Dokumen tersebut membahas pentingnya hubungan antara orang tua dan anak, khususnya ayah, dalam membentuk karakter anak dan mencegah penyimpangan. Dibahas pula kisah Nabi Yusuf yang tetap memaafkan saudaranya walaupun pernah dikhianati, serta pentingnya silaturahim.
2. Jendela
Keluarga
celah
Ayah dan Kokohnya Jiwa Anak
dialog antara ibu dan anaknya, 1 dialog antara
kedua orangtua
tanpa nama dengan anaknya.
Kehidupan keluarga saat ini banyak yang
keliru dalam
merancang pendidikan anaknya.
Agar dapat memberikan
pendidikan yang
terbaik, ayah bekerja keras
mencari nafkah,
karena sekolah yang bagus identik dengan
mahal. Walhasil, banyak ayah yang tidak
terlibat dalam
mengasuh dan mendidik
anak-anaknya.
Namun apa yang terjadi, begitu banyak
masalah
sosial yang terjadi. Gay, lesbi, dan
transgender
sebagaimana ilustrasi
kisah di
awal ternyata banyak disebabkan karena peranayah
yang hilang
dan tidak memberi identitas yang jelas
Oleh Ida S. Widayanti*
pada anak. Sehingga anak menyimpang dari fitrahnya.
Menarik kisah bagaimana Nabi Yusuf saat digoda
oleh Zulaikha. Dalam surat Yusuf ayat 24 dijelaskan, sesungguhnya
Yusuf pun mempunyai keinginan yang sama
andai kata dia tidak melihat tanda dari Rabbnya.
Dalam Tafsir Jalalain disebutkan, menurut Ibnu Abbas
RA bahwa pada saat yang kritis itu tiba-tiba Nabi Yakub,
sang ayah, tampak di hadapannya. Itulah yang membuat
nafsu syahwat Yusuf yang telah membara surut. Bagi
Yusuf yang sangat dekat dan merasa begitu dicintai
ayahnya,
maka sekelebat saja wajah sang ayah, mampu
membuatnya
tersadar dari kekhilafannya.
Kisah ini menjadi ibrah bahwa kedekatan ayah dengan
anak yang dibangun sejak kecil melalui dialog
intens
dan kebersamaan itu penting. Cara demikian
mampu
menjaga seorang anak untuk senantiasa berada
dalam
fitrah kesuciannya.
Momen Ramadhan dan Idul Fitri Allah hadirkan untuk
menjaga kefitrahan manusia. Semoga dengan menjaga
hubungan dan kedekatan selama sebulan penuh
akan membuat anak terjaga dari berbagai penyimpangan.
Penulis Serial Catatan Parenting
AGUSTUS 2014/SYAWAL 1435 67
foto: DADANG KUSMAYADI/suara hidayatullah
Pertengahan Juni 2014 seorang anak
perempuan
berusia 14 tahun mengumumkan
dalam akun media
sosialnya.
Ia menyatakan, dirinya
telah
menjadi seorang transgender
berganti
kelamin menjadi
laki-laki. Dalam sebuah
wawancara ia mengatakan
bahwa keputusan
itu didukung oleh ibunya. “Aku sangat
mencintai ibuku, tapi ayah tak pernah
menghubungiku,”
ujarnya.
Ungkapan tersebut menyiratkan kekecewaan
dirinya yang tidak dipedulikan oleh
sang ayah. Siapakah ayah anak tersebut? Dialah
penyanyi legendaris R Kelly yang terkenal
dengan
lagunya “I Believe I Can Fly”. Lagu yang ditulisnya
ini sangat populer karena menginspirasi banyak
orang
untuk
percaya bahwa apapun dapat kita lakukan
jika
kita yakin bisa.
Selain suara dan lagu-lagunya yang mendunia, dia
juga terkenal sangat kontroversial. Sederet catatan hitam
mengiringi
perjalanan hidupnya.
Lalu apa komentar R Kelly saat mengetahui keputusan
anaknya? “Sangat berat bagiku untuk menyebut ‘Putriku’
sekarang
berubah menjadi ‘Putraku’, tapi memang begitu
kenyataannya,” ujar Kelly yang merasa shock menerima
kenyataan
ini.
Yang membuat Jay Kelly, sang anak, mengambil keputusan
demikian boleh jadi karena protes dan mencari
perhatian sang ayah yang tidak dekat dengan anak-anaknya,
bahkan tak pernah menelepon menanyakan kabar
mereka.
Kisah di atas semakin membuktikan betapa pentingnya
dialog ayah dengan anak dalam mengkokohkan jiwa
anak. Al-Qur`an sudah memberi contoh. Terdapat 17
dialog tematik antara orangtua dengan anak dalam al-
Qur’an yang tersebar dalam 9 Surat. Adapun rinciannya
sebagai
berikut: 14 dialog antara ayah dengan anaknya, 2
3. tarbiyah
Nasihat Ibu
untuk Putrinya
Jelang Nikah
Oleh Sri Lestari*
Dengan selalu belajar, kita
mengharapkan ia faham bagaimana
bersikap sebagai seorang Muslimah sejati.
Bagaimana ia membentengi dirinya dengan
akhlak karimah, cara berpakian islami,
pergaulan islami, dan apa saja yang harus ia
persiapkan untuk menjadi istri yang salehah
dengan segala aturan dan pernak perniknya.
Begitupun tentang ilmu menjadi ibu yang
baik bagi anak-anaknya kelak, serta seluk
beluk tentang kerumahtanggaan.
Ilmu yang benar akan memahamkan
ia bagaimana Islam mengatur kehidupan
dalam berumahtangga, supaya masing-masing
tahu hak dan kewajibannya. Suami
sebagai pemimpin atau imam keluarga
berkewajiban menafkahi dan mendidik
keluarganya agar selamat di dunia dan
akhirat. Demikian juga sang istri harus
paham bahwa ia menjadi mitra suami
dalam rumah tangganya, menjadi ibu dan
pendidik bagi anak-anaknya.
Nasihat Ibu
Kedekatkan ibu dengan anak-anak tidaklah
diragukan lagi, apalagi bagi seorang
anak gadis. Menjelang saat-saat bersejarah
bagi
kehidupannya tentu dukungan moril
Menjelang saat-saat
bersejarah bagi
kehidupannya. Dukungan
moril dari sang ibu sangat ia
nantikan.
Melihat fenomena
pernikahan sekarang
membuat hati kita
‘kebat-kebit.’ Begitu
mudahnya mereka
menikah, begitu mudah juga mereka
berpisah. Kesakralan pernikahan seakan
telah memudar.
Zamankah yang berubah atau perilaku
kita sekarang yang berubah? Bukankah baik
buruknya suatu periode masa bergantung
bagaimana orang-orang yang hidup di
masa itu dalam mengisinya? Hendaklah
ini menjadi bahan perenungan kita
sebagai orangtua dalam menyikapi dan
melaksanakan nilai-nilai agama yang akan
diterapkan dalam kehidupan keluarga.
Pernikahan adalah peristiwa sakral.
Apalagi bagi anak perempuan yang hendak
memasuki babak baru kehidupannya.
Setelah
menikah, ia akan menjadi tanggungjawab
suami dan berlepas diri dari
tanggungan orangtuanya.
Juga, ketaatannya bukan lagi pada
orangtua, tapi sudah pada suaminya. Beruntunglah
bila suaminya seorang yang saleh.
Untuk itu, tugas orangtua adalah memilihkan
jodoh anak-anak kita, tentunya dengan
persetujuan mereka.
“Manakala ada orang yang kalian
ridhai agama dan akhlaknya datang kepada
kalian (untuk melamar putri kalian). Maka
hendaklah nikahlah ia (dengan putrimu).
Jika tidak niscaya terjadi fitnah di muka
bumi dan kerusakan besar.” (Riwayat
Tirmidzi).
Bekal Ilmu
Untuk kebahagiaannya, usaha kita
tidak hanya berhenti dalam mencarikan
jodoh. Bekal ilmu yang memadai sangat
dibutuhkan putri kita dalam menapaki jalan
hidupnya nanti.
Ilmu yang dimaksud adalah ilmu
agama yang dengannya kita tahu apa yang
diperintah-Nya dan apa yang dilarang-Nya.
Apa yang disunnahkan oleh Rasulullah
dan mana yang bukan sunnahnya.
SUARA HIDAYATULLAH 68 | www.hidayatullah.com
4. Jendela keluarga
Jadilah kamu orang yang sangat menghormatinya,
tentu ia akan sangat memuliakanmu.
Jadilah kamu orang yang selalu sepakat dalam
kebaikan dengannya, tentu ia akan sangat belas
kasihan dan sayang kepadamu.
menghormatinya, tentu ia akan sangat
memuliakanmu. Jadilah kamu orang yang
selalu sepakat dalam kebaikan dengannya,
tentu ia akan sangat belas kasihan dan
sayang kepadamu.
Ketahuilah, sesungguhnya kamu
tidak akan sampai pada yang diinginkan,
hingga kamu mendahulukan keridhaannya
dari keridhaanmu, dan mendahulukan
kesenangannya dari kesenanganmu. Baik
itu dalam hal yang kamu sukai atau kamu
benci dan Allah akan memberkahi dirimu...”
Al-Abas bin Khaalid As-Sahmi berkata,
“Maka kemudian Ummu Iyaas pun
melahirkan ’Amr bin Hajr. Dan ’Amr bin
Hajr punya anak Al-Haarits bin ’Amr. Yang
disebut terakhir adalah kakek dari Umrul
Qois, penyair dan pujangga yang tersohor.”
Sungguh, ini merupakan nasihat yang
menyimpan nilai-nilai mulia. Sekarang,
saya persembahkan nasihat ini kepada para
ibu semoga kebahagiaan dan kedamaian
tercurah kepada putri-putri kita yang akan
menikah. Amiiin. Ibu rumah tangga
lapar itu membakar dan kurangnya tidur
menimbulkan kemarahan.
Perkara ketujuh dan kedelapan,
menjaga hartanya dan perhatian terhadap
kerabatnya dan anak-anaknya. Dan kunci
pengurusan harta adalah penempatan
harta sesuai ukurannya dan kunci perhatian
anak-anak adalah bagusnya pengaturan.
Sedangkan perkara yang kesembilan
dan kesepuluh adalah jangan sekali-kali
engkau membantah perintahnya dan
jangan sekali-kali engkau menyebarkan
rahasianya. Karena jika engkau menyelisihi
perintahnya, maka engkau akan
memanaskan dadanya, dan jika engkau
menyebarkan rahasianya, engkau tidak akan
aman dari pengkhianatannya.
Kemudian jauhilah olehmu bergembira
di hadapannya saat ia bersedih, dan
bersedih di hadapannya saat ia sedang
bergembira. Sebab sikap yang pertama
merupakan kelengahan terhadap
kewajiban, sedang sikap kedua termasuk
pengacau. Jadilah kamu orang yang sangat
foto: muh abdus syakur/suara hidayatullah
dari sang ibu begitu ia nantikan. Bagi seorang
ibu kebahagiaan sang anak adalah
segalanya,
apapun akan kita usahakan agar
ia bahagia.
Memberi nasihat semisal pengalaman
kita sebagai istri yang selama ini
mendampingi suami, menjadikan putri kita
lebih mantap dalam mengarungi bahtera
rumah tangganya. Sebagaimana ibu dari
Ummu Ilyaas yang memberikan nasihat
pada putrinya, ketika putrinya memasuki
mahligai rumah tangga.
Mari kita simak nasihatnya. Tatkala
‘Amar, sang suami, akan membawa Ummu
Ilyaas, maka datanglah sang ibu seraya
berkata:
”Wahai putriku…, andaikan
nasihat sudah tidak dibutuhkan karena
kemajuan sastra, tentu ibu tidak akan
memberikan nasihat ini. Akan tetapi,
nasihat itu dapat mengingatkan orang yang
lalai dan membantu orang yang sedang
sadar. Andaikata wanita tidak butuh
suami karena merasa cukup dengan kedua
orangtuanya, tentu ibumu adalah orang
yang merasa cukup tanpa suami. Namun,
kaum wanita dicipta untuk kaum laki-laki
dan kaum laki-laki dicipta untuk wanita.
Wahai putriku, sesungguhnya engkau
telah meninggalkan rumahmu—yang di
situlah engkau dilahirkan dan tumbuh—
kepada seorang lelaki asing yang engkau
tidak mengenalnya dan teman (hidup baru)
yang engkau tidak terbiasa dengannya.
Maka jadilah engkau seorang budak wanita
baginya, maka niscaya ia akan menjadi
budak lelakimu. Hendaknya engkau
memperhatikan dan menjaga 10 perkara
untuknya, maka niscaya akan menjadi
modal dan simpananmu kelak.
Adapun perkara yang pertama dan kedua
adalah tunduk kepadanya dengan sifat
qonaah, serta mendengar dan taat dengan
baik kepadanya. Perkara yang ketiga dan
keempat yaitu engkau memperhatikan pandangan
dan ciumannya, maka jangan sampai
matanya melihat sesuatu yang buruk
dari dirimu dan jangan sampai ia mencium
darimu kecuali bau yang terharum.
Adapun perkara yang kelima dan
keenam adalah memperhatikan waktu
tidurnya dan makannya, karena panasnya
AGUSTUS 2014/SYAWAL 1435 69
5. usrah
Indahnya
Silaturahim
Terjalin Kembali
Apalah arti puasa yang kita
jalani, jika ternyata kita
masih enggan atau bahkan
tidak mau menyambung tali
Ssilaturahim. ekalipun hidup sengsara karena
ulah saudara-saudaranya yang
iri, Nabi Yusuf tak pernah
sedikit pun terbetik niat untuk
membalas dendam.
Nabi yang rupawan lagi tangkas itu
justru menerima saudara-saudaranya
dengan penuh pemaafan. Ia juga
kembali menyambung silaturahim
dengan mereka yang pernah sangat
membencinya.
Nabi Yusuf menyadari dengan
segenap pemahaman bahwa yang
menjadikan saudaranya itu benci tiada
lain hanyalah karena pekerjaan setan.
Hal ini diungkap oleh Nabi Yusuf
kepada ayahnya, Nabi Ya’kub, yang
kemudian Allah abadikan di dalam
al-Qur`an.
“Setelah setan merusakkan
(hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku.
Sesungguhnya Tuhanku
Maha Lembut terhadap apa yang Dia
kehendaki” (Yusuf [12]: 100).
Kisah yang lengkap dan terpapar
Oleh Imam Nawawi*
dalam surah Yusuf itu sungguh
memberikan banyak pelajaran hampir
dalam setiap bidang kehidupan,
utamanya hubungan kekeluargaan.
Seolah-olah dengan surah Yusuf
tersebut Allah ingin berkata,
“Betapapun hidupmu sulit disebabkan
oleh keluarga atau saudaramu
sendiri, jangan sekali-kali memutus
tali silaturahim, sebab terputusnya
silaturahim itu adalah gerbang lurus
menuju pintu neraka. Teladanilah
hamba-Ku ini, Nabi Yusuf.”
Bukti Keimanan
Apa yang dilakukan Nabi Yusuf
sungguh sangat patut untuk diteladani
oleh kita sebagai umat Islam. Hal
ini tidak lain karena menyambung
silaturahim adalah bukti nyata
keimanan seorang Muslim. Hal ini
ditegaskan dalam Hadits Rasulullah .
“Barangsiapa beriman kepada
Allah dan hari akhir maka hendaklah
memuliakan tamunya. Barangsiapa
beriman kepada Allah dan hari Akhir
maka hendaklah menyambung tali
rahimnya. Dan barangsiapa beriman
kepada Allah dan hari Akhir maka
hendaklah berkata baik atau diam.”
(Riwayat Bukhari).
Dengan kata lain, orang Islam
yang tidak benar-benar menjaga tali
silaturahim dengan keluarga atau
saudaranya, maka keimanan dalam
dadanya masih patut disempurnakan.
Dan, jika sikap tidak tepat itu
dipertahankan, sama saja dengan
membiarkan setan memutus yang
mesti kita sambung.
Padahal, Allah memerintahkan
kita untuk menyambung apa-apa
yang mestinya disambungkan. “Dan
orang-orang yang menghubungkan
apa-apa yang Allah perintahkan supaya
dihubungkan.” (Al-Ra’d [13]: 21).
Dalam tafsir Ibn Katsir dijelaskan,
maksud ayat tersebut adalah agar
umat Islam menghubungkan tali
persaudaraan (silaturahim), lalu
berbuat baik kepada saudaranya dan
senantiasa mengusahakan kebaikan
bagi saudaranya.
Demikianlah semestinya seorang
Muslim mengambil sikap dalam hal
silaturahim, yakni berani menjadi
washil.
Apa itu washil? Rasulullah
pun menjelaskan, “Bukanlah washil
itu orang yang membalas (hubungan),
tetapi washil (yang sejati)
itu adalah orang yang apabila
kerabatnya memutus dia, dia berusaha
menyambungnya.” (Riwayat Bukhari).
Apabila hal itu bisa dilakukan
dengan penuh kesungguhan di
SUARA HIDAYATULLAH 70 | www.hidayatullah.com
6. kolom parenting
Oleh Mohammad fauzil adhim
Ketika Saya Kecil
Saya dibesarkan dalam lingkungan
Muslim tradisional yang di usia 7-8
tahun berkenalan dengan kitab-kitab
fiqih dasar semacam Sulam
Safinah dan yang serupa dengan itu.
Semua itu merupakan kitab-kitab fiqih
dasar madzhab Syafi’i yang mencakup
berbagai masalah secara umum,
termasuk soal menstruasi, bersuci dari
hadas besar dan berbagai sebabnya
(jima’/sexual intercourse salah satunya).
Pengenalan awal tentang hukum
Islam dalam kerangka taat kepada
Allah SWT menjadikan anak-anak
usia sekolah dasar kelas bawah telah
mengenal berbagai hal yang hari ini
dianggap sebagai porsi orang dewasa.
Salah satu alasan untuk membekali
anak-anak dengan pengetahuan dasar
hukum Islam adalah karena orangtua
berkewajiban menegakkan disiplin
ibadah di usia 10 tahun. Salah satu
sanksinya adalah memukul. Tapi tidak
dibolehkan memukul, kecuali anak
sudah mengerti hal-hal dasar tentang
hukum Islam. Itu sebabnya, mereka
harus memahami aturan-aturan
dasar agama ini sebelum berusia 10
tahun. Orangtua mengenalkan sendiri
atau melalui guru agama di mushalla
melalui pembelajaran kitab-kitab fiqih
dasar.
Menakar Ulang
Pendidikan Seks
Walhasil, anak-anak mengerti
hal-hal pokok terkait kewajiban yang
berkaitan dengan seksualitasnya, tetapi
tidak memperolehnya dalam konteks
pendidikan seks menurut anggapan
sekarang. Anak memahaminya sebagai
bekalan penting sebagai hamba
Allah Ta’ala. Anak mengetahui apa
itu menstruasi, apa itu ihtilam (wet
dream), pun anak paham apa bedanya
mani (sperma) dan madzi saat ia
berusia sekitar 9 tahunan. Ini semua
hasil ikutan dari pendidikan tentang
syariat Islam. Maksudnya, tidak
diajarkan sebagai pengetahuan pokok,
tetapi anak akan memahami dengan
sendirinya karena untuk menguasai
fiqih, harus memahami berbagai hal
terkait istilah-istilah tersebut.
Sepintas anak tak memperoleh
pendidikan seks –dan senyatanya
memang tidak dimaksudkan sebagai
pendidikan seks—tetapi dengan
sendirinya memperoleh pengetahuan
yang diperlukan dengan cara yang
lebih baik, manfaat yang lebih mulia
dan tujuan yang lebih terarah. Anak
memahami tanpa perlu secara khusus
mempelajari alat reproduksi.
Beberapa Tahun Silam
Begitu saya dibesarkan. Tetapi
ketika saya mengenyam pendidikan
di fakultas psikologi dan membaca
berbagai literatur mengenai seksualitas
manusia dan khususnya tentang
pendidikan seks, terlebih ketika
dihadapkan pada sejumlah pertanyaan
dari orangtua, saya sempat mengalami
perubahan cara pandang. Anak-anak
harus memperoleh informasi
“memadai” (sebuah istilah yang
sebenarnya sangat ambigu) tentang
seksualitas serta organ reproduksi
mereka. Ini sangat penting agar mereka
dapat mengendalikan diri karena
memahami bahayanya melakukan
hubungan seks pra-nikah.
Jika anak meminta bertanya
tentang hal-hal yang berkait dengan
seksualitas, maka orangtua dan
pendidik berkewajiban untuk
memberikan informasi yang sesuai.
Berikanlah jawaban yang lugas, fair,
dan disertai dengan bimbingan agar
anak tidak memperbuatnya. Tunjukkan
kepada mereka bahayanya seks bebas
sesudah menerangkan tentang alat-alat
reproduksi dan fungsi-fungsinya secara
gamblang. Meski saya tak sepenuhnya
setuju, tetapi saya tak cukup alasan
untuk menolak.
Menurut konsep ini, penjelasan
secara yang tuntas dan memadai justru
memahamkan anak akan bahayanya,
sehingga dapat mengambil keputusan
SUARA HIDAYATULLAH 72 | www.hidayatullah.com
7. dengan baik. Tidak menjadi penasaran.
Melalui pemahaman yang lengkap,
anak akan dapat menghindari sampai
tiba waktunya nanti.
Beberapa Waktu Terakhir
Belakangan saya membaca
dan merenungi beberapa
hal. Pertama, pergeseran paradigma
pendidikan seks di Amerika dari seks
bertanggung-jawab yang berorientasi
kelonggaran melakukan hubungan seks
pra-nikah asalkan siap dan mampu
bertanggung-jawab, lalu bergeser
menjadi safe sex (seks yang aman)
sebagai reaksi terhadap merebaknya
STD alias penyakit menular akibat
hubungan seks bebas. Pada tahun
1980-an, wacana yang menguat
adalah kampanye pro-abstinence
alias mencegah hubungan seks pra
dan di luar nikah. Tetapi ini justru
memperoleh penentangan dari warga
negaranya sendiri, termasuk industri
terkait seks semisal kondom yang
kemudian melebarkan sayapnya ke
negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia melalui berbagai LSM. Saat
di negerinya sendiri ada ancaman
pendidikan seks yang berorientasi
pro-abstinence (tak ada hubungan seks
di luar nikah), justru industri melalui
berbagai LSM gencar melakukan
kampanye yang dikemas dengan nama
pendidikan seks, tetapi arahnya untuk
membentuk pola pikir safe sex (seks
aman) yang menguntungkan industri
kondom dan sejenisnya.
Kedua, ada realitas menarik di
berbagai negara kawasan Timur
Tengah bahwa remaja umumnya
tidak mengalami krisis identitas
sebagaimana yang diyakini dalam
psikologi perkembangan. Mereka tidak
mengalami keguncangan (storm and
stress) yang selama ini diyakini mutlak
terjadi pada remaja. Lalu, apa sebabnya
mereka tidak mengalami krisis identitas
maupun keguncangan?
Ada dua hal. Pertama, apa yang
disebut sebagai identity foreclosure.
Mereka memiliki kejelasan identitas
sebelum mereka memasuki masa
remaja. Mereka memiliki arah dan
Jendela keluarga
idealisme yang kuat. Kedua, jelas dan
kuatnya orientasi mereka terkait
hubungan dengan lawan jenis,
sementara terpaan media yang
memberi rangsang seksual relatif
rendah.
Ketiga, saya meyakini sebaik-baik
masa adalah para salafush-shalih.
Dan tidak ada satu pun perkara
yang terabaikan dalam agama ini.
Inna ashdaqal hadiitsi kitabuLlah.
Sesungguhnya sebaik-baik perkataan
adalah kitabuLlah, yakni Al-Qur’anul
Kariim. Dan sebaik-baik petunjuk
adalah petunjuk dari Rasulullah
Muhammad SAW. Kita dapati bahwa
agama ini mengajarkan agar para
pemuda memiliki orientasi menikah
yang kuat. Bekal awalnya ditanamkan
semenjak kanak-kanak dengan
mengenali taklif (bebanan syariat)
dalam segala hal, termasuk ketika
seseorang telah ihtilam (polutio).
Mari kita pikirkan sejenak.
Jika terhadap lawan jenis saja kita
diperintahkan untuk menundukkan
pandangan, tidak pula diperkenankan
melihat aurat dari yang sesama
jenis, maka bagaimana mungkin kita
memberi pendidikan dengan cara
justru menyeksamai aurat paling
rahasia bernama organ reproduksi?
Bagaimana mungkin cara itu justru
meredakan gejolak seksual. Belakangan
kita mendapati banyak data riset
yang menunjukkan bahwa semakin
dini pendidikan seks diberikan,
justru meningkatkan aborsi di usia
lebih dini. Data terkini misalnya
sebagaimana ditunjukkan oleh HCM
City Development Research Institute
di Vietnam. Pendidikan seks yang
berorientasi kesehatan reproduksi di
negeri itu yang diberikan semenjak SD,
menyebabkan anak-anak usia 10 tahun
pun banyak yang melakukan aborsi.
Dan tidak mungkin terjadi aborsi
jika tidak melakukan hubungan seks
sebelumnya. Ini juga diperkuat oleh
data dari WHO.
Semoga catatan sederhana ini
bermanfaat dan berkah. Wallahu’alam
bishawab.
MUH. ABDUS SYAKUR/SUARA HIDAYATULLAH
AGUSTUS 2014/SYAWAL 1435 73
8. Jendela keluarga
diri dalam ketaatan, namun juga
menanggalkan ego pribadi demi
kuatnya tali persaudaraan. Apakah
kita rela, kesempurnaan iman yang
sudah di depan mata lenyap begitu
saja hanya karena kita gagal menguasai
ego pribadi dengan tetap memilih
memutus tali silaturahim?
Apabila hal itu terjadi, sungguh
apa yang kita jalani selama puasa
Ramadhan tidak mengantarkan kita
pada kemenangan yang sesungguhnya.
Berbuat yang Terbaik
Sebagaimana disinggung di
awal, kita mesti berupaya menjadi
washil alias orang yang senantiasa
menyambung silaturahim. Apabila kita
mampu melakukannya, maka sungguh
kita telah berbuat yang terbaik (ahsan).
Katakanlah bukan kita yang jahat
terhadap keluarga atau saudara, tetapi
tetap saja Allah memerintahkan
kita berbuat yang terbaik dan tidak
membalas keburukan atau kejahatan
dengan kejahatan pula.
“Dan tidaklah sama kebaikan dan
kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu)
dengan cara yang lebih baik, maka
tiba-tiba orang yang antaramu dan
antara dia ada permusuhan seolah-olah
telah menjadi teman yang sangat setia.”
(Fushshilat [41]: 34).
Ibn Katsir menjelaskan, apabila
ada orang (katakanlah keluarga atau
saudara sendiri) berbuat buruk kepada
kita, maka tolak (balaslah) dengan
cara yang lebih baik. Sebab hanya
dengan membalas dengan kebaikanlah
hubungan yang meregang akan
merapat kembali.
Kebaikan yang kita lakukan, masih
kata Ibn Katsir, akan mengundang
sikap tulus, rasa cinta dan rindu dari
hati orang yang berbuat jahat kepada
kita. Jadi tunggu apalagi, di momentum
bulan Syawal ini mari segera rasakan
keindahannya dengan bergegas-gegas
menyambung silaturahim kembali.
Wallahu a’lam. Pemimpin redaksi
majalah Mulia
bulan Syawal. Ini mendorong seluruh
umat Islam untuk meleburkan diri
dalam semangat kekeluargaan dan
persaudaraan.
Sebuah momentum yang jika
diresapi dengan segenap pemikiran
yang mendalam akan mengantarkan
kita pada satu kesimpulan bahwa
Allah dan Rasul-Nya tidak sekadar
mewajibkan puasa. Tetapi juga
memberikan ruang untuk kita
merasakan apa yang sebenarnya
dimaksud dengan kemenangan,
kekeluargaan dan persaudaraan.
Syawal inilah momentum terbaik
untuk tidak sekedar mampu menempa
foto: muh abdus syakur/suara hidayatullah
momen bulan Syawal, maka sungguh
kesempurnaan iman itu akan segera
kita miliki dan pasti akan datang
kebahagiaan demi kebahagiaan dalam
kehidupan kita. Sebab, apalagi yang
akan diterima oleh Muslim yang
sempurna imannya selain kebahagiaan
dari sisi-Nya?
Memudahkan Rezeki
Selain akan mendatangkan
ketentraman dan kebahagiaan hati,
menyambung tali silaturahim ternyata
juga mendatangkan manfaat yang luar
biasa dalam kehidupan dunia ini.
Rasulullah bersabda, “Siapa
yang ingin dilapangkan untuknya
rezekinya dan diakhirkan untuknya
ajalnya, maka hendaklah menyambung
tali silaturahim.” (Riwayat Bukhari
Muslim).
Jadi, pertimbangan apalagi yang
mencegah kita untuk menyegerakan
diri menyambung tali silaturahmi
dengan keluarga dan saudara sendiri.
Buah Kemenangan Puasa
Sungguh sangat luar biasa umat
Nabi Muhammad. Hampir semua
sisi kehidupannya diatur oleh syariat,
tidak terkecuali perihal silaturahim.
Subhanallah, usai berpuasa sebulan
penuh selama Ramadhan, umat Islam
dipertemukan dengan yang namanya
Silaturahim
akan mengundang
sikap
tulus, rasa cinta
dan rindu dari
hati orang yang
berbuat jahat
kepada kita
AGUSTUS 2014/SYAWAL 1435 71
9. kolom parenting
Oleh Mohammad fauzil adhim
Ketika Saya Kecil
Saya dibesarkan dalam lingkungan
Muslim tradisional yang di usia 7-8
tahun berkenalan dengan kitab-kitab
fiqih dasar semacam Sulam
Safinah dan yang serupa dengan itu.
Semua itu merupakan kitab-kitab fiqih
dasar madzhab Syafi’i yang mencakup
berbagai masalah secara umum,
termasuk soal menstruasi, bersuci dari
hadas besar dan berbagai sebabnya
(jima’/sexual intercourse salah satunya).
Pengenalan awal tentang hukum
Islam dalam kerangka taat kepada
Allah SWT menjadikan anak-anak
usia sekolah dasar kelas bawah telah
mengenal berbagai hal yang hari ini
dianggap sebagai porsi orang dewasa.
Salah satu alasan untuk membekali
anak-anak dengan pengetahuan dasar
hukum Islam adalah karena orangtua
berkewajiban menegakkan disiplin
ibadah di usia 10 tahun. Salah satu
sanksinya adalah memukul. Tapi tidak
dibolehkan memukul, kecuali anak
sudah mengerti hal-hal dasar tentang
hukum Islam. Itu sebabnya, mereka
harus memahami aturan-aturan
dasar agama ini sebelum berusia 10
tahun. Orangtua mengenalkan sendiri
atau melalui guru agama di mushalla
melalui pembelajaran kitab-kitab fiqih
dasar.
Menakar Ulang
Pendidikan Seks
Walhasil, anak-anak mengerti
hal-hal pokok terkait kewajiban yang
berkaitan dengan seksualitasnya, tetapi
tidak memperolehnya dalam konteks
pendidikan seks menurut anggapan
sekarang. Anak memahaminya sebagai
bekalan penting sebagai hamba
Allah Ta’ala. Anak mengetahui apa
itu menstruasi, apa itu ihtilam (wet
dream), pun anak paham apa bedanya
mani (sperma) dan madzi saat ia
berusia sekitar 9 tahunan. Ini semua
hasil ikutan dari pendidikan tentang
syariat Islam. Maksudnya, tidak
diajarkan sebagai pengetahuan pokok,
tetapi anak akan memahami dengan
sendirinya karena untuk menguasai
fiqih, harus memahami berbagai hal
terkait istilah-istilah tersebut.
Sepintas anak tak memperoleh
pendidikan seks –dan senyatanya
memang tidak dimaksudkan sebagai
pendidikan seks—tetapi dengan
sendirinya memperoleh pengetahuan
yang diperlukan dengan cara yang
lebih baik, manfaat yang lebih mulia
dan tujuan yang lebih terarah. Anak
memahami tanpa perlu secara khusus
mempelajari alat reproduksi.
Beberapa Tahun Silam
Begitu saya dibesarkan. Tetapi
ketika saya mengenyam pendidikan
di fakultas psikologi dan membaca
berbagai literatur mengenai seksualitas
manusia dan khususnya tentang
pendidikan seks, terlebih ketika
dihadapkan pada sejumlah pertanyaan
dari orangtua, saya sempat mengalami
perubahan cara pandang. Anak-anak
harus memperoleh informasi
“memadai” (sebuah istilah yang
sebenarnya sangat ambigu) tentang
seksualitas serta organ reproduksi
mereka. Ini sangat penting agar mereka
dapat mengendalikan diri karena
memahami bahayanya melakukan
hubungan seks pra-nikah.
Jika anak meminta bertanya
tentang hal-hal yang berkait dengan
seksualitas, maka orangtua dan
pendidik berkewajiban untuk
memberikan informasi yang sesuai.
Berikanlah jawaban yang lugas, fair,
dan disertai dengan bimbingan agar
anak tidak memperbuatnya. Tunjukkan
kepada mereka bahayanya seks bebas
sesudah menerangkan tentang alat-alat
reproduksi dan fungsi-fungsinya secara
gamblang. Meski saya tak sepenuhnya
setuju, tetapi saya tak cukup alasan
untuk menolak.
Menurut konsep ini, penjelasan
secara yang tuntas dan memadai justru
memahamkan anak akan bahayanya,
sehingga dapat mengambil keputusan
SUARA HIDAYATULLAH 72 | www.hidayatullah.com
10. dengan baik. Tidak menjadi penasaran.
Melalui pemahaman yang lengkap,
anak akan dapat menghindari sampai
tiba waktunya nanti.
Beberapa Waktu Terakhir
Belakangan saya membaca
dan merenungi beberapa
hal. Pertama, pergeseran paradigma
pendidikan seks di Amerika dari seks
bertanggung-jawab yang berorientasi
kelonggaran melakukan hubungan seks
pra-nikah asalkan siap dan mampu
bertanggung-jawab, lalu bergeser
menjadi safe sex (seks yang aman)
sebagai reaksi terhadap merebaknya
STD alias penyakit menular akibat
hubungan seks bebas. Pada tahun
1980-an, wacana yang menguat
adalah kampanye pro-abstinence
alias mencegah hubungan seks pra
dan di luar nikah. Tetapi ini justru
memperoleh penentangan dari warga
negaranya sendiri, termasuk industri
terkait seks semisal kondom yang
kemudian melebarkan sayapnya ke
negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia melalui berbagai LSM. Saat
di negerinya sendiri ada ancaman
pendidikan seks yang berorientasi
pro-abstinence (tak ada hubungan seks
di luar nikah), justru industri melalui
berbagai LSM gencar melakukan
kampanye yang dikemas dengan nama
pendidikan seks, tetapi arahnya untuk
membentuk pola pikir safe sex (seks
aman) yang menguntungkan industri
kondom dan sejenisnya.
Kedua, ada realitas menarik di
berbagai negara kawasan Timur
Tengah bahwa remaja umumnya
tidak mengalami krisis identitas
sebagaimana yang diyakini dalam
psikologi perkembangan. Mereka tidak
mengalami keguncangan (storm and
stress) yang selama ini diyakini mutlak
terjadi pada remaja. Lalu, apa sebabnya
mereka tidak mengalami krisis identitas
maupun keguncangan?
Ada dua hal. Pertama, apa yang
disebut sebagai identity foreclosure.
Mereka memiliki kejelasan identitas
sebelum mereka memasuki masa
remaja. Mereka memiliki arah dan
Jendela keluarga
idealisme yang kuat. Kedua, jelas dan
kuatnya orientasi mereka terkait
hubungan dengan lawan jenis,
sementara terpaan media yang
memberi rangsang seksual relatif
rendah.
Ketiga, saya meyakini sebaik-baik
masa adalah para salafush-shalih.
Dan tidak ada satu pun perkara
yang terabaikan dalam agama ini.
Inna ashdaqal hadiitsi kitabuLlah.
Sesungguhnya sebaik-baik perkataan
adalah kitabuLlah, yakni Al-Qur’anul
Kariim. Dan sebaik-baik petunjuk
adalah petunjuk dari Rasulullah
Muhammad SAW. Kita dapati bahwa
agama ini mengajarkan agar para
pemuda memiliki orientasi menikah
yang kuat. Bekal awalnya ditanamkan
semenjak kanak-kanak dengan
mengenali taklif (bebanan syariat)
dalam segala hal, termasuk ketika
seseorang telah ihtilam (polutio).
Mari kita pikirkan sejenak.
Jika terhadap lawan jenis saja kita
diperintahkan untuk menundukkan
pandangan, tidak pula diperkenankan
melihat aurat dari yang sesama
jenis, maka bagaimana mungkin kita
memberi pendidikan dengan cara
justru menyeksamai aurat paling
rahasia bernama organ reproduksi?
Bagaimana mungkin cara itu justru
meredakan gejolak seksual. Belakangan
kita mendapati banyak data riset
yang menunjukkan bahwa semakin
dini pendidikan seks diberikan,
justru meningkatkan aborsi di usia
lebih dini. Data terkini misalnya
sebagaimana ditunjukkan oleh HCM
City Development Research Institute
di Vietnam. Pendidikan seks yang
berorientasi kesehatan reproduksi di
negeri itu yang diberikan semenjak SD,
menyebabkan anak-anak usia 10 tahun
pun banyak yang melakukan aborsi.
Dan tidak mungkin terjadi aborsi
jika tidak melakukan hubungan seks
sebelumnya. Ini juga diperkuat oleh
data dari WHO.
Semoga catatan sederhana ini
bermanfaat dan berkah. Wallahu’alam
bishawab.
MUH. ABDUS SYAKUR/SUARA HIDAYATULLAH
AGUSTUS 2014/SYAWAL 1435 73
11. konsultasi keluarga
Diasuh oleh : Ustadz Hamim Thohari
Istimewanya Meninggal
di Hari Jumat
74 SUARA HIDAYATULLAH || | www.www..hidayatullah.hiidaayyaattullllaah..ccom
com
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Beberapa hari yang lalu keluarga saya ada yang
meninggal
dunia. Sebelum meninggal istrinya selalu
berdoa, “Ya Allah, saya rela engkau cabut nyawa
suami
saya besok hari Jumat.” Benar, sekitar pukul
03.00 pada hari Jumat suaminya meninggal.
Ustadz, tolong dijelaskan apakah benar meninggal
di hari Jumat memiliki keistimewaan?
RD
Bekasi
Jawab:
Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Sampai sekarang tidak ada seorang pun yang
bisa
merencanakan di mana dan kapan kematiaannya.
Jika ajal telah tiba, tak seorang pun dapat
menundanya,
juga mempercepatnya. Allah menegaskan:
“Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu).
Apabila ajalnya tiba, mereka tidak bisa meminta
penundaan atau percepatan sesaat pun.”
(Al-A’raf [7]: 34).
Banyak cara orang meninggal dunia. Ada yang
meninggal
karena sakit, ada yang karena kecelakaan,
ada yang dibunuh orang lain, dan ada juga
yang sengaja bunuh diri. Ada yang mati di atas ranjang,
ada yang mati di jalan raya, ada juga yang mati
di medan perang.
Penyebab kematian bisa bermacam-macam, tapi
pada hakikatnya kematiannya cuma satu, yaitu
berpisahnya
ruh dengan jasad.
Karena yang menentukan kematian itu Allah
, maka kematian kapan pun dan di mana pun harus
diterima
dengan ikhlas. Yang penting mati dalam
keadaan husnul khatimah, mati dalam keadaan
beriman kepada Allah .
Meskipun demikian, Allah memberi keistimewaan
kepada orang yang mati di Madinah dan
dikuburkan di sana. Beberapa Hadits menjelaskan
tentang mereka yang bakal dibangkitkan pertama
kali bersama Rasulullah sebelum yang lain-lain
dibangkitkan.
Dalam kaitan dengan hal itu, sebagian ulama
membolehkan
kepada kita bercita-cita meninggal
di Madinah dan dikuburkan di sana.
Selain itu, Allah memberi keistimewaan kepada
mereka secara khusus yang mati di hari
Jumat.
“Setiap Muslim yang wafat pada siang hari
Jumat atau malamnya, niscaya Allah akan menyelamatkannya
dari fitnah kubur.” (Riwayat
Ahmad dan Tirmidzi).
Dalam Hadits tersebut jelas dinyatakan tentang
keistimewaan wafat di hari Jumat. Meskipun
demikian bukan berarti orang yang wafat selain
hari
Jumat tidak mendapatkan keistimewaan
apapun.
Kehadiran jamaah shalat jenazah, doa
para
pelayat, juga para pengiring hingga ke kuburan
dapat memberi nilai tambah bagi orang
yang wafat.
Tentang keistimewaan hari Jumat ini, Rasulullah
bersabda, “Sesungguhnya di antara
hari-harimu ada hari yang paling utama adalah
hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan,
pada
hari itu pula beliau wafat, pada hari itu
pula (sangkakala) ditiup, pada hari itu pula
mereka
pingsan.
Maka perbanyaklah shalawat
kepadaku karena
shalawat kalian akan disampaikan
kepadaku.’
Aus bin Aus berkata,
para
sahabat bertanya,
‘Wahai Rasulullah
, bagaimana
mungkin
shalawat kami bisa disampaikan
kepadamu
sementara engkau telah
tiada?’ Beliau bersabda,
‘Sesungguhnya Allah
Azza wa Jalla mengharamkan
bumi untuk memakan
jasad para nabi’.” (Riwayat Abu Dawud).
Wallahu a’lam.*