1. Immunodefisiensi
(HIV sebagai Role Model)
Ricky Herlianto
Jopi Chandra Sindhutomo
Jason Julianus
Alfredo Bambang
(2012-060-152)
(2012-060-153)
(2012-060-172)
(2012-060-193)
2. Definisi
• Penyakit immunodefisiensi didefinisikan
sebagai kegagalan, kerusakan atau
kemunduran fungsi dari satu atau lebih
komponen dalam sistem imun yang pada
akhirnya dapat menyebabkan penyakit
atau kelainan yang serius
3. Jenis Immunodefisiensi
Secara umum terdapat 2 jenis immunodefisiensi
immunodefisiensi primer (congenital)
Immunodefisiensi sekunder (didapat / acquired)
Immunodefisiensi baik primer maupun sekunder
dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi,
terkena kanker dan juga dapat mencetuskan
penyakit autoimun.
4. Immunodefisiensi Primer
Penyakit immunodefisiensi primer disebabkan
karena adanya kelainan genetik
Ada berbagai jenis kelainan immunodefisiensi
primer, contohnya
kelainan
pada sistem imun innate
defisiensi antibody
defisiensi sel T
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11. Terapi
Transplantasi antibody, sumsum tulang atau stem
cell
enzyme replacement.
Saat ini juga berkembang gene therapy dengan
menggunakan virus yang telah dimodifikasi.(1)(5)
15. Pendahuluan
HIV termasuk dalam keluarga lentivirus, dan
merupakan suatu retrovirus.(2)
Salah satu karakteristik unik dari lentivirus adalah
kemampuannya untuk menyebabkan efek sitopatik
dalam jangka pendek, dan infeksi yang latent
dalam jangka panjang
16. Pendahuluan
Terdapat dua tipe virus HIV, yaitu HIV-1 dan HIV-2.
HIV-1 paling banyak menyebabkan AIDS. HIV-2
menyebabkan AIDS yang progresinya lebih
lambat.(1)
17. Pendahuluan
Menurut penelitian, HIV-1 kemungkinan berasal
dari virus yang menyerang simpanse
(Pantroglodytes), yang banyak terdapat di Afrika
Pusat.
Di sisi lain, HIV-2, dengan gen 40-60% homolog
dengan HIV-1, datang dari sooty mangabey
(Cercocebus atys), yang banyak terdapat di Africa
Barat dari Senegal sampai Pantai Gading
20. A phylogenetic tree based on
the complete genomes of
primate immunodeficiency
viruses. The scale (0.10)
indicates a 10% difference at
the nucleotide level.
39. Infeksi HIV
Infeksi HIV dibagi menjadi tiga fase, yaitu
infeksi awal atau akut
Pada
infeksi akut, infeksi terjadi di jaringan mukosa,
yang merupakan reservoir untuk sel T dan tempat
dimana sebagian besar sel T memori berdiam. Dalam
2 minggu, jumlah sel T CD4 berkurang drastis.(1)(5)
transisi dari infeksi akut ke infeksi kronis
infeksi lanjutan atau kronis
40.
41.
42. Fase Transisi
Fase transisi dimulai dengan sel dendritik yang
memfagosit virus dan membawanya ke nodus
limfatikus. Di nodus limfatikus, sel dendritik
mentransfer virus HIV kepada sel T CD4.
Fase transisi diakhiri dengan bekerjanya sistem imun
humoral dan selular, yang menyebabkan jumlah
virus di plasma berkurang dalam waktu 12 minggu
menjadi jauh lebih rendah (berakhirnya viremia).
Selama fase transisi, ada kemungkinan terjadi
peningkatan jumlah sel T CD4 karena diferensiasi
dari progenitor.(1)
43. Fase Infeksi Kronis dan Clinical Latency
Pada fase infeksi kronis, penderita asimptomatik
atau hanya mendapat gejala ringan. Hal ini karena
jumlah virus HIV di plasma menurun secara drastis
Fase clinical latency dapat berlangsung selama
bertahun-tahun. Dengan berjalannya waktu,
penderita juga akan menjadi lebih mudah terinfeksi
penyakit karena berkurangnya sel T CD4 secara
bertahap
46. Awal
Infeksi HIV dimulai dari penerobosan virus melewati
sawar mukosa (mucosal barrier)
melewati
celah antar sel
melalui mikroabrasi atau sobekan pada epitel
mekanisme transcytosis
Sel dendritik juga memegang peranan penting
dalam penerobosan virus melewati sawar mukosa
47.
48. Infeksi Makrofag
Selain sel T CD4, terdapat juga sel-sel lain yang
juga diinfeksi oleh virus HIV seperti makrofag, sel
dendritik, dan sel folikular dendritik
Makrofag memiliki kadar CD4 yang rendah, tetapi
memiliki banyak proteoglikan heparan sulfat yang
disebut syndecan pada permukaannya
Syndecan juga dapat memediasi absorpsi virus HIV
dengan menempel ke gp120
49. Infeksi sel Dendritic
Sel dendritik memiliki kadar CD4, CXCR4, dan
CCR5 yang lebih rendah dari sel T CD4, sehingga
tidak terlalu rentan terhadap virus HIV
sel dendritik memiliki DC-SIGN pada
permukaannya yang berfungsi untuk
mengagregasikan virus pada permukaan, sehingga
saat berkontak dengan sel T CD4, virus HIV dapat
dengan mudah berpindah
50. • Sel dendritik bertanggungjawab
untuk menginisiasi respon imun
adaptif terhadap virus di nodus
limfatikus. Lebih jauh lagi, sel
dendritik dapat mengaktifasi sel
NK dengan sekresi IL-12, IL-15
dan IL-18.
• Sel dendritik memiliki SAMHD1
dan APOBEC3G yang dapat
menginhibisi replikasi virus HIV,
tetapi interaksi dari capsid HIV
dengan cyclophilin (CYPA) di sel
dendritik dapat menginduksi
terbentuknya interferon tipe 1
yang bersifat antiviral melalui
cryptic cytoplasmic sensor
51.
52.
53.
54.
55. Sel T
+
CD4
sebagai reservoir virus
infeksi dapat menyebabkan sel T CD4 menjadi
berhenti berproliferasi dan tidak aktif.
Dalam kondisi seperti itu, sel T CD4 disebut sebagai
latent reservoir, dan memiliki masa hidup yang
sangat panjang, dengan waktu paruh 44 bulan,
bahkan setelah 7 tahun penderita menjalani supresi
replikasi virus.(8)
56. Transmisi Virus HIV
Transmisi HIV dapat melalui berbagai cara. Cara
yang paling umum adalah melalui kontak seksual,
baik pada lawan jenis ataupun sesama jenis.
HIV pada anak-anak paling banyak ditransfer dari
ibunya, baik saat didalam rahim, saat melahirkan,
ataupun saat menyusui anaknya.
Metode lain yang juga sering terjadi adalah
pemakaian jarum suntik secara bersama-sama. (1)
63. •
•
•
•
•
•
•
•
•
REFERENSI
Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Cellular and Molecular immunology. 7th
1.
Edition. United States of America: Elsevier; 2012.
2. Longo D, Fauci A, Kasper D, Hauser S, Jameson J, Localzo J. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 18th edition. New York: McGrawHill; 2012.
3. Arason G, Jorgensen G, Ludviksson B. Primary Immunodeficiency and
Autoimmunity: Lessons From Human Diseases. Scand J Immunol. 2010;71:317–28.
4. Ballow M. Primary immunodeficiency disorders: Antibody deficiency. J Allergy
Clin Immunol. 2002 Apr;109(4):581–91.
5. Rich RR, Fleisher TA, Shearer WT, Schroeder HW, Frew AJ, Weyand CM. Clinical
Immunology Principles and Practice. 3rd edition. China: Elsevier; 2008.
6. Bhardwaj N, Hladik F, Moir S. The immune response to HIV. 2012 [cited 2013
Sep 2]; Available from:
http://web2.mendelu.cz/af_239_nanotech/data/up/mats/nri1201_hiv_references.
pdf
7. Levy JA. HIV pathogenesis: 25 years of progress and persistent challenges:
AIDS. 2009 Jan;23(2):147–60.
8. Stebbing J, Gazzard B, Douek DC. Where Does HIV Live? N Engl J Med.
2004;350(18):1872–80.
9. http://www.nature.com/nri/posters/hiv