SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 6
Pengantar Pengkajian Sastra
Sastra dan Ilmu Sastra
A. Teeuw
Pramoda Anindya Dipta
Bahasa dan Sastra Indonesia
13010110130069
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2010
I. APAKAH SASTRA?
BAHASA LISAN- BIHASA TULIS- SASTRA
1. Apakah sastra? Beberapa masalah peristilahan.
Ilmu sastra memiliki keistimewaan dan keanehan yang tidak kita lihat pada ilmu
pengetahuan lain: obyek utama penilitian sastra tidak tentu. Sampai sekarang belum ada
seorang pun yang berhasil memberi jawaban yang jelas atas pertanyaan pertama dan paling
hakiki, yang mau tak mau harus diajukan oleh ilmu sastra: apakah sastra?
Banyak usaha yang telah dilakukan untuk memberi batasan yang tegas atas
permasalahan itu, tetapi batasan-batasan yang pernah diberikan oleh ilmuwan ternyata
diserang, ditentang, disangsikan, atau terbukti tak kesampaian karena hanya menekankan satu
atau beberapa aspek saja, atau hanya berlaku untuk sastra tertentu. Atau yang sebaliknya
terjadi, adakalanya batsan ternyata terlalu luas dan longgar, sehingga melingkupi hal yang jelas
bukan sastra.
Bab ini akan membicarakan permasalahannya berdasarkan pendekatan yang dari dulu
sampai sekarang sering dipakai, yaitu pendekatan yang menyamakan sastra dengan tulisan.
Dalam bahasa-bahasa Barat gejala yang ingin kita perikan dan batasi diebut literature
(Inggris), literature (Jerman), Litterature (Perancis), semuanya berasal dari bahasa Latin
litteratura. Kata litteratura sebetulnya diciptakan sebagai terjemahan dari kata Yunani
grammatika; litteratura dan grammatika masing-masing berdasakan kata littera dan gramma
yang berarti ‘huruf’ (tulisan, letter). Menurut asalnya litteratura dipakai untuk tata bahasa dan
puisi. Seorang literatus adalah orang yang tahu tata bahasa dan puisi; dalam bahasa Perancis
masih dipakai kata lettre. Belanda geletterd: orang yang berperadaban dengan kemahiran
khusus di bidang sastra, Inggris man of letters. Literature dan seterusnya umumnya berarti
dalam bahasa Barat modern: segala sesuatu yang tertulis, pemakaian bahasa dalam bentuk
tertulis.
2. Bahasa tulis: tujuh ciri.
Sekarang marilah kita kembali ke bahasa tulis.
1. Dalam pemakaian bahasa secara tertulis baik si pembicara (penulis) maupun si pendengar
(pembaca) kehilangan sarana komunikasi yang dalam pemakaian bahasa lisan memberi
sumbangan paling hakiki untuk terjadi dan berhasilnya komunikasi. Sarana itu biasanya
disebut suprasegmental (Uhlenbeck memakai istilah musis) dan paralingual atau
ekstralingual. Yang dimaksudkan dengan suprasegmental ialah gejala intonasi (aksen,
tekanan kata, tinggi rendahnya nada, keras lemahnya suara dan banyak lagi). Gejala-gejala
itu merupakan unsure sisetem bahasa yang bersifat fonemik, sehingga langsung relevan
dengan pemahaman struktur kata dan kalimat. Seperti dikatakan uhlenbeck (1979: 406):
keberhasilan komunikasi tidak tergntung pada efek sarana-sarana lingual saja; pemahaman
pemakaian bahasa lisan adalah hasil permainan bersama yang subtil dari data-data
pengetahuan lingual dan ekstralingual, dari informasi auditif, visual, dan kognitif
(berdasarkan pengetahuan atau penafsiran).
2. Dalam bahasa tulis biasanya tidak ada kemungkinan hubungan fisik antara penulis dan
pembaca. Dalam komunikasi kita banyak bergantung pada kemungkinan yang diadakan
oleh hubungan fisik; pendengar melihat gerak-gerik pembicara, yang seringkali sangat
penting untuk menjelaskan apa yang dimaksudkannya. Penulis harus mengucapkan
sesuatu dengan lebih eksplisit, harus sejenis mungkin, harus hati-hati dan lain-lain,
sedangkan pembaca pun harus mengambil sikap yang lain; tugas interpretasi, karena tidak
adanya interaksi yang spontan, jauh lebih sulit.
3. Dalam hal teks tertulis seringkali penulis tidak hadir dalam situasi komunikasi. Contoh:
karangan atau surat yang anonim; pembaca harus mencari informasi yang relevan hanya
dari data tertulis saja.
4. Teks tertulis juga mungkin sekali lepas dari kerangka referensi aslinya. Penulis mungkin
mengarang tulisannya berdasarkan situasi tertentu, situasi pribadi, situasi sosial, dan lain-
lain tetapi pembaca yang tidak tahu situasi itu membina situasi dan kerangka acuan
tersendiri. Untuk menghindari salah paham pengarang terpaksa secara eksplisit dan jelas
menguraikan informasi kontekstual yang dalam situasi percakapan biasanya tidak perlu
dieksplesitkan karena “sama-sama tahu”. Jelaslah bahwa dalam komunikasi lewat tulisan
kemungkina salah paham jauh lebih besarwalaupun kebebasan si pembaca terhadap latar
belakang bacaannya mungkin juga memberi keuntungan tertentu.
5. Tetapi pembaca mempunyai keuntungan lain, kalau dibandingkan dengan pendengar dalam
situasi komunikasi. Tulisannya dapat diulang baca seberapa kali dianggap perlu atau
penting. Dia dapat memikirkan isi tulisannya matang-matang, kalau belum jelas dapat
dibaca sekali lagi, dipikirkan lagi, dan seterusnya. Tanggapannya juga dapat ditunda dan
dipikir-pikirkan kembali sebelum dituliskan. Tulisan dapat dibolak-balikkan sambil membaca.
Pembaca tidak terikat pada situasi komunikasi langsung dan spontan seperti terdapat
percakapan.
6. Teks tertulis pada prinsipnya dapat direproduksi dalam berbagai bentuk: fotokopi, stensilan,
buku, dan lain-lain, berarti bahwa lingkungan orang yang terlibat dalam tindak komunikasi
dengan bahasa tulisan pada prinsipnya jauh lebih besar dan luas daripada yang biasanya
terdapat dalam situasi bahasa lisan. Sejak penemuan teknik pencetakan yang efektif oleh
Gutenberg dalam abad ke-15. McLuhan menyebut kebudayaan Barat sejak itu msuk tahap
atau periode (era) Gutenberg: terjadinya media massa barkat penemuan Gutenberg sangat
dalam dan luas dampaknya atas keseluruhan kebudayaan (surat kabar; pendidikan melalui
buku, dan lain-lain). Situasi komunikasi oral lewat media massa jauh berbeda dengan
situasi komunikasi spontan antara pembicara dan pendengar. Misalnya, radio tidak ada
kemungkinan ineraksi langsung antara kedua belah pihak. Tetapi maslah seperti ini tidak
langsung relevan untuk pembicaraan sastra.
7. Komunikasi antara penulis dan pembaca lewat tulisan membuka kemungkinan adanya jarak
jauh antara kedua belah pihak, dalam hal ruang, waktu dan juga dari segi kebudayaan. Kita
dapat membaca hasil tulisan dari masa yang lampau, dari negeri lain, dengan latar
kebudayaan yang lain sekali dari situasi kita sendiri. Jadi kemungkinan adanya tulisan
menciptakan hubungan sejarah antara kita dengan generasi sebelum kita. Berkat adanya
komunikasi tertulis dunia menjadi makin sempit, dengan segala konsekuensinya, baik dan
buruk.
3. Sastra dan tujuh ciri bahasa tulis.
Jelaslah dari yang disebut di atas bahwa sebaga alat komunikasi bahasa tulis cukup
jauh berbeda dengan bahasa lisan: baik bahasa lisan maupun bahasa tulis ada untung dan
ruginya, ada kekuatan dan kelemahannya. Dapat dikemukakan hal-hal yang berikut sesuai
dengan tujuh ciri khas yang tercantum di atas:
1. Oleh karena kemungkinan untuk mengungkapkan saana suprasegmental dan paralingual
dalam situasi tulisan sangat terbatas, maka seorang penulis terpaksa mengusahakan
perumusan yang seteliti dan setepat mungkin.
2. Oleh karena situasi bahasa tulis si pembicara (penulis) bukanlah faktor yang tersedia dalam
tindak komunikasi, faktor ini pun dapat dipermainkan oleh pengarang karya sastra; misalnya
pamakaian kata ganti sebagai aku: dalam tindak ujaran yang normal acuan kata aku jelas:
tak dapat tidak si pembicara yang menunjuk pada dirinya sendiri dengan kata aku, kecuali
kalau ada petunjuk yang tegas bahwa yang dimaksudkan bukanlah dia sendiri.
3. Oleh karena hubungan antara karya sastra dengan penulis tidak jelas, malahan seringkali
putus, dngan sendirinya tulisan itu sendiri makin penting, menjadi pusat perhatian
pembaca. Jadi di sini pun kita lihat bahwa kelemahan situasi komunikasi tulisan justru
dimanfaatkan dan dipermainkan potensinya dalam situasi kesastraan.
4. Hal itu diperkuat lagi oleh karena dalam situasi komunikasi tulisan referen atau acuan, yaitu
hal dalam kenyataan yang ditunjukkan dalam tindak ujaran yang biasa, mungkin tidak jelas
dan samar-samar pula. Dalam situasi komunikasi lisan praktis tak dapat tidak ada sesuatu
dalam kenyataan yang dimaksudkan oleh pembicara dan yang harus dipahami oleh
pendengar.
5. Kemungkinan permainan konvensi yang makin ruwet, makin menyesatkan pembaca karena
kompleksitas makna berhubungan juga dengan monumenitas karya sastra.
6. Kemungkinan reproduksi dalam berbagai bentuk sudah tentu sangat penting untuk sastra
sebagai faktor kebudayaan; terutama dalam sosiologi sastra kemungkinan penyebaran
sastra secara besar-besaran lewat buku, dan lain-lain diselidiki akibatnya. Dari segi sastra
sendiri kemungkinan reproduksi tulisan itu ada pula akibatnya. Umumnya dapat dikatakan
bahwa potensi tersebar luasnya sebuah tulisan sastra memberi kepada banyak pembaca
kemungkinan untuk membaca sendiri karya itu dan, berhubungan pula dengan faktor-faktor
yang tadi disebut, malahan memberi kebebasan interpretasi yang tidak terikat pada tujuan
langsung dalam tindak komunikasi dari pihak pengarang.
7. Berkat kemungkinan menyimpan dan menyelamatkan sastradalam bentuk tulisan dan
menyebarluaskannya meampaui batas waktu dan ruang, juga melampaui batas bahasa dan
kebudayaan, sastra menjadi gekala sejarah, dengan segala akibatnya. Kesinambungan
kebudayaan manusia sebagan besar tergantung dari penemuan tulisan dan abjad, dalam
berbagai kebudayaan; kita tetap dapat merasa terikat secara kongkrit dengan manusia dari
zaman lampau, yang menjadi leluhur kita secara rohany berkat tulisannya yang
diselamatkan.
4. Sastra dan bahasa tulis tidak identik.
Dari perbandingan antara bahasa lisan dan bahasa tulis, dan kemudian dari survei
tenteng konsekuensi ciri khas bahasa tulis untuk sastra tulis, jelaslah bahwa ketertulisan sastra
mempunyai barmacam akibat untuk keadaan, potensi, dan interpretasi satstra itu. Namun harus
dikatakan pula bahwa di antara tujuh ciri khas itu tidak ada satupun yang terbatas pada sastra
dalam arti kata yang biasa.
Tetapi yang lebih penting lagi: kita tahu secara intuisi dan berdasarkan bahan yang cukup
banyak bahwa yang kita sebut sastra tidak terbatas pada bentuk bahasa tulis. Maklum, ada
pula sastra lisan, baik dalam masyarakat tradisional, maupun dalam masyarakat modern. Tidak
ada garis pemisah yang jelas antara sastra dan bukan sastra. Dalam sastra lisan pemakaian
bahasa seringkali jauh lebih rumit dan terpelihara atau pun menyimpang dari yang biasa dalam
bahasa sehari-hari. Ciri-ciri sastra sendiri tidak merupakan alat untuk mencapai definisi sastra
yang sungguh-sungguh tepat. Kesimpulan yang penting dalam hubungan ini: tidak ada kriteria
yang jelas yang dapat kita ambil dari perbedaan pemakaian bahasa lisan dan bahasa tulis
untuk membatasi sastra sebagai gejala yang khas. Tolok ukur untuk membedakan sastra
dengan bukan sastra harus dicari di bidang lain.
7. Berkat kemungkinan menyimpan dan menyelamatkan sastradalam bentuk tulisan dan
menyebarluaskannya meampaui batas waktu dan ruang, juga melampaui batas bahasa dan
kebudayaan, sastra menjadi gekala sejarah, dengan segala akibatnya. Kesinambungan
kebudayaan manusia sebagan besar tergantung dari penemuan tulisan dan abjad, dalam
berbagai kebudayaan; kita tetap dapat merasa terikat secara kongkrit dengan manusia dari
zaman lampau, yang menjadi leluhur kita secara rohany berkat tulisannya yang
diselamatkan.
4. Sastra dan bahasa tulis tidak identik.
Dari perbandingan antara bahasa lisan dan bahasa tulis, dan kemudian dari survei
tenteng konsekuensi ciri khas bahasa tulis untuk sastra tulis, jelaslah bahwa ketertulisan sastra
mempunyai barmacam akibat untuk keadaan, potensi, dan interpretasi satstra itu. Namun harus
dikatakan pula bahwa di antara tujuh ciri khas itu tidak ada satupun yang terbatas pada sastra
dalam arti kata yang biasa.
Tetapi yang lebih penting lagi: kita tahu secara intuisi dan berdasarkan bahan yang cukup
banyak bahwa yang kita sebut sastra tidak terbatas pada bentuk bahasa tulis. Maklum, ada
pula sastra lisan, baik dalam masyarakat tradisional, maupun dalam masyarakat modern. Tidak
ada garis pemisah yang jelas antara sastra dan bukan sastra. Dalam sastra lisan pemakaian
bahasa seringkali jauh lebih rumit dan terpelihara atau pun menyimpang dari yang biasa dalam
bahasa sehari-hari. Ciri-ciri sastra sendiri tidak merupakan alat untuk mencapai definisi sastra
yang sungguh-sungguh tepat. Kesimpulan yang penting dalam hubungan ini: tidak ada kriteria
yang jelas yang dapat kita ambil dari perbedaan pemakaian bahasa lisan dan bahasa tulis
untuk membatasi sastra sebagai gejala yang khas. Tolok ukur untuk membedakan sastra
dengan bukan sastra harus dicari di bidang lain.

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Wacana dan kebuayaan mata kuliah pragmatik
Wacana dan kebuayaan mata kuliah pragmatikWacana dan kebuayaan mata kuliah pragmatik
Wacana dan kebuayaan mata kuliah pragmatikNurulbanjar1996
 
konsep pragmatik dalam bahasa melayu
konsep pragmatik dalam bahasa melayukonsep pragmatik dalam bahasa melayu
konsep pragmatik dalam bahasa melayuFlowers Girls Mainie
 
Unsur unsur wacana
Unsur unsur wacanaUnsur unsur wacana
Unsur unsur wacanaAhyaniyani
 
Wacana penulisan (tajuk 1)
Wacana penulisan (tajuk 1)Wacana penulisan (tajuk 1)
Wacana penulisan (tajuk 1)aisy27
 
Pengertian wacana
Pengertian wacanaPengertian wacana
Pengertian wacanafebrino
 
Wacana dalam Bahasa Indonesia
Wacana dalam Bahasa IndonesiaWacana dalam Bahasa Indonesia
Wacana dalam Bahasa IndonesiaSiti Hardiyanti
 
ANALISIS GAYA BAHASA DALAM PUISI
ANALISIS GAYA BAHASA DALAM PUISIANALISIS GAYA BAHASA DALAM PUISI
ANALISIS GAYA BAHASA DALAM PUISIBella Kriwangko
 
TINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTUR
TINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTURTINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTUR
TINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTURNurulbanjar1996
 
Bab vii wacana
Bab vii wacanaBab vii wacana
Bab vii wacanamudanp.com
 
Mari mengenali semantik & pragmatik
Mari mengenali semantik & pragmatikMari mengenali semantik & pragmatik
Mari mengenali semantik & pragmatikmarzieta
 
Hubungan semantik pragmatis
Hubungan semantik pragmatisHubungan semantik pragmatis
Hubungan semantik pragmatisMuhammad Idris
 
Pragmatik Lintas Budaya
Pragmatik Lintas Budaya Pragmatik Lintas Budaya
Pragmatik Lintas Budaya Marliena An
 
Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah
Bahasa Indonesia Ragam IlmiahBahasa Indonesia Ragam Ilmiah
Bahasa Indonesia Ragam IlmiahikaNurulFadhillah
 

Was ist angesagt? (20)

3. cerpen
3. cerpen3. cerpen
3. cerpen
 
cerpen
cerpencerpen
cerpen
 
Wacana dan kebuayaan mata kuliah pragmatik
Wacana dan kebuayaan mata kuliah pragmatikWacana dan kebuayaan mata kuliah pragmatik
Wacana dan kebuayaan mata kuliah pragmatik
 
Makalah wacana
Makalah wacanaMakalah wacana
Makalah wacana
 
Bahasa manusia 2017
Bahasa manusia 2017Bahasa manusia 2017
Bahasa manusia 2017
 
konsep pragmatik dalam bahasa melayu
konsep pragmatik dalam bahasa melayukonsep pragmatik dalam bahasa melayu
konsep pragmatik dalam bahasa melayu
 
Unsur unsur wacana
Unsur unsur wacanaUnsur unsur wacana
Unsur unsur wacana
 
Wacana penulisan (tajuk 1)
Wacana penulisan (tajuk 1)Wacana penulisan (tajuk 1)
Wacana penulisan (tajuk 1)
 
Pengertian wacana
Pengertian wacanaPengertian wacana
Pengertian wacana
 
Wacana dalam Bahasa Indonesia
Wacana dalam Bahasa IndonesiaWacana dalam Bahasa Indonesia
Wacana dalam Bahasa Indonesia
 
ANALISIS GAYA BAHASA DALAM PUISI
ANALISIS GAYA BAHASA DALAM PUISIANALISIS GAYA BAHASA DALAM PUISI
ANALISIS GAYA BAHASA DALAM PUISI
 
TINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTUR
TINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTURTINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTUR
TINDAK TUTUR DAN PERISTIWA TUTUR
 
Bab vii wacana
Bab vii wacanaBab vii wacana
Bab vii wacana
 
Mari mengenali semantik & pragmatik
Mari mengenali semantik & pragmatikMari mengenali semantik & pragmatik
Mari mengenali semantik & pragmatik
 
Hubungan semantik pragmatis
Hubungan semantik pragmatisHubungan semantik pragmatis
Hubungan semantik pragmatis
 
Pragmatik Lintas Budaya
Pragmatik Lintas Budaya Pragmatik Lintas Budaya
Pragmatik Lintas Budaya
 
hubungan bahasa dengan Retorika
hubungan bahasa dengan Retorikahubungan bahasa dengan Retorika
hubungan bahasa dengan Retorika
 
Pragmatik
PragmatikPragmatik
Pragmatik
 
Apakah Retorika?
Apakah Retorika?Apakah Retorika?
Apakah Retorika?
 
Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah
Bahasa Indonesia Ragam IlmiahBahasa Indonesia Ragam Ilmiah
Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah
 

Andere mochten auch

Zigor arroka fitxa teknikoa 1
Zigor arroka fitxa teknikoa 1Zigor arroka fitxa teknikoa 1
Zigor arroka fitxa teknikoa 1kareaga
 
Evernote Quick Start
Evernote Quick StartEvernote Quick Start
Evernote Quick Startayman diab
 
Duurzame-Huisvesting-JonesLangLaSalle
Duurzame-Huisvesting-JonesLangLaSalleDuurzame-Huisvesting-JonesLangLaSalle
Duurzame-Huisvesting-JonesLangLaSalleTjard Martinus
 
CV_Vuk_Savija
CV_Vuk_SavijaCV_Vuk_Savija
CV_Vuk_Savijavuchinas
 
Flor josé jeremias amoroso
Flor josé jeremias amorosoFlor josé jeremias amoroso
Flor josé jeremias amorosoJosé Amoroso
 
Dessau bauhaus °palavras avulsas°
Dessau bauhaus   °palavras avulsas°Dessau bauhaus   °palavras avulsas°
Dessau bauhaus °palavras avulsas°Pabllo Nunes
 
Kim Walker Reference Letter (1)
Kim Walker Reference Letter (1)Kim Walker Reference Letter (1)
Kim Walker Reference Letter (1)Kim Walker
 
ResumeAug2016
ResumeAug2016ResumeAug2016
ResumeAug2016Bob Snell
 
Seminario micro solo_fixacao_n_leguminosas_forrageiras
Seminario micro solo_fixacao_n_leguminosas_forrageirasSeminario micro solo_fixacao_n_leguminosas_forrageiras
Seminario micro solo_fixacao_n_leguminosas_forrageirasMICROBIOLOGIA-CSL-UFSJ
 
Ekotek (ekonomi teknik)
Ekotek (ekonomi teknik)Ekotek (ekonomi teknik)
Ekotek (ekonomi teknik)AQnight
 

Andere mochten auch (20)

Zigor arroka fitxa teknikoa 1
Zigor arroka fitxa teknikoa 1Zigor arroka fitxa teknikoa 1
Zigor arroka fitxa teknikoa 1
 
Hancock Today Magazine
Hancock Today MagazineHancock Today Magazine
Hancock Today Magazine
 
Evernote Quick Start
Evernote Quick StartEvernote Quick Start
Evernote Quick Start
 
Duurzame-Huisvesting-JonesLangLaSalle
Duurzame-Huisvesting-JonesLangLaSalleDuurzame-Huisvesting-JonesLangLaSalle
Duurzame-Huisvesting-JonesLangLaSalle
 
CV_Vuk_Savija
CV_Vuk_SavijaCV_Vuk_Savija
CV_Vuk_Savija
 
Asif drawing
Asif drawingAsif drawing
Asif drawing
 
Flor josé jeremias amoroso
Flor josé jeremias amorosoFlor josé jeremias amoroso
Flor josé jeremias amoroso
 
3
33
3
 
1234
12341234
1234
 
Adsalco logo P307CVC
Adsalco logo P307CVCAdsalco logo P307CVC
Adsalco logo P307CVC
 
Picture 100 x 80
Picture 100 x 80Picture 100 x 80
Picture 100 x 80
 
ECA Certificate
ECA CertificateECA Certificate
ECA Certificate
 
Terri's storm # 2
Terri's storm # 2Terri's storm # 2
Terri's storm # 2
 
Dessau bauhaus °palavras avulsas°
Dessau bauhaus   °palavras avulsas°Dessau bauhaus   °palavras avulsas°
Dessau bauhaus °palavras avulsas°
 
Ciencias
CienciasCiencias
Ciencias
 
Kim Walker Reference Letter (1)
Kim Walker Reference Letter (1)Kim Walker Reference Letter (1)
Kim Walker Reference Letter (1)
 
ResumeAug2016
ResumeAug2016ResumeAug2016
ResumeAug2016
 
Seminario micro solo_fixacao_n_leguminosas_forrageiras
Seminario micro solo_fixacao_n_leguminosas_forrageirasSeminario micro solo_fixacao_n_leguminosas_forrageiras
Seminario micro solo_fixacao_n_leguminosas_forrageiras
 
Ekotek (ekonomi teknik)
Ekotek (ekonomi teknik)Ekotek (ekonomi teknik)
Ekotek (ekonomi teknik)
 
S. Grigson Letter
S. Grigson LetterS. Grigson Letter
S. Grigson Letter
 

Ähnlich wie Tugas sastra anin

Yoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptx
Yoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptxYoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptx
Yoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptxayyuubi
 
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKAUAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKAMETA GUNAWAN
 
Bahasa indonesia sebagai media komunikasi baru (2)
Bahasa indonesia sebagai media komunikasi baru (2)Bahasa indonesia sebagai media komunikasi baru (2)
Bahasa indonesia sebagai media komunikasi baru (2)roviantoelieser
 
Makalah bindo
Makalah bindoMakalah bindo
Makalah bindotaufiq99
 
12. pratik penulisan karya ilmiah; resensi, proposal, dan laporan
12. pratik penulisan karya ilmiah; resensi, proposal, dan laporan12. pratik penulisan karya ilmiah; resensi, proposal, dan laporan
12. pratik penulisan karya ilmiah; resensi, proposal, dan laporanbusitisahara
 
12. pratik penulisan karya ilmiah; resensi, proposal, dan laporan
12. pratik penulisan karya ilmiah; resensi, proposal, dan laporan12. pratik penulisan karya ilmiah; resensi, proposal, dan laporan
12. pratik penulisan karya ilmiah; resensi, proposal, dan laporanbusitisahara
 
Tugasan bahasa melayu
Tugasan bahasa melayuTugasan bahasa melayu
Tugasan bahasa melayuElyn Eveline
 
Filsafat ilmu dan bahasa
Filsafat ilmu dan bahasaFilsafat ilmu dan bahasa
Filsafat ilmu dan bahasapramithasari27
 
Hakikat Bahasa.docx
Hakikat Bahasa.docxHakikat Bahasa.docx
Hakikat Bahasa.docxDivaSafitri7
 
pengantar linguistik
pengantar linguistikpengantar linguistik
pengantar linguistikfitri norlida
 
semantik dalam bahasa indonesia
semantik dalam bahasa indonesiasemantik dalam bahasa indonesia
semantik dalam bahasa indonesiaNUR DIANA
 
FILOLOGI KEL 8 (1).pdf
FILOLOGI KEL 8 (1).pdfFILOLOGI KEL 8 (1).pdf
FILOLOGI KEL 8 (1).pdfUswahAlZahra
 
Bhs Sarana Berfkr Ilmiah (Edited) Mklh Filsafat Ilmu S2
Bhs Sarana Berfkr Ilmiah (Edited) Mklh Filsafat Ilmu S2Bhs Sarana Berfkr Ilmiah (Edited) Mklh Filsafat Ilmu S2
Bhs Sarana Berfkr Ilmiah (Edited) Mklh Filsafat Ilmu S2Orangpintar Smartist
 
Bahasa dan Linguistik
Bahasa dan LinguistikBahasa dan Linguistik
Bahasa dan LinguistikNor Idayu
 

Ähnlich wie Tugas sastra anin (20)

Yoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptx
Yoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptxYoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptx
Yoga Pratama, Hubungan Bahasa dan Filsafat.pptx
 
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKAUAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
 
Bahasa indonesia sebagai media komunikasi baru (2)
Bahasa indonesia sebagai media komunikasi baru (2)Bahasa indonesia sebagai media komunikasi baru (2)
Bahasa indonesia sebagai media komunikasi baru (2)
 
Makalah bindo
Makalah bindoMakalah bindo
Makalah bindo
 
12. pratik penulisan karya ilmiah; resensi, proposal, dan laporan
12. pratik penulisan karya ilmiah; resensi, proposal, dan laporan12. pratik penulisan karya ilmiah; resensi, proposal, dan laporan
12. pratik penulisan karya ilmiah; resensi, proposal, dan laporan
 
12. pratik penulisan karya ilmiah; resensi, proposal, dan laporan
12. pratik penulisan karya ilmiah; resensi, proposal, dan laporan12. pratik penulisan karya ilmiah; resensi, proposal, dan laporan
12. pratik penulisan karya ilmiah; resensi, proposal, dan laporan
 
Ragam_Bahasa.pptx
Ragam_Bahasa.pptxRagam_Bahasa.pptx
Ragam_Bahasa.pptx
 
Tugasan bahasa melayu
Tugasan bahasa melayuTugasan bahasa melayu
Tugasan bahasa melayu
 
Filsafat ilmu dan bahasa
Filsafat ilmu dan bahasaFilsafat ilmu dan bahasa
Filsafat ilmu dan bahasa
 
Hakikat Bahasa.docx
Hakikat Bahasa.docxHakikat Bahasa.docx
Hakikat Bahasa.docx
 
pengantar linguistik
pengantar linguistikpengantar linguistik
pengantar linguistik
 
semantik dalam bahasa indonesia
semantik dalam bahasa indonesiasemantik dalam bahasa indonesia
semantik dalam bahasa indonesia
 
makalah semantik
makalah semantikmakalah semantik
makalah semantik
 
FILOLOGI KEL 8 (1).pdf
FILOLOGI KEL 8 (1).pdfFILOLOGI KEL 8 (1).pdf
FILOLOGI KEL 8 (1).pdf
 
Makalah semanti1
Makalah semanti1Makalah semanti1
Makalah semanti1
 
Bhs Sarana Berfkr Ilmiah (Edited) Mklh Filsafat Ilmu S2
Bhs Sarana Berfkr Ilmiah (Edited) Mklh Filsafat Ilmu S2Bhs Sarana Berfkr Ilmiah (Edited) Mklh Filsafat Ilmu S2
Bhs Sarana Berfkr Ilmiah (Edited) Mklh Filsafat Ilmu S2
 
Bahasa dan Linguistik
Bahasa dan LinguistikBahasa dan Linguistik
Bahasa dan Linguistik
 
Teks 1 hakikat bahasa
Teks  1 hakikat bahasaTeks  1 hakikat bahasa
Teks 1 hakikat bahasa
 
Sifat bahasa
Sifat bahasaSifat bahasa
Sifat bahasa
 
3107 linguistik 2013
3107 linguistik 20133107 linguistik 2013
3107 linguistik 2013
 

Mehr von Undergraduate Degree Alumnae (11)

Semiotika dan Warna
Semiotika dan WarnaSemiotika dan Warna
Semiotika dan Warna
 
Presentasi Semiotika
Presentasi SemiotikaPresentasi Semiotika
Presentasi Semiotika
 
Semiotika dan komunikasi 1
Semiotika dan komunikasi 1Semiotika dan komunikasi 1
Semiotika dan komunikasi 1
 
Semiotika. Tradisi Ngeslupi di Kebudayaan Jawa
Semiotika. Tradisi Ngeslupi di Kebudayaan JawaSemiotika. Tradisi Ngeslupi di Kebudayaan Jawa
Semiotika. Tradisi Ngeslupi di Kebudayaan Jawa
 
LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF “Leksikostatistik Bahasa Melayu Deli dengan B...
LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF  “Leksikostatistik Bahasa Melayu Deli dengan B...LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF  “Leksikostatistik Bahasa Melayu Deli dengan B...
LINGUISTIK HISTORIS KOMPARATIF “Leksikostatistik Bahasa Melayu Deli dengan B...
 
Linguistik Historis Komparatif “Perbandingan Bahasa Bali Kuna dengan Bahasa J...
Linguistik Historis Komparatif “Perbandingan Bahasa Bali Kuna dengan Bahasa J...Linguistik Historis Komparatif “Perbandingan Bahasa Bali Kuna dengan Bahasa J...
Linguistik Historis Komparatif “Perbandingan Bahasa Bali Kuna dengan Bahasa J...
 
Ta lhk kelompok
Ta lhk kelompokTa lhk kelompok
Ta lhk kelompok
 
Pmw anin
Pmw aninPmw anin
Pmw anin
 
Pengantar Pengkajian Sastra
Pengantar Pengkajian SastraPengantar Pengkajian Sastra
Pengantar Pengkajian Sastra
 
Fungsi Sastra 1
Fungsi Sastra 1Fungsi Sastra 1
Fungsi Sastra 1
 
Fungsi sastra 2
Fungsi sastra 2Fungsi sastra 2
Fungsi sastra 2
 

Tugas sastra anin

  • 1. Pengantar Pengkajian Sastra Sastra dan Ilmu Sastra A. Teeuw Pramoda Anindya Dipta Bahasa dan Sastra Indonesia 13010110130069 UNIVERSITAS DIPONEGORO 2010
  • 2. I. APAKAH SASTRA? BAHASA LISAN- BIHASA TULIS- SASTRA 1. Apakah sastra? Beberapa masalah peristilahan. Ilmu sastra memiliki keistimewaan dan keanehan yang tidak kita lihat pada ilmu pengetahuan lain: obyek utama penilitian sastra tidak tentu. Sampai sekarang belum ada seorang pun yang berhasil memberi jawaban yang jelas atas pertanyaan pertama dan paling hakiki, yang mau tak mau harus diajukan oleh ilmu sastra: apakah sastra? Banyak usaha yang telah dilakukan untuk memberi batasan yang tegas atas permasalahan itu, tetapi batasan-batasan yang pernah diberikan oleh ilmuwan ternyata diserang, ditentang, disangsikan, atau terbukti tak kesampaian karena hanya menekankan satu atau beberapa aspek saja, atau hanya berlaku untuk sastra tertentu. Atau yang sebaliknya terjadi, adakalanya batsan ternyata terlalu luas dan longgar, sehingga melingkupi hal yang jelas bukan sastra. Bab ini akan membicarakan permasalahannya berdasarkan pendekatan yang dari dulu sampai sekarang sering dipakai, yaitu pendekatan yang menyamakan sastra dengan tulisan. Dalam bahasa-bahasa Barat gejala yang ingin kita perikan dan batasi diebut literature (Inggris), literature (Jerman), Litterature (Perancis), semuanya berasal dari bahasa Latin litteratura. Kata litteratura sebetulnya diciptakan sebagai terjemahan dari kata Yunani grammatika; litteratura dan grammatika masing-masing berdasakan kata littera dan gramma yang berarti ‘huruf’ (tulisan, letter). Menurut asalnya litteratura dipakai untuk tata bahasa dan puisi. Seorang literatus adalah orang yang tahu tata bahasa dan puisi; dalam bahasa Perancis masih dipakai kata lettre. Belanda geletterd: orang yang berperadaban dengan kemahiran khusus di bidang sastra, Inggris man of letters. Literature dan seterusnya umumnya berarti dalam bahasa Barat modern: segala sesuatu yang tertulis, pemakaian bahasa dalam bentuk tertulis. 2. Bahasa tulis: tujuh ciri. Sekarang marilah kita kembali ke bahasa tulis. 1. Dalam pemakaian bahasa secara tertulis baik si pembicara (penulis) maupun si pendengar (pembaca) kehilangan sarana komunikasi yang dalam pemakaian bahasa lisan memberi sumbangan paling hakiki untuk terjadi dan berhasilnya komunikasi. Sarana itu biasanya disebut suprasegmental (Uhlenbeck memakai istilah musis) dan paralingual atau ekstralingual. Yang dimaksudkan dengan suprasegmental ialah gejala intonasi (aksen, tekanan kata, tinggi rendahnya nada, keras lemahnya suara dan banyak lagi). Gejala-gejala itu merupakan unsure sisetem bahasa yang bersifat fonemik, sehingga langsung relevan dengan pemahaman struktur kata dan kalimat. Seperti dikatakan uhlenbeck (1979: 406): keberhasilan komunikasi tidak tergntung pada efek sarana-sarana lingual saja; pemahaman pemakaian bahasa lisan adalah hasil permainan bersama yang subtil dari data-data
  • 3. pengetahuan lingual dan ekstralingual, dari informasi auditif, visual, dan kognitif (berdasarkan pengetahuan atau penafsiran). 2. Dalam bahasa tulis biasanya tidak ada kemungkinan hubungan fisik antara penulis dan pembaca. Dalam komunikasi kita banyak bergantung pada kemungkinan yang diadakan oleh hubungan fisik; pendengar melihat gerak-gerik pembicara, yang seringkali sangat penting untuk menjelaskan apa yang dimaksudkannya. Penulis harus mengucapkan sesuatu dengan lebih eksplisit, harus sejenis mungkin, harus hati-hati dan lain-lain, sedangkan pembaca pun harus mengambil sikap yang lain; tugas interpretasi, karena tidak adanya interaksi yang spontan, jauh lebih sulit. 3. Dalam hal teks tertulis seringkali penulis tidak hadir dalam situasi komunikasi. Contoh: karangan atau surat yang anonim; pembaca harus mencari informasi yang relevan hanya dari data tertulis saja. 4. Teks tertulis juga mungkin sekali lepas dari kerangka referensi aslinya. Penulis mungkin mengarang tulisannya berdasarkan situasi tertentu, situasi pribadi, situasi sosial, dan lain- lain tetapi pembaca yang tidak tahu situasi itu membina situasi dan kerangka acuan tersendiri. Untuk menghindari salah paham pengarang terpaksa secara eksplisit dan jelas menguraikan informasi kontekstual yang dalam situasi percakapan biasanya tidak perlu dieksplesitkan karena “sama-sama tahu”. Jelaslah bahwa dalam komunikasi lewat tulisan kemungkina salah paham jauh lebih besarwalaupun kebebasan si pembaca terhadap latar belakang bacaannya mungkin juga memberi keuntungan tertentu. 5. Tetapi pembaca mempunyai keuntungan lain, kalau dibandingkan dengan pendengar dalam situasi komunikasi. Tulisannya dapat diulang baca seberapa kali dianggap perlu atau penting. Dia dapat memikirkan isi tulisannya matang-matang, kalau belum jelas dapat dibaca sekali lagi, dipikirkan lagi, dan seterusnya. Tanggapannya juga dapat ditunda dan dipikir-pikirkan kembali sebelum dituliskan. Tulisan dapat dibolak-balikkan sambil membaca. Pembaca tidak terikat pada situasi komunikasi langsung dan spontan seperti terdapat percakapan. 6. Teks tertulis pada prinsipnya dapat direproduksi dalam berbagai bentuk: fotokopi, stensilan, buku, dan lain-lain, berarti bahwa lingkungan orang yang terlibat dalam tindak komunikasi dengan bahasa tulisan pada prinsipnya jauh lebih besar dan luas daripada yang biasanya terdapat dalam situasi bahasa lisan. Sejak penemuan teknik pencetakan yang efektif oleh Gutenberg dalam abad ke-15. McLuhan menyebut kebudayaan Barat sejak itu msuk tahap atau periode (era) Gutenberg: terjadinya media massa barkat penemuan Gutenberg sangat dalam dan luas dampaknya atas keseluruhan kebudayaan (surat kabar; pendidikan melalui buku, dan lain-lain). Situasi komunikasi oral lewat media massa jauh berbeda dengan situasi komunikasi spontan antara pembicara dan pendengar. Misalnya, radio tidak ada kemungkinan ineraksi langsung antara kedua belah pihak. Tetapi maslah seperti ini tidak langsung relevan untuk pembicaraan sastra. 7. Komunikasi antara penulis dan pembaca lewat tulisan membuka kemungkinan adanya jarak jauh antara kedua belah pihak, dalam hal ruang, waktu dan juga dari segi kebudayaan. Kita
  • 4. dapat membaca hasil tulisan dari masa yang lampau, dari negeri lain, dengan latar kebudayaan yang lain sekali dari situasi kita sendiri. Jadi kemungkinan adanya tulisan menciptakan hubungan sejarah antara kita dengan generasi sebelum kita. Berkat adanya komunikasi tertulis dunia menjadi makin sempit, dengan segala konsekuensinya, baik dan buruk. 3. Sastra dan tujuh ciri bahasa tulis. Jelaslah dari yang disebut di atas bahwa sebaga alat komunikasi bahasa tulis cukup jauh berbeda dengan bahasa lisan: baik bahasa lisan maupun bahasa tulis ada untung dan ruginya, ada kekuatan dan kelemahannya. Dapat dikemukakan hal-hal yang berikut sesuai dengan tujuh ciri khas yang tercantum di atas: 1. Oleh karena kemungkinan untuk mengungkapkan saana suprasegmental dan paralingual dalam situasi tulisan sangat terbatas, maka seorang penulis terpaksa mengusahakan perumusan yang seteliti dan setepat mungkin. 2. Oleh karena situasi bahasa tulis si pembicara (penulis) bukanlah faktor yang tersedia dalam tindak komunikasi, faktor ini pun dapat dipermainkan oleh pengarang karya sastra; misalnya pamakaian kata ganti sebagai aku: dalam tindak ujaran yang normal acuan kata aku jelas: tak dapat tidak si pembicara yang menunjuk pada dirinya sendiri dengan kata aku, kecuali kalau ada petunjuk yang tegas bahwa yang dimaksudkan bukanlah dia sendiri. 3. Oleh karena hubungan antara karya sastra dengan penulis tidak jelas, malahan seringkali putus, dngan sendirinya tulisan itu sendiri makin penting, menjadi pusat perhatian pembaca. Jadi di sini pun kita lihat bahwa kelemahan situasi komunikasi tulisan justru dimanfaatkan dan dipermainkan potensinya dalam situasi kesastraan. 4. Hal itu diperkuat lagi oleh karena dalam situasi komunikasi tulisan referen atau acuan, yaitu hal dalam kenyataan yang ditunjukkan dalam tindak ujaran yang biasa, mungkin tidak jelas dan samar-samar pula. Dalam situasi komunikasi lisan praktis tak dapat tidak ada sesuatu dalam kenyataan yang dimaksudkan oleh pembicara dan yang harus dipahami oleh pendengar. 5. Kemungkinan permainan konvensi yang makin ruwet, makin menyesatkan pembaca karena kompleksitas makna berhubungan juga dengan monumenitas karya sastra. 6. Kemungkinan reproduksi dalam berbagai bentuk sudah tentu sangat penting untuk sastra sebagai faktor kebudayaan; terutama dalam sosiologi sastra kemungkinan penyebaran sastra secara besar-besaran lewat buku, dan lain-lain diselidiki akibatnya. Dari segi sastra sendiri kemungkinan reproduksi tulisan itu ada pula akibatnya. Umumnya dapat dikatakan bahwa potensi tersebar luasnya sebuah tulisan sastra memberi kepada banyak pembaca kemungkinan untuk membaca sendiri karya itu dan, berhubungan pula dengan faktor-faktor yang tadi disebut, malahan memberi kebebasan interpretasi yang tidak terikat pada tujuan langsung dalam tindak komunikasi dari pihak pengarang.
  • 5. 7. Berkat kemungkinan menyimpan dan menyelamatkan sastradalam bentuk tulisan dan menyebarluaskannya meampaui batas waktu dan ruang, juga melampaui batas bahasa dan kebudayaan, sastra menjadi gekala sejarah, dengan segala akibatnya. Kesinambungan kebudayaan manusia sebagan besar tergantung dari penemuan tulisan dan abjad, dalam berbagai kebudayaan; kita tetap dapat merasa terikat secara kongkrit dengan manusia dari zaman lampau, yang menjadi leluhur kita secara rohany berkat tulisannya yang diselamatkan. 4. Sastra dan bahasa tulis tidak identik. Dari perbandingan antara bahasa lisan dan bahasa tulis, dan kemudian dari survei tenteng konsekuensi ciri khas bahasa tulis untuk sastra tulis, jelaslah bahwa ketertulisan sastra mempunyai barmacam akibat untuk keadaan, potensi, dan interpretasi satstra itu. Namun harus dikatakan pula bahwa di antara tujuh ciri khas itu tidak ada satupun yang terbatas pada sastra dalam arti kata yang biasa. Tetapi yang lebih penting lagi: kita tahu secara intuisi dan berdasarkan bahan yang cukup banyak bahwa yang kita sebut sastra tidak terbatas pada bentuk bahasa tulis. Maklum, ada pula sastra lisan, baik dalam masyarakat tradisional, maupun dalam masyarakat modern. Tidak ada garis pemisah yang jelas antara sastra dan bukan sastra. Dalam sastra lisan pemakaian bahasa seringkali jauh lebih rumit dan terpelihara atau pun menyimpang dari yang biasa dalam bahasa sehari-hari. Ciri-ciri sastra sendiri tidak merupakan alat untuk mencapai definisi sastra yang sungguh-sungguh tepat. Kesimpulan yang penting dalam hubungan ini: tidak ada kriteria yang jelas yang dapat kita ambil dari perbedaan pemakaian bahasa lisan dan bahasa tulis untuk membatasi sastra sebagai gejala yang khas. Tolok ukur untuk membedakan sastra dengan bukan sastra harus dicari di bidang lain.
  • 6. 7. Berkat kemungkinan menyimpan dan menyelamatkan sastradalam bentuk tulisan dan menyebarluaskannya meampaui batas waktu dan ruang, juga melampaui batas bahasa dan kebudayaan, sastra menjadi gekala sejarah, dengan segala akibatnya. Kesinambungan kebudayaan manusia sebagan besar tergantung dari penemuan tulisan dan abjad, dalam berbagai kebudayaan; kita tetap dapat merasa terikat secara kongkrit dengan manusia dari zaman lampau, yang menjadi leluhur kita secara rohany berkat tulisannya yang diselamatkan. 4. Sastra dan bahasa tulis tidak identik. Dari perbandingan antara bahasa lisan dan bahasa tulis, dan kemudian dari survei tenteng konsekuensi ciri khas bahasa tulis untuk sastra tulis, jelaslah bahwa ketertulisan sastra mempunyai barmacam akibat untuk keadaan, potensi, dan interpretasi satstra itu. Namun harus dikatakan pula bahwa di antara tujuh ciri khas itu tidak ada satupun yang terbatas pada sastra dalam arti kata yang biasa. Tetapi yang lebih penting lagi: kita tahu secara intuisi dan berdasarkan bahan yang cukup banyak bahwa yang kita sebut sastra tidak terbatas pada bentuk bahasa tulis. Maklum, ada pula sastra lisan, baik dalam masyarakat tradisional, maupun dalam masyarakat modern. Tidak ada garis pemisah yang jelas antara sastra dan bukan sastra. Dalam sastra lisan pemakaian bahasa seringkali jauh lebih rumit dan terpelihara atau pun menyimpang dari yang biasa dalam bahasa sehari-hari. Ciri-ciri sastra sendiri tidak merupakan alat untuk mencapai definisi sastra yang sungguh-sungguh tepat. Kesimpulan yang penting dalam hubungan ini: tidak ada kriteria yang jelas yang dapat kita ambil dari perbedaan pemakaian bahasa lisan dan bahasa tulis untuk membatasi sastra sebagai gejala yang khas. Tolok ukur untuk membedakan sastra dengan bukan sastra harus dicari di bidang lain.