BAB 7, 8, dan 9 membahas tentang teori penawaran, biaya produksi, dan pengaruh kebijakan pemerintah seperti pajak dan zakat terhadap perilaku produsen. Ibn Taimiyah menganalisis pengaturan harga lebih mendalam dibandingkan tokoh lain dan mendukung penetapan harga barang pokok yang naik akibat manipulasi.
1. KELOMPOK 3
EKONOMI MIKRO ISLAMI
BAB 7,8, dan 9
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengantar Ekonomi Syariah dengan dosen pengampu :
Masharyono, S.Pd., M.M.
Anggota :
Dadan Setiawan 1104276 Hilmi Muttaqien 1104820
Indra Nugraha 1104839 Misbahudin 1104673
Paramita Desy C.W. 1104076 Rafiqi Zulhilmi 1104106
Rizqita Qiyaski B. 1104305 Rositah Permana 1104680
Sifa Siti Mukrimah 1104176 Silmy Amilia 1103720
2.
3. Teori penawaran hakikatnya adalah
derivasi dari perilaku individu-individu
perusahaan dalam analisis biayanya.
Perusahaan bersedia berproduksi ketika
tingkat harga yang berlaku lebih kecil
daripada biaya variable rata-rata.
4. Gambar 7.1 hubungan antara kesediaan untuk berproduksi dengan kurva penawaran
Pada gambar 7.1 tampak bahwa MC, MR, dan kurva
biaya variable rata-rata (AVC).P>P1 maka berapapun
penjualan yang dilakukan oleh produsen P>AVC
sehingga produsen mendapatkan laba ekonomis positif.
5. Kurva penawaran jangka pendek dari suatu sector industri
secara keseluruhan dapat dirumuskan lewat penjumlahan
horizontal seluruh kurva penawaran jangka pendek masing-
masing perusahaan, kurva ii dapat dilihat pada gambar 7.2
6. Fungsi total cost menunjukan untuk setiap kombinasi input dan untuk
setiap tingkat output, minimum total cost yang muncul adalah
TC=TC(r,w,q). ada 2 konsep biaya perunit yang dikenal :
• Average cost
Biaya per unit atau dapat ditulis dengan rumus :
ATC = ATC (r,w,q )= TC (r,w,q)/q
• Marginal cost
Tambahan biaya yang muncul untuk setiap pnambahan output yang
dihasilkan atau dapat ditulis dengan rumus :
MC = MC (r,w,q) = δTC (r,w,q)/ δq
7. Kurva marginal cost akan
memotong dari bawah
kurva average total cost
pada titik minimalnya. Titik
Q2 = jumlah output pada
saat Vc mencapai titik
minimal yang juga
persinggungan kurva VC
dengan rental cost perunit (
r ). Q3 = jumlah output pada
saat ATC mencapai titik
minimal yang juga kurva
MC memotong dari bawah
kurva ATC. Titik Q1 = jumlah
output dimana kurva Mc
mencapai titik
minimalnya, yaitu pada
saat perubahan rturns to
scale kurva variable cost.
8. Perusahaan akan memaksimalkan labanya dengan memilih output
dimana P = MC, selama tingkat harga tersebut lebih besar daripada
AVC. Setiap tingkat harga dibawah minimum AVC jumlah yang
ditawarkan adalah nihil. Pada tingkat harga = AVC jumlah yang
ditawarkan digambarkan oleh kurva MC.
Perhatikan kurva penawaran, yaitu kurva marginal cost yang
dicetak tebal. Selisih antara kurva ATC dan kurva AVC yang
digambarkan dengan celah di antara kedua kurva
tersebut, menggambarkan AFC. Kurva penawaran yag berada
diantara kurva ATC dan AVC, untuk setiap tingkat harga diatas
AVC, namun dibawah ATC berarti perusahaan mengalami kerugian
setiap output yang dijual karena harga lebih kecil dibanding ATC.
9. Meskipun harga
lebih kecil di
banding
ATC, bagi
perusahaan lebih
baik tetap
menjual
outputnya karena
pada tingkat
harga tersebut
perusahaan telah
mampu
membayar AVC
nya.
10. Selisih antara total revenue dengan total variable
cost disebut dengan produser surplus atau quasi
rent. Producer surplus dapat dihitung dengan dua
cara, yaitu :
1. Cara Pertama
Secara matematis, total revenue adalah hasil kali P
dan Q. Sedangkan total variable cost adalah hasil
kali AVC dengan Q. Selisih antara keduanya
digambarkan dengan segi empat yang diarsir yaitu
hasil kali antara (P-AVC) dengan Q
11. Inilah Yang disebut producer surplus. Secara matematis ditulis:
Producer surplus : TR – TVC
: (P x Q) – (AVC x Q)
: (P – AVC) x Q
12. 2. Cara Kedua
Variable cost untuk memproduksi 1 unit output sama sengan marginal cost
pada jumlah output 1 unit. Variable cost untuk memproduksi 2 unit
ditambah marginal cost pada 2 unit, dan seterusnya. Sehingga :
VC(Q) = MC(1) + MC(2) +…+ MC(Q)
Secara grafis total variable cost ini digambarkan dengan daerah yang tidak diarsir yang
berada dibawah kurva MC. Sedangkan total revenue adalah hasil kali P dengan Q.
Sehingga producer surplus digambarkan dengan daerah yang diarsir, yaitu yang
dibawah P dan diatas kurva MC.
13. Pengenaan pajak penjualan atau pajak pertambahan nilai
sebesar, misalnya Rp 100 per liter bensin premium atau misalnya 10%
dari harga per unit, akan meningkatkan average total cost.
Peningkatan ATC secara langsung juga berarti peningkatan MC. Bila
harga tetap pada tingkat harga semula, maka peningkatan biaya ini
berarti penurunan profit. Dengan adanya pengenaan pajak
penjualan, tingkat profit menurun dari profit1 menjadi profit2.
Secara grafis keadaan tanpa adanya pajak penjualan digambarkan
pada diagram yang diatas oleh kurva average total cost ATC1 dan
kurva marginal cost MC1, harga berada pada tingkat P. Sedangkan
diagram bawah menggambarkan fungsi profit yang diturunkan dari
diagram atas.
14. Profit mencapai keadaan maksimum
ketika kurva MC2 = P, ini terjadi pada
tingkat produksi Q2. Secara paralel kita
dapat pula mengatakan bahwa
producer surplus dengan adanya pajak
penjualan lebih kecil dibandingkan
producer surplus tanpa adanya pajak
penjualan.
Jadi pengenaan pajak penjualan
membawa pengaruh:
Trunnya total profit1 menjadi profit2;
Turunnya tingkat profit maksimal yang
digambarkan oleh puncak gunung
kurva profit pada diagram bawah.
Secara grafis, puncak kurva profit1 lebih
tinggi daripada puncak kurva profit2;
Mengecilnya rentang skala produksi
dari Q1’Q1” menjadi Q2’Q2”. Dimana Q1’
< Q2’ dan Q1’Q2”.
15. Pengenaan zakat perniagaan memberikan pengaruh yang berbeda
dibandingkan dengan pengenaan pajak penjualan. Dalam konsep
islam, zakat perniagaan dikenakan bila telah terpenuhinya dua hal:
nisab (batas minimal harta yang menjadi objek zakat, yaitu setara 96
gram emas) dan haul (batas minimal waktu harta tersebut dimiliki
yaitu 1 tahun). Bila nisab dan haul telah terpenuhi, maka wajiblah
dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%.
Objek zakat perniagaan adalah barang yang diperjualbelikan. Dalam
ilmu ekonomi, ini berarti yang menjadi objek zakat perniagaan adalah
revenue minus cost. Pengenaan zakat perniagaan juga sama sekali
tidak memberikan pengaruh terhadap MC, yang berarti pula tidak
memberikan pengaruh terhadap kurva penawaran.
16. Upaya memaksimalkan profit
berarti pula memaksimalkan
producer surplus, dan zakat yang
harus dibayar. Dengan adanya
pengenaan zakat perniagaan
perilaku memaksimalkan profit
berjalan sejalan dengan perilaku
memaksimalkan zakat.
Profit akan mencapai tingkat
maksimal ketika kurva MC1 = P
dan terjadi pada tingkat produksi
Q1. Pada titik Q1 pila tingkat
zakat maksimal tercapai.
Keadaan ini digambarkan
dengan puncak kurva profit dan
puncak kurva zakat yang terjadi
pada titik Q1.
17. Perilaku memaksimalkan profit seringkali mendorong produsen untuk
berlaku aniaya. Para produsen seringkali memindahkan biaya-biaya yang
seharusnya ditanggung mereka kepada pihak lain guna meningkatkan
profitnya. Tindakan produsen yang mendapatkan keuntungan dari proses
produksinya, namun tidak mau bertanggung jawab atas akibatnya inilah
yang dalam ilmu ekonomi disebut negative externalities.
Konsep adil dalam Ekonomi Islam diterjemahkan dalam empat
hal, yaitu :
1. Dilarang melakukan Mafsadah
2. Dilarang melakukan transaksi Gharar
3. Dilarang melakukan transaksi Maisir
4. Dilarang melakukan transaksi Riba
18. Secara grafis, upaya produsen melarikan diri dari tanggung jawab ini
digambarkan dengan turunnya ATC dari ATC1 menjadi ATC2, dan
marginal cost turun dari MC1 menjadi MC2. Dalam Ekonomi
Konvensional, MC1 disebut Marginal Social Cost (MSC), sedangkan MC2
disebut Marginal Private Cost (MC). Selisih antara MSC dengan MC
disebut Marginal External Cost (MEC).
MSC = MC + MEC
Dengan tingkat MC yang lebih rendah (MC2 < MC1) produsen akan
menawarkan banyak barang, sedangkan pada tingkat ATC yang
lebih rendah (ATC2 < ATC1) produsen akan menerima average
economic rent yan lebih besar pula. Dengan demikian proftit akan
naik dari profit1 menjadi profit2.
Profit + (P - ATC) x Q
Karena (P - ATC) naik, dan Q naik, maka profit pun akan naik pula.
19. Dalam Islam, Marginal External Cost merupakan tanggung jawab
dari produsen, karena tanpa ada proses produksi tentu tidak akan
muncul External Cost. MEC harus diinternalisasi kedalam komponen
biaya produsen. Dalam Ekonomi Konvensional, negative externalities
masih dapat ditolerir dengan ketentuan-ketentuan tertentu. Dalam
Ekonomi Konvensional dikenal konsep Efficient Level Of Emissions
yaitu suatu tingkat dimana Marginal Social Cost Of Emissions (MSCe)
sama dengan benefitnya. Benefit ini diukur dengan Marginal Cost Of
Abating Emissions yaitu tambahan biaya bagi produsen untuk
memasang peralatan pengendalian polusi
Contoh ketentuan-ketentuan tertentu
untuk negative externalities, yaitu dengan
penentuan emissions standard dan
emissions fees.
20. Emissions Standard
adalah ketentuan hokum tentang batas
maksimal tingkat polusi yang masih
diperbolehkan. Jika produsen melampaui
batas maka akan dikenakan sanksi berupa
denda atau dianggap melakukan perbuatan
kriminal.
Emissions Fees
adalah kompensasi yang harus dibayar untuk
setiap unit polusi yang dilakukan produsen.
21. Dalam sejarah perekonomian Amerika Serikat, Emissions
Standard merupakan pilihan dalam mengontrol negative
externalities. Sedangkan di Jerman, Emissions Fees yang
merupakan pilihan. Secara teoritis sebenarnya kedua instrument
ini dapat memberikan hasil yang sama. Namun dalam
praktiknya, standard dan fees memilki implikasi yang berbeda.
Secara umum dapat dikatakan bahwa penggunaan instrument
fees lebih disukai bila kurva marginal cost lebih curam dan kurva
marginal cost of abatement relative datar. Produsen yang
mempunyai MCA yang lebih rendah akan berproduksi dengan
tingkat polusi yang lebih rendah.
22. Semakin kecil tambahan biaya untuk mengurangi
polusi, maka makin besar pengurangan tingkat
polusi (makin besar benefit bagi
masyarakat), sehingga semakin rendah tingkat
polusi.
Dalam konsep Islam, mencegah Mafsadah lebih diutamakan
daripada memperbaiki dampak buruk mafsadah, meskipun
dampak buruk tersebut timbul sebagai ekses dari suatu produksi
yang bermanfaat. Dalam kaidah fiqih disebutkan “Dar ul
mafasid aula min jalbi al manafi ” (mencegah kerusakan lebih
utama daripada mengambil manfaat). Itu sebabnya
penggunaan mekanisme recycling lebih diutamakan daripada
instrument standard dan fees.
23. Bila potensi terjadinya negative externalities
terdapat pada masyarakat, dalam system ini
masyarakat diberikan insentif untuk tidak
melakukan negative externalities, misalnya
tidak membuang kemasan bekas
sembarangan sehingga menimbulkan
mafsadah.
Bila potensi negative externalities
terdapat di lingkungan
produsen, recycling dalam artian
mendaur ulang untuk memproduksi
output yang sama tidak selamanya
dapat dilakukan. Namun
demikian, recycling dalam artian
mendaur-ulang limbah untuk
dimanfaatkan memproduksi output
24.
25. Abu Yusuf membantah kesan umum dari hubungan negative antara
penawaran dan tingkat harga. Adalah dalam kenyataannya benar
bahwa tingkat harga tidak hanya tergantung pada penawaran
semata, dimana kekuatan permintaan juga sangat penting. Abu Yusuf
mengatakan bahwa ada beberapa alasan lainnya, tapi ia tidak
menyatakannya secara jelas Karena alasan-alasan penyingkatan.
Mengenai masalah pengaturan tingkat harga juga dibahas secara rinci
oleh ibn Taimiyah. Penjelasan Ibnu Taimiyah mengenai pengaturan
tingkat harga adalah lebih menyeluruh dibandingkan yang lainnya. Ibnu
Taimiyah mendukung penatapan harga dalam kasus dimana komoditas
kebutuhan pokok yang harganya telah naik akibat dimanipulasi. Lebih
lanjut, Ibnu Taimiyah menyarankan adanya suatu penyediaan industry-
industri tertentu oleh pemerintah atau negara, serta juga memperbaiki
tingkat pengupahan jika hal tersebut tidak terjadi secara memuaskan
(persaingan bebas) oleh kekuatan-kekutatan pasar.
26. Thomas Aquinas Vs Ibn Taimiyah
Permasalahan yang dibahas Aquinas berhubungan dengan
perniagaan, harga yang adil, kepemilikan, dan riba.
Aquinas mengadopsi sepenuh hatinya ide-ide dari Aristoteles, walaupun
dalam beberapa kasus ia harus memodifikasi serta memperbaikinya
sesuai dengan kebutuhan yang ada pada masa itu dalam rangka
mensitesis dengan ajaran Nasrani
Ibn Taimiyah berpikiran bahwa Aristoteles salah atau keluar jalur, dan
mengkritiknya dalam tulisan-tulisannya, serta menolak mengikuti
pendapat-pendapat Aristoteles tersebut.
27. • Perlakuan Ibn Taimiyah terhadap permasalahan ini adalah jauh
lebih komprehensif daripada Aquinas.
• Ibn Taimiyah tidak mengambil dasar pemikiriannya dari filsuf
yunani melainkan dari beberapa hadis Nabi Saw , dan banyak
terdapat dalam literatur mengenai fiqih islam.
• Bagi Ibn Taimiyah dan Aquinas , harga pasar haruslah terjadi
dalam pasar yang kompetitif dan tidak boleh ada penipuan.
• Keduanya membela penetapan pagu harga pada waktu terjadi
perbedaan pengenaan harga dari harga pasar.
• Dalam penetapan pagu harga, aquinas hanya
mempertimbangkan nilai subjektif dari sebuah objek dari sisi
penjual saja. Sementara, Ibn Taimiyah juga mempertimbangkan
nilai subjektif objektif dari sisi pembeli sehingga menjadikan
analisisnya lebih baik daripada Aquinas.
28. • Ibn Taimiyah adalah seorang pelopor dalam
penjelasannya tentan penentuan harga dalam
hubungannya dengan penawaran dan permintaan.
• Schumper menuliskan : “As regards the theory of the
mechanism of pricing there is very little to report before the
middle of the eighteen century.”
• Ibn Taimiyah melakukan pembahasan mengenai
peraturan tingkat harga oleh pemerintah serta juga
memberi perhatian pada monopoli, oligopoli, dan
monopsoni. Selain itu membahas konsep keuntungan yang
adil (just profit), upah yang adil (just wage) dan
kompensasi yang adil (justcompensation).
29. • Masyarakat masa Ibn Taimiyah beranggapan bahwa peningkatan
harga merupakan akibat dari ketidakadilan dan tindakan
melanggar hukum dari penjual atau mugkin sebagai akibat
manipulasi pasar. Kemudian dibantah keras, ia mengatakan bahwa
harga ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran.
• Naik turunnya harga disebabkan tindakan tidak adil dari sebagian
orang yang terlibat transaksi.
• Bisa jadi penyebabnya adalah penawaranyang menurun akibat
inefisiensi produksi, penurunan jumlah impor barang-barang yang
diminta atau juga tekanan pasar.
• Jika permintaan barang meningkat, sedangkan penawaran
menurun , harga barang akan naik. Sebaliknya
• Kelangkaan dan melimpahnya barang mungkin disebabkan oleh
tindakan yang adil atau mungkin juga tindakan yan tidak adil.
• Menurut Ibn Taimiyah penawaran bisa datang dari produksi
domestik dan import.
30. • Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan /
penurunan dalam jumlah yang ditawarkan , sedangkan permintaan
sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan.
• Besar kecilnya kenaikan harga bergantung pada besarnya perubahan
penawaran dan / permintaan.
• Dua faktor penyebab pergeseran kurva penawaran dan
permintaan, yaitu tekanan pasar yang otomatis dan perbuatan
melanggar hukum dari penjual, misalnya penimbunan.
• Faktor lain memengaruhi permintaan dan penawaran adalah
intensitas, dan besarnya permintaan, kelangkaan atau melimpahnya
barang, kondisi kepercayaan, serta diskonto dari pembayaran tunai.
• Perubahan permintaan bergantung pada jumlah penawaran, jumlah
orang yang menginginkannya, kuat lemahnya dan besar kecilnya
kebutuhan terhadap barang tbst.
• Ibn Taimiyah bukan saja menyadari kekuatan penawaran dan
permintaan, melainkan juga menyadari
insentif, disinsentif, ketidakpastian, dan risiko yang terlibat dalam
31. Dalam bukunya Al-Muqaddimah, Ibnu Khaldun menulis secara
khusus satu bab berjudul “Harga-Harga di Kota”. Ia membagi
dua jenis barang menjadi dua jenis, yakni barang kebutuhan
pokok dan barang pelengkap. Menurut dia, bila suatu kota
berkembang dan selanjutnya populasinya bertambah banyak (
kota besar), maka pengadaan barang-barang kebutuhan
pokok akan mendapatkan prioritas.
Hal ini dapat diilustrasikan
pada gambar berikut :
32. Terjadi peningkatan disposable income dari penduduk kota-kota.
Naiknya disposable income dapat meningkatkan marginal propensity
to consume terhadap barang-barang mewah dari setiap penduduk
kota tersebut,. Hal ini menciptakan permintaan baru atau
peningkatan permintaan terhadap barang-barang mewah.
Akibatnya harga barang mewah akan meningkat pula.
Secara grafis, pendapat Ibnu Khaldun tsb dapat digambarkan pada gambar berikut ini :
Gambar. Naiknya permintaan
terhadap barang mewah
karena kenaikan Disposable
Income menyebabkan
mahalnya barang mewah
33. Ibnu Khaldun juga menjelaskan mekasnisme permintaan dan
penawaran dalam menentukan harga keseimbangan. Secara lebih rinci, ia
menjabarkan pengaruh persaingan diantara konsumen untuk mendapatkan
barang pada sisi permintaan. Setelah itu, ia menjelaskan pula pengaruh
meningkatnya biaya produksi karena pajak dan pungutan-pungutan lain di
kota tersebut, pada sisi penawaran.
Hal ini tejadi karena harga-harga barang di padang pasir tidak
memiliki kandungan pajak (karena barang di padang pasir tidak dikenakan
pajak), sementara harga-harga barang di kota memiliki kandungan
pajak, karenanya harga barang di kota lebih mahal daripada harga barang di
padang pasir. Ditinjau dari segi biaya produksi, pengenaan pajak ini akan
meningkatkan harga jual, sehingga pada gilirannya akan mengakibatkan
kenaikan harga.
Dengan demikian, maka sebagaimana Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun
juga sudah mengindentifisikasi kekuatan permintaan dan penawaran sebagai
penentu keseimbangan harga.
Ketika menyinggung masalah laba, Ibnu Khaldun mengatakan bahwa
keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya perdagangan.
Namun, Ibnu Taimiyah yang hanya secara implisit membicarakan konsep
34. Dalam konsep Islam, pertemuan permintaan dan
penawaran haruslah terjadi secara rela sama rela, tidak
ada pihak yang merasa terpaksa untuk melakukan
transaksi pada tingkat harga tersebut. Dalam hal
harga, para ahli fiqih merumuskannya sebagai the price of
the equivalent. Konsep the price of the equivalent ini
mempunyai implikasi penting dalam ilmu ekonomi, yaitu
keadaan pasar yang kompetitif.
35. Dalam konsep islam, monopoly, duopoly, oligopoly dalam
artian hanya ada satu penjual, dua penjual, atau beberapa
penjual tidak dilarang keberadaannya, selama mereka tidak
megambil keuntungan di atas keuntungan normal. Produsen
yang beroperasi dengan positif profit akan mengundang
produsen lain untuk masuk kedalam bisnis tersebut, sehingga
kurva supply bergeser ke kanan, jumlah output yang
ditawarkan bertambah, dan harga akan turun. Produsen
baru akan terus memasuki bisnis tersebut sampai dengan
harga turun sedemikian sehingga economic profit nihil. Pada
keadaan ini produsen yang telah ada di pasar tidak
mempunyai insentif untuk keluar dari pasar, dan produsen
yang belu masuk ke pasar tidak mempunyai insentif untuk
masuk ke pasar.
36. Islam mengatur agar persaingan di pasar
dilakukan dengan adil. Setiap bentuk yang
dapat menimbulkan ketidakadilan dilarang.
• Talaqqi Rukban
• Mengurangi timbangan
• Menyembunyikan barang cacat
• Menukar kurma kering dengan kurma basah
• Menukar satu takar kurma kualitas bagus dengan
dua takar kurma sedang
• Transaksi Najasy
• Ikhtikar
• Ghaban faa-hisy
37. Market Intervention diperkenalkan dalam ekonomi
Islam pada masa pemerintahan Umar Ibn Khattab.
Market Intervention menjadi sangat penting dalam
menjamin pengadaan barang kebutuhan pokok. Dalam
keadaan kekurangan barang kebutuhan
pokok, pemerintah dapat memaksa pedagang yang
menahan barangnya untuk menjual barangnya ke
pasar. Bila daya masyarakat lemah, pemerintah pun
dapat membeli barang kebutuhan pokok tersebut
dengan uang dari baitul maal, untuk selanjutnya
menjual dengan tangguh bayar seperti yang telah
dilakukan oleh Umar ra.
38. Adanya excess demand akan mendorong timbulnya
pasar gelap, yang selanjutnya menimbulkan korupsi dan
kolusi. Akibat selanjutnya adalah kredit program tidak akan
mencapai sasarannya, timbul penyalah-gunaan kredit (miss-
used atau side streaming).
Islam jelas menentang intervensi harga. Pada kasus
ceiling price akan terjadi kelebihan permintaan sehingga
dapat menimbulkan pasar gelap, korupsi, dan kolusi. Inilah
indahnya Islam. Bukan saja korupsi dan kolusi yang dilarang
dalam islam, namun juga jalan ke arah korupsi dan kolusi
pun dilarang.
39. Dengan adanya ceiling price ini, konsumen mendapat
tambahan consumer surplus, namun kedua pihak baik
konsumen dan produsen akan kehilangan sejumlah surplus
yang tidak dapat dinikmati oleh keduanya. Penurunan total
surplus ini disebut dead weight loss.
Neto kenaikan consumer surplus:
Kenaikan consumer surplus
(akibat penurunan producer surplus) :+A
Hilangnya consumer surplus :-B
Kenaikan neto consumer surplus : (A-B)
40. Gambar: penurunan producer surplus akibat ceiling price
Penurunan producer surplus
(yang dinikmati oleh konsumen) :-A
Penurunan producer surplus
(yang tidak dinikmati siapapun) :-C
Penurunan neto producer surplus : - (A-C)
41. Secara keseluruhan pengaruh ceiling price adalah:
Hilangnya consumer surplus :-B
Penurunan producer surplus
(yang tidak dinikmati siapapun) : - C___
Total penurunan (dead weight loss) : - (B+C)
Adanya ceiling price menyebabkan terjadinya transfer surplus
dari pridusen ke konsumen. Hal ini menunjukan adanya pihak
yang terzalimi. Total penurunan surplus (deadweight loss) yang
tidak dinikmati oleh siapapun adalah sebesar (B+C). Jelaslah
dalam penetapan ceiling price tidak saja terjadi transfer surplus
dari produsen ke konsumen, juga terjadi transfer surplus dari
positif menjadi negative.
42. Intervensi harga : Floor Price akan menimbulkan terjadinya excess supply
sebesar (Q2-Qf). adanya excess supply ini akan mendorong timbulnya
pasar gelap, yang selanjutnya menimbulkan korupsi dan kolusi.
Dengan adanya floor price ini, Produsen mendapat tambahan producer
surplus, namun kedua pihak baik konsumen dan produsen akan
kehilangan sejumlah surplus yang tidak dapat di nikmati oleh keduanya.
Penurunan totol surplus ini di sebut dead weight loss.
neto kenaikan producer surplus:
Kenaikan producer surplus
(akibat penurunan cosumer surplus) : +D
Hilangnya producer surplus : -C
Kenaikan neto producer surplus : (D-C)
43. Bagi konsumen, penetapan floor price ini akan menurunkan
consumer surplus. Sebagian penurunan consumer surplus
dinikmati oleh produsen berupa kenaikan producer
surplus, dan sebagian lainnya tidak dapat dinikmati oleh
siapapun. Jadi secara neto penurunan consumer surplus :
Penurunan consumer surplus : -D
(yang dinikmati oleh produsen)
Penurunan consumer surplus
(yang tidak dinikmati siapapun) : - B
Penurunan neto consumer surplus : - (D + B)
Adanya floor price menyebabkan terjadinya transfer surplus
dari konsumen ke produsen.Total penurunan surplus
(deadweight loss) yang tidak dinikmati oleh siapa pun adalah
sebesar (B + C)
44. Secara keseluruhan pengaruh floor price adalah:
Hilangnya consumer surplus :-C
Penurunan consumer surplus
(yang tidak dinikmati siapapun) :-B
Total penurunan (dead weight loss) : - (B + C)
Dengan demikian, kita dapat memahami mengapa Rasullulah
Saw, menolak untuk melakukan Price intervention selama
kekuatan pasar berjalan rela sama rela tanpa ada yang
melakukan distorsi. Bila ternyata terjadi distorsi terhadap
kekuatan pasar, maka distorsi tersebut harus di
hilangkan, termasuk dengan melakukan price intervention.
45. Dalam ekonomi islam tidak di kenal sikap mendua itu. Siapapun boleh
berbisnis tanpa peduli apakah dia satu-satunya penjual(monopoli) atau
ada penjual lain. Jadi monopoli sah-sah saja namun, siapapun dia tidak
boleh melakukan ihtikar,yaitu mengambil keuntungan di atas
keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk
harga yang lebih tinggi atau istilah ekonominya monopolistic rent.
Nabi Muhamad bersabda : Tidaklah orang melakukan ihtikar itu kecuali
ia berdosa (HR Muslim, Ahmad, Abu Dawud). Itu membuktikan islam
menghargai hak penjual dan pembeli.
Dalam rangka melindungi hak pembeli dan penjual, islam membolehkan
bahkan mewajibkan pemerintah melakukan price intervention bila
kenaikan harga di sebabkan adanya distorsi terhadap genuine demand
and genuine supply.
46. • Price intervention manyangket kepentingan
masyarakat, yaitu melindungi menjual dalam hal profit
margin sekaligus melindungi pembeli dalam hal
purchasing pawer
• Bila tidak di lakukan price intervention maka penjual
dapat menaikan harga dengan cara ikhtikar atau
ghaban faa-hisy. Dalam hal ini si penjual menzhalimi si
pembeli
• Pembeli biasanya mewakili masyarakat yang lebih
luas, sedangkan penjual mewakili kelumpok masyarakat
yang lebih kecil. Sehingga price intervention berarti pula
melindungi kepentingan masyarakat lebih luas.
47. • Price intervention yang zalim
Suatu intervensi harga dianggap zalim bila harga
atas (ceiling price) ditetapkan di bawah harga
ekuilibrium yang terjadi melalui mekanisme
pasar, yaitu atas dasar rela sama rela. Ssecara
parallel dapat pula dikatakan bila floor price
ditetapkan di atas competitive ekuilibrium price
adalah zalim.
• Price intervention yang adil
Suatu intervensi harga dianggap adil bila tidak
menimbulkan aniaya terhadap penjual maupun
48. • Produsen tidak mau menjual barangnya kecuali pada harga yang lebih
tinggi daripada regular market price, padahal konsuman membutuhkan
barang tersebut. Dalam keadaan ini pemerintah dapat memaksa produsen
untuk menjual barangnya dan menentuka harga (price intervention) yang
adil
• Produsen menawarkan harga yang terlalu tinggi menurut
konsumen, sedangkan konsumen meminta pada harga yang terlalu rendah
menurut produsen. Dalam keadaan ini, maka price intervention harus
dilakukan dengan musyawarah dari konsumen dan produsen yang difasilitasi
oleh pemerintah. Pemerintah harus mendorong penjual dan pembeli unruk
menentukan harga. Selanjutnya pemerintah menentukan harga tersebut
sebagai harga yang berlaku.
• Pemilik jasa, misalnya tenaga kerja yang menolak bekerja kecuali pada
harga yang lebih tinggi daripada harga pasar yang berlaku (the prevailing
market price) padahal masyarakat membutuhkan jasa tersebut, maka
pemerintah dapat menentukan harga yang wajar (reasonable price) dan
memaksa pemilik jasa untuk memberikan jasanya
49.
50. Struktur pasar dibedakan berdasarkan banyaknya penjual dan pembeli. Secara
mudah dikatakan pasar yang terdiri dari banyak penjual dengan barang yang
relative homogeny disebut pasar bersaing sempurna (perfect competition).
Sedangkan pasar yang terdiri dari banyak penjual dan barangnya berbeda satu
sama lain (terdiferensiasi) disebut pasar bersaing monopolistik (monopolistic).
Pasar yang yang ada satu penjual disebut pasar monopoli, pasar yang ada
beberapa penjual disebut pasar ologopoli.
Secara teknis, alat ukur yang dipakai untuk mengukur struktur pasar
berdasarkan banyaknya penjual dan pembeli serta seberapa berpengaruhnya
kegiatan mereka adalah rasio penguasaan pangsa pasar atau sering juga disebut
concentration ratio (CR). Biasanya pangsa pasar empat perusahaan terbesar
dijumlahkan kemudian dihitung persentasinya terhadap total pasar, ini disebut
4-firm CR. Bila pangsa pasar delapan perusahaan terbesar terhadap total
pasar, disebut 8-firm CR. Secara umum disebut N-firm CR, dimana N adalah
jumlah perusahaan terbesar yang dihitung pangsa pasarnya.
N-firm CR = (Pangsa pasar N-perusahaan terbesar/Total Pasar) x 100%
51. Untuk menyempurnakan rumus pangsa pasar
sebelumnya maka Herfindahl mengembangkan alat
ukur lain yang disebut Herfindahl Index. Herfindahl
Index menghitung jumlah kuadrat pangsa pasar. Secara
matematis ditulis:
Herfinhdahl Index = £I (Pangsa pasar masing-masing
perusahaan ke-i)2
52. Dalam pasar bersaing sempurna, secara toeritis penjual tidak
dapat menentukan harga atau disebut price taker, dimana
penjual akan menjual barangnya sesuai harga yang berlaku di
pasar. Dalam kenyataannya, pasar bersaing sempurna juga
memiliki derajat yang berbeda-beda. Derajat yang paling
ekstrem memang penjual tidak menentukan harga sama sekali.
Derajat akan semakin mendekati keekstreman bila hal-hal ini
terpenuhi:
• Ada banyak penjual
• Pembeli memandang barang sama saja (homogen, tidak
terdiferensiasi)
• Ada kelebihan kapasitas produksi
53. Bila asumsi pasar bersaing sempurna kita lepaskan, dalam
hal ini asumsi tentang barang homogen, maka kita akan
mendapatkanjenis pasar lain yaitu pasar bersaing
monopolistik. Secara lebih formal, Edward Chamberlin
memperkenalkan istilah monopolistik competition di tahun
1993 sebagai berikut :
• Adanya banyak penjual
• Setiap penjual menjual produk yang terdeferensiasi
54. Monopoli secara harfiah berarti di pasar hanya ada satu
penjual. Frank Fisher menjelaskan kekuatan monopoli
sebagai “ the ability to act in unconstrained way” artinya
kemampuan bertindak dengan caranya sendiri. Ihtikar
adalah mengambil keuntungan diatas keuntungan
normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk
harga yang lebih tinggi. “Barang siapa yang untuk
merusak harga pasar melakukan ihtikar sehingga harga
naik secara tajam maka ia berdosa” (riwayat Ibnu
Majah dan Ahmad)
55. Permintaan D : P = a – bQ → slove = - b
Total Revenue : TR = PxQ
= aQ – bQ”
Average Revenue : AR = TR/Q
= aQ – bQ”
= a- bQ → slove = - b
Marginal revenue : MR = d(PQ)/dQ
= a- 2bQ → slove = - 2b
56. Secara harfiah oligopoli berarti ada beberapa penjual di
pasar boleh dikatakan pertengahan monopoly dan
monopolistik competition. Dalam pasar oligopoli dimana ada
sedikit penjual yang menjual barang yang sama, maka
penjual harus memperhatikan reaksi penjual lain
Ada dua aksi yang dapat diambil yaitu:
1. Menentukan kuantitas barang yang diproduksi. Model
yang menjelaskan hal ini adalah Cournout Quantity
Competition
2. Menentukan berapa harga yang akan ditawarkannya.
Model yang menjeladkan hal ini adalah Bertrand Price
Competition
57. Model ini dikembangkan oleh Cournot pada tahun 1835 dengan asumsi
hanya ada dua penjual barang yang sama. Contoh di pasar ada dua
perusahaan yaitu Aqua dan Ades. Kedua perusahaan memproduksi
produk yang identik. Sehingga mereka terdorong untuk menawarkan
harga yang sama. Dalam model ini, pilihan bagi Aqua dan Ades
menentukan berapa banyak kuantitas yang akan diproduksi Aqua
(Q1), dan Ades (Q2). Setelah mereka menentukan berapa banyak Q1 dan
Q2 , mereka akan menentukan harga yang dapat diterima pasar
sehingga seluruh produksi (Q1 + Q2) habis diserap pasar. Keseimbangan
Cournot
(P. Q1, Q2) akan terjadi apabila :
1. Aqua dapat memaksimalkan keuntungannya
2. Ades dapat memaksimalkan keuntungannya
3. Seluruh produksi (Q1 + Q2 ) habis terserap pasar pada tingkat harga P*
58. Model Bertrand dikembangkan oleh Joseph
Bertrand pada tahun 1883. Dalam model ini
penjual menentukan harga untuk memperoleh
keuntungan maksimal, dengan memperhitungkan
harga yang ia duga akan ditetapkan oleh
pesaingnya. Dalam model ini, penjual tidak
memperhitungkan bahwa pesaingnya akan
bereaksi bila telah mengetahui harganya, jadi
setiap penjual menganggap harga pesaingnya
tetap.
59. Karim, Adiwarman A., (2010), Ekonomi Mikro
Islami Edisi Ketiga, Jakarta: Raja Grafindo
Persada
60. Follow Us On Twitter :
@syifaaa10
@sitaahh
@MitaChandra
@silmyamilia
@rizqitaqiyash
#FiqiRafiqi
#SetiawanD
#HilmiMuttaqien
#IndraAktivis