1. IDENTIFIKASI KENDALA PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH
DENGAN SWASTA SEBAGAI ALAT PERCEPATAN PROYEK MP3EI DI
INDONESIA
Ahmad Yusuf
Mahasiswa Program D-IV Akuntansi Kurikulum Khusus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
Email : fusuy.damha@gmail.com
ABSTRAK
Proyek MP3EI yang digagas pemerintah membutuhkan pendanaan yang besar. Oleh karena itu,
peran pihak swasta sangat penting untuk mengatasi keterbatasan APBN dalam mendanai proyek
tersebut. Peran tersebut difasilitasi pemerintah melalui Kerja sama Pemerintah denga Swasta
(KPS). Dalam pelaksanaan KPS menemui beberapa hambatan. Tulisan ini bertujuan untuk
menguraikan hambatan hambatan tersebut.
Keywords : MP3EI, KPS, PPP, APBN
I. Pendahuluan
Pertumbuhan ekonomi suatu negara di
pengarui oleh banyak faktor. Salah satu faktor
tersebut adalah berasal dari investasi baik
dari dalam maupun luar negeri. Kemudahan
berinvestasi di suatu negara akan
digambarkan dengan indeks daya saing.
Sebagaimana penilaian World Economic
Forum (WEF) daya saing infrastruktur
Indonesia meningkat dari urutan 96 dari 134
negara pada 2009, menjadi urutan 82 dari 148
negara pada 2013 (Berita Satu). Penilaian
daya saing infrastruktur mencakup kualitas
dan kapasitas infrastruktur seperti jalan,
kereta api, pelabuhan, bandar udara, energi
dan telekomunikasi.
Pembangunan infrastruktur di Indonesia
telah menjadi fokus pemerintah era Susilo
Bambang Yudhoyono melalui program
Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Latar belakang proyek tersebut adalah melalui
langkah MP3EI, percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi akan menempatkan
Indonesia sebagai negara maju pada tahun
2025 dengan pendapatan per kapita yang
berkisar antara USD 14.250-USD 15.500
dengan nilai total perekonomian (PDB)
berkisar antara USD 4,0-4,5 triliun. Untuk
mewujudkannya diperlukan pertumbuhan
ekonomi riil sebesar 6,4-7,5 persen pada
periode 2011-2014, dan sekitar 8,0-9,0 persen
pada periode 2015-2025. Pertumbuhan
ekonomi tersebut akan dibarengi oleh
penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen
pada periode 2011-2014 menjadi 3,0 persen
pada 2025. Kombinasi pertumbuhan dan
inflasi seperti itu mencerminkan karakteristik
negara maju.
Proyek MP3EI selaras dengan visi
pembangunan nasional sebagaimana tertuang
dalam Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional 2005-2025, maka visi
Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia adalah “Mewujudkan
Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju,
Adil, dan Makmur”.
Sebagai suatu mega proyek, MP3EI
membutuhkan dana yang tidak sedikit. Buku
edisi ke-5 dari seri Buku PPP Project Planning
Bappenas mencantumkan 27 proyek
infrastruktur dengan nilai sebesar US$ 47,5
2. miliar (Rp 551, 2 triliun dengan kurs Rp
11.600 per US$) (Majalah SWA). Kebutuhan
dana sebesar itu tidak dapat semuanya
dipenuhi melalui Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Sebagai alternatif
pemerintah mulai menggandeng pihak swasta
untuk mendanai proyek pembangunan
infrastruktur dalam bentuk Public Private
Partnership (PPP) atau Kerja sama Pemerintah
dan Swasta (KPS).
Dalam pelaksanaannya, KPS menemui
kendala-kendala yang menghambat
kelancarannya. Hal ini yang mendasari penulis
untuk mengidentifikasi kendala kendala yang
ditemui pada pelaksanaan KPS.
II. Pembahasan
Masterplan Percepatan Dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia
Menurut Peraturan Presiden Nomor 32
tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan
Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia 2011-2025 MP3EI merupakan
arahan strategis dalam percepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi Indonesia
untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung
sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025
dalam rangka pelaksanaan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 –
2025 dan melengkapi dokumen perencanaan.
Sedangkan menurut Wikipedia, MP3EI adalah
sebuah pola induk perencanaan ambisius dari
pemerintah Indonesia untuk dapat
mempercepat realisasi perluasan
pembangunan ekonomi dan pemerataan
kemakmuran agar dapat dinikmati secara
merata di kalangan masyarakat.
Percepatan dan perluasan pembangunan
ekonomi ini akan didukung berdasarkan
potensi demografi dan kekayaan sumber daya
alam, dan dengan keuntungan geografis
masing-masing daerah.
Pembangunan Infrastruktur dan
Keterbatasan APBN
Pembangunan infrastruktur di Indonesia
dapat dilakukan dengan berbagai pola antara
lain:
1. Proyek Pemerintah Pusat/Daerah yang
dibiayai oleh APBN/APBD.
Pembangunannya dilaksanakan oleh
BUMN/BUMD/swasta. Sumber dananya
bisa melalui:
a. Rupiah murni, atau
b. Pinjaman/hibah luar negeri (lembaga
multilateral/ bilateral/kredit ekspor),
biasanya disertai dengan rupiah
pendamping
2. Proyek BUMN/BUMD, yang dibiayai oleh
anggaran perusahaan sesuai dengan
RKAP yang disetujui oleh Meneg
BUMN/Pemda.
3. Proyek Kerjasama Pemerintah-Swasta
(Konsesi), yang dibiayai oleh modal
investor swasta, pinjaman
perbankan/pasar modal domestik dan
luar negeri. Peran Pemerintah hanya
memberikan dukungan untuk proyek
yang kurang menarik minat swasta, tetapi
mempunyai kelayakan ekonomi yang
tinggi.
Terbatasnya dana yang dimiliki,
menyebabkan pemerintah tidak mampu
membiayai pembangunan seluruh
infrastruktur yang dibutuhkan oleh
masyarakat seperti jalan, jembatan, jaringan
air minum, dan pelabuhan. Sesuai data dari
BAPENAS, diketahui bahwa estimasi
kebutuhan investasi infrastruktur pada tahun
2010 -20014 sebagaimana digambarkan
dalam grafik 1.
Dari grafik 1, terdapat informasi bahwa
dari total biaya yang dibutuhkan untuk
pembangunan infrastuktur, hanya + 31% saja
yang mampu untuk dibiayai oleh pemerintah
melalui APBN, sementara sisanya yang + 69%
direncanakan diperoleh dari sumber lain di
luar APBN.
3. Grafik 1
Pendanaan Kebutuhan Pembangunan Infrastruktur
Sumber : http://www.kppu.go.id
Dengan melihat fakta diatas, maka peran
swasta dalam pembangunan infrastruktur
sangat dibutuhkan sehingga pendanaan atau
investasi untuk pembangunan infrastruktur
dapat terpenuhi. Bentuk kerjasama ini biasa
dikenal dengan istilah kerjasama pemerintah
swasta atau konsesi.
Gambar 1
Tingkat Peran Pemerintah dan Swasta dalam Pengelolaan KPS
Sumber : http://www.kppu.go.id
Di ujung sebelah kiri, pengelolaan
sepenuhnya dikuasai dan dilaksanakan oleh
pemerintah. Sementara di ujung sebelah
kanan, pengelolaan sepenuhnya dikuasai dan
dilaksanakan oleh pihak swasta. Pada model
outsourcing, manajemen pengelolaan diambil
dari pihak luar dimana pihak luar tersebut
bisa berasal dari pihak swasta, sementara
untuk konsesi pengelolaan diserahkan kepada
swasta tetapi kepemilikan aset masih di
tangan pemerintah dan pengelolaannya akan
dikembalikan kepada pemerintah setelah
seluruh jangka waktu yang diperjanjikan
selesai.
Bentuk kerjasama konsesi dilakukan
untuk sektor-sektor tertentu yang dengan
alasan politik atau hukum dianggap tidak
layak untuk dilakukan privatisasi. Konsesi
dapat didefinisikan sebagai bentuk pemberian
hak kepada pihak swasta untuk melakukan
pembangunan atau pengelolaan pada sektor
tertentu (biasanya di sektor infrastruktur),
dimana pihak swasta menerima penghasilan
dari hasil pengelolaan tersebut, namun hak
milik dari lahan/tanah tersebut tetap di
tangan pemerintah.
Bentuk konsesi bisanya muncul pada
situasi dimana kompetisi dalam pasar tidak
berkembang dengan baik, karena adanya
monopoli alamiah atau kondisi struktur yang
kurang mendukung. Dengan adanya konsesi
diharapkan peluang terciptanya persaingan di
pasar dapat terbuka sehingga memberikan
keuntungan bagi konsumen.
Dalam penyelenggaraan infrastruktur
dengan menggunakan metode konsesi
terdapat beberapa keuntungan yang dapat
diperoleh, yaitu:
a. Tercukupinya kebutuhan pendanaan yang
berkelanjutan yang menjadi masalah utama
pemerintah dalam membangun
infrastruktur;
4. b. Meningkatkan kuantitas, kualitas, dan
efisiensi pelayanan melalui persaingan
yang sehat;
c. Meningkatkan kualitas pengelolaan dan
pemeliharaan infrastruktur;
d. Mendorong prinsip “pakai-bayar”, dan
dalam hal tertentu dipertimbangkan
kemampuan membayar dari si pemakai.
Menteri Keuangan Chatib Basri
mengungkapkan Indonesia akan menjadi pilot
project untuk Kerjasama Pemerintah dan
Swasta (Public Privat Partnership/PPP) yang
dapat diterapkan di negara-negara
berkembang. PPP di Indonesia masih
bermasalah, sehingga kami ingin bisa
menjadikan skema ini menjadi show case
bagaimana menyelesaikan proyek PPP di
Indonesia dan bisa diterapkan di emerging
market lain, termasuk APEC Member
Economy. Chatib menambahkan, skema PPP
tersebut baru dalam tahap memulai, dan
belum sepenuhnya berjalan efektif. Sehingga
dalam pelaksanaan pilot project PPP memberi
kesempatan bagi pihak-pihak terkait untuk
mencari model terbaik. (Liputan6)
Kendala-kendala Implementasi KPS di
Indonesia
Implementasi KPS di Indonesia menemui
kendala-kendala yang menghambat. Adapun
kendala kendala tersebut antara lain
(Indonesia Investment):
1. Ketidakpastian dan tumpang tindih
peraturan di Indonesia
Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IA)P
menyatakan RI terancam menjadi negara
yang tidak memiliki rencana tata ruang
akibat masih tumpang tindihnya berbagai
kebijakan sektoral. Beberapa aturan yang
berpotensi menciptakan konflik tata ruang
itu adalah Undang-Undang (UU) No 26/
2007 tentang Penataan Ruang, UU No
27/2007 tentang Perencanaan Pesisir, UU
No 25/2004 tentang Perencanaan
Pembangunan Nasional, UU No 12/ 2008
tentang Perubahan kedua atas UU No
32/2004, dan berbagai kebijakan sektoral
lainnya (Investor).
Kondisi konflik akhirnya berdampak saat
penyusunan rencana tata ruang wilayah
(RTRW) pemerintah
provinsi/kabupaten/kota menjadi
peraturan daerah (perda). Penyusunan
aturan tersebut terbukti berjalan lambat.
Data Ditjen Penataan Ruang, Kementerian
Pekerjaan Umum menunjukkan, baru 51%
provinsi yang sudah memiliki perda RTRW.
Sedangkan di tingkat kabupaten dan kota
masing-masing baru 62,6% dan 72% yang
telah memiliki perda RTRW.
2. Indeks korupsi masih tinggi
Setiap tahun Transparency International
(TI) meluncurkan Corruption Perception
Index (CPI). Sejak diluncurkan pada tahun
1995, CPI digunakan oleh banyak negara
sebagai referensi tentang situasi korupsi.
CPI merupakan indeks gabungan yang
mengukur persepsi korupsi secara global.
Indeks gabungan ini berasal dari 13 (tiga
belas) data korupsi yang dihasilkan oleh
berbagai lembaga independen yang
kredibel. CPI digunakan untuk
membandingkan kondisi korupsi di suatu
negara terhadap negara lain. CPI mengukur
tingkat persepsi korupsi di sektor publik,
yaitu korupsi yang dilakukan oleh pejabat
negara dan politisi. Menurut laporan TI,
untuk 2013 Indonesia berada di posisi 114
dari 177 negara yang dinilai. Skor
Indonesiaadalah 32 dari 100.
3. Kompleksitas birokrasi
Belum adanya sinkronisasi antara pusat
sebagai pembuat masterplan dengan
pemerintah daerah sebagai obyek yang
akan dikembangkan menyebabkan masih
banyak persyaratan administratif maupun
teknis yang membutuhkan waktu lama
untuk dipenuhi. Salah satu sebabnya adalah
jumlah perizinan yang banyak dan pada
organisasi yang berbeda pula.
4. Pembebasan lahan
Pembebasan lahan di Indonesia adalah
masalah yang dapat menghabiskan waktu
yang sangat lama serta biaya untuk
menyelesaikan . Banyak proyek-proyek
infrastruktur di Indonesia ditunda atau
5. ditinggalkan sama sekali karena masalah
yang melibatkan pembebasan lahan. Pada
akhir tahun 2011 , pemerintah dan DPR
menyetujui UU Pembebasan Lahan yang
baru (UU No 2 /2012) yang dianggap untuk
mempercepat proses pembebasan lahan
terutama karena berhubungan dengan
pencabutan hak atas tanah untuk melayani
kepentingan umum , menempatkan batas
waktu pada setiap tahap prosedural dan
memastikan perlindungan bagi pemegang
hak tanah.
III. Simpulan
Pemerintah telah mencanangkan M3EI
sebagai masterplan pembangunan
infrastruktur di Indonesia dalam rangka
mencapai pertumbuhan ekonomi yang stabil
dan menjadi negara maju pada 2025.
KPS merupakan langkah pemerintah
untuk mengatasi keterbatasan APBN untuk
membiayai belanja infrastruktur tersebut.
Akan tetapi, dalam praktiknya, KPS menemui
beberapa hambatan seperti masih adanya
tumpang tindih peraturan, indeks korupsi
yang masih tinggi, birokrasi dan pembebasan
lahan.
IV. Daftar Pustaka
Pemerintah Republik Indonesia. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan
Percepatan Dan Perluasan Pembangunan
Danendra. KPPU. Kerjasama Pemerintah dan Swasta pada Sektor Infrastruktur.
http://www.kppu.go.id/id/2010/07/kerjasama-pemerintah-dan-swasta-pada-sektor-
infrastruktur/ diakses 11 Maret 2014.
Ariyanti, Fiki. Menkeu: Kerja Sama Pemerintah & Swasta Masih Banyak Masalah.
http://bisnis.liputan6.com/read/712189/menkeu-kerja-sama-pemerintah-swasta-masih-
banyak-masalah diakses 11 Maret 2014.
Transparency International Indonesia. Corruption Perception Index 2013.
http://www.ti.or.id/index.php/publication/2013/12/03/corruption-perception-index-
2013 12 Maret 2014.
Indonesia Investment. Bappenas: Indonesia Needs IDR 7.200 Trillion for Infrastructure
Development. http://www.indonesia-investments.com/news/todays-
headlines/bappenas-indonesia-needs-idr-7.200-trillion-for-infrastructure-
development/item1423 diakses 12 Maret 2014.
http://www.beritasatu.com/makro/157344-bappenas-catat-pembangunan-infrastruktur-
2013-naikkan-daya-saing.html diakses 11 Maret 2014.
Iskandar, Eddy Dwinanto. Bappenas Luncurkan Buku 27 Proyek Infrastruktur Senilai Rp 551, 2
Triliun. http://swa.co.id/business-strategy/bappenas-luncurkan-buku-27-proyek-
infrastruktur-senilai-rp-551-2-triliun diakses 11 Maret 2014.
Wikipedia. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Masterplan_Percepatan_dan_Perluasan_Pembangunan_Ekon
omi_Indonesia diakses 11 Maret 2014.
Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Latar Belakang MP3EI.
http://kp3ei.go.id/in/main_ind/content2/69/68 diakses 11 Maret 2014.