2. RETINOBLASTOMA
Tumor retina yang terdiri atas sel
neuroblastik yang tidak
berdiferensiasi dan merupakan
tumor ganas retina yang
ditemukan pada anak-anak
terutama pada usia dibawah 5
tahun
3. Epidemiologi
Retinoblastoma dapat mengenai kedua mata
(autosom dominan)
Angka kejadian, satu diantara 17.000-34.000
kelahiran hidup
Wanita dan pria sama banyak dan dapat
mengenai semua ras
Penyakit ini menyerang anak usia 6 bulan- 3
tahun, pada beberapa kasus dijumpai hingga
usia 7 tahun
5. PATOFISIOLOGI
Tumor berasal dari jaringan
retina embrional, dapat terjadi
unilateral (70 %) dan bilateral
(30 %). Sebagian besar kasus
bilateral bersifat herediten
yang diwariskan melalui
kromosom.
6. MANIFESTASI KLINIS
1. Leukokoria merupakan keluhan dan gejala
yang paling sering ditemukan.
2. Tanda dini retinoblastoma adalah mata
juling, mata merah atau terdapatnya warna
iris yang tidak normal.
3. Tumor dengan ukuran sedang akan
memberikan gejala hipopion, di dalam bilik
mata depan, uveitis, endoftalmitis, ataupun
suatu panoftalmitis.
4. Bola mata menjadi besar, bila tumor sudah
menyebar luas di dalam bola mata.
7. LANJUTAN
5. Bila terjadi nekrosis tumor, akan terjadi
gejala pandangan berat.
6. Tajam penglihatan sangat menurun.
7. Nyeri
8. Pada tumor yang besar, maka mengisi
seluruh rongga badan kaca sehingga
badan kaca terlihat benjolan berwarna
putih kekuning-kuningan dengan
pembuluh darah di atas
12. Prognosa
Bila masih terbatas di retina,
kemungkinan hidup 95%
Bila terjadi metastase ke orbita,
kemungkinan hidup 5%
Bila metastase ke seluruh tubuh,
kemungkinan hidup 0%
13. Pencegahan
Jika dalam keluarga terdapat
riwayat retinoblastoma, sebaiknya
mengikuti konsultasi genetik untuk
membantu memprediksi risiko
terjadinya retinoblastoma pada
keturunannya.
14. Strabismus
Penyimpangan posisi bola mata yang terjadi
karena syarat-syarat penglihatan binokuler
tidak terpenuhi
Syarat-syarat penglihatan binokuler
1. Faal masing-masing mata baik
2. Kerja sama dan faal masing-masing otot luar
bola mata baik
3. Kemampuan fusi normal
15. Penyimpangan mata
Penglihatan ganda ( diplopia )
Menutup satu mata pada tempat terang
Memiringkan kepala ketika melihat sesuatu
Cepat lelah ( Asthenofia )
16. KLASIFIKASI
• Menurut Manifestasinya:
– Strabismus Latent = heterophoria = phoria
– Strabismus manifest = heterotropia =
tropia
• Menurut Arah Deviasi:
– Strabismus Vertikal
• Deviasi ke inferior Hipophoria -- hipotropia
• Deviasi ke superior Hiperphoria -- hipertropia
– Strabismus Horisontal
• Deviasi ke nasal = esodeviasi Esophoria --
Esotropia
• Deviasi ke temporal = eksodeviasi Eksophoria
-- Eksotropia
17. Dampak penderita Strabismus/Juling yang tidak ditangani
cepat :
1. Penurunan visus disertai Ambliopia
2. Gangguan penglihatan Binokuler
3. Gangguan lapang pandangan
4. Gangguan penglihatan Stereoskopi
19. Anamnesa:
Riwayat Penyakit
Riwayat Keluarga Strabismus dan ambliopia
sering didapatkan pada anggota keluarga
Onset penyakit lebih awal onsetnya lebih
buruk prognosanya untuk mencapai
penglihatan binokuler
Tipe onset: bertahap, mendadak, berulang
Tipe deviasi: Eso/Ekso/Hipo/Hipertropia(-
phoria)
DIAGNOSA
20. Pemeriksaan pada Strabismus
1. Anamnesa yang teliti :
Riwayat keluarga, umur waktu timbulnya juling, permulaan
terjadinya (tiba2 atau bersamaan dengan penyakit lain),
macam deviasi pada waktu lihat jauh atau dekat atau
keadaan lelah. Fiksasi selalu pada mata yang sama atau
pada kedua mata
2. Tes tajam penglihatan masing-masing mata
3. Menentukan mata yang juling dan sudut deviasinya
Inspeksi
Tes Cover Un Cover
Tes His Berg Catatan :
6 mm = 90 dioptri prisma
3 mm = 45 dioptri prisma
1 mm = 15 dioptri prisma
1 mm = 7,5o
21.
22.
23. Cover test dan prisma
- Cover tes & Un cover test
- Alternate Cover test
- Prisma & alternate cover test
Test obyektif
- Hirschberg test
- Krimsky test
36. ABLASIO RETINA
Lepasnya retina sensoris dari epitel berpigmen
pemisahan seonsori retina dari epitel
berpigmen, dua jaringan tersebut biasanya
berkaitan
Lepasnya retinal / sel kerucut dan batang sel
choroid sehingga bagian ini mengalami
gangguan nutrisi dari charoid yang bila
berlagsung lama akan mengakibat gangguan
fungsi yang tetap
Pemisahan Retinal dari Choroid yang dapat
terjadi spontan atau karena trauma
38. Ada 2 tipe : (Clinical practice of Medical
Surgical Nursing)
1. Non rhegmetogen retina detachment
Malignancy hipertensi
Choroidal tumor
Choroiditis
Retinopati
2. Rhegmatogen retinal detachment.
Trauma
Degenerasi
Kelainan vitrius
39.
40. ETIOLOGI :
Rhegmatogen retinal detachment terjadi
karena lubang atropic pada retina atau
robekan pada retina yang disebabkan
karena tekanan mekanik. Traksi
detachment terjadi karena kontraksi dari
katan serabut vitreus yang menarik retina
dari epitel pigmen.
Eksudat detachment terjadi sebagai hasil
dari cairan yang terkumpul dalam
lapisan sub retinal yang terjadi karena
terpisahnya retina dengan epitel pigmen.
41. INSIDEN
Bianya terjadi pada usia 50 tahun dan pada
penderita dengan myopi. Rhegmatogenous
detachment jarang terjadi pada kaum muda
kecuali karena trauma. Bbrp faktor yang
potensial menyebabkan terjadinya retinal
detachment adalah : degenerasi dari retina
dan vitreuos dan myopi.
Perpindahan human lens dapat menjadikan
vitreous berpindah ke depan. Dalam beberapa
kasus myopi, panjang anteroposterior dari
mata membesar, ukuran dari posterior
chamber meningkat.
42. MANAJEMENT KOLABORATIF
SERANGAN MENDADAK/PERLAHAN LAHAN
TIDAK NYERI
GEJALA DINI:
PHOTOPSIA (KILATAN CAHAYA)
FLOATER
GANGGUAN LAPANG PANDANG
VISUS MENURUN
BILA MENGENAI MAKULA VISUS SANGAT
MENURUN
DIPERLUKAN TINDAKAN PEMBEDAHAN
43. TANDA DAN GEJALA
1. Gejala Dini : Floaters dan fotopobia
2. Gangguan lapangan Pandang
3. Melihat seperti tirai.
4. Visus menurun tanpa disertai rasa nyeri.
5. Pada pemeriksaan fundus okuli : tampak
retina yang terlepas berwarna pucat dengan
pembuluh darah retina yang berkelok – kelok
disertai / tanpa robekan retina.
DIAGNOSIS BANDING
1. Retiniskisis : Terlihat lebih transparan
2. Separasi khoroid : Terlihat lebih gelap,
dapat melewati ora serrata
3. Tumor khoroid :Perlu pemeriksaan USG
44. PENATALAKSANAAN
1. Penderita tirah baring sempurna
2. Mata yang sakit ditutup dengan bebat mata.
3. Pada penderita dengan ablatio retina non
rhegmatogenous, jika penyakit primernya sudah diobati
tetapi masih terdapat ablatio retina, dapat dilakukan
operasi cerclage.
4. Pada ablatio retina rhegmatogenous :
5. Foto kogulasi retinal : Bila terjadi robekan retina tetapi
belum terjadi separasi retina.
6. Plobage lokal : dengan silocone sponge dijahitkan pada
episklera pada daerah robekan retina.
7. Membuat radang steril pada khoroid dan epithel pigmen
pada daerah robekan retinal dengan jalan :
Pendinginan
Diatermi
8. Operasi cerlage : Operasi dikerjakan untuk mengurangi
tarikan badan kaca. Pada keadaan cairan sub retina yang
cukup banyak, dapat dilakukan punksi lewat sklera.
45. PRE OPERATIVE CARE
TIRAH BARING
BEBAT SATU/ DUA MATA
BERIKAN OBAT TOPIKAL UNTUK MENGHAMBAT
AKOMODASI
BERIKAN INFORMASI UNTUK MENGURANGI
RASA TAKUT
KONSELING TENTANG PENURUNAN VISUS
PERSIAPKAN PROSEDUR BEDAH
46. POST OPERATIV CARE
MONITOR TANDA VITAL
SIVUS POSISIKAN GAS MENEKAN RETINA
NYERI, MUAL MUNTAH BERIKAN ANALGESIK/
ANTIEMETIK
NYERI DAN MUNTAH SEGERA LAPOR
BERIKAN OBAT TETES SESUAI ANJURAN
HINDARI PERGERAKAN MENDADAK/ AKTIVITAS
MENINGKATKAN TIO:
1. BERSIN ,BATUK, MENGEJAN
2. MEMAKAI BAJU KERAH KETAT
3. SEXSUAL INTERCOUSE
MINGGU I HINDARI MEMBACA
47. EVALUASI
MENGUNGKAPKAN TIDAK BERKURANGNYA
PENGLIHATAN
MERAWAT DIRI DENGAN PEMBATASAN
PENGLIHATAN
AMBULASI DENGAN TANPA RASA TAKUT
UNGKAPAN CEMAS BERKURANG
MEMPUNYAI INFORMASI YG ADEKUAT U/
MENENTUKAN KEPUTUSAN
MENYATAKAN ADANYA RASA NYAMAN
MENUNJUKAN TIDAK ADA TANDA INFEKSI