SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 73
Hasil Audit GACA
Garuda Bebas Terbangi Arab Saudi
Nograhany Widhi K - detikcom

Jakarta - Hasil audit tim ahli dari General Authority of Civil Aviation (GACA) Arab
Saudi menyimpulkan tidak ada hambatan penerbangan Garuda untuk terbang ke Arab
Saudi, terutama untuk urusan haji.

Hal ini disampaikan Menteri Perhubungan Jusman Syafei Djamal di Departemen
Perhubungan, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (2/8/2007).

"Tidak akan ada restriksi penerbangan Garuda untuk terbang ke Arab Saudi, terutama
untuk haji," kata Jusman.

Menurut dia, Garuda tetap bisa melakukan penerbangan seperti biasa untuk urusan haji.

"Memang ada beberapa protokol yang perlu ditindaklanjuti tetapi tidak menghalangi
penerbangan Garuda ke Arab Saudi. Jadi tidak ada halangan terbang di wilayah Arab
Saudi," ujarnya.

Vice President for Safety and Economic Regulation GACA Mohammed R Berenji
menilai sudah ada peningkatan dan pengembangan status dan regulasi Garuda.

"Saya optimistis Garuda menjadi lebih baik," kata Berenji.

Pemerintah Arab Saudi sebelumnya diberitakan hendak mengikuti kebijakan Uni Eropa
yang melarang maskapai Indonesia menerbangi wilayahnya.

Indonesia lantas mengundang GACA untuk mengaudit maskapai dalam negeri untuk
mengetahui kemajuan tingkat keselamatan penerbangan nasional. Tim GACA tiba di
Jakarta akhir Juli lalu. (aan/nrl)
Jakarta - Mengejutkan! Lebih dari 30 ribu balita di Indonesia pertahun tewas akibat
penyakit campak. Depkes pun akan menggalakkan vaksinasi mulai 10 Agustus 2007
nanti. Imunisasi campak ini ditargetkan di 12 provinsi.

"Mulai 10 Agustus nanti hingga satu bulan, Depkes akan melakukan kampanye imunisasi
campak dengan target 12 provinsi," kata Menkes Siti Fadilah Supari dalam jumpa pers di
Depkes, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Kamis (2/8/2007).

Menurut Siti, imunisasi campak ini dilakukan minimal dua kali, yakni pada anak-anak
usia 6-56 bulan dan usia 6-12 tahun.

Siti menyesalkan banyaknya ibu-ibu yang takut mengimunisasikan anak-anaknya
lantaran takut ada kandungan minyak babi dalam cairan yang disuntikkan.
"Jangan percara tentang imunisasi yang menganduk minyak babi. Karena itu hanya
dipakai sebagai katalisator. Tidak disuntikkan ke anak," tegas Menkes.

Akibat isu tidak benar tersebut, lanjut Siti, sejak tahun 2005 ada sekitar 700 ribu anak
tidak diimunisasi.

"Padahal kita sudah dapat lisensi dari MUI," pungkasnya. (anw/sss)

Baca juga:
Air Bercampur Tinja dan Asam Bongkrek Picu Penyakit Misterius
Amelia Altiara Abera - detikcom

Jakarta - Penyebab penyakit misterius yang menyerang warga Dusun Beran, Desa
Kanigoro, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, diduga dipicu dua
hal.

"Ada dua kemungkinan, yakni adanya logam berat yang berasal dari air yang tercampur
oleh tinja akibat sanitasi lingkungan tidak bagus, dan asam bongkrek yang terdapat dalam
tempe gembus," ujar Menkes Siti Fadilah Supari.

Hal tersebut ia sampaikan dalam jumpa pers di kantor Depkes, Jalan HR Rasuna Said,
Jakarta, Kamis (2/8/2007).

Dari kedua kemungkinan tersebut, Siti lebih menuduh asam bongkrek sebagai penyebab
penyakit misterius ini.

"Dugaan kami mengerucut pada tempe gembus," kata Siti.

Siti menambahkan, saat ini bagian Litbang Depkes sedang meneliti asam bongkrek
tersebut. "Hasilnya baru diketahui satu minggu lagi," kata dia.

Saat ditanya apakah penyakit misterius ini juga disebabkan oleh cacing mikroba, Menkes
tidak menampiknya.

"Cacing mikroba terdapat dalam air yang sanitasinya tidak bagus, ini juga kita teliti,
hasilnya minggu depan," pungkasnya. (anw/sss)

Baca juga: 01/08/2007 13:23 WIB
Korban Penyakit Misterius Tidak Makan Tempe Gembus
Bagus Kurniawan - detikcom

Magelang - Tempe gembus sebagai penyebab penyakit misterius di Desa Kanigoro,
Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, diragukan warga. Sebab, para korban tidak
mengonsumsi tempe gembus sebelum jatuh sakit. Mereka hanya mengonsumi nasi dan
sayuran biasa.
"Kami tidak makan tempe gembus sebelum kejadian, tapi kalau sayur kacang panjang
dan daun kol serta tempe atau tahu memang iya dan itu menu sehari-hari," kata Asmuni
di rumahnya, di Dusun Beran Desa Kanigoro, Kecamatan Ngablak Kabupaten,
Magelang, Rabu (1/8/2007).

Menurut dia, warga tidak terbiasa mengonsumsi makanan seperti tempe gembus yang
berasal dari ampas tahu itu. Sebab untuk membelinya, warga harus pergi ke pasar Grabag
atau Pasar Ngablak yang berjarak sekitar 6-8 km. Kalaupun harus ke pasar, mereka pergi
ke pasar terdekat di dusun sebelah, namun tidak dilakukan setiap hari.

"Paling-paling seminggu atau tiga hari sekali ke pasar kalau memang ada kebutuhan yang
harus dibeli di sana. Kami tiap hari makan dengan lauk dan sayuran seadanya," kata
Asmuni yang juga ditinggal istrinya, Aslamiyah (37), akibat penyakit misterius itu.

Sementara itu Kepala Desa Gadang Rintoko di Posko Kesehatan Dusun Beran
mengatakan warga yang meninggal maupun yang dirawat d rumah sakit tidak makan
tempe gembus. Namun bila ada yang makan tempe gembus, maka jumlah korban yang
sakit maupun meninggal saat kejadian pertama pada hari Minggu 22 Juli lalu akan
bertambah banyak.

"Kalau pun ada warga yang makan gembus, mengapa mereka tidak sakit atau meninggal.
Ini sangat berbeda dengan kondisi di lapangan. Kami juga belum tahu data atau hasil
sepenuhnya dari Depkes," kata dia. (bgs/asy
Menkes: Tempe Gembus Penyebab Kuat Penyakit Misterius
Gagah Wijoseno - detikcom

Jakarta - Keracunan tempe gembus. Itulah dugaan sementara yang menewaskan 10 orang
warga Magelang, Jawa Tengah. Keracunan itu akibat bakteri pseudomonas cocovenenans
yang berkembang biak di tempe gembus.

"Menurut informasi, mereka makan tempe gembus makanya yang banyak kena itu ibu-
ibu. Bapaknya sedang kerja. Kemungkinan besar keracunan itu disebabkan tempe
gembus," kata Menkes Siti Fadilah Supari.

Hal ini disampaikan Menkes di Departemen Kesehatan, Jalan HR Rasuna Said,
Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (31/7/2007).

Selain tempe gembus, kata Menkes, ada beberapa dugaan yang menyebabkan kematian
warga Magelang yakni keracunan logam seperti arsen, cadmium, cromium serta
keracunan bahan biologis.

"Dugaan keracunan logam masih perlu pemeriksaan lebih lanjut," ujarnya.

Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) I Nyoman Kandun
menambahkan keracunan disebabkan bakteri pseudomonas cocovenenans.
"Bakteri itu tidak hanya hidup di tempe bongkrek, tetapi juga di tempat lain seperti di
tempe gembus. Kasus ini baru kali ini. Tetapi ini belum difinitif, masih pemeriksaan lebih
lanjut tentang logam berat dan insektisida," terang Kandun. (aa
LSI: 73% Penduduk Indonesia Dukung Amandemen UUD 1945
Iqbal Fadil - detikcom


Jakarta - 73 Persen penduduk Indonesia mendukung amandemen UUD yang berkaitan
dengan peningkatan wewenang Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Hal itu agar DPD
lebih mampu memperjuangkan kepentingan daerah yang diwakilinya.

Demikian hasil survei nasional yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI)
sepanjang bulan Juli 2007. Survei melibatkan 1.300 responden yang diambil dengan
metode multistate random sampling. Tingkat kepercayaan mencapai 95 sedangkan
margin of error lebih kurang 2,8 %.

"Umumnya warga mendukung amandemen UUD 1945 untuk memperkuat wewenang
DPD," kata Direktur LSI Saiful Mujani dalam diskusi publik dan pemaparan hasil survei
LSI tersebut di Hotel Sari Pan Pacific, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (2/8/2007).

Saiful menjelaskan, dukungan publik terhadap amandemen tersebut berdasarkan
wewenang DPD yang selama ini dianggap lemah. Amandemen untuk memperkuat DPD
tidak bisa dihindari agar representasi kepentingan daerah dapat terwakili.

"Hampir semua warga mengharapkan agar DPD punya peran legislasi yang lebih jelas
dan lebih kuat. Yakni, ikut memutuskan undang-undang yang berkaitan dengan daerah
bersama-sama anggota DPR," ujarnya.

Menurut Saiful, hasil survei ini membuktikan bahwa asumsi atau pendapat sebagian
orang yang menyatakan usulan amandemen hanya berasal dari elit politik adalah salah.

Meski warga tidak mengetahui bahwa DPD tidak punya fungsi legislasi, mereka
mengharapkan fungsi legislasi DPD diperkuat dan tidak dibubarkan. (irw/nrl)

Baca juga: 02/08/2007 12:41 WIB
PAN Tarik Dukungan, Amandemen UUD Terancam Gagal
Muhammad Nur Hayid - detikcom

Jakarta - Akibat penarikan dukungan oleh PAN, amandemen UUD 1945 terutama pasal
22D tentang kewenangan DPD terancam gagal. Namun PAN berjanji untuk mengusulkan
tambahan kewenangan DPD dalam revisi UU Susduk.

"Kalau kurang, tentu pimpinan MPR tidak melanjutkan ke sidang majelis, karena tidak
memenuhi syarat," ujar Wakil Ketua MPR asal PAN AM Fatwa di Gedung MPR,
Senayan, Jakarta, Kamis (2/8/2007).
Menurut Fatwa, meski usulan DPD kali ini banyak tantangan, namun ia apresiatif dengan
upaya DPD untuk mengenalkan lembaga tersebut secara kontinu kepada masyarakat.

"DPD sudah sangat berjasa untuk mengenalkan lembaga ini ke masyarakat luas. Karena
semua itu butuh proses," kata Wakil Ketua Majelis Penasihat Partai (MPP) PAN ini.

Saat ditanya alasan PAN menarik dukungan tesebut, menurut Fatwa, keputusan itu adalah
hasil rapat DPP. Namun kompensasinya, PAN akan mendorong dalam revisi UU Susduk
untuk memberi kewenangan DPD yang lebih luas, bukan melalui amandemen.

"Saya sudah diberi tahu itu hasil rapat DPP PAN. Komitmen PAN akan mengajak fraksi-
fraksi lain untuk meningkatkan kewenangan DPD melalui revisi UU Susduk," tandasnya.

Syarat minimal untuk melajutkan usulan DPD untuk mengamandemen pasal 22D UUD
1945 bisa ditindaklanjuti jika didukung oleh minimal 1/3 anggota MPR, yaitu 226 orang.
(anw/sss)

02/08/2007 12:28 WIB
Kasus Narkoba Turun di Kwartal I/2007
Andi Saputra - detikcom

Jakarta - Kasus penyalahgunaan narkoba pada kwartal pertama 2007 mengalami
penurunan dibanding tahun lalu, yakni dari 8.286 menjadi 7.027 kasus.

"Untuk jumlah tersangka pun ikut menurun. Dari 16.040 menjadi 12.475," kata
Kabareskrim Polri Komjen Pol Bambang Hendarso yang diwakili oleh Wakil Direktur
IV/TP Narkoba dan KT Kombes Pol Badaruzzaman.

Badaruzzaman menyampaikan hal itu di kantor Badan Narkotika Nasional (BNN), Jl MT
Haryono, Jakarta Timur, Kamis (2/8/2007).

Untuk bulan terakhir kwartal pertama 2007 ini (15 Mei-15 Juni), BNN pusat telah bekerja
sama dengan 13 Polda dalam menangani penyalahgunaan narkoba.

Hasilnya, total seluruh kasus adalah 1.127 dengan jumlah tersangka 1.581 orang. Adapun
untuk nilai barang yang disita mencapai Rp 88 miliar.

"Dari total semua yang tertangkap dapat diselamatkan dari pecandu sejumlah
232.620.143 orang," ujar Badaruzzaman.

Badaruzzaman melanjutkan, pada kwartal pertama ini ada 18 kasus baru yang berhasil
diungkap. Yakni, dari penemuan ladang ganja di Aceh sampai pabrik psikotropika.

"Tadi malam sebetulnya kita juga telah menangkap jaringan. Tapi, karena masih dalam
pengembangan belum bisa diberitahukan ke publik," pungkasnya.
PAN Tak Persoalkan Amien Rais Dituduh Inkonsisten
Irwan Nugroho - detikcom

Jakarta - Wakil Ketua DPD Laode Ida menuduh mantan ketua PAN Amien Rais tidak
konsisten dengan dukungannya terhadap amandemen UUD 1945. PAN menanggapinya
ringan.

"Biasalah, Pak Laode," kata anggota FPAN DPR Putra Jaya Husin kepada detikcom,
Kamis (2/8/2007).

Menurut Husin, wajar jika sebelum mengambil keputusan DPP PAN meminta
pertimbangan Amien Rais selaku Ketua Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) partai
berlambang matahari terbit itu. Namun, keputusan sepenuhnya berada di tangan DPP.

Husin mengatakan, sejak awal, sebenarnya PAN tidak mendukung amandemen UUD
1945. Dari 53 anggota FPAN, hanya 5 yang menandatangani dukungan.

"Ini kan UUD, tidak harus 5 tahun dikoreksi. Harusnya 15 tahun baru bisa. Kan
dipraktekkan dulu, ada enggak dampaknya bagi masyarakat," ujar Husin.

Apalagi, lanjut Husin, usul amandemen UUD 1945 kali ini hanya menyangkut
kedudukan suatu lembaga negara, yakni DPD. Amandemen seperti itu sama sekali tidak
menyentuh kepentingan masyarakat.

"Jadi buat saya, DPD segera saja menguatkan diri. Menjadi komunikator antara bupati
dan gubernur dengan DPR," pungkas Husin.

Seperti diberitakan, PAN menarik dukungannya terhadap usul amandemen UUD 1945.
Amis Rais disebut-sebut memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan itu. (irw/
nrl)
PAN Cabut Dukungan Amandemen UUD Karena Tak Efektif
Arifin Asydhad - detikcom

Jakarta - Partai Amanat Nasional (PAN) resmi mencabut dukungan terhadap amandemen
UUD 45. Para anggota Fraksi PAN yang telah meneken dukungan diminta mencabut
kembali. Sekjen DPP PAN Zulkifli Hasan membenarkan hal ini. Menurut dia, PAN
menarik dukungan karena sudah tidak efektif lagi.

Namun, pengakuan Zulkifli Hasan agak berbeda dengan dua dokumen surat yang
didapatkan detikcom. Di dua surat itu, PAN sudah memutuskan mencabutkan dukungan
berdasarkan rapat harian DPP PAN 25 Juli 2007. Namun, menurut Zulkifli, kepastian
PAN mencabut dukungan akan diputuskan dua hari lagi.

"Dalam dua hari ini akan diputuskan. Kemungkinan besar, kita akan cabut," kata Zulkifli
saat dihubungi detikcom, Kamis (2/8/2007).
Saat ditanya apa alasan PAN mencabut dukungan, menurut Zulkifli, karena pendukung
usulan itu sudah tidak signifikan. "Sudah tidak efektif lagi. Rapat-rapat pun sudah tidak
ada. Golkar, PDIP, Demokrat sudah tidak mendukung. Kan ini sudah tidak efektif," ujar
dia.

Menurut Zulkifli, dengan tidak ada dukungan dari partai-partai dan fraksi-fraksi besar itu,
maka pendukung usulan amandemen UUD 45 akan tidak mencapai
kuorum. "Kuorumnya ditetapkan 2/3 dari jumlah anggota MPR. Kalau fraksi-fraksi besar
sudah tidak mendukung, ya mungkin tidak kuorum. Tidak artinya, kalau PAN
mendukung," ujar dia.

Hingga saat ini, kata Zulkifli, ada sekitar 10 orang anggota FPAN yang menorehkan
tanda tangannya mendukung amandemen UUD 45 itu. Bila PAN telah memutuskan
mencabut dukungan, maka semua anggota FPAN yang terlanjur menandatangani
dukungan, harus mencabutnya kembali.

Pimpinan MPR sebelumnya sudah menentukan batas 7 Agustus 2007 bagi masing-
masing fraksi untuk menentukan sikap. Bila sampai 7 Agustus 2007, dukungan usulan
amandemen UUD 45 ini tidak memenuhi syarat, maka usulan yang dimotori Dewan
Perwakikan Daerah (DPD) ini tidak bisa dilaksanakan. (asy/nrl)
02/08/2007 07:47 WIB
Amien Rais di Belakang PAN Cabut Dukungan Amandemen UUD
Arifin Asydhad - detikcom

Jakarta - Mantan Ketua MPR yang juga mantan Ketua Umum DPP PAN Amien Rais
memiliki peran penting dalam keputusan DPP PAN mencabut dukungan terhadap usulan
amandemen UUD 45. Ada memo Amien sebelum DPP PAN memutuskan mencabut
dukungan.

Memo Amien Rais ini ditulis pada 22 Juli 2007 dengan tulisan tangan dan ditujukan
kepada Ketua Umum DPP PAN Soetrisno Bachir. Memo ini sebenarnya bukan sesuatu
yang sangat istimewa, karena Amien juga masih menjadi bagian PAN, sebagai Ketua
Majelis Pertimbangan Partai (MPP) DPP PAN.

Berikut dokumen memo yang ditulis Amien Rais yang didapatkan detikcom, Kamis
(2/8/2007): "Dear Mas SB: Setelah pertimbangan matang, sebaiknya PAN tidak ikut
amandemen UUD 45. Bisa membuat kegaduhan politik. Wassalam. Tanda tangan Amien
Rais mengakhiri memo tersebut.

Memo inilah yang kemudian menjadi bahasan rapat harian DPP PAN 25 Juli 2007 lalu.
Hasil rapat, DPP PAN memutuskan untuk mencabut dukungan terhadap usulan
amandemen itu dan meminta semua anggota FPAN mencabut kembali dukungannya.

Pencabutan PAN ini semakin memperpanjang daftar parpol yang menolak usulan
amandemen UUD 45 yang digagas Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu. PDIP, Golkar,
PPP, dan PD telah menolak usulan mengamandemen pasal 22 D tentang kewenangan
DPD itu lebih dulu.

Parpol-parpol ini memiliki alasan yang beragam. Ada yang menilai usulan
mengamandemen pasal kewenangan DPD ini bukanlah datang dari massa akar rumput,
tapi datang dari elit. Ada juga partai yang menilai pembahasan mengenai hal ini belum
bersifat mendesak, karena masih banyak hal yang terkait masyarakat banyak yang lebih
penting untuk dibahas.

Pimpinan MPR sebelumnya sudah menentukan batas 7 Agustus 2007 bagi masing-
masing fraksi untuk menentukan sikap. Bila sampai 7 Agustus 2007, dukungan usulan
amandemen UUD 45 ini tidak memenuhi syarat, maka usulan ini tidak bisa dilaksanakan.
(asy/asy)

Baca juga:
04/06/2007 15:36 WIB
Gubernur se-Indonesia Teken Dukungan Amandemen UUD 1945
Muhammad Nur Hayid - detikcom

Jakarta - 22 UU Sektoral bertabrakan dengan UU 32/2004 tentang Otonomi Daerah. Satu
per satu gubernur dari Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) pun
membubuhkan tanda tangan mendukung amandemen UUD 1945.

Tanda tangan itu dibubuhkan oleh 29 gubernur yang tergabung dalam APPSI saat
bertemu dengan DPD di Gedung Senayan, Jakarta, Senin (5/6/2007).

"Dukungan itu dalam rangka memperkuat peran DPD agar dapat mengawal pelaksanaan
otonomi daerah dengan sebaik-baiknya," kata Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad.

Dalam poin 4, menurut dia, APPSI mendukung perubahan pasal 22 d UUD 1945 untuk
memperkuat fungsi legislasi DPD RI secara penuh menyangkut bidang otonomi daerah.

Ketua DPD Ginandjar Kartasasminta menyambut baik dukungan APPSI.

"Ini bukti tidak ada alasan lagi amandemen hanya wacana elit di Senayan karena
gubernur se-Indonesia sudah mendukung. Padahal rakyat diwakili oleh pemimpinnya di
daerah," kata Ginandjar. (aan/nrl)
Usul Amandemen UUD 45 Diputus 7 Agustus
Muhammad Nur Hayid - detikcom

Jakarta - Setelah rapat cukup alot selama 3 jam akhirnya pimpinan MPR dan pimpinan
fraksi-fraksi MPR sepakat memberikan waktu selama 90 hari untuk memutuskan usul
amandemen UUD 45.

"Kita sepakat untuk memberikan waktu selama 3 bulan sejak 9 Mei hingga 7 Agustus
untuk mengkaji usul amandemen pasal 22 D tentang kewenangan DPD," ujar Ketua MPR
Hidayat Nurwahid dalam jumpa pers di Gedung GBHN Nusantara V DPR, Senayan,
Jakarta, Selasa (22/5/2007).

Hidayat mengharapkan, waktu yang diberikan selama 3 bulan itu dapat digunakan oleh
fraksi-fraksi MPR untuk mengkaji dukungan yang sudah dibubuhkan dalam bentuk tanda
tangan.

"Setelah 3 bulan, tidak boleh ada lagi yang menarik dukungan. Karena itu batas maksimal
yang diatur dalam UU," imbuh mantan Presiden PKS ini.

Hidayat menambahkan, syarat minimal dukungan untuk amandemen yaitu sepertiga
jumlah anggota MPR masih konsisten mendukung usulan amandemen.

"Sampai saat ini dukungan minimal masih terpenuhi, yaitu ada 226 anggota yang telah
menandatangani. Kita akan tunggu sampai tanggal 7 Agustus mendatang. Kalau tidak ada
yang menarik dukungan, pasti kita akan gelar sidang majelis," terang Hidayat.

Fraksi-fraksi di MPR yang setuju mengamandemen UUD 45 adalah FKB dan FPBR.
Sementara FPAN, FPPP, FPDS masih mengkaji. Sedangkan FPDIP sejak awal menolak
amandemen. FPG dan FPD mencabut dukungan setelah sebelumnya mendukung.
(nik/sss)
16/05/2007 12:06 WIB
Giliran FPPP Tarik Dukungan Amandemen UUD 45
Muhammad Nur Hayid - detikcom

Jakarta - Bagai ditusuk belati, DPD terus ditelikung partai-partai politik. Setelah Fraksi
Partai Demokrat (FPD) dan Fraksi Partai Golkar (FPG) menarik dukungannnya. Kali ini
giliran FPPP.

Pimpinan FPP secara resmi menginstruksikan kepada seluruh anggotanya mencabut
tanda tangan yang sudah dibubuhkan untuk mendukung amandemen UUD 45 pasal 22D
terkait penambahan kewenangan DPD.

Pencabutan dukungan FPPP ini disampaikan oleh Sekretaris DPP PPP Irgan Chairul
Mahfiz dalam siaran persnya di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Rabu (16/5/2007).

Keputusan itu diambil dalam rapat harian DPP PPP pada Selasa 14 Mei malam yang
dipimpin langsung Ketua Umum PPP Suryadharma Ali. Alasannya, PPP melihat
persoalan amandemen belum saatnya dilakukan karena hasil amandemen yang pertama
hingga keempat belum dilaksanakan sepenuhnya.

Selain itu, PPP menilai ada agenda politik nasional yang lebih prioritas dalam
pembahasan revisi UU paket politik untuk menghadapi pemilu 2009.
Menanggapi perintah DPP PPP tersebut, Ketua FPPP DPR Lukman Hakim Saefuddin
membenarkan adanya perintah tersebut. "Benar ada perintah dari DPP demikian untuk
mengkaji lagi soal amandemen," tuturnya.

Perlu diketahui dari 57 anggota FPPP MPR sebanyak 7 orang telah menandatangani
dukungan amandemen. Dengan instruksi penarikan ini berarti dukungan minimal usulan
amandemen oleh DPD sebanyak 226 tidak terpenuhi.

(mar/umi)
5/05/2007 16:34 WIB
FPG MPR Tarik Dukungan Amandemen UUD 45
Muhammad Nur Hayid - detikcom

Jakarta - Satu persatu dukungan terhadap amandemen UUD 1945 pasal 22 D berguguran.
Setelah Fraksi Partai Demokrat (FPD) MPR mencabut dukungannya, kini giliran Fraksi
Partai Golkar (FPG). Akibatnya, jumlah suara tidak memenuhi syarat minimal.

Penarikan dukungan dari FPG dilakukan melalui surat DPP Partai Golkar No:
B-387/Golkar/V/2007 tertanggal 14 Mei 2007. Isi surat itu menyerukan kepada anggota
FPG untuk mengkaji ulang dukungan amandemen UUD 1945 terkait pasal kewenangan
DPD itu.

Selain itu, surat itu juga meminta semua kader Golkar untuk mamatuhi dan
menyesuaikan dengan sikap politik partai. Surat itu ditandatangi Ketua DPP Golkar Ali
Wongso dan Sekretaris Jenderal Sumarsono.

"Kami akan meminta pimpinan MPR mengkaji ulang persyaratan usul amandemen
karena sikap Golkar secara resmi akan mengkaji lagi dukungan untuk amandemen," kata
Sekretaris FPG MPR Hajriyanto Tohari.

Hal itu disampaikan dia di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (15/5/2007).

Prihatin

Menanggapi pencabutan dukungan itu, Wakil Ketua DPD Laode Ida mengaku prihatin
dan menyayangkan. Sikap politik itu dinilai tidak konsisten.

"Kita turut prihatin dengan sikap penyelenggara negara yang tidak konsisten," ujarnya.

"Kita akan berusaha memenuhi lagi persyaratan minimal," lanjut Laode.

Akibat penarikan dukungan FPG yang berjumlah 12 orang, jumlah dukungan
amandemen menjadi hanya 223. Padahal syarat minimal 226 suara.
Menurut informasi yang dikumpulkan detikcom, penarikan dukungan akan terus terjadi
yaitu dari PKB dan PBR. Namun hingga kini belum ada konfirmasi resmi dari kedua
partai tersebut. (ken/nrl)

Baca juga:
11/05/2007 13:40 WIB
Yusril: Sering Diamandemen, UUD Malah Jadi Kacau-balau
Muhammad Nur Hayid - detikcom

Jakarta - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra berpendapat, terlalu sering
mengamandemen UUD 45 akan menimbulkan kekacauan baru dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia. Karena itu sebaiknya amandemen dilakukan secara sistematis
sesuai kebutuhan.

"Empat kali mengamandemen malah membuat kacau balau. Banyak yang tidak dapat
dipahami di hukum tata negara," ujar Yusril usai diskusi di Gedung DPD, Senayan,
Jakarta, Jumat (11/5/2007).

Mensesneg yang baru dicopot Presiden SBY ini menilai, usulan amandemen UUD 45
oleh DPD merupakan hal yang wajar untuk memperkuat peran DPD dalam sistem
presidensial. Namun terkait waktunya, Yusril meminta DPD tidak terburu-buru.

"Memang banyak yang perlu diamandemen, tapi tidak buru-buru harus sekarang. Harus
ada pengkajian secara mendalam," ujar suami Rika Tolentino Kato ini.

Sementara itu pengamat politik Mohammad Qodari menilai amandemen harus dilakukan
untuk membenahi DPD. Hal ini bertujuan agar sesuai dibentuknya DPD sebagai lembaga
yang mewakili aspirasi daerah.

"Amandemen itu harus. Agar keberadaan DPD dapat difungsikan semestinya," ujar
Qodari.

Mengenai pelaksanaan yang tepat untuk amandemen, baik Yusril dan Qodari sependapat
dilakukan secara bergantian selain membahas revisi UU Parpol. (nik/sss)

KY Genap 2 Tahun
RUU KY Terganjal RUU Politik
Arry Anggadha - detikcom

Jakarta - Komisi Yudisial (KY) mendapatkan kado yang tidak sesuai harapan di hari
jadinya yang kedua. Revisi UU KY tidak dapat diselesaikan DPR pada tahun 2007
sebagaimana diharapkan selama ini.

"Tidak bisa serta merta selesai, kami akan menyelesaikan UU Politik, baru UU KY pada
2008 nanti," ujar anggota Komisi III DPR, Agun Gunandjar, saat menghadiri perayaan
ultah kedua KY di Kantor KY, Jalan Abdul Muis, Jakarta (2/8/2007).
Menurut Agun, revisi UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang KY tersebut sudah masuk dalam
Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2007. Namun pihaknya masih harus
menyelesaikan UU Paket Politik yang sama pentingnya.

Agun menjelaskan, revisi UU KY yang diajukan harus sejalan dengan revisi UU lainnya,
yakni UU MA, UU MK, dan UU Kekuasaan Kehakiman.

"Ini agar fungsi pengawasan KY tidak bertentangan lagi dengan kewenangan MA dan
MK," jelas politisi Golkar ini.

Mendengar pernyataan tersebut, Ketua KY Busyro Muqoddas menjelaskan, pihaknya
menyerahkan sepenuhnya revisi UU KY ini kepada DPR.

Menurutnya, DPR pun tidak bermasalah dengan RUU yang telah masuk dalam Prolegnas
itu.

"Kami mengundang Komisi III ke sini karena ada kepentingan, dan ternyata dia datang.
Itu berarti sinyal revisi UU KY tidak bermasalah," kilah Busyro.

Revisi UU KY diajukan karena kewenangan KY pada UU Nomor 2 Tahun 2004 telah
dipangkas oleh MK. KY pun berkeinginan agar kewenangan untuk memeriksa hakim
dapat diperoleh kembali melalui RUU yang diajukan. (anw/nrl)
SP
"Lembaga pemasyarakatan (LP) sebagai tempat pembinaan
harus mendapat perhatian serius". Iqrak Sulhin, Kriminolog dari UI,
tentang Mengatasi Permasalahan di LP., Pembaruan 1/8/2007.

RUU BHP Abaikan Pancasila

[JAKARTA] Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) dinilai
sebagai produk hukum yang mengabaikan konstitusi bangsa. Bahkan RUU tersebut
terkesan mengabaikan nilai luhur Pancasila sebagai dasar negara. Kenyataannya, muatan
RUU BHP mengarah kepada privatisasi dan liberalisasi pendidikan. Anak-anak bangsa
dari strata sosial paling rendah kian sulit untuk memperoleh akses pendidikan yang
bermutu, karena itu, RUU BHP harus ditolak.

Demikian benang merah dalam pemaparan hasil kajian mengenai RUU BHP yang
diselenggarakan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), di Jakarta, Rabu (1/8). Hadir
dalam acara itu antara lain, pakar pendidikan HAR Tilaar, Pengurus Majelis Luhur
Perguruan Taman Siswa Darmaningtyas, Koordinator Koalisi Pendidikan Lody Paat, dan
sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) peduli pendidikan.

Menurut Tilaar, dalam BHP banyak sekali agenda terselubung yang tidak diketahui
masyarakat. Misalnya, tujuan BHP adalah persaingan yang diserahkan kepada
mekanisme pasar. "Persaingan dalam esensi pendidikan nasional sama sekali
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945," katanya.

Dia menerangkan, jika akhirnya BHP tetap disahkan, BHP tersebut sangat prematur.
Otonomi yang termaktub dalam jiwa BHP sebenarnya merupakan pembohongan publik.

"Kita ini negara miskin. Human Development Index pada tahun lalu, posisi kita berada
pada urutan 108 dari 177. Ini berarti, kita memang belum mampu. Kalau memang ingin
BHP, lebih baik 20 atau 30 tahun lagi. Itu pun melalui kajian yang mendalam dan
dilandasi dengan roh pendidikan bangsa ini," katanya.

Di Amerika, kata Tilaar, UU Wajib Belajar sudah diterapkan pada pertengahan abad 19.
Pada tahun 2001, Amerika kembali menelurkan kebijakan dengan slogan "No Child Left
Behind." "Artinya, setelah kurun waktu yang begitu panjang, Amerika ternyata sangat
concern dengan pendidikan. Kita masih terlalu dini," ucapnya.

Tilaar menerangkan, pasal-pasal yang termaktub dalam RUU BHP tidak ada yang sesuai
dengan nilai-nilai luhur Pancasila. "Kenyataannya, persaingan menjadi tujuan BHP. Saya
tidak bisa membayangkan, bagaimana nasib jutaan anak bangsa di strata terendah ingin
mengenyam pendidikan di Tanah Air mereka," katanya.

Karena itu, RUU BHP sebaiknya dibatalkan. "Penyusunan RUU BHP menggunakan
pendekatan pasar bebas sebagai pisau analisisnya yang menganalogikan lembaga
pendidikan sebagai komoditas ekonomi," katanya.

Makin Memiskinkan

Pandangan serupa disampaikan Darmaningtyas. Dia mengatakan, BHP akan
memiskinkan masyarakat miskin. Karena, akses pendidikan bagi masyarakat miskin
sangat sulit. "Lebih baik, orang miskin tidak usah sekolah. Ini berarti ada pembiaran
negara terhadap dunia pendidikan nasional," katanya.

Dijelaskan, acuan BHP sebenarnya dari UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada pasal 53. Secara bebas terjemahannya menyebutkan pendidikan akan
mengarah kepada BHP. Ini berarti, ada upaya sistematis liberalisasi pendidikan.

"Kalau pendidikan saja sudah diliberalisasikan dan dikomersialisasikan berarti
pendidikan nasional sudah tidak lagi sejiwa dengan Pancasila," katanya.

Sementara itu, Manajer Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Ade Irawan
mengatakan, pemberlakuan BHP akan mempertajam segregasi antarkelas sosial ekonomi.
Penyerahan tanggung jawab pembiayaan kepada publik akan memunculkan konsekuensi
terbentuknya jurang yang makin dalam antarkelompok masyarakat. "Berkualitas atau
tidaknya pelayanan pendidikan akan ditentukan sepenuhnya oleh jumlah dana yang bisa
disediakan oleh peserta didik," katanya.
Dikatakan, gejala tersebut sudah mulai terlihat saat ini. Sekolah mulai tingkat SD hingga
SMA diberi bermacam label. Misalnya, sekolah unggulan, standar nasional, percontohan
dan sekolah plus berstandar internasional. "Semakin tinggi kasta sekolah akan semakin
besar dana yang mesti disediakan oleh orangtua siswa. Pada akhirnya, peserta didik yang
berasal dari keluarga miskin akan makin sulit memperoleh akses pendidikan bermutu,"
ujarnya mengingatkan. [W-12]

Banjir di Morowali, 900 Orang Suku Wana Hilang

[

Cegah Produk Impor Berformalin

BPOM Minta Bantuan Asosiasi Peritel

[JAKARTA] Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Husniah Rubiana
Thamrin Akib (BPOM) mengemukakan, sampai Rabu (1/8), pihaknya sudah menemukan
39 produk manisan dan permen yang positif mengandung formalin, dari 222 contoh yang
diuji dan beredar di pasaran. BPOM akan mempublikasikan temuan itu beberapa hari
mendatang.

"BPOM juga tengah menguji 20 produk kosmetik yang dicurigai mengandung bahan
berbahaya seperti hidroquinon, mercury, dan rodhamin. Diperkirakan hasilnya akan
keluar dalam satu bulan ini. Produk kosmetik yang diuji itu sebagian besar dari
Tiongkok," ujar Husniah.

Husniah, seperti dilansir kantor berita Antara, juga mengemukakan, pihaknya telah
meminta bantuan Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) dan Asosiasi Pedagang Pasar
Seluruh Indonesia (APPSI) untuk mengingatkan anggotanya agar tidak menjual produk
yang mengandung bahan berbahaya.

Sebelumnya, BPOM mengumumkan tujuh produk yang mengandung formalin dari 39
contoh yang diambil dari pasar. Husniah mengatakan, produk yang mengandung formalin
itu masuk ke Indonesia secara ilegal, antara lain tidak ada kode ML (Makanan Luar) pada
labelnya.

"Permen merek White Rabbit yang mengandung formalin ternyata bukan produk yang
kami beri izin edar. Sanksi yang diberikan bisa berupa tuntutan hukum," ucapnya.

Sementara itu, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, importir turut
bertanggung jawab terhadap barang yang diimpornya. Namun, karena produk
berformalin itu masuk secara ilegal maka sulit untuk menelusuri importirnya, dan
Departemen Perdagangan (Depdag) tidak akan memperketat impor makanan.

Mari menegaskan, BPOM akan menempatkan petugasnya di pelabuhan untuk membantu
petugas Bea Cukai dalam mengawasi masuknya produk makanan ke Indonesia. Selain
itu, Deperindag akan mengintensifkan koordinasi instansi terkait dengan perlindungan
konsumen dari produk makanan yang berbahaya.

Mendag mengajak konsumen agar teliti dalam membeli produk makanan impor dengan
memeriksa ada tidaknya izin beredar pada kemasan, seperti kode ML untuk makanan luar
negeri, MD (Merek Dagang) untuk makanan dalam negeri, dan SP untuk produk industri
rumah tangga. Sedangkan untuk produk kosmetik harus dipastikan ada tanda CL dan CD
pada kemasannya.

Singapura dan Malaysia

Dari Medan dilaporkan, Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) menyita
makanan, minuman, permen, cokelat, buah kaleng, penyedap masakan, dan susu kaleng
asal Singapura, Malaysia, dan Tiongkok, dari sejumlah pusat perbelanjaan di kota ini.
Barang bukti itu akan dikirimkan ke Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (POM)
Medan untuk diteliti di laboratoium

"Makanan dan minuman produk luar itu diamankan polisi karena kualitasnya
disangsikan, apalagi tidak memiliki izin dari Departemen Kesehatan," ujar Direktur
Reserse Kriminal Polda Sumut Kombes Pol Ronny F Sompie, kepada SP, di Medan,
Rabu (1/8). [AHS/BO/S-26]

TAJUK RENCANA I

LP Bukan Sekolah Kejahatan

   embali lembaga pemasyarakatan (LP) mengambil nyawa secara sia-sia. Beberapa
   bulan lalu, harian ini sempat memberitakan tingginya angka kematian narapidana
(napi) di berbagai LP dan rumah tahanan (rutan) akibat banyaknya napi yang ketagihan
mengonsumsi narkotika dan obat berbahaya (narkoba) dan tertular HIV/ AIDS. Kini
kembali kita disuguhkan kenyataan napi tewas akibat kerusuhan di LP Cipinang.

Komentar terhadap terjadinya kerusuhan di LP Cipinang itu masih saja seputar
ketidakseriusan pemerintah dalam mengelola LP. Soal kelebihan kapasitas, rendahnya
dana pembinaan yang dialokasikan bagi LP dan rutan yang pada gilirannya membentuk
komunitas di LP yang tidak terkontrol lagi. LP yang semestinya menjadi "sekolah
kebaikan" justru berubah menjadi "sekolah kejahatan".

Perbaikan infrastruktur di LP yang sering dilupakan juga disebut-sebut sebagai biang
keladi kerusuhan di hotel prodeo itu. Membeludaknya penghuni LP, buruknya
infrastruktur, minimnya dana berakibat fatal. LP berubah menjadi "rimba belantara".
Siapa kuat dia yang menang. Dan hukum pun tak lagi digubris di LP. Bukankah kondisi
itu mencerminkan rendahnya perhatian kita terhadap penghuni dan LP itu sendiri?

Patut kita renungkan untuk apa sesungguhnya LP dibentuk. Bukankah LP dimaksudkan
untuk mengembalikan para napi - yang dinilai telah melanggar norma-norma - ke tengah
masyarakat kelak? Boleh jadi, kita semua, khususnya pemerintah termasuk pengelola LP
sudah melupakan fungsi LP. Sejatinya LP bukanlah tempat buangan bagi masyarakat
yang dinilai telah melanggar hukum. LP seharusnya menjadi tempat "berkontemplasi"
bagi para penghuninya agar sadar akan perilaku menyimpang yang dibuatnya dan bisa
kembali bermasyarakat kelak.

Tapi, kenyataannya, LP yang seharusnya menjadi tempat penyadaran itu, justru berubah
menjadi tempat para penjahat mempelajari kejahatan. Bukankah itu berarti kita tidak
memahami fungsi LP yang seharusnya menjadi tempat mengayomi para napi melalui
unsur-unsur pembinaan. Jika LP dibiarkan terus seperti ini, bukankah itu berarti setiap
detik kita sudah melakukan pengabaian hak asasi manusia (HAM)? Dan yang lebih fatal
lagi, negeri ini setiap detik akan mencetak "penjahat-penjahat" baru.

Itu berarti, kita harus mengeluarkan ongkos sosial yang lebih tinggi lagi, lantaran
kejahatan semakin marak di tengah masyarakat. Bukankah lebih baik kita kelola dengan
baik LP kita agar kejahatan semakin berkurang. Jika penghuni LP membeludak karena
kelebihan kapasitas, bukankah itu berarti setiap saat lahir penjahat baru dan yang lama
semakin jahat?

Oleh sebab itu, segera perbaiki sarana dan prasarana LP. Jangan kita puas dengan
memenjarakan orang semata. Sesungguhnya suasana LP harus betul-betul kondusif.
Jangan sebaliknya, LP justru menjadi pusat tumbuh suburnya perilaku menyimpang
seperti pungli, premanisme, dan menjadi pusat peredaran narkoba. Kita tidak boleh
membiarkan LP menjadi "hutan belantara". LP harus kembali ke fungsinya yang hakiki,
yakni menjadi pusat pembinaan dan sekaligus mengayomi.

LP bukan sekolah kejahatan. Cap penjara yang tidak manusiawi itu harus pupus dari LP.
Selain perbaikan fasilitas dan dana pembinaan bagi napi di LP, kita harus mendorong
pemerintah untuk meningkatkan kualitas para petugas LP. Baik dari segi kemampuan
intelektual melalui pendidikan juga soal kesejahteraannya. Semuanya tidak lain untuk
memperkecil kemungkinan adanya petugas LP yang ikut "bermain" dengan para napi
melakukan pelanggaran.



Komitmen Presiden untuk Korban Lumpur
Masalah lumpur panas di Sidoarjo ternyata terus mengiang dalam memori Presiden
Yudhoyono. Hal ini terlihat dari komitmennya yang tak pernah pupus untuk
menyelesaikan ganti rugi korban lumpur panas di Sidoarjo. Bahkan dalam kunjungannya
ke Korea Selatan yang sebenarnya tak ada kaitannya dengan persoalan lumpur di
Sidoarjo, Presiden Yudhoyono tetap mengingatkan kembali tentang pentingnya
penuntasan pembayaran uang muka bagi korban lumpur panas.

Sebelum bertolak ke Bali dari kunjungan tiga harinya di Korea Selatan Presiden meminta
pembayaran uang muka 20 persen harus selesai sebelum Ramadan. Permintaan ini tentu
didasarkan banyak pertimbangan. Di samping waktunya yang sudah cukup lama bagi
warga yang menunggu pembayaran uang muka, juga pada bulan Ramadan tidak boleh
ada kekecewaan warga yang bisa merusak kesucian bulan. Memasuki bulan suci, semua
persoalan warga bisa diselesaikan dengan baik sehingga bisa menjalani ibadah dengan
khusyuk dan tenang.

Namun lebih dari itu, instruksi Presiden terkait jadwal penyelesaian pembayaran uang di
atas membuktikan keseriusan presiden bagi penyelesaian kasus tersebut. Bahkan menurut
Presiden, dia memantau perkembangan penyelesaian masalah para korban luapan lumpur
Lapindo ini setiap tiga hari sekali. Mudah-mudahan langkah Presiden ini menggugah para
aparat terkait lainnya untuk betul-betul memperhatikan dan mempercepat proses
penyelesaian korban lumpur.

Alia Kamila Jamila

Jl RS Fatmawati, Jakarta Selat

Tim Olimpiade Matematika Indonesia Raih Perak

[TANGERANG] Pemerintah akan mengintensifkan pencarian siswa-siswa berbakat
menyusul keberhasilan tim olimpiade matematika Indonesia (TOMI) di ajang olimpiade
internasional matematika (international mathematics olympiad/IMO) di Hanoi, Vietnam,
19 Juli-31 Juli. TOMI meraih 1 medali perak dan Honorable Mention.

"Sudah saatnya kita lebih menggiatkan pencarian siswa-siswa unggul guna mengikuti
ajang bergengsi dunia. Ini menunjukkan kita mampu dan siap berlaga di dunia," kata
Ketua TOMI Ahmad Muchlis, di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Senin
(31/7) malam.

Disebutkan, medali perak diraih oleh Raymond Christopher Sitorus dari SMAK 1
PENABUR, Jakarta. Sedangkan empat siswa lainnya memperoleh Honorable Mention,
masing-masing Koe Han Beng (SMAK Karunia, Jakarta), Rudi Adha Prihandoko (SMA
4 Denpasar, Bali), Yosafat Aka Prasetya P (SMA 4 Denpasar, Bali), dan Andika Sutanto
(SMA 3 Surakarta). Sementara, Nugroho Seto Saputra (SMA 3 Yogyakarta) tidak
memperoleh medali.

Dikatakan, medali perak yang diraih TOMI merupakan kali kedua dalam ajang yang
sama pada 2002. Olimpiade matematika kali ini, kata Ahmad, diikuti oleh 93 negara
dengan jumlah peserta sebanyak 520 siswa dan memperebutkan 29 medali emas.

"Meski belum memperoleh emas, kita bisa bangga karena negara kita diperhitungkan
dunia," katanya. Sementara itu, Raymond mengatakan, soal yang diujikan dalam
olimpiade ini memang cukup sulit.

"Kita sebenarnya bersyukur bisa meraih medali perak, padahal, kita tidak memasang
target medali," katanya. [W-12]
LEMbagaPERKELAHIAN CIPIANG

Krisis Solidaritas Landa Generasi Muda Indonesia

[JAKARTA] Saat ini generasi muda Indonesia dilanda krisis solidaritas, sehingga
terkesan pemuda terkotak-kotakkan atau terpecah-pecah oleh semangat kedaerahan dan
kepentingan lainnya. Keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia rentan menimbulkan
perpecahan, sehingga pemuda harus bisa menjadi lokomotif pemersatu bangsa.

Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault, saat Pembukaan Jambore
Pemuda Indonesia (JPI), di Cibubur, Jakarta, Selasa (31/7), mengatakan, untuk menjadi
pemersatu

bangsa, pemuda mesti memiliki rasa nasionalisme yang tinggi.

Kegiatan JPI diikuti 1.400 peserta dari 33 provinsi yang berlangsung 30 Juli - 3 Agustus
2007 di Taman Wiladatika, Cibubur, Jakarta Timur. "Jangan mau terpecah hanya karena
perbedaan," seru Adhyaksa.

Meski demikian, mantan Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia itu
menyadari kalau saat ini generasi muda menghadapi krisis solidaritas. Untuk itu perlu
dibangun komunikasi dan pertemuan-pertemuan di kalangan generasi muda untuk
mengatasinya.

Dikatakan, untuk menjaga solidaritas pemuda, dia meminta agar para pengurus organisasi
kepemudaan atau tokoh pemuda jangan berpikiran sebagai kader daerah.

"Anda harus berpikir sebagai kader pusat yang ditempatkan di daerah," ujarnya.

Dia meminta agar pemuda mencontoh semangat nasionalisme yang muncul melalui
kegiatan olahraga khususnya Piala Asia.

Kejuaraan sepakbola antarnegara di benua Asia itu berhasil mempersatukan semua
supporter yang selama ini tawuran untuk mendukung tim nasional. [E-7]

Jangan Ajari Rakyat Memfitnah
Entah kapan negeri ini akan menjadi negeri beradab apabila budaya yang dikembangkan
adalah budaya fitnah. Untuk kesekian kalinya di negeri ini berkembang tradisi
memfitnah. Yaitu melemparkan isu yang belum tentu kebenarannya. Lebih parah lagi,
fitnah tersebut terkait dengan pribadi seseorang yang dipercaya menjadi orang nomor
satu di Republik ini, yaitu Presiden Yudhoyono.

Inti persoalannya bukan pada sosok Susilo Bambang Yudhoyono yang notabene seorang
presiden, namun lebih pada tradisi yang menyerang pribadi melalui cara-cara yang tidak
terpuji. Inilah yang disebut sebagai character assassination (pembunuhan karakter).
Lebih ironis lagi fitnah ini dilontarkan oleh orang yang terlanjur dipercaya rakyat, yaitu
(mantan) anggota dewan yang sering ditempatkan sebagai orang terhormat. Budaya
fitnah ini merupakan trandisi zaman batu di mana aturan main belum ada, masing-masing
mementingkan kepentingannya sendiri, dan logika belum berjalan secara maksimal.

Kini di zaman demokrasi di mana aturan main dibuat oleh anggota dewan secara rasional,
namun tradisi yang dikembangkan justru emosional. Entah kapan di negeri ini tegak
aturan main yang membuat semua rakyat hidup mematuhinya, apabila para elite
politiknya masih berwatak zaman batu.

Tradisi fitnah dilarang bukan hanya karena menjelekkan orang lain tanpa fakta, tapi
karena menyakiti hati dan menumbuhkan dendam. Sebagai orang awam, saya hanya
berharap pada para politisi agar tidak mengajari perilaku politik emosional yang tidak
bermoral, karena itu semua akan menghinakan diri kita semua sebagai bangsa.

Mengapa kita sangat sensitif terhadap kerjasama yang dibangun pemerintah dengan
negara lain dengan tuduhan menjual harga (kedaulatan) diri, apabila kita sendiri
menghinakan diri dengan mengembangkan budaya fitnah.

Kalau kita sepakat membangun negeri ini di atas landasan demokrasi, mari kita semua
mengapresiasinya melalui kepatuhan pada aturan main yang ada. Kita harus
menggunakan rule of law sebagai ajang pertaruhan kita untuk mendapatkan hak-hak dan
menjalankan kewajiban kita, bukan melalui fitnah yang keji.

Habibah Thaibah

Jl Cakung Ray Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara

Kekayaan 3 Raja Rokok Rp 90 Triliun

[JAKARTA] Pertumbuhan pesat industri rokok Tanah Air telah membuat kantong para
pengusahanya semakin tebal. Tren ini akan terus menguat di masa mendatang. Fakta ini
terlihat jelas pada jumlah kekayaan para pengusaha rokok yang mendominasi daftar 150
Orang Terkaya Indonesia, yang dikeluarkan majalah Globe Asia edisi Agustus 2007.

Pemeringkatan yang dilakukan Globe Asia, didasarkan pada kepemilikan saham oleh
masing-masing individu, baik di perusahaan publik (yang tercatat di bursa saham)
maupun yang tidak (nonpublik).

Dari daftar tersebut, kekayaan tiga orang dari industri rokok mencapai US$ 9,9 miliar
(Rp 90,09 triliun) atau sekitar 21,24 persen dari total kekayaan 150 pengusaha yang
masuk daftar tersebut mencapai US$ 46,6 miliar.

Sementara itu, total kekayaan 147 orang terkaya lainnya yang bergerak dalam bisnis
manufaktur, infrastruktur, agroindustri, dan jasa, sebesar US$ 36,7 miliar (Rp 333,9
triliun) atau 78,76 persen.
Selain rokok, industri yang mengandalkan sumber alam seperti energi dan minyak sawit
juga menghasilkan pengusaha-pengusaha yang masuk dalam 150 Orang Terkaya
Indonesia versi Globe Asia.

Bos Djarum Kudus, Budi Hartono (66) berada di urutan pertama. Kekaya- an Budi dan
perusahaan- perusahaan yang ada dalam kekuasaannya sebesar US$ 4,2 miliar atau
sekitar Rp 38 triliun.

Di urutan kedua Rachman Halim dari Gudang Garam. Kekayaan Rachman Halim dan
perusahaan-perusahaannya diperkirakan sebesar US$ 3,5 miliar atau sekitar Rp 31,85
triliun.

Mantan pemilik HM Sampoerna, Putera Sampoerna berada di urutan kelima. Kekayaan
Putera Sampoerna dan perusahaan-perusahaan yang dimilikinya sebesar US$ 2,2 miliar
atau sekitar Rp 20,02 triliun. Meski kini tidak memiliki saham di HM Sampoerna,
kekayaan Putera Sampoerna diyakini berasal dari penjualan sahamnya di HM Sampoerna
kepada PT Phillip Morris Indonesia, Maret 2005 lalu.

Perusahaan barunya saat ini, Sampoerna Strategic bisa berkembang tak lain karena uang
hasil penjualan saham keluarganya di HM Sampoerna kepada Philip Morris senilai Rp
18,5 triliun.

Lewat bendera barunya tersebut, Putera kini merambah bisnis properti di Rusia. Ia juga
membeli dua rumah kasino di London, Ambassadors Casino dan Tha Mansion Casino.
The Mansion Casino merupakan sponsor resmi klub sepakbola Divisi Utama Inggris,
Tottenham Hotspurs.

Berkat bisnis rokoknya saat itu, kini Putera memiliki jet pribadi yang terdaftar di
Bermuda senilai US$ 50 juta (Rp 455 miliar). Ia juga memiliki Cessna XLS dan
helikopter Bell 427 yang diparkir di Halim Perdanakusuma.

Putera kini bermukim di Singapura. Setiap ke Jakarta, ia tinggal di Penthouse Hotel
Grand Hyatt, yang bertarif minimal US$ 3.300 (Rp 30 juta) per malam. Ke mana-mana ia
naik Rolls Royce Phantom yang sehari-hari diparkir di lobi hotel tersebut.

Ironis

Fakta bahwa peringkat orang terkaya di Indonesia kekayaannya didominasi dari industri
rokok, merupakan sebuah ironi di tengah kondisi bangsa yang masih serba amburadul ini,
terutama jika mengacu pada dampak yang ditimbulkan rokok bagi kesehatan.

Apalagi menurut data dari Litbang Depkes 2005, dampak dari merokok te-lah
menghabiskan biaya Rp 1,967 triliun untuk biaya perawatan bagi pasien akibat merokok.
Sementara beban pengeluaran negara pun akibat penyakit yang disebabkan merokok
menurut Litbang Depkes, juga sangat besar, yakni mencapai Rp 43,8 triliun.
Ironisnya, lagi, sebagaimana dikemukakan pegiat penanggulangan merokok, Renie
Singgih dari Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3), banyak perokok di
Indonesia yang berasal dari kalangan usia muda. Rata-rata mereka mulai merokok di usia
15 tahun, namun tak jarang yang sudah akrab dengan rokok di usia lima tahun.

Sehubungan dengan itu, Direktur Represif Badan Narkotika Nasional, Brigjen Pol Indradi
Tanos mengatakan, pihaknya akan mengeluarkan peraturan bahwa anak di bawah usia 18
dilarang merokok. "Baru wacana, tapi ini akan kami usulkan," katanya kepada SP di
Jakarta, Senin (30/7) pagi. [S-24/A-17/M-15]



TAJUK RENCANA II

Pangkas Jumlah Partai

  ada 11 Oktober 1998, ketika krisis ekonomi global mencapai puncaknya, Merry Lynch
  memasang iklan satu halaman penuh di semua surat kabar di Amerika Serikat. Iklan itu
berbunyi, "Dunia Berusia 10 Tahun." Ia menghitung bahwa sejak tembok Berlin runtuh
pada 1989, era globalisasi yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi mulai
berkembang pesat.

Usia bangsa ini pun kalau dihitung sejak era reformasi 1998, baru 9 tahun. Tapi hasilnya
berbanding terbalik ketika berbicara soal pertumbuhan ekonomi. Kita menderita secara
ekonomi. Tentu kita tidak ingin situasi ini berlangsung terus. Indonesia harus bangkit.

Baru-baru ini, Menteri Senior Singapura, Lee Kuan Yew mengatakan, satu faktor yang
menghambat perekonomian Indonesia adalah sistem partai yang rumit dan kompleks.
"Sistem multipartai membuat kebijakan ekonomi tidak mudah dijalankan," kata Lee.

Kalau objektif, banyaknya partai bukan satu-satunya penyebab hancurnya perekonomian
Indonesia. Ada banyak faktor. Tetapi kita sepakat dengan Lee untuk konteks ini,
mengingat DPR sedang membahas paket RUU Politik. Wacana yang berkembang di
Senayan adalah mempertahankan multipartai untuk meningkatkan derajat representasi
atau menciptakan pemerintahan yang efisien dan efektif.

Ada dua pilihan dan kita sepakat kalau jumlah parpol dikurangi, karena dalam berbagai
studi, sistem presidensial selalu tidak kompatibel dengan sistem multipartai. Jumlah
partai yang banyak mengurangi derajat govern ability presiden.

Parpol banyak juga akan menyandera presiden dan berpotensi membentuk kartel partai.
Itulah yang terjadi saat ini, dimana parpol yang mengontrol kekuasaan presiden, bukan
DPR sebagai institusi. Akibatnya, presiden dipaksa memberi konsesi yang banyak kepada
partai.
Menyederhanakan jumlah parpol bisa dilakukan melalui electoral engineering atau
mengubah aturan main dalam pemilu. Menaikkan electoral threshold adalah salah satu
cara, yang mensyaratkan bahwa partai politik harus memperoleh persentase suara dalam
jumlah tertentu agar diperbolehkan ikut pemilu. Ada juga cara lain, misalnya mengubah
angka district magnitude, mengubah rumus penghitungan suara yang akan ditranslasi
menjadi kursi di parlemen.

Alternatif lain, mengubah sistem representasi proporsional menjadi sistem pluralitas, atau
biasa disebut sistem distrik. Dalam sistem ini, jatah kursi yang diperebutkan di satu
daerah pemilihan hanya satu, karena itu hanya ada satu calon yang menang di daerah
tersebut. Menurut studi empiris, sistem ini cenderung menghasilkan dua hingga tiga
partai yang punya kursi efektif di DPR.

Sama seperti usul menaikkan electoral threshold 5 - 10 persen, perubahan sistem ini akan
mendapat perlawanan dari partai-partai kecil atau yang baru muncul. Mereka
mempersoalkan bahwa perubahan itu mematikan demokrasi.

Tudingan seperti itu tidak selamanya benar, kalau kita jeli melihat bagaimana keputusan
sistem pemilu itu dibuat. Apabila diputuskan melalui voting di DPR, maka tidak ada asas
demokrasi yang dilanggar. Yang mungkin diabaikan adalah asas kebersamaan.

Tetapi apa pun risikonya, kita harus memilih. Tidak ada sistem pemilu yang ideal, yang
menghasilkan pemerintahan yang representatif secara maksimal dan efektif serta efisien
secara maksimal pula. Sistem mana yang dipilih tergantung pada prioritas, termasuk
memilih menuju multipartai sederhana. Namun mengacu pada realitas politik selama ini
kita melihat bahwa multipartai partai sederhana adalah pilihan terbaik bagi bangsa ini.
Jumlah partai yang terlalu banyak harus dipangkas karena fakta telah menunjukkan
kepada kita bahwa banyak partai yang didirikan hanya sekadar untuk mencari
keuntungan pribadi.

Sesudah Keputusan MK, Pilkada Jalan Terus

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka peluang calon independen ikut
pilkada melebihi wewenangnya. MK hanya bertugas menguji kesesuaian terhadap UUD
bukan menetapkan norma UU baru. Keputusan ini menunjukkan bahwa MK sudah
bertindak lebih dari kewenangannya. Menteri Hukum dan HAM, Andi Mattalatta
mengatakan hakim jangan mengambil fungsi legislatif yang tugasnya membuat UU.

Akibat keputusan MK ini, terjadi kekosongan UU yang menjadi dasar hukum dalam
proses pilkada, karena UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah tidak dapat
lagi digunakan sebagai acuan dalam pilkada. Padahal, tahun ini saja akan dilangsungkan
14 pilkada di beberapa daerah.

Seorang calon pemimpin daerah selain memiliki kemampuan yang dibutuhkan dan
mendapatkan dukungan rakyat, juga harus mendapat dukungan DPRD. Kita tidak tahu,
apakah proses pembangunan bisa berjalan lancar di daerah apabila calon independen
menang pilkada tapi dia tidak mendapat dukungan mayoritas DPRD.

Berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk merevisi UU, ujung-ujungnya uang
rakyat kembali dihambur-hamburkan hanya untuk kepentingan/permintaan kelompok
tertentu. Tidak hanya biaya saja, tetapi juga tenaga dan pikiran akan terkuras untuk
membahas. Seharusnya MK memikirkan hal ini sebelum memutuskan, jangan karena
"desakan" kelompok tertentu, sistem yang selama ini sudah berjalan dengan baik menjadi
rusak dan hancur.

Sebagai warga negara yang baik kita harus menghormati keputusan tersebut. Ikutnya
calon independen hendaknya juga diikuti dengan persyaratan-persyaratan, karena jika
tidak keputusan itu hanya akan menimbulkan diskriminasi sekaligus melecehkan parpol.
Oleh karena itu, pemerintah harus segera mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti
undang-undang (Perppu) atau revisi UU landasan hukum pelaksanaan pilkada.

Yulianto - Jl H Samali Pasar Minggu Jakarta Selatan

TAJUK RENCANA II

Menuju Keluarga Harapan

   ualitas sumber daya manusia menjadi penentu masa depan bangsa. Apabila sebuah
   bangsa tidak mempunyai sumber daya manusia yang bisa diandalkan, maka celakalah
bangsa itu. Dalam persaingan global yang semakin ketat, bangsa yang tidak memiliki
manusia yang berkualitas dan berintegritas tinggi untuk membangun bangsanya, akan
semakin tertinggal. Oleh karena itulah, untuk menciptakan bangsa yang mampu bersaing
juga harus memperhatikan kualitas warga negaranya.

Hal itulah yang disadari sepenuhnya oleh pemerintah saat ini. Kualitas sumber daya
manusia bisa ditingkatkan bila kesejahteraan keluarga diperhatikan. Kesehatan dan
pendidikan menjadi kunci menuju kesejahteraan sebuah keluarga, dan bila sebagian besar
keluarga di Indonesia sudah mencapai taraf hidup yang memadai, maka pemerintah telah
menjalankan amanat UUD 1945 untuk menyejahterakan warga negaranya.

Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi persoalan yang dihadapi
oleh keluarga yang masih tergolong miskin. Di antaranya adalah memberikan subsidi
langsung tunai (SLT) yang ternyata sebagian tidak sampai ke sasaran. Ada keluarga
tergolong sangat miskin tidak menerima SLT, sedangkan keluarga yang sebenarnya tidak
perlu dibantu malah mendapat SLT. Tidak sedikit dana itu yang disunat oleh aparat
pemerintah daerah.

Sekarang, pemerintah meluncurkan Program Keluarga Harapan (PKH) sebagai
kelanjutan dari SLT. Namun, PKH lebih menitikberatkan bantuan pada kesehatan ibu
hamil, anak balita dan pendidikan untuk anak-anak. Bantuan ini memang hanya diberikan
kepada rumah tangga sangat miskin (RTSM) dengan ketentuan: Ibu yang sedang hamil,
memiliki anak usia 0-6 tahun, atau memiliki anak usia sekolah yaitu umur 7-15 tahun.
Bagi ibu hamil wajib mengikuti pelayanan pemeriksaan kesehatan di puskesmas,
sedangkan anak usia di bawah 6 tahun harus datang ke puskesmas dan mengikuti
pelayanan kesehatan anak, serta untuk anak usia sekolah wajib mengikuti pendidikan
dengan jumlah kehadiran minimal 85 persen.

Program Keluarga Harapan untuk tahun ini ditargetkan bisa dinikmati oleh 500.000
RTSM, sedangkan untuk tahun 2008 ditargetkan 700.000 RTSM atau berkurang dari
target semula 1,5 juta RTSM karena anggaran yang disetujui oleh Panitia Anggaran DPR
hanya Rp 1,1 triliun dari Rp 2,62 triliun yang diajukan. Menurut data Bappenas,
direncanakan bantuan bagi RTSM yang memiliki ibu hamil, anak usia di bawah 6 tahun,
dan anak usia SMP/MTs masing-masing Rp 800.000. Sedangkan untuk anak usia SD/MI
sebesar Rp 400.000.

Kita berharap, program yang ditujukan untuk membantu keluarga sangat miskin dalam
jangka pendek dan sebagai upaya untuk investasi sumber daya manusia agar generasi
selanjutnya bisa keluar dari perangkap kemiskinan, dapat berjalan tepat sasaran. Kita
sangat prihatin bila anggaran yang tidak sedikit jumlahnya tersebut mengikuti jejak
program-program serupa sebelumnya, yaitu menyimpang dari sasaran yang dituju.

Keinginan pemerintah untuk mengubah rumah tangga sangat miskin menjadi keluarga
harapan perlu mendapat dukungan. Namun, kita ingin menggarisbawahi pernyataan
pengamat ekonomi, Faisal Basri, bahwa program tersebut tidak menyentuh rasa keadilan
rakyat jika itu hanya uji coba di tujuh provinsi, tanpa ada kelanjutan program yang jelas.
Menurut data BPS, jumlah penduduk miskin tahun 2007 mencapai 37,7 juta jiwa, dan
mereka juga harus mendapat perhatian. Pemerintah harus bertanggung jawab agar
program tersebut benar-benar memenuhi rasa keadilan bagi rakyat.

Calon Independen Vs Keserakahan Parpol

Novel Ali

  alah satu dampak positif reformasi adalah pembangunan cara pandang baru, sekaligus
  penegakan semangat politik masyarakat Indonesia, untuk melakukan pembaruan
konstitusi negara, melalui perubahan UUD 1945. Dari sekian banyak perubahan
substansial UUD 1945, adalah presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan
secara langsung oleh rakyat. Di samping tentunya desentralisasi serta penguatan otonomi
daerah.

Secara keseluruhan, perubahan UUD 1945 yang dilaksanakan empat kali, mengakibatkan
terjadinya perubahan dasar-dasar konsensus dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara
dan berbangsa. Baik pada tataran kelembagaan (kekuasaan) negara, maupun pada tataran
kelembagaan politik di tengah masyarakat sipil.

Perubahan UUD 1945, memberikan ruang politik dan hukum, guna diterbitkannya
berbagai peraturan dan perundang-undangan di bidang politik, menuju format politik
baru, sebagai prasyarat mutlak konsolidasi demokrasi, yang tumbuh dan berkembang
pesat pascagerakan reformasi (1998). Perubahan UUD 1945, pun mengakibatkan
terjadinya penataan sistem, struktur dan kewenangan lembaga negara, yang telah
memberikan peluang terwujudnya pengawasan dan penyeimbangan (checks and
balances) atas kekuasaan politik. Dampak negatif dari realitas pembaharuan sistem dan
pranata kekuasaan (power) dan politik praktis dimaksud adalah maraknya konflik
kepentingan di antara pemegang kekuasaan, serta pelaku politik, yang telah jauh hari
(sebelumnya) terlibat di dalamnya.

Era reformasi menjanjikan terbukanya ruang untuk mewujudkan sistem hukum nasional.
Hal itu meliputi pembangunan substansi hukum tertulis atau tidak tertulis, melalui
mekanisme pembentukan hukum nasional yang lebih baik, sesuai dengan aspirasi
masyarakat dan pembangunan hukum, baik berdasar Undang- Undang Nomor 10 Tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan maupun sesuai konstitusi
negara kita.

Pada sisi lain, perkembangan demokrasi era reformasi terutama lewat penyelenggaraan
pemilu secara langsung untuk anggota DPR dan DPRD (mekanisme parpol), dan anggota
DPD (perseorangan), pada gilirannya mendesak penyelenggaraan pemilihan kepala
daerah (pilkada), secara langsung dan demokratis. Realitas itu mendorong tuntutan
dilakukannya perbaikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, antara lain karena beberapa pasal dalam UU Pemerintahan Daerah dinilai
bertentangan dengan UUD 1945. Khususnya, pasal-pasal yang dipandang melanggar hak
konstitusional warga negara. Lebih khusus lagi yang membatasi pencalonan kepala
daerah secara independen, atau tidak melalui partai politik. Di samping karena dinilai
merampas hak konstitusional, serta menutup akses politik untuk memilih calon kepala
daerah independen.

Bukan Membonsai Parpol

Sejumlah warga Indonesia, menggugat uji materi atas beberapa pasal UU Pemerintahan
Daerah, karena mereka nilai bermasalah. Akhirnya 23 Juli 2007, Mahkamah Konstitusi
memutuskan calon independen bisa mengikuti pemilihan kepala daerah. Keputusan MK
yang diambil dalam sidang pleno dipimpin Ketua MK dan dihadiri sembilan hakim
konstitusi itu, memutuskan beberapa pasal dalam UU Pemerintahan Daerah, harus diubah
sebagian, yakni Pasal 56 ayat 2 dan Pasal 59 ayat 1-3.

Fenomena itu dapat "mengganggu" kepentingan parpol. Pengalaman pemilihan presiden
di Amerika membuktikan, calon independen dapat tampil sebagai pemenang, jika
mekanisme dukungan masyarakat secara langsung, jauh lebih solid dibanding yang dapat
diperankan mesin-mesin politik parpol. Apalagi kalau parpol tidak sepenuhnya
memperoleh simpati dan dukungan masyarakat. Namun, keputusan MK yang memberi
peluang tampilnya calon independen dalam pilkada, tidak ada kaitannya dengan upaya
meminimalisasi kekuasaan dan kekuatan parpol. Keputusan MK dimaksud, sepenuhnya
berada dalam ranah hukum, sehingga tidak boleh dipolitisasi untuk atau atas nama
kepentingan parpol.
Karenanya, sangat tidak wajar jika muncul pemikiran pihak tertentu, yang
mengidentifikasi pemberian peluang calon independen ikut dalam pilkada, sebagai
bentuk konkret pembonsaian parpol. Keputusan MK itu merupakan realita yang mau
tidak mau, suka atau tidak, perlu (dan memang harus) diakses, sebagaimana isyarat
langsung atau tidak langsung reformasi hukum di negeri ini.

Persoalannya, yang menyebabkan baik "orang parpol" atau masyarakat awam, bisa
memahami adalah, beberapa hak dan kewenangan yang sebelumnya melekat parpol, kini
tidak dapat dipertahankan lagi. Calon independen yang akan tampil ke arena pilkada, jika
sebelumnya harus patuh dan taat atas "perintah parpol", termasuk mesti memenuhi
seluruh konsekuensi dan ubo rampe-nya (prasyarat tertulis dan tidak tertulis) yang
ditetapkan parpol, kini lebih bebas memilih, mau pakai mekanisme parpol, atau tidak.

Keran demokrasi yang dibuka MK disebut terdahulu, dapat dibaca dalam dua konteks
kepentingan, kendati tidak ada pamrih kepentingan ke arah ini, di balik pengambilan
keputusan MK itu sendiri. Dua konteks dimaksud berada dalam ranah publik (di luar
kepentingan MK), yaitu pendewasaan parpol, khususnya untuk beradu kemampuan
dalam upaya merebut konstituen (pemilih) secara demokratis dan dewasa dengan pihak-
pihak di luar parpol (konteks kepentingan pertama). Di samping, meniadakan atau
minimal mengurangi keserakahan parpol, yang di masa sebelumnya (sebelum calon
independen bisa ikut pilkada), gampang sekali merambah ke berbagai ranah kepentingan
calon independen dan inner group-nya (kepentingan kedua).

Keserakahan parpol yang sering terungkap dalam sinisme publik, bahwa parpol pasang
tarif miliaran rupiah untuk kandidat yang menggunakan parpol tersebut sebagai
kendaraan politik, nyaris tidak bisa lagi dipertahankan. Pola perekrutan calon dalam
proses pilkada yang sarat politik uang dan political cost (biaya politik) untuk parpol yang
bersumber dari kocek kandidat, dengan sendirinya dapat menipis, ketika kebanyakan
orang yang bermaksud maju dalam pilkada lebih memilih mekanisme calon independen
ketimbang mekanisme parpol yang sarat beban.

Kita dapat memaklumi, calon independen dalam pilkada dapat merugikan pihak tertentu.
Tetapi, sudah barang tentu, pihak lain bisa diuntungkan olehnya. Terlepas dari dirugikan,
atau sebaliknya diuntungkan oleh keputusan MK tersebut, seluruh warga Indonesia
memiliki kewajiban yang sama menjaga proses konsolidasi demokrasi, dapat berlangsung
sepenuh waktu (secara berkelanjutan).

Di samping, yang tidak kalah pentingnya diimbangi oleh berlangsungnya sistem dan
proses politik di satu sisi, serta kultur politik di sisi lain, dengan pembangunan hukum
yang berpayung konstitusi negara, sekaligus berkeadilan antara lain yang telah dibuka
arus dan aksesnya, lewat calon independen dalam pilkada.

Penulis adalah dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro,
Semarang
AJUK RENCANA I

Menimbang Parpol dan Calon Independen

   emilihan kepala daerah (pilkada) yang menurut undang-undang harus dicalonkan oleh
   partai politik (parpol) memasuki era baru setelah Mahkamah Konstitusi (MK)
memutuskan calon independen atau perseorangan dapat mengajukan diri menjadi calon
kepala daerah. Keputusan MK tersebut membuka tabir dominasi partai politik selama ini,
sekaligus memunculkan berbagai reaksi dengan sejumlah alasan. Di satu sisi menjadi
tantangan bagi parpol yang mulai kehilangan kepercayaan publik, di sisi lain menjadi
kabar gembira bagi publik yang menilai pintu demokrasi disumbat oleh parpol.

Kredibilitas parpol merosot akibat perilaku parpol itu sendiri. Sebuah peran yang jauh
dari tujuan awal tradisi parpol dimulai. Boleh dikatakan proses transisi demokratisasi di
Indonesia terperangkap oleh kemandekan internal parpol. Lembaga yang seharusnya
menjadi penyalur aspirasi dan pengkaderan pelaku politik justru tidak lebih dari sekadar
"calo" yang mengangkangi demokrasi itu sendiri. Fakta bahwa perilaku parpol yang
bergeser tersebut dapat disaksikan dalam berbagai fenomena pilkada.

Di tengah kemandekan tersebut, alternatif calon independen menjadi jawaban sementara.
Paling tidak untuk mendobrak kebuntuan demokrasi sehingga aspirasi publik dalam
proses politik tidak dikangkangi oleh parpol, memunculkan calon pemimpin yang
kredibel, sekaligus mendorong pembenahan parpol agar kembali pada tugas dan fungsi
utamanya. Bayangkan, figur yang pantas dan berkualitas harus dikalahkan hanya karena
"pintu" demokrasi harus melalui parpol dengan segala subyektivitas dan mekanisme
internal. Siasat untuk menembus subyektivitas dan mekanisme parpol tersebut akhirnya
dibahasakan dengan "biaya politik" yang memunculkan "calo" parpol. Calon parpol yang
dianggap berkualitas pun akhirnya harus terkalahkan hanya karena mekanisme internal
parpol yang rumit dan tidak transparan. Dalam konteks ini, sangat tepat calon independen
muncul sebagai jalan keluar.

Calon independen bukanlah jaminan untuk memunculkan pimpinan politik yang
berkualitas dan mencerminkan aspirasi publik. Sejauh mana dan bagaimana cara yang
paling tepat memunculkan calon perseorangan yang benar-benar menjadi alternatif atas
kebuntuan parpol. Tidak menutup kemungkinan calon perseorangan yang muncul lebih
karena popularitas dan kedekatan emosional yang tidak didasarkan pada pertimbangan
rasional. Bisa juga karena dukungan finansial yang meninabobokkan pemilih pada saat-
saat pilkada hendak berlangsung.

Jangankan calon perseorangan, banyak pemimpin di negeri ini yang populer dan lahir
dari parpol dengan kontrol yang ketat justru menjadi tidak aspiratif setelah memegang
tampuk kekuasaan.

Calon independen ataupun melalui parpol memiliki kelebihan dan kekurangan. Keduanya
saling mengisi dan masih dibutuhkan penyempurnaan sistem politik Indonesia menuju
demokratisasi bangsa Indonesia.
Parpol, dalam konteks pelembagaan politik sangat dibutuhkan sebagai wadah
menyalurkan aspirasi publik, melatih dan mengkader calon pemimpin. Parpol bukanlah
"sumber uang" bagi para pengurusnya dan bukan pula "calo" memperjuangkan
kepentingan kelompok dalam membagi-bagi kekuasaan. Demikian juga calon independen
bukanlah jalan pintas menjadi pemimpin daerah hanya dengan modal popularitas dan
finansial.

Pada titik tersebut, parpol harus kembali pada perannya dan calon independen pun harus
diatur dengan landasan operasional yang jelas. Baik itu berupa revisi atas berbagai
undang-undang yang terkait, perlunya Peraturan Pemerintah (PP) hingga Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Calon independen hadir untuk
membenahi kehidupan politik yang didominasi oligarki parpol, bukan sebaliknya menjadi
sebuah kerancuan dan kontroversi baru.

Parpol vs Independen
Penantian panjang lahirnya calon pemimpin daerah dan nasional dari kalangan
independen datang juga, setelah MK pada Senin (23/7) membacakan putusan uji materil
terhadap UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam putusannya,
MK membolehkan calon independen mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada).

Hal ini menjadi terobosan baru dalam perkembangan demokrasi kita. Seleksi pemimpin
daerah yang selama ini monopoli partai politik, harus segera ditinggalkan. Tak akan ada
lagi perdebatan calon yang harus menyetor "uang tak berjudul" kepada partai politik agar
menjadi calon kepala daerah.

Keputusan MK ini mendapatkan apresiasi luar biasa, yang terekam dari hasil survei LSI
yang dipublikasikan Selasa (24/7), yang menunjukkan masyarakat mendukung calon
independen untuk pilkada, angkanya 82,2 persen untuk dukungan calon independen
gubernur dan 80,4 persen untuk bupati. Sedangkan yang mendukung calon independen
pilpres angkanya mencapai 75 persen.

Memang ada sedikit ganjalan administratif terkait dengan putusan MK ini, karena tak
bisa dengan sendirinya langsung dapat diberlakukan. Ini tak lain karena UU tentang
Pemerintahan Daerah harus di amandemen terlebih dahulu atau nantinya harus dibuat
peraturan pemerintah secara tersendiri. Padahal, hingga Februari 2008, bakal ada 14
Pilkada Gubernur.

Miftahul Khoir,

Komp Inkopad E 12/18 Sasak Panjang, Tanjung Halang, Bogor

Lagi, "Gertak Sambal" DPR

Setelah gagal menghadirkan Presiden terkait interpelasi dukungan Indonesia terhadap
Resolusi 1747 Dewan Keamanan PBB, para politisi Senayan yang mengusung interpelasi
Lapindo juga diambang keterpurukan. Dalam Rapat Bamus DPR Kamis (19/7) gagal
mengambil keputusan. Hanya dua fraksi yang tetap bersikukuh agar interpelasi terus
berlanjut, yakni F-PDI-P dan F-PKB. Sedangkan delapan fraksi DPR lainnya, yaitu F-
PG, F-PD, F-PPP, F-PAN, F-PKS, F-PBPD, F-PBR, dan F-PDS sudah mulai mengendor.
Kedelapan fraksi ini menghendaki pengambilan keputusan ditunda setelah masa reses,
yaitu pada 21 Agustus 2007.

Apa makna politik dibalik penundaan interpelasi Lapindo ini? Hemat saya, ada empat
tafsir politik yang bisa dimunculkan. Pertama, penundaan ini menunjukkan betapa
jeleknya lobi DPR dibandingkan dengan kemampuan lobi pemerintah. DPR selalu
menjadi inferior kala berhadapan dengan eksekutif. Kasus yang paling nyata adalah
gagalnya petinggi DPR "membujuk" SBY datang ke Senayan ketika sidang interpelasi
Iran berlangsung.

Kedua, penundaan ini menunjukkan bahwa DPR sebenarnya tidak punya komitmen
sungguh-sungguh untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah. Mereka
menggunakan hak interpelasi hanya sebagai instrumen bargaining politik. Ketika
eksekutif sudah "menyambangi" mereka, dengan sendirinya sikap kritisnya pun

mengempes.

Ketiga, DPR tetap menyiapkan amunisi interpelasi Lapindo ini sebagai cadangan untuk
"menghajar" pemerintah. Dengan ditundanya keputusan hingga setelah masa reses pada
akhir Agustus mendatang, itu artinya DPR masih punya cadangan senjata ketika harus
berkonflik dengan eksekutif.

Keempat, penundaan ini tentunya "menyakiti" hati masyarakat. DPR ternyata hanya
melakukan "gertak sambal" terhadap pemerintah. Padahal, ada antusiasme warga korban
lumpur Lapindo agar DPR benar-benar membela mereka. Tentu hal ini menambah daftar
panjang record buruknya perilaku politik para wakil partai itu!

M Suud,

Margonda Raya, Depok

TAJUK RENCANA I

Tak Cukup Belajar dari Pengalaman

   elum selesai kasus kematian praja Cliff Muntu asal Manado akibat penganiayaan yang
   dilakukan oleh para seniornya, kini muncul kasus baru yang melibatkan sejumlah praja
Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat.
Sejumlah praja dikabarkan mengeroyok seorang pemuda warga Jatinangor bernama
Wendi Budiman. Akibat pengeroyokan tersebut korban akhirnya meninggal (22/7).
Pengeroyokan itu, menurut hasil pemeriksaan polisi berawal dari perkelahian dalam lift
di Jatinangor Town Square.
Sebab-musabab pengeroyokan masih simpang-siuar. Saksi korban mengungkapkan
peristiwa tersebut murni pengeroyokan, sementara pihak IPDN mengakui ada pelecehan
seksual terhadap dua praja putri IPDN. Tindakan pelecehan itu akhirnya memicu
perkelahian mengakibatkan tewasnya Wendi Budiman.

Polisi tengah menangani kasus ini dan menetapkan lima praja sebagai tersangka. Polisi
juga masih memeriksa empat praja yang diduga terlibat dan sejumlah saksi lain.
Sementara itu masyarakat Jatinangor melakukan unjuk rasa di kampus IPDN. Perwakilan
warga menuntut agar memberikan santunan kepada korban, pihak IPDN meminta maaf,
dan menuntut jaminan agar kasus itu diselesaikan sampai tuntas secara hukum. Kemudian
ratusan tukang ojek dan warga mendatangi kampus untuk menuntut IPDN dibubarkan
karena tidak bisa hidup berdampingan dengan masyarakat. Warga yang melakukan unjuk
rasa mengancam menyisir mahasiswa IPDN yang berkeliaran di luar kampus. Rektor
IPDN Johanis Kaloh telah melarang mahasiswa IPDN keluar kampus dalam waktu yang
tidak ditentukan untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan.

Sudah banyak terjadi tindak kekerasan di IPDN selama ini dan yang masih segar dalam
ingatan kita adalah kasus tewasnya Cliff Muntu di awal tahun ini. Kasus kematian Muntu
telah membuat citra IPDN jatuh. Dan, kematian Cliff Muntu bukan yang pertama terjadi
di kampus itu. Belum lagi sejumlah kejadian yang mencoreng citra tempat para calon
pemimpin di lingkungan Departemen Dalam Negeri itu dididik. Malah salah seorang
dosen di kampus itu tidak gentar membuka praktik kekerasan di kampus IPDN. Gara-
gara itu, banyak kalangan, termasuk Ketua DPR Agung Laksano meminta pemerintah
untuk menutup IPDN. Akan tetapi, tampaknya semua kejadian yang tak sedap di masa
silam itu belum cukup untuk menjadi pelajaran. Jika selama ini IPDN banyak bergelut
dengan masalah internal, kini berbenturan dengan masyarakat.

Sebagai perguruan tinggi, IPDN adalah tempat untuk mengasah kemampuan intelektual
dengan disiplin yang sangat ketat. Adalah tantangan baginya untuk mengembalikan citra
tersebut. Citra itu sudah tercoreng oleh berbagai tindak kekerasan yang terjadi di kampus
tersebut. Apalagi IPDN menjadi tempat untuk menyiapkan para pamong praja, yakni
pegawai negeri yang akan mengurus pemerintahan negara ini. Bagaimana jadinya negeri
ini kalau calon pamong praja kita demikian keadaannya. Karena itu, IPDN perlu tegas
terhadap para mahasiswa yang terlibat dalam tindak kekerasan, apalagi kalau kemudian
terbukti di pengadilan.

Para praja yang kini belajar di IPDN adalah calon pemimpin, calon birokrat yang akan
duduk dalam pemerintahan. Mereka adalah calon pamong praja, pegawai negeri yang
akan mengurus pemerintahan negara. Kita menggaris bawahi sebutan pamong. Pamong
itu adalah orang yang mengasuh. Krena itu, mereka perlu belajar dari berbagai peristiwa
kekerasan yang terjadi di kampus itu selama ini, bila benar-benar ingin menjadi pamong
bagi masyarakat.

Membaca Saja Kok, Sulit? PR
Oleh DEVINA NATALIA
Mahasiswa Fikom Unpad
"BUKU adalah jendela dunia". Ungkapan itu pasti sudah pernah kita dengar. Klise,
memang. Tetapi, arti ungkapan itu belum sepenuhnya disadari. Bagi sebagian besar
warga Indonesia, buku belum menjadi kebutuhan yang patut diprioritaskan. Minat dan
daya baca rakyat Indonesia begitu rendah. Menurut penelitian sebuah lembaga dunia
terhadap daya baca di 41 negara, Indonesia berada di peringkat ke-39. Sedangkan,
menurut laporan Bank Dunia NM 16369-IND dan Studi IEA di Asia Timur, tingkat
membaca anak-anak dipegang oleh negara Indonesia dengan skor 51,7; di bawah Filipina
(52,6), Thailand (65,1), dan Singapura (74,0)

                          2).Masalah Buku Teks Pelajaran
                                   Oleh Sudaryanto*
     Salah satu alat pendukung terlaksananya kurikulum pendidikan dengan baik adalah

buku ajar. Dengan adanya buku ajar yang baik maka kurikulum tersebut dapat

dilaksanakan dengan baik.

     Mulai tanggal 26 Desember 2005, Depdiknas menetapkan Permendiknas RI No.26

Tahun 2005 tentang penetapan buku teks pelajaran (Buku Ajar) yang memenuhi syarat

kelayakan untuk digunakan dalam proses belajar mengajar di kelas mencakup tiga mata

pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional yakni Matematika, Bahasa Indonesia dan

Bahasa Inggris untuk jenjang SMP/MTs dan SMA/MA. Dalam keputusan itu ditetapkan

sebanyak 294 buku teks pelajaran dari 98 penerbit untuk tingkat SMP/MTs dan sebanyak

250 buku teks pelajaran dari 50 penerbit untuk tingkat SMA/MA.

     Keputusan ini sekaligus menjawab pertanyaan, apakah buku-buku ajar yang beredar

di pasaran selama ini sudah baik dan layak dipakai ditinjau dari kesesuaian materi, tujuan

kurikulum, dan metodenya sehingga layak digunakan sebagai pegangan dalam

pembelajaran. Karena buku ajar yang ada sebelumnya berbeda dengan KBK, baik urutan

materi maupun sajian materinya maka buku-buku ajar yang beredar sekarang ini lebih

menekankan kepada keaktifan siswa dan tampilan bukunya lebih menarik.

     Buku ajar merupakan alat pengajaran yang paling banyak digunakan diantara

semua alat pembelajaran lainnya. Keuntungan dengan digunakannya buku ajar dalam
proses belajar mengajar antara lain: dapat membantu guru melaksanakan kurikulum yang

berlaku, menjadi pegangan dalam menentukan metode pengajaran; memberi kesempatan

pada siswa untuk mengulangi pelajaran dan dapat digunakan pada tahun berikutnya.

Terlebih sudah ada PP No 11/2005 yang mengatur tentang masa pakai buku ajar minimal

selama 5 tahun. Selain itu, buku ajar yang uniform memberi kesamaan mengenai beban

dan standar pengajaran serta memberikan pengetahuan dan metode mengajar lebih

mantap bila guru menggunakan dari tahun ke tahun.

     Sebagai salah satu media dan sumber belajar dalam proses pembelajaran, buku ajar

dapat memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik; mengatasi

keterbatasan ruang dan waktu; dapat mengatasi sifat pasif anak didik. Buku ajar harus

mempunyai kualitas yang baik dari segi struktur isinya. Selain itu, buku ajar yang baik

harus memenuhi kriteria CBSA serta sepuluh butir kriteria kelayakan yaitu: menarik

minat; memberi motifasi; memuat ilustrasi yang menarik hati; mempertimbangkan aspek

kognitif; isinya berkaitan dengan mata pelajaran lain (pengetahuan dan kompetensi lintas

kurikulum); dapat menstimulasi/merangsang aktifitas siswa; menghindari konsep-konsep

yang samar dan tidak pasti; mempunyai sudut pandang yang jelas dan tegas; mampu

memberi pemantapan, penekanan pada nilai siswa; dan melibatkan siswa dalam

pembelajaran. Materi pokok dalam buku ajar dipaparkan untuk mencapai standar

kompetensi dan kompetensi dasar yang ada. Selain digunakan sebagai buku pegangan,

diharapkan dapat membangkitkan keinginan untuk belajar, membentuk karakter yang

baik dan berpikiran cerdas dari seorang siswa, memiliki keahlian, menerapkan teknologi

tepat guna dan menguasai suatu ilmu dalam buku tersebut.
Kita menyambut baik keputusan tentang buku yang layak dipakai dalam

pembelajaran di sekolah. Hanya saja, diharapkan tidak ada paksaan dalam penggunaan

buku tersebut mengingat kemampuan keuangan siswa dan memang tak boleh memaksa

siswa membeli buku. Namun akan lebih baik jika pemerintah daerah mengalokasikan

anggarannya untuk membeli buku pelajaran layak pakai itu dan men-drop ke sekolah

sehingga memperingan beban siswa. Tentunya dengan cara ini, peningkatan kualitas

pendidikan melalui pemakaian buku teks pelajaran akan dapat terealisasi dan

pembelajaran akan semakin lancar. Semoga.

   •    Penulis, Guru BK di SMA N I Bayat, Klaten
                      Menyoal Buku Pegangan Mata Pelajaran
                              Oleh Sudaryanto, S.Pd

       SALAH satu alat pendukung terlaksananya kurikulum pendidikan dengan baik

adalah buku ajar/pegangan. Dengan adanya buku ajar yang baik maka kurikulum

tersebut, sedikit banyak, dapat dilaksanakan dengan baik. Saat ini, memasuki tahun

ajaran baru ini, kebutuhan akan buku pegangan mata pelajaran telah menjadi sebuah

keharusan. Terlebih bagi para siswa di daerah bencana yang saat ini gedung sekolah dan

fasilitas pembelajaran laiinya (termasuk buku pegangan) hancur diluluhlantakkan

bencana.

       Sebenarnya, sejak tahun 2005 yang lalu, Depdiknas telah menetapkan

Permendiknas RI No.26 Tahun 2005 tentang penetapan buku teks pelajaran (Buku Ajar)

yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses belajar mengajar di

kelas, mencakup tiga mata maupun pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional, yakni

Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris untuk jenjang SMP/MTs dan

SMA/MA.
Karena buku ajar yang ada sebelumnya berbeda dengan KBK, baik urutan materi

maupun sajian materinya maka buku-buku ajar yang beredar sekarang ini lebih

menekankan kepada keaktifan siswa dan tampilan bukunya lebih menarik.

     Sebenarnya, buku ajar merupakan alat pengajaran yang paling banyak digunakan

diantara semua alat pembelajaran lainnya. Keuntungan dengan digunakannya buku

ajar/buku pegangan dalam proses belajar mengajar antara lain: dapat membantu guru

melaksanakan kurikulum yang berlaku, menjadi pegangan dalam menentukan metode

pengajaran; memberi kesempatan kepada siswa untuk mengulangi pelajaran ketika di

rumah,dan dapat digunakan lagi oleh adik kelasnya pada tahun berikutnya.

     Jadi buku pegangan mata pelajaran memang tidak harus ganti setiap tahun. Terlebih

sudah ada PP No.11/2005 yang mengatur tentang masa pakai buku ajar minimal selama 5

tahun. Selain itu, buku ajar yang uniform memberi kesamaan mengenai beban dan standar

pengajaran serta memberikan pengetahuan dan metode mengajar lebih mantap bila guru

menggunakan dari tahun ke tahun.

     Sebagai salah satu media dan sumber belajar dalam proses pembelajaran, buku

pegangan dapat memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik;

mengatasi keterbatasan ruang dan waktu; dapat mengatasi sifat pasif anak didik.

     Buku pegangan harus mempunyai kualitas yang baik dari segi struktur isinya.

Selain itu, buku ajar yang baik harus memenuhi kriteria CBSA serta sepuluh butir

kriteria kelayakan yaitu: menarik minat; memberi motifasi; memuat ilustrasi yang

menarik hati; mempertimbangkan aspek kognitif; isinya berkaitan dengan mata pelajaran

lain (pengetahuan dan kompetensi lintas kurikulum); dapat menstimulasi/merangsang

aktifitas siswa; menghindari konsep-konsep yang samar dan tidak pasti; mempunyai
sudut pandang yang jelas dan tegas; mampu memberi pemantapan, penekanan pada nilai

siswa; dan melibatkan siswa dalam pembelajaran.

     Materi pokok dalam buku ajar harus dipaparkan untuk mencapai standar

kompetensi dan kompetensi dasar yang ada. Selain digunakan sebagai buku pegangan,

diharapkan dapat membangkitkan keinginan untuk belajar, membentuk karakter yang

baik dan berpikiran cerdas dari seorang siswa, memiliki keahlian, menerapkan teknologi

tepat guna dan menguasai suatu ilmu dalam buku tersebut.

     Kita tentunya bisa memahami keputusan tentang buku yang layak dipakai dalam

pembelajaran di sekolah. Hanya saja, diharapkan tidak ada paksaan dalam penggunaan

buku tersebut, mengingat kemampuan keuangan siswa dan memang tak boleh memaksa

siswa membeli buku.

     Lebih dari itu, akan semakin baik jika pemerintah daerah mengalokasikan

anggarannya untuk membeli buku pegangan mata pelajaran layak pakai itu dan men-drop

ke sekolah sehingga memperingan beban siswa. Tentunya dengan cara ini, peningkatan

kualitas pendidikan melalui pemakaian buku teks pelajaran akan dapat terealisasi dan

proses pembelajaran akan semakin lancar. Semoga begitu.

                                                                 Sudaryanto, S.Pd
                                  *Penulis, Guru BK (GTT) di SMA N I Bayat, Klaten

   SM

TAJUK RENCANA

Calon Independen Perlu Segera Direalisasi

Seperti diduga sebelumnya, partai politik pada umumnya keberatan dengan keputusan
Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan peluang kemunculan calon perseorangan
alias calon independen yang berasal dari nonparpol dalam pilkada. Dari suara yang
berkembang di kalangan petinggi parpol terlihat belum ada keikhlasan untuk menerima
keputusan MK tersebut. Hal itu tercermin dari tuntutan syarat dukungan minimal bagi
seorang calon independen sama dengan partai politik sebesar 15 persen. Kalau
diperhitungkan untuk Jawa Tengah misalnya berarti berkisar 3,7 juta orang. Sesuatu yang
jelas menyulitkan dan hampir tidak mungkin.

Alasan mereka demi keadilan karena kalau lewat parpol aturannya juga harus
memperoleh dukungan minimal 15 persen kursi di legislatif. Dari sisi normatif
tampaknya hal itu bisa diterima. Tetapi kalau dilihat dari segi pragmatis, maka usulan
seperti itu tidak ada bedanya dengan menolak calon independen. Kalau tak mau
dikatakan menolak setidaknya itu menghalang-halangi atau menghambat. Menurut
pengamat politik, yang masuk akal adalah persyaratan calon independen pada pilkada di
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yakni sebesar 3 persen. Itupun sebenarnya bukan
sesuatu yang mudah sehingga calon tersebut perlu bekerja keras.

Pilkada di Aceh bisa dijadikan rujukan karena pertama kali terjadi di negeri ini dan
kebetulan calon independenlah yang menang. Melihat fenomena baru di Serambi Mekah
tersebut banyak kalangan berharap agar keputusan MK segera direalisasikan. Sebaliknya
kalangan partai politik merasa waswas jagonya akan mengalami nasib yang sama seperti
yang terjadi di Aceh. Maklumlah diakui atau tidak pada umumnya partai politik sedang
mengalami krisis kepercayaan. Hal itu disebabkan oleh ulah anggota legislatif yang
dianggap kurang mampu memperjuangkan aspirasi rakyat. Yang difikirkan justru
kepentingan mereka sendiri.

Untuk melaksanakan keputusan MK tersebut maka Undang Undang Nomor 32 Tahun
2004 perlu diganti dan itu haruslah melewati proses legislasi di DPR. Itulah sebabnya
sekarang bola ada di tangan DPR. Tetapi sebelum itu presiden bisa mengeluarkan
peraturan pemerintah pengganti Undang Undang (Perpu) agar tidak terjadi kekosongan
hukum serta dapat mempercepat pelaksanaannya. Melihat gelagatnya ada sambutan
positif di masyarakat bahkan gairah baru muncul. Jadi kalau sampai pemerintah dan elite
politik di negeri ini kurang tanggap akan menimbulkan kekecewaan. Banyak daerah yang
sudah menunggu petunjuk teknisnya.

Peluang bagi calon independen sudah menjadi kelaziman dalam demokrasi. Bahkan jika
perlu kelak juga diatur adanya peluang yang sama dalam pemilihan presiden atau calon
legislatif. Bukan berarti kita tidak mengakui keberadaan partai politik. Yang lebih tepat
hal ini dilihat sebagai upaya memberikan alternatif atau pilihan yang lebih banyak. Pintu
masuk lewat parpol terbukti menciptakan iklim kompetisi kurang sehat yakni dengan
maraknya politik uang. Karena akhirnya parpol terutama pimpinannya justru lebih
banyak menjadi semacam tukang ojek atau menyewakan kendaraannya untuk calon yang
mampu membayar sejumlah besar uang.

Inilah saatnya bagi parpol untuk berbenah dan lebih serius memikirkan kaderisasi serta
rekrutmen kepemimpinan. Agar mereka bisa mencalonkan kadernya sendiri atau
membuka kesempatan seluas-luasnya kepada tokoh masyarakat yang kapabel dan
kredibel untuk melamar tanpa dibebani biaya terlampau besar. Kalau perlu mereka ikut
dalam penggalangan dana. Bukankah kemenangan dalam pilkada juga akan memengaruhi
citra dan kehormatan partai. Sebaliknya kekalahan akan menurunkan kredibilitasnya. Jadi
kalau itu bisa dillakukan, parpol tak perlu menghambat melainkan justru mempercepat
keluarnya UU yang baru.

Kondisi Bahaya Stabilitas Pendidikan

   •   Oleh S Hartono

BUKAN tanpa sebab, kalau perjuangan guru (dan dosen) untuk mendapatkan tanda jasa
tidak pernah menampakkan bentuk. Bisa jadi, itu karena pemerintah tidak pernah serius
memperhatikan nasib guru dan dosen, atau sangat mungkin karena guru sendiri tidak
pernah serius memperjuangkan tuntutannya. Bahkan, ada tudingan bahwa guru sendiri
tidak pernah tahu apa bentuk tuntutan dan siapa yang mesti dituntut.

Seperti biasa, menjelang November (Bulan Guru) tensi emosi guru lebih tinggi dari
biasanya. Senin, 9 Juli 2007 yang lalu, serombongan anggota PGRI Jateng "menyatroni"
Jakarta, menyusul PGRI Jawa Timur yang telah mendahului. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Sulistyo, Sekretaris PGRI Jateng, guru merasa dibohongi oleh
pemerintah berkait dengan belum direalisasinya anggaran pendidikan 20 persen dan
tunjangan bagi guru.Akankah perjuangan kali ini membuahkan hasil?

UUGD Deformatif

Lahirnya UUGD (UndangUndang Guru dan Dosen) tidak serta merta membalik kondisi
keterbatasan guru dan dosen; bahkan rawan atas tudingan sebagai teknik meledek guru
dan dosen gaya baru.

UUGD rawan dipelesetkan dengan umpatan "ujung ñ ujungnya gurauan doang".
Sejumlah kondisi menjadi kausalitas persepsi miring tersebut.

Pertama, sejak diundangkan UUGD belum memiliki peraturan pemerintah (PP) sebagai
pedoman teknis implementasi. Kondisi demikian mengesankan bahwa pemerintah tidak
serius dan justru memanfaatkan UUGD sebatas bahasa politis demi meraih simpati
publik. UU 20/2003 tentang Sisdiknas telah menjadi contoh yang nyata.

Kedua, draf rencana peraturan pemerintah (RPP) yang pernah ada tidak bisa menjabarkan
dan bahkan deformatif terhadap semangat yang diusung UUGD. Sejumlah limitasi dalam
draf potensial mengembangkan makna negatif tersebut. Beberapa di antaranya adalah
batasan atas sertifikasi, yaitu usia pengabdian minimal, usia pengabdian maksimal,
golongan kepangkatan, dan batasan pendidikan minimal.

Wulan kita gunakan sebagai model untuk memahami anomali RPP itu. Ia lulus sarjana
pendidikan strata satu (S1) pada usia dua puluh dua tahun. Kemudian ia melamar dan
diterima sebagai guru dengan golongan kepangkatan IIIa. Dengan asumsi tidak memiliki
persoalan sama sekali atas profesinya, pada usia 42 tahun ia baru bisa mengikuti ujian
sertifikasi. Ia lulus dan mendapatkan hak guru bersertifikat pada usia 43 tahun. Ketika
berumur 54 tahun, Wulan mengikuti sertifikasi kali terakhir. Dengan asumsi lulus setiap
mengikuti ujian ulang sertifikasi periodik dua tahunan, maka ia harus puas dengan
romantisme UUGD selama 14 tahun.

Dari ilustrasi itu, sangat sulit memahami status Wulan dari nol tahun (usia 23 tahun)
hingga 20 tahun usia pengabdian. Juga sulit untuk menyebut apa profesinya pada saat
usia pengabdian di atas 34 tahun (usia 56 tahun) hingga masa pensiunnya. Sulit
memahami, karena semasa usia pengabdian nol tahun hingga pensiun produk Wulan
tetap, pengabdian pada pendidikan sepenuh hati. Faktor eksternal Wulan potensial
mengurangi masa romantisme sertifikasi. Pasti Wulan tidak bisa diterima langsung
menjadi guru (apalagi PNS), pasti ia menghadapi persoalan administratif dan teknis
seperti harus antre dari sederetan guru dengan maksud yang sama; dan sangat mungkin ia
mengalami kegagalan dalam mengikuti proses ujian.

Jenjang pendidikan harus S1 atau diploma empat (D4), juga menggugat keseriusan
pemerintah dalam memperhatikan nasib Wulan. Keraguan itu beralasan, mengingat RPP
yang mewajibkan pendidikan minimal tersebut tidak disertai dengan elaborasi solutif
andai ia memiliki pendidikan di bawah persyaratan.Jumlah jam minimal per minggu
semakin mempersempit ruang guru untuk mendapatkan sertifikat. Sangat menggelikan,
ketika sebelum UUGD lahir jam minimal mengajar ditetapkan 18, sementara itu setelah
UUGD lahir jam tersebut melambung fantastis menjadi 24. Kesan mengamputasi
kesempatan Wulan untuk mendapatkan sertifikat jelas, karena pada saat persyaratan
minimal 24 jam itu dilambungkan, pemotongan jam dalam KTSP siap untuk mengebiri
kesempatan itu.

Revisi RPP

RPP yang sekarang beredar secepatnya harus ditarik ulang dan direinterpretasi total.

Draf PP tersebut dipenuhi kondisional yang membahayakan stabilitas pendidikan.

RPP potensial menciptakan disharmoni antarguru, karena usia pengabdian maupun
kompleksitas bidang stud. Sengaja atau tidak, pasti akan terjadi pengotakan antara guru
senior dan guru yunior, guru PNS dan non-PNS, dan antara guru dengan dosen.
Kompleksitas muncul karena senioritas yang linear terhadap penghasilan tidak selalu
berbanding lurus dengan profesionalitas, bahkan sangat mungkin berbalik. Dengan
kondisi yang ada, kepala sekolah yang tidak pernah mengajar atau guru yang biasa-biasa
(bahkan malas) sangat mungkin lebih dahulu lulus dan mendapatkan gaji lima kali gaji
Wulan yang rajin, dedikatif, dan disukai anak didik.

RPP juga rawan akan ketidakjujuran proses, antara lain berasal dari testee yang ingin
secepatnya mendapatkan sertifikat, tester yang merasa berhak untuk menentukan
kelulusan testee, dan birokrasi yang merasa berwenang untuk menentukan nasib guru.

Bisa dipastikan bahwa otoritas regulator akan mimikri menjadi senjata antidemokrasi
yang sangat berbahaya.(68)
-- S Hartono, direktur Advokasi Pendidikan Indonesia (Andina).



Penyakit Misterius di Magelang

Bakteri Bongkrek dan Gembus Sama

PURWOKERTO-Pakar dari Fakultas Biologi Unsoed, Prof Rubiyanto Misman, terkejut
mendengar penyebab kematian 10 warga Desa Kanigoro, Magelang akibat keracunan
tempe gembus. ''Tempe gembus dan bongkrek memiliki kesamaan, yaitu terbuat dari
limbah atau ampas proses pembuatan minyak kelapa,'' ujarnya, kemarin.

Kedua makanan itu sering ditumbuhi bakteri Pseudomonas Cocovenenans yang
menyukai ampas kelapa.

Rubi yang menyelenggarakan seminar nasional soal tempe bongkrek pada tahun 1975
menyebutkan penyebab kematian bukan bakterinya, melainkan asam bongkrek yang
dihasilkan bakteri. ''Selain asam bongkrek yang bersifat racun dan tidak berwarna, ada
toxoplasma yang berwarna kuning,'' tambahnya.

Toxoplasma mudah dikenali karena warna kuningnya biasa kelihatan di permukaan
tempe gembus atau di Banyumas dikenal sebagai dage. Asam bongkrek sulit dikenali
karena tidak berwarna. ''Setahu saya asam bongkrek sudah lama tidak muncul karena pola
makanan masyarakat sudah berubah,'' jelasnya.

Baik tempe gembus maupun tempe bongkrek merupakan makanan klangenan atau
kegemaran. Rasanya enak bagi yang menyukai. Proses fermentasi tempe gembus dan
bongkrek sama. Perbedaan terletak pada kandungan lemaknya. Tempe gembus yang
terbuat dari bungkil minyak kelapa kandungan lemaknya rendah, yakni 3%-4%, karena
proses pembuatannya menggunakan mesin pres.

Menurut mantan rektor Unsoed itu, bakteri Pseudomonas Cocovenenans tidak tumbuh di
media yang kadar lemaknya rendah. Tetapi tumbuh di tempe bongkrek yang kadar
lemaknya 10%-12%. Kadar lemak yang tinggi disebabkan proses pembuatan minyak
kelapa tradisional menggunakan tangan. Asam bongkrek yang masuk tubuh manusia
merusak susunan gula darah sehingga tidak bisa mengikat oksigen. Akibatnya, penderita
keracunannya seperti sesak napas. ''Disusul tekanan darah yang tiba-tiba tinggi dan
akhirnya drop sampai korban meninggal,'' ungkapnya.

Ia terkejut kemunculan kembali bakteri Pseudomonas Cocovenenans yang sudah lama
menghilang.

Diragukan Warga
Sementara itu warga Dusun Beran, Desa Kanigoro, Kecamatan Ngablak, Kabupaten
Magelang meragukan hasil penyelidikan dari Departemen Kesehatan bahwa penyebab 10
warga yang meninggal dunia karena keracunan tempe gembus atau tempe bongkrek.
Sebagian besar warga mengaku mengonsumsi tempe gembus, tapi sebelum musibah itu
hampir semua korban tak mengonsumsinya.

Penyakit misterius yang terjadi Minggu (22/7) itu menjangkiti 31 orang, 21 korban
dirawat di rumah sakit dengan gejala mual, muntah, dan pusing hampir sama dengan
korban tewas. Kemarin masih ada empat korban yang dirawat di RSU Tidar Kota
Magelang.

Kepala Desa, Gadang Rintoko, mengatakan masih meragukan hasil penyelidikan Depkes
bahwa musibah yang menimpa warganya akibat keracunan tempe gembus. Dia mengaku
sebagian warganya memang hidup dalam kemiskinan dan seringkali mengonsumsi tempe
gembus, tetapi sebelum kejadian hampir dipastikan tak ada korban yang mengonsumsi
makanan itu.

"Saya sendiri juga sering makan tempe gembus. Jika itu penyebabnya mengapa yang
mengonsumsi makanan itu tak semua terjangkiti penyakit,"katanya, kemarin.

Dia juga mempertanyakan hasil uji laboratorium di Semarang yang menyatakan,
penyebabnya keracunan dari bahan kimia juga negatif, tapi setelah diteliti di Jakarta
terdeteksi ada kandungan bakteri pseudomonas cocovenenans. "Kami masih kurang puas
dan meragukan hasil penelitian itu. Saya berharap ada penelitian lagi yang hasilnya lebih
meyakinkan agar warga tak resah dihantui penyakit misterius itu,"katanya.

Hal yang sama juga diungkapkan Asmuni (40), yang kehilangan istrinya Aslamiyah (35)
dalam musibah itu. Dia menceritakan, sebelum peristiwa itu tak mengonsumsi tempe
gembus. Seingat dia, mengonsumsi tempe dan tahu. Jika penyebabnya dari media
makanan, mengapa hanya istrinya yang terjangkiti, sedangkan dia dan anak-anaknya
tidak. "Logikanya kalau penyebab kematiannya dari media makanan seharusnya satu
keluarga terkena semua,"katanya.

Keinginan Warga

Hasil uji laboratorium yang dikeluarkan Depkes itu juga mengundang protes warga.
Bahkan mereka meminta Menkes datang ke lokasi untuk menjelaskan penyebab penyakit
misterius itu. Kepala Dusun Beran, Yanto (28), mengatakan perlu dilakukan uji ulang
laboratorium. Menurutnya, warga tak puas dengan hasil itu karena sebelum kejadian
hampir semua korban tak memakan tempe gembus. "Saya juga minta kepada Menkes
untuk menjelaskan kepada warga secara langsung. Kami butuh kepastian terhadap
penyakit yang telah merasahkan warga selama sepekan terakhir ini,"katanya.

Dia berharap ada penjelasan yang lain yang dapat mengungkap penyakit itu, tak hanya
dari hasil uji laborarorium satu sampel makanan. "Kalau ini dijelaskan secara gamblang
minimal dapat menjawab keresahan warga dan melakukan antisipasi agar tak terjangkiti
penyakit seperti itu lagi. Saya kurang puas dengan upaya Depkes itu,"katanya.
(P16,H33-,27,41)

Pernah Renggut 34 Jiwa

TAHUN 1988 pernah terjadi peristiwa keracunan tempe bongkrek terbesar dengan
korban tewas 34 orang di Kecamatan Lumbir, Banyumas. Sejak saat itu Banyumas
memberlakukan perda larangan memproduksi, mengonsumsi, dan menjual tempe
bongkrek.

Larangan itu ditindaklanjuti dengan pemasangan papan peringatan di pasar-pasar seluruh
pelosok Banyumas.

Para perajin tempe bongkrek yang bikin petaka beralih usaha menjadi petani jamur yang
didirikan di Ajibarang.

Gubernur Jateng saat itu, HM Ismail, menjadikan Banyumas sebagai daerah bebas tempe
bongkrek. Tempe bongkrek dihapus dari menu warga Banyumas.

Sebelumnya, tempe bongkrek memang menjadi makanan kesukaan warga lembah Sungai
Serayu. Keracunan demi keracunan terjadi sepanjang hampir dua abad dengan korban
ribuan orang.

Bagian Teknologi Gizi dan Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) mencatat peristiwa
keracunan tempe bongkrek di Kabupaten Banyumas dan sekitarnya.

Berdasarkan catatan itu peristiwa keracunan tempe bongkrek sudah terjadi sejak 1895
dan 1901. Saat itu tercatat 200 orang tewas dari 340 korban keracunan.

Kasus keracunan yang rutin terjadi itu mendorong ahli biologi dari Belanda melakukan
penelitian, yakni Viderman, Van Veen dan Mertens. Mereka menemukan rumus senyawa
asam bongkrek.

Sejauh ini belum ditemukan obat yang bisa menawarkan keganasan asam bongkrek.
Dalam seminar disarankan penderita keracunan minum air rebusan daun calincing atau
infus zat gula.

Ada yang menyebut keracunan tempe bongkrek akrab dengan kemiskinan karena
biasanya menimpa orang-orang tidak mampu.

Pada beberapa peristiwa keracunan berawal dari tempe mondol (tempe yang gagal), tetapi
tetap dikonsumsi karena merasa sayang kalau dibuang.

Sejak diberlakukan larangan, hampir tidak pernah terjadi peristiwa keracunan tempe
bongkrek. Hanya tahun 2003 terjadi keracunan di Desa Sirau dan Kramat, Kecamatan
Karangmoncol Purbalingga. Lima nyawa melayang dalam kasus itu.
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)
6694845 2-agustus-26(1)

Weitere ähnliche Inhalte

Andere mochten auch

Cima stratford 20 october
Cima stratford 20 octoberCima stratford 20 october
Cima stratford 20 octoberCashPerform Ltd
 
Nov 6th brighton sc edit plus jm amendments
Nov 6th brighton sc edit plus jm amendmentsNov 6th brighton sc edit plus jm amendments
Nov 6th brighton sc edit plus jm amendmentsCashPerform Ltd
 
Projectint l-e-110117200843-phpapp02
Projectint l-e-110117200843-phpapp02Projectint l-e-110117200843-phpapp02
Projectint l-e-110117200843-phpapp02Mhar Quez
 
SUMMIT OF NEWTHINKING - a conference on OPEN STRATEGIES_engl
SUMMIT OF NEWTHINKING - a conference on OPEN STRATEGIES_englSUMMIT OF NEWTHINKING - a conference on OPEN STRATEGIES_engl
SUMMIT OF NEWTHINKING - a conference on OPEN STRATEGIES_englClaudia Brückner
 
ERP Testing Failures - Questionnaire
ERP Testing Failures - QuestionnaireERP Testing Failures - Questionnaire
ERP Testing Failures - QuestionnaireGihan Timantha
 
Events & 21 Century (ThessBerlin2021; Thessaloniki October 2013)
Events & 21 Century (ThessBerlin2021; Thessaloniki October 2013) Events & 21 Century (ThessBerlin2021; Thessaloniki October 2013)
Events & 21 Century (ThessBerlin2021; Thessaloniki October 2013) Claudia Brückner
 
THE NEWTHINKING WAY OF DOING THINGS
THE NEWTHINKING WAY OF DOING THINGSTHE NEWTHINKING WAY OF DOING THINGS
THE NEWTHINKING WAY OF DOING THINGSClaudia Brückner
 
Events / Conference & Innovation - some observations, thoughts, questions & i...
Events / Conference & Innovation - some observations, thoughts, questions & i...Events / Conference & Innovation - some observations, thoughts, questions & i...
Events / Conference & Innovation - some observations, thoughts, questions & i...Claudia Brückner
 
Designing Collaborative Experiences
Designing Collaborative ExperiencesDesigning Collaborative Experiences
Designing Collaborative ExperiencesClaudia Brückner
 
Sales promotion and on line communications
Sales promotion and on line communicationsSales promotion and on line communications
Sales promotion and on line communicationsscarletlodri
 
Bpr Project - Attendance Management System
Bpr Project - Attendance Management SystemBpr Project - Attendance Management System
Bpr Project - Attendance Management SystemGihan Timantha
 
Sales promotion trade shows, events management and sponsorship
Sales promotion trade shows, events management and sponsorshipSales promotion trade shows, events management and sponsorship
Sales promotion trade shows, events management and sponsorshipscarletlodri
 
Event Experience Design - Human Interactions at Conferences
Event Experience Design - Human Interactions at Conferences Event Experience Design - Human Interactions at Conferences
Event Experience Design - Human Interactions at Conferences Claudia Brückner
 
Pdh and sdh1
Pdh and sdh1Pdh and sdh1
Pdh and sdh1Khant Oo
 
Virtual Dedicated Economic Centers [VDECs]
Virtual Dedicated Economic Centers [VDECs]Virtual Dedicated Economic Centers [VDECs]
Virtual Dedicated Economic Centers [VDECs]Gihan Timantha
 
Sales promotion developing the sales promotion plan
Sales promotion developing the sales promotion planSales promotion developing the sales promotion plan
Sales promotion developing the sales promotion planscarletlodri
 

Andere mochten auch (18)

Cima stratford 20 october
Cima stratford 20 octoberCima stratford 20 october
Cima stratford 20 october
 
Nov 6th brighton sc edit plus jm amendments
Nov 6th brighton sc edit plus jm amendmentsNov 6th brighton sc edit plus jm amendments
Nov 6th brighton sc edit plus jm amendments
 
Projectint l-e-110117200843-phpapp02
Projectint l-e-110117200843-phpapp02Projectint l-e-110117200843-phpapp02
Projectint l-e-110117200843-phpapp02
 
SUMMIT OF NEWTHINKING - a conference on OPEN STRATEGIES_engl
SUMMIT OF NEWTHINKING - a conference on OPEN STRATEGIES_englSUMMIT OF NEWTHINKING - a conference on OPEN STRATEGIES_engl
SUMMIT OF NEWTHINKING - a conference on OPEN STRATEGIES_engl
 
ERP Testing Failures - Questionnaire
ERP Testing Failures - QuestionnaireERP Testing Failures - Questionnaire
ERP Testing Failures - Questionnaire
 
Events & 21 Century (ThessBerlin2021; Thessaloniki October 2013)
Events & 21 Century (ThessBerlin2021; Thessaloniki October 2013) Events & 21 Century (ThessBerlin2021; Thessaloniki October 2013)
Events & 21 Century (ThessBerlin2021; Thessaloniki October 2013)
 
Research uo j_foe_jaffna lagoons
Research uo j_foe_jaffna lagoonsResearch uo j_foe_jaffna lagoons
Research uo j_foe_jaffna lagoons
 
THE NEWTHINKING WAY OF DOING THINGS
THE NEWTHINKING WAY OF DOING THINGSTHE NEWTHINKING WAY OF DOING THINGS
THE NEWTHINKING WAY OF DOING THINGS
 
Events / Conference & Innovation - some observations, thoughts, questions & i...
Events / Conference & Innovation - some observations, thoughts, questions & i...Events / Conference & Innovation - some observations, thoughts, questions & i...
Events / Conference & Innovation - some observations, thoughts, questions & i...
 
Rtp
RtpRtp
Rtp
 
Designing Collaborative Experiences
Designing Collaborative ExperiencesDesigning Collaborative Experiences
Designing Collaborative Experiences
 
Sales promotion and on line communications
Sales promotion and on line communicationsSales promotion and on line communications
Sales promotion and on line communications
 
Bpr Project - Attendance Management System
Bpr Project - Attendance Management SystemBpr Project - Attendance Management System
Bpr Project - Attendance Management System
 
Sales promotion trade shows, events management and sponsorship
Sales promotion trade shows, events management and sponsorshipSales promotion trade shows, events management and sponsorship
Sales promotion trade shows, events management and sponsorship
 
Event Experience Design - Human Interactions at Conferences
Event Experience Design - Human Interactions at Conferences Event Experience Design - Human Interactions at Conferences
Event Experience Design - Human Interactions at Conferences
 
Pdh and sdh1
Pdh and sdh1Pdh and sdh1
Pdh and sdh1
 
Virtual Dedicated Economic Centers [VDECs]
Virtual Dedicated Economic Centers [VDECs]Virtual Dedicated Economic Centers [VDECs]
Virtual Dedicated Economic Centers [VDECs]
 
Sales promotion developing the sales promotion plan
Sales promotion developing the sales promotion planSales promotion developing the sales promotion plan
Sales promotion developing the sales promotion plan
 

6694845 2-agustus-26(1)

  • 1. Hasil Audit GACA Garuda Bebas Terbangi Arab Saudi Nograhany Widhi K - detikcom Jakarta - Hasil audit tim ahli dari General Authority of Civil Aviation (GACA) Arab Saudi menyimpulkan tidak ada hambatan penerbangan Garuda untuk terbang ke Arab Saudi, terutama untuk urusan haji. Hal ini disampaikan Menteri Perhubungan Jusman Syafei Djamal di Departemen Perhubungan, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (2/8/2007). "Tidak akan ada restriksi penerbangan Garuda untuk terbang ke Arab Saudi, terutama untuk haji," kata Jusman. Menurut dia, Garuda tetap bisa melakukan penerbangan seperti biasa untuk urusan haji. "Memang ada beberapa protokol yang perlu ditindaklanjuti tetapi tidak menghalangi penerbangan Garuda ke Arab Saudi. Jadi tidak ada halangan terbang di wilayah Arab Saudi," ujarnya. Vice President for Safety and Economic Regulation GACA Mohammed R Berenji menilai sudah ada peningkatan dan pengembangan status dan regulasi Garuda. "Saya optimistis Garuda menjadi lebih baik," kata Berenji. Pemerintah Arab Saudi sebelumnya diberitakan hendak mengikuti kebijakan Uni Eropa yang melarang maskapai Indonesia menerbangi wilayahnya. Indonesia lantas mengundang GACA untuk mengaudit maskapai dalam negeri untuk mengetahui kemajuan tingkat keselamatan penerbangan nasional. Tim GACA tiba di Jakarta akhir Juli lalu. (aan/nrl) Jakarta - Mengejutkan! Lebih dari 30 ribu balita di Indonesia pertahun tewas akibat penyakit campak. Depkes pun akan menggalakkan vaksinasi mulai 10 Agustus 2007 nanti. Imunisasi campak ini ditargetkan di 12 provinsi. "Mulai 10 Agustus nanti hingga satu bulan, Depkes akan melakukan kampanye imunisasi campak dengan target 12 provinsi," kata Menkes Siti Fadilah Supari dalam jumpa pers di Depkes, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Kamis (2/8/2007). Menurut Siti, imunisasi campak ini dilakukan minimal dua kali, yakni pada anak-anak usia 6-56 bulan dan usia 6-12 tahun. Siti menyesalkan banyaknya ibu-ibu yang takut mengimunisasikan anak-anaknya lantaran takut ada kandungan minyak babi dalam cairan yang disuntikkan.
  • 2. "Jangan percara tentang imunisasi yang menganduk minyak babi. Karena itu hanya dipakai sebagai katalisator. Tidak disuntikkan ke anak," tegas Menkes. Akibat isu tidak benar tersebut, lanjut Siti, sejak tahun 2005 ada sekitar 700 ribu anak tidak diimunisasi. "Padahal kita sudah dapat lisensi dari MUI," pungkasnya. (anw/sss) Baca juga: Air Bercampur Tinja dan Asam Bongkrek Picu Penyakit Misterius Amelia Altiara Abera - detikcom Jakarta - Penyebab penyakit misterius yang menyerang warga Dusun Beran, Desa Kanigoro, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, diduga dipicu dua hal. "Ada dua kemungkinan, yakni adanya logam berat yang berasal dari air yang tercampur oleh tinja akibat sanitasi lingkungan tidak bagus, dan asam bongkrek yang terdapat dalam tempe gembus," ujar Menkes Siti Fadilah Supari. Hal tersebut ia sampaikan dalam jumpa pers di kantor Depkes, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Kamis (2/8/2007). Dari kedua kemungkinan tersebut, Siti lebih menuduh asam bongkrek sebagai penyebab penyakit misterius ini. "Dugaan kami mengerucut pada tempe gembus," kata Siti. Siti menambahkan, saat ini bagian Litbang Depkes sedang meneliti asam bongkrek tersebut. "Hasilnya baru diketahui satu minggu lagi," kata dia. Saat ditanya apakah penyakit misterius ini juga disebabkan oleh cacing mikroba, Menkes tidak menampiknya. "Cacing mikroba terdapat dalam air yang sanitasinya tidak bagus, ini juga kita teliti, hasilnya minggu depan," pungkasnya. (anw/sss) Baca juga: 01/08/2007 13:23 WIB Korban Penyakit Misterius Tidak Makan Tempe Gembus Bagus Kurniawan - detikcom Magelang - Tempe gembus sebagai penyebab penyakit misterius di Desa Kanigoro, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, diragukan warga. Sebab, para korban tidak mengonsumsi tempe gembus sebelum jatuh sakit. Mereka hanya mengonsumi nasi dan sayuran biasa.
  • 3. "Kami tidak makan tempe gembus sebelum kejadian, tapi kalau sayur kacang panjang dan daun kol serta tempe atau tahu memang iya dan itu menu sehari-hari," kata Asmuni di rumahnya, di Dusun Beran Desa Kanigoro, Kecamatan Ngablak Kabupaten, Magelang, Rabu (1/8/2007). Menurut dia, warga tidak terbiasa mengonsumsi makanan seperti tempe gembus yang berasal dari ampas tahu itu. Sebab untuk membelinya, warga harus pergi ke pasar Grabag atau Pasar Ngablak yang berjarak sekitar 6-8 km. Kalaupun harus ke pasar, mereka pergi ke pasar terdekat di dusun sebelah, namun tidak dilakukan setiap hari. "Paling-paling seminggu atau tiga hari sekali ke pasar kalau memang ada kebutuhan yang harus dibeli di sana. Kami tiap hari makan dengan lauk dan sayuran seadanya," kata Asmuni yang juga ditinggal istrinya, Aslamiyah (37), akibat penyakit misterius itu. Sementara itu Kepala Desa Gadang Rintoko di Posko Kesehatan Dusun Beran mengatakan warga yang meninggal maupun yang dirawat d rumah sakit tidak makan tempe gembus. Namun bila ada yang makan tempe gembus, maka jumlah korban yang sakit maupun meninggal saat kejadian pertama pada hari Minggu 22 Juli lalu akan bertambah banyak. "Kalau pun ada warga yang makan gembus, mengapa mereka tidak sakit atau meninggal. Ini sangat berbeda dengan kondisi di lapangan. Kami juga belum tahu data atau hasil sepenuhnya dari Depkes," kata dia. (bgs/asy Menkes: Tempe Gembus Penyebab Kuat Penyakit Misterius Gagah Wijoseno - detikcom Jakarta - Keracunan tempe gembus. Itulah dugaan sementara yang menewaskan 10 orang warga Magelang, Jawa Tengah. Keracunan itu akibat bakteri pseudomonas cocovenenans yang berkembang biak di tempe gembus. "Menurut informasi, mereka makan tempe gembus makanya yang banyak kena itu ibu- ibu. Bapaknya sedang kerja. Kemungkinan besar keracunan itu disebabkan tempe gembus," kata Menkes Siti Fadilah Supari. Hal ini disampaikan Menkes di Departemen Kesehatan, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (31/7/2007). Selain tempe gembus, kata Menkes, ada beberapa dugaan yang menyebabkan kematian warga Magelang yakni keracunan logam seperti arsen, cadmium, cromium serta keracunan bahan biologis. "Dugaan keracunan logam masih perlu pemeriksaan lebih lanjut," ujarnya. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) I Nyoman Kandun menambahkan keracunan disebabkan bakteri pseudomonas cocovenenans.
  • 4. "Bakteri itu tidak hanya hidup di tempe bongkrek, tetapi juga di tempat lain seperti di tempe gembus. Kasus ini baru kali ini. Tetapi ini belum difinitif, masih pemeriksaan lebih lanjut tentang logam berat dan insektisida," terang Kandun. (aa LSI: 73% Penduduk Indonesia Dukung Amandemen UUD 1945 Iqbal Fadil - detikcom Jakarta - 73 Persen penduduk Indonesia mendukung amandemen UUD yang berkaitan dengan peningkatan wewenang Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Hal itu agar DPD lebih mampu memperjuangkan kepentingan daerah yang diwakilinya. Demikian hasil survei nasional yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) sepanjang bulan Juli 2007. Survei melibatkan 1.300 responden yang diambil dengan metode multistate random sampling. Tingkat kepercayaan mencapai 95 sedangkan margin of error lebih kurang 2,8 %. "Umumnya warga mendukung amandemen UUD 1945 untuk memperkuat wewenang DPD," kata Direktur LSI Saiful Mujani dalam diskusi publik dan pemaparan hasil survei LSI tersebut di Hotel Sari Pan Pacific, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (2/8/2007). Saiful menjelaskan, dukungan publik terhadap amandemen tersebut berdasarkan wewenang DPD yang selama ini dianggap lemah. Amandemen untuk memperkuat DPD tidak bisa dihindari agar representasi kepentingan daerah dapat terwakili. "Hampir semua warga mengharapkan agar DPD punya peran legislasi yang lebih jelas dan lebih kuat. Yakni, ikut memutuskan undang-undang yang berkaitan dengan daerah bersama-sama anggota DPR," ujarnya. Menurut Saiful, hasil survei ini membuktikan bahwa asumsi atau pendapat sebagian orang yang menyatakan usulan amandemen hanya berasal dari elit politik adalah salah. Meski warga tidak mengetahui bahwa DPD tidak punya fungsi legislasi, mereka mengharapkan fungsi legislasi DPD diperkuat dan tidak dibubarkan. (irw/nrl) Baca juga: 02/08/2007 12:41 WIB PAN Tarik Dukungan, Amandemen UUD Terancam Gagal Muhammad Nur Hayid - detikcom Jakarta - Akibat penarikan dukungan oleh PAN, amandemen UUD 1945 terutama pasal 22D tentang kewenangan DPD terancam gagal. Namun PAN berjanji untuk mengusulkan tambahan kewenangan DPD dalam revisi UU Susduk. "Kalau kurang, tentu pimpinan MPR tidak melanjutkan ke sidang majelis, karena tidak memenuhi syarat," ujar Wakil Ketua MPR asal PAN AM Fatwa di Gedung MPR, Senayan, Jakarta, Kamis (2/8/2007).
  • 5. Menurut Fatwa, meski usulan DPD kali ini banyak tantangan, namun ia apresiatif dengan upaya DPD untuk mengenalkan lembaga tersebut secara kontinu kepada masyarakat. "DPD sudah sangat berjasa untuk mengenalkan lembaga ini ke masyarakat luas. Karena semua itu butuh proses," kata Wakil Ketua Majelis Penasihat Partai (MPP) PAN ini. Saat ditanya alasan PAN menarik dukungan tesebut, menurut Fatwa, keputusan itu adalah hasil rapat DPP. Namun kompensasinya, PAN akan mendorong dalam revisi UU Susduk untuk memberi kewenangan DPD yang lebih luas, bukan melalui amandemen. "Saya sudah diberi tahu itu hasil rapat DPP PAN. Komitmen PAN akan mengajak fraksi- fraksi lain untuk meningkatkan kewenangan DPD melalui revisi UU Susduk," tandasnya. Syarat minimal untuk melajutkan usulan DPD untuk mengamandemen pasal 22D UUD 1945 bisa ditindaklanjuti jika didukung oleh minimal 1/3 anggota MPR, yaitu 226 orang. (anw/sss) 02/08/2007 12:28 WIB Kasus Narkoba Turun di Kwartal I/2007 Andi Saputra - detikcom Jakarta - Kasus penyalahgunaan narkoba pada kwartal pertama 2007 mengalami penurunan dibanding tahun lalu, yakni dari 8.286 menjadi 7.027 kasus. "Untuk jumlah tersangka pun ikut menurun. Dari 16.040 menjadi 12.475," kata Kabareskrim Polri Komjen Pol Bambang Hendarso yang diwakili oleh Wakil Direktur IV/TP Narkoba dan KT Kombes Pol Badaruzzaman. Badaruzzaman menyampaikan hal itu di kantor Badan Narkotika Nasional (BNN), Jl MT Haryono, Jakarta Timur, Kamis (2/8/2007). Untuk bulan terakhir kwartal pertama 2007 ini (15 Mei-15 Juni), BNN pusat telah bekerja sama dengan 13 Polda dalam menangani penyalahgunaan narkoba. Hasilnya, total seluruh kasus adalah 1.127 dengan jumlah tersangka 1.581 orang. Adapun untuk nilai barang yang disita mencapai Rp 88 miliar. "Dari total semua yang tertangkap dapat diselamatkan dari pecandu sejumlah 232.620.143 orang," ujar Badaruzzaman. Badaruzzaman melanjutkan, pada kwartal pertama ini ada 18 kasus baru yang berhasil diungkap. Yakni, dari penemuan ladang ganja di Aceh sampai pabrik psikotropika. "Tadi malam sebetulnya kita juga telah menangkap jaringan. Tapi, karena masih dalam pengembangan belum bisa diberitahukan ke publik," pungkasnya. PAN Tak Persoalkan Amien Rais Dituduh Inkonsisten
  • 6. Irwan Nugroho - detikcom Jakarta - Wakil Ketua DPD Laode Ida menuduh mantan ketua PAN Amien Rais tidak konsisten dengan dukungannya terhadap amandemen UUD 1945. PAN menanggapinya ringan. "Biasalah, Pak Laode," kata anggota FPAN DPR Putra Jaya Husin kepada detikcom, Kamis (2/8/2007). Menurut Husin, wajar jika sebelum mengambil keputusan DPP PAN meminta pertimbangan Amien Rais selaku Ketua Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) partai berlambang matahari terbit itu. Namun, keputusan sepenuhnya berada di tangan DPP. Husin mengatakan, sejak awal, sebenarnya PAN tidak mendukung amandemen UUD 1945. Dari 53 anggota FPAN, hanya 5 yang menandatangani dukungan. "Ini kan UUD, tidak harus 5 tahun dikoreksi. Harusnya 15 tahun baru bisa. Kan dipraktekkan dulu, ada enggak dampaknya bagi masyarakat," ujar Husin. Apalagi, lanjut Husin, usul amandemen UUD 1945 kali ini hanya menyangkut kedudukan suatu lembaga negara, yakni DPD. Amandemen seperti itu sama sekali tidak menyentuh kepentingan masyarakat. "Jadi buat saya, DPD segera saja menguatkan diri. Menjadi komunikator antara bupati dan gubernur dengan DPR," pungkas Husin. Seperti diberitakan, PAN menarik dukungannya terhadap usul amandemen UUD 1945. Amis Rais disebut-sebut memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan itu. (irw/ nrl) PAN Cabut Dukungan Amandemen UUD Karena Tak Efektif Arifin Asydhad - detikcom Jakarta - Partai Amanat Nasional (PAN) resmi mencabut dukungan terhadap amandemen UUD 45. Para anggota Fraksi PAN yang telah meneken dukungan diminta mencabut kembali. Sekjen DPP PAN Zulkifli Hasan membenarkan hal ini. Menurut dia, PAN menarik dukungan karena sudah tidak efektif lagi. Namun, pengakuan Zulkifli Hasan agak berbeda dengan dua dokumen surat yang didapatkan detikcom. Di dua surat itu, PAN sudah memutuskan mencabutkan dukungan berdasarkan rapat harian DPP PAN 25 Juli 2007. Namun, menurut Zulkifli, kepastian PAN mencabut dukungan akan diputuskan dua hari lagi. "Dalam dua hari ini akan diputuskan. Kemungkinan besar, kita akan cabut," kata Zulkifli saat dihubungi detikcom, Kamis (2/8/2007).
  • 7. Saat ditanya apa alasan PAN mencabut dukungan, menurut Zulkifli, karena pendukung usulan itu sudah tidak signifikan. "Sudah tidak efektif lagi. Rapat-rapat pun sudah tidak ada. Golkar, PDIP, Demokrat sudah tidak mendukung. Kan ini sudah tidak efektif," ujar dia. Menurut Zulkifli, dengan tidak ada dukungan dari partai-partai dan fraksi-fraksi besar itu, maka pendukung usulan amandemen UUD 45 akan tidak mencapai kuorum. "Kuorumnya ditetapkan 2/3 dari jumlah anggota MPR. Kalau fraksi-fraksi besar sudah tidak mendukung, ya mungkin tidak kuorum. Tidak artinya, kalau PAN mendukung," ujar dia. Hingga saat ini, kata Zulkifli, ada sekitar 10 orang anggota FPAN yang menorehkan tanda tangannya mendukung amandemen UUD 45 itu. Bila PAN telah memutuskan mencabut dukungan, maka semua anggota FPAN yang terlanjur menandatangani dukungan, harus mencabutnya kembali. Pimpinan MPR sebelumnya sudah menentukan batas 7 Agustus 2007 bagi masing- masing fraksi untuk menentukan sikap. Bila sampai 7 Agustus 2007, dukungan usulan amandemen UUD 45 ini tidak memenuhi syarat, maka usulan yang dimotori Dewan Perwakikan Daerah (DPD) ini tidak bisa dilaksanakan. (asy/nrl) 02/08/2007 07:47 WIB Amien Rais di Belakang PAN Cabut Dukungan Amandemen UUD Arifin Asydhad - detikcom Jakarta - Mantan Ketua MPR yang juga mantan Ketua Umum DPP PAN Amien Rais memiliki peran penting dalam keputusan DPP PAN mencabut dukungan terhadap usulan amandemen UUD 45. Ada memo Amien sebelum DPP PAN memutuskan mencabut dukungan. Memo Amien Rais ini ditulis pada 22 Juli 2007 dengan tulisan tangan dan ditujukan kepada Ketua Umum DPP PAN Soetrisno Bachir. Memo ini sebenarnya bukan sesuatu yang sangat istimewa, karena Amien juga masih menjadi bagian PAN, sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) DPP PAN. Berikut dokumen memo yang ditulis Amien Rais yang didapatkan detikcom, Kamis (2/8/2007): "Dear Mas SB: Setelah pertimbangan matang, sebaiknya PAN tidak ikut amandemen UUD 45. Bisa membuat kegaduhan politik. Wassalam. Tanda tangan Amien Rais mengakhiri memo tersebut. Memo inilah yang kemudian menjadi bahasan rapat harian DPP PAN 25 Juli 2007 lalu. Hasil rapat, DPP PAN memutuskan untuk mencabut dukungan terhadap usulan amandemen itu dan meminta semua anggota FPAN mencabut kembali dukungannya. Pencabutan PAN ini semakin memperpanjang daftar parpol yang menolak usulan amandemen UUD 45 yang digagas Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu. PDIP, Golkar,
  • 8. PPP, dan PD telah menolak usulan mengamandemen pasal 22 D tentang kewenangan DPD itu lebih dulu. Parpol-parpol ini memiliki alasan yang beragam. Ada yang menilai usulan mengamandemen pasal kewenangan DPD ini bukanlah datang dari massa akar rumput, tapi datang dari elit. Ada juga partai yang menilai pembahasan mengenai hal ini belum bersifat mendesak, karena masih banyak hal yang terkait masyarakat banyak yang lebih penting untuk dibahas. Pimpinan MPR sebelumnya sudah menentukan batas 7 Agustus 2007 bagi masing- masing fraksi untuk menentukan sikap. Bila sampai 7 Agustus 2007, dukungan usulan amandemen UUD 45 ini tidak memenuhi syarat, maka usulan ini tidak bisa dilaksanakan. (asy/asy) Baca juga: 04/06/2007 15:36 WIB Gubernur se-Indonesia Teken Dukungan Amandemen UUD 1945 Muhammad Nur Hayid - detikcom Jakarta - 22 UU Sektoral bertabrakan dengan UU 32/2004 tentang Otonomi Daerah. Satu per satu gubernur dari Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) pun membubuhkan tanda tangan mendukung amandemen UUD 1945. Tanda tangan itu dibubuhkan oleh 29 gubernur yang tergabung dalam APPSI saat bertemu dengan DPD di Gedung Senayan, Jakarta, Senin (5/6/2007). "Dukungan itu dalam rangka memperkuat peran DPD agar dapat mengawal pelaksanaan otonomi daerah dengan sebaik-baiknya," kata Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad. Dalam poin 4, menurut dia, APPSI mendukung perubahan pasal 22 d UUD 1945 untuk memperkuat fungsi legislasi DPD RI secara penuh menyangkut bidang otonomi daerah. Ketua DPD Ginandjar Kartasasminta menyambut baik dukungan APPSI. "Ini bukti tidak ada alasan lagi amandemen hanya wacana elit di Senayan karena gubernur se-Indonesia sudah mendukung. Padahal rakyat diwakili oleh pemimpinnya di daerah," kata Ginandjar. (aan/nrl) Usul Amandemen UUD 45 Diputus 7 Agustus Muhammad Nur Hayid - detikcom Jakarta - Setelah rapat cukup alot selama 3 jam akhirnya pimpinan MPR dan pimpinan fraksi-fraksi MPR sepakat memberikan waktu selama 90 hari untuk memutuskan usul amandemen UUD 45. "Kita sepakat untuk memberikan waktu selama 3 bulan sejak 9 Mei hingga 7 Agustus untuk mengkaji usul amandemen pasal 22 D tentang kewenangan DPD," ujar Ketua MPR
  • 9. Hidayat Nurwahid dalam jumpa pers di Gedung GBHN Nusantara V DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (22/5/2007). Hidayat mengharapkan, waktu yang diberikan selama 3 bulan itu dapat digunakan oleh fraksi-fraksi MPR untuk mengkaji dukungan yang sudah dibubuhkan dalam bentuk tanda tangan. "Setelah 3 bulan, tidak boleh ada lagi yang menarik dukungan. Karena itu batas maksimal yang diatur dalam UU," imbuh mantan Presiden PKS ini. Hidayat menambahkan, syarat minimal dukungan untuk amandemen yaitu sepertiga jumlah anggota MPR masih konsisten mendukung usulan amandemen. "Sampai saat ini dukungan minimal masih terpenuhi, yaitu ada 226 anggota yang telah menandatangani. Kita akan tunggu sampai tanggal 7 Agustus mendatang. Kalau tidak ada yang menarik dukungan, pasti kita akan gelar sidang majelis," terang Hidayat. Fraksi-fraksi di MPR yang setuju mengamandemen UUD 45 adalah FKB dan FPBR. Sementara FPAN, FPPP, FPDS masih mengkaji. Sedangkan FPDIP sejak awal menolak amandemen. FPG dan FPD mencabut dukungan setelah sebelumnya mendukung. (nik/sss) 16/05/2007 12:06 WIB Giliran FPPP Tarik Dukungan Amandemen UUD 45 Muhammad Nur Hayid - detikcom Jakarta - Bagai ditusuk belati, DPD terus ditelikung partai-partai politik. Setelah Fraksi Partai Demokrat (FPD) dan Fraksi Partai Golkar (FPG) menarik dukungannnya. Kali ini giliran FPPP. Pimpinan FPP secara resmi menginstruksikan kepada seluruh anggotanya mencabut tanda tangan yang sudah dibubuhkan untuk mendukung amandemen UUD 45 pasal 22D terkait penambahan kewenangan DPD. Pencabutan dukungan FPPP ini disampaikan oleh Sekretaris DPP PPP Irgan Chairul Mahfiz dalam siaran persnya di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Rabu (16/5/2007). Keputusan itu diambil dalam rapat harian DPP PPP pada Selasa 14 Mei malam yang dipimpin langsung Ketua Umum PPP Suryadharma Ali. Alasannya, PPP melihat persoalan amandemen belum saatnya dilakukan karena hasil amandemen yang pertama hingga keempat belum dilaksanakan sepenuhnya. Selain itu, PPP menilai ada agenda politik nasional yang lebih prioritas dalam pembahasan revisi UU paket politik untuk menghadapi pemilu 2009.
  • 10. Menanggapi perintah DPP PPP tersebut, Ketua FPPP DPR Lukman Hakim Saefuddin membenarkan adanya perintah tersebut. "Benar ada perintah dari DPP demikian untuk mengkaji lagi soal amandemen," tuturnya. Perlu diketahui dari 57 anggota FPPP MPR sebanyak 7 orang telah menandatangani dukungan amandemen. Dengan instruksi penarikan ini berarti dukungan minimal usulan amandemen oleh DPD sebanyak 226 tidak terpenuhi. (mar/umi) 5/05/2007 16:34 WIB FPG MPR Tarik Dukungan Amandemen UUD 45 Muhammad Nur Hayid - detikcom Jakarta - Satu persatu dukungan terhadap amandemen UUD 1945 pasal 22 D berguguran. Setelah Fraksi Partai Demokrat (FPD) MPR mencabut dukungannya, kini giliran Fraksi Partai Golkar (FPG). Akibatnya, jumlah suara tidak memenuhi syarat minimal. Penarikan dukungan dari FPG dilakukan melalui surat DPP Partai Golkar No: B-387/Golkar/V/2007 tertanggal 14 Mei 2007. Isi surat itu menyerukan kepada anggota FPG untuk mengkaji ulang dukungan amandemen UUD 1945 terkait pasal kewenangan DPD itu. Selain itu, surat itu juga meminta semua kader Golkar untuk mamatuhi dan menyesuaikan dengan sikap politik partai. Surat itu ditandatangi Ketua DPP Golkar Ali Wongso dan Sekretaris Jenderal Sumarsono. "Kami akan meminta pimpinan MPR mengkaji ulang persyaratan usul amandemen karena sikap Golkar secara resmi akan mengkaji lagi dukungan untuk amandemen," kata Sekretaris FPG MPR Hajriyanto Tohari. Hal itu disampaikan dia di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (15/5/2007). Prihatin Menanggapi pencabutan dukungan itu, Wakil Ketua DPD Laode Ida mengaku prihatin dan menyayangkan. Sikap politik itu dinilai tidak konsisten. "Kita turut prihatin dengan sikap penyelenggara negara yang tidak konsisten," ujarnya. "Kita akan berusaha memenuhi lagi persyaratan minimal," lanjut Laode. Akibat penarikan dukungan FPG yang berjumlah 12 orang, jumlah dukungan amandemen menjadi hanya 223. Padahal syarat minimal 226 suara.
  • 11. Menurut informasi yang dikumpulkan detikcom, penarikan dukungan akan terus terjadi yaitu dari PKB dan PBR. Namun hingga kini belum ada konfirmasi resmi dari kedua partai tersebut. (ken/nrl) Baca juga: 11/05/2007 13:40 WIB Yusril: Sering Diamandemen, UUD Malah Jadi Kacau-balau Muhammad Nur Hayid - detikcom Jakarta - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra berpendapat, terlalu sering mengamandemen UUD 45 akan menimbulkan kekacauan baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Karena itu sebaiknya amandemen dilakukan secara sistematis sesuai kebutuhan. "Empat kali mengamandemen malah membuat kacau balau. Banyak yang tidak dapat dipahami di hukum tata negara," ujar Yusril usai diskusi di Gedung DPD, Senayan, Jakarta, Jumat (11/5/2007). Mensesneg yang baru dicopot Presiden SBY ini menilai, usulan amandemen UUD 45 oleh DPD merupakan hal yang wajar untuk memperkuat peran DPD dalam sistem presidensial. Namun terkait waktunya, Yusril meminta DPD tidak terburu-buru. "Memang banyak yang perlu diamandemen, tapi tidak buru-buru harus sekarang. Harus ada pengkajian secara mendalam," ujar suami Rika Tolentino Kato ini. Sementara itu pengamat politik Mohammad Qodari menilai amandemen harus dilakukan untuk membenahi DPD. Hal ini bertujuan agar sesuai dibentuknya DPD sebagai lembaga yang mewakili aspirasi daerah. "Amandemen itu harus. Agar keberadaan DPD dapat difungsikan semestinya," ujar Qodari. Mengenai pelaksanaan yang tepat untuk amandemen, baik Yusril dan Qodari sependapat dilakukan secara bergantian selain membahas revisi UU Parpol. (nik/sss) KY Genap 2 Tahun RUU KY Terganjal RUU Politik Arry Anggadha - detikcom Jakarta - Komisi Yudisial (KY) mendapatkan kado yang tidak sesuai harapan di hari jadinya yang kedua. Revisi UU KY tidak dapat diselesaikan DPR pada tahun 2007 sebagaimana diharapkan selama ini. "Tidak bisa serta merta selesai, kami akan menyelesaikan UU Politik, baru UU KY pada 2008 nanti," ujar anggota Komisi III DPR, Agun Gunandjar, saat menghadiri perayaan ultah kedua KY di Kantor KY, Jalan Abdul Muis, Jakarta (2/8/2007).
  • 12. Menurut Agun, revisi UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang KY tersebut sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2007. Namun pihaknya masih harus menyelesaikan UU Paket Politik yang sama pentingnya. Agun menjelaskan, revisi UU KY yang diajukan harus sejalan dengan revisi UU lainnya, yakni UU MA, UU MK, dan UU Kekuasaan Kehakiman. "Ini agar fungsi pengawasan KY tidak bertentangan lagi dengan kewenangan MA dan MK," jelas politisi Golkar ini. Mendengar pernyataan tersebut, Ketua KY Busyro Muqoddas menjelaskan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya revisi UU KY ini kepada DPR. Menurutnya, DPR pun tidak bermasalah dengan RUU yang telah masuk dalam Prolegnas itu. "Kami mengundang Komisi III ke sini karena ada kepentingan, dan ternyata dia datang. Itu berarti sinyal revisi UU KY tidak bermasalah," kilah Busyro. Revisi UU KY diajukan karena kewenangan KY pada UU Nomor 2 Tahun 2004 telah dipangkas oleh MK. KY pun berkeinginan agar kewenangan untuk memeriksa hakim dapat diperoleh kembali melalui RUU yang diajukan. (anw/nrl) SP "Lembaga pemasyarakatan (LP) sebagai tempat pembinaan harus mendapat perhatian serius". Iqrak Sulhin, Kriminolog dari UI, tentang Mengatasi Permasalahan di LP., Pembaruan 1/8/2007. RUU BHP Abaikan Pancasila [JAKARTA] Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) dinilai sebagai produk hukum yang mengabaikan konstitusi bangsa. Bahkan RUU tersebut terkesan mengabaikan nilai luhur Pancasila sebagai dasar negara. Kenyataannya, muatan RUU BHP mengarah kepada privatisasi dan liberalisasi pendidikan. Anak-anak bangsa dari strata sosial paling rendah kian sulit untuk memperoleh akses pendidikan yang bermutu, karena itu, RUU BHP harus ditolak. Demikian benang merah dalam pemaparan hasil kajian mengenai RUU BHP yang diselenggarakan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), di Jakarta, Rabu (1/8). Hadir dalam acara itu antara lain, pakar pendidikan HAR Tilaar, Pengurus Majelis Luhur Perguruan Taman Siswa Darmaningtyas, Koordinator Koalisi Pendidikan Lody Paat, dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) peduli pendidikan. Menurut Tilaar, dalam BHP banyak sekali agenda terselubung yang tidak diketahui masyarakat. Misalnya, tujuan BHP adalah persaingan yang diserahkan kepada
  • 13. mekanisme pasar. "Persaingan dalam esensi pendidikan nasional sama sekali bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945," katanya. Dia menerangkan, jika akhirnya BHP tetap disahkan, BHP tersebut sangat prematur. Otonomi yang termaktub dalam jiwa BHP sebenarnya merupakan pembohongan publik. "Kita ini negara miskin. Human Development Index pada tahun lalu, posisi kita berada pada urutan 108 dari 177. Ini berarti, kita memang belum mampu. Kalau memang ingin BHP, lebih baik 20 atau 30 tahun lagi. Itu pun melalui kajian yang mendalam dan dilandasi dengan roh pendidikan bangsa ini," katanya. Di Amerika, kata Tilaar, UU Wajib Belajar sudah diterapkan pada pertengahan abad 19. Pada tahun 2001, Amerika kembali menelurkan kebijakan dengan slogan "No Child Left Behind." "Artinya, setelah kurun waktu yang begitu panjang, Amerika ternyata sangat concern dengan pendidikan. Kita masih terlalu dini," ucapnya. Tilaar menerangkan, pasal-pasal yang termaktub dalam RUU BHP tidak ada yang sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila. "Kenyataannya, persaingan menjadi tujuan BHP. Saya tidak bisa membayangkan, bagaimana nasib jutaan anak bangsa di strata terendah ingin mengenyam pendidikan di Tanah Air mereka," katanya. Karena itu, RUU BHP sebaiknya dibatalkan. "Penyusunan RUU BHP menggunakan pendekatan pasar bebas sebagai pisau analisisnya yang menganalogikan lembaga pendidikan sebagai komoditas ekonomi," katanya. Makin Memiskinkan Pandangan serupa disampaikan Darmaningtyas. Dia mengatakan, BHP akan memiskinkan masyarakat miskin. Karena, akses pendidikan bagi masyarakat miskin sangat sulit. "Lebih baik, orang miskin tidak usah sekolah. Ini berarti ada pembiaran negara terhadap dunia pendidikan nasional," katanya. Dijelaskan, acuan BHP sebenarnya dari UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 53. Secara bebas terjemahannya menyebutkan pendidikan akan mengarah kepada BHP. Ini berarti, ada upaya sistematis liberalisasi pendidikan. "Kalau pendidikan saja sudah diliberalisasikan dan dikomersialisasikan berarti pendidikan nasional sudah tidak lagi sejiwa dengan Pancasila," katanya. Sementara itu, Manajer Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Ade Irawan mengatakan, pemberlakuan BHP akan mempertajam segregasi antarkelas sosial ekonomi. Penyerahan tanggung jawab pembiayaan kepada publik akan memunculkan konsekuensi terbentuknya jurang yang makin dalam antarkelompok masyarakat. "Berkualitas atau tidaknya pelayanan pendidikan akan ditentukan sepenuhnya oleh jumlah dana yang bisa disediakan oleh peserta didik," katanya.
  • 14. Dikatakan, gejala tersebut sudah mulai terlihat saat ini. Sekolah mulai tingkat SD hingga SMA diberi bermacam label. Misalnya, sekolah unggulan, standar nasional, percontohan dan sekolah plus berstandar internasional. "Semakin tinggi kasta sekolah akan semakin besar dana yang mesti disediakan oleh orangtua siswa. Pada akhirnya, peserta didik yang berasal dari keluarga miskin akan makin sulit memperoleh akses pendidikan bermutu," ujarnya mengingatkan. [W-12] Banjir di Morowali, 900 Orang Suku Wana Hilang [ Cegah Produk Impor Berformalin BPOM Minta Bantuan Asosiasi Peritel [JAKARTA] Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Husniah Rubiana Thamrin Akib (BPOM) mengemukakan, sampai Rabu (1/8), pihaknya sudah menemukan 39 produk manisan dan permen yang positif mengandung formalin, dari 222 contoh yang diuji dan beredar di pasaran. BPOM akan mempublikasikan temuan itu beberapa hari mendatang. "BPOM juga tengah menguji 20 produk kosmetik yang dicurigai mengandung bahan berbahaya seperti hidroquinon, mercury, dan rodhamin. Diperkirakan hasilnya akan keluar dalam satu bulan ini. Produk kosmetik yang diuji itu sebagian besar dari Tiongkok," ujar Husniah. Husniah, seperti dilansir kantor berita Antara, juga mengemukakan, pihaknya telah meminta bantuan Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) dan Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) untuk mengingatkan anggotanya agar tidak menjual produk yang mengandung bahan berbahaya. Sebelumnya, BPOM mengumumkan tujuh produk yang mengandung formalin dari 39 contoh yang diambil dari pasar. Husniah mengatakan, produk yang mengandung formalin itu masuk ke Indonesia secara ilegal, antara lain tidak ada kode ML (Makanan Luar) pada labelnya. "Permen merek White Rabbit yang mengandung formalin ternyata bukan produk yang kami beri izin edar. Sanksi yang diberikan bisa berupa tuntutan hukum," ucapnya. Sementara itu, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, importir turut bertanggung jawab terhadap barang yang diimpornya. Namun, karena produk berformalin itu masuk secara ilegal maka sulit untuk menelusuri importirnya, dan Departemen Perdagangan (Depdag) tidak akan memperketat impor makanan. Mari menegaskan, BPOM akan menempatkan petugasnya di pelabuhan untuk membantu petugas Bea Cukai dalam mengawasi masuknya produk makanan ke Indonesia. Selain
  • 15. itu, Deperindag akan mengintensifkan koordinasi instansi terkait dengan perlindungan konsumen dari produk makanan yang berbahaya. Mendag mengajak konsumen agar teliti dalam membeli produk makanan impor dengan memeriksa ada tidaknya izin beredar pada kemasan, seperti kode ML untuk makanan luar negeri, MD (Merek Dagang) untuk makanan dalam negeri, dan SP untuk produk industri rumah tangga. Sedangkan untuk produk kosmetik harus dipastikan ada tanda CL dan CD pada kemasannya. Singapura dan Malaysia Dari Medan dilaporkan, Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) menyita makanan, minuman, permen, cokelat, buah kaleng, penyedap masakan, dan susu kaleng asal Singapura, Malaysia, dan Tiongkok, dari sejumlah pusat perbelanjaan di kota ini. Barang bukti itu akan dikirimkan ke Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (POM) Medan untuk diteliti di laboratoium "Makanan dan minuman produk luar itu diamankan polisi karena kualitasnya disangsikan, apalagi tidak memiliki izin dari Departemen Kesehatan," ujar Direktur Reserse Kriminal Polda Sumut Kombes Pol Ronny F Sompie, kepada SP, di Medan, Rabu (1/8). [AHS/BO/S-26] TAJUK RENCANA I LP Bukan Sekolah Kejahatan embali lembaga pemasyarakatan (LP) mengambil nyawa secara sia-sia. Beberapa bulan lalu, harian ini sempat memberitakan tingginya angka kematian narapidana (napi) di berbagai LP dan rumah tahanan (rutan) akibat banyaknya napi yang ketagihan mengonsumsi narkotika dan obat berbahaya (narkoba) dan tertular HIV/ AIDS. Kini kembali kita disuguhkan kenyataan napi tewas akibat kerusuhan di LP Cipinang. Komentar terhadap terjadinya kerusuhan di LP Cipinang itu masih saja seputar ketidakseriusan pemerintah dalam mengelola LP. Soal kelebihan kapasitas, rendahnya dana pembinaan yang dialokasikan bagi LP dan rutan yang pada gilirannya membentuk komunitas di LP yang tidak terkontrol lagi. LP yang semestinya menjadi "sekolah kebaikan" justru berubah menjadi "sekolah kejahatan". Perbaikan infrastruktur di LP yang sering dilupakan juga disebut-sebut sebagai biang keladi kerusuhan di hotel prodeo itu. Membeludaknya penghuni LP, buruknya infrastruktur, minimnya dana berakibat fatal. LP berubah menjadi "rimba belantara". Siapa kuat dia yang menang. Dan hukum pun tak lagi digubris di LP. Bukankah kondisi itu mencerminkan rendahnya perhatian kita terhadap penghuni dan LP itu sendiri? Patut kita renungkan untuk apa sesungguhnya LP dibentuk. Bukankah LP dimaksudkan untuk mengembalikan para napi - yang dinilai telah melanggar norma-norma - ke tengah
  • 16. masyarakat kelak? Boleh jadi, kita semua, khususnya pemerintah termasuk pengelola LP sudah melupakan fungsi LP. Sejatinya LP bukanlah tempat buangan bagi masyarakat yang dinilai telah melanggar hukum. LP seharusnya menjadi tempat "berkontemplasi" bagi para penghuninya agar sadar akan perilaku menyimpang yang dibuatnya dan bisa kembali bermasyarakat kelak. Tapi, kenyataannya, LP yang seharusnya menjadi tempat penyadaran itu, justru berubah menjadi tempat para penjahat mempelajari kejahatan. Bukankah itu berarti kita tidak memahami fungsi LP yang seharusnya menjadi tempat mengayomi para napi melalui unsur-unsur pembinaan. Jika LP dibiarkan terus seperti ini, bukankah itu berarti setiap detik kita sudah melakukan pengabaian hak asasi manusia (HAM)? Dan yang lebih fatal lagi, negeri ini setiap detik akan mencetak "penjahat-penjahat" baru. Itu berarti, kita harus mengeluarkan ongkos sosial yang lebih tinggi lagi, lantaran kejahatan semakin marak di tengah masyarakat. Bukankah lebih baik kita kelola dengan baik LP kita agar kejahatan semakin berkurang. Jika penghuni LP membeludak karena kelebihan kapasitas, bukankah itu berarti setiap saat lahir penjahat baru dan yang lama semakin jahat? Oleh sebab itu, segera perbaiki sarana dan prasarana LP. Jangan kita puas dengan memenjarakan orang semata. Sesungguhnya suasana LP harus betul-betul kondusif. Jangan sebaliknya, LP justru menjadi pusat tumbuh suburnya perilaku menyimpang seperti pungli, premanisme, dan menjadi pusat peredaran narkoba. Kita tidak boleh membiarkan LP menjadi "hutan belantara". LP harus kembali ke fungsinya yang hakiki, yakni menjadi pusat pembinaan dan sekaligus mengayomi. LP bukan sekolah kejahatan. Cap penjara yang tidak manusiawi itu harus pupus dari LP. Selain perbaikan fasilitas dan dana pembinaan bagi napi di LP, kita harus mendorong pemerintah untuk meningkatkan kualitas para petugas LP. Baik dari segi kemampuan intelektual melalui pendidikan juga soal kesejahteraannya. Semuanya tidak lain untuk memperkecil kemungkinan adanya petugas LP yang ikut "bermain" dengan para napi melakukan pelanggaran. Komitmen Presiden untuk Korban Lumpur Masalah lumpur panas di Sidoarjo ternyata terus mengiang dalam memori Presiden Yudhoyono. Hal ini terlihat dari komitmennya yang tak pernah pupus untuk menyelesaikan ganti rugi korban lumpur panas di Sidoarjo. Bahkan dalam kunjungannya ke Korea Selatan yang sebenarnya tak ada kaitannya dengan persoalan lumpur di Sidoarjo, Presiden Yudhoyono tetap mengingatkan kembali tentang pentingnya penuntasan pembayaran uang muka bagi korban lumpur panas. Sebelum bertolak ke Bali dari kunjungan tiga harinya di Korea Selatan Presiden meminta pembayaran uang muka 20 persen harus selesai sebelum Ramadan. Permintaan ini tentu didasarkan banyak pertimbangan. Di samping waktunya yang sudah cukup lama bagi
  • 17. warga yang menunggu pembayaran uang muka, juga pada bulan Ramadan tidak boleh ada kekecewaan warga yang bisa merusak kesucian bulan. Memasuki bulan suci, semua persoalan warga bisa diselesaikan dengan baik sehingga bisa menjalani ibadah dengan khusyuk dan tenang. Namun lebih dari itu, instruksi Presiden terkait jadwal penyelesaian pembayaran uang di atas membuktikan keseriusan presiden bagi penyelesaian kasus tersebut. Bahkan menurut Presiden, dia memantau perkembangan penyelesaian masalah para korban luapan lumpur Lapindo ini setiap tiga hari sekali. Mudah-mudahan langkah Presiden ini menggugah para aparat terkait lainnya untuk betul-betul memperhatikan dan mempercepat proses penyelesaian korban lumpur. Alia Kamila Jamila Jl RS Fatmawati, Jakarta Selat Tim Olimpiade Matematika Indonesia Raih Perak [TANGERANG] Pemerintah akan mengintensifkan pencarian siswa-siswa berbakat menyusul keberhasilan tim olimpiade matematika Indonesia (TOMI) di ajang olimpiade internasional matematika (international mathematics olympiad/IMO) di Hanoi, Vietnam, 19 Juli-31 Juli. TOMI meraih 1 medali perak dan Honorable Mention. "Sudah saatnya kita lebih menggiatkan pencarian siswa-siswa unggul guna mengikuti ajang bergengsi dunia. Ini menunjukkan kita mampu dan siap berlaga di dunia," kata Ketua TOMI Ahmad Muchlis, di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Senin (31/7) malam. Disebutkan, medali perak diraih oleh Raymond Christopher Sitorus dari SMAK 1 PENABUR, Jakarta. Sedangkan empat siswa lainnya memperoleh Honorable Mention, masing-masing Koe Han Beng (SMAK Karunia, Jakarta), Rudi Adha Prihandoko (SMA 4 Denpasar, Bali), Yosafat Aka Prasetya P (SMA 4 Denpasar, Bali), dan Andika Sutanto (SMA 3 Surakarta). Sementara, Nugroho Seto Saputra (SMA 3 Yogyakarta) tidak memperoleh medali. Dikatakan, medali perak yang diraih TOMI merupakan kali kedua dalam ajang yang sama pada 2002. Olimpiade matematika kali ini, kata Ahmad, diikuti oleh 93 negara dengan jumlah peserta sebanyak 520 siswa dan memperebutkan 29 medali emas. "Meski belum memperoleh emas, kita bisa bangga karena negara kita diperhitungkan dunia," katanya. Sementara itu, Raymond mengatakan, soal yang diujikan dalam olimpiade ini memang cukup sulit. "Kita sebenarnya bersyukur bisa meraih medali perak, padahal, kita tidak memasang target medali," katanya. [W-12]
  • 18. LEMbagaPERKELAHIAN CIPIANG Krisis Solidaritas Landa Generasi Muda Indonesia [JAKARTA] Saat ini generasi muda Indonesia dilanda krisis solidaritas, sehingga terkesan pemuda terkotak-kotakkan atau terpecah-pecah oleh semangat kedaerahan dan kepentingan lainnya. Keberagaman yang dimiliki bangsa Indonesia rentan menimbulkan perpecahan, sehingga pemuda harus bisa menjadi lokomotif pemersatu bangsa. Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault, saat Pembukaan Jambore Pemuda Indonesia (JPI), di Cibubur, Jakarta, Selasa (31/7), mengatakan, untuk menjadi pemersatu bangsa, pemuda mesti memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Kegiatan JPI diikuti 1.400 peserta dari 33 provinsi yang berlangsung 30 Juli - 3 Agustus 2007 di Taman Wiladatika, Cibubur, Jakarta Timur. "Jangan mau terpecah hanya karena perbedaan," seru Adhyaksa. Meski demikian, mantan Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia itu menyadari kalau saat ini generasi muda menghadapi krisis solidaritas. Untuk itu perlu dibangun komunikasi dan pertemuan-pertemuan di kalangan generasi muda untuk mengatasinya. Dikatakan, untuk menjaga solidaritas pemuda, dia meminta agar para pengurus organisasi kepemudaan atau tokoh pemuda jangan berpikiran sebagai kader daerah. "Anda harus berpikir sebagai kader pusat yang ditempatkan di daerah," ujarnya. Dia meminta agar pemuda mencontoh semangat nasionalisme yang muncul melalui kegiatan olahraga khususnya Piala Asia. Kejuaraan sepakbola antarnegara di benua Asia itu berhasil mempersatukan semua supporter yang selama ini tawuran untuk mendukung tim nasional. [E-7] Jangan Ajari Rakyat Memfitnah Entah kapan negeri ini akan menjadi negeri beradab apabila budaya yang dikembangkan adalah budaya fitnah. Untuk kesekian kalinya di negeri ini berkembang tradisi memfitnah. Yaitu melemparkan isu yang belum tentu kebenarannya. Lebih parah lagi, fitnah tersebut terkait dengan pribadi seseorang yang dipercaya menjadi orang nomor satu di Republik ini, yaitu Presiden Yudhoyono. Inti persoalannya bukan pada sosok Susilo Bambang Yudhoyono yang notabene seorang presiden, namun lebih pada tradisi yang menyerang pribadi melalui cara-cara yang tidak terpuji. Inilah yang disebut sebagai character assassination (pembunuhan karakter).
  • 19. Lebih ironis lagi fitnah ini dilontarkan oleh orang yang terlanjur dipercaya rakyat, yaitu (mantan) anggota dewan yang sering ditempatkan sebagai orang terhormat. Budaya fitnah ini merupakan trandisi zaman batu di mana aturan main belum ada, masing-masing mementingkan kepentingannya sendiri, dan logika belum berjalan secara maksimal. Kini di zaman demokrasi di mana aturan main dibuat oleh anggota dewan secara rasional, namun tradisi yang dikembangkan justru emosional. Entah kapan di negeri ini tegak aturan main yang membuat semua rakyat hidup mematuhinya, apabila para elite politiknya masih berwatak zaman batu. Tradisi fitnah dilarang bukan hanya karena menjelekkan orang lain tanpa fakta, tapi karena menyakiti hati dan menumbuhkan dendam. Sebagai orang awam, saya hanya berharap pada para politisi agar tidak mengajari perilaku politik emosional yang tidak bermoral, karena itu semua akan menghinakan diri kita semua sebagai bangsa. Mengapa kita sangat sensitif terhadap kerjasama yang dibangun pemerintah dengan negara lain dengan tuduhan menjual harga (kedaulatan) diri, apabila kita sendiri menghinakan diri dengan mengembangkan budaya fitnah. Kalau kita sepakat membangun negeri ini di atas landasan demokrasi, mari kita semua mengapresiasinya melalui kepatuhan pada aturan main yang ada. Kita harus menggunakan rule of law sebagai ajang pertaruhan kita untuk mendapatkan hak-hak dan menjalankan kewajiban kita, bukan melalui fitnah yang keji. Habibah Thaibah Jl Cakung Ray Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara Kekayaan 3 Raja Rokok Rp 90 Triliun [JAKARTA] Pertumbuhan pesat industri rokok Tanah Air telah membuat kantong para pengusahanya semakin tebal. Tren ini akan terus menguat di masa mendatang. Fakta ini terlihat jelas pada jumlah kekayaan para pengusaha rokok yang mendominasi daftar 150 Orang Terkaya Indonesia, yang dikeluarkan majalah Globe Asia edisi Agustus 2007. Pemeringkatan yang dilakukan Globe Asia, didasarkan pada kepemilikan saham oleh masing-masing individu, baik di perusahaan publik (yang tercatat di bursa saham) maupun yang tidak (nonpublik). Dari daftar tersebut, kekayaan tiga orang dari industri rokok mencapai US$ 9,9 miliar (Rp 90,09 triliun) atau sekitar 21,24 persen dari total kekayaan 150 pengusaha yang masuk daftar tersebut mencapai US$ 46,6 miliar. Sementara itu, total kekayaan 147 orang terkaya lainnya yang bergerak dalam bisnis manufaktur, infrastruktur, agroindustri, dan jasa, sebesar US$ 36,7 miliar (Rp 333,9 triliun) atau 78,76 persen.
  • 20. Selain rokok, industri yang mengandalkan sumber alam seperti energi dan minyak sawit juga menghasilkan pengusaha-pengusaha yang masuk dalam 150 Orang Terkaya Indonesia versi Globe Asia. Bos Djarum Kudus, Budi Hartono (66) berada di urutan pertama. Kekaya- an Budi dan perusahaan- perusahaan yang ada dalam kekuasaannya sebesar US$ 4,2 miliar atau sekitar Rp 38 triliun. Di urutan kedua Rachman Halim dari Gudang Garam. Kekayaan Rachman Halim dan perusahaan-perusahaannya diperkirakan sebesar US$ 3,5 miliar atau sekitar Rp 31,85 triliun. Mantan pemilik HM Sampoerna, Putera Sampoerna berada di urutan kelima. Kekayaan Putera Sampoerna dan perusahaan-perusahaan yang dimilikinya sebesar US$ 2,2 miliar atau sekitar Rp 20,02 triliun. Meski kini tidak memiliki saham di HM Sampoerna, kekayaan Putera Sampoerna diyakini berasal dari penjualan sahamnya di HM Sampoerna kepada PT Phillip Morris Indonesia, Maret 2005 lalu. Perusahaan barunya saat ini, Sampoerna Strategic bisa berkembang tak lain karena uang hasil penjualan saham keluarganya di HM Sampoerna kepada Philip Morris senilai Rp 18,5 triliun. Lewat bendera barunya tersebut, Putera kini merambah bisnis properti di Rusia. Ia juga membeli dua rumah kasino di London, Ambassadors Casino dan Tha Mansion Casino. The Mansion Casino merupakan sponsor resmi klub sepakbola Divisi Utama Inggris, Tottenham Hotspurs. Berkat bisnis rokoknya saat itu, kini Putera memiliki jet pribadi yang terdaftar di Bermuda senilai US$ 50 juta (Rp 455 miliar). Ia juga memiliki Cessna XLS dan helikopter Bell 427 yang diparkir di Halim Perdanakusuma. Putera kini bermukim di Singapura. Setiap ke Jakarta, ia tinggal di Penthouse Hotel Grand Hyatt, yang bertarif minimal US$ 3.300 (Rp 30 juta) per malam. Ke mana-mana ia naik Rolls Royce Phantom yang sehari-hari diparkir di lobi hotel tersebut. Ironis Fakta bahwa peringkat orang terkaya di Indonesia kekayaannya didominasi dari industri rokok, merupakan sebuah ironi di tengah kondisi bangsa yang masih serba amburadul ini, terutama jika mengacu pada dampak yang ditimbulkan rokok bagi kesehatan. Apalagi menurut data dari Litbang Depkes 2005, dampak dari merokok te-lah menghabiskan biaya Rp 1,967 triliun untuk biaya perawatan bagi pasien akibat merokok. Sementara beban pengeluaran negara pun akibat penyakit yang disebabkan merokok menurut Litbang Depkes, juga sangat besar, yakni mencapai Rp 43,8 triliun.
  • 21. Ironisnya, lagi, sebagaimana dikemukakan pegiat penanggulangan merokok, Renie Singgih dari Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3), banyak perokok di Indonesia yang berasal dari kalangan usia muda. Rata-rata mereka mulai merokok di usia 15 tahun, namun tak jarang yang sudah akrab dengan rokok di usia lima tahun. Sehubungan dengan itu, Direktur Represif Badan Narkotika Nasional, Brigjen Pol Indradi Tanos mengatakan, pihaknya akan mengeluarkan peraturan bahwa anak di bawah usia 18 dilarang merokok. "Baru wacana, tapi ini akan kami usulkan," katanya kepada SP di Jakarta, Senin (30/7) pagi. [S-24/A-17/M-15] TAJUK RENCANA II Pangkas Jumlah Partai ada 11 Oktober 1998, ketika krisis ekonomi global mencapai puncaknya, Merry Lynch memasang iklan satu halaman penuh di semua surat kabar di Amerika Serikat. Iklan itu berbunyi, "Dunia Berusia 10 Tahun." Ia menghitung bahwa sejak tembok Berlin runtuh pada 1989, era globalisasi yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi mulai berkembang pesat. Usia bangsa ini pun kalau dihitung sejak era reformasi 1998, baru 9 tahun. Tapi hasilnya berbanding terbalik ketika berbicara soal pertumbuhan ekonomi. Kita menderita secara ekonomi. Tentu kita tidak ingin situasi ini berlangsung terus. Indonesia harus bangkit. Baru-baru ini, Menteri Senior Singapura, Lee Kuan Yew mengatakan, satu faktor yang menghambat perekonomian Indonesia adalah sistem partai yang rumit dan kompleks. "Sistem multipartai membuat kebijakan ekonomi tidak mudah dijalankan," kata Lee. Kalau objektif, banyaknya partai bukan satu-satunya penyebab hancurnya perekonomian Indonesia. Ada banyak faktor. Tetapi kita sepakat dengan Lee untuk konteks ini, mengingat DPR sedang membahas paket RUU Politik. Wacana yang berkembang di Senayan adalah mempertahankan multipartai untuk meningkatkan derajat representasi atau menciptakan pemerintahan yang efisien dan efektif. Ada dua pilihan dan kita sepakat kalau jumlah parpol dikurangi, karena dalam berbagai studi, sistem presidensial selalu tidak kompatibel dengan sistem multipartai. Jumlah partai yang banyak mengurangi derajat govern ability presiden. Parpol banyak juga akan menyandera presiden dan berpotensi membentuk kartel partai. Itulah yang terjadi saat ini, dimana parpol yang mengontrol kekuasaan presiden, bukan DPR sebagai institusi. Akibatnya, presiden dipaksa memberi konsesi yang banyak kepada partai.
  • 22. Menyederhanakan jumlah parpol bisa dilakukan melalui electoral engineering atau mengubah aturan main dalam pemilu. Menaikkan electoral threshold adalah salah satu cara, yang mensyaratkan bahwa partai politik harus memperoleh persentase suara dalam jumlah tertentu agar diperbolehkan ikut pemilu. Ada juga cara lain, misalnya mengubah angka district magnitude, mengubah rumus penghitungan suara yang akan ditranslasi menjadi kursi di parlemen. Alternatif lain, mengubah sistem representasi proporsional menjadi sistem pluralitas, atau biasa disebut sistem distrik. Dalam sistem ini, jatah kursi yang diperebutkan di satu daerah pemilihan hanya satu, karena itu hanya ada satu calon yang menang di daerah tersebut. Menurut studi empiris, sistem ini cenderung menghasilkan dua hingga tiga partai yang punya kursi efektif di DPR. Sama seperti usul menaikkan electoral threshold 5 - 10 persen, perubahan sistem ini akan mendapat perlawanan dari partai-partai kecil atau yang baru muncul. Mereka mempersoalkan bahwa perubahan itu mematikan demokrasi. Tudingan seperti itu tidak selamanya benar, kalau kita jeli melihat bagaimana keputusan sistem pemilu itu dibuat. Apabila diputuskan melalui voting di DPR, maka tidak ada asas demokrasi yang dilanggar. Yang mungkin diabaikan adalah asas kebersamaan. Tetapi apa pun risikonya, kita harus memilih. Tidak ada sistem pemilu yang ideal, yang menghasilkan pemerintahan yang representatif secara maksimal dan efektif serta efisien secara maksimal pula. Sistem mana yang dipilih tergantung pada prioritas, termasuk memilih menuju multipartai sederhana. Namun mengacu pada realitas politik selama ini kita melihat bahwa multipartai partai sederhana adalah pilihan terbaik bagi bangsa ini. Jumlah partai yang terlalu banyak harus dipangkas karena fakta telah menunjukkan kepada kita bahwa banyak partai yang didirikan hanya sekadar untuk mencari keuntungan pribadi. Sesudah Keputusan MK, Pilkada Jalan Terus Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka peluang calon independen ikut pilkada melebihi wewenangnya. MK hanya bertugas menguji kesesuaian terhadap UUD bukan menetapkan norma UU baru. Keputusan ini menunjukkan bahwa MK sudah bertindak lebih dari kewenangannya. Menteri Hukum dan HAM, Andi Mattalatta mengatakan hakim jangan mengambil fungsi legislatif yang tugasnya membuat UU. Akibat keputusan MK ini, terjadi kekosongan UU yang menjadi dasar hukum dalam proses pilkada, karena UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah tidak dapat lagi digunakan sebagai acuan dalam pilkada. Padahal, tahun ini saja akan dilangsungkan 14 pilkada di beberapa daerah. Seorang calon pemimpin daerah selain memiliki kemampuan yang dibutuhkan dan mendapatkan dukungan rakyat, juga harus mendapat dukungan DPRD. Kita tidak tahu,
  • 23. apakah proses pembangunan bisa berjalan lancar di daerah apabila calon independen menang pilkada tapi dia tidak mendapat dukungan mayoritas DPRD. Berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk merevisi UU, ujung-ujungnya uang rakyat kembali dihambur-hamburkan hanya untuk kepentingan/permintaan kelompok tertentu. Tidak hanya biaya saja, tetapi juga tenaga dan pikiran akan terkuras untuk membahas. Seharusnya MK memikirkan hal ini sebelum memutuskan, jangan karena "desakan" kelompok tertentu, sistem yang selama ini sudah berjalan dengan baik menjadi rusak dan hancur. Sebagai warga negara yang baik kita harus menghormati keputusan tersebut. Ikutnya calon independen hendaknya juga diikuti dengan persyaratan-persyaratan, karena jika tidak keputusan itu hanya akan menimbulkan diskriminasi sekaligus melecehkan parpol. Oleh karena itu, pemerintah harus segera mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) atau revisi UU landasan hukum pelaksanaan pilkada. Yulianto - Jl H Samali Pasar Minggu Jakarta Selatan TAJUK RENCANA II Menuju Keluarga Harapan ualitas sumber daya manusia menjadi penentu masa depan bangsa. Apabila sebuah bangsa tidak mempunyai sumber daya manusia yang bisa diandalkan, maka celakalah bangsa itu. Dalam persaingan global yang semakin ketat, bangsa yang tidak memiliki manusia yang berkualitas dan berintegritas tinggi untuk membangun bangsanya, akan semakin tertinggal. Oleh karena itulah, untuk menciptakan bangsa yang mampu bersaing juga harus memperhatikan kualitas warga negaranya. Hal itulah yang disadari sepenuhnya oleh pemerintah saat ini. Kualitas sumber daya manusia bisa ditingkatkan bila kesejahteraan keluarga diperhatikan. Kesehatan dan pendidikan menjadi kunci menuju kesejahteraan sebuah keluarga, dan bila sebagian besar keluarga di Indonesia sudah mencapai taraf hidup yang memadai, maka pemerintah telah menjalankan amanat UUD 1945 untuk menyejahterakan warga negaranya. Berbagai cara telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi persoalan yang dihadapi oleh keluarga yang masih tergolong miskin. Di antaranya adalah memberikan subsidi langsung tunai (SLT) yang ternyata sebagian tidak sampai ke sasaran. Ada keluarga tergolong sangat miskin tidak menerima SLT, sedangkan keluarga yang sebenarnya tidak perlu dibantu malah mendapat SLT. Tidak sedikit dana itu yang disunat oleh aparat pemerintah daerah. Sekarang, pemerintah meluncurkan Program Keluarga Harapan (PKH) sebagai kelanjutan dari SLT. Namun, PKH lebih menitikberatkan bantuan pada kesehatan ibu hamil, anak balita dan pendidikan untuk anak-anak. Bantuan ini memang hanya diberikan kepada rumah tangga sangat miskin (RTSM) dengan ketentuan: Ibu yang sedang hamil,
  • 24. memiliki anak usia 0-6 tahun, atau memiliki anak usia sekolah yaitu umur 7-15 tahun. Bagi ibu hamil wajib mengikuti pelayanan pemeriksaan kesehatan di puskesmas, sedangkan anak usia di bawah 6 tahun harus datang ke puskesmas dan mengikuti pelayanan kesehatan anak, serta untuk anak usia sekolah wajib mengikuti pendidikan dengan jumlah kehadiran minimal 85 persen. Program Keluarga Harapan untuk tahun ini ditargetkan bisa dinikmati oleh 500.000 RTSM, sedangkan untuk tahun 2008 ditargetkan 700.000 RTSM atau berkurang dari target semula 1,5 juta RTSM karena anggaran yang disetujui oleh Panitia Anggaran DPR hanya Rp 1,1 triliun dari Rp 2,62 triliun yang diajukan. Menurut data Bappenas, direncanakan bantuan bagi RTSM yang memiliki ibu hamil, anak usia di bawah 6 tahun, dan anak usia SMP/MTs masing-masing Rp 800.000. Sedangkan untuk anak usia SD/MI sebesar Rp 400.000. Kita berharap, program yang ditujukan untuk membantu keluarga sangat miskin dalam jangka pendek dan sebagai upaya untuk investasi sumber daya manusia agar generasi selanjutnya bisa keluar dari perangkap kemiskinan, dapat berjalan tepat sasaran. Kita sangat prihatin bila anggaran yang tidak sedikit jumlahnya tersebut mengikuti jejak program-program serupa sebelumnya, yaitu menyimpang dari sasaran yang dituju. Keinginan pemerintah untuk mengubah rumah tangga sangat miskin menjadi keluarga harapan perlu mendapat dukungan. Namun, kita ingin menggarisbawahi pernyataan pengamat ekonomi, Faisal Basri, bahwa program tersebut tidak menyentuh rasa keadilan rakyat jika itu hanya uji coba di tujuh provinsi, tanpa ada kelanjutan program yang jelas. Menurut data BPS, jumlah penduduk miskin tahun 2007 mencapai 37,7 juta jiwa, dan mereka juga harus mendapat perhatian. Pemerintah harus bertanggung jawab agar program tersebut benar-benar memenuhi rasa keadilan bagi rakyat. Calon Independen Vs Keserakahan Parpol Novel Ali alah satu dampak positif reformasi adalah pembangunan cara pandang baru, sekaligus penegakan semangat politik masyarakat Indonesia, untuk melakukan pembaruan konstitusi negara, melalui perubahan UUD 1945. Dari sekian banyak perubahan substansial UUD 1945, adalah presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Di samping tentunya desentralisasi serta penguatan otonomi daerah. Secara keseluruhan, perubahan UUD 1945 yang dilaksanakan empat kali, mengakibatkan terjadinya perubahan dasar-dasar konsensus dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara dan berbangsa. Baik pada tataran kelembagaan (kekuasaan) negara, maupun pada tataran kelembagaan politik di tengah masyarakat sipil. Perubahan UUD 1945, memberikan ruang politik dan hukum, guna diterbitkannya berbagai peraturan dan perundang-undangan di bidang politik, menuju format politik
  • 25. baru, sebagai prasyarat mutlak konsolidasi demokrasi, yang tumbuh dan berkembang pesat pascagerakan reformasi (1998). Perubahan UUD 1945, pun mengakibatkan terjadinya penataan sistem, struktur dan kewenangan lembaga negara, yang telah memberikan peluang terwujudnya pengawasan dan penyeimbangan (checks and balances) atas kekuasaan politik. Dampak negatif dari realitas pembaharuan sistem dan pranata kekuasaan (power) dan politik praktis dimaksud adalah maraknya konflik kepentingan di antara pemegang kekuasaan, serta pelaku politik, yang telah jauh hari (sebelumnya) terlibat di dalamnya. Era reformasi menjanjikan terbukanya ruang untuk mewujudkan sistem hukum nasional. Hal itu meliputi pembangunan substansi hukum tertulis atau tidak tertulis, melalui mekanisme pembentukan hukum nasional yang lebih baik, sesuai dengan aspirasi masyarakat dan pembangunan hukum, baik berdasar Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan maupun sesuai konstitusi negara kita. Pada sisi lain, perkembangan demokrasi era reformasi terutama lewat penyelenggaraan pemilu secara langsung untuk anggota DPR dan DPRD (mekanisme parpol), dan anggota DPD (perseorangan), pada gilirannya mendesak penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada), secara langsung dan demokratis. Realitas itu mendorong tuntutan dilakukannya perbaikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, antara lain karena beberapa pasal dalam UU Pemerintahan Daerah dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Khususnya, pasal-pasal yang dipandang melanggar hak konstitusional warga negara. Lebih khusus lagi yang membatasi pencalonan kepala daerah secara independen, atau tidak melalui partai politik. Di samping karena dinilai merampas hak konstitusional, serta menutup akses politik untuk memilih calon kepala daerah independen. Bukan Membonsai Parpol Sejumlah warga Indonesia, menggugat uji materi atas beberapa pasal UU Pemerintahan Daerah, karena mereka nilai bermasalah. Akhirnya 23 Juli 2007, Mahkamah Konstitusi memutuskan calon independen bisa mengikuti pemilihan kepala daerah. Keputusan MK yang diambil dalam sidang pleno dipimpin Ketua MK dan dihadiri sembilan hakim konstitusi itu, memutuskan beberapa pasal dalam UU Pemerintahan Daerah, harus diubah sebagian, yakni Pasal 56 ayat 2 dan Pasal 59 ayat 1-3. Fenomena itu dapat "mengganggu" kepentingan parpol. Pengalaman pemilihan presiden di Amerika membuktikan, calon independen dapat tampil sebagai pemenang, jika mekanisme dukungan masyarakat secara langsung, jauh lebih solid dibanding yang dapat diperankan mesin-mesin politik parpol. Apalagi kalau parpol tidak sepenuhnya memperoleh simpati dan dukungan masyarakat. Namun, keputusan MK yang memberi peluang tampilnya calon independen dalam pilkada, tidak ada kaitannya dengan upaya meminimalisasi kekuasaan dan kekuatan parpol. Keputusan MK dimaksud, sepenuhnya berada dalam ranah hukum, sehingga tidak boleh dipolitisasi untuk atau atas nama kepentingan parpol.
  • 26. Karenanya, sangat tidak wajar jika muncul pemikiran pihak tertentu, yang mengidentifikasi pemberian peluang calon independen ikut dalam pilkada, sebagai bentuk konkret pembonsaian parpol. Keputusan MK itu merupakan realita yang mau tidak mau, suka atau tidak, perlu (dan memang harus) diakses, sebagaimana isyarat langsung atau tidak langsung reformasi hukum di negeri ini. Persoalannya, yang menyebabkan baik "orang parpol" atau masyarakat awam, bisa memahami adalah, beberapa hak dan kewenangan yang sebelumnya melekat parpol, kini tidak dapat dipertahankan lagi. Calon independen yang akan tampil ke arena pilkada, jika sebelumnya harus patuh dan taat atas "perintah parpol", termasuk mesti memenuhi seluruh konsekuensi dan ubo rampe-nya (prasyarat tertulis dan tidak tertulis) yang ditetapkan parpol, kini lebih bebas memilih, mau pakai mekanisme parpol, atau tidak. Keran demokrasi yang dibuka MK disebut terdahulu, dapat dibaca dalam dua konteks kepentingan, kendati tidak ada pamrih kepentingan ke arah ini, di balik pengambilan keputusan MK itu sendiri. Dua konteks dimaksud berada dalam ranah publik (di luar kepentingan MK), yaitu pendewasaan parpol, khususnya untuk beradu kemampuan dalam upaya merebut konstituen (pemilih) secara demokratis dan dewasa dengan pihak- pihak di luar parpol (konteks kepentingan pertama). Di samping, meniadakan atau minimal mengurangi keserakahan parpol, yang di masa sebelumnya (sebelum calon independen bisa ikut pilkada), gampang sekali merambah ke berbagai ranah kepentingan calon independen dan inner group-nya (kepentingan kedua). Keserakahan parpol yang sering terungkap dalam sinisme publik, bahwa parpol pasang tarif miliaran rupiah untuk kandidat yang menggunakan parpol tersebut sebagai kendaraan politik, nyaris tidak bisa lagi dipertahankan. Pola perekrutan calon dalam proses pilkada yang sarat politik uang dan political cost (biaya politik) untuk parpol yang bersumber dari kocek kandidat, dengan sendirinya dapat menipis, ketika kebanyakan orang yang bermaksud maju dalam pilkada lebih memilih mekanisme calon independen ketimbang mekanisme parpol yang sarat beban. Kita dapat memaklumi, calon independen dalam pilkada dapat merugikan pihak tertentu. Tetapi, sudah barang tentu, pihak lain bisa diuntungkan olehnya. Terlepas dari dirugikan, atau sebaliknya diuntungkan oleh keputusan MK tersebut, seluruh warga Indonesia memiliki kewajiban yang sama menjaga proses konsolidasi demokrasi, dapat berlangsung sepenuh waktu (secara berkelanjutan). Di samping, yang tidak kalah pentingnya diimbangi oleh berlangsungnya sistem dan proses politik di satu sisi, serta kultur politik di sisi lain, dengan pembangunan hukum yang berpayung konstitusi negara, sekaligus berkeadilan antara lain yang telah dibuka arus dan aksesnya, lewat calon independen dalam pilkada. Penulis adalah dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro, Semarang
  • 27. AJUK RENCANA I Menimbang Parpol dan Calon Independen emilihan kepala daerah (pilkada) yang menurut undang-undang harus dicalonkan oleh partai politik (parpol) memasuki era baru setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan calon independen atau perseorangan dapat mengajukan diri menjadi calon kepala daerah. Keputusan MK tersebut membuka tabir dominasi partai politik selama ini, sekaligus memunculkan berbagai reaksi dengan sejumlah alasan. Di satu sisi menjadi tantangan bagi parpol yang mulai kehilangan kepercayaan publik, di sisi lain menjadi kabar gembira bagi publik yang menilai pintu demokrasi disumbat oleh parpol. Kredibilitas parpol merosot akibat perilaku parpol itu sendiri. Sebuah peran yang jauh dari tujuan awal tradisi parpol dimulai. Boleh dikatakan proses transisi demokratisasi di Indonesia terperangkap oleh kemandekan internal parpol. Lembaga yang seharusnya menjadi penyalur aspirasi dan pengkaderan pelaku politik justru tidak lebih dari sekadar "calo" yang mengangkangi demokrasi itu sendiri. Fakta bahwa perilaku parpol yang bergeser tersebut dapat disaksikan dalam berbagai fenomena pilkada. Di tengah kemandekan tersebut, alternatif calon independen menjadi jawaban sementara. Paling tidak untuk mendobrak kebuntuan demokrasi sehingga aspirasi publik dalam proses politik tidak dikangkangi oleh parpol, memunculkan calon pemimpin yang kredibel, sekaligus mendorong pembenahan parpol agar kembali pada tugas dan fungsi utamanya. Bayangkan, figur yang pantas dan berkualitas harus dikalahkan hanya karena "pintu" demokrasi harus melalui parpol dengan segala subyektivitas dan mekanisme internal. Siasat untuk menembus subyektivitas dan mekanisme parpol tersebut akhirnya dibahasakan dengan "biaya politik" yang memunculkan "calo" parpol. Calon parpol yang dianggap berkualitas pun akhirnya harus terkalahkan hanya karena mekanisme internal parpol yang rumit dan tidak transparan. Dalam konteks ini, sangat tepat calon independen muncul sebagai jalan keluar. Calon independen bukanlah jaminan untuk memunculkan pimpinan politik yang berkualitas dan mencerminkan aspirasi publik. Sejauh mana dan bagaimana cara yang paling tepat memunculkan calon perseorangan yang benar-benar menjadi alternatif atas kebuntuan parpol. Tidak menutup kemungkinan calon perseorangan yang muncul lebih karena popularitas dan kedekatan emosional yang tidak didasarkan pada pertimbangan rasional. Bisa juga karena dukungan finansial yang meninabobokkan pemilih pada saat- saat pilkada hendak berlangsung. Jangankan calon perseorangan, banyak pemimpin di negeri ini yang populer dan lahir dari parpol dengan kontrol yang ketat justru menjadi tidak aspiratif setelah memegang tampuk kekuasaan. Calon independen ataupun melalui parpol memiliki kelebihan dan kekurangan. Keduanya saling mengisi dan masih dibutuhkan penyempurnaan sistem politik Indonesia menuju demokratisasi bangsa Indonesia.
  • 28. Parpol, dalam konteks pelembagaan politik sangat dibutuhkan sebagai wadah menyalurkan aspirasi publik, melatih dan mengkader calon pemimpin. Parpol bukanlah "sumber uang" bagi para pengurusnya dan bukan pula "calo" memperjuangkan kepentingan kelompok dalam membagi-bagi kekuasaan. Demikian juga calon independen bukanlah jalan pintas menjadi pemimpin daerah hanya dengan modal popularitas dan finansial. Pada titik tersebut, parpol harus kembali pada perannya dan calon independen pun harus diatur dengan landasan operasional yang jelas. Baik itu berupa revisi atas berbagai undang-undang yang terkait, perlunya Peraturan Pemerintah (PP) hingga Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Calon independen hadir untuk membenahi kehidupan politik yang didominasi oligarki parpol, bukan sebaliknya menjadi sebuah kerancuan dan kontroversi baru. Parpol vs Independen Penantian panjang lahirnya calon pemimpin daerah dan nasional dari kalangan independen datang juga, setelah MK pada Senin (23/7) membacakan putusan uji materil terhadap UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam putusannya, MK membolehkan calon independen mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada). Hal ini menjadi terobosan baru dalam perkembangan demokrasi kita. Seleksi pemimpin daerah yang selama ini monopoli partai politik, harus segera ditinggalkan. Tak akan ada lagi perdebatan calon yang harus menyetor "uang tak berjudul" kepada partai politik agar menjadi calon kepala daerah. Keputusan MK ini mendapatkan apresiasi luar biasa, yang terekam dari hasil survei LSI yang dipublikasikan Selasa (24/7), yang menunjukkan masyarakat mendukung calon independen untuk pilkada, angkanya 82,2 persen untuk dukungan calon independen gubernur dan 80,4 persen untuk bupati. Sedangkan yang mendukung calon independen pilpres angkanya mencapai 75 persen. Memang ada sedikit ganjalan administratif terkait dengan putusan MK ini, karena tak bisa dengan sendirinya langsung dapat diberlakukan. Ini tak lain karena UU tentang Pemerintahan Daerah harus di amandemen terlebih dahulu atau nantinya harus dibuat peraturan pemerintah secara tersendiri. Padahal, hingga Februari 2008, bakal ada 14 Pilkada Gubernur. Miftahul Khoir, Komp Inkopad E 12/18 Sasak Panjang, Tanjung Halang, Bogor Lagi, "Gertak Sambal" DPR Setelah gagal menghadirkan Presiden terkait interpelasi dukungan Indonesia terhadap Resolusi 1747 Dewan Keamanan PBB, para politisi Senayan yang mengusung interpelasi Lapindo juga diambang keterpurukan. Dalam Rapat Bamus DPR Kamis (19/7) gagal
  • 29. mengambil keputusan. Hanya dua fraksi yang tetap bersikukuh agar interpelasi terus berlanjut, yakni F-PDI-P dan F-PKB. Sedangkan delapan fraksi DPR lainnya, yaitu F- PG, F-PD, F-PPP, F-PAN, F-PKS, F-PBPD, F-PBR, dan F-PDS sudah mulai mengendor. Kedelapan fraksi ini menghendaki pengambilan keputusan ditunda setelah masa reses, yaitu pada 21 Agustus 2007. Apa makna politik dibalik penundaan interpelasi Lapindo ini? Hemat saya, ada empat tafsir politik yang bisa dimunculkan. Pertama, penundaan ini menunjukkan betapa jeleknya lobi DPR dibandingkan dengan kemampuan lobi pemerintah. DPR selalu menjadi inferior kala berhadapan dengan eksekutif. Kasus yang paling nyata adalah gagalnya petinggi DPR "membujuk" SBY datang ke Senayan ketika sidang interpelasi Iran berlangsung. Kedua, penundaan ini menunjukkan bahwa DPR sebenarnya tidak punya komitmen sungguh-sungguh untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah. Mereka menggunakan hak interpelasi hanya sebagai instrumen bargaining politik. Ketika eksekutif sudah "menyambangi" mereka, dengan sendirinya sikap kritisnya pun mengempes. Ketiga, DPR tetap menyiapkan amunisi interpelasi Lapindo ini sebagai cadangan untuk "menghajar" pemerintah. Dengan ditundanya keputusan hingga setelah masa reses pada akhir Agustus mendatang, itu artinya DPR masih punya cadangan senjata ketika harus berkonflik dengan eksekutif. Keempat, penundaan ini tentunya "menyakiti" hati masyarakat. DPR ternyata hanya melakukan "gertak sambal" terhadap pemerintah. Padahal, ada antusiasme warga korban lumpur Lapindo agar DPR benar-benar membela mereka. Tentu hal ini menambah daftar panjang record buruknya perilaku politik para wakil partai itu! M Suud, Margonda Raya, Depok TAJUK RENCANA I Tak Cukup Belajar dari Pengalaman elum selesai kasus kematian praja Cliff Muntu asal Manado akibat penganiayaan yang dilakukan oleh para seniornya, kini muncul kasus baru yang melibatkan sejumlah praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat. Sejumlah praja dikabarkan mengeroyok seorang pemuda warga Jatinangor bernama Wendi Budiman. Akibat pengeroyokan tersebut korban akhirnya meninggal (22/7). Pengeroyokan itu, menurut hasil pemeriksaan polisi berawal dari perkelahian dalam lift di Jatinangor Town Square.
  • 30. Sebab-musabab pengeroyokan masih simpang-siuar. Saksi korban mengungkapkan peristiwa tersebut murni pengeroyokan, sementara pihak IPDN mengakui ada pelecehan seksual terhadap dua praja putri IPDN. Tindakan pelecehan itu akhirnya memicu perkelahian mengakibatkan tewasnya Wendi Budiman. Polisi tengah menangani kasus ini dan menetapkan lima praja sebagai tersangka. Polisi juga masih memeriksa empat praja yang diduga terlibat dan sejumlah saksi lain. Sementara itu masyarakat Jatinangor melakukan unjuk rasa di kampus IPDN. Perwakilan warga menuntut agar memberikan santunan kepada korban, pihak IPDN meminta maaf, dan menuntut jaminan agar kasus itu diselesaikan sampai tuntas secara hukum. Kemudian ratusan tukang ojek dan warga mendatangi kampus untuk menuntut IPDN dibubarkan karena tidak bisa hidup berdampingan dengan masyarakat. Warga yang melakukan unjuk rasa mengancam menyisir mahasiswa IPDN yang berkeliaran di luar kampus. Rektor IPDN Johanis Kaloh telah melarang mahasiswa IPDN keluar kampus dalam waktu yang tidak ditentukan untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan. Sudah banyak terjadi tindak kekerasan di IPDN selama ini dan yang masih segar dalam ingatan kita adalah kasus tewasnya Cliff Muntu di awal tahun ini. Kasus kematian Muntu telah membuat citra IPDN jatuh. Dan, kematian Cliff Muntu bukan yang pertama terjadi di kampus itu. Belum lagi sejumlah kejadian yang mencoreng citra tempat para calon pemimpin di lingkungan Departemen Dalam Negeri itu dididik. Malah salah seorang dosen di kampus itu tidak gentar membuka praktik kekerasan di kampus IPDN. Gara- gara itu, banyak kalangan, termasuk Ketua DPR Agung Laksano meminta pemerintah untuk menutup IPDN. Akan tetapi, tampaknya semua kejadian yang tak sedap di masa silam itu belum cukup untuk menjadi pelajaran. Jika selama ini IPDN banyak bergelut dengan masalah internal, kini berbenturan dengan masyarakat. Sebagai perguruan tinggi, IPDN adalah tempat untuk mengasah kemampuan intelektual dengan disiplin yang sangat ketat. Adalah tantangan baginya untuk mengembalikan citra tersebut. Citra itu sudah tercoreng oleh berbagai tindak kekerasan yang terjadi di kampus tersebut. Apalagi IPDN menjadi tempat untuk menyiapkan para pamong praja, yakni pegawai negeri yang akan mengurus pemerintahan negara ini. Bagaimana jadinya negeri ini kalau calon pamong praja kita demikian keadaannya. Karena itu, IPDN perlu tegas terhadap para mahasiswa yang terlibat dalam tindak kekerasan, apalagi kalau kemudian terbukti di pengadilan. Para praja yang kini belajar di IPDN adalah calon pemimpin, calon birokrat yang akan duduk dalam pemerintahan. Mereka adalah calon pamong praja, pegawai negeri yang akan mengurus pemerintahan negara. Kita menggaris bawahi sebutan pamong. Pamong itu adalah orang yang mengasuh. Krena itu, mereka perlu belajar dari berbagai peristiwa kekerasan yang terjadi di kampus itu selama ini, bila benar-benar ingin menjadi pamong bagi masyarakat. Membaca Saja Kok, Sulit? PR Oleh DEVINA NATALIA Mahasiswa Fikom Unpad
  • 31. "BUKU adalah jendela dunia". Ungkapan itu pasti sudah pernah kita dengar. Klise, memang. Tetapi, arti ungkapan itu belum sepenuhnya disadari. Bagi sebagian besar warga Indonesia, buku belum menjadi kebutuhan yang patut diprioritaskan. Minat dan daya baca rakyat Indonesia begitu rendah. Menurut penelitian sebuah lembaga dunia terhadap daya baca di 41 negara, Indonesia berada di peringkat ke-39. Sedangkan, menurut laporan Bank Dunia NM 16369-IND dan Studi IEA di Asia Timur, tingkat membaca anak-anak dipegang oleh negara Indonesia dengan skor 51,7; di bawah Filipina (52,6), Thailand (65,1), dan Singapura (74,0) 2).Masalah Buku Teks Pelajaran Oleh Sudaryanto* Salah satu alat pendukung terlaksananya kurikulum pendidikan dengan baik adalah buku ajar. Dengan adanya buku ajar yang baik maka kurikulum tersebut dapat dilaksanakan dengan baik. Mulai tanggal 26 Desember 2005, Depdiknas menetapkan Permendiknas RI No.26 Tahun 2005 tentang penetapan buku teks pelajaran (Buku Ajar) yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses belajar mengajar di kelas mencakup tiga mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional yakni Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris untuk jenjang SMP/MTs dan SMA/MA. Dalam keputusan itu ditetapkan sebanyak 294 buku teks pelajaran dari 98 penerbit untuk tingkat SMP/MTs dan sebanyak 250 buku teks pelajaran dari 50 penerbit untuk tingkat SMA/MA. Keputusan ini sekaligus menjawab pertanyaan, apakah buku-buku ajar yang beredar di pasaran selama ini sudah baik dan layak dipakai ditinjau dari kesesuaian materi, tujuan kurikulum, dan metodenya sehingga layak digunakan sebagai pegangan dalam pembelajaran. Karena buku ajar yang ada sebelumnya berbeda dengan KBK, baik urutan materi maupun sajian materinya maka buku-buku ajar yang beredar sekarang ini lebih menekankan kepada keaktifan siswa dan tampilan bukunya lebih menarik. Buku ajar merupakan alat pengajaran yang paling banyak digunakan diantara semua alat pembelajaran lainnya. Keuntungan dengan digunakannya buku ajar dalam
  • 32. proses belajar mengajar antara lain: dapat membantu guru melaksanakan kurikulum yang berlaku, menjadi pegangan dalam menentukan metode pengajaran; memberi kesempatan pada siswa untuk mengulangi pelajaran dan dapat digunakan pada tahun berikutnya. Terlebih sudah ada PP No 11/2005 yang mengatur tentang masa pakai buku ajar minimal selama 5 tahun. Selain itu, buku ajar yang uniform memberi kesamaan mengenai beban dan standar pengajaran serta memberikan pengetahuan dan metode mengajar lebih mantap bila guru menggunakan dari tahun ke tahun. Sebagai salah satu media dan sumber belajar dalam proses pembelajaran, buku ajar dapat memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik; mengatasi keterbatasan ruang dan waktu; dapat mengatasi sifat pasif anak didik. Buku ajar harus mempunyai kualitas yang baik dari segi struktur isinya. Selain itu, buku ajar yang baik harus memenuhi kriteria CBSA serta sepuluh butir kriteria kelayakan yaitu: menarik minat; memberi motifasi; memuat ilustrasi yang menarik hati; mempertimbangkan aspek kognitif; isinya berkaitan dengan mata pelajaran lain (pengetahuan dan kompetensi lintas kurikulum); dapat menstimulasi/merangsang aktifitas siswa; menghindari konsep-konsep yang samar dan tidak pasti; mempunyai sudut pandang yang jelas dan tegas; mampu memberi pemantapan, penekanan pada nilai siswa; dan melibatkan siswa dalam pembelajaran. Materi pokok dalam buku ajar dipaparkan untuk mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada. Selain digunakan sebagai buku pegangan, diharapkan dapat membangkitkan keinginan untuk belajar, membentuk karakter yang baik dan berpikiran cerdas dari seorang siswa, memiliki keahlian, menerapkan teknologi tepat guna dan menguasai suatu ilmu dalam buku tersebut.
  • 33. Kita menyambut baik keputusan tentang buku yang layak dipakai dalam pembelajaran di sekolah. Hanya saja, diharapkan tidak ada paksaan dalam penggunaan buku tersebut mengingat kemampuan keuangan siswa dan memang tak boleh memaksa siswa membeli buku. Namun akan lebih baik jika pemerintah daerah mengalokasikan anggarannya untuk membeli buku pelajaran layak pakai itu dan men-drop ke sekolah sehingga memperingan beban siswa. Tentunya dengan cara ini, peningkatan kualitas pendidikan melalui pemakaian buku teks pelajaran akan dapat terealisasi dan pembelajaran akan semakin lancar. Semoga. • Penulis, Guru BK di SMA N I Bayat, Klaten Menyoal Buku Pegangan Mata Pelajaran Oleh Sudaryanto, S.Pd SALAH satu alat pendukung terlaksananya kurikulum pendidikan dengan baik adalah buku ajar/pegangan. Dengan adanya buku ajar yang baik maka kurikulum tersebut, sedikit banyak, dapat dilaksanakan dengan baik. Saat ini, memasuki tahun ajaran baru ini, kebutuhan akan buku pegangan mata pelajaran telah menjadi sebuah keharusan. Terlebih bagi para siswa di daerah bencana yang saat ini gedung sekolah dan fasilitas pembelajaran laiinya (termasuk buku pegangan) hancur diluluhlantakkan bencana. Sebenarnya, sejak tahun 2005 yang lalu, Depdiknas telah menetapkan Permendiknas RI No.26 Tahun 2005 tentang penetapan buku teks pelajaran (Buku Ajar) yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses belajar mengajar di kelas, mencakup tiga mata maupun pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional, yakni Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris untuk jenjang SMP/MTs dan SMA/MA.
  • 34. Karena buku ajar yang ada sebelumnya berbeda dengan KBK, baik urutan materi maupun sajian materinya maka buku-buku ajar yang beredar sekarang ini lebih menekankan kepada keaktifan siswa dan tampilan bukunya lebih menarik. Sebenarnya, buku ajar merupakan alat pengajaran yang paling banyak digunakan diantara semua alat pembelajaran lainnya. Keuntungan dengan digunakannya buku ajar/buku pegangan dalam proses belajar mengajar antara lain: dapat membantu guru melaksanakan kurikulum yang berlaku, menjadi pegangan dalam menentukan metode pengajaran; memberi kesempatan kepada siswa untuk mengulangi pelajaran ketika di rumah,dan dapat digunakan lagi oleh adik kelasnya pada tahun berikutnya. Jadi buku pegangan mata pelajaran memang tidak harus ganti setiap tahun. Terlebih sudah ada PP No.11/2005 yang mengatur tentang masa pakai buku ajar minimal selama 5 tahun. Selain itu, buku ajar yang uniform memberi kesamaan mengenai beban dan standar pengajaran serta memberikan pengetahuan dan metode mengajar lebih mantap bila guru menggunakan dari tahun ke tahun. Sebagai salah satu media dan sumber belajar dalam proses pembelajaran, buku pegangan dapat memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik; mengatasi keterbatasan ruang dan waktu; dapat mengatasi sifat pasif anak didik. Buku pegangan harus mempunyai kualitas yang baik dari segi struktur isinya. Selain itu, buku ajar yang baik harus memenuhi kriteria CBSA serta sepuluh butir kriteria kelayakan yaitu: menarik minat; memberi motifasi; memuat ilustrasi yang menarik hati; mempertimbangkan aspek kognitif; isinya berkaitan dengan mata pelajaran lain (pengetahuan dan kompetensi lintas kurikulum); dapat menstimulasi/merangsang aktifitas siswa; menghindari konsep-konsep yang samar dan tidak pasti; mempunyai
  • 35. sudut pandang yang jelas dan tegas; mampu memberi pemantapan, penekanan pada nilai siswa; dan melibatkan siswa dalam pembelajaran. Materi pokok dalam buku ajar harus dipaparkan untuk mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada. Selain digunakan sebagai buku pegangan, diharapkan dapat membangkitkan keinginan untuk belajar, membentuk karakter yang baik dan berpikiran cerdas dari seorang siswa, memiliki keahlian, menerapkan teknologi tepat guna dan menguasai suatu ilmu dalam buku tersebut. Kita tentunya bisa memahami keputusan tentang buku yang layak dipakai dalam pembelajaran di sekolah. Hanya saja, diharapkan tidak ada paksaan dalam penggunaan buku tersebut, mengingat kemampuan keuangan siswa dan memang tak boleh memaksa siswa membeli buku. Lebih dari itu, akan semakin baik jika pemerintah daerah mengalokasikan anggarannya untuk membeli buku pegangan mata pelajaran layak pakai itu dan men-drop ke sekolah sehingga memperingan beban siswa. Tentunya dengan cara ini, peningkatan kualitas pendidikan melalui pemakaian buku teks pelajaran akan dapat terealisasi dan proses pembelajaran akan semakin lancar. Semoga begitu. Sudaryanto, S.Pd *Penulis, Guru BK (GTT) di SMA N I Bayat, Klaten SM TAJUK RENCANA Calon Independen Perlu Segera Direalisasi Seperti diduga sebelumnya, partai politik pada umumnya keberatan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan peluang kemunculan calon perseorangan alias calon independen yang berasal dari nonparpol dalam pilkada. Dari suara yang berkembang di kalangan petinggi parpol terlihat belum ada keikhlasan untuk menerima keputusan MK tersebut. Hal itu tercermin dari tuntutan syarat dukungan minimal bagi seorang calon independen sama dengan partai politik sebesar 15 persen. Kalau
  • 36. diperhitungkan untuk Jawa Tengah misalnya berarti berkisar 3,7 juta orang. Sesuatu yang jelas menyulitkan dan hampir tidak mungkin. Alasan mereka demi keadilan karena kalau lewat parpol aturannya juga harus memperoleh dukungan minimal 15 persen kursi di legislatif. Dari sisi normatif tampaknya hal itu bisa diterima. Tetapi kalau dilihat dari segi pragmatis, maka usulan seperti itu tidak ada bedanya dengan menolak calon independen. Kalau tak mau dikatakan menolak setidaknya itu menghalang-halangi atau menghambat. Menurut pengamat politik, yang masuk akal adalah persyaratan calon independen pada pilkada di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yakni sebesar 3 persen. Itupun sebenarnya bukan sesuatu yang mudah sehingga calon tersebut perlu bekerja keras. Pilkada di Aceh bisa dijadikan rujukan karena pertama kali terjadi di negeri ini dan kebetulan calon independenlah yang menang. Melihat fenomena baru di Serambi Mekah tersebut banyak kalangan berharap agar keputusan MK segera direalisasikan. Sebaliknya kalangan partai politik merasa waswas jagonya akan mengalami nasib yang sama seperti yang terjadi di Aceh. Maklumlah diakui atau tidak pada umumnya partai politik sedang mengalami krisis kepercayaan. Hal itu disebabkan oleh ulah anggota legislatif yang dianggap kurang mampu memperjuangkan aspirasi rakyat. Yang difikirkan justru kepentingan mereka sendiri. Untuk melaksanakan keputusan MK tersebut maka Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 perlu diganti dan itu haruslah melewati proses legislasi di DPR. Itulah sebabnya sekarang bola ada di tangan DPR. Tetapi sebelum itu presiden bisa mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti Undang Undang (Perpu) agar tidak terjadi kekosongan hukum serta dapat mempercepat pelaksanaannya. Melihat gelagatnya ada sambutan positif di masyarakat bahkan gairah baru muncul. Jadi kalau sampai pemerintah dan elite politik di negeri ini kurang tanggap akan menimbulkan kekecewaan. Banyak daerah yang sudah menunggu petunjuk teknisnya. Peluang bagi calon independen sudah menjadi kelaziman dalam demokrasi. Bahkan jika perlu kelak juga diatur adanya peluang yang sama dalam pemilihan presiden atau calon legislatif. Bukan berarti kita tidak mengakui keberadaan partai politik. Yang lebih tepat hal ini dilihat sebagai upaya memberikan alternatif atau pilihan yang lebih banyak. Pintu masuk lewat parpol terbukti menciptakan iklim kompetisi kurang sehat yakni dengan maraknya politik uang. Karena akhirnya parpol terutama pimpinannya justru lebih banyak menjadi semacam tukang ojek atau menyewakan kendaraannya untuk calon yang mampu membayar sejumlah besar uang. Inilah saatnya bagi parpol untuk berbenah dan lebih serius memikirkan kaderisasi serta rekrutmen kepemimpinan. Agar mereka bisa mencalonkan kadernya sendiri atau membuka kesempatan seluas-luasnya kepada tokoh masyarakat yang kapabel dan kredibel untuk melamar tanpa dibebani biaya terlampau besar. Kalau perlu mereka ikut dalam penggalangan dana. Bukankah kemenangan dalam pilkada juga akan memengaruhi citra dan kehormatan partai. Sebaliknya kekalahan akan menurunkan kredibilitasnya. Jadi
  • 37. kalau itu bisa dillakukan, parpol tak perlu menghambat melainkan justru mempercepat keluarnya UU yang baru. Kondisi Bahaya Stabilitas Pendidikan • Oleh S Hartono BUKAN tanpa sebab, kalau perjuangan guru (dan dosen) untuk mendapatkan tanda jasa tidak pernah menampakkan bentuk. Bisa jadi, itu karena pemerintah tidak pernah serius memperhatikan nasib guru dan dosen, atau sangat mungkin karena guru sendiri tidak pernah serius memperjuangkan tuntutannya. Bahkan, ada tudingan bahwa guru sendiri tidak pernah tahu apa bentuk tuntutan dan siapa yang mesti dituntut. Seperti biasa, menjelang November (Bulan Guru) tensi emosi guru lebih tinggi dari biasanya. Senin, 9 Juli 2007 yang lalu, serombongan anggota PGRI Jateng "menyatroni" Jakarta, menyusul PGRI Jawa Timur yang telah mendahului. Sebagaimana yang disampaikan oleh Sulistyo, Sekretaris PGRI Jateng, guru merasa dibohongi oleh pemerintah berkait dengan belum direalisasinya anggaran pendidikan 20 persen dan tunjangan bagi guru.Akankah perjuangan kali ini membuahkan hasil? UUGD Deformatif Lahirnya UUGD (UndangUndang Guru dan Dosen) tidak serta merta membalik kondisi keterbatasan guru dan dosen; bahkan rawan atas tudingan sebagai teknik meledek guru dan dosen gaya baru. UUGD rawan dipelesetkan dengan umpatan "ujung ñ ujungnya gurauan doang". Sejumlah kondisi menjadi kausalitas persepsi miring tersebut. Pertama, sejak diundangkan UUGD belum memiliki peraturan pemerintah (PP) sebagai pedoman teknis implementasi. Kondisi demikian mengesankan bahwa pemerintah tidak serius dan justru memanfaatkan UUGD sebatas bahasa politis demi meraih simpati publik. UU 20/2003 tentang Sisdiknas telah menjadi contoh yang nyata. Kedua, draf rencana peraturan pemerintah (RPP) yang pernah ada tidak bisa menjabarkan dan bahkan deformatif terhadap semangat yang diusung UUGD. Sejumlah limitasi dalam draf potensial mengembangkan makna negatif tersebut. Beberapa di antaranya adalah batasan atas sertifikasi, yaitu usia pengabdian minimal, usia pengabdian maksimal, golongan kepangkatan, dan batasan pendidikan minimal. Wulan kita gunakan sebagai model untuk memahami anomali RPP itu. Ia lulus sarjana pendidikan strata satu (S1) pada usia dua puluh dua tahun. Kemudian ia melamar dan diterima sebagai guru dengan golongan kepangkatan IIIa. Dengan asumsi tidak memiliki persoalan sama sekali atas profesinya, pada usia 42 tahun ia baru bisa mengikuti ujian sertifikasi. Ia lulus dan mendapatkan hak guru bersertifikat pada usia 43 tahun. Ketika berumur 54 tahun, Wulan mengikuti sertifikasi kali terakhir. Dengan asumsi lulus setiap
  • 38. mengikuti ujian ulang sertifikasi periodik dua tahunan, maka ia harus puas dengan romantisme UUGD selama 14 tahun. Dari ilustrasi itu, sangat sulit memahami status Wulan dari nol tahun (usia 23 tahun) hingga 20 tahun usia pengabdian. Juga sulit untuk menyebut apa profesinya pada saat usia pengabdian di atas 34 tahun (usia 56 tahun) hingga masa pensiunnya. Sulit memahami, karena semasa usia pengabdian nol tahun hingga pensiun produk Wulan tetap, pengabdian pada pendidikan sepenuh hati. Faktor eksternal Wulan potensial mengurangi masa romantisme sertifikasi. Pasti Wulan tidak bisa diterima langsung menjadi guru (apalagi PNS), pasti ia menghadapi persoalan administratif dan teknis seperti harus antre dari sederetan guru dengan maksud yang sama; dan sangat mungkin ia mengalami kegagalan dalam mengikuti proses ujian. Jenjang pendidikan harus S1 atau diploma empat (D4), juga menggugat keseriusan pemerintah dalam memperhatikan nasib Wulan. Keraguan itu beralasan, mengingat RPP yang mewajibkan pendidikan minimal tersebut tidak disertai dengan elaborasi solutif andai ia memiliki pendidikan di bawah persyaratan.Jumlah jam minimal per minggu semakin mempersempit ruang guru untuk mendapatkan sertifikat. Sangat menggelikan, ketika sebelum UUGD lahir jam minimal mengajar ditetapkan 18, sementara itu setelah UUGD lahir jam tersebut melambung fantastis menjadi 24. Kesan mengamputasi kesempatan Wulan untuk mendapatkan sertifikat jelas, karena pada saat persyaratan minimal 24 jam itu dilambungkan, pemotongan jam dalam KTSP siap untuk mengebiri kesempatan itu. Revisi RPP RPP yang sekarang beredar secepatnya harus ditarik ulang dan direinterpretasi total. Draf PP tersebut dipenuhi kondisional yang membahayakan stabilitas pendidikan. RPP potensial menciptakan disharmoni antarguru, karena usia pengabdian maupun kompleksitas bidang stud. Sengaja atau tidak, pasti akan terjadi pengotakan antara guru senior dan guru yunior, guru PNS dan non-PNS, dan antara guru dengan dosen. Kompleksitas muncul karena senioritas yang linear terhadap penghasilan tidak selalu berbanding lurus dengan profesionalitas, bahkan sangat mungkin berbalik. Dengan kondisi yang ada, kepala sekolah yang tidak pernah mengajar atau guru yang biasa-biasa (bahkan malas) sangat mungkin lebih dahulu lulus dan mendapatkan gaji lima kali gaji Wulan yang rajin, dedikatif, dan disukai anak didik. RPP juga rawan akan ketidakjujuran proses, antara lain berasal dari testee yang ingin secepatnya mendapatkan sertifikat, tester yang merasa berhak untuk menentukan kelulusan testee, dan birokrasi yang merasa berwenang untuk menentukan nasib guru. Bisa dipastikan bahwa otoritas regulator akan mimikri menjadi senjata antidemokrasi yang sangat berbahaya.(68)
  • 39. -- S Hartono, direktur Advokasi Pendidikan Indonesia (Andina). Penyakit Misterius di Magelang Bakteri Bongkrek dan Gembus Sama PURWOKERTO-Pakar dari Fakultas Biologi Unsoed, Prof Rubiyanto Misman, terkejut mendengar penyebab kematian 10 warga Desa Kanigoro, Magelang akibat keracunan tempe gembus. ''Tempe gembus dan bongkrek memiliki kesamaan, yaitu terbuat dari limbah atau ampas proses pembuatan minyak kelapa,'' ujarnya, kemarin. Kedua makanan itu sering ditumbuhi bakteri Pseudomonas Cocovenenans yang menyukai ampas kelapa. Rubi yang menyelenggarakan seminar nasional soal tempe bongkrek pada tahun 1975 menyebutkan penyebab kematian bukan bakterinya, melainkan asam bongkrek yang dihasilkan bakteri. ''Selain asam bongkrek yang bersifat racun dan tidak berwarna, ada toxoplasma yang berwarna kuning,'' tambahnya. Toxoplasma mudah dikenali karena warna kuningnya biasa kelihatan di permukaan tempe gembus atau di Banyumas dikenal sebagai dage. Asam bongkrek sulit dikenali karena tidak berwarna. ''Setahu saya asam bongkrek sudah lama tidak muncul karena pola makanan masyarakat sudah berubah,'' jelasnya. Baik tempe gembus maupun tempe bongkrek merupakan makanan klangenan atau kegemaran. Rasanya enak bagi yang menyukai. Proses fermentasi tempe gembus dan bongkrek sama. Perbedaan terletak pada kandungan lemaknya. Tempe gembus yang terbuat dari bungkil minyak kelapa kandungan lemaknya rendah, yakni 3%-4%, karena proses pembuatannya menggunakan mesin pres. Menurut mantan rektor Unsoed itu, bakteri Pseudomonas Cocovenenans tidak tumbuh di media yang kadar lemaknya rendah. Tetapi tumbuh di tempe bongkrek yang kadar lemaknya 10%-12%. Kadar lemak yang tinggi disebabkan proses pembuatan minyak kelapa tradisional menggunakan tangan. Asam bongkrek yang masuk tubuh manusia merusak susunan gula darah sehingga tidak bisa mengikat oksigen. Akibatnya, penderita keracunannya seperti sesak napas. ''Disusul tekanan darah yang tiba-tiba tinggi dan akhirnya drop sampai korban meninggal,'' ungkapnya. Ia terkejut kemunculan kembali bakteri Pseudomonas Cocovenenans yang sudah lama menghilang. Diragukan Warga
  • 40. Sementara itu warga Dusun Beran, Desa Kanigoro, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang meragukan hasil penyelidikan dari Departemen Kesehatan bahwa penyebab 10 warga yang meninggal dunia karena keracunan tempe gembus atau tempe bongkrek. Sebagian besar warga mengaku mengonsumsi tempe gembus, tapi sebelum musibah itu hampir semua korban tak mengonsumsinya. Penyakit misterius yang terjadi Minggu (22/7) itu menjangkiti 31 orang, 21 korban dirawat di rumah sakit dengan gejala mual, muntah, dan pusing hampir sama dengan korban tewas. Kemarin masih ada empat korban yang dirawat di RSU Tidar Kota Magelang. Kepala Desa, Gadang Rintoko, mengatakan masih meragukan hasil penyelidikan Depkes bahwa musibah yang menimpa warganya akibat keracunan tempe gembus. Dia mengaku sebagian warganya memang hidup dalam kemiskinan dan seringkali mengonsumsi tempe gembus, tetapi sebelum kejadian hampir dipastikan tak ada korban yang mengonsumsi makanan itu. "Saya sendiri juga sering makan tempe gembus. Jika itu penyebabnya mengapa yang mengonsumsi makanan itu tak semua terjangkiti penyakit,"katanya, kemarin. Dia juga mempertanyakan hasil uji laboratorium di Semarang yang menyatakan, penyebabnya keracunan dari bahan kimia juga negatif, tapi setelah diteliti di Jakarta terdeteksi ada kandungan bakteri pseudomonas cocovenenans. "Kami masih kurang puas dan meragukan hasil penelitian itu. Saya berharap ada penelitian lagi yang hasilnya lebih meyakinkan agar warga tak resah dihantui penyakit misterius itu,"katanya. Hal yang sama juga diungkapkan Asmuni (40), yang kehilangan istrinya Aslamiyah (35) dalam musibah itu. Dia menceritakan, sebelum peristiwa itu tak mengonsumsi tempe gembus. Seingat dia, mengonsumsi tempe dan tahu. Jika penyebabnya dari media makanan, mengapa hanya istrinya yang terjangkiti, sedangkan dia dan anak-anaknya tidak. "Logikanya kalau penyebab kematiannya dari media makanan seharusnya satu keluarga terkena semua,"katanya. Keinginan Warga Hasil uji laboratorium yang dikeluarkan Depkes itu juga mengundang protes warga. Bahkan mereka meminta Menkes datang ke lokasi untuk menjelaskan penyebab penyakit misterius itu. Kepala Dusun Beran, Yanto (28), mengatakan perlu dilakukan uji ulang laboratorium. Menurutnya, warga tak puas dengan hasil itu karena sebelum kejadian hampir semua korban tak memakan tempe gembus. "Saya juga minta kepada Menkes untuk menjelaskan kepada warga secara langsung. Kami butuh kepastian terhadap penyakit yang telah merasahkan warga selama sepekan terakhir ini,"katanya. Dia berharap ada penjelasan yang lain yang dapat mengungkap penyakit itu, tak hanya dari hasil uji laborarorium satu sampel makanan. "Kalau ini dijelaskan secara gamblang minimal dapat menjawab keresahan warga dan melakukan antisipasi agar tak terjangkiti
  • 41. penyakit seperti itu lagi. Saya kurang puas dengan upaya Depkes itu,"katanya. (P16,H33-,27,41) Pernah Renggut 34 Jiwa TAHUN 1988 pernah terjadi peristiwa keracunan tempe bongkrek terbesar dengan korban tewas 34 orang di Kecamatan Lumbir, Banyumas. Sejak saat itu Banyumas memberlakukan perda larangan memproduksi, mengonsumsi, dan menjual tempe bongkrek. Larangan itu ditindaklanjuti dengan pemasangan papan peringatan di pasar-pasar seluruh pelosok Banyumas. Para perajin tempe bongkrek yang bikin petaka beralih usaha menjadi petani jamur yang didirikan di Ajibarang. Gubernur Jateng saat itu, HM Ismail, menjadikan Banyumas sebagai daerah bebas tempe bongkrek. Tempe bongkrek dihapus dari menu warga Banyumas. Sebelumnya, tempe bongkrek memang menjadi makanan kesukaan warga lembah Sungai Serayu. Keracunan demi keracunan terjadi sepanjang hampir dua abad dengan korban ribuan orang. Bagian Teknologi Gizi dan Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) mencatat peristiwa keracunan tempe bongkrek di Kabupaten Banyumas dan sekitarnya. Berdasarkan catatan itu peristiwa keracunan tempe bongkrek sudah terjadi sejak 1895 dan 1901. Saat itu tercatat 200 orang tewas dari 340 korban keracunan. Kasus keracunan yang rutin terjadi itu mendorong ahli biologi dari Belanda melakukan penelitian, yakni Viderman, Van Veen dan Mertens. Mereka menemukan rumus senyawa asam bongkrek. Sejauh ini belum ditemukan obat yang bisa menawarkan keganasan asam bongkrek. Dalam seminar disarankan penderita keracunan minum air rebusan daun calincing atau infus zat gula. Ada yang menyebut keracunan tempe bongkrek akrab dengan kemiskinan karena biasanya menimpa orang-orang tidak mampu. Pada beberapa peristiwa keracunan berawal dari tempe mondol (tempe yang gagal), tetapi tetap dikonsumsi karena merasa sayang kalau dibuang. Sejak diberlakukan larangan, hampir tidak pernah terjadi peristiwa keracunan tempe bongkrek. Hanya tahun 2003 terjadi keracunan di Desa Sirau dan Kramat, Kecamatan Karangmoncol Purbalingga. Lima nyawa melayang dalam kasus itu.