Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Buku Studi Islam 3 (Dr. Ahmad Alim, LC. MA.)
1.
2. | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
STUDI ISLAM III
Wawasan Islam
Menyaring Pemikiran Menyimpang Dari Agama Islam
Dr. Akhmad Alim
Dr. Adian Husaini
Pusat Kajian Islam
Universitas Ibn Khladun Bogor
3. | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
ALIM, Akhmad
STUDI ISLAM III: Wawasan Islam, Penulis, Dr. Akhmad Alim & Dr. Adian Husaini;
Penyunting, Bahrum Subagia, --Cet. 1-Bogor: Pusat Kajian Islam Universitas Ibn
Khaldun, 2012. 187 hlm.; 25,7 cm.
ISBN: 978-979-1324-15-1
STUDI ISLAM III: Wawasan Islam
Penulis:
Dr. Akhmad Alim, M.A
Penyunting :
Bahrum Subagia
Penata Letak:
Irfan Habibie
Desain Sampul:
Fathurrohman Saifuddin
Penerbit:
Pusat Kajian Islam Universitas Ibn Khaldun
Jl. K.H. Sholeh Iskandar Km. 2 Kedung Badak Bogor
Telp./Fax. (0251) 8356884
Cetakan Pertama, Shafar 1435 H- Januari 2014 M
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Ketentuan Pidana
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal
49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau
barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
palling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 72 UU No.19 Tahun 2002
4. i | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
KATA PENGANTAR
Islam adalah agama yang sudah sempurna sejak awal, tidak berkembang
dalam sejarah. Konsep tajdid (pembaharuan) dalam Islam, bukanlah membuat-
buat hal yang baru dalam Islam, melainkan upaya untuk mengembalikan
kemurnian Islam. Ibarat cat mobil, warna Islam adalah abadi. Jika sudah mulai
tertutup debu, maka tugas tajdid adalah mengkilapkan cat itu kembali, sehingga
bersinar cerah seperti asal-mulanya. Bukan mengganti dengan warna baru yang
berbeda dengan warna sebelumnya.
Buku Studi Islam 3 ini berbicara tentang wawasan Islam yang mendasar,
yang formulasinya disesuaikan dengan tantangan zaman yang sedang dihadapi
oleh kaum Muslimin. Karena saat ini yang sedang menghegemoni umat
manusia—termasuk umat Islam—adalah pemikiran Barat yang sekuler-liberal,
maka konsep wawasan Islam ini pun dirumuskan agar kaum Muslim tidak
terjebak atau terperosok ke dalam pemikiran-pemikiran yang dapat merusak
keimanannya.
Setiap Muslim pasti akan diuji keimanannya. Iman tidak akan dibiarkan
begitu saja, tanpa ada ujian (QS. 29:2-3). Maka, setiap zaman dan setiap waktu
akan selalu ada ujian iman. Ada yang lulus, ada yang gagal dalam ujian iman.
Oleh karena itulah, setiap Muslim diwajibkan agar selalu menuntut ilmu setiap
waktu agar dapat mengetahui mana yang salah dan mana yang benar, mana
yang Tauhid dan mana yang syirik.
Dalam kitab Sullamut-Tawfîq karya Syaikh Abdullah bin Husain bin Thahir
bin Muhammad bin Hisyam—yang biasa dikaji di madrasah-madrasah diniyah
dan pondok-pondok pesantren—disebutkan bahwa merupakan kewajiban setiap
Muslim untuk menjaga Islamnya dari hal-hal yang membatalkannya, yakni
murtad (riddah). Dijelaskan juga dalam kitab ini bahwa riddah ada tiga jenis, yaitu
murtad dengan keyakinan (i„tiqâd), murtad dengan lisan, dan murtad dengan
perbuatan. Contoh murtad dari segi i„tiqâd, misalnya, ragu-ragu terhadap wujud
Allah, atau ragu terhadap kenabian Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, atau
ragu terhadap Al-Qur‘an, atau ragu terhadap Hari Akhir, surga, neraka, pahala,
siksa, dan sejenisnya.
Ulama India Syaikh Abu Hasan Ali An-Nadwi pernah menyebutkan
bahwa tantangan terbesar yang dihadapi umat Islam saat ini, sepeninggal
5. ii | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam adalah tantangan yang diakibatkan oleh
serangan-serangan pemikiran yang datang dari peradaban Barat. Sebab,
tantangan ini sudah menyangkut aspek yang sangat mendasar dalam pandangan
Islam, yaitu masalah iman dan kemurtadan. Menurut An-Nadwi, serangan
modernisme peradaban Barat ke dunia Islam merupakan ancaman terbesar
dalam bidang pemikiran dan keimanan. Dia mengungkapkan: “Di saat sekarang
ini selama beberapa waktu dunia Islam telah dihadapkan pada ancaman kemurtadan yang
menyelimuti bayang-bayang di atasnya dari ujung ke ujung. Inilah kemurtadan yang telah
melanda Muslim Timur pada masa dominasi politik Barat, dan telah menimbulkan
tantangan yang paling serius terhadap Islam sejak masa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam.”
Saat ini, di era globalisasi, harusnya kaum Muslim sadar, bahwa setiap saat
keimanan mereka sedang dalam kondisi diperangi habis-habisan oleh nilai-nilai
sekular-liberal yang dapat mengikis dan menghancurkan pemikiran Islam dan
keimanan mereka. Globalisasi, misalnya, bukan hanya melahirkan penjajahan
ekonomi tetapi juga penjajahan pemikiran dan budaya.
Akhirnya, materi buku ini memang dirancang untuk memberikan
wawasan yang mendasar tentang wawasan Islam. Diharapkan umat Islam akan
memiliki kerangka (framework) pemikiran Islam yang kokoh, sehingga mampu
menilai dan menyaring berbagai bentuk pemikiran yang dinilai menyimpang dari
ajaran Islam. Dengan kata lain, diharapkan, setelah menerima materi buku ini,
seseorang tidak lagi terombang-ambing dalam pemikiran keagamaan, melainkan
makin bersemangat dalam mendalami keilmuwan Islam lebih jauh lagi,dan lebih
penting lagi ia semakin terdorong untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala.
Bogor, 13 Oktober 2012
Dr. Akhmad Alim & Dr. Adian Husaini
6. iii | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
DAFTAR ISI
Daftar Isi......................................................................................................... iii
Bab I Hakikat Islam Dan Karakteristiknya ....................................................1
Bab II Konsep Wahyu Dan Nabi Dalam Islam............................................34
Bab III Islam Dan Peradaban ........................................................................58
Bab IV Tantangan Peradaban Barat.............................................................73
Bab V Masalah Orientalisme ........................................................................80
Bab VI Pluralisme Agama.............................................................................87
Bab VII Masalah Kristenisasi .......................................................................96
Bab VIII The Clash Of Cilvization..............................................................106
Bab IX Pengaruh Ateisme Terhadap Pikiran Umatislam............................124
Bab X Liberalisasi Islam.............................................................................136
Bab XI Paham Kesetaraan Gender..............................................................147
Bab XII Kritik Terhadap Hermeneutika.....................................................155
Bab XIII Neoliberalisme Dan Kapitalisme .................................................168
Daftar Pustaka ..............................................................................................176
Riwayat Hidup Penulis.................................................................................184
7. 1 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
BAB I
HAKIKAT ISLAM DAN
KARAKTERISTIKNYA
A. Hakikat Islam
Hakikat Islam adalah bertauhid, yakni tunduk patuh kepada Allah dan
menjauhkan diri dari segala bentuk kesyirikan. Hal itu sebagaimana digambarkan
dalam ayat berikut ini,
ًِِِٔضٜأ ُ٘ٗبَز ُٜ٘ي ٍَٜاق ِذ٢إَۖنئُٜياَعٞيا ٓٔبَسٔي ُتًُِِٜضٜأ ٍَٜاق
“(Ingatlah) ketika Rabb-nya berfirman kepadanya (Ibrahim), „Berserahdirilah!‟ Dia
menjawab: „Aku berserah diri kepada Rabb seluruh alam.‟” (QS. Al-Baqarah: 131)
Hakikat Islam tersebut dapat dijabarkan dalam lima pilar yang terdapat
dalam hadist berikut ini,
ٔهللا ٍَُِٛضَز ُتِعَُٔض :ٍَٜاق َاَُُِٗٓع ٝهللا َٞٔضَز ٔب٤اَٛدٞيا ٢ِٔب َسَُُع ٢ِٔب ٔهللا ٔدِبَع ٢َُِٔذٖسيا ٔدِبَع ٞٔبٜأ َِٔع٢ًص
َُِخ ٢ًَٜع ُّٜالِض٢إلٞا َُٞٔٓب :ٍُِٛٝكَٜ ًِٚض اهللُّٜاق٢إَٚ ٔهللا ٍُُِٛضَز ٟاٖدَُرَُ ٖٕٜأَٚ ٝهللا ٤ال٢إ َٜ٘ي٢إ ٜال ِٕٜأ ٝ٠َدَاَٗغ :٣ظ
.ََٕاطَََز َُِّٛصَٚ ٔتَِٝبٞيا ٗخَذَٚ ٔ٠ٜانٖصيا ُ٤َاتِٜ٢إَٚ ٔ٠ٜالٖصيا
―Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Khattab Radhiyallahu
'anhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
bersabda: Islam dibangun di atas lima perkara; Bersaksi bahwa tiada Ilah yang
berhak disembah selain Allah dan bahwa nabi Muhammad utusan Allah,
menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa
Ramadhan.‖ (HR.Tirmidzi dan Muslim)
Adapun tingkatan Islam, sebagaimana dijelaskan secara tuntas dalam
hadist yag diriwayatkan oleh Umar bin Khattab berikut ini,
8. 2 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
َِ٤ًَضَٚ ًَِٜٔ٘ٝع ٝهللا ٢٤ًَص ٔهللا ٢ٍُِٛضَز َدِٓٔع ْعًُِٛٝج ُِٔرَْ َآََُِٝب :ٍَٜاق ٟاِطٜٜأ َُِ٘ٓع ٝهللا َٞٔضَز َسَُُع َِٔعََ َاذ
ٖطيا ُسَثٜأ ًَِٜٔ٘ٝع ٣َسُٜ ٜال ،٢سِعٖػيا ٔدَاَٛض ُدِٜٔدَغ ٔبَاٝٚثيا ٢ضَاَٝب ُدِٜٔدَغ ٌُْجَز َآًَِٜٝع َعًٜٜط ِذ٢إ ٣َُِّٜٛ٘ٝؾ٢سِعَٜ ٜالَٚ ،٢سٜؿ
ِٔ٘ٝ٤ؿٜن َعَضََٚٚ َِٔ٘ٝتَبٞنُز ٢ٜي٢إ َِٔ٘ٝتَبٞنُز َدَِٓضٜأٜؾ ًِٚض ً٘ٝع اهلل ٢ًص ٚٞٔبٖٓيا ٢ٜي٢إ َظًَٜج ٢ٖتَذ ،ْدَذٜأ ٖآَٔ٢ًَٜع
ً٘ٝع اهلل ٢ًص ٔهللا ٍُُِٛضَز ٍَٜاكٜؾ ،٢ّٜالِض٢إلٞا ٢َٔع ِْٞٔسٔبِخٜأ ٖدَُرَُ َاٜ :ٍَٜاقَٚ َِٜٔ٘رٔدٜؾِٕٜأ ُّٜالٔض٢إلٞا :ًِٚض
َُِّٛصَتَٚ ٜ٠ٜاٖنصيا َٞٔتِؤُتَٚ ٜ٠ٜالٖصيا َِِٝٔكُتَٚ ٔهللا ٍُُِٛضَز ّادَُٖرَُ ٖٕٜأَٚ ٝهللا ٤ال٢إ َٜ٘ي٢إ ٜال ِٕٜأ َدَِٗػَتٖخُرَتَٚ ََٕاطَََز
ِطَٜ ُٜ٘ي َآِبٔحَعٜؾ ،َتٞقَدَص :ٍَٜاق ٟالِٝٔبَض ِٜٔ٘ٝي٢إ َتِعَٜٛتِضا ٢ٕ٢إ َتَِٝبٞيا٢َٕاُِٜ٢إلٞا ٢َٔع ِْٞٔسٔبِخٜأٜؾ :ٍَٜاق ،ُ٘ٝقٚدَصَُٜٚ ُ٘ٝيٜأ
ٚسَغَٚ ٔٙ٢سَِٝخ ٢زَدٜكٞيأب ََِٔٔؤُتَٚ ٢سٔخاآل ٢َِّٛٝٞياَٚ ًُٔ٘ٔضُزَٚ ٔ٘ٔبُتٝنَٚ ٔ٘ٔتٜهٔ٥ٜالَََٚ ٔهللٔاب ََِٔٔؤُت ِٕٜأ :ٍَٜاق،َتٞقَدَص ٍَٜاق .ٔٙ
ِٕٜأ :ٍَٜاق ،٢َٕاطِذ٢إلٞا ٢َٔع ِْٞٔسٔبِخٜأٜؾ ٍَٜاقِْٞٔسٔبِخٜأٜؾ :ٍَٜاق .ٜىَاسَٜ ُْٖ٘٢إٜؾ َُٙاسَت ِٔٝهَت ِِٜي ِٕ٢إٜؾ َُٙاسَت ٜوْٖٜأٜن ٜهللا َدُبِعَت
ٜأ ٍَٜاق ،َاٗٔتَازَاَٜأ َِٔع ِْٞٔسٔبِخٜأٜؾ ٍَٜاق .٢ٌٔ٥اٖطيا ََٔٔ ًَِِٜعٜأٔب َاَِٗٓع ٍُُِٚؤِطَُٞيا َاَ :ٍَٜاق ،ٔ١َعٖاطيا ٢َٔعٝ١َََٜأٞا َدًَٔت ِٕ
ََٗتٖبَزُتِثٔبًٜٜؾ َلًِْٜٜٛا ُِٖث ،٢َٕاُِٝٓبٞيا ٞٔؾ َِٕٛٝيَٜٚاَٛتَٜ ٔ٤ٖاػيا َ٤َاع٢ز ٜ١ٜياَعٞيا ٜ٠َاسُعٞيا ٜ٠ٜاؿُرٞيا ٣َسَت ِٕٜأَٚ ا:ٍَٜاق ُِٖث ،٘اًََٝٔ
ٜتأ ٌُِٜ٢سِبٔج ُْٖ٘٢إٜؾ ٍَٜاق .ًَِِٜعٜأ ُ٘ٝيُِٛضَزَٚ ٝهللا :ُتًٞٝق ؟ ٢ٌٔ٥اٖطيا ٢ََٔ ٟ٢زِدَتٜأ َسَُُع َاٜ.ِِٝهَِٜٓٔد ِِٝهًَُُِّعُٜ ِِٝنَاـ
―Dari Umar Radhiyallahu 'anhu juga dia berkata: Ketika kami duduk-duduk
disisi Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam suatu hari tiba-tiba datanglah
seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat
hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada
seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk
dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya
(Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam) seraya berkata: ―Ya Muhammad,
beritahukan aku tentang Islam?‖, maka bersabdalah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi
wa Sallam: ―Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang
disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah,
engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji
jika mampu‖, kemudian dia berkata: ―anda benar‖. Kami semua heran, dia yang
bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: ―Beritahukan
aku tentang Iman‖. Lalu beliau bersabda: ―Engkau beriman kepada Allah,
9. 3 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan
engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk‖, kemudian dia
berkata: ―anda benar―. Kemudian dia berkata lagi: ―Beritahukan aku tentang
ihsan‖. Lalu beliau bersabda: ―Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah
seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat
engkau‖. Kemudian dia berkata: ―Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan
kejadiannya)‖. Beliau bersabda: ―Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang
bertanya‖. Dia berkata:―Beritahukan aku tentang tanda-tandanya‖, beliau
bersabda:―Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat
seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba,
(kemudian)berlomba-lomba meninggikan bangunannya‖, kemudian orang itu
berlalu dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya:
―Tahukah engkau siapa yang bertanya?‖. aku berkata: ―Allah dan Rasul-Nya
lebih mengetahui.‖ Beliau bersabda: ―Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian
(bermaksud) mengajarkan agama kalian.‖ (HR. Muslim)
Hadist di atas secara rinci menjelaskan tentang tingkatan-tingkatan
keIslaman seseorang yang terdiridari dari tiga tingkatan, sebagaimana berikut ini,
Tingkatan Pertama: Islam, yang memiliki lima rukun, yaitu: 1) Bersaksi
bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah,
dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam adalah utusan
Allah. 2) Menegakkan shalat. 3)Membayar zakat. 4) Puasa di bulan Ramadhan. 5)
Menunaikan haji ke Baitullah bagi yang mampu.
Tingkatan Kedua: Iman yang memiliki enam tigkatan, yaitu: 1) Iman
kepada Allah. 2) Iman kepada Malaikat-Malaikat-Nya. 3) Iman kepada Kitab-
Kitab-Nya. 4) Iman kepada Rasul-Rasul-Nya. 5) Iman kepada hari Akhir. 6)
Iman kepada takdir yang baik dan buruk.
Tingkatan Ketiga: Ihsan yangmemiliki satu rukun yaitu engkau beribadah
kepada Allah Azza wa Jalla seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak
melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.
Berkaitan dengan rincian hadits di atas imam Bukhari mentatakan: fa‟jaala
dzalika kullahu dinan; beliu (nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam) menjadikan semua
itu menjadi agama. Maksudnya, agama itu adalah iman(aqidah), islam(syari‘ah),
dan ihsan(akhlaq).1
1
Buhari,Shahih Al-Buhari, Kitab Al-Iman, no.50
10. 4 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
Secara lebih sederhana, bisa ditegaskan bahwa iman orientasinya
keyakinan atau aqidah, Islam orientasinya pengalaman ibadahatau syari‘at,
sedangkan ihsan orientasinya manajemen diri atau akhlak. Oleh karenanya, jika
hanya percaya adanya Allah (iman) tapi tidak mau mengikuti syari‘at Nabi
(Islam) sebagimana halnya musyrikin jahiliyah, maka itu tidak bisa disebut
beragama Islam. Atau, dengan hanya mengikuti syari‘at Nabi (Islam) tanpa
menyakininya (iman) seperti halnya orang munafiq, itupun tidak beragama
Islam. Demikian juga, jika hanya percaya dan beribadah(iman dan Islam),tetapi
tidak berakhlak mulia (ihsan) tidak dapat dikatagorikan beragama Islam yang
benar. Yang dua pertama (tidak iman-Islam) dikatagorikan kafir, sementara yang
terakhir (tidak ihsan) dikatagorikan fasiq, tidak sampai kafir. Islam sebagai agama
dengan demikain harus mencakup iman ,Islam, dan ihsan.2
B. Keutamaan Islam dan Karakteristiknya
1. Keutamaan Islam
Islam adalah agama yang memiliki banyak keutamaan yang agung yang
telah disebutkan dalam Al-Qur‘an dan Sunah. Di antara keutamaan itu adalah
sebagaimana berikut ini:3
Islam menghapus seluruh dosa dan kesalahan bagi orang kafir yang
masuk Islam. Dalilnya adalah firman Allah Azza wa Jalla:
ُٛاَٗتَٜٓ ٕ٢إ ُٚاسٜؿٜن َٜٔٔر٤ًٓٔي ٌٝقَنئيٖٜٚأٞيا ُتُٖٓض ِتَطََ ِدٜكٜؾ ُٚادُٛعَٜ ٕ٢إَٚ َـًَٜض ِدٜق ٖاَ ُِٜٗي ِسٜؿِػُٜ
“Katakanlah kepada orang-orang kafir itu, (Abu Sufyan dan kawan-kawannya)
„Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa
mereka yang telah lalu; dan jika mereka kembali lagi (memerangi Nabi), sungguh akan
berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang terdahulu (dibinasakan).”
(QS. Al-Anfaal: 38)
‗Amr bin al-‗Ash Radhiyallahu 'anhu yang menceritakan kisahnya ketika
masuk Islam, Ia berkata,
2
Nashruddin Syarif, Menangkal Virus Islam Liberal, Bandung: Persispers,2011, hlm.121
3
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih,Bogor:
Pustaka At-Taqwa.
11. 5 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
َُِٜٝٔ ٞطُطِبا :ُتًٞٝكٜؾ ًََِٜٓضَٚ ًَِٜٔ٘ٝع ًُٜ٘ٓيا ٢ًَٜٓص ٖٞٔبٖٓيا ُتَِٝتٜأ ٞٔبًٜٞق ٢ٔؾ َّٜالِض٢إلٞا ٝهللا ٌََعَج ٖاًُٜٜؾ.ٜوِعٜٔاَبٝألِـٜؾ ٜوَٓ
ِغٜأ ِٕٜأ َُ ِدَزٜأ :ُتًٞٝق ٍَٜاق ))؟ ُٚسَُِع َاٜ ٜوٜي َاَ(( ٍَٜاق ٣ٔدَٜ ُتِطَبٜكٜؾ ٍَٜاق .ََُُِٜ٘ٓٝٔ ٜطَطَبٜؾٍَٜاق ٜط٢سَت
َٚ ُ؟ًِٜ٘بٜق َٕٜان َاَ ُّٔدَِٜٗ َّٜالِض٢إلٞا ٖٕٜأ َتًَُِٔع َاَٜأ(( ٍَٜاق .٢ٔيَسٜؿِػُٜ ِٕٜأ :ُتًٞٝق ))؟ َاذَأُب ٝط٢سَتِػَت((ٜ٠َسِح٢ٗٞيا ٖٕٜأ
ُ؟ًِٜ٘بٜق َٕٜان َاَ ُّٔدَِٜٗ ٖخَرٞيا ٖٕٜأَٚ َا؟ًِٜٗبٜق َٕٜانَاَ ُّٔدَِٗت
―Ketika Allah menjadikan Islam dalam hatiku, aku mendatangi Nabi
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, dan aku berkata, ‗Bentangkanlah tanganmu, aku akan
berbai‘at kepadamu.‘ Maka Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam membentangkan
tangan kanannya. Dia (‗Amr bin al-‗Ash Radhiyallahu 'anhu) berkata, ‗Maka aku
tahan tanganku (tidak menjabat tangan Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam).‘ Maka
Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bertanya, ‗Ada apa wahai ‗Amr?‘ Dia berkata,
‗Aku ingin meminta syarat!‘ Maka, Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bertanya,
‗Apakah syaratmu?‘ Maka aku berkata, ‗Agar aku diampuni.‘ Maka Nabi
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam berkata, ‗Apakah engkau belum tahu bahwa
sesungguhnya Islam itu menghapus dosa-dosa yang dilakukan sebelumnya,
hijrah itu menghapus dosa-dosa sebelumnya, dan haji itu menghapus dosa-dosa
sebelumnya?‘‖ (HR.Muslim)
Apabila seseorang masuk Islam kemudian baik keIslamannya, maka ia
tidak disiksa atas perbuatannya pada waktu dia masih kafir, bahkan Allah Azza
wa Jalla akan melipatgandakan pahala amal-amal kebaikan yang pernah
dilakukannya. Dalam sebuah hadits dinyatakan:
٢إ ِِٝنُدَذٜأ ََٔطِذٜأ َاذ٢إ :ًََِٜٓضَٚ ًَِٜٔ٘ٝع ًُٜ٘ٓيا ٢ًَٜٓص ٔهللا ٍُُِٛضَز ٍَٜاق َُِ٘ٓع ٝهللا َٞٔضَز ٜ٠َسَِٜسُٖ ٞٔبٜأ َِٔعََُٜ٘الِض
٢ٜي٢إ َاٗٔياَثَِٜأ ٢سِػَعٔب ُبَتٞهُت َاًَُِٗٝعَٜ ٕ١ََٓطَذ ٌٗٝهٜؾ٢ٖتَذ َاًِٗٔثُٔٔب ُبَتٞهُت َاًَُِٗٝعَٜ ٕ١َ٦َٓٔٝض ٌٗٝنَٚ .ٕـِعٔض ٔ١َ٥أُٔعِبَض
ٜهللا ٢ٜكًَٜٞ.
―Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
bersabda: ―Jika baik keIslaman seseorang di antara kalian, maka setiap kebaikan
yang dilakukannya akan ditulis sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat.
Adapun keburukan yang dilakukannya akan ditulis satu kali sampai ia bertemu
Allah.‖ (HR.Muslim)
12. 6 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
Islam tetap menghimpun amal kebaikan yang pernah dilakukan
seseorang baik ketika masih kafir maupun ketika sudah Islam.
َاٗٔب ُثَٖٓرَتٜأ ُتِٓٝن َ٤َاِٝغٜأ َتِٜٜأَزٜأ ،ٔهللا ٍَُٛضَز َاٜ :ُتًٞٝق ٍَٜاق َُِ٘ٓع ٝهللا َٞٔضَز ٣َّاصٔذ ٢ِٔب ٢ِِٝٔهَذ َِٔعٞٔؾ
ًُٜ٘ٓيا ٢ًَٜٓص ٗٞٔبٖٓيا ٍَٜاكٜؾ ٣؟سِجٜأ َِٔٔ َاِٗٝٔؾ ٌَِٜٗؾ ، ٣ِٔذَز ٔ١ًٜٔص ٜٚأ ٕ١ٜقَاتَع ِٜٚأ ٕ١ٜقَدَص َِٔٔ ٔ١ًَٖٖٝٔٔاحٞيا:ًََِٜٓضَٚ ًَِٜٔ٘ٝع
٣سَِٝخ َِٔٔ َـًَٜض َاَ ٢ًَٜع َتًُِِٜضٜأ.
―Dari Hakim bin Hizam Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, ―Wahai Rasulullah,
apakah engkau memandang perbuatan-perbuatan baik yang aku lakukan sewaktu
masa Jahiliyyah seperti shadaqah, membebaskan budak atau silaturahmi tetap
mendapat pahala?‖ Maka Nabi Saw halallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, ―Engkau
telah masuk Islam beserta semua kebaikanmu yang dahulu.‖ (HR.Buhari)
Islam sebagai sebab terhindarnya seseorang dari siksa Neraka.
َٞٔضَز ٣ظَْٜأ َِٔعٗٞٔبٖٓيا َُٙاتٜأٜؾ َض٢سَُٜؾ ًََِٜٓضَٚ ًَِٜٔ٘ٝع ًُٜ٘ٓيا ٢ًَٜٓص ٖٞٔبٖٓيا ُُّدِدَٜ ٟٙٔدَُٜٛٗ ّْٜالٝغ َٕٜان ٍَٜاق َُِ٘ٓع ٝهللا
َُٖٚ ِٔ٘ٝٔبٜأ ٢ٜي٢إ َسٜعَٜٓؾ ))ًِِِٔضٜأ(( :ُٜ٘ي ٍَٜاكٜؾ ٔ٘ٔضٞأَز َدِٓٔع َدَعٜكٜؾ ،ُُٙدُٛعَٜ ًََِٜٓضَٚ ًَِٜٔ٘ٝع ًُٜ٘ٓيا ٢ًَٜٓصَٛ:ُٜ٘ي ٍَٜاكٜؾ َُٙدِٓٔع
َٚ ًََِٜٓضَٚ ًَِٜٔ٘ٝع ًُٜ٘ٓيا ٢ًَٜٓص ٗٞٔبٖٓيا َدَسَدٜؾ ًَِِٜضٜأٜؾ ًََِٜٓضَٚ ًَِٜٔ٘ٝع ًُٜ٘ٓيا ٢ًَٜٓص ٢ِٔضٜاكٞيا َابٜأ ِعٔطٜأٔهلل ُدَُِرٞيا :ٍُِٛٝكَٜ َُٖٛ
٢زٖآيا ََٔٔ َُٙرٜكِْٜأ ٟٔر٤يا
―Dari Anas Radhiyallahu 'anhu, beliau berkata, ―Ada seorang anak Yahudi
yang selalu membantu Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, kemudian ia sakit. Maka,
Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam datang menengoknya, lalu duduk di dekat
kepalanya, seraya mengatakan, ‗Masuk Islam-lah!‘ Maka anak Yahudi itu melihat
ke arah ayahnya yang berada di sampingnya, maka ayahnya berkata, ‗Taatilah
Abul Qasim (Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam).‘ Maka anak itu akhirnya masuk
Islam. Kemudian Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam keluar seraya mengatakan,
‗Segala puji hanya milik Allah yang telah menyelamatkannya dari siksa Neraka.‘‖
(HR.Buhari)
Dalam hadits lain yang berasal dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu
'anhu, Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
13. 7 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
ا ٖٕ٢إَٚ ٠١ًَُِٔطَُ ْظٞؿَْ ٤ال٢إ ٜ١َٖٓحٞيا ٌُُخِدَٜٜال ُْٖ٘٢إ٢سٔجٜاؿٞيا ٢ٌُجٖسيأب َِٜٔٚديا َارَٖ ُدَٜٓٔؤُٜٝي ٜهلل.
―Sesungguhnya tidak akan masuk Surga melainkan jiwa muslim dan
sesungguhnya Allah menolong agama ini dengan orang-orang fajir.‖ (HR.
Bukhari)
Kemenangan, kesuksesan dan kemuliaan terdapat dalam Islam.
ٜأ ََِٔ َحًٜٞؾٜأ ِدٜق :ٍَٜاق ًََِٜٓضَٚ ًَِٜٔ٘ٝع ًُٜ٘ٓيا ٢ًَٜٓص ٔهللا ٍَُٛضَز ٖٕٜأٔصَاعٞيا ِٔب ٚ٢سَُِع ٢ِٔب ٔهللا ٔدِبَع َِٔعَم٢شُزَٚ ،ًَِِٜض
َُٙاتآ َأُب ٝهللا َُ٘عٖٜٓقَٚ ،ٟاؾٜاؿٜن.
Dari Shahabat ‗Abdullah bin ‗Amr bin al-‗Ash Radhiyallahu 'anhu,
bahwasanya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, ―Sungguh telah
beruntung orang yang masuk Islam, dan diberi rizki yang cukup dan Allah
memberikan sifat qana‘ah (merasa cukup) atas rizki yang ia terima.‖
(HR.Muslim)
Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu berkata,
اهلل يٓاذأ ٠غري يف ٠يعصا إبتػٝٓا ٕؾإ ّباإلضال اهلل ْاصأع ّٛق ٔحن
―Kami adalah suatu kaum yang telah dimuliakan oleh Allah Azza wa Jalla
dengan Islam, maka bila kami mencari kemuliaan dengan selain cara-cara Islam
maka Allah akan menghinakan kami.‖ 4
Kebaikan seluruhnya terdapat dalam Islam. Tidak ada kebaikan baik di
kalangan orang Arab maupun non Arab, melainkan dengan Islam. Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
ٜأ ،ّاسَِٝخ ِِ٢ٗٔب ٝهللا َدَازٜأ ٢َِحَعٞياَٚ ٔبَسَعٞيا ََٔٔ ٕتَِٝب ٢ٌِٖٜأ َاُٜٜٗأَُٔتٔؿٞيا ُعٜكَت ُِٖث ،َّٜالِض٢إلٞا ُِ٢ًَِٜٗٝع ٌََخِدَاْٖٜٗأٜن
ًٌُٜ٥عيا.
―Setiap penghuni rumah baik dari kalangan orang Arab atau orang Ajam
(non Arab), jika Allah menghendaki kepada mereka kebaikan, maka Allah
4
Riwayat al-Hakim dalam al-Mustadrak, ia berkata shahih dan disetujui oleh adz-Dzahabi dari Thariq bin
Syihab rahimahullah.
14. 8 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
berikan hidayah kepada mereka untuk masuk ke dalam Islam, kemudian akan
terjadi fitnah-fitnah seolah-olah seperti naungan awan.‖ (HR. Ahmad)
Islam membuahkan berbagai macam kebaikan dan keberkahan di dunia
dan akhirat. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
َُ ًُِٔٞعَٜ ٜال ٜهللا ٖٕ٢إَُِعُٜٞٛٝؾ ُسٔؾٜاهٞيا ٖاَٜأَٚ .ٔ٠َسٔخٞآلا ٞٔؾ َاٗٔب ٣َصِحَُٜٚ َاِْٝٗديا ٞٔؾ َاٗٔب ٢ِٜٛعُٜ ،ٟ١ََٓطَذ ّآَِٔؤ
٣َصِحُٜ ٠١ََٓطَذ ُٜ٘ي ِٔٝهَٜ ِِٜي ٔ٠َسٔخٞآلا ٢ٜي٢إ ٢َطٞؾٜأ َاذ٢إ ٢ٖتَذ ،َاِْٝٗديا ٞٔؾ ٔ٘٤ًٔي َاٗٔب ٌََُٔع َاَ َٔ َآَطَرٔبَاٗٔب.
―Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menzhalimi satu kebaikan pun
dari seorang mukmin, diberi dengannya di dunia dan dibalas dengannya di
akhirat. Adapun orang kafir diberi makan dengan kebaikan yang dilakukannya
karena Allah di dunia sehingga jika tiba akhirat, kebaikannya tersebut tidak akan
dibalas.‖ (HR. Muslim)
Suatu amal shalih yang sedikit dapat menjadi amal shalih yang banyak
dengan sebab Islam yang shahih, yaitu tauhid dan ikhlas. Beramal sedikit saja
namun diberikan ganjaran dengan pahala yang melimpah. Dalam sebuah hadits
dinyatakan:
ٔدِٜٔدَرٞيأب ْعٖٜٓكَُ ٌُْجَز ًََِٜٓضَٚ ًَِٜٔ٘ٝع ًُٜ٘ٓيا ٢ًَٜٓص َٞٔبٖٓيا ٢َتٜأ :ٍُٛٝكَٜ َُِ٘ٓع ٝهللا َٞٔضَز َ٤َاسَبٞيا ٢َٔع:ٍَٜاكٜؾ
ٜق ُِٖث ًَِِٜضٜأٜؾ ،ٌِٔتٜاق ُِٖث ًِِِٔضٜأ ٍَٜاق ُ؟ًِِٔضٝأ ِٜٚأ ٌُٔتٜاقٝأ ٔهللا ٍَُِٛضَز َاٜ٢ًَٜٓص ٔهللا ٍُُِٛضَز ٍَٜاكٜؾ ،ٌَٔتٝكٜؾ ٌََتا
ّاسِٝٔثٜن َسٔجٝأَٚ ٟالًِٜٝٔق ٌََُٔع :ًََِٜٓضَٚ ًَِٜٔ٘ٝع ًُٜ٘ٓيا.
Dari al-Bara‘ Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, ―Seorang laki-laki yang
memakai pakaian besi mendatangi Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam kemudian ia
bertanya, ‗Wahai Rasulullah, apakah aku boleh ikut perang ataukah aku masuk
Islam terlebih dahulu?‘ Maka, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab,
‗Masuk Islamlah terlebih dahulu, baru kemudian ikut berperang.‘ Maka, laki-laki
tersebut masuk Islam lalu ikut berperang dan akhirnya terbunuh (dalam
peperangan). Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pun bersabda: ‗Laki-laki
tersebut beramal sedikit namun diganjar sangat banyak.‘‖ (HR. Bukhari)
15. 9 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
Islam mendatangkan cahaya bagi penganutnya di dunia dan akhirat.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
٢ًَٜع َُٜٛٗؾ ٢ّٜاًِض٢إًٞٔي َُٙزِدَص ُ٘٤ًيا َحَسَغ َُٜٔؾٜأَۖٔٓٔ٣زُْٛٔ٘ٓٔبٖزٌَِْٜٜٛؾٔ١َٝٔضٜاكًٞٓٔيُُِٗبًٛٝٝقَٔٓٔٔ٘٤ًيا٢سٞنٔذ
ٍَٚٝأٜۖؤ٥ٞٔؾ٣ٍٜاًَض٣نئبَٗ
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk (menerima)
agama Islam lalu dia mendapat cahaya dari Rabb-nya (sama dengan orang yang membatu
hatinya)? Maka, celakalah mereka yang hatinya telah membatu untuk mengingat Allah.
Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Az-Zumar: 22)
Islam menyuruh kepada setiap kebaikan dan melarang dari setiap
keburukan. Tiada satu pun kebaikan, baik yang kecil maupun yang besar,
melainkan Islam telah membimbingnya dan menunjukinya, sebaliknya tidak ada
satu pun keburukan melainkan Islam telah memperingatkan dan melarangnya.
ٕ٤َِٞغ ٌٚٝهٔي ّاْاَِٝبٔت َبَاتٔهٞيا ٜوًَِٜٝع َآٞيٖصََْٚ
“Dan Kami turunkan kepadamu al-kitab untk menjelaskan segala sesuatu.”
(QS.Al-Nahl: 89)
ٜأ ََِْٝأ ٤اي٢إ َِٔ٘ٝذَآَحٔب ُرئَٜٛ ٣سٔ٥اٜط ٜايَٚ ٢ضِزٜأٞيا ٞٔؾ ٕ١ٖبَاد َِٔٔ َاَََِٚٔٔ ٔبَاتٔهٞيا ٞٔؾ َآٞطٖسٜؾ َاُُِٝهٝياَثَِ
٢ٜي٢إ ُِٖثٕ٤َِٞغَُٕۖٚسَػِرُُِٝ٢ٗٚبَز
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang
dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan
sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (QS. Al-
An'am: 38)
2. Karakteristik Islam
Islam memiliki banyak karakteristik yang mendasar, yang menjadi pilar
keagungan Islam sebagai agama samawi yang diridhai. Karakteristik tersebut,
diantaranya sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Yusuf Qardhawi ada tujuh yaitu
rabbaniyah (ketuhanan), insaniah (kemanusiaan), syumuliyah (universal), wasatiyyah
(keseimbangan), waqi‟iyyah (realistik), wudhuh (jelas), menyatukan antara tathawwur
16. 10 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
(transformatif) dan tsabat (konsisten).5
Sementara menurut Dr. Abdul Aziz Ibn
Muhammad Ibn Ibrahim Al-Awid ada tiga belas karakteristik Islam, yaitu al-din
ar-rabbani (agama yang berketuhanan), al-din al-haq (agama yng benar), al-din al-
wadhih (agama yang jelas), dinul fitrah (agama yang sesuai fitrah), din al-aql (agama
yang sesuai akal sehat), al-din al-ma‟shum (agama yang terjaga), din al-rahmah
(agama kasih sayang), al-din al-wasath (agama yang seimbang), din al-mashalih
(agama untuk kemaslahatan), din al-yusr wa al-samahah (agama yang memberikan
kemudahan-kemudahan), din al-adl (agama keadilan), din al-akhlak (agama
akhlak).6
Dari karakteristik tersebut, hanya akan dijelaskan sebagian saja
sebagaimana dalam uraian berikut ini.
1. Islam sebagai agama yang benar (din al-haq)
Islam adalah agama yang sempurna, yang diturunkan di muka bumi ini.
Dengannya Allah memerintahkan kepada manusia agar menjadikannya sebagai
pedoman hidup (way of life), supaya terwujud kebahagian di dunia dan akhirat.7
ٱََّٛٝيُتًَُٜنأِٝهٜيِٝهَٜٓٔدُتُٜمتٜأَِٚٝهًَٜٝعٞٔتَُٔعُْتٝٔضَزَُِٚٝهٜيٱٌَ٢ضإلَّٜۖٓأد
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat Ku, dan telah Ku-ridhai islam itu jadi agama bagimu.‖ (QS.
Al-Ma'idah: 3)
Kesempurnaan Islam tersebut sebagai bukti bahwa Islam adalah agama
wahyu yangbenar dan telah diridhai oleh Allah Jalla wa 'alaa, sebagaimana yang
Allah Ta'ala firmankan dalam kitab-Nya:
ٖٕ٢إٱَٜٔٚديَدٓٔعٱٜالِضِإلا ٔ٘٤ًيُّۖۖ
―Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.” ( QS. al-
Imran: 19)
Sebagai agama yang diridhai, Islam mendakwahkan kepada seluruh alam
agar berserah diri kepada Allah dengan tauhid dan tunduk kepada-Nya dengan
taat dan berlepas diri dari segala perbuatan syirik.
5
Lihat Yusuf al-Qardhawi, Karakteristik Islam: Kajian Analitik (terjemahan), Surabaya: Risalah Gusti,
1995.
6
Lihat Abdul Aziz Ibn Muhammad Al-Awid, Al-Islam Al-Din Al-Adzim, Riyadh: Al-Maktab Al-Taawuni Li
Adda’wah wa All-Irsyad,1432
7
Abdul Aziz Ibn Muhammad Al-Awid, Al-Islam Al-Din Al-Adzim, Riyadh: Al-Maktab Al-Taawuni Li
Adda’wah wa All-Irsyad,1432,hlm.11
17. 11 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
ٜٔ٢سٔضَادٞيا ََٔٔ ٔ٠َسٔخٞآلا ٞٔؾ ََُٖٛٚ َُِ٘ٓٔ ٌََبٞكُٜ ًِٜٜٔؾ ّآٜٔد ٢ّٜالِضِإلا َسِٜٝغ ٢ؼَتِبَٜ َََِٔٚ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang rugi.”
(QS. Ali Imron: 85)
Dari Abu Hurairahdari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, bahwasanya
beliau bersabda:
َُُِٜٛ ُِٖث ْٙٞٔاَسِصَْ ٜالَٚ ٟٙٔدَُِٜٛٗ ٔ١ََٖٝأٞا ٔٙٔرٖ َِٔٔ ْدَذٜأ ٞٔب ُعَُِطَٜ ٜال ٔٙٔدَٝٔب ٕدَُٖرَُ ُظٞؿَْ ٟٔر٤ياََٚٚ َُ ِِٜي
٢زٖآيا ٔبَارِصٜأ ََِٕٜٔٔان ٤ال٢إ ٔ٘ٔب ُتًٞٔضِزٝأ ٟٔر٤يأب َِِٔٔؤُٜ
―Demi yang jiwa Muhammad ada di Tangan Nya, tidaklah seseorang dari
umat ini baik Yahudi atau Nashroni yang mendengar tentang aku, kemudian ia
mati sementara dirinya tidak beriman dengan risalah yang aku bawa, maka ia
termasuk penghuni neraka.‖ (HR. Muslim)
2. Islam sebagai agama rabbaniyah
Rabbaniyah berasal dari kata Rabb (Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha
Pencipta dan Pemelihara). Kata ini terulang sebanyak 3 kali dalam Al-Qur`ān,
yaitu QS. al-Maidah ayat 44 & 63, QS. Ali `Imran ayat 79. Rabbaniyah dalam
tiga ayat tersebut dimaksudkan untuk penisbatan sesuatu yang bersumber dari
Allah yang berupawahyu. Islam sebagai agama rabbaniyah berarti Islam selalu
berorientasi kepada wahyu Allah dalam segala hal, baik duniawi maupun
ukhrawi.
٢َِّٛٝٞياَٚ ٔ٘٤ًيأب ََُِٕٛٓٔؤُت ُِِتِٓٝن ِٕ٢إ ٢ٍُٛضٖسياَٚ ٔ٘٤ًيا ٢ٜي٢إ ُٙٚٗدُسٜؾ ٕ٤َِٞغ ٞٔؾ ُِِتِعَشَآَت ِٕ٢إٜؾ
٢سٔخٞآياَۖذٟۖاًٜ٢ٚٞأَتَُٓطِذٜأَْٚسَِٝدٜهٔي
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya” (QS. Al-Nisâ: 59)
18. 12 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
َُِٓٔؤُٜ ٜاي ٜوٓٔبَزَٚ ٜاًٜؾٓأََُ ٟاَجسَذ ِِ٢ٗٔطٝؿِْٜأ ٞٔؾ ُٚادٔحَٜ ٜاي َُِٓث ََُِِِٗٓٝب َسَحَغ َاُٝٔؾ ٜىُُٛٓٔهَرُٜ ٢َٓتَذ َٕٛ
ٟاًُِٝٔطَت ُٛآًَُٔطَُٜٚ َتَِٝطٜق
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan engkau hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka
tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang engkau berikan,
dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. Al-Nisaa’: 65)
Dua ayat di atas secara tegas memerintahkan kepada kita agar senantiasa
kembali kepada Al-Qur‘an dan As-Sunah dalam menangani segala urusan, baik
yang sifatnya duniawi maupun ukhrawi. Hal itu menunjukkan bahwa Islam
selalu berorientasi kepada wahyu dan inilah yang dimaksud karakter rabbaniyah
yang melekat pada agama Islam.
Rabbaniyah meliputi dua hal, yaitu Rabbaniyah Al-Masdar dan Rabbaniyah Al-
Ghayah.
Rabbaniyah Al-Masdar: (Rabbaniyah dalam sumber ajaran). Maksudnya
adalah sumber teologi Islam adalah wahyu, bukan produk budaya, bukan pula
rekayasa manusia, Ia tidak bersumber dari ilmu-ilmu dari Timur dan
pengetahuan dari Barat. Tapi sesungguhnya ia adalah mukjizat yang bersumber
langsung dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah berfirman,
ّآٝٔبَُ ّازُْٛ ِِٝهِٜٝي٢إ َآٞيَصِْٜأَٚ ِِٝهٓٔبَز َِٔٔ َْٕاِٖسُب ِِٝنَ٤َاج ِدٜق ُعٓآَيا َاُٜٜٗٓأ َاٜ
―Wahai manusia,sunguh telah dating kepada kalian wahyu dri Rabb kalian, dan
kami telah menurunkan pada kalian cahaya yang terang.‖ (QS. An-Nisa: 174)
َْٓ٢إَٕٛٝعٔؾَارٜي ُٜ٘ي ٓاَْ٢إَٚ َسٞنٓٔريا َآٞيَٓصَْ ُِٔرَْ ا
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Qur‟an dan pasti Kami (pula) yang
memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9)
٢َذُٜٛ ِْٞذَٚ ٜٓال٢إ َُٖٛ ِٕ٢إ ٣ََٛٗٞيا ٢َٔع ُلَِٜٔٛٓ َاََٚ
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya
itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan.” (QS.An-Najm: 04)
19. 13 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,
َٚ ٔهللا َبَاتٔن :َاُ٢ٗٔب ُِِتٞهٖطََُت َاَ ِاٛ٥ًٔطَت ِٜٔي ٢َِٜٔسَِٜأ ِِٝهِٝٔؾ ُتٞنَسَتٔ٘ٔيُِٛضَز ٜ١ُٖٓض
―Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat
selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.‖
(HR. Baihaqi)
Rabbaniyah Al-Ghayah: (Rabbaniyah dalam tujuan). Maksudnya, tujuan
semua ibadah dalam Islam hanya untuk mencari ridha Allah Subhanahu wa Ta'ala,
bukan karena kepentingan selain Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hal itu sebagaimana
dijelaskan dalam Al-Qur‘an dan As-Sunah sebagai berikut:
َع ٌَُِِعًَٜٝٞؾ ٔ٘ٚبَز َ٤ٜآكٔي ُٛاجِسَٜ َٕٜان َُِٜٔؾّادَذٜأ ٔ٘ٚبَز ٔ٠َدَابٔعٔب ٝى٢سِػُٜٜالَٚ ّارٔياَص ٟالَُ
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah dia
mengerjakan amal shalih dan janganlah dia mempersekutukan seorangpun dengan Rabb-
nya.” (QS. Al Kahfi: 110)
٤ي٢إ ُٚاسَٔٝأ َاََُٜٚٔٔد ٜؤيَذَٚ ٜ٠ٜانٖصيا ُٛاتِؤَُٜٚ ٜ٠ٜاًٖصيا ُٛاُٝٔكَُٜٚ ٤ٜاؿَُٓذ َٜٔٚديا ُٜ٘ي َنئصًِٔدَُ َ٘٤ًيا ُٚادُبِعَٝٔي ا
ٔ١َُٜٚٝكٞيا
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
ٝقَٜٔٓٔديا ُٜ٘ٓي ّاصًِٔدَُ ًَٜ٘ٓيا َدُبِعٜأ ِٕٜأ َُ ِسَٔٝأ ْٞٓٔ٢إ ٌِ
“Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.” (QS. Al-Zumar: 11)
ٕ١َُِعْٚ َٔٔ َُٙدٓٔع ٕدَذٜأٔي َاََٚ٢ًِٜعٜأٞيا ٔ٘ٚبَز ِٔ٘جَٚ ٤َاػٔتِبا ٤ايإ ٣َصِحُت
20. 14 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
“Padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus
dibalasnya, Tetapi (Dia memberikan itu semata-mata) Karena mencari keridhaan Tuhannya
yang Maha Tinggi.” (QS. Al-Lail: 19–20)
ْٖإّازٛٝهُغ ٜايَٚ ٤َاصَج ِِٝهَٓٔ ُدٜ٢سُْ ٜاي ٔ٘٤ًيا ِٔ٘جَٛٔي ِِٝهُُٔعُْٞٛ َاُ
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan
keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan)
terima kasih.” (QS. Al-Insan: 9)
ُٜ٘ي َاََٚ َاَِٗٓٔ ٔ٘ٔتُؤْ َاِْٝٗديا َثِسَذ ُدٜ٢سُٜ َٕٜان َََٔٚ ٔ٘ٔثِسَذ ٞٔؾ ُٜ٘ي ِد٢صَْ ٔ٠َسٔخٞآيا َثِسَذ ُدٜ٢سُٜ َٕٜان ََٔٞٔؾ
ٔٝبصْٖ َٔٔ ٔ٠َسٔخٞآيا
“Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah
keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami
berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu
bahagianpun di akhirat.” (QS. Asy-Syuuraa: 20)
ٜأ ِِ٢ِٜٗٝي٢إ ٓٔفَُْٛ َاَٗتَٜٓ٢شَٚ َاِْٝٗديا ٜ٠َاَٝرٞيا ُدٜ٢سُٜ َٕٜان َََِٜٔٔٔر٤يا ٜؤ٦ٜيٚٝأ َُٕٛطَدِبُٜ ال َاٗٝٔؾ َُِِٖٚ َاٗٝٔؾ ُِِٜٗياَُِع
ًََُِٕٛٝعَٜ ُٛاْاٜن َاَ ٌْٔطَابَٚ َاٗٝٔؾ ُٛاعََٓص َاَ ٜطٔبَذَٚ ُزٖآيا ٢الإ ٔ٠َسٔخاآل ٞٔؾ ُِِٜٗي َظِٜٝي
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami
berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di
dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat,
kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu.” (QS. Hud: 15-16)
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
ُُِ٘ٗجَٚ ٔ٘ٔب َٞٔػُتِبا َٚ ٟأصياَخ ُٜ٘ي َٕٜان َاَ ٤ال٢إ ٢ٌََُعيا ََٔٔ ٌَُبٞكَٜ ٜال ٜهللا ٖٕ٢إ
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menerima amal perbuatan, kecuali yang
ikhlas dan dimaksudkan (dengan amal perbuatan itu) mencari wajah Allah.” (HR.
Nasa’i)
21. 15 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
Dari Amirul Mu‘minin, Abi Hafs Umar Khattab, dia berkata: Saya
mendengar Rasulullah bersabda:
ٔ٘ٔيُِٛضَزَٚ ٔهللا ٢ٜي٢إ ُُ٘تَسِحٖٔ ِتَْاٜن َُِٜٔؾ .٣ََْٛ َاَ ٣ئ٢سَِا ٌٚٝهٔي َاُْٖ٢إَٚ َٔ ٖاٝٚٓيأب ٍَُاُِعَٜأٞا َاُْٖ٢إُُ٘تَسِح٢ٜٗؾ
ُِٛضَزَٚ ٔهللا ٢ٜي٢إِٜٔ٘ٝي٢إ َسَجَاٖ َاَ ٢ٜي٢إ ُُ٘تَسِح٢ٜٗؾ َاُٗرٔهَِٜٓ ٕ٠ٜأَسَِا ِٜٚأ َاُٗبِٝٔصُٜ َاُِْٝدٔي ُُ٘تَسِحٖٔ ِتَْاٜن َََِٔٚ ،ٔ٘ٔي
―Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya
setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang
hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya
karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya
maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.‖ (HR.Muslim)
Di dalam Shahih Muslim dari hadits Abu Hurairah, sesungguhnya
Rasulallah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, Allah berfirman (hadits qudsi):
ُٜ٘نِسٔغَٚ ُُ٘تٞنَسَت ٟ٢سِٜٝغ ٞٔعََ ِٔ٘ٝٔؾ ٜىَسِغٜأ ٟالََُع ٌََُٔع ََٔ ,ٔىِسٚػيا ٢َٔع ٔ٤ٜانَسٗػيا ٢َٓٞغٜأ َاْٜأ
―Aku tidak membutuhkan sekutu, barangsiapa yang melakukan suatu amal
ibadah yang ia menyekutukan selain-ku bersama-Ku, niscaya Aku
meninggalkannya dan sekutunya.‖ (HR.Muslim)
3. Islam sebagai agama yang berimbang (wasatiyah)
Islam merupakan agama yang memiliki konsep wasatiyah, yakni selalu
berada pada jalan tengah diantaradua jalan ekstrim, tidak tasaddud (memperberat
diri) dan tidak pula tasahhul (meringankan diri),tidak berlebih-lebihan (israf),
tidak pula melampaui batas (ghuluw), sehingga tercapaisikap adil dan lurus, yang
akan menjadi saksi atas seluruh manusia.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
ّادٝ٢َٗغ ِِٝهًَِٜٝع ٍُُٛضٖسيا َٕٛٝهََٜٚ ٢عٖآيا ٢ًَٜع َ٤َادَُٗغ ٞاُْٛٛٝهَتِّي ٟاَٛضَٚ ٟ١َٖٝأ ِِٝنَآًَٞعَج ٜؤيَرٜنَٚ
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil
dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. Al-Baqarah: 143)
22. 16 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
Dalam menafsiri ayat ini, Ibn Katsir berkata bahwayang dimaksud dengan
“ummatan wasatha” pada ayat tersebut adalah umat pilihan (akhyar) dan umat
terbaik (ajwad), karena karakter wasatiyah yang melekat pada umat ini.8
Wasatiyah dalam Islam dapat dilihat dari konsep beribadah di dalamnya.
Islam mengajarkan umatnya agar senantiasa berada pada sikap pertengahan,
yakni tidak ghuluw (berlebih-lebihan), tidak pula tasahhul (meringankan diri).
Karena sikap ghuluw akan menjadikan pelakunya pada kerusakan, sementara
sikap tasahhul akan membawa pelakunya pada kemalasan.
Adapun hadits-hadits yang menjelaskan dalam masalah ini, diantaranya
adalah hadits dari Abdullah bin Mas‘ud, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
bersabda:
َُٕٛعََٓٔٛٓتُُٞيا ٜوًَٜٖ-ّاثٜالَث َاٜٗياٜق
“Benar-benar binasa orang-orang yang bersikap tanaththu‟.” Beliau mengulangi
pernyataan ini sebanyak tiga kali.” (HR. Muslim)
Yang dimaksud orang-orang yang bersikap tanaththu‟ dalam hadist tersebut
adalah mereka yang berlebih-lebihan, bersikap ghuluw, dan melampaui batas dari
yang telah ditentukan. Baik di dalam ucapan ataupun perbuatan. Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam pernah meluruskan tiga orang laki-laki yang berlebih-
lebihan dalam masalah ibadah, orang pertama berkata:―Aku akan puasa terus
menerus dan tidak akan berbuka.‖ Yang kedua berkata: ―Aku akan shalat
malam, tidak akan tidur.‖ Dan orang ketiga berkata: ―Aku tak akan menikah
dengan wanita.‖ Ketiganya menyangka bahwa berpuasa terus menerus, tidak
menikah dan tidak tidur di malam hari untuk mengerjakan shalat akan
mendatangkan maslahat bagi mereka, namun hal ini ditolak oleh Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam melalui hadits beliau:
ْٞٓٔ٢إ ٔهللَاٚ َاَٜأ ،َارٜنَٚ َارٜن ُِِتًٞٝق َٜٔٔرٜٓيا ُِِتِْٜأًَٞٓٔصٝأَٚ ُسٔٛٞؾٝأَٚ ُُّٛصٜأ ٞٓٔٓٔهٜي ُٜ٘ي ِِٝنٜاكِتٜأَٚ ًٔ٘ٔي ِِٝنَاػِخٜأٜي
َٞٓٔٓٔ َظًِٜٜٝؾ ٞٔتَُٓٓض َِٔع َبٔغَز َُِٜٔؾ ،َ٤َاطٓٔٓيا ُدََٓٚصَتٜأَٚ ُدٝقِزٜأَٚ
8
Ibn Katsir,Tafsir Ibn Katsir, Vol.1,hlm.455
23. 17 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
―Kalian yang berkata demikian dan demikian, ketahuilah aku adalah orang
yang paling takut di antara kalian kepada Allah dan paling bertakwa. Akan tetapi
aku shalat malam dan tidur, aku berpuasa serta berbuka, dan aku menikahi
wanita. Barangsiapa yang membenci sunnahku maka, maka ia tidak termasuk
golonganku.‖ (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
َُ٘بًٜٜغ ٜٓال٢إ ْدَذٜأ َٜٔٓٔديا َٓدَاػُٜ ِٜٔيَٚ ْسِطُٜ َِٜٔٓٔديا َٕٓ٢إ
―Sesungguhnya agama Islam ini mudah. Tidak ada seorang pun yang
memberat-beratkan dirinya dalam beragama melainkan dia tidak mampu
menjalankannya.‖ (HR. Al-Bukhari)
Hadist tersebut secara tegas menerangkan bahwa sikap berlebih-lebihan
dalam Ibadahakan mengantarkan pelakunya kepada kejenuhan. Tidak hanya
itu,berlebih-lebihan (ghuluw) juga merupakan penyebab rusaknya umat
terdahulu. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,
ٓاَٜ٢إ٢ِٜٔٓٔديا ٞٔؾ ٓ٢ًُٛٝػٞيأب ِِٝهًِٜبٜق َٕٜان ََِٔ ٜوًَٜٖ َآَُْ٢إٜؾ ٢ٜٔٓٔديا ٞٔؾ ًَُٓٛٝػٞياَٚ ِِٝن
―Waspadalah dan berhati-hatilah kalian dari sikap ghuluw dalam
beragama. Karena sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kalian
disebabkan ghuluw yang mereka perbuat di dalam beragama.‖ (HR. Ibnu
Hibban)
َٜاٜكَب َُٕٚدٔحَتَضَٚ ِِ٢ٗٔطٝؿِْٜأ ٢ًَٜع ِِٖٔٔدٜٔدِػَتٔب ِِٝهًِٜبٜق ََِٔ ٜوًَٜٖ َآَُْ٢إٜؾ ِِٝهٔطٝؿِْٜأ ٢ًَٜع ُٚادٓٔدَػُت ٜالُِِٖا
َٔ َازَآٜٔدياَٚ ٢عََٔاَٛٓصيا ٞٔؾ
―Janganlah kalian memberat-beratkan diri kalian. Karena sesungguhnya
kehancuran orang-orang sebelum kalian hanyalah disebabkan mereka memberat-
beratkan diri. Dan kalian akan menemukan sisa-sisa mereka di dalam pertapaan
dan biara.‖ (HR. Bukhari)
Selain wasatiyah dalam beribadah,Islam juga menyerukan wasatiyah dalam
segala hal, termasuk semua aspek penunjang ibadah, seperti mengkonsumsi
makanan, minuman, pakaian, dan lain sebagainya, seperti yang terdapat dalam
nash berikut ini,
24. 18 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
َنئؾ٢سِطُُٞيا ُٓبٔرُٜ ٜاي َُْ٘ٓ٢إ ٝٛاؾ٢سِطُت ٜايَٚ ُٛابَسِغَاٚ ٝٛاًٝنَٚ
―Makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan‖ (QS. Al-A’raf: 31)
ًٝخم غري يف ، ٚتصدقٛا يبطٛااٚ ٚاغسبٛا نًٛاضسف ٚال ١
―Makanlah, minumlah, berpakaianlah, bersedekahlah, tanpa berlebih-
lebihan.‖ (HR. Ahmad)
Nash di atas secara jelas menggambarkan konsep wasatiyah dalam Islam,
yang mana Islam melarang sikap hidup yang berlebih-lebihan dalam segala hal,
termasuk dalam masalah makan, minum, dan berpakaian. Kaidah ini menurut
Ibn Katsir mencakup seluruh kebaikan dalam Islam.9
Hal itu sebagaimana
firman Allah,
ٟاََاٜٛق ٜؤيَذ ََِٔٝب َٕٜانَٚ ُٚاسُتٞكَٜ ِِٜيَٚ ٝٛاؾ٢سِطُٜ ِِٜي ٝٛاكٜؿْٜأ َاذ٢إ َٜٔٔرٜٓياَٚ
“Dan orang-orang yang jika membelanjakan harta mereka tidak berlebih-lebihan
dan tidak pula kikir dan pembelanjaan itu di tengah-tengah antara yang demikian” (QS.
Al-Furqon:67)
4. Islam sebagai agama yang komprehensip (Syumuliyah)
Islam merupakan agama yang komprehensip (syumuliyah) yang mencakup
seluruh aspek kehidupan umat manusia, mulai dari urusan individu, keluarga,
sosial kemasyarakatan sampai pada persoalan-persoalan berbangsa dan
bernegara, baik yang sifatnya duniawi, maupun ukhrawi.
ٕ٤َِٞغ ٌٚٝهٔي ّاْاَِٝبٔت َبَاتٔهٞيا ٜوًَِٜٝع َآٞيٖصََْٚ
“Dan Kami turunkan kepadamu al-kitab untuk menjelaskan segala sesuatu.”
(QS.Al-Nahl: 89)
ِِٝهٝياَثَِٜأ ََِْٝأ ٤اي٢إ َِٔ٘ٝذَآَحٔب ُرئَٜٛ ٣سٔ٥اٜط ٜايَٚ ٢ضِزٜأٞيا ٞٔؾ ٕ١ٖبَاد َِٔٔ َاََٚۖٞطٖسٜؾَأََِٔ ٔبَاتٔهٞيا ٞٔؾ َآ
ٕ٤َِٞغۖ٢ٜي٢إُُٖثَُٕۖٚسَػِرُُِٝ٢ٗٚبَز
9
Ibn Katsir,Tafsir Ibn Katsir, Vol.III,hlm.407
25. 19 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang
dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan
sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (QS. Al-
An'am: 38)
Kesempurnaan Islam ini ditandai dengan hal-hal berikut ini,
a) Syumuliyah li As-Tsaqalain (mencakup untuk jin dan manusia), artinya
risalah Islam ditujukan kepada bangsa jin dan manusia.
ًَٜخ َإََُٚٚدُبِعَٝٔي ٤اي٢إ َظِْٔأٞياَٚ ٖٔٔحٞيا ُتٞك
“Tidak Aku ciptakan jin dan Manusia melainkan hanya untuk beribadah
kepada-Ku.” (QS. Adz –Dzariyat: 56 )
b) Syumuliyah az-zaman (sepanjang masa), yaitu Islam berlaku sepanjang
masa hingga hari kiamat.
٢سٔبَاج َِٔع٢ٌَثَُٜن ٔ٤َاٝٔبِْٜأٞيا ٌَُثَََٚ ًَٞٔثََ " :ٍَٜاق َِ٤ًَضَٚ ًَِٜٔ٘ٝع ُ٘٤ًيا ٢٤ًَص ٚٞٔبٖٓيا ٢َٔع ، ٔ٘٤ًيا ٔدِبَع ٢ِٔب
َِٓٔ َُٕٛبٖحَعَتََٜٚ َاًَُْٗٛٝخِدَٜ ُعٖآيا ٌََعَحٜؾ ٕ١َٓٔبٜي َعٔضََِٛ ٤ايإ َاًَُٜٗٞنٜأَٚ َاَُٖٗتٜأٜؾ ّازَاد ٢ََٓب ٣ٌُجَزََٜٚ َاٗ:َٕٛٝيٛٝك
ٜؾ ُتِ٦ٔج ٔ١َٓٔب٤ًيا ُعٔضََِٛ َاْٜأٜؾ :َِ٤ًَضَٚ ًَِٜٔ٘ٝع ُ٘٤ًيا ٢٤ًَص ٔ٘٤ًيا ٍُُٛضَز ٍَٜاق ، ٔ١َٓٔب٤ًيا ُعٔضََِٛ ٜايِٜٛيُتَُِتَد
َ٤َاٝٔبِْٜأٞيا.
Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'anhu dia berkata Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, perumparnaan diriku dan para
nabi seperti seorang yang membangun sebuah rumah. Dia
menyelesaikannya dan memperindahnya kecuali tersisa pemasangan
sebuah bata. Lalu orang yang masuk ke dalamnya dan melihatnya
berkata, 'Alangkah bagusnya rumah ini. Sayang bata ini belum
dipasang.' Akulah pemasang bata tersebut. Aku dijadikan penutup
bagi seluruh nabi.‖ (HR. Ahmad)
c) Syumuliyah al‑makan (semua tempat), yaitu risalah Islam tidak hanya
untuk masyarakat lokal seperti bahasa Arab saja, tetapi mencakup
seluruh alam.
26. 20 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
َنئُٜياٞعًٔي ٟ١َُِذَز ٤ال٢إ ٜىٞٓاًَضِزٜأ ََاٚ
“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai
rahmat bagi alam semesta.” (QS. Al Anbiya: 107)
d) Syumuliyah al‑manhaj (pedoman hidup)
ٜي ٖٕٜأ َٔ َارٔياٖصيا ًََُِٕٛٝعَٜ َٜٔٔر٤يا َنئَِٓٔؤُُٞيا ُسٚػَبَُٜٚ َُّٛٞقٜأ َٖٞٔ ٞٔت٤ًٔي ٟٔدَِٜٗ َِٕآسٝكٞيا َارَٖ ٖٕ٢إّارئبٜن ّاسِجٜأ ُِِٗ
“Sesungguhnya Al Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih
lurus, dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yag beriman, yang
mengerjakan amal shaleh, bahwa bai mereka pahala yang besar.” (QS.Al-
Isra’: 9)
e) Syumuliyah al-Daraini (mencakup dunia dan akhirat)
َاُٝٔؾ ٢ؼَتِبَاٜٚوِٜٝي٢إ ُ٘٤ًيا ََٔطِذٜأ َاُٜن ِٔٔطِذٜأَٚ َاِْٝٗديا ََٔٔ ٜوَبٝٔصَْ َظَِٓت ٜالَٚ ٜ٠َسٔخٞآلا َزٖاديا ُ٘٤ًيا ٜىَاتآ
َٜٔٔدٔطٞؿُُٞيا ٗبٔرُٜ ٜال َ٘٤ًيا ٖٕ٢إ ٢ضِزََٞأا ٞٔؾ َدَاطٜؿٞيا ٢ؼِبَت ٜالَٚ
“Dan carilah pada apa yg telah dianugerahkan Allah kepadamu negeri
akhirat dan janganlah kamu melupakan bahagianmu di dunia dan berbuat
baikklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah
kamu berbuat kerusakan di muka bumi ini. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yg berbuat kerusakan.‖ (QS. Al-Qashas: 77)
5. Islam sebagai agama fitrah
Islam adalah agama fitrah, karena Islam datang untuk menjaga dan
melindungi fitrahmanusia. Hal itu tampak jelas dari tujuan ditetapkannya syari‘at
Islam (maqasid al-syari‟ah) yaitu untuk mewujudkan kebaikan sekaligus
menghindarkan keburukan, atau menarik manfaat dan menolak mudharat, atau
dengan kata lain adalah untuk mencapai kemaslahatan, karena tujuan penetapan
hukum dalam Islam adalah untuk menciptakan kemaslahatan dalam rangka
memelihara tujuan-tujuan syara. Fitrah Islam tersebut sebagaimana dijelaskan
oleh Allah Azza wa Jalla dalam firman-Nya:
27. 21 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
ٜؤيَذ ًٜٔ٘ٓيا ٢لًَٞدٔي ٌَٜٔدِبَت ال َاًَِٜٗٝع َعٓآَيا َسٜٜٛؾ ٞٔتٜٓيا ًٜٔ٘ٓيا ٜ٠َسٞٛٔؾ ٟاؿَٝٔٓذ ٢ٜٔٓٔدًٔي ٜوَِٗجَٚ ِِٔقٜأٜؾُِٜٓٔٝكٞيا ُٜٔٓٔديا
ًَُُِٕٜٛعَٜ ال ٢عٓآَيا َسَثٞنٜأ َٓٔٔهٜيَٚ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah
Allah disebabkan. Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.” (Ar-Ruum: 30)
Ayat di atas secara tegas menyandingkan antara fitrah dengan Islam. Itu
artinya fitrah merupakan salah satu karakter Islam yang asasi yang tak
terpisahkan antara keduanya. Karena fitrah pada asalnya diletakkan untuk makna
tauhid, yang mana tauhid ini merupakan inti ajaran Islam. Ibn Katsir berkata:
ِٝاملطتك ِٜٛيكا ٜٔديا ٖٛ ١ًُٝيطا ٠يؿٛساٚ ١ٜعسيػاب يتُطوا
Berpegang teguh atas syariah dan fitrah yang selamat merupakan inti
agama yang lurus.10
Islam sebagai agama fitrah ini sesuai dengan fitrah bawaan lahir manusia.
Manusia pada fitrahnya adalah suci dan bertauhid, tidak membawa warisan dosa
dari ayah ibunya dan tidak pula bercampur dengan kesyirikan. Ibn Katsir
berkata,
Sesugguhnya Allah telah menjadikan fitrah manusia atas makrifat dan
tauhid, dan keaksian bahwa tiada tuhan selain Allah.11
Pendapat Ibn Katsir tersebut didasarkan atas firman Allah daam (QS. Al-
A`raf: 172), bahwa dalam azali Allah telah mengambil sumpah terhadap manusia
yang berbunyi “Bukankah Aku ini Tuhan kamu”; maka mereka menjawab: “Betul
(Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.”
10
Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, Dar Al-Thaibah,2002.
11
Ibid
28. 22 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
ِِٝهٓٔبَسٔب ُتِطٜيٜأ ِِ٢ٗٔطٝؿْٜأ ٢ًَٜع َُِِٖدَِٗغٜأَٚ َُِِٗتَٜٓٓ٢زُذ ِِٖٔ٢زُٛٗٝظ َِٔٔ ََّدآ َٞٔٓب َِٔٔ ٜوُٓبَز َرَخٜأ ِذ٢إَٚٝٛاياٜق
َنئًٔؾٜاغ َارَٖ َِٔع ٓآَٝن ٓاَْ٢إ ٔ١َََاٝٔكٞيا ََِّٜٛ ٝٛايٛٝكَت ِٕٜأ َاِْد٢َٗغ ٢ًَٜب
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
“Bukankah Akui ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami),
kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap
ini (keesaan Tuhan)” (QS. Al-A`raf: 172)
Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan
membawa baiat fitrah keagamaan yang hanif, yang benar, dan lurus di atas sirath
al-mustaqim. Keadaan ini diakui oleh manusia atau tidak, yang pasti ayat ini
menghubungkan makna fitrah dengan agama Allah (din) yang saling melengkapi
diantara keduanya.
َسٜٜٛؾ ٟٔرًٜٓٔي َٞ٢ِٗجَٚ ُتَِٗٓجَٚ ْٞٓٔ٢إَنئن٢سِػُُٞيا ََٔٔ ٞاَْٜأ َاََٚ ٟاؿَٝٔٓذ َضِزَٜأَاٚ َٔ َاَٚآَُطيا
“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku dengan lurus (hanif), kepada Dzat yang
menciptakan (fithara) langit dan bumi, dan aku bukanlah orang-orang yang menyekutukan
(Tuhan).‖ (QS. Al-An’am: 79)
Kata fitrah dalam konteks ayat ini (fathara) dikaitkan dengan pengertian
hanif, yang memiliki pengertian kecenderungan kepada agama yang benar.
Istilah ini dipakai Al-Qur‘an untuk menggambarkan sikap tauhid Nabi Ibrahim
Alahisallam yang menolak menyembah berhala, binatang, bulan atau matahari,
karena semua itu tidak patut untuk disembah. Yang patut disembah hanyalah
Dzat pencipta langit dan bumi. Inilah agama yang benar.
Dalam kajian hadist, fitrah yang hanif disandang oleh setiap manusia yang
dilahirkan di muka bumi ini. Adapun penyimpangan-penyimpangan yang terjadi,
diakibatkan pengaruh syahwat dan syubhat yang mendominasi pada diri
manusia. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
َُٜٗ َُٙاَٛبٜأٜؾ ٔ٠َسٞٛٔؿٞيا ٢ًَٜع ُدٜيُِٛـٜ ٕدِٛٝيََِٛ ََِٔٔاََُْ٘اَطٓٔحَُُِٜٜٚأ َُْ٘اَسٓٔصَُِٜٜٓٚأ َُْ٘اَدٓ٢ٛ.
29. 23 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
―Tidaklah dilahirkan seorang anak melainkan dalam keadaan fitrah. Maka
kedua ibu bapanyalah yang meyahudikannya atau menasranikan-nya atau
memajusikannya.‖ (HR.Muslim)
ٔؿٞيا ٢ًَٜع ُدٜيَِٛـٜ ٕدِٛٝيََِٛ ٌُٓٝنٔ٠َسٞٛ-ٔ١ًُٜٓٔٞيا ٔٙٔرَٖ ٢ًَٜع :ٕ١َٜاَٚ٢ز ٢ٔؾَٚ-َُْ٘اَسٓٔصَُِٜٜٓٚأ َُْ٘اَدٓ٢َُٜٛٗ َُٙاَٛبٜأٜؾ
َ؟٤َاعِدَج َِٔٔ َاِٗٝٔؾ َُِٕٛٓطٔرُت ٌَِٖ ،َ٤َاعَُِج ٠١َُِٝ٢َٗب ُدٜيُِٛت َاُٜن ،َُْ٘اَطٓٔحَُُِٜٜٚأ
―Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah‖—dalam riwayat lain
disebutkan: ―Dalam keadaan memeluk agama ini—Maka kedua orang tuanyalah
yang menjadikan Yahudi, Nasrani atau Majusi sebagaimana seekor binatang
dilahirkan dalam keadaan utuh (sempurna), apakah kalian mendapatinya dalam
keadaan terpotong (cacat)‖ (HR. Bukhari dan Muslim)
Sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, yang ia
terima dari Ismail, dan Ismail menerimanya dari Yunus bin Al-Hasan dan ia
menerimanya dari Al-Aswad bin Sarii`, ia berkata:
ٓتَذ ُعٓآَيا ٌََتٜاكٜؾ ،ّاسٜؿٜظ ُتِبَصٜأٜؾ َُ٘عََ َُ َِٚصٜغَٚ ًََِٜٓضَٚ ًَِٜٔ٘ٝع ٝهللا ٢ًَٜٓص ٔهللا ٍَُِٛضَز ُتَِٝتٜأۖ٣
ٝٛاًَتٜق،٢َٕادٞي٢ٛٞياَؼًَٜبٜؾذٜۖؤيٍَُِٛضَزٔهللا٢ًَٜٓصٝهللأًَِٜ٘ٝعًََِٜٓضٍََُٚابَاَ :ٍَٜاكٜؾ٣َّاٛٞقٜأَُُِٖشََٚاجٌُِتٜكيٞا
ٓتَذ ََِّٛٝيٞاۖ٣ٝٛاًَتٜقٜ؟١َٜٓ٢زُٓرياٍَٜاكٜؾٍَُِٛضَزَاٜ :ٌُْجَزٔهللاَُِِٖاَٜأَُِٓث،َِٔٝٔن٢سِػٝملٞاُ٤َآِـبٜأِاًُٛٝتٞكَتٜال :ٍَٜاق
ِاًُٛٝتٞكَتٜال،ٟ١َٜٓٓ٢زُذٌُٓٝن :ٍَٜاقَٚ،ٟ١َٜٓٓ٢زُذ٢ًَٜعُدٜيُِٛـتٕ١َُِطَْٓتَذٔ٠َسٞٛٔؿٞياۖ٣َبَسِعَُُْٜٗاَطٔي َاَِٗٓعَاْٗٔاَدٓ٢َُٜٛٗ َُٙاَٛبٜأٜؾ ،ا
َاْٗٔاَسٓٔصَُٜٓ ِٜٚأ.
Aku datang kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, lalu aku pergi
berperang bersama beliau, maka aku pun mendapat kemenangan. Orang-orang
pun hebat berperang di hari itu, sampai ada yang membunuh anak-anak. Maka
sampailah berita itu kepada Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam. Lalu beliau
bersabda: ―Apa namanya perbuatan kaum itu. Mereka telah melampaui batas
dalam hal membunuh di hari ini, sampai keturunan mereka (anak-anak) pun
dibunuhi.‖ Seorang laki-laki berkata: ―Ya Rasulullah, bukankah anak-anak yang
dibunuh itu adalah anak-anak musyrikin?‖ Rasulullah bersabda: ―Jangan begitu!
30. 24 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
Ingatlah bahwa yang terkemuka di antara kamu sekarang ini adalah anak-anak
dari orang-orang musyrikin. Jangan dibunuh keturunan, jangan dibunuh
keturunan. Ingatlah bahwa tiap-tiap orang dilahirkan dalam keadaan fitrah,
sampai lidahnya bisa berucap. Ayah bundayalah yang meyahudikan atau
menasranikan.‖ (HR. An-Nasa’i).
Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari `Iyadh bin Himar, ia berkata,
Rasulullah Saw bersabda:
َََٓسَذَٚ ِِ٢ِٜٗٔٓٔد َِٔع ُِِِٗتٜياَتِجٜاؾ ُِٔٝٔطَاٝٓـَػيا ُُِِٗتَ٤َاحٜـؾ َ٤ٜاؿَُٓذ ِٟٔدَابٔع ُتٞكًَٜخ ٢ْٓٔ٢إ :ٝهللا ٍُِٛٝكَِِٜ٢ًَِٜٗٝع ِت
ُِِٜٗي ُتًًِٜٞذٜأَاَ
Allah berfirman: ―Sesungguhnya Aku telah menciptakan hamba-hamba-
Ku dalam keadaan hanif (lurus). Maka datanglah setan-setan kepada mereka, lalu
menyimpangkan mereka dari agamanya dan mengharamkan bagi mereka apa
yang telah Aku halalkan bagi mereka.‖
Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, dari
Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, beliau bersabda:
ِٓٝنٜأ ٕ٤َِٞغ َِٔٔ ٢ضِزَٜأٞا ٢ًَٜعَاَ ٜوٜي َٕٜان ِٜٛي َتِٜٜأَزٜأ :ٔ١َََاٝٔكٞيا ََِّٛـٜ ٢زٓآَيا ٢ٌِٖٜأ َِٔٔ ٢ٌُجَٓسًٔي ٍُٜاكُٜٔ؟٘ٔبّأٜدَتٞؿَُ َت
ذ َِٔٔ ََِٕٖٜٛأ ٜوَِٓٔ َُ ِدَزٜأ ِدٜق :ٍُِٛٝكَٜٝؾ ،َِِعَْ :ٍُِٛٝكَٜٝؾ ،ٍَٜاقَُۖ ِرَخٜأِدٜق،ٜؤيٜوًَِٜٝع٢ٔؾِٜٗظٔٙ٢سََّدآٜالِْٜأ
ٜى٢سِػُتِٞٔبِٞٔب ٜى٢سِػُت ِٕٜأ ٜٓال٢إ َتَِٝبٜأٜؾ ،ّا٦َِٝغ
―Ditanyakan kepada salah seorang penghuni neraka pada hari Kiamat
kelak: ‗Bagaimana pendapatmu jika engkau mempunyai sesuatu di atas bumi,
apakah engkau bersedia untuk menjadikannya sebagai tebusan?‘ Maka ia
menjawab: ‗Ya, bersedia.‘ Kemudian Allah berfirman: ‗Sesungguhnya Aku telah
menghendaki darimu sesuatu yang lebih ringan dari itu. Aku telah mengambil
perjanjian darimu ketika masih berada di punggung Adam, yaitu agar engkau
tidak menyekutukan Aku dengan sesuatu pun, tetapi engkau menolak, dan tetap
mempersekutukan Aku.‘‖ (HR. Bukhari dan Muslim)
Ada hadist lain, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Muslim bin Yasar
Al-Juhani, bahwa Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu pernah ditanya
31. 25 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
mengenai ayat ini, „Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-
anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): “Bukankah Akui ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi‟(QS. Al-A`raf: 172). Maka, Umar pun menjawab,
aku mendengar Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam ditanya mengenai ayat
tersebut, kemudian beliau menjawab:
ًَٜخ :ٍَٜاق ،ٟ١َٜٓٓ٢زُذ َُِ٘ٓٔ َدَسِدَتِضٜاؾ ،َُِٔ٘ٔٓٝٔٝٔب َُٙسِٜٗظ َحَطََ َُِٓث ُّٜالَٓطيا ًَِٜٔ٘ٝع ََّدآ َلًَٜخ ٜهللا َٕٓ٢إٔ١ََٓٓحًٞٔي ٔ٤ٜالُؤَٖ ُتٞك
:ٍَٜاق ،ٟ١َٜٓٓ٢زُذ َُِ٘ٓٔ َدَسِدَتِضٜاؾ َُٙسِٜٗظ َحَطََ َُِٓث ،ًََُِِٕٛٝعَٜ ٔ١ََٓٓحٞيا ٢ٌِٖٜأ ٢ٌََُعٔبَٚ٢ٌِٖٜأ ٢ٌََُعٔبَٚ ٢زٓآًَٔي ٔ٤ٜالُؤَٖ ُتٞكًَٜخ
َٚ ًَِٜٔ٘ٝع ٝهللا ٢ًَٜٓص ٔهللا ٍُُِٛضَز ٍَٜاق ُ؟ٌََُعٞيا َِِٝٔؿٜؾ ٔهللا ٍَُِٛضَزَاٜ :ٌُُجَٓسيا ٍَٜاكٜـؾ .ًََُِِٕٛٝعَٜ ٢زٓآَياَاذ٢إ :ًََِٜٓض
ِٖٜأ ٢ٍَاُِعٜأٔب ًَُُِٜ٘عَتِضٔا ،ٔ١ََٓٓحًٞٔي َدِبَعٞيا ٝهللا َلًَٜخٓتَذ ،ٔ١ََٓٓحٞيا ٢ٌۖ٣ََ َُُِٜٛ٢ًَٜع٣ٌََُعَِٔٔ٢ٍَاُِعٜأ٢ٌِٖٜأ
،ٔ١ََٓٓحٞياًُ٘ٝٔخِدُٜٝؾٔ٘ٔبَاذ٢إَٚ .ٜ١ََٓٓحٞياَلًَٜخَدِبَعٞيا،٢زٓآًَٔيًَُُِٜ٘عَتِضٔا٢ٍَاُِعٜأٔب٢ٌِٖٜأ،٢زٓآَيآتَذۖ٣ََ َُُِٜٛ٢ًَٜع
٣ٌََُعَٔٔ٢ٍَاُِعٜأ٢ٌِٖٜأ،٢زٓآَيأخِدُٜٝؾَزٓآَيا ٔ٘ٔب ًُ٘ٝ
―Sesungguhnya Allah menciptakan Adam Alaihisallam, lalu Allah
mengusap punggungnya dengan tangan kanan-Nya, maka keluarlah darinya
keturunannya dan Allah berfirman, ‗Aku telah menciptakan mereka sebagai ahli
surga dan dengan amalan ahli surga mereka beramal.‘ Lalu mengusap lagi
punggungnya dan mengeluarkan darinya keturunan yang lain, Allah pun
berfirman, ‗Aku telah menciptakan mereka ahli neraka dan dengan amalan ahli
neraka mereka beramal.‘ Kemudian ada seseorang yang bertanya, ‗Ya Rasulullah,
lalu untuk apa kita beramal?‘ Beliau menjawab, ‗Sesungguhnya, jika Allah
menciptakan seorang hamba sebagai penghuni surga, maka Allah menjadikannya
berbuat dengan amalan penghuni surga sehingga ia meninggal dunia di atas
amalan-amalan penghuni surga lalu ia dimasukkan ke dalam surga karenanya.
Dan jika Allah menciptakan seorang hamba sebagai penghuni neraka, maka Dia
akan menjadikannya berbuat dengan amalan penghuni neraka sehingga ia
meninggal dunia di atas amalan dari amalan-amalan penghuni neraka lalu ia
dimasukkan ke dalam neraka karenanya.‘‖(HR. Abu Dawud, An-Nasa’i, At-
Turmidzi, dan Ibnu Hibban).
6. Islam untuk kemaslahatan umat (din al-mashalih)
32. 26 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
Islam tidak bisa lepas dari konsep tentang maqasid al-syariah yaitu tujuan
dan maksud dari adanya sebuah syariah. Konsep ini berfungsi untuk menjaga
kemaslahatan bagi manusia, baik duniawi maupun ukhrawi. Maqasid al-syari‟ah
terebut diwujudkan dalam lima pilar agung, yaitu menjaga agama (hifdz al-din),
jiwa (hifdz al-nafs), akal (hifdz al-aql), keturunan (hifdz al-nasl), dan harta (hifdz al-
mal).
a) Menjaga agama (hifdz al-din),
Menjaga agama merupakan pilar tertinggi dalam Islam. Hal itu
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta‟ala:
٢ُٕٚدُبِعَٝٔي ٤اي٢إ َظِْ٢إٞياَٚ ٖٔٔحٞيا ُتٞكًَٜخ َاََٚ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka
menyembah-Ku.‖ (QS. Adz-Dzâriyat: 56)
Ayat ini secara tegas menjelaskan, bahwa hakikat inti penciptaan makhluk
adalah untuk beribadah kepada Allah.Untuk mencapai tujuan ini, maka Allah
mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab-Nya, agar kegiatan beribadah
terjaga dan sesuai dengan prosedur syariat. Sebagaimana firman-Nya,
ًٖٓٔي َٕٛٝهَٜ ٤اًَ٦ٔي َٜٔ٢زٔرََُِٓٚ َٜٔ٢سٚػَبَُ ٟاًُضُز٢ٌُضٗسيا َدِعَب ٠١ٖحُذ ٔ٘٤ًيا ٢ًَٜع ٢عا
“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan agar supaya tidak alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya
rasul-rasul itu.” (QS.An-Nisa: 165)
ٔؾ َآِثَعَب ِدٜكٜيَََٚ ٛٝغ٤اٛيا ُٛابَٔٓتِجَاٚ َ٘٤ًيا ُٚادُبِعا ٢ٕٜأ ٟايُٛضَز ٕ١َٖٝأ ٌٚٝن ٞ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu.” (QS. An-Nahl: 36)
Selain itu, Agar din (agama) terjaga dari kerusakan, maka syari‘at juga
mengharamkan perbuatan riddah (murtad), dan memberikan hukuman kepada
pelakunya. Hal itu, karena riddah merupakan perbuatan yang amat bahaya yang
dapat merobohkan agama. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam:
33. 27 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
ًُُٙٛٝتٞقٜاؾ َُٜ٘ٓٔد ٍَٖدَب ََِٔ
―Barangsiapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia‖ (HR
Bukhari)
ٜٔدٔي ُم٢زٜاؿُُٞيا َٚ ْٞٔاٖصيا ُبٖٚٝثياَٚ ٢ظٞؿٖٓيأب ُظٞؿٖٓيا ٕثٜاًَث ٣َدِذ٢إٔب ٤اي٢إ ٣ًِِٔطَُ ٣ئ٢سَِا َُّد ٌٗٔرَٜ ٜايٝى٢زٖاتيا ٔ٘ٔٓ
َعَاَُحًٞٔئ١
―Tidak halal darah seorang muslim (tidak boleh dibunuh), kecuali dengan
salah satu di antara tiga sebab yaitu jiwa dengan jiwa, orang tua yang berzina,
orang yang murtad meninggalkan agamanya dan jama‘ahnya.‖ (HR. Bukhari)
b) Menjaga jiwa (hifdz al-nafs)
Islam memerintahkan umatnya agar senantiasa menjaga jiwanya, dan
mengharamkan segala hal yang dapat menghilangkan jiwa, seperti membunuh
orang lain tanpa jalan yang haq, atau membunuh dirinya sendiri (bunuh diri). Hal
itu sebagaimana dijelaskan dalam nash berikut ini,
َُِْٕٛصَٜ ٜايَٚ ٚلَرٞيأب ٤اي٢إ ُ٘٤ًيا َّٖسَذ ٞٔت٤يا َظٞؿٖٓيا ًَُٕٛٝتٞكَٜ ٜايَٚ
“(Di antara sifat hamba-hamba Allah Yang Maha Penyayang yaitu) tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan (alasan) yang
benar, dan tidak berzina.” (QS. Al-Furqan: 68)
ّادَبٜأ َاٗٝٔؾ ّاد٤ًَدَُ ّادٔياَخ ٣ٖدَسَتَٜ َََِٖٓٗج ٢زَاْ ٞٔؾ َُٜٛٗؾ َُ٘طٞؿَْ ٌََتٜكٜؾ ٣ٌَبَج َِٔٔ ٣ٖدَسَت ََِٔ
―Barangsiapa yang menjatuhkan dirinya dari gunung lalu dia membunuh
dirinya (mati), maka dia akan berada dalam Neraka Jahannam dalam keadaan
melemparkan diri selama-lamanya.‖ (HR. Bukhari)
Kedua nash di atas tampak jelas bahwa Islam senantiasa melindugi
kelestarian jiwa umatnya, yaitu dengan menjaganya dan menjauhkannya dari
segala hal yang dapat merusaknya.Untuk merealisasikan itu semua, maka Islam
membuat suatu aturan yang disebut dengan “qishas”, agar kelestarian jiwa tetap
terjaga dan lestari. Allah Azza wa Jalla berfirman:
34. 28 | S T U D I I S L A M I I I
W a w a s a n I s l a m
َٕٛٝكٖتَت ِِٝه٤ًَعٜي ٔبَابٞيٜأٞيا ٞٔيٚٝأ َاٜ ٠٠َاَٝذ ٢صَاصٔكٞيا ٞٔؾ ِِٝهٜيَٚ
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang
yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah:179)
Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla menjadikan qishash sebagai salah satu
sebab kelestarian kehidupan, padahal qishash itu merupakan bentuk hukuman
mati. Mengapa bisa demikian? Karena, dengan keberadaan hukum qishash, maka
bagi para pelaku kriminal menjadi jera, kehidupan pun menjadi aman. Jadi,
qishash merupakan salah satu aturan yang dapat menghentikan segala tindakan
kriminal yang akan merenggut nyawa manusia, sehingga terwujud kehidupan
yangaman, damai, tenang, dan dalam naungan hukum Allah.
c) Menjaga akal (hifdz al-aql)
Akal merupakan karunia Allah yang diberikan kepada manusia agar dapat
berfikir, memahami perintah dan larangan Allah. Oleh karenanya akal harus
dijaga, agar tidak rusak. Maka dari itu, Islam memberikan aturan hukum tentang
keharaman khamr, karena khamr merupakan faktor utama yang dapat
menghilangkan, dan merusak akal serta dapat menjatuhkan pelakunya kedalam
perbuatan haram dan keji serta terhalang dari jalan Allah.
٢ٕٜاَِٛٝٓػيا ٢ٌََُع َِٔٔ ْظِج٢ز ُّٜايِشٜأٞياَٚ ُبَاصِْٜأٞياَٚ ُسٔطَُِٝٞياَٚ ُسَُِدٞيا َآَُْ٢إ ُٛآََٜآ َٜٔٔرٜٓيا َاُٜٜٗٓأ َاُُٜٙٛبَٔٓتِجٜاؾ
َدٞيا ٞٔؾ َ٤َاطِػَبٞياَٚ ٜ٠ََٚادَعٞيا ُِٝهََِٓٝب َعٔقُٜٛ ِٕٜأ ُٕٜاَِٛٝٓػيا ُدٜ٢سُٜ َآَُْ٢إ َُٕٛرًٔٞؿُت ِِٝهًَٜٓعٜي٢سٔطَُِٝٞياَٚ ٢سُِ
ََُٕٛٗتَُِٓ ُِِتِْٜأ ٌَِٜٗؾ ٔ٠ٜآًَصيا ٢َٔعَٚ ًٜٔ٘ٓيا ٢سٞنٔذ َِٔع ِِٝنَٓدُصََٜٚ
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi
kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu)." (QS. Al-Maaidah: 90-91)