Dokumen tersebut membahas tentang hukum perikatan yang mencakup definisi, sumber, azas, jenis, dan syarat sahnya perjanjian. Secara ringkas, perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak dimana satu pihak berkewajiban kepada pihak lain berdasarkan persetujuan atau undang-undang.
Modul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Hukum Perikatan utk PPA USAKTI
1. HUKUM PERIKATAN
Disampaikan pada perkuliahan
Pendidikan Profesi Akuntansi Trisakti (PPA Trisakti)
Oleh:
Suria Nataadmadja, S.H., LL.M.
Adi Febrianto Sudrajat, S.H.
2. A. Pendahuluan
1. persetujuan“overeenkomst” adalah suatu
perbuatan dimana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang
lain atau lebih, Pasal 1313 KUHPer
2. perikatan “verbintenissen”, lahir karena
suatu persetujuan atau karena undang-
undang, Pasal 1233 KUHPer
Suria Nataadmadja & Associates
3. Definisi menurut Subekti:
1. perjanjian sebagai suatu peristiwa dimana seorang berjanji
kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji
untuk melaksanakan sesuatu hal.
2. Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua
orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu
berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak
yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu
Suria Nataadmadja & Associates
4. Unsur-unsur Perikatan:
1. bahwa perikatan itu adalah suatu hubungan hukum;
2. hubungan hukum tersebut melibatkan dua atau lebih
orang (pihak);
3. hubungan hukum tersebut adalah hubungan hukum
dalam lapangan hukum harta kekayaan;
4. hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban pada
salah satu pihak dalam perikatan
Suria Nataadmadja & Associates
5. • Pada pasal 1234 KUHPer disebutkan bahwa perikatan
ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat
sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
• Perikatan memiliki dua unsur hubungan penting yaitu
berhubungan dengan hal persoalan tanggung jawab
hukum atas pelaksanaan prestasi oleh pihak yang
berkewajiban (Schuld) dan hal pertanggungjawaban
pemenuhan kewajiban dari harta kekayaan pihak yang
berkewajiban tersebut tanpa memperhatikan siapa
pihak yang berkewajiban untuk memenuhi kewajiban
tersebut (Haftung)
Suria Nataadmadja & Associates
6. B. SUMBER PERIKATAN
Pasal 1233 KUHPer yang menyatakan bahawa
“Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau
karena undang-undang”
1.Perikatan yang bersumber dari Persetujuan
2.Perjanjian yang bersumber dari Peraturan
Perundang-undangan
Suria Nataadmadja & Associates
7. Perikatan yang bersumber dari
Persetujuan
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji
kepada seorang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal, sehingga perjanjian tersebut menerbitkan
suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam
bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang
mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Perjanjian adalah sumber yang terpenting yang melahirkan
perikatan.
Suria Nataadmadja & Associates
8. Perjanjian yang bersumber dari
Peraturan Perundang-undangan
Pasal 1352 KUHPer perikatan yang bersumber pada Undang-undang
dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1.Perikatan yang bersumber dari undang-undang saja; dan
2.Perikatan yang bersumber dari undang-undang sebagai perbuatan
orang.
Pasal 1353 KUHPer perikatan yang bersumber dari undang-undang
sebagai akibat perbuatan orang dibagi menjadi:
1.Perikatan yang lahir dari undang-undang sebagai akibat perbuatan
orang yang muncul dari suatu perbuatan yang sah (halal dan
diperkenankan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku);
2.Perikatan yang lahir dari undang-undang sebagai akibat perbuatan
orang yang muncul dari suatu perbuatan melanggar hukum (perbuatan
melawan hukum)
Suria Nataadmadja & Associates
9. Perikatan yang bersumber dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang
oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata dibagi menjadi 3 bagian yaitu
1.Pengurusan Kepentingan Orang Lain Tanpa Perintah (Zaakwaarneming),
diatur dalam pasal 1354 hingga pasal 1358
2.Pembayaran yang Tidak Terutang (onverschuldigde betaling, condictio indebiti)
yang mengakibatkan terjadinya penambahan kekayaan secara tidak sah pada
pihak lainnya (unjust enrichment), diatur dalam pasal 1359 hingga 1364
3.Tindakan atau perbuatan melawan hukum yang menerbitkan kerugian
sebagai akibat kesalahan atau kelalaian orang perorangan tertentu atas
tanggungjawabnya sendiri, maupun yang dilakukan oleh orang perorangan
yang berada dalam pengawasan atau perwalian, ataupun karena kebendaan
yang berada dalam penguasaan atau pemilikan dari seseorang, yang
menerbitkan kerugian pada pihak lain (tort, onrechtmatige daad). Perbuatan
Melawan Hukum secara garis besar diatur dalam pasal 1365 dan pasal 1366
KUHPer
Suria Nataadmadja & Associates
10. C. Azas-Azas Perjanjian
1. Azas Kebebasan Berkontrak (freedom of
contract)
2. Azas Konsensualisme (concensualism)
3. Azas Kepastian Hukum (pacta sunt
servanda)
4. Azas Itikad Baik (utmost good faith)
5. Azas Kepribadian (personality)
Suria Nataadmadja & Associates
11. 1. Azas Kebebasan Berkontrak
Pasal 1338 ayat (1) KUHPer, yang berbunyi “Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya”
Azas ini merupakan suatu azas yang memberikan
kebebasan kepada para pihak untuk:
1.membuat atau tidak membuat perjanjian;
2.mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
3.menentukan isi, pelaksanaan, dan persyaratannya
perjanjian, serta
4.menentukan bentuk perjanjian apakah tertulis atau lisan
Suria Nataadmadja & Associates
12. 2. Azas Konsensualisme (concensualism)
Azas konsensualisme dapat disimpulkan dalam
Pasal 1320 ayat (1) KUHPer yang berbunyi “… 1.
Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri…”.
Pada pasal tersebut disebutkan bahwa salah satu
syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata
kesepakatan antara kedua belah pihak. Azas ini
menyatakan bahwa perjanjian cukup dengan
adanya kesepakatan kedua belah pihak, dimana
kesepakatan itu merupakan kesesuaian antara
kehendak kedua belah pihak.
Suria Nataadmadja & Associates
13. 3. Azas Kepastian Hukum (pacta sunt
servanda)
Pasal 1338 ayat (1) KUHPer yang berbunyi “Semua
persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”, dalam ayat tersebut juga kondisi sebuah
perjanjian yang dapat berlaku seperti undang-undang
bagi para pihak adalah perjanjian yang substansinya
tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ayat pada pasal ini juga merupakan pembatasan yang
nyata bagi berlakunya azas kebebasan berkontrak.
Suria Nataadmadja & Associates
14. 4. Azas Itikad Baik (utmost good faith)
Pasal 1338 ayat (3) KUHPer yang berbunyi “Perjanjian
harus dilaksanakan dengan itikad baik”, menunjukkan
azas itikad baik harus ada pada setiap perjanjian.
Azas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni
itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad
yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan
tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang
kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan
serta dibuat ukuran yang objektif untuk menilai
keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-
norma yang objektif
Suria Nataadmadja & Associates
15. 5. Azas Kepribadian (personality)
Pasal 1315 KUHPer yang berbunyi “Pada umumnya seseorang tidak
dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya
sendiri” dan Pasal 1340 KUHPer yang berbunyi “Perjanjian hanya
berlaku antara pihak yang membuatnya.
Pengecualian:
•Pasal 1317 KUHPer yang menyatakan bahwa “dapat pula perjanjian
diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang
dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain,
mengandung suatu syarat semacam itu.”
•Pasal 1318 KUHPer yang menyatakan bahwa “Orang dianggap
memperoleh sesuatu dengan perjanjian untuk diri sendiri dan untuk
ahli warisnya dan orang yang memperoleh hak daripadanya, kecuali jika
dengan tegas ditetapkan atau telah nyata dan sifat persetujuan itu
bahwa bukan itu maksudnya.”
Suria Nataadmadja & Associates
16. D. MACAM-MACAM
PERJANJIAN/ PERIKATAN
Prof. Subekti dalam bukunya berjudul
Hukum Perikatan membagi perjanjian dalam
dua kategori yaitu:
1.Perjanjian sederhana atau perikatan murni,
yaitu apabila di masing-masing pihak hanya
ada satu orang, sedangkan sesuatu yang
dapat dituntut hanya berupa satu hal saja,
yang pemenuhannya dapat dilakukan
seketika.
Suria Nataadmadja & Associates
17. 2. Perikatan yang lebih rumit, terdiri dari:
a. Perikatan bersyarat;
b. Perikatan dengan ketetapan waktu;
c. Perikatan manasuka (alternative);
d. Perikatan tanggung menanggung atau
solider;
e. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tak
dapat dibagi;
f. Perikatan dengan ancaman hukuman
Suria Nataadmadja & Associates
18. E. SYARAT SAHNYA SEBUAH
PERJANJIAN
Pasal 1320 KUHPer yang berbunyi:
“Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu
dipenuhi empat syarat;
1.kesepakatan mereka yang mengikatkan
dirinya;
2.kecakapan untuk membuat suatu
perikatan;
3.suatu pokok persoalan tertentu;
4.suatu sebab yang tidak terlarang.”
Suria Nataadmadja & Associates
19. 1
2
1. poin 1 syarat subjektif, karena menyangkut subjek dari sebuah perjanjian
2. poin 2 syarat objektif, karena menyangkut objek dari sebuah perjanjian.
Apabila syarat subjektif tersebut tidak terpenuhi maka dapat berakibat perjanjian dapat
dibatalkan (voidable, vernietigbaar), sementara bila syarat objektif tidak terpenuhi maka
dapat berakibat perjanjian batal demi hukum (null and void, nietig). Yang dimaksud
dengan “dapat dibatalkan” (voidable) adalah bahwa perjanjian yang tidak memenuhi
syarat subjektif tersebut akan menjadi batal bila langkah pembatalan dilakukan melalui
pengadilan (lihat Pasal 1266 KUHPer) atau pembatalan perjanjian tersebut harus
dinyatakan oleh hakim, kecuali dapat diselesaikan dengan damai. Selanjutnya yang
dimaksud dengan “batal demi hukum” (Null and Void) adalah bahwa perjanjian tersebut
secara hukum telah batal, sehingga perjanjian yang tidak memenuhi syarat subjektif yang
dimaksud pasal 1320 KUHPer, harus dianggap tidak pernah ada
Suria Nataadmadja & Associates
20. 1. Kesepakatan Para Pihak
Bahwa kedua subjek (pihak-pihak) yang mengadakan
perjanjian harus bersepakat, setuju, dan seia-sekata mengenai
hal-hal yang pokok dari perjanjian yang dibuat itu, sehingga
apa yang dikehendaki oleh salah satu pihak adalah juga
dikehendaki oleh pihak yang lainnya.
Pasal 1321:
“Bahwa tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan
karena kekilapan atau diperolehnya dengan paksaan atau
penipuan.”
Pasal 1449:
“Perikatan-perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan
atau penipuan, menerbitkan suatu tuntutan untuk
membatalkannya.”
Suria Nataadmadja & Associates
21. 2. Kecakapan Para Pihak (kapasitas
hukum)
Pasal 1330 KUHPer yang tak cakap untuk membuat persetujuan adalah;
1.anak yang belum dewasa;
a. pasal 330 KUHPer bahwa dewasa adalah orang yang telah berusia 21 tahun atau
belum berusia 21 tahun tapi sudah menikah
b. pasal 47 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa pengertian
dewasa diberikan kepada orang yang telah berumur 18 tahun
c. Undang-undang Jabatan Notaris bahwa dewasa adalah orang pribadi yang telah
berumur 18 tahun
2.orang yang ditaruh di bawah pengampuan;
pasal 433 KUHPer bahwa setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan
dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia
kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya, demikian juga dengan orang-orang
yang bertindak sangat boros
1.perempuan
yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang dan pada
umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan
tertentu.
dengan dikeluarkannya Surat Edaran MA No.3 tahun 1961 maka ketentuan yang diatur
dalam pasa 108 dan pasal 110 KUHPer saat ini tidak berlaku sehingga tidak ada
perbedaan antara wanita dan pria dalam melakukan perbuatan hukum atau
membuat kontrak
Suria Nataadmadja & Associates
22. 3. Objek yang Disepakati (suatu hal
tertentu)
Pasal 1333:
“Suatu persetujuan harus mempunyai pokok berupa suatu
barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Jumlah
barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian
dapat ditentukan atau dihitung.”
Pasal 1334:
“Barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat
menjadi pokok suatu persetujuan. Akan tetapi seseorang
tidak diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang
belum terbuka, ataupun untuk menentukan suatu syarat
dalam perjanjian mengenai warisan itu, sekalipun dengan
persetujuan orang yang akan meninggalkan warisan yang
menjadi pokok persetujuan itu.”
Suria Nataadmadja & Associates
23. 4. Suatu Sebab Kausa yang Halal
Menurut Prof. Subekti bahwa yang dimaksud
dengan sebab atau causa suatu perjanjian adalah isi
dari perjanjian itu sendiri
Pasal 1337:
“Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu
dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu
bertentangan dengan kesusilaan atau dengan
ketertiban umum.”
Suria Nataadmadja & Associates
24. F. AKIBAT PERJANJIAN
• Pasal 1340 KUHPer menyebutkan bahwa persetujuan hanya berlaku
antara pihak-pihak yang membuatnya. Persetujuan tidak dapat
merugikan pihak ketiga, persetujuan tidak dapat memberi
keuntungan kepada pihak ketiga selain dalam hal yang ditentukan
dalam pasal 1317
• Apa yang menjadi kewajiban atau prestasi yang harus dipenuhi
seorang debitur dalam sebuah perjanjian hanya merupakan dan
menjadi kewajibanya semata-mata. Sesuai azas pacta sunt servanda
dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPer yang berbunyi “Semua
persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”, dalam ayat
tersebut juga kondisi sebuah perjanjian yang dapat berlaku seperti
undang-undang bagi para pihak adalah perjanjian yang substansinya
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Suria Nataadmadja & Associates
25. G. NOTA KESEPAHAMAN/ MEMORANDUM OF
UNDERSTANDING
• Nota Kesepahaman dalam pengertian idealnya
sebenarnya merupakan suatu bentuk perjanjian
ataupun kesepakatan awal menyatakan langkah
pencapaian saling pengertian atau kesepahaman
antara kedua belah pihak (preliminary
understanding of parties) untuk melangkah ke
penyusunan, pembuatan dan penandatanganan
kontrak.
Suria Nataadmadja & Associates
26. Contoh Klausul Nota Kesepahaman
“Nota Kesepahaman ini akan memiliki daya mengikat pada saat
ditandatangani sampai dengan Desember 2012, dimana pada jangka
waktu tersebut Para Pihak akan membicarakan, menegosiasikan,
menyusun dan menyetujui sebuah Perjanjian yang mengikat bagi Para
Pihak. Selama tidak terdapatnya atau tidak tercapainya kesepakatan
Para Pihak yang dituangkan dalam sebuah Perjanjian yang mengikat
bagi Para Pihak, Nota Kesepahaman ini tidak menciptakan akibat
hukum bagi Para Pihak.”
Nota kesepahaman tidak dimaksudkan untuk menerbitkan akibat
hukum (no intention to create legal relation). Nota kesepahaman hanya
merupakan preliminary pengertian bahwa para pihak akan atau
berencana untuk melakukan hubungan hukum. Secara teori hakikat
dari Nota Kesepahaman adalah demikian.
Suria Nataadmadja & Associates
27. Pada prakteknya sering kali Nota Kesepahaman hanya merupakan judul,
tetapi isinya telah mengatur hak dan kewajiban bagi para pihak, sebagai
contoh klausal Nota Kesepahaman di bawah ini:
“Bila salah satu pihak tidak melaksanakan hal-hal yang telah disepakati dalam
Nota Kesepahaman ini dengan itikad tidak baik, maka pihak tersebut
diwajibkan untuk membayar ganti rugi terhadap seluruh biaya yang
dikeluarkan sehubungan dengan daya upaya untuk memenuhi Nota
Kesepahaman ini.”
Walaupun judulnya Nota Kesepahaman, bila isinya ternyata berkekuatan
kontrak, maka secara khusus dari tatacara penginterpretasian kontrak
berdasarkan pasal 1343 KUHPer yang berlaku adalah maksud dari isi
kesepakatan tersebut, bukan arti dari judulnya. Seringkali ketidakcermatan
dalam melihat isi dari Nota Kesepahaman tersebut menimbulkan sengketa
Isi Pasal 1343 KUHPer berbunyi: “Jika kata-kata suatu persetujuan dapat diberi
berbagai penafsiran, maka lebih baik diselidiki maksud kedua belah pihak
yang membuat persetujuan itu, daripada dipegang teguh arti kata menurut
huruf.”
Suria Nataadmadja & Associates