Retensi urine adalah ketidakmampuan untuk buang air kecil meskipun terasa ingin. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti infeksi, gangguan neurologis, dan pembesaran prostat. Gejalanya berupa buang air kecil lambat, perut membesar, dan rasa ingin buang air kecil yang tidak terpenuhi. Penanganannya meliputi pemasangan kateter, pemberian obat, edukasi, dan antiseptik untuk mencegah infeksi.
2. PENGERTIAN
Adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine
dari fesika urinaria. (Kapita Selekta Kedokteran).
Adalah ketidakmampuan untuk melakukan
urinasi meskipun terdapat keinginan atau dorongan
terhadap hal tersebut. (Brunner & Suddarth).
Adalah tertahannya urine di dalam kandung
kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronis.
(Depkes RI).
3. ETIOLOGI
• Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di
medulla spinallis.
• Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama
teregang, atoni pada pasien DM atau penyakit
neurologist, divertikel yang besar.
• Intravesikal berupa pembesaran prostate, kekakuan
leher vesika, striktur, batu kecil, tumor pada leher
vesika, atau fimosis.
• Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran
porstat, kelainan patologi urethra
(infeksi, tumor, kalkulus), trauma, disfungsi neurogenik
kandung kemih.
4. TANDA & GEJALA
a.Diawali dengan urine mengalir lambat.
b.Kemudian terjadi poliuria yang makin lama
menjadi parah karena pengosongan kandung
kemih tidak efisien.
c.Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung
kemih.
d.Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan
merasa ingin BAK.
e.Pada retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc.
6. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan radang
urethra, distensi bladder.
2. Gangguan pola eliminasi urine berhubungan
infeksi bladder, gangguan neurology.
3. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan tidak
mengenal informasi masalah tentang area
sensitive.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan terpasangnya
kateter urethra.
7. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx. I
Tujuan: Pasien menyatakan nyeri hilang dan mampu
untuk melakukan istirahat dengan tenang.
Intervensi :
* Kaji nyeri, lokasi dan intensitas.
* Perhatikan tirah baring bila diindikasikan.
* Pasang kateter untuk kelancaran drainase.
* Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai
indikasi, contoh eperidin.
8. NexT...
Dx. II
Tujuan: Setelah intervensi diharapkan berkemih dengan
jumlah yang normal dan tanpa adanya retensi.
Intervensi:
* Kaji pengeluaran urine dan system kateter.
* Perhatikan waktu, jumlah berkemih, dan ukuran aliran..
* Dorong pasien untuk berkemih bila terasa adanya
dorongan.
* Dorong pemasukan cairan sesuai toleransi..
*Intruksikan pasien untuk latihan perineal, contoh
mengencangkan bokong, menghentikan dan memulai
aliran urine.
9. NexT...
Dx. III
Tujuan:
* Tampak rileks, menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.
• Menunjukkan rentang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa
takutnya.
Intervensi:
* Berikan informasi tentang prosedur dan apa yang akan
terjadi, contoh kateter, iritasi kandung kemih..
* Pertahankan perilaku nyata dalam melakukan prosedur atau
menerima pasien..
* Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah /
perasaan
10. NexT...
Dx. IV
Tujuan:
* Pasien menyatakan pemahaman proses penyakit.
* Pasien dapat melakukan perubahan perilaku yang perlu.
• Pasien dapat berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi:
* Dorong pasien untuk menyatakan rasa takut dan atau perasaan
perhatian.
* Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan tindakan atau evaluasi
medik.
* Berikan informasi bahwa kondisi pasien tidak ditularkan secara
seksual.
* Anjurkan menghindari makanan berbumbu, kopi, dan minuman
mengandung alkohol.
11. NexT...
Dx. V
Tujuan:
Mencapai waktu penyembuhan dan tidak mengalami
tanda infeksi.
Intervensi:
* Pertahankan system kateter steril, berikan perawatan
kateter regular dengan sabun dan air, berikan salep
antibiotic di sekitar sisi kateter.
* Awasi tanda tanda vital, perhatikan demam
ringan, menggigil, nadi dan pernafasan cepat, gelisah.
* Observasi sekitar kateter.