Hungler, 2006). Penelitian ini adalah penelitian
observasional dengan menggunakan rancangan studi case control bersifat
retrospektif. Rancangan studi kasus kontrol tanpa penyetaraan yaitu untuk
mempelajari hubungan faktor risiko dengan. Terjadinya diare pada anak
usia dibawah 2 tahun, dengan cara membandingkan kelompok kasus yaitu
anak yang dirawat dengan diare dan kelompok kontrol yaitu anak yang
dirawat
di ruang anggrek RSUD Koja yang tidak menderita atau
terdiagnosa diare tetapi memiliki karakteristik yang sama dengan
kelompok kasus.
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiono, 2007).
Populasi dari penelitian ini adalah pasien anak yang dirawat dengan
penyakit diare. Data diperoleh dari rekam medis RSUD Koja.
53
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
68. 54
4.3.2 Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi sebagai perangkat elemen yang dipilih untuk
dipelajari (Sugiono, 2007).
Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu sesuai yang dikehendaki peneliti berdasarkan
ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya,
dengan kriteria inklusi sebagai berikut :
a. Anak berusia 4 bulan - 2 tahun
b. Anak yang dirawat dengan diare untuk kelompok kasus dan non
diare untuk kelompok kontrol.
c. Orang tua klien bersedia anaknya dijadikan responden
Kriteria ekslusi sebagai berikut yaitu :
a. Anak dengan kondisi yang kritis
b. Orang tua klien tidak kooperatif
Besarnya
sampel
dalam
penelitian
ini
ditentukan
dengan
menggunakan uji hipotesis beda 2 proporsi satu sisi dengan rumus
sebagai berikut (Ariawan, 1998) :
{Z1−α
n=
(2 P(1− P )) + Z1− β (P1(1− P1))+ P 2(1− P 2)}2
(P1 − P 2)2
Keterangan:
N
= Besar sampel minimal
Z1-α = nilai Z pada derajat kepercayaan 1- α (90%,95%,99% = 1,28,
1,64, 2,33)
Z1-β = Nilai Z pada kekuatan uji (power) 1- β (80%, 90%, 95%,99%
= 0,84, 1,28, 1,64, 2,33)
P1 = Proporsi efek standar (dari kepustakaan)
P2 = Proporsi efek yang diteliti
P = Rata-rata P1-p2 = (P1+P2)/2
53
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia