SlideShare a Scribd company logo
1 of 19
BAB I
                                         PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang
           Globalisasi telah menghapus sekat-sekat yang ada dalam masyarakat baik itu masyarakat
     internasional maupun merembes kepada masyarakat dalam satu negara. Hal yang nampak jelas
     adalah terjadinya pertemuan antar budaya yang telah melahirkan dua mata pisau, disatu sisi
     berdampak positif, namun di sisi lain terjadi pergesekan yang cukup hebat.
           Negara-negara timur, khususnya Indonesia sangat terkenal dengan bangsa yang sopan-
     santun, ‖lebih beretika‖, dan sangat kuat memegang norma-norma terutama norma agama.
     Berkat kemajuan teknologi dan informasi maka masuklah pengaruh dari negara-negara lain,
     yang mencolok dalam hal ini adalah masuknya budaya dari negara-negara Barat. Budaya Barat
     yang serba terbuka, termasuk ‖buka-bukaan‖ dalam berpakaian.
           Pornografi merupakan momok klasik yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan
     bermasyarakat dan bernegara, karena pornografi dan pornoaksi adalah bagian dari naluri
     manusia.
           Namun islam tidak memungkiri bahwa pornografi dan pornoaksi adalah bagian dari
     naluri manusia tetapi islam telah mengatur sedemikian mungkin dalam mengekspresikan
     sesuai dengan syariat dan tuntutan islam.
           Pornografi dan pornoaksi didasari oleh adanya stimulus yang merangsang timbulnya
     nafsu birahi yang mengakibatkan kesusilaan ditengah masyarakat dan menjadi problem public
     dan problem privacy.
          Bangsa Indonesia sejak lama di kenal sebagai Bangsa yang memiliki Adat Istiadat yang
     serba sopan dan moral yang sopan. Walaupun demikian ternyata budaya atau kepribadian
     Indonesia semakin lama mengalami kemerosotan. Aksi – aksi yang menunjukkan hal – hal
     yang serba vulgar atau sering disebut porno akhir – akhir ini telah menyeber ke seluruh lapisan
     masyarakat Indonesia.
          Sebagian besar masyarakat Indonesia menganggap bahwa porno aksi dan pornografi
     sangat bertentangan dengan kepribadian bangsa. Namun, pada hakekatnya trend mode masa
     kini telah menunjukkan pornoaksi. Berbagai usaha telah ditempuh oleh pemerintah. Apakah
     hal itu terbukti ? Bisa iya dan bisa pula tidak.

B.   Permasalahan
          Topik yang kami sajikan antara lain :
     1. Pengertian Pornografi dan Pornoaksi
     2. Dampak pornografi dan Pornoaksi
     3. Pornografi sebagai delik dalam KUHP dan peraturan yang berkaitan dengan pornografi
        saat ini (hukum positif)

                                                                                                  1
BAB II
                                           PEMBAHASAN


A. Pengertian Pornografi dan Pornoaksi
         Sebelum membahas lebih lanjut tentang hal-hal yang berkaitan dengan pornografi, agar
   mempermudah kita untuk memahaminya berikut ini ada beberapa pengertian dari pornografi itu
   sendiri, diantaranya :
          Definisi     pornografi   yang   berasal   dari bahasa   Yunani,   yaitu porne   (pelacur)
          dan graphos(gambar atau tulisan) yang secara harafiah berarti ―tulisan atau gambar
          tentang pelacur‖. Definisinya adalah ―upaya mengambil keuntungan, baik dengan
          memperdagangkan atau mempertontonkan pornografi‖. (Undang-Undang Pornografi,
          2011)
          Pornografi adalah penggambaran tubuh manusia atau perilaku seksual manusia dengan
          tujuan      membangkitkan rangsangan       seksual,   mirip,   namun   berbeda    dengan
          erotika, meskipun kedua istilah ini sering digunakan secara bergantian. (Definisi
          Pornografi, 2008)
         Dari beberapa pengertian diatas, semoga dapat memberikan gambaran mengenai apa itu
         pornografi. Hampir sama dengan pornografi, mengenai hal-hal yang mengandung ―porno‖
   kita juga mengenal istilah ―pornoaksi‖ yang mungkin orientasinya sama dengan definisi dari
   pornografi, namun terdapat kata ―aksi‖ dalam ―pronoaksi‖ yang memberikan definisi sedikit
   berbeda namun masih berkaitan yaitu hal-hal yang bersifat porno namun tervisualisasikan bukan
   hanya melalui gambar melainkan melalui dimensi tiga dimensi yaitu aksi-aksi yang
   menunjukkan perilaku seksual manusia dengan tujuan seperti halnya pornografi.
         Dengan kata lain, pornografi dan pornoaksi merupakan salah satu dari penyalahgunaan
   informasi yaitu persebaran informasi yang tidak layak yang dapat dimuat dibeberapa media
   sehingga kita dapat dengan mudah mengaksesnya seperti tayangan televisi, siaran radio, gambar-
   gambar atau ulasan-ulasan yang terdapat di majalah, koran, tabloid, maupun media-media cetak
   lainnya.
         Secara manusiawi setiap orang mempunyai dorongan seksual. Tapi, perbedaan antara satu
   orang dengan yang lainnya adalah masalah penyikapan dan penyalurannya. Terkait dengan hal
   ini, ternyata bacaan dan tontonan seksual (media pornografi) memiliki pasar yang sangat. Prof.
   Dr. Dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd (Guru Besar kedokteran Universitas Udayana Bali) dalam
   kolom Keluarga koran Minggu Pagi terbitan minggu kedua Mei 2006, mengungkapkan mengapa
   orang senang terhadap ketelanjangan, pornografi khususnya :
          Mendapat tambahan informasi tentang perilaku seksual, meskipun tidak selalu benar
          secara ilmiah
          Pornografi memberikan kesempatan untuk melatih imajinasi tentang sesuatu yang ingin
          diketahui
                                                                                                  2
Mereka mendapatkan sesuatu yang bersifat rekreasi.
        Ransangan seksual yang diberikan oleh pornografi dapat menimbulkan reaksi seksual, baik
   pada pria maupun wanita, baik secara psikis maupun secara fisik.
        Lekak-lekuk tubuh pria atau wanita memiliki nilai estetis amat indah sebagai seni teologis.
   Tuhan menyukai keindahan dengan maha karya indahNya. Tapi, apakah orang bebas
   mengekspresikan keindahan tubuh dan hasrat seksualnya ke ruang publik? Selingkuh mungkin
   menarik, indah, dan menyenangkan bagi pelakunya, tapi apakah hal itu benar dan baik? Problem
   etis ini sudah menjadi perdebatan filosofis sejak zamannya Socrates. Ketertarikan seksual pria-
   wanita berkait apresiasi keindahan tubuh yang berfungsi bagi kelangsungan sejarah. Tapi,
   apakah memamerkan keindahan tubuh yang erotis atau melampiaskan hasrat seksual itu bebas
   dilakukan di ruang publik?
        Hidup sosial memerlukan sejumlah batasan antara apa yang termasuk ruang publik dan
   privasi. Hasrat seksual merupakan bakat bawaan manusia, juga hewan. Tapi, hasrat seksual tidak
   bisa dilampiaskan di sembarang waktu dan tempat. Bagi pelaku, hubungan intim hingga
   orgasme merupakan sesuatu yang indah dan bernilai spiritual tinggi, tapi menjijikan jika
   dipertontonkan ke ruang publik. Alih-alih mengapai spiritualitas, sebaliknya justru mendegradasi
   martabat kemanusiaan. Pornografi dan pornoaksi adalah wilayah publik yang bergantung pada
   apresiasi banyak orang sebagai pengguna, tapi juga berhubungan dengan konsep martabat
   kemanusiaan ( Abdul Munir Mulkan dalam Koran Republika, Senin 13 Maret 2006).


B. Dampak Pornografi dan Pornoaksi
        Banyaknya tayangan seksual dalam video klip, majalah televisi, dan film membuat remaja
   melakukan aktivitas seks secara sembarangan. Tidaklah mengherankan ketika terjadi kasus
   pemerkosaan terhadap anak-anak oleh anak seusia SMP, adegan panas yang dilakukan oleh
   siswa-siswa SMA, seperti kasus di Cianjur ( melakukan sex di dalam kelas, yang turut
   melibatkan guru), dan banyak lagi kasus-kasus lain. Menurut Jane Brown, ilmuwan dari
   Universitas North Carolina, ‖semakin banyak remaja disuguhi eksploitasi seks di media, mereka
   akan semakin berani mencoba seks diusia muda‖(Koran Minggu Pagi No 07 Th 59 Minggu II
   Mei 2006).
        Mary Anne Layden, direktur Program Psikologi dan Trauma Seksual, Universitas
   Pennsylvania, Amerika Serikat, menyatakan gamabar porno adalah masalah utama pada
   kesehatan mental masyarakat dunia saat ini.‖Ia tak cuma memicu ketagihan yang serius, tapi
   juga pergeseran pada emosi dan perilaku sosial‖. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa ‖pengaruh
   kokain dalam tubuh bisa dilenyapkan. Ini berbeda dengan pornografi. Sekali terekam dalam
   otak, image porno itu akan mendekam dalam otak selamanya‖(Koran Republika, sabtu 11
   februari 2006).
        Secara gramatikal istilah pornografi berasal dari bahasa yunani, terdiri dari istilah porne
   yang artinya prostitute dan graphein yang artinya to write. jadi secara harafiah pornografi dapat
                                                                                                  3
diartikan writing about prostitutes yaitu tulisan atau gambaran mengenai pelacur atau pelacuran.
   sedangkan pornoaksi dirumuskan sebagai sikap, perilaku, perbuatan, gerakan tubuh, suara yang
   erotis dan sensual baik dilakukan secara perorangan (sendiri) atau bersama-sama.
         Merebaknya pornografi dan pornoaksi akhir-akhir ini sudah sangat memprihatinkan. Hal
   ini dapat kita lihat dari banyaknya beredar gambar-gambar porno. apakah itu melalui media
   masa seperti majalah, koran, tabloid ataupun melalui media elektronik yang dapat berupa video
   adegan mesum, seperti yang terdapat di dalam internet bahkan handphone yang banyak dimiliki
   oleh semua kalangan mulai dari anak-anak, remaja, sampai orang dewasa. Akibatnya untuk
   mendapatkan hal-hal yang berbau pornografi dan pornoaksi sangatlah mudah dan murah, tentu
   saja hal ini akan menjadi kekhawatiran kita terhadap terjadinya penurunan moralitas dan
   pergeseran sistem nilai di dalam kehidupan masyarakat kita sebagai akibat maraknya pornografi
   dan pornoaksi tersebut dan dapat kita lihat sebagai dampaknya sekarang ini seperti maraknya
   pemerkosaan, pencabulan, seks bebas, pelacuran,dll.
          Mengenai dampak pornografi dan pornoaksi sangat jelas sekali akan mempengarui
   perilaku dan cara berpikir seseorang sebagai pengkonsumsi hal tersebut. seperti perilaku seks
   bebas yang marak dikalangan remaja kita saat ini, hal tersebut disebabkan salah satunya oleh
   faktor gencarnya pornografi dan pornoaksi yang ada disekitar kehidupan mereka, dengan
   kemajuan zaman dan teknologi informasi pada saat ini seorang remaja khususnya para pelajar
   dan mahasiswa sangatlah mudah sekali untuk mendapatkan gambar-gambar porno ataupun
   video-video mesum. hal ini akan menimbulkan hasrat atau gairah remaja untuk melakukan
   hubungan seks akibatnya para remaja saat ini tidak merasa malu dan canggung untuk melakukan
   hubungan seks dengan lawan jenisnya sebelum menikah. hal tersebut bisa kita lihat dari suatu
   penelitian tertentu menunjukan bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta,
   sebesar 30% remaja sudah pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah. ditambah lagi
   menurut riset tertentu menunjukan bahwa remaja banyak yang sudah melakukan hal-hal (seperti
   berciuman, meraba payudara ataupun alat kelamin pasangannya) (Sarlito Wirawan.1998.di
   dalam Psikologi Remaja). hal ini menunjukan bahwa pornografi dan pornoaksi mampu
   menurunkan moralitas remaja kita sebagai elemen penting di dalam kehidupan masyarakat.

C. Pornografi sebagai Delik dalam KUHP dan Peraturan yang berkaitan dengan pornografi
   Saat Ini (Hukum Positif)
     Karena hal-hal tersebut tidak bisa dibiarkan dan dapat menyebabkan kehancuran moral bangsa
Indonesia, pemerintah membentuk beberapa lembaga yang berkaitan dengan penanggulangan
pornografi dan pornoaksi di Indonesia berikut dengan peraturan-peraturannya, antaralain :
1. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
         Dimana pemerintah merumuskan Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang
   merupakan dasar utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang berbunyi :
     “Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional,
     terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa, mencerdaskan kehidupan

                                                                                                 4
bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang
    mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.”
    (Profil KPI, 2007)
       Dari Undang-Undang tersebut, dapat dirumuskan beberapa fungsi dari KPI itu sendiri,
diantaranya :
    Menjembatani kepentingan masyarakat dengan institusi pemerintah dan lembaga penyiaran
     (radio, dan TV swasta, publik, komunitas maupun berlangganan).
    Mengawasi segala bentuk tindak-tanduk penyiaran, termasuk mengawasi adanya unsur-unsur
     persinggungan SARA, kekerasan, dan Pornografi/Pornoaksi
2. Lembaga Sensor Film Indonesia
           Dapat kita lihat dari namanya, lembaga ini bertugas untuk melakukan serangkaian
     kegiatan penyensoran seluruh tayangan-tayangan yang terdapat pada media. Ada beberapa
     tugas LSF yang dapat saya ringkas dari websitenya yaitu diantaranya :
     Melakukan ―censoring‖ secara rutin dengan hasil : Meluluskan dengan atau tanpa potongan
     untuk SEMUA UMUR, REMAJA, dan DEWASA untuk penonton bioskop; Meluluskan
     dengan atau tanpa potongan untuk SEMUA UMUR, REMAJA, DEWASA untuk penonton
     televisi; Tidak meluluskan dengan catatan revisi, khusus untuk film Indonesia; Tidak
     meluluskan secara utuh; Meluluskan tanpa potongan untuk film keperluan festival film
     dengan kategori ‗TERBATAS‘
     a. Tugas kedua LSF adalah secara terus-menerus wajib mengadakan pemantauan melalui
         konsultasi dengan pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja
         Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Parisada Hindudharma
         Indonesia, Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI), dan tokoh-tokoh agama
         lainnya, serta mengadakan kunjungan kerja ke daerah dan mengadakan temu wicara
         dengan berbagai organisasi sosial kemasyarakatan, LSM dan lain-lain untuk memperoleh
         masukan yang berharga.
     b. Tugas ketiga LSF adalah secara periodik menginformasikan kepada masyarakat
         mengenai perkembangan tata nilai dan apresiasi masyarakat terhadap hasil kerja LSF
         untuk menjadi bahan kajian serta rumusan tata kerja dan kriteria penyensoran sesuai
         dengan perkembangan zaman.
3. Peraturan Perundangan
          Undang-undang pornografi yang merumuskan definisi dari pornografi yaitu
     “Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,
     animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai
     bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan
     atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.” (Undang-
     Undang Pornografi, 2011)


                                                                                              5
Serta ada beberapa undang-undang yang mengatur tentang pornografi dan tindak pidana
   bagi yang melanggar, yaitu : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008
   tentang Pornografi (Undang-Undang Republik Indonesia tahun 2008); Kitab Undang-
   Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pers,
   Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan Undang-Undang Nomor 23
   Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. (Undang-Undang Pornografi)


4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi
   BAB VII
   KETENTUAN PIDANA
   Pasal 29
   Setiap     orang   yang     memproduksi,    membuat,    memperbanyak,     menggandakan,
   menyebarluaskan,          menyiarkan,      mengimpor,      mengekspor,     menawarkan,
   memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud
   dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan
   paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00
   (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar
   rupiah).


   Pasal 30
   Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
   (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6
   (enam) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh
   juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).


   Pasal 31
   Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud
   dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana
   denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).


   Pasal 32
   Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau
   menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan
   pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
   Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).




                                                                                              6
Pasal 33
Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 34
Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model
yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 35
Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung
muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda
paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Pasal 36
Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka
umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang
bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 37
Setiap orang yang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36,
ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya.
Pasal 38
Setiap orang yang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan
kekuasaan, atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
Rp250.000.000,00     (dua    ratus   lima   puluh    juta   rupiah)   dan    paling   banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 39
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal
33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38 adalah kejahatan.


                                                                                               7
Pasal 40
(1) Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi,
    tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau
    pengurusnya.
(2) Tindak pidana pornografi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut
    dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan
    hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun
    bersama-sama.
(3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, korporasi tersebut
    diwakili oleh pengurus.
(4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diwakili
    oleh orang lain.
(5) Hakim dapat memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus korporasi
    menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan pengurus korporasi
    supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.
(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, panggilan untuk menghadap
    dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat
    tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.
(7) Dalam hal tindak pidana pornografi yang dilakukan korporasi, selain pidana penjara
    dan denda terhadap pengurusnya, dijatuhkan pula pidana denda terhadap korporasi
    dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang
    ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.
Pasal 41
Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (7), korporasi dapat
dikenai pidana tambahan berupa:
a. pembekuan izin usaha;
b. pencabutan izin usaha;
c. perampasan kekayaan hasil tindak pidana; dan
d. pencabutan status badan hukum.
      Di Indonesia penegakan hukum terhadap perbuatan pornografi sangat rendah karena
banyaknya Pekerja Seks Komersial (PSK) yang melayanai para lelaki hidung belang.
     Pornografi pastilah merusak kehidupan umat manusia pada umumnya, kini dan di masa
yang akan datang. Maka sangat diperlukan adanya usaha bersama melawan pornografi secara
efisien.
     Yang pertama-tama, adalah pendidikan seks dalam keluarga dan institusi agama.
Bagaimanapun pornografi tidak akan mungkin lagi terbendung. Maka pertahanan yang
seharusnya diperkuat, yaitu pendidikan terhadap generasi muda dan orang dewasa supaya
pengaruh kuat pornografi tidak menjerumuskan.
                                                                                         8
Kedua, rasanya pemerintah memang harus menertibkan media dan pelaku pornografi
melalui konstitusi dan kesadaran produsen. Kiranya media perlu mawas diri supaya tidak
mendukung arus pornografi. Usaha lain yang penting adalah pemblokiran cyber-porno
melalui kebijakan konstitusi negara, atau usaha pribadi, khususnya keluarga. Cyber-porno
merupakan tekanan pornografi yang paling kuat dan paling mudah bagi mereka yang punya
saluran internet. Tetapi yang paling penting adalah pengendalian diri konsumen terhadap
informasi yang terkait dengan pornografi. Tanpa pengendalian diri ini, upaya konstitusi
apapun rasanya taka akan bermanfaat.
     Akhirnya dibutuhkan kerja sama semua pihak untuk menyiasati pornografi. Mungkin
kita tidak harus menjadi munafik dengan kondisi masyarakat modern yang memang sangat
terbuka. Saya kira kita tidak bisa menutup-nutupi kenyataan kuatnya pengaruh pornografi
dalam masyarakat kita. Pastilah bukan usaha-usah penghancuran yang menjadi jalan terbaik
menyiasati pengaruh pornografi. Yang terutama adalah kesadaran bahwa membiarkan
pornografi merusak fisik, jiwa dan rohani kehidupan kita karena mengeksploitasi seksualitas
yang seharusnya kita hargai dan muliakan sebagai anugerah yang sangat penting dari sang
Pencipta.
     Di Indonesia terjadi benturan budaya yaitu ―benturan budaya‖ antara budaya islami
dengan nilai-nilai non-islami didalam negara. Konflik antar budaya yang bersumber dari
perbedaan kepercayaan dapat menjadi sumber konflik yang dapat memecah persatuan dan
kesatuan bangsa. Benturan-benturan budaya yang berujung kepada konflik horizontal dan
konflik vertikal ini sedini mungkin harus dielimenir dengan mengedepankan nilai-nilai
toleransi.
     Salah satu masalah yang mencuat mengenai benturan budaya ialah dengan adanya pro
dan kontra terhadap di sahkannya Undang-Undang Pornografi. Banyak kalangan yang
menolak dengan kehadiran UUP ini, motivasi melakukan penolakan ini bermacam-macam,
seperti alasan budaya dan adat istiadat serta alasan kebebasan berekspresi bagi seniman dan
dunia perfiliman.Dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan-
kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi kepentingan dipihak
lain. (Satipto Raharjo, 53:1996)
     Setelah mengalami beberapa kali perubah-an dengan memperhatikan tuntutan
masyarakat, akhirnya RUU APP disahkan pada Rapat Paripurna DPR pada tanggal 30
Oktober 2008 dan diundangkan pada tanggal 26 November 2008 sebagai UU Pornografi.
Menurut UU Pornografi, yang dimaksud dengan pornografi adalah materi seksualitas yang
dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi,
gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan
komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka
umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan
dalam masyarakat.
                                                                                         9
Unsur ‖dapat membangkitkan hasrat seksual‖ dan ‖melanggar nilai-nilai kesusilaan
 dalam masyarakat‖ dalam pengertian pornografi tersebut pada dasarnya juga dapat
 menimbulkan ketidakpastian. Respon seseorang ketika melihat suatu obyek tentu tidak selalu
 sama dengan orang lain. Sesuatu hal mungkin dapat membangkitkan hasrat seksual
 seseorang, namun belum tentu hal tersebut dialami juga oleh orang lain.
      Dari aspek hukum pidana materiil, berdasarkan rumusan Pasal 282 dan Pasal 283
 KUHP jenis perbuatan yang dilarang antara lain:
(1) menyiarkan, mempertontonkan atau menempelkan dengan terang-terangan tulisan dsb,
   Menyiarkan misalnya memakai surat kabar, majalah, buku, surat selebaran dan lain-lain.
   Mempertontonkan artinya diperlihatkan kepada orang banyak, menempelkan artinya
   ditempelkan di suatu tempat sehingga kelihatan;
(2) membuat, membawa masuk, mengirimkan langsung, membawa keluar atau menyediakan
   tulisan dan sebagainya untuk disiarkan, dipertontonkan atau ditempelkan dengan terang-
   terangan;
(3) dengan terang-terangan atau dengan menyiarkan suatu tulisan menawarkan dengan tidak
   diminta atau menunjukkan, bahwa tulisan dan sebagainya itu boleh didapat. Tulisan,
   gambaran, benda/barang harus melanggar kesusilaan22, misalnya buku yang isinya cabul,
   gambar atau patung yang bersifat cabul, film yang isinya cabul. Pada Pasal 283 KUHP
   tulisan, gambar dan benda tersebut harus ditawarkan kepada anak yang belum genap
   berumur 17 tahun, atau anak yang belum dewasa.
      Beredarnya video porno bisa dilihat dalam konteks kesusilaan yang sudah lama diatur
 oleh UU di Indonesia. Walau masih sangat terbatas, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
 (KUHP) sebenarnya bisa digunakan untuk menjangkau persoalan kesusilaan, misalnya Pasal
 182-283 (tulisan/gambar yang melanggar kesusilaan), Pasal 533 (tulisan/gambar/benda yang
 merangsang nafsu), Pasal 281 (melanggar Kesusilaan), dan Pasal 281, 289, 290, 292-296,
 506 (perbuatan cabul).
      Namun demikian dalam hal cyberporn, KUHP tidak bisa menjangkau (memiliki
 keterbatasan) hal yang berkaitan dengan jurisdiksi teoritorial dan subjek hukum korporasi
 (Barda Nawawi Arief, 2006; Barda Nawawi Arief, 1997). Dalam hal jurisdiksi, dibatasi oleh
 masalah ruang berlakunya hukum pidana menurut tempat. Artinya hukum pidana hanya
 berlaku di wilayah negaranya sendiri (asas teritorial) dan untuk warga negaranya sendiri
 (asas personal/nasional aktif).
      Selain KUHP, walau pun terbatas jangkauan, masih ada beberapa UU khusus lainnya,
 antara lain:
 (a) UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (larangan bagi penyelenggara
     komunikasi untuk melakukan usaha penyelenggaraan komunikasi yang bertentangan
     dengan kesusilaan (Pasal 21);


                                                                                        10
(b) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (kewajiban memberitakan peristiwa dan opini
      yang menghormati norma agama, rasa kesusilaan masyarakat, asas praduga tak bersalah
      [Pasal 5 ayat (1)]. Larangan memuat iklan yang bertentangan dengan rasa kesusilaan
      [Pasal 13];
   (c) UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (larangan siaran yang menonjolkan
      kecabulan [Pasal 57]; larangan memuat hal yang bertentangan dengan kesusilaan
      masyarakat, eksploitasi anak dibawah umur 18 tahun [Pasal 58];
   (d) UU     Nomor      8   Tahun   1992   tentang   Perfilman   (mengedarkan,      mengekspor,
      mempertunjukkan dan/atau menayangkan film dan/atau reklasi film yang tidak disensor
      atau ditolak lembaga sensor);
   (e) UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (larangan pornografi dan jasa pornografi
      [Pasal 4];
   (f) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (larangan
      mendistribusikan/mentransmisikan/membuat         dapat   diakses   informasi     /dokumen
      elektronik yang memiliki muatan yang melanggara kesusilaan [Pasal 27 (1)].
        Dalam penangulangan tindak pidana pornografi masyarakat dan pemerintah juga turut
   berperan sesuai denan apa yang telah di jelaskan dalam uu pornografi, sbb:
1. Peran Masyarakat (Pasal 51)
   (1) Setiap warga masyarakat berhak untuk berperan serta dalam pencegahan dan
      penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi berupa :
      a. hak untuk mendapatkan komunikasi, informasi, edukasi, dan advokasi;
      b. menyampaikan keberatan kepada BAPPN terhadap pengedaran barang dan/atau
            penyediaan jasa pornografi dan/atau pornoaksi;
      c. melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap seseorang, sekelompok orang,
            dan/atau badan yang diduga melakukan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi;
      d. gugatan perwakilan sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan oleh dan/atau
            melalui lembaga swadaya masyarakat yang peduli pada masalah pornografi dan/atau
            pornoaksi.
   (2) Setiap warga masyarakat berkewajiban untuk :
      a. melakukan pembinaan moral, mental spiritual, dan akhlak masyarakat dalam rangka
            membentuk masyarakat yang berkepribadian luhur, berakhlaq mulia, beriman, dan
            bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
      b. membantu kegiatan advokasi, rehabilitasi, dan edukasi dalam penanggulangan
            masalah pornografi dan/atau pornoaksi.
   (3) Setiap warga masyarakat berkewajiban untuk melaporkan kepada pejabat yang
      berwenang apabila melihat dan/atau mengetahui adanya tindak pidana pornografi
      dan/atau pornoaksi.


                                                                                             11
2. Peran Pemerintah
   Pasal 52
   Pemerintah berwenang melakukan kerjasama bilateral, regional, dan multilateral dengan
   negara lain dalam upaya menanggulangi dan memberantas masalah pornografi dan/atau
   pornoaksi sesuai dengan kepentingan bangsa dan negara.
   Pasal 53
   Pemerintah wajib memberikan jaminan hukum dan keamanan kepada pelapor terjadinya
   tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi.
   Isi UU secara garis besar :
   1. Mempertontonkan alat kelamin di muka umum (Pasal 4 ayat 1) Ancaman pidana Penjara:
      1 tahun – 5 tahun. Denda : Rp 50 juta – Rp 250 juta
   2. Mempertontonkan pantat di muka umum (Pasal 4 ayat 2)Ancaman pidana Penjara : 1
      tahun – 5 tahun. Denda : Rp 50 juta – Rp 250 juta
   3. Mempertontonkan payudara di muka umum (Pasal 4 ayat 5)Ancaman pidana Penjara : 1
      tahun – 5 tahun. Denda : Rp 50 juta – Rp 250 juta
   4. Sengaja telanjang di muka umum (Pasal 5 ayat 1)Ancaman pidana Penjara : 2 tahun – 6
      tahun Denda : Rp 100 juta – Rp 300 juta
   5. Berciuman bibir di muka umum (Pasal 6) Ancaman pidana Penjara : 1 tahun – 5 tahun.
      Denda : Rp 50 juta – Rp 250 juta
   6. Menari erotis atau bergoyang erotis di muka umum (Pasal 7 ayat 1) Ancaman pidana
      Penjara : 1 tahun – 5 tahun. Denda : Rp 50 juta – Rp 250 juta
   7. Melakukan masturbasi atau onani dimuka umum (Pasal 8 ayat 1) Ancaman pidana
      Penjara : 1 tahun – 5 tahun Denda : Rp 50 juta – Rp 250 juta
   8. Melakukan hubungan seks di muka umum (Pasal 9 ayat 1) Ancaman pidana Penjara : 2
      tahun – 10 tahun Denda : Rp 100 juta – Rp 500 juta
   9. Melakukan hubungan seks dengan anak-anak (Pasal 9 ayat 2) Ancaman pidana Penjara :
      2 tahun – 10 tahun. Denda : Rp 100 juta – Rp 500 juta
   10. Menyelenggarakan acara pertunjukan seks (Pasal 10 ayat 1). Ancaman pidana Penjara : 3
      tahun – 10 tahun. Denda : Rp 100 juta – Rp 1 milyar
   11. Menyelenggarakan pesta seks (Pasal 10 ayat 3) Ancaman pidana Penjara : 3 tahun – 10
      tahun. Denda : Rp 100 juta – Rp 1 milyar
   12. Menonton acara pertunjukan seks (Pasal 11 ayat 1) Ancaman pidana Penjara : 6 bulan –
      2 tahun Denda : Rp 25 juta – Rp 100 juta
   13. Menyediakan dana atau tempat untuk melakukan kegiatan pornoaksi(Pasal 12 ayat 1 dan
      ayat 2) Ancaman pidana Penjara : 1 tahun – 5 tahun. Denda : Rp 50 juta – Rp 250 juta.




                                                                                              12
D. Pornografi Menurut Materiil Hukum Islam
        Persoalan pornografi pernah dibahas oleh Majelis Tarjih dan Tajdid dalam Musyawarah
   Nasional Tarjih ke-26 Tahun 2003 di Padang Sumatera Barat, dan telah dikeluarkan keputusan
   tentang Pornografi dan Pornoaksi. Pada prinsipnya, hukum pornografi dan pornoaksi adalah
   haram. Berikut ini kami kutipkan Keputusan Munas Tarjih ke-26 tahun 2003 tentang Pornografi
   dan Pornoaksi:
   1. Pornografi adalah semua produk berupa gambar, tulisan, dan suara yang menimbulkan nafsu
      birahi yang pemanfaatannya bertentangan dengan agama, moral, dan kesopanan. Pornoaksi
      adalah sikap, perilaku, gerakan tubuh, suara yang erotis dan sensual baik dilakukan secara
      sendirian atau bersama-sama yang pemanfaatannya bertentangan dengan agama, moral dan
      kesopanan.
   2. Pornografi dan pornoaksi merebak antara lain disebabkan oleh : (a) munculnya era
      kebebasan media cetak dan elektronika, dan pergaulan bebas, (b) semakin massifnya kasus
      perjudian, minum-minuman keras, narkoba, pencurian (termasuk korupsi), dan perzinahan,
      (c) fenomena busana mini dan seksi, (d) pengaruh iklan obat kuat dan pemakaian
      kontrasepsi, (e) budaya global, termasuk budaya konsumeristik dan hedonistik.
   3. Pertimbangan dalam mensikapi merebaknya pornografi dan pornoaksi adalah: (a) kenyataan
      bahwa pornografi dan pornoaksi memiliki dampak yang sangat negatif, (b) membiarkan
      pornografi dan pornoaksi dapat berakibat pada penghancuran bangsa, dan (c) sebagian besar
      ummat Islam dan bangsa Indonesia belum memberikan perhatian secara maksimal terhadap
      pornografi dan pornoaksi dan dampaknya.
   4. Akibat-akibat negatif pornografi dan pornoaksi antara lain; (a) dapat membangkitkan
      seksualitas yang liar, (b) dapat menimbulkan kekacauan (chaos) sosial, (c) dapat melahirkan
      prostitusi dan kriminalitas, (d) meracuni kerangka pikir dan menggelapkan hati nurani, (e)
      meluluhlantakkan nilai-nilai agama dan moral.
   5. Hukum pornografi dan pornoaksi adalah haram, sesuai dengan al-Qur‘an, as-Sunnah al-
      Maqbulah, dan beberapa kaidah fiqhiyyah (terlampir), sedangkan untuk kepentingan
      pendidikan, medis, penelitian, dan kegiatan ilmiah lainnya adalah bukan pornografi dan
      pornoaksi, hukumnya adalah mubah sesuai dengan kaidah fiqhiyyah: “al-Hajatu qad tanzilu
      manzilat al-dharurat”.
   6. Penanggulangan pornografi dan pornoaksi dapat dilakukan melalui cara preventif dan
      repressif. Preventif dilakukan dalam bentuk: (a) kampanye anti pornografi dan pornoaksi
      baik melalui media cetak, elektronik, intranet, maupun internet; (b) sosialisasi anti pornografi
      dan pornoaksi melalui pendidikan akhlaq al-karimah; (c) penyediaan sarana: pembinaan,
      pengawasan, rehabilitasi, dan peran serta masyarakat. Sementara itu, penanggulangan
      repressif dilakukan melalui: (a) mendesak adanya undang-undang anti pornografi dan
      pornoaksi melalui lobying dan aksi sosial; (b) dibentuknya badan sensor yang independen.
   Adapun dalil-dalil yang digunakan adalah sebagai berikut:
                                                                                                   13
1) Firman Allah SWT:


                                                                         30




       [14
   Artinya: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: „Hendaklah mereka menahan
   pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi
   mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat‟. Katakanlah
   kepada wanita yang beriman : „Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
   memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
   (biasa) tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya,
   dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah
   mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-puteri mereka, atau putera-puteri suami
   mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putera-puteri saudara laki-laki mereka, atau
   putera-puteri saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak
   yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
   (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan
   janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.
   Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu
   beruntung‘. (QS. Al-Nur [24] : 30-31)

2) Firman Allah SWT:



   Artinya: Hai Nabi ! Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan istri
   orang mukmin : „Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang
   demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.
   Dan Allah adalah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab [33] : 59)

3) Firman Allah SWT :



   Artinya: Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa. Dan
   jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu
   kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Maidah [5] : 2)

4) Hadis-hadis tentang larangan berpakaian tembus pandang, erotis, sensual dan sejenisnya, dan
   berperilaku tertentu, serta hadis tentang larangan berduaan antara laki-laki dengan
   perempuan bukan mahram, antara lain :




                                                                                           14
Artinya: Dari Ibnu Usamah bin Zaid bahwa ayahnya, Usamah, berkata: Rasulullah SAW
memberikan kepadaku qubtihyah katsifah (jenis pakaian tembus pandang berwarna putih
buatan Mesir) yang dihadiahkan oleh Dihyah al-Kalbiy. Lalu aku berikan kepada istriku.
Rasulullah SAW bertanya kepadaku: „Mengapa engkau tidak memakai qubthiyah?‟ Saya
menjawab: „Wahai Rasulullah ! Aku berikan kepada istriku.‟ Rasulullah SAW bersabda
kepadaku: „Suruh istrimu agar mengenakan rangkapan di bawahnya. Saya khawatir pakaian
tersebut dapat memperlihatkan bentuk tubuh‟. (HR. Ahmad)




Artinya: Dari „Alqamah bin abi „Alqamah, dari ibunya, bahwa ia berkata: Hafshah binti
Abdurrahman masuk ke dalam rumah „Aisyah isteri Nabi SAW dan Hafshah mengenakan
tutup kepala yang tipis, lalu „Aisyah menyobeknya dan mengenakan padanya tutup kepala
yang tebal‟. (HR. Malik dalam al-Muwaththa).




Artinya: Dari Abdullah bin „Amir (diriwayatkan bahwa) ia berkata : Saya mendengar
Rasulullah bersabda : “Kelak di akhir umatku (akhir zaman) akan ada sejumlah laki-laki
yang menaiki pelana mirip seperti tokoh; mereka turun (singgah) di pintu-pintu masjid;
(akan tetapi) istri mereka berpakaian (seperti) telanjang; di atas kepala mereka tersebut
dibalut serban besar, mirip punuk unta berleher panjang yang kurus. Kutuklah isteri-isteri
tersebut, sebab mereka adalah perempuan terkutuk. Seandainya di belakang kamu ada umat
lain, tentu isterimu meniru isteri-isteri mereka sebagaimana isteri-isteri umat sebelum kamu
menirumu‟. (HR. Ahmad).




Artinya: Dari Ibnu Abbas r.a., ia mendengar Nabi SAW bersabda : „Janganlah seorang
laki-laki berkhalwat (bersunyi-sunyi) dengan seorang perempuan; dan jangan (pula)
seorang perempuan melakukan perjalanan kecuali disertai mahram(nya)‟. Seorang laki-laki
berdiri, lalu berkata : „Hai Rasulullah ! Aku tercatat dalam sejumlah ghazwah
(peperangan), padahal isteriku akan melakukan haji.‟ Nabi bersabda : „Pergilah berhaji
menyertai isterimu !‟. (HR. Bukhari)




                                                                                         15
Artinya: Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : „Ada dua kelompok
   penghuni neraka yang belum pernah aku lihat : (1) sekelompok orang yang memegang
   cambuk seperti ekor sapi; dengan cambuk itu mereka memukuli orang, dan (2) kaum
   perempuan yang berpakaian (seperti) telanjang, berjalan lenggak-lenggok,
   menggoda/memikat, kepala mereka bersanggul besar dibalut laksana punuk unta; mereka
   ini tidak akan masuk surga dan tidak akan dapat mencium harumnya, padahal keharuman
   surga dapat tercium dari jarak sekian‟. (HR. Muslim)

5) Hadis Nabi SAW tentang aurat perempuan :




   Artinya: Dari „Aisyah ra bahwa Asma‟ binti Abu Bakar masuk ke (rumah) Rasulullah SAW
   mengenakan pakaian tipis; maka Rasulullah SAW berpaling diri (arah)nya dan bersabda,
   „Hai Asma‟ ! Seorang perempuan, jika telah sampai usia haid (dewasa), maka tidak boleh
   terlihat dari tubuhnya kecuali ini dan ini.” Beliau menunjuk muka dan kedua telapak
   tangannya. (HR. Abu Dawud)

Rekomendasi Munas Tarjih ke-26 tentang Pornografi dan Pornoaksi
1. Meminta kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah agar dapat memberikan sumbangan
   pemikiran dalam penyusunan RUU anti pornografi dan pornoaksi serta mendesak
   Pemerintah untuk segera menetapkan UU Anti Pornografi dan Pornoaksi.
2. Mendesak kepada Pimpinan Muhammadiyah dan pimpinan amal usaha di berbagai tingkatan
   serta ortom-ortomnya agar melakukan: (i) konferensi press bekerjasama dengan ormas
   keagamaan dalam rangka menghentikan segala bentuk pornografi dan pornoaksi; (ii) gerakan
   moral melalui media ceramah, penerbitan fatwa agama Islam, maupun melalui media
   dakwah lainnya dalam rangka mengantisipasi fenomena pornografi dan pornoaksi; (iii)
   pengembangan paket-paket tayangan yang bercorak Islami bekerjasama dengan para
   produser, pekerja seni, dan insan media; serta (iv) pembinaan dan pengawasan di lingkungan
   masing-masing dalam rangka menghindari pengaruh pornografi dan pornoaksi.
3. Mendesak kepada semua penyelenggara negara, agar segera melakukan hal-hal sebagai
   berikut: (i) menetapkan peraturan perundang-undangan tentang pornografi dan pornoaksi;
   (ii) melarang dan menghentikan segala bentuk pornografi dan pornoaksi serta tidak
   memberikan izin terhadap penyelenggaraan dan penyebarannya; (iii) tidak menjadikan
   segala bentuk pornografi dan pornoaksi sebagai sumber pendapatan.
4. Mendesak kepada aparat penegak hukum, agar menindak dengan tegas semua pelaku
   pornografi dan pornoaksi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
5. Mendesak kepada semua pihak — terutama produser, pelaku seni, penerbit, dan pimpinan
   media — baik cetak maupun elektronik, agar segera melakukan: (i) penghentian segala
                                                                                          16
bentuk aktifitas pornografi dan pornoaksi, tidak semata-mata mempertimbangkan
   keuntungan material jangka pendek; (ii) kajian ulang secara mendalam tentang konsep seni
   dan budaya yang masih mengakomodasi aspek pornografi dan pornoaksi.
6. Mendesak kepada seluruh lapisan masyarakat agar melakukan gerakan moral dan sosial
   secara aktif dalam rangka menghentikan segala bentuk pornografi dan pornoaksi.
7. Meminta kepada seluruh lapisan masyarakat agar mengembalikan fungsi institusi keluarga
   sakinah dalam rangka pembentukan qaryah thayyibah.


       Sebagai penutup, perlu kami sampaikan bahwa saat ini Rancangan Undang-undang Anti
Pornografi dan Pornoaksi telah resmi diundangkan menjadi Undang-undang Republik Indonesia
No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, setelah melalui proses yang cukup panjang. Saudara
dapat mencarinya di toko-toko buku atau melalui pencarian di internet.




                                                                                        17
BAB III
                                          PENUTUP


A. Kesimpulan
       Dari uraian di atas, ada beebrapa hal yang dapat kita cermati. Banyak orang yang
   menganggap bahwa sesuatu yang dianggap porno adalah sesuatu yang memiliki nilai seni. Maka
   dari itu, hal-hal berbau pornografi atau porno aksi dapat kita temui di beberapa bidang seni
   khususnya seni akting. Apabila porsinya sesuai dan tidak melebihi batas, mungkin tidak akan
   membahayakan, namun dibutuhkan pengawasan dan penyaringan yang ketat karena cara
   pandang orang lain mengenai hal tersebut berbeda-beda.
       Membicarakan hal tersebut memang tidak bisa terlalu ―keras‖, karena setiap orang
   memiliki hak untuk melakukan apapun yang diinginkannya asalkan tidak merugikan atau
   membahayakan orang lain. Dalam konteks pornografi ini merujuk pada suatu hal yang dulu
   dianggap tabu, yang berbeda dengan sekarang dimana orang bebas untuk berekspresi meskipun
   bersinggungan dengan hal yang berbau pornografi atau pornoaksi.
       Namun yang perlu dikritisasi adalah, hal-hal vulgar yang dapat kita sebut dengan ―porno‖
   di Indonesia bukan hanya melebihi batas, melainkan berlebihan. Tanpa harus berdiskusi dengan
   pihak sensor film, kitapun pasti dapat menilai mana hal-hal yang berbau pornigrafi atau
   pornoaksi yang tidak layak untuk dipertontonkan. Dan ironisnya, kita masih dapat menemukan
   banyak sekali hal-hal yang seperti itu. Untuk oramg-orang yang sudah mengerti, atau dengan
   kata lain dewasa, mungkin masih dapat mengeneralisasikan hal-hal tersebut sebagai sesuatu hal
   yang melanggar norma. Tapi bagaimana dengan anak bawah umur yang harus disuguhi dengan
   hal-hal vulgar tersebut sebelum dia dapat menggeneralisasikannya? Tidak heran kalau jumlah
   anak-anak yang lahir diluar nikah, pernikahan karena hamil diluar nikah, penderita AIDS
   bertambah.
B. Kritik dan Saran
       Seharusnya hal-hal tersebut dapat diminimalisir dan dicegah dengan komitmen untuk saling
   menjaga dan berpartisipasi untuk mengakali maraknya hal-hal yang berbau pornografi atau
   pornoaksi tersebar bebas dikalangan remaja. Bukannya saya menganggap bahwa pemerintah
   tidak tegas, tetapi perlu ketegasan ekstra dan menjadi teladan bagi masyarakatnya. Apa yang
   akan ada dipikiran masyarakat apabila orang-orang yang menganjurkan mereka menjauhi hal-hal
   berbau pornografi namun orang-orang teresbut malah menjadi pioneernya (red kasus video
   porno pejabat). Marilah sama-sama menumbuhkan kesadaran, dan berkomitmen untuk
   menciptkan masyarakat yang kaya akan moral melalui pengurangan hal-hal yang berbau
   pornografi atau pornoaksi. Ditengah carut marut masalah negara yang tak kunjung selesai, tidak
   ada salahnya untuk kita memulai menata kembali tatanan masyarakat untuk tetap menjunjung
   nilai luhur ketimuran yang kita miliki melalui penyeleksian terhadap budaya-budaya yang dapat
   merusak moral bangsa.
                                                                                              18
DAFTAR PUSTAKA


Definisi Pornografi. (2008, August 20). Retrieved June 1, 2011, from Multiply Blog:
                     http://deny13.multiply.com/journal/item/76

Lembaga Sensor Film. (n.d.). Retrieved June 1, 2011, from Lembaga Sensor Film:
                  http://www.lsf.go.id/film.php?module=profil

Profil KPI. (2007, May 4). Retrieved June 1, 2011, from Komisi Penyiaran Indonesia:
                    http://www.kpi.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=14
                    &Itemid=6&lang=id

Undang-Undang Pornografi. (n.d.). Retrieved June 1, 2011, from Yayasan Kesejahteraan Anak
                  Indonesia:      http://www.ykai.net/index.php?view=article&id=355:undang-
                  undang-pornografi

Undang-Undang Pornografi. (2011, May 29). Retrieved June 1, 2011, from Wikipedia:
                  http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Pornografi
Undang-Undang Pornografi. (2011, May 29). Retrieved June 1, 2011, from Wikipedia:
                  http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Pornografi

Undang-Undang Republik Indonesia tahun 2008. (n.d.). Retrieved June 1, 2011, from YLBH APIK
                   Jakarta: http://www.lbh-apik.or.id/uu-pornografi.htm




                                                                                        19

More Related Content

What's hot

Berpikir
BerpikirBerpikir
Berpikirvera78
 
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesiaPancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesiaYabniel Lit Jingga
 
Kemajemukan Masyarakat Indonesia
Kemajemukan Masyarakat IndonesiaKemajemukan Masyarakat Indonesia
Kemajemukan Masyarakat IndonesiaLestari Moerdijat
 
Presentasi Kenakalan Remaja
Presentasi Kenakalan RemajaPresentasi Kenakalan Remaja
Presentasi Kenakalan RemajaTakere Mae
 
Karya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remaja
Karya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remajaKarya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remaja
Karya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remajaOperator Warnet Vast Raha
 
Keadaan ekonomi indonesia pada masa 1945 1950
Keadaan ekonomi indonesia pada masa 1945 1950Keadaan ekonomi indonesia pada masa 1945 1950
Keadaan ekonomi indonesia pada masa 1945 1950Mochammad Ridwan
 
Dinamika Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-hari
Dinamika Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-hariDinamika Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-hari
Dinamika Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-hariWidiastutiwiwi
 
Pornografi dan Pornoaksi dalam media
Pornografi dan Pornoaksi dalam mediaPornografi dan Pornoaksi dalam media
Pornografi dan Pornoaksi dalam mediaRezka Judittya
 
Ejaan bahasa indonesia
Ejaan bahasa indonesia Ejaan bahasa indonesia
Ejaan bahasa indonesia Lia Aldiana
 
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam IslamIlmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam IslamWulandari Rima Kumari
 
Hubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agamaHubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agamaBuyung Iskandar
 
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmuKumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmuPutriAgilya
 
Perbandingan:Persamaan dan Perbedaan Orde Baru dan Reformasi
Perbandingan:Persamaan dan Perbedaan Orde Baru dan ReformasiPerbandingan:Persamaan dan Perbedaan Orde Baru dan Reformasi
Perbandingan:Persamaan dan Perbedaan Orde Baru dan ReformasiDewi Setiyani Putri
 
Makalah tentang bahasa indonesia : penggunaan bahasa indonesia
Makalah tentang bahasa indonesia : penggunaan bahasa indonesiaMakalah tentang bahasa indonesia : penggunaan bahasa indonesia
Makalah tentang bahasa indonesia : penggunaan bahasa indonesiaDian Kirtley Kristi
 

What's hot (20)

Berpikir
BerpikirBerpikir
Berpikir
 
PPT ANTI BULLYING
PPT ANTI BULLYINGPPT ANTI BULLYING
PPT ANTI BULLYING
 
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesiaPancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia
Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia
 
Kemajemukan Masyarakat Indonesia
Kemajemukan Masyarakat IndonesiaKemajemukan Masyarakat Indonesia
Kemajemukan Masyarakat Indonesia
 
Presentasi Kenakalan Remaja
Presentasi Kenakalan RemajaPresentasi Kenakalan Remaja
Presentasi Kenakalan Remaja
 
Karya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remaja
Karya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remajaKarya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remaja
Karya ilmiah pergaulan bebas di kalangan remaja
 
Keadaan ekonomi indonesia pada masa 1945 1950
Keadaan ekonomi indonesia pada masa 1945 1950Keadaan ekonomi indonesia pada masa 1945 1950
Keadaan ekonomi indonesia pada masa 1945 1950
 
Dinamika Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-hari
Dinamika Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-hariDinamika Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-hari
Dinamika Pancasila Dalam Kehidupan Sehari-hari
 
Ppt melawan bullying
Ppt melawan bullyingPpt melawan bullying
Ppt melawan bullying
 
Pornografi dan Pornoaksi dalam media
Pornografi dan Pornoaksi dalam mediaPornografi dan Pornoaksi dalam media
Pornografi dan Pornoaksi dalam media
 
Memahami Gender
Memahami GenderMemahami Gender
Memahami Gender
 
Ejaan bahasa indonesia
Ejaan bahasa indonesia Ejaan bahasa indonesia
Ejaan bahasa indonesia
 
Masa Usia Lanjut
Masa Usia LanjutMasa Usia Lanjut
Masa Usia Lanjut
 
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam IslamIlmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (IPTEKS) dalam Islam
 
Ragam Lisan Dan Tulisan
Ragam Lisan Dan TulisanRagam Lisan Dan Tulisan
Ragam Lisan Dan Tulisan
 
Hubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agamaHubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agama
 
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmuKumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
 
Stop bullying
Stop bullyingStop bullying
Stop bullying
 
Perbandingan:Persamaan dan Perbedaan Orde Baru dan Reformasi
Perbandingan:Persamaan dan Perbedaan Orde Baru dan ReformasiPerbandingan:Persamaan dan Perbedaan Orde Baru dan Reformasi
Perbandingan:Persamaan dan Perbedaan Orde Baru dan Reformasi
 
Makalah tentang bahasa indonesia : penggunaan bahasa indonesia
Makalah tentang bahasa indonesia : penggunaan bahasa indonesiaMakalah tentang bahasa indonesia : penggunaan bahasa indonesia
Makalah tentang bahasa indonesia : penggunaan bahasa indonesia
 

Viewers also liked

Karya tulis ilmiah "peredaran video porno"
Karya tulis ilmiah "peredaran video porno"Karya tulis ilmiah "peredaran video porno"
Karya tulis ilmiah "peredaran video porno"Ilmu-bermanfaat23
 
Anak dan Adiksi Pornografi
Anak dan Adiksi PornografiAnak dan Adiksi Pornografi
Anak dan Adiksi Pornografi24hourparenting
 
Presentasi bahaya pornografi
Presentasi bahaya pornografiPresentasi bahaya pornografi
Presentasi bahaya pornografiHegy Febrianto
 
Bahaya Pornografi dan Pencegahannya
Bahaya Pornografi dan PencegahannyaBahaya Pornografi dan Pencegahannya
Bahaya Pornografi dan PencegahannyaFajar Zain
 
Teori dan Gagasan Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zaid
Teori dan Gagasan Hermeneutika Nasr Hamid Abu ZaidTeori dan Gagasan Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zaid
Teori dan Gagasan Hermeneutika Nasr Hamid Abu ZaidIndah KumaLa
 
Menghindari zina dan pergaulan bebas
Menghindari zina dan pergaulan bebasMenghindari zina dan pergaulan bebas
Menghindari zina dan pergaulan bebasAli Must Can
 
Hak kewarisan anak luar nikah
Hak kewarisan anak luar nikah Hak kewarisan anak luar nikah
Hak kewarisan anak luar nikah diktum2015
 
Khlak Islam dan Peranannya dalam Pembinaan Masyarakat
Khlak Islam dan Peranannya dalam Pembinaan MasyarakatKhlak Islam dan Peranannya dalam Pembinaan Masyarakat
Khlak Islam dan Peranannya dalam Pembinaan MasyarakatLucky Maharani Safitri
 
Narkoba Sebagai Ancaman Ketahanan Nasional
Narkoba Sebagai Ancaman Ketahanan NasionalNarkoba Sebagai Ancaman Ketahanan Nasional
Narkoba Sebagai Ancaman Ketahanan NasionalWayan Gracias
 
Analisa mikrobiologi pada makanan
Analisa mikrobiologi pada makananAnalisa mikrobiologi pada makanan
Analisa mikrobiologi pada makananNuzul Dianperdana
 
Makalah Hak dan Kewajiban
Makalah Hak dan KewajibanMakalah Hak dan Kewajiban
Makalah Hak dan Kewajibandenzslas
 

Viewers also liked (16)

Karya tulis ilmiah "peredaran video porno"
Karya tulis ilmiah "peredaran video porno"Karya tulis ilmiah "peredaran video porno"
Karya tulis ilmiah "peredaran video porno"
 
Anak dan Adiksi Pornografi
Anak dan Adiksi PornografiAnak dan Adiksi Pornografi
Anak dan Adiksi Pornografi
 
dampak pornografi
dampak pornografi dampak pornografi
dampak pornografi
 
Presentasi bahaya pornografi
Presentasi bahaya pornografiPresentasi bahaya pornografi
Presentasi bahaya pornografi
 
Bahaya Pornografi dan Pencegahannya
Bahaya Pornografi dan PencegahannyaBahaya Pornografi dan Pencegahannya
Bahaya Pornografi dan Pencegahannya
 
Darurat pornografi
Darurat pornografi Darurat pornografi
Darurat pornografi
 
Powerpoint makalah efek negatif porno
Powerpoint makalah efek negatif pornoPowerpoint makalah efek negatif porno
Powerpoint makalah efek negatif porno
 
Teori dan Gagasan Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zaid
Teori dan Gagasan Hermeneutika Nasr Hamid Abu ZaidTeori dan Gagasan Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zaid
Teori dan Gagasan Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zaid
 
Ppt ve
Ppt vePpt ve
Ppt ve
 
Menghindari zina dan pergaulan bebas
Menghindari zina dan pergaulan bebasMenghindari zina dan pergaulan bebas
Menghindari zina dan pergaulan bebas
 
Hak kewarisan anak luar nikah
Hak kewarisan anak luar nikah Hak kewarisan anak luar nikah
Hak kewarisan anak luar nikah
 
Khlak Islam dan Peranannya dalam Pembinaan Masyarakat
Khlak Islam dan Peranannya dalam Pembinaan MasyarakatKhlak Islam dan Peranannya dalam Pembinaan Masyarakat
Khlak Islam dan Peranannya dalam Pembinaan Masyarakat
 
Narkoba Sebagai Ancaman Ketahanan Nasional
Narkoba Sebagai Ancaman Ketahanan NasionalNarkoba Sebagai Ancaman Ketahanan Nasional
Narkoba Sebagai Ancaman Ketahanan Nasional
 
pornografi
pornografipornografi
pornografi
 
Analisa mikrobiologi pada makanan
Analisa mikrobiologi pada makananAnalisa mikrobiologi pada makanan
Analisa mikrobiologi pada makanan
 
Makalah Hak dan Kewajiban
Makalah Hak dan KewajibanMakalah Hak dan Kewajiban
Makalah Hak dan Kewajiban
 

Similar to Makalah pornografi dan pornoaksi

Pornografi Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
Pornografi Dalam Putusan Mahkamah KonstitusiPornografi Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
Pornografi Dalam Putusan Mahkamah Konstitusiluthfiwe
 
Sosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptx
Sosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptxSosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptx
Sosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptxKevinFerdiawanfatah
 
Sosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptx
Sosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptxSosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptx
Sosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptxKevinFerdiawanfatah
 
Pornografi menghancurkan umat, mengundang bencana
Pornografi  menghancurkan umat, mengundang bencanaPornografi  menghancurkan umat, mengundang bencana
Pornografi menghancurkan umat, mengundang bencanaJual Kerajinan Tangan
 
KONFLIK AKIBAT PERBEDAAN GAYA HIDUP
KONFLIK AKIBAT PERBEDAAN GAYA HIDUPKONFLIK AKIBAT PERBEDAAN GAYA HIDUP
KONFLIK AKIBAT PERBEDAAN GAYA HIDUPlutfiafauziah
 
Presentasi bahaya pornografi
Presentasi bahaya pornografiPresentasi bahaya pornografi
Presentasi bahaya pornografiHegy Febrianto
 
Pendidikan Seks Anak Usia Dini
Pendidikan Seks Anak Usia DiniPendidikan Seks Anak Usia Dini
Pendidikan Seks Anak Usia DiniAliem Masykur
 
Karya Tulis Ilmiah Seks Bebas dan Penutupan Lokalisasi Ngujang
Karya Tulis Ilmiah Seks Bebas dan Penutupan Lokalisasi NgujangKarya Tulis Ilmiah Seks Bebas dan Penutupan Lokalisasi Ngujang
Karya Tulis Ilmiah Seks Bebas dan Penutupan Lokalisasi NgujangArga Puspita Aji
 
Apakah gosip bisa menjadi kontrol sosial
Apakah gosip bisa menjadi kontrol sosialApakah gosip bisa menjadi kontrol sosial
Apakah gosip bisa menjadi kontrol sosialTati Zera
 
KEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdf
KEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdfKEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdf
KEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdfsyaifudin29
 
Penelitian remaja dalam dalam bidang penyimpangan seksual, pornografi di sma ...
Penelitian remaja dalam dalam bidang penyimpangan seksual, pornografi di sma ...Penelitian remaja dalam dalam bidang penyimpangan seksual, pornografi di sma ...
Penelitian remaja dalam dalam bidang penyimpangan seksual, pornografi di sma ...Operator Warnet Vast Raha
 

Similar to Makalah pornografi dan pornoaksi (20)

Pornografi Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
Pornografi Dalam Putusan Mahkamah KonstitusiPornografi Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
Pornografi Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
 
Sosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptx
Sosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptxSosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptx
Sosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptx
 
Sosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptx
Sosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptxSosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptx
Sosiologi Komunikasi_Kevin Ferdiawan Fatah_44222010198.pptx
 
Pendahuluan
PendahuluanPendahuluan
Pendahuluan
 
Pornografi menghancurkan umat, mengundang bencana
Pornografi  menghancurkan umat, mengundang bencanaPornografi  menghancurkan umat, mengundang bencana
Pornografi menghancurkan umat, mengundang bencana
 
KONFLIK AKIBAT PERBEDAAN GAYA HIDUP
KONFLIK AKIBAT PERBEDAAN GAYA HIDUPKONFLIK AKIBAT PERBEDAAN GAYA HIDUP
KONFLIK AKIBAT PERBEDAAN GAYA HIDUP
 
Bahaya pornografi
Bahaya pornografiBahaya pornografi
Bahaya pornografi
 
Presentasi bahaya pornografi
Presentasi bahaya pornografiPresentasi bahaya pornografi
Presentasi bahaya pornografi
 
Obsesi-10
Obsesi-10Obsesi-10
Obsesi-10
 
Pendidikan Seks Anak Usia Dini
Pendidikan Seks Anak Usia DiniPendidikan Seks Anak Usia Dini
Pendidikan Seks Anak Usia Dini
 
Sosiologi
SosiologiSosiologi
Sosiologi
 
Andika
AndikaAndika
Andika
 
Karya Tulis Ilmiah Seks Bebas dan Penutupan Lokalisasi Ngujang
Karya Tulis Ilmiah Seks Bebas dan Penutupan Lokalisasi NgujangKarya Tulis Ilmiah Seks Bebas dan Penutupan Lokalisasi Ngujang
Karya Tulis Ilmiah Seks Bebas dan Penutupan Lokalisasi Ngujang
 
Apakah gosip bisa menjadi kontrol sosial
Apakah gosip bisa menjadi kontrol sosialApakah gosip bisa menjadi kontrol sosial
Apakah gosip bisa menjadi kontrol sosial
 
Tata TIK
Tata TIKTata TIK
Tata TIK
 
Sap seks bebas
Sap seks bebasSap seks bebas
Sap seks bebas
 
KEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdf
KEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdfKEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdf
KEJAHATAN_PORNOGRAFI_Upaya_Pencegahan_dan_Penanggu.pdf
 
Penelitian remaja dalam dalam bidang penyimpangan seksual, pornografi di sma ...
Penelitian remaja dalam dalam bidang penyimpangan seksual, pornografi di sma ...Penelitian remaja dalam dalam bidang penyimpangan seksual, pornografi di sma ...
Penelitian remaja dalam dalam bidang penyimpangan seksual, pornografi di sma ...
 
Perilaku ab
Perilaku abPerilaku ab
Perilaku ab
 
Perilaku ab
Perilaku abPerilaku ab
Perilaku ab
 

Makalah pornografi dan pornoaksi

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi telah menghapus sekat-sekat yang ada dalam masyarakat baik itu masyarakat internasional maupun merembes kepada masyarakat dalam satu negara. Hal yang nampak jelas adalah terjadinya pertemuan antar budaya yang telah melahirkan dua mata pisau, disatu sisi berdampak positif, namun di sisi lain terjadi pergesekan yang cukup hebat. Negara-negara timur, khususnya Indonesia sangat terkenal dengan bangsa yang sopan- santun, ‖lebih beretika‖, dan sangat kuat memegang norma-norma terutama norma agama. Berkat kemajuan teknologi dan informasi maka masuklah pengaruh dari negara-negara lain, yang mencolok dalam hal ini adalah masuknya budaya dari negara-negara Barat. Budaya Barat yang serba terbuka, termasuk ‖buka-bukaan‖ dalam berpakaian. Pornografi merupakan momok klasik yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, karena pornografi dan pornoaksi adalah bagian dari naluri manusia. Namun islam tidak memungkiri bahwa pornografi dan pornoaksi adalah bagian dari naluri manusia tetapi islam telah mengatur sedemikian mungkin dalam mengekspresikan sesuai dengan syariat dan tuntutan islam. Pornografi dan pornoaksi didasari oleh adanya stimulus yang merangsang timbulnya nafsu birahi yang mengakibatkan kesusilaan ditengah masyarakat dan menjadi problem public dan problem privacy. Bangsa Indonesia sejak lama di kenal sebagai Bangsa yang memiliki Adat Istiadat yang serba sopan dan moral yang sopan. Walaupun demikian ternyata budaya atau kepribadian Indonesia semakin lama mengalami kemerosotan. Aksi – aksi yang menunjukkan hal – hal yang serba vulgar atau sering disebut porno akhir – akhir ini telah menyeber ke seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menganggap bahwa porno aksi dan pornografi sangat bertentangan dengan kepribadian bangsa. Namun, pada hakekatnya trend mode masa kini telah menunjukkan pornoaksi. Berbagai usaha telah ditempuh oleh pemerintah. Apakah hal itu terbukti ? Bisa iya dan bisa pula tidak. B. Permasalahan Topik yang kami sajikan antara lain : 1. Pengertian Pornografi dan Pornoaksi 2. Dampak pornografi dan Pornoaksi 3. Pornografi sebagai delik dalam KUHP dan peraturan yang berkaitan dengan pornografi saat ini (hukum positif) 1
  • 2. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pornografi dan Pornoaksi Sebelum membahas lebih lanjut tentang hal-hal yang berkaitan dengan pornografi, agar mempermudah kita untuk memahaminya berikut ini ada beberapa pengertian dari pornografi itu sendiri, diantaranya : Definisi pornografi yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu porne (pelacur) dan graphos(gambar atau tulisan) yang secara harafiah berarti ―tulisan atau gambar tentang pelacur‖. Definisinya adalah ―upaya mengambil keuntungan, baik dengan memperdagangkan atau mempertontonkan pornografi‖. (Undang-Undang Pornografi, 2011) Pornografi adalah penggambaran tubuh manusia atau perilaku seksual manusia dengan tujuan membangkitkan rangsangan seksual, mirip, namun berbeda dengan erotika, meskipun kedua istilah ini sering digunakan secara bergantian. (Definisi Pornografi, 2008) Dari beberapa pengertian diatas, semoga dapat memberikan gambaran mengenai apa itu pornografi. Hampir sama dengan pornografi, mengenai hal-hal yang mengandung ―porno‖ kita juga mengenal istilah ―pornoaksi‖ yang mungkin orientasinya sama dengan definisi dari pornografi, namun terdapat kata ―aksi‖ dalam ―pronoaksi‖ yang memberikan definisi sedikit berbeda namun masih berkaitan yaitu hal-hal yang bersifat porno namun tervisualisasikan bukan hanya melalui gambar melainkan melalui dimensi tiga dimensi yaitu aksi-aksi yang menunjukkan perilaku seksual manusia dengan tujuan seperti halnya pornografi. Dengan kata lain, pornografi dan pornoaksi merupakan salah satu dari penyalahgunaan informasi yaitu persebaran informasi yang tidak layak yang dapat dimuat dibeberapa media sehingga kita dapat dengan mudah mengaksesnya seperti tayangan televisi, siaran radio, gambar- gambar atau ulasan-ulasan yang terdapat di majalah, koran, tabloid, maupun media-media cetak lainnya. Secara manusiawi setiap orang mempunyai dorongan seksual. Tapi, perbedaan antara satu orang dengan yang lainnya adalah masalah penyikapan dan penyalurannya. Terkait dengan hal ini, ternyata bacaan dan tontonan seksual (media pornografi) memiliki pasar yang sangat. Prof. Dr. Dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd (Guru Besar kedokteran Universitas Udayana Bali) dalam kolom Keluarga koran Minggu Pagi terbitan minggu kedua Mei 2006, mengungkapkan mengapa orang senang terhadap ketelanjangan, pornografi khususnya : Mendapat tambahan informasi tentang perilaku seksual, meskipun tidak selalu benar secara ilmiah Pornografi memberikan kesempatan untuk melatih imajinasi tentang sesuatu yang ingin diketahui 2
  • 3. Mereka mendapatkan sesuatu yang bersifat rekreasi. Ransangan seksual yang diberikan oleh pornografi dapat menimbulkan reaksi seksual, baik pada pria maupun wanita, baik secara psikis maupun secara fisik. Lekak-lekuk tubuh pria atau wanita memiliki nilai estetis amat indah sebagai seni teologis. Tuhan menyukai keindahan dengan maha karya indahNya. Tapi, apakah orang bebas mengekspresikan keindahan tubuh dan hasrat seksualnya ke ruang publik? Selingkuh mungkin menarik, indah, dan menyenangkan bagi pelakunya, tapi apakah hal itu benar dan baik? Problem etis ini sudah menjadi perdebatan filosofis sejak zamannya Socrates. Ketertarikan seksual pria- wanita berkait apresiasi keindahan tubuh yang berfungsi bagi kelangsungan sejarah. Tapi, apakah memamerkan keindahan tubuh yang erotis atau melampiaskan hasrat seksual itu bebas dilakukan di ruang publik? Hidup sosial memerlukan sejumlah batasan antara apa yang termasuk ruang publik dan privasi. Hasrat seksual merupakan bakat bawaan manusia, juga hewan. Tapi, hasrat seksual tidak bisa dilampiaskan di sembarang waktu dan tempat. Bagi pelaku, hubungan intim hingga orgasme merupakan sesuatu yang indah dan bernilai spiritual tinggi, tapi menjijikan jika dipertontonkan ke ruang publik. Alih-alih mengapai spiritualitas, sebaliknya justru mendegradasi martabat kemanusiaan. Pornografi dan pornoaksi adalah wilayah publik yang bergantung pada apresiasi banyak orang sebagai pengguna, tapi juga berhubungan dengan konsep martabat kemanusiaan ( Abdul Munir Mulkan dalam Koran Republika, Senin 13 Maret 2006). B. Dampak Pornografi dan Pornoaksi Banyaknya tayangan seksual dalam video klip, majalah televisi, dan film membuat remaja melakukan aktivitas seks secara sembarangan. Tidaklah mengherankan ketika terjadi kasus pemerkosaan terhadap anak-anak oleh anak seusia SMP, adegan panas yang dilakukan oleh siswa-siswa SMA, seperti kasus di Cianjur ( melakukan sex di dalam kelas, yang turut melibatkan guru), dan banyak lagi kasus-kasus lain. Menurut Jane Brown, ilmuwan dari Universitas North Carolina, ‖semakin banyak remaja disuguhi eksploitasi seks di media, mereka akan semakin berani mencoba seks diusia muda‖(Koran Minggu Pagi No 07 Th 59 Minggu II Mei 2006). Mary Anne Layden, direktur Program Psikologi dan Trauma Seksual, Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat, menyatakan gamabar porno adalah masalah utama pada kesehatan mental masyarakat dunia saat ini.‖Ia tak cuma memicu ketagihan yang serius, tapi juga pergeseran pada emosi dan perilaku sosial‖. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa ‖pengaruh kokain dalam tubuh bisa dilenyapkan. Ini berbeda dengan pornografi. Sekali terekam dalam otak, image porno itu akan mendekam dalam otak selamanya‖(Koran Republika, sabtu 11 februari 2006). Secara gramatikal istilah pornografi berasal dari bahasa yunani, terdiri dari istilah porne yang artinya prostitute dan graphein yang artinya to write. jadi secara harafiah pornografi dapat 3
  • 4. diartikan writing about prostitutes yaitu tulisan atau gambaran mengenai pelacur atau pelacuran. sedangkan pornoaksi dirumuskan sebagai sikap, perilaku, perbuatan, gerakan tubuh, suara yang erotis dan sensual baik dilakukan secara perorangan (sendiri) atau bersama-sama. Merebaknya pornografi dan pornoaksi akhir-akhir ini sudah sangat memprihatinkan. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya beredar gambar-gambar porno. apakah itu melalui media masa seperti majalah, koran, tabloid ataupun melalui media elektronik yang dapat berupa video adegan mesum, seperti yang terdapat di dalam internet bahkan handphone yang banyak dimiliki oleh semua kalangan mulai dari anak-anak, remaja, sampai orang dewasa. Akibatnya untuk mendapatkan hal-hal yang berbau pornografi dan pornoaksi sangatlah mudah dan murah, tentu saja hal ini akan menjadi kekhawatiran kita terhadap terjadinya penurunan moralitas dan pergeseran sistem nilai di dalam kehidupan masyarakat kita sebagai akibat maraknya pornografi dan pornoaksi tersebut dan dapat kita lihat sebagai dampaknya sekarang ini seperti maraknya pemerkosaan, pencabulan, seks bebas, pelacuran,dll. Mengenai dampak pornografi dan pornoaksi sangat jelas sekali akan mempengarui perilaku dan cara berpikir seseorang sebagai pengkonsumsi hal tersebut. seperti perilaku seks bebas yang marak dikalangan remaja kita saat ini, hal tersebut disebabkan salah satunya oleh faktor gencarnya pornografi dan pornoaksi yang ada disekitar kehidupan mereka, dengan kemajuan zaman dan teknologi informasi pada saat ini seorang remaja khususnya para pelajar dan mahasiswa sangatlah mudah sekali untuk mendapatkan gambar-gambar porno ataupun video-video mesum. hal ini akan menimbulkan hasrat atau gairah remaja untuk melakukan hubungan seks akibatnya para remaja saat ini tidak merasa malu dan canggung untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya sebelum menikah. hal tersebut bisa kita lihat dari suatu penelitian tertentu menunjukan bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, sebesar 30% remaja sudah pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah. ditambah lagi menurut riset tertentu menunjukan bahwa remaja banyak yang sudah melakukan hal-hal (seperti berciuman, meraba payudara ataupun alat kelamin pasangannya) (Sarlito Wirawan.1998.di dalam Psikologi Remaja). hal ini menunjukan bahwa pornografi dan pornoaksi mampu menurunkan moralitas remaja kita sebagai elemen penting di dalam kehidupan masyarakat. C. Pornografi sebagai Delik dalam KUHP dan Peraturan yang berkaitan dengan pornografi Saat Ini (Hukum Positif) Karena hal-hal tersebut tidak bisa dibiarkan dan dapat menyebabkan kehancuran moral bangsa Indonesia, pemerintah membentuk beberapa lembaga yang berkaitan dengan penanggulangan pornografi dan pornoaksi di Indonesia berikut dengan peraturan-peraturannya, antaralain : 1. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Dimana pemerintah merumuskan Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang merupakan dasar utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang berbunyi : “Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa, mencerdaskan kehidupan 4
  • 5. bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.” (Profil KPI, 2007) Dari Undang-Undang tersebut, dapat dirumuskan beberapa fungsi dari KPI itu sendiri, diantaranya :  Menjembatani kepentingan masyarakat dengan institusi pemerintah dan lembaga penyiaran (radio, dan TV swasta, publik, komunitas maupun berlangganan).  Mengawasi segala bentuk tindak-tanduk penyiaran, termasuk mengawasi adanya unsur-unsur persinggungan SARA, kekerasan, dan Pornografi/Pornoaksi 2. Lembaga Sensor Film Indonesia Dapat kita lihat dari namanya, lembaga ini bertugas untuk melakukan serangkaian kegiatan penyensoran seluruh tayangan-tayangan yang terdapat pada media. Ada beberapa tugas LSF yang dapat saya ringkas dari websitenya yaitu diantaranya : Melakukan ―censoring‖ secara rutin dengan hasil : Meluluskan dengan atau tanpa potongan untuk SEMUA UMUR, REMAJA, dan DEWASA untuk penonton bioskop; Meluluskan dengan atau tanpa potongan untuk SEMUA UMUR, REMAJA, DEWASA untuk penonton televisi; Tidak meluluskan dengan catatan revisi, khusus untuk film Indonesia; Tidak meluluskan secara utuh; Meluluskan tanpa potongan untuk film keperluan festival film dengan kategori ‗TERBATAS‘ a. Tugas kedua LSF adalah secara terus-menerus wajib mengadakan pemantauan melalui konsultasi dengan pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Parisada Hindudharma Indonesia, Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI), dan tokoh-tokoh agama lainnya, serta mengadakan kunjungan kerja ke daerah dan mengadakan temu wicara dengan berbagai organisasi sosial kemasyarakatan, LSM dan lain-lain untuk memperoleh masukan yang berharga. b. Tugas ketiga LSF adalah secara periodik menginformasikan kepada masyarakat mengenai perkembangan tata nilai dan apresiasi masyarakat terhadap hasil kerja LSF untuk menjadi bahan kajian serta rumusan tata kerja dan kriteria penyensoran sesuai dengan perkembangan zaman. 3. Peraturan Perundangan Undang-undang pornografi yang merumuskan definisi dari pornografi yaitu “Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.” (Undang- Undang Pornografi, 2011) 5
  • 6. Serta ada beberapa undang-undang yang mengatur tentang pornografi dan tindak pidana bagi yang melanggar, yaitu : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (Undang-Undang Republik Indonesia tahun 2008); Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. (Undang-Undang Pornografi) 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi BAB VII KETENTUAN PIDANA Pasal 29 Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). Pasal 30 Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Pasal 31 Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Pasal 32 Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). 6
  • 7. Pasal 33 Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah). Pasal 34 Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 35 Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). Pasal 36 Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 37 Setiap orang yang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36, ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya. Pasal 38 Setiap orang yang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan, atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Pasal 39 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38 adalah kejahatan. 7
  • 8. Pasal 40 (1) Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya. (2) Tindak pidana pornografi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama. (3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, korporasi tersebut diwakili oleh pengurus. (4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diwakili oleh orang lain. (5) Hakim dapat memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan. (6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor. (7) Dalam hal tindak pidana pornografi yang dilakukan korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, dijatuhkan pula pidana denda terhadap korporasi dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini. Pasal 41 Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (7), korporasi dapat dikenai pidana tambahan berupa: a. pembekuan izin usaha; b. pencabutan izin usaha; c. perampasan kekayaan hasil tindak pidana; dan d. pencabutan status badan hukum. Di Indonesia penegakan hukum terhadap perbuatan pornografi sangat rendah karena banyaknya Pekerja Seks Komersial (PSK) yang melayanai para lelaki hidung belang. Pornografi pastilah merusak kehidupan umat manusia pada umumnya, kini dan di masa yang akan datang. Maka sangat diperlukan adanya usaha bersama melawan pornografi secara efisien. Yang pertama-tama, adalah pendidikan seks dalam keluarga dan institusi agama. Bagaimanapun pornografi tidak akan mungkin lagi terbendung. Maka pertahanan yang seharusnya diperkuat, yaitu pendidikan terhadap generasi muda dan orang dewasa supaya pengaruh kuat pornografi tidak menjerumuskan. 8
  • 9. Kedua, rasanya pemerintah memang harus menertibkan media dan pelaku pornografi melalui konstitusi dan kesadaran produsen. Kiranya media perlu mawas diri supaya tidak mendukung arus pornografi. Usaha lain yang penting adalah pemblokiran cyber-porno melalui kebijakan konstitusi negara, atau usaha pribadi, khususnya keluarga. Cyber-porno merupakan tekanan pornografi yang paling kuat dan paling mudah bagi mereka yang punya saluran internet. Tetapi yang paling penting adalah pengendalian diri konsumen terhadap informasi yang terkait dengan pornografi. Tanpa pengendalian diri ini, upaya konstitusi apapun rasanya taka akan bermanfaat. Akhirnya dibutuhkan kerja sama semua pihak untuk menyiasati pornografi. Mungkin kita tidak harus menjadi munafik dengan kondisi masyarakat modern yang memang sangat terbuka. Saya kira kita tidak bisa menutup-nutupi kenyataan kuatnya pengaruh pornografi dalam masyarakat kita. Pastilah bukan usaha-usah penghancuran yang menjadi jalan terbaik menyiasati pengaruh pornografi. Yang terutama adalah kesadaran bahwa membiarkan pornografi merusak fisik, jiwa dan rohani kehidupan kita karena mengeksploitasi seksualitas yang seharusnya kita hargai dan muliakan sebagai anugerah yang sangat penting dari sang Pencipta. Di Indonesia terjadi benturan budaya yaitu ―benturan budaya‖ antara budaya islami dengan nilai-nilai non-islami didalam negara. Konflik antar budaya yang bersumber dari perbedaan kepercayaan dapat menjadi sumber konflik yang dapat memecah persatuan dan kesatuan bangsa. Benturan-benturan budaya yang berujung kepada konflik horizontal dan konflik vertikal ini sedini mungkin harus dielimenir dengan mengedepankan nilai-nilai toleransi. Salah satu masalah yang mencuat mengenai benturan budaya ialah dengan adanya pro dan kontra terhadap di sahkannya Undang-Undang Pornografi. Banyak kalangan yang menolak dengan kehadiran UUP ini, motivasi melakukan penolakan ini bermacam-macam, seperti alasan budaya dan adat istiadat serta alasan kebebasan berekspresi bagi seniman dan dunia perfiliman.Dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan- kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi kepentingan dipihak lain. (Satipto Raharjo, 53:1996) Setelah mengalami beberapa kali perubah-an dengan memperhatikan tuntutan masyarakat, akhirnya RUU APP disahkan pada Rapat Paripurna DPR pada tanggal 30 Oktober 2008 dan diundangkan pada tanggal 26 November 2008 sebagai UU Pornografi. Menurut UU Pornografi, yang dimaksud dengan pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat. 9
  • 10. Unsur ‖dapat membangkitkan hasrat seksual‖ dan ‖melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat‖ dalam pengertian pornografi tersebut pada dasarnya juga dapat menimbulkan ketidakpastian. Respon seseorang ketika melihat suatu obyek tentu tidak selalu sama dengan orang lain. Sesuatu hal mungkin dapat membangkitkan hasrat seksual seseorang, namun belum tentu hal tersebut dialami juga oleh orang lain. Dari aspek hukum pidana materiil, berdasarkan rumusan Pasal 282 dan Pasal 283 KUHP jenis perbuatan yang dilarang antara lain: (1) menyiarkan, mempertontonkan atau menempelkan dengan terang-terangan tulisan dsb, Menyiarkan misalnya memakai surat kabar, majalah, buku, surat selebaran dan lain-lain. Mempertontonkan artinya diperlihatkan kepada orang banyak, menempelkan artinya ditempelkan di suatu tempat sehingga kelihatan; (2) membuat, membawa masuk, mengirimkan langsung, membawa keluar atau menyediakan tulisan dan sebagainya untuk disiarkan, dipertontonkan atau ditempelkan dengan terang- terangan; (3) dengan terang-terangan atau dengan menyiarkan suatu tulisan menawarkan dengan tidak diminta atau menunjukkan, bahwa tulisan dan sebagainya itu boleh didapat. Tulisan, gambaran, benda/barang harus melanggar kesusilaan22, misalnya buku yang isinya cabul, gambar atau patung yang bersifat cabul, film yang isinya cabul. Pada Pasal 283 KUHP tulisan, gambar dan benda tersebut harus ditawarkan kepada anak yang belum genap berumur 17 tahun, atau anak yang belum dewasa. Beredarnya video porno bisa dilihat dalam konteks kesusilaan yang sudah lama diatur oleh UU di Indonesia. Walau masih sangat terbatas, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebenarnya bisa digunakan untuk menjangkau persoalan kesusilaan, misalnya Pasal 182-283 (tulisan/gambar yang melanggar kesusilaan), Pasal 533 (tulisan/gambar/benda yang merangsang nafsu), Pasal 281 (melanggar Kesusilaan), dan Pasal 281, 289, 290, 292-296, 506 (perbuatan cabul). Namun demikian dalam hal cyberporn, KUHP tidak bisa menjangkau (memiliki keterbatasan) hal yang berkaitan dengan jurisdiksi teoritorial dan subjek hukum korporasi (Barda Nawawi Arief, 2006; Barda Nawawi Arief, 1997). Dalam hal jurisdiksi, dibatasi oleh masalah ruang berlakunya hukum pidana menurut tempat. Artinya hukum pidana hanya berlaku di wilayah negaranya sendiri (asas teritorial) dan untuk warga negaranya sendiri (asas personal/nasional aktif). Selain KUHP, walau pun terbatas jangkauan, masih ada beberapa UU khusus lainnya, antara lain: (a) UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (larangan bagi penyelenggara komunikasi untuk melakukan usaha penyelenggaraan komunikasi yang bertentangan dengan kesusilaan (Pasal 21); 10
  • 11. (b) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (kewajiban memberitakan peristiwa dan opini yang menghormati norma agama, rasa kesusilaan masyarakat, asas praduga tak bersalah [Pasal 5 ayat (1)]. Larangan memuat iklan yang bertentangan dengan rasa kesusilaan [Pasal 13]; (c) UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (larangan siaran yang menonjolkan kecabulan [Pasal 57]; larangan memuat hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat, eksploitasi anak dibawah umur 18 tahun [Pasal 58]; (d) UU Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman (mengedarkan, mengekspor, mempertunjukkan dan/atau menayangkan film dan/atau reklasi film yang tidak disensor atau ditolak lembaga sensor); (e) UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (larangan pornografi dan jasa pornografi [Pasal 4]; (f) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (larangan mendistribusikan/mentransmisikan/membuat dapat diakses informasi /dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggara kesusilaan [Pasal 27 (1)]. Dalam penangulangan tindak pidana pornografi masyarakat dan pemerintah juga turut berperan sesuai denan apa yang telah di jelaskan dalam uu pornografi, sbb: 1. Peran Masyarakat (Pasal 51) (1) Setiap warga masyarakat berhak untuk berperan serta dalam pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi berupa : a. hak untuk mendapatkan komunikasi, informasi, edukasi, dan advokasi; b. menyampaikan keberatan kepada BAPPN terhadap pengedaran barang dan/atau penyediaan jasa pornografi dan/atau pornoaksi; c. melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap seseorang, sekelompok orang, dan/atau badan yang diduga melakukan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi; d. gugatan perwakilan sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan oleh dan/atau melalui lembaga swadaya masyarakat yang peduli pada masalah pornografi dan/atau pornoaksi. (2) Setiap warga masyarakat berkewajiban untuk : a. melakukan pembinaan moral, mental spiritual, dan akhlak masyarakat dalam rangka membentuk masyarakat yang berkepribadian luhur, berakhlaq mulia, beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. membantu kegiatan advokasi, rehabilitasi, dan edukasi dalam penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi. (3) Setiap warga masyarakat berkewajiban untuk melaporkan kepada pejabat yang berwenang apabila melihat dan/atau mengetahui adanya tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi. 11
  • 12. 2. Peran Pemerintah Pasal 52 Pemerintah berwenang melakukan kerjasama bilateral, regional, dan multilateral dengan negara lain dalam upaya menanggulangi dan memberantas masalah pornografi dan/atau pornoaksi sesuai dengan kepentingan bangsa dan negara. Pasal 53 Pemerintah wajib memberikan jaminan hukum dan keamanan kepada pelapor terjadinya tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi. Isi UU secara garis besar : 1. Mempertontonkan alat kelamin di muka umum (Pasal 4 ayat 1) Ancaman pidana Penjara: 1 tahun – 5 tahun. Denda : Rp 50 juta – Rp 250 juta 2. Mempertontonkan pantat di muka umum (Pasal 4 ayat 2)Ancaman pidana Penjara : 1 tahun – 5 tahun. Denda : Rp 50 juta – Rp 250 juta 3. Mempertontonkan payudara di muka umum (Pasal 4 ayat 5)Ancaman pidana Penjara : 1 tahun – 5 tahun. Denda : Rp 50 juta – Rp 250 juta 4. Sengaja telanjang di muka umum (Pasal 5 ayat 1)Ancaman pidana Penjara : 2 tahun – 6 tahun Denda : Rp 100 juta – Rp 300 juta 5. Berciuman bibir di muka umum (Pasal 6) Ancaman pidana Penjara : 1 tahun – 5 tahun. Denda : Rp 50 juta – Rp 250 juta 6. Menari erotis atau bergoyang erotis di muka umum (Pasal 7 ayat 1) Ancaman pidana Penjara : 1 tahun – 5 tahun. Denda : Rp 50 juta – Rp 250 juta 7. Melakukan masturbasi atau onani dimuka umum (Pasal 8 ayat 1) Ancaman pidana Penjara : 1 tahun – 5 tahun Denda : Rp 50 juta – Rp 250 juta 8. Melakukan hubungan seks di muka umum (Pasal 9 ayat 1) Ancaman pidana Penjara : 2 tahun – 10 tahun Denda : Rp 100 juta – Rp 500 juta 9. Melakukan hubungan seks dengan anak-anak (Pasal 9 ayat 2) Ancaman pidana Penjara : 2 tahun – 10 tahun. Denda : Rp 100 juta – Rp 500 juta 10. Menyelenggarakan acara pertunjukan seks (Pasal 10 ayat 1). Ancaman pidana Penjara : 3 tahun – 10 tahun. Denda : Rp 100 juta – Rp 1 milyar 11. Menyelenggarakan pesta seks (Pasal 10 ayat 3) Ancaman pidana Penjara : 3 tahun – 10 tahun. Denda : Rp 100 juta – Rp 1 milyar 12. Menonton acara pertunjukan seks (Pasal 11 ayat 1) Ancaman pidana Penjara : 6 bulan – 2 tahun Denda : Rp 25 juta – Rp 100 juta 13. Menyediakan dana atau tempat untuk melakukan kegiatan pornoaksi(Pasal 12 ayat 1 dan ayat 2) Ancaman pidana Penjara : 1 tahun – 5 tahun. Denda : Rp 50 juta – Rp 250 juta. 12
  • 13. D. Pornografi Menurut Materiil Hukum Islam Persoalan pornografi pernah dibahas oleh Majelis Tarjih dan Tajdid dalam Musyawarah Nasional Tarjih ke-26 Tahun 2003 di Padang Sumatera Barat, dan telah dikeluarkan keputusan tentang Pornografi dan Pornoaksi. Pada prinsipnya, hukum pornografi dan pornoaksi adalah haram. Berikut ini kami kutipkan Keputusan Munas Tarjih ke-26 tahun 2003 tentang Pornografi dan Pornoaksi: 1. Pornografi adalah semua produk berupa gambar, tulisan, dan suara yang menimbulkan nafsu birahi yang pemanfaatannya bertentangan dengan agama, moral, dan kesopanan. Pornoaksi adalah sikap, perilaku, gerakan tubuh, suara yang erotis dan sensual baik dilakukan secara sendirian atau bersama-sama yang pemanfaatannya bertentangan dengan agama, moral dan kesopanan. 2. Pornografi dan pornoaksi merebak antara lain disebabkan oleh : (a) munculnya era kebebasan media cetak dan elektronika, dan pergaulan bebas, (b) semakin massifnya kasus perjudian, minum-minuman keras, narkoba, pencurian (termasuk korupsi), dan perzinahan, (c) fenomena busana mini dan seksi, (d) pengaruh iklan obat kuat dan pemakaian kontrasepsi, (e) budaya global, termasuk budaya konsumeristik dan hedonistik. 3. Pertimbangan dalam mensikapi merebaknya pornografi dan pornoaksi adalah: (a) kenyataan bahwa pornografi dan pornoaksi memiliki dampak yang sangat negatif, (b) membiarkan pornografi dan pornoaksi dapat berakibat pada penghancuran bangsa, dan (c) sebagian besar ummat Islam dan bangsa Indonesia belum memberikan perhatian secara maksimal terhadap pornografi dan pornoaksi dan dampaknya. 4. Akibat-akibat negatif pornografi dan pornoaksi antara lain; (a) dapat membangkitkan seksualitas yang liar, (b) dapat menimbulkan kekacauan (chaos) sosial, (c) dapat melahirkan prostitusi dan kriminalitas, (d) meracuni kerangka pikir dan menggelapkan hati nurani, (e) meluluhlantakkan nilai-nilai agama dan moral. 5. Hukum pornografi dan pornoaksi adalah haram, sesuai dengan al-Qur‘an, as-Sunnah al- Maqbulah, dan beberapa kaidah fiqhiyyah (terlampir), sedangkan untuk kepentingan pendidikan, medis, penelitian, dan kegiatan ilmiah lainnya adalah bukan pornografi dan pornoaksi, hukumnya adalah mubah sesuai dengan kaidah fiqhiyyah: “al-Hajatu qad tanzilu manzilat al-dharurat”. 6. Penanggulangan pornografi dan pornoaksi dapat dilakukan melalui cara preventif dan repressif. Preventif dilakukan dalam bentuk: (a) kampanye anti pornografi dan pornoaksi baik melalui media cetak, elektronik, intranet, maupun internet; (b) sosialisasi anti pornografi dan pornoaksi melalui pendidikan akhlaq al-karimah; (c) penyediaan sarana: pembinaan, pengawasan, rehabilitasi, dan peran serta masyarakat. Sementara itu, penanggulangan repressif dilakukan melalui: (a) mendesak adanya undang-undang anti pornografi dan pornoaksi melalui lobying dan aksi sosial; (b) dibentuknya badan sensor yang independen. Adapun dalil-dalil yang digunakan adalah sebagai berikut: 13
  • 14. 1) Firman Allah SWT: 30 [14 Artinya: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: „Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat‟. Katakanlah kepada wanita yang beriman : „Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-puteri mereka, atau putera-puteri suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putera-puteri saudara laki-laki mereka, atau putera-puteri saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung‘. (QS. Al-Nur [24] : 30-31) 2) Firman Allah SWT: Artinya: Hai Nabi ! Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan istri orang mukmin : „Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab [33] : 59) 3) Firman Allah SWT : Artinya: Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa. Dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Maidah [5] : 2) 4) Hadis-hadis tentang larangan berpakaian tembus pandang, erotis, sensual dan sejenisnya, dan berperilaku tertentu, serta hadis tentang larangan berduaan antara laki-laki dengan perempuan bukan mahram, antara lain : 14
  • 15. Artinya: Dari Ibnu Usamah bin Zaid bahwa ayahnya, Usamah, berkata: Rasulullah SAW memberikan kepadaku qubtihyah katsifah (jenis pakaian tembus pandang berwarna putih buatan Mesir) yang dihadiahkan oleh Dihyah al-Kalbiy. Lalu aku berikan kepada istriku. Rasulullah SAW bertanya kepadaku: „Mengapa engkau tidak memakai qubthiyah?‟ Saya menjawab: „Wahai Rasulullah ! Aku berikan kepada istriku.‟ Rasulullah SAW bersabda kepadaku: „Suruh istrimu agar mengenakan rangkapan di bawahnya. Saya khawatir pakaian tersebut dapat memperlihatkan bentuk tubuh‟. (HR. Ahmad) Artinya: Dari „Alqamah bin abi „Alqamah, dari ibunya, bahwa ia berkata: Hafshah binti Abdurrahman masuk ke dalam rumah „Aisyah isteri Nabi SAW dan Hafshah mengenakan tutup kepala yang tipis, lalu „Aisyah menyobeknya dan mengenakan padanya tutup kepala yang tebal‟. (HR. Malik dalam al-Muwaththa). Artinya: Dari Abdullah bin „Amir (diriwayatkan bahwa) ia berkata : Saya mendengar Rasulullah bersabda : “Kelak di akhir umatku (akhir zaman) akan ada sejumlah laki-laki yang menaiki pelana mirip seperti tokoh; mereka turun (singgah) di pintu-pintu masjid; (akan tetapi) istri mereka berpakaian (seperti) telanjang; di atas kepala mereka tersebut dibalut serban besar, mirip punuk unta berleher panjang yang kurus. Kutuklah isteri-isteri tersebut, sebab mereka adalah perempuan terkutuk. Seandainya di belakang kamu ada umat lain, tentu isterimu meniru isteri-isteri mereka sebagaimana isteri-isteri umat sebelum kamu menirumu‟. (HR. Ahmad). Artinya: Dari Ibnu Abbas r.a., ia mendengar Nabi SAW bersabda : „Janganlah seorang laki-laki berkhalwat (bersunyi-sunyi) dengan seorang perempuan; dan jangan (pula) seorang perempuan melakukan perjalanan kecuali disertai mahram(nya)‟. Seorang laki-laki berdiri, lalu berkata : „Hai Rasulullah ! Aku tercatat dalam sejumlah ghazwah (peperangan), padahal isteriku akan melakukan haji.‟ Nabi bersabda : „Pergilah berhaji menyertai isterimu !‟. (HR. Bukhari) 15
  • 16. Artinya: Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : „Ada dua kelompok penghuni neraka yang belum pernah aku lihat : (1) sekelompok orang yang memegang cambuk seperti ekor sapi; dengan cambuk itu mereka memukuli orang, dan (2) kaum perempuan yang berpakaian (seperti) telanjang, berjalan lenggak-lenggok, menggoda/memikat, kepala mereka bersanggul besar dibalut laksana punuk unta; mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan dapat mencium harumnya, padahal keharuman surga dapat tercium dari jarak sekian‟. (HR. Muslim) 5) Hadis Nabi SAW tentang aurat perempuan : Artinya: Dari „Aisyah ra bahwa Asma‟ binti Abu Bakar masuk ke (rumah) Rasulullah SAW mengenakan pakaian tipis; maka Rasulullah SAW berpaling diri (arah)nya dan bersabda, „Hai Asma‟ ! Seorang perempuan, jika telah sampai usia haid (dewasa), maka tidak boleh terlihat dari tubuhnya kecuali ini dan ini.” Beliau menunjuk muka dan kedua telapak tangannya. (HR. Abu Dawud) Rekomendasi Munas Tarjih ke-26 tentang Pornografi dan Pornoaksi 1. Meminta kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah agar dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam penyusunan RUU anti pornografi dan pornoaksi serta mendesak Pemerintah untuk segera menetapkan UU Anti Pornografi dan Pornoaksi. 2. Mendesak kepada Pimpinan Muhammadiyah dan pimpinan amal usaha di berbagai tingkatan serta ortom-ortomnya agar melakukan: (i) konferensi press bekerjasama dengan ormas keagamaan dalam rangka menghentikan segala bentuk pornografi dan pornoaksi; (ii) gerakan moral melalui media ceramah, penerbitan fatwa agama Islam, maupun melalui media dakwah lainnya dalam rangka mengantisipasi fenomena pornografi dan pornoaksi; (iii) pengembangan paket-paket tayangan yang bercorak Islami bekerjasama dengan para produser, pekerja seni, dan insan media; serta (iv) pembinaan dan pengawasan di lingkungan masing-masing dalam rangka menghindari pengaruh pornografi dan pornoaksi. 3. Mendesak kepada semua penyelenggara negara, agar segera melakukan hal-hal sebagai berikut: (i) menetapkan peraturan perundang-undangan tentang pornografi dan pornoaksi; (ii) melarang dan menghentikan segala bentuk pornografi dan pornoaksi serta tidak memberikan izin terhadap penyelenggaraan dan penyebarannya; (iii) tidak menjadikan segala bentuk pornografi dan pornoaksi sebagai sumber pendapatan. 4. Mendesak kepada aparat penegak hukum, agar menindak dengan tegas semua pelaku pornografi dan pornoaksi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. 5. Mendesak kepada semua pihak — terutama produser, pelaku seni, penerbit, dan pimpinan media — baik cetak maupun elektronik, agar segera melakukan: (i) penghentian segala 16
  • 17. bentuk aktifitas pornografi dan pornoaksi, tidak semata-mata mempertimbangkan keuntungan material jangka pendek; (ii) kajian ulang secara mendalam tentang konsep seni dan budaya yang masih mengakomodasi aspek pornografi dan pornoaksi. 6. Mendesak kepada seluruh lapisan masyarakat agar melakukan gerakan moral dan sosial secara aktif dalam rangka menghentikan segala bentuk pornografi dan pornoaksi. 7. Meminta kepada seluruh lapisan masyarakat agar mengembalikan fungsi institusi keluarga sakinah dalam rangka pembentukan qaryah thayyibah. Sebagai penutup, perlu kami sampaikan bahwa saat ini Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi telah resmi diundangkan menjadi Undang-undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, setelah melalui proses yang cukup panjang. Saudara dapat mencarinya di toko-toko buku atau melalui pencarian di internet. 17
  • 18. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian di atas, ada beebrapa hal yang dapat kita cermati. Banyak orang yang menganggap bahwa sesuatu yang dianggap porno adalah sesuatu yang memiliki nilai seni. Maka dari itu, hal-hal berbau pornografi atau porno aksi dapat kita temui di beberapa bidang seni khususnya seni akting. Apabila porsinya sesuai dan tidak melebihi batas, mungkin tidak akan membahayakan, namun dibutuhkan pengawasan dan penyaringan yang ketat karena cara pandang orang lain mengenai hal tersebut berbeda-beda. Membicarakan hal tersebut memang tidak bisa terlalu ―keras‖, karena setiap orang memiliki hak untuk melakukan apapun yang diinginkannya asalkan tidak merugikan atau membahayakan orang lain. Dalam konteks pornografi ini merujuk pada suatu hal yang dulu dianggap tabu, yang berbeda dengan sekarang dimana orang bebas untuk berekspresi meskipun bersinggungan dengan hal yang berbau pornografi atau pornoaksi. Namun yang perlu dikritisasi adalah, hal-hal vulgar yang dapat kita sebut dengan ―porno‖ di Indonesia bukan hanya melebihi batas, melainkan berlebihan. Tanpa harus berdiskusi dengan pihak sensor film, kitapun pasti dapat menilai mana hal-hal yang berbau pornigrafi atau pornoaksi yang tidak layak untuk dipertontonkan. Dan ironisnya, kita masih dapat menemukan banyak sekali hal-hal yang seperti itu. Untuk oramg-orang yang sudah mengerti, atau dengan kata lain dewasa, mungkin masih dapat mengeneralisasikan hal-hal tersebut sebagai sesuatu hal yang melanggar norma. Tapi bagaimana dengan anak bawah umur yang harus disuguhi dengan hal-hal vulgar tersebut sebelum dia dapat menggeneralisasikannya? Tidak heran kalau jumlah anak-anak yang lahir diluar nikah, pernikahan karena hamil diluar nikah, penderita AIDS bertambah. B. Kritik dan Saran Seharusnya hal-hal tersebut dapat diminimalisir dan dicegah dengan komitmen untuk saling menjaga dan berpartisipasi untuk mengakali maraknya hal-hal yang berbau pornografi atau pornoaksi tersebar bebas dikalangan remaja. Bukannya saya menganggap bahwa pemerintah tidak tegas, tetapi perlu ketegasan ekstra dan menjadi teladan bagi masyarakatnya. Apa yang akan ada dipikiran masyarakat apabila orang-orang yang menganjurkan mereka menjauhi hal-hal berbau pornografi namun orang-orang teresbut malah menjadi pioneernya (red kasus video porno pejabat). Marilah sama-sama menumbuhkan kesadaran, dan berkomitmen untuk menciptkan masyarakat yang kaya akan moral melalui pengurangan hal-hal yang berbau pornografi atau pornoaksi. Ditengah carut marut masalah negara yang tak kunjung selesai, tidak ada salahnya untuk kita memulai menata kembali tatanan masyarakat untuk tetap menjunjung nilai luhur ketimuran yang kita miliki melalui penyeleksian terhadap budaya-budaya yang dapat merusak moral bangsa. 18
  • 19. DAFTAR PUSTAKA Definisi Pornografi. (2008, August 20). Retrieved June 1, 2011, from Multiply Blog: http://deny13.multiply.com/journal/item/76 Lembaga Sensor Film. (n.d.). Retrieved June 1, 2011, from Lembaga Sensor Film: http://www.lsf.go.id/film.php?module=profil Profil KPI. (2007, May 4). Retrieved June 1, 2011, from Komisi Penyiaran Indonesia: http://www.kpi.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=14 &Itemid=6&lang=id Undang-Undang Pornografi. (n.d.). Retrieved June 1, 2011, from Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia: http://www.ykai.net/index.php?view=article&id=355:undang- undang-pornografi Undang-Undang Pornografi. (2011, May 29). Retrieved June 1, 2011, from Wikipedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Pornografi Undang-Undang Pornografi. (2011, May 29). Retrieved June 1, 2011, from Wikipedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Pornografi Undang-Undang Republik Indonesia tahun 2008. (n.d.). Retrieved June 1, 2011, from YLBH APIK Jakarta: http://www.lbh-apik.or.id/uu-pornografi.htm 19