1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Anak merupakan hal yang penting bagi sebuah keluarga. Selain sebagai penerus
keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak
satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya
mengalami kejang demam.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada
anak. Kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas,
kemudian disusul dengan infeksi saluran pencernaan. Insiden terjadinya kejang demam
terutama pada anak umur 6 bulan ssampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur
dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan
pada anak laki-laki dari pada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena paa wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan dengan laki-laki.
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari laboratorium SMF ilmu timbulnya kejang
berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan kerusakan sel-sel otak kurang
menyenangkan dikemudian hari, terutama adanya cacat baik secara fisik, mental ataupun
sosial yang menggangu pertumbuhan dan perkembangan anak.
B. Rumusan Masalah
Berdasrkan latar belakang yang telah diuraikan, maka didapatkan rumusa masalah pada
kasus ini adalah “ Bagaimana Asuhan Keperawatan Yang Diberikan Kepada Pasien Dengan
Kejang dan Demam “
C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kejang demam sederhana
serta bagaimana cara penanganannya.
b. Untuk mengetahui tanda-tanda gejala dan penyebab terjadinya kejang
demam sederhana.
2. b. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tanda-tanda gejala dan penyebab terjadinya kejang
demam sederhana.
b. Untuk mengetahui komplikasi apa yang dapat terjadi jika kejang demam
terlambat ditangani.
c. Untuk mengetahui penatalaksanaan asuhan keperawatan pada anak dengan
kejang demam sederhana.
D. Manfaat
Penyusun berharap agar laporan kasus ini memiliki manfaat sebagai berikut:
a. Sebagai media meningkatkan kemampuan dan pengetahuan penyusun sendiri.
b. Sebagai bahan bacaan dan penambah wawasan bagi masyarakat, khususnya bagi
sesama tenaga kesehatan.
c. Sebagai bahan acuan dan pelengkap pembelajaran.
E. Sistematika
Sistematika dari makalah ini terdiri dari :
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belang masalah
B. Rumusan masalah
C. Tujuan penulisan
D. Manfaat
E. Sistematika
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
B. Patofisiologi
C. Penatalaksanaan Medis
D. Test Diagnostik
E. Pengkajian
F. Diagnosa keperawatan
G. Perencanaan
H. Implementasi
I. Evaluasi
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
3. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari
aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.(betz &
sowden,2002).
Kejang (konvulsi) merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari
sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran
ringan, aktivitas motorik dan/atau gangguan fenomena sensori (Doengoes, 2000).
Kejang merupakan respon terhadap muatan listrik abnormal di dalam otak. Kejang
dapat berupa kekakuan anggota tubuh, gerakan kejutan berulang secara periodik, atau
campuran keduanya. Bila kontraksi otot hanya mengenai sebagian kecil serabut otot saja,
tidak akan tampak kekejangan otot, tetapi hanya terlihat gerakan halus pada kulit.
Kejang adalah suatu gerakan anggota tubuh yang tidak disadari, dan ditimbulkan oleh
kontraksi sebagian atau seluruh otot-otot tubuh. Kontraksi otot-otot secara spontan keras ini
tidak dikendalikan dan biasanya disebabkan suatu rangsangan terhadap susunan syaraf.
Kejang biasanya berlangsung selama 2-5 menit. Sesudahnya penderita bisa merasakan sakit
kepala, sakit otot, sensasi yang tidak biasa, linglung dan kelelahan.
Penderita biasanya tidak dapat mengingat apa yang terjadi selama dia mengalami kejang.
Gangguan kejang merupakan sindrom kronis dimana disfungsi neurologis pada jaringan
serebral menghasilkan episode paraksosmal berulang (kejang) gangguan perilaku, suasana
hati, sensasi, persepsi, gerakan dan tonus otot (Carpenito, 2000).
Demam adalah meningkatnya temperatur tubuh secara abnormal lebih dari 37,5o
C,
merupakan respon tubuh terhadap kuman, bakteri dan virus penyebab penyakit yang masuk
ke dalam tubuh (Suriadi, 2001).
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara
umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu (Mansjoer, 2000)
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38o
C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
(Ngastiyah, 1997:229)
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat suhu meningkat
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Darto suharso, 1994: 148).
4. Kejang demam (febrile convulsion) adalah kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rectal lebih dari 380
) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang
demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada
golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5
tahun pernah menderita kejang demam. Pada percobaan yang dilakukan pada binatang, suhu
yang tinggi menyebabkan terjadinya kejang.
Maka kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu
tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi
otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan
renjatan berupa kejang.
a) KEJANG INFANTIL
Seorang anak yang berbaring terlentang tiba-tiba bangun dan melipat lengannya,
lehernya ditekuk dan badannya membungkuk, sedangkan tungkainya lurus. Serangan
berlangsung hanya selama beberapa detik tetapi bisa terjadi beberapa kali dalam sehari.
Kejang ini biasanya terjadi pada anak-anak berusia kurang dari 3 tahun, dan banyak yang
berkembang menjadi bentuk kejang lainnya di kemudian hari.
Sebagian anak yang mengalami kejang infantil mengalami gangguan intelektual atau
perkembangan sarafnya tertunda; keterbelakangan mental biasanya terus berlanjut sampai
dewasa. Kejang ini sulit dihentikan dengan obat anti-epilepsi.
b) KEJANG DEMAM
Kejang demam terjadi karena demam pada anak-anak yang berusia 3 bulan-5 tahun.
Kejang ini terjadi pada 4% anak-anak dan cenderung diturunkan. Biasanya berlangsung
kurang dari 15 menit. Anak-anak yang mengalami kejang demam lebih mudah menderita
epilepsi.
B. Patofisiologi
Untuk mempertahan kan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan energi
yang didapat dari metabolisme.Bahan baku metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa.
Sifat proses itu adalah oksidasi dengan perantara fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak
melalui sistem kardiovaskuler.Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa sum ber energi otak
adalah glukosa yang melalui proses oksidasi yang dipecah menjadi karbondioksida dan air.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 10
C akan mengakibatkn kenaikan metabolisme
basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak umur 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewaa yang
hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium melalui membrane tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
5. muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapt meluas keseluruh sel maupun membran
sel disekitarnya dengan bantuan yang disebut “neurotransimitter” dan terjadi kejang. Tiap
anak memiliki ambang kejang yang berbeda dan tergangtung tinggi rendahnya ambang
kejang seseorang. Anak akan menderita kejang pada suhu tertentu. Pada anak dengan ambang
kejang yang rendah, kejang akan terjadi pada suhu 380
C sedangkan anak dengan ambang
kejang yang tinggi, kejan akan terjadi pada suhu 400
C atau lebih. Dari kenyataan ini dapat
disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan
ambang kejangg yang rendah. Dalam penanggulannya perlu memperhatikan pada tingkat
suhu beberapa pasien menderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapia, asidosis laktat disebabkab oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh makin meningkat yang disebabkan makin meningkaynya aktifitas otot dan selanjutnya
mneyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor
penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejan lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permehabilitas kapiler dan timbul odema otak yang mengakibatkan kerusakan
neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapatkan serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari sehingga terjadi
serangan epilepsy yang spontan. Karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.
1. Etiologi
Penyebab demam itu sendiri disebabkan oleh:
a) Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroentritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada
suhu yang tinggi.
b) Efek produk toksik pada mikroorganisme
c) Respon alaergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
d) Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
e) Ensefalitis viral ( radang otak akibat virus ) yang ringan, yang tidak diketahui atau
enselofali toksik sepintas.
Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50) faktor presipitasi kejang
demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam
mendadak tinggi karena infeksi pernapasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh
virus daripada bakterial.
7. c) Proses demam kejang,,
3. Gambaran Klinik
Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa kronik atau
tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidakmemberi
reaksi apapu untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar
kembali tanpa adanya kelainan saraf. Kejang demam dapat berlangsung lama atau parsial.
Pada kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi yang menetap. Kejang
demam terkait dengan suhu yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai
390
C atau lebih, ditandai dengan adanya kejang khas menyeluruh lamanya beberapa detik
sampai 10 menit. Kejang demam yang menetap >15 menit menunjukkan penyebab organik
seperti proses infeksi atau toksik, selain itu juga dapat terjadi mata terbalik keatas dengan
disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan sentakan berulang.
1. Suhu Anak tinggi.
2. Anak pucat diam saja.
3. Mata terbelalak ke atas disertai kekakuan dan kelemahan.
4. Umumnya kejang demam berlangsung singkat
5. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekuatan atau hanya sentakan atau
kekakuan fokal.
6. Serangan tonik klonik (dapat berhenti sendiri)
7. Kejang dapat diikuti sementara berlangsung beberapa menit
8. Sering kali kejang berhenti sendiri.
8. 4. Komplikasi
Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung 15 menit yaitu:
1. Kerusakan otak yang terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif
sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor yang mengakibatkan
ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuron secara irrevesible.
2. Retardasi mental dapat terjadi karena deficit neurologis ada demam neonatus.
Menurut taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan:
1. Kerusakan sel otak
2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan
bersifat unilateral.
3. Kelumpuhan.
C. Penatalaksanaan Medis
Dalam penanggulangan kejang demam sederhana adapun penatalaksanaan medisnya
sebagai berikut:
1. Mengatasi kejang dengan memberikan obat anti kejang
Obat piliha utama adalah Diazepam yang diberikan secara intravena. Keampuhan
diazepam ini yang diberikan secara intravena tidak perlu dipersoalkan lagi karena
keberhasilan untuk menkan kejag sekitar 80% - 90%. Efek terapeutiknya sangat
cepat, kira-kira 30 detik sampai 5 menit dan efek toksiknya yang serius hampir
tidak dijumpai apabila diberikan secara perlahan dan dosisnya tidak melebihi 50
mg per suntikan. Dosisnya diberikan sesuai dengan berat badan, biasanya dosis
rata-rata yang dipakai 0.3 mg/kg BB/ kali maksimum 5 mg pada anak berumur
kurang dari 5 tahun, dan 10 mg pada anak yang lebih besar. Diazepam dapat
diberikan secara berulang pada kejang tetapi tidak dianjurkan untuk digunakan
pada dosis yang tinggi.
2. Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya.
3. Menurunkan panas bila demam atau hipereaksi, dengan kompres seluruh tubuh dan
bila telah memungkinkan dapat diberikan paracetamol 10mg/kg BB/kali kombinasi
diazepam 0,3 mg/ kg BB.
4. Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama kurang dari 10
menit, dengan IV : D5 ¼ NS, D5 1/5, RL.
9. D. Test Diagnostik
Ada beberapa cara pemeriksaan diagnostik,yaitu:
1. EEG : Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi
organik, melalui pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang setelah
kejang.
2. CT SCAN : Untuk mengidentifikasi lesi serebral,mis : infark,hematoma,edema
serebral,dan abses
3. Pungsi Lumbal : Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan
yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis.
4. Laboratorium : Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui
sejak dini apabila ada komplikasi dan penyakit kejang demam.
5. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan
pemindaian CT.
6. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang
yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau
alirann darah dalam otak
E. Pencegahan
Menurut Ngastiyah, pencegahan difokuskan pada pencegahan kekambuhan berulang
dan pencegahan berulang.
1. Pencegahan berulang.
a. Mengobatin infeksi yang mendasari kejang
b. Penkes tentang,
a) Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter
b) Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan termometer, cara
pengukuran suhu tubuh anak, serta keterangan batas-batas suhu normal
pada anak (36-37 C)
c) Anak diberi obat anti piretik bila orang tua mengetahuinya pada saat mulai
demam dan jangan menunggu sampai meningkat.
d) Memberitahu pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah mengalami
kejang demam bila anak akan diimunisasi.
2. Mencegah cedera saat kejang berlangsung kegiatan ini meliputi :
a. Baringkan pasien pada tempat yang rata.
b. Kepala dimiringkan untuk menghindari aspirasi cairan tubuh
c. Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas
d. Lepaskan pakaian yang ketat
e. Jangan melawan gerakan pasien guna menghindari cidera
10. F. Pengkajian
a. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan umum.
Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang
terdekat / pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot.Gerakan involunter / kontraksi otot
ataupun sekelompok otot.
b. Sirkulasi
Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis
Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.
c. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan
tonus sfingter.
Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine / fekal ).
d. Makanan dan cairan
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang
berhubungan dengan aktifitas kejang.
e. Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat
trauma kepala, anoksia dan infeksi cerebral.
f. Nyeri / kenyaman
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati –hati.
Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi / gelisah.
g. Pernafasan
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat,
peningkatan sekresi mukus.
Fase posiktal : apnea.
G. Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh b.d proses patologis.
2. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu
tubuh.
3. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekresi mucus.
4. Resiko tinggi kejang berulang b.d riwayat kejang.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.
11. H. Intervensi Keperawaan
Dx 1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis
NOC : Setelah diilakukan tindakan keperawatan 3×24 jam suhu tubuh normal, dengan
Criteria hasil :
TTV stabil, suhu tubuh dalam batas normal
NIC : Manajemen suhu tubuh
a) Guidance
Kaji tanda-tanda vital
R/ mengetahui status kesehatan pasien
b) Support
Bantu pasien dalam beraktifitas
R/ membantu pasien
c) Teaching
Ajarkan keluarga untuk memberikan kompres
R/ menurunkan suhu tubuh
d) Developmen environment
Ciptakan lingkungan bersih dan tenang
R/memberikan kenyamanan dalam beristirahat
e) Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipyretic
Dx 2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam kebutuhan cairan klien
terpenuhi.
Kriteria hasil:
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
Menunjukkan adanya keseimbangan cairan seperti output urin adekuat.
Turgor kulit baik.
membrane mukosa mulut lembab.
12. NIC : Manajemen cairan
a) Guidance
Ukur dan catat jumlah muntah yang dikleuarkan, warna, konsistensi.
R/ : menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan tubuh
b) Support
Berikan cairan sesuai kebutuhan pasien
R/ : memnuhi kebutuhan cairan pasien
c) Teaching
Aujurkan pasien banyak minum air putihR/ : meningkatkan konsumsi cairan klien
d) Dev.environment
Ciptakan lingkungan yang bersih dan tenang
R/:Memberikan kenyamanan dalam beristirahat
e) Kolaborasi
Berikan pengobatan seperti obat antimual.
R/ : menurunkan dan menghentikan muntah klien
Dx 3. Tidak Efektinya Bersihan Jalan Nafas b.d Peningkatan Sekresi Mukus
NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan bersihan jalan
nafas kembali efektif
Kriteria hasil:
Pasien dapat bernafas efektif kembali
sekresi mukus berkurang
NIC :Manajemen bersihan jalan nafas
a) Guidance
Kaji pola napas pasien
R/ : untuk mengetahui pola napas pasien.
b) Support
Lakukan penghisapan lendir
R/ : menurunkan resiko aspirasi
c) Teaching
Ajarkan keluarga pasien untuk memposisikan pasien semi fowler atau high fowler
R/ : memudahkan pasien dalam proses respirasi
d) developmen environment
Batasi kunjungan dan berikan ketenangan
R/ memberikan kenyamanan dalam beristirahat
e) colaboration
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
13. Dx. 4.Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat.
NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam terjadi Peningkatan status
nutrisi
a) guidance
kaji intake dan output nutrisi
R/mengetahui intake dan output nutrisi
b) support
Bantu klien makan.
R/ membantu klien makan.
c) teaching
Ajarkan kepada keluarga pasien untuk menyelingi makan dengan minum
R/ memudahkan makanan untuk masuk.
d) developmen environment
Mengurangi gangguan seperti bising/berisik, menjaga kebersihan ruangan.
R/ cara khusus meningkatkan napsu makan.
e) Kolaborasi
kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemenuhan nutrisi pasien
I. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan, selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif.
Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan monitor kemajuan kesehatan
J. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subjektif dan
objektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau
belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa
masalah selanjutnya.seperti ,,
1. Kekurangan volume cairan tidak terjadi.
2. Bersihan Jalan Nafas kembali efektif.
3. Keseimbangan kebutuhan cairan klien tercukupi.
4. Resiko tinggi kejang berulang tidak terjadi.
5. kebutuhan Nutrisi klien dapat terpenuhi.
14. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demam merupakan penyakit yang sering dijumpai pasa anak. Demam yang tinggi pada
anak bisa menimbulkan terjadinya kejang demam. Demam yang memicu terjadinya kejang
ditandai dengan suhu tubuh anak yang mencapai 380
C.
Pertolongan pertama pada anak dengan kejang demam yaitu membawa anak kerumah
sakit dengan diberikan diazepam rectal yang berfungsi untuk mengatasi kejang, serta obat
penurun demam yang berupa injeksi maupun oral. Kejang demam yang berlangsung singkat (
kurang lebih 5 menit ) pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa,
yaitu rusaknya neuron otak.
Komplikasi yang mungkin terjadi jika anak terkena kejang demam adalah yang
berlangsung lama yaitu lebih dari 15 menit, yang dapat mengakibatkan kerusakan otak
dengan mekanisme eksitotoksik, selain itu penurunan mental, dan kerusakan pada daerah
medial lobus temporalis yang memicu terjadinya epilepsi.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan mengenai permasalahan kejang demam antara lain sebagai
berikut:
1. Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan tambahan referensi tentang kejang demam, bagaimana cara penatalaksaan
medisnya, apa saja terapi yang harus diberikan dan hal apa saja yan medisnya, apa saja
terapi yang harus diberikan dan hal apa saja yang dapat dilakukan untuk terhindar dari
kejang demam.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil yang
maksimal dan mencegah terjadinya komplikasi
3. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan medis terhadap penderita kejang
demam, apa saja penyebab, tanda-tanda gejala klinisnya dan terapi apa saja yangf dapat
diberikan pada penderita kejang demam serta bagaimana cara mencegh terjadinya
demam yang memicu terjadinya kejang.
15. Daftar Pustaka
Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny R.F.
Jakarta : EGC.
Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : gaya baru.
Lumbantobing. 1989. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI
Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media Aesculapius.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2, hal 847. Cetakan ke 9. 2000 bagian Ilmu Kesehatan Anak
FKUI
Doenges, E, Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monika
Ester, EGC, Jakarta.
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasi I made, EGC,
Jakarta
Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga, Depkes, RI, Jakarta.
Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta.
Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, edisi 2, Info Medika, Jakarta.
Dr.Nursalam, 2005, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta: Salemba Medika.