Dokumen tersebut membahas masalah-masalah yang terjadi dalam pendidikan di Kabupaten Bandung hingga tahun 2007. Beberapa masalah yang diidentifikasi adalah rendahnya mutu pendidikan, ketimpangan layanan antar wilayah, serta kurangnya dukungan untuk pendidikan nonformal dan informal. Dokumen ini menganalisis situasi pendidikan saat itu dan merumuskan arahan kebijakan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.
1. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
BAB IV
ARAH KEBIJAKAN UMUM PENDIDIKAN
KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008-2025
A. Masalah yang Perlu Dibenahi
1. Pendidikan Formal
Beberapa catatan dari hasil survey menunjukkan bahwa
penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Bandung sampai
Tahun 2007, antara lain:
Pertama, kalau melihat data versi Dinas Pendidikan
Kabupaten Bandung, sesungguhnya ada keberhasilan yang telah
dicapai, umpamanya dalam hal peningkatan angka partisipasi
murni (APM) SD/MI sederajat dari 97,29% pada Tahun 2005 menjadi
97,45% pada Tahun 2006 dan target 2010 adalah 100%;
Meningkatnya APM SMP/MTs sederajat dari 65,07% pada 2005
menjadi 69,38% pada 2006 dan target di 2010 adalah 90%.
Demikian juga APM SMA/SMK sederajat dari 24,95% pada 2005
menjadi 25,36% pada 2006 dan target 2010 adalah 60%. Dilaporkan
juga tentang meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) SD/MI
sederajat dari 110,03% pada 2005 menjadi 110,14% pada 2006 dan
target 2010 adalah 120 %. Di samping itu, meningkatnya APK
SMP/MTS sederajat dari 84,32% pada 2005 menjadi 89,12% pada
2006 dan target pada 2010 adalah 100%. Demikian juga
meningkatnya APK SMA/SMK sederajat dari 30,77% pada 2005
menjadi 31,25% pada 2006 dan target pada 2010 menjadi 70%.
Peningkatan RLS (rata-rata lama sekolah) dari 8,26 tahun pada
2005 menjadi 9,53 tahun pada 2006. Lalu meningkatnya AMH
(angka melek hurup) dari 98,23% pada 2005 menjadi 98,26% pada
2006. Target 2010 adalah 99,59%.
Kedua, kenaikan APK/APM dan AM di jalur pendidikan formal
tersebut, jika dilihat sebarannya masih bervariasi di antara masing-
masing wilayah kecamatan; Sehingga pencapaian target wajar
dikdas 9 tahun, yang keadaannya tidak sama. Ada kecamatan
yang hampir mencapai 100% , tetapi ada pula kecamatan yang
kurang dari 70%. Pada jalur pendidikan nonformal pun, masih
rendahnya jumLah warga belajar yang mengikuti layanan program
pendidikan kesetaraan (Paket A, B, dan Paket C); Di samping itu,
masih rendahnya jumlah anak luar biasa (ALB) yang membutuhkan
layanan pendidikan yang setara dengan pendidikan formal;
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 115
2. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
Ketiga, di samping keberhasilan tersebut di sisi lain masih
ditemukan ketimpangan dari mutu pendidikan, seperti berikut:
a. Masih tingginya jumlah ruang kelas yang rusak bukan hanya
terjadi di SD/MI dan SMP/MTs, SMA/SMK/MA, termasuk juga
pada Kantor Dinas Pendidikan Kantor Kecamatan, sehingga
Kabupaten Bandung masih menduduki peringkat kedua
terbanyak jumlah sekolah yang rusak di Jawa Barat;
b. Pengadaan, distribusi, penertiban, perbaikan, dan
pemeliharaan tanah, gedung, perabot dan alat peraga
sekolah yang bervariasi, tidak berdasarkan standarisasi.
c. Masih ada tanah dan bangunan sekolah yang digugat
masyarakat lalu disegel oleh pihak-pihak yang mengaku
keluarga dari pemilik sah atas tanah yang dipakai bangunan
sekolah tersebut, sehingga murid-murid terpaksa belajar tidak
semestinya;
d. Masih banyaknya sekolah yang kekurangan buku paket dan
alat peraga edukatif sehingga menyulitkan guru dalam
melaksanakan pembelajaran;
e. Masih lemahnya sistem manajemen SDM guru dan tenaga
pengelola kependidikan, terutama dalam pola rekruitmen,
seleksi, penempatan dan pendistribusian, pembinaan karier,
kesejahteraan dan remunerasi, serta pemberhentian tenaga
guru, kepala sekolah, pengawas sekolah dan tenaga
kependidikan lainnya yang sering keliru;
f. Masih belum meratanya distribusi guru SD di wilayah Kabupaten
Bandung. Jika dilihat dari rasio murid per guru masih terdapat
kelebihan guru di beberapa kecamatan dan kekurangan guru
kecamatan lainnya;
g. Masih kurangnya guru untuk beberapa mata pelajaran, yaitu di
tingkat SLTP dan SLTA kekurangan guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia, Matematika dan BP; di tingkat SMU/SMK kekurangan
guru untuk mata pelajaran Matematika, Fisika, Biologi,
Lingkungan Hidup dan BP;
h. Masih banyak guru yang belum sarjana dan relevan dengan
bidang studi yang diajarkannya, sehingga mempersulit dalam
mengembangkan kariernya;
i. Masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru dan tenaga
kependidikan lainnya;
j. Kurikulum pendidikan yang terlalu teoritis, kurang praktis, kurang
kontekstual, sehingga kurang memberikan makna yang berarti
bagi bekal kehidupan murid di masa depan, baik yang
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 116
3. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
berkenaan dengan nilai-nilai religius, bekal kecakapan hidup
(life skills), tata pergaulan, budi-pekerti, seni budaya lokal,
kesehatan dan lingkungan hidup, serta aspek-aspek
pembentuk karakter bangsa sering terabaikan;
k. Masih sulitnya mengembangkan Sekolah Kejuruan di daerah
yang berorientasi pada potensi daerah setempat untuk
memenuhi peluang pasar kerja tingkat daerah, nasional
maupun untuk pasar kerja internasional;
l. Masih tingginya angka putus sekolah pada beberapa
kecamatan yang tingkat geografisnya sulit untuk dijangkau,
sehingga turut menyebabkan perilaku destruktif dan gangguan
keamanan dan ketertiban;
m. Masih belum difahaminya tentang perlunya layanan
pendidikan bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus, baik
bagi anak karena ketunaan, kenakalan, maupun kebutuhan
khusus lainnya.
n. Masih berkembang anggapan bahwa anak luar biasa
merupakan anak ‘sakit’ sehingga pemberian layanan
pendidikan masih menggunakan pendekatan medis, bukan
melalui pendekatan pendidikan kekhususan;
o. Masih rendahnya perhatian masyarakat dan pemerintah
terhadap pentingnya kelembagaan pendidikan keagamaan,
karena masih tumpang tindih kewenangan dengan instansi
vertikal Departemen Agama. Akibatnya, perkembangan jumlah
dan kualitas lembaga-lembaga pendidikan keagamaan,
khususnya di jalur nonformal masih merana;
p. Pembiayaan dan anggaran penyelenggaraan satuan
pendidikan masih didasarkan pada asumsi-asumsi teoritis, tidak
didasarkan pada perhitungan satuan biaya operasional (SBO)
secara faktual;
q. Mekanisme sistem penganggaran pun tidak didasarkan pada
sistem pemetaan alokasi (budget mapping alocation) untuk
kebutuhan setiap penyelenggaraan satuan program
pendidikan. Sekalipun sudah dibantu dengan adanya BOS,
masih tetap saja belum dapat mengangkat persoalan-
persoalan pembiayaan penyelenggaraan pendidikan pada
tingkat satuan pendidikan;
r. Masih lemahnya kemampuan administratif dan manajerial para
pengelola satuan pendidikan (kepala sekolah, tata usaha
sekolah, pengawas sekolah, dan komite sekolah);
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 117
4. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
s. Partisipasi dunia usaha terhadap pembiayaan program-
program pendidikan yang disalurkan melalui pemerintah masih
rendah. Partisipasi yang baru dilakukan hanya disalurkan sendiri
terhadap lembaga-lembaga ‘binaan’ dunia usaha itu sendiri.
2. Pendidikan Nonformal (PNF)
Berkenaan dengan problema pendidikan di jalur pendidikan
nonformal di Kabupaten Bandung sampai Tahun 2007 masih
ditemukan gambaran bahwa:
a. Eksistensi PNF masih dianggap belum mendapat perhatian yang
profesional dari pemerintah maupun masyarakat dalam sistem
pembangunan daerah, baik berkenaan dengan peraturan
perundangan maupun dukungan anggaran;
b. Upaya memformalkan pendidikan kesetaraan (Paket A, B dan
C) dengan pola pembelajaran, penyelenggaraan ujian yang
harus menunggu waktu ujian dengan sertifikasi/ijasah yang
mengikuti pola pendidikan formal, turut merugikan dan
menyurutkan minat masyarakat untuk mengikuti program
pendidikan kesetaraan;
c. Kurikulum dan proses pembelajaran keaksaraan masih belum
benar-benar berdasarkan kebutuhan nyata masyarakat,
sehingga hasil pembelajaran yang diberikan pada warga
belajar belum fungsional dalam meningkatkan taraf hidup
masyarakat;
d. Masih terbatasnya jumlah dan mutu tenaga profesional pada
instansi PNF mulai tingkat kabupaten sampai ke tingkat desa
dalam mengelola, mengembangkan dan melembagakan PNF;
e. Masih terbatasnya sarana dan prasarana edukatif PNF baik
yang menunjang penyelenggaraan maupun proses
pembelajaran PNF dalam rangka memperluas kesempatan,
peningkatan mutu dan relevansi hasil program PNF dengan
kebutuhan pembangunan daerah;
f. Terselenggaranya kegiatan PNF di lapangan masih
mengandalkan tenaga sukarela yang tidak ada kaitan
struktural dengan pemerintah sehingga tidak ada jaminan
kesinambungan pelaksanaan program PNF;
g. Perhatian dan pengembangan pendidikan kesetaraan jender,
pemberdayaan wanita dan sebagai ibu rumah tangga yang
turut menopang ekonomi keluarga, dan kader-kader wanita
pelayan pembangunan masyarakat di pedesaan, masih relatif
sangat rendah; Pada beberapa daerah tertentu di Kabupaten
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 118
5. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
Bandung, masih ada budaya yang berpandangan bahwa
perempuan tidak diwajibkan untuk sekolah lebih tinggi
dibanding laki-laki. Hal tersebut menyebabkan satu
kesenjangan tingkat pendidikan antara laki-laki dengan
perempuan;
h. Masih belum terjadinya koordinasi yang terpadu antara Dinas
Pendidikan dan Dinas Tenaga Kerja, terhadap Lembaga
Latihan Luar Sekolah (LLLS) dan LKK (Latihan Keterampilan Kerja)
sehingga kedua jenis lembaga tersebut kurang berkembang;
i. Masih rendahnya jumlah, sebaran pelayanan perpustakaan
masyarakat, taman bacaan masyarakat, dan pusat-pusat
kegiatan belajar masyarakat (PKBM) sebagai media dan
sumber belajar dan pembelajaran masyarakat;
j. Masih rendahnya pelayanan pendidikan kepemudaan, baik
yang menyangkut pelayanan pendidikan kepribadian, budi
pekerti, kecakapan hidup, maupun yang bersifat kebangsaan.
Kesepuluh problema tersebut, dapat kita nyatakan bahwa
sasaran PLS merupakan sasaran yang sangat besar dan multi
segmen. Peserta didik dalam program PLS merentang mulai
penduduk usia dini hingga penduduk lanjut usia, dari mulai putus
sekolah hingga mereka yang berkeinginan untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan praktis untuk bekerja dan memperoleh
penghasilan. Dengan kata lain, garapan pendidikan luar sekolah
melebihi garapan pendidikan sekolah dengan latar belakang dan
segmen masyarakat yang beragam. Berdasarkan pemikiran
tersebut maka pada era baru ke depan, PLS perlu terus dibina dan
dikembangkan agar memiliki peran yang sama pentingnya
dengan pendidikan sekolah dalam mengembangkan kualitas SDM.
Untuk itu PLS perlu ditata dan dikembangkan sehingga menjadi
komponen yang integral, saling membangun dan saling
melengkapi dengan komponen persekolahan.
3. Pendidikan Informal
Masyarakat belum begitu memahami tentang eksistensi
pendidikan informal yang telah dijamin oleh undang-undang,
sehingga layanan pendidikan informal masih dianggap tidak
penting bagi pendidikan anak. Di samping itu, pemerintah pun,
baik pemerintah pusat, provinsi, maupun pemerintah kabupaten
belum dapat merumuskan peraturan perudang-undangan
termasuk pedoman penyelenggaraan pendidikan informal bagi
masyarakat. Sehingga, kecenderungan pendidikan informal yang
berkembang sekarang ini lebih mirip layanan pendidikan nonformal
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 119
6. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
yang diselenggarakan oleh keluarga yang tidak percaya dengan
pendidikan formal maupun nonformal.
4. Administrasi dan Manajemen
Berita-berita keprihatinan terkait dunia pendidikan di atas,
mau tidak mau seolah menafikan keberhasilan sisi lainnya di sektor
pendidikan di Kabupaten Bandung. Jika pada Tahun 2008 secara
nasional termasuk Kabupaten Bandung harus tuntas madia yang
dicirikan dengan APM antara 86-90% dan APK mencapai angka
98%, maka Kabupaten Bandung harus mengejar point standar
tersebut dalam kurun waktu yang tersisa tinggal 1 tahun berjalan.
Problema-problema pokok dalam aspek manajerial
kelembagaan berkaitan dengan:
Pertama, perencanaan pembangunan pendidikan masih
bersifat terpusat dan belum komprehensif. Pendidikan hanya
dipandang sebagai sekolah. Padahal, jenis-jenis kelembagaan
satuan pendidikan yang sering terabaikan dan banyak berperan
ialah lembaga satuan pendidikan luar biasa, luar sekolah
(nonformal), dan keagamaan. Hal ini disebabkan oleh masih
lemahnya kapasitas pemahaman, apresiasi dan keterampilan dari
aparat pemerintah dan masyarakat tentang karakteristik
kelembagaan pendidikan pada setiap jalur, jenjang dan jenis-jenis
kelembagaan satuan pendidikan. Sehingga menyebabkan pula
kurangnya perhatian pemerintah terutama dalam sistem
penganggaran dan pembinaannya;
Kedua, elemen-elemen penopang pelaksanaan kebijakan
otonomi manajemen pemerintahan berdasarkan UU.No.32/2004
belum memberikan keleluasaan penuh dalam manajemen
pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung. Struktur
Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) setiap SKPD masih berubah-ubah,
kurang berorientasi pada tugas, fungsi dan tujuan. Sehingga
otoritas dan kewenangan dalam melaksanakan pembinaan
pendidikan pun sering tumpang tindih, baik di lingkungan instansi
horizontal (beberapa SKPD seperti Bidang Kesejahteraan Rakyat,
Dinas Pendidikan, Dinas Tenaga Kerja, Badan Diklat, serta SKPD
lainnya yang menyelenggarakan satuan pendidikan), maupun
dengan instansi vertikal (Departemen teknis seperti halnya
Departemen Agama dan departemen lain yang
menyelenggarakan pendidikan).
Ketiga, masih lemahnya sistem pengawasan mutu
pendidikan, baik yang menyangkut kerangka acuan dan instrumen
yang yang digunakan, maupun dalam aspek prosedur
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 120
7. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
pelaksanaannya. Sistem pengawasan yang dilakukan cenderung
bersifat administratif, temporer, dan kurang berkelanjutan, bahkan
lebih mengarah pada pelaksanaan pola-pola pengawasan
pembangunan di bidang di luar kependidikan yang lebih bersifat
mencari-cari kesalahan. Sehingga membuat ketidaknyamanan
dalam melaksanakan tugas-tugas pengelolaan dalam pendidikan;
Keempat, masih lemahnya sistem evaluasi pendidikan, baik
evaluasi hasil belajar maupun evaluasi program, sehingga sering
diintervensi oleh pemerintah provinsi dan pemerintah pusat.
Kebijakan UAN yang merugikan peserta didik merupakan bukti
masih adanya ketidakpercayaan pemerintah pusat terhadap
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan evaluasi pendidikan.
Kelima, bahwa data tentang pendidikan, kesehatan dan
perekonomian (mulai input, proses, dan output) di Kabupaten
Bandung juga sangat miskin. Masih sering ditemukan data
pendidikan yang kurang terintegrasi secara terpadu, banyak
versinya, ada versi pemerintah pusat, ada versi pemerintah provinsi,
dan ada versi pemerintah kabupaten. Di lingkungan pemerintah
Kabupaten Bandung pun, ada data versi Dinas Pendidikan, versi
Dinas Kependudukan, versi Dinas Tenaga Kerja, dan versi Badan
Perencana Daerah (Bapeda). Di samping itu, akses masyarakat
dan pemerintah untuk mendapatkan data yang akurat sangat sulit
didapat. Sehingga setiap kebijakan tentang pembangunan
pendidikan kurang menyentuh permasalahan sebenarnya.
Di samping itu, komitmen “ragu-ragu” terhadap amanat
Forum Pendidikan Dunia (Dakar, Sinegal 26-28 April 2000) tentang
Education for All (EFA) atau Pendidikan Untuk Semua (PUS) yang
meminta pemerintah di seantero negara agar memastikan bahwa
tujuan-tujuan PUS dapat tercapai pada Tahun 2015, disadari atau
tidak turut menyebabkan munculnya problema-problema
pendidikan di Kabupaten Bandung. Problema-problema itu
semakin memilukan bila melihat pendidikan di desa-desa terpencil.
Namun itulah kenyataannya, hal-hal yang sudah dapat
dikatakan ada kemajuan tersebut telah menurunkan ‘citra’ para
pengelola pendidikan di mata publik. “Karena nila setitik rusak susu
sebelanga”, citra yang baik begitu saja tenggelam karena satu
kekurangan/keteledoran dalam aspek tata kelola.
Dari gambaran di atas, kebijakan tentang (1) pemerataan
dan perluasan akses pendidikan, (2) peningkatan mutu, relevansi
dan daya saing, (3) peningkatan kualitas tata kelola, akuntabilitas
dan pencitraan publik, hanya sekedar komoditas politik, dan
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 121
8. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
kalaupun dipaksakan dengan setengah-setengah, tetap akan
‘berjalan di tempat’.
Sebenarnya kebijakan yang ke-3 itulah akar
permasalahannya. Karena salah satu diantaranya tak pernah
(sedikit) dijamah, yaitu meningkatkan efisiensi dan efektifitas
manajemen (tata kelola). Saya menganggap bahwa bila
kebijakan keempat ini memperoleh perhatian serius, maka ketiga
kebijakan lainnya akan dapat diselenggarakan dengan baik.
Perlu diketahui bahwa organisasi kependidikan yang dikelola
oleh bukan instansi Pemerintah, adalah wadah kegiatan yang
dibentuk oleh masyarakat, dari masyarakat dan untuk masyarakat.
Pemerintah hanya memberikan bantuan berbentuk “Technical
Assistance” yang pelakunya adalah Pengawas/Penilik dan atau
Tenaga Lapangan Dikmas (TLD), dan mungkin juga bantuan lain
yang berupa barang dan atau dana. Bila unit kerja operasional
yang menyusun rencana, maka pemimpin unit kerja tersebut perlu
dibekali dengan kemampuan untuk menyusun rencana, dan
mengelola unit kerjanya dengan semestinya.
Di samping keenam problema dalam manajemen
pendidikan di Kabupaten Bandung, perlu diperhatikan dua kondisi
sosial yang sangat berpengaruh terhadap pembangunan
pendidikan di Kabupaten Bandung, yaitu:
Pertama, kondisi umum kehidupan masyarakat Kabupaten
Bandung dari sisi kesehatannya sangat memprihatinkan. Persoalan
gizi buruk, tingginya AKI (angka kematian ibu) dan AKB (angka
kematian bayi), penyakit lama yang menghinggapi masyarakat,
menjangkitnya penyakit baru seperti HIV AIDS, Flu Burung, serta
penyakit endemis lainnya. Jumlah yang rawan terkena penyakit
juga bisa jadi masih akan bertambah jika melihat masih banyaknya
jumlah keluarga yang tinggal di rumah tidak layak huni dan masih
banyaknya keluarga miskin (Gakin).
Kedua, daya beli masyarakat yang masih rendah. Disadari
atau tidak, sekalipun komoditi perekonomian masyarakat semakin
sempit, karena terdesak usaha-usaha konglomerasi kaum ‘borjuis’,
tetapi pada saat masyarakat Kabupaten Bandung dilanda krisis
ekonomi, golongan merekalah yang paling dapat bertahan hidup.
Persoalannya ialah, seberapa besar tingkat perhatian pemerintah
daerah terhadap golongan masyarakat seperti itu. Kebijakan-
kebijakan perekonomian khususnya yang menyangkut
perlindungan dan pengembangan usaha-usaha kecil dan
menengah sering digulirkan, namun kebijakan tersebut sering
tergeser oleh kebijakan subsidi terhadap kaum pemilik modal yang
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 122
9. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
nyata-nyatanya telah meluluhlantahkan sistem perekonomian
nasional, sehingga kebijakan terhadap pengembangan usaha
kecil dan menengah ini sering dituding sebagai kebijakan “lain di
mulut lain di hati”.
Ketiga, diakui atau tidak bahwa dalam melaksanakan
pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung terkadang
masih ditemukan fakta yang saling bertentangan antara dimensi
konsumtif dengan dimensi investatif. Dimensi konsumtif berkaitan
dengan kebutuhan untuk memproduksi barang dan jasa,
sedangkan dimensi investatif berkenaan dengan kebutuhan untuk
menciptakan kemampuan menghasilkan barang dan jasa di masa
depan. Pilihan terhadap kedua tujuan tersebut pada
kenyataannya harus melalui ‘debat politik’ dan pertimbangan-
pertimbangan politis dan ekonomis. Pertimbangan politis
didasarkan kepada tujuan masyarakat secara menyeluruh, dan
pertimbangan ekonomis didasarkan pada kemampuan fiskal
otoritas penentu anggaran pembangunan daerah.
Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung betul-betul
ingin mengelola sistem pendidikan dengan sebaik-baiknya, maka
status atau fungsi pengelola pendidikan di setiap jenjang, jalur dan
jenis pendidikan yang ada di lingkungan pemerintahan kabupaten
memerlukan perangkat hukum dan perundang-undangan yang
dapat memberikan keleluasaan untuk merubah pola pikir, apresiasi,
dan kebiasaan dalam mengelola pendidikan yang lebih akuntabel.
Sehingga, mengelola sistem pendidikan yang dilakukan baik oleh
SKPD (Dinas Pendidikan) maupun unit kerja yang ditugasi (Satuan
Pendidikan) terutama pada jalur pendidikan formal, non formal
dan informal berada dalam satuan sistem tata kelola, bukannya
terpisah seperti yang sekarang ini.
Investasi dalam bidang pendidikan secara dini akan
menjamin terwujudnya pemenuhan hak asasi manusia,
meningkatnya kualitas SDM, pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan, terwujudnya masyarakat sejahtera, mempunyai
kemampuan mengelola teknologi, mempunyai keunggulan
kompetitif yang tinggi, dan menjamin kelangsungan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
B. Tantangan ke Depan
Globalisasi dalam tatanan kehidupan masyarakat
Kabupaten Bandung pengaruhnya sungguh luar biasa, seluruh
tatanan hidup dan kehidupan masyarakat berubah ke arah yang
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 123
10. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
tidak menentu. Secara tidak disadari, globalisasi bukan saja
membawa kehidupan masyarakat ke arah persaingan yang begitu
berat, tetapi juga telah melunturkan sendi-sendi keimanannya.
Pengaruh yang paling berbahaya dari pengaruh globalisasi
bagi masyarakat kabupaten Bandung ialah lunturnya keimanan
sebagai masyarakat yang agamis. Terjadinya dekadensi moral
atau penurunan budi pekerti (akhlakul karimah) di kalangan anak-
anak dan kelompok pemuda sebaya, maraknya penyalahgunaan
narkoba, meningkatnya kriminalitas di kalangan remaja serta
meningkatnya jumlah anak jalanan dan anak terlantar,
meningkatnya keluarga miskin, meningkatnya angka putus sekolah
dan angka mengulang, meningkatnya wanita tuna susila, dan
derajat kesehatan masyarakat yang buruk, turut mempengaruhi
kualitas kehidupan dan jati diri sebagai manusia hati, manusia
rasional, dan manusia spiritual, yang mengemban amanat
kelangsungan peradaban masyarakat Kabupaten Bandung di
masa depan.
Misalnya, berkenaan dengan rendahnya kemampuan anak
dalam mengikuti pendidikan lebih lanjut, lulusan yang tidak
diterima di dunia kerja, moral dan budi pekerti yang ‘amburadul’,
sehingga setelah masuk dunia kerja pun bukan menunjukkan
kinerja yang dapat memperbaiki proses-proses pembangunan,
malahan terbawa arus, bahkan lebih korup dibanding para
pendahulunya. Bagaimana mungkin proses pembangunan dapat
menghasilkan tujuan dengan efektif dan efisien bila para pengelola
pembangunan sendiri dalam keadaan tidak dapat memberikan
keteladanan. Sekalipun visi, misi, prinsip, tujuan, strategi, program
pembangunan dirumuskan dengan sangat hebat, namun tidak
ada maknanya manakala para pengelolanya dihasilkan dari
lulusan-lulusan pendidikan yang tidak berkualitas. Apabila proses-
proses pembangunan pendidikan dilaksanakan seperti itu terus-
menerus, maka bangsa ini selamanya tidak akan mendapat
hidayah untuk bangkit menuju kehidupan yang lebih baik. Bahkan
akan hancur sebagaimana bangsa-bangsa terdahulu yang
‘durhaka’ terhadap Alloh SWT.
Gambaran di atas bukan hanya sekedar cerita, bahwa
permasalahan mendasar bagi pemerintah dan masyarakat
Kabupaten Bandung dalam pengembangan sumber daya
manusia (SDM) sekarang ini ialah bagaimana mendayagunakan
segala potensi yang dimiliki untuk mencapai berbagai tujuan hidup
dan kehidupan yang dicita-citakan. Potensi-potensi tersebut terdiri
dari para tenaga kerja, modal, teknologi dan sumber-sumber alam
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 124
11. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
lainnya. Tenaga kerja dapat dikategorikan menurut pengetahuan,
kemampuan dan keterampilannya, dan sumber-sumber lainnya
dapat dikategorikan menurut jumlah dan tingkatan kualitasnya.
Di samping itu, disadari pula bahwa dalam peranan
pembangunan sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) yang berkecimpung dalam dunia internasional,
pembangunan SDM di Kabupaten Bandung pun tidak terlepas dari
kebijakan pembangunan nasional maupun regional (provinsi). Dan
telah menjadi kesepakatan pula bahwa penyelenggaraan
pendidikan di daerah merupakan tanggung jawab bersama
antara pihak orang tua, masyarakat, dan pemerintah kabupaten.
Dengan demikian, dalam rangka upaya pencapaian target
IPM berikutnya perlu dilakukan upaya-upaya yang lebih terfokus
pada pencapaian komponen-komponen pembentuknya yaitu
indeks pendidikan, dengan merujuk pada:
Pertama, amanat Pembukaan UUD 1945, yaitu: “Kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia
yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, …dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia”. Kemudian, pada pasal 31 ayat (1) mengamanatkan
pula bahwa: “Setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan”, pasal 31 ayat (2): “Setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
Pasal 31 ayat (3): “Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan
undang-undang”. Pasal 31 ayat (4): “Negara memprioritaskan
anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran
pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan
dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional”.
Kedua, amanat UU.No.20/2003 Bab II pasal 3, yang
menegaskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 125
12. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlaq mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Ketiga, deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM), mengamanatkan
bahwa: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh
dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi”. Pasal 28C ayat 1: “Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan manfaat dari ilmu
pengetahuan.
Keempat, amanat Kerangka Aksi Dakkar (KAD) tentang
‘Pendidikan Untuk Semua’ (PUS), yang harus diupayakan oleh
bangsa-bangsa di dunia, yaitu:
(1) Memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan
pendidikan anak dini usia, terutama bagi anak-anak yang
sangat rawan dan kurang beruntung;
(2) Menjamin bahwa menjelang Tahun 2015 semua anak,
khususnya anak perempuan, anak-anak dalam keadaan sulit
dan mereka yang termasuk minoritas etnik, mempunyai akses
dan menyelesaikan pendidikan dasar yang bebas dan wajib
dengan kualitas baik;
(3) Menjamin bahwa kebutuhan belajar semua manusia muda dan
orang dewasa terpenuhi melalui akses yang adil pada program-
program belajar dan kecakapan hidup (life skills) yang sesuai;
(4) Mencapai perbaikan 50% pada tingkat keniraksaraan orang
dewasa menjelang Tahun 2015, terutama bagi kaum
perempuan, dan akses yang adil pada pendidikan dasar dan
berkelanjutan bagi semua orang dewasa;
(5) Menghapus disparitas gender dalam pendidikan dasar dan
menengah menjelang Tahun 2005 dan mencapai persamaan
gender dalam pendidikan menjelang tahun 2015 dengan suatu
fokus jaminan bagi perempuan atas akses penuh dalam
pendidikan dengan kualitas yang baik;
(6) Memperbaiki semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin
keunggulannya, sehingga hasil-hasil belajar yang diakui dan
terukur dapat diraih oleh semua, terutama dalam keaksaraan,
angka dan kecakapan hidup (life skills) yang penting
Kelima, amanat masyarakat Kabupaten Bandung
sebagaimana yang dirumuskan dalam visi dan misi pembangunan
daerah, yaitu ingin mewujudkan “masyarakat Kabupaten Bandung
yang repeh, rapih, kertaraharja melalui akselerasi pembangunan
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 126
13. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
partisipatif yang berbasis religius, kultural dan berwawasan
lingkungan dengan berorientasi pada peningkatan kinerja
pembangunan desa”. Visi tersebut ingin diupayakan melalui lima
butir misi pembangunan, yaitu: (1) Peningkatan pemahaman nilai-
nilai luhur agama dan budaya serta penerapannya dalam
kehidupan bermasyarakat dan berpemerintahan; (2) Peningkatan
akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas melalui
peningkatan kualitas pelayanan pendidikan, peningkatan
kualitas dan kesejahteraan tenaga kependidikan, peningkatan
sarana/prasarana pendidikan dan penuntasan wajar dikdas 9
tahun; (3) Peningkatan perekonomian daerah, melalui
pemberdayaan ekonomi masyarakat (UMKM), revitalisasi pertanian,
pengembangan industri manufaktur dan pengembangan iklim
usaha yang kondusif; (4) Peningkatan derajat kesehatan
masyarakat, melalui peningkatan kesadaran budaya sehat,
peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
yang berkualitas, peningkatan sarana/prasarana kesehatan, dan
perbaikan gizi masyarakat; dan (5) Peningkatan ketersediaan dan
kualitas infrastruktur sebagai upaya mendukung percepatan
pembangunan, peningkatan keterpaduan pemanfaatan ruang
kota dan pusat pertumbuhan, peningkatan gairah investasi serta
aktivitas ekonomi lainnya.
Keenam, keinginan mencapai target IPM sampai 80%
merupakan sesuatu yang berat, sangat memerlukan komitmen dan
keberanian politik yang sungguh-sunggung antara Pemerintah
Kabupaten dan DPRD), untuk memberi peluang dan keleluasaan
untuk menyiapkan SDM yang memadai, terutama yang berkenaan
dengan pola hidup, lingkungan dan pelayanan yang sehat,
tumbuh-kembang anak secara dini, perlindungan anak dari
eksploitasi dan kekerasan, penanggulangan HIV-AIDS, serta
pelayanan pendidikan yang bermakna bagi kehidupan keluarga,
masyarakat dan negara.
C. Sumber Daya Manusia (SDM) yang Dibutuhkan
Keenam amanat sebagaimana dijelaskan di atas, diperlukan
kerja keras semua pihak, terutama terhadap program-program
yang memiliki kontribusi besar terhadap Indeks Pendidikan harus
benar-benar dioptimalkan untuk mengejar ketimpangan antara
target dengan realisasinya. Untuk sampai pada kondisi tersebut
memerlukan dukungan potensi insan-insan yang memiliki
kemampuan untuk berkiprah pada jaman tertentu yang sesuai
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 127
14. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
dengan gambaran kondisi yang dicita-citakan masyarakat
Kabupaten Bandung di masa depan.
Secara teoritis, untuk melihat gambaran masyarakat yang
dicita-citakan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung, sebaiknya
merujuk konsep yang pernah diilustrasi Hartanto (lihat: Mengelola
Perubahan di Era Pengetahuan, 1999).
Hartanto menganalisis kondisi masyarakat yang dimulai dari
kondisi apa yang disebutnya masyarakat peramu sampai pada
akhirnya menjadi masyarakat pengetahuan. Pada kondisi
masyarakat peramu, untuk kelangsungan hidupnya cukup hanya
mengandalkan daya tahan fisik dan naluri. Pada masyarakat
pertanian tujuan hidupnya hanya untuk kebutuhan fisiologik dan
cukup dengan mengandalkan kemampuan dan energi fisik. Pada
masyarakat industri, masih berorientasi pada kebutuhan fisiologi
dari orde yang sedikit lebih meningkat, dan cukup hanya
mengandalkan keterampilan dan kecekatan dalam bekerja. Pada
masyarakat pelayanan, orientasi kehidupan sudah mengarah
pada kebutuhan hidup yang nyaman, dan cukup hanya
mengandalkan kemampuan bekerja secara cerdas. Dan pada
masyarakat golongan terakhir yaitu masyarakat berpengetahuan,
orientasi hidupnya sudah berada pada tingkatan yang lebih tinggi,
yaitu kehidupan yang harus serba bermakna, dan tidak cukup
hanya mengandalkan berbagai kemampuan dan keterampilan
pada masyarakat-masyarakat sebelumnya, tetapi harus dibarengi
dengan kemampuan bekerja sama dengan orang lain secara
cerdas.
DAYA TAHAN FISIK MASYARAKAT KELANGSUNGAN
DAN NALURI
KEMAMPUAN DAN MASYARAKAT KEBUTUHAN
ENERGI FISIK PERTANIAN FISIOLOGIK
KETERAMPILAN DAN MASYARAKAT KEBUTUHAN FISIK
KECEKATAN KERJA INDUSTRI DARI ORDE LEBIH
TINGGI
KEMAMPUAN MASYARAKAT KEHIDUPAN YANG
BEKERJA CERDAS PELAYANAN NYAMAN
KEMAMPUAN MASYARAKAT KEHIDUPAN YANG
BEKERJA SAMA PENGETAHUAN BERMAKNA
CERDAS
Hartanto, Mengelola Perubahan di Era Pengetahuan, 1999
Gambar 4.1
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 128
15. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
Gambaran Kondisi Masyarakat yang Dicita-citakan
Gambaran masyarakat seperti yang dikemukakan Hartanto
tadi, pada dasarnya berkenaan dengan aspek-aspek kehidupan
yang hakiki, yaitu aspek perilaku (psiko-sosial), budaya dan politik,
serta mata pencaharian. Ketiga aspek tersebut saling
mempengaruhi sehingga akan berpengaruh pula terhadap tingkat
kesiapan masyarakat untuk dapat menyesuaikan diri dalam
persaingan global.
Merujuk pada makna dasar dan dimensi yang hakiki
kehidupan masyarakat, maka tidak ada pilihan lain bagi
masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung untuk
secepatnya mempersiapkan kondisi masyarakat yang diinginkan
tersebut, sehingga akan muncul kondisi masyarakat yang serba
siap dalam menghadapi segala tantangan kehidupan di masa
depan.
Masyarakat Kabupaten Bandung yang serba siap tersebut,
dapat diamati dari indikator-indikator sebagai berikut:
(1) Besarnya Rasa memiliki dari warga masyarakat Kabupaten
Bandung (termasuk kelembagaannya) terhadap program-
program yang dirancang atau diluncurkan oleh pemerintah,
baik pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi, maupun
pemerintah pusat;
(2) Kepercayaan diri yang mapan dari masyarakat dan pemerintah
Kabupaten Bandung terhadap potensi, sumber daya dan
kemampuan untuk membangun diri, masyarakat, bangsa dan
negaranya.
(3) Besarnya Kemandirian atau keswadayaan masyarakat
Kabupaten Bandung baik sebagai penggagas, pelaksana
maupun pemanfaat hasil-hasil pembangunan;
Untuk meraih kondisi masyarakat yang dicita-citakan tersebut
diperlukan SDM yang memiliki ketangguhan dalam keilmuan,
keimanan, dan perilaku shaleh, baik secara pribadi maupun sosial.
Keshalehan pribadi dan keshalehan sosial dibentuk dari
keseimbangan antara ilmu, iman dan amal seseorang, yang
diwujudkan dalam bentuk perilaku. Insan-insan yang shaleh ini
sangat diperlukan, bukan hanya sekedar untuk kepentingan politik
dalam mendongkrak IPM, tetapi yang lebih utama adalah
membentuk ‘kader-kader tenaga pembangunan’ yang siap
‘berjihad’ membangun kembali masyarakat dan bangsanya untuk
bangkit dari keterpurukan.
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 129
16. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
Dimensi-dimensi keshalehan pribadi seseorang mencakup
shaleh dalam aqidah, ibadah, ahlak, dan keluarga. Keshalehan
dalam aqidah adalah jiwa yang berwujud dalam motivasi untuk
hidup lebih baik, dan semangat kejuangan ke arah yang lebih
bermakna. Keshalehan dalam ibadah merupakan konsistensi
terhadap tujuan hidup yang berwujud dalam disiplin, komitmen,
kekeluargaan, dan kemasyarakatan. Keshalehan dalam akhlak
ialah perilaku sehari-hari sebagai perwujudan dari aqidah dan
ibadah. Dan kesalehan dalam keluarga merupakan perwujudan
dari ketiganya (Solihin Abu Izzudin, Zero to Hero, 2006).
Potret individu yang memiliki keshalehan pribadi ialah orang-
orang yang: (1) Suka mengajak kebaikan kepada orang lain,
dengan contoh, teladan dan fasilitasi terhadap orang lain; (2)
Berorientasi sebagai pemberi kontribusi, bukan sebagai peminta-
minta; (3) Lapang dada terhadap perbedaan dan keragaman; (4)
Respek terhadap keunikan orang lain.
Sedangkan potret individu yang memiliki keshalehan sosial
ialah:
a. Orang yang paling kokoh sikapnya (atsbatuhum mauqiifan),
mencakup kekokohan dalam: maknawiyah, fikriyah, da’awiyah,
jasadiyah, dan kemandirian finansial;
b. Orang yang paling lapang dadanya (arhabuhum shadran),
mengandung arti mampu menahan diri dan emosi ketika
marah, menguasai keadaan, selalu berfikir positif dan
mendoakan orang lain pada kebaikan, lapang dada dengan
kebodohan orang lain, tidak mudah menyalahkan, tetapi
membimbing dan mengarahkan, dan selalu berharap pada
kebaikan;
c. Orang yang paling dalam pemikirannya (a’maquhum fikran),
berfikir alternatif dan berbeda sehingga menghasilkan solusi
yang cerdas, memandang persoalan tidak dari kulitnya, tetapi
mendalami hingga ke akarnya, berfikir visioner jauh ke depan,
di luar ruang, lebih cepat dan lebih cerdas dari masanya,
menggunakan momentum keburukan untuk dijadikan
kebaikan, mengasah pengalaman dan penderitaan untuk
melahirkan sikap bijak dan empati, sensitif, luwes dan antisipatif;
d. Orang yang paling luas cara pandangnya (aus’uhum
nazharan), belajar sepanjang hayat secara serius dalam
menguatkan spesialisasinya, mau menekuni sebuah keahlian
sebagai amal unggulan, melakukan pembelajaran agar ahli di
bidang yang ditekuninya, menghasilkan karya sebagai bukti
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 130
17. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
meski sederhana, mau belajar menguasai ilmu kontemporer
untuk menguatkan dan mengembangkan ilmu yang
ditekuninya, mampu menghubungkan data global menjadi
sebuah kekuatan, bersiap selalu agar mampu berpindah dari
suatu keadaan ke keadaan lain dengan keahlian-keahlian
yang dimilikinya, dan mampu bekerjasama untuk
memberdayakan potensi dirinya;
e. Orang yang paling rajin amal-amalannya (ansyatuhum
‘amalan), berdisiplin tinggi, bersemangat, konsisten, kontinyu,
pantang menyerah, dan berusaha memberikan yang terbaik
bagi orang lain;
f. Orang yang paling solid penataan organisasinya (aslabuhum
tanzhiman), rajin membangun rasa kebersamaan
(cohesiveness) dan memunculkan gerakan kolektif (collective
movement), selalu berpartisipasi pada kepentingan bersama
sebab kontribusi yang paling besar ialah partisipasi;
g. Orang yang paling banyak manfaatnya (aktsaruhum naf’an),
berfikir, bertindak dan berkarya menghasilkan manfaat bukan
saja bagi dirinya pribadi tetapi bermanfaat bagi orang lain,
seperti halnya pepatah lama, “gajah mati meninggalkan
gading, harimau mati meninggalkan belang”, manusia mati
meninggalkan amal shaleh yang bermanfaat bagi sesamanya.
Keshalehan pribadi dan keshalehan sosial akan tercermin
dalam kehidupan keluarga, karena keluarga merupakan wujud
konkrit unit organisasi masyarakat yang paling sederhana, tetapi
memiliki kekuatan pengaruh yang sangat besar. Keluarga yang
shaleh merupakan keluarga dambaan setiap orang. Keluarga yang
memiliki keshalehan pribadi dan keshalehan sosial merupakan
tiang-tiang yang kokoh masyarakat dan bangsanya. Karena itu,
bangsa yang berkualitas terdiri dari golongan masyarakat yang
berkualitas, dan masyarakat yang berkualitas merupakan
kumpulan keluarga-keluarga yang shaleh, dan keluarga yang
berkualitas terdiri dari individu-individu yang memiliki keshalehan
pribadi dan keshalehan sosial.
D. Tujuan dan Arah Kebijakan Pendidikan
Pendidikan pada hakikatnya berlangsung seumur hidup, dari
sejak dalam kandungan, kemudian melalui seluruh proses dan
siklus kehidupan manusia. Oleh karenanya secara hakiki
pembangunan pendidikan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam upaya pembangunan manusia. Upaya-upaya
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 131
18. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
pembangunan di bidang pendidikan pada dasarnya diarahkan
untuk mewujudkan kesejahteraan manusia itu sendiri. Dalam
kontek kehidupan berbangsa dan bernegara pembangunan
pendidikan merupakan wahana dan alat untuk mencerdaskan
dan mensejahterakan kehidupan warga negara.
Karena pendidikan merupakan hak setiap warga negara,
maka di dalamnya mengandung makna bahwa pemberian
layanan pendidikan kepada individu, masyarakat, dan warga
Negara adalah tanggungjawab bersama antara pemerintah,
masyarakat dan keluarga. Karena itu manajemen sistem
pembangunan pendidikan harus didesain dan dilaksanakan secara
terpadu dan diarahkan pada peningkatan akses pelayanan yang
seluas-luasnya bagi warga masyarakat, bermutu, efektif dan efisien
dari perspektif manajemn.
Pemerintah Kabupaten Bandung memiliki tugas dalam
memberikan pelayanan pembangunan pendidikan bagi warganya
sebagai hak warga yang harus dipenuhi dalam pelayanan
pemerintahan. Visi Kabupaten Bandung yaitu gemah ripah
lohjinawi, repeh rapih kertaraharja secara etis merupakan
kehendak, harapan, komitmen yang menjadi arah kolektif
pemerintah bersama seluruh warga Kabupaten Bandung dalam
mencapai tujuan pembangunnya.
Demikian pula bahwa pembangunan pendidikan
merupakan fondasi pertama dan utama untuk pelaksanaan
pembangunan Kabupaten Bandung dalam berbagai bidang
lainnya. Pembangunan pendidikan merupakan dasar bagi
pembangunan bidang-bidang lainnya mengingat secara hakiki
upaya pembangunan pendidikan adalah untuk membangun
potensi manusianya yang kelak akan menjadi pelaku
pembangunan diberbagai bidang pembangunan lainnya.
Dalam setiap upaya pembangunan, maka penting untuk
senantiasa mempertimbangkan karakteristik dan potensi setempat.
Dalam kontek ini, masyarakat Kabupaten Bandung yang mayoritas
suku Sunda memiliki potensi, budaya dan karakteristik tersendiri.
Secara sosiologis-antropologis falsafah kehidupan masyarakat
Sunda yang telah diakui memili makna yang mendalam adalah
Cageur, Bageur, Bener, Pinter, Singer. Dalam kaitan ini filosofis
tersebut harus dijadikan pedoman dalam mengimplementasikan
setiap rencana pembangunan termasuk dibidang pendidikan.
Cageur mengandung makna sehat jasmani dan rohani. Bageur
berperilaku baik, sopan santun, ramah tamah bertatakrama. Bener
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 132
19. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
yaitu jujur, amanah, penyayang dan taqwa. Pinter artinya memiliki
ilmu pengetahuan. Singer artinya kreatif dan inovatif.
Sebagai sebuah upaya untuk mewujudkan pembangunan
pendidikan yang berfalsafahkan Cageur, Bageur, Bener, Pinter,
Singer tersebut maka ditempuh pendekatan social cultural heritage
approach. Melalui pendekatan ini diharapkan akan lahir peran aktif
masyarakat dalam mensukseskan program pembangunan
pendidikan yang digulirkan pemerintah.
Aspek yang harus disadari oleh segenap komponen
masyarakat dan pemerintah di Kabupaten Bandung adalah kondisi
dan kenyataan pahit sebagai gambaran ‘prestasi’ pembangunan
pendidikan yang dilaksanakan dewasa ini, berimplikasi luas
terhadap kehidupan masyarakat Kabupaten Bandung baik yang
terkait dengan masalah kehidupan agama, sosial, budaya, politik
maupun ekonomi. Dengan kata lain, kualitas pelayanan
pendidikan yang rendah, rendahnya akses masyarakat terhadap
pendidikan, buruknya manajemen sistem pendidikan akan menjadi
bagian dari problema yang berkepanjangan dalam menghadapi
tantangan dan persaingan kehidupan di masa mendatang.
Mencermati realitas tersebut, diperlukan berbagai langkah
inovasi dan penguatan strategi pembangunan pendidikan di
setiap kecamatan dengan tidak hanya mengandalkan sumber
daya yang dimiliki oleh pemerintah (baik daerah maupun pusat),
melainkan menggali keterlibatan aktif dari seluruh komponen
masyarakat. Peningkatan peranserta masyarakat dalam
pembangunan pendidikan tersebut diharapkan menjadi salah satu
akselerator untuk menuntaskan berbagai permasalahan
pendidikan di disetiap kecamatan dan pedesaan.
Pembangunan pendidikan sebagai wahana pembangunan
SDM yang berkualitas, tetap menjadi prioritas utama baik dalam
pembangunan jangka pendek, menengah maupun jangka
panjang. Hal tersebut dibuktikan dengan diprioritaskannya
pembangunan pendidikan dalam dokumen-dokumen
perencanaan baik di tingkat pemerintah pusat, pemerintah
provinsi, maupun pemerintah kabupaten, untuk jangka waktu
tahunan, lima tahunan, maupun dua puluh tahun ke depan. Hal ini
menunjukkan betapa pendidikan memegang peranan yang
sangat penting dalam proses pembangunan suatu negara
maupun suatu daerah.
Secara umum dalam lingkup kebijakan daerah,
pemerintahan daerah Kabupaten Bandung berpedoman pula
kedalam lingkup kebijakan makro pembangunan Provinsi Jawa
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 133
20. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
Barat yang mengagendakan akselerasi dalam berbagai bidang
pembangunan termasuk di dalamnya pembangunan bidang
pendidikan. Upaya tersebut diaktualisasikan dalam lima misi
sebagai Agenda Prioritas Pembangunan untuk kurun waktu lima
tahun ke depan sebagaimana tertuang dalam Renstra Pemerintah
Provinsi Jawa Barat Tahun 2004-2009. Kelima agenda tersebut
meliputi: (1) meningkatkan Kualitas dan Produktivitas Sumber Daya
Manusia. (2) mengembangkan struktur Perekonomian Daerah yang
tangguh. (3) memantapkan kinerja Pemerintah Daerah, (4)
meningkatkan implementasi pembangunan berkelanjutan. (5)
meningkatkan kualitas kehidupan sosial yang berlandaskan agama
dan budaya daerah.
Ada pun misi yang diemban Pemerintah Kabupaten
Bandung telah pula dituangkan dalam RPJP 2008-2025 Bidang
Pendidikan yaitu: (1) meningkatkan kualitas iman dan taqwa
masyarakat, dan (2) meningkatnya kecerdasan kreativitas,
keterampilan, produktivitas, dan kemandirian masyarakat
berdasarkan iman dan taqwa.
Selain itu berbagai wacana pendidikan yang berkembang di
masyarakat melalui berbagai media juga perlu mendapatkan
respon positif dari pemerintah. Wacana-wacana tersebut
diantaranya desakan dari berbagai stakeholders pendidikan
tentang pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari
total APBN maupun APBD, pelaksanaan Ujian Nasional (UN) dan
berbagai kendala yang dihadapi, tindak kekerasan yang terjadi di
kalangan pelajar, moralitas dan akhlak para pelajar yang sering
menimbulkan instabilitas.
Hal lain yang perlu mendapatkan kajian mendalam yaitu
terdapatnya keberagaman potensi sumber daya yang dimiliki dan
ketimpangan antara realitas dan kebutuhan telah memberikan
warna terhadap pengelolaan pendidikan di Kabupaten Bandung.
Di samping itu potensi yang dimiliki antara satu kecamatan dengan
kecamatan lainnya tidak sama. Satu kecamatan memiliki
keunggulan potensi, namun daerah lain memiliki berbagai
keterbatasan. Kondisi ini menuntut perlakuan yang tidak sama agar
pada akhirnya semua daerah bisa mencapai tujuan yang sama
dalam waktu relatif sama.
Dalam garis kebijakan nasional seiring dengan diterbitkannya
PP.No:19 Tahun 2004, tentang Standar Nasional Pendidikan, maka
target pelayanan pembangunan pendidikan harus semakin
ditingkatkan demi penyediaan pelayanan pembangunan
pendidikan yang semakin berkualitas dan berkeadilan. Seluruh garis
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 134
21. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
kebijakan tersebut dipola dalam target kebijakan nasional yang
menyangkut pelayanan pembangunan pendidikan yakini: (1)
Pemerataan dan Perluasan akses, (2) Peningkatan Mutu, Relevansi
dan Daya Saing, (3) Tata Kelola, Akuntabilitas dan Pencitraan
Publik.
1. Pemerataan dan Perluasan Kesempatan Pendidikan
Tujuan dan sasaran dalam aspek pemerataan dan perluasan
kesempatan pendidikan, sebaiknya tidak hanya sekedar diarahkan
pada upaya memberikan kesempatan kepada semua penduduk
usia sekolah untuk memperoleh pendidikan dengan hanya sekedar
mewajibkan kepada masyarakat, akan tetapi harus disertai
dengan tanggungjawab dalam memberikan konsekuensi yang
harus ditanggung pemerintah, serta memberikan keadilan bagi
seluruh lapisan masyarakat yang pluralistik.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pada umumnya semakin tinggi
jenjang pendidikan semakin besar biaya pendidikan yang
dibutuhkan, maka tidak heran jika jumlah masyarakat yang mampu
menyekolahkan anaknya pada jenjang lebih rendah, jauh lebih
banyak dibandingkan dengan masyarakat yang mampu
menyekolahkan pada jenjang pendidikan lebih tinggi. Makin
tingginya biaya pendidikan sejalan dengan makin tingginya
jenjang pendidikan merupakan konsekuensi logis dari peta sebaran
lembaga pendidikan terhadap persebaran penduduk, karena
materi dan proses pembelajaran yang membutuhkan alat dan
sumber belajar yang lebih kompleks bahkan tidak jarang
berteknologi tinggi, serta metode yang variatif dan inovatif
memerlukan media yang variatif pula.
Berdasarkan persoalan-persoalan terbut, maka tujuan jangka
panjang dalam pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung
dalam bidang ini ialah:
a. Tercapainya keseimbangan jumlah dan kapasitas pelayanan
kelembagaan PAUD dengan jumlah populasi PAUD yang
ada pada setiap RW;
b. Tercapainya kesimbangan kesempatan dan pemerataan
pelayanan jenis satuan Pendidikan Dasar formal maupun
nonformal dengan populasi anak usia wajib belajar sampai
ke tingkat pedesaan;
c. Tercapainya keseimbangan kesempatan dan pemerataan
pelayanan jenis satuan Pendidikan Menengah formal
maupun nonformal dengan populasi Aanak Usia Wajib
Belajar (AUWB) Dikmen 12 tahun;
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 135
22. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
d. Terpenuhinya rasio ruang kelas terhadap rombongan belajar
lembaga satuan pendidikan; dengan rasio rombel dan kelas
berbanding 1:1;
e. Tingginya dukungan dan peranserta masyarakat, dunia
usaha, dan komunitas pemerhati pendidikan, baik yang
bersifat materiil, maupun non material dalam setiap
perumusan, pelaksanaan, dan pengendalian program
pendidikan;
Untuk mewujudkannya minimal dibutuhkan 2 kondisi, yaitu:
Pertama, bahwa diperlukan daya tampung yang seimbang
dengan populasi anak usia sekolah pada setiap jenjang
pendidikan; dan kedua, masyarakat harus memiliki kemampuan
untuk menyekolahkan anaknya.
2. Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing
Peningkatan pemerataan dan perluasan akses berbarengan
dengan peningkatan mutu menjadi suatu keniscayaan. Mutu,
relevansi dan daya saing sebagai karakter yang melekat pada
komponen input, proses dan output. Artinya output yang bermutu,
memiliki relevansi dengan kebutuhan pembangunan dan pangsa
pasar, dan sangat berarti pula dengan kepemilikan daya saing
tinggi lebih banyak dihasilkan dari input dan proses yang bermutu
pula.
Input pendidikan berkenaan dengan kondisi dan karakteristik
peserta didik, muatan kurikulum, tenaga guru dan kependidikan,
dana, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana dan prasarana,
serta suasana lingkungan pembelajaran. Ketersediaan komponen-
komponen input tersebut pada kenyataannya belum memenuhi
standar yang telah ditentukan secara nasional karena berbagai
alasan.
Proses pendidikan adalah pemanfaatan sumber daya yang
tersedia diramu dalam satu metode pembelajaran. Orientasi
kurikulum pada dewasa ini menuntut kreativitas dan inovasi yang
tinggi pada saat terjadi proses pembelajaran. Sejalan dengan
kualifikasi tenaga pendidik dan kependidikan, kreativitas dan
inovasi belum sepenuhnya memenuhi harapan. Masih sering terjadi
tenaga pendidik dan kependidikan terjebak pada rutinitas yang
sudah nyaman dijalani. Pembinaan professional, diklat dan
reorientasi yang diberikan pemerintah pun belum ditata dan
dilaksanakan secara terencana, terorganisasi, terkendali dan
berkelanjutan.
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 136
23. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
Jika hasil Ujian Nasional jadi salah satu standar ukuran mutu
pendidikan yang dicapai, dapat dikatakan bahwa mutu lulusan
pendidikan pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan belum
menggembirakan. Rata-rata nilai untuk mata pelajaran yang
diujikan dengan batas minimal kelulusan yang hanya 4,25 (Tahun
2006) sama sekali belum menggambarkan ketuntasan belajar.
Padahal menurut seharusnya seorang peserta didik dapat
melanjutkan ke materi berikutnya jika sudah tuntas pada materi
sebelumnya. Mutu output proses pembelajaran tersebut relatif lebih
mudah diamati dampaknya pada level jenjang pendidikan
menengah ketika memasuki perguruan tinggi dan atau bersaing
dalam meraih pasar kerja pada berbagai sektor baik di dalam
maupun di luar negeri.
Oleh karena itu, tujuan dan sasaran dalam peningkatan
mutu proses pembelajaran, bukan hanya ditujukan pada
banyaknya jumlah pembaharuan yang harus diterapkan dalam
proses pembelajaran, namun diarahkan juga pada regulasi
tuntutan perubahan yang dinamis dan akseleratif. Ujian kelulusan
program pendidikan harus diserahkan kepada lembaga lembaga
satuan pendidikan, dan Ujian Nasional harus diarahkan pada
upaya mendiagnosa pencapaian standarisasi pendidikan yang
ditetapkan pemerintah, bukan dimaksudkan untuk menghalangi
kesempatan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi. Di samping itu, perubahan tersebut bukan
semata-mata menjadi kewajiban dan tanggungjawab para
pendidik secara formal di lingkungan lembaga satuan pendidikan,
keluarga dan para peserta didik sebagai bagian dari subjek
pembelajaran, tetapi juga harus menjadi bagian yang dinamis,
adaptif, dan penuh inisiatif.
Berdasarkan persoalan-persoalan terbut, maka tujuan jangka
panjang dalam pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung
dalam bidang ini ialah:
a. Meningkatnya kualitas sumber daya tenaga pendidikan
keagamaan dan meningkatnya motivasi masyarakat
terhadap pendidikan keagamaan;
b. Tercapainya target-target pencapaian SNP pada setiap
jenis satuan pendidikan baik yang berkenaan dengan
penerapan kurikulum berbasis nilai-nilai religius (keimanan,
ketaqwaan, dan amal shaleh), tata pergaulan/budi-pekerti,
teknologi dasar, olahraga dan seni budaya, kesehatan dan
lingkungan hidup, serta aspek-aspek pembentuk karakter
kehidupan berbangsa dan bernegara;
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 137
24. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
c. Meningkatnya kompetensi dan kemampuan dan
profesionalitas guru/ tutor/pamong bejlajar, dan tenaga
kependidikan lainnya sesuai dengan tugas pokoknya pada
setiap lembaga satuan pendidikan. Rasio siswa SD terhadap
kelas 1:30;
d. Terpenuhinya kebutuhan tentang sarana dan prasarana
(Sapras) dan sumber-sumber belajar yang relevan dalam
pendukung penerapan kurikulum berbasis budaya daerah
dan kearifan lokal, budi pekerti, kecakapan hidup (life skills)
dan jiwa entrepreneur, teknologi dasar, serta lingkungan
hidup yang sesuai dengan Standar Internasional;
e. Meningkatnya lembaga satuan pendidikan (sekolah model)
berbasis keunggulan dalam kecakapan hidup (life-skills), nilai-
nilai religius (keimanan, ketaqwaan, dan amal shaleh), tata
pergaulan/budi-pekerti, teknologi dasar, olahraga dan seni
budaya, kesehatan dan lingkungan hidup, serta aspek-aspek
pembentuk karakter kebangsaan, yang memiliki daya saing
internasional;
f. Makin banyaknya murid, guru dan tenaga kependidikan
lainnya yang memiliki kemampuan teruji untuk bersaing baik
pada tingkat lokal, nasional, regional maupun internasional.
Dan Makin banyaknya murid, guru dan tenaga kependidikan
lainnya mendapat penghargaan yang memadai;
g. Meningkatnya sekolah-sekolah kejuruan berbasis potensi
wilayah dan berorientasi pasar tenaga kerja lokal, nasional
dan internasional. Rasio SMA:SMK 60:40;
h. Tercapainya proses pembelajaran berbasis TIK di seluruh
mata pelajaran di setiap jenis kelembagaan satuan
pendidikan. Terselenggaranya proses pembelajaran berbasis
TIK sebesar 50% pada setiap jenis satuan pendidikan;
Untuk mengatasi ketiga komponen mutu tersebut dibutuhkan
beberapa kondisi, antara lain: (1) Adanya standarisasi untuk setiap
komponen pendidikan baik yang menyangkut, input, proses, dan
output pada setiap jalur, jenis dan jenjang satuan pendidikan; (2)
Adanya regulasi sosialisasi, pembinaan dan fasilitasi yang
berkesinambungan dalam peningkatan kapasitas pengelolaan
pendidikan pada setiap tingkatan kelembagaan pendidikan, baik
yang menyangkut perencanaan dan program, pengorganisasian,
pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan, evaluasi dan
pelaporan, serta akuntabilitas dalam penyelenggaraan
pendidikan; (3) Adanya kebijakan yang mengatur standarisasi
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 138
25. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
prosedur operasional tentang kerjasama kelembagaan satuan
pendidikan dengan stakeholders pendidikan (masyarakat, dunia
usaha dan kelembagaan masyarakat lainnya);
3. Tata Kelola, Akuntabilitas dan Pencitraan Publik
Tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik merupakan
satu rangkaian yang memiliki hubungan sebab-akibat. Pengelolaan
yang baik menjadikan proses dan output dapat
dipertanggungjawabkan dan diterima oleh masyarakat dan
secara organisasi tujuan tercapai dengan efektif dan efisien.
Memperhatikan fenomena dan kecenderungan di
masyarakat, masalah utama yang dihadapi berkaitan pula dengan
etos dan budaya kerja yang masih lemah pada sebagian tingkatan
pengelolaan pendidikan. Etos kerja berkaitan dengan sikap mental
yang sudah menjadi karakter kepribadian. Budaya kerja berkenaan
dengan pikiran, perasaan, dan kebiasaan). Etos kerja dan budaya
kerja akan membentuk sikap mental yang akan diwujudkan pula
dalam perilaku yang nampak pada saat melaksanakan tugas.
Kemauan untuk berubah dari kebiasaan lama sepertinya sulit
ditumbuhkan pada pengelola pendidikan. Apabila kolusi, korupsi,
dan nepotisme (KKN) telah menjadi perilaku para pengelola
pendidikan, maka untuk mencapai tujuan tata kelola, akuntabilitas
dan pencitraan publik sangat sulit dilaksanakan
Di sisi lain, arus informasi dan komunikasi pada era otonomi
daerah menjadi kurang intensif, kurang dapat dipercaya, kurang
akurat, dan susah didapat. Pemanfaatan dan optimalisasi fungsi
teknologi Sistem Informasi dan Komunikasi (SIK) ternyata tidak
semudah yang dibayangkan. Kenyataan menunjukkan bahwa di
Kabupaten Bandung beberapa kali diupayakan membangun SIK
yang koneksitasnya menjangkau hingga tingkat kecamatan, akan
tetapi tidak berhasil mengkomunikasikan informasi yang akurat,
bahkan imprastruktur yang telah diadakan saja cenderung
digunakan untuk kepentingan yang lain.
Bukan hanya itu, perhatian para pengambil kebijakan dalam
mengalokasikan dana operasional dan pemeliharaan untuk
pengembangan SIK pun menjadi sangat menentukan untuk hidup
tumbuh dan berkembangnya sistem yang dibangun. Namun
demikian, kesadaran akan pentingnya teknologi informasi dan
komunikasi sebetulnya masih terus hidup bahkan tumbuh dan
berkembang, dengan munculnya kegiatan yang berhubungan
dengan pembangunan teknologi SIK, baik pada berbagai SKPD
maupun komunitas-komunitas masyarakat. Namun sungguh
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 139
26. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
disesalkan, terkesan sangat parsial, insidental, dan tidak
terkoordinasikan, serta cenderung hanya sekedar menyikapi
masalah yang bersifat kebutuhan jangka pendek, tidak sampai
menyentuh kepentingan utama yang lebih luas.
Berdasarkan persoalan-persoalan terbut, maka tujuan jangka
panjang dalam pembangunan pendidikan di Kabupaten Bandung
dalam bidang ini ialah:
a. Meningkatnya kualitas Perencanan Pembangunan
Pendidikan yang dapat dijadikan arah dan pedoman oleh
para pengelola dan pelaksana penyelenggaraan
pembangunan pendidikan yang berkenaan dengan
substansi pendidikan (bidang garapan) pada setiap satuan
kelembagaan pendidikan, baik yang bersifat jangka pendek,
jangka menengah dan jangka panjang, maupun tingkatan
rencana induk, rencana/program strategis dan aktivitas-
aktivitas program;
b. Terciptanya regulasi, ontensitas dan konsistensi pengawasan,
pengendalian, evaluasi, pelaporan dan
pertanggungjawaban baik internal dan eksternal, maupun
administratif, termasuk spesifikasi (norma, instrumen dan
prosedur) pengukurannya, sehingga dapat diterima dengan
wajar tanpa syarat;
c. Meningkatnya kompetensi dan kemampuan dan
profesionalitas pengawas satuan pendidikan yang sesuai
dengan tugas pokoknya pada setiap lembaga satuan
pendidikan sertifikasi diklat reguler, studi lanjut ke perguruan
tinggi ke luar negeri;
d. Meningkatnya besaran anggaran untuk membiayai
penyelenggaraan pendidikan dengan alokasi yang lebih
proporsional berdasarkan karakteristik kelembagaan satuan
pendidikan pada setiap jalur, jenis, dan jenjang pengelolaan
pendidikan;
e. Adanya regulasi peningkatan kesejahteraan bagi
guru/tutor/pamong belajar/TLD, kepala satuan pendidikan,
pengawas, tenaga administrasi dan tenaga kependidikan
lainnya yang sesuai dengan kemampuan anggaran daerah
dan kelayakan taraf hidup, pada setiap kelembagaan
satuan pendidikan, sehingga ada peningkatan motivasi dan
kenyamanan dalam melaksanakan pekerjaannya, tanpa
diskriminasi terhadap status kepegawaiannya;
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 140
27. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
f. Terciptanya konsistensi kebijakan dan peraturan perundang-
undangan tentang penyelenggaraan pendidikan, baik yang
menyangkut bidang garapan maupun proses-proses
manajemen yang dapat dijadikan pedoman dalam
penyelenggaraan pendidikan;
g. Meningkatnya regulasi dan intensitas pelaksanaan sistem
transparansi melalui mekanisme komunikasi dan sosialisasi
perencanaan, pelaksanaan dan hasil-hasil program
pendidikan kepada masyarakat;
h. Meningkatnya kualitas data dan informasi pendidikan yang
cepat, akurat dan dapat dipercaya dalam upaya
mendukung sistem pembuatan kebijakan dan keputusan
yang menyangkut manajemen pembangunan daerah;
Oleh karena itu, untuk mencapai tatakelola, akuntabilitas
dan pencitraan publik dalam pembangunan pendidikan di
Kabupaten Bandung diperlukan beberapa kondisi: (1) Adanya
kebijakan yang mengatur standarisasi kinerja baik yang
menyangkut standarisasi kinerja kelembagaan maupun standarisasi
kinerja individu; (2) Adanya regulasi pemantauan dan evaluasi
pencapaian kinerja, baik individu maupun kelembagaan; (3)
Adanya regulasi, fasilitasi, dan pendampingan dalam
meningkatkan kompetensi individu dalam melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya dalam struktur kelembagaan, baik yang
menyangkut kepribadian, professional, dan hubungan sosial; (4)
Adanya regulasi penguatan kapasitas dalam mengelola organisasi
pendidikan, baik yang menyangkut pemahaman tentang
kebijakan dan perundang-undangan pendidikan, pemahaman
tentang perencanaan dan program pendidikan, pemahaman
tentang pengawasan, monitoring dan evaluasi program
pendidikan, dan akuntabilitas/ pertanggungjawaban terhadap
program-program yang telah dihasilkannya; (5) Tersedianya data
dan informasi pendidikan yang akurat, dapat dipercaya dan dapat
diakses secara mudah dan cepat oleh semua lapisan masyarakat
yang membutuhkannya.
Bab IV : Arah Kebijakan Umum 141
28. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
BAB V
PENDEKATAN DAN METODOLOGI
PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANDUNG
TAHUN 2008-2025
A. Pendekatan Strategis
Pembangunan pendidikan di daerah menurut UU.No.32/2004
bukan lagi suatu konsep tetapi mulai diimplementasikan pada
semua tingkatan manajemen, tidak terkecuali pada tatanan
kelembagaan SKPD (Dinas Pendidikan) maupun pada satuan
pendidikan di jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
Implementasi pada tatanan kelembagaan pendidikan sungguh
sangat berarti, karena fungsi dan peranan kelembagaan tersebut
sangat strategis dalam pembangunan peradaban masyarakan
Kabupaten Bandung. Sejarah mencatat bahwa pada organisasi
pendidikanlah kreativitas kultural kader-kader masyarakat
Kabupaten Bandung dapat dikembangkan.
1. Hakekat Otonomi Pengelolaan Pendidikan bagi Pemerintah
dan Masyarakat Kabupaten Bandung
Tiga persoalan mendasar yang patut diantisipasi dalam
otonomi pengelolaan pendidikan, yaitu: Apakah pemberian
otonomi pengelolaan pendidikan akan menjamin setiap anggota
masyarakat Kabupaten Bandung memperoleh haknya dalam
pendidikan? Apakah dengan pemberian kewenangan
pengelolaan pendidikan kepada lembaga satuan pendidikan
dapat menjamin peran serta masyarakat akan meningkat? Apakah
pengelolaan pendidikan yang dilakukan di setiap lembaga satuan
pendidikan dapat mencapai hasil-hasil pendidikan yang bermutu?
Untuk menjawab ketiga pertanyan tersebut, perlu merujuk
sistem perundang-undangan tentang penyelenggaraan otonomi
pendidikan. Karakteristik yang melekat pada UU.No.32/2004 telah
membawa implikasi terhadap manajemen pendidikan nasional,
regional dan lokal. Implikasi tersebut diantaranya bahwa setiap
proses pengelolaan pendidikan harus pula berlandaskan bottom
up approach, karena pengelolaannya harus acceptable dan
accountable dalam melayani masyarakat terhadap kebutuhan
pendidikan. Secara teknis, pengelolaan pendidikan tingkat
kabupaten eksistensinya tidak terlepas dari rekomendasi kebutuhan
Bab V : Pendekatan dan Metodologi 138
29. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
pada tingkat satuan pendidikan. Artinya, bidang garapan, proses,
dan konteks pengelolaan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan tidak mutlak sama, baik dengan daerah lainnya yang
sederajat maupun dengan antar daerah kabupaten/kota. Secara
teoritis, keragaman itu akan memunculkan sinergisme yang
didukung oleh keunggulan komparatif dan kompetitif masing-
masing daerah dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
Dengan demikian, bahwa besar dan luasnya kewenangan
dalam pengelolaan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan
akan tergantung kepada sistem politik dalam memberikan
keleluasaan tersebut. Akan tetapi, sekalipun keleluasaan itu
diberikan tidak dapat diartikan sebagai pemberian kebebasan
mutlak tanpa mempertimbangkan kepentingan pemerintah
daerah, sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara
pengelola pendidikan pada tingkat kabupaten dengan pengelola
pendidikan di tingkat kelembagaan satuan pendidikan.
Sesungguhnya konflik kepentingan tersebut tidak perlu terjadi
apabila para pengelola tingkat kabupaten memahami hakekat
dan urgensi perlunya otonomi dalam pengelolaan pendidikan.
Walaupun terjadi tarik menarik kepentingan, harus berdasarkan
pada prinsip saling ketergantungan untuk menghasilkan sinergitas
bagi tujuan-tujuan pembangunan pendidikan yang lebih luas.
Dalam konsepnya, otonomi mengandung dua makna, yaitu
makna politik (otonomi politik) dan makna administratif (otonomi
administrasi). Membedakan kedua istilah ini sangat penting dalam
praktek pengelolaan pendidikan, karena pelayanan pemerintah
kepada masyarakat dalam bidang pendidikan secara politik harus
dapat menjamin hak dan masyarakat untuk memperoleh
pendidikan yang berkualitas, dan pelaksanaannya menyangkut
banyak pihak yang berkepentingan, sehingga memerlukan
kesepakatan-kesepakatan politik. Sedangkan pelayanan
pemerintah kepada masyarakat dalam bidang garapan, proses,
dan konteks penyelenggaraan pendidikan secara administrasi dan
manajerial tidak memerlukan konsensus dengan pihak-pihak di luar
kelembagaan pendidikan, karena otonomi administrasi merupakan
bagian dari strategi manajemen yang memungkinkan sangat
variatif sesuai karakteristik jalur, jenjang dan jenis kelembagaan
satuan pendidikan di masing-masing daerah.
Otonomi pengelolaan pendidikan berusaha untuk
mengurangi campur tangan atau intervensi pejabat atau unit
tingkat atas terhadap persoalan-persoalan manajemen pendidikan
yang sepatutnya bisa diputuskan dan dilaksanakan oleh unit di
Bab V : Pendekatan dan Metodologi 139
30. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
tataran bawah, sehingga diharapkan terjadi pemberdayaan peran
unit di tingkat bawah. Akan tetapi, walaupun begitu luasnya
otonomi dalam pengelolaan pendidikan yang diberikan kepada
lembaga satuan pendidikan, tetap harus konsisten dengan sistem
konstitusi.
Atas dasar alasan-alasan itu, otonomi merupakan sarana
untuk mengembangkan organisasi satuan pendidikan untuk dapat
bergerak lebih luwes dan alur informasi lebih bebas sesuai dengan
karakteristik pembuatan keputusannya. Di samping itu untuk
memenuhi kebutuhan pembangunan daerah, otonomi adalah
pola yang paling tepat dan relevan dengan tuntutan otonomi
tersebut.
Sesuai tuntutan reformasi dalam pembangunan, tampaknya
pelaksanaan otonomi dalam pengelolaan pendidikan di
Kabupaten Bandung merupakan suatu keharusan, di samping
memang sejumlah peraturan perundang-undangan yang sudah
ditetapkan menuntut untuk segera dilaksanakan. Juga, untuk
melaksanakan otonomi pengelolaan pendidikan secara nasional di
seluruh wilayah Indonesia tampaknya bukanlah hal yang mudah,
termasuk penyerahan seluruh urusan pendidikan kepada tingkat
lembaga satuan pendidikan, bukanlah hal yang gampang,
dibutuhkan waktu, dan tahapan-tahapan dalam pelaksanaannya,
karena menyangkut sejumlah masalah dan kendala perlu diatasi,
termasuk kesiapan sumber pembiayaan, SDM, dan sumber-sumber
pendukung lainnya.
Karena itu, pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan
sampai ke tingkat lembaga satuan pendidikan berdasarkan
jenjang pendidikan yang selama ini kita anut, yakni meliputi jenjang
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Diperlukan pola-pola otonomi yang sesuai dengan karakteristik
kelembagaan satuan pendidikan dan karakteristik masyarakat di
masing-masing daerah. Otonomi jenjang pendidikan bisa dipilih
apakah semua jenjang pendidikan bisa ditangani oleh pemerintah
daerah, atau hanya terbatas jenjang pendidikan tertentu sesuai
dengan kemampuan pemerintah di daerah.
2. Ruang Lingkup Otonomi Pengelolaan Pendidikan yang Perlu
Dikembangkan di Kabupaten Bandung
Secara teoritis terdapat tiga model otonomi dalam
pengelolaan pendidikan, yaitu: (1) Manajemen berbasis lokasi (site-
based management), (2) Pengurangan administrasi pusat, dan (3)
Inovasi kurikulum. Model manajemen berbasis lokasi ialah model
Bab V : Pendekatan dan Metodologi 140
31. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
yang dilaksanakan dengan meletakan semua urusan
penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan
(sekolah). Model pengurangan administrasi pusat merupakan
konsekuensi dari model pertama. Pengurangan administrasi pusat
diikuti dengan peningkatan wewenang dan urusan pada masing-
masing sekolah. Model ketiga, inovasi kurikulum menekankan pada
inovasi kurikulum sebesar mungkin untuk meningkatkan kualitas dan
persamaan hak bagi semua peserta didik. Kurikulum ini disesuaikan
benar dengan kebutuhan peserta didik di sekolah-sekolah dan
tersebar pada daerah yang bervariasi.
Akan tetapi, otonomi pengelolaan pendidikan bisa
mencakup seluruh bidang garapan pengelolaan pendidikan, dan
dapat juga hanya salah satu atau beberapa bidang garapan saja,
antara lain kurikulum, tenaga kependidikan, keuangan, dan
sarana-prasarana pendidikan. Otonomi kurikulum dapat dibedakan
dari aspek jenis dan muatannya, antara kurikulum bermuatan
internasional, nasional, regional dan lokal. Otonomi manajemen
tenaga kependidikan, dapat dibedakan dari aspek rekrutmen,
pendayagunaan, pembinaan profesional, penggajian dan
pengembangan kariernya. Otonomi keuangan dapat dibedakan
dari aspek alokasi kebutuhan dan penganggaran,
pendayagunaan, dan pertanggungjawabannya. Otonomi sarana-
prasarana pendidikan juga dapat dibedakan dari aspek
pengadaan, pendayagunaan dan pemeliharaannya. Namun
demikian, bidang-bidang garapan manajemen yang diotonomikan
akan ditentukan oleh isi dan luas kewenangan yang diberikan,
karena tidak setiap kewenangan yang diberikan disertai dengan
sumber pembiayaan, sarana dan prasarananya.
Terlepas dari bidang garapan mana yang diotonomikan,
sebetulnya aspek utama yang perlu disiapkan ialah adanya
deregulasi peraturan perundang-undangan sebagai produk dari
kebijakan pemerintah daerah yang dijadikan perangkat kendali
sistem pengelolaan pendidikan, sekaligus yang mengatur isi dan
luas kewenangan setiap bidang garapan yang diotonomikan.
Aspek inilah yang akan memberi corak, jenis dan bentuk otonomi
pengelolaan pendidikan.
Bidang hukum dan perundang-undangan dalam konteks
otonomi pengelolaan pendidikan, merupakan perangkat kendali
manajemen yang akan menentukan isi dan luas wewenang dan
tanggung jawab untuk melaksanakan setiap bidang tugas yang
diotonomikan. Setiap penataan organisasi sebagai konsekuensi
dari wewenang yang diterima, tidak terlepas dari adanya asas
Bab V : Pendekatan dan Metodologi 141
32. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
legalitas sebagai landasan berpijak dalam membangun
perangkat-perangkat operasional organisasi yang accountable
bagi kepentingan masyarakat, sekaligus untuk memenuhi
kebutuhan masyarakatnya. Dengan demikian, maka salah satu
keberhasilan dalam otonomi pengelolaan pendidikan sangat
tergantung pada dukungan peraturan perundang-undangan
tersebut.
Peraturan perundang-undangan tersebut terdiri dari dua
sumber, yaitu:
Pertama, komitmen politik yang bersumber dari amanat
masyarakat Kabupaten Bandung. Komitmen ini mencakup
komitmen internal dan eksternal. Komitmen internal berkaitan
dengan segala aktivitas pemenuhan kebutuhan, keinginan dan
harapan masyarakat untuk kesejahteraan. Sedangkan komitmen
eksternal berkaitan dengan segala aktivitas masyarakat Kabupaten
Bandung dalam percaturan regional, nasional dan global.
Kedua, political will (kemauan politik) para pembuat
kebijakan baik pada tatanan manajemen Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat,
maupun Pemerintah Pusat. Kemauan politik ini harus konkrit dalam
wujud peraturan perundang-undangan dengan segala akibat
hukum yang menyertainya secara konsisten.
Ahirnya sampai pada kesimpulan bahwa dalam upaya
pelaksanaan otonomi pengelolaan pendidikan di Kabupaten
Bandung diperlukan prasyarat:
a. Kebijakan Umum Pengelolaan Pendidikan
Kerangka kebijakan umum ini diwujudkan dalam bentuk
Rencana Induk Pembangunan Pendidikan, sebagai kerangka
acuan yang memungkinkan para pengelola satuan pendidikan
beserta stakeholders serta masyarakat daerah menempatkannya
sebagai acuan bersama untuk mengarahkan potensi daerah
sesuai target dari tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan.
Kehadiran master plan tersebut diarahkan untuk dapat
menjadi pedoman para pengelola dan penyelenggara pendidikan
di daerah, sebetulnya bukanlah sebuah dokumen yang akan
menduplikasi dokumen perncanaan daerah yang ada saat ini,
melainkan akan menjadi penguat bagi pelaksanaan agenda
pembangunan pendidikan di daerah yang secara eksplisit telah
dijadikan ketentuan hukum daerah, karena perumusannya akan
dikonsentrasikan pada pendayagunaan elemen-elemen dasar
Bab V : Pendekatan dan Metodologi 142
33. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
yang menopang pengelolaan pendidikan di daerah. Dengan
demikian kehadiran kebijakan umum tersebut seharusnya menjadi
acuan perangkat daerah dalam mendayagunakan sumber daya
daerah sehingga mampu melakukan perannya di dalam
mencapai target-target yang telah tertuang dalam dokumen
perncanaan pembangunan daerah.
b. Restrukturisasi Organisasi Pengelola Pendidikan
Bentuk dan struktur organisasi pengelolaan pendidikan yang
mencerminkan jiwa otonomi, antara lain:
(1) Struktur organisasinya lebih gemuk ke bawah, berbentuk piramid
dengan kerucut ke atas;
(2) Tidak banyak banyak unit-unit khusus, pokja, tim kerja, staf ahli
yang tidak jelas eselonisasinya;
(3) Beban tugas organisasi lebih banyak pada unit organisasi
tingkatan bawah, tetapi tidak disertai dengan imbalan yang
memadai sesuai dengan beban pekerjaannya;
(4) Setiap tugas pokok dan fungsi unit-unit organisasi ditata dan
diatur secara lengkap dan dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan tertulis;
(5) Mekanisme pelaksanaan kerja, tugas, kebijakan, keputusan
yang menyangkut mekanisme sistem pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi setiap unit kerja, selalu diagendakan dan dibuat
secara tertulis serta disampaikan kepada seluruh anggota
organisasi;
(6) Mempunyai rencana strategis yang berjenjang dengan target,
acuan, alat, mekanisme pengendalian dan evaluasi serta
akuntabilitas yang jelas;
(7) Ada transparansi dalam setiap pengelolaan sumber-sumber
pembiayaan organisasi;
(8) Ada perimbangan penbiayaan dan profit sharing antara unit-
unit pusat dengan unit-unit pelakana pada tingkat bawah
c. Revitalisasi Muatan Kurikulum Pendidikan
Persyaratan utama dalam bobot muatan kurikulum harus
mendasar, kuat, dan lebih luas. Mendasar, dalam arti terkait
dengan pemberian kemampuan dalam upaya memenuhi
kebutuhan mendasar peserta didik sebagai individu maupun
anggota masyarakat. Kuat, dalam arti terkait dengan isi dan proses
pembelajaran atau penyiapan peserta didik untuk menguasai
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang kuat, sehingga
memiliki kemampuan untuk mandiri dalam meningkatkan kualitas
Bab V : Pendekatan dan Metodologi 143
34. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
pemenuhan kebutuhan mendasarnya. Luas, dalam arti terkait
dengan pemanfaatan dan pendayagunaan potensi dan peluang
yang ada dan dapat dijangkau oleh peserta didik. Potensi dan
peluang tersebut didayagunakan baik pada saat proses
pembelajaran maupun pada saat penerapan hasil pembelajaran.
Ketiga aspek tersebut secara bersama-sama memberikan
kemampuan kepada peserta didik untuk dapat menyesuaikan diri
terhadap berbagai kemungkinan kondisi, potensi dan peluang
yang ada di lingkungannya.
Kompetensi yang dituntut ialah bekal pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan fungsional praktis serta perubahan
sikap untuk bekerja dan berusaha secara mandiri, membuka
lapangan kerja dan lapangan usaha serta memanfaatkan peluang
yang dimiliki, sehingga dapat meningkatkan kualitas
kesejahteraannya.
Penggunaan pendekatan dalam merumuskan kurikulum
harus memiliki cakupan yang luas, dapat mengitegrasikan
pengetahuan dengan keterampilan yang diyakini sebagai unsur
penting untuk hidup lebih mandiri.
Strategi pembelajaran dirancang untuk membimbing,
melatih dan membelajarkan peserta didik agar mempunyai bekal
dalam menghadapi masa depannya, dengan memanfaatkan
peluang dan tantangan yang ada. Metodologi pengajaran
berpegang pada prinsip belajar untuk memperoleh pengetahuan
(learning to learn), belajar untuk dapat berbuat atau bekerja
(learning to do), belajar untuk menjadi orang yang berguna
(learning to be) dan belajar untuk dapat hidup bersama dengan
orang lain (learning to live together).
Pengembangan kurikulum pendidikan ini harus didasarkan
pada perkembangan kehidupan masyarakat, pengembangan jati
diri manusia (insan kamil), yang dibutuhkan serta mampu hidup dan
menghidupi orang lain sesuai dengan fitrahnya sebagai pengelola
alam beserta isinya. Isi dan muatan kurikulum pendidikan harus
berorientasi pada dimensi-dimensi penguasaan bidang
keterampilan, keahlian dan kemahiran berkiprah sebagai anggota
keluarga yang hidup bermasyarakat bangsa dan negara, dan
mampu pula berkiprah dalam persingan global.
d. Profesionalisasi Tenaga Pengelola Kependidikan
Para pengelola pendidikan pada tingkatan pengelola sistem
pendidikan nasional adalah seorang policy maker bagi segala
kegiatan yang harus dilakukan oleh orang-orang yang terlibat
Bab V : Pendekatan dan Metodologi 144
35. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
dalam kegiatan pendidikan, baik di lingkungan organisasi sistem
pendidikan, maupun pada lingkungan organisasi satuan
pendidikan. Demikian pula kegiatan-kegiatan yang menyangkut
substansi (bidang garapan) manajemen pendidikan sangat
tergantung kepada putusan-putusan yang ditetapkan oleh para
pengelola pendidikan sebagai pimpinan dan penanggung jawab
kegiatan manajemen.
Dengan demikian, upaya pencapaian tujuan pendidikan di
Kabupaten Bandung maupun tujuan kelembagaan sekolah akan
banyak dipengaruhi oleh keterampilan-keterampilan (skills) dan
wawasan (vision) yang dimiliki oleh pengelola pendidikan dalam
melaksanakan tugas, peranan dan fungsinya sebagai pengelola
pendidikan. Apabila para pengelola pendidikan memiliki visi,
wawasan, dan kemampuan-kemampuan profesional yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pimpinan dan
penanggung jawab penyelenggaraan pendidikan di daerah, akan
memungkinkan tercapainya tujuan yang diharapkan secara efektif.
Setiap tugas yang harus dilaksanakan para pengelola pendidikan
sebagai pimpinan satuan pendidikan menuntut sejumlah
keterampilan (skills) khusus yang memungkinkan dapat
melaksanakan tugas atau peranannya secara efektif.
Kebutuhan tenaga-tenaga pengelola kependidikan
potensial yang secara umum mempunyai kualitas tertentu tersebut
dikelompokkan ke dalam tiga katagori utama, yaitu: (1) Tenaga
pengelola kependidikan berkualifikasi kemampuan berbasis
pendidikan tinggi di bidang administrasi dan pengelolaan
pembangunan pendidikan bagi unsur-unsur pimpinan pada semua
tingkatan jabatan struktural. Tenaga pengelola kependidikan ini
sangat diperlukan untuk menduduki jabatan pada eselon yang
bersifat strategis; (2) Tenaga pengelola kependidikan berkualifikasi
kemampuan manajerial berbasis pendidikan tinggi dalam bidang-
bidang keilmuan tertentu sesuai persyaratan tugasnya. Tenaga
manajemen kependidikan ini diperlukan untuk menduduki jabatan
pada eselon yang bersifat koordinatif; (3) Tenaga pengelola
kependidikan berkualifikasi kemampuan teknis operasional pada
eselon taktis operasional.
Basis pendidikan tinggi dalam bidang administrasi dan
pengelolaan pendidikan bagi tenaga kependidikan ini, dalam
perananannya sebagai orang profesional sangat diperlukan untuk
dapat mengembangkan management of educational services.
Penguasaan yang tinggi tentang sistem manajemen seperti itu
akan meningkatkan efisiensi dan responsiveness pemerintah
Bab V : Pendekatan dan Metodologi 145
36. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
daerah dalam mengemban tugas dalam bidang pelayanan
pendidikan. Di samping itu, dalam peranannya sebagai aparatur
pemerintah, diharapkan mampu berkerjasama dengan pihak
swasta atau organisasi kemasyarakatan lainnya. Karena itu,
diperlukan pula basis pendidikan tinggi dalam bidang manajemen
pelayanan umum (management of public service delivery).
e. Pemetaan Alokasi Anggaran Pembiayaan Pendidikan
Ada empat kategori yang dapat dijadikan indikator dalam
menentukan tingkat keberhasilan pendidikan yaitu: (1) Dapat
tidaknya seorang lulusan melanjutkan ke pendidikan yang lebih
tinggi. (2) Dapat tidaknya seseorang memperoleh pekerjaan. (3)
Besarnya penghasilan/gaji yang diterima. (4) Sikap perilaku dalam
konteks sosial, budaya dan politik.
Apabila telah sepakat dengan perlunya otonomi dalam
bidang manajemen pembiayaan pendidikan, maka setiap
lembaga pendidikan perlu diberi peluang dan kemampuan untuk
mengelola anggaran penerimaan dan pengeluaran biaya
pendidikan di lingkungan sistemnya masing-masing. Dengan asumsi
bahwa upaya dan hasil pemerataan pendidikan adalah
merupakan hak dan kewajiban bersama, partisipasi masyarakat,
pemerintah, orang tua dan dunia usaha dalam pembiayaan
pendidikan harus dipandang sebagai aset yang harus digali,
sehingga tidak sepenuhnya menjadi beban pemerintah.
Upaya-upaya dalam meningkatkan efisiensi pembiayaan
pendidikan perlu diarahkan pada hal-hal pokok berikut ini: (1)
Pemerataan kesempatan memasuki sekolah (equality of access);
(2) Pemerataan untuk bertahan di sekolah (equality of survival); (3)
Pemerataan untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar
(equality of output); (4) Pemerataan kesempatan menikmati
manfaat pendidikan dalam kehidupan masyarakat (equality of
outcome). Konsep peningkatan efisiensi pembiayaan pendidikan
akan mempunyai makna jika dihubungkan dengan konsep efisiensi,
baik secara internal maupun secara eksternal.
Berkenaan dengan jenis dan tingkatan biaya untuk
penyelenggaran pendidikan, pada dasarnya dapat dikatagorikan
ke dalam enam kategori, yaitu biaya langsung (direct cost), biaya
tidak langsung (indirect cost), biaya pribadi (private cost), biaya
sosial (social cost), biaya moneter (monetary cost), dan biaya
bukan moneter (non monetary cost). Biaya langsung adalah biaya
yang langsung menyentuh aspek dan proses pendidikan, misalnya
gaji guru dan pegawai, pengadaan fasilitas belajar (ruang tingkat,
Bab V : Pendekatan dan Metodologi 146
37. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
kantor, WC, sarana ibadah, gudang, laboratorium), ATK, buku
rujukan guru dan buku pegangan siswa. Biaya tidak langsung
adalah biaya yang dikeluarkan oleh siswa, orangtua atau
masyarakat untuk menunjang keperluan yang tidak langsung,
seperti: biaya hidup, pakaian, kesehatan, gizi, transportasi,
pemondokan, dan biaya kesempatan yang hilang selama
pendidikan. Biaya tidak langsung ini memiliki sifat kepentingan dan
tempat pengeluaran yang berbeda serta dikeluarkan dalam waktu
yang tidak terbatas dan jenis pengeluaran yang tidak pasti, seperti
hilangnya pendapatan peserta didik karena sedang mengikuti
pendidikan atau forgone earning. Di samping itu, biaya tidak
langsung dapat pula tercermin dari bebasnya pajak bagi sekolah
karena sifat sekolah yang tidak mencari laba.
Biaya pribadi adalah biaya yang dikeluarkan oleh keluarga
untuk membiayai sekolah anaknya, di dalamnya termasuk biaya
kesempatan yang hilang (forgone opportunities). Biaya ini meliputi:
uang sekolah, ongkos, dan pengeluaran lainnya yang dibayar
secara pribadi. Biaya sosial adalah biaya yang dikeluarkan oleh
masyarakat untuk membiayai sekolah, termasuk di dalamnya biaya
yang dikeluarkan oleh keluarga secara perorangan (biaya pribadi).
Namun, tidak semua biaya sosial dapat dimasukkan ke dalam
biaya pribadi. Menurut Jones, biaya sosial dapat dikatakan sebagai
biaya publik, yaitu sejumlah biaya sekolah yang ditanggung
masyarakat.
f. Standarisasi Kelengkapan Fasilitas Pendidikan Bertaraf
Internasional
Aspek fasilitas berkenaan dengan sarana dan prasarana
pendidikan dan kemudahan-kemudahan dalam pelaksanaan
pendidikan yang tersedia. Sarana dan prasarana pendidikan masih
sangat tergantung pengadaannya dari pemerintah, sementara
pendistribusiannya belum terjamin merata sampai ke tujuannya
sehingga kemandirian dan rasa turut bertanggung jawab semua
pihak masih dirasakan kurang maksimal.
Fasilitas pendidikan ini, erat kaitannya dengan kondisi tanah,
bangunan dan perabot yang menjadi penunjang terlaksananya
proses pendidikan. Dalam aspek tanah, berkaitan dengan status
hukum kepemilikan tanah yang menjadi tempat pendidikan,
letaknya yang kurang memenuhi persyaratan lancarnya proses
pendidikan (sempit, ramai, terpencil, kumuh, labil, dan lain-lain).
Aspek bangunan berkenaan dengan kondisi gedung sekolah yang
kurang memadai untuk lancarnya proses pendidikan (lembab,
Bab V : Pendekatan dan Metodologi 147
38. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
gelap, sempit, rapuh, bahkan banyak yang sudah ambruk, dan
lain-lain) sampai membahayakan keselamatan. Aspek perabot
berkenaan dengan sarana yang kurang memadai seperti meja-
kursi yang reyot, alat peraga yang tidak lengkap, buku paket yang
tidak cukup, sarana kesehatan termasuk fasilitas kebutuhan
ekstrakurikuler.
Berdasarkan pokok-pokok pikiran tersebut, maka perlu
ditegaskan kembali bahwa Pemerintah Kabupaten Bandung dapat
menentukan perkiraan-perkiraan kebutuhan dalam menopang
pengembangan pembangunan pendidikan di wilayahnya.
Perkiraan-perkiraan tersebut memerlukan asumsi-asumsi yang
didasarkan pada akurasi data mengenai:
(1) Kecenderungan tingkat pertumbuhan penduduk untuk 5-20
tahun ke depan;
(2) Kecenderungan jumlah enrollment atau anak usia masuk
lembaga pendidikan, untuk 5-20 tahun ke depan;
(3) Kecenderungan tingkat penghasilan perkapita masyarakat,
PDRB berdasarkan harga konstan, dan laju inflasi untuk 5-20
tahun ke depan;
(4) Kecenderungan penyusutan kondisi existing kelembagaan
pendidikan, baik dari aspek sarana dan prasarana, ketenagaan
dan proporsi kemampuan masyarakat dalam membiayai
pendidikan;
(5) Kecenderungan kemampuan anggaran pemerintah daerah
dalam mengalokasikan biaya pendidikan melalui APBD di luar
gaji pegawai dan pendidikan kedinasan pegawai untuk 5-20
tahun ke depan;
(6) Kecenderungan tuntutan perubahan masyarakat yang
dituangkan dalam pembaharuan kurikulum yang relevan untuk
5-20 tahun ke depan;
(7) Komitmen politik dan keberanian politik dan perhatian
pemerintah, masyarakat dan dunia swasta terhadap
pendidikan untuk membantu biaya dan prasarana pendidikan.
Ke-7 kecenderungan tersebut merupakan pekerjaan besar
yang harus dilakukan oleh Badan Perencana Pembangunan
Daerah yang menangani bidang pendidikan dan sosial budaya.
Permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan pasalah
pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, peningkatan
mutu dan relevansi, efisiensi manajemen dan akuntabilitas
manajemen, sudah cukup dijadikan dasar untuk menghitung
proyeksi kebutuhan pembangunan pendidikan untuk 5-20 tahun ke
depan.
Bab V : Pendekatan dan Metodologi 148
39. Badan
Perencanaan Master Plan Pendidikan Kabupaten Bandung 2008-2025
Pendidikan 2008-
Daerah
B. Pengembangan Model
Di muka telah dibahas bahwa saat ini, dunia pendidikan di
Kabupaten Bandung sedang dihadapkan pada tantangan
“kebermaknaan”. Hasil-hasil yang selama ini diupayakan melalui
proses pendidikan, dianggap tidak memberikan manfaat nyata
bagi kehidupan. Apalagi bila hasil pendidikan tersebut
dibandingkan dengan di daerah lain, hasil pendidikan di
Kabupaten Bandung dianggap masih ‘terpuruk’. Keterpurukan itu
sebetulnya sangat beralasan, karena di Kabupaten Bandung masih
dihadapkan pada persoalan-persoalan yang sangat mendasar,
yaitu kemiskinan dan kesehatan yang buruk. Di samping itu juga,
masih terdapat anak usia sekolah yang ke luar dari sistem
pendidikan persekolahan, masih banyak lulusan SD, SLTP, SLTA yang
tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, masih banyaknya
jumlah penduduk angkatan kerja yang menganggur karena tidak
mampu bersaing dalam pasar kerja.
Berbagai kebijakan dan pembaharuan telah banyak
dilakukan, dengan berbagai model dan kemasan, namun tetap
saja belum dapat menyelesaikan persoalan-persoalan khusus
dalam dunia pendidikan. Kebijakan pembaharuan pada
prakteknya bukan hanya sekedar isu, atau hanya sekedar merubah
aspek-aspek tertentu, tetapi dengan melihat kepentingan yang
lebih besar dan pandangan jauh ke depan. Posisi dan peran pihak-
pihak yang terkena pembaharuan (masyarakat) bukan lagi hanya
sekedar objek dari suatu kebijakan, akan tetapi berperan sebagai
mitra pemerintah dalam pembangunan. Tuntutan reformasi
pembangunan pendidikan yang diamanatkan melalui
UU.No.32/2004 dan peraturan perundang-undangan yang
menyertainya, menuntut pula perubahan-perubahan mendasar
dalam pendekatan dan metodologi pembangunan dalam
pendidikan.
Salah satu pilihan dalam pendekatan pembangunan
dewasa ini ialah Community Based Development (CBD).
Pendekatan ini dianggap mempunyai kemampuan dalam
mendorong masyarakat ke arah pemberdayaan dan kemandirian.
Sehingga masyarakat dapat meningkatkan prakarsa dan
partisipasi, peningkatan kemampuan kelembagaan yang selama
ini berakar di masyarakat, serta menjalin sinergi penanggulangan
kemiskinan yang berkelanjutan melalui kemitraan antar
kelembagaan masyarakat. Masyarakat yang demikian itu
diharapkan akan mengetahui pentingnya keputusan yang harus
Bab V : Pendekatan dan Metodologi 149