SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 75
Modul II

Skenario: Telinga berair

An. Z, 10 th, mengunjungi poliklinik THT dengan keluhan utama telinga berair disertai demam,
keadaan ini dialami sejak 1 minggu yang lalu. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya.Klien
mengatakan nyeri pada saat menelan, ibu klien mengatakan nyeri pada saat menelan.Ibu klien
mengatakan anaknya sering mengalami pilek yang berkepanjangan.Dari hasil pemeriksaan
telinga ditemukan bahwa klian mengalami penurunan fungsi pendengaran, tonsil bengkak.




A. Kata Kunci:
       Umur 10 tahun
       Telinga berair
       Demam
       Dialami sejak 1 minggu yang lalu
       Tidak ada riwayat trauma
       Nyeri pada saat menelan
       Sering mengalami pilek yang berkepanjangan
       Penurunan fungsi pendengaran
       Tonsil bengkak
B. Topic tree


                                     THT (Telinga Hidung Tenggorokan )




        Pemeriksaan                     Anatomi fisiologi                 Gangguan THT


      Pemeriksaan fisik                                                  Etiologi
      Pemeriksaan diagnostik                                             Patofisiologi
      Pemeriksaan Lab.                                                   Manifestasi klinik
                                                                         Penatalaksaan
                                                                               Farmako
                                                                               Non farmako
                                                                         Askep



C. Pertanyaan penting
   1. Jelaskan anatomi fisiologi THT (Telinga Hidung Tenggorokan)!
   2. Jelaskan macam-macam gangguan THT (Telinga Hidung Tenggorokan)!
   3. Jelaskan patofisiologi gangguan THT (Telinga Hidung Tenggorokan)!
   4. Jelaskan jenis-jenis pemeriksaan pada THT!
   5. Jelaskan penatalaksanaan dari gangguan THT!
   6. Jelaskan AKSEP dari gangguan THT sesuai skenario!




D. Jawaban pertanyaan penting
   1. Anatomi fisiologi

       Anatomi dan Fisiologi Telinga

       Anatomi telinga dibagi atas telinga luar,telinga tengah,telinga dalam:

      a) Telinga Luar

                Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran tympani.
      Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit. Daun
telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga (meatus akustikus
eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, di
sepertiga   bagian    luar    kulit   liang   telinga    terdapat   banyak     kelenjar
serumen(modifikasikelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat
terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit
dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang.
Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut,
kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi
kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang
menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan
serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi.
Gambar 2.1: Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Potongan Frontal Telinga
b) Telinga Tengah

   Telinga tengah berbentuk kubus dengan :

     Batas luar      : Membran timpani

     Batas depan : Tuba eustachius

     Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)

     Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.

     Batas atas      : Tegmen timpani (meningen / otak )

     Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis

                      horizontal,kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval window),tingkap

                      bundar (round window) dan promontorium.

       Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars flaksida
(Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane propia). Pars
flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan
bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars
tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan
sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian
dalam.
         Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut
umbo. Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut,sirkuler dan radier. Serabut inilah
yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut.Membran timpani
dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan
garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan,
atas-belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi
membrane timpani.
         Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari
luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga
tengah saling berhubungan . Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani,
maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap
lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian.
         Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina
propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga
tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai
fungsi konduksi suara. maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng. Pada
pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum,
yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba
eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring
dengan telinga tengah.
Gambar 2.2 : Membran Timpani1,2,3

        Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius
(tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi
membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika
menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan
usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran tympani. Karena ketika mulut
terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga
tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama antara permukaan dalam dan
permukaan luar membran tympani.

c) Telinga Dalam

        Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.Ujung atau
puncak koklea disebut holikotrema,menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala
vestibuli.

        Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap.

        Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani
sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala
timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli
disebut sebagai membrane vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media
adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti.

       Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam,
sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.
Gambar2.3 : Gambar labirin bagian membrane labirin bagian tulang, Telinga Dalam
Koklea

                bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia
         panjangnya 35mm. koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali putaran yang mengelilingi
         sumbunya. Sumbu ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari pembuluh darah dan saraf.
         Ruang di dalam koklea bagian tulang dibagi dua oleh dinding (septum). Bagian dalam
         dari septum ini terdiri dari lamina spiralis ossea. Bagian luarnya terdiri dari anyaman
         penyambung, lamina spiralis membranasea. Ruang yang mengandung perilimf ini dibagi
         menjadi: skala vestibule (bagian atas) dan skala timpani (bagian bawah). Kedua skala ini
         bertemu pada ujung koklea. Tempat ini dinamakan helicotrema. Skala vestibule bermula
         pada fenestra ovale dan skala timpani berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari
         pertemuan antara lamina spiralis membranasea kearah perifer atas, terdapat membrane
         yang dinamakan membrane reissner. Pada pertemuan kedua lamina ini, terbentuk saluran
         yang dibatasi oleh:
                1. membrane reissner bagian atas
                2. lamina spiralis membranasea bagian bawah
                3. dinding luar koklea

                saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membrane yang berisi
         endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum spiralis.disini, terdapat stria
         vaskularis, tempat terbentuknya endolimf.




                                           Gambar2.4 :Koklea
Didalam lamina membranasea terdapat 20.000 serabut saraf.Pada membarana
basilaris (lamina spiralis membranasea) terdapat alat korti.Lebarnya membrane basilaris
dari basis koklea sampai keatas bertambah dan lamina spiralis ossea berkurang.Nada
dengan frekuensi tinggi berpengaruh pada basis koklea.Sebaliknya nada rendah
berpengaruh dibagian atas (ujung) dari koklea.




                             GAMBAR 2.5 : Organ korti 2,3

       Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membrane, yaitu membrane tektoria.
Membrane ini berpangkal pada Krista spiralis dan berhubungan dengan alat persepsi pada
alat korti. Pada alat korti dapat ditemukan sel-sel penunjang, sel-sel persepsi yang
mengandung rambut. Antara sel-sel korti ini terdapat ruangan (saluran) yang berisi
kortilimf.

       Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan peralatan duktus
reunions. Bagian dasar koklea yang terletak pada dinding medial cavum timpani
menimbulkan penonjolan pada dinding ini kearah          cavum timpani. Tonjolan ini
dinamakan promontorium.

Vestibulum
       Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang juga berisi
perilimf. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang (foramen ovale) yang
berhubungan dengan membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot plate) dari
stapes. Di dalam vestibulum, terdapat gelembung-gelembung bagian membrane sakkulus
dan utrikulus. Gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus berhubungan satu sama lain
dengan perantaraan duktus utrikulosakkularis, yang bercabang melalui duktus
endolimfatikus yang berakhir pada suatu lilpatan dari duramater, yang terletak pada
bagian belakang os piramidalis. Lipatan ini dinamakan sakkus endolimfatikus. Saluran ini
buntu.

         Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi oleh sel-sel
penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula sakkuli.
Sedangkan pada utrikulus, dinamakan macula utrikuli.

Kanalis semisirkularisanlis
         Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak lurus satu
sama lain. didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran yang terbenam
dalam perilimf. Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan dengan antrum mastoideum
dan tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis horizontalis (lateralis).
         Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan fossa crania media
dan tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai tonjolan, eminentia arkuata. Kanalis
semisirkularis posterior tegak lurus dengan kanalis semi sirkularis superior. Kedua ujung
yang tidak melebar dari kedua kanalis semisirkularis yang letaknya vertikal bersatu dan
bermuara pada vestibulum sebagai krus komunis.

         Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam kanalis semisirkularis
ossea. Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi perilimf. Didalam kanalis
semisirkularis membranasea terdapat endolimf. Pada tempat melebarnya kanalis
semisirkularis ini terdapat sel-sel persepsi. Bagian ini dinamakan ampulla.

         Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya pada Krista
ampularis yang menempati 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-rambut dari sel persepsi ini
mengenai organ yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang mencapai atap dari
ampulla sehingga dapat menutup seluruh ampulla.

Fisiologi pendengaran

         Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian
tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap
lonjong.Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran
diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa,sehingga akan
menimbulkan gerak relative antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini
merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel
rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari
badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.




                      Gambar 2.6 : Fisiologi Pendengaran
Anatomi dan fisiologi hidung
a) Anatomi hidung




                             Gambar 2.7 : Anatomi hidung
       Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari
biasanya dan hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan
yang tidak menguntungkan. Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam. Hidung
luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas, struktur hidung luar
dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu: paling atas kubah tulang yang tak dapat
digerakkan, dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang
paling bawah adalah lobolus hidung yang mudah digerakkan.
       Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks.Agak keatas dan belakang dari
apeks disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai kepangkal hidung dan
menyatu dengan dahi.Yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu
diposterior bagian tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum.Titik
pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung.Disini bagian bibir
atas membentuk cekungan dangkal memanjang dari atas kebawah yang disebut filtrum.
Sebelah menyebelah kolumela adalah nares anterior atau nostril(Lubang hidung)kanan
dan kiri, sebelah latero-superior dibatasi oleh ala nasi dan sebelah inferior oleh dasar
hidung.
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung.Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur yang
membentang dari os internum disebelah anterior hingga koana di posterior, yang
memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk
terowongan dari depan kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya
menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan
disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana)yang
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
       Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares
anterior, disebut dengan vestibulum.Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak
kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.Tiap kavum
nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan
superior.Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh tulang
dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior, konkha media dan konkha
inferior. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha inferior, kemudian yang
lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan
yangterkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka
inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid,
sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin
etmoid.Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior,
berikutnya celah antara konkha media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas
konkha media disebut meatus superior.
       Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan celah
yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior.Disini terdapat muara dari sinus
maksilla, sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Dibalik bagian anterior konka
media yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk
bulat sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang
berbentuk bulan sabit menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang
dinamakan hiatus semilunaris.Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk
tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus.
Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus
maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Dan sinus maksilla merupakan sinus paranasal
terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid iregular dengan dasarnya menghadap
ke fossa nasalis dan puncaknya kearah apek prosesus zigomatikus os maksilla.

       Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale da os palatinus sedangkan atap cavum
nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana
mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan,
mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati
lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I
olfaktorius.

   Perdarahan hidung
Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu:
   1. Arteri Etmoidalis anterior
   2. Arteri Etmoidalis posterior cabang dari arteri oftalmika
   3. Arteri Sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal dari
       arteri karotis eksterna.




                        Gambar 2.8 : Sistem Vaskularisasi Hidung
       Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri maksilaris
interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar
dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung
dibelakang ujung posterior konka media.Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari
cabang-cabang arteri fasialis.
       Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri
sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor,
yang disebut pleksus kieesselbach (little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya
superfisialis dan mudah cedera oleh truma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis.
       Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan
dengan arterinya. Vena divestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena
oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernesus.
   Persyarafan hidung




                                 Gambar 2.9 :PersarafanHidung
       Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus
etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal dari
nervus oftalmikus. Saraf sensoris untuk hidung terutama berasal dari cabang oftalmikus
dan cabang maksilaris nervus trigeminus.Cabang pertama nervus trigeminus yaitu nervus
oftalmikus memberikan cabang nervus nasosiliaris yang kemudian bercabang lagi
menjadi    nervus    etmoidalis      anterior   dan   etmoidalis   posterior   dan   nervus
infratroklearis.Nervus etmoidalis anterior berjalan melewati lamina kribrosa bagian
anterior dan memasuki hidung bersama arteri etmoidalis anterior melalui foramen
etmoidalis anterior, dan disini terbagi lagi menjadi cabang nasalis internus medial dan
lateral.Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nervus
maksila melalui ganglion sfenopalatinum.Ganglion sfenopalatina, selain memberi
persarafan sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa
hidung.Ganglion ini menerima serabut serabut sensorid dari nervus maksila.Serabut
parasimpatis dari nervus petrosus profundus.Ganglion sfenopalatinum terletak dibelakang
dan sedikit diatas ujung posterior konkha media.
       Nervus Olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus
olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidupada mukosa
olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.

b) Fisiologi hidung

       Hidung berfungsi sebagai indra penghidu , menyiapkan udara inhalasi agar dapat
digunakan paru serta fungsi filtrasi. Sebagai fungsi penghidu, hidung memiliki epitel
olfaktorius berlapis semu yang berwarna kecoklatan yang mempunyai tiga macam sel-sel
syaraf yaitu sel penunjang, sel basal dan sel olfaktorius. Fungsi filtrasi, memanaskan dan
melembabkan udara inspirasi akan melindungi saluran napas dibawahnya dari kerusakan.
Partikel yang besarnya 5-6 mikrometer atau lebih, 85 % -90% disaring didalam hidung
dengan bantuan TMS. Fungsi hidung terbagi atas beberapa fungsi utama yaitu (1)Sebagai
jalan nafas, (2) Alat pengatur kondisi udara, (3) Penyaring udara, (4) Sebagai indra
penghidu, (5) Untuk resonansi suara, (6) Turut membantuproses bicara,(7) Reflek nasal.

Sistem Mukosiliar
a) Histologi mukosa
       Luas permukaan kavum nasi kurang lebih 150 cm2 dan total volumenya sekitar
15 ml. Sebagian besar dilapisi oleh mukosa respiratorius.Secara histologis, mukosa
hidung terdiri dari palut lendir (mucous blanket), epitel kolumnar berlapis semu bersilia,
membrana basalis, lamina propria yang terdiri dari lapisan subepitelial, lapisan media dan
lapisan kelenjar profunda.
Gambar2.10 :gambaran histology mukosahidung

b) Epitel

       Epitel mukosa hidung terdiri dari beberapa jenis, yaitu epitel skuamous kompleks
pada vestibulum, epitel transisional terletak tepat di belakang vestibulum dan epitel
kolumnar berlapis semu bersilia pada sebagian mukosa respiratorius.Epitel kolumnar
sebagian besar memiliki silia.Sel-sel bersilia ini memiliki banyak mitokondria yang
sebagian besar berkelompok pada bagian apeks sel. Mitokondria ini merupakan sumber
energi utama sel yang diperlukan untuk kerja silia.Sel goblet merupakan kelenjar
uniseluler yang menghasilkan mukus, sedangkan sel basal merupakan sel primitif yang
merupakan sel bakal dari epitel dan sel goblet.Sel goblet atau kelenjar mukus merupakan
sel tunggal, menghasilkan protein polisakarida yang membentuk lendir dalam
air.Distribusi dan kepadatan sel goblet tertinggi di daerah konka inferior sebanyak 11.000
sel/mm2 dan terendah di septum nasi sebanyak 5700 sel/mm2.Sel basal tidak pernah
mencapai permukaan.Sel kolumnar pada lapisan epitel ini tidak semuanya memiliki silia.
Kavum nasi bagian anterior pada tepi bawah konka inferior 1 cm dari tepi depan
memperlihatkan sedikit silia (10%) dari total permukaan. Lebih kebelakang epitel bersilia
menutupi 2/3 posterior kavum nasi.
       Silia merupakan struktur yang menonjol dari permukaan sel. Bentuknya panjang,
dibungkus oleh membran sel dan bersifat mobile. Jumlah silia dapat mencapai 200 buah
pada tiap sel. Panjangnya antara 2-6 μm dengan diameter 0,3 μm. Struktur silia terbentuk
dari dua mikrotubulus sentral tunggal yang dikelilingi sembilan pasang mikrotubulus
luar. Masing-masing mikrotubulus dihubungkan satu sama lain oleh bahan elastis yang
disebut neksin dan jari-jari radial. Tiap silia tertanam pada badan basal yang letaknya
tepat dibawah permukaan sel.
       Pola gerakan silia yaitu gerakan cepat dan tiba-tiba ke salah satu arah (active
stroke) dengan ujungnya menyentuh lapisan mukoid sehingga menggerakan lapisan
ini..Kemudian silia bergerak kembali lebih lambat dengan ujung tidak mencapai lapisan
tadi (recovery stroke). Perbandingan durasi geraknya kira-kira 1 : 3. Dengan demikian
gerakan silia seolah-olah menyerupai ayunan tangan seorang perenang. Silia ini tidak
bergerak secara serentak, tetapi berurutan seperti efek domino (metachronical waves)
pada satu area arahnya sama.
       Gerak silia terjadi karena mikrotubulus saling meluncur satu sama lainnya.
Sumber energinya ATP yang berasal dari mitokondria.ATP berasal dari pemecahan ADP
oleh ATPase.ATP berada di lengan dinein yang menghubungkan mikrotubulus dalam
pasangannya. Sedangkan antarapasangan yang satu dengan yang lain dihubungkan
dengan bahan elastis yang diduga neksin.
       Mikrovilia merupakan penonjolan dengan panjang maksimal 2 μm dan
diameternya 0,1 μm atau 1/3 diameter silia. Mikrovilia tidak bergerak seperti silia.Semua
epitel kolumnar bersilia atau tidak bersilia memiliki mikrovilia pada permukaannya.
Jumlahnya mencapai 300-400 buah tiap sel. Tiap sel panjangnya sama. Mikrovilia bukan
merupakan bakal silia.Mikrovilia merupakan perluasan membran sel, yang menambah
luas permukaan sel. Mikrovilia ini membantu pertukaran cairan dan elektrolit dari dan ke
dalam sel epitel.Dengan demikian mencegah kekeringan permukaaan sel, sehingga
menjaga kelembaban yang lebih baik dibanding dengan sel epitel gepeng.

c) Palut lendir

       Palut lendir merupakan lembaran yang tipis, lengket dan liat, merupakan bahan
yang disekresikan oleh sel goblet, kelenjar seromukus dan kelenjar lakrimal.Terdiri dari
dua lapisan yaitu lapisan yang menyelimuti batang silia dan mikrovili (sol layer) yang
disebut lapisan perisiliar.Lapisan ini lebih tipis dan kurang lengket.Kedua adalah lapisan
superfisial yang lebih kental (gel layer) yang ditembus oleh batang silia bila sedang tegak
sepenuhnya.Lapisan      superfisial   ini   merupakan   gumpalan    lendir   yang   tidak
berkesinambungan yang menumpang pada cairan perisiliar dibawahnya.
        Cairan perisiliar mengandung glikoprotein mukus, protein serum, protein sekresi
dengan berat molekul rendah.Lapisan ini sangat berperanan penting pada gerakan silia,
karena sebagian besar batang silia berada dalam lapisan ini, sedangkan denyutan silia
terjadi di dalam cairan ini.Lapisan superfisial yang lebih tebal utamanya mengandung
mukus.Diduga mukoglikoprotein ini yang menangkap partikel terinhalasi dan
dikeluarkan oleh gerakan mukosiliar, menelan dan bersin.Lapisan ini juga berfungsi
sebagai pelindung pada temperatur dingin, kelembaban rendah, gas atau aerosol yang
terinhalasi serta menginaktifkan virus yang terperangkap.
        Kedalaman cairan perisiliar sangat penting untuk mengatur interaksi antara silia
dan palut lendir, serta sangat menentukan pengaturan transportasi mukosiliar. Pada
lapisan perisiliar yang dangkal, maka lapisan superfisial yang pekat akan masuk ke dalam
ruang perisiliar. Sebaliknya pada keadaan peningkatan perisiliar, maka ujung silia tidak
akan mencapai lapisan superfiasial yang dapat mengakibatkan kekuatan aktivitas silia
terbatas atau terhenti sama sekali (Sakakura 1994).

d) Membrana basalis

        Membrana basalis terdiri atas lapisan tipis membran rangkap dibawah epitel.Di
bawah lapisan rangkap ini terdapat lapisan yang lebih tebal yang terdiri dari atas kolagen
dan fibril retikulin.

e) Lamina propria

        Lamina propria merupakan lapisan dibawah membrana basalis. Lapisan ini dibagi
atas empat bagian yaitu lapisan subepitelial yang kaya akan sel, lapisan kelenjar
superfisial, lapisan media yang banyak sinusoid kavernosus dan lapisan kelenjar
profundus. Lamina propria ini terdiri dari sel jaringan ikat, serabut jaringan ikat,
substansi dasar, kelenjar, pembuluh darah dan saraf.
        Mukosa pada sinus paranasal merupakan lanjutan dari mukosa hidung.Mukosanya
lebih tipis dan kelenjarnya lebih sedikit.Epitel toraknya berlapis semu bersilia, bertumpu
pada membran basal yang tipis dan lamina propria yang melekat erat dengan periosteum
dibawahnya. Silia lebih banyak dekat ostium, gerakannya akan mengalirkan lendir ke
arah hidung melalui ostium masing-masing. Diantara semua sinus paranasal, maka sinus
maksila mempunyai kepadatan sel goblet yang paling tinggi.

f) Transportasi mukosiliar

       Transportasi mukosiliar hidung adalah suatu mekanisme mukosa hidung untuk
membersihkan dirinya dengan mengangkut partikel-partikel asing yang terperangkap
pada palut lendir ke arah nasofaring.Merupakan fungsi pertahanan lokal pada mukosa
hidung.Transportasi mukosiliar disebut juga clearance mukosiliar.

       Transportasi mukosiliar terdiri dari dua sistem yang merupakan gabungan dari
lapisan mukosa dan epitel yang bekerja secara simultan.Sistem ini tergantung dari
gerakan aktif silia yang mendorong gumpalan mukus.Lapisan mukosa mengandung
enzim lisozim (muramidase), dimana enzim ini dapat merusak beberapa bakteri.Enzim
tersebut sangat mirip dengan imunoglobulin A (Ig A), dengan ditambah beberapa zat
imunologik yang berasal dari sekresi sel. Imunoglobulin G (Ig G) dan interferon dapat
juga ditemukan pada sekret hidung sewaktu serangan akut infeksi virus.Ujung silia
tersebut dalam keadaan tegak dan masuk menembus gumpalan mukus kemudian
menggerakkannya ke arah posterior bersama materi asing yang terperangkap didalamnya
ke arah faring. Cairan perisilia dibawahnya akan dialirkan ke arah posterior oleh aktivitas
silia, tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti. Transportasi mukosilia yang
bergerak secara aktif ini sangat penting untuk kesehatan tubuh. Bila sistem ini tidak
bekerja secara sempurna maka materi yang terperangkap oleh palut lendir akan
menembus mukosa dan menimbulkan penyakit.
       Karena pergerakan silia lebih aktif pada meatus media dan inferior maka gerakan
mukus dalam hidung umumnya ke belakang, silia cenderung akan menarik lapisan mukus
dari meatus komunis ke dalam celah-celah ini. Sedangkan arah gerakan silia pada sinus
seperti spiral, dimulai dari tempat yang jauh dari ostium.Kecepatan gerakan silia
bertambah secara progresifsaat mencapai ostium, dan pada daerah ostium silia tersebut
berputar dengan kecepatan 15 hingga 20 mm/menit.
Kecepatan gerakan mukus oleh kerja silia berbeda di berbagai bagian hidung.Pada
segmen hidung anterior kecepatan gerakan silianya mungkin hanya 1/6 segmen posterior,
sekitar 1 hingga 20 mm/menit.
       Pada dinding lateral rongga hidung sekret dari sinus maksila akan bergabung
dengan sekret yang berasal dari sinus frontal dan etmoid anterior di dekat infundibulum
etmoid, kemudian melalui anteroinferior orifisium tuba eustachius akan dialirkan ke arah
nasofaring. Sekret yang berasal dari sinus etmoid posterior dan sfenoid akan bergabung
di resesus sfenoetmoid, kemudian melalui posteroinferior orifisium tuba eustachius
menuju nasofaring. Dari rongga nasofaring mukus turun kebawah oleh gerakan menelan.

g) Pemeriksaan fungsi mukosiliar

       Fungsi pembersih mukosiliar atau transportasi mukosiliar dapat diperiksa dengan
menggunakan partikel, baik yang larut maupun tidak larut dalam air. Zat yang bisa larut
seperti sakarin, obat topikal, atau gas inhalasi, sedangkan yang tidak larut adalah lamp
black, colloid sulfur, 600-um alluminium disc atau substansi radioaktif seperti human
serum albumin, teflon, bismuth trioxide.

       Sebagai pengganti partikel dapat digunakan sakarin yang disebut uji sakarin.Uji
ini telah dilakukan oleh Anderson dan kawan pada tahun 1974dan sampai sekarang
banyak dipakai untuk pemeriksaan rutin.Uji sakarin cukup ideal untuk penggunaan di
klinik.Penderita di periksa dalam kondisi standar dan diminta untuk tidak menghirup,
makan atau minum, batuk dan bersin.Penderita duduk dengan posisi kepala fleksi 10
derajat. Setengah mm sakarin diletakkan 1 cm di belakang batas anterior konka inferior,
kemudian penderita diminta untuk menelan secara periodik tertentu kira-kira 1/2-1 menit
sampai penderita merasakan manis. Waktu dari mulai sakarin diletakkan di bawah konka
inferior sampai merasakan manis dicatat dan disebut sebagai waktu transportasi
mukosiliar atau waktu sakarin. Dengan menggunakan bahan celupan, warna dapat dilihat
di orofaring.

       Transportasi mukosiliar normal sangat bervariasi.Mahakit (1994) mendapatkan
waktu transportasi mukosiliar normal adalah 12 menit. Sedangkan pada penderita
sinusitis, waktu transportasi mukosiliar adalah 16,6 ± 7 menit. Waguespack (1995)
mendapatkan nilai rata-rata adalah 12-15 menit. Elynawaty (2002) dalam penelitian
mendapatkan nilai normal pada kontrol adalah 7,61 menit untuk wanita dan 9,08 menit
untuk pria.

Anatomi dan fisiologi tenggorokan

a) Anatomi Tenggorokan

       Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna vertebra, terdiri
dari faringdan laring. Bagian terpenting dari tenggorokan adalah epiglottis, ini menutup
jika ada makanandan minuman yang lewat dan menuju esophagus.

       Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut terletak
di depanbatas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah.Bibir dan pipi
terutamadisusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang dipersarafi oleh nervus
fasialis. Vermilionberwarna merah karena ditutupi lapisan sel skuamosa. Ruangan
diantara mukosa pipi bagiandalam dan gigi adalah vestibulum oris.

       Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan berasal
prosesusnasalis media, dan palatum posterior baik palatum durum dan palatum mole,
dibentuk olehgabungan dari prosesus palatum, oleh karena itu, celah palatum terdapat
garis tengah belakangtetapi dapat terjadi kearah maksila depan.

       Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah bagian depan
terutamaberasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi oleh nervus lingualis dengan
cabang kordatimpani dari saraf fasialis yang mempersarafi cita rasa dan sekresi kelenjar
submandibula. Saraf glosofaringeus mempersarafi rasa dari sepertiga lidah bagian
belakang.Otot lidah berasal darimiotom posbrankial yang bermigrasi sepanjang duktus
tiroglosus ke leher. Kelenjar liur tumbuhsebagai kantong dari epitel mulut yang terletak
dekat sebelah depan saraf-saraf penting. Duktussub mandibularis dilalui oleh saraf
lingualis. Saraf fasialis melekat pada kelenjar parotis.

       Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang mulut.Faring adalah
suatukantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas
dan sempit dibagian bawah.Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke
esophagus setinggivertebra servikalis ke enam. Ke atas, faring berhubungan dengan
rongga hidung melalui koana,ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui
isthmus orofaring, sedangkan dengan laringdibawah berhubungan melalui aditus laring
dan kebawah berhubungan dengan esophagus.Panjang dinding posterior faring pada
orang dewasa kurang lebih empat belas centimeter; bagianini merupakan bagian dinding
faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lender, fasia faringobasiler,
pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.Faring terbagi atas nasofaring,
orofaring, dan laringofaring (hipofaring).

       Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput inferior,
kemudianbagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra servikalis lain.
Nasofaring membuka kearah depan hidung melalui koana posterior. Superior, adenoid
terletak pada mukosa atap nasofaring.Disamping, muara tuba eustachius kartilaginosa
terdapat didepan lekukan yangdisebut fosa rosenmuller.Otot tensor velipalatini,
merupakan otot yang menegangkan palatumdan membuka tuba eustachius masuk ke
faring melalui ruangan ini.

       Orofaring kearah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila faringeal
dalamkapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Didepan
tonsila, arcus faringanterior disusun oleh otot palatoglossus, dan dibelakang dari arkus
faring posterior disusun olehotot palatofaringeus, otot-otot ini membantu menutupnya
orofaring bagian posterior. Semuadipersarafi oleh pleksus faringeus.

b) Vaskularisasi.

       Berasal dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan.Yang utama
berasal daricabang a. Karotis ekstern serta dari cabang a.maksilaris interna yakni cabang
palatine superior.

c) Persarafan

       Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang
ekstensif.Pleksus ini dibentuk oleh cabang dari n.vagus, cabang dari n.glosofaringeus dan
serabut simpatis.Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik.Dari pleksus faring
yang ekstensif ini keluar untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaringeus yang dipersarafi
langsung oleh cabangn.glossofaringeus.

d) Kelenjar Getah Bening

       Aliran limfe dari dinding faring dapat melalui 3 saluran yaitu superior,media dan
inferior. Saluran limfe superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar
getah bening servikal dalam atas.Saluran limfe media mengalir ke kelenjar getah bening
jugulodigastrik dan kelenjar getah bening servikal dalam atas, sedangkan saluran limfe
inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah.

Berdasarkan letak, faring dibagi atas:

a) Nasofaring

   Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid, jaringan
   limfoid pada dinding lareral faring dengan resessus faring yang disebut fosa
   rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis
   serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring diatas penonjolan kartilago tuba
   eustachius, konka foramen jugulare, yang dilalui oleh nervus glosofaring, nervus
   vagus dan nervus asesorius spinal saraf kranial dan vena jugularis interna bagian
   petrosus os.tempolaris dan foramen laserum dan muara tuba eustachius.




                 Gambar 2.11. Anatomi faring dan struktur sekitarnya
b) Orofaring

   Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas bawahnya
   adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut sedangkan kebelakang adalah
   vertebra servikal.Struktur yang terdapat dirongga orofaring adalah dinding posterior
   faring, tonsil palatina fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil
   lingual dan foramen sekum.

e) Dinding Posterior Faring
       Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang
akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot bagian
tersebut.Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole
berhubungan dengan gangguan n.vagus.
f) Fosa tonsil

       Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior.Batas lateralnya
adalah m.konstriktor faring superior.Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole)
terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fossa supratonsil.Fosa ini berisi jaringan ikat
jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses.Fosa
tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring dan disebu kapsul
yang sebenar- benarnya bukan merupakan kapsul yang sebena-benarnya.

g) Tonsil

       Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang olehjaringan
ikat dengan kriptus didalamnya.

       Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil
lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer.Tonsil
palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil.Pada kutub atas
tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang
kedua.Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.

       Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang
disebut kriptus.Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi
kriptus.Di dalam kriptus biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang
terlepas, bakteri dan sisa makanan.

       Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul
tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi
pada tonsilektomi.Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina ascendens,
cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis dorsal.

       Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum
pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-
kadang menunjukkan penjalaran duktustiroglosus dan secara klinik merupakan tempat
penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus.

       Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringandan dapat
meluas keatas pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar.

h) Laringofaring (hipofaring)

       Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah valekula
epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan
pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis (muara glotis bagian medial dan
lateral terdapat ruangan) dan ke esofagus, nervus laring superior berjalan dibawah dasar
sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring.Sinus piriformis terletak di antara lipatan
ariepiglotika dan kartilago tiroid.Batas anteriornya adalah laring, batas inferior adalah
esofagus serta batas posterior adalah vertebra servikal.Lebih ke bawah lagi terdapat otot-
otot dari lamina krikoid dan di bawahnya terdapat muara esofagus.

       Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak
langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur
pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua
buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum
glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil´ ( pill pockets),
sebab pada beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu.
Dibawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan
perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil (bentuk
omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi
demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung
tampak menutupi pita suara.Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis
ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus
piriformis dan ke esofagus.2Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus
piriformis pada tiap sisi laringofaring.Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian
anestesia lokal di faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.

i) Fisiologi Tenggorokan
       Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi suara
dan untuk artikulasi.
       Proses menelan
       Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut
       ke faring secara volunter.Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan
       tahap ketiga, jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter.
       Langkah yang sebenarnya adalah: pengunyahan makanan dilakukan pada
       sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan palatum mole mendorong bolus ke
       orofaring.Otot supra hiod berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik
       berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan
       yang kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong makanan kebawah melalui
       orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis media dan
       superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot konstriktor faringis
       inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh
       gaya berat, menggerakkan makanan melalui esofagus dan masuk ke lambung.
       Proses Berbicara
       Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum
       dan faring.Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah
       dinding belakang faring.Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan
       melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator
       veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring superior.Pada gerakan penutupan
nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir
        mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold
        of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam
        mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring
        (bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring superior.
        Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu bersamaan.
2. Macam-macam gangguan THT
  a. Kelainan Telinga Luar
     DAUN TELINGA
     1) Kelainan congenital
            Perkembangan daun telinga dimulai pada minggu ketiga kehidupan embrio
     dengan terbentuknya arkus brakialis pertama atau arkus mandibula dan arkus
     brakialis kedua atau arkus hyoid.Pada minggu keenam arkus brakialis ini mengalami
     diferensiasi menjadi enam buah tuberkeler. Secara bertahap daun telinga akan
     terbentuk dari penggabungan keenam tuberkeler ini. Pada keadaan normal dibulan
     ketiga daun telinga sudah lengkap terbentuk. Bila penggabungan tuberkeler tidak
     sempurna maka timbul fistel preaurikuler
         Fistula Preaurikula
         Terjadi bila terdapat kegagalan penggabungan tuberkeler kesatu atau dua
         teberkeler ke dua.Fistel jenis ini merupakan kelainan herediter yang bersifat
         dominan. Sering ditemukan di depan tragus berbentuk bulat atau lonjong dengan
         ukuran seujunga pensil.
         Mikrotia dan Atresia Liang Telinga
         Pada mikrotia, daun telinga bentuknya lebih kecil dan tak sempurna. Kelainan
         bentuk ini sering kali disertai dengan tidak terbentuknya (atresia) liang telinga
         dan kelainan tulang pendengaran.


         Telinga camplang
         Daun telinga tampak lebih besar dan lebih menonjol.Fungsi pendengaran tidak
         terganggu.Namun karena         bentuknya yang tidak normal serta tidak enak
dipandang kadang kala menimbulkan masalah psikis sehingga perlu dilakukan
       operasi otoplasti.
   2) Kelainan yang didapat
       Hematoma
       Hematoma daun telinga biasanya disebabkan oleh trauma.Terdapat kumpulan
       darah diantara perikondrium dan tulang rawan. Kumpulan darah ini harus
       dikeluarkan secara steril guna mencegah terjadinya infeksi yang nantinya dapat
       menyebabkan terjadinya perikondritis.
       Perikondritis
       Perikondritis adalah radang pada tulang rawan yang menjadi kerangka daun
       telinga.Biasanya terjadi karena trauma akibat kecelakaan, operasi daun telinga
       yang terinfeksi dan sebagai komplikasi pseudokista daun telinga.
       Pseuodokista
       Terdapat benjolan di daun telinga yang disebabkan oleh adanya kumpulan
       cairan kekuningan diantara lapisan perikondrium dan tulang rawan telinga.

LIANG TELINGA

1) Otitis ekterna
   Otitis eksterna ialah radang liang telinga akut maupun kronis yang disebabkan
   infeksi jamur, bakteri dan virus. Faktor yang mempermudah radang telinga luar ialah
   perubahan pH di liang telinga, yang biasanya normal atau asam. Bila pH menjadi
   basa, proteksi terhadap infeksi menurun.Pada keadaan udara yang hangat dan
   lembab, kuman dan jamur mudah tumbuh. Predisposisi otitis eksterna yang lain
   adalah trauma ringan ketika mengorek telinga.
2) Otitis eksterna akut
       Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel=bisul)
       Oleh karena kulit disepertiga luar liang telinga mengandung adneksa kulit,
       seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen, maka ditempat itu
       dapat terjadi infeksi pada pilosebaseus, sehingga membentuk furunkel.Kuman
       penyebab biasanya staphylococcus aureus atau staphylococcus albus.
       Gejalanya ialah rasa nyeri yang hebat, tidak sesuai dengan besar bisul. Hal ini
       disebabkan karena kulit liang telinga tidak mengandung jaringan longgar
       dibawahnya, sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan perikondrium. Rasa
       nyeri dapat juga timbul spontan pada waktu membuka mulut (sendi
       temporomandibula).Selain itu terdapat juga gangguan pendengaran, bila furukel
       besar dan menyumbat daun telinga.
       Otitis eksterna difus
       Biasanya mengenai kulit liang telinga duapertiga dalam. Tampak kulit liang
       telinga hiperemis dan edema yang tidak jelas batas-batasnya.Kuman penyebab
       biasanya golongan Pseudomonas. Kuman lain yang dapat sebagai penyebab
       ialah Staphylococcus albus, Escherichia coli dan sebagainya. Otitis eksterna
       difus dapat juga terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis.
       Gejalanya adalah nyeri tekan tragus, liang telinga sangat sempit, kadang kelenjar
       getah bening regional membesar dan nyeri teka, terdapat secret yang berbau.
       Secret ini tidak mengandung musin (lendir) seperti secret yang keluar dari
       kavum timpani pada otitis media.
       Otomikosis
       Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang tinggi di
       daerah tersebut. Yang tersering ialah Pityrosporum, Aspergilus. Kadang-kadang
       ditemukan juga kandida albikans atau jamur lain. Pityrosporum menyebabkan
       terbentuknya sisik yang menyerupai ketombe dan merupakan predisposisi otitis
       eksterna bakterialis.
       Gejala biasanya berupa rasa gatal dan rasa penuh di liang telinga, tetapi sering
       pula tanpa keluhan.
Herpes Zoster Otikus
       Herpes Zoster Otikus adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
       varicella zoster.Virus ini menyerang satu atau lebih dermatom saraf
       cranial.Dapat mengenai sarsf trigeminus, ganglion genikulatum dan radiks
       servikalis bagian atas.Keadaan ini disebut juga sindroma Ramsay Hunt. Tampak
       lesi kulit yang vesikuler pada kulit di daerah muka sekitar liang telinga, otalgia
       dan terkadang disertai paralisis otot wajah. Pada keadaan yang berat ditemukan
       gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural
b. Kelainan telinga tengah
   1) Barotrauma (Aerotitis)
             Baritrauma adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang
      tiba-tiba diluar telinga tengah sewaktu di pesawat terbang atau menyelam, yang
      menyebabkan tuba gagal untuk membuka. Apabila perbedaan tekanan melebihi
      90 cmHg, maka otot yang normal aktivitasnya tidak mampu membuka tuba.Pada
      keadaan ini terjadi tekanan negative di rongga telinga tengah, sehingga cairan
      keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa dan kadang-kadang disertai dengan
      keadaan rupture pembuluh darah, sehingga cairan di telinga tengah dan rongga
      mastoid tercampur darah.Keluhan pasien berupa kurang dengar, rasa nyeri dalam
      telinga, autofoni, perasaan ada air dalam telinga dan kadang-kadang tinitus dan
      vertigo.
   2) Otitis Media
             Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
      tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Otitis Media


                      Otitis Media akut       Otitis Media sub akut        Otitis media kronik



                     Resiko rendah, resiko tinggi                      Tipe aman, tipe bahaya




       Patogenesis terjadi otitis Media (OMA-OME-OMSK)

                                                Sembuh / normal

                                                                       f.tuba tetap terganggu
   Gangguan Tuba              Tekanan                     Efusi                                        OME
                              negative                                                   Infeksi (-)
    ETIOLOGI               telinga tengah

Perubahan tekanan                                                 Tuba tetap terganggu
udara tiba                                                            + ada infeksi
Alergi
Infeksi
Sumbatan (secret,
                                                          OMA
Tampon, dan Tumor

                                   sembuh                 OME               OMSK


                    Otitis Media Akut
                    Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan
                    faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba
                    kedalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius enzim dan antibody.
                    Otitis media akut (OMA) terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu.
                    Sumbatan tuba eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis
                    media.Karena fungsi tuba eusctachius terganggu, pencegahan invasi kuman
                    kedalam telinga juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah
                    dan terjadi peradangan.
Otitis media adalah     peradangan pada sebagian atau seluruh dari selaput
 permukaan telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel
 mastoid.Otitis Media Akut (OMA) : otitis media yang berlangsung selama tiga
 minggu atau kurang karena infeksi bakteri patogenik.

 ETIOLOGI :

     Penyebabnya adalah bakteri piogenik seperti streptococcus haemolyticus,
     staphylococcus aureus, pneumococcus , haemophylus influenza, escherecia
     coli,   streptococcus   anhaemolyticus,     proteus   vulgaris,   pseudomonas
     aerugenosa.
     Disebabkan juga karena infeksi saluran napas atas.
     Inflamasi jaringan disekitarnya.
     Gangguan faktor pertahanan tubuh. Faktor pertahanan tubuh seperti silia
     dari mukosa tuba Eustachius, enzim, dan antibodi. Faktor ini akan
     mencegah masuknya mikroba ke dalam telinga tengah. Tersumbatnya tuba
     Eustachius merupakan pencetus utama terjadinya otitis media supuratif akut
     (OMA). Usia pasien. Bayi lebih mudah menderita otitis media supuratif akut
     (OMA) karena letak tuba Eustachius yang lebih pendek, lebih lebar dan
     lebih horisontal.
     Benturan keras pada bagian telinga atau terjadi trauma pada daerah telinga.
     Memasukkan sesuatu terlalu dalam ke dalam lubang telinga seperti cotton
     bud, bulu ayam dan lain – lain.
     Perubahan tekanan udara seperti pada saat naik pesawat terbang, menyelam,
     scuba diving dsb.
     Mendengar bunyi – bunyian yang terlalu kencang dan terlalu dekat seperti
     bunyi ledakan.


MANIFESTASI KLINIS
       Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa
sangat ringan dan sementara atau sangat berat.
1. Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang
   dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan
   positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan
   ke otoskop ), dapat mengalami perforasi.
2. Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani.
3. Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
4. Demam (suhunya 39 derajat celcius)
5. Anoreksia
6. Limfadenopati servikal anterior
7. Pada remaja atau orang dewasa biasanya selain nyeri terdapat gangguan
   pendengaran dan telinga tersa perih.
8. Pada bayi gejala khas otitis media akut adalah panas yang tinggi, anak gelisah,
   sukar tidur, kejang-kejang, diare, rewel, dan sering memegang telingnya yang
   sakit.
 Rinitis Alergi
  Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang oleh reaksi alergi pada pasien
 atopi yang sebelumnya sudah tesensitasi dengan alergen yang sama serta
 dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan
 alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986)
 Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma)
 tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa
 gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai
 oleh Ig E.
 Patofisiologi Rinitis Alergi
 Rhinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap
 sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi/reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri
 dari 2 fase yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase
 Cepat yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya
 dan Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang
 berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hipe-reaktifitas) setelah
 pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam.
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau
monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan
menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah
diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung
dengan molekul HLA kelas II (Major Histocompability Complex) yang
kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th 0). Kemudian sel penyaji akan
melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL 1)     yang akan mengaktifkan Th 0
berproliferasi menjadi Th 1 dan Th 2. Th 2 akan menghasilkan berbagai sitokin
seperti IL 3, IL4, IL5, dan IL 13. IL 4 dan IL 13 dapat diikat oleh reseptornya di
permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan
memproduksi Imunoglobulin E (Ig E). Ig E di sirkulasi darah akan masuk ke
jaringan dan diikat oleh reseptor Ig E di permukaan sel mastosit atau basofil ( sel
mediator) sehingga ke dua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi
yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah
tersentisisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan
mengikat    alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel)
mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah
terbentuk (Preformed Mediators) terutama histamin. Selain histamine juga
dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain Prostaglandin D2 (PGD2),
leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT D4), Leukotrien c4 (LT C4) ,
Bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin. (IL3, IL4,
IL5, IL6, GM-CSF( granulocyte Macrophage Colony Stimulating Faktor ).
Inilah yang disebut sebagai reaksi alergi fase cepat (RAFC).
Histamine akan merangasang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga
menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamine juga akan
menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hiperseksresi dan
permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain ini adalah
hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamine merangsang
ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung
sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Moleculle 1 (ICAM 1)
Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang
menyebabkan akumulasi sel eosinofi dan netrofil di jaringan target. Respon ini
tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai
puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan
jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan
mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5 dan
Granulocyte Makrophag Colony stimulating faktor (GM-CSF) dan ICAM 1 pada
secret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperesponsif hidung adalah
akibat peranan eosinofil dengan mediator          inflamasi dari granulnya seperti
Eosinophilic Cationic Protein, (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP),
Major basic Protein (MBP) dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini,
selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat
memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca
dan kelembaban udara yang tinggi


Sinusitis
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter
sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan
tersering diseluruh dunia.
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.Umumnya
disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut ninosinusitis. Penyebab
utamanya adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus , yang
selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai
semua sinus paranasal disebut pansinusitis.
Yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus
frontal lebih jarang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi.
Sinus maksila disebut juga antrum highmore, letaknya dekat akar gigi rahang
atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen.
Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita
 dan intracranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit
 diobati.
 Etiologi dan faktor predisposisi
         Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,
 bermacam rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil,
 polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka,
 sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan
 imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener, dan di luar negeri
 adalah penyakit fibrosis kistik.
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis
sehingga perlu dilakukan adenoide/ktomi untuk menghilangkan sumbatan dan
menyembuhkan ninosinusitisnya. Faktor lain yang juga berpengaru adalah
lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan
ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.

Gejala sinusitis

       Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa
tekanan pada muka dan ingus purulen yang sering kali turun ketenggorok (post
nasal drip) dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.
       Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan
cirri khas sinistis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain
(referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri diantara atau
dibelakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau
seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sphenoid, nyeri
dirasakandi vertex, oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid.Pada
sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga.
       Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal
drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak.
       Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-
kadang hanya 1 atau 2 dari gejal-gejala di bawah ini yaitu sakit kepala kronik,
post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat
sumbatan kronik muara tuba Eustachius, gangguan ke paru seperti bronchitis
(sino-bronkhitis), bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang
meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat
menyebabkan gastroenteritis.


 MENIERE
       Penyakit Meniere adalah suatu sindrom yang terdiri dari serangan vertigo,
 tinnitus, dan berkurangnya pendengaran secara progresif. Pengertian vertigo
 adalah : sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya,
 dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat
 keseimbangan tubuh Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala
 pusing saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala
 somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual, muntah)
 dan pusing.

        Tinnitus merupakan gangguan pendengaran dengan keluhan selalu
 mendengar bunyi, namun tanpa ada rangsangan bunyi dari luar.Sumber bunyi
 tersebut berasal dari tubuh penderita itu sendiri, meski demikian tinnitus hanya
 merupakan gejala, bukan penyakit, sehingga harus di ketahui penyebabnya.

 ETIOLOGI

       Penyebab penyakit Meniere tidak diketahui namun terdapat berbagai teori,
termasuk pengaruh neurokimia dan hormonal abnormal pada aliran darah yang
menuju ke labirin, gangguan elektrolit dalam cairan labirin, reaksi alergi, dan
gangguan autoimun. Penyakit Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan
dimana terjadi ketidakseimbangan cairan telinga tengah yang abnormal yang
disebabkan oleh malapsorbsi dalam sakus endolimfatikus.Namun, ada bukti
menunjukkan bahwa banyak orang yang menderita penyakit Meniere mengalami
sumbatan pada duktus endolimfatikus.Apapun penyebabnya, selalu terjadi hidrops
endolimfatikus,   yang    merupakan     pelebaran    ruang    endolimfatikus.Baik
peningkatan tekanan dalam sistem ataupun ruptur membran telinga dalam dapat
         terjadi dan menimbulkan gejala Meniere.




PATHWAY PENYAKIT MENIERE
MANIFESTASI KLINIS

   Gejalanya berupa seangan vertigo tak tertahankan episodic yang sering
   disertai mual dan/atau muntah, yang berlangsung selama 3-24 jam dan
   kemudian menghilang secara perlahan.
   Secara periodik, penderita merasakan telinganya penuh atau merasakan
   adanya tekanan di dalam telinga.
   Kehilangan pendengaan sensorineural progresif dan fluktuatif.Tinnitus bisa
   menetap atau hilang-timbul dan semakin memburuk sebelum, setelah maupun
   selama serangan vertigo.
   Pada kebanyakan penderita, penyakit ini hanya menyerang 1 telinga dan pada
   10-15% penderita, penyakit ini menyerang kedua telinga.



TIPE PENYAKIT MENIERE

a. Penyakit Meniere vestibular
   Penyakit Meniere vestibular ditandai dengan adanya vertigo episodic
   sehubungan dengan tekanan dalam telinga tanpa gejala koklear.

   Tanda dan gejala:

      Vertigo hanya bersifat episodic
      Penurunan respons vestibuler atau tak ada respons total pada telinga yang
      sakit
      Tak ada gejala koklear
      Tak ada kehilangan pendengaran objektif
      Kelak dapat mengalami gejala dan tanda koklear

b. Penyakit Meniere klasik

   Tanda dan gejala:

       Mengeluh vertigo
Kehilangan pendengaran sensorineural berfluktuasi
       tinitus
       Penyakit Meniere koklea

c. Penyakit Meniere koklea
    Penyakit Meniere koklea dikenali dengan adanya kehilangan pendengaran
    sensorineural progresif sehubungan dengan tnitus dan tekanan dalam telinga
    tanpa temuan atau gejala vestibuler.
    Tanda dan gejala:

       Kehilangan pendengaran berfluktuasi
       Tekanan atau rasa penuh aural
       Tinnitus
       Kehilangan pendengaran terlihat pada hasil uji
       Tak ada vertigo
       Uji labirin vestibuler normal
       Kelak akan menderita gejala dan tanda vestibuler

Faringitis

1. Faringitis akut
    a. Faringitis viral
       Gejala dan tanda
       Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan ,sulit menelan. Pada
pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza , coxsachievirus
dan cyitomegalovirus tidak menghasilkan eksudat.           Coxsachievirus dapat
menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesikulit berupa maculopapular rash.
Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis juga menimbulkan gejala
konjungtivitis pada anak.
       Epstein barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi
eksuddat pada faring yang banyak.Terdapat pembesaaran kelenjar limfa di seluruh
tubuh terutama retroservical dan hepatos plenomegali.
Faringitis yang disebabkan oleh HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok,
nyeri menelan, mual, dan demam.Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis
terdapat eksudat, limfadenopati akut dileher dan pasien tampak lemah.
   b. Faringitis bacterial
       Gejala dan tanda
       Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam jarang
disertai batuk.Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil
hiperamis dan terdapat eksudat dipermukaaanya.Beberapa hari kemudian timbul
bercak petechiae pada palatum dan faring.Kelenjar limfa leher anterior membesar,
kenyal dan nyeri pada penekanan.
    c. Faringitis fungal
       Gejala dan tanda
Keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak puth
di orofaring dan mukosa faring lainnya hipremis .
Pembiakan jamur ini dilakukan dalam agar sabouroud dextrose.
    d. Faringitis gonorea
       Faringitis ini hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak
    orogenital.
           1. Faringitis kronik
                  Terdapat dua bentuk yaitu Faringitis kronik hiperplastik dan
       faringitis kronik atropi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring
       ini ialah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol,
       inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor penyebab
       terjadinya faringitis kronis adalah pasien yang biasa bernafas melalui
       mulut karena hidungnya tersumbat.
                  a. Faringitis kronik hiperplastik
                     Gejala
                     Pasien mengelu mula-mula tenggorok kering, gatal dan
                  akhirnya batuk bereak.
                  b. Faringitis kronik atropi
                     Gejala dan tanda
Pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal serta mulut
                     berbau.Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh
                     lendir yang kental dan bisa di angkat tampak mukosa kering.
                 2. Faringitis spesifik
                     a. Faringitis luetika
                        Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi pada faring
                     serta juga penyakit lues di organ lain. Gambaran kliniknya
                     tergantung pada stadium penyakit primer, sekunder atau tersier.


                      b. Faringitis tuberklosis

                              Faringitis tuberklosis merupakan proses skunder dari dari
                     tuberklosis paru. Pada infeksi kuman tahan asam jenis bovinum
                     dapat timbul tuberklosis faring primer. Cara infeksi eksogen yaitu
                     kontak dengan seputum yang mengandung kuman atau inhalasi
                     kuman maupun udara.Cara infeksi endogen yaitu penyebaran
                     melalui darah pada tuberklosis miliaris. Bila infeksi timbul secara
                     hematogen maka tonsil dapat terkena opada kedua sisi dan lesi
                     sering ditemukan pada dinding posterior faring, arkus faring
                     anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole dan palatum
                     durum.

Tonsilitis
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakann bagian dari cincin
Waldeyer.Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat rongga
mulut yaitu tonsil fariingeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual
(tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/gerlach’s
tonsil).
A. Tonsilitis Akut
    1. Tonsilitis viral
           Gejala tonsillitis viral lebih menyerupai common could yang disertai rasa
    nyeri tenggorok. Penyebab yang sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus
influenza merupakan penyebab tonsillitis akut Supuratif. Jika terjadi infeksi
   virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka
   kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri yang dirasakan pasien.
   2. Tonsilitis bacterial
       Gejala dan tanda masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering
   ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri menelan, demam dengan suhu tubuh
   yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri
   ditelinga(otalgia). Rasa mnyeri ditelinga ini karena nyeri alih melalui saraf N.
   Glosofaringeus (N. IX).Pada pemeriksaan tonsil tampak tonsil membengkak,
   hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup poleh
   membran semu.
B. Tonsilitis membranosa
          Penyakit yang termasuk dalam golongan tonsillitis septik(Septic sore
   throat), (c) Angina Plaut Vincent. (d) Penyakit kelainan darah seperti leukemia
   akut, anemia pernisiosa, neutron maligna serta infeksi mono-nukleosis., (e) proses
   spesifik lues dan tuber- kulosis, (f) infeksi jamur monoliasis, aktinomikosis dan
   blastomikosis, (g) infeksi virus morbili, pertusis dan skarlatina.
   1. Tonsilitis difteri
          Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi pada
      bayi dan anak. Penyebab tonsiilitis difteri adalah kuman coryne bacterium
      diphteriae, kuman yang termasuk Gram positif dan hidung di saluran nafas
      bagian atas yaitu hidung, faring dan laring. Tidak semua orang yang terinfeksi
      oleh kuman ini akan menjadi sakit. Keadaan ini tergantung pada titer
      antitoksin dalam darah seseorang. Titer anti toksin sebesar 0,03 saluran per/cc
      darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Hal inilah yang di
      pakai pada test Schick.
          Tonsilitis difteri sering ditemukan anak berusia kurang dari 10 tahun dan
      frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih
      mungkn masih menderita penyakit ini.
      Gejala dan tanda
Gambaran klinik dibagi dalam tiga golongan yaitu gelaj umum, gejala
   local daan gejala akibat eksotoksin.
   a. Gejala umum, seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu
       tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak napsu makan, badan lemah,
       nadi lambat serta keluhan nyeri menelan
   b. Gejala local, yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak
       putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk
       membrane semu. Membrane ini dapat meluas ke platum mole, uvula,
       nasofaring, laring, trakea, dan brongkus dan dapat menyunbat saluran
       napas. Membrane semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila
       diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila
       infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak
       sedemikan besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck), atau
       disebut juga Burgemeester’s hals.
   c. Gejala akibat eksotoksin, yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan
       menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi
       niokarditis sampai decompensatio cordis, mengenai saraf cranial
       menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan dan pada
       ginjal menimbulkan albuminuria.
2. Tonsilitis Septik
       Penyebab dari tonsillitis septic ialah Streptop kokus hemolitikus yang
   terdapat dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemi. Oleh karena di
   Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan cara pasteurisasi sebelum di minum
   maka penyakit ini jarang ditemukan.
3. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseros membranosa)
       Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang
   didapatkan pada penderita dengan hygiene mulut yang kurang dan defisiensi
   vitamin C.
   Gejala
Demam sampai 390C, nyeri kepala, badan lemah dan kadang-kadang
       terdapat gangguan pencernaan.Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi
       mudah berdarah.
   4. Penyakit kelainan darah
          Tidak jarang tanda pertama leukemia akut, angina agranulositosis dan
       infeksi mononucleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membrane
       semu. Kadang-kadang terdapat pendarahan di selaput lender, mulut dan faring
       serta membesaran kelenjar submandibula.
       a. Leukemia akut, gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan
          dimukosa mulut, gusi dan dibawah kuulit sehingga kulit tampak bercak
          kebiruan. Tonsil membengkak ditutupi membrane semu tetapi tidak
          hiperemis dan rasa nyeri yang hebat di tenggorok.
       b. Angina agranulositoosis
          Penyebabnya adalah keracunan obat dari golongan obat abinopirin, sulfa
          dan arsen. Pada pemeriksaan tampak ulkus di mukosa mulut dan faring
          serta di sekitar ulkus tampak gejala radang. Ulkus ini juga dapat
          ditemukan di genitalia dan saluran cerna.
       c. Infeksi mononucleosis
          Pada penyakit ini terjadi tonsilo faringitis ulsero yang menutupi ulkus
          mudah diangkat tanpa timbul pendarahan.Terdapat pembesaran kelenjar
          limfa leher, ketiak dan regioinguinal.Gambaran darah khas yaitu terdapat
          leukosit mononukleus dalam jumlah yang besar. Tanda khas yang lain
          ialah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terdapap sel darah
          domba(reaksi Paul Bunnel).
C. Tonsilitis Kronik
   Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kroniik adalah rangsangan yang menahun
   dari rokok beberapa jenis makanan hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
   kelelahan fisik, dan pengobatan tonsillitis akut yyang tidak adekuat. Kuman
   penyebabnya sama dengan tonsiilitis akut tetapi kadang-kadang kuman menjadi
   kuman golongan Gram negative.
   Patologi
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid
diganti oleh garingan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti
melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus
sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan
jaringan di sekitar fosa tonsiliaris. Pada anak proses ini disertai        dengan
pembesaran kelenjar submandibula.
Gejala dan tanda
    Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak
rata, kriptus melebar dan bebrapa kripti terrisi oleh detritus.Rasa ada yang
menganjal di tenggorok, dirasakan kering di tenggorok dan nafas berbau.


Hipertropi Adenoid
       Aenoid adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terletak
diding posterior nasofaring, termasuk dalam rangkaian cincin Waldeyer. Secara
fisiologi adenoid ini membesar pada anak 3 tahun dan kemudian mengecil dan
hilang sama sekali pada usia 14 tahun. Bila sering terjadi infeksi saluran nafas
bagian atas, maka akan terjadi hipertropi adenoid. Akibat fdari hhipertropi ini
akan timbul sumbatan koana dan sumbatan tuba Eustachius.
       Akibat sumbatan koana, pasien akan bernafas melaui mulut sehingga
terjadi , (a) Fasies adenoid yaitu tampak hidung kecil, gigi insisivus
kedepan(prominem), arkus faring tinggi yang menyebabkan kesan wajah pasien
tampak seperti orang bodoh,(b) Faringitis dan brongkitis, (c) Gangguan ventilasi
dan dreinase sinus paranasal sehingga menimbulakan sinusitis kronik. Akibat
sumbatan Tuba Eustachius akan terjadi otitis media akut berulang, otitis medaia
kronik dan akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif kronik. Akibat hipertropi
adenoid juga akan menimbulkan gangguan tidur, tidur ngorok, retardasi mental
dan pertumbuhan.
3. Patofisiologi gangguan THT
   a. Otitis Media Akut
      PATOFISIOLOGI
         Otitis Media Akut (OMA) biasanya disebabkan karena adanya komplikasi dari
      infeksi saluran pernafasan bagian atas.Sekresi dan inflamasi dari infeksi saluran
      pernafasan bagian atas ini dapat menyebabkan terjadnya oklusi tuba Eustachii.
      Normalnya, mukosa dari telinga bagian tengah mengabsorpsi udara di liang telinga
      bagian tengah. Jika udara tersebut tidak terabsorpsi karena adanya obstruksi tuba
      Eustachii, maka akan timbul suatu tekanan negativeyang menyebabkan terjadinya
      suatu produksi secret yang serous. Sekret di telinga bagian tengah ini merupakan
      media yang baik bagi pertumbuhan bakteri dan mikroba.Dan dengan adanya infeksi
      saluran pernafasan bagian atas, memudahkan masuknya virus atau bakteri ke telinga
      tengah. Jika pertumbuhannya cepat, maka hal ini akan menyebabkan terjadinya
      infeksi telinga bagian tengah. Jika infeksi dan inflamasi ini terjadi secara terus
      menerus, hal ini dapat menyebabkan perforasi pada membran thympani
Komplikasi dari infeksi saluran pernapasan atas


                           Tuba eusthachii disfungsi
                                  ( obstruksi )


                            Udara tidak terabsorpsi


                            Tekanan (-) di telinga tengah

Produksi secret



                                  Virus / bakteri masuk


                                    Infeksi telinga tengah

                                     ( inflamasi )

                             Perforasi pada membrane timpani

                             Kehilangan pendengaran konduktif

Nyeri akibat

inflamasi                    Perubahan persepsi sensori
b. Faringitis



    PARINGITIS           Infflamasi

Demam                                 Edema mukosa                        Batuk
                                                          Mukosa
                         Nyeri                           Kemerahan

                            2
                                                                          5
    Penguapan
                                              Gangguan Menelan
                                               Kesulitan
                                                         nutrisi           Sputum
                                                                           mukosa
                 1                                   3


Resti defisit volume cairan
                                                                     Pembersihan
                                                                     jl nafas tidak
Droplet  4          Resti penularan                                 efektif


      Kurangnya pengetahuan
6
c. Patofisiologi tonsilitis



               Bakteri                                          Virus

     (dalam udara & makanan)                         (dalam udara & makanan)


                           Peradangan tonsil                   Prod. Secret berlebih



                             Tonsillitis
                                                      Bersihan jln nafas tidak efektif


 Pembesaran tonsil
                                                   Peningkatan suhu tubuh


Benda asing di jln nafas
                                                         Diprose
                                                         s

       Obst. Jln nafas
                                                            Kekurangan vol. cairan


                                     Obs. mekanik
                                                                    Gangguan rasa
                                                                    nyaman (nyeri)


     Bersihan jln nafas tdk efektif         Resiko kerusakan
                                                menelan

         Tonsilektomi


                                                        anoreksia

Kurang pemahaman             Resiko
                             perdarahan
                                                            Resiko perub. Nutrisi
                                                            kurang dari kebutuhan
Kurang pengetahuan           Darah di sal. nafas



                         Bersihan jln nafas tidak efektif
d. Sinusitis
   PATOFISIOLOGI
      Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-astium sinus dan lancarnya
   klirens mukosiliar (muccociary clearance) di dalam KOM. Mucus juga mengandung
   substansi antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan
   tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
      Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema,
   mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergeral dan
   ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative di dalam rongga sinus yang
   menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous . kondisi ini bisa dianggap
   sebagai ninosinitis non-bakterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa
   pengobatan.
      Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan media
   baik untuk tumbuhnya dan multipikasi bakteri.Secret menjadi purulen.Keadaan ini
   disebut sebagai rinosinisitis akut bacterial dan memerlukan terapi antibiotic.
      Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi) inflamasi
   berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin
   membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya
   perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid, atau pembentukan polip
   dan kista.
      Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut
   adalah streptococcus pneumonia (30-50%).Hemophylus influenza 920-40%) dan
   Moraxella catarrahalis (4%).Pada anak, M.Catarrhalis lebih banyak ditemukan
   (20%).
      Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih berperan tetapi umumnya bakteri
   yang ada lebih condong kea rah bakteri gram negative dan anaerob.
4. Jenis-jenis pemeriksaan pada THT
   TELINGA
   Anamnesis
       Anamnesis yang terarah diperlukan untuk menggali lebih dalam dan lebih luas
   keluhan utama pasien. Keluhan utama telinga dapat berupa:
   1) Gangguan pendengaran/pekak (tuli)
   2) Suara berderimg/berdengung (tinitus)
   3) Rasa pusing yang berputar (vertigo)
   4) Rasa nyeri didalam telinga (otalgia)
   5) Keluar cairan dari telinga(otore)

   Pemeriksaan telinga

         Alat yang diperlukan untuk pemeriksaan telinga adalah lampu kepala, corong
   telinga, otoskop, pelilit kapas, pengait serumen, pinset telinga dan garpulata. Pasien
   dengan posisi badan condong sedikit kedepan dan kepala lebih tinggi sedikit dari kepala
   pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membrane timpani. Mula-mula
   dilihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun telinga (retro-aurikuler)
   apakah terdapat tanda peradangan atau sikatriks bekas operasi. Dengan menarik daun
   telinga ke atas dan ke belakang, liang telinga menjadi lebih lurus dan akan
   mempermudah untuk melihat keadaan liang telinga dan membrane timpani. Pakailah
otoskop untuk melihat lebih jelas bagian-bagian membrane timpani.Otoskop dipegang
dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan pasien dan dengan tangan kiri bila
memeriksa telinga kiri.Supaya posisi otoskop ini stabil maka jari kelingking tangan yang
memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien.

       Bila terdapat serumen dalam liang telinga yang menyumbat maka serumen ini
harus dikeluarkan. Jika konsistensinya cair dapat dengan kapas yang dililitkan, bila
konsistensinya lunak atau liat dapat dikeluarkan dengan pengait dan bila berbentuk
lempengan dapat dipegang dan dikeluarkan dengan pinset. Jika serumen ini sangat keras
dan menyumbat seluruh liang telinga maka lebih baik dilunakkan dulu dengan minyak
atau korbagliserin.

       Uji pendengaran dilakukan dengan memakai garputala dan dari hasil pemeriksaan
dapat diketahui jenis ketulian apakah tuli konduktif atau tuli perseptif (sensorineural).Uji
penala yang dilakukan sehari-hari adalah uji pendengaran Rinne dan Weber.Uji rinne
dilakukan dengan menggetarkan garputala 512 Hz dengan jari atau mengetukkannya
pada siku dan lutut pemeriksa.Kaki garputala tersebut diletakkan pada tulang mastoid
telinga yang diperiksa selama 2-3 detik. Kemudian dipindahkan ke depan liang telinga
selama 2-3 detik. Pasien menentukan ditempat mana yang terdengar lebih keras. Jika
bunyi terdengar lebih keras bila garputala diletakkan di depan liang telinga berarti
telinga yang diperiksa normal atau menderita tuli sensorineural. Keadaan seperti ini
disebut rinne positif.Bila bunyi yang terdengar lebih keras di tulang mastoid, maka
telinga yang diperiksa menderita tuli konduktif dan biasanya lebih dari 20 dB.Hal ini
disebut rinne negative.

       Uji weber dilakukan dengan meletakkan kaki penala yang telah digetarkan pada
garis tengah wajah atau kepala.Ditanyakan pada telinga mana yang terdengar lebih
keras.Pada keadaan normal pasien mendengar suara di tengah atau tidak dapat
membedakan telinga mana yang mendengar lebih keras.Bila pasien mendengar lebih
keras pada telinga yang sehat (lateralisasi ke telinga yang sehat) berarti pasien yang sakit
menderita tuli sensorineural.Bila pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sakit
(lateralisasi ke telinga yang sakit) berarti telinga yang sakit menderita tuli konduktif.
HIDUNG

Keluhan utama penyakit atau kelainan di hidung adalah

   1) Sumbatan hidung
   2) Sekret di hidung dan tenggorokan
   3) Bersin
   4) Rasa nyeri di daerah muka dan kepala
   5) Perdarahan dari hidung dan
   6) Gangguan penghidu

Pemeriksaan hidung

       Bentuk luar hidung diperhatikan apakah ada deviasi atau depresi tulang
hidung.Adakah pembengkakan di daerah hidung dan sinus paranasal.Dengan jari dapat
dipalpasi adanya krepitasi tulang hidung pada fraktus os nasal atau rasa nyeri tekan pada
peradangan hidung dan sinus paranasal. Memeriksa rongga hidung bagian dalam dari
depan disebut rinoskop anterior. Diperlukan spekulum hidung.Pada anak dan bayi
kadang-kadang tidak diperlukan.Otoskop dapat dipergunakan untuk melihat bagian
dalam hidung terutama untuk mencari benda asing.Spekulum dimasukkan ke dalam
lubang hidung dengan hati-hati dan dibuka setelah spekulum berada di dalam dan waktu
mengeluarkannya jangan ditutup dulu di dalam, supaya bulu hidung tidak
terjepit.Vestibulum hidung, septum terutama bagian anterior, konka inferior, konka
media, konka superior serta meatus sinus paranasal dan keadaan mukosa rongga hidung
harus diperhatikan. Begitu juga rongga hidung sisi lain. Kadang-kadang rongga hidung
ini sempit karena adanya edema mukosa. Pada keadaan seperti ini untuk melihat organ-
organ yang disebut di atas lebih jelas perlu dimasukkan tampon kapas adrenalin
pantokain beberapa menit untuk mengurangi edema mukosa dan menciutkan konka,
sehingga rongga hidung lebih lapang.

       Untuk melihat bagian belakang hidung dilakukan pemeriksaan rinoskopi posterior
sekaligus untuk melihat keadaan nasofaring. Untuk melakukan pemeriksaan rinoskopi
posterior diperlukan spatula lidah dan kaca nasofaring yang telah dihangatkan dengan api
lampu spiritus untuk mencegah udara pernapasan mengembun pada kaca. Sebelum kaca
ini dimasukkan, suhu kaca dites dulu dengan menempelkannya pada kulit belakang
tangan kiri pemeriksa.Pasien diminta membuka mulut, lidah dua pertiga anterior ditekan
dengan spatula lidah.Pasien bernafas dengan mulut supaya uvula terangkat ke atas dan
kaca nasofaring yang menghadap ke atas dimasukkan melalui mulut, ke bawah uvula
sampai nasofaring. Setelah kaca berada di nasofaring pasien diminta bernapas bisa
melalui hidung, uvula akan turun kembali dan rongga nasofaring terbuka. Mula-mula
diperhatikan bagian belakang septum dan koana. Kemudian kaca diputar ke lateral sedikit
untuk melihat konka superior, konka media dan konka inferior serta meatus superior dan
meatus media. Kaca diputar lebih ke lateral lagi sehingga dapt diidentifikasi torus
tubarius, muara tuba Eustachius dan fosa Rossenmuler, kemudian kaca diputar ke sisi
lainnya. Daerah nasofaring lebih jelas terlihat bila pemeriksaan dilakukan dengan
memakai nasofaringoskop.

        Udara melalui kedua lubang hidung lebih kurang sama dan untuk mengujinya
dapat dengan cara meletakkan spatula lidah dari metal di depan kedua lubang hidung dan
membandingkan kiri dan kanan.

Pemeriksaan sinus paranasal

        Dengan inspeksi, palpasi dan perkusi daerah sinus paranasal serta pemeriksaan
rinoskopi    anterior   dan    posterior   saja,   diagnosis   kelainan    sinus   sulit
ditegakkan.Pemeriksaan transiluminasi mempunyai manfaat yang sangat terbatas dan
tidak   dapat   menggantikan    peranan    pemeriksaan   radiologik.Pada   pemeriksaan
transiluminasi sinus maksila dan sinus frontal, dipakai lampu khusus sebagai sumber
cahaya dan pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang gelap.Transiluminasi sinus
maksila dilakukan dengan memasukkan sumber cahaya ke rongga mulut dan bibir
dikatupkan sehingga sumber cahaya tidak tampak lagi.Setelah beberapa menit tampak
daerah infra orbita terang seperti bulan sabit.Untu pemeriksaan sinus frontal, lampu
diletakkan di daerah bawah sinus frontal dekat kantus medius dan di daerah sinus frontal
tampak cahaya terang.

        Pemeriksaan radiologik untuk menilai sinus maksila dengan posisi Water, sinus
frontalis dan sinus etmoid dengan posisi postero anterior dan sinus sphenoid dengan
posisi lateral.Untuk menilai kompleks osteomeatal dilakukan pemeriksaan dengan CT
  scan.

  FARING DAN RONGGA MULUT

  Keluhan kelainan di daerah faring umumnya adalah

      1) Nyeri tenggorok
      2) Nyeri menelan (odinofagia)
      3) Rasa banyak dahak ditenggorok
      4) Sulit menelan (disfagis)
      5) Rasa ada yang menyumbat atau mengganjal.

  Pemeriksaan faring dan rongga mulut

          Dengan lampu kepala yang diarahkan ke rongga mulut, dilihat keadaan bibir,
  mukosa rongga mulut, lidah dan gerakan lidah.Dengan menekan bagian tengah lidah
  memakai spatula lidah maka bagian-bagian rongga mulut lebih jelas terlihat.Pemeriksaan
  dimulai dengan melihat keadaan dinding belakang faring serta kelenjar limfanya, uvula,
  arkus faring serta gerakannya, tonsil, mukosa pipi, gusi dan gigi geligi.

          Palpasi rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor, kista dan lain-lain.
  Apakah ada rasa nyeri di sendi temporo mandibula ketika membuka mulut.



5. Penatalaksanaan dari gangguan THT

  Colme tetes telinga

  Indikasi:

  Pengobatan infeksi superfisial pada telinga luar oleh bakteri Gram-negatif dan
  Gram-positif yangpeka terhadap Chloramphenicol.
Kontra Indikasi:

       Penderita yang hipersensitif terhadap Chloramphenicol dan Lidocaine.- Perforasi
       membran timpani.

Komposisi:

       Chloramphenicol (10%)

       Lidocaine (4%)

Khasiat:

Chloramphenicol         merupakan      antimikroba       spektrum      luas    yang     aktif
terhadapbakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif.Mekanisme kerjanya adalah
menghambat sintesis protein sel mikroba.

Efek Samping:

Iritasi local seperti gatal- gatal, rasa terbakar, urtikaria, dermatitis vesicular, dermatitis
makulopapular

Peringatan/Perhatian:

Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan dari
mikroorganisme yang tidak peka termasuk fungi, bila terjadi superinfeksi pengobatan
dihentikan.Hanya bermanfaat untuk infeksi yang sangat superfisial, infeksi dalam
memerlukan terapi sistemik.
Hati-hati penggunaan pada penderita dengan otitis media supuratif kronis.

Aturan Pakai:

Dewasa dan anak-anak:2 - 3 tetes, 2 - 3 kali sehari.

Penyimpanan: derajat. Celsius

Wadah disimpan dalam kondisi tertutup rapat dan hinari terjadinya kontaminasi dari
jangkauan anak-anak.Simpan di bawah 25 derajat.Celsius terlindung dari cahaya
matahari.Jangan disimpan dalam lemari pembeku.

ERLAMYCETIN Tetes Telinga




Indikasi:

Infeksi superfisial pada telinga luar oleh kuman gram positif atau gram negative yang
peka terhadap chloramphenicol

Kontra Indikasi:

           Bagi penderita yang sensitif terhadap Chloramphinicol.- Perforasi membran
           timpani.

Komposisi:

Tetes telinga erlamycetin mengandung 1 % chloramphenicol base di dalam larutan tetes
telinga.

Aksi dan Pemakaian:

Sebagai        broad   spektrum    antibiotika,        bekerja   sebagai    bakteriostatik
terhadapbeberapa species dan pada keadaan tertentu bekerjanya sebagai bakterisid.
Cara Pemakaian:

Teteskan de dalam lubang telinga 2-3 tetes, 3 kali sehari atau menurut petunjuk dokter.

Peringatan dan Perhatian:

Hindarkan penggunaan jangka lama karena dalam meransang hipersensitivitas oleh
kuman yang resisten.Obat tetes ini hanya untuk infeksi yang sangat superfisial.Infeksi
yang dalam memerlukan terapi sistemik.

Efek samping:

Iritasi lokal, seperti gatal, rasa panas, dermatitis vesikuler dan mukolopapular.

Penyimpanan:

Simpan di tempat yang sejuk, kering dan terlindung dari cahaya.




Ear Wax Removal Kit

Peroksida carbamide

Indikasi :

Ear wax removal kit digunakan untuk mengobati penumpukan kotoran telinga oleh
pelunakan, melonggarkan dan menghapuskan telinga tersebut

Penyimpanan :

Simpan pada suhu antara 2 hingga 30 serjat celcius dan hindari terkena sinar matahari
secara langsung.
Overdosis

       Jika terjadi overdosis, segera hubungi dokter dan bawa ke rumah sakit terdekat.
       Ear Wax Removal Kit berbahaya jika tertelan. Menggunakan Ear Wax Remonal
       Gunakan Ear Wax Removal Kit untuk telinga, gunakan 2 kali sehari atau dengan
       petunjuk dokter.
       Jangan gunakan Ear Wax Removal Kit lebih dari 4 hari.
       Untuk lebih aman, biarkan orang lain yang membantu anda untuk menggunakan
       obat tersebut.
       Untuk     menghindari   kontaminasi,    jangan   menyentuh    ujung    pipet     atau
       membiarkannya menyentuh telinga anda atau permukaan lainnya.
       Berbaring di samping atau memiringkan telinga dala pemakaian
       obatselama 2 menit.
       Jangan bilas pipet dan tutup obat penetes setelah menggunakannya.

Efek samping :

       Telinga drainase, sakit telinga, iritasi atau ruam di telinga, serta
       dapatterjadi pusing
       Hubungi dokter jika terjadi efek samping
       Ear Wax Removal Kit dapat menyebabkan bunyi berderak di telinga.
       Efek ini bersifat sementara dan tidak berbahaya karena obat berbuih dan
       melonggarkan kotoran telinga tersebut

Peringatan :

       Beritahu dokter riwayat kesehatan anda, termasuk: alergi, masalah telinga lainnya
       (misalnya, berlubang atau rusak gendang telinga, infeksi telinga/luka operasi)
       Katakan kepada dokter Anda jika Anda sedang hamil sebelum menggunakanEar
       Wax Removal Kit.
Interaksi Obat :

       Beritahu dokter anda dari semua obat resep dan nonprescription, anda
dapatmenggunakan, khususnya dari: obat telinga yang lain.Jangan memulai atau
menghentikan obat apapun tanpa persetujuan d okter atau apoteker.

OFLOKSASIN




Indikasi

Digunakan untuk infeksi telinga tengah dan infeksi telinga luar (telinga perenang)

Kontraindikasi

Anda tidak harus menggunakan obat ini jika anda memiliki reaksi alergi terhadap
ofloksasinatau antibiotic yang sam seperti siprofloksasin, gatifloksasin, levofloxacin,
ciloxan, cipro, levaquin, atau tequin

Cara Menggunakan Obat :

       Dokter anda akan memberitahu anda berapa banyak obat ini untuk digunakan dan
       seberapa sering.
       Jangan menggunakan obat lebih banyak atau menggunakannya lebih sering dari
       sering dokter anda memberitahu anda
       Gunakan obat ini hanya di telinag anda. Janagn menelan obat dan jangan
       menaruhnya dimatamu.
       Cuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan setelah menggunakan obat ini.
       Bersihkan perlahan telinga jika ada kotoran apapun. Berhati-hati untuk menaruh
       kapas atau apapun di dalam telinga.
THT
THT
THT
THT
THT
THT
THT
THT
THT
THT
THT
THT
THT

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Was ist angesagt? (18)

Anis furunkel AKPER PEMKAB MUNA
Anis furunkel AKPER PEMKAB MUNAAnis furunkel AKPER PEMKAB MUNA
Anis furunkel AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep oma omk
Askep oma omkAskep oma omk
Askep oma omk
 
Anatomi telinga tengah ruptur mt oma
Anatomi telinga tengah ruptur mt omaAnatomi telinga tengah ruptur mt oma
Anatomi telinga tengah ruptur mt oma
 
Otitis eksterna
Otitis eksternaOtitis eksterna
Otitis eksterna
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akut
 
Askep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUN
Askep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUNAskep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUN
Askep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUN
 
Kuliah otologi (1)
Kuliah otologi (1)Kuliah otologi (1)
Kuliah otologi (1)
 
Otitis media akut
Otitis  media  akutOtitis  media  akut
Otitis media akut
 
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Peradangan Pada Telinga (Otitis Media)
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan  Peradangan Pada Telinga (Otitis Media)Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan  Peradangan Pada Telinga (Otitis Media)
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Peradangan Pada Telinga (Otitis Media)
 
Otitis Media Akut
Otitis Media AkutOtitis Media Akut
Otitis Media Akut
 
Otitis media akut
Otitis media akutOtitis media akut
Otitis media akut
 
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA
Askep pada otitis eksterna atau furunkel AKPER PEMKAB MUNA
 
Peradangan telinga tengah
Peradangan telinga tengahPeradangan telinga tengah
Peradangan telinga tengah
 
Lapsus mely
Lapsus melyLapsus mely
Lapsus mely
 
Omsk
OmskOmsk
Omsk
 
Ompa
OmpaOmpa
Ompa
 
Askep gangguan pendengaran
Askep gangguan pendengaranAskep gangguan pendengaran
Askep gangguan pendengaran
 
OMA OMSK
OMA OMSKOMA OMSK
OMA OMSK
 

Andere mochten auch

Andere mochten auch (20)

Sinutsitis AKPER PEMKAB MUNA
Sinutsitis  AKPER PEMKAB MUNA Sinutsitis  AKPER PEMKAB MUNA
Sinutsitis AKPER PEMKAB MUNA
 
Tamponade Jantung
Tamponade JantungTamponade Jantung
Tamponade Jantung
 
Sap yiyik
Sap yiyikSap yiyik
Sap yiyik
 
AOS Review of Otorrhea Microbiology vfinal
AOS Review of Otorrhea Microbiology vfinalAOS Review of Otorrhea Microbiology vfinal
AOS Review of Otorrhea Microbiology vfinal
 
Csf oto.pptx1
Csf oto.pptx1Csf oto.pptx1
Csf oto.pptx1
 
Istilah keperwatan
Istilah keperwatanIstilah keperwatan
Istilah keperwatan
 
Crs minggu 2 kelompok 2
Crs minggu 2 kelompok 2Crs minggu 2 kelompok 2
Crs minggu 2 kelompok 2
 
Penyakit Meniere
Penyakit MenierePenyakit Meniere
Penyakit Meniere
 
237346908 case
237346908 case237346908 case
237346908 case
 
ALAT OPTIK FISIKA SMA
ALAT OPTIK FISIKA SMAALAT OPTIK FISIKA SMA
ALAT OPTIK FISIKA SMA
 
Case eki 1 sle fix ya
Case eki 1 sle fix yaCase eki 1 sle fix ya
Case eki 1 sle fix ya
 
Askep serumen
Askep serumenAskep serumen
Askep serumen
 
pening palakpening palakpening palak
pening palakpening palakpening palakpening palakpening palakpening palak
pening palakpening palakpening palak
 
Ablasio retina AKPER PEMKAB MUNA
Ablasio retina  AKPER PEMKAB MUNA Ablasio retina  AKPER PEMKAB MUNA
Ablasio retina AKPER PEMKAB MUNA
 
Nefritis lupus
Nefritis    lupusNefritis    lupus
Nefritis lupus
 
Cap Sinusitis Pharyngitis Im0306.Ppt
Cap Sinusitis Pharyngitis Im0306.PptCap Sinusitis Pharyngitis Im0306.Ppt
Cap Sinusitis Pharyngitis Im0306.Ppt
 
Kb 1 asuhan pada pasien pre atau pos operasi
Kb 1 asuhan  pada pasien pre atau pos operasiKb 1 asuhan  pada pasien pre atau pos operasi
Kb 1 asuhan pada pasien pre atau pos operasi
 
Woc ablasio retina
Woc ablasio retinaWoc ablasio retina
Woc ablasio retina
 
Case report-rinitis-alergi
Case report-rinitis-alergiCase report-rinitis-alergi
Case report-rinitis-alergi
 
Makalah Hidung buntu
Makalah Hidung buntu Makalah Hidung buntu
Makalah Hidung buntu
 

Ähnlich wie THT

Ähnlich wie THT (20)

Vertigo
VertigoVertigo
Vertigo
 
Ringkasan Materi Telinga
Ringkasan Materi TelingaRingkasan Materi Telinga
Ringkasan Materi Telinga
 
Anatomi sistem pendengaran
Anatomi sistem pendengaranAnatomi sistem pendengaran
Anatomi sistem pendengaran
 
OMSK
OMSKOMSK
OMSK
 
Anatomi fisiologi telinga
Anatomi fisiologi telingaAnatomi fisiologi telinga
Anatomi fisiologi telinga
 
Anatomi sistem pendengaran
Anatomi sistem pendengaranAnatomi sistem pendengaran
Anatomi sistem pendengaran
 
Indera Pendengaran (Telinga)
Indera Pendengaran (Telinga)Indera Pendengaran (Telinga)
Indera Pendengaran (Telinga)
 
pilek
pilekpilek
pilek
 
Tugas Biologi kelas IX
Tugas Biologi kelas IXTugas Biologi kelas IX
Tugas Biologi kelas IX
 
indera pendengaran
indera pendengaranindera pendengaran
indera pendengaran
 
298411631-HISTOLOGI-TELINGA.ppt
298411631-HISTOLOGI-TELINGA.ppt298411631-HISTOLOGI-TELINGA.ppt
298411631-HISTOLOGI-TELINGA.ppt
 
Materi Psikologi Faal Pertemuan 5
Materi Psikologi Faal Pertemuan 5Materi Psikologi Faal Pertemuan 5
Materi Psikologi Faal Pertemuan 5
 
Indera manusia telinga (biologi)
Indera manusia telinga (biologi)Indera manusia telinga (biologi)
Indera manusia telinga (biologi)
 
refarat tes fungsi pendengaran
refarat tes fungsi pendengaranrefarat tes fungsi pendengaran
refarat tes fungsi pendengaran
 
Indra Pendengaran
Indra PendengaranIndra Pendengaran
Indra Pendengaran
 
Sistem Koordinasi manusia (Telinga)
Sistem Koordinasi manusia (Telinga)Sistem Koordinasi manusia (Telinga)
Sistem Koordinasi manusia (Telinga)
 
Anatomi Telinga.pptx
Anatomi Telinga.pptxAnatomi Telinga.pptx
Anatomi Telinga.pptx
 
Mengenal indra pembau
Mengenal indra pembauMengenal indra pembau
Mengenal indra pembau
 
Organ Sistem Pendengaran
Organ Sistem PendengaranOrgan Sistem Pendengaran
Organ Sistem Pendengaran
 
Tugas kelompok biologi bab telinga ms 2007
Tugas kelompok biologi bab  telinga  ms 2007Tugas kelompok biologi bab  telinga  ms 2007
Tugas kelompok biologi bab telinga ms 2007
 

THT

  • 1. Modul II Skenario: Telinga berair An. Z, 10 th, mengunjungi poliklinik THT dengan keluhan utama telinga berair disertai demam, keadaan ini dialami sejak 1 minggu yang lalu. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya.Klien mengatakan nyeri pada saat menelan, ibu klien mengatakan nyeri pada saat menelan.Ibu klien mengatakan anaknya sering mengalami pilek yang berkepanjangan.Dari hasil pemeriksaan telinga ditemukan bahwa klian mengalami penurunan fungsi pendengaran, tonsil bengkak. A. Kata Kunci: Umur 10 tahun Telinga berair Demam Dialami sejak 1 minggu yang lalu Tidak ada riwayat trauma Nyeri pada saat menelan Sering mengalami pilek yang berkepanjangan Penurunan fungsi pendengaran Tonsil bengkak
  • 2. B. Topic tree THT (Telinga Hidung Tenggorokan ) Pemeriksaan Anatomi fisiologi Gangguan THT Pemeriksaan fisik Etiologi Pemeriksaan diagnostik Patofisiologi Pemeriksaan Lab. Manifestasi klinik Penatalaksaan  Farmako  Non farmako Askep C. Pertanyaan penting 1. Jelaskan anatomi fisiologi THT (Telinga Hidung Tenggorokan)! 2. Jelaskan macam-macam gangguan THT (Telinga Hidung Tenggorokan)! 3. Jelaskan patofisiologi gangguan THT (Telinga Hidung Tenggorokan)! 4. Jelaskan jenis-jenis pemeriksaan pada THT! 5. Jelaskan penatalaksanaan dari gangguan THT! 6. Jelaskan AKSEP dari gangguan THT sesuai skenario! D. Jawaban pertanyaan penting 1. Anatomi fisiologi Anatomi dan Fisiologi Telinga Anatomi telinga dibagi atas telinga luar,telinga tengah,telinga dalam: a) Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran tympani. Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit. Daun
  • 3. telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga (meatus akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen(modifikasikelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi.
  • 4. Gambar 2.1: Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Potongan Frontal Telinga b) Telinga Tengah Telinga tengah berbentuk kubus dengan :  Batas luar : Membran timpani  Batas depan : Tuba eustachius  Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)  Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.  Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )  Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal,kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval window),tingkap bundar (round window) dan promontorium. Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane propia). Pars
  • 5. flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut umbo. Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut,sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut.Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani. Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan . Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara. maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.
  • 6. Gambar 2.2 : Membran Timpani1,2,3 Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius (tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran tympani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama antara permukaan dalam dan permukaan luar membran tympani. c) Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.Ujung atau puncak koklea disebut holikotrema,menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala
  • 7. timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.
  • 8. Gambar2.3 : Gambar labirin bagian membrane labirin bagian tulang, Telinga Dalam Koklea bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia panjangnya 35mm. koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali putaran yang mengelilingi sumbunya. Sumbu ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari pembuluh darah dan saraf. Ruang di dalam koklea bagian tulang dibagi dua oleh dinding (septum). Bagian dalam dari septum ini terdiri dari lamina spiralis ossea. Bagian luarnya terdiri dari anyaman penyambung, lamina spiralis membranasea. Ruang yang mengandung perilimf ini dibagi menjadi: skala vestibule (bagian atas) dan skala timpani (bagian bawah). Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea. Tempat ini dinamakan helicotrema. Skala vestibule bermula pada fenestra ovale dan skala timpani berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari pertemuan antara lamina spiralis membranasea kearah perifer atas, terdapat membrane yang dinamakan membrane reissner. Pada pertemuan kedua lamina ini, terbentuk saluran yang dibatasi oleh: 1. membrane reissner bagian atas 2. lamina spiralis membranasea bagian bawah 3. dinding luar koklea saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membrane yang berisi endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum spiralis.disini, terdapat stria vaskularis, tempat terbentuknya endolimf. Gambar2.4 :Koklea
  • 9. Didalam lamina membranasea terdapat 20.000 serabut saraf.Pada membarana basilaris (lamina spiralis membranasea) terdapat alat korti.Lebarnya membrane basilaris dari basis koklea sampai keatas bertambah dan lamina spiralis ossea berkurang.Nada dengan frekuensi tinggi berpengaruh pada basis koklea.Sebaliknya nada rendah berpengaruh dibagian atas (ujung) dari koklea. GAMBAR 2.5 : Organ korti 2,3 Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membrane, yaitu membrane tektoria. Membrane ini berpangkal pada Krista spiralis dan berhubungan dengan alat persepsi pada alat korti. Pada alat korti dapat ditemukan sel-sel penunjang, sel-sel persepsi yang mengandung rambut. Antara sel-sel korti ini terdapat ruangan (saluran) yang berisi kortilimf. Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan peralatan duktus reunions. Bagian dasar koklea yang terletak pada dinding medial cavum timpani menimbulkan penonjolan pada dinding ini kearah cavum timpani. Tonjolan ini dinamakan promontorium. Vestibulum Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang juga berisi perilimf. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang (foramen ovale) yang berhubungan dengan membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot plate) dari stapes. Di dalam vestibulum, terdapat gelembung-gelembung bagian membrane sakkulus dan utrikulus. Gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus berhubungan satu sama lain dengan perantaraan duktus utrikulosakkularis, yang bercabang melalui duktus
  • 10. endolimfatikus yang berakhir pada suatu lilpatan dari duramater, yang terletak pada bagian belakang os piramidalis. Lipatan ini dinamakan sakkus endolimfatikus. Saluran ini buntu. Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi oleh sel-sel penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula sakkuli. Sedangkan pada utrikulus, dinamakan macula utrikuli. Kanalis semisirkularisanlis Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak lurus satu sama lain. didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran yang terbenam dalam perilimf. Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan dengan antrum mastoideum dan tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis horizontalis (lateralis). Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan fossa crania media dan tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai tonjolan, eminentia arkuata. Kanalis semisirkularis posterior tegak lurus dengan kanalis semi sirkularis superior. Kedua ujung yang tidak melebar dari kedua kanalis semisirkularis yang letaknya vertikal bersatu dan bermuara pada vestibulum sebagai krus komunis. Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam kanalis semisirkularis ossea. Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi perilimf. Didalam kanalis semisirkularis membranasea terdapat endolimf. Pada tempat melebarnya kanalis semisirkularis ini terdapat sel-sel persepsi. Bagian ini dinamakan ampulla. Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya pada Krista ampularis yang menempati 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-rambut dari sel persepsi ini mengenai organ yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang mencapai atap dari ampulla sehingga dapat menutup seluruh ampulla. Fisiologi pendengaran Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian
  • 11. tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa,sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis. Gambar 2.6 : Fisiologi Pendengaran
  • 12. Anatomi dan fisiologi hidung a) Anatomi hidung Gambar 2.7 : Anatomi hidung Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari biasanya dan hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam. Hidung luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas, struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu: paling atas kubah tulang yang tak dapat digerakkan, dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang paling bawah adalah lobolus hidung yang mudah digerakkan. Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks.Agak keatas dan belakang dari apeks disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai kepangkal hidung dan menyatu dengan dahi.Yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu diposterior bagian tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum.Titik pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung.Disini bagian bibir atas membentuk cekungan dangkal memanjang dari atas kebawah yang disebut filtrum. Sebelah menyebelah kolumela adalah nares anterior atau nostril(Lubang hidung)kanan dan kiri, sebelah latero-superior dibatasi oleh ala nasi dan sebelah inferior oleh dasar hidung.
  • 13. Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os internum disebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana)yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior, disebut dengan vestibulum.Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior, konkha media dan konkha inferior. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yangterkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konkha media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konkha media disebut meatus superior. Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan celah yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior.Disini terdapat muara dari sinus maksilla, sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Dibalik bagian anterior konka media yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulat sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris.Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus.
  • 14. Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Dan sinus maksilla merupakan sinus paranasal terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid iregular dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya kearah apek prosesus zigomatikus os maksilla. Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale da os palatinus sedangkan atap cavum nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius. Perdarahan hidung Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu: 1. Arteri Etmoidalis anterior 2. Arteri Etmoidalis posterior cabang dari arteri oftalmika 3. Arteri Sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal dari arteri karotis eksterna. Gambar 2.8 : Sistem Vaskularisasi Hidung Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung
  • 15. dibelakang ujung posterior konka media.Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor, yang disebut pleksus kieesselbach (little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisialis dan mudah cedera oleh truma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis. Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena divestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernesus. Persyarafan hidung Gambar 2.9 :PersarafanHidung Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal dari nervus oftalmikus. Saraf sensoris untuk hidung terutama berasal dari cabang oftalmikus dan cabang maksilaris nervus trigeminus.Cabang pertama nervus trigeminus yaitu nervus oftalmikus memberikan cabang nervus nasosiliaris yang kemudian bercabang lagi menjadi nervus etmoidalis anterior dan etmoidalis posterior dan nervus infratroklearis.Nervus etmoidalis anterior berjalan melewati lamina kribrosa bagian anterior dan memasuki hidung bersama arteri etmoidalis anterior melalui foramen etmoidalis anterior, dan disini terbagi lagi menjadi cabang nasalis internus medial dan
  • 16. lateral.Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nervus maksila melalui ganglion sfenopalatinum.Ganglion sfenopalatina, selain memberi persarafan sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung.Ganglion ini menerima serabut serabut sensorid dari nervus maksila.Serabut parasimpatis dari nervus petrosus profundus.Ganglion sfenopalatinum terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung posterior konkha media. Nervus Olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidupada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung. b) Fisiologi hidung Hidung berfungsi sebagai indra penghidu , menyiapkan udara inhalasi agar dapat digunakan paru serta fungsi filtrasi. Sebagai fungsi penghidu, hidung memiliki epitel olfaktorius berlapis semu yang berwarna kecoklatan yang mempunyai tiga macam sel-sel syaraf yaitu sel penunjang, sel basal dan sel olfaktorius. Fungsi filtrasi, memanaskan dan melembabkan udara inspirasi akan melindungi saluran napas dibawahnya dari kerusakan. Partikel yang besarnya 5-6 mikrometer atau lebih, 85 % -90% disaring didalam hidung dengan bantuan TMS. Fungsi hidung terbagi atas beberapa fungsi utama yaitu (1)Sebagai jalan nafas, (2) Alat pengatur kondisi udara, (3) Penyaring udara, (4) Sebagai indra penghidu, (5) Untuk resonansi suara, (6) Turut membantuproses bicara,(7) Reflek nasal. Sistem Mukosiliar a) Histologi mukosa Luas permukaan kavum nasi kurang lebih 150 cm2 dan total volumenya sekitar 15 ml. Sebagian besar dilapisi oleh mukosa respiratorius.Secara histologis, mukosa hidung terdiri dari palut lendir (mucous blanket), epitel kolumnar berlapis semu bersilia, membrana basalis, lamina propria yang terdiri dari lapisan subepitelial, lapisan media dan lapisan kelenjar profunda.
  • 17. Gambar2.10 :gambaran histology mukosahidung b) Epitel Epitel mukosa hidung terdiri dari beberapa jenis, yaitu epitel skuamous kompleks pada vestibulum, epitel transisional terletak tepat di belakang vestibulum dan epitel kolumnar berlapis semu bersilia pada sebagian mukosa respiratorius.Epitel kolumnar sebagian besar memiliki silia.Sel-sel bersilia ini memiliki banyak mitokondria yang sebagian besar berkelompok pada bagian apeks sel. Mitokondria ini merupakan sumber energi utama sel yang diperlukan untuk kerja silia.Sel goblet merupakan kelenjar uniseluler yang menghasilkan mukus, sedangkan sel basal merupakan sel primitif yang merupakan sel bakal dari epitel dan sel goblet.Sel goblet atau kelenjar mukus merupakan sel tunggal, menghasilkan protein polisakarida yang membentuk lendir dalam air.Distribusi dan kepadatan sel goblet tertinggi di daerah konka inferior sebanyak 11.000 sel/mm2 dan terendah di septum nasi sebanyak 5700 sel/mm2.Sel basal tidak pernah mencapai permukaan.Sel kolumnar pada lapisan epitel ini tidak semuanya memiliki silia. Kavum nasi bagian anterior pada tepi bawah konka inferior 1 cm dari tepi depan memperlihatkan sedikit silia (10%) dari total permukaan. Lebih kebelakang epitel bersilia menutupi 2/3 posterior kavum nasi. Silia merupakan struktur yang menonjol dari permukaan sel. Bentuknya panjang, dibungkus oleh membran sel dan bersifat mobile. Jumlah silia dapat mencapai 200 buah pada tiap sel. Panjangnya antara 2-6 μm dengan diameter 0,3 μm. Struktur silia terbentuk dari dua mikrotubulus sentral tunggal yang dikelilingi sembilan pasang mikrotubulus
  • 18. luar. Masing-masing mikrotubulus dihubungkan satu sama lain oleh bahan elastis yang disebut neksin dan jari-jari radial. Tiap silia tertanam pada badan basal yang letaknya tepat dibawah permukaan sel. Pola gerakan silia yaitu gerakan cepat dan tiba-tiba ke salah satu arah (active stroke) dengan ujungnya menyentuh lapisan mukoid sehingga menggerakan lapisan ini..Kemudian silia bergerak kembali lebih lambat dengan ujung tidak mencapai lapisan tadi (recovery stroke). Perbandingan durasi geraknya kira-kira 1 : 3. Dengan demikian gerakan silia seolah-olah menyerupai ayunan tangan seorang perenang. Silia ini tidak bergerak secara serentak, tetapi berurutan seperti efek domino (metachronical waves) pada satu area arahnya sama. Gerak silia terjadi karena mikrotubulus saling meluncur satu sama lainnya. Sumber energinya ATP yang berasal dari mitokondria.ATP berasal dari pemecahan ADP oleh ATPase.ATP berada di lengan dinein yang menghubungkan mikrotubulus dalam pasangannya. Sedangkan antarapasangan yang satu dengan yang lain dihubungkan dengan bahan elastis yang diduga neksin. Mikrovilia merupakan penonjolan dengan panjang maksimal 2 μm dan diameternya 0,1 μm atau 1/3 diameter silia. Mikrovilia tidak bergerak seperti silia.Semua epitel kolumnar bersilia atau tidak bersilia memiliki mikrovilia pada permukaannya. Jumlahnya mencapai 300-400 buah tiap sel. Tiap sel panjangnya sama. Mikrovilia bukan merupakan bakal silia.Mikrovilia merupakan perluasan membran sel, yang menambah luas permukaan sel. Mikrovilia ini membantu pertukaran cairan dan elektrolit dari dan ke dalam sel epitel.Dengan demikian mencegah kekeringan permukaaan sel, sehingga menjaga kelembaban yang lebih baik dibanding dengan sel epitel gepeng. c) Palut lendir Palut lendir merupakan lembaran yang tipis, lengket dan liat, merupakan bahan yang disekresikan oleh sel goblet, kelenjar seromukus dan kelenjar lakrimal.Terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan yang menyelimuti batang silia dan mikrovili (sol layer) yang disebut lapisan perisiliar.Lapisan ini lebih tipis dan kurang lengket.Kedua adalah lapisan superfisial yang lebih kental (gel layer) yang ditembus oleh batang silia bila sedang tegak
  • 19. sepenuhnya.Lapisan superfisial ini merupakan gumpalan lendir yang tidak berkesinambungan yang menumpang pada cairan perisiliar dibawahnya. Cairan perisiliar mengandung glikoprotein mukus, protein serum, protein sekresi dengan berat molekul rendah.Lapisan ini sangat berperanan penting pada gerakan silia, karena sebagian besar batang silia berada dalam lapisan ini, sedangkan denyutan silia terjadi di dalam cairan ini.Lapisan superfisial yang lebih tebal utamanya mengandung mukus.Diduga mukoglikoprotein ini yang menangkap partikel terinhalasi dan dikeluarkan oleh gerakan mukosiliar, menelan dan bersin.Lapisan ini juga berfungsi sebagai pelindung pada temperatur dingin, kelembaban rendah, gas atau aerosol yang terinhalasi serta menginaktifkan virus yang terperangkap. Kedalaman cairan perisiliar sangat penting untuk mengatur interaksi antara silia dan palut lendir, serta sangat menentukan pengaturan transportasi mukosiliar. Pada lapisan perisiliar yang dangkal, maka lapisan superfisial yang pekat akan masuk ke dalam ruang perisiliar. Sebaliknya pada keadaan peningkatan perisiliar, maka ujung silia tidak akan mencapai lapisan superfiasial yang dapat mengakibatkan kekuatan aktivitas silia terbatas atau terhenti sama sekali (Sakakura 1994). d) Membrana basalis Membrana basalis terdiri atas lapisan tipis membran rangkap dibawah epitel.Di bawah lapisan rangkap ini terdapat lapisan yang lebih tebal yang terdiri dari atas kolagen dan fibril retikulin. e) Lamina propria Lamina propria merupakan lapisan dibawah membrana basalis. Lapisan ini dibagi atas empat bagian yaitu lapisan subepitelial yang kaya akan sel, lapisan kelenjar superfisial, lapisan media yang banyak sinusoid kavernosus dan lapisan kelenjar profundus. Lamina propria ini terdiri dari sel jaringan ikat, serabut jaringan ikat, substansi dasar, kelenjar, pembuluh darah dan saraf. Mukosa pada sinus paranasal merupakan lanjutan dari mukosa hidung.Mukosanya lebih tipis dan kelenjarnya lebih sedikit.Epitel toraknya berlapis semu bersilia, bertumpu pada membran basal yang tipis dan lamina propria yang melekat erat dengan periosteum
  • 20. dibawahnya. Silia lebih banyak dekat ostium, gerakannya akan mengalirkan lendir ke arah hidung melalui ostium masing-masing. Diantara semua sinus paranasal, maka sinus maksila mempunyai kepadatan sel goblet yang paling tinggi. f) Transportasi mukosiliar Transportasi mukosiliar hidung adalah suatu mekanisme mukosa hidung untuk membersihkan dirinya dengan mengangkut partikel-partikel asing yang terperangkap pada palut lendir ke arah nasofaring.Merupakan fungsi pertahanan lokal pada mukosa hidung.Transportasi mukosiliar disebut juga clearance mukosiliar. Transportasi mukosiliar terdiri dari dua sistem yang merupakan gabungan dari lapisan mukosa dan epitel yang bekerja secara simultan.Sistem ini tergantung dari gerakan aktif silia yang mendorong gumpalan mukus.Lapisan mukosa mengandung enzim lisozim (muramidase), dimana enzim ini dapat merusak beberapa bakteri.Enzim tersebut sangat mirip dengan imunoglobulin A (Ig A), dengan ditambah beberapa zat imunologik yang berasal dari sekresi sel. Imunoglobulin G (Ig G) dan interferon dapat juga ditemukan pada sekret hidung sewaktu serangan akut infeksi virus.Ujung silia tersebut dalam keadaan tegak dan masuk menembus gumpalan mukus kemudian menggerakkannya ke arah posterior bersama materi asing yang terperangkap didalamnya ke arah faring. Cairan perisilia dibawahnya akan dialirkan ke arah posterior oleh aktivitas silia, tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti. Transportasi mukosilia yang bergerak secara aktif ini sangat penting untuk kesehatan tubuh. Bila sistem ini tidak bekerja secara sempurna maka materi yang terperangkap oleh palut lendir akan menembus mukosa dan menimbulkan penyakit. Karena pergerakan silia lebih aktif pada meatus media dan inferior maka gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang, silia cenderung akan menarik lapisan mukus dari meatus komunis ke dalam celah-celah ini. Sedangkan arah gerakan silia pada sinus seperti spiral, dimulai dari tempat yang jauh dari ostium.Kecepatan gerakan silia bertambah secara progresifsaat mencapai ostium, dan pada daerah ostium silia tersebut berputar dengan kecepatan 15 hingga 20 mm/menit.
  • 21. Kecepatan gerakan mukus oleh kerja silia berbeda di berbagai bagian hidung.Pada segmen hidung anterior kecepatan gerakan silianya mungkin hanya 1/6 segmen posterior, sekitar 1 hingga 20 mm/menit. Pada dinding lateral rongga hidung sekret dari sinus maksila akan bergabung dengan sekret yang berasal dari sinus frontal dan etmoid anterior di dekat infundibulum etmoid, kemudian melalui anteroinferior orifisium tuba eustachius akan dialirkan ke arah nasofaring. Sekret yang berasal dari sinus etmoid posterior dan sfenoid akan bergabung di resesus sfenoetmoid, kemudian melalui posteroinferior orifisium tuba eustachius menuju nasofaring. Dari rongga nasofaring mukus turun kebawah oleh gerakan menelan. g) Pemeriksaan fungsi mukosiliar Fungsi pembersih mukosiliar atau transportasi mukosiliar dapat diperiksa dengan menggunakan partikel, baik yang larut maupun tidak larut dalam air. Zat yang bisa larut seperti sakarin, obat topikal, atau gas inhalasi, sedangkan yang tidak larut adalah lamp black, colloid sulfur, 600-um alluminium disc atau substansi radioaktif seperti human serum albumin, teflon, bismuth trioxide. Sebagai pengganti partikel dapat digunakan sakarin yang disebut uji sakarin.Uji ini telah dilakukan oleh Anderson dan kawan pada tahun 1974dan sampai sekarang banyak dipakai untuk pemeriksaan rutin.Uji sakarin cukup ideal untuk penggunaan di klinik.Penderita di periksa dalam kondisi standar dan diminta untuk tidak menghirup, makan atau minum, batuk dan bersin.Penderita duduk dengan posisi kepala fleksi 10 derajat. Setengah mm sakarin diletakkan 1 cm di belakang batas anterior konka inferior, kemudian penderita diminta untuk menelan secara periodik tertentu kira-kira 1/2-1 menit sampai penderita merasakan manis. Waktu dari mulai sakarin diletakkan di bawah konka inferior sampai merasakan manis dicatat dan disebut sebagai waktu transportasi mukosiliar atau waktu sakarin. Dengan menggunakan bahan celupan, warna dapat dilihat di orofaring. Transportasi mukosiliar normal sangat bervariasi.Mahakit (1994) mendapatkan waktu transportasi mukosiliar normal adalah 12 menit. Sedangkan pada penderita sinusitis, waktu transportasi mukosiliar adalah 16,6 ± 7 menit. Waguespack (1995)
  • 22. mendapatkan nilai rata-rata adalah 12-15 menit. Elynawaty (2002) dalam penelitian mendapatkan nilai normal pada kontrol adalah 7,61 menit untuk wanita dan 9,08 menit untuk pria. Anatomi dan fisiologi tenggorokan a) Anatomi Tenggorokan Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna vertebra, terdiri dari faringdan laring. Bagian terpenting dari tenggorokan adalah epiglottis, ini menutup jika ada makanandan minuman yang lewat dan menuju esophagus. Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut terletak di depanbatas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah.Bibir dan pipi terutamadisusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang dipersarafi oleh nervus fasialis. Vermilionberwarna merah karena ditutupi lapisan sel skuamosa. Ruangan diantara mukosa pipi bagiandalam dan gigi adalah vestibulum oris. Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan berasal prosesusnasalis media, dan palatum posterior baik palatum durum dan palatum mole, dibentuk olehgabungan dari prosesus palatum, oleh karena itu, celah palatum terdapat garis tengah belakangtetapi dapat terjadi kearah maksila depan. Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah bagian depan terutamaberasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi oleh nervus lingualis dengan cabang kordatimpani dari saraf fasialis yang mempersarafi cita rasa dan sekresi kelenjar submandibula. Saraf glosofaringeus mempersarafi rasa dari sepertiga lidah bagian belakang.Otot lidah berasal darimiotom posbrankial yang bermigrasi sepanjang duktus tiroglosus ke leher. Kelenjar liur tumbuhsebagai kantong dari epitel mulut yang terletak dekat sebelah depan saraf-saraf penting. Duktussub mandibularis dilalui oleh saraf lingualis. Saraf fasialis melekat pada kelenjar parotis. Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang mulut.Faring adalah suatukantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit dibagian bawah.Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke
  • 23. esophagus setinggivertebra servikalis ke enam. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana,ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus orofaring, sedangkan dengan laringdibawah berhubungan melalui aditus laring dan kebawah berhubungan dengan esophagus.Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih empat belas centimeter; bagianini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lender, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring (hipofaring). Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput inferior, kemudianbagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra servikalis lain. Nasofaring membuka kearah depan hidung melalui koana posterior. Superior, adenoid terletak pada mukosa atap nasofaring.Disamping, muara tuba eustachius kartilaginosa terdapat didepan lekukan yangdisebut fosa rosenmuller.Otot tensor velipalatini, merupakan otot yang menegangkan palatumdan membuka tuba eustachius masuk ke faring melalui ruangan ini. Orofaring kearah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila faringeal dalamkapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Didepan tonsila, arcus faringanterior disusun oleh otot palatoglossus, dan dibelakang dari arkus faring posterior disusun olehotot palatofaringeus, otot-otot ini membantu menutupnya orofaring bagian posterior. Semuadipersarafi oleh pleksus faringeus. b) Vaskularisasi. Berasal dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan.Yang utama berasal daricabang a. Karotis ekstern serta dari cabang a.maksilaris interna yakni cabang palatine superior. c) Persarafan Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif.Pleksus ini dibentuk oleh cabang dari n.vagus, cabang dari n.glosofaringeus dan serabut simpatis.Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik.Dari pleksus faring
  • 24. yang ekstensif ini keluar untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaringeus yang dipersarafi langsung oleh cabangn.glossofaringeus. d) Kelenjar Getah Bening Aliran limfe dari dinding faring dapat melalui 3 saluran yaitu superior,media dan inferior. Saluran limfe superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar getah bening servikal dalam atas.Saluran limfe media mengalir ke kelenjar getah bening jugulodigastrik dan kelenjar getah bening servikal dalam atas, sedangkan saluran limfe inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah. Berdasarkan letak, faring dibagi atas: a) Nasofaring Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid, jaringan limfoid pada dinding lareral faring dengan resessus faring yang disebut fosa rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring diatas penonjolan kartilago tuba eustachius, konka foramen jugulare, yang dilalui oleh nervus glosofaring, nervus vagus dan nervus asesorius spinal saraf kranial dan vena jugularis interna bagian petrosus os.tempolaris dan foramen laserum dan muara tuba eustachius. Gambar 2.11. Anatomi faring dan struktur sekitarnya
  • 25. b) Orofaring Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas bawahnya adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut sedangkan kebelakang adalah vertebra servikal.Struktur yang terdapat dirongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatina fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum. e) Dinding Posterior Faring Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot bagian tersebut.Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan dengan gangguan n.vagus. f) Fosa tonsil Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior.Batas lateralnya adalah m.konstriktor faring superior.Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fossa supratonsil.Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses.Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring dan disebu kapsul yang sebenar- benarnya bukan merupakan kapsul yang sebena-benarnya. g) Tonsil Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang olehjaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer.Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil.Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua.Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus.Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi
  • 26. kriptus.Di dalam kriptus biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina ascendens, cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis dorsal. Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang- kadang menunjukkan penjalaran duktustiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus. Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringandan dapat meluas keatas pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar. h) Laringofaring (hipofaring) Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah valekula epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis (muara glotis bagian medial dan lateral terdapat ruangan) dan ke esofagus, nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring.Sinus piriformis terletak di antara lipatan ariepiglotika dan kartilago tiroid.Batas anteriornya adalah laring, batas inferior adalah esofagus serta batas posterior adalah vertebra servikal.Lebih ke bawah lagi terdapat otot- otot dari lamina krikoid dan di bawahnya terdapat muara esofagus. Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil´ ( pill pockets), sebab pada beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu.
  • 27. Dibawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak menutupi pita suara.Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus.2Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring.Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian anestesia lokal di faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung. i) Fisiologi Tenggorokan Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi suara dan untuk artikulasi. Proses menelan Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut ke faring secara volunter.Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan tahap ketiga, jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter. Langkah yang sebenarnya adalah: pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan palatum mole mendorong bolus ke orofaring.Otot supra hiod berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong makanan kebawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis media dan superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot konstriktor faringis inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan makanan melalui esofagus dan masuk ke lambung. Proses Berbicara Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan faring.Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding belakang faring.Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring superior.Pada gerakan penutupan
  • 28. nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring (bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu bersamaan. 2. Macam-macam gangguan THT a. Kelainan Telinga Luar DAUN TELINGA 1) Kelainan congenital Perkembangan daun telinga dimulai pada minggu ketiga kehidupan embrio dengan terbentuknya arkus brakialis pertama atau arkus mandibula dan arkus brakialis kedua atau arkus hyoid.Pada minggu keenam arkus brakialis ini mengalami diferensiasi menjadi enam buah tuberkeler. Secara bertahap daun telinga akan terbentuk dari penggabungan keenam tuberkeler ini. Pada keadaan normal dibulan ketiga daun telinga sudah lengkap terbentuk. Bila penggabungan tuberkeler tidak sempurna maka timbul fistel preaurikuler Fistula Preaurikula Terjadi bila terdapat kegagalan penggabungan tuberkeler kesatu atau dua teberkeler ke dua.Fistel jenis ini merupakan kelainan herediter yang bersifat dominan. Sering ditemukan di depan tragus berbentuk bulat atau lonjong dengan ukuran seujunga pensil. Mikrotia dan Atresia Liang Telinga Pada mikrotia, daun telinga bentuknya lebih kecil dan tak sempurna. Kelainan bentuk ini sering kali disertai dengan tidak terbentuknya (atresia) liang telinga dan kelainan tulang pendengaran. Telinga camplang Daun telinga tampak lebih besar dan lebih menonjol.Fungsi pendengaran tidak terganggu.Namun karena bentuknya yang tidak normal serta tidak enak
  • 29. dipandang kadang kala menimbulkan masalah psikis sehingga perlu dilakukan operasi otoplasti. 2) Kelainan yang didapat Hematoma Hematoma daun telinga biasanya disebabkan oleh trauma.Terdapat kumpulan darah diantara perikondrium dan tulang rawan. Kumpulan darah ini harus dikeluarkan secara steril guna mencegah terjadinya infeksi yang nantinya dapat menyebabkan terjadinya perikondritis. Perikondritis Perikondritis adalah radang pada tulang rawan yang menjadi kerangka daun telinga.Biasanya terjadi karena trauma akibat kecelakaan, operasi daun telinga yang terinfeksi dan sebagai komplikasi pseudokista daun telinga. Pseuodokista Terdapat benjolan di daun telinga yang disebabkan oleh adanya kumpulan cairan kekuningan diantara lapisan perikondrium dan tulang rawan telinga. LIANG TELINGA 1) Otitis ekterna Otitis eksterna ialah radang liang telinga akut maupun kronis yang disebabkan infeksi jamur, bakteri dan virus. Faktor yang mempermudah radang telinga luar ialah perubahan pH di liang telinga, yang biasanya normal atau asam. Bila pH menjadi basa, proteksi terhadap infeksi menurun.Pada keadaan udara yang hangat dan lembab, kuman dan jamur mudah tumbuh. Predisposisi otitis eksterna yang lain adalah trauma ringan ketika mengorek telinga.
  • 30. 2) Otitis eksterna akut Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel=bisul) Oleh karena kulit disepertiga luar liang telinga mengandung adneksa kulit, seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen, maka ditempat itu dapat terjadi infeksi pada pilosebaseus, sehingga membentuk furunkel.Kuman penyebab biasanya staphylococcus aureus atau staphylococcus albus. Gejalanya ialah rasa nyeri yang hebat, tidak sesuai dengan besar bisul. Hal ini disebabkan karena kulit liang telinga tidak mengandung jaringan longgar dibawahnya, sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan perikondrium. Rasa nyeri dapat juga timbul spontan pada waktu membuka mulut (sendi temporomandibula).Selain itu terdapat juga gangguan pendengaran, bila furukel besar dan menyumbat daun telinga. Otitis eksterna difus Biasanya mengenai kulit liang telinga duapertiga dalam. Tampak kulit liang telinga hiperemis dan edema yang tidak jelas batas-batasnya.Kuman penyebab biasanya golongan Pseudomonas. Kuman lain yang dapat sebagai penyebab ialah Staphylococcus albus, Escherichia coli dan sebagainya. Otitis eksterna difus dapat juga terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis. Gejalanya adalah nyeri tekan tragus, liang telinga sangat sempit, kadang kelenjar getah bening regional membesar dan nyeri teka, terdapat secret yang berbau. Secret ini tidak mengandung musin (lendir) seperti secret yang keluar dari kavum timpani pada otitis media. Otomikosis Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang tinggi di daerah tersebut. Yang tersering ialah Pityrosporum, Aspergilus. Kadang-kadang ditemukan juga kandida albikans atau jamur lain. Pityrosporum menyebabkan terbentuknya sisik yang menyerupai ketombe dan merupakan predisposisi otitis eksterna bakterialis. Gejala biasanya berupa rasa gatal dan rasa penuh di liang telinga, tetapi sering pula tanpa keluhan.
  • 31. Herpes Zoster Otikus Herpes Zoster Otikus adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varicella zoster.Virus ini menyerang satu atau lebih dermatom saraf cranial.Dapat mengenai sarsf trigeminus, ganglion genikulatum dan radiks servikalis bagian atas.Keadaan ini disebut juga sindroma Ramsay Hunt. Tampak lesi kulit yang vesikuler pada kulit di daerah muka sekitar liang telinga, otalgia dan terkadang disertai paralisis otot wajah. Pada keadaan yang berat ditemukan gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural b. Kelainan telinga tengah 1) Barotrauma (Aerotitis) Baritrauma adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang tiba-tiba diluar telinga tengah sewaktu di pesawat terbang atau menyelam, yang menyebabkan tuba gagal untuk membuka. Apabila perbedaan tekanan melebihi 90 cmHg, maka otot yang normal aktivitasnya tidak mampu membuka tuba.Pada keadaan ini terjadi tekanan negative di rongga telinga tengah, sehingga cairan keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa dan kadang-kadang disertai dengan keadaan rupture pembuluh darah, sehingga cairan di telinga tengah dan rongga mastoid tercampur darah.Keluhan pasien berupa kurang dengar, rasa nyeri dalam telinga, autofoni, perasaan ada air dalam telinga dan kadang-kadang tinitus dan vertigo. 2) Otitis Media Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
  • 32. Otitis Media Otitis Media akut Otitis Media sub akut Otitis media kronik Resiko rendah, resiko tinggi Tipe aman, tipe bahaya Patogenesis terjadi otitis Media (OMA-OME-OMSK) Sembuh / normal f.tuba tetap terganggu Gangguan Tuba Tekanan Efusi OME negative Infeksi (-) ETIOLOGI telinga tengah Perubahan tekanan Tuba tetap terganggu udara tiba + ada infeksi Alergi Infeksi Sumbatan (secret, OMA Tampon, dan Tumor sembuh OME OMSK Otitis Media Akut Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba kedalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius enzim dan antibody. Otitis media akut (OMA) terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis media.Karena fungsi tuba eusctachius terganggu, pencegahan invasi kuman kedalam telinga juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan.
  • 33. Otitis media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh dari selaput permukaan telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.Otitis Media Akut (OMA) : otitis media yang berlangsung selama tiga minggu atau kurang karena infeksi bakteri patogenik. ETIOLOGI : Penyebabnya adalah bakteri piogenik seperti streptococcus haemolyticus, staphylococcus aureus, pneumococcus , haemophylus influenza, escherecia coli, streptococcus anhaemolyticus, proteus vulgaris, pseudomonas aerugenosa. Disebabkan juga karena infeksi saluran napas atas. Inflamasi jaringan disekitarnya. Gangguan faktor pertahanan tubuh. Faktor pertahanan tubuh seperti silia dari mukosa tuba Eustachius, enzim, dan antibodi. Faktor ini akan mencegah masuknya mikroba ke dalam telinga tengah. Tersumbatnya tuba Eustachius merupakan pencetus utama terjadinya otitis media supuratif akut (OMA). Usia pasien. Bayi lebih mudah menderita otitis media supuratif akut (OMA) karena letak tuba Eustachius yang lebih pendek, lebih lebar dan lebih horisontal. Benturan keras pada bagian telinga atau terjadi trauma pada daerah telinga. Memasukkan sesuatu terlalu dalam ke dalam lubang telinga seperti cotton bud, bulu ayam dan lain – lain. Perubahan tekanan udara seperti pada saat naik pesawat terbang, menyelam, scuba diving dsb. Mendengar bunyi – bunyian yang terlalu kencang dan terlalu dekat seperti bunyi ledakan. MANIFESTASI KLINIS Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan sementara atau sangat berat.
  • 34. 1. Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ), dapat mengalami perforasi. 2. Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani. 3. Keluhan nyeri telinga ( otalgia ) 4. Demam (suhunya 39 derajat celcius) 5. Anoreksia 6. Limfadenopati servikal anterior 7. Pada remaja atau orang dewasa biasanya selain nyeri terdapat gangguan pendengaran dan telinga tersa perih. 8. Pada bayi gejala khas otitis media akut adalah panas yang tinggi, anak gelisah, sukar tidur, kejang-kejang, diare, rewel, dan sering memegang telingnya yang sakit. Rinitis Alergi Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tesensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986) Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh Ig E. Patofisiologi Rinitis Alergi Rhinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi/reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hipe-reaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam.
  • 35. Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II (Major Histocompability Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th 0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL 1) yang akan mengaktifkan Th 0 berproliferasi menjadi Th 1 dan Th 2. Th 2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL 3, IL4, IL5, dan IL 13. IL 4 dan IL 13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi Imunoglobulin E (Ig E). Ig E di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor Ig E di permukaan sel mastosit atau basofil ( sel mediator) sehingga ke dua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersentisisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed Mediators) terutama histamin. Selain histamine juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain Prostaglandin D2 (PGD2), leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT D4), Leukotrien c4 (LT C4) , Bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin. (IL3, IL4, IL5, IL6, GM-CSF( granulocyte Macrophage Colony Stimulating Faktor ). Inilah yang disebut sebagai reaksi alergi fase cepat (RAFC). Histamine akan merangasang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamine juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hiperseksresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain ini adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamine merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Moleculle 1 (ICAM 1)
  • 36. Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofi dan netrofil di jaringan target. Respon ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5 dan Granulocyte Makrophag Colony stimulating faktor (GM-CSF) dan ICAM 1 pada secret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperesponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein, (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major basic Protein (MBP) dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi Sinusitis Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering diseluruh dunia. Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut ninosinusitis. Penyebab utamanya adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus , yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen.
  • 37. Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intracranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati. Etiologi dan faktor predisposisi Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga perlu dilakukan adenoide/ktomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan ninosinusitisnya. Faktor lain yang juga berpengaru adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia. Gejala sinusitis Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen yang sering kali turun ketenggorok (post nasal drip) dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan cirri khas sinistis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri diantara atau dibelakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sphenoid, nyeri dirasakandi vertex, oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid.Pada sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga. Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang- kadang hanya 1 atau 2 dari gejal-gejala di bawah ini yaitu sakit kepala kronik,
  • 38. post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba Eustachius, gangguan ke paru seperti bronchitis (sino-bronkhitis), bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis. MENIERE Penyakit Meniere adalah suatu sindrom yang terdiri dari serangan vertigo, tinnitus, dan berkurangnya pendengaran secara progresif. Pengertian vertigo adalah : sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya, dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan tubuh Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual, muntah) dan pusing. Tinnitus merupakan gangguan pendengaran dengan keluhan selalu mendengar bunyi, namun tanpa ada rangsangan bunyi dari luar.Sumber bunyi tersebut berasal dari tubuh penderita itu sendiri, meski demikian tinnitus hanya merupakan gejala, bukan penyakit, sehingga harus di ketahui penyebabnya. ETIOLOGI Penyebab penyakit Meniere tidak diketahui namun terdapat berbagai teori, termasuk pengaruh neurokimia dan hormonal abnormal pada aliran darah yang menuju ke labirin, gangguan elektrolit dalam cairan labirin, reaksi alergi, dan gangguan autoimun. Penyakit Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan cairan telinga tengah yang abnormal yang disebabkan oleh malapsorbsi dalam sakus endolimfatikus.Namun, ada bukti menunjukkan bahwa banyak orang yang menderita penyakit Meniere mengalami sumbatan pada duktus endolimfatikus.Apapun penyebabnya, selalu terjadi hidrops endolimfatikus, yang merupakan pelebaran ruang endolimfatikus.Baik
  • 39. peningkatan tekanan dalam sistem ataupun ruptur membran telinga dalam dapat terjadi dan menimbulkan gejala Meniere. PATHWAY PENYAKIT MENIERE
  • 40. MANIFESTASI KLINIS Gejalanya berupa seangan vertigo tak tertahankan episodic yang sering disertai mual dan/atau muntah, yang berlangsung selama 3-24 jam dan kemudian menghilang secara perlahan. Secara periodik, penderita merasakan telinganya penuh atau merasakan adanya tekanan di dalam telinga. Kehilangan pendengaan sensorineural progresif dan fluktuatif.Tinnitus bisa menetap atau hilang-timbul dan semakin memburuk sebelum, setelah maupun selama serangan vertigo. Pada kebanyakan penderita, penyakit ini hanya menyerang 1 telinga dan pada 10-15% penderita, penyakit ini menyerang kedua telinga. TIPE PENYAKIT MENIERE a. Penyakit Meniere vestibular Penyakit Meniere vestibular ditandai dengan adanya vertigo episodic sehubungan dengan tekanan dalam telinga tanpa gejala koklear. Tanda dan gejala: Vertigo hanya bersifat episodic Penurunan respons vestibuler atau tak ada respons total pada telinga yang sakit Tak ada gejala koklear Tak ada kehilangan pendengaran objektif Kelak dapat mengalami gejala dan tanda koklear b. Penyakit Meniere klasik Tanda dan gejala: Mengeluh vertigo
  • 41. Kehilangan pendengaran sensorineural berfluktuasi tinitus Penyakit Meniere koklea c. Penyakit Meniere koklea Penyakit Meniere koklea dikenali dengan adanya kehilangan pendengaran sensorineural progresif sehubungan dengan tnitus dan tekanan dalam telinga tanpa temuan atau gejala vestibuler. Tanda dan gejala: Kehilangan pendengaran berfluktuasi Tekanan atau rasa penuh aural Tinnitus Kehilangan pendengaran terlihat pada hasil uji Tak ada vertigo Uji labirin vestibuler normal Kelak akan menderita gejala dan tanda vestibuler Faringitis 1. Faringitis akut a. Faringitis viral Gejala dan tanda Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan ,sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza , coxsachievirus dan cyitomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesikulit berupa maculopapular rash. Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis juga menimbulkan gejala konjungtivitis pada anak. Epstein barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksuddat pada faring yang banyak.Terdapat pembesaaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservical dan hepatos plenomegali.
  • 42. Faringitis yang disebabkan oleh HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual, dan demam.Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis terdapat eksudat, limfadenopati akut dileher dan pasien tampak lemah. b. Faringitis bacterial Gejala dan tanda Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam jarang disertai batuk.Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperamis dan terdapat eksudat dipermukaaanya.Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring.Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada penekanan. c. Faringitis fungal Gejala dan tanda Keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak puth di orofaring dan mukosa faring lainnya hipremis . Pembiakan jamur ini dilakukan dalam agar sabouroud dextrose. d. Faringitis gonorea Faringitis ini hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital. 1. Faringitis kronik Terdapat dua bentuk yaitu Faringitis kronik hiperplastik dan faringitis kronik atropi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor penyebab terjadinya faringitis kronis adalah pasien yang biasa bernafas melalui mulut karena hidungnya tersumbat. a. Faringitis kronik hiperplastik Gejala Pasien mengelu mula-mula tenggorok kering, gatal dan akhirnya batuk bereak. b. Faringitis kronik atropi Gejala dan tanda
  • 43. Pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal serta mulut berbau.Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bisa di angkat tampak mukosa kering. 2. Faringitis spesifik a. Faringitis luetika Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi pada faring serta juga penyakit lues di organ lain. Gambaran kliniknya tergantung pada stadium penyakit primer, sekunder atau tersier. b. Faringitis tuberklosis Faringitis tuberklosis merupakan proses skunder dari dari tuberklosis paru. Pada infeksi kuman tahan asam jenis bovinum dapat timbul tuberklosis faring primer. Cara infeksi eksogen yaitu kontak dengan seputum yang mengandung kuman atau inhalasi kuman maupun udara.Cara infeksi endogen yaitu penyebaran melalui darah pada tuberklosis miliaris. Bila infeksi timbul secara hematogen maka tonsil dapat terkena opada kedua sisi dan lesi sering ditemukan pada dinding posterior faring, arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole dan palatum durum. Tonsilitis Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakann bagian dari cincin Waldeyer.Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat rongga mulut yaitu tonsil fariingeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/gerlach’s tonsil). A. Tonsilitis Akut 1. Tonsilitis viral Gejala tonsillitis viral lebih menyerupai common could yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus
  • 44. influenza merupakan penyebab tonsillitis akut Supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri yang dirasakan pasien. 2. Tonsilitis bacterial Gejala dan tanda masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri ditelinga(otalgia). Rasa mnyeri ditelinga ini karena nyeri alih melalui saraf N. Glosofaringeus (N. IX).Pada pemeriksaan tonsil tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup poleh membran semu. B. Tonsilitis membranosa Penyakit yang termasuk dalam golongan tonsillitis septik(Septic sore throat), (c) Angina Plaut Vincent. (d) Penyakit kelainan darah seperti leukemia akut, anemia pernisiosa, neutron maligna serta infeksi mono-nukleosis., (e) proses spesifik lues dan tuber- kulosis, (f) infeksi jamur monoliasis, aktinomikosis dan blastomikosis, (g) infeksi virus morbili, pertusis dan skarlatina. 1. Tonsilitis difteri Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi pada bayi dan anak. Penyebab tonsiilitis difteri adalah kuman coryne bacterium diphteriae, kuman yang termasuk Gram positif dan hidung di saluran nafas bagian atas yaitu hidung, faring dan laring. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan menjadi sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin dalam darah seseorang. Titer anti toksin sebesar 0,03 saluran per/cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Hal inilah yang di pakai pada test Schick. Tonsilitis difteri sering ditemukan anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkn masih menderita penyakit ini. Gejala dan tanda
  • 45. Gambaran klinik dibagi dalam tiga golongan yaitu gelaj umum, gejala local daan gejala akibat eksotoksin. a. Gejala umum, seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak napsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan b. Gejala local, yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membrane semu. Membrane ini dapat meluas ke platum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea, dan brongkus dan dapat menyunbat saluran napas. Membrane semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak sedemikan besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck), atau disebut juga Burgemeester’s hals. c. Gejala akibat eksotoksin, yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi niokarditis sampai decompensatio cordis, mengenai saraf cranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria. 2. Tonsilitis Septik Penyebab dari tonsillitis septic ialah Streptop kokus hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemi. Oleh karena di Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan cara pasteurisasi sebelum di minum maka penyakit ini jarang ditemukan. 3. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseros membranosa) Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada penderita dengan hygiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. Gejala
  • 46. Demam sampai 390C, nyeri kepala, badan lemah dan kadang-kadang terdapat gangguan pencernaan.Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. 4. Penyakit kelainan darah Tidak jarang tanda pertama leukemia akut, angina agranulositosis dan infeksi mononucleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membrane semu. Kadang-kadang terdapat pendarahan di selaput lender, mulut dan faring serta membesaran kelenjar submandibula. a. Leukemia akut, gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan dimukosa mulut, gusi dan dibawah kuulit sehingga kulit tampak bercak kebiruan. Tonsil membengkak ditutupi membrane semu tetapi tidak hiperemis dan rasa nyeri yang hebat di tenggorok. b. Angina agranulositoosis Penyebabnya adalah keracunan obat dari golongan obat abinopirin, sulfa dan arsen. Pada pemeriksaan tampak ulkus di mukosa mulut dan faring serta di sekitar ulkus tampak gejala radang. Ulkus ini juga dapat ditemukan di genitalia dan saluran cerna. c. Infeksi mononucleosis Pada penyakit ini terjadi tonsilo faringitis ulsero yang menutupi ulkus mudah diangkat tanpa timbul pendarahan.Terdapat pembesaran kelenjar limfa leher, ketiak dan regioinguinal.Gambaran darah khas yaitu terdapat leukosit mononukleus dalam jumlah yang besar. Tanda khas yang lain ialah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terdapap sel darah domba(reaksi Paul Bunnel). C. Tonsilitis Kronik Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kroniik adalah rangsangan yang menahun dari rokok beberapa jenis makanan hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsillitis akut yyang tidak adekuat. Kuman penyebabnya sama dengan tonsiilitis akut tetapi kadang-kadang kuman menjadi kuman golongan Gram negative. Patologi
  • 47. Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh garingan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsiliaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula. Gejala dan tanda Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan bebrapa kripti terrisi oleh detritus.Rasa ada yang menganjal di tenggorok, dirasakan kering di tenggorok dan nafas berbau. Hipertropi Adenoid Aenoid adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terletak diding posterior nasofaring, termasuk dalam rangkaian cincin Waldeyer. Secara fisiologi adenoid ini membesar pada anak 3 tahun dan kemudian mengecil dan hilang sama sekali pada usia 14 tahun. Bila sering terjadi infeksi saluran nafas bagian atas, maka akan terjadi hipertropi adenoid. Akibat fdari hhipertropi ini akan timbul sumbatan koana dan sumbatan tuba Eustachius. Akibat sumbatan koana, pasien akan bernafas melaui mulut sehingga terjadi , (a) Fasies adenoid yaitu tampak hidung kecil, gigi insisivus kedepan(prominem), arkus faring tinggi yang menyebabkan kesan wajah pasien tampak seperti orang bodoh,(b) Faringitis dan brongkitis, (c) Gangguan ventilasi dan dreinase sinus paranasal sehingga menimbulakan sinusitis kronik. Akibat sumbatan Tuba Eustachius akan terjadi otitis media akut berulang, otitis medaia kronik dan akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif kronik. Akibat hipertropi adenoid juga akan menimbulkan gangguan tidur, tidur ngorok, retardasi mental dan pertumbuhan.
  • 48. 3. Patofisiologi gangguan THT a. Otitis Media Akut PATOFISIOLOGI Otitis Media Akut (OMA) biasanya disebabkan karena adanya komplikasi dari infeksi saluran pernafasan bagian atas.Sekresi dan inflamasi dari infeksi saluran pernafasan bagian atas ini dapat menyebabkan terjadnya oklusi tuba Eustachii. Normalnya, mukosa dari telinga bagian tengah mengabsorpsi udara di liang telinga bagian tengah. Jika udara tersebut tidak terabsorpsi karena adanya obstruksi tuba Eustachii, maka akan timbul suatu tekanan negativeyang menyebabkan terjadinya suatu produksi secret yang serous. Sekret di telinga bagian tengah ini merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri dan mikroba.Dan dengan adanya infeksi saluran pernafasan bagian atas, memudahkan masuknya virus atau bakteri ke telinga tengah. Jika pertumbuhannya cepat, maka hal ini akan menyebabkan terjadinya infeksi telinga bagian tengah. Jika infeksi dan inflamasi ini terjadi secara terus menerus, hal ini dapat menyebabkan perforasi pada membran thympani
  • 49. Komplikasi dari infeksi saluran pernapasan atas Tuba eusthachii disfungsi ( obstruksi ) Udara tidak terabsorpsi Tekanan (-) di telinga tengah Produksi secret Virus / bakteri masuk Infeksi telinga tengah ( inflamasi ) Perforasi pada membrane timpani Kehilangan pendengaran konduktif Nyeri akibat inflamasi Perubahan persepsi sensori
  • 50. b. Faringitis PARINGITIS Infflamasi Demam Edema mukosa Batuk Mukosa Nyeri Kemerahan 2 5 Penguapan Gangguan Menelan Kesulitan nutrisi Sputum mukosa 1 3 Resti defisit volume cairan Pembersihan jl nafas tidak Droplet  4 Resti penularan efektif Kurangnya pengetahuan 6
  • 51. c. Patofisiologi tonsilitis Bakteri Virus (dalam udara & makanan) (dalam udara & makanan) Peradangan tonsil Prod. Secret berlebih Tonsillitis Bersihan jln nafas tidak efektif Pembesaran tonsil Peningkatan suhu tubuh Benda asing di jln nafas Diprose s Obst. Jln nafas Kekurangan vol. cairan Obs. mekanik Gangguan rasa nyaman (nyeri) Bersihan jln nafas tdk efektif Resiko kerusakan menelan Tonsilektomi anoreksia Kurang pemahaman Resiko perdarahan Resiko perub. Nutrisi kurang dari kebutuhan Kurang pengetahuan Darah di sal. nafas Bersihan jln nafas tidak efektif
  • 52. d. Sinusitis PATOFISIOLOGI Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-astium sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (muccociary clearance) di dalam KOM. Mucus juga mengandung substansi antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergeral dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous . kondisi ini bisa dianggap sebagai ninosinitis non-bakterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multipikasi bakteri.Secret menjadi purulen.Keadaan ini disebut sebagai rinosinisitis akut bacterial dan memerlukan terapi antibiotic. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi) inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid, atau pembentukan polip dan kista. Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah streptococcus pneumonia (30-50%).Hemophylus influenza 920-40%) dan Moraxella catarrahalis (4%).Pada anak, M.Catarrhalis lebih banyak ditemukan (20%). Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih berperan tetapi umumnya bakteri yang ada lebih condong kea rah bakteri gram negative dan anaerob.
  • 53. 4. Jenis-jenis pemeriksaan pada THT TELINGA Anamnesis Anamnesis yang terarah diperlukan untuk menggali lebih dalam dan lebih luas keluhan utama pasien. Keluhan utama telinga dapat berupa: 1) Gangguan pendengaran/pekak (tuli) 2) Suara berderimg/berdengung (tinitus) 3) Rasa pusing yang berputar (vertigo) 4) Rasa nyeri didalam telinga (otalgia) 5) Keluar cairan dari telinga(otore) Pemeriksaan telinga Alat yang diperlukan untuk pemeriksaan telinga adalah lampu kepala, corong telinga, otoskop, pelilit kapas, pengait serumen, pinset telinga dan garpulata. Pasien dengan posisi badan condong sedikit kedepan dan kepala lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membrane timpani. Mula-mula dilihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun telinga (retro-aurikuler) apakah terdapat tanda peradangan atau sikatriks bekas operasi. Dengan menarik daun telinga ke atas dan ke belakang, liang telinga menjadi lebih lurus dan akan mempermudah untuk melihat keadaan liang telinga dan membrane timpani. Pakailah
  • 54. otoskop untuk melihat lebih jelas bagian-bagian membrane timpani.Otoskop dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan pasien dan dengan tangan kiri bila memeriksa telinga kiri.Supaya posisi otoskop ini stabil maka jari kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien. Bila terdapat serumen dalam liang telinga yang menyumbat maka serumen ini harus dikeluarkan. Jika konsistensinya cair dapat dengan kapas yang dililitkan, bila konsistensinya lunak atau liat dapat dikeluarkan dengan pengait dan bila berbentuk lempengan dapat dipegang dan dikeluarkan dengan pinset. Jika serumen ini sangat keras dan menyumbat seluruh liang telinga maka lebih baik dilunakkan dulu dengan minyak atau korbagliserin. Uji pendengaran dilakukan dengan memakai garputala dan dari hasil pemeriksaan dapat diketahui jenis ketulian apakah tuli konduktif atau tuli perseptif (sensorineural).Uji penala yang dilakukan sehari-hari adalah uji pendengaran Rinne dan Weber.Uji rinne dilakukan dengan menggetarkan garputala 512 Hz dengan jari atau mengetukkannya pada siku dan lutut pemeriksa.Kaki garputala tersebut diletakkan pada tulang mastoid telinga yang diperiksa selama 2-3 detik. Kemudian dipindahkan ke depan liang telinga selama 2-3 detik. Pasien menentukan ditempat mana yang terdengar lebih keras. Jika bunyi terdengar lebih keras bila garputala diletakkan di depan liang telinga berarti telinga yang diperiksa normal atau menderita tuli sensorineural. Keadaan seperti ini disebut rinne positif.Bila bunyi yang terdengar lebih keras di tulang mastoid, maka telinga yang diperiksa menderita tuli konduktif dan biasanya lebih dari 20 dB.Hal ini disebut rinne negative. Uji weber dilakukan dengan meletakkan kaki penala yang telah digetarkan pada garis tengah wajah atau kepala.Ditanyakan pada telinga mana yang terdengar lebih keras.Pada keadaan normal pasien mendengar suara di tengah atau tidak dapat membedakan telinga mana yang mendengar lebih keras.Bila pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sehat (lateralisasi ke telinga yang sehat) berarti pasien yang sakit menderita tuli sensorineural.Bila pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sakit (lateralisasi ke telinga yang sakit) berarti telinga yang sakit menderita tuli konduktif.
  • 55. HIDUNG Keluhan utama penyakit atau kelainan di hidung adalah 1) Sumbatan hidung 2) Sekret di hidung dan tenggorokan 3) Bersin 4) Rasa nyeri di daerah muka dan kepala 5) Perdarahan dari hidung dan 6) Gangguan penghidu Pemeriksaan hidung Bentuk luar hidung diperhatikan apakah ada deviasi atau depresi tulang hidung.Adakah pembengkakan di daerah hidung dan sinus paranasal.Dengan jari dapat dipalpasi adanya krepitasi tulang hidung pada fraktus os nasal atau rasa nyeri tekan pada peradangan hidung dan sinus paranasal. Memeriksa rongga hidung bagian dalam dari depan disebut rinoskop anterior. Diperlukan spekulum hidung.Pada anak dan bayi kadang-kadang tidak diperlukan.Otoskop dapat dipergunakan untuk melihat bagian dalam hidung terutama untuk mencari benda asing.Spekulum dimasukkan ke dalam lubang hidung dengan hati-hati dan dibuka setelah spekulum berada di dalam dan waktu mengeluarkannya jangan ditutup dulu di dalam, supaya bulu hidung tidak terjepit.Vestibulum hidung, septum terutama bagian anterior, konka inferior, konka media, konka superior serta meatus sinus paranasal dan keadaan mukosa rongga hidung harus diperhatikan. Begitu juga rongga hidung sisi lain. Kadang-kadang rongga hidung ini sempit karena adanya edema mukosa. Pada keadaan seperti ini untuk melihat organ- organ yang disebut di atas lebih jelas perlu dimasukkan tampon kapas adrenalin pantokain beberapa menit untuk mengurangi edema mukosa dan menciutkan konka, sehingga rongga hidung lebih lapang. Untuk melihat bagian belakang hidung dilakukan pemeriksaan rinoskopi posterior sekaligus untuk melihat keadaan nasofaring. Untuk melakukan pemeriksaan rinoskopi posterior diperlukan spatula lidah dan kaca nasofaring yang telah dihangatkan dengan api lampu spiritus untuk mencegah udara pernapasan mengembun pada kaca. Sebelum kaca
  • 56. ini dimasukkan, suhu kaca dites dulu dengan menempelkannya pada kulit belakang tangan kiri pemeriksa.Pasien diminta membuka mulut, lidah dua pertiga anterior ditekan dengan spatula lidah.Pasien bernafas dengan mulut supaya uvula terangkat ke atas dan kaca nasofaring yang menghadap ke atas dimasukkan melalui mulut, ke bawah uvula sampai nasofaring. Setelah kaca berada di nasofaring pasien diminta bernapas bisa melalui hidung, uvula akan turun kembali dan rongga nasofaring terbuka. Mula-mula diperhatikan bagian belakang septum dan koana. Kemudian kaca diputar ke lateral sedikit untuk melihat konka superior, konka media dan konka inferior serta meatus superior dan meatus media. Kaca diputar lebih ke lateral lagi sehingga dapt diidentifikasi torus tubarius, muara tuba Eustachius dan fosa Rossenmuler, kemudian kaca diputar ke sisi lainnya. Daerah nasofaring lebih jelas terlihat bila pemeriksaan dilakukan dengan memakai nasofaringoskop. Udara melalui kedua lubang hidung lebih kurang sama dan untuk mengujinya dapat dengan cara meletakkan spatula lidah dari metal di depan kedua lubang hidung dan membandingkan kiri dan kanan. Pemeriksaan sinus paranasal Dengan inspeksi, palpasi dan perkusi daerah sinus paranasal serta pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior saja, diagnosis kelainan sinus sulit ditegakkan.Pemeriksaan transiluminasi mempunyai manfaat yang sangat terbatas dan tidak dapat menggantikan peranan pemeriksaan radiologik.Pada pemeriksaan transiluminasi sinus maksila dan sinus frontal, dipakai lampu khusus sebagai sumber cahaya dan pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang gelap.Transiluminasi sinus maksila dilakukan dengan memasukkan sumber cahaya ke rongga mulut dan bibir dikatupkan sehingga sumber cahaya tidak tampak lagi.Setelah beberapa menit tampak daerah infra orbita terang seperti bulan sabit.Untu pemeriksaan sinus frontal, lampu diletakkan di daerah bawah sinus frontal dekat kantus medius dan di daerah sinus frontal tampak cahaya terang. Pemeriksaan radiologik untuk menilai sinus maksila dengan posisi Water, sinus frontalis dan sinus etmoid dengan posisi postero anterior dan sinus sphenoid dengan
  • 57. posisi lateral.Untuk menilai kompleks osteomeatal dilakukan pemeriksaan dengan CT scan. FARING DAN RONGGA MULUT Keluhan kelainan di daerah faring umumnya adalah 1) Nyeri tenggorok 2) Nyeri menelan (odinofagia) 3) Rasa banyak dahak ditenggorok 4) Sulit menelan (disfagis) 5) Rasa ada yang menyumbat atau mengganjal. Pemeriksaan faring dan rongga mulut Dengan lampu kepala yang diarahkan ke rongga mulut, dilihat keadaan bibir, mukosa rongga mulut, lidah dan gerakan lidah.Dengan menekan bagian tengah lidah memakai spatula lidah maka bagian-bagian rongga mulut lebih jelas terlihat.Pemeriksaan dimulai dengan melihat keadaan dinding belakang faring serta kelenjar limfanya, uvula, arkus faring serta gerakannya, tonsil, mukosa pipi, gusi dan gigi geligi. Palpasi rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor, kista dan lain-lain. Apakah ada rasa nyeri di sendi temporo mandibula ketika membuka mulut. 5. Penatalaksanaan dari gangguan THT Colme tetes telinga Indikasi: Pengobatan infeksi superfisial pada telinga luar oleh bakteri Gram-negatif dan Gram-positif yangpeka terhadap Chloramphenicol.
  • 58. Kontra Indikasi: Penderita yang hipersensitif terhadap Chloramphenicol dan Lidocaine.- Perforasi membran timpani. Komposisi: Chloramphenicol (10%) Lidocaine (4%) Khasiat: Chloramphenicol merupakan antimikroba spektrum luas yang aktif terhadapbakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif.Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis protein sel mikroba. Efek Samping: Iritasi local seperti gatal- gatal, rasa terbakar, urtikaria, dermatitis vesicular, dermatitis makulopapular Peringatan/Perhatian: Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan dari mikroorganisme yang tidak peka termasuk fungi, bila terjadi superinfeksi pengobatan dihentikan.Hanya bermanfaat untuk infeksi yang sangat superfisial, infeksi dalam memerlukan terapi sistemik.
  • 59. Hati-hati penggunaan pada penderita dengan otitis media supuratif kronis. Aturan Pakai: Dewasa dan anak-anak:2 - 3 tetes, 2 - 3 kali sehari. Penyimpanan: derajat. Celsius Wadah disimpan dalam kondisi tertutup rapat dan hinari terjadinya kontaminasi dari jangkauan anak-anak.Simpan di bawah 25 derajat.Celsius terlindung dari cahaya matahari.Jangan disimpan dalam lemari pembeku. ERLAMYCETIN Tetes Telinga Indikasi: Infeksi superfisial pada telinga luar oleh kuman gram positif atau gram negative yang peka terhadap chloramphenicol Kontra Indikasi: Bagi penderita yang sensitif terhadap Chloramphinicol.- Perforasi membran timpani. Komposisi: Tetes telinga erlamycetin mengandung 1 % chloramphenicol base di dalam larutan tetes telinga. Aksi dan Pemakaian: Sebagai broad spektrum antibiotika, bekerja sebagai bakteriostatik terhadapbeberapa species dan pada keadaan tertentu bekerjanya sebagai bakterisid.
  • 60. Cara Pemakaian: Teteskan de dalam lubang telinga 2-3 tetes, 3 kali sehari atau menurut petunjuk dokter. Peringatan dan Perhatian: Hindarkan penggunaan jangka lama karena dalam meransang hipersensitivitas oleh kuman yang resisten.Obat tetes ini hanya untuk infeksi yang sangat superfisial.Infeksi yang dalam memerlukan terapi sistemik. Efek samping: Iritasi lokal, seperti gatal, rasa panas, dermatitis vesikuler dan mukolopapular. Penyimpanan: Simpan di tempat yang sejuk, kering dan terlindung dari cahaya. Ear Wax Removal Kit Peroksida carbamide Indikasi : Ear wax removal kit digunakan untuk mengobati penumpukan kotoran telinga oleh pelunakan, melonggarkan dan menghapuskan telinga tersebut Penyimpanan : Simpan pada suhu antara 2 hingga 30 serjat celcius dan hindari terkena sinar matahari secara langsung.
  • 61. Overdosis Jika terjadi overdosis, segera hubungi dokter dan bawa ke rumah sakit terdekat. Ear Wax Removal Kit berbahaya jika tertelan. Menggunakan Ear Wax Remonal Gunakan Ear Wax Removal Kit untuk telinga, gunakan 2 kali sehari atau dengan petunjuk dokter. Jangan gunakan Ear Wax Removal Kit lebih dari 4 hari. Untuk lebih aman, biarkan orang lain yang membantu anda untuk menggunakan obat tersebut. Untuk menghindari kontaminasi, jangan menyentuh ujung pipet atau membiarkannya menyentuh telinga anda atau permukaan lainnya. Berbaring di samping atau memiringkan telinga dala pemakaian obatselama 2 menit. Jangan bilas pipet dan tutup obat penetes setelah menggunakannya. Efek samping : Telinga drainase, sakit telinga, iritasi atau ruam di telinga, serta dapatterjadi pusing Hubungi dokter jika terjadi efek samping Ear Wax Removal Kit dapat menyebabkan bunyi berderak di telinga. Efek ini bersifat sementara dan tidak berbahaya karena obat berbuih dan melonggarkan kotoran telinga tersebut Peringatan : Beritahu dokter riwayat kesehatan anda, termasuk: alergi, masalah telinga lainnya (misalnya, berlubang atau rusak gendang telinga, infeksi telinga/luka operasi) Katakan kepada dokter Anda jika Anda sedang hamil sebelum menggunakanEar Wax Removal Kit.
  • 62. Interaksi Obat : Beritahu dokter anda dari semua obat resep dan nonprescription, anda dapatmenggunakan, khususnya dari: obat telinga yang lain.Jangan memulai atau menghentikan obat apapun tanpa persetujuan d okter atau apoteker. OFLOKSASIN Indikasi Digunakan untuk infeksi telinga tengah dan infeksi telinga luar (telinga perenang) Kontraindikasi Anda tidak harus menggunakan obat ini jika anda memiliki reaksi alergi terhadap ofloksasinatau antibiotic yang sam seperti siprofloksasin, gatifloksasin, levofloxacin, ciloxan, cipro, levaquin, atau tequin Cara Menggunakan Obat : Dokter anda akan memberitahu anda berapa banyak obat ini untuk digunakan dan seberapa sering. Jangan menggunakan obat lebih banyak atau menggunakannya lebih sering dari sering dokter anda memberitahu anda Gunakan obat ini hanya di telinag anda. Janagn menelan obat dan jangan menaruhnya dimatamu. Cuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan setelah menggunakan obat ini. Bersihkan perlahan telinga jika ada kotoran apapun. Berhati-hati untuk menaruh kapas atau apapun di dalam telinga.