Dokumen tersebut membahas tentang filsafat pendidikan perenialisme. Filsafat ini berpandangan bahwa pendidikan sebaiknya mengarahkan perhatian kembali pada nilai-nilai budaya masa lalu yang dianggap ideal dan teruji. Filsafat perenialisme juga berpandangan bahwa kebenaran dalam pendidikan bersifat universal dan tetap, sehingga pendidikan perlu menanamkan kebenaran-kebenaran abadi tersebut kepada siswa.
1. BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Filsafat merupakan ilmu yang sangat luas cakupan dan keberadaannya. Dalam
pendidikan, dikenal pula filsafat pendidikan. Melalui filsafat pendidikan tersebut,
pelaksanaan sistem pendidikan dan permasalahannya dikaji melalui pandangan filsafat.
Keberadaan filsafat dalam pendidikan sangat diperlukan, demi keberlangsungan pendidikan
sendiri. Manfaatnya juga berdampak positif bagi pelaksanaan pendidikan.Salah satu aliran
filsafat pendidikan adalah perenialisme. Berdasar pada teori Plato, Aristoteles, dan Thomas
Aquina, filsafat yang lahir pada abad-20 ini memiliki pandangan yang berbeda dengan
filsafat pendidikan yang lainnya. Masing-masing filsafat pendidikan memang memiliki
pandangan yang berbeda sesuai dengan corak dan ajaran filsafat yang mendasarinya. Di
zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis diberbagai bidang kehidupan
manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk mengembalikan keadaan krisis ini, maka
perenialisme memberikan jalan keluar yaitu berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau
yang dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus lebih
banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan
tangguh.
Jelaslah bila dikatakan bahwa pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kepada
masa lampau, karena dengan mengembalikan keapaan masa lampau ini, kebudayaan yang
dianggap krisis ini dapat teratasi melalui perenialisme karena ia dapat mengarahkan pusat
perhatiannya pada pendidikan zaman dahulu dengan sekarang. Perenialisme rnemandang
pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang.
Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktek bagi
kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang.
1
2. BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PERENIALISME
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua
puluh. Aliran ini lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme
memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan,
terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada
usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan
kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang
kukuh, kuat dan teruji.
Perenialisme berasal dari kata perennial yang artinya abadi atau kekal dan dapat
berarti pula tiada akhir. Dengan demikian, esensi kepercayaan filsafat perenial ialah
berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat abadi. Aliran ini mengambil
analogi realita sosial budaya Perenialisme berarti everlasting, tahan lama atau abadi. Dalam
sejarah peradaban manusia dikenal sejumlah gagasan besar yang tetap menjadi rujukan
sampai kapan pun juga.
Aliran ini mengikuti paham realisme yang sejalan dengan aristoteles bahwa manusia
itu rasional. Sekolah adalah lembaga yang didisain untuk menumbuhkan kecerdasan. Siswa
seyogianya diajari gagasan besar agar mencintainya, sehingga mereka menjadi intelektual
sejati. Akar filsafat ini datang dari gagasan besar plato dan aristoteles dan kemudian dari
Thomas Aquinas.
Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme
menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru.
Jalan yang ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan
menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip prinsip umum yang telah menjadi pandangan
hidup yang kuat, kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan. Dalam pendidikan, kaum
perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta
mambahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan
pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik.
2
3. B. PENDAPAT TOKOH MENGENAI KONSEP FILSAFAT
Pandangan para tokoh mengenai perenialisme yaitu :
1. Plato
Plato (427-347 SM), hidup pada zaman kebudayaan yang sarat dengan ketidakpastian,
yaitu filsafat sofisme. Ukuran kebenaran dan ukuran moral merupakan sofisme adalah
manusia secara pribadi, sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral, tidak ada
kepastian dalam kebenaran, tergantung pada masing-masing individu. Plato berpandangan
bahwa realitas yang hakiki itu tetap tidak berubah. Realitas atau kenyataan-kenyataan itu
tidak ada pada diri manusia sejak dari asalnya, yang berasal dari realitas yang hakiki.
Menurut Plato, “dunia ideal”, bersumber dari ide mutlak, yaitu Tuhan. Kebenaran,
pengetahuan, dan nilai sudah ada sebelum manusia lahir yang semuanya bersumber dari ide
yang mutlak tadi. Manusia tidak mengusahakan dalam arti menciptakan kebenaran,
pengetahuan, dan nilai moral, melainkan bagaimana manusia menemukan semuanya itu.
Dengan menggunakan akal dan rasio, semuanya itu dapat ditemukan kembali oleh manusia.
2. Aritoteles
Aritoteles (384-322 SM), adalah murid Plato, namun dalam pemikirannya ia mereaksi
terhadap filsafat gurunya, yaitu idealisme. Hasil pemikirannya disebut filsafat realism
(realism klasik). Cara berfikir Arithoteles berbeda dengan gurunya, Plato, yang menekankan
berfikir rasional spekulatif. Arithoteles mengambil cara berfikir rasional empiris realitas. Ia
mengajarkan cara berfikir atas prinsip realitas, yang lebih dekat dengan alam kehidupan
manusia sehari-hari.
3
4. Arithoteles hidup pada abad keempat sebelum Masehi, namun ia dinyatakan sebagai
pemikir abad pertengahan. Karya-karya Arithoteles merupakan dasar berfikir abad
pertengahan yang melahirkan renaissance. Sikap positifnya terhadap inkuiry menyebabkan ia
mendapat sebutan sebagai Bapak Sains Modern. Kebajikan akan menghasilkan kabahagiaan
dan kebajikan, bukanlah pernyataan pemikiran atau perenuangan pasif, melainkan merupakan
sikap kemauan yang baik dari manusia.
Menurut Arithoteles, manusia adalah makhluk materi dan rohani sekaligus. Sebagai
materi, ia menyadari bahwa manusia dalam hidupnya berada dalam kondisi alam materi dan
sosial. Sebagai makhluk rohani manusia sadar akan menuju pada proses yang lebih tinggi
yang menuju kepada manusia ideal, manusia sempurna. Manusia sebagai hewan rasional
memiliki kesadaran intelektual dan spiritual, ia hidup dalam alam materi sehingga akan
menuju pada derajat yang lebih tinggi, yaitu kehidupan yang abadi, alam supernatural.
3. Thomas Aquina
Thomas Aquina mencoba mempertemukan suatu pertentangan yang muncul pada
waktu itu, yaitu antara ajaran Kristen dengan filsafat (sebetulnya dengan filsafat Aritoteles,
sebab pada waktu itu yang dijadikan dasar pemikiran logis adalah filsafat neoplatonisme dari
Plotinus yang dikembangkan oleh St. Agustinus. Menurut Aquina, tidak terdapat
pertentangan antara filsafat (khususnya filsafat Aristoteles) dengan ajaran agama (Kristen).
Keduanya dapat berjalan dalam lapangannya masing-masing. Thomas Aquina secara terus
menerus dan tanpa ragu-ragu mendasarkan filsafatnya kepada filsafat Aristoteles.
Pandangan tentang realitas, ia mengemukakan, bahwa segala sesuatu yang ada,
adanya itu karena diciptekan oleh Tuhan, dan tergantung kepada-Nya. Ia mempertahankan
bahwa Tuhan, bebas dalam menciptakan dunia. Dunia tidak mengalir dari Tuhan bagaikan air
yang mengalir dari sumbernya, seperti halnya yang dipikirkan oleh filosof neoplatonisme
dalam ajaran mereka tentang teori “emanasi”. Thomas aquina menekankan dua hal dalam
pemikiran tentang realitannya, yaitu :
4
5. Dunia tidak diadakan dari semacam bahan dasar, dan
Penciptaan tidak terbatas pada satu saat saja, demikian menurut Bertens (1979).
Dalam masalah pengetahuan, Thomas Aquina mengemukaan bahwa pengetahuan itu
diperoleh sebagai persentuhan dunia luar dan oleh akal budi, menjadi pengetahuan. Selain
pengetahuan manusia yang bersumber dari wahyu, manusia dapat memperoleh pengetahuan
dengan melalui pengalaman dan rasionya (di sinilai ia mempertemukan pandangan filsafat
idealism, realism, dan ajaran gerejanya). Filsafat Thomas Aquina disebut tomisme. Kadang-
kadang orang tidak membedakan antara perenialisme dengan neotonisme. Perenialisme
adalah sama dengan neotonisme dalam pendidikan.
C. PANDANGAN ALIRAN PERENIALISME MENGENAI MANUSIA DAN NILAI
KEHIDUPAN
1. Pandangan Mengenai Manusia
Secara umum, kalangan perenialisme menganggap manusia memiliki kesamaan dengan
dunia hewan. Hal yang membuat berbeda adalah manusia mempunyai kecerdasan
rasional yang dapat menggunakan nalarnya untuk mengontrol apa yang diinginkan dan
dilakukannya. Aristoteles mengemukakan bahwa manusia adalah hewan rasional,
kalangan perenial menerima hal ini.Kalangan perenialis amat mengutamakan pada
pendidikan sisi rasional manusia. Hutchins menuliskan bahwa “adalah suatu hal esensial
untuk menjadi manusia dan suatu hal esensial pula belajar mempergunakan akal pikiran.”
Setelah seseorang mengembangkan akal pikirnya, ia akan dapat menggunakan nalarnya
untuk mengontrol nafsu dan syahwatnya.
2. Pandangan Mengenai Nilai Kehidupan
Perenialisme berpandangan bahwa persoalan nilai kehidupan adalah persoalan spiritual,
sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sedangkan perbuatan manusia merupakan
pancaran isi jiwanya yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan. Secara teologis, manusia
perlu mencapai kebaikan tertinggi, yaitu nilai kehidupan yang merupakan suatu kesatuan
dengan Tuhan. Untuk dapat sampai kesana manusia harus berusaha dengan bantuan akal
rationya yang berarti mengandung nilai kepraktisan.
Menurut Aristoteles, kebajikan dapat dibedakan: yaitu yang moral dan yang intelektual.
Kebajikan moral adalah kebajikan yang merupakan pembentukan kebiasaan, yang
merupakan dasar dari kebajikan intelektual.
5
6. Jadi, kebajikan intelektual dibentuk oleh pendidikan dan pengajaran. Kebajikan
intelektual didasari oleh pertimbangan dan pengawasan akal. Oleh perenialisme estetika
digolongkan kedalam filsafat praktis. Kesenian sebagai salah satu sumber kenikmatan
keindahan adalah suatu kebajikan intelektual yang bersifat praktis filosofis. Hal ini berarti
bahwa di dalam mempersoalkan masalah keindahan harus berakar pada dasar-dasar
teologis, ketuhanan.
D. PANDANGAN ALIRAN PERENIALISME TERHADAP PENDIDIKAN
Prinsip dasar pendidikan bagi aliran perenialisme adalah membantu peserta didik
menemukan dan menginternalisasikan kebenaran abadi, karena memang kebenarannya
mengandung sifat universal dan tetap. Kebenaran ini hanya dapat diperoleh hanya dapat
diperoleh melalui latihan intelektual yang dapat menjadikan pikirannya teratur dan
tersistematis sedemikian rupa. Dalam filsafat pendidikan Islam kebenaran abadi seperti ini
tidak hanya didapat melalui latihan intelektual, tapi bahkan lebih penting yaitu latihan intuisi
atau zauq.
Aliran perenialisme meyakini bahwa pendidikan adalah transfer ilmu pengetahuan
tentang kebenaran abadi. Pengetahuan adalah sumber kebenaran, sebenarnya kebenaran
selamanya memiliki kesamaan. Oleh karena itu pula maka penyelenggaraan pendidikan pun
di mana-mana mestilah sama. Pendidikan mestilah mencari pola agar peserta didik dapat
menyesuaikan diri bukan hanya pada kebenaran dunia saja, tetapi hendaknyalah kepada
hakikat-hakikat kebenaran.
Di samping itu proses pendidikan tidak hanya transfer ilmu tetapi juga tranformasi
ilmu dan internalisasi nilai. Prinsip-prinsip dasar seperti ini yang kemudian dikembangkan
oleh Sayyed Husein Nasr, filosof Islam kontemporer yang mengatakan bahwa manusia
memiliki fitrah yang sama yang berpangkal pada asal kejadiannya yang fitri yang
berkonsekuensi pada watak kesucian dan kebaikan, sifatnya tidak akan pernah berubah
karena prinsip-prinsipnya mengandung kontinuitas dalam setiap ruang dan waktu.
Program pendidikan yang ideal menurut perenialisme adalah berorientasi pada potensi
dasar agar kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat dapat terpenuhi. Pandangan
aliran di atas ada kesamaan dengan pendidikan Islam karena Islam mengakui adanya potensi
6
7. dasar yang dimiliki manusia semenjak dilahirkan yang dikembangkan melalui proses
pendidikan.
Makna hakiki dari belajar, menurut aliran ini adalah belajar untuk berpikir. Dengan
cara melatih berpikir, subjek didik akan memiliki senjata ampuh untuk menghadapi berbagai
rintangan yang akan menurunkan martabat kemanusiaannya. Tugas seorang subjek didik
adalah mempelajari karya dalam berbagai literatur filsafat, sejarah dan sains, sehingga
dengan demikian ia berkenalaan dengan berbagai prestasi di masa lalu menuju pembentukan
pemikiran yang akan mengisi kehidupannya dalam meembangun prestasi-prestasinya pula.
Perenialisme membedakan belajar kepada dua wilayah besar, yaitu wilayah
pengajaran dan wilayah penemuan. Yang pertama, belajar memerlukan bantuan guru. Guru
dalam hal ini memberikan pengetahuan dan pencerahan keada subjek didik, baik dengan cara
menunjukkan maupun menafsirkan implikasi dari pengetahuan yang diberikan. Sedangkan
yang kedua, tidak lagi membutuhkan guru, karena subjek didik dalam pola ini diharapkan
telah dapat belajar atas kemampuannya sendiri.
Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:
1. Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu,
kemauan, dan akal (Plato)
2. Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat
sebagai alat untuk mencapainya ( Aristoteles)
3. Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar
menjadi aktif atau nyata. (Thomas Aquinas)
E. PANDANGAN ALIRAN PERENIALISME TENTANG KURIKULUM
PENDIDIKAN
Kurikulum menurut kaum perenialis harus menekankan pertumbuhan intelektual
siswa pada seni dan sains. Untuk menjadi “terpelajar secara cultural” para siswa harus
berhadapan dengan bidang seni dan sains yang merupakan karya terbaik yang diciptakan oleh
manusia.
Dua dari pendukung filsafat perenialis adalah Robert Maynard Hutchins, dan
Mortimer Adler. Sebagai rector the University of Chicago, Hutchin (1963) menegembangkan
7
8. suatu kurikulum mahasiswa S1 berdasarkan penelitan terhadap Buku besar bersejarah (Great
Book) dan pembahasan buku-buku klasik. Kegiatan ini dilakukan dalam seminar-seminar
kecil. Kurikulum perenialis Hutchins didasarkan pada tiga asumsi mengenai pendidikan :
1. Pendidikan harus mengangkat pencarian kebenaran manusia yang berlangsung terus
menerus. Kebenaran apapun akan selalu benar dimanapun juga. Kebenaran bersifat
universal dan tak terikat waktu
2. Karena kerja pikiran adalah bersifat intelektual dan memfokuskan pada gagasan –
gagasan, pendidikan juga harus memfokuskan pada gagasan- gagasan . pengolahan
rasionalitas manusia adalah fungsi penting pendidikan
3. Pendidikan harus menstimulus para mahasiswa untuk berfikir secara mendalam
mengenai gagasan – gagasan signifikan. Para guru harus menggunakan pemikiran
yang benar dan kritis seperti metoda pokok mereka, dan mereka harus mensyaratkan
hal yang sama pada siswa.
Sedangkan pandangan – pandangan kurikulumnya mempengaruhi praktik pendidikan.
1. Pendidikan Dasar dan Menengah
a) Pendidikan sebagai persiapan
Perbedaan Progresivisme dengan Perenialisme terutama pada sikapnya
tentang “education as preparation”. Dewey dan tokoh – tokoh Progresivisme
yang lain menolak pandangan bahwa sekolah (pendidikan) adalah persiapan
untuk kehidupan. Tetapi Perenialisme berpendapat bahwa pendidikan adalah
persiapan bagi kehidupan di dalam masyarakat. Dasar pandangan ini
berpangkal pada ontologi, bahwa anak ada dalam fase potensialitas menuju
aktualitas, menuju kematangan.
b) Kurikulum Sekolah Menengah
Prinsip kurikulum pendidikan dasar, bahwa pendidikan sebagai persiapan,
berlaku pula bagi pendidikan mencegah. Perenialisme membedakan
kurikulum pendidikan menengah antara program, “general education” dan
pendidikan kejuruan, yang terbuka bagi anak 12-20 tahun.
8
9. 2. Pendidikan Tinggi dan Adult Education
a) Kurikulum Universitas
Program “general education” dipersiapkan untuk pendidikan tinggi dan adult
education. Pendidikan tinggi sebagai lanjutan pendidikan menengah dengan
program general education yang telah selesai disiapkan, bagi umur 21 tahun
sebab dianggap telah cukup mempunyai kemampuan melaksanakan program
pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi pada prinsipnya diarahkan untuk
mencapai tujuan kebajikan intelektual yang disebut “The intellectual love of
good”.
b) Kurikulum Pendidikan Orang Dewasa
Tujuan pendidikan orang dewasa ialah meningkatkan pengetahuan yang telah
dimilikinya dalam pendidikan lama sebelum itu, menetralisir pengaruh –
pengaruh jelek yang ada. Nilai utama pendidikan orang dewasa secara filosofis
ialah mengembangkan sikap bijaksana, guna merenorganisasi pendidikan anak
– anaknya, dan membina kebudayaannya. Malahan Hutchins mengatakan,
pendidikan orang dewasa adalah jalan menyelamatkan kehidupan bangsa –
bangsa.
F. PANDANGAN PERENIALISME TERHADAP METODE PEMBELAJARAN DI
SEKOLAH
Metode pembelajaran pada intinya berfokus pada proses belajar. Tuntutan tertinggi
dalam belajar menurut Perenialisme, adalah latihan dan disiplin mental. Maka, metode
pembelajaran haruslah mengarah kepada tuntunan tersebut. Teori dasar dalam belajar
menurut Perenialisme terutama:
1. Mental Disiplin sebagai Teori Dasar
Menurut Perenialisme sependapat latihan dan pembinaan berpikir adalah salah satu
kewajiban tertinggi dalam belajar, atau keutamaan dalam proses belajar. Karena program
pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan kemampuan berpikir.
9
10. 2. Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan
Asas berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan, otoritas
berpikir harus disempurnakan sesempurna mungkin. Dan makna kemerdekaan pendidikan
hendaknya membantu manusia untuk dirinya sendiri yang membedakannya dari makhluk
yang lain. Fungsi belajar harus diabdikan bagi tujuan itu, yaitu aktualisasi diri manusia
sebagai makhluk rasional yang bersifat merdeka.
3. Leraning to Reason (belajar untuk berpikir)
Bagaimana tugas berat ini dapat dilaksanakan, yakni belajar supaya mampu berpikir.
Perenialisme tetap percaya dengan asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan pendidikan
anak. Kecakapan membaca, menulis, dan berhitung merupakan landasan dasar. Dan
berdasarkan pentahapan itu, maka learning to reason menjadi tujuan pokok pendidikan
sekolah menengah dan pendidikan tinggi.
4. Belajar sebagai persiapan hidup
Belajar untuk mampu berpikir bukanlah semata – mata tujuan kebajikan moral dan
kebajikan intelektual dalam rangka aktualitas sebagai filosofis. Belajar untuk berpikir berarti
pula guna memenuhi fungsi practical philosophy baik etika, sosial politik, ilmu dan seni.
5. Learning through teaching (belajar melalui pengajaran)
Dalam pandangan Perenialisme, tugas guru bukanlah perantara antara dunia dengan
jiwa anak, melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses belajar sementara
mengajar. Guru mengembangkan potensi – potensiself discovery, dan ia melakukan otoritas
moral atas murid – muridny, karena ia seorang profesional yang memiliki kualifikasi dan
superior dibandingkan dengan murid – muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang
lebih
Guru mengembangkan potensi-potensi self discovery ; dan ia melakukan moral
authority atas murid-muridnya, karena ia adalah seorang professional yang qualified dan
superior dibandingkan muridnya.
10
11. BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perenialisme berasal dari kata perennial yang artinya abadi atau kekal dan dapat
berarti pula tiada akhir. Dengan demikian, esensi kepercayaan filsafat perenial ialah
berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat abadi. Aliran ini mengambil
analogi realita sosial budaya Perenialisme berarti everlasting, tahan lama atau abadi. Dalam
sejarah peradaban manusia dikenal sejumlah gagasan besar yang tetap menjadi rujukan
sampai kapan pun juga.
Aliran perenialisme meyakini bahwa pendidikan adalah transfer ilmu pengetahuan
tentang kebenaran abadi. Pengetahuan adalah sumber kebenaran, sebenarnya kebenaran
selamanya memiliki kesamaan. Oleh karena itu pula maka penyelenggaraan pendidikan pun
di mana-mana mestilah sama. Pendidikan mestilah mencari pola agar peserta didik dapat
menyesuaikan diri bukan hanya pada kebenaran dunia saja, tetapi hendaknyalah kepada
hakikat-hakikat kebenaran.
Kurikulum menurut kaum perenialis harus menekankan pertumbuhan intelektual
siswa pada seni dan sains. Metode pembelajaran pada intinya berfokus pada proses belajar.
Tuntutan tertinggi dalam belajar menurut Perenialisme, adalah latihan dan disiplin mental.
11
12. DAFTAR PUSTAKA
Ali, Hamdani. 1986. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Kota Kembang
Chaedar Alwasilah. 2008. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
M. Djumransjah. 2006. Filsafat Pendidikan. Malang: Bayumedia Publishing
Mudyahardjo, Redjo. 2002. Pengantar Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Sadulloh, Uyoh. 2004. Pengantar filsafat Pendidikan. Bandung : Alfabeta
Sumber lain:
Wulan Ghisya. 2009. Aliran Pendidikan Perenialisme.http://wulanghisya. blogspot. com/
2009/01/aliran-pendidikan-perenialisme.html. Diunduh pada tanggal 11 oktober
2011.
Kukuh Sila Utama. 2009. Aliran Perernialisme dalam Pendidikan.
http://kukuhsilautama.wordpress.com/2011/03/31/aliran-perenialisme-dalam-
pendidikan/. Diunduh pada tanggal 11 oktober 2011.
Saklus, Herdi. 2008. Aliran – aliran pendidikan.
http://herdisaksul.wordpress.com/2008/06/17/aliran-aliran-pendidikan/
12