1. Modul II
Skenario: Telinga berair
An. Z, 10 th, mengunjungi poliklinik THT dengan keluhan utama telinga berair disertai demam,
keadaan ini dialami sejak 1 minggu yang lalu. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya.Klien
mengatakan nyeri pada saat menelan, ibu klien mengatakan nyeri pada saat menelan.Ibu klien
mengatakan anaknya sering mengalami pilek yang berkepanjangan.Dari hasil pemeriksaan
telinga ditemukan bahwa klian mengalami penurunan fungsi pendengaran, tonsil bengkak.
A. Kata Kunci:
Umur 10 tahun
Telinga berair
Demam
Dialami sejak 1 minggu yang lalu
Tidak ada riwayat trauma
Nyeri pada saat menelan
Sering mengalami pilek yang berkepanjangan
Penurunan fungsi pendengaran
Tonsil bengkak
2. B. Topic tree
THT (Telinga Hidung Tenggorokan )
Pemeriksaan Anatomi fisiologi Gangguan THT
Pemeriksaan fisik Etiologi
Pemeriksaan diagnostik Patofisiologi
Pemeriksaan Lab. Manifestasi klinik
Penatalaksaan
Farmako
Non farmako
Askep
C. Pertanyaan penting
1. Jelaskan anatomi fisiologi THT (Telinga Hidung Tenggorokan)!
2. Jelaskan macam-macam gangguan THT (Telinga Hidung Tenggorokan)!
3. Jelaskan patofisiologi gangguan THT (Telinga Hidung Tenggorokan)!
4. Jelaskan jenis-jenis pemeriksaan pada THT!
5. Jelaskan penatalaksanaan dari gangguan THT!
6. Jelaskan AKSEP dari gangguan THT sesuai skenario!
D. Jawaban pertanyaan penting
1. Anatomi fisiologi
Anatomi dan Fisiologi Telinga
Anatomi telinga dibagi atas telinga luar,telinga tengah,telinga dalam:
a) Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran tympani.
Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit. Daun
3. telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga (meatus akustikus
eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, di
sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen(modifikasikelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat
terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit
dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang.
Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut,
kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi
kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang
menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan
serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi.
4. Gambar 2.1: Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Potongan Frontal Telinga
b) Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
Batas luar : Membran timpani
Batas depan : Tuba eustachius
Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.
Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )
Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal,kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval window),tingkap
bundar (round window) dan promontorium.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga
dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars flaksida
(Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane propia). Pars
5. flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan
bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars
tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan
sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian
dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut
umbo. Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut,sirkuler dan radier. Serabut inilah
yang menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut.Membran timpani
dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan
garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan,
atas-belakang, bawah-depan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi
membrane timpani.
Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari
luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga
tengah saling berhubungan . Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani,
maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap
lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian.
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina
propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga
tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai
fungsi konduksi suara. maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng. Pada
pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum,
yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba
eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring
dengan telinga tengah.
6. Gambar 2.2 : Membran Timpani1,2,3
Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius
(tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi
membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika
menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan
usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran tympani. Karena ketika mulut
terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga
tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama antara permukaan dalam dan
permukaan luar membran tympani.
c) Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.Ujung atau
puncak koklea disebut holikotrema,menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala
vestibuli.
Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap.
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani
sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala
7. timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli
disebut sebagai membrane vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media
adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti.
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam,
sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.
8. Gambar2.3 : Gambar labirin bagian membrane labirin bagian tulang, Telinga Dalam
Koklea
bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia
panjangnya 35mm. koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali putaran yang mengelilingi
sumbunya. Sumbu ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari pembuluh darah dan saraf.
Ruang di dalam koklea bagian tulang dibagi dua oleh dinding (septum). Bagian dalam
dari septum ini terdiri dari lamina spiralis ossea. Bagian luarnya terdiri dari anyaman
penyambung, lamina spiralis membranasea. Ruang yang mengandung perilimf ini dibagi
menjadi: skala vestibule (bagian atas) dan skala timpani (bagian bawah). Kedua skala ini
bertemu pada ujung koklea. Tempat ini dinamakan helicotrema. Skala vestibule bermula
pada fenestra ovale dan skala timpani berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari
pertemuan antara lamina spiralis membranasea kearah perifer atas, terdapat membrane
yang dinamakan membrane reissner. Pada pertemuan kedua lamina ini, terbentuk saluran
yang dibatasi oleh:
1. membrane reissner bagian atas
2. lamina spiralis membranasea bagian bawah
3. dinding luar koklea
saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membrane yang berisi
endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum spiralis.disini, terdapat stria
vaskularis, tempat terbentuknya endolimf.
Gambar2.4 :Koklea
9. Didalam lamina membranasea terdapat 20.000 serabut saraf.Pada membarana
basilaris (lamina spiralis membranasea) terdapat alat korti.Lebarnya membrane basilaris
dari basis koklea sampai keatas bertambah dan lamina spiralis ossea berkurang.Nada
dengan frekuensi tinggi berpengaruh pada basis koklea.Sebaliknya nada rendah
berpengaruh dibagian atas (ujung) dari koklea.
GAMBAR 2.5 : Organ korti 2,3
Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membrane, yaitu membrane tektoria.
Membrane ini berpangkal pada Krista spiralis dan berhubungan dengan alat persepsi pada
alat korti. Pada alat korti dapat ditemukan sel-sel penunjang, sel-sel persepsi yang
mengandung rambut. Antara sel-sel korti ini terdapat ruangan (saluran) yang berisi
kortilimf.
Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan peralatan duktus
reunions. Bagian dasar koklea yang terletak pada dinding medial cavum timpani
menimbulkan penonjolan pada dinding ini kearah cavum timpani. Tonjolan ini
dinamakan promontorium.
Vestibulum
Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang juga berisi
perilimf. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang (foramen ovale) yang
berhubungan dengan membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot plate) dari
stapes. Di dalam vestibulum, terdapat gelembung-gelembung bagian membrane sakkulus
dan utrikulus. Gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus berhubungan satu sama lain
dengan perantaraan duktus utrikulosakkularis, yang bercabang melalui duktus
10. endolimfatikus yang berakhir pada suatu lilpatan dari duramater, yang terletak pada
bagian belakang os piramidalis. Lipatan ini dinamakan sakkus endolimfatikus. Saluran ini
buntu.
Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi oleh sel-sel
penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula sakkuli.
Sedangkan pada utrikulus, dinamakan macula utrikuli.
Kanalis semisirkularisanlis
Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak lurus satu
sama lain. didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran yang terbenam
dalam perilimf. Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan dengan antrum mastoideum
dan tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis horizontalis (lateralis).
Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan fossa crania media
dan tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai tonjolan, eminentia arkuata. Kanalis
semisirkularis posterior tegak lurus dengan kanalis semi sirkularis superior. Kedua ujung
yang tidak melebar dari kedua kanalis semisirkularis yang letaknya vertikal bersatu dan
bermuara pada vestibulum sebagai krus komunis.
Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam kanalis semisirkularis
ossea. Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi perilimf. Didalam kanalis
semisirkularis membranasea terdapat endolimf. Pada tempat melebarnya kanalis
semisirkularis ini terdapat sel-sel persepsi. Bagian ini dinamakan ampulla.
Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya pada Krista
ampularis yang menempati 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-rambut dari sel persepsi ini
mengenai organ yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang mencapai atap dari
ampulla sehingga dapat menutup seluruh ampulla.
Fisiologi pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian
11. tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap
lonjong.Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran
diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa,sehingga akan
menimbulkan gerak relative antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini
merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel
rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari
badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.
Gambar 2.6 : Fisiologi Pendengaran
12. Anatomi dan fisiologi hidung
a) Anatomi hidung
Gambar 2.7 : Anatomi hidung
Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari
biasanya dan hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan
yang tidak menguntungkan. Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam. Hidung
luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas, struktur hidung luar
dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu: paling atas kubah tulang yang tak dapat
digerakkan, dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang
paling bawah adalah lobolus hidung yang mudah digerakkan.
Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks.Agak keatas dan belakang dari
apeks disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai kepangkal hidung dan
menyatu dengan dahi.Yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu
diposterior bagian tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum.Titik
pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung.Disini bagian bibir
atas membentuk cekungan dangkal memanjang dari atas kebawah yang disebut filtrum.
Sebelah menyebelah kolumela adalah nares anterior atau nostril(Lubang hidung)kanan
dan kiri, sebelah latero-superior dibatasi oleh ala nasi dan sebelah inferior oleh dasar
hidung.
13. Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung.Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur yang
membentang dari os internum disebelah anterior hingga koana di posterior, yang
memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk
terowongan dari depan kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya
menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan
disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana)yang
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares
anterior, disebut dengan vestibulum.Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak
kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.Tiap kavum
nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan
superior.Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh tulang
dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior, konkha media dan konkha
inferior. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha inferior, kemudian yang
lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan
yangterkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka
inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid,
sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin
etmoid.Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior,
berikutnya celah antara konkha media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas
konkha media disebut meatus superior.
Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan celah
yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior.Disini terdapat muara dari sinus
maksilla, sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Dibalik bagian anterior konka
media yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk
bulat sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang
berbentuk bulan sabit menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang
dinamakan hiatus semilunaris.Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk
tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus.
14. Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus
maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Dan sinus maksilla merupakan sinus paranasal
terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid iregular dengan dasarnya menghadap
ke fossa nasalis dan puncaknya kearah apek prosesus zigomatikus os maksilla.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale da os palatinus sedangkan atap cavum
nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana
mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan,
mengandung sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati
lamina cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I
olfaktorius.
Perdarahan hidung
Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu:
1. Arteri Etmoidalis anterior
2. Arteri Etmoidalis posterior cabang dari arteri oftalmika
3. Arteri Sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal dari
arteri karotis eksterna.
Gambar 2.8 : Sistem Vaskularisasi Hidung
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri maksilaris
interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar
dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung
15. dibelakang ujung posterior konka media.Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari
cabang-cabang arteri fasialis.
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri
sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor,
yang disebut pleksus kieesselbach (little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya
superfisialis dan mudah cedera oleh truma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis.
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan
dengan arterinya. Vena divestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena
oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernesus.
Persyarafan hidung
Gambar 2.9 :PersarafanHidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus
etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal dari
nervus oftalmikus. Saraf sensoris untuk hidung terutama berasal dari cabang oftalmikus
dan cabang maksilaris nervus trigeminus.Cabang pertama nervus trigeminus yaitu nervus
oftalmikus memberikan cabang nervus nasosiliaris yang kemudian bercabang lagi
menjadi nervus etmoidalis anterior dan etmoidalis posterior dan nervus
infratroklearis.Nervus etmoidalis anterior berjalan melewati lamina kribrosa bagian
anterior dan memasuki hidung bersama arteri etmoidalis anterior melalui foramen
etmoidalis anterior, dan disini terbagi lagi menjadi cabang nasalis internus medial dan
16. lateral.Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nervus
maksila melalui ganglion sfenopalatinum.Ganglion sfenopalatina, selain memberi
persarafan sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa
hidung.Ganglion ini menerima serabut serabut sensorid dari nervus maksila.Serabut
parasimpatis dari nervus petrosus profundus.Ganglion sfenopalatinum terletak dibelakang
dan sedikit diatas ujung posterior konkha media.
Nervus Olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus
olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidupada mukosa
olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.
b) Fisiologi hidung
Hidung berfungsi sebagai indra penghidu , menyiapkan udara inhalasi agar dapat
digunakan paru serta fungsi filtrasi. Sebagai fungsi penghidu, hidung memiliki epitel
olfaktorius berlapis semu yang berwarna kecoklatan yang mempunyai tiga macam sel-sel
syaraf yaitu sel penunjang, sel basal dan sel olfaktorius. Fungsi filtrasi, memanaskan dan
melembabkan udara inspirasi akan melindungi saluran napas dibawahnya dari kerusakan.
Partikel yang besarnya 5-6 mikrometer atau lebih, 85 % -90% disaring didalam hidung
dengan bantuan TMS. Fungsi hidung terbagi atas beberapa fungsi utama yaitu (1)Sebagai
jalan nafas, (2) Alat pengatur kondisi udara, (3) Penyaring udara, (4) Sebagai indra
penghidu, (5) Untuk resonansi suara, (6) Turut membantuproses bicara,(7) Reflek nasal.
Sistem Mukosiliar
a) Histologi mukosa
Luas permukaan kavum nasi kurang lebih 150 cm2 dan total volumenya sekitar
15 ml. Sebagian besar dilapisi oleh mukosa respiratorius.Secara histologis, mukosa
hidung terdiri dari palut lendir (mucous blanket), epitel kolumnar berlapis semu bersilia,
membrana basalis, lamina propria yang terdiri dari lapisan subepitelial, lapisan media dan
lapisan kelenjar profunda.
17. Gambar2.10 :gambaran histology mukosahidung
b) Epitel
Epitel mukosa hidung terdiri dari beberapa jenis, yaitu epitel skuamous kompleks
pada vestibulum, epitel transisional terletak tepat di belakang vestibulum dan epitel
kolumnar berlapis semu bersilia pada sebagian mukosa respiratorius.Epitel kolumnar
sebagian besar memiliki silia.Sel-sel bersilia ini memiliki banyak mitokondria yang
sebagian besar berkelompok pada bagian apeks sel. Mitokondria ini merupakan sumber
energi utama sel yang diperlukan untuk kerja silia.Sel goblet merupakan kelenjar
uniseluler yang menghasilkan mukus, sedangkan sel basal merupakan sel primitif yang
merupakan sel bakal dari epitel dan sel goblet.Sel goblet atau kelenjar mukus merupakan
sel tunggal, menghasilkan protein polisakarida yang membentuk lendir dalam
air.Distribusi dan kepadatan sel goblet tertinggi di daerah konka inferior sebanyak 11.000
sel/mm2 dan terendah di septum nasi sebanyak 5700 sel/mm2.Sel basal tidak pernah
mencapai permukaan.Sel kolumnar pada lapisan epitel ini tidak semuanya memiliki silia.
Kavum nasi bagian anterior pada tepi bawah konka inferior 1 cm dari tepi depan
memperlihatkan sedikit silia (10%) dari total permukaan. Lebih kebelakang epitel bersilia
menutupi 2/3 posterior kavum nasi.
Silia merupakan struktur yang menonjol dari permukaan sel. Bentuknya panjang,
dibungkus oleh membran sel dan bersifat mobile. Jumlah silia dapat mencapai 200 buah
pada tiap sel. Panjangnya antara 2-6 μm dengan diameter 0,3 μm. Struktur silia terbentuk
dari dua mikrotubulus sentral tunggal yang dikelilingi sembilan pasang mikrotubulus
18. luar. Masing-masing mikrotubulus dihubungkan satu sama lain oleh bahan elastis yang
disebut neksin dan jari-jari radial. Tiap silia tertanam pada badan basal yang letaknya
tepat dibawah permukaan sel.
Pola gerakan silia yaitu gerakan cepat dan tiba-tiba ke salah satu arah (active
stroke) dengan ujungnya menyentuh lapisan mukoid sehingga menggerakan lapisan
ini..Kemudian silia bergerak kembali lebih lambat dengan ujung tidak mencapai lapisan
tadi (recovery stroke). Perbandingan durasi geraknya kira-kira 1 : 3. Dengan demikian
gerakan silia seolah-olah menyerupai ayunan tangan seorang perenang. Silia ini tidak
bergerak secara serentak, tetapi berurutan seperti efek domino (metachronical waves)
pada satu area arahnya sama.
Gerak silia terjadi karena mikrotubulus saling meluncur satu sama lainnya.
Sumber energinya ATP yang berasal dari mitokondria.ATP berasal dari pemecahan ADP
oleh ATPase.ATP berada di lengan dinein yang menghubungkan mikrotubulus dalam
pasangannya. Sedangkan antarapasangan yang satu dengan yang lain dihubungkan
dengan bahan elastis yang diduga neksin.
Mikrovilia merupakan penonjolan dengan panjang maksimal 2 μm dan
diameternya 0,1 μm atau 1/3 diameter silia. Mikrovilia tidak bergerak seperti silia.Semua
epitel kolumnar bersilia atau tidak bersilia memiliki mikrovilia pada permukaannya.
Jumlahnya mencapai 300-400 buah tiap sel. Tiap sel panjangnya sama. Mikrovilia bukan
merupakan bakal silia.Mikrovilia merupakan perluasan membran sel, yang menambah
luas permukaan sel. Mikrovilia ini membantu pertukaran cairan dan elektrolit dari dan ke
dalam sel epitel.Dengan demikian mencegah kekeringan permukaaan sel, sehingga
menjaga kelembaban yang lebih baik dibanding dengan sel epitel gepeng.
c) Palut lendir
Palut lendir merupakan lembaran yang tipis, lengket dan liat, merupakan bahan
yang disekresikan oleh sel goblet, kelenjar seromukus dan kelenjar lakrimal.Terdiri dari
dua lapisan yaitu lapisan yang menyelimuti batang silia dan mikrovili (sol layer) yang
disebut lapisan perisiliar.Lapisan ini lebih tipis dan kurang lengket.Kedua adalah lapisan
superfisial yang lebih kental (gel layer) yang ditembus oleh batang silia bila sedang tegak
19. sepenuhnya.Lapisan superfisial ini merupakan gumpalan lendir yang tidak
berkesinambungan yang menumpang pada cairan perisiliar dibawahnya.
Cairan perisiliar mengandung glikoprotein mukus, protein serum, protein sekresi
dengan berat molekul rendah.Lapisan ini sangat berperanan penting pada gerakan silia,
karena sebagian besar batang silia berada dalam lapisan ini, sedangkan denyutan silia
terjadi di dalam cairan ini.Lapisan superfisial yang lebih tebal utamanya mengandung
mukus.Diduga mukoglikoprotein ini yang menangkap partikel terinhalasi dan
dikeluarkan oleh gerakan mukosiliar, menelan dan bersin.Lapisan ini juga berfungsi
sebagai pelindung pada temperatur dingin, kelembaban rendah, gas atau aerosol yang
terinhalasi serta menginaktifkan virus yang terperangkap.
Kedalaman cairan perisiliar sangat penting untuk mengatur interaksi antara silia
dan palut lendir, serta sangat menentukan pengaturan transportasi mukosiliar. Pada
lapisan perisiliar yang dangkal, maka lapisan superfisial yang pekat akan masuk ke dalam
ruang perisiliar. Sebaliknya pada keadaan peningkatan perisiliar, maka ujung silia tidak
akan mencapai lapisan superfiasial yang dapat mengakibatkan kekuatan aktivitas silia
terbatas atau terhenti sama sekali (Sakakura 1994).
d) Membrana basalis
Membrana basalis terdiri atas lapisan tipis membran rangkap dibawah epitel.Di
bawah lapisan rangkap ini terdapat lapisan yang lebih tebal yang terdiri dari atas kolagen
dan fibril retikulin.
e) Lamina propria
Lamina propria merupakan lapisan dibawah membrana basalis. Lapisan ini dibagi
atas empat bagian yaitu lapisan subepitelial yang kaya akan sel, lapisan kelenjar
superfisial, lapisan media yang banyak sinusoid kavernosus dan lapisan kelenjar
profundus. Lamina propria ini terdiri dari sel jaringan ikat, serabut jaringan ikat,
substansi dasar, kelenjar, pembuluh darah dan saraf.
Mukosa pada sinus paranasal merupakan lanjutan dari mukosa hidung.Mukosanya
lebih tipis dan kelenjarnya lebih sedikit.Epitel toraknya berlapis semu bersilia, bertumpu
pada membran basal yang tipis dan lamina propria yang melekat erat dengan periosteum
20. dibawahnya. Silia lebih banyak dekat ostium, gerakannya akan mengalirkan lendir ke
arah hidung melalui ostium masing-masing. Diantara semua sinus paranasal, maka sinus
maksila mempunyai kepadatan sel goblet yang paling tinggi.
f) Transportasi mukosiliar
Transportasi mukosiliar hidung adalah suatu mekanisme mukosa hidung untuk
membersihkan dirinya dengan mengangkut partikel-partikel asing yang terperangkap
pada palut lendir ke arah nasofaring.Merupakan fungsi pertahanan lokal pada mukosa
hidung.Transportasi mukosiliar disebut juga clearance mukosiliar.
Transportasi mukosiliar terdiri dari dua sistem yang merupakan gabungan dari
lapisan mukosa dan epitel yang bekerja secara simultan.Sistem ini tergantung dari
gerakan aktif silia yang mendorong gumpalan mukus.Lapisan mukosa mengandung
enzim lisozim (muramidase), dimana enzim ini dapat merusak beberapa bakteri.Enzim
tersebut sangat mirip dengan imunoglobulin A (Ig A), dengan ditambah beberapa zat
imunologik yang berasal dari sekresi sel. Imunoglobulin G (Ig G) dan interferon dapat
juga ditemukan pada sekret hidung sewaktu serangan akut infeksi virus.Ujung silia
tersebut dalam keadaan tegak dan masuk menembus gumpalan mukus kemudian
menggerakkannya ke arah posterior bersama materi asing yang terperangkap didalamnya
ke arah faring. Cairan perisilia dibawahnya akan dialirkan ke arah posterior oleh aktivitas
silia, tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti. Transportasi mukosilia yang
bergerak secara aktif ini sangat penting untuk kesehatan tubuh. Bila sistem ini tidak
bekerja secara sempurna maka materi yang terperangkap oleh palut lendir akan
menembus mukosa dan menimbulkan penyakit.
Karena pergerakan silia lebih aktif pada meatus media dan inferior maka gerakan
mukus dalam hidung umumnya ke belakang, silia cenderung akan menarik lapisan mukus
dari meatus komunis ke dalam celah-celah ini. Sedangkan arah gerakan silia pada sinus
seperti spiral, dimulai dari tempat yang jauh dari ostium.Kecepatan gerakan silia
bertambah secara progresifsaat mencapai ostium, dan pada daerah ostium silia tersebut
berputar dengan kecepatan 15 hingga 20 mm/menit.
21. Kecepatan gerakan mukus oleh kerja silia berbeda di berbagai bagian hidung.Pada
segmen hidung anterior kecepatan gerakan silianya mungkin hanya 1/6 segmen posterior,
sekitar 1 hingga 20 mm/menit.
Pada dinding lateral rongga hidung sekret dari sinus maksila akan bergabung
dengan sekret yang berasal dari sinus frontal dan etmoid anterior di dekat infundibulum
etmoid, kemudian melalui anteroinferior orifisium tuba eustachius akan dialirkan ke arah
nasofaring. Sekret yang berasal dari sinus etmoid posterior dan sfenoid akan bergabung
di resesus sfenoetmoid, kemudian melalui posteroinferior orifisium tuba eustachius
menuju nasofaring. Dari rongga nasofaring mukus turun kebawah oleh gerakan menelan.
g) Pemeriksaan fungsi mukosiliar
Fungsi pembersih mukosiliar atau transportasi mukosiliar dapat diperiksa dengan
menggunakan partikel, baik yang larut maupun tidak larut dalam air. Zat yang bisa larut
seperti sakarin, obat topikal, atau gas inhalasi, sedangkan yang tidak larut adalah lamp
black, colloid sulfur, 600-um alluminium disc atau substansi radioaktif seperti human
serum albumin, teflon, bismuth trioxide.
Sebagai pengganti partikel dapat digunakan sakarin yang disebut uji sakarin.Uji
ini telah dilakukan oleh Anderson dan kawan pada tahun 1974dan sampai sekarang
banyak dipakai untuk pemeriksaan rutin.Uji sakarin cukup ideal untuk penggunaan di
klinik.Penderita di periksa dalam kondisi standar dan diminta untuk tidak menghirup,
makan atau minum, batuk dan bersin.Penderita duduk dengan posisi kepala fleksi 10
derajat. Setengah mm sakarin diletakkan 1 cm di belakang batas anterior konka inferior,
kemudian penderita diminta untuk menelan secara periodik tertentu kira-kira 1/2-1 menit
sampai penderita merasakan manis. Waktu dari mulai sakarin diletakkan di bawah konka
inferior sampai merasakan manis dicatat dan disebut sebagai waktu transportasi
mukosiliar atau waktu sakarin. Dengan menggunakan bahan celupan, warna dapat dilihat
di orofaring.
Transportasi mukosiliar normal sangat bervariasi.Mahakit (1994) mendapatkan
waktu transportasi mukosiliar normal adalah 12 menit. Sedangkan pada penderita
sinusitis, waktu transportasi mukosiliar adalah 16,6 ± 7 menit. Waguespack (1995)
22. mendapatkan nilai rata-rata adalah 12-15 menit. Elynawaty (2002) dalam penelitian
mendapatkan nilai normal pada kontrol adalah 7,61 menit untuk wanita dan 9,08 menit
untuk pria.
Anatomi dan fisiologi tenggorokan
a) Anatomi Tenggorokan
Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna vertebra, terdiri
dari faringdan laring. Bagian terpenting dari tenggorokan adalah epiglottis, ini menutup
jika ada makanandan minuman yang lewat dan menuju esophagus.
Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut terletak
di depanbatas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah.Bibir dan pipi
terutamadisusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang dipersarafi oleh nervus
fasialis. Vermilionberwarna merah karena ditutupi lapisan sel skuamosa. Ruangan
diantara mukosa pipi bagiandalam dan gigi adalah vestibulum oris.
Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan berasal
prosesusnasalis media, dan palatum posterior baik palatum durum dan palatum mole,
dibentuk olehgabungan dari prosesus palatum, oleh karena itu, celah palatum terdapat
garis tengah belakangtetapi dapat terjadi kearah maksila depan.
Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah bagian depan
terutamaberasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi oleh nervus lingualis dengan
cabang kordatimpani dari saraf fasialis yang mempersarafi cita rasa dan sekresi kelenjar
submandibula. Saraf glosofaringeus mempersarafi rasa dari sepertiga lidah bagian
belakang.Otot lidah berasal darimiotom posbrankial yang bermigrasi sepanjang duktus
tiroglosus ke leher. Kelenjar liur tumbuhsebagai kantong dari epitel mulut yang terletak
dekat sebelah depan saraf-saraf penting. Duktussub mandibularis dilalui oleh saraf
lingualis. Saraf fasialis melekat pada kelenjar parotis.
Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang mulut.Faring adalah
suatukantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas
dan sempit dibagian bawah.Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke
23. esophagus setinggivertebra servikalis ke enam. Ke atas, faring berhubungan dengan
rongga hidung melalui koana,ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui
isthmus orofaring, sedangkan dengan laringdibawah berhubungan melalui aditus laring
dan kebawah berhubungan dengan esophagus.Panjang dinding posterior faring pada
orang dewasa kurang lebih empat belas centimeter; bagianini merupakan bagian dinding
faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lender, fasia faringobasiler,
pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.Faring terbagi atas nasofaring,
orofaring, dan laringofaring (hipofaring).
Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput inferior,
kemudianbagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra servikalis lain.
Nasofaring membuka kearah depan hidung melalui koana posterior. Superior, adenoid
terletak pada mukosa atap nasofaring.Disamping, muara tuba eustachius kartilaginosa
terdapat didepan lekukan yangdisebut fosa rosenmuller.Otot tensor velipalatini,
merupakan otot yang menegangkan palatumdan membuka tuba eustachius masuk ke
faring melalui ruangan ini.
Orofaring kearah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila faringeal
dalamkapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Didepan
tonsila, arcus faringanterior disusun oleh otot palatoglossus, dan dibelakang dari arkus
faring posterior disusun olehotot palatofaringeus, otot-otot ini membantu menutupnya
orofaring bagian posterior. Semuadipersarafi oleh pleksus faringeus.
b) Vaskularisasi.
Berasal dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan.Yang utama
berasal daricabang a. Karotis ekstern serta dari cabang a.maksilaris interna yakni cabang
palatine superior.
c) Persarafan
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang
ekstensif.Pleksus ini dibentuk oleh cabang dari n.vagus, cabang dari n.glosofaringeus dan
serabut simpatis.Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik.Dari pleksus faring
24. yang ekstensif ini keluar untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaringeus yang dipersarafi
langsung oleh cabangn.glossofaringeus.
d) Kelenjar Getah Bening
Aliran limfe dari dinding faring dapat melalui 3 saluran yaitu superior,media dan
inferior. Saluran limfe superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar
getah bening servikal dalam atas.Saluran limfe media mengalir ke kelenjar getah bening
jugulodigastrik dan kelenjar getah bening servikal dalam atas, sedangkan saluran limfe
inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah.
Berdasarkan letak, faring dibagi atas:
a) Nasofaring
Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid, jaringan
limfoid pada dinding lareral faring dengan resessus faring yang disebut fosa
rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis
serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring diatas penonjolan kartilago tuba
eustachius, konka foramen jugulare, yang dilalui oleh nervus glosofaring, nervus
vagus dan nervus asesorius spinal saraf kranial dan vena jugularis interna bagian
petrosus os.tempolaris dan foramen laserum dan muara tuba eustachius.
Gambar 2.11. Anatomi faring dan struktur sekitarnya
25. b) Orofaring
Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas bawahnya
adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut sedangkan kebelakang adalah
vertebra servikal.Struktur yang terdapat dirongga orofaring adalah dinding posterior
faring, tonsil palatina fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil
lingual dan foramen sekum.
e) Dinding Posterior Faring
Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang
akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot bagian
tersebut.Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole
berhubungan dengan gangguan n.vagus.
f) Fosa tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior.Batas lateralnya
adalah m.konstriktor faring superior.Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole)
terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fossa supratonsil.Fosa ini berisi jaringan ikat
jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses.Fosa
tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring dan disebu kapsul
yang sebenar- benarnya bukan merupakan kapsul yang sebena-benarnya.
g) Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang olehjaringan
ikat dengan kriptus didalamnya.
Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil
lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer.Tonsil
palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil.Pada kutub atas
tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang
kedua.Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.
Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang
disebut kriptus.Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi
26. kriptus.Di dalam kriptus biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang
terlepas, bakteri dan sisa makanan.
Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul
tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi
pada tonsilektomi.Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina ascendens,
cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis dorsal.
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum
pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-
kadang menunjukkan penjalaran duktustiroglosus dan secara klinik merupakan tempat
penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus.
Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringandan dapat
meluas keatas pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar.
h) Laringofaring (hipofaring)
Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah valekula
epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan
pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis (muara glotis bagian medial dan
lateral terdapat ruangan) dan ke esofagus, nervus laring superior berjalan dibawah dasar
sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring.Sinus piriformis terletak di antara lipatan
ariepiglotika dan kartilago tiroid.Batas anteriornya adalah laring, batas inferior adalah
esofagus serta batas posterior adalah vertebra servikal.Lebih ke bawah lagi terdapat otot-
otot dari lamina krikoid dan di bawahnya terdapat muara esofagus.
Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak
langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur
pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua
buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum
glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga kantong pil´ ( pill pockets),
sebab pada beberapa orang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu.
27. Dibawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan
perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil (bentuk
omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi
demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung
tampak menutupi pita suara.Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis
ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus
piriformis dan ke esofagus.2Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus
piriformis pada tiap sisi laringofaring.Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian
anestesia lokal di faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.
i) Fisiologi Tenggorokan
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi suara
dan untuk artikulasi.
Proses menelan
Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut
ke faring secara volunter.Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan
tahap ketiga, jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter.
Langkah yang sebenarnya adalah: pengunyahan makanan dilakukan pada
sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan palatum mole mendorong bolus ke
orofaring.Otot supra hiod berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik
berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan
yang kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong makanan kebawah melalui
orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis media dan
superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot konstriktor faringis
inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh
gaya berat, menggerakkan makanan melalui esofagus dan masuk ke lambung.
Proses Berbicara
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum
dan faring.Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah
dinding belakang faring.Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan
melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator
veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring superior.Pada gerakan penutupan
28. nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir
mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold
of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam
mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring
(bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring superior.
Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu bersamaan.
2. Macam-macam gangguan THT
a. Kelainan Telinga Luar
DAUN TELINGA
1) Kelainan congenital
Perkembangan daun telinga dimulai pada minggu ketiga kehidupan embrio
dengan terbentuknya arkus brakialis pertama atau arkus mandibula dan arkus
brakialis kedua atau arkus hyoid.Pada minggu keenam arkus brakialis ini mengalami
diferensiasi menjadi enam buah tuberkeler. Secara bertahap daun telinga akan
terbentuk dari penggabungan keenam tuberkeler ini. Pada keadaan normal dibulan
ketiga daun telinga sudah lengkap terbentuk. Bila penggabungan tuberkeler tidak
sempurna maka timbul fistel preaurikuler
Fistula Preaurikula
Terjadi bila terdapat kegagalan penggabungan tuberkeler kesatu atau dua
teberkeler ke dua.Fistel jenis ini merupakan kelainan herediter yang bersifat
dominan. Sering ditemukan di depan tragus berbentuk bulat atau lonjong dengan
ukuran seujunga pensil.
Mikrotia dan Atresia Liang Telinga
Pada mikrotia, daun telinga bentuknya lebih kecil dan tak sempurna. Kelainan
bentuk ini sering kali disertai dengan tidak terbentuknya (atresia) liang telinga
dan kelainan tulang pendengaran.
Telinga camplang
Daun telinga tampak lebih besar dan lebih menonjol.Fungsi pendengaran tidak
terganggu.Namun karena bentuknya yang tidak normal serta tidak enak
29. dipandang kadang kala menimbulkan masalah psikis sehingga perlu dilakukan
operasi otoplasti.
2) Kelainan yang didapat
Hematoma
Hematoma daun telinga biasanya disebabkan oleh trauma.Terdapat kumpulan
darah diantara perikondrium dan tulang rawan. Kumpulan darah ini harus
dikeluarkan secara steril guna mencegah terjadinya infeksi yang nantinya dapat
menyebabkan terjadinya perikondritis.
Perikondritis
Perikondritis adalah radang pada tulang rawan yang menjadi kerangka daun
telinga.Biasanya terjadi karena trauma akibat kecelakaan, operasi daun telinga
yang terinfeksi dan sebagai komplikasi pseudokista daun telinga.
Pseuodokista
Terdapat benjolan di daun telinga yang disebabkan oleh adanya kumpulan
cairan kekuningan diantara lapisan perikondrium dan tulang rawan telinga.
LIANG TELINGA
1) Otitis ekterna
Otitis eksterna ialah radang liang telinga akut maupun kronis yang disebabkan
infeksi jamur, bakteri dan virus. Faktor yang mempermudah radang telinga luar ialah
perubahan pH di liang telinga, yang biasanya normal atau asam. Bila pH menjadi
basa, proteksi terhadap infeksi menurun.Pada keadaan udara yang hangat dan
lembab, kuman dan jamur mudah tumbuh. Predisposisi otitis eksterna yang lain
adalah trauma ringan ketika mengorek telinga.
30. 2) Otitis eksterna akut
Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel=bisul)
Oleh karena kulit disepertiga luar liang telinga mengandung adneksa kulit,
seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen, maka ditempat itu
dapat terjadi infeksi pada pilosebaseus, sehingga membentuk furunkel.Kuman
penyebab biasanya staphylococcus aureus atau staphylococcus albus.
Gejalanya ialah rasa nyeri yang hebat, tidak sesuai dengan besar bisul. Hal ini
disebabkan karena kulit liang telinga tidak mengandung jaringan longgar
dibawahnya, sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan perikondrium. Rasa
nyeri dapat juga timbul spontan pada waktu membuka mulut (sendi
temporomandibula).Selain itu terdapat juga gangguan pendengaran, bila furukel
besar dan menyumbat daun telinga.
Otitis eksterna difus
Biasanya mengenai kulit liang telinga duapertiga dalam. Tampak kulit liang
telinga hiperemis dan edema yang tidak jelas batas-batasnya.Kuman penyebab
biasanya golongan Pseudomonas. Kuman lain yang dapat sebagai penyebab
ialah Staphylococcus albus, Escherichia coli dan sebagainya. Otitis eksterna
difus dapat juga terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis.
Gejalanya adalah nyeri tekan tragus, liang telinga sangat sempit, kadang kelenjar
getah bening regional membesar dan nyeri teka, terdapat secret yang berbau.
Secret ini tidak mengandung musin (lendir) seperti secret yang keluar dari
kavum timpani pada otitis media.
Otomikosis
Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang tinggi di
daerah tersebut. Yang tersering ialah Pityrosporum, Aspergilus. Kadang-kadang
ditemukan juga kandida albikans atau jamur lain. Pityrosporum menyebabkan
terbentuknya sisik yang menyerupai ketombe dan merupakan predisposisi otitis
eksterna bakterialis.
Gejala biasanya berupa rasa gatal dan rasa penuh di liang telinga, tetapi sering
pula tanpa keluhan.
31. Herpes Zoster Otikus
Herpes Zoster Otikus adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
varicella zoster.Virus ini menyerang satu atau lebih dermatom saraf
cranial.Dapat mengenai sarsf trigeminus, ganglion genikulatum dan radiks
servikalis bagian atas.Keadaan ini disebut juga sindroma Ramsay Hunt. Tampak
lesi kulit yang vesikuler pada kulit di daerah muka sekitar liang telinga, otalgia
dan terkadang disertai paralisis otot wajah. Pada keadaan yang berat ditemukan
gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural
b. Kelainan telinga tengah
1) Barotrauma (Aerotitis)
Baritrauma adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang
tiba-tiba diluar telinga tengah sewaktu di pesawat terbang atau menyelam, yang
menyebabkan tuba gagal untuk membuka. Apabila perbedaan tekanan melebihi
90 cmHg, maka otot yang normal aktivitasnya tidak mampu membuka tuba.Pada
keadaan ini terjadi tekanan negative di rongga telinga tengah, sehingga cairan
keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa dan kadang-kadang disertai dengan
keadaan rupture pembuluh darah, sehingga cairan di telinga tengah dan rongga
mastoid tercampur darah.Keluhan pasien berupa kurang dengar, rasa nyeri dalam
telinga, autofoni, perasaan ada air dalam telinga dan kadang-kadang tinitus dan
vertigo.
2) Otitis Media
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
32. Otitis Media
Otitis Media akut Otitis Media sub akut Otitis media kronik
Resiko rendah, resiko tinggi Tipe aman, tipe bahaya
Patogenesis terjadi otitis Media (OMA-OME-OMSK)
Sembuh / normal
f.tuba tetap terganggu
Gangguan Tuba Tekanan Efusi OME
negative Infeksi (-)
ETIOLOGI telinga tengah
Perubahan tekanan Tuba tetap terganggu
udara tiba + ada infeksi
Alergi
Infeksi
Sumbatan (secret,
OMA
Tampon, dan Tumor
sembuh OME OMSK
Otitis Media Akut
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan
faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba
kedalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius enzim dan antibody.
Otitis media akut (OMA) terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu.
Sumbatan tuba eustachius merupakan faktor penyebab utama dari otitis
media.Karena fungsi tuba eusctachius terganggu, pencegahan invasi kuman
kedalam telinga juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah
dan terjadi peradangan.
33. Otitis media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh dari selaput
permukaan telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel
mastoid.Otitis Media Akut (OMA) : otitis media yang berlangsung selama tiga
minggu atau kurang karena infeksi bakteri patogenik.
ETIOLOGI :
Penyebabnya adalah bakteri piogenik seperti streptococcus haemolyticus,
staphylococcus aureus, pneumococcus , haemophylus influenza, escherecia
coli, streptococcus anhaemolyticus, proteus vulgaris, pseudomonas
aerugenosa.
Disebabkan juga karena infeksi saluran napas atas.
Inflamasi jaringan disekitarnya.
Gangguan faktor pertahanan tubuh. Faktor pertahanan tubuh seperti silia
dari mukosa tuba Eustachius, enzim, dan antibodi. Faktor ini akan
mencegah masuknya mikroba ke dalam telinga tengah. Tersumbatnya tuba
Eustachius merupakan pencetus utama terjadinya otitis media supuratif akut
(OMA). Usia pasien. Bayi lebih mudah menderita otitis media supuratif akut
(OMA) karena letak tuba Eustachius yang lebih pendek, lebih lebar dan
lebih horisontal.
Benturan keras pada bagian telinga atau terjadi trauma pada daerah telinga.
Memasukkan sesuatu terlalu dalam ke dalam lubang telinga seperti cotton
bud, bulu ayam dan lain – lain.
Perubahan tekanan udara seperti pada saat naik pesawat terbang, menyelam,
scuba diving dsb.
Mendengar bunyi – bunyian yang terlalu kencang dan terlalu dekat seperti
bunyi ledakan.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa
sangat ringan dan sementara atau sangat berat.
34. 1. Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang
dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan
positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan
ke otoskop ), dapat mengalami perforasi.
2. Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani.
3. Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
4. Demam (suhunya 39 derajat celcius)
5. Anoreksia
6. Limfadenopati servikal anterior
7. Pada remaja atau orang dewasa biasanya selain nyeri terdapat gangguan
pendengaran dan telinga tersa perih.
8. Pada bayi gejala khas otitis media akut adalah panas yang tinggi, anak gelisah,
sukar tidur, kejang-kejang, diare, rewel, dan sering memegang telingnya yang
sakit.
Rinitis Alergi
Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang oleh reaksi alergi pada pasien
atopi yang sebelumnya sudah tesensitasi dengan alergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan
alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986)
Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma)
tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa
gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai
oleh Ig E.
Patofisiologi Rinitis Alergi
Rhinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap
sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi/reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri
dari 2 fase yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase
Cepat yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya
dan Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang
berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hipe-reaktifitas) setelah
pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam.
35. Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau
monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan
menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah
diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung
dengan molekul HLA kelas II (Major Histocompability Complex) yang
kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th 0). Kemudian sel penyaji akan
melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL 1) yang akan mengaktifkan Th 0
berproliferasi menjadi Th 1 dan Th 2. Th 2 akan menghasilkan berbagai sitokin
seperti IL 3, IL4, IL5, dan IL 13. IL 4 dan IL 13 dapat diikat oleh reseptornya di
permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan
memproduksi Imunoglobulin E (Ig E). Ig E di sirkulasi darah akan masuk ke
jaringan dan diikat oleh reseptor Ig E di permukaan sel mastosit atau basofil ( sel
mediator) sehingga ke dua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi
yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah
tersentisisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan
mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel)
mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah
terbentuk (Preformed Mediators) terutama histamin. Selain histamine juga
dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain Prostaglandin D2 (PGD2),
leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT D4), Leukotrien c4 (LT C4) ,
Bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin. (IL3, IL4,
IL5, IL6, GM-CSF( granulocyte Macrophage Colony Stimulating Faktor ).
Inilah yang disebut sebagai reaksi alergi fase cepat (RAFC).
Histamine akan merangasang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga
menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamine juga akan
menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hiperseksresi dan
permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain ini adalah
hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamine merangsang
ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung
sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Moleculle 1 (ICAM 1)
36. Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang
menyebabkan akumulasi sel eosinofi dan netrofil di jaringan target. Respon ini
tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai
puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan
jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan
mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5 dan
Granulocyte Makrophag Colony stimulating faktor (GM-CSF) dan ICAM 1 pada
secret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperesponsif hidung adalah
akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti
Eosinophilic Cationic Protein, (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP),
Major basic Protein (MBP) dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini,
selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat
memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca
dan kelembaban udara yang tinggi
Sinusitis
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter
sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan
tersering diseluruh dunia.
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.Umumnya
disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut ninosinusitis. Penyebab
utamanya adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus , yang
selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai
semua sinus paranasal disebut pansinusitis.
Yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus
frontal lebih jarang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi.
Sinus maksila disebut juga antrum highmore, letaknya dekat akar gigi rahang
atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen.
37. Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita
dan intracranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit
diobati.
Etiologi dan faktor predisposisi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,
bermacam rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil,
polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka,
sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan
imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener, dan di luar negeri
adalah penyakit fibrosis kistik.
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis
sehingga perlu dilakukan adenoide/ktomi untuk menghilangkan sumbatan dan
menyembuhkan ninosinusitisnya. Faktor lain yang juga berpengaru adalah
lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan
ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia.
Gejala sinusitis
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa
tekanan pada muka dan ingus purulen yang sering kali turun ketenggorok (post
nasal drip) dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan
cirri khas sinistis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain
(referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri diantara atau
dibelakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau
seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sphenoid, nyeri
dirasakandi vertex, oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid.Pada
sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga.
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal
drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak.
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-
kadang hanya 1 atau 2 dari gejal-gejala di bawah ini yaitu sakit kepala kronik,
38. post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat
sumbatan kronik muara tuba Eustachius, gangguan ke paru seperti bronchitis
(sino-bronkhitis), bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang
meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat
menyebabkan gastroenteritis.
MENIERE
Penyakit Meniere adalah suatu sindrom yang terdiri dari serangan vertigo,
tinnitus, dan berkurangnya pendengaran secara progresif. Pengertian vertigo
adalah : sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya,
dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat
keseimbangan tubuh Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala
pusing saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala
somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual, muntah)
dan pusing.
Tinnitus merupakan gangguan pendengaran dengan keluhan selalu
mendengar bunyi, namun tanpa ada rangsangan bunyi dari luar.Sumber bunyi
tersebut berasal dari tubuh penderita itu sendiri, meski demikian tinnitus hanya
merupakan gejala, bukan penyakit, sehingga harus di ketahui penyebabnya.
ETIOLOGI
Penyebab penyakit Meniere tidak diketahui namun terdapat berbagai teori,
termasuk pengaruh neurokimia dan hormonal abnormal pada aliran darah yang
menuju ke labirin, gangguan elektrolit dalam cairan labirin, reaksi alergi, dan
gangguan autoimun. Penyakit Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan
dimana terjadi ketidakseimbangan cairan telinga tengah yang abnormal yang
disebabkan oleh malapsorbsi dalam sakus endolimfatikus.Namun, ada bukti
menunjukkan bahwa banyak orang yang menderita penyakit Meniere mengalami
sumbatan pada duktus endolimfatikus.Apapun penyebabnya, selalu terjadi hidrops
endolimfatikus, yang merupakan pelebaran ruang endolimfatikus.Baik
39. peningkatan tekanan dalam sistem ataupun ruptur membran telinga dalam dapat
terjadi dan menimbulkan gejala Meniere.
PATHWAY PENYAKIT MENIERE
40. MANIFESTASI KLINIS
Gejalanya berupa seangan vertigo tak tertahankan episodic yang sering
disertai mual dan/atau muntah, yang berlangsung selama 3-24 jam dan
kemudian menghilang secara perlahan.
Secara periodik, penderita merasakan telinganya penuh atau merasakan
adanya tekanan di dalam telinga.
Kehilangan pendengaan sensorineural progresif dan fluktuatif.Tinnitus bisa
menetap atau hilang-timbul dan semakin memburuk sebelum, setelah maupun
selama serangan vertigo.
Pada kebanyakan penderita, penyakit ini hanya menyerang 1 telinga dan pada
10-15% penderita, penyakit ini menyerang kedua telinga.
TIPE PENYAKIT MENIERE
a. Penyakit Meniere vestibular
Penyakit Meniere vestibular ditandai dengan adanya vertigo episodic
sehubungan dengan tekanan dalam telinga tanpa gejala koklear.
Tanda dan gejala:
Vertigo hanya bersifat episodic
Penurunan respons vestibuler atau tak ada respons total pada telinga yang
sakit
Tak ada gejala koklear
Tak ada kehilangan pendengaran objektif
Kelak dapat mengalami gejala dan tanda koklear
b. Penyakit Meniere klasik
Tanda dan gejala:
Mengeluh vertigo
41. Kehilangan pendengaran sensorineural berfluktuasi
tinitus
Penyakit Meniere koklea
c. Penyakit Meniere koklea
Penyakit Meniere koklea dikenali dengan adanya kehilangan pendengaran
sensorineural progresif sehubungan dengan tnitus dan tekanan dalam telinga
tanpa temuan atau gejala vestibuler.
Tanda dan gejala:
Kehilangan pendengaran berfluktuasi
Tekanan atau rasa penuh aural
Tinnitus
Kehilangan pendengaran terlihat pada hasil uji
Tak ada vertigo
Uji labirin vestibuler normal
Kelak akan menderita gejala dan tanda vestibuler
Faringitis
1. Faringitis akut
a. Faringitis viral
Gejala dan tanda
Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan ,sulit menelan. Pada
pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza , coxsachievirus
dan cyitomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat
menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesikulit berupa maculopapular rash.
Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis juga menimbulkan gejala
konjungtivitis pada anak.
Epstein barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi
eksuddat pada faring yang banyak.Terdapat pembesaaran kelenjar limfa di seluruh
tubuh terutama retroservical dan hepatos plenomegali.
42. Faringitis yang disebabkan oleh HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok,
nyeri menelan, mual, dan demam.Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis
terdapat eksudat, limfadenopati akut dileher dan pasien tampak lemah.
b. Faringitis bacterial
Gejala dan tanda
Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam jarang
disertai batuk.Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil
hiperamis dan terdapat eksudat dipermukaaanya.Beberapa hari kemudian timbul
bercak petechiae pada palatum dan faring.Kelenjar limfa leher anterior membesar,
kenyal dan nyeri pada penekanan.
c. Faringitis fungal
Gejala dan tanda
Keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak puth
di orofaring dan mukosa faring lainnya hipremis .
Pembiakan jamur ini dilakukan dalam agar sabouroud dextrose.
d. Faringitis gonorea
Faringitis ini hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak
orogenital.
1. Faringitis kronik
Terdapat dua bentuk yaitu Faringitis kronik hiperplastik dan
faringitis kronik atropi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring
ini ialah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol,
inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor penyebab
terjadinya faringitis kronis adalah pasien yang biasa bernafas melalui
mulut karena hidungnya tersumbat.
a. Faringitis kronik hiperplastik
Gejala
Pasien mengelu mula-mula tenggorok kering, gatal dan
akhirnya batuk bereak.
b. Faringitis kronik atropi
Gejala dan tanda
43. Pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal serta mulut
berbau.Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh
lendir yang kental dan bisa di angkat tampak mukosa kering.
2. Faringitis spesifik
a. Faringitis luetika
Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi pada faring
serta juga penyakit lues di organ lain. Gambaran kliniknya
tergantung pada stadium penyakit primer, sekunder atau tersier.
b. Faringitis tuberklosis
Faringitis tuberklosis merupakan proses skunder dari dari
tuberklosis paru. Pada infeksi kuman tahan asam jenis bovinum
dapat timbul tuberklosis faring primer. Cara infeksi eksogen yaitu
kontak dengan seputum yang mengandung kuman atau inhalasi
kuman maupun udara.Cara infeksi endogen yaitu penyebaran
melalui darah pada tuberklosis miliaris. Bila infeksi timbul secara
hematogen maka tonsil dapat terkena opada kedua sisi dan lesi
sering ditemukan pada dinding posterior faring, arkus faring
anterior, dinding lateral hipofaring, palatum mole dan palatum
durum.
Tonsilitis
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakann bagian dari cincin
Waldeyer.Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat rongga
mulut yaitu tonsil fariingeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual
(tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/gerlach’s
tonsil).
A. Tonsilitis Akut
1. Tonsilitis viral
Gejala tonsillitis viral lebih menyerupai common could yang disertai rasa
nyeri tenggorok. Penyebab yang sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus
44. influenza merupakan penyebab tonsillitis akut Supuratif. Jika terjadi infeksi
virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka
kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri yang dirasakan pasien.
2. Tonsilitis bacterial
Gejala dan tanda masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering
ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri menelan, demam dengan suhu tubuh
yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri
ditelinga(otalgia). Rasa mnyeri ditelinga ini karena nyeri alih melalui saraf N.
Glosofaringeus (N. IX).Pada pemeriksaan tonsil tampak tonsil membengkak,
hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup poleh
membran semu.
B. Tonsilitis membranosa
Penyakit yang termasuk dalam golongan tonsillitis septik(Septic sore
throat), (c) Angina Plaut Vincent. (d) Penyakit kelainan darah seperti leukemia
akut, anemia pernisiosa, neutron maligna serta infeksi mono-nukleosis., (e) proses
spesifik lues dan tuber- kulosis, (f) infeksi jamur monoliasis, aktinomikosis dan
blastomikosis, (g) infeksi virus morbili, pertusis dan skarlatina.
1. Tonsilitis difteri
Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi pada
bayi dan anak. Penyebab tonsiilitis difteri adalah kuman coryne bacterium
diphteriae, kuman yang termasuk Gram positif dan hidung di saluran nafas
bagian atas yaitu hidung, faring dan laring. Tidak semua orang yang terinfeksi
oleh kuman ini akan menjadi sakit. Keadaan ini tergantung pada titer
antitoksin dalam darah seseorang. Titer anti toksin sebesar 0,03 saluran per/cc
darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Hal inilah yang di
pakai pada test Schick.
Tonsilitis difteri sering ditemukan anak berusia kurang dari 10 tahun dan
frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih
mungkn masih menderita penyakit ini.
Gejala dan tanda
45. Gambaran klinik dibagi dalam tiga golongan yaitu gelaj umum, gejala
local daan gejala akibat eksotoksin.
a. Gejala umum, seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu
tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak napsu makan, badan lemah,
nadi lambat serta keluhan nyeri menelan
b. Gejala local, yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak
putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk
membrane semu. Membrane ini dapat meluas ke platum mole, uvula,
nasofaring, laring, trakea, dan brongkus dan dapat menyunbat saluran
napas. Membrane semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila
diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila
infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak
sedemikan besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck), atau
disebut juga Burgemeester’s hals.
c. Gejala akibat eksotoksin, yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi
niokarditis sampai decompensatio cordis, mengenai saraf cranial
menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan dan pada
ginjal menimbulkan albuminuria.
2. Tonsilitis Septik
Penyebab dari tonsillitis septic ialah Streptop kokus hemolitikus yang
terdapat dalam susu sapi sehingga dapat timbul epidemi. Oleh karena di
Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan cara pasteurisasi sebelum di minum
maka penyakit ini jarang ditemukan.
3. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseros membranosa)
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang
didapatkan pada penderita dengan hygiene mulut yang kurang dan defisiensi
vitamin C.
Gejala
46. Demam sampai 390C, nyeri kepala, badan lemah dan kadang-kadang
terdapat gangguan pencernaan.Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi
mudah berdarah.
4. Penyakit kelainan darah
Tidak jarang tanda pertama leukemia akut, angina agranulositosis dan
infeksi mononucleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup membrane
semu. Kadang-kadang terdapat pendarahan di selaput lender, mulut dan faring
serta membesaran kelenjar submandibula.
a. Leukemia akut, gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan
dimukosa mulut, gusi dan dibawah kuulit sehingga kulit tampak bercak
kebiruan. Tonsil membengkak ditutupi membrane semu tetapi tidak
hiperemis dan rasa nyeri yang hebat di tenggorok.
b. Angina agranulositoosis
Penyebabnya adalah keracunan obat dari golongan obat abinopirin, sulfa
dan arsen. Pada pemeriksaan tampak ulkus di mukosa mulut dan faring
serta di sekitar ulkus tampak gejala radang. Ulkus ini juga dapat
ditemukan di genitalia dan saluran cerna.
c. Infeksi mononucleosis
Pada penyakit ini terjadi tonsilo faringitis ulsero yang menutupi ulkus
mudah diangkat tanpa timbul pendarahan.Terdapat pembesaran kelenjar
limfa leher, ketiak dan regioinguinal.Gambaran darah khas yaitu terdapat
leukosit mononukleus dalam jumlah yang besar. Tanda khas yang lain
ialah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terdapap sel darah
domba(reaksi Paul Bunnel).
C. Tonsilitis Kronik
Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kroniik adalah rangsangan yang menahun
dari rokok beberapa jenis makanan hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
kelelahan fisik, dan pengobatan tonsillitis akut yyang tidak adekuat. Kuman
penyebabnya sama dengan tonsiilitis akut tetapi kadang-kadang kuman menjadi
kuman golongan Gram negative.
Patologi
47. Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid
diganti oleh garingan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti
melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus
sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan
jaringan di sekitar fosa tonsiliaris. Pada anak proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar submandibula.
Gejala dan tanda
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak
rata, kriptus melebar dan bebrapa kripti terrisi oleh detritus.Rasa ada yang
menganjal di tenggorok, dirasakan kering di tenggorok dan nafas berbau.
Hipertropi Adenoid
Aenoid adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terletak
diding posterior nasofaring, termasuk dalam rangkaian cincin Waldeyer. Secara
fisiologi adenoid ini membesar pada anak 3 tahun dan kemudian mengecil dan
hilang sama sekali pada usia 14 tahun. Bila sering terjadi infeksi saluran nafas
bagian atas, maka akan terjadi hipertropi adenoid. Akibat fdari hhipertropi ini
akan timbul sumbatan koana dan sumbatan tuba Eustachius.
Akibat sumbatan koana, pasien akan bernafas melaui mulut sehingga
terjadi , (a) Fasies adenoid yaitu tampak hidung kecil, gigi insisivus
kedepan(prominem), arkus faring tinggi yang menyebabkan kesan wajah pasien
tampak seperti orang bodoh,(b) Faringitis dan brongkitis, (c) Gangguan ventilasi
dan dreinase sinus paranasal sehingga menimbulakan sinusitis kronik. Akibat
sumbatan Tuba Eustachius akan terjadi otitis media akut berulang, otitis medaia
kronik dan akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif kronik. Akibat hipertropi
adenoid juga akan menimbulkan gangguan tidur, tidur ngorok, retardasi mental
dan pertumbuhan.
48. 3. Patofisiologi gangguan THT
a. Otitis Media Akut
PATOFISIOLOGI
Otitis Media Akut (OMA) biasanya disebabkan karena adanya komplikasi dari
infeksi saluran pernafasan bagian atas.Sekresi dan inflamasi dari infeksi saluran
pernafasan bagian atas ini dapat menyebabkan terjadnya oklusi tuba Eustachii.
Normalnya, mukosa dari telinga bagian tengah mengabsorpsi udara di liang telinga
bagian tengah. Jika udara tersebut tidak terabsorpsi karena adanya obstruksi tuba
Eustachii, maka akan timbul suatu tekanan negativeyang menyebabkan terjadinya
suatu produksi secret yang serous. Sekret di telinga bagian tengah ini merupakan
media yang baik bagi pertumbuhan bakteri dan mikroba.Dan dengan adanya infeksi
saluran pernafasan bagian atas, memudahkan masuknya virus atau bakteri ke telinga
tengah. Jika pertumbuhannya cepat, maka hal ini akan menyebabkan terjadinya
infeksi telinga bagian tengah. Jika infeksi dan inflamasi ini terjadi secara terus
menerus, hal ini dapat menyebabkan perforasi pada membran thympani
49. Komplikasi dari infeksi saluran pernapasan atas
Tuba eusthachii disfungsi
( obstruksi )
Udara tidak terabsorpsi
Tekanan (-) di telinga tengah
Produksi secret
Virus / bakteri masuk
Infeksi telinga tengah
( inflamasi )
Perforasi pada membrane timpani
Kehilangan pendengaran konduktif
Nyeri akibat
inflamasi Perubahan persepsi sensori
51. c. Patofisiologi tonsilitis
Bakteri Virus
(dalam udara & makanan) (dalam udara & makanan)
Peradangan tonsil Prod. Secret berlebih
Tonsillitis
Bersihan jln nafas tidak efektif
Pembesaran tonsil
Peningkatan suhu tubuh
Benda asing di jln nafas
Diprose
s
Obst. Jln nafas
Kekurangan vol. cairan
Obs. mekanik
Gangguan rasa
nyaman (nyeri)
Bersihan jln nafas tdk efektif Resiko kerusakan
menelan
Tonsilektomi
anoreksia
Kurang pemahaman Resiko
perdarahan
Resiko perub. Nutrisi
kurang dari kebutuhan
Kurang pengetahuan Darah di sal. nafas
Bersihan jln nafas tidak efektif
52. d. Sinusitis
PATOFISIOLOGI
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-astium sinus dan lancarnya
klirens mukosiliar (muccociary clearance) di dalam KOM. Mucus juga mengandung
substansi antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan
tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema,
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergeral dan
ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative di dalam rongga sinus yang
menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous . kondisi ini bisa dianggap
sebagai ninosinitis non-bakterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa
pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan media
baik untuk tumbuhnya dan multipikasi bakteri.Secret menjadi purulen.Keadaan ini
disebut sebagai rinosinisitis akut bacterial dan memerlukan terapi antibiotic.
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi) inflamasi
berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin
membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya
perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid, atau pembentukan polip
dan kista.
Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut
adalah streptococcus pneumonia (30-50%).Hemophylus influenza 920-40%) dan
Moraxella catarrahalis (4%).Pada anak, M.Catarrhalis lebih banyak ditemukan
(20%).
Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih berperan tetapi umumnya bakteri
yang ada lebih condong kea rah bakteri gram negative dan anaerob.
53. 4. Jenis-jenis pemeriksaan pada THT
TELINGA
Anamnesis
Anamnesis yang terarah diperlukan untuk menggali lebih dalam dan lebih luas
keluhan utama pasien. Keluhan utama telinga dapat berupa:
1) Gangguan pendengaran/pekak (tuli)
2) Suara berderimg/berdengung (tinitus)
3) Rasa pusing yang berputar (vertigo)
4) Rasa nyeri didalam telinga (otalgia)
5) Keluar cairan dari telinga(otore)
Pemeriksaan telinga
Alat yang diperlukan untuk pemeriksaan telinga adalah lampu kepala, corong
telinga, otoskop, pelilit kapas, pengait serumen, pinset telinga dan garpulata. Pasien
dengan posisi badan condong sedikit kedepan dan kepala lebih tinggi sedikit dari kepala
pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membrane timpani. Mula-mula
dilihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun telinga (retro-aurikuler)
apakah terdapat tanda peradangan atau sikatriks bekas operasi. Dengan menarik daun
telinga ke atas dan ke belakang, liang telinga menjadi lebih lurus dan akan
mempermudah untuk melihat keadaan liang telinga dan membrane timpani. Pakailah
54. otoskop untuk melihat lebih jelas bagian-bagian membrane timpani.Otoskop dipegang
dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan pasien dan dengan tangan kiri bila
memeriksa telinga kiri.Supaya posisi otoskop ini stabil maka jari kelingking tangan yang
memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien.
Bila terdapat serumen dalam liang telinga yang menyumbat maka serumen ini
harus dikeluarkan. Jika konsistensinya cair dapat dengan kapas yang dililitkan, bila
konsistensinya lunak atau liat dapat dikeluarkan dengan pengait dan bila berbentuk
lempengan dapat dipegang dan dikeluarkan dengan pinset. Jika serumen ini sangat keras
dan menyumbat seluruh liang telinga maka lebih baik dilunakkan dulu dengan minyak
atau korbagliserin.
Uji pendengaran dilakukan dengan memakai garputala dan dari hasil pemeriksaan
dapat diketahui jenis ketulian apakah tuli konduktif atau tuli perseptif (sensorineural).Uji
penala yang dilakukan sehari-hari adalah uji pendengaran Rinne dan Weber.Uji rinne
dilakukan dengan menggetarkan garputala 512 Hz dengan jari atau mengetukkannya
pada siku dan lutut pemeriksa.Kaki garputala tersebut diletakkan pada tulang mastoid
telinga yang diperiksa selama 2-3 detik. Kemudian dipindahkan ke depan liang telinga
selama 2-3 detik. Pasien menentukan ditempat mana yang terdengar lebih keras. Jika
bunyi terdengar lebih keras bila garputala diletakkan di depan liang telinga berarti
telinga yang diperiksa normal atau menderita tuli sensorineural. Keadaan seperti ini
disebut rinne positif.Bila bunyi yang terdengar lebih keras di tulang mastoid, maka
telinga yang diperiksa menderita tuli konduktif dan biasanya lebih dari 20 dB.Hal ini
disebut rinne negative.
Uji weber dilakukan dengan meletakkan kaki penala yang telah digetarkan pada
garis tengah wajah atau kepala.Ditanyakan pada telinga mana yang terdengar lebih
keras.Pada keadaan normal pasien mendengar suara di tengah atau tidak dapat
membedakan telinga mana yang mendengar lebih keras.Bila pasien mendengar lebih
keras pada telinga yang sehat (lateralisasi ke telinga yang sehat) berarti pasien yang sakit
menderita tuli sensorineural.Bila pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sakit
(lateralisasi ke telinga yang sakit) berarti telinga yang sakit menderita tuli konduktif.
55. HIDUNG
Keluhan utama penyakit atau kelainan di hidung adalah
1) Sumbatan hidung
2) Sekret di hidung dan tenggorokan
3) Bersin
4) Rasa nyeri di daerah muka dan kepala
5) Perdarahan dari hidung dan
6) Gangguan penghidu
Pemeriksaan hidung
Bentuk luar hidung diperhatikan apakah ada deviasi atau depresi tulang
hidung.Adakah pembengkakan di daerah hidung dan sinus paranasal.Dengan jari dapat
dipalpasi adanya krepitasi tulang hidung pada fraktus os nasal atau rasa nyeri tekan pada
peradangan hidung dan sinus paranasal. Memeriksa rongga hidung bagian dalam dari
depan disebut rinoskop anterior. Diperlukan spekulum hidung.Pada anak dan bayi
kadang-kadang tidak diperlukan.Otoskop dapat dipergunakan untuk melihat bagian
dalam hidung terutama untuk mencari benda asing.Spekulum dimasukkan ke dalam
lubang hidung dengan hati-hati dan dibuka setelah spekulum berada di dalam dan waktu
mengeluarkannya jangan ditutup dulu di dalam, supaya bulu hidung tidak
terjepit.Vestibulum hidung, septum terutama bagian anterior, konka inferior, konka
media, konka superior serta meatus sinus paranasal dan keadaan mukosa rongga hidung
harus diperhatikan. Begitu juga rongga hidung sisi lain. Kadang-kadang rongga hidung
ini sempit karena adanya edema mukosa. Pada keadaan seperti ini untuk melihat organ-
organ yang disebut di atas lebih jelas perlu dimasukkan tampon kapas adrenalin
pantokain beberapa menit untuk mengurangi edema mukosa dan menciutkan konka,
sehingga rongga hidung lebih lapang.
Untuk melihat bagian belakang hidung dilakukan pemeriksaan rinoskopi posterior
sekaligus untuk melihat keadaan nasofaring. Untuk melakukan pemeriksaan rinoskopi
posterior diperlukan spatula lidah dan kaca nasofaring yang telah dihangatkan dengan api
lampu spiritus untuk mencegah udara pernapasan mengembun pada kaca. Sebelum kaca
56. ini dimasukkan, suhu kaca dites dulu dengan menempelkannya pada kulit belakang
tangan kiri pemeriksa.Pasien diminta membuka mulut, lidah dua pertiga anterior ditekan
dengan spatula lidah.Pasien bernafas dengan mulut supaya uvula terangkat ke atas dan
kaca nasofaring yang menghadap ke atas dimasukkan melalui mulut, ke bawah uvula
sampai nasofaring. Setelah kaca berada di nasofaring pasien diminta bernapas bisa
melalui hidung, uvula akan turun kembali dan rongga nasofaring terbuka. Mula-mula
diperhatikan bagian belakang septum dan koana. Kemudian kaca diputar ke lateral sedikit
untuk melihat konka superior, konka media dan konka inferior serta meatus superior dan
meatus media. Kaca diputar lebih ke lateral lagi sehingga dapt diidentifikasi torus
tubarius, muara tuba Eustachius dan fosa Rossenmuler, kemudian kaca diputar ke sisi
lainnya. Daerah nasofaring lebih jelas terlihat bila pemeriksaan dilakukan dengan
memakai nasofaringoskop.
Udara melalui kedua lubang hidung lebih kurang sama dan untuk mengujinya
dapat dengan cara meletakkan spatula lidah dari metal di depan kedua lubang hidung dan
membandingkan kiri dan kanan.
Pemeriksaan sinus paranasal
Dengan inspeksi, palpasi dan perkusi daerah sinus paranasal serta pemeriksaan
rinoskopi anterior dan posterior saja, diagnosis kelainan sinus sulit
ditegakkan.Pemeriksaan transiluminasi mempunyai manfaat yang sangat terbatas dan
tidak dapat menggantikan peranan pemeriksaan radiologik.Pada pemeriksaan
transiluminasi sinus maksila dan sinus frontal, dipakai lampu khusus sebagai sumber
cahaya dan pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang gelap.Transiluminasi sinus
maksila dilakukan dengan memasukkan sumber cahaya ke rongga mulut dan bibir
dikatupkan sehingga sumber cahaya tidak tampak lagi.Setelah beberapa menit tampak
daerah infra orbita terang seperti bulan sabit.Untu pemeriksaan sinus frontal, lampu
diletakkan di daerah bawah sinus frontal dekat kantus medius dan di daerah sinus frontal
tampak cahaya terang.
Pemeriksaan radiologik untuk menilai sinus maksila dengan posisi Water, sinus
frontalis dan sinus etmoid dengan posisi postero anterior dan sinus sphenoid dengan
57. posisi lateral.Untuk menilai kompleks osteomeatal dilakukan pemeriksaan dengan CT
scan.
FARING DAN RONGGA MULUT
Keluhan kelainan di daerah faring umumnya adalah
1) Nyeri tenggorok
2) Nyeri menelan (odinofagia)
3) Rasa banyak dahak ditenggorok
4) Sulit menelan (disfagis)
5) Rasa ada yang menyumbat atau mengganjal.
Pemeriksaan faring dan rongga mulut
Dengan lampu kepala yang diarahkan ke rongga mulut, dilihat keadaan bibir,
mukosa rongga mulut, lidah dan gerakan lidah.Dengan menekan bagian tengah lidah
memakai spatula lidah maka bagian-bagian rongga mulut lebih jelas terlihat.Pemeriksaan
dimulai dengan melihat keadaan dinding belakang faring serta kelenjar limfanya, uvula,
arkus faring serta gerakannya, tonsil, mukosa pipi, gusi dan gigi geligi.
Palpasi rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor, kista dan lain-lain.
Apakah ada rasa nyeri di sendi temporo mandibula ketika membuka mulut.
5. Penatalaksanaan dari gangguan THT
Colme tetes telinga
Indikasi:
Pengobatan infeksi superfisial pada telinga luar oleh bakteri Gram-negatif dan
Gram-positif yangpeka terhadap Chloramphenicol.
58. Kontra Indikasi:
Penderita yang hipersensitif terhadap Chloramphenicol dan Lidocaine.- Perforasi
membran timpani.
Komposisi:
Chloramphenicol (10%)
Lidocaine (4%)
Khasiat:
Chloramphenicol merupakan antimikroba spektrum luas yang aktif
terhadapbakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif.Mekanisme kerjanya adalah
menghambat sintesis protein sel mikroba.
Efek Samping:
Iritasi local seperti gatal- gatal, rasa terbakar, urtikaria, dermatitis vesicular, dermatitis
makulopapular
Peringatan/Perhatian:
Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan dari
mikroorganisme yang tidak peka termasuk fungi, bila terjadi superinfeksi pengobatan
dihentikan.Hanya bermanfaat untuk infeksi yang sangat superfisial, infeksi dalam
memerlukan terapi sistemik.
59. Hati-hati penggunaan pada penderita dengan otitis media supuratif kronis.
Aturan Pakai:
Dewasa dan anak-anak:2 - 3 tetes, 2 - 3 kali sehari.
Penyimpanan: derajat. Celsius
Wadah disimpan dalam kondisi tertutup rapat dan hinari terjadinya kontaminasi dari
jangkauan anak-anak.Simpan di bawah 25 derajat.Celsius terlindung dari cahaya
matahari.Jangan disimpan dalam lemari pembeku.
ERLAMYCETIN Tetes Telinga
Indikasi:
Infeksi superfisial pada telinga luar oleh kuman gram positif atau gram negative yang
peka terhadap chloramphenicol
Kontra Indikasi:
Bagi penderita yang sensitif terhadap Chloramphinicol.- Perforasi membran
timpani.
Komposisi:
Tetes telinga erlamycetin mengandung 1 % chloramphenicol base di dalam larutan tetes
telinga.
Aksi dan Pemakaian:
Sebagai broad spektrum antibiotika, bekerja sebagai bakteriostatik
terhadapbeberapa species dan pada keadaan tertentu bekerjanya sebagai bakterisid.
60. Cara Pemakaian:
Teteskan de dalam lubang telinga 2-3 tetes, 3 kali sehari atau menurut petunjuk dokter.
Peringatan dan Perhatian:
Hindarkan penggunaan jangka lama karena dalam meransang hipersensitivitas oleh
kuman yang resisten.Obat tetes ini hanya untuk infeksi yang sangat superfisial.Infeksi
yang dalam memerlukan terapi sistemik.
Efek samping:
Iritasi lokal, seperti gatal, rasa panas, dermatitis vesikuler dan mukolopapular.
Penyimpanan:
Simpan di tempat yang sejuk, kering dan terlindung dari cahaya.
Ear Wax Removal Kit
Peroksida carbamide
Indikasi :
Ear wax removal kit digunakan untuk mengobati penumpukan kotoran telinga oleh
pelunakan, melonggarkan dan menghapuskan telinga tersebut
Penyimpanan :
Simpan pada suhu antara 2 hingga 30 serjat celcius dan hindari terkena sinar matahari
secara langsung.
61. Overdosis
Jika terjadi overdosis, segera hubungi dokter dan bawa ke rumah sakit terdekat.
Ear Wax Removal Kit berbahaya jika tertelan. Menggunakan Ear Wax Remonal
Gunakan Ear Wax Removal Kit untuk telinga, gunakan 2 kali sehari atau dengan
petunjuk dokter.
Jangan gunakan Ear Wax Removal Kit lebih dari 4 hari.
Untuk lebih aman, biarkan orang lain yang membantu anda untuk menggunakan
obat tersebut.
Untuk menghindari kontaminasi, jangan menyentuh ujung pipet atau
membiarkannya menyentuh telinga anda atau permukaan lainnya.
Berbaring di samping atau memiringkan telinga dala pemakaian
obatselama 2 menit.
Jangan bilas pipet dan tutup obat penetes setelah menggunakannya.
Efek samping :
Telinga drainase, sakit telinga, iritasi atau ruam di telinga, serta
dapatterjadi pusing
Hubungi dokter jika terjadi efek samping
Ear Wax Removal Kit dapat menyebabkan bunyi berderak di telinga.
Efek ini bersifat sementara dan tidak berbahaya karena obat berbuih dan
melonggarkan kotoran telinga tersebut
Peringatan :
Beritahu dokter riwayat kesehatan anda, termasuk: alergi, masalah telinga lainnya
(misalnya, berlubang atau rusak gendang telinga, infeksi telinga/luka operasi)
Katakan kepada dokter Anda jika Anda sedang hamil sebelum menggunakanEar
Wax Removal Kit.
62. Interaksi Obat :
Beritahu dokter anda dari semua obat resep dan nonprescription, anda
dapatmenggunakan, khususnya dari: obat telinga yang lain.Jangan memulai atau
menghentikan obat apapun tanpa persetujuan d okter atau apoteker.
OFLOKSASIN
Indikasi
Digunakan untuk infeksi telinga tengah dan infeksi telinga luar (telinga perenang)
Kontraindikasi
Anda tidak harus menggunakan obat ini jika anda memiliki reaksi alergi terhadap
ofloksasinatau antibiotic yang sam seperti siprofloksasin, gatifloksasin, levofloxacin,
ciloxan, cipro, levaquin, atau tequin
Cara Menggunakan Obat :
Dokter anda akan memberitahu anda berapa banyak obat ini untuk digunakan dan
seberapa sering.
Jangan menggunakan obat lebih banyak atau menggunakannya lebih sering dari
sering dokter anda memberitahu anda
Gunakan obat ini hanya di telinag anda. Janagn menelan obat dan jangan
menaruhnya dimatamu.
Cuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan setelah menggunakan obat ini.
Bersihkan perlahan telinga jika ada kotoran apapun. Berhati-hati untuk menaruh
kapas atau apapun di dalam telinga.