SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 10
Downloaden Sie, um offline zu lesen
Chronic Inflamatory Demyelinating Polyneuropathy



Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy (CIDP) adalah suatu gangguan neurologis
yang dikarakteristik oleh kelemahan progresif dan gangguan fungsi sensorik pada tungkai dan
lengan. Gangguan ini kadang-kadang disebut chronic relapsing polyneuropathy, disebabkan oleh
kerusakan selubung mielin (selubung lemak yang membungkus dan melindungi sekeliling serat
nervus) nervus perifer.



Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy (CIDP) adalah suatu gangguan neurologis
yang dikarakteristik oleh kelemahan progresif dan gangguan fungsi sensorik pada tungkai dan
lengan. Gangguan ini kadang-kadang disebut chronic relapsing polyneuropathy, disebabkan oleh
kerusakan selubung mielin (selubung lemak yang membungkus dan melindungi sekeliling serat
nervus) nervus perifer. Meskipun gangguan ini dapat terjadi pada setiap umur dan jenis kelamin,
CIDP lebih sering terjadi pada dewasa muda, dan pria lebih sering dibandingkan wanita. Gejala-
gejala yang sering terlihat termasuk rasa geli atau mati rasa (dimulai pada jari-jari kaki dan
tangan), kelemahan kedua lengan dan tungkai, hilangnya refleks tendon dalam (areflexia),
fatigue, dan sensasi abnormal.1 Gejala-gejala, penanganan dan prognosis sangat mirip dengan
tipe penyakit lain yang dikenal sebagai guillain-barr-syndrome. CIDP awalnya dikenal sebagai
"chronic Guillain-Barré syndrome." Guillain-Barré syndrome adalah suatu gangguan akut yang
gejala-gejalanya cepat terlihat dan lebih jelas. Walaupun keduanya mirip, CIDP dan Guillain-
Barré merupakan dua kondisi yang berbeda. CIDP biasa juga dikenal sebagai chronic relapsing
polyneuropathy.

Demielinisasi nervus perifer menyebabkan kelemahan kedua tungkai dan lengan yang
berkembang secara progresif dan lebih berat sepanjang tahun. Kemampuan tungkai dan lengan
merasakan impuls sensorik seperti sentuhan, nyeri dan temperatur juga terganggu. Khasnya
pertama kali dirasakan sebagai tingling (rasa geli) atau tumpul pada jari-jari kaki dan tangan.
Gejala-gejala keduanya menyebar dan lebih berat sepanjang tahun.



Epidemologi

Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy adalah gangguan yang sering terjadi dan
meskipun kadang terdiagnosa, dan merupakan penyakit yang potensial dapat ditangani, dengan
prevalensi kira-kira 0.5 per 100,000 kasus. Persamaan klinik dengan varian akut inflammatory
demyelinating     polyneuropathy     (Guillain–Barré   syndrome)     memungkinkan      terapi
immunosuppresif bermanfaat dalam penanganan pasien, sehingga diduga patogenesis gangguan
ini berupa immune-mediated. Saat Austin, dkk serta Dyck dkk., pertama kali mendeskripsikan
pasien dengan corticosteroid-responsive chronic polyneuropathy, spektrum presentasi klinik dan
penyokong diagnostik terus berkembang, dan termasuk pilihan terapi. Penting membedakan
gangguan ini dari chronic sensorimotor polyneuropathies yang bersamaan dengan diabetes,
alkoholisme, atau malnutrisi.



Etiologi

CIDP adalah suatu gangguan sistem imun. Khususnya, sistem imun tidak dapat mengenal sel-sel
myelin nervus perifer dan menganggapnya sebagai agent asing. Kerusakan selubung terjadi saat
sistem imun mencoba untuk membersihkan tubuh dari agent asing. Tidak ada fakta yang
menyokong basis genetik dari penyakit ini, seperti riwayat keluarga CIDP atau yang lain,
gangguan yang sama. CIDP tidak diturunkan.

Seperti Guillain-Barré syndrome, sangat kuat dugaan bahwa CIDP dipicu oleh infeksi virus.
Sebagai contoh, sel-sel imun dapat rusak oleh infeksi virus, seperti yang terjadi pada acquired-
immunodeficiency-syndrome (AIDS) menyebabkan malfungsi sistem imun. Apakah infeksi
virus atau mikroba yang secara langsung menyebabkan CIDP masih belum jelas.

CIDP berbeda dari Guillain-Barré syndrome pada infeksi virus, dimana tidak terjadi antara
beberapa bulan saat gejala pertama terlihat. Pada Guillain-Barré syndrome, infeksi virus atau
bakteri, khas mendahului timbulnya gejala-gejala.6



Patogenesis

Normalnya, terdapat keseimbangan yang baik antara jaringan sel-sel immunocompetent dan
faktor-faktor yang dapat larut yang diregulasi secara teliti oleh sistem imun didalam
kompartemen lokal nervus perifer, yang mendukung keberadaannya. Proteksi melawan respon-
respon imun terhadap autoantigen adalah kunci untuk pemeliharaan self-tolerance. Pada chronic
inflammatory demyelinating polyneuropathy, self-tolerance mengalami kerusakan, dan
autoreactive T cells dan B cells, yang menjadi bagian normal imunitas, mengalami aktivasi,
menyebabkan kerusakan organ spesifik yang menjadi ciri khas penyakit-penyakit autoimun.
Konsep molekuler yang menirunya mempertahankan hubungan yang sesuai dengan gangguan
dalam bentuk toleransi yang berhubungan dengan autoimmune neuropathies. Cara peniriuan
molekuler merujuk pada proses dimana host memicu respon imun terhadap faktor penghasut,
paling sering organisme penyebab infeksi yang memberikan epitop-epitop dengan jaringan host
yang terkena. Akan tetapi, pada chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy, target-
target spesifik seperti respon yang telah teridentifikasi dengan baik hanya pada situasi jarang.

Walaupun chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy jarang terjadi pada keadaan
kanker, suatu hubungan dengan melanoma memberikan rasa ingin tahu yang besar, ditemukan
bahwa melanoma dan Schwann cells berasal dari jaringan puncak neural dan gabungan antigen.
Beberapa kasus chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy telah dilaporkan
berhubungan dengan melanoma; beberapa epitop karbohidrat tergabung dalam selubung mielin
dan tumor yang terlibat sebagai antigen target. Meski demikian, hipotesis peniruan molecular
tidak dapat menjelaskan keseluruhan spektrum immunopatologik dan laboratorium kompleks
gangguan ini. Berdasarkan data terbaru, chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy
terlihat menjadi suatu organ spesifik, immune-mediated disorder muncul dari interaksi
sinergistik cell-mediated dan respon imunitas humoral yang secara langsung melawan antigen
nervus perifer yang khas.

Gambar. Immunopathogenesis dari Chronic Inflammatory Demyelinating Neuropathy




Keterangan gambar. Suatu ilustrasi skematik prinsip dasar respon imun seluler dan humoral yang
memperlihatkan bahwa autoreactive T cells mengenal suatu autoantigen spesifik dalam konteks
kompleks immunokompatibilitas klas II pada permukaan antigen-presenting cells (makrofag)
pada kompartemen imun sistemik. Infeksi dapat memicu kejadian ini melalui peniru molekuler,
potongan melintang pada epitop terbagi antara agent mikrobial dan antigen nervus. Limfosit T
yang teraktivasi ini dapat melewati barier pembuluh darah nervus dalam proses yang melibatkan
molekul-molekul adhesi seluler, matriks metaloproteinase dan kemokin. Diantara sistem saraf
perifer, sel-sel T mengaktivasi makrofag yang meningkatkan aktifitas fagositik, produksi sitokin
dan pelepasan mediator toksik, termasuk nitric oxida, reactive oxygen intermediates, matrix
metalloproteinase, dan sitokin proinflamasi, termasuk tumor necrosis factor-a dan interferon g.
Autoantibodi melewati barier pembuluh darah saraf atau secara lokal dihasilkan dari keterlibatan
sel-sel plasma menyebabkan kerusakan demielinasi dan aksonal. Autoantibodi dapat
menyebabkan demyelinisasi melalui sitotoksisitas seluler dependent-antibody, secara potensial
memblokade epitop yang secara fungsional sesuai dengan konduksi saraf, dan mengaktivasi
sistem komplemen melalui pathway klasik, menghasilkan mediator-mediator proinflamasi dan
membran lisis- menyerang kompleks C5b-9. Terminasi respon inflamasi terjadi melalui induksi
apoptosis sel T dan pelepasan sitokin antiinflamasi, termasuk interleukin -10 dan
mentransformasi faktor pertumbuhan-b. Selubung mielin (sisipan) tersusun dari berbagai protein,
seperti myelin protein zero, yang tersusun lebih dari 50 % dari total protein membran pada
mielin sistem saraf perifer manusia; myelin protein 2; myelin basic protein; myelin-associated
glycoprotein; connexin 32; dan gangliosida dan dihubungkan dengan glikolipid. Molekul-
molekul ini telah teridentifikasi sebagai antigen target untuk respon-respon antibodi dengan
berbagai frekuensi pada pasien dengan penyakit ini.



Presentasi Klinik

Chronic Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy Klasik

Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy klasik, dikarakteristik oleh kelemahan
simetris pada otot-otot proksimal dan distal yang mengalami peningkatan progresifitas lebih dari
dua bulan (keadaan kondisi ini terpisah dari Guillain–Barré syndrome, penyakit ini self-limited).
Kondisi-kondisi yang ada berhubungan dengan gangguan sensasi, tidak adanya atau
berkurangnya refleks-refleks tendon, dan elevasi level protein cairan serebrospinal, pada
konduksi-saraf terdapat demielinasi, dan tanda-tanda demielinasi pada spesimen biopsi. Dalam
perjalanannya, penyakit dapat mengalami relaps atau kronik dan progresif, terbentuk paling
sering pada dewasa muda.



Neuropathy Demielinasi,      yang    berbeda    dari   Chronic   Inflammatory     Demyelinating
Polyneuropathy Klasik

Analisis klinik yang sangat teliti mendefinisikan bentuk lain dari acquired demyelinating
polyneuropathy, dengan penyebab yang diduga sebagai autoimun atau dysimmune yang berbeda
dari chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy klasik, baik dalam presentasi klinik
maupun respon terhadap penanganan, namun tidak jelas apakan kondisi ini adalah varian chronic
inflammatory demyelinating polyneuropathy atau penyakit yang berbeda, diantaranya.

Distal Acquired Demyelinating Symmetric Neuropathy. Telah diduga bahwa distal acquired
demyelinating symmetric neuropathy adalah acquired demyelinating polyneuropathy yang
berbeda. Gambaran-gambaran dari kerusakan termasuk peningkatan prevalensi pada pria dan
mereka yang berumur lebih dari 50 tahun, penonjolan sensory loss distal, kelemahan distal
ringan (berbeda dengan defisit motor yang lebih general pada chronic inflammatory
demyelinating polyneuropathy klasik), dan langkah goyah. IgM paraproteinemia ditemukan pada
hampir 23 pasien dengan kondisi ini. IgM-associated distal demyelinating symmetric neuropathy
berespon kurang baik terhadap terapi immunosuppressive.

Multifocal Motor Neuropathy. Penting untuk membedakan multifocal motor neuropathy dari
penyakit motor neuron. Multifocal motor neuropathy dikarakteristik oleh kelemahan asimetrik
tanpa sensory loss, seringkali dimulai pada otot lengan distal. Blokade partial motor-conduction
pada kedua sisi adalah ciri khas gambaran electrophysiologic, walaupun tidak semua pasien
mengalaminya. Sampai saat ini dilakukan deteksi antiganglioside antibody sirkulasi. Level
protein cairan cerebrospinal dan jumlah sel biasanya normal. Meskipun penanganan
corticosteroids dan plasmapheresis tidak efektif, multifocal motor neuropathy dapat diperbaiki
dengan immune globulin atau terapi cyclophosphamide.

Multifocal Acquired Demyelinating Sensory dan Motor Neuropathy (Lewis–Sumner Syndrome).
Multifocal acquired demyelinating sensory and motor neuropathy (the Lewis–Sumner syndrome)
memiliki kemiripan dengan chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy (misalnya,
defisit motor dan sensory, peningkatan kontent protein, dan pada studi konduksi motor-nerve dan
sensory-nerve memberikan hasil abnormal) dan multifocal motor neuropathy (misalnya,
presentasi gejala-gejala yang asimetrik, sering dimulai dari lengan dan tangan, dan blokade
konduksi). Beberapa psaien dengan kondisi ini memiliki antibodi terhadap gangliosida, dan
pasien-pasien ini berespon baik terhadap penanganan intravenous immune globulin atau
cyclophosphamide.

Neuropathy-neuropathy lain yang mirip dengan Chronic Inflammatory Demyelinating
Polyneuropathy.

Beberapa bentuk lain dari acquired dan chronic polyneuropathy memiliki gambaran yang sama
dengan chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy dan telah diklasifikasikan menjadi
sub kelompok. Bentuk-bentuk ini termasuk axonal chronic inflammatory demyelinating
polyneuropathy, pure sensory chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy, dan pure
motor dan axonal chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy (yang juga disebut
multifocal acquired motor axonopathy). Hanya sedikit pasien diantara subkelompok yang telah
dilaporkan. Pasien-pasien ini dengan peripheral-nerve demyelination dan respon complete atau
partial terhadap immunoterapi, diduga gangguan ini sebagai bagian dari famili chronic acquired
demyelinating polyneuropathies yang besar. Tergantung pada keseluruhan gambaran yang ada,
beberapa kondisi pasien juga sesuai dengan definisi kemungkinan, mungkin, atau pasti sebagai
chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy. Chronic idiopathic axonal polyneuropathy
adalah suatu kelompok heterogeneous dari progressing sensorimotor neuropathies lambat
dengan atan tanpa nyeri, menyebabkan kecacatan ringan sampai sedang.
Pendekatan Diagnosis

Kriteria diagnositik chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy (CIDP) memiliki
sensitifitas dan spesifitas yang berubah-ubah. Kriteri yang baru saja dipublikasikan oleh Koski et
al. [2009] mengkombinasikan komponen klinik dan elektrofisiologik, salah saktunya cukup
untuk menegakkan diagnosis.

Bagian penting dalam diagnosis CIDP adalah pemeriksaan deteksi kelemahan otot dengan
pemeriksaan neurologik. Satu tes neurologik yang sesuai adalah tes kecepatan konduksi saraf.
Pada tes ini, sebuah lempeng dilekatkan pada permukaan kulit menutupi otot target yang akan
distimulasi. Arus listrik yang sangat ringan dialirkan untuk menstimulasi otot. Hasil pengukuran
menunjukkan kecepatan konduksi nervus yang dikalkulasi sebagai waktu yang dibutuhkan
impuls berjalan antara jarak elektroda.

Studi standar konduksi saraf dilakukan dengan menggunakan elektroda permukaan. Konduksi
nervus motor diuji pada nervus median dan ulnar dari siku sampai pergelangan, dan pada nervus
peroneal dan tibial dari lutut sampai pergelangan kaki. Respon-respon sensorik dites pada nervus
median, ulnar, radial dan sural. Untuk polyneuropathy dapat diklasifikasikan menjadi
demyelinasi dan memenuhi sekurang-kurangnya 3 dari 4 kriteria: (1) kecepatan konduksi kurang
dari 90% dari limit terendah dari normal (<44 m/s pada lengan dan 35 m/s pada tungkai) jika
amplitudo melebihi 50% dari batas lebih rendah dari normal (5 mV pada nervus median, 4 mV
pada ulnar, 1 mV pada peroneal, dan 2 mV pada nervus tibial); kurang dari 80% dari batas lebih
rendah dari normal (39 m/s pada lengan dan 31 m/s pada tungkai) jika amplitudo kurang dari
50% dari batas lebih rendah dari normal (2 atau lebih nervus); (2) distal latency melebihi 115%
(4.5 milidetik dalam lengan dan 6.4 milidetik pada tungkai) dari batas atas dari normal jika
amplitudo normal; melebihi 125% (5.4 milidetik pada lengan dan 7.7 milidetik pada tungkai)
jika amplitudo kurang dari batas lebih rendah dari normal (2 atau lebih nervus); (3) amplituo
proksimal sampai distal ratio kurang dari 0.7 (1 atau lebih nervus, kecuali nervus tibial); dan (4)
F-wave latency melebihi 125% dari batas atas dari normal .(36 milidetik pada median, 38
milidetik pada ulnar, dan 63 milidetik pada tibal dan peroneal) atau tanpa adanya gelombang-F
pada satu atau lebih nervus.

Pada penyakit-penyakit demielinisasi seperti CIDP, nervus tidak mampu untuk mentransmisikan
impuls listrik secepat kecepatan normal saraf yang masih bermielinasi. Dengan demikian, nervus
yang rusak memperlihatkan kecepatan konduksi lebih besar daripada yang diperlihatkan oleh
kecepatan konduksi mereka yang tidak dipengaruhi.

Electromyography (EMG) digunakan untuk mengukur respon otot terhadap stimulasi elektrik.
Pada EMG, suatu elektroda diantara suatu jarum didorong melalui kulit kedalam otot; beberapa
elektroda dibutuhkan untuk dimasukkan melalui otot untuk akurasi pengukuran perilaku otot.
Stimulasi otot menyebabkan pola visual atau audio. Pola panjang gelombang membawa
informasi mengenai respon otot. Pola khas panjang gelombang dihasilkan oleh otot yang sehat,
yang disebut aksi potensial, yang dapat dibandingkan dengan otot dari seseorang yang diduga
mengalami CIDP. Untuk otot yang mengalami kerusakan nervus, aksi potensial panjang
gelombang lebih kecil dibandingkan dengan otot normal.

Electrocardiogram dapat digunakan untuk mencatat aktifitas elektrik pada jantung saat diduga
terjadi paralisis otot jantung. Kerusakan nervus akan merubah pola normal detak jantung.9

Pemeriksaan cairan cerebrospinal yang diambil via punksi lumbal (juga dikenal sebagai spinal
tap) dapat mendeteksi level protein yang lebih dari normal tanpa adanya peningkatan jumlah
white blood cells (WBC). Peningkatan WBCs terjadi bila ada infeksi mikroba.



 Gejala yang muncul:

    Gejala CIDP seperti banyak kondisi neurologis lainnya akan bervariasi dari orang ke orang.
    Gejala khas meliputi:

       Mati rasa
       Kesemutan
       Kelemahan otot
       Atrofi
       Sakit
       Kesulitan berjalan
       Kelelahan
       Pusing
       Masalah kandung kemih atau usus
       Masalah Jantung



Differensial diagnosis

Perlu dilakukan berbagai tes laboratorium yang lebih luas diperlukan pada beberapa pasien untuk
meneliti berbagai penyebab lain dari demyelinisasi polineuropathy, demikian juga penyakit yang
bersamaan dengan penyakit ini. Tabel berikut ini menyajikan differensial diagnosis penyakit
demielinisasi.
Penanganan

Dalam penanganan harus melibatkan ahli neurologi, ahli immunologi dan ahli terapi fisik.
Kelompok pendukung berguna dalam membantu penanganan.

Penanganan CIDP dan Guillain-Barré syndrome sama. Penggunaan kortikosteroid seperti
prednisone, yang akan mengurangi respon sistem imun, dapat mengurangi jumlah demielinasi
yang terjadi.

First line penanganan untuk CIDP termasuk kortikosteroid (mis. Prednisone), Plasmapheresis
(plasma exchange) dan intravenous Immunoglobulin (IVIg) yang dapat diberikan tunggal atau
kombinasi dengan obat immunosuppresif lain.

Prosedur medis yang dikenal sebagai plasmapheresis, atau plasma exchange, dapat menjadi
pilihan penanganan yang lain. Pada plasmapheresis, plasma darah dikeluarkan dari tubuh.
Eritrosit diambil dari plasma dan dikembalikan kedalam tubuh dengan plasma yang bebas
antibodi atau dengan cairan intravena. Oleh karena plasma darah dikeluarkan dari tubuh pasien
CIDP dapat mengandung antibodi terhadap selubung myelin, selanjutnya mengeluarkan
antibodi-antibodi ini dapat mengurangi efek dari sistem imun tubuh menyerang sel-sel nervus.

IVIG dan plasmapheresis terbukti bermanfaat dalam percobaan randomized, double-blind,
placebo-controlled. Walaupun kurangnya fakta efikasi kortikosteroid yang dilaporkan,
kortikosteroid dipertimbangkan sebagai standar terapi karena riwayat penggunaannya yang lama
dan efektifitas dalam biaya.

Obat-obat Immunosuppressive seringkali digunakan adalah klas Cytotoxic (kemoterapi),
termasuk Rituximab (Rituxan) dengan target sel-B, serta Cyclophosphamide, obat yang
mengurangi fungsi sistem imun. Ciclosporin juga telah digunakan pada CIDP tapi dengan
frekuensi yang kurang karena masih merupakan pendekatan yang lebih baru. Ciclosporin
diperkirakan terikat pada immunocompetent Lymphocytes, khususnya limfosit-T.

Penanganan immunosuppresif non-cytotoxic yang biasa digunakan termasuk Azathioprine
(Imuran) dan Mycophenolate mofetil (Cellcept). Anti-thymocyte globulin (ATG), suatu agent
immunosuppresif yang secara selektif menghancurkan limfosit T, telah dipelajari untuk
digunakan untuk CIDP. Anti-thymocyte globulin adalah fraksi gamma globulin antiserum dari
hewan yang telah diimunisasi melawan human thymocytes. Ini merupakan suatu polyclonal
antibody.

Prosedur lain yang menghasilkan hasil yang sama yaitu pemberian intravenous immunoglobulin
(IVIG). IVIG secara umum ditujukan untuk penanganan sistem imun yang berhubungan dengan
neuropathy. Seperti plasmapheresis, immunoglobulin dapat membantu mengurangi jumlah anti-
myelin antibody, dan untuk menekan respon imun. IVIG mengandung antibodi-antibodi yang
sehat dari darah yang didonorkan. Antibodi-antibodi ini dapat membantu menetralisir anatibodi
rusah yang dapat menyebabkan demielinisasi. Jika pendekatan yang paling standar gagal, bentuk
alternatif dari terapi immunosuppresif kadang-kadang perlu dipertimbangkan, termasuk obat-
obat azathioprine, cyclophosphamide, dan cyclosporine.

Fisioterapi dapat memperbaiki kekuatan, fungsi dan mobilitas otot dan meminimalisasikan
penyusutan otot dan tendon serta distorsi sendi-sendi.

    1.   Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot dan mengurangi kekakuan akibat imobilitas
    2.   Latihan untuk mengatasi kebugaran Anda secara keseluruhan dan meningkatkan
         toleransi latihan Anda untuk memerangi tingkat kelelahan
    3.   Tugas fungsional seperti praktik transfer, berdiri dan praktek mobilitas untuk
         meningkatkan kemampuan fungsional Anda
    4.   Saran dan penyediaan alat bantu berjalan tepat seperti tongkat atau kruk untuk
         memaksimalkan kemerdekaan sementara menjaga keselamatan
    5.   Saran mengenai adaptasi rumah yang tepat dan peralatan untuk membuat hidup Anda
         lebih mudah di rumah




Pemulihan dan Rehabilitasi

Pemulihan dari CIDP bervariasi dari satu orang ke orang lain. Beberapa orang pulih sempurna
tanpa intervensi pengobatan, sedangkan yang lain dapat relaps lagi dan lagi. Oleh karena
beberapa orang dapat mengalami kelemahan atau numbness yang permanen, terapi fisik dapat
digunakan sebagai bagian dari regimen rehabilitasi.



Prognosis

Prognosis seorang pasien berkisar antara pemulihan sempurna sampai pola ulangan periodik
gejala-gejala dan residual kelemahan atau numbness otot.

Seperti pada Multiple Sclerosis, suatu kondisi yang mirip demyelinasi, tidak mungkin diprediksi
dengan pasti bagaimana CIDP mempengaruhi seseorang nantinya. Pola relaps dan remisi sangat
bervariasi pada tiap-tiap pasien. Periode relaps bisa sangat mengganggu, tapi beberapa pasien
dapat mengalami pemulihan signifikan.
Jika terdiagnosa secara dini, inisiasi penanganan dini untuk mencegah nerve-loss
direkomendasikan. Akan tetapi, beberapa orang masih meninggalkan gejala-gejala residual
numbness, weakness, tremor, fatigue dan gejala-gejala lain yang dapat memicu morbiditas
jangka panjang dan membatasi kualitas hidup.

Penting untuk membangun hubungan yang baik dengan dokter, penyedia layanan primer dan
spesialis. Oleh karena penyakit yang jarang, beberapa dokter tidak memiliki kesiapan untuk
menanganinya. Tiap-tiap kasus CIDP berbeda, dan relaps jika terjadi dapat membawa gejala-
gejala dan masalah baru. Oleh karena variabilitas dalam berat dan progresifitas penyakit, dokter-
dokter tidak mampu menentukan prognosis pasti. Periode eksperimentasi dengan regimen
penanganan berbeda penting untuk menemukan regimen penanganan yang tepat untuk diberikan
pada pasien.

Perhatian Khusus

Masalah penting seputar penggunaan IVIG yang akan meningkatkan resiko kerusakan ginjal
pada penderita usia tua atau diabetes. Enoxaparin, suatu obat yang dapat diresepkan dapat
menurunkan resiko pembekuan darah pada pasien dengan tekanan darah yang tinggi. Resiko
dapat bertambah saat diberikan pada saat yang sama jika enoxaparin-lovenox diberikan pada saat
yang sama dengan aspirin atau obat anti inflamasi. Penggunaan kortikosteroid dapat membatasi
efisiensi sistem imun, yang dapat meningkatkan resiko infeksi sekunder atau oportunistik. Staf
medis perlu memonitor pasien yang menerima penanganan ini untuk timbulnya tanda-tanda
komplikasi.

Sumber:

Andrew. Medical Journal Translate Jurnal Kedokteran. Posted 2nd July 2011

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Bickerstaff brainstem encephalitis
Bickerstaff brainstem encephalitisBickerstaff brainstem encephalitis
Bickerstaff brainstem encephalitisade navidya
 
MODUL DISEASE AFFECTING SPINAL CORD (Bahasa Indonesia)
MODUL DISEASE AFFECTING SPINAL CORD (Bahasa Indonesia)MODUL DISEASE AFFECTING SPINAL CORD (Bahasa Indonesia)
MODUL DISEASE AFFECTING SPINAL CORD (Bahasa Indonesia)aditya romadhon
 
Manajemen pasien stupor dan koma
Manajemen pasien stupor dan komaManajemen pasien stupor dan koma
Manajemen pasien stupor dan komaJuin Siswanto
 
Askep space occupying lession ( sol )
Askep space occupying lession ( sol )Askep space occupying lession ( sol )
Askep space occupying lession ( sol )Stiawan Akbar
 
Askep Klien dengan Guillain Barre Syndrome
Askep Klien dengan Guillain Barre SyndromeAskep Klien dengan Guillain Barre Syndrome
Askep Klien dengan Guillain Barre SyndromeAlvita Wijayanti
 
ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO
ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODOASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO
ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODOWawan Akibu
 
Neuropati perifer non diabetik
Neuropati perifer non diabetikNeuropati perifer non diabetik
Neuropati perifer non diabetikSuharti Wairagya
 
Bedah saraf kejang epilepsi
Bedah saraf kejang epilepsiBedah saraf kejang epilepsi
Bedah saraf kejang epilepsiwidia ningsih
 
Makalah epilepsi upn feb 2013
Makalah epilepsi   upn feb 2013Makalah epilepsi   upn feb 2013
Makalah epilepsi upn feb 2013muhammadfahman
 
Modul Kesadaran Menurun
Modul Kesadaran Menurun Modul Kesadaran Menurun
Modul Kesadaran Menurun Aulia Amani
 
praktis-diagnosis nyeri neuropatik dalam praktik sehari-hari
praktis-diagnosis nyeri neuropatik dalam praktik sehari-haripraktis-diagnosis nyeri neuropatik dalam praktik sehari-hari
praktis-diagnosis nyeri neuropatik dalam praktik sehari-hariEka Tambunan
 
Dmp (dystrophy muscular progressive
Dmp (dystrophy muscular progressiveDmp (dystrophy muscular progressive
Dmp (dystrophy muscular progressiveStudent
 

Was ist angesagt? (20)

Aterosclerosis
AterosclerosisAterosclerosis
Aterosclerosis
 
Bickerstaff brainstem encephalitis
Bickerstaff brainstem encephalitisBickerstaff brainstem encephalitis
Bickerstaff brainstem encephalitis
 
MODUL DISEASE AFFECTING SPINAL CORD (Bahasa Indonesia)
MODUL DISEASE AFFECTING SPINAL CORD (Bahasa Indonesia)MODUL DISEASE AFFECTING SPINAL CORD (Bahasa Indonesia)
MODUL DISEASE AFFECTING SPINAL CORD (Bahasa Indonesia)
 
Manajemen pasien stupor dan koma
Manajemen pasien stupor dan komaManajemen pasien stupor dan koma
Manajemen pasien stupor dan koma
 
Askep space occupying lession ( sol )
Askep space occupying lession ( sol )Askep space occupying lession ( sol )
Askep space occupying lession ( sol )
 
1. Neuroanesthesia (myth&facts) prof himendra
1. Neuroanesthesia (myth&facts) prof himendra1. Neuroanesthesia (myth&facts) prof himendra
1. Neuroanesthesia (myth&facts) prof himendra
 
Askep Klien dengan Guillain Barre Syndrome
Askep Klien dengan Guillain Barre SyndromeAskep Klien dengan Guillain Barre Syndrome
Askep Klien dengan Guillain Barre Syndrome
 
Epilepsi
EpilepsiEpilepsi
Epilepsi
 
Epilepsi
EpilepsiEpilepsi
Epilepsi
 
Alzaimer
AlzaimerAlzaimer
Alzaimer
 
38128375 epilepsi
38128375 epilepsi38128375 epilepsi
38128375 epilepsi
 
Laporan pendahulua1
Laporan pendahulua1Laporan pendahulua1
Laporan pendahulua1
 
ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO
ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODOASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO
ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO
 
Neuropati perifer non diabetik
Neuropati perifer non diabetikNeuropati perifer non diabetik
Neuropati perifer non diabetik
 
Bedah saraf kejang epilepsi
Bedah saraf kejang epilepsiBedah saraf kejang epilepsi
Bedah saraf kejang epilepsi
 
makalah-neuropati
makalah-neuropatimakalah-neuropati
makalah-neuropati
 
Makalah epilepsi upn feb 2013
Makalah epilepsi   upn feb 2013Makalah epilepsi   upn feb 2013
Makalah epilepsi upn feb 2013
 
Modul Kesadaran Menurun
Modul Kesadaran Menurun Modul Kesadaran Menurun
Modul Kesadaran Menurun
 
praktis-diagnosis nyeri neuropatik dalam praktik sehari-hari
praktis-diagnosis nyeri neuropatik dalam praktik sehari-haripraktis-diagnosis nyeri neuropatik dalam praktik sehari-hari
praktis-diagnosis nyeri neuropatik dalam praktik sehari-hari
 
Dmp (dystrophy muscular progressive
Dmp (dystrophy muscular progressiveDmp (dystrophy muscular progressive
Dmp (dystrophy muscular progressive
 

Andere mochten auch

CIDP recent advances
CIDP recent advances  CIDP recent advances
CIDP recent advances NeurologyKota
 
Immunoglobulins market to 2019 demand in primary immunodeficiency (pi) and ...
Immunoglobulins market to 2019   demand in primary immunodeficiency (pi) and ...Immunoglobulins market to 2019   demand in primary immunodeficiency (pi) and ...
Immunoglobulins market to 2019 demand in primary immunodeficiency (pi) and ...Reports Corner
 
Competitive Intelligence to Decision Pattern by Elijah Ezendu
Competitive Intelligence to Decision Pattern by Elijah EzenduCompetitive Intelligence to Decision Pattern by Elijah Ezendu
Competitive Intelligence to Decision Pattern by Elijah EzenduElijah Ezendu
 
Aspetti neurologici nella Sindrome di Sjogren
Aspetti neurologici nella Sindrome di SjogrenAspetti neurologici nella Sindrome di Sjogren
Aspetti neurologici nella Sindrome di SjogrenSCAN Onlus
 
Il ruolo delle immunoglobuline polivalenti in ambito neurologico - Ada Francia
Il ruolo delle immunoglobuline polivalenti in ambito neurologico - Ada FranciaIl ruolo delle immunoglobuline polivalenti in ambito neurologico - Ada Francia
Il ruolo delle immunoglobuline polivalenti in ambito neurologico - Ada FranciaSCAN Onlus
 
AIDPCIDP MMN Stålberg
AIDPCIDP MMN StålbergAIDPCIDP MMN Stålberg
AIDPCIDP MMN StålbergErik Stålberg
 
2009 Convegno Malattie Rare Nobile Orazio [22 01]
2009 Convegno Malattie Rare Nobile Orazio [22 01]2009 Convegno Malattie Rare Nobile Orazio [22 01]
2009 Convegno Malattie Rare Nobile Orazio [22 01]cmid
 
Neuropatie periferiche
Neuropatie periferiche Neuropatie periferiche
Neuropatie periferiche SCAN Onlus
 
Cidp diagnostic criteria
Cidp diagnostic criteriaCidp diagnostic criteria
Cidp diagnostic criteriaarnab ghosh
 
Sait Birlik official recognition
Sait Birlik official recognitionSait Birlik official recognition
Sait Birlik official recognitionSait Mentes Birlik
 
Global Intravenous Immunoglobulin Market (By Application, Types and Geography...
Global Intravenous Immunoglobulin Market (By Application, Types and Geography...Global Intravenous Immunoglobulin Market (By Application, Types and Geography...
Global Intravenous Immunoglobulin Market (By Application, Types and Geography...Allied Market Research
 
Neuropathy complete2
Neuropathy complete2Neuropathy complete2
Neuropathy complete2udom
 
Neurophysiological follow-up of IVIG treatment in CIDP
Neurophysiological follow-up of IVIG treatment in CIDPNeurophysiological follow-up of IVIG treatment in CIDP
Neurophysiological follow-up of IVIG treatment in CIDPEdina Timea Varga
 

Andere mochten auch (18)

A Case of CIDP
A Case of CIDPA Case of CIDP
A Case of CIDP
 
CIDP recent advances
CIDP recent advances  CIDP recent advances
CIDP recent advances
 
Immunoglobulins market to 2019 demand in primary immunodeficiency (pi) and ...
Immunoglobulins market to 2019   demand in primary immunodeficiency (pi) and ...Immunoglobulins market to 2019   demand in primary immunodeficiency (pi) and ...
Immunoglobulins market to 2019 demand in primary immunodeficiency (pi) and ...
 
APHERESIS THERAPIES
APHERESIS THERAPIESAPHERESIS THERAPIES
APHERESIS THERAPIES
 
Competitive Intelligence to Decision Pattern by Elijah Ezendu
Competitive Intelligence to Decision Pattern by Elijah EzenduCompetitive Intelligence to Decision Pattern by Elijah Ezendu
Competitive Intelligence to Decision Pattern by Elijah Ezendu
 
Aspetti neurologici nella Sindrome di Sjogren
Aspetti neurologici nella Sindrome di SjogrenAspetti neurologici nella Sindrome di Sjogren
Aspetti neurologici nella Sindrome di Sjogren
 
Il ruolo delle immunoglobuline polivalenti in ambito neurologico - Ada Francia
Il ruolo delle immunoglobuline polivalenti in ambito neurologico - Ada FranciaIl ruolo delle immunoglobuline polivalenti in ambito neurologico - Ada Francia
Il ruolo delle immunoglobuline polivalenti in ambito neurologico - Ada Francia
 
AIDPCIDP MMN Stålberg
AIDPCIDP MMN StålbergAIDPCIDP MMN Stålberg
AIDPCIDP MMN Stålberg
 
2009 Convegno Malattie Rare Nobile Orazio [22 01]
2009 Convegno Malattie Rare Nobile Orazio [22 01]2009 Convegno Malattie Rare Nobile Orazio [22 01]
2009 Convegno Malattie Rare Nobile Orazio [22 01]
 
Approach to Peripheral Neuropathy
Approach to Peripheral NeuropathyApproach to Peripheral Neuropathy
Approach to Peripheral Neuropathy
 
Neuropatie periferiche
Neuropatie periferiche Neuropatie periferiche
Neuropatie periferiche
 
Cidp diagnostic criteria
Cidp diagnostic criteriaCidp diagnostic criteria
Cidp diagnostic criteria
 
Sait Birlik official recognition
Sait Birlik official recognitionSait Birlik official recognition
Sait Birlik official recognition
 
Global Intravenous Immunoglobulin Market (By Application, Types and Geography...
Global Intravenous Immunoglobulin Market (By Application, Types and Geography...Global Intravenous Immunoglobulin Market (By Application, Types and Geography...
Global Intravenous Immunoglobulin Market (By Application, Types and Geography...
 
CIDP and NCS protocol
CIDP and NCS protocolCIDP and NCS protocol
CIDP and NCS protocol
 
Neuropathy complete2
Neuropathy complete2Neuropathy complete2
Neuropathy complete2
 
Neurophysiological follow-up of IVIG treatment in CIDP
Neurophysiological follow-up of IVIG treatment in CIDPNeurophysiological follow-up of IVIG treatment in CIDP
Neurophysiological follow-up of IVIG treatment in CIDP
 
32b. Conc Jitter
32b. Conc Jitter32b. Conc Jitter
32b. Conc Jitter
 

Ähnlich wie Chronic inflamatory demyelinating polyneuropathy

Sindrom Guillain Bare
Sindrom Guillain BareSindrom Guillain Bare
Sindrom Guillain BarePhil Adit R
 
PPT SLE laporan kasus ahmad fahrozi.pptx
PPT SLE laporan kasus ahmad fahrozi.pptxPPT SLE laporan kasus ahmad fahrozi.pptx
PPT SLE laporan kasus ahmad fahrozi.pptxAhmadFahrozi7
 
SlideUs.Org-Ppt SLE (Sistemik Lupus Eritematosus).pdf
SlideUs.Org-Ppt SLE (Sistemik Lupus Eritematosus).pdfSlideUs.Org-Ppt SLE (Sistemik Lupus Eritematosus).pdf
SlideUs.Org-Ppt SLE (Sistemik Lupus Eritematosus).pdfwidarma atmaja i komang
 
PPT Peran Interleukin 6 Terhadap Nyeri Neuropati.pptx
PPT Peran Interleukin 6 Terhadap Nyeri Neuropati.pptxPPT Peran Interleukin 6 Terhadap Nyeri Neuropati.pptx
PPT Peran Interleukin 6 Terhadap Nyeri Neuropati.pptxfatimahsyam7
 
Bedah iskandar japardi46
Bedah iskandar japardi46Bedah iskandar japardi46
Bedah iskandar japardi46Luhu Tapiheru
 
Definisi , etiologi dan kriteria autoimun
Definisi , etiologi dan kriteria autoimun Definisi , etiologi dan kriteria autoimun
Definisi , etiologi dan kriteria autoimun 1313010043
 
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITISLAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITISnurhalimah rofi
 
NEUTROFIL-LIMFOSIT RATIO (NLR) Edit.pptx
NEUTROFIL-LIMFOSIT RATIO (NLR) Edit.pptxNEUTROFIL-LIMFOSIT RATIO (NLR) Edit.pptx
NEUTROFIL-LIMFOSIT RATIO (NLR) Edit.pptxFadlyMuchtar2
 
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Myastenia Gravis
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Myastenia Gravis Asuhan Keperawatan Pasien dengan Myastenia Gravis
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Myastenia Gravis Ns Agung Syuhada
 
Sistem Imun dan Ginjal
Sistem Imun dan GinjalSistem Imun dan Ginjal
Sistem Imun dan GinjalMonika Yolanda
 

Ähnlich wie Chronic inflamatory demyelinating polyneuropathy (20)

Sindrom Guillain Bare
Sindrom Guillain BareSindrom Guillain Bare
Sindrom Guillain Bare
 
Autoimunitas
AutoimunitasAutoimunitas
Autoimunitas
 
Makalah meningitis anti
Makalah meningitis antiMakalah meningitis anti
Makalah meningitis anti
 
Hiperseneitivitas tpe iii
Hiperseneitivitas tpe iiiHiperseneitivitas tpe iii
Hiperseneitivitas tpe iii
 
PPT SLE laporan kasus ahmad fahrozi.pptx
PPT SLE laporan kasus ahmad fahrozi.pptxPPT SLE laporan kasus ahmad fahrozi.pptx
PPT SLE laporan kasus ahmad fahrozi.pptx
 
SlideUs.Org-Ppt SLE (Sistemik Lupus Eritematosus).pdf
SlideUs.Org-Ppt SLE (Sistemik Lupus Eritematosus).pdfSlideUs.Org-Ppt SLE (Sistemik Lupus Eritematosus).pdf
SlideUs.Org-Ppt SLE (Sistemik Lupus Eritematosus).pdf
 
PPT Peran Interleukin 6 Terhadap Nyeri Neuropati.pptx
PPT Peran Interleukin 6 Terhadap Nyeri Neuropati.pptxPPT Peran Interleukin 6 Terhadap Nyeri Neuropati.pptx
PPT Peran Interleukin 6 Terhadap Nyeri Neuropati.pptx
 
Bedah iskandar japardi46
Bedah iskandar japardi46Bedah iskandar japardi46
Bedah iskandar japardi46
 
Definisi , etiologi dan kriteria autoimun
Definisi , etiologi dan kriteria autoimun Definisi , etiologi dan kriteria autoimun
Definisi , etiologi dan kriteria autoimun
 
Asuhan Keperawatan Meningitis
Asuhan Keperawatan MeningitisAsuhan Keperawatan Meningitis
Asuhan Keperawatan Meningitis
 
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITISLAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
LAPORAN PENDAHULUAN MYELITIS
 
PJBL SLE
PJBL SLEPJBL SLE
PJBL SLE
 
Hiperseneitivitas tpe iii
Hiperseneitivitas tpe iiiHiperseneitivitas tpe iii
Hiperseneitivitas tpe iii
 
SGB
SGBSGB
SGB
 
NEUTROFIL-LIMFOSIT RATIO (NLR) Edit.pptx
NEUTROFIL-LIMFOSIT RATIO (NLR) Edit.pptxNEUTROFIL-LIMFOSIT RATIO (NLR) Edit.pptx
NEUTROFIL-LIMFOSIT RATIO (NLR) Edit.pptx
 
Imunologi kel 16.pptx
Imunologi kel 16.pptxImunologi kel 16.pptx
Imunologi kel 16.pptx
 
Makalah meningitis anti
Makalah meningitis antiMakalah meningitis anti
Makalah meningitis anti
 
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Myastenia Gravis
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Myastenia Gravis Asuhan Keperawatan Pasien dengan Myastenia Gravis
Asuhan Keperawatan Pasien dengan Myastenia Gravis
 
Aspek imunologi sle
Aspek imunologi sleAspek imunologi sle
Aspek imunologi sle
 
Sistem Imun dan Ginjal
Sistem Imun dan GinjalSistem Imun dan Ginjal
Sistem Imun dan Ginjal
 

Kürzlich hochgeladen

PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.ppt
PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.pptPROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.ppt
PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.pptdodiharyanto42
 
MSDS Sodium Hypochlorite (Bayclin).PDF
MSDS  Sodium  Hypochlorite (Bayclin).PDFMSDS  Sodium  Hypochlorite (Bayclin).PDF
MSDS Sodium Hypochlorite (Bayclin).PDFSUDIRO11
 
Stabilitas obat dalam sediaan farmasi.pdf
Stabilitas obat dalam sediaan farmasi.pdfStabilitas obat dalam sediaan farmasi.pdf
Stabilitas obat dalam sediaan farmasi.pdfbelatikodr4t
 
MANAJEMEN PELAYANAN RAWAT INAP dan detailnya
MANAJEMEN PELAYANAN  RAWAT INAP dan detailnyaMANAJEMEN PELAYANAN  RAWAT INAP dan detailnya
MANAJEMEN PELAYANAN RAWAT INAP dan detailnyaLidia941960
 
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberian
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberianIndikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberian
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberianhaslinahaslina3
 
Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdf
Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdfMateri tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdf
Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdfUlimarthaManurung
 

Kürzlich hochgeladen (6)

PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.ppt
PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.pptPROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.ppt
PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.ppt
 
MSDS Sodium Hypochlorite (Bayclin).PDF
MSDS  Sodium  Hypochlorite (Bayclin).PDFMSDS  Sodium  Hypochlorite (Bayclin).PDF
MSDS Sodium Hypochlorite (Bayclin).PDF
 
Stabilitas obat dalam sediaan farmasi.pdf
Stabilitas obat dalam sediaan farmasi.pdfStabilitas obat dalam sediaan farmasi.pdf
Stabilitas obat dalam sediaan farmasi.pdf
 
MANAJEMEN PELAYANAN RAWAT INAP dan detailnya
MANAJEMEN PELAYANAN  RAWAT INAP dan detailnyaMANAJEMEN PELAYANAN  RAWAT INAP dan detailnya
MANAJEMEN PELAYANAN RAWAT INAP dan detailnya
 
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberian
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberianIndikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberian
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberian
 
Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdf
Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdfMateri tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdf
Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdf
 

Chronic inflamatory demyelinating polyneuropathy

  • 1. Chronic Inflamatory Demyelinating Polyneuropathy Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy (CIDP) adalah suatu gangguan neurologis yang dikarakteristik oleh kelemahan progresif dan gangguan fungsi sensorik pada tungkai dan lengan. Gangguan ini kadang-kadang disebut chronic relapsing polyneuropathy, disebabkan oleh kerusakan selubung mielin (selubung lemak yang membungkus dan melindungi sekeliling serat nervus) nervus perifer. Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy (CIDP) adalah suatu gangguan neurologis yang dikarakteristik oleh kelemahan progresif dan gangguan fungsi sensorik pada tungkai dan lengan. Gangguan ini kadang-kadang disebut chronic relapsing polyneuropathy, disebabkan oleh kerusakan selubung mielin (selubung lemak yang membungkus dan melindungi sekeliling serat nervus) nervus perifer. Meskipun gangguan ini dapat terjadi pada setiap umur dan jenis kelamin, CIDP lebih sering terjadi pada dewasa muda, dan pria lebih sering dibandingkan wanita. Gejala- gejala yang sering terlihat termasuk rasa geli atau mati rasa (dimulai pada jari-jari kaki dan tangan), kelemahan kedua lengan dan tungkai, hilangnya refleks tendon dalam (areflexia), fatigue, dan sensasi abnormal.1 Gejala-gejala, penanganan dan prognosis sangat mirip dengan tipe penyakit lain yang dikenal sebagai guillain-barr-syndrome. CIDP awalnya dikenal sebagai "chronic Guillain-Barré syndrome." Guillain-Barré syndrome adalah suatu gangguan akut yang gejala-gejalanya cepat terlihat dan lebih jelas. Walaupun keduanya mirip, CIDP dan Guillain- Barré merupakan dua kondisi yang berbeda. CIDP biasa juga dikenal sebagai chronic relapsing polyneuropathy. Demielinisasi nervus perifer menyebabkan kelemahan kedua tungkai dan lengan yang berkembang secara progresif dan lebih berat sepanjang tahun. Kemampuan tungkai dan lengan merasakan impuls sensorik seperti sentuhan, nyeri dan temperatur juga terganggu. Khasnya pertama kali dirasakan sebagai tingling (rasa geli) atau tumpul pada jari-jari kaki dan tangan. Gejala-gejala keduanya menyebar dan lebih berat sepanjang tahun. Epidemologi Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy adalah gangguan yang sering terjadi dan meskipun kadang terdiagnosa, dan merupakan penyakit yang potensial dapat ditangani, dengan prevalensi kira-kira 0.5 per 100,000 kasus. Persamaan klinik dengan varian akut inflammatory demyelinating polyneuropathy (Guillain–Barré syndrome) memungkinkan terapi immunosuppresif bermanfaat dalam penanganan pasien, sehingga diduga patogenesis gangguan ini berupa immune-mediated. Saat Austin, dkk serta Dyck dkk., pertama kali mendeskripsikan
  • 2. pasien dengan corticosteroid-responsive chronic polyneuropathy, spektrum presentasi klinik dan penyokong diagnostik terus berkembang, dan termasuk pilihan terapi. Penting membedakan gangguan ini dari chronic sensorimotor polyneuropathies yang bersamaan dengan diabetes, alkoholisme, atau malnutrisi. Etiologi CIDP adalah suatu gangguan sistem imun. Khususnya, sistem imun tidak dapat mengenal sel-sel myelin nervus perifer dan menganggapnya sebagai agent asing. Kerusakan selubung terjadi saat sistem imun mencoba untuk membersihkan tubuh dari agent asing. Tidak ada fakta yang menyokong basis genetik dari penyakit ini, seperti riwayat keluarga CIDP atau yang lain, gangguan yang sama. CIDP tidak diturunkan. Seperti Guillain-Barré syndrome, sangat kuat dugaan bahwa CIDP dipicu oleh infeksi virus. Sebagai contoh, sel-sel imun dapat rusak oleh infeksi virus, seperti yang terjadi pada acquired- immunodeficiency-syndrome (AIDS) menyebabkan malfungsi sistem imun. Apakah infeksi virus atau mikroba yang secara langsung menyebabkan CIDP masih belum jelas. CIDP berbeda dari Guillain-Barré syndrome pada infeksi virus, dimana tidak terjadi antara beberapa bulan saat gejala pertama terlihat. Pada Guillain-Barré syndrome, infeksi virus atau bakteri, khas mendahului timbulnya gejala-gejala.6 Patogenesis Normalnya, terdapat keseimbangan yang baik antara jaringan sel-sel immunocompetent dan faktor-faktor yang dapat larut yang diregulasi secara teliti oleh sistem imun didalam kompartemen lokal nervus perifer, yang mendukung keberadaannya. Proteksi melawan respon- respon imun terhadap autoantigen adalah kunci untuk pemeliharaan self-tolerance. Pada chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy, self-tolerance mengalami kerusakan, dan autoreactive T cells dan B cells, yang menjadi bagian normal imunitas, mengalami aktivasi, menyebabkan kerusakan organ spesifik yang menjadi ciri khas penyakit-penyakit autoimun. Konsep molekuler yang menirunya mempertahankan hubungan yang sesuai dengan gangguan dalam bentuk toleransi yang berhubungan dengan autoimmune neuropathies. Cara peniriuan molekuler merujuk pada proses dimana host memicu respon imun terhadap faktor penghasut, paling sering organisme penyebab infeksi yang memberikan epitop-epitop dengan jaringan host yang terkena. Akan tetapi, pada chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy, target- target spesifik seperti respon yang telah teridentifikasi dengan baik hanya pada situasi jarang. Walaupun chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy jarang terjadi pada keadaan kanker, suatu hubungan dengan melanoma memberikan rasa ingin tahu yang besar, ditemukan
  • 3. bahwa melanoma dan Schwann cells berasal dari jaringan puncak neural dan gabungan antigen. Beberapa kasus chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy telah dilaporkan berhubungan dengan melanoma; beberapa epitop karbohidrat tergabung dalam selubung mielin dan tumor yang terlibat sebagai antigen target. Meski demikian, hipotesis peniruan molecular tidak dapat menjelaskan keseluruhan spektrum immunopatologik dan laboratorium kompleks gangguan ini. Berdasarkan data terbaru, chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy terlihat menjadi suatu organ spesifik, immune-mediated disorder muncul dari interaksi sinergistik cell-mediated dan respon imunitas humoral yang secara langsung melawan antigen nervus perifer yang khas. Gambar. Immunopathogenesis dari Chronic Inflammatory Demyelinating Neuropathy Keterangan gambar. Suatu ilustrasi skematik prinsip dasar respon imun seluler dan humoral yang memperlihatkan bahwa autoreactive T cells mengenal suatu autoantigen spesifik dalam konteks kompleks immunokompatibilitas klas II pada permukaan antigen-presenting cells (makrofag) pada kompartemen imun sistemik. Infeksi dapat memicu kejadian ini melalui peniru molekuler, potongan melintang pada epitop terbagi antara agent mikrobial dan antigen nervus. Limfosit T yang teraktivasi ini dapat melewati barier pembuluh darah nervus dalam proses yang melibatkan molekul-molekul adhesi seluler, matriks metaloproteinase dan kemokin. Diantara sistem saraf perifer, sel-sel T mengaktivasi makrofag yang meningkatkan aktifitas fagositik, produksi sitokin dan pelepasan mediator toksik, termasuk nitric oxida, reactive oxygen intermediates, matrix metalloproteinase, dan sitokin proinflamasi, termasuk tumor necrosis factor-a dan interferon g. Autoantibodi melewati barier pembuluh darah saraf atau secara lokal dihasilkan dari keterlibatan sel-sel plasma menyebabkan kerusakan demielinasi dan aksonal. Autoantibodi dapat
  • 4. menyebabkan demyelinisasi melalui sitotoksisitas seluler dependent-antibody, secara potensial memblokade epitop yang secara fungsional sesuai dengan konduksi saraf, dan mengaktivasi sistem komplemen melalui pathway klasik, menghasilkan mediator-mediator proinflamasi dan membran lisis- menyerang kompleks C5b-9. Terminasi respon inflamasi terjadi melalui induksi apoptosis sel T dan pelepasan sitokin antiinflamasi, termasuk interleukin -10 dan mentransformasi faktor pertumbuhan-b. Selubung mielin (sisipan) tersusun dari berbagai protein, seperti myelin protein zero, yang tersusun lebih dari 50 % dari total protein membran pada mielin sistem saraf perifer manusia; myelin protein 2; myelin basic protein; myelin-associated glycoprotein; connexin 32; dan gangliosida dan dihubungkan dengan glikolipid. Molekul- molekul ini telah teridentifikasi sebagai antigen target untuk respon-respon antibodi dengan berbagai frekuensi pada pasien dengan penyakit ini. Presentasi Klinik Chronic Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy Klasik Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy klasik, dikarakteristik oleh kelemahan simetris pada otot-otot proksimal dan distal yang mengalami peningkatan progresifitas lebih dari dua bulan (keadaan kondisi ini terpisah dari Guillain–Barré syndrome, penyakit ini self-limited). Kondisi-kondisi yang ada berhubungan dengan gangguan sensasi, tidak adanya atau berkurangnya refleks-refleks tendon, dan elevasi level protein cairan serebrospinal, pada konduksi-saraf terdapat demielinasi, dan tanda-tanda demielinasi pada spesimen biopsi. Dalam perjalanannya, penyakit dapat mengalami relaps atau kronik dan progresif, terbentuk paling sering pada dewasa muda. Neuropathy Demielinasi, yang berbeda dari Chronic Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy Klasik Analisis klinik yang sangat teliti mendefinisikan bentuk lain dari acquired demyelinating polyneuropathy, dengan penyebab yang diduga sebagai autoimun atau dysimmune yang berbeda dari chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy klasik, baik dalam presentasi klinik maupun respon terhadap penanganan, namun tidak jelas apakan kondisi ini adalah varian chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy atau penyakit yang berbeda, diantaranya. Distal Acquired Demyelinating Symmetric Neuropathy. Telah diduga bahwa distal acquired demyelinating symmetric neuropathy adalah acquired demyelinating polyneuropathy yang berbeda. Gambaran-gambaran dari kerusakan termasuk peningkatan prevalensi pada pria dan mereka yang berumur lebih dari 50 tahun, penonjolan sensory loss distal, kelemahan distal ringan (berbeda dengan defisit motor yang lebih general pada chronic inflammatory
  • 5. demyelinating polyneuropathy klasik), dan langkah goyah. IgM paraproteinemia ditemukan pada hampir 23 pasien dengan kondisi ini. IgM-associated distal demyelinating symmetric neuropathy berespon kurang baik terhadap terapi immunosuppressive. Multifocal Motor Neuropathy. Penting untuk membedakan multifocal motor neuropathy dari penyakit motor neuron. Multifocal motor neuropathy dikarakteristik oleh kelemahan asimetrik tanpa sensory loss, seringkali dimulai pada otot lengan distal. Blokade partial motor-conduction pada kedua sisi adalah ciri khas gambaran electrophysiologic, walaupun tidak semua pasien mengalaminya. Sampai saat ini dilakukan deteksi antiganglioside antibody sirkulasi. Level protein cairan cerebrospinal dan jumlah sel biasanya normal. Meskipun penanganan corticosteroids dan plasmapheresis tidak efektif, multifocal motor neuropathy dapat diperbaiki dengan immune globulin atau terapi cyclophosphamide. Multifocal Acquired Demyelinating Sensory dan Motor Neuropathy (Lewis–Sumner Syndrome). Multifocal acquired demyelinating sensory and motor neuropathy (the Lewis–Sumner syndrome) memiliki kemiripan dengan chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy (misalnya, defisit motor dan sensory, peningkatan kontent protein, dan pada studi konduksi motor-nerve dan sensory-nerve memberikan hasil abnormal) dan multifocal motor neuropathy (misalnya, presentasi gejala-gejala yang asimetrik, sering dimulai dari lengan dan tangan, dan blokade konduksi). Beberapa psaien dengan kondisi ini memiliki antibodi terhadap gangliosida, dan pasien-pasien ini berespon baik terhadap penanganan intravenous immune globulin atau cyclophosphamide. Neuropathy-neuropathy lain yang mirip dengan Chronic Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy. Beberapa bentuk lain dari acquired dan chronic polyneuropathy memiliki gambaran yang sama dengan chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy dan telah diklasifikasikan menjadi sub kelompok. Bentuk-bentuk ini termasuk axonal chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy, pure sensory chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy, dan pure motor dan axonal chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy (yang juga disebut multifocal acquired motor axonopathy). Hanya sedikit pasien diantara subkelompok yang telah dilaporkan. Pasien-pasien ini dengan peripheral-nerve demyelination dan respon complete atau partial terhadap immunoterapi, diduga gangguan ini sebagai bagian dari famili chronic acquired demyelinating polyneuropathies yang besar. Tergantung pada keseluruhan gambaran yang ada, beberapa kondisi pasien juga sesuai dengan definisi kemungkinan, mungkin, atau pasti sebagai chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy. Chronic idiopathic axonal polyneuropathy adalah suatu kelompok heterogeneous dari progressing sensorimotor neuropathies lambat dengan atan tanpa nyeri, menyebabkan kecacatan ringan sampai sedang.
  • 6. Pendekatan Diagnosis Kriteria diagnositik chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy (CIDP) memiliki sensitifitas dan spesifitas yang berubah-ubah. Kriteri yang baru saja dipublikasikan oleh Koski et al. [2009] mengkombinasikan komponen klinik dan elektrofisiologik, salah saktunya cukup untuk menegakkan diagnosis. Bagian penting dalam diagnosis CIDP adalah pemeriksaan deteksi kelemahan otot dengan pemeriksaan neurologik. Satu tes neurologik yang sesuai adalah tes kecepatan konduksi saraf. Pada tes ini, sebuah lempeng dilekatkan pada permukaan kulit menutupi otot target yang akan distimulasi. Arus listrik yang sangat ringan dialirkan untuk menstimulasi otot. Hasil pengukuran menunjukkan kecepatan konduksi nervus yang dikalkulasi sebagai waktu yang dibutuhkan impuls berjalan antara jarak elektroda. Studi standar konduksi saraf dilakukan dengan menggunakan elektroda permukaan. Konduksi nervus motor diuji pada nervus median dan ulnar dari siku sampai pergelangan, dan pada nervus peroneal dan tibial dari lutut sampai pergelangan kaki. Respon-respon sensorik dites pada nervus median, ulnar, radial dan sural. Untuk polyneuropathy dapat diklasifikasikan menjadi demyelinasi dan memenuhi sekurang-kurangnya 3 dari 4 kriteria: (1) kecepatan konduksi kurang dari 90% dari limit terendah dari normal (<44 m/s pada lengan dan 35 m/s pada tungkai) jika amplitudo melebihi 50% dari batas lebih rendah dari normal (5 mV pada nervus median, 4 mV pada ulnar, 1 mV pada peroneal, dan 2 mV pada nervus tibial); kurang dari 80% dari batas lebih rendah dari normal (39 m/s pada lengan dan 31 m/s pada tungkai) jika amplitudo kurang dari 50% dari batas lebih rendah dari normal (2 atau lebih nervus); (2) distal latency melebihi 115% (4.5 milidetik dalam lengan dan 6.4 milidetik pada tungkai) dari batas atas dari normal jika amplitudo normal; melebihi 125% (5.4 milidetik pada lengan dan 7.7 milidetik pada tungkai) jika amplitudo kurang dari batas lebih rendah dari normal (2 atau lebih nervus); (3) amplituo proksimal sampai distal ratio kurang dari 0.7 (1 atau lebih nervus, kecuali nervus tibial); dan (4) F-wave latency melebihi 125% dari batas atas dari normal .(36 milidetik pada median, 38 milidetik pada ulnar, dan 63 milidetik pada tibal dan peroneal) atau tanpa adanya gelombang-F pada satu atau lebih nervus. Pada penyakit-penyakit demielinisasi seperti CIDP, nervus tidak mampu untuk mentransmisikan impuls listrik secepat kecepatan normal saraf yang masih bermielinasi. Dengan demikian, nervus yang rusak memperlihatkan kecepatan konduksi lebih besar daripada yang diperlihatkan oleh kecepatan konduksi mereka yang tidak dipengaruhi. Electromyography (EMG) digunakan untuk mengukur respon otot terhadap stimulasi elektrik. Pada EMG, suatu elektroda diantara suatu jarum didorong melalui kulit kedalam otot; beberapa elektroda dibutuhkan untuk dimasukkan melalui otot untuk akurasi pengukuran perilaku otot. Stimulasi otot menyebabkan pola visual atau audio. Pola panjang gelombang membawa informasi mengenai respon otot. Pola khas panjang gelombang dihasilkan oleh otot yang sehat,
  • 7. yang disebut aksi potensial, yang dapat dibandingkan dengan otot dari seseorang yang diduga mengalami CIDP. Untuk otot yang mengalami kerusakan nervus, aksi potensial panjang gelombang lebih kecil dibandingkan dengan otot normal. Electrocardiogram dapat digunakan untuk mencatat aktifitas elektrik pada jantung saat diduga terjadi paralisis otot jantung. Kerusakan nervus akan merubah pola normal detak jantung.9 Pemeriksaan cairan cerebrospinal yang diambil via punksi lumbal (juga dikenal sebagai spinal tap) dapat mendeteksi level protein yang lebih dari normal tanpa adanya peningkatan jumlah white blood cells (WBC). Peningkatan WBCs terjadi bila ada infeksi mikroba.  Gejala yang muncul: Gejala CIDP seperti banyak kondisi neurologis lainnya akan bervariasi dari orang ke orang. Gejala khas meliputi: Mati rasa Kesemutan Kelemahan otot Atrofi Sakit Kesulitan berjalan Kelelahan Pusing Masalah kandung kemih atau usus Masalah Jantung Differensial diagnosis Perlu dilakukan berbagai tes laboratorium yang lebih luas diperlukan pada beberapa pasien untuk meneliti berbagai penyebab lain dari demyelinisasi polineuropathy, demikian juga penyakit yang bersamaan dengan penyakit ini. Tabel berikut ini menyajikan differensial diagnosis penyakit demielinisasi.
  • 8. Penanganan Dalam penanganan harus melibatkan ahli neurologi, ahli immunologi dan ahli terapi fisik. Kelompok pendukung berguna dalam membantu penanganan. Penanganan CIDP dan Guillain-Barré syndrome sama. Penggunaan kortikosteroid seperti prednisone, yang akan mengurangi respon sistem imun, dapat mengurangi jumlah demielinasi yang terjadi. First line penanganan untuk CIDP termasuk kortikosteroid (mis. Prednisone), Plasmapheresis (plasma exchange) dan intravenous Immunoglobulin (IVIg) yang dapat diberikan tunggal atau kombinasi dengan obat immunosuppresif lain. Prosedur medis yang dikenal sebagai plasmapheresis, atau plasma exchange, dapat menjadi pilihan penanganan yang lain. Pada plasmapheresis, plasma darah dikeluarkan dari tubuh. Eritrosit diambil dari plasma dan dikembalikan kedalam tubuh dengan plasma yang bebas antibodi atau dengan cairan intravena. Oleh karena plasma darah dikeluarkan dari tubuh pasien CIDP dapat mengandung antibodi terhadap selubung myelin, selanjutnya mengeluarkan antibodi-antibodi ini dapat mengurangi efek dari sistem imun tubuh menyerang sel-sel nervus. IVIG dan plasmapheresis terbukti bermanfaat dalam percobaan randomized, double-blind, placebo-controlled. Walaupun kurangnya fakta efikasi kortikosteroid yang dilaporkan, kortikosteroid dipertimbangkan sebagai standar terapi karena riwayat penggunaannya yang lama dan efektifitas dalam biaya. Obat-obat Immunosuppressive seringkali digunakan adalah klas Cytotoxic (kemoterapi), termasuk Rituximab (Rituxan) dengan target sel-B, serta Cyclophosphamide, obat yang mengurangi fungsi sistem imun. Ciclosporin juga telah digunakan pada CIDP tapi dengan frekuensi yang kurang karena masih merupakan pendekatan yang lebih baru. Ciclosporin diperkirakan terikat pada immunocompetent Lymphocytes, khususnya limfosit-T. Penanganan immunosuppresif non-cytotoxic yang biasa digunakan termasuk Azathioprine (Imuran) dan Mycophenolate mofetil (Cellcept). Anti-thymocyte globulin (ATG), suatu agent immunosuppresif yang secara selektif menghancurkan limfosit T, telah dipelajari untuk digunakan untuk CIDP. Anti-thymocyte globulin adalah fraksi gamma globulin antiserum dari hewan yang telah diimunisasi melawan human thymocytes. Ini merupakan suatu polyclonal antibody. Prosedur lain yang menghasilkan hasil yang sama yaitu pemberian intravenous immunoglobulin (IVIG). IVIG secara umum ditujukan untuk penanganan sistem imun yang berhubungan dengan neuropathy. Seperti plasmapheresis, immunoglobulin dapat membantu mengurangi jumlah anti- myelin antibody, dan untuk menekan respon imun. IVIG mengandung antibodi-antibodi yang sehat dari darah yang didonorkan. Antibodi-antibodi ini dapat membantu menetralisir anatibodi
  • 9. rusah yang dapat menyebabkan demielinisasi. Jika pendekatan yang paling standar gagal, bentuk alternatif dari terapi immunosuppresif kadang-kadang perlu dipertimbangkan, termasuk obat- obat azathioprine, cyclophosphamide, dan cyclosporine. Fisioterapi dapat memperbaiki kekuatan, fungsi dan mobilitas otot dan meminimalisasikan penyusutan otot dan tendon serta distorsi sendi-sendi. 1. Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot dan mengurangi kekakuan akibat imobilitas 2. Latihan untuk mengatasi kebugaran Anda secara keseluruhan dan meningkatkan toleransi latihan Anda untuk memerangi tingkat kelelahan 3. Tugas fungsional seperti praktik transfer, berdiri dan praktek mobilitas untuk meningkatkan kemampuan fungsional Anda 4. Saran dan penyediaan alat bantu berjalan tepat seperti tongkat atau kruk untuk memaksimalkan kemerdekaan sementara menjaga keselamatan 5. Saran mengenai adaptasi rumah yang tepat dan peralatan untuk membuat hidup Anda lebih mudah di rumah Pemulihan dan Rehabilitasi Pemulihan dari CIDP bervariasi dari satu orang ke orang lain. Beberapa orang pulih sempurna tanpa intervensi pengobatan, sedangkan yang lain dapat relaps lagi dan lagi. Oleh karena beberapa orang dapat mengalami kelemahan atau numbness yang permanen, terapi fisik dapat digunakan sebagai bagian dari regimen rehabilitasi. Prognosis Prognosis seorang pasien berkisar antara pemulihan sempurna sampai pola ulangan periodik gejala-gejala dan residual kelemahan atau numbness otot. Seperti pada Multiple Sclerosis, suatu kondisi yang mirip demyelinasi, tidak mungkin diprediksi dengan pasti bagaimana CIDP mempengaruhi seseorang nantinya. Pola relaps dan remisi sangat bervariasi pada tiap-tiap pasien. Periode relaps bisa sangat mengganggu, tapi beberapa pasien dapat mengalami pemulihan signifikan.
  • 10. Jika terdiagnosa secara dini, inisiasi penanganan dini untuk mencegah nerve-loss direkomendasikan. Akan tetapi, beberapa orang masih meninggalkan gejala-gejala residual numbness, weakness, tremor, fatigue dan gejala-gejala lain yang dapat memicu morbiditas jangka panjang dan membatasi kualitas hidup. Penting untuk membangun hubungan yang baik dengan dokter, penyedia layanan primer dan spesialis. Oleh karena penyakit yang jarang, beberapa dokter tidak memiliki kesiapan untuk menanganinya. Tiap-tiap kasus CIDP berbeda, dan relaps jika terjadi dapat membawa gejala- gejala dan masalah baru. Oleh karena variabilitas dalam berat dan progresifitas penyakit, dokter- dokter tidak mampu menentukan prognosis pasti. Periode eksperimentasi dengan regimen penanganan berbeda penting untuk menemukan regimen penanganan yang tepat untuk diberikan pada pasien. Perhatian Khusus Masalah penting seputar penggunaan IVIG yang akan meningkatkan resiko kerusakan ginjal pada penderita usia tua atau diabetes. Enoxaparin, suatu obat yang dapat diresepkan dapat menurunkan resiko pembekuan darah pada pasien dengan tekanan darah yang tinggi. Resiko dapat bertambah saat diberikan pada saat yang sama jika enoxaparin-lovenox diberikan pada saat yang sama dengan aspirin atau obat anti inflamasi. Penggunaan kortikosteroid dapat membatasi efisiensi sistem imun, yang dapat meningkatkan resiko infeksi sekunder atau oportunistik. Staf medis perlu memonitor pasien yang menerima penanganan ini untuk timbulnya tanda-tanda komplikasi. Sumber: Andrew. Medical Journal Translate Jurnal Kedokteran. Posted 2nd July 2011