Dokumen tersebut membahas tentang akuntansi pajak penghasilan pasal 21 dan 26 menurut peraturan pemerintah dan direktur jenderal pajak. Ringkasannya adalah bahwa dokumen tersebut menjelaskan pemotong, penerima penghasilan yang dipotong pajak pasal 21 dan 26, serta dasar hukum dan perhitungan pajak penghasilan terkait berdasarkan undang-undang dan peraturan pemerintah.
1. MAKALAH AKUNTANSI PAJAK
TENTANG AKUNTANSI PAJAK PENGHASLAN (PPh) PASAL 21/26
KELOMPOK 7
Disusun Oleh :
AFKARUL AZKA
(12030111060035)
M. KHAIRIZAL YOGATAMA
(12030111060109)
AZIE FAHRULI
(12030111060110)
YUDIT ELANG
(12030111060296)
BEKTI SYAHPUTRA
(12030111060200)
PROGRAM DIPLOMA III
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
1
2. PPh pasal 21
•
PPh pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh
Orang Pribadi Subjek Pajak Dalam Negeri
PPh pasal 26
•
Pengertiang PPh pasal 26 adalah pph yang dikenakan atau di potong atas
penghailan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh
wajib pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di
Indonesia.
PPh pasal 21 atau pasal 26 telah dijelas kan pada per-31/PJ/2012 serta PP
80 th 2010 sebagai berikut:
PEMOTONG PPh PASAL 21 DAN/ATAU PPh PASAL 26 MENURUT
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 31/PJ/2012
Pasal 2
(1) Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, meliputi:
a. pemberi kerja yang terdiri dari:
1) orang pribadi dan badan;
2) cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian
atau seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan,
atau unit tersebut.
2
3. b. bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau
pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI,
Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembagalembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di
luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan;
c. dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan
badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;
d. orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
serta badan yang membayar:
1.
honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang
pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak
untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama
persekutuannya;
2.
honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang
pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri;
3.
honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kepada peserta
pendidikan dan pelatihan, serta pegawai magang;
3
4. e. penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi
yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi
serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang
membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk
apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu
kegiatan.
(2) Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban
untuk melakukan pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a adalah:
a. kantor perwakilan negara asing;
b.
organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang
telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
c. pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas
pribadi
untuk
yang
semata-mata
mempekerjakan
orang
melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan
bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
(3)
Dalam
hal organisasi internasional tidak
memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, organisasi internasional
dimaksud merupakan pemberi kerja yang berkewajiban melakukan
pemotongan pajak.
4
5. PENERIMA PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 21
DAN/ATAU PPh PASAL 26 MENURUT PERATURAN DIREKTUR
JENDERAL PAJAK NOMOR:
PER - 31/PJ/2012
Pasal 3
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26
adalah orang pribadi yang merupakan:
a. pegawai;
b. penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan
hari tua, atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
c. Bukan Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan
pemberian jasa, meliputi:
1.
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari
pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan
aktuaris;
2.
pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,
bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat pelukis, dan
seniman lainnya;
3. olahragawan;
4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
5
6. 6.
pemberi
jasa
komputer
dan
dalam
segala
bidang
termasuk
teknik,
sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika,
fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu
kepanitiaan;
7. agen iklan;
8. pengawas atau pengelola proyek;
9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang
menjadi perantara;
10. petugas penjaja barang dagangan;
11. petugas dinas luar asuransi;
12. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan
kegiatan sejenis lainnya;
d. anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap
sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;
e. mantan pegawai;
f. peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:
1. peserta
perlombaan
perlombaan
olah
dalam
segala
bidang,
antara
lain
raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan,
teknologi dan perlombaan lainnya;
6
7. 2. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
3. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai
penyelenggara kegiatan tertentu;
4. peserta pendidikan dan pelatihan;
5. peserta kegiatan lainnya.
Pasal 4
Tidak termasuk dalam pengertian penerima penghasilan yang dipotong PPh
Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 adalah:
a.
pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari
negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat
bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima
atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya
tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal
balik;
b. pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat
(1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan
oleh Menteri
Keuangan, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
7
9. (1)
Pajak
Penghasilan
Pasal
21
yang terutang
atas penghasilan
selain penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) berupa
honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi
beban APBN atau APBD, dipotong oleh bendahara pemerintah yang
membayarkan honorarium atau imbalan lain tersebut.
(2)
Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat
final dengan tarif:
a.
sebesar
0%
(nol
persen)
dari
jumlah
bruto honorarium atau
imbalan lain bagi PNS Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan
Anggota POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan
Pensiunannya;
b.
sebesar
5%
(lima
persen)
dari
imbalan lain bagi PNS Golongan III,
POLRI
c.
jumlah
Anggota
bruto honorarium atau
TNI
dan Anggota
Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan Pensiunannya;
sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto honorarium atau
imbalan lain bagi Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan
Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira
Tinggi, dan Pensiunannya.
Pasal 9
Peraturan Pemerintah ini
2011. Agar
setiap
mulai berlaku pada tanggal 1 Januari
orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
9
10. Dari PP 80 Th 2010 di atas dapat di simpulkan Penghasilan yang dipotong
PPh pasal 21 Final adalah:
1. Uang manfaat pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun yang
pendirinya telah disahkan oleh mentri keuangan dan tunjangan hari tua
atau tabungan hari tua yang dibayarkan sekaligus oleh badan
penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja.
2. Uang pesangon .
3. Hadiah atau penghargaan perlombaan.
4. Honorarium atau komisi yang diyakan kepada penjaja barang dan petugas
dinas luar asuransi.
5. Penghasialan yang dibayarkan kepada pejabat Negara, pegawai negeri
sipil, anggota TNI/POLRI, selain pegawai negeri sipil golongan II/d ke
bawah dan anggota TNI/POLRI berpangkat pembantu letnan satu
kebawah, yang dibebankan ke APBN/APBD berupa Honorarium, uang
sidang, uang lembur, dan lain-lain dikenakan PPh pasal 21 bersifat Final
15%.
PPh Pasal 21
Dasar Hukum : UU Nomor 36
Tahun 2008
PERATURAN DIREKTUR
10
11. JENDERAL PAJAK NOMOR :
PER - 31/PJ/2012
1. Penghasilan yang diterima Pasal 17 PKP = PBatau
diperoleh
pegawai UU PPh
tetap
(BJ+JP)PTKP
2. Penghasilan yang diperoleh Pasal 17 PKP=(PB-BP)
Penerima pensiun secara UU PPh
- PTKP
teratur ( pensiun berkala)
berupa
pengsiun
atau
penghasilan sejenis.
3. Penghasilan pegawai tidak
tetap atau kerja lepas
kecuali tenaga ahli, berupa
upah harian, mingguan,
satuan, upah borongan, atau
upah yang
a.Dibayar secara bulanan
Pasal 17 PKP=PBUU PPh
PTKP
b.Tidak dibayarkan bulanan
-
Apabila
penghasilan 5%
Jumlah
sehari atau rata-rata
penghasilan
penghasilan
yang melebihi
telah
sehari
melebihi
Rp.200.000
Rp.200.000
sehari
sepanjang penghasilan
kumulatif
dalam
kalender
diterima
satu
bulan
belum
11
12. melebihi Rp.2.025.000
-
Apabila
penghasilan 5%
kumulatif
dalam
diterima
satu
-PTKP
bulan
kalender
PKP=(PB-IP)
untuk jumlah
sudah
melebihi Rp.2.025.000
hari
kerja
tetapi tidak melebihi
yang
Rp.7.000.000
sebenarnya
(PTKP sehari
ditetapkan
PTKP seatun
sesuai setatus
nya
dibagi
360)
-
Apabila
penghasilan Pasal 17 PKP= (PB-IP)
kumulatif
dalam
diterima UU PPh
satu
kalender
bulan
-PTKP
sudah
melebihi Rp.7.000.000
4. Imbalan bukan pegawai
antara lain berupa
honorarium, komisi, fee,
dan imbalan sejenisnya
dengan nama dan dalam
bentuk apapun sebagai
imbalan sehubungan
dengan pekerjaan jasa dan
kegiatan yang dilakukan
a. Imbalan
yang
tiadak Pasal 17 50% dari
bersifat
jumlah
12
Kumulatif
13. berkesinambungan
UU PPh
penghasilan
bruto
b. Imbalan yang bersiat
berkesinambugan
-
Memenuhi kententuan
Pasal 17 PKP= (50%x Kumulatif
UU PPh
-
PB)- PTKP
Tidak memenuhi
Pasal 17 50% dari
ketentuan
UU PPh
Kumulatif
jumlah
penghasilan
bruto
Ketentuan PER-31/PJ/2012
Pasal 13 ayat (1): yang
bersangkutan telah
mempunyai Nomor Pokok
Wajib Pajak dan hanya
memperoleh penghasilan
dari hubungan kerja dengan
pemotong PPh pasal 21atau
PPh pasal 26 serta tidak
memperoleh penghasilan
lainnya
5. Tenaga
ahli
yang Pasal 17 50% dari
melakukan pekerjaan bebas UU PPh
jumlah
dan bertindak untuk dan
penghasilan
atas namanya sendiri
bruto
6. Imbalan
kepada
peserta Pasal 17 PB
kegiatan, antara lain berupa UU PPh
uang
saku
representasi,
,
uang
uang
rapat,
13
Kumulatif
14. honorarium,
hadiah
atau
penghargaan dengan nama
dan dalam bentuk apapun,
dan imbal sejenis dengan
nama apapun
7. Honorarium atau imbalan Pasal 17 PB
Kumulatif
yang bersifat tidak teratur UU PPh
yang
diterima
atau
diperoleh anggota dewan
komisaris
atau
pengawas
dewan
yang
tidak
merangkap
pegawai
sebagai
tetap
pada
perusahaan yang sama
8. Jasa
produksi,
gratifikasi,
Tantiem, Pasal 17 PB
bonus
Kumulatif
atau UU PPh
imbalan lain yang bersifat
tidak teratur yang diterima
atau
diperoleh
mantan
pegawai
9. Penarikan
oleh
pensiun
dana
pesertan
pensiun Pasal 17 PB
program UU PPh
yang
masih
berstatus sebagai pegawai,
dari dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan
oleh mentri keuangan
14
Kumulatif
15. 10. Honorarium yang dananya
dari
keuangan
Negara/daerah
yang
diterima
oleh
pejabat
Negara,
PNS,
anggota
TNI/Polri
A .bagi PNS Golongan I 0%
PB
dan II, Anggota TNI
dan
anggota
berpangkat
dan
Polri
tamtama
bintara
dan
pensiunannya.
B. Bagi PNS bergolongan 0%
PB
III, Anggota TNI dan
anggota
berpangkat
Polri
Perwira
pertama
dan
pensiunannya.
C. Bagi PNS bergolongan
0%
IV, Anggota TNI dan
anggota Polri
berpangkat Perwira
Menengah, Perwira
Tingi dan pensiunannya.
11. Uang pesangon yang
diterima Pegawai atau
mantan pegawai,
15
PB
16. a. S.d. Rp.50.juta
5%
PB
b. >Rp.50 jt s.d. Rp100 jt
15%
PB
c. >Rp.100 jt s.d.Rp 500jt
25%
PB
d. >Rp.500 juta
30%
PB
a. S.d. Rp.50.juta
5%
PB
b. >Rp.50 jt s.d. Rp100 jt
15%
PB
12. Uang
manfaat
pensiun,
tunjangan hari tua, atau
jamnan hari tua:
13. Penghasilan dari pekerjaan, Pasal 17 PKP= (PBjasa, dan kegiatan yang UU PPh
(BJ+BP)-
diterima oleh tenaga Asing
PTKP)
(Expatriate)
yang
telah
berstatus sebagai WPDN
16
17. 14. Penghasilan dari pekerjaan
yang diterima oleh tenaga
Asing (Expatriate) yang
bekerja padaPerusahaan
Pengebora migas:
a. General Manager
Pasal 17 US$ 11.275
UU PPh
b. Manager
Pasal 17 US$ 9.350 per
UU PPh
c. Supervisior/ Tool
UU PPh
d. Assisten Supervisior/
Tool Pusher
Catatan :
Bagi penerma penghasila yang
memiliki
NPWP
yang
bulan
Pasal 17 US$ 3.245 per
UU PPh
21
bulan
Pasal 17 US$ 4.510 per
UU PPh
e. Crew Lainnya
PPh
bulan
Pasal 17 US$ 5.830 per
Pusher
dipotong
per bulan
tidak
dikenakan
pemotongan PPh 21 denga tarif
lebih tinggi 20% daripadah tariff
yang diterapkan terhadap WP yang
17
bulan
18. memiliki NPWP
Keterangan :
PKP: Penghasilan kena pajak
PB: Penghasilan bruto
BJ: Biaya jabatan
IP: Iuran Pensiun
BP: Biaya Pensiun
PPh Pasal 26
20% atau
Dasar Hukum : UU Nomor 36
Tahun 2008
tariff
P3B
624/KMK.04/1994
SE – 25/PJ.4/1995
15. Dividen
20% atau Jumlah Bruto
18
19. tariff
Final
P3B
16. Bunga termasuk premium, 20% atau Jumlah Bruto
diskonto,
dan
imbalan tariff
sehubungan
jaminan
Final
dengan P3B
pengembalian
utang.
17. Royalti,
sewa,
dan 20% atau Jumlah Bruto
penghasilan
lain tariff
sehubungan
Final
dengan P3B
penggunaan harta
18. Imbalan
sehubungan 20% atau Jumlah Bruto
Final
dengan jasa, pekerjaan, dan tariff
kegiatan
P3B
19. Hadiah dan penghargaan
20% atau Jumlah Bruto
Final
tariff
P3B
20. Pensiunan dan pembayaran 20% atau Jumlah Bruto
berkala lainnya
Final
tariff
P3B
21. Premi Swap dan transaksi 20% atau Jumlah Bruto
lindung nilai lainnya
Final
tariff
P3B
22. Keuntungan
pembebasan utang
karena 20% atau Jumlah Bruto
Final
tariff
P3B
23. Penghasilan dari penjualan 20%
x Harga Jual
atau pengalihan harta di perkiraan
19
Final
20. Indonesia,
kecuali
yang phs neto
diatur dalam Pasal 4 ayat atau tarif
(2) UU PPh di terima WP P3B
LN
selain
BUT
di
Indonesia
24. Premi asuransi, termasuk
Premi
Premi Reasuransi
dibayar
c. Dibayarkan tertanggung 20%
kepada
yang Final
perusahaan 50
x Premi
yang Final
% dibayar
asuransi di LN baik atau 10%
secara
langsung atau tarif
maupun melalui pialang
P3B
d. Dibayarkan perusahaan 20%
asuransi di Indonesia 10
kepada
x Premi
yang Final
% dibayar
perusahaan atau 2%
asuransi di luar negeri, atau tarif
baik secara langsung P3B
maupun melalui pialang
e. Dibayarkan perusahaan 20%x5%
Premi
yang Final
reasuransi di Indonesia atau 1% dibayar
kepada
perusahaan atau
asuransi LN baik secara tariff
langsung
maupun P3B
melalui pialang
25. Penghasilan dari penjualan 20%x
atau
pengalihan
sebagaimana
saham perkiraan
dimaksud phs neto
dalam pasal 18 ayat (3c) atau tarif
UU PPh
P3B
20
Harga jual
Final
21. 26. Penghasilan BUT, kecuali 20% atau
Pengha
di tanamkan kembali di tariff
silan
kena
Indonesia
pajak
PPh
BUT
Final
di
P3B
Indonesia
Contoh Penghitungan pajak Penghasilan pasal 21
Tn. Darusman adalah pegawai tetap
PT Nagoya telah ber-NPWP
memperoleh penghasilan setiap bulan sebesar Rp.2.500.000,00. Kewajiban setiap
bulan yang harus dibaar tuan Tn. Darusman adalah iuaran pensiun sebesar Rp.
50.000,00.Bedasarkan data tersebut , hitung lah PPh terutang setiap bulan yan
harus dibayar, apabila Tn Darusman telah menikah dan tidak punya tanggungan
serta bagai mana PT,Nagoya melakukan pencatatannya melalui ayat jurnal.
Penghitungan pajak penghasilan Pasal 21 adalah sebagai berikut:
Gaji sebulan
Rp.2.500.000,00
Pengurangan
21
22. 1. Biaya jabatan 5%x Rp.2.500.000,00 Rp.125.000,00
2. Iuran pensiunan
Rp.50.000,00
Rp.175.000,00
Penghasilan neto sebulan
Rp.2.325.000,00
Penghasilan neto setahun
(12xRp2.325.000,00)
Rp.27.900.000,00
PTKP
Untuk wajib pajak
Rp.24.300.000,00
Untuk status kawin
Rp.2.025.000,00
Penghailan kena pajak
Rp.26.325.000,00
Rp.1.575.000,00
PPh Pasal 21 Setahun
=5%xRp.1.575.000,00
=Rp.78.750,00
PPh Pasal 21 Sebulan
=1/12xRp.78.750,00
=Rp.6.600,00 (dibulat kan)
Ayat jurnal yang dibuat adalah
1. Pada saat pemotongan pajak atas pembayaran gaji setiap bulan
Tgl
Akun
Debit
Biaya gaji
Rp,2.500.000,00
22
Kredit
23. Iuranpensiunan terutang
Rp,50.000,00
PPh pasal 21 terutang
Rp,6.600,00
Kas dan bank
Rp,2.493.400,00
2. Pada saat perusahan menyetor ke kas Negara dan pembayaan iuran
pensiun via bank
Tgl
Akun
Debit
PPh pasal 21 terutang
Rp,6.600,00
Iuran pensiunan terutang
Rp,50.000,00
Kas dan bank
Kredit
Rp.56.600,00
Secara umum pemotongan PPh pasal 21 juga menganut system self
assessment. Kewajiban menghitung PPh pasal 21 teruang, menyetor, dan
melaporkan berada pada pihak pemberi kerja. Kewajiban melaporkan
diwujudkan dengan menyampaikan SPT masa PPh pasal 21, walaupun si
penanggung pajaknya adalah para karyawan. Oleh karena itu, bila ada
kelebihan Pembayaran pajak dapat dikompensasikan pada bulan
berikutnya. Kemungkinan lain penanggung pajaknya sebagian atau
seluruhnya adalah
pemberi kerja, dapat berupa tunjangan pajak atau
berupa kenikmatan.
Perlakuan dalam pajak tersebut:
1. Bagi pihak pemberi kerja tunjangan pajak tersebut dapat dianggap
biaya dan penghasilan karyawan , sedangkan bagi pekerja tunjangan
pajak dianggap sebagai penghasilan.
2. Kenikmatan berupa pajak penghasilan pasal 21 atas pekerja yang
ditanggung oleh pemberi kerja tidak dapat dibiayakan oleh pemberi
23
24. kerja, demikian sebaliknya bagi pekerja tidak dinyatakan sebagai
penghasilan.
Tn Yamin. Berstatus kawin mempunyai tanggungan satu anak, bekerja
pada PT nirwana dengan gaji Rp.6000.000,00 sebulan dan diberikan
tunjangan pajak sebesar Rp.200.000,00 serta iuran pensiun Rp,150.000,00
sebulan untuk yayasan dana pensiun yang pendirinya disahkan oleh mentri
keuangan.
Gaji sebulan
Rp.6.000.000,00
Tunjangan
Rp.200.000,00
PPh pasal 21 terutang
Rp.214.000,00
Iuran Pensiunan yang dibayar
Rp.150.000,00
Ayat jurnal yang disusun:
1. Saat pembayaran gaji
Tgl
Akun
Debit (Rp)
24
Kredit (Rp)
25. Biaya Gaji
6.000.000,00
Tunjangan Pajak
200.000,00
PPh Pasal 21 Terutang
214.000,00
Iuran Pensiun Terutang
150.000,00
Kas dan Bank
5.863.000,00
2. Saat penyetoran PPh Pasal 21 dan iuran pensiun
Tgl
Akun
Debit (Rp)
PPh Pasal 21 Terutang
214.000,00
Iuran Pensiun Terutang
Kredit (Rp)
150.000,00
Kas dan Bank
364.000,00
3. Saat pembebanan biaya atas tunjangan pajak
Tgl
Akun
Debit (Rp)
Saldo Laba
Kredit (Rp)
200.000,00
Tunjangan Pajak
200.000,00
Contoh kasus pemotongan pajak dengan penghasilan harian
Polan (belum menikah) pada bulan Juli 2009 bekerja selama 15 hari kerja
pada sebagai upah harian pada penambahan ruang SD Negeri 007 Jakarta
Utara dengan menerima upah sebesar Rp140.000,00 per hari.
25
26. PPh Pasal 21 terutang:
Penghasilan per hari Rp140.000,00
Batas penghasilan bruto yang tidak dikenakan PPh atas upah
Rp 200.000,00
Sehingga tidak terutang PPh Pasal 21
Pada hari ke-15 dalam bulan Juli (bulan yg sama), Polan telah
menerima penghasilan melebihi Rp.2.025.000,00, yaitu Rp140.000,00 x
15 = Rp2.100.000,00. Maka PPh Pasal 21 atas penghasilan Polan dihitung
sebagai berikut:
PPh Pasal 21 terutang:
Penghasilan 15 hari
Rp2.100.000,00
PTKP 15 hari
15 x (Rp24.300.000,00/360)
Rp 1.012.500,00
Penghasilan harian terutang PPh Pasal 21
Rp 1.087.500,00
PPh Pasal 21 yg harus dipotong pada hari-15
( 5% x Rp1.087.500,00) = Rp 54.375,00
Apabila Polan tidak memiliki NPWP, maka akan dipotong Bendahara 20%
lebih tinggi dari tarif 5% atau menjadi dikenakan tarif 6%
Jurnal pencatatan nya:
Tgl
Akun
Debit (Rp)
26
Kredit (Rp)
27. Biaya Upah
2.100.000
Utang PPh ps 21
54.375
Kas atau Bank
1.045.625
Contoh kasus pemotongan pajak atas WP yang mendapatkan
tunjangan dan pembayaran atas premi.
Karyawati Ken Prameswari (tidak kawin), ber-NPWP, bekerja pada PT
Prabu Kedaton dengan memperoleh gaji sebesar Rp 2.750.000,00 sebulan.
Perusahaan ikut dalam program jamsostek. Premi Jaminan Kecelakaan
Kerja dan premi Jaminan Kematian dan Iuran Jaminan Hari Tua dibayar
oleh pemberi kerja setiap bulan masing-masing sebesar 1,00%, 0,30% dan
3,70% dari gaji. Prameswari membayar iuran Pensiun Rp 50.000,00 dan
iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji untuk setiap bulan.
Perhitungan PPh Pasal 21/bulan:
Gaji setahun (12xRp 2.750.000,00) =
Rp
33.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 12 x Rp 27.500,00 =
Rp
330.000,00
Premi Jaminan Kematian12 x Rp 8.250,00 =
Rp
99.000,00
Jumlah
Rp
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
27
33.429.000,00
28. 5% x Rp 33.429.000,00=
Rp
1.671.450,00
2. Iuran pensiun setahun
12 x Rp 50.000,00=
Rp
600.000,00
Rp
660.000,00
3. Iuran Jaminan Hari Tua
12 x Rp 55.000,00=
Jumlah
Rp
2.931.450,00
Penghasilan neto setahun =
Rp
30.497.550,00
- untuk WP sendiri
Rp
24.300.000,00
Penghasilan Kena Pajak
Rp
6.197.550,00
Pembulatan
Rp
6.200.000,00
PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp 6.200.000,00=
Rp
310.000,00
PTKP
Jurnal Akuntansi:
1. Saat pemotongan pajak atas pembayaran gaji setiap bulan:
28
29. Tgl
Akun
Debit (Rp)
Biaya Gaji
Rp.2.750.000
Biaya Asuransi- JKK
Rp.27.500
Biaya Asuransi- Jaminan
Kredit (Rp)
Rp.8.250
kematian
Asuransi- JKK Terutang
Asuransi-Jaminan
Kematian Terutang
Iuran Pensiun Terutang
Iuran JHT Terutang
Rp.27.500
Rp.8.250
Rp.50.000
Rp.55.000
Rp.310.000
Pasal 21 Terutang
Rp.2.335.000
Kas dan Bank
2. Saat menyetor PPh Pasal 21 ke kas negara dan pembayaran pensiun via
bank:
29
30. Tgl
Akun
Debit (Rp)
Kredit
(Rp)
Pasal 21 Terutang
Rp. 310.000
Asuransi- JKK Terutang
Rp.27.500
Asuransi- Jaminan Kematian Terutang
Rp.8.250
Iuran Pensiun Terutang
Rp.50.000
Iuran JHT Terutang
Rp.55.000
Kas dan Bank
30
Rp.450.750