SlideShare a Scribd company logo
1 of 118
Download to read offline
KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN BIDANG
                        PERSAMPAHAN & DRAINASE


1.   PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

     Menurunnya kinerja pengelolaan persampahan dalam beberapa tahun terakhir
     ini tidak lepas dari dampak perubahan tatanan pemerintahan di Indonesia
     dalam era reformasi, otonomi daerah serta krisis ekonomi yang telah melanda
     seluruh wilayah di Indonesia. Adanya perubahan kebijakan arah pembangunan
     infrastruktur perkotaan, menguatnya ego otonomi, menurunnya kapasitas
     pembiayaan daerah, menurunnya daya beli dan kepedulian masyarakat dalam
     menjaga kebersihan lingkungan merupakan pemicu terjadinya degradasi
     kualitas lingkungan perkotaan termasuk masalah kebersihan kota.

     Penurunan kinerja tersebut ditunjukkan oleh berbagai hal seperti menurunnya
     kapasitas SDM karena banyaknya pergantian personil yang sebelumnya pernah
     terdidik dalam bidang persampahan melalui program training atau capacity
     building, tidak jelasnya organisasi pengelola sampah karena adanya perubahan
     kebijakan pola maksimal dan pola minimal suatu Dinas, menurunnya alokasi
     APBD bagi pengelolaan sampah, menurunnya penerimaan retribusi (secara
     nasional hanya dicapai 22 %), menurunnya tingkat pelayanan (tingkat
     pelayanan dari data BPS tahun 2000 hanya 32 % yang sebelumnya pernah
     mencapai 50 %), menurunnya kualitas TPA yang sebagian besar menjadi open
     dumping dan timbulnya friksi antar daerah / sosial, bahkan korban jiwa dalam
     kasus longsornya TPA Leuwigajah, tidak adanya penerapan sanksi atas
     pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat yang membuang sampah
     sembarangan dan lain-lain.

     Timbulnya pencemaran lingkungan disekitar TPA disebabkan karena tidak
     adanya proses pemilihan lokasi TPA yang layak dan tidak adanya alokasi lahan
     TPA dalam Rencana Tata Ruang Wilayah sehingga lokasi TPA yang ada saat ini
     tidak memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan standar nasional. Selain itu
     fasilitas TPA yang sangat minim terutama berkaitan dengan terbatasnya
     fasilitas perlindungan lingkungan (buffer zone, pengumpulan dan pengolahan
     leachate, ventilasi gas dan penutupan tanah) dan pengoperasian TPA
     cenderung dioperasikan secara open dumping. Larangan ijin mendirikan
     bangunan disekitar TPA juga tidak dilakukan sehingga lokasi TPA yang semula
     jauh dari permukiman menjadi sangat dekat. Masalah yang juga dilematis
     adalah kehadiran para pemulung yang jumlahnya cukup banyak (di TPA Bantar
     Gebang mencapai 5 ribu orang) sehingga menyulitkan pengoperasian TPA
     secara benar.

     Mengacu pada berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia
     serta adanya tuntukan pemenuhan komitmen Internasional seperti Agenda 21
     mengenai pengurangan volume sampah yang dibuang ke TPA (3 R), Prinsip
     Dublin Rio, MDGs (millenium development goals) mengenai peningkatan separo
     jumlah masyarakat yang belum mendapatkan akses pelayanan pada tahun
     2015, Kyoto Protocol mengenai mekanisme pembangunan bersih (CDM) dan
     lain-lain, menuntut adanya suatu kebijakan nasional yang tegas dan realistis


                                                                               1
PENANGANAN SAMPAH B3 RUMAH TANGGA


I. PENDAHULUAN

  Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga, dan mengandung bahan dan atau
  bekas kemasan suatu jenis bahan berbahaya dan/atau beracun disebut sampah
  bahan berbahaya beracun rumah tangga sampah (B3 RT), Jenis sampah ini
  walaupun dalam kuantitas atau konsentrasi yang sangat kecil akan tetapi
  mengandung bahan berbahaya beracun /B3 (PP No. 18 Tahun 1999 jo PP No. 85
  Tahun 1999). Jenis sampah ini antara lain adalah batu baterai bekas, neon dan
  bohlam bekas, kemasan cat, kosmetik atau pelumas kendaraan yang umumnya
  mengandung bahan-bahan yang menyebabkan iritasi atau gangguan kesehatan
  lainnya seperti logam merkuri yang terkandung di dalam batu baterai pada
  umumnya.

  Dalam aktifitas rumah tangga di setiap perkotaan, masyarakat umumnya membuang
  sampah jenis ini secara tercampur dengan sampah rumahannya. Sampah B3 RT
  yang terbuang banyak dipulung oleh para pelaku daur ulang, untuk diambil kembali
  komponen-komponennya yang masih bernilai ekonomis.
  Kehadiran sampah B3 RT ini di dalam timbulan sampah kota relatif sangat kecil,
  namun sifat akumulatif sampah tersebut merupakan ancaman bagi lingkungan di
  sekitar tempat pembuangan akhir sampah.
  Bahaya yang ditimbulkannya adalah masuknya bahan-bahan yang berkatagori B3
  tersebut ke dalam aliran air bawah tanah atau kontak langsung dengan manusia dan
  mahiuk hidup lainnya. Tingkat bahaya terbesar sudah barang tentu diterima oleh
  para pelaku daur ulang dan petugas sampah umumnya yang biasa bekerja tanpa
  peralatan pelindung.

  Pengelolaan secara terpadu dengan mengintegrasikan seluruh aspek pengelolaan
  merupakan prinsip dasar pengelolaan sampah saat ini. Demikian halnya dengan
  pengelolaan sampah B3 RT diperlukan pengembangan sistem terpadu dengan
  mengintegrasikan kelima sub sistem, yaitu: organisasi, pembiayaan, hukum, teknik
  operasi dan peran aktif masyarakat.
  Peran perangkat hukum menjadi penting mengingat sampah B3 merupakan sampah
  khusus yang memerlukan penanganan tersendiri. Faktor panting lainnya adalah
  peran serta aktif masyarakat.
  Di dalam pengelolaan sampah B3 RT kelompok strategis yang diperlukan peran
  aktifnya adalah produsen barang dan atau bahan B3, masyarakat konsumen sebagai
  penimbul sampah, pengelola sampah kota, dan pelaku daur ulang.

  Peran aktif Perguruan Tinggi diperlukan sebagai lembaga strategi yang
  berkemampuan untuk menjalankan fungsi pendukung sistem. Dukungan yang
  diperlukan terutama dalam upaya penyebaran pengetahuan dan informasi juga
  dalam pengembangan kajian dan atau penelitian teknologi tepat guna dalam upaya
  pengelolaan sampah B3 RT.


II. PERMASALAHAN UTAMA

  -   Jumlah sampah B3 RT dalam timbulan sampah kota tidak lebih dari 2%.
      Walaupun jumlahnya sangat kecil, dengan pola pembuangan akhir sampah saat


                                                                                1
ini di Indonesia, yaitu dengan metode pembuangan akhir di suatu lahan
      memungkinkan terjadinya akumulasi Bahan Berbahaya Beracun (B3).
  -    Akumulasi tersebut pada suatu saat akan mencapai tingkat konsentrasi tertentu.
      Dampak negatif yang mungkin terjadi yaitu pencemaran tanah dan air tanah
      yang berada di sekitar lahan pembuangan akhir.

III. KONSEP DASAR

1. Definisi Sampah Berbahaya, Beracun Rumah Tangga

  -   Limbah B3 adalah setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan atau
      beracun yang karena sifat atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara
      langsung maupun tidak langsung dapat merusak atau mencemarkan lingkungan
      hidup dan atau membahayakan kesehatan manusia.
  -   Peraturan tersebut menjelaskan, bahwa bekas kemasan bahan berbahaya dan
      beracun juga dikategorikan sebagai limbah B3. Sampah sejenis barang bekas B3
      tersebut banyak dihasilkan dari aktifitas rumah tangga dan umumnya bersatu
      dengan sampah perkotaan Iainnya.
  -   ”Sampah yang berasal dari aktifitas rumah tangga, mengandung bahan dan/atau
      bekas kemasan suatu jenis bahan berbahaya dan/atau beracun, karena sifat
      kandungannya tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
      merusak atau mencemarkan lingkungan hidup dan atau membahayakan
      kesehatan manusia.”

2. Sumber, Jenis dan Karakteristik Sampah Bahan Berbahaya Beracun Rumah
   Tangga

  Sampah B3 RT dikelompokkan berdasarkan jenis aktifitas rumah tangga, yaitu bahan
  dan/atau bekas kemasan produk dari :
  1. Aktifitas dapur, seperti pembersih lantai, pengkilat logam dan pembersih oven.
  2. Aktifitas kamar mandi, seperti pembersih kamar mandi, pembersih toilet dan obat
     kadaluarsa.
  3. Aktifitas garasi dan pembengkelan, seperti baterai, pembersih badan mobil dan
     berbagai macam cat untuk mobil.
  4. Aktifitas ruangan di dalam rumah, seperti cairan untuk mengkilapkan mebel,
     cairan penghilang karat dan pengencer cat.
  5. Aktifitas pertamanan, seperti cairan pembunuh jamur, cairan pembunuh gulma
     dan racun tikus.

  Jenis dan karakteristik sampah B3 RT dari masing-masing sumber aktifitas dijelaskan
  dalam tabel berikut




                                                                                   2
Tabel 1
           Sumber dan Jenis Karakteristik Sampah B3 RT
 Sumber               Jenis                          Karakteristik

          Kaleng aerosol                   Racun, korosif
          Pembersih                        Racun, karsinogen
          Penyemprot hama                  Racun, mudah terbakar
                                           Korosif
          Pembersih saluran                Racun , karsinogen
Dapur     Pembersih lantai                 Racun, karsinogen
          Pengkilat kayu                   Racun, korosif
          Pengkilat logam                  Racun, mudah terbakar
          Pembersih jendela                Racun, karsinogen
          Pembersih oven                   Racun, karsinogen
          Pembersih mengandng alcohol      Racun, rnudah terbakar
          Pembersih kamar mandi            Racun, korosif, karsinogen
          Obat untuk menghilangkan         Racun,"Ailergen"
          rambut
          Pernbersih permanen              Racun, karsinogen
Kamar
Mandi     Obat kadaluarsa                  I Racun
          Pembersih toilet                 Racun, karsinogen
          Pembersih lantai dan bak mandi   Racun, karsinogen, korosif, mudah
                                           terbakar
          "Antifreeze"                     Racun, karsinogen, mudah terbakar
          Oil perseneling                  Racun, mudah terbakar
          Dempul, cat, tinner untuk        Racun, korosif, mudah terbakar
          reparasi badan mobil
          Baterai                          Racun , korosif
Garasi    Minyak rem                       Racun, korosif, mudah terbakar
          Cairan pembersih mobil           Racun
          Solar, bensin, minyak tanah,     Racun, mudah terbakar
          pelumas
          Pembersih badan mobil            Racun
          Cairan pembersih kaca mobil      Racun
          Bekas penyemprot                 Racun , karsinogen
Bengkel   Cairan pelarut                   Racun, mudah terbakar
          Lem                              Racun, mudah terbakar
          Berbagai macam cat untuk mobil   Racun, korosif, mudah terbakar
          Cairan pelarut cat               Racun., korosif,mudah terbakar
          Cat dasar (meni)                 Racun, mudah terbakar
          Cairan penghilang karat          Racun , korosif

Dalam     Pengencer cat                    Racun, korosif, mudah terbakar
Rumah     Cairan untukmengkilapkan         Racun, korosif, mudah terbakar
          mebel

          Cairan pembunuh jamur            Racun , korosif, karsinogen
          Cairan pembunuh gulma/rumput     Racun, rnuclah meledak
Taman     liar
          Cairan pembunuh serangga         Racun, mudah meledak, karsinogen.
          Racun tikus                      Racun, mudah terbakar




                                                                               3
Amunisi/bubuk amunisi           Racun, mudah terbakar, mudah
                                                  meledak
                  Cat untuk melukis               Racun

                  Cairan pembersih kering         Racun
                  Minyak senjata                  Racun, mudah terbakar, mudah
                                                  meledak
                  Cairan untuk menyalakan rokok   Racun, mudah terbakar, mudah
      Lain-lain                                   meledak
                  Baterai                         Racun, mudah terbakar, koros-
                                                  karsinogen
                  Kapur Barus                     Racun
                  Pemadam api untuk kebakaran     Racun, mudah terbakar
                  yang telah tua
                  Bahan kimia untuk keperluan     Racun, mudah terbakar,
                  fotografi
                  Asam pembersih kolam renang     Racun, mudah terbakar


3. Dasar Hukum Pengelolaan Sampah Bahan Berbahaya Beracun Rumah
   Tangga

  1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 18 tahun 1999 jo PP No.85 tahun
     1999.
  2. Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan limbah B3 yang ditetapkan
     berdasarkan Keputusan Kepala Bappedal
  3. Petunjuk Teknis Tata Cara Pengelolaan Sampah 3 M, yang dikeluarkan oleh
     Puslitbang Teknologi Permukiman

4. Sistem Pengelolaan Sampah Bahan Berbahaya Beracun Rumah Tangga

  a. Aspek Organisasi

  -   Diperlukan institusi yang bertanggung jawab atas pengelolaan sampah B3RT
      (termasuk sampah kota)
  -   Struktur organisasi yang ada di lingkungan kebersihan
  -   Bekerjasama dengan pihak produsen

  b. Sub Sistem Hukum
      Ketentuan pengelolaan sampah B3 RT
           Masyarakat wajib memisahkan sampah B3-RT di rumah-rumah, ke dalam
           suatu wadah terpisah, dan selanjutnya diserahkan kepada petugas swakelola
           masing-masing RW,
           Petugas swakelola, wajib mengumpulkan sampah B3-RT ke dalam wadah
           khusus di TPS terdekat atau di toko-toko tertentu yang ditunjuk sebagai
           pengumpul B3 RT untuk dikembalikan kepihak produsen atau sesuai dengan
           ketentuan yang berlaku


  c. Aspek Teknik
      Pengelolaan sampah B3-RT pada dasarnya ditujukan untuk mengelola sampah
      B3-RT yang masuk ke dalam timbulan sampah kota, karena itu di dalam


                                                                                  4
operasinya memerlukan pemilahan/pewadahan, pengumpulan, pengangkutan,
      penyimpanan sementara dan pengolahan.
         Pemilahan dan pewadahan adalah kegiatan memilah sampah B3 dari sampah
         organik dan anorganik oleh masyarakat di rumah-rumah, kemudian
         memasukkannya ke dalam kantong plastik atau wadah lain yang berbeda,
         sebelum diangkut oleh petugas pengumpul. P
         Pengumpulan adalah kegiatan mengumpulkan sampah B3 RT dari rumah ke
         wadah penampungan sampah B3 RT di Tempat Penampungan Khusus.
         Pengangkutan adalah kegiatan mengangkut sampah                dari   Tempat
         Penampungan Khusus ke Tempat Penyimpanan Sementara.
         Penyimpanan sementara adalah kegiatan menyimpan sampah B3 yang
         diklasifikasikan berdasarkan jenisnya untuk sementara sebelum dikelola lebih
         lanjut oleh instansi yang berwenang atau produsen penghasil sampah B3.

  d. Aspek Pembiayaan

  -   Pelaksanaan operasional pengelolaan sampah B3-RT pada dasarnya memerlukan
      biaya yang cukup besar.
  -   Untuk menetapkan biaya pengelolaan sampah B3 per satuan unit pengelolaan
      masih diperlukan pengkajian yang lebih mendalam, mengingat adanya kewajiban
      produsen dan konsumen untuk turut bertanggung jawab dalam pengelolaan
      sampah B3-RT ini.

  e. Aspek Peran Serta Masyarakat

         Masyarakat konsumen, sebagai pemanfaat bahan dan atau                barang,
         menimbulkan kehadiran sampah B3 RT dalam timbunan sampah
         Produsen, penghasil produk yang mengandung bahan berbahaya beracun
         Instansi pengelola kebersihan kota, yang selama ini berfungsi sebagai
         pengelola sampah perkotaan
         Masyarakat pelaku daur ulang, mulai dari pemulung sampai pada tingkat
         Bandar atau bahkan pabrik
         Pemerintah (Propinsi dan Daerah Kota/Kabupaten ), sebagai penentu
         kebijakan dan yang bertanggung jawab atas penataan hukum dan peraturan
         Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang merniliki akses luas dalam upaya
         penyertaan masyarakat
         Perguruan Tinggi dan atau lembaga Penelitian dan Pengkajian ilmiah sampah
         B3-RT, yang sampai saat ini masih belum banyak dilakukan

5. Peran Stakeholders
   a. Masyarakat Konsumen

      Mengurangi konsumsi produk yang mengandung bahan berbahaya beracun, dan
      lebih memilih produk ramah lingkungan,
      Memperpanjang umur pakai suatu produk,
      Memahami, pentingnya upaya pengelolaan lingkungan yang disebabkan oleh
      bahaya bahan-bahan berbahaya beracun. Hal ini dimaksudkan bahwa konsumen


                                                                                   5
harus menyadari bila biaya pengelolaan lingkungan akan dibebankan terhadap
   harga jual suatu produk.

b. Produsen

   Kewajiban produsen untuk senantiasa menyampaikan kandungan bahan
   berbahaya beracun di dalam produknya
   Kewajiban produsen untuk melakukan upaya pengolahan produk pasca pakai
   baik secara mandiri atau berkelompok
   Tanggung jawab produsen atas penanggulangan dan pemulihan lingkungan yang
   diakibatkan oleh produk yang dihasilkannya

c. Pengelola Sampah

Instansi pengelola sampah kota, harus didorong agar memiliki kemampuan untuk
mengantisipasi bahaya yang disebabkan oleh terakumulasinya bahan berbahaya
beracun di tempat-tempat pembuangan akhir sampah. sebagai instansi pengelola
kebersihan kota, wajib mengupayakan tersedianya sarana-sarana khusus
pengelolaan sampah B3-RT, misalnya dengan menyediakan wadah-wadah
pengumpulan , sarana pengangkutan dan mengantisipasi kerjasama dengan pihak
swasta dalam upaya pengolahannya.

d. Pelaku Daur Ulang

Keterlibatan para pelaku daur ulang sektor informal, yaitu para pemulung yang
berada di tempat-ternpat pembuangan sementara dan akhir, perlu mendapat
perhatian besar. Selama ini mereka telah melakukan pengumpulan sampah B3-RT
dengan cara yang sangat membahayakan kesehatannya. Perlu dikembangkan
mekanisme yang mampu mengangkat keberadaan dan memberdayakan mereka.

e. LSM

Banyak aspek pengelolaan yang melibatkan masyarakat, memerlukan kehadiran
LSM. Diharapkan kehadiran LSM mampu menumbuhkembangkan kesadaran
masyarakat atas upaya pencegahan pengelolaan dan pengendalian serta pelestarian
lingkungan yang ditimbulkan oleh sampah B3-RT. Disamping itu, LSM dapat
berfungsi sebagai kontrol terhadap kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan sampah
B3-RT.

f. Perguruan Tinggi

Bahaya sampah B3-RT sampai saat ini belum terbukti secara nyata bagi masyarakat
umumnya, untuk itu masih diperlukan pengkajian identifikasi jenis dan tingkat
bahaya dari setiap produk yang mengandung bahan berbahaya dan beracun. Oleh
karena itu partisipasi Perguruan Tinggi sangat diharapkan untuk menjalankan fungsi
tersebut. Demikian hal dalam upaya pengelolaannya, perguruan tinggi diharapkan
dapat mengembangkan penelitian dan penerapan teknologi tepat guna.

g. Pemerintah

Banyaknya kelompok strategis yang diharapkan akan mendukung terciptanya
pengelolaan sampah B3-RT, tentunya memerlukan kehadiran sebuah lembaga yang


                                                                                6
berfungsi menginisiasi dan atau menjalankan fungsi koordinator yang akan
  mendorong agar setiap kelompok strategis tersebut dapat berperan sebagaimana
  harusnya. Fungsi ini sebaiknya dijalankan oleh Pemerintah Daerah setempat. Peran
  aktif pemerintah daerah (kota/kabupaten) dalam pengelolaan sampah B3-RT perlu
  dukungan kebijakan pemerintah. Penyerahan wewenang seutuhnya dari pusat ke
  daerah dalam pengelolaan sampah B3-RT perlu terus diupayakan.

G. METODE-METODE YANG DITERAPKAN

Pelaksanaan uji coba pengelolaan sampah B3-RT dilaksanakan dengan metoda yang
disesuaikan dengan pola-pola pengelolaan sampah yang telah dijalankan di Kota
Bandung. Tahapan operasi pengelolaan terdiri dari pemilahan dan pewadahan,
pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan sementara.

1. Metode Pemilahan

  Pemilahan dilakukan dengan mengelompokkan sampah dalam 3 jenis yaitu :
    Sampah organik yaitu sampah yang mudah membusuk, terdiri dari sisa-sisa
    makanan, sapuan halaman, sisa buah-buahan
    Sampah anorganik, yaitu sampah yang sulit sekali membusuk misalnya plastik,
    kaleng, karat, sisa bangunan, kertas pembungkus/kemasan.
    Sampah berbahaya beracun, yaitu terdiri dari bekas kemasan pestisida, parfum,
    batu baterai, bola, lampu, lampu neon

  Pemilahan dapat dilakukan oleh :
    Setiap penghasil sampah di rumah-rumah dan atau sumber
    Pemulung di TPS ketika dilakukan proses pemilahan sampah bernilai ekonomis
    Petugas menarik gerobak, dilakukan di sumber atau di TPS

  Pemilahan dilakukan tanpa peralatan khusus. Wadah yang dipergunakan disesuaikan
  dengan kemampuan masyarakat. PD Kebersihan dalam upaya merangsang
  masyarakat, menyediakan sarana pewadahan berupa tong sampah yang diberi
  warna:
    Tong hijau, untuk sampah organik
    Tong kuning, untuk sampah an organik

  Adapun sampah B3-RT tidak disediakan tempat khusus, masyarakat dibina untuk
  menyediakan wadah sendiri terpisah dengan kedua jenis sampah lainnya.

2. Metode Pengumpulan

  Pengumpulan sampah B3-RT yaitu kegiatan pengumpulan sampah B3-RT dari
  rumah-rumah ke dalam wadah sampah B3-RT di tempat pengumpulan sementara
  sebelum diangkut ke tempat penyirnpanan sementara.

  Pengumpulan sampah B3-RT dilakukan setelah adanya proses pemilahan sampah.
  Sesuai dengan pola operasi pengelolaan sampah yang telah dilakukan, maka metoda
  pengumpulan sampah B3 RT adalah sebagai berikut :

     Metoda individual
     Yaitu sampah B3 RT dari rumah-rumah dikumpulkan oleh petugas swakelola dan
     RT/RW, ke tempat pengumpulan lokasi khusus


                                                                                 7
Metoda komunal
    Yaitu sampah B3 RT dari rumah-rumah dikumpulkan masing-masing/individu ke
    tempat pengumpulan tanpa melalui petugas pengumpul

  Pada kedua metoda diatas tidak ada peralatan khusus yang disediakan. Metoda
  pengumpulan yang diterapkan dapat dijelaskan pada gambar berikut

3. Metode Pengangkutan

  Pengangkutan sampah B3 RT adalah proses pemindahan sampah B3 RT yang
  terkumpul di tempat penampungan sementara B3 RT ke tempat penyimpanan
  sementara B3 RT dengan menggunakan kendaraan pengangkutan khusus.

  Proses pengangkutan sampah B3 RT dilakukan setelah sampah B3 RT terkumpul dari
  sumbernya di dalam wadah-wadah yang berada di tempat penampungan sementara.
  Didalam PP 18 Tahun 1999 dan didalam Keputusan Kepala Bapedal
  No.Kep/01/Bapedal/09/1995 belum ada ketentuan khusus mengenai tata cara
  pengangkutan sampah B3 RT, oleh karena itu pelaksanaan operasi pengangkutan
  disesuaikan dengan kondisi yang ada. Operasi pengangkutan dilaksanakan setelah
  terlebih dahulu dilakukan monitoring terhadap seluruh titik pengumpulan.

  Monitoring dilakukan dengan maksud memantau kuantitas sampah terkumpul.
  Armada pengangkutan dijalankan apabila berdasarkan hasil monitoring, terdapat
  banyak titik pengumpulan yang telah penuh. Didalam ujicoba ini tidak dilakukan
  pertimbangan ekonomis dalam proses pengangkutan.

  Berdasarkan pertimbangan bahwasannya dalam sekali route pengangkutan maksimal
  harus dapat terangkut seluruh wadah sampah yang ada di seluruli titik pengumpulan,
  maka pada ujicoba pengangkutan dilakukan dengan menggunakan truk standar
  ukuran 10 m3.
  Didalam satu kali pengangkutan, diperlukan 3 orang personil yang terdiri dari :
    1 (satu) orang pengemudi
    2 (dua) orang kernet yang dilengkapi dengan masker, sarung tangan dan topi

4. Metode Penyimpanan

  Penyimpanan sampah B3 RT yaitu kegiatan penyimpanan sementara pasca
  pengumpulan. Sampah yang telah terkumpul, diangkut ke suatu tempat
  penyimpanan sementara. Proses penyimpanan berawal dari proses bongkar muat
  wadah-wadah sampah terangkut oleh kendaraan pengangkutan. Selanjutnya,
  dilakukan pemilahan sampah terkumpul berdasarkan jenisnya. Setelah dilakukan
  proses pencatan kuantitas terkumpul, sampah B3 RT di simpan dalam wadah dan
  tempat/rak sejenis. Diharapkan, dengan mengembangkan kerjasama dengan pihak
  produsen, maka tidak ada tindak lanjut pasca penyimpanan

  Keputusan Bapedal No.kep-01/Bapedal/09/1995, tempat penyimpanan sementara
  sampah B3 RT harus memiliki kriteria sebagai berikut :
     Bangunan memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai
     dengan jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan.
     Terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak langsung



                                                                                  8
Dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang memadai untuk
      mencegah terjadinya akumulasi gas didalam ruang penyimpanan serta
      memasang kasa atau bahan lain
      Untuk mencegah masuknya burung atau binatang kecil lainnya kedalam ruang
      penyimpanan
      Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk
      operasional penggudangan atau insfeksi rutin, jika menggunakan lampu, maka
      lampu penerangan harus dipasang minimal 1 meter diatas kemasan dengan
      sakelar (stop contact) harus terpasang disisi luar bangunan Lantai bangunan
      harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai bagian dalam
      dibuat melandai turun kearah bagian penampungan dengan kemiringan
      maksimum 1%.

5. Metode Pengolahan

  Pengolahan yang dapat dilakukan adalah upaya perolehan kembali bahan-bahan
  beracun berbahaya dari dalam barang dan atau kemasan. Sebagai contoh,
  kandungan karbon di dalam batu baterai bekas banyak dimanfaatkan sebagai
  suplemen bahan bakar, setelah kandungan logam merkuri dipisahkan. Logam
  merkuri yang dikategorikan bahan berbahaya ini seharusnya dikumpulkan menjadi
  satu dan dikelola sesual ketentuan pengolahan limbah B3. Partisipasi aktif para
  produsen atau para pelaku daur ulang yang selama ini telah mengembangkan upaya
  pemanfaatan sampah B3 RT sangat diharapkan pada pengolahan limbah tersebut.

  Pemanfaatan dan perolehan kembali bahan yang bernilai ekonomis dari sampah B3
  RT selama ini banyak dilakukan oleh para pelaku daur ulang. Pola penanganan
  dilakukan secara tidak aman, sehingga membahayakan para pelakunya. Untuk itu
  diperlukan Standar Operation Procedure pengelolaan sampah B3 RT, bagi setiap
  pelaku pengelolaan.

6. Metode Monitoring

  Monitoring adalah suatu kegiatan yang dimulai dari mengamati, mengawasi sampai
  mencermati pelaksanaan operasi pengelolaan sampah B3 RT.

  Monitoring dimaksudkan untuk mengetahui dan atau mengukur kinerja sistem yang
  diujicobakan.

  Kegiatan monitoring dilakukan secara berkala, setiap satu minggu sekali. Peralatan
  dan sumber daya yang diperlukan adalah :
    Petugas khusus yang telah mengetahui pola operasi pengelolaan, sebanyak 2
    orang
    Peralatan pencatat informasi yaitu : form monitoring

  Dari format yang telah diisi dapat diketahui lokasi mana yang harus segera dilakukan
  pengangkutan, apabila sudah diketahui lokasi mana yang harus segera diangkut
  segera hubungi petugas pengangkut untuk segera mengangkut tempat pengumpulan
  sampah B3 RT yang sudah penuh.




                                                                                    9
Selain monitoring jenis dan kuantitas sampah B3 RT dilakukan pula monitoring
   terhadap program secara keseluruhan. Hal ini dimaksudkan sebagai pengumpulan
   informasi kelayakan sistem yang diujicobakan.

   Evaluasi dilaksanakan dengan maksud untuk melakukan penilaian terhadap kegiatan-
   kegiatan pada sistem pengelolaan sampah B3 RT. Indikator pengukuran keberhasilan
   adalah efektifitas dan efisiensi program.

   Evaluasi program atau kegiatan dilaksanakan setelah diperoleh kesimpulan dan
   keterangan yang ada pada format hasil monitoring. Dari hasil evaluasi ditentukan
   parameter-parameter kegiatan yang perlu diperbaiki.

H. KESIMPULAN (Hasil Uji Coba di Bandung)

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil evaluasi terhadap tolok ukur tersebut diuraikan
sebagai berikut.

1. Kuantitas dan Kualitas Sampah Terkumpul

   Sebagian besar wadah terisi sampah diluar kriteria sampah B3 RT dengan melakukan
   pengujian terhadap tingkat pengetahuan masyarakat disekitar lokasi secara acak,
   diperkirakan bahwa hal tersebut disebabkan karena masyarakat belum mengenal
   jenis-jenis sampah B3 RT.

2. Program Sosialisasi

   Sosialisasi melalui kelompok binaan belum mengenai sasaran. Hal ini terjadi
   mengingat masaiah sampah B3 RT bukan rnerupakan pesan utama yang dibawa
   dalam media-media kampanye di lokasi tersebut. Dalam kelompok binaan, sosialisasi
   sampah B3 RT dilakukan secara khusus hanya di satu wilayah ujicoba yaitu di
   Kelurahan Tegalega. Masyarakat binaan di dua wilayah ujicoba 1ainnya (Kelurahan
   Merdeka dan Kelurahan Karang Pamulang) belum menunjukkan kesiapan menerima
   pesan pengelolaan sampah B3 RT. Oleh karena itu, pesan diarahkan terhadap
   pemaparan pengetahuan mengenal jenis-jenis sampah B3 RT.

   Demikian halnya di dalam program kampanye kota melalui radio dan buletin serta
   program sekolah, belum mampu meningkatkan efektifitas pengumpulan sampah B3
   RT. Banyak faktor yang mungkin menjadi penyebab antara lain kejelasan informasi
   tentang jenis sampah B3 RT, ketersediaan sarana dan prasarana serta sebaran dari
   kelompok sasaran yang kurang terintegrasi dengan penempatan lokasi ujicoba.

   Kurangnya fokus sosialisasi terhadap pengelolaan sampah B3 RT, merupakan
   kelemahan utama dalam program ujicoba ini. Namun demikian, diperkirakan bahwa
   masih sangat rendahnya efektifitas pengumpulan sampah B3 RT juga dipengaruhi
   oleh kehadiran para pemulung yang secara langsung mengumpulkan sampah
   tersebut untuk dijual kembali.

   Wadah sampah yang dirancang sedemikian rupa dengan pintu terkunci, ternyata
   masih memungkinkan terjadinya pembongkaran kembali sampah-sampah yang telah
   terkumpul oleh orang yang tidak bertanggung jawab.




                                                                                 10
3. Kapasitas Sistem

  Tinjauan terhadap aspek ketersediaan sarana dan prasarana, sistem pengelolaan
  yang dikembangkan oleh PD. Kebersihan Bandung pada dasarnya sudah sangat
  lengkap. Akan tetapi kurangnya referensi saat pengembangan desain menyebabkan
  munculnya permasalahan saat operasi. Permasalahan yang muncul yaitu kurang
  sesuainya bentuk wadah yang disediakan dengan jenis sampah B3 RT terkumpul.
  Wadah pengumpulan tercampur bagi seluruh jenis sampah B3 RT, ternyata
  menyebabkan pecahnya jenis sampah seperti neon dan bohlam. Desain wadah yang
  disesuaikan dengan jenisnya merupakan alternatif pemecahan masalah.

  Disamping masih rendahnya sosialisasi, faktor lain yang menyebabkan kuantitas
  sampah terkumpul, yaitu faktor penempatan wadah. Kurang strategisnya
  penempatan menyebabkan tidak adanya masyarakat yang membuang sampah B3 RT
  kedalamnya.

  Akumulasi sampah B3 RT di tempat penyimpanan menjadi kekhawatiran besar pihak
  PD Kebersihan. Belum adanya hubungan kerjasama antar PD Kebersihan dan atau
  dengan para pelaku daur ulang dan atau produsen merupakan kendala utama. Oleh
  karena itu, kontrak dan bahkan hubungan kerjasama dengan pihak-pihak yang
  mungkin mengolah sampah B3 RT harus dilakukan sebelum ujicoba dikembangkan.
  Dalam hal inl pihak produsen dan para pelaku daur ulang harus dilibatkan sejak
  perencanaan.

  Keterlibatan seluruh kelompok strategis sejak awal perencanaan akan membuat
  sistem lebih terpadu. Diharapkan akan mampu meningkatkan efisiensi biaya
  pelaksanaan ujicoba, yaitu dari adanya bagi peran untuk mengantisipasi masalah
  tersebut.

  Terselenggaranya Lokakarya Pengelolaan sampah B3 RT yang dihadiri oleh seluruh
  komponen Kelompok Strategis merupakan terobosan guna keberlanjutan program.
  Lokakarya tersebut menghasilkan beberapa rekomendasi dan berhasil merumuskan
  kesepakatan bersama antar kelompok strategis namun demikian tidak lanjut
  lokakarya tersebut belum terasa dampaknya hingga akhir tahun 2000. Akan lebih
  terukur dampaknya apabila lokakarya atau bagi peran tersebut disusun sebelum
  operasi pengelolaan diujicobakan.

4. Biaya Pengelolaan Sampah B3 RT

  Efisiensi biaya pengelolaan menjadi faktor utama kesediaan sebuah instansi untuk
  turut serta dalam pengelolaan sampah B3 RT. Dari ujicoba oleh PD. Kebersihan
  terdapat indikasi adanya peningkatan biaya operasi pengelolaan sampah secara
  keseluruhan bila pengelolaan sampah B3 RT harus sepenuhnya dilakukan PD.
  Kebersihan. Hal ini tentunya menjadi kendala utama pihak pengelola kebersihan.
  Pengkajian terhadap mekanisme pasar dalam pengelolaan sampah B3 RT harus
  dilakukan guna terciptanya pengelolaan yang efektif dan efisien.

   -   Program ujicoba teknik pengelolaan dilakukan dengan menempatkan wadah-
       wadah pengumpulan di 16 lokasi. Lokasi dipilih dengan kriteria khusus.
       Pengumpulan dilakukan oleh masyarakat, pelaku daur ulang dan oleh para
       petugas kebersihan kota. Sampah B3 RT terkumpul diangkut untuk disimpan
       dalam sebuah gudang penyimpanan di TPA.


                                                                               11
-   Dari hasil ujicoba pengelolaan sampah B3 RT diperoleh hasil bahwa jenis sampah
    B3 RT yang banyak terkumpul ketika ujicoba dilakukan adalah baterai bekas,
    botol bekas kemasan obat, kemasan kosmetik, dan bekas kemasan pelumas.
    Kuantitas sampah terkumpul masih relatif kecil.
-   Satu wadah pengumpulan pada umumnya penuh dalam jangka waktu 1(satu)
    minggu bahkan hingga 1(satu) bulan.
-   Kendala yang dihadapi pada pelaksanaan ujicoba ini muncul tidak saja dari
    dalam, kendala dari luar yang menjadi penentu keberhasilan dan keberlanjutan
    ujicoba, juga muncul ketika program berjalan, yaitu belum adanya hukum yang
    jelas.
-   Aspek pembiayaan, merupakan kendala yang cukup penting an: diperhatikan.
    Ujicoba ini memerlukan biaya yang sangat besar (pengadaan sarana
    pengumpulan dan penyimpanan dan operasi pengelolaan).
-   Secara teknis, efektifitas ujicoba yang diukur dengan indikator banyaknya
    sampah B3 RT terkumpul, dapat dikatakan masih sangat rendah. Banyak faktor
    yang menentukannya, berdasarkan evaluasi faktor sosialisasi dinilai merupakan
    faktor utama.
-   Sosialisasi perlu dilakukan lebih khusus dengan sasaran seluruh kelompok
    strategis. Pelaksanaan ujicoba teknis operasi pengelolaan sebaiknya dilakukan
    setelah program sosialisasi berjalan. Sosialisasi harus diarahkan agar terbentuk
    kerjasama dan bagi peran yang tegas antar seluruh kelompok strategis. Dengan
    demikian, sistem terpadu yang di mulai sejak pengumpulan, pengangkutan,
    penyimpanan bahkan sampah pengolahan dapat dilakukan dengan lebih efisien.
-   Nilai positif yang telah diperoleh dengan melakukan ujicoba ini antara lain:
         Memperoleh data kuantitatif timbulan sampah B3 RT
        Memperoleh informasi tentang jenis dan karakteristik sampah B3 yang
        ditimbulkan dari aktifitas rumah tangga umumnya ,
        Memperoleh dasar-dasar teknik pengembangan sistim pengelolaan sampah
        B3 RT, mulai dari operasi pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan,
        Mendapat gambaran secara kuantitatif, besarnya beban pengelola sampah
        dalam melakukan pengelolaan, baik dari aspek teknis maupun dari aspek
        ekonomis,
         Data-data akurat yang diperoleh dapat menjadi informasi pendukung, untuk
        mendorong agar pihak yang berwenang terhadap pengelolaan limbah B3
        pada umumnya lebih memperhatikan masalah sampah B3 RT ini.




                                                                                 12
ASPEK PERAN SERTA MASYARAKAT


A. PENDAHULUAN

  Pembinaan masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah dengan melakukan
  perubahan bentuk perilaku yang didasarkan pada kebutuhan atas kondisi
  lingkungan yang bersih yang pada akhirnya dapat menumbuhkan dan
  mengembangkan peran serta masyarakat dalam bidang kebersihan.

  Perubahan bentuk perilaku masyarakat dapat terwujud perlu ada usaha
  membangkitkan masyarakat dengan mengubah kebiasaan sikap dan perilaku
  terhadap kebersihan/sampah tidak lagi didasarkan kepada keharusan atau
  kewajibannya, tetapi Iebih didasarkan kepada nilai kebutuhan.

  Untuk mengubah kebiasaan tersebut, maka diperlukan pembinaan terhadap
  peran serta masyarakat yang dilakukan secara menyeluruh (kalangan
  pemerintah, swasta, perguruan tinggi, dan masyarakat biasa) dan terpadu
  (pengelola dan seluruh masyarakat).

  Pembinaan terhadap peran serta masyarakat harus dilakukan secara terus
  menerus, terarah, terencana dan berkesinambungan, serta dengan melibatkan
  berbagai unsur terkait.

B. KONSEP DASAR

  Peran serta masyarakat dan sistem pengelolaan formal membentuk
  keseimbangan perilaku dalam sistem pengelolaan persampahan dan tidak
  mencampur-adukkan peran serta masyarakat kedalam peran institusi formal
  dalam aspek pengelolaan.

  Kebutuhan peran serta masyarakat tidak berarti dalam rangka menutupi
  kekurangan sistem formal. Peran serta masyarakat mempunyai proporsi peran
  tersendiri, demikian pula sistem formal pengelolaan sampah (LKMD, RT, RW).

C. KRITERIA PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT

  Kriteria yang perlu diperhatikan untuk menumbuhkan, mengembangkan, dan
  membina peran serta masyarakat adalah sebagai berikut :

  1. Untuk menumbuhkan, mengembangkan, dan membina peran serta
     masyarakat secara terarah diperlukan program yang dilaksanakan secara
     intensif dan berorientasi kepada penyebar luasan pengetahuan, penanaman
     kesadaran, peneguhan sikap dan pembentukan perilaku.

  2. Produk perancangan program diharapkan dapat membentuk perilaku sebagai
     berikut:
     − masyarakat mengerti dan memahami masalah kebersihan lingkungan
     − masyarakat turut serta secara aktif dalam mewujudkan kebersihan
         lingkungan
     − masyarakat bersedia mengikuti prosedur / tata cara pemeliharaan
         kebersihan


                                                                           1
−   masyarakat bersedia membiayai pengelolaan sampah
     −   masyarakat turut aktif menularkan kebiasaan hidup bersih pada anggota
         masyarkat lainnya
     −   masyarakat aktif memberi masukan ( saran-saran ) yang membangun


D. STRATEGI PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT

  Pengembangan peran serta masyarakat dibidang kebersihan diterapkan dengan
  pendekatan secara edukatif dengan strategi 2 tahap, yaitu pengembangan
  petugas dan pengambangan masyarakat.

  Kunci pengembangan petugas ialah keterbukaan, dan pengembangan komunikasi
  timbal balik ( unsur petugas sendiri, antara petugas dan atau masyarakat dan
  atau anggota masyarakat ), horizontal maupun vertikal.

  Kunci pengembangan masyarakat ialah pengembangan kesamaan persepsi,
  antara masyarakat dan petugas. Suatu komunikasi dikatakan berhasil, bila
  menimbulkan umpan balik dan pesan yang diberikan.

  Isi adalah informasi, penjelasan dan penyuluhan, sedangkan umpan balik berupa
  ketentuan masyarakat untuk memenuhi kewajiban (membayar retribusi,
  memelihara kebersihan lingkungan dan dukungan moril kepada petugas
  kebersihan).

  Penjabaran strategi peningkatan peran serta masyarakat:
  1. menyampaikan informasi, atau meneruskan informasi melalui media masa
  2. membujuk dan menghukum, bertujuan untuk mempengaruhi (kepercayaan,
     nilai, cara bertindak) pihak yang diajak berkomunikasi. Bila bujukan belum
     berhasil, dilakukan hukuman yang merupakan senjata terakhir untuk
     memaksa masyarakat berubah sikap.
  3. mengadakan dialog.

E. ASPEK YANG MENENTUKAN PERAN SERTA MASYARAKAT

  Peningkatan peran serta masyarakat relatif akan berhasil bila memperhatikan
  aspek
  aspek berikut:
  1. komunikasi, yang menumbuhkan pengertian yang berhasil
  2. perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh
     pengertian yang menumbuhkan kesadaran
  3. kesadaran, yang didasarkan kepada perhitungan dan pertimbangan
  4. antusiasme, yang menumbuhkan spontanitas
  5. adanya rasa tanggung jawab, terhadap kepentingan bersama.

F. PROGRAM PENINGKATAN

  Dalam penyusunan program peningkatan peran serta masyarakat dalam bidang
  persampahan, harus memuat komponen-komponen sebagai berikut:




                                                                             2
1. Teknis
a. Individual
   Peran serta masyarakat dapat dimulai dari skala individual rumah tangga
   yaitu dengan mereduksi timbulan sampah rumah tangga. Teknik reduksi
   sampah ini dikenal dengan nama metoda 3R (reduce, reuse, recycle).
   Sebagai contoh penerapan metoda 3R dalam kehidupan sehari-hari ,
   misalnya :

   1) Reduce
   − Untuk pembelian produk-produk, tidak perlu meminta bungkusan ganda,
       sudah masuk kardus tidak perlu dibungkus lagi dengan kertas, kemudian
       masuk ke dalam kantong plastik.
   − Memilih produk yang kemasannya cenderung menimbulkan sampah
       paling kecil / sedikit.

   2) Reuse
   − Menghindari pemakaian produk sekali pakai, misal dengan pemakaian
       baterai yang dapat diisi kembali (recharge), penggunaan pena / ballpoint
       yang dapat diisi lagi (refill).
   − Menggunakan kembali botol-botol tempat minyak atau bahan makanan.
   − Menggunakan wadah yang dapat dipakai berulang kali.

   3) Recycle
   − Memisahkan sampah basah ( organik, sampah dapur, sayur, sisa
       makanan ) dengan sampah kering (anorganik, kertas, plastik, botol ).
   − Menjual atau menyumbangkan barang-barang yang tidak dipakai, kepada
       orang yang memerlukan.
   − Pinjam meminjam atau sewa-menyewa barang-barang yang yang jarang
       pemakaiannya, seperti meja kursi pesta.

b. Kelompok
   Secara berkelompok (komunal), masyarakat dapat ikut berperan dalam
   pengelolaan sampah pengolahan sampah skala lingkungan, misalnya :

   1) Reduce
   − Memberi kemasan hanya untuk produk yang benar-benar memerlukan
       bungkus atau kemasan, dan menghindari pemberian bungkus sebagai
       penghias.
   − Menyediakan jaringan informasi dengan komputer, tanpa terlalu banyak
       kertas yang setelah dibaca akan dibuang.

   2) Reuse
   − Memakai halaman belakang kertas untuk surat-surat di kantor.
   − Membudayakan pemakaian kantong belanja yang dapat digunakan
       berulang-ulang.

   3) Recycle
   − Pendirian UDPK ( Usaha Daur Ulang Dan Pembuatan Kompos ) , yang
       akan sangat tinggi manfaatnya dalam mereduksi timbulan sampah.
   − Mengadakan tempat jual beli barang bekas.




                                                                             3
2. Pembiayaan
     Peran serta masyarakat dalam hal pembiayaan dipengaruhi oleh:
     a. Kemampuan masyarakat untuk membayar
     b. Kemauan untuk membayar tepat waktu
     c. Penerapan Perda tentang tarif

  3. Pemecahan masalah
     Masalah menipisnya peran serta masyarakat dipecahkan melalui :
     a. Penyuluhan: -memasyarakatkan Perda tentang kebersihan
                      -memasyarakatkan aset kebersihan
     b. Insentif memberikan potongan iuran/retribusi bagi pemilahan sampah di
        sumbernya
     c. Desinsentif : mengenakan denda bagi yang terlambat membayar iuran.

G. PENYULUHAN DAN BIMBINGAN

  Penyuluhan dan bimbingan masyarakat merupakan alternatif yang dapat
  dipergunakan untuk mengajak masyarakat bersama pemerintah dalam upaya
  kebersihan / menanggulangi persampahan yang merupakan salah satu aspek
  dari pembangunan nasional.

  1. Tujuan
      Tujuan penyuluhan dan bimbingan masyarakat dalam bidang persampahan
      adalah tercipta dan terbinanya suatu masyarakat dinamis yang berperan
      serta secara aktif dalam menanggulangi masalah kebersihan dilingkungannya.

     Dalam menentukan tujuan yang penting diketahui adalah:
     a. jelas
     b. realistis
     c. bisa diukur

     Tujuan penyuluhan terbagi kedalam tiga (3) bagian yaitu:
     a. tujuan jangka pendek, terciptanya suatu masyarakat yang mengerti,
        memahami akan masalah kebersihan
     b. tujuan jangka menengah, terciptanya suatu masyarakar yang mempunyai
        kesadaran akan kebersihan
     c. tujuan jangka panjang, terciptanya suatu masyarakat yang menjadikan
        kebersihan sebagai suatu kebutuhan.

  2. Sasaran
      Yang dimaksud dengan sasaran atau kelompok sasaran adalah individu
      ataupun kelompok yang akan diberi penyuluhan dan bimbingan. Sasaran
      yang diprioritaskan untuk dilakukan penyuluhan dan bimbingan masyarakat
      dalam bidang kebersihan dan persampahan adalah:
      a. Kelompok masyarakat yang kurang tanggap terhadap masalah
          kebersihan.
      b. Kelompok masyarakat yang masih memiliki dan mengikuti adat istiadat
          yang kurang mendukung upaya penanggulangan persampahan.
      c. Kelompok masyarakat yang masih keliru dalam praktek pelaksanaan
          kegotong¬royongan dalam kebersihan.
      d. Kelompok masyarakat yang secara sosiokultural bersifat menyendiri.




                                                                              4
e. Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran kegiatan / program / proyek
         bidang kebersihan.
      f. Kelompok masyarakat yang telah melaksanakan peran serta.

   3. Materi Penyuluhan
      Materi penyuluhan kebersihan, adalah semua bahan topik yang akan
      disampaikan kepada masyarakat penerima penyuluhan kebersihan.
      Pemilihan materi hendaknya disesuaikan dengan waktu, tempat, bentuk
      kegiatan, masyarakat yang dihadapi serta target/sasaran yang hendak
      dicapai.
      Topik atau materi yang disampaikan adalah :
      a. Pengertian sampah, jenis- jenis sampah
      b. Memberikan petunjuk tata cara pengelolaan berbagai jenis sampah
      c. Cara membuang dan memusnahkan sampah
      d. Dampak, ancaman bila sampah dibiarkan berserakan
      e. Pentingnya membuang sampah pada tempatnya
      f. Hubungan antara kebersihan dan kesehatan
      g. Peraturan perundang-undangan yang berlaku
      h. Menerangkan tentang kebersihan institusi kebersiha, keorganisasian dan
          manajemen, bentuk, jumlah personalia, luas wiiayah operasi, dan
          kapasitas pelayanannya
      i. Masalah persampahan yang sering dijumpai oleh masyarakat
      j. Pentingnya peran serta masyarakat dalam menanggulangi masalah
          kebersihan
      k. Jumlah biaya yang diperlukan dan sumber-sumbernya
      l. Retribusi, struktur tarif, dasar penyusunan kelas
      m. Alternatif peran serta masyarakat
      n. Pengelolaan komunal, swakelola dan sampah umum
      o. Saling mengingatkan antara sesama warga.

4. Metoda dan Teknik Penyuluhan
a. Metode Penyuluhan, metode yang dapat dipergunakan dalam penyuluhan
kebersihan:
   1) Metode persuasif dan motivatif, adalah metoda dalam melaksanakan tugas
       sebagai penyuluh kebersihan, memberikan pengertian dan ajakan serta
       pesan-pesan, didasarkan atas kesadaran dan keinsyafan.
   2) Metoda persuasif, selalu menjalin hubungan yang kuat atas dasar saling
       mengerti dan sating memberi bantuan serta dukungan antara penyuluh dan
       masyarakat sasaran
   3) Metoda partisipatif, selalu menempatkan masyarakat sasaran sebagai
       subyek/pelaku aktif.

b. Teknik Penyuluhan, adalah tata cara penyampaikan pesan-pesan penyuluhan
   kepada masyarakat yang menjadi sasaran penyuluhan. Teknik yang
   dipergunakan adalah penyuluhan lisan, tulisan dan penyuluhan peragaan.

   1) Penyuluhan lisan, cara penyampaiannya dalam bahasa lisan, yang terdiri atas
      penyuluhan lisan secara langsung dan lisan secara tidak langsung.
      Penyuluhan lisan secara langsung :
      • Penyuluh berhadapan langsung dengan kelompok penerima penyuluhan.
      • Tempat berlangsungnya kegiatan penyuluhan dipersiapkan terlebih dahulu.
      • Medianya adalah ceramah, khotbah, sarasehan / diskusi


                                                                               5
Penyuluhan lisan secara tidak langsung
        Penyuluh tidak berhadapan dengan kelompok penerima penyuluhan dalam
        tempat yang sama.
        Penerima penyuluhan tidak dipersiapkan terlebih dahulu pada suatu tempat
        tertentu.
        Medianya melalui siaraan radio (pidato, reportase, wawancara, sandiwara,
        obrolan, majalah udara, quis), melalui siaran televisi (sandiwara, reportase,
        wawancara, obrolan, slide).

   2) Penyuluhan tulisan
      Media penyuluhan dalam bahasa tulisan antara lain pembuatan brosur,
      leaflet, poster / pamflet.

   3) Penyuluhan peragaan kebersihan
      Media yang dipergunakan pameran            pembangunan             bidang
      kebersihan/persampahan. film, group kesenian tradisional (ludruk, lenong,
      calung, wayang, randai dan lain-lain).

c. Teknik Bimbingan Masyarakat
   Bimbingan masyarakat merupakan kegiatan lanjut dari penyuluhan kebersihan
   untuk memberikan arah dan cara melaksanakan upaya kebersihan, dengan
   kegiatan yang dapat dilakukan adalah :

   1) Pemberian Contoh
      Program percontohan dapat berupa pemberian contoh oleh pimpinan formal
      dan informal dengan melakukan kegiatan kebersihan.

   2) Pemberian hadiah
      Pemberian hadiah atau penghargaan atas prestasi kebersihan lingkungan
      dapat diberikan secara berjenjang mulai dari tingkat desa, kelurahan,
      kecamatan, kabupaten/kotamadya, propinsi, dan penghargaan tertinggi pada
      tingkat nasional (Adipura ).

   3) Pemberian kemudahan
      Penyediaan sarana dan prasarana yang memberikan kemudahan untuk
      pembuang sampah secara baik dan benar.

   4) Pendidikan
      Masalah kebersihan ditanamkan sejak kecil melalui pendidikan formal
      (disekolah) dan non formal (Pramuka, dirumah).

   5) Memperluas daerah bebas sampah

   6) Pemberian ancaman Pemberian ancaman dikaitkan dengan peraturan yang
      diterapkan dalam bentuk sangsi terhadap pelanggaran dan peraturan.




                                                                                   6
ASPEK MANAJEMEN
              (INSTITUSI, PERATURAN DAN PEMBIAYAAN)


A. KELEMBAGAAN

1. UMUM

  Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial perekonomian suatu kota,
  kompleksitas permasalahan sampahpun akan meningkat, seperti meningkatnya
  produksi sampah dari tahun ke tahun, menurunnya kualitas lingkungan
  perkotaan karena penanganan sampah yang kurang memadai, kebutuhan biaya
  operasi dan pemeliharaan yang terus meningkat tanpa diimbangi dengan
  penerimaan retribusi yang memadai, kesulitan mendapatkan lahan TPA, teknis
  pengoperasian prasarana dan sarana persampahan yang juga memadai dan lain-
  lain

  Keandalan institusi pengelola adalah hal penting dalam mengatasi permasalahan
  tersebut di atas. Dengan demikian maka institusi pengelola persampahan
  merupakan kunci pokok dalam suatu sistem pengelolaan persampahan, karena
  melalui aspek ini aktifitas pengelolaan dapat diatur sedemikian rupa untuk
  mencapai tujuan yang diinginkan.

  Organisasi pengelola sampah tersebut mempunyai tugas tidak hanya
  memberikan pelayanan kebersihan kota saja, tetapi juga mampu
  mengembangkan kapasitas dan potensi yang ada dalam rangka menciptakan
  kualitas lingkungan perkotaan yang bersih dan sehat.

  Hal-hal yang mempengaruhi kebutuhan akan bentuk institusi yang mengelola
  persampahan suatu kota adalah kategori kota, status kota dan jumlah penduduk.
  Makin besar suatu kota maka besaran produksi sampah yang harus dikelola akan
  makin banyak sehingga kebutuhan akan sarana prasarana persampahanpun akan
  meningkat. Kebutuhan dana otomatis juga meningkat sejalan dengan itu.
  Kompleksitas permasalahan akan semakin besar apabila tidak diimbangi dengan
  profesionalisme penanganan sampah.

  Mengacu pada kebijaksanaan dan strategi nasional pembangunan bidang
  persampahan serta ketentuan kelembagaan yang ada, yaitu Kepmendagri No.
  80/1994, bahwa institusi pengelola persampahan untuk kota metropolitan dan
  kota besar pada prinsipnya diarahkan menjadi Perusahaan Daerah Kebersihan
  atau Dinas Kebersihan Pola Maksimal atau Dinas Kebersihan Pola Minimal atau
  Suku Dinas Kebersihan (Pola Maksimal) atau Suku Dinas Pekerjaan Umum (Pola
  Minimal).

2. PERMASALAHAN

  Secara umum permasalahan yang ada pada instansi pengelola persampahan
  adalah sebagai berikut:

  a. Bentuk organisasi yang ada pada umumnya masih belum sesuai dengan
     ketentuan yang berlaku, terlalu sederhana, belum sesuai dengan




                                                                             1
kewenangan pelayanan yang dibutuhkan kecuali untuk beberapa kotamadya
       saja masih belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku
  b. Sebagian besar institusi pengelola persampahan adalah berbentuk Dinas,
     Suku Dinas atau Seksi dengan kewenangan yang terbatas
  c. Masih kurangnya kerjasama antara instansi terkait seperti dengan Dinas
     Pasar dalam hal keterpaduan pengumpulan sampah pasar, Dinas PU dalam
     hal pengangkutan sampah saluran/sungai, PLN/PDAM dalam hal penarikan
     retribusi dan kerjasama dengan masyarakat dalam hal pengumpulan dan
     pengolahan sampah yang dilaksanakan oleh RT/RW atau LKMD
  d. Struktur Organisasi kebanyakan belum sesuai dengan kapasitas dan beban
     kerja, belum menggambarkan siklus aktifitas tahapan pengelolaan, lingkup
     tugas belum jelas dan fungsi pembinaan masyarakt belum optimal
  e. Tata laksana kerja pada umumnya belum dinyatakan secara jelas, termasuk
     prosedur penarikan retribusinya, demikian pula pencatatan administrasi rutin
     sering tidak ada
  f.   Tenaga ahli terbatas, penempatan personil kurang terencana, pemanfaatan
       kurang seimbang serta jenjang karir yang tidak jelas
  g. Motivasi karyawan yang belum bersungguh, karena ada anggapan bahwa
     pekerjaan yang berkaitan dengan sampah adalah hal yang kurang
     bermanfaat dan kurang menarik.

  Permasalahan yang lebih spesifik khususnya yang berkaitan dengan masalah
  pengelolaan aset persampahan adalah sebagai berikut:
  a. Ketidakberhasilan pengelolaan UDPK di beberapa kota disebabkan oleh tidak
     adanya penugasan yang jelas terhadap upaya-upaya terobosan dalam
     pengurangan atau pemanfaatan sampah. Apabila pelaksanaan UDPK
     diserahkan kepada masyarakat, pada umumnya Pemda tidak melakukan
     pembinaan dan pengawasan yang memadai khususnya yang berkaitan
     dengan masalah pemasaran
  b. Kendala dalam pengoperasian TPA pada umumnya lebih didominasi masalah
     teknis dan biaya, kalaupun ada yang berkaitan dengan masalah organisasi
     adalah kurangnya tenaga yang terampil dalam meningkatkan kondisi TPA
     secara lebih memadai.

3. UPAYA PENINGKATAN

  Dalam rangka meningkatkan kinerja pengelolaan persampahan disuatu kota
  ditinjau dari aspek organisasi, ada beberapa alternatif yang perlu
  dipertimbangkan sebagai berikut:
  a. Peningkatan institusi secara menyeluruh sesuai dengan ketentuan
     Departemen Dalam Negeri (Keputusan Menteri Dalam Negeri No.80/1994
     tentang Struktur Organisasi Daerah Tingkat II dan Surat Keputusan Dalam
     Negeri No.52/1996 tentang Struktur Organisasi Pemerintah           Kota
     Administratif).
  b. Peningkatan struktur organisasi Dinas/Suku Dinas yang ada sebagai upaya
     transisi yang mengarah pada struktur organisasi yang sesuai dengan
     ketentuan tersebut diatas sebelum melakukan perubahan institusi secara



                                                                               2
menyeluruh. Peningkatan tersebut sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan
     teknis operasionalnya.
  c. Peningkatan kerja sama dengan instansi terkait dengan peran masing-masing
     yang lebih proporsional, seperti dengan Dinas Pasar, Dinas PU, PLN / PDAM,
     LKMD, Swasta dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan
  d. Peningkatan tata laksana kerja dari masing-masing unit organisasi secara
     lebih jelas, realistis dan terukur.
  e. Peningkatan kualitas personil melalui pelatihan baik yang diselenggarakan
     oleh Pemerintah Pusat, maupun oleh Pemerintah Daerah Tingkat I dibidang
     persampahan. Peningkatan kualitas personil ini sebaiknya dilakukan secara
     terencana dengan konsekuensi orang yang telah mengikuti pelatihan tidak
     dipindahkan ke bagian yang sama sekali tidak berhubungan dengan masalah
     pengelolaan persampahan. Pelatihan yang dapat diikuti adalah pelatihan
     untuk tingkat Kepala Dinas sampai kepada tingkat Pelaksana bahkan juga
     pelatihan tingkat lanjutan khusus untuk meningkatkan kualitas TPA.
  f. Peningkatan aspek organisasi yang berkaitan dengan pengelolaan aset
     persampahan seperti pada fasilitas pengolahan persampahan skala
     lingkungan (UDPK, Insinerator) adalah dengan memberikan kewenangan
     khusus pada salah satu seksi (seperti Seksi Kebersihan) untuk melaksanakan
     kegiatan operasional secara sungguh-sungguh (apabila UDPK dilaksanakan
     sendiri oleh Pemda) atau melaksanakan pembinaan termasuk pelatihan
     kepada masyarakat bila pengoperasian fasilitas tersebut dilakukan oleh
     organisasi masyarakat, artinya Pemda bertanggung jawab juga dalam
     masalah pengendaliannya.

B. PEMBIAYAAN

1. UMUM

  Aspek Pembiayaan dalam Sistem Pengelolaan Persampahan mempunyai peran
  penting dalam menjalankan roda operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana
  persampahan. Berbagai masalah penanganan sampah yang timbul pada
  umumnya disebabkan oleh adanya keterbatasan dana, seperti keterbatasan dana
  investasi peralatan, dana operasi dan pemeliharaan sehingga kualitas pelayanan
  sampah sangat ditentukan oleh harga satuan per meter 3 sampah. Besaran biaya
  satuan ini bahkan dapat digunakan sebagai indikator tingkat efisiensi atau
  keberhasilan pengelolaan sampah disuatu kota. Tanpa ditunjang dana yang
  memadai, akan sulit mewujudkan kondisi kota yang bersih dan sehat.

  Kebutuhan biaya pengelolaan sampah ini akan meningkat sejalan dengan tingkat
  pelayanan atau volume sampah yang harus dikelola. Pihak institusi pengelola
  persampahan dituntut untuk dapat merencanakan kebutuhan dana secara akurat
  setiap tahunnya agar roda pengelolaan dapat terus berjalan sesuai dengan
  tujuan utama, yaitu mewujudkan kota bersih dan sehat.

  Meskipun tanggung jawab pengelolaan persampahan sebenarnya ada pada pihak
  Pemda tingkat II (PP 14/1987), tetapi Pemerintah Pusat tetap memberikan
  bantuan sebagai wujud pembinaan. Sesuai dengan Kebijaksanaan dan Strategi
  Nasional Pembangunan bidang Persampahan, bahwa untuk mencapai target
  tingkat pelayanan 60 % - 80 % pada Pelita VI, Pemerintah Pusat telah



                                                                              3
memberikan bantuan proyek berupa peralatan pengumpulan, pemindahan,
  pengangkutan dan alat berat untuk TPA. Bantuan ini bersifat stimulan sehingga
  Pemda      diminta    untuk   dapat    mengoperasikan,     memelihara     dan
  mengembangkannya. Selain itu Pemerintah Pusat juga memberikan bantuan
  teknis berupa Studi/Perencanaan dan Pedoman Teknis serta bantuan Pelatihan.

  Pada saat ini kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dalam
  mengembangkan sistem pengelolaan sampah adalah tidak saja dana investasi
  yang terbatas tetapi juga keterbatasan biaya investasi, operasi dan pemeliharaan
  sarana dan prasarana persampahan tersebut, sehingga optimalisasi penggunaan
  peralatan yang ada kurang memadai.

2. PERMASALAHAN

  Pada umumnya permasalahan yang berkaitan dengan aspek pembiayaan adalah
  sebagai berikut :
  a. Adanya keterbatasan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
     yang dialokasikan untuk kegiatan pengelolaan persampahan baik untuk
     investasi maupun biaya operasi dan pemeliharaan.
  b. Realisasi penarikan retribusi masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh
     metoda penarikan yang belum memadai, kurangnya kesadaran masyarakat,
     serta kurangnya perhatian Pemerintah Daerah. Hasil penarikan retribusi tidak
     seluruhnya dapat dialokasikan untuk biaya pengelolaan persampahan.
  c. Kurang siapnya sistem penarikan retribusi termasuk kesiapan aparat
     pelaksana dalam memberikan pelayanan yang memadai
  d. Adanya kesan double retribusi yang sebenarnya adalah iuran pengumpulan
     sampah dan retribusi pengangkutan sampah (dari TPS ke TPA). Hal tersebut
     disebabkan karena kurangnya sosialisasi kepada masyarakat.
  e. Besarnya tarif retribusi masih belum didasarkan pada tingkat kemampuan
     membayar masyarakat maupun besaran volume sampah yang dihasilkan oleh
     setiap penghasil sampah.
  f.   Sumber dana alternatif seperti dana masyarakat, hibah, pinjaman lunak
       maupun peran serta swata belum digali secara optimal.

  Selain hal-hal tersebut diatas, contoh permasalahan yang berkaitan dengan biaya
  pengelolaan aset persampahan adalah sebagai berikut :
  a. Keterbatasan biaya pemeliharaan gerobak sering mengakibatkan gerobak
     rusak (tidak terpakai) sebelum umur teknisnya habis.
  b. Pengoperasia truck yang tidak efisien seperti penggunaan secara door to
     door, ritasi yang rendah ( < dari 3 rit / hari), tidak memiliki rute yang jelas,
     volume angkutan yang tidak sesuai dengan kapasitas truck dan lain-lain
     menyebabkan peningkatan biaya operasi dan pemeliharaan.Transfer Depo
     yang ada tidak dimanfaatkan, sehingga pola pengumpulan sampahnya
     menggunakan pola pengumpulan langsung dengan truk. Pola ini selain tidak
     efisien juga sangat mahal.
  c. Pihak pengelola UDPK menghadapi kesulitan dalam memasarkan produk
     komposnya, sehingga pendapatannya tidak dapat menutupi biaya operasi dan
     pemeliharaan.


                                                                                   4
d. Terbatashya biaya operasi dan pemeliharaan TPA, terutama dalam hal
     penyediaan biaya untuk tanah penutup dan pengoperasian alat berat.
  e. Besarnya biaya pengoperasian Insinerator disebabkan karena banyaknya
     bahan bakar yang digunakan untuk membakar sampah (nilai kalor sampah
     rendah dan kadar air sampah tinggi).

3. UPAYA PENINGKATAN

  Dalam rangka meningkatkan efisiensi pengelolaan persampahan, diperlukan
  langkah kongkrit terutama dari segi pembiayaannya, yaitu peningkatan alokasi
  biaya operasi dan pemeliharaan sesuai dengan kebutuhan serta menggali dana
  dari masyarakat secara optimal melalui perbaikan sistem retribusi.

  a. Kebutuhan Biaya Operasi dan Pemeliharaan (OIP) Aset
     Persampahan
     Untuk dapat menyusun rencana biaya operasi dan pemeliharaan Aset
     Persampahan, perlu diketahui komponen pembiayaannya itu sendiri serta
     perkiraan besarnya masing-masing komponen tersebut. Dengan perkiraan
     tersebut serta adanya potensi dana masyarakat, dapat diperkirakan berapa
     sebenarnya subsidi yang diperlukan guna penanganan operasi dan
     pemeliharaan tersebut. Biaya operasi dan pemeliharaan adalah biaya yang
     dibutuhkan untuk keperluan rutin, meliputi kebutuhab gaji upah, kebutuhan
     biaya operasi kendaraan (bahan bakar, oli dan lain-lain), kebutuhan biaya
     perawatan dan perbaikan (service, suku cadang dan lain-lain), pendidikan
     dan latihan rutin, pengendalian serta administrasi kantor / lapangan.

     Komponen struktur pembiayaan menurut tahap pengelolaan adalah sebagai
     berikut :

     1). Biaya O/P Pewadahan
         Pada tahap pewadahan, biaya investasi dan pemeliharaannya disarankan
         dilakukan oleh masyarakat sendiri sebagai bentuk peran serta
         masyarakat.

     2). Biaya O/P Pengumpulan
         Biaya operasional dan pemeliharaan pengumpulan terdiri dari :
         − Biaya upah penarik gerobak
         − Biaya perlengkapan kerja seperti baju seragam, sepatu kerja dan lain-
         lain
         − Tunjangan kesehatan dan kesejahteraan
         − Biaya penggantian ban dan perbaikan gerobak

     3). Biaya O/P Pemindahan (Transfer Depo)
         Biaya operasional dan pemeliharaan pemindahan sampah terdiri dari :
         − Biaya upah personil
         − Biaya listrik dan air
         − Biaya peralatan penunjang
         − Biaya perawatan bangunan

     4). Biaya O/P Pengangkutan
         Biaya operasional dan pemeliharaan pengangkutan adalah :
         − Biaya personil (gaji / upah) untuk sopir dan crew


                                                                               5
−   Biaya operasi (bahan bakar, oil)
      −   Biaya peralatan bantu seperti baju seragam, sepatu kerja, sapu sekop
          dan lain-lain
      −   Biaya perawatan kendaraan seperti pencucian, pelumasan,
          penggantian ban, perbaikan dan lain-lain.

   5). Biaya O/P UDPK
       Biaya operasional dan pemeliharaan UDPK adalah :
       − Biaya personil (gaji/upah)
       − Biaya operasi (air, listrik dan lain-lain)
       − Biaya perlengkapan kerja seperti baju seragam, sepatu kerja, sekop,
           Biaya pengepakan kompos
       − Biaya perawatan bangunan UDPK

   6). Biaya O/P Insinerator
       Biaya operasi dan pemeliharaan Insinerator terdiri dari :
       − Biaya gaji/upah
       − Biaya bahan bakar
       − Listrik
       − Biaya perwatan bangunan Insinerator

   7). Biaya O/P TPA
       Biaya operasional dan pemeliharaan TPA meliputi :
       − Biaya personil (petugas TPA dan operator alat berat)
       − Biaya bahan bakar alat berat
       − Biaya perawatan alat berat seperti pelurasan, pergantian suku.
           cadang, dan lain-lain
       − Biaya penutupan tanah (tanah penutup)
       − Biaya penyemprotan insektisida
       − Biaya reklamasi lahan dan penghijauan di bekas TPA
       − Biaya perawatan dan perbaikan fasilitas TPA (jalan masuk, kantor,
           saluran drainase, ventilasi gas, pengolahan lindi dan lain-lain) Listrik,
           air dan lain-lain

b. Peningkatan Retribusi

   Dalam rangka melaksanakan pola pembiayaan cost recovery, upaya
   peningkatan biaya operasi dan pemeliharaan harus diikuti dengan perbaikan
   sistem penarikan retribusi. Perbaikan tersebut meliputi perbaikan tarif dan
   pola penarikan retribusi. Kedua hal tersebut akan sangat mendukung dalam
   penyediaan biaya pengelolaan persampahan suatu kota.

   1). Tarif Retribusi.
   Retribusi merupakan salah satu bentuk nyata partisipasi masyarakat didalam
   membiayai program pengelolaan persampahan. Retribusi harus disiapkan
   dengan seksama serta mempunyai landasan yang kokoh, agar masyarakat
   dapat menerima kenyataan bahwa untuk hidup sehat diperlukan biaya dan
   masyarakat dapat percaya bahwa uang yang dibayarnya benar-benar
   digunakan untuk pengelolaan persampahan

   Komponen yang perlu diperhatikan dalam menyiapkan penentuan tarif.
   retribusi adalah sebagai berikut :


                                                                                  6
−   Kebutuhan biaya pengelolaan per tahun
−   Tingkat pelayanan / jumlah sampah yang dikelola
−   Jumlah timbulan sampah masing-masing sumber
−   Pengelompokan wajib retribusi
−   Pola subsidi silang
−   Kemampuan Pemda mensubsidi
−   Kemampuan dan kemauan masyarakat membayar retribusi (ditinjau dari
    tingkat penghasilan masyarakat berpendapatan tinggi, menengah dan
    rendah serta urgensi pelayanan yang dituntut oleh masyarakat)

Pengelompokan wajib retribusi harus memperhatikan jenis aktifitas atau
usaha apakah bersifat komersial atau sosial, dapat juga dilakukan
pengelompokan kualitas seperti kelas atas, menengah dan rendah.
Pengelompokan tersebut terdiri dari :
− Kelompok Perumahan
− Kelompok Komersial (toko, pasar, salon, bioskop, hotel, restoran dan lain-
   lain)
− Kelompok Fasilitas umum (perkantoran, sekolah, rumah sakit dan lain-
   lain)
− Kelompok Fasilitas sosial (tempat ibadah, panti asuhan dan lain-lain)

Pembedaan kelompok dan kelas tersebut didasarkan pada keinginan
menerapkan konsep subsidi silang antar wajib retribusi, dengan prinsip
produsen mensubsidi konsumen ataupun status ekonomi kuat mensubsidi
yang lemah.

Konsep subsidi silang adalah :
− Mensubsidi, berarti tarif retribusi lebih besar dari rata-rata biaya satuan
− Netral, berarti retribusi sama dengan rata-rata biaya satuan Disubsidi,
   berarti retribusi lebih kecil dari rata-rata biaya satuan

Langkah-Iangkah perhitungan retribusi :
− Tentukan jumlah penduduk kota
− Tentukan jumlah penduduk yang dilayani
− Tentukan pendapatan rata-rata rumah tangga per bulan (tinggi,
   menengah dan rendah)
− Tentukan timbulan sampah tiap sumber yang dilayani
− Tentukan biaya pengelolaan per tahun
− Tentukan efisiensi retribusi tertagih
− Tentukan jumlah bobot pada masing-masing pelanggan (pembobotan
   digunakan untuk subsidi silang). Pembobotan untuk pemukiman
   didasarkan pada pendapatan per KK dan untuk non permukiman
   didasarkan pada perperkiraan volume sampah per klasifikasi sumber.
   Untuk kelompok komersil disetarakan dengan goVngan perumahan tinggi,
   fasilitas umum setara dengan golongan menengah dan fasilitas sosial
   setara dengan golongan perumahan rendah.
− Tentukan tarif dasar dengan cara :

    Tarif dasar = Biaya penqelolaan per bulan x 100 % (atau 80 %)
                     Jumlah bobot retribusi
−   Besarnya tarif retribusi dihitung dengan cara : tarif dasar dikaiikan
    dengan masing-masing bobotnya.


                                                                           7
2). Pola Penarikan Retribusi
Metoda yang digunakan dalam penarikan retribusi adalah sebagai berkut:
− Penarikan retribusi secara mandiri
    Penarikan retribusi dilakukan langsung oleh petugas dari organisasi
    pengelola sampah.

−   Bekerja sama dengan organisasi lain
    Ada beberapa bentuk kerja sama, yaitu :
    1. Kerja sama dengan RT/RW dan Kelurahan, caranya dikaitkan dengan
       iuran keamanan
    2. Kerja sama dengan PLN, dikaitkan dengan sistem pembayaran
       rekening listrik. Pembayaran listrik dapat dilakukan setelah
       mamperlihatkan tanda bukti pembayaran retribusi sampah. Loket
       pembayaran dapat dilakukan di Bank, Kelurahan atau loket PLN.
    3. Kerja sama dengan PDAM, dikaitkan dengan sistem pembayaran
       rekening air sepert halnya dengan PLN.




                                                                     8
PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU BERBASIS MASYARAKAT


1. Pendahuluan

  Sampah pada dasarnya dihasilkan oleh atau merupakan konsekuensi dari adanya
  aktifitas manusia. Hukum termodinamika kedua menyatakan bahwa hakikatnya
  proses perubahan materi atau proses produksi apapun tidak ada yang berjalan
  effisien 100 persen. Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau
  sampah yang jumlah dan volumenya sebanding dengan tingkat konsumsi kita
  terhadap barang atau material yang kita gunakan sehari – hari. Demikian juga
  dengan jenis sampah, sangat tergantung dari gaya hidup dan jenis material yang
  kita konsumsi.

  Berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana tercantum dalam buku infrastruktur
  Indonasi (Bappenas, 2003), pada tahun 1995 perkiraan timbulan sampah di
  Indonesia mencapai 22,5 juta ton, dan meningkat lebih dua kali lipat pada tahun
  2020 menjadi 53,7 juta ton. Sementara di kota besar di Indonesia diperkirakan
  timbulan sdampah perkapita berkisar antara 600 – 830 gram per hari. Sebagai
  ilustrasi betapa besarnya timbulan sampah yang dihasilkan, data beberapa kota
  besar di Indonesia dapat menjadi rujukan. Kota Jakarta setiap hari menghasilkan
  timbulan sampah sebesar 6.2 ribu ton, kota Bandung sebesar 2.1 ribu ton, Kota
  Surabaya sebeasar 1.7 ribu ton, dan kota Makasar 0.8 ribu ton (Damanhuri,
  2002). Jumlah tersebut membutuhkan upaya yang tidak sedikit dalam
  penanganannya.

  Kompleksitas penanganan persampahan semakin meningkat seiring dengan
  berkembangnya suatu kota, dalam hal ini sentralisasi kegiatan ekonomi maupun
  meluasnya wilayah perkotaan.

  Sentralisasi ini akan meningkatkan aktivitas ekonomi maupun meluasnya wilayah
  perkotaan.sentralisasi ini akan meningkatkan aktivitas ekonomi, yang menarik
  para pendatang lebih banyak dan menambah jumlah penduduk kota, sehingga
  kota akan menghadapi problem volume dan jenis sampah yang semakin
  meningkat. Perkembangan kota yang meluas akan menghadirkan tantangan
  bagi Pemerintah Kota dalam menyelenggarakan pelayanan yang mampu
  menjangkau seluruh lokasi permukiman secara efektif dan efisien.

  Untuk kota-kota besar dan metropolitan, persoalan menjadi semakin serius bila
  sudah menyentuh perencanaan lokasi bagi prasarana dan sarana pengolahan
  sampah, berkait dengan kelangkaan tanah diperkotaan, penolakan warga
  disekitar lokasi yang direncanakan, pembiayaan serta perlunya mekanisme
  kerjasama antar kota. Berdasarkan data diatas diperkirakan kebutuhan lahan TPA
  di Indonesia pada tahun 1995 adalah 675 Ha, dan meningkat menjadi 1.610 Ha
  pada tahun 2020.

  Berbeda dengan di daerah pedesaan dimana lahan yang tersedia masih luas dan
  sampahnya kebanyakan bersifat degradable atau mudah terurai sehingga
  persoalan sampah belum dipandang sebagai suatu problem, maka di perkotaan
  masalah persampahan merupakan sebuah tantangan yang akan menentukan
  sustainaibility lingkungan suatu kota. Kegagalan menangani problem
  persampahan ini akan meningkatkan resiko warga kota berhadapan dengan


                                                                               1
berbagai macam penyakit yang akan meningkatkan biaya sosisal untuk
  kesehatan. Selain itu sampah yang dibuang ke sungai dan saluran pembuangan
  berpotensi menimbulkan banjir. Kelompok pertama yang paling dirugikan adalah
  masyarakat miskin. Alasan tersebut menyebabkan Pemerintah Kota berkewajiban
  menyediakan sistem pengolahan sampah yang efektit, efisien dan terjangkau.

  Dalam visi kota yang berkelanjutan, manajemen persampahan yang terintegrasi
  akan mencakup klasifikasi limbah ke dalam organik dan non-organik, beracun
  dan tidak beracun, limbah buangan, limbah daur ulang dan kompos, dengan
  penekanan utama opersionalisasi prinsip-prinsip reduce, reuse, dan recycle (3R).
  Pengomposan sudah banyak dilakukan atau banyak dibicarakan dan
  direncanakan untuk dilakukan namun baru terlaksana dalam jumlah yang sangat
  terbatas.

  Di sisi lain dari manajemen sampah perkotaan, masyarakat telah melihat bahwa
  TPA yang ada tidak dikelola dengan baik. Operasional TPA secara open dumping
  masih dijalankan di hampir semua TPA di Indonesia. Disamping itu, masih terjadi
  pembakaran sampah untuk mengurangi timbunan sampah, dan tidak
  terkelolanya gas metan yang di hasilkan oleh timbunan sampah. Hal ini
  sebenarnya sangat bertentangan dengan semangat Protokol Kyoto yang telah
  diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, dimana pengurangan gas metan menjadi
  salah satu persyaratan . masalah lain yang timbul akibat pengelolaan TPA yang
  tidak persyaratan diantaranya adalah timbulnya bau, menurunnya kualitas air
  akibat pembuangan sampah ke sungai, merembesnya air lindi dari TPA ke air
  tanah dangkal dan air permukaan, pencemaran udara serta merebaknya dioxin
  yang bersifat karsinogen.

  Kesadaran masyarakat akan kebersihan sudah baik, tetapi baru terbatas hanya
  pada lingkungan kecil saja khususnya rumah. Rumah memang bebas dari
  sampah tetapi sampah tersebut tidak dibuang pada tempatnya yang benar
  seperti ke selokan, sungai, bahkan halaman kosong milik tetangga. Fenomena
  peduli kebersihan dalam lingkungan sendiri semata yang tergambar dalam
  fenomena NIMBY (Not In My Back Yard) sangat terasa disini.

  Jaka dibandingkan dengan kesediaan membayar pelayanan air minum, maka
  kesediaan membayar pengelolaan sampah relatif lebih rendah. Ini terjadi karena
  masyarakat tidak mengetahui sebenarnya seperti apa pengelolaan sampah itu
  berlangsung. Rendahnya tingkat pengorbanan masyarakat untuk memberikan
  kontribusinya berbanding terbalik dengan jumlah timbunan sampah, karenanya
  perlu dicari cara dan metoda yang tepat agar masyarakat tertarik dan mau
  bertanggung jawab dalam memecahkan permasalahan sampah yang ada
  disekitarnya salah satunya adalah dengan program pengelolaan sampah terpadu
  berbasis masyarakat.

2. Pengertian

  Pengelolaan Sampah Terpadu berbasis masyarakat adalah suatu pendekatan
  pengelolaan sampah yang didasarkan pada kebutuhan dan permintaan
  masyarakat, direncanakan, dilaksanakan (jika feasible), dikontrol dan dievaluasi
  bersama masyarakat.




                                                                                2
Dalam pengertian ini pemeran (penguasa, kekuatan) utama dalam pengelolaan
  sampah adalah masyarakat. Bukan pemerintah atau lembaga lainnya seperti LSM
  dan lain – lain. Pemerintah dan lembaga lainnya hanyalah sebagai motivator dan
  fasilitator.

  Fungsi motivator adalah memberikan dorongan agar masyarakat siap
  memikirkan dan mencari jalan keluar terhadap persoalan sampah yang mereka
  hadapi. Tetapi jika masyarakat belum siap, maka fungsi pemerintah atau
  lembaga lain adalah menyiapkan terlebih dahulu. Misalnya dengan melakukan
  pelatihan, study banding dan memperlihatkan contoh – contoh program yang
  sukses dan lain – lain.

  Fungsi fasilitator adalah memfasilitasi masyarakat untuk mencapai tujuan
  pengelolaan sampah secara baik dan berkesinambungan. Jika masyarakat
  mempunyai kelemahan dibidang teknik pemilahan dan pengomposan maka tugas
  fasilitator adalah memberikan kemampuan masyarakat dengan berbagai cara
  misalnya dengan memberikan pelatihan, begitu juga jika masyarakat lemah
  dalam hal pendanaan, maka tugas fasilitator adalah membantu mencari jalan
  keluar agar masyarakat mampu mendapat pendanaan yang dibutuhkan, tetapi
  harus dilakukan secara hati – hati jangan sampai membuat masyarakat
  tergantung.

3. Mengapa Berbasis Masyarakat

  Produsen sampah utama adalah masyarakat, sehingga mereka harus
  bertanggung jawab terhadap sampah yang mereka produksi (poluters must pay).

  Konsep penangan sampah yang baik adalah penanganan sampah yang dimulai di
  sumber. Semakin dekat dengan sumbernya maka semakin besar rasa memiliki
  (sense of belonging) dan rasa tanggung jawab orang untuk mengelola
  sampahnya. Misalnya jika sampah desa A dibuang ke desa B, secara sosial pasti
  akan ada penolakan oleh desa B, karena desa B tidak mempunyai sense of
  belonging terhadap sampah dari desa A. Oleh karena itu lebih baik sampah desa
  A dibuang dan dikelola sendiri oleh desa A.

  Sumber sampah yang berasal dari masyarakat,            sebaiknya dikelola oleh
  masyarakat yang bersangkutan agar mereka bertanggung jawab terhadap
  sampahya sendiri, karena jika dikelola oleh pihak lain biasanya mereka kurang
  bertanggung jawab bahkan cenderung destruktif.

  Intinya adalah bagaimana mengarahkan kekuatan masyarakat (social
  capital) untuk memecahkan masalah sampah. Bukan untuk melawan
  program pengelolaan sampah. Sebab tidak jarang ditemukan program
  – program yang baik untuk masyarakat, karena tidak melibatkan
  masyarakat dihalangi, ditolak dan dirusak sendiri oleh masyarakat.

  Disamping itu kemampuan pemerintah baik dari sisi manajemen dan pendanaan
  masih sangat terbatas, misalnya kemampuan pemda kabupaten Tangerang
  dalam mengelola sampah hanya sebesar 30 persen. Jika tanggung jawab sampah
  hanya diserahkan pada pemerintah maka mustahil permasalahan sampah dapat
  terselesaikan secara baik dan berkelanjutan.




                                                                              3
Berbasis masyarakat bukan berarti dalam pengoperasiannya selalu harus
  dilakukan oleh masyarakat, tetapi boleh juga dilakukan oleh lembaga atau badan
  profesional yang mampu dan diberi mandat oleh masyarakat. Yang penting
  adalah apa yang layak dan realistis dilakukan untuk memecahkan masalah
  sampah yang dihadapi oleh masyarakat trersebut. Misalnya kalau secara realistis
  masyarakat tidak mampu dari sisi waktu dan manajemen untuk mengoperasikan
  maka jangan diserahkan pengeoperasiannya pada masyarakat. Lebih baik
  masyarakat didorong untuk mencari dan menunjuk lembaga profesional atau
  perorangan yang mampu dan dipercaya untuk mengoperasikan.

4. Bagaimana Pelaksananaannya

  Dalam pelaksanaannya, pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat
  sangat beragam tergantung siapa yang mengambil inisistif, ditingkat mana kita
  mulai dan siapa saja (stakeholders) yang dilibatkan.

  Jika inisiatif datang dari LSM biasanya dimulai dari penentuan calon lokasi,
  kemudian dilanjutkan dengan proses berikutnya. Namun jika inisiatif datang dari
  pemerintah pusat, maka tahapannya tentu lebih panjang.

  Misalnya, jika inisiatifnya datang dari pemerintah pusat biasanya, ada beberapa
  tahapan yang biasa dilakukan antara lain: (1).          Penentuan Calon Pemda
  (longlist). (2). Sosialisasi dan promosi program kepada pemerintah daerah.
  (3). Seleksi pemerintah daerah yang berminat (short list). (4). Penentuan calon
  lokasi masyarakat (long list lokasi masyarakat), (5). Sosialisasi ke masyarakat,
  (6). Seleksi masyarakat (short list masyarakat), (7). Pembentukan kelompok
  masyarakat. (8) Pelatihan dan Penyusunan rencana kerja masyarakat. (9).
  Pelaksanaan program, monitoring dan evaluasi program pada berbagai tingkatan
  (ditingkat masyarakat, ditingkat pemda dan ditingkat nasional).

  Penentuan calon pemda, biasanya didasarkan pada beberapa kriteria misalnya
  urgensi persoalan sampah yang ada, kemampuan APBD serta kerjasama.

  Sosialisasi kepada Pemda biasanya lebih ditekankan pada pemecahan masalah
  persampahan yang ada dikota tersebut, serta memperkenalkan pendekatan
  berbasis masyarakat, keuntungan dan kerugiannya, prosedur dan mekanisme
  pendanaannya baik sumber maupun sistem pencairan dana. Disamping itu
  diperkenalkan pula contoh – contoh praktek unggulan yang pernah dan sedang
  dilaksanakan.

  Dalam pelaksanaan program berbasis masyarakat umumnya pemda terbentur
  pada kepres no 80 atau yang sudah diperbaharui tentang sistem pengadaan
  barang dan jasa pemerintah. Karena sampai saat ini belum ada pedoman umum
  tentang pelaksanaan proyek yang berbasis masyarakat, terutama yang nilainya
  diatas Rp 50 juta ke atas. Hal ini tentunya menjadi bahan diskusi dan pemikiran
  semua pihak dimasa mendatang. Walaupun begitu, program – program
  pembangunan yang berbasis masyarakat sudah banyak juga yang terlaksana,
  misalnya saja program SANIMAS, sanitasi berbasis masyarakat.

  Dalam seleksi pemda biasanya disusun suatu kriteria untuk menetapkan pemda
  yang berhak ikut dalam program tersebut, biasanya dilihat dari urgensi,




                                                                                4
permasalahan sampah yang dihadapi, kesediaan pemda untuk berkontribusi dan
keseriusan pemda untuk memecahkan masalah tersebut dan lain – lain.

Penentuan calon lokasi masyarakat biasanya ditentukan oleh pemda berdasarkan
pada kepadatan penduduk dan permasalahan sampah yang dihadapi, dan
kesediaan . Umumnya didaerah kumuh dan miskin.

Setelah ditentukan calon lokasi, maka beberapa pemimpin formal dan informal
dari calon lokasi tersebut diundang oleh pemda untuk diinformasikan tentang
rencana pemda dalam program penanganan sampah. Dalam kesempatan ini
diperkenalkan tentang kondisi persampahan yang ada. sistem penanganannya,
keuntungan dan kerugiannya, teknologi yang diterapkan,        kriteria calon
masyarakat yang bisa ikut dalam program dan lain – lain.

Dalam seleksi masyarakat biasanya disusun suatu kriteria antara lain:
ketersediaan lahan untuk pengolahan sampah, adanya kelompok yang siap
bertanggung jawab, kesiapan masyarakat untuk berkontribusi (minimal pada
saat operasi dan maintenance) dan lain – lain.

Setelah masyarakat diseleksi maka dilakukan pembentukan kelompok yang
difasilitasi oleh fasilitator dari LSM dan atau Pemda. Ditetapkan pengurus (ketua,
sekretaris, bendahara) dan anggota, serta disusun anggaran dasar kelompok.

Didalam kelompok didiskusikan segala hal antara lain mengenai hak dan
kewajiban kelompok. Alternatif teknologi yang akan digunakan, alternatif
pengorganisasian, alternatif sumber dan pengelolaan keuangan, Alternatif
penyebaran informasi program dan lain – lain.

Semua hal yang didiskusikan didalam kelompok kemudian dituangkan dalam
rencana kerja kelompok masyarakat atau yang sering dikenal dengan rencana
kerja masyarakat.

Rencana kerja masyarakat biasanya terdiri dari DED (detail engineering desain),
RAB (rencana anggaran biaya) dan schedule pelaksanaan. Rencana kerja harus
disetujui dan ditandatangani oleh pihak pihak yang bekerjasama.

Setelah rencana kerja disusun maka dilaksanakan kegiatan konstruksi
pembangunan tempat pegolahan sampah terpadu (jika opsi ini dipilih). Sebagai
sarana pengurangan (reduce), penggunaan kembali (reuse) dan daur ulang
(recycleable).

Setelah dilaksanakan kontruksi dan pengoperasian maka dilakukan           kontrol
(monitoring) dan evaluasi. Biasanya untuk 3 bulan pertama evaluasi dilakukan
secara intensif, minimal satu kali perminggu, namun setelah itu frekuensinya bisa
dikurangi bisa menjadi satu bulan sekali, tergantung pada kebutuhan lapangan.

Hal yang cukup penting dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah
melakukan survey kepuasan pengguna (user satisfactory survey), hal ini biasanya
dilakukan setahun sekali. Untuk melakukan survey dapat bekerjasama dengan
mahasiswa yang sedang dan akan membuat skripsi.




                                                                                5
5. Siapa saja yang dilibatkan

   Program pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat perlu melibatkan
   semua pihak yang terkait dan berkepentingan (stakeholders). Tetapi harus hati –
   hati sebab jika terlalu banyak yang terlibat bisa terjadi lebih banyak diskusi
   daripada bekerja. Perlu dilakukan analisa yang tepat mengenai fungsi dan peran
   stakeholder.

   Di Pemda perlu ada leading sektor yang bisa mengkoordinasikan dan memimpin
   program.

   Karena programnya berbasis masyarakat maka perlu ada fasilitator handal yang
   mampu memfasilitasi baik secara teknik maupun sosial. Biasanya teman – teman
   LSM mempunyai kemampuan dibidang ini.

6. Darimana Sumber Pembiayaannya

   Sumber pembiayaan program pengelolaan sampah terpadu berasal dari patungan
   (share) dari berbagai pihak terutama dari masyarakat dan pemerintah daerah.
   Masyarakat biasanya hanya mapu berkontribusi antara 2 – 4 persen untuk
   investasi, dan 100 persen pada tahap operasi dan perawatan. Selebihnya
   merupakan dana pemda dan atau pemerintah pusat, swasta dan atau donor
   (jika ada).

   Program pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat merupakan sinergi
   kekuatan dana dari pemerintah daerah dipadukan dengan kekuatan sosial
   masyarakat (social capital) serta kekuatan teknologi dari para ahli (LSM,
   Universitas, konsultan dll).




                                                                                6
TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR


A. UMUM

1. Pengertian TPA

  Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai
  tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber,
  pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.

  TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak
  menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya diperlukan
  penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat
  dicapai dengan baik.

  Selama ini masih banyak persepsi keliru tentang TPA yang lebih sering dianggap
  hanya merupakan tempat pembuangan sampah. Hal ini menyebabkan banyak
  Pemerintah Daerah masih merasa saying untuk mengalokasikan pendanaan bagi
  penyediaan fasilitas di TPA yang dirasakan kurang prioritas disbanding dengan
  pembangunan sektor lainnya.

  Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara alamiah dengan
  jangka waktu panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat,
  sementara yang lain lebih lambat; bahkan ada beberapa jenis sampah yang tidak
  berubah sampai puluhan tahun; misalnya plastik. Hal ini memberikan gambaran
  bahwa setelah TPA selesai digunakanpun masih ada proses yang berlangsung
  dan menghasilkan beberapa zat yang dapat mengganggu lingkungan. Karenanya
  masih diperlukan pengawasan terhadap TPA yang telah ditutup.

2. Metoda Pembuangan Sampah

  Pembuangan sampah mengenal beberapa metoda dalam pelaksanaannya yaitu:

  a. Open Dumping
     Open dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan
     sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi; dibiarkan
     terbuka tanpa pengamanan dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh.
     Masih ada Pemda yang menerapkan cara ini karena alasan keterbatasan
     sumber daya (manusia, dana, dll).

     Cara ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi
     pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkannya seperti:
     − Perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dll
     − Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan
     − Polusi air akibat banyaknya lindi (cairan sampah) yang timbul
     − Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor

  b. Control Landfill
     Metoda ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara
     periodik sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk
     mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam


                                                                              1
operasionalnya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk
      meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA.

      Di Indonesia, metode control landfill dianjurkan untuk diterapkan di kota
      sedang dan kecil. Untuk dapat melaksanakan metoda ini diperlukan
      penyediaan beberapa fasilitas diantaranya:
         Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan
         Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan
         Pos pengendalian operasional
         Fasilitas pengendalian gas metan
         Alat berat

   c. Sanitary Landfill
      Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara internsional
      dimana penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan
      yang timbul dapat diminimalkan. Namun demikian diperlukan penyediaan
      prasarana dan sarana yang cukup mahal bagi penerapan metode ini sehingga
      sampai saat ini baru dianjurkan untuk kota besar dan metropolitan.

3. Persyaratan Lokasi TPA

   Mengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap lingkungan
   maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan hati-hati. Hal ini
   ditunjukkan dengan sangat rincinya persyaratan lokasi TPA seperti tercantum
   dalam SNI tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir
   Sampah; yang diantaranya dalam kriteria regional dicantumkan:
   − Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor, rawan
       gempa, dll)
   − Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kondisi kedalaman
       air tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat
       dengan sumber air (dalam hal tidak terpenuhi harus dilakukan masukan
       teknologi)
   − Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20%)
   − Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di Bandara (jarak
       minimal 1,5 – 3 km)
   − Bukan daerah/kawasan yang dilindungi

4. Jenis dan Fungsi Fasilitas TPA

   Untuk dapat dioperasikan dengan baik maka TPA perlu dilengkapi dengan
   prasarana dan sarana yang meliputi:

   a. Prasarana Jalan
      Prasarana dasar ini sangat menentukan keberhasilan pengoperasian TPA.
      Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar kegiatan
      pengangkutan sehingga efisiensi keduanya menjadi tinggi.
      Konstruksi jalan TPA cukup beragam disesuaikan dengan kondisi setempat
      sehingga dikenal jalan TPA dengan konstruksi:
      − Hotmix
      − Beton
      − Aspal
      − Perkerasan situ


                                                                                2
−   Kayu

   Dalam hal ini TPA perlu dilengkapi dengan:
   − Jalan masuk/akses; yang menghubungkan TPA dengan jalan umum yang
      telah tersedia
   − Jalan penghubung; yang menghubungkan antara satu bagian dengan
      bagian lain dalam wilayah TPA
   − Jalan operasi/kerja; yang diperlukan oleh kendaraan pengangkut menuju
      titik pembongkaran sampah

   Pada TPA dengan luas dan kapasitas pembuangan yang terbatas biasanya
   jalan penghubung dapat juga berfungsi sekaligus sebagai jalan kerja/operasi.

b. Prasarana Drainase
   Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan
   dengan tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah.
   Seperti diketahui, air hujan merupakan faktor utama terhadap debit lindi yang
   dihasilkan. Semakin kecil rembesan air hujan yang masuk ke timbunan
   sampah akan semakin kecil pula debit lindi yang dihasilkan yang pada
   gilirannya akan memperkecil kebutuhan unit pengolahannya.

   Secara teknis drainase TPA dimaksudkan untuk menahan aliran limpasan air
   hujan dari luar TPA agar tidak masuk ke dalam area timbunan sampah.
   Drainase penahan ini umumnya dibangun di sekeliling blok atau zona
   penimbunan. Selain itu, untuk lahan yang telah ditutup tanah, drainase TPA
   juga dapat berfungsi sebagai penangkap aliran limpasan air hujan yang jatuh
   di atas timbunan sampah tersebut. Untuk itu permukaan tanah penutup
   harus dijaga kemiringannya mengarah pada saluran drainase.

c. Fasilitas Penerimaan
   Fasilitas penerimaan dimaksudkan sebagai tempat pemeriksaan sampah yang
   datang, pencatatan data, dan pengaturan kedatangan truk sampah. Pada
   umumnya fasilitas ini dibangun berupa pos pengendali di pintu masuk TPA.
   Pada TPA besar dimana kapasitas pembuangan telah melampaui 50 ton/hari
   maka dianjurkan penggunaan jembatan timbang untuk efisiensi dan
   ketepatan pendataan. Sementara TPA kecil bahkan dapat memanfaatkan pos
   tersebut sekaligus sebagai kantor TPA sederhana dimana kegiatan
   administrasi ringan dapat dijalankan.

d. Lapisan Kedap Air
   Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air lindi yang
   terbentuk di dasar TPA ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Untuk itu
   lapisan ini harus dibentuk di seluruh permukaan dalam TPA baik dasar
   maupun dinding.

   Bila tersedia di tempat, tanah lempung setebal + 50 cm merupakan alternatif
   yang baik sebagai lapisan kedap air. Namun bila tidak dimungkinkan, dapat
   diganti dengan lapisan sintetis lainnya dengan konsekuensi biaya yang relatif
   tinggi.




                                                                              3
e. Fasilitas Pengamanan Gas
   Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbon dioksida dan metan
   dengan komposisi hampir sama; disamping gas-gas lain yang sangat sedikit
   jumlahnya. Kedua gas tersebut memiliki potensi besar dalam proses
   pemanasan global terutama gas metan; karenanya perlu dilakukan
   pengendalian agar gas tersebut tidak dibiarkan lepas bebas ke atmosfer.
   Untuk itu perlu dipasang pipa-pipa ventilasi agar gas dapat keluar dari
   timbunan sampah pada titik-titik tertentu. Untuk ini perlu diperhatikan
   kualitas dan kondisi tanah penutup TPA. Tanah penutup yang porous atau
   banyak memiliki rekahan akan menyebabkan gas lebih mudah lepas ke udara
   bebas. Pengolahan gas metan dengan cara pembakaran sederhana dapat
   menurunkan potensinya dalam pemanasan global.

f. Fasilitas Pengamanan Lindi
   Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang
   melarutkan banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan
   pencemar khususnya zat organik sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi
   menyebabkan pencemaran air baik air tanah maupun permukaan sehingga
   perlu ditangani dengan baik.

   Tahap pertama pengamanan adalah dengan membuat fasilitas pengumpul
   lindi yang dapat terbuat dari: perpipaan berlubang-lubang, saluran
   pengumpul maupun pengaturan kemiringan dasar TPA; sehingga lindi secara
   otomatis begitu mencapai dasar TPA akan bergerak sesuai kemiringan yang
   ada mengarah pada titik pengumpulan yang disediakan.

   Tempat pengumpulan lindi umumnya berupa kolam penampung yang
   ukurannya dihitung berdasarkan debit lindi dan kemampuan unit
   pengolahannya. Aliran lindi ke dan dari kolam pengumpul secara gravitasi
   sangat menguntungkan; namun bila topografi TPA tidak memungkinkan,
   dapat dilakukan dengan cara pemompaan.

   Pengolahan lindi dapat menerapkan beberapa metode diantaranya:
   penguapan/evaporasi terutama untuk daerah dengan kondisi iklim kering,
   sirkulasi lindi ke dalam timbunan TPA untuk menurunkan baik kuantitas
   maupun kualitas pencemarnya, atau pengolahan biologis seperti halnya
   pengolahan air limbah.

g. Alat Berat
   Alat berat yang sering digunakan di TPA umumnya berupa: bulldozer,
   excavator dan loader. Setiap jenis peralatan tersebut memiliki karakteristik
   yang berbeda dalam operasionalnya.

   Bulldozer sangat efisien dalam operasi perataan dan pemadatan tetapi
   kurang dalam kemampuan penggalian. Excavator sangat efisien dalam
   operasi penggalian tetapi kurang dalam perataan sampah. Sementara loader
   sangat efisien dalam pemindahan baik tanah maupun sampah tetapi kurang
   dalam kemampuan pemadatan.

   Untuk TPA kecil disarankan dapat memiliki bulldozer atau excavator,
   sementara TPA yang besar umumnya memiliki ketiga jenis alat berat
   tersebut.


                                                                             4
h. Penghijauan
     Penghijauan lahan TPA diperlukan untuk beberapa           maksud diantaranya
     adalah: peningkatan estetika lingkungan, sebagai          buffer zone untuk
     pencegahan bau dan lalat yang berlebihan. Untuk itu      perencancaan daerah
     penghijauan ini perlu mempertimbangkan letak             dan jarak kegiatan
     masyarakat di sekitarnya (permukiman, jalan raya, dll)

  i.   Fasilitas Penunjang
       Beberapa fasilitas penunjang masih diperlukan untuk membantu
       pengoperasian TPA yang baik diantaranya: pemadam kebakaran, mesin
       pengasap (mist blower), kesehatan/keselamatan kerja, toilet, dan lain lain.


B. TEKNIS OPERASIONAL TPA

1. Persiapan Lahan TPA

  Sebelum lahan TPA diisi dengan sampah maka perlu dilakukan penyiapan lahan
  agar kegiatan pembuangan berikutnya dapat berjalan dengan lancar. Beberapa
  kegiatan penyiapan lahan tersebut akan meliputi:
  −    Penutupan lapisan kedap air dengan lapisan tanah setempat yang
       dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kerusakan atas lapisan tersebut
       akibat operasi alat berat di atasnya. Umumnya diperlukan lapisan tanah
       setebal 50 cm yang dipadatkan di atas lapisan kedap air tersebut.
  −    Persediaan tanah penutup perlu disiapkan di dekat lahan yang akan
       dioperasikan untuk membantu kelancaran penutupan sampah; terutama bila
       operasional dilakukan secara sanitary landfill. Pelatakan tanah harus
       memperhatikan kemampuan operasi alat berat yang ada.

2. Tahapan Operasi Pembuangan

  Kegiatan operasi pembuangan sampah secara berurutan akan meliputi:

  a. Penerimaan sampah di pos pengendalian; dimana sampah diperiksa, dicatat
     dan diberi informasi mengenai lokasi pembongkaran.
  b. Pengangkutan sampah dari pos penerimaan ke lokasi sel yang dioperasikan;
     dilakukan sesuai rute yang diperintahkan.
  c. Pembongkaran sampah dilakukan di titik bongkar yang telah ditentukan
     dengan manuver kendaraan sesuai petunjuk pengawas.
  d. Perataan sampah oleh alat berat yang dilakukan lapis demi lapis agar tercapai
     kepadatan optimum yang diinginkan. Dengan proses pemadatan yang baik
     dapat diharapkan kepadatan sampah meningkat hampir dua kali lipat.
  e. Pemadatan sampah oleh alat berat untuk mendapatkan timbunan sampah
     yang cukup padat sehingga stabilitas permukaannya dapat diharapkan untuk
     menyangga lapisan berikutnya.
  f.   Penutupan sampah dengan tanah untuk mendapatkan kondisi operasi control
       atau sanitary landfill.




                                                                                5
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH
KEBIJAKAN SAMPAH

More Related Content

What's hot

Rekling05 pengolahan
Rekling05 pengolahanRekling05 pengolahan
Rekling05 pengolahanArif Rahman
 
Pp no 101_2014 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun
Pp no 101_2014 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracunPp no 101_2014 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun
Pp no 101_2014 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracunUlfah Hanum
 
Limbah berdasarkan wujudnya
Limbah berdasarkan wujudnyaLimbah berdasarkan wujudnya
Limbah berdasarkan wujudnyaIin Suin
 
Penanggulangan limbah lndustri
Penanggulangan limbah lndustriPenanggulangan limbah lndustri
Penanggulangan limbah lndustriIkhwan To
 
Makalah b3 dan_limbah_b3_reny_yulianti_1109045013_tl11.docx
Makalah b3 dan_limbah_b3_reny_yulianti_1109045013_tl11.docxMakalah b3 dan_limbah_b3_reny_yulianti_1109045013_tl11.docx
Makalah b3 dan_limbah_b3_reny_yulianti_1109045013_tl11.docxU Lhia Estrada
 
Dampak limbah-b3-dan-upaya-pengelolaannya
Dampak limbah-b3-dan-upaya-pengelolaannyaDampak limbah-b3-dan-upaya-pengelolaannya
Dampak limbah-b3-dan-upaya-pengelolaannyaIvho Mamonto
 
Pengolahan limbah manufacturing
Pengolahan limbah manufacturingPengolahan limbah manufacturing
Pengolahan limbah manufacturingsonny hadikarta
 
Spl Pengolahan Limbah Gas FTP UB 150702072311-lva1-app6892
Spl Pengolahan Limbah Gas FTP UB 150702072311-lva1-app6892Spl Pengolahan Limbah Gas FTP UB 150702072311-lva1-app6892
Spl Pengolahan Limbah Gas FTP UB 150702072311-lva1-app6892Muhammad Luthfan
 
Pengelolaan Limbah Industri
Pengelolaan Limbah IndustriPengelolaan Limbah Industri
Pengelolaan Limbah Industriguest150909
 
Makalah limbah b3
Makalah limbah b3Makalah limbah b3
Makalah limbah b3DewanPutra1
 
Limbah, Jenis dan Sifatnya
Limbah, Jenis dan SifatnyaLimbah, Jenis dan Sifatnya
Limbah, Jenis dan SifatnyaEma Rahayu
 
Makalah limbah-padatgapra
Makalah limbah-padatgapraMakalah limbah-padatgapra
Makalah limbah-padatgapraBudinta Lubizz
 
Pengolahan limbah
Pengolahan limbahPengolahan limbah
Pengolahan limbahmisteribnu
 
Week 08 pengelolaan sampah &amp; limbah padat
Week 08   pengelolaan sampah &amp; limbah padatWeek 08   pengelolaan sampah &amp; limbah padat
Week 08 pengelolaan sampah &amp; limbah padatsunarto bin sudi
 

What's hot (20)

Rekling05 pengolahan
Rekling05 pengolahanRekling05 pengolahan
Rekling05 pengolahan
 
Pencemaran dan pelstarian lingkungan
Pencemaran dan pelstarian lingkunganPencemaran dan pelstarian lingkungan
Pencemaran dan pelstarian lingkungan
 
Pp no 101_2014 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun
Pp no 101_2014 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracunPp no 101_2014 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun
Pp no 101_2014 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun
 
LIMBAH
LIMBAHLIMBAH
LIMBAH
 
Limbah berdasarkan wujudnya
Limbah berdasarkan wujudnyaLimbah berdasarkan wujudnya
Limbah berdasarkan wujudnya
 
Penanggulangan limbah lndustri
Penanggulangan limbah lndustriPenanggulangan limbah lndustri
Penanggulangan limbah lndustri
 
Makalah b3 dan_limbah_b3_reny_yulianti_1109045013_tl11.docx
Makalah b3 dan_limbah_b3_reny_yulianti_1109045013_tl11.docxMakalah b3 dan_limbah_b3_reny_yulianti_1109045013_tl11.docx
Makalah b3 dan_limbah_b3_reny_yulianti_1109045013_tl11.docx
 
Dampak limbah-b3-dan-upaya-pengelolaannya
Dampak limbah-b3-dan-upaya-pengelolaannyaDampak limbah-b3-dan-upaya-pengelolaannya
Dampak limbah-b3-dan-upaya-pengelolaannya
 
Pengolahan limbah manufacturing
Pengolahan limbah manufacturingPengolahan limbah manufacturing
Pengolahan limbah manufacturing
 
Pengolahan Biologi Limbah B3
Pengolahan Biologi Limbah B3Pengolahan Biologi Limbah B3
Pengolahan Biologi Limbah B3
 
Spl Pengolahan Limbah Gas FTP UB 150702072311-lva1-app6892
Spl Pengolahan Limbah Gas FTP UB 150702072311-lva1-app6892Spl Pengolahan Limbah Gas FTP UB 150702072311-lva1-app6892
Spl Pengolahan Limbah Gas FTP UB 150702072311-lva1-app6892
 
Limbah
Limbah Limbah
Limbah
 
Pengelolaan Limbah Industri
Pengelolaan Limbah IndustriPengelolaan Limbah Industri
Pengelolaan Limbah Industri
 
Makalah limbah b3
Makalah limbah b3Makalah limbah b3
Makalah limbah b3
 
Limbah, Jenis dan Sifatnya
Limbah, Jenis dan SifatnyaLimbah, Jenis dan Sifatnya
Limbah, Jenis dan Sifatnya
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Makalah limbah-padatgapra
Makalah limbah-padatgapraMakalah limbah-padatgapra
Makalah limbah-padatgapra
 
Pengolahan limbah
Pengolahan limbahPengolahan limbah
Pengolahan limbah
 
Week 08 pengelolaan sampah &amp; limbah padat
Week 08   pengelolaan sampah &amp; limbah padatWeek 08   pengelolaan sampah &amp; limbah padat
Week 08 pengelolaan sampah &amp; limbah padat
 
Pengelolaan Limbah
Pengelolaan LimbahPengelolaan Limbah
Pengelolaan Limbah
 

Viewers also liked

Ind puu-7-2011-permen-lh-14-th-2011-perumusan-muatan-pplh2
Ind puu-7-2011-permen-lh-14-th-2011-perumusan-muatan-pplh2Ind puu-7-2011-permen-lh-14-th-2011-perumusan-muatan-pplh2
Ind puu-7-2011-permen-lh-14-th-2011-perumusan-muatan-pplh2Nurul Huda
 
Teknologi Pemanfaatan Gas dari TPA
Teknologi Pemanfaatan Gas dari TPATeknologi Pemanfaatan Gas dari TPA
Teknologi Pemanfaatan Gas dari TPAOswar Mungkasa
 
Urban Sanitation and Rural Infrastructure (USRI) Support to PNPM Mandiri Project
Urban Sanitation and Rural Infrastructure (USRI) Support to PNPM Mandiri ProjectUrban Sanitation and Rural Infrastructure (USRI) Support to PNPM Mandiri Project
Urban Sanitation and Rural Infrastructure (USRI) Support to PNPM Mandiri Projectinfosanitasi
 
Buletin Litbang Bappeda Kota Palangka Raya Edisi 08 - Tahun V - 2013
Buletin Litbang Bappeda Kota Palangka Raya   Edisi 08 -  Tahun V - 2013Buletin Litbang Bappeda Kota Palangka Raya   Edisi 08 -  Tahun V - 2013
Buletin Litbang Bappeda Kota Palangka Raya Edisi 08 - Tahun V - 2013Mellianae Merkusi
 
good governance dalam pengelolaan sampah
good governance dalam pengelolaan sampahgood governance dalam pengelolaan sampah
good governance dalam pengelolaan sampahRustan Amarullah
 
Permeneg Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkun...
Permeneg Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkun...Permeneg Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkun...
Permeneg Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkun...infosanitasi
 
Pedoman tata cara pengolahan sampah 3 r
Pedoman tata cara pengolahan sampah 3 rPedoman tata cara pengolahan sampah 3 r
Pedoman tata cara pengolahan sampah 3 rOswar Mungkasa
 
Pedoman Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK) 2014
Pedoman Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK) 2014Pedoman Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK) 2014
Pedoman Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK) 2014infosanitasi
 
Proses penyusunan perencanaan sistem pengelolaan persampahan
Proses penyusunan perencanaan sistem pengelolaan persampahanProses penyusunan perencanaan sistem pengelolaan persampahan
Proses penyusunan perencanaan sistem pengelolaan persampahaninfosanitasi
 
Penanganan sampah di sumber sampah
Penanganan sampah di sumber sampahPenanganan sampah di sumber sampah
Penanganan sampah di sumber sampahinfosanitasi
 
Pola Penanganan Drainase Perkotaan
Pola Penanganan Drainase PerkotaanPola Penanganan Drainase Perkotaan
Pola Penanganan Drainase Perkotaaninfosanitasi
 

Viewers also liked (11)

Ind puu-7-2011-permen-lh-14-th-2011-perumusan-muatan-pplh2
Ind puu-7-2011-permen-lh-14-th-2011-perumusan-muatan-pplh2Ind puu-7-2011-permen-lh-14-th-2011-perumusan-muatan-pplh2
Ind puu-7-2011-permen-lh-14-th-2011-perumusan-muatan-pplh2
 
Teknologi Pemanfaatan Gas dari TPA
Teknologi Pemanfaatan Gas dari TPATeknologi Pemanfaatan Gas dari TPA
Teknologi Pemanfaatan Gas dari TPA
 
Urban Sanitation and Rural Infrastructure (USRI) Support to PNPM Mandiri Project
Urban Sanitation and Rural Infrastructure (USRI) Support to PNPM Mandiri ProjectUrban Sanitation and Rural Infrastructure (USRI) Support to PNPM Mandiri Project
Urban Sanitation and Rural Infrastructure (USRI) Support to PNPM Mandiri Project
 
Buletin Litbang Bappeda Kota Palangka Raya Edisi 08 - Tahun V - 2013
Buletin Litbang Bappeda Kota Palangka Raya   Edisi 08 -  Tahun V - 2013Buletin Litbang Bappeda Kota Palangka Raya   Edisi 08 -  Tahun V - 2013
Buletin Litbang Bappeda Kota Palangka Raya Edisi 08 - Tahun V - 2013
 
good governance dalam pengelolaan sampah
good governance dalam pengelolaan sampahgood governance dalam pengelolaan sampah
good governance dalam pengelolaan sampah
 
Permeneg Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkun...
Permeneg Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkun...Permeneg Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkun...
Permeneg Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkun...
 
Pedoman tata cara pengolahan sampah 3 r
Pedoman tata cara pengolahan sampah 3 rPedoman tata cara pengolahan sampah 3 r
Pedoman tata cara pengolahan sampah 3 r
 
Pedoman Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK) 2014
Pedoman Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK) 2014Pedoman Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK) 2014
Pedoman Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK) 2014
 
Proses penyusunan perencanaan sistem pengelolaan persampahan
Proses penyusunan perencanaan sistem pengelolaan persampahanProses penyusunan perencanaan sistem pengelolaan persampahan
Proses penyusunan perencanaan sistem pengelolaan persampahan
 
Penanganan sampah di sumber sampah
Penanganan sampah di sumber sampahPenanganan sampah di sumber sampah
Penanganan sampah di sumber sampah
 
Pola Penanganan Drainase Perkotaan
Pola Penanganan Drainase PerkotaanPola Penanganan Drainase Perkotaan
Pola Penanganan Drainase Perkotaan
 

Similar to KEBIJAKAN SAMPAH

Similar to KEBIJAKAN SAMPAH (20)

Limbah
LimbahLimbah
Limbah
 
OK PPT-UEU-Bioteknologi-Lingkungan-Pertemuan-3.pptx
OK PPT-UEU-Bioteknologi-Lingkungan-Pertemuan-3.pptxOK PPT-UEU-Bioteknologi-Lingkungan-Pertemuan-3.pptx
OK PPT-UEU-Bioteknologi-Lingkungan-Pertemuan-3.pptx
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
Fath muhammad
Fath muhammadFath muhammad
Fath muhammad
 
K3LH: Sampah beserta keturunan
K3LH: Sampah beserta keturunanK3LH: Sampah beserta keturunan
K3LH: Sampah beserta keturunan
 
K3LH: Sampah beserta keturunan
K3LH: Sampah beserta keturunanK3LH: Sampah beserta keturunan
K3LH: Sampah beserta keturunan
 
Pengelolaan Sampah
Pengelolaan SampahPengelolaan Sampah
Pengelolaan Sampah
 
Pengelolaan sampah
Pengelolaan sampahPengelolaan sampah
Pengelolaan sampah
 
Topik 9 makalah plh
Topik 9 makalah plhTopik 9 makalah plh
Topik 9 makalah plh
 
Peran serta masyarakat dalam penanganan
Peran serta masyarakat dalam penangananPeran serta masyarakat dalam penanganan
Peran serta masyarakat dalam penanganan
 
Presentation pengolahan sampah
Presentation pengolahan sampahPresentation pengolahan sampah
Presentation pengolahan sampah
 
limbahb3-170123125232 (1).pdf
limbahb3-170123125232 (1).pdflimbahb3-170123125232 (1).pdf
limbahb3-170123125232 (1).pdf
 
PENGELOLAAN-LB3-INDUSTRI-SALATIGA.pdf
PENGELOLAAN-LB3-INDUSTRI-SALATIGA.pdfPENGELOLAAN-LB3-INDUSTRI-SALATIGA.pdf
PENGELOLAAN-LB3-INDUSTRI-SALATIGA.pdf
 
Kuliah 10 & 11
Kuliah 10 & 11Kuliah 10 & 11
Kuliah 10 & 11
 
Ekosistem pencemaran ling.
Ekosistem pencemaran ling.Ekosistem pencemaran ling.
Ekosistem pencemaran ling.
 
Paper
PaperPaper
Paper
 
Limbah
LimbahLimbah
Limbah
 
Makalah ekologi
Makalah ekologiMakalah ekologi
Makalah ekologi
 
Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim
Sampah metropolitan terhadap perubahan iklimSampah metropolitan terhadap perubahan iklim
Sampah metropolitan terhadap perubahan iklim
 
Spl klasifikasi limbah 150702072113-lva1-app6892
Spl klasifikasi limbah 150702072113-lva1-app6892Spl klasifikasi limbah 150702072113-lva1-app6892
Spl klasifikasi limbah 150702072113-lva1-app6892
 

More from Oswar Mungkasa

Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan PanganUrun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan PanganOswar Mungkasa
 
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...Oswar Mungkasa
 
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...Oswar Mungkasa
 
Sudah saatnya mempopulerkan upcycling
Sudah saatnya mempopulerkan upcyclingSudah saatnya mempopulerkan upcycling
Sudah saatnya mempopulerkan upcyclingOswar Mungkasa
 
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...Oswar Mungkasa
 
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...Oswar Mungkasa
 
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERAFakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERAOswar Mungkasa
 
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganTata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganOswar Mungkasa
 
Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama Oswar Mungkasa
 
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentinganMemudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentinganOswar Mungkasa
 
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...Oswar Mungkasa
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...Oswar Mungkasa
 
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...Oswar Mungkasa
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaranBekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaranOswar Mungkasa
 
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...Oswar Mungkasa
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...Oswar Mungkasa
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Oswar Mungkasa
 
Presentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient JakartaPresentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient JakartaOswar Mungkasa
 
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasiPengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasiOswar Mungkasa
 
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015Oswar Mungkasa
 

More from Oswar Mungkasa (20)

Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan PanganUrun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
 
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
 
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
 
Sudah saatnya mempopulerkan upcycling
Sudah saatnya mempopulerkan upcyclingSudah saatnya mempopulerkan upcycling
Sudah saatnya mempopulerkan upcycling
 
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
 
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
 
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERAFakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
 
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganTata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
 
Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama
 
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentinganMemudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
 
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
 
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaranBekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
 
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
 
Presentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient JakartaPresentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
 
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasiPengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
 
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
 

Recently uploaded

Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptGizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptAyuMustika17
 
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare pptMateri Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppticha582186
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikSyarifahNurulMaulida1
 
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxKeperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxnadiasariamd
 
polimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptxpolimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptxLinaWinarti1
 
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxRENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxrobert531746
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxawaldarmawan3
 
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.pptPPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.pptTriUmiana1
 
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptRaniNarti
 
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxB-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxUswaTulFajri
 
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiBIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiAviyudaPrabowo1
 
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxghinaalmiranurdiani
 
dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdf
dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdfdr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdf
dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdfMeboix
 
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFPENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFRisaFatmasari
 
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilanpresentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilancahyadewi17
 
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...WulanNovianti7
 

Recently uploaded (16)

Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.pptGizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
Gizi-dalam-Daur-Kehidupan-Pertemuan-3.ppt
 
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare pptMateri Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
Materi Layanan Kesehatan Berbasis Homecare ppt
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
 
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptxKeperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
 
polimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptxpolimeric micelles for drug delivery system.pptx
polimeric micelles for drug delivery system.pptx
 
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptxRENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
RENCANA PEMASARAN untuk bidang rumah sakit.pptx
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
 
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.pptPPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
PPT-UEU-Keperawatan-Medikal-Bedah-I-Pertemuan-7.ppt
 
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.pptALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
ALAT KONTRASEPSI DAN MACAM-MACAM IMPLANT.ppt
 
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptxB-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
B-01 Cushing's Syndrome Cushing's Syndrome..pptx
 
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologiBIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
BIOLOGI RADIAsi, biologi radiasi, biologi
 
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
VARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptxVARICELLA_ppt.pptx
 
dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdf
dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdfdr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdf
dr. Irma, Sp.A(K) Update Tatalaksana Tuberkulosis Anak & Remaja.pdf
 
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIFPENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
PENYULUHAN TENTANG KANKER LEHER RAHIM PADA USIA PRODUKTIF
 
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilanpresentasi mola hidatidosa pada kehamilan
presentasi mola hidatidosa pada kehamilan
 
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
ilide.info-infanticide-ampamp-aborsi-biko-pr_35775a8caae77ecbd6b2ac17ada4ce15...
 

KEBIJAKAN SAMPAH

  • 1. KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN BIDANG PERSAMPAHAN & DRAINASE 1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Menurunnya kinerja pengelolaan persampahan dalam beberapa tahun terakhir ini tidak lepas dari dampak perubahan tatanan pemerintahan di Indonesia dalam era reformasi, otonomi daerah serta krisis ekonomi yang telah melanda seluruh wilayah di Indonesia. Adanya perubahan kebijakan arah pembangunan infrastruktur perkotaan, menguatnya ego otonomi, menurunnya kapasitas pembiayaan daerah, menurunnya daya beli dan kepedulian masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan merupakan pemicu terjadinya degradasi kualitas lingkungan perkotaan termasuk masalah kebersihan kota. Penurunan kinerja tersebut ditunjukkan oleh berbagai hal seperti menurunnya kapasitas SDM karena banyaknya pergantian personil yang sebelumnya pernah terdidik dalam bidang persampahan melalui program training atau capacity building, tidak jelasnya organisasi pengelola sampah karena adanya perubahan kebijakan pola maksimal dan pola minimal suatu Dinas, menurunnya alokasi APBD bagi pengelolaan sampah, menurunnya penerimaan retribusi (secara nasional hanya dicapai 22 %), menurunnya tingkat pelayanan (tingkat pelayanan dari data BPS tahun 2000 hanya 32 % yang sebelumnya pernah mencapai 50 %), menurunnya kualitas TPA yang sebagian besar menjadi open dumping dan timbulnya friksi antar daerah / sosial, bahkan korban jiwa dalam kasus longsornya TPA Leuwigajah, tidak adanya penerapan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat yang membuang sampah sembarangan dan lain-lain. Timbulnya pencemaran lingkungan disekitar TPA disebabkan karena tidak adanya proses pemilihan lokasi TPA yang layak dan tidak adanya alokasi lahan TPA dalam Rencana Tata Ruang Wilayah sehingga lokasi TPA yang ada saat ini tidak memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan standar nasional. Selain itu fasilitas TPA yang sangat minim terutama berkaitan dengan terbatasnya fasilitas perlindungan lingkungan (buffer zone, pengumpulan dan pengolahan leachate, ventilasi gas dan penutupan tanah) dan pengoperasian TPA cenderung dioperasikan secara open dumping. Larangan ijin mendirikan bangunan disekitar TPA juga tidak dilakukan sehingga lokasi TPA yang semula jauh dari permukiman menjadi sangat dekat. Masalah yang juga dilematis adalah kehadiran para pemulung yang jumlahnya cukup banyak (di TPA Bantar Gebang mencapai 5 ribu orang) sehingga menyulitkan pengoperasian TPA secara benar. Mengacu pada berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia serta adanya tuntukan pemenuhan komitmen Internasional seperti Agenda 21 mengenai pengurangan volume sampah yang dibuang ke TPA (3 R), Prinsip Dublin Rio, MDGs (millenium development goals) mengenai peningkatan separo jumlah masyarakat yang belum mendapatkan akses pelayanan pada tahun 2015, Kyoto Protocol mengenai mekanisme pembangunan bersih (CDM) dan lain-lain, menuntut adanya suatu kebijakan nasional yang tegas dan realistis 1
  • 2. PENANGANAN SAMPAH B3 RUMAH TANGGA I. PENDAHULUAN Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga, dan mengandung bahan dan atau bekas kemasan suatu jenis bahan berbahaya dan/atau beracun disebut sampah bahan berbahaya beracun rumah tangga sampah (B3 RT), Jenis sampah ini walaupun dalam kuantitas atau konsentrasi yang sangat kecil akan tetapi mengandung bahan berbahaya beracun /B3 (PP No. 18 Tahun 1999 jo PP No. 85 Tahun 1999). Jenis sampah ini antara lain adalah batu baterai bekas, neon dan bohlam bekas, kemasan cat, kosmetik atau pelumas kendaraan yang umumnya mengandung bahan-bahan yang menyebabkan iritasi atau gangguan kesehatan lainnya seperti logam merkuri yang terkandung di dalam batu baterai pada umumnya. Dalam aktifitas rumah tangga di setiap perkotaan, masyarakat umumnya membuang sampah jenis ini secara tercampur dengan sampah rumahannya. Sampah B3 RT yang terbuang banyak dipulung oleh para pelaku daur ulang, untuk diambil kembali komponen-komponennya yang masih bernilai ekonomis. Kehadiran sampah B3 RT ini di dalam timbulan sampah kota relatif sangat kecil, namun sifat akumulatif sampah tersebut merupakan ancaman bagi lingkungan di sekitar tempat pembuangan akhir sampah. Bahaya yang ditimbulkannya adalah masuknya bahan-bahan yang berkatagori B3 tersebut ke dalam aliran air bawah tanah atau kontak langsung dengan manusia dan mahiuk hidup lainnya. Tingkat bahaya terbesar sudah barang tentu diterima oleh para pelaku daur ulang dan petugas sampah umumnya yang biasa bekerja tanpa peralatan pelindung. Pengelolaan secara terpadu dengan mengintegrasikan seluruh aspek pengelolaan merupakan prinsip dasar pengelolaan sampah saat ini. Demikian halnya dengan pengelolaan sampah B3 RT diperlukan pengembangan sistem terpadu dengan mengintegrasikan kelima sub sistem, yaitu: organisasi, pembiayaan, hukum, teknik operasi dan peran aktif masyarakat. Peran perangkat hukum menjadi penting mengingat sampah B3 merupakan sampah khusus yang memerlukan penanganan tersendiri. Faktor panting lainnya adalah peran serta aktif masyarakat. Di dalam pengelolaan sampah B3 RT kelompok strategis yang diperlukan peran aktifnya adalah produsen barang dan atau bahan B3, masyarakat konsumen sebagai penimbul sampah, pengelola sampah kota, dan pelaku daur ulang. Peran aktif Perguruan Tinggi diperlukan sebagai lembaga strategi yang berkemampuan untuk menjalankan fungsi pendukung sistem. Dukungan yang diperlukan terutama dalam upaya penyebaran pengetahuan dan informasi juga dalam pengembangan kajian dan atau penelitian teknologi tepat guna dalam upaya pengelolaan sampah B3 RT. II. PERMASALAHAN UTAMA - Jumlah sampah B3 RT dalam timbulan sampah kota tidak lebih dari 2%. Walaupun jumlahnya sangat kecil, dengan pola pembuangan akhir sampah saat 1
  • 3. ini di Indonesia, yaitu dengan metode pembuangan akhir di suatu lahan memungkinkan terjadinya akumulasi Bahan Berbahaya Beracun (B3). - Akumulasi tersebut pada suatu saat akan mencapai tingkat konsentrasi tertentu. Dampak negatif yang mungkin terjadi yaitu pencemaran tanah dan air tanah yang berada di sekitar lahan pembuangan akhir. III. KONSEP DASAR 1. Definisi Sampah Berbahaya, Beracun Rumah Tangga - Limbah B3 adalah setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup dan atau membahayakan kesehatan manusia. - Peraturan tersebut menjelaskan, bahwa bekas kemasan bahan berbahaya dan beracun juga dikategorikan sebagai limbah B3. Sampah sejenis barang bekas B3 tersebut banyak dihasilkan dari aktifitas rumah tangga dan umumnya bersatu dengan sampah perkotaan Iainnya. - ”Sampah yang berasal dari aktifitas rumah tangga, mengandung bahan dan/atau bekas kemasan suatu jenis bahan berbahaya dan/atau beracun, karena sifat kandungannya tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup dan atau membahayakan kesehatan manusia.” 2. Sumber, Jenis dan Karakteristik Sampah Bahan Berbahaya Beracun Rumah Tangga Sampah B3 RT dikelompokkan berdasarkan jenis aktifitas rumah tangga, yaitu bahan dan/atau bekas kemasan produk dari : 1. Aktifitas dapur, seperti pembersih lantai, pengkilat logam dan pembersih oven. 2. Aktifitas kamar mandi, seperti pembersih kamar mandi, pembersih toilet dan obat kadaluarsa. 3. Aktifitas garasi dan pembengkelan, seperti baterai, pembersih badan mobil dan berbagai macam cat untuk mobil. 4. Aktifitas ruangan di dalam rumah, seperti cairan untuk mengkilapkan mebel, cairan penghilang karat dan pengencer cat. 5. Aktifitas pertamanan, seperti cairan pembunuh jamur, cairan pembunuh gulma dan racun tikus. Jenis dan karakteristik sampah B3 RT dari masing-masing sumber aktifitas dijelaskan dalam tabel berikut 2
  • 4. Tabel 1 Sumber dan Jenis Karakteristik Sampah B3 RT Sumber Jenis Karakteristik Kaleng aerosol Racun, korosif Pembersih Racun, karsinogen Penyemprot hama Racun, mudah terbakar Korosif Pembersih saluran Racun , karsinogen Dapur Pembersih lantai Racun, karsinogen Pengkilat kayu Racun, korosif Pengkilat logam Racun, mudah terbakar Pembersih jendela Racun, karsinogen Pembersih oven Racun, karsinogen Pembersih mengandng alcohol Racun, rnudah terbakar Pembersih kamar mandi Racun, korosif, karsinogen Obat untuk menghilangkan Racun,"Ailergen" rambut Pernbersih permanen Racun, karsinogen Kamar Mandi Obat kadaluarsa I Racun Pembersih toilet Racun, karsinogen Pembersih lantai dan bak mandi Racun, karsinogen, korosif, mudah terbakar "Antifreeze" Racun, karsinogen, mudah terbakar Oil perseneling Racun, mudah terbakar Dempul, cat, tinner untuk Racun, korosif, mudah terbakar reparasi badan mobil Baterai Racun , korosif Garasi Minyak rem Racun, korosif, mudah terbakar Cairan pembersih mobil Racun Solar, bensin, minyak tanah, Racun, mudah terbakar pelumas Pembersih badan mobil Racun Cairan pembersih kaca mobil Racun Bekas penyemprot Racun , karsinogen Bengkel Cairan pelarut Racun, mudah terbakar Lem Racun, mudah terbakar Berbagai macam cat untuk mobil Racun, korosif, mudah terbakar Cairan pelarut cat Racun., korosif,mudah terbakar Cat dasar (meni) Racun, mudah terbakar Cairan penghilang karat Racun , korosif Dalam Pengencer cat Racun, korosif, mudah terbakar Rumah Cairan untukmengkilapkan Racun, korosif, mudah terbakar mebel Cairan pembunuh jamur Racun , korosif, karsinogen Cairan pembunuh gulma/rumput Racun, rnuclah meledak Taman liar Cairan pembunuh serangga Racun, mudah meledak, karsinogen. Racun tikus Racun, mudah terbakar 3
  • 5. Amunisi/bubuk amunisi Racun, mudah terbakar, mudah meledak Cat untuk melukis Racun Cairan pembersih kering Racun Minyak senjata Racun, mudah terbakar, mudah meledak Cairan untuk menyalakan rokok Racun, mudah terbakar, mudah Lain-lain meledak Baterai Racun, mudah terbakar, koros- karsinogen Kapur Barus Racun Pemadam api untuk kebakaran Racun, mudah terbakar yang telah tua Bahan kimia untuk keperluan Racun, mudah terbakar, fotografi Asam pembersih kolam renang Racun, mudah terbakar 3. Dasar Hukum Pengelolaan Sampah Bahan Berbahaya Beracun Rumah Tangga 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 18 tahun 1999 jo PP No.85 tahun 1999. 2. Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan limbah B3 yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Bappedal 3. Petunjuk Teknis Tata Cara Pengelolaan Sampah 3 M, yang dikeluarkan oleh Puslitbang Teknologi Permukiman 4. Sistem Pengelolaan Sampah Bahan Berbahaya Beracun Rumah Tangga a. Aspek Organisasi - Diperlukan institusi yang bertanggung jawab atas pengelolaan sampah B3RT (termasuk sampah kota) - Struktur organisasi yang ada di lingkungan kebersihan - Bekerjasama dengan pihak produsen b. Sub Sistem Hukum Ketentuan pengelolaan sampah B3 RT Masyarakat wajib memisahkan sampah B3-RT di rumah-rumah, ke dalam suatu wadah terpisah, dan selanjutnya diserahkan kepada petugas swakelola masing-masing RW, Petugas swakelola, wajib mengumpulkan sampah B3-RT ke dalam wadah khusus di TPS terdekat atau di toko-toko tertentu yang ditunjuk sebagai pengumpul B3 RT untuk dikembalikan kepihak produsen atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku c. Aspek Teknik Pengelolaan sampah B3-RT pada dasarnya ditujukan untuk mengelola sampah B3-RT yang masuk ke dalam timbulan sampah kota, karena itu di dalam 4
  • 6. operasinya memerlukan pemilahan/pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan sementara dan pengolahan. Pemilahan dan pewadahan adalah kegiatan memilah sampah B3 dari sampah organik dan anorganik oleh masyarakat di rumah-rumah, kemudian memasukkannya ke dalam kantong plastik atau wadah lain yang berbeda, sebelum diangkut oleh petugas pengumpul. P Pengumpulan adalah kegiatan mengumpulkan sampah B3 RT dari rumah ke wadah penampungan sampah B3 RT di Tempat Penampungan Khusus. Pengangkutan adalah kegiatan mengangkut sampah dari Tempat Penampungan Khusus ke Tempat Penyimpanan Sementara. Penyimpanan sementara adalah kegiatan menyimpan sampah B3 yang diklasifikasikan berdasarkan jenisnya untuk sementara sebelum dikelola lebih lanjut oleh instansi yang berwenang atau produsen penghasil sampah B3. d. Aspek Pembiayaan - Pelaksanaan operasional pengelolaan sampah B3-RT pada dasarnya memerlukan biaya yang cukup besar. - Untuk menetapkan biaya pengelolaan sampah B3 per satuan unit pengelolaan masih diperlukan pengkajian yang lebih mendalam, mengingat adanya kewajiban produsen dan konsumen untuk turut bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah B3-RT ini. e. Aspek Peran Serta Masyarakat Masyarakat konsumen, sebagai pemanfaat bahan dan atau barang, menimbulkan kehadiran sampah B3 RT dalam timbunan sampah Produsen, penghasil produk yang mengandung bahan berbahaya beracun Instansi pengelola kebersihan kota, yang selama ini berfungsi sebagai pengelola sampah perkotaan Masyarakat pelaku daur ulang, mulai dari pemulung sampai pada tingkat Bandar atau bahkan pabrik Pemerintah (Propinsi dan Daerah Kota/Kabupaten ), sebagai penentu kebijakan dan yang bertanggung jawab atas penataan hukum dan peraturan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang merniliki akses luas dalam upaya penyertaan masyarakat Perguruan Tinggi dan atau lembaga Penelitian dan Pengkajian ilmiah sampah B3-RT, yang sampai saat ini masih belum banyak dilakukan 5. Peran Stakeholders a. Masyarakat Konsumen Mengurangi konsumsi produk yang mengandung bahan berbahaya beracun, dan lebih memilih produk ramah lingkungan, Memperpanjang umur pakai suatu produk, Memahami, pentingnya upaya pengelolaan lingkungan yang disebabkan oleh bahaya bahan-bahan berbahaya beracun. Hal ini dimaksudkan bahwa konsumen 5
  • 7. harus menyadari bila biaya pengelolaan lingkungan akan dibebankan terhadap harga jual suatu produk. b. Produsen Kewajiban produsen untuk senantiasa menyampaikan kandungan bahan berbahaya beracun di dalam produknya Kewajiban produsen untuk melakukan upaya pengolahan produk pasca pakai baik secara mandiri atau berkelompok Tanggung jawab produsen atas penanggulangan dan pemulihan lingkungan yang diakibatkan oleh produk yang dihasilkannya c. Pengelola Sampah Instansi pengelola sampah kota, harus didorong agar memiliki kemampuan untuk mengantisipasi bahaya yang disebabkan oleh terakumulasinya bahan berbahaya beracun di tempat-tempat pembuangan akhir sampah. sebagai instansi pengelola kebersihan kota, wajib mengupayakan tersedianya sarana-sarana khusus pengelolaan sampah B3-RT, misalnya dengan menyediakan wadah-wadah pengumpulan , sarana pengangkutan dan mengantisipasi kerjasama dengan pihak swasta dalam upaya pengolahannya. d. Pelaku Daur Ulang Keterlibatan para pelaku daur ulang sektor informal, yaitu para pemulung yang berada di tempat-ternpat pembuangan sementara dan akhir, perlu mendapat perhatian besar. Selama ini mereka telah melakukan pengumpulan sampah B3-RT dengan cara yang sangat membahayakan kesehatannya. Perlu dikembangkan mekanisme yang mampu mengangkat keberadaan dan memberdayakan mereka. e. LSM Banyak aspek pengelolaan yang melibatkan masyarakat, memerlukan kehadiran LSM. Diharapkan kehadiran LSM mampu menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat atas upaya pencegahan pengelolaan dan pengendalian serta pelestarian lingkungan yang ditimbulkan oleh sampah B3-RT. Disamping itu, LSM dapat berfungsi sebagai kontrol terhadap kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan sampah B3-RT. f. Perguruan Tinggi Bahaya sampah B3-RT sampai saat ini belum terbukti secara nyata bagi masyarakat umumnya, untuk itu masih diperlukan pengkajian identifikasi jenis dan tingkat bahaya dari setiap produk yang mengandung bahan berbahaya dan beracun. Oleh karena itu partisipasi Perguruan Tinggi sangat diharapkan untuk menjalankan fungsi tersebut. Demikian hal dalam upaya pengelolaannya, perguruan tinggi diharapkan dapat mengembangkan penelitian dan penerapan teknologi tepat guna. g. Pemerintah Banyaknya kelompok strategis yang diharapkan akan mendukung terciptanya pengelolaan sampah B3-RT, tentunya memerlukan kehadiran sebuah lembaga yang 6
  • 8. berfungsi menginisiasi dan atau menjalankan fungsi koordinator yang akan mendorong agar setiap kelompok strategis tersebut dapat berperan sebagaimana harusnya. Fungsi ini sebaiknya dijalankan oleh Pemerintah Daerah setempat. Peran aktif pemerintah daerah (kota/kabupaten) dalam pengelolaan sampah B3-RT perlu dukungan kebijakan pemerintah. Penyerahan wewenang seutuhnya dari pusat ke daerah dalam pengelolaan sampah B3-RT perlu terus diupayakan. G. METODE-METODE YANG DITERAPKAN Pelaksanaan uji coba pengelolaan sampah B3-RT dilaksanakan dengan metoda yang disesuaikan dengan pola-pola pengelolaan sampah yang telah dijalankan di Kota Bandung. Tahapan operasi pengelolaan terdiri dari pemilahan dan pewadahan, pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan sementara. 1. Metode Pemilahan Pemilahan dilakukan dengan mengelompokkan sampah dalam 3 jenis yaitu : Sampah organik yaitu sampah yang mudah membusuk, terdiri dari sisa-sisa makanan, sapuan halaman, sisa buah-buahan Sampah anorganik, yaitu sampah yang sulit sekali membusuk misalnya plastik, kaleng, karat, sisa bangunan, kertas pembungkus/kemasan. Sampah berbahaya beracun, yaitu terdiri dari bekas kemasan pestisida, parfum, batu baterai, bola, lampu, lampu neon Pemilahan dapat dilakukan oleh : Setiap penghasil sampah di rumah-rumah dan atau sumber Pemulung di TPS ketika dilakukan proses pemilahan sampah bernilai ekonomis Petugas menarik gerobak, dilakukan di sumber atau di TPS Pemilahan dilakukan tanpa peralatan khusus. Wadah yang dipergunakan disesuaikan dengan kemampuan masyarakat. PD Kebersihan dalam upaya merangsang masyarakat, menyediakan sarana pewadahan berupa tong sampah yang diberi warna: Tong hijau, untuk sampah organik Tong kuning, untuk sampah an organik Adapun sampah B3-RT tidak disediakan tempat khusus, masyarakat dibina untuk menyediakan wadah sendiri terpisah dengan kedua jenis sampah lainnya. 2. Metode Pengumpulan Pengumpulan sampah B3-RT yaitu kegiatan pengumpulan sampah B3-RT dari rumah-rumah ke dalam wadah sampah B3-RT di tempat pengumpulan sementara sebelum diangkut ke tempat penyirnpanan sementara. Pengumpulan sampah B3-RT dilakukan setelah adanya proses pemilahan sampah. Sesuai dengan pola operasi pengelolaan sampah yang telah dilakukan, maka metoda pengumpulan sampah B3 RT adalah sebagai berikut : Metoda individual Yaitu sampah B3 RT dari rumah-rumah dikumpulkan oleh petugas swakelola dan RT/RW, ke tempat pengumpulan lokasi khusus 7
  • 9. Metoda komunal Yaitu sampah B3 RT dari rumah-rumah dikumpulkan masing-masing/individu ke tempat pengumpulan tanpa melalui petugas pengumpul Pada kedua metoda diatas tidak ada peralatan khusus yang disediakan. Metoda pengumpulan yang diterapkan dapat dijelaskan pada gambar berikut 3. Metode Pengangkutan Pengangkutan sampah B3 RT adalah proses pemindahan sampah B3 RT yang terkumpul di tempat penampungan sementara B3 RT ke tempat penyimpanan sementara B3 RT dengan menggunakan kendaraan pengangkutan khusus. Proses pengangkutan sampah B3 RT dilakukan setelah sampah B3 RT terkumpul dari sumbernya di dalam wadah-wadah yang berada di tempat penampungan sementara. Didalam PP 18 Tahun 1999 dan didalam Keputusan Kepala Bapedal No.Kep/01/Bapedal/09/1995 belum ada ketentuan khusus mengenai tata cara pengangkutan sampah B3 RT, oleh karena itu pelaksanaan operasi pengangkutan disesuaikan dengan kondisi yang ada. Operasi pengangkutan dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan monitoring terhadap seluruh titik pengumpulan. Monitoring dilakukan dengan maksud memantau kuantitas sampah terkumpul. Armada pengangkutan dijalankan apabila berdasarkan hasil monitoring, terdapat banyak titik pengumpulan yang telah penuh. Didalam ujicoba ini tidak dilakukan pertimbangan ekonomis dalam proses pengangkutan. Berdasarkan pertimbangan bahwasannya dalam sekali route pengangkutan maksimal harus dapat terangkut seluruh wadah sampah yang ada di seluruli titik pengumpulan, maka pada ujicoba pengangkutan dilakukan dengan menggunakan truk standar ukuran 10 m3. Didalam satu kali pengangkutan, diperlukan 3 orang personil yang terdiri dari : 1 (satu) orang pengemudi 2 (dua) orang kernet yang dilengkapi dengan masker, sarung tangan dan topi 4. Metode Penyimpanan Penyimpanan sampah B3 RT yaitu kegiatan penyimpanan sementara pasca pengumpulan. Sampah yang telah terkumpul, diangkut ke suatu tempat penyimpanan sementara. Proses penyimpanan berawal dari proses bongkar muat wadah-wadah sampah terangkut oleh kendaraan pengangkutan. Selanjutnya, dilakukan pemilahan sampah terkumpul berdasarkan jenisnya. Setelah dilakukan proses pencatan kuantitas terkumpul, sampah B3 RT di simpan dalam wadah dan tempat/rak sejenis. Diharapkan, dengan mengembangkan kerjasama dengan pihak produsen, maka tidak ada tindak lanjut pasca penyimpanan Keputusan Bapedal No.kep-01/Bapedal/09/1995, tempat penyimpanan sementara sampah B3 RT harus memiliki kriteria sebagai berikut : Bangunan memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai dengan jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan. Terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak langsung 8
  • 10. Dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang memadai untuk mencegah terjadinya akumulasi gas didalam ruang penyimpanan serta memasang kasa atau bahan lain Untuk mencegah masuknya burung atau binatang kecil lainnya kedalam ruang penyimpanan Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk operasional penggudangan atau insfeksi rutin, jika menggunakan lampu, maka lampu penerangan harus dipasang minimal 1 meter diatas kemasan dengan sakelar (stop contact) harus terpasang disisi luar bangunan Lantai bangunan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai turun kearah bagian penampungan dengan kemiringan maksimum 1%. 5. Metode Pengolahan Pengolahan yang dapat dilakukan adalah upaya perolehan kembali bahan-bahan beracun berbahaya dari dalam barang dan atau kemasan. Sebagai contoh, kandungan karbon di dalam batu baterai bekas banyak dimanfaatkan sebagai suplemen bahan bakar, setelah kandungan logam merkuri dipisahkan. Logam merkuri yang dikategorikan bahan berbahaya ini seharusnya dikumpulkan menjadi satu dan dikelola sesual ketentuan pengolahan limbah B3. Partisipasi aktif para produsen atau para pelaku daur ulang yang selama ini telah mengembangkan upaya pemanfaatan sampah B3 RT sangat diharapkan pada pengolahan limbah tersebut. Pemanfaatan dan perolehan kembali bahan yang bernilai ekonomis dari sampah B3 RT selama ini banyak dilakukan oleh para pelaku daur ulang. Pola penanganan dilakukan secara tidak aman, sehingga membahayakan para pelakunya. Untuk itu diperlukan Standar Operation Procedure pengelolaan sampah B3 RT, bagi setiap pelaku pengelolaan. 6. Metode Monitoring Monitoring adalah suatu kegiatan yang dimulai dari mengamati, mengawasi sampai mencermati pelaksanaan operasi pengelolaan sampah B3 RT. Monitoring dimaksudkan untuk mengetahui dan atau mengukur kinerja sistem yang diujicobakan. Kegiatan monitoring dilakukan secara berkala, setiap satu minggu sekali. Peralatan dan sumber daya yang diperlukan adalah : Petugas khusus yang telah mengetahui pola operasi pengelolaan, sebanyak 2 orang Peralatan pencatat informasi yaitu : form monitoring Dari format yang telah diisi dapat diketahui lokasi mana yang harus segera dilakukan pengangkutan, apabila sudah diketahui lokasi mana yang harus segera diangkut segera hubungi petugas pengangkut untuk segera mengangkut tempat pengumpulan sampah B3 RT yang sudah penuh. 9
  • 11. Selain monitoring jenis dan kuantitas sampah B3 RT dilakukan pula monitoring terhadap program secara keseluruhan. Hal ini dimaksudkan sebagai pengumpulan informasi kelayakan sistem yang diujicobakan. Evaluasi dilaksanakan dengan maksud untuk melakukan penilaian terhadap kegiatan- kegiatan pada sistem pengelolaan sampah B3 RT. Indikator pengukuran keberhasilan adalah efektifitas dan efisiensi program. Evaluasi program atau kegiatan dilaksanakan setelah diperoleh kesimpulan dan keterangan yang ada pada format hasil monitoring. Dari hasil evaluasi ditentukan parameter-parameter kegiatan yang perlu diperbaiki. H. KESIMPULAN (Hasil Uji Coba di Bandung) Kesimpulan yang diperoleh dari hasil evaluasi terhadap tolok ukur tersebut diuraikan sebagai berikut. 1. Kuantitas dan Kualitas Sampah Terkumpul Sebagian besar wadah terisi sampah diluar kriteria sampah B3 RT dengan melakukan pengujian terhadap tingkat pengetahuan masyarakat disekitar lokasi secara acak, diperkirakan bahwa hal tersebut disebabkan karena masyarakat belum mengenal jenis-jenis sampah B3 RT. 2. Program Sosialisasi Sosialisasi melalui kelompok binaan belum mengenai sasaran. Hal ini terjadi mengingat masaiah sampah B3 RT bukan rnerupakan pesan utama yang dibawa dalam media-media kampanye di lokasi tersebut. Dalam kelompok binaan, sosialisasi sampah B3 RT dilakukan secara khusus hanya di satu wilayah ujicoba yaitu di Kelurahan Tegalega. Masyarakat binaan di dua wilayah ujicoba 1ainnya (Kelurahan Merdeka dan Kelurahan Karang Pamulang) belum menunjukkan kesiapan menerima pesan pengelolaan sampah B3 RT. Oleh karena itu, pesan diarahkan terhadap pemaparan pengetahuan mengenal jenis-jenis sampah B3 RT. Demikian halnya di dalam program kampanye kota melalui radio dan buletin serta program sekolah, belum mampu meningkatkan efektifitas pengumpulan sampah B3 RT. Banyak faktor yang mungkin menjadi penyebab antara lain kejelasan informasi tentang jenis sampah B3 RT, ketersediaan sarana dan prasarana serta sebaran dari kelompok sasaran yang kurang terintegrasi dengan penempatan lokasi ujicoba. Kurangnya fokus sosialisasi terhadap pengelolaan sampah B3 RT, merupakan kelemahan utama dalam program ujicoba ini. Namun demikian, diperkirakan bahwa masih sangat rendahnya efektifitas pengumpulan sampah B3 RT juga dipengaruhi oleh kehadiran para pemulung yang secara langsung mengumpulkan sampah tersebut untuk dijual kembali. Wadah sampah yang dirancang sedemikian rupa dengan pintu terkunci, ternyata masih memungkinkan terjadinya pembongkaran kembali sampah-sampah yang telah terkumpul oleh orang yang tidak bertanggung jawab. 10
  • 12. 3. Kapasitas Sistem Tinjauan terhadap aspek ketersediaan sarana dan prasarana, sistem pengelolaan yang dikembangkan oleh PD. Kebersihan Bandung pada dasarnya sudah sangat lengkap. Akan tetapi kurangnya referensi saat pengembangan desain menyebabkan munculnya permasalahan saat operasi. Permasalahan yang muncul yaitu kurang sesuainya bentuk wadah yang disediakan dengan jenis sampah B3 RT terkumpul. Wadah pengumpulan tercampur bagi seluruh jenis sampah B3 RT, ternyata menyebabkan pecahnya jenis sampah seperti neon dan bohlam. Desain wadah yang disesuaikan dengan jenisnya merupakan alternatif pemecahan masalah. Disamping masih rendahnya sosialisasi, faktor lain yang menyebabkan kuantitas sampah terkumpul, yaitu faktor penempatan wadah. Kurang strategisnya penempatan menyebabkan tidak adanya masyarakat yang membuang sampah B3 RT kedalamnya. Akumulasi sampah B3 RT di tempat penyimpanan menjadi kekhawatiran besar pihak PD Kebersihan. Belum adanya hubungan kerjasama antar PD Kebersihan dan atau dengan para pelaku daur ulang dan atau produsen merupakan kendala utama. Oleh karena itu, kontrak dan bahkan hubungan kerjasama dengan pihak-pihak yang mungkin mengolah sampah B3 RT harus dilakukan sebelum ujicoba dikembangkan. Dalam hal inl pihak produsen dan para pelaku daur ulang harus dilibatkan sejak perencanaan. Keterlibatan seluruh kelompok strategis sejak awal perencanaan akan membuat sistem lebih terpadu. Diharapkan akan mampu meningkatkan efisiensi biaya pelaksanaan ujicoba, yaitu dari adanya bagi peran untuk mengantisipasi masalah tersebut. Terselenggaranya Lokakarya Pengelolaan sampah B3 RT yang dihadiri oleh seluruh komponen Kelompok Strategis merupakan terobosan guna keberlanjutan program. Lokakarya tersebut menghasilkan beberapa rekomendasi dan berhasil merumuskan kesepakatan bersama antar kelompok strategis namun demikian tidak lanjut lokakarya tersebut belum terasa dampaknya hingga akhir tahun 2000. Akan lebih terukur dampaknya apabila lokakarya atau bagi peran tersebut disusun sebelum operasi pengelolaan diujicobakan. 4. Biaya Pengelolaan Sampah B3 RT Efisiensi biaya pengelolaan menjadi faktor utama kesediaan sebuah instansi untuk turut serta dalam pengelolaan sampah B3 RT. Dari ujicoba oleh PD. Kebersihan terdapat indikasi adanya peningkatan biaya operasi pengelolaan sampah secara keseluruhan bila pengelolaan sampah B3 RT harus sepenuhnya dilakukan PD. Kebersihan. Hal ini tentunya menjadi kendala utama pihak pengelola kebersihan. Pengkajian terhadap mekanisme pasar dalam pengelolaan sampah B3 RT harus dilakukan guna terciptanya pengelolaan yang efektif dan efisien. - Program ujicoba teknik pengelolaan dilakukan dengan menempatkan wadah- wadah pengumpulan di 16 lokasi. Lokasi dipilih dengan kriteria khusus. Pengumpulan dilakukan oleh masyarakat, pelaku daur ulang dan oleh para petugas kebersihan kota. Sampah B3 RT terkumpul diangkut untuk disimpan dalam sebuah gudang penyimpanan di TPA. 11
  • 13. - Dari hasil ujicoba pengelolaan sampah B3 RT diperoleh hasil bahwa jenis sampah B3 RT yang banyak terkumpul ketika ujicoba dilakukan adalah baterai bekas, botol bekas kemasan obat, kemasan kosmetik, dan bekas kemasan pelumas. Kuantitas sampah terkumpul masih relatif kecil. - Satu wadah pengumpulan pada umumnya penuh dalam jangka waktu 1(satu) minggu bahkan hingga 1(satu) bulan. - Kendala yang dihadapi pada pelaksanaan ujicoba ini muncul tidak saja dari dalam, kendala dari luar yang menjadi penentu keberhasilan dan keberlanjutan ujicoba, juga muncul ketika program berjalan, yaitu belum adanya hukum yang jelas. - Aspek pembiayaan, merupakan kendala yang cukup penting an: diperhatikan. Ujicoba ini memerlukan biaya yang sangat besar (pengadaan sarana pengumpulan dan penyimpanan dan operasi pengelolaan). - Secara teknis, efektifitas ujicoba yang diukur dengan indikator banyaknya sampah B3 RT terkumpul, dapat dikatakan masih sangat rendah. Banyak faktor yang menentukannya, berdasarkan evaluasi faktor sosialisasi dinilai merupakan faktor utama. - Sosialisasi perlu dilakukan lebih khusus dengan sasaran seluruh kelompok strategis. Pelaksanaan ujicoba teknis operasi pengelolaan sebaiknya dilakukan setelah program sosialisasi berjalan. Sosialisasi harus diarahkan agar terbentuk kerjasama dan bagi peran yang tegas antar seluruh kelompok strategis. Dengan demikian, sistem terpadu yang di mulai sejak pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan bahkan sampah pengolahan dapat dilakukan dengan lebih efisien. - Nilai positif yang telah diperoleh dengan melakukan ujicoba ini antara lain: Memperoleh data kuantitatif timbulan sampah B3 RT Memperoleh informasi tentang jenis dan karakteristik sampah B3 yang ditimbulkan dari aktifitas rumah tangga umumnya , Memperoleh dasar-dasar teknik pengembangan sistim pengelolaan sampah B3 RT, mulai dari operasi pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan, Mendapat gambaran secara kuantitatif, besarnya beban pengelola sampah dalam melakukan pengelolaan, baik dari aspek teknis maupun dari aspek ekonomis, Data-data akurat yang diperoleh dapat menjadi informasi pendukung, untuk mendorong agar pihak yang berwenang terhadap pengelolaan limbah B3 pada umumnya lebih memperhatikan masalah sampah B3 RT ini. 12
  • 14. ASPEK PERAN SERTA MASYARAKAT A. PENDAHULUAN Pembinaan masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah dengan melakukan perubahan bentuk perilaku yang didasarkan pada kebutuhan atas kondisi lingkungan yang bersih yang pada akhirnya dapat menumbuhkan dan mengembangkan peran serta masyarakat dalam bidang kebersihan. Perubahan bentuk perilaku masyarakat dapat terwujud perlu ada usaha membangkitkan masyarakat dengan mengubah kebiasaan sikap dan perilaku terhadap kebersihan/sampah tidak lagi didasarkan kepada keharusan atau kewajibannya, tetapi Iebih didasarkan kepada nilai kebutuhan. Untuk mengubah kebiasaan tersebut, maka diperlukan pembinaan terhadap peran serta masyarakat yang dilakukan secara menyeluruh (kalangan pemerintah, swasta, perguruan tinggi, dan masyarakat biasa) dan terpadu (pengelola dan seluruh masyarakat). Pembinaan terhadap peran serta masyarakat harus dilakukan secara terus menerus, terarah, terencana dan berkesinambungan, serta dengan melibatkan berbagai unsur terkait. B. KONSEP DASAR Peran serta masyarakat dan sistem pengelolaan formal membentuk keseimbangan perilaku dalam sistem pengelolaan persampahan dan tidak mencampur-adukkan peran serta masyarakat kedalam peran institusi formal dalam aspek pengelolaan. Kebutuhan peran serta masyarakat tidak berarti dalam rangka menutupi kekurangan sistem formal. Peran serta masyarakat mempunyai proporsi peran tersendiri, demikian pula sistem formal pengelolaan sampah (LKMD, RT, RW). C. KRITERIA PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT Kriteria yang perlu diperhatikan untuk menumbuhkan, mengembangkan, dan membina peran serta masyarakat adalah sebagai berikut : 1. Untuk menumbuhkan, mengembangkan, dan membina peran serta masyarakat secara terarah diperlukan program yang dilaksanakan secara intensif dan berorientasi kepada penyebar luasan pengetahuan, penanaman kesadaran, peneguhan sikap dan pembentukan perilaku. 2. Produk perancangan program diharapkan dapat membentuk perilaku sebagai berikut: − masyarakat mengerti dan memahami masalah kebersihan lingkungan − masyarakat turut serta secara aktif dalam mewujudkan kebersihan lingkungan − masyarakat bersedia mengikuti prosedur / tata cara pemeliharaan kebersihan 1
  • 15. masyarakat bersedia membiayai pengelolaan sampah − masyarakat turut aktif menularkan kebiasaan hidup bersih pada anggota masyarkat lainnya − masyarakat aktif memberi masukan ( saran-saran ) yang membangun D. STRATEGI PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT Pengembangan peran serta masyarakat dibidang kebersihan diterapkan dengan pendekatan secara edukatif dengan strategi 2 tahap, yaitu pengembangan petugas dan pengambangan masyarakat. Kunci pengembangan petugas ialah keterbukaan, dan pengembangan komunikasi timbal balik ( unsur petugas sendiri, antara petugas dan atau masyarakat dan atau anggota masyarakat ), horizontal maupun vertikal. Kunci pengembangan masyarakat ialah pengembangan kesamaan persepsi, antara masyarakat dan petugas. Suatu komunikasi dikatakan berhasil, bila menimbulkan umpan balik dan pesan yang diberikan. Isi adalah informasi, penjelasan dan penyuluhan, sedangkan umpan balik berupa ketentuan masyarakat untuk memenuhi kewajiban (membayar retribusi, memelihara kebersihan lingkungan dan dukungan moril kepada petugas kebersihan). Penjabaran strategi peningkatan peran serta masyarakat: 1. menyampaikan informasi, atau meneruskan informasi melalui media masa 2. membujuk dan menghukum, bertujuan untuk mempengaruhi (kepercayaan, nilai, cara bertindak) pihak yang diajak berkomunikasi. Bila bujukan belum berhasil, dilakukan hukuman yang merupakan senjata terakhir untuk memaksa masyarakat berubah sikap. 3. mengadakan dialog. E. ASPEK YANG MENENTUKAN PERAN SERTA MASYARAKAT Peningkatan peran serta masyarakat relatif akan berhasil bila memperhatikan aspek aspek berikut: 1. komunikasi, yang menumbuhkan pengertian yang berhasil 2. perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengertian yang menumbuhkan kesadaran 3. kesadaran, yang didasarkan kepada perhitungan dan pertimbangan 4. antusiasme, yang menumbuhkan spontanitas 5. adanya rasa tanggung jawab, terhadap kepentingan bersama. F. PROGRAM PENINGKATAN Dalam penyusunan program peningkatan peran serta masyarakat dalam bidang persampahan, harus memuat komponen-komponen sebagai berikut: 2
  • 16. 1. Teknis a. Individual Peran serta masyarakat dapat dimulai dari skala individual rumah tangga yaitu dengan mereduksi timbulan sampah rumah tangga. Teknik reduksi sampah ini dikenal dengan nama metoda 3R (reduce, reuse, recycle). Sebagai contoh penerapan metoda 3R dalam kehidupan sehari-hari , misalnya : 1) Reduce − Untuk pembelian produk-produk, tidak perlu meminta bungkusan ganda, sudah masuk kardus tidak perlu dibungkus lagi dengan kertas, kemudian masuk ke dalam kantong plastik. − Memilih produk yang kemasannya cenderung menimbulkan sampah paling kecil / sedikit. 2) Reuse − Menghindari pemakaian produk sekali pakai, misal dengan pemakaian baterai yang dapat diisi kembali (recharge), penggunaan pena / ballpoint yang dapat diisi lagi (refill). − Menggunakan kembali botol-botol tempat minyak atau bahan makanan. − Menggunakan wadah yang dapat dipakai berulang kali. 3) Recycle − Memisahkan sampah basah ( organik, sampah dapur, sayur, sisa makanan ) dengan sampah kering (anorganik, kertas, plastik, botol ). − Menjual atau menyumbangkan barang-barang yang tidak dipakai, kepada orang yang memerlukan. − Pinjam meminjam atau sewa-menyewa barang-barang yang yang jarang pemakaiannya, seperti meja kursi pesta. b. Kelompok Secara berkelompok (komunal), masyarakat dapat ikut berperan dalam pengelolaan sampah pengolahan sampah skala lingkungan, misalnya : 1) Reduce − Memberi kemasan hanya untuk produk yang benar-benar memerlukan bungkus atau kemasan, dan menghindari pemberian bungkus sebagai penghias. − Menyediakan jaringan informasi dengan komputer, tanpa terlalu banyak kertas yang setelah dibaca akan dibuang. 2) Reuse − Memakai halaman belakang kertas untuk surat-surat di kantor. − Membudayakan pemakaian kantong belanja yang dapat digunakan berulang-ulang. 3) Recycle − Pendirian UDPK ( Usaha Daur Ulang Dan Pembuatan Kompos ) , yang akan sangat tinggi manfaatnya dalam mereduksi timbulan sampah. − Mengadakan tempat jual beli barang bekas. 3
  • 17. 2. Pembiayaan Peran serta masyarakat dalam hal pembiayaan dipengaruhi oleh: a. Kemampuan masyarakat untuk membayar b. Kemauan untuk membayar tepat waktu c. Penerapan Perda tentang tarif 3. Pemecahan masalah Masalah menipisnya peran serta masyarakat dipecahkan melalui : a. Penyuluhan: -memasyarakatkan Perda tentang kebersihan -memasyarakatkan aset kebersihan b. Insentif memberikan potongan iuran/retribusi bagi pemilahan sampah di sumbernya c. Desinsentif : mengenakan denda bagi yang terlambat membayar iuran. G. PENYULUHAN DAN BIMBINGAN Penyuluhan dan bimbingan masyarakat merupakan alternatif yang dapat dipergunakan untuk mengajak masyarakat bersama pemerintah dalam upaya kebersihan / menanggulangi persampahan yang merupakan salah satu aspek dari pembangunan nasional. 1. Tujuan Tujuan penyuluhan dan bimbingan masyarakat dalam bidang persampahan adalah tercipta dan terbinanya suatu masyarakat dinamis yang berperan serta secara aktif dalam menanggulangi masalah kebersihan dilingkungannya. Dalam menentukan tujuan yang penting diketahui adalah: a. jelas b. realistis c. bisa diukur Tujuan penyuluhan terbagi kedalam tiga (3) bagian yaitu: a. tujuan jangka pendek, terciptanya suatu masyarakat yang mengerti, memahami akan masalah kebersihan b. tujuan jangka menengah, terciptanya suatu masyarakar yang mempunyai kesadaran akan kebersihan c. tujuan jangka panjang, terciptanya suatu masyarakat yang menjadikan kebersihan sebagai suatu kebutuhan. 2. Sasaran Yang dimaksud dengan sasaran atau kelompok sasaran adalah individu ataupun kelompok yang akan diberi penyuluhan dan bimbingan. Sasaran yang diprioritaskan untuk dilakukan penyuluhan dan bimbingan masyarakat dalam bidang kebersihan dan persampahan adalah: a. Kelompok masyarakat yang kurang tanggap terhadap masalah kebersihan. b. Kelompok masyarakat yang masih memiliki dan mengikuti adat istiadat yang kurang mendukung upaya penanggulangan persampahan. c. Kelompok masyarakat yang masih keliru dalam praktek pelaksanaan kegotong¬royongan dalam kebersihan. d. Kelompok masyarakat yang secara sosiokultural bersifat menyendiri. 4
  • 18. e. Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran kegiatan / program / proyek bidang kebersihan. f. Kelompok masyarakat yang telah melaksanakan peran serta. 3. Materi Penyuluhan Materi penyuluhan kebersihan, adalah semua bahan topik yang akan disampaikan kepada masyarakat penerima penyuluhan kebersihan. Pemilihan materi hendaknya disesuaikan dengan waktu, tempat, bentuk kegiatan, masyarakat yang dihadapi serta target/sasaran yang hendak dicapai. Topik atau materi yang disampaikan adalah : a. Pengertian sampah, jenis- jenis sampah b. Memberikan petunjuk tata cara pengelolaan berbagai jenis sampah c. Cara membuang dan memusnahkan sampah d. Dampak, ancaman bila sampah dibiarkan berserakan e. Pentingnya membuang sampah pada tempatnya f. Hubungan antara kebersihan dan kesehatan g. Peraturan perundang-undangan yang berlaku h. Menerangkan tentang kebersihan institusi kebersiha, keorganisasian dan manajemen, bentuk, jumlah personalia, luas wiiayah operasi, dan kapasitas pelayanannya i. Masalah persampahan yang sering dijumpai oleh masyarakat j. Pentingnya peran serta masyarakat dalam menanggulangi masalah kebersihan k. Jumlah biaya yang diperlukan dan sumber-sumbernya l. Retribusi, struktur tarif, dasar penyusunan kelas m. Alternatif peran serta masyarakat n. Pengelolaan komunal, swakelola dan sampah umum o. Saling mengingatkan antara sesama warga. 4. Metoda dan Teknik Penyuluhan a. Metode Penyuluhan, metode yang dapat dipergunakan dalam penyuluhan kebersihan: 1) Metode persuasif dan motivatif, adalah metoda dalam melaksanakan tugas sebagai penyuluh kebersihan, memberikan pengertian dan ajakan serta pesan-pesan, didasarkan atas kesadaran dan keinsyafan. 2) Metoda persuasif, selalu menjalin hubungan yang kuat atas dasar saling mengerti dan sating memberi bantuan serta dukungan antara penyuluh dan masyarakat sasaran 3) Metoda partisipatif, selalu menempatkan masyarakat sasaran sebagai subyek/pelaku aktif. b. Teknik Penyuluhan, adalah tata cara penyampaikan pesan-pesan penyuluhan kepada masyarakat yang menjadi sasaran penyuluhan. Teknik yang dipergunakan adalah penyuluhan lisan, tulisan dan penyuluhan peragaan. 1) Penyuluhan lisan, cara penyampaiannya dalam bahasa lisan, yang terdiri atas penyuluhan lisan secara langsung dan lisan secara tidak langsung. Penyuluhan lisan secara langsung : • Penyuluh berhadapan langsung dengan kelompok penerima penyuluhan. • Tempat berlangsungnya kegiatan penyuluhan dipersiapkan terlebih dahulu. • Medianya adalah ceramah, khotbah, sarasehan / diskusi 5
  • 19. Penyuluhan lisan secara tidak langsung Penyuluh tidak berhadapan dengan kelompok penerima penyuluhan dalam tempat yang sama. Penerima penyuluhan tidak dipersiapkan terlebih dahulu pada suatu tempat tertentu. Medianya melalui siaraan radio (pidato, reportase, wawancara, sandiwara, obrolan, majalah udara, quis), melalui siaran televisi (sandiwara, reportase, wawancara, obrolan, slide). 2) Penyuluhan tulisan Media penyuluhan dalam bahasa tulisan antara lain pembuatan brosur, leaflet, poster / pamflet. 3) Penyuluhan peragaan kebersihan Media yang dipergunakan pameran pembangunan bidang kebersihan/persampahan. film, group kesenian tradisional (ludruk, lenong, calung, wayang, randai dan lain-lain). c. Teknik Bimbingan Masyarakat Bimbingan masyarakat merupakan kegiatan lanjut dari penyuluhan kebersihan untuk memberikan arah dan cara melaksanakan upaya kebersihan, dengan kegiatan yang dapat dilakukan adalah : 1) Pemberian Contoh Program percontohan dapat berupa pemberian contoh oleh pimpinan formal dan informal dengan melakukan kegiatan kebersihan. 2) Pemberian hadiah Pemberian hadiah atau penghargaan atas prestasi kebersihan lingkungan dapat diberikan secara berjenjang mulai dari tingkat desa, kelurahan, kecamatan, kabupaten/kotamadya, propinsi, dan penghargaan tertinggi pada tingkat nasional (Adipura ). 3) Pemberian kemudahan Penyediaan sarana dan prasarana yang memberikan kemudahan untuk pembuang sampah secara baik dan benar. 4) Pendidikan Masalah kebersihan ditanamkan sejak kecil melalui pendidikan formal (disekolah) dan non formal (Pramuka, dirumah). 5) Memperluas daerah bebas sampah 6) Pemberian ancaman Pemberian ancaman dikaitkan dengan peraturan yang diterapkan dalam bentuk sangsi terhadap pelanggaran dan peraturan. 6
  • 20. ASPEK MANAJEMEN (INSTITUSI, PERATURAN DAN PEMBIAYAAN) A. KELEMBAGAAN 1. UMUM Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial perekonomian suatu kota, kompleksitas permasalahan sampahpun akan meningkat, seperti meningkatnya produksi sampah dari tahun ke tahun, menurunnya kualitas lingkungan perkotaan karena penanganan sampah yang kurang memadai, kebutuhan biaya operasi dan pemeliharaan yang terus meningkat tanpa diimbangi dengan penerimaan retribusi yang memadai, kesulitan mendapatkan lahan TPA, teknis pengoperasian prasarana dan sarana persampahan yang juga memadai dan lain- lain Keandalan institusi pengelola adalah hal penting dalam mengatasi permasalahan tersebut di atas. Dengan demikian maka institusi pengelola persampahan merupakan kunci pokok dalam suatu sistem pengelolaan persampahan, karena melalui aspek ini aktifitas pengelolaan dapat diatur sedemikian rupa untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Organisasi pengelola sampah tersebut mempunyai tugas tidak hanya memberikan pelayanan kebersihan kota saja, tetapi juga mampu mengembangkan kapasitas dan potensi yang ada dalam rangka menciptakan kualitas lingkungan perkotaan yang bersih dan sehat. Hal-hal yang mempengaruhi kebutuhan akan bentuk institusi yang mengelola persampahan suatu kota adalah kategori kota, status kota dan jumlah penduduk. Makin besar suatu kota maka besaran produksi sampah yang harus dikelola akan makin banyak sehingga kebutuhan akan sarana prasarana persampahanpun akan meningkat. Kebutuhan dana otomatis juga meningkat sejalan dengan itu. Kompleksitas permasalahan akan semakin besar apabila tidak diimbangi dengan profesionalisme penanganan sampah. Mengacu pada kebijaksanaan dan strategi nasional pembangunan bidang persampahan serta ketentuan kelembagaan yang ada, yaitu Kepmendagri No. 80/1994, bahwa institusi pengelola persampahan untuk kota metropolitan dan kota besar pada prinsipnya diarahkan menjadi Perusahaan Daerah Kebersihan atau Dinas Kebersihan Pola Maksimal atau Dinas Kebersihan Pola Minimal atau Suku Dinas Kebersihan (Pola Maksimal) atau Suku Dinas Pekerjaan Umum (Pola Minimal). 2. PERMASALAHAN Secara umum permasalahan yang ada pada instansi pengelola persampahan adalah sebagai berikut: a. Bentuk organisasi yang ada pada umumnya masih belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku, terlalu sederhana, belum sesuai dengan 1
  • 21. kewenangan pelayanan yang dibutuhkan kecuali untuk beberapa kotamadya saja masih belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku b. Sebagian besar institusi pengelola persampahan adalah berbentuk Dinas, Suku Dinas atau Seksi dengan kewenangan yang terbatas c. Masih kurangnya kerjasama antara instansi terkait seperti dengan Dinas Pasar dalam hal keterpaduan pengumpulan sampah pasar, Dinas PU dalam hal pengangkutan sampah saluran/sungai, PLN/PDAM dalam hal penarikan retribusi dan kerjasama dengan masyarakat dalam hal pengumpulan dan pengolahan sampah yang dilaksanakan oleh RT/RW atau LKMD d. Struktur Organisasi kebanyakan belum sesuai dengan kapasitas dan beban kerja, belum menggambarkan siklus aktifitas tahapan pengelolaan, lingkup tugas belum jelas dan fungsi pembinaan masyarakt belum optimal e. Tata laksana kerja pada umumnya belum dinyatakan secara jelas, termasuk prosedur penarikan retribusinya, demikian pula pencatatan administrasi rutin sering tidak ada f. Tenaga ahli terbatas, penempatan personil kurang terencana, pemanfaatan kurang seimbang serta jenjang karir yang tidak jelas g. Motivasi karyawan yang belum bersungguh, karena ada anggapan bahwa pekerjaan yang berkaitan dengan sampah adalah hal yang kurang bermanfaat dan kurang menarik. Permasalahan yang lebih spesifik khususnya yang berkaitan dengan masalah pengelolaan aset persampahan adalah sebagai berikut: a. Ketidakberhasilan pengelolaan UDPK di beberapa kota disebabkan oleh tidak adanya penugasan yang jelas terhadap upaya-upaya terobosan dalam pengurangan atau pemanfaatan sampah. Apabila pelaksanaan UDPK diserahkan kepada masyarakat, pada umumnya Pemda tidak melakukan pembinaan dan pengawasan yang memadai khususnya yang berkaitan dengan masalah pemasaran b. Kendala dalam pengoperasian TPA pada umumnya lebih didominasi masalah teknis dan biaya, kalaupun ada yang berkaitan dengan masalah organisasi adalah kurangnya tenaga yang terampil dalam meningkatkan kondisi TPA secara lebih memadai. 3. UPAYA PENINGKATAN Dalam rangka meningkatkan kinerja pengelolaan persampahan disuatu kota ditinjau dari aspek organisasi, ada beberapa alternatif yang perlu dipertimbangkan sebagai berikut: a. Peningkatan institusi secara menyeluruh sesuai dengan ketentuan Departemen Dalam Negeri (Keputusan Menteri Dalam Negeri No.80/1994 tentang Struktur Organisasi Daerah Tingkat II dan Surat Keputusan Dalam Negeri No.52/1996 tentang Struktur Organisasi Pemerintah Kota Administratif). b. Peningkatan struktur organisasi Dinas/Suku Dinas yang ada sebagai upaya transisi yang mengarah pada struktur organisasi yang sesuai dengan ketentuan tersebut diatas sebelum melakukan perubahan institusi secara 2
  • 22. menyeluruh. Peningkatan tersebut sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan teknis operasionalnya. c. Peningkatan kerja sama dengan instansi terkait dengan peran masing-masing yang lebih proporsional, seperti dengan Dinas Pasar, Dinas PU, PLN / PDAM, LKMD, Swasta dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan d. Peningkatan tata laksana kerja dari masing-masing unit organisasi secara lebih jelas, realistis dan terukur. e. Peningkatan kualitas personil melalui pelatihan baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, maupun oleh Pemerintah Daerah Tingkat I dibidang persampahan. Peningkatan kualitas personil ini sebaiknya dilakukan secara terencana dengan konsekuensi orang yang telah mengikuti pelatihan tidak dipindahkan ke bagian yang sama sekali tidak berhubungan dengan masalah pengelolaan persampahan. Pelatihan yang dapat diikuti adalah pelatihan untuk tingkat Kepala Dinas sampai kepada tingkat Pelaksana bahkan juga pelatihan tingkat lanjutan khusus untuk meningkatkan kualitas TPA. f. Peningkatan aspek organisasi yang berkaitan dengan pengelolaan aset persampahan seperti pada fasilitas pengolahan persampahan skala lingkungan (UDPK, Insinerator) adalah dengan memberikan kewenangan khusus pada salah satu seksi (seperti Seksi Kebersihan) untuk melaksanakan kegiatan operasional secara sungguh-sungguh (apabila UDPK dilaksanakan sendiri oleh Pemda) atau melaksanakan pembinaan termasuk pelatihan kepada masyarakat bila pengoperasian fasilitas tersebut dilakukan oleh organisasi masyarakat, artinya Pemda bertanggung jawab juga dalam masalah pengendaliannya. B. PEMBIAYAAN 1. UMUM Aspek Pembiayaan dalam Sistem Pengelolaan Persampahan mempunyai peran penting dalam menjalankan roda operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana persampahan. Berbagai masalah penanganan sampah yang timbul pada umumnya disebabkan oleh adanya keterbatasan dana, seperti keterbatasan dana investasi peralatan, dana operasi dan pemeliharaan sehingga kualitas pelayanan sampah sangat ditentukan oleh harga satuan per meter 3 sampah. Besaran biaya satuan ini bahkan dapat digunakan sebagai indikator tingkat efisiensi atau keberhasilan pengelolaan sampah disuatu kota. Tanpa ditunjang dana yang memadai, akan sulit mewujudkan kondisi kota yang bersih dan sehat. Kebutuhan biaya pengelolaan sampah ini akan meningkat sejalan dengan tingkat pelayanan atau volume sampah yang harus dikelola. Pihak institusi pengelola persampahan dituntut untuk dapat merencanakan kebutuhan dana secara akurat setiap tahunnya agar roda pengelolaan dapat terus berjalan sesuai dengan tujuan utama, yaitu mewujudkan kota bersih dan sehat. Meskipun tanggung jawab pengelolaan persampahan sebenarnya ada pada pihak Pemda tingkat II (PP 14/1987), tetapi Pemerintah Pusat tetap memberikan bantuan sebagai wujud pembinaan. Sesuai dengan Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Pembangunan bidang Persampahan, bahwa untuk mencapai target tingkat pelayanan 60 % - 80 % pada Pelita VI, Pemerintah Pusat telah 3
  • 23. memberikan bantuan proyek berupa peralatan pengumpulan, pemindahan, pengangkutan dan alat berat untuk TPA. Bantuan ini bersifat stimulan sehingga Pemda diminta untuk dapat mengoperasikan, memelihara dan mengembangkannya. Selain itu Pemerintah Pusat juga memberikan bantuan teknis berupa Studi/Perencanaan dan Pedoman Teknis serta bantuan Pelatihan. Pada saat ini kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dalam mengembangkan sistem pengelolaan sampah adalah tidak saja dana investasi yang terbatas tetapi juga keterbatasan biaya investasi, operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana persampahan tersebut, sehingga optimalisasi penggunaan peralatan yang ada kurang memadai. 2. PERMASALAHAN Pada umumnya permasalahan yang berkaitan dengan aspek pembiayaan adalah sebagai berikut : a. Adanya keterbatasan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan untuk kegiatan pengelolaan persampahan baik untuk investasi maupun biaya operasi dan pemeliharaan. b. Realisasi penarikan retribusi masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh metoda penarikan yang belum memadai, kurangnya kesadaran masyarakat, serta kurangnya perhatian Pemerintah Daerah. Hasil penarikan retribusi tidak seluruhnya dapat dialokasikan untuk biaya pengelolaan persampahan. c. Kurang siapnya sistem penarikan retribusi termasuk kesiapan aparat pelaksana dalam memberikan pelayanan yang memadai d. Adanya kesan double retribusi yang sebenarnya adalah iuran pengumpulan sampah dan retribusi pengangkutan sampah (dari TPS ke TPA). Hal tersebut disebabkan karena kurangnya sosialisasi kepada masyarakat. e. Besarnya tarif retribusi masih belum didasarkan pada tingkat kemampuan membayar masyarakat maupun besaran volume sampah yang dihasilkan oleh setiap penghasil sampah. f. Sumber dana alternatif seperti dana masyarakat, hibah, pinjaman lunak maupun peran serta swata belum digali secara optimal. Selain hal-hal tersebut diatas, contoh permasalahan yang berkaitan dengan biaya pengelolaan aset persampahan adalah sebagai berikut : a. Keterbatasan biaya pemeliharaan gerobak sering mengakibatkan gerobak rusak (tidak terpakai) sebelum umur teknisnya habis. b. Pengoperasia truck yang tidak efisien seperti penggunaan secara door to door, ritasi yang rendah ( < dari 3 rit / hari), tidak memiliki rute yang jelas, volume angkutan yang tidak sesuai dengan kapasitas truck dan lain-lain menyebabkan peningkatan biaya operasi dan pemeliharaan.Transfer Depo yang ada tidak dimanfaatkan, sehingga pola pengumpulan sampahnya menggunakan pola pengumpulan langsung dengan truk. Pola ini selain tidak efisien juga sangat mahal. c. Pihak pengelola UDPK menghadapi kesulitan dalam memasarkan produk komposnya, sehingga pendapatannya tidak dapat menutupi biaya operasi dan pemeliharaan. 4
  • 24. d. Terbatashya biaya operasi dan pemeliharaan TPA, terutama dalam hal penyediaan biaya untuk tanah penutup dan pengoperasian alat berat. e. Besarnya biaya pengoperasian Insinerator disebabkan karena banyaknya bahan bakar yang digunakan untuk membakar sampah (nilai kalor sampah rendah dan kadar air sampah tinggi). 3. UPAYA PENINGKATAN Dalam rangka meningkatkan efisiensi pengelolaan persampahan, diperlukan langkah kongkrit terutama dari segi pembiayaannya, yaitu peningkatan alokasi biaya operasi dan pemeliharaan sesuai dengan kebutuhan serta menggali dana dari masyarakat secara optimal melalui perbaikan sistem retribusi. a. Kebutuhan Biaya Operasi dan Pemeliharaan (OIP) Aset Persampahan Untuk dapat menyusun rencana biaya operasi dan pemeliharaan Aset Persampahan, perlu diketahui komponen pembiayaannya itu sendiri serta perkiraan besarnya masing-masing komponen tersebut. Dengan perkiraan tersebut serta adanya potensi dana masyarakat, dapat diperkirakan berapa sebenarnya subsidi yang diperlukan guna penanganan operasi dan pemeliharaan tersebut. Biaya operasi dan pemeliharaan adalah biaya yang dibutuhkan untuk keperluan rutin, meliputi kebutuhab gaji upah, kebutuhan biaya operasi kendaraan (bahan bakar, oli dan lain-lain), kebutuhan biaya perawatan dan perbaikan (service, suku cadang dan lain-lain), pendidikan dan latihan rutin, pengendalian serta administrasi kantor / lapangan. Komponen struktur pembiayaan menurut tahap pengelolaan adalah sebagai berikut : 1). Biaya O/P Pewadahan Pada tahap pewadahan, biaya investasi dan pemeliharaannya disarankan dilakukan oleh masyarakat sendiri sebagai bentuk peran serta masyarakat. 2). Biaya O/P Pengumpulan Biaya operasional dan pemeliharaan pengumpulan terdiri dari : − Biaya upah penarik gerobak − Biaya perlengkapan kerja seperti baju seragam, sepatu kerja dan lain- lain − Tunjangan kesehatan dan kesejahteraan − Biaya penggantian ban dan perbaikan gerobak 3). Biaya O/P Pemindahan (Transfer Depo) Biaya operasional dan pemeliharaan pemindahan sampah terdiri dari : − Biaya upah personil − Biaya listrik dan air − Biaya peralatan penunjang − Biaya perawatan bangunan 4). Biaya O/P Pengangkutan Biaya operasional dan pemeliharaan pengangkutan adalah : − Biaya personil (gaji / upah) untuk sopir dan crew 5
  • 25. Biaya operasi (bahan bakar, oil) − Biaya peralatan bantu seperti baju seragam, sepatu kerja, sapu sekop dan lain-lain − Biaya perawatan kendaraan seperti pencucian, pelumasan, penggantian ban, perbaikan dan lain-lain. 5). Biaya O/P UDPK Biaya operasional dan pemeliharaan UDPK adalah : − Biaya personil (gaji/upah) − Biaya operasi (air, listrik dan lain-lain) − Biaya perlengkapan kerja seperti baju seragam, sepatu kerja, sekop, Biaya pengepakan kompos − Biaya perawatan bangunan UDPK 6). Biaya O/P Insinerator Biaya operasi dan pemeliharaan Insinerator terdiri dari : − Biaya gaji/upah − Biaya bahan bakar − Listrik − Biaya perwatan bangunan Insinerator 7). Biaya O/P TPA Biaya operasional dan pemeliharaan TPA meliputi : − Biaya personil (petugas TPA dan operator alat berat) − Biaya bahan bakar alat berat − Biaya perawatan alat berat seperti pelurasan, pergantian suku. cadang, dan lain-lain − Biaya penutupan tanah (tanah penutup) − Biaya penyemprotan insektisida − Biaya reklamasi lahan dan penghijauan di bekas TPA − Biaya perawatan dan perbaikan fasilitas TPA (jalan masuk, kantor, saluran drainase, ventilasi gas, pengolahan lindi dan lain-lain) Listrik, air dan lain-lain b. Peningkatan Retribusi Dalam rangka melaksanakan pola pembiayaan cost recovery, upaya peningkatan biaya operasi dan pemeliharaan harus diikuti dengan perbaikan sistem penarikan retribusi. Perbaikan tersebut meliputi perbaikan tarif dan pola penarikan retribusi. Kedua hal tersebut akan sangat mendukung dalam penyediaan biaya pengelolaan persampahan suatu kota. 1). Tarif Retribusi. Retribusi merupakan salah satu bentuk nyata partisipasi masyarakat didalam membiayai program pengelolaan persampahan. Retribusi harus disiapkan dengan seksama serta mempunyai landasan yang kokoh, agar masyarakat dapat menerima kenyataan bahwa untuk hidup sehat diperlukan biaya dan masyarakat dapat percaya bahwa uang yang dibayarnya benar-benar digunakan untuk pengelolaan persampahan Komponen yang perlu diperhatikan dalam menyiapkan penentuan tarif. retribusi adalah sebagai berikut : 6
  • 26. Kebutuhan biaya pengelolaan per tahun − Tingkat pelayanan / jumlah sampah yang dikelola − Jumlah timbulan sampah masing-masing sumber − Pengelompokan wajib retribusi − Pola subsidi silang − Kemampuan Pemda mensubsidi − Kemampuan dan kemauan masyarakat membayar retribusi (ditinjau dari tingkat penghasilan masyarakat berpendapatan tinggi, menengah dan rendah serta urgensi pelayanan yang dituntut oleh masyarakat) Pengelompokan wajib retribusi harus memperhatikan jenis aktifitas atau usaha apakah bersifat komersial atau sosial, dapat juga dilakukan pengelompokan kualitas seperti kelas atas, menengah dan rendah. Pengelompokan tersebut terdiri dari : − Kelompok Perumahan − Kelompok Komersial (toko, pasar, salon, bioskop, hotel, restoran dan lain- lain) − Kelompok Fasilitas umum (perkantoran, sekolah, rumah sakit dan lain- lain) − Kelompok Fasilitas sosial (tempat ibadah, panti asuhan dan lain-lain) Pembedaan kelompok dan kelas tersebut didasarkan pada keinginan menerapkan konsep subsidi silang antar wajib retribusi, dengan prinsip produsen mensubsidi konsumen ataupun status ekonomi kuat mensubsidi yang lemah. Konsep subsidi silang adalah : − Mensubsidi, berarti tarif retribusi lebih besar dari rata-rata biaya satuan − Netral, berarti retribusi sama dengan rata-rata biaya satuan Disubsidi, berarti retribusi lebih kecil dari rata-rata biaya satuan Langkah-Iangkah perhitungan retribusi : − Tentukan jumlah penduduk kota − Tentukan jumlah penduduk yang dilayani − Tentukan pendapatan rata-rata rumah tangga per bulan (tinggi, menengah dan rendah) − Tentukan timbulan sampah tiap sumber yang dilayani − Tentukan biaya pengelolaan per tahun − Tentukan efisiensi retribusi tertagih − Tentukan jumlah bobot pada masing-masing pelanggan (pembobotan digunakan untuk subsidi silang). Pembobotan untuk pemukiman didasarkan pada pendapatan per KK dan untuk non permukiman didasarkan pada perperkiraan volume sampah per klasifikasi sumber. Untuk kelompok komersil disetarakan dengan goVngan perumahan tinggi, fasilitas umum setara dengan golongan menengah dan fasilitas sosial setara dengan golongan perumahan rendah. − Tentukan tarif dasar dengan cara : Tarif dasar = Biaya penqelolaan per bulan x 100 % (atau 80 %) Jumlah bobot retribusi − Besarnya tarif retribusi dihitung dengan cara : tarif dasar dikaiikan dengan masing-masing bobotnya. 7
  • 27. 2). Pola Penarikan Retribusi Metoda yang digunakan dalam penarikan retribusi adalah sebagai berkut: − Penarikan retribusi secara mandiri Penarikan retribusi dilakukan langsung oleh petugas dari organisasi pengelola sampah. − Bekerja sama dengan organisasi lain Ada beberapa bentuk kerja sama, yaitu : 1. Kerja sama dengan RT/RW dan Kelurahan, caranya dikaitkan dengan iuran keamanan 2. Kerja sama dengan PLN, dikaitkan dengan sistem pembayaran rekening listrik. Pembayaran listrik dapat dilakukan setelah mamperlihatkan tanda bukti pembayaran retribusi sampah. Loket pembayaran dapat dilakukan di Bank, Kelurahan atau loket PLN. 3. Kerja sama dengan PDAM, dikaitkan dengan sistem pembayaran rekening air sepert halnya dengan PLN. 8
  • 28. PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU BERBASIS MASYARAKAT 1. Pendahuluan Sampah pada dasarnya dihasilkan oleh atau merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Hukum termodinamika kedua menyatakan bahwa hakikatnya proses perubahan materi atau proses produksi apapun tidak ada yang berjalan effisien 100 persen. Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah yang jumlah dan volumenya sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang atau material yang kita gunakan sehari – hari. Demikian juga dengan jenis sampah, sangat tergantung dari gaya hidup dan jenis material yang kita konsumsi. Berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana tercantum dalam buku infrastruktur Indonasi (Bappenas, 2003), pada tahun 1995 perkiraan timbulan sampah di Indonesia mencapai 22,5 juta ton, dan meningkat lebih dua kali lipat pada tahun 2020 menjadi 53,7 juta ton. Sementara di kota besar di Indonesia diperkirakan timbulan sdampah perkapita berkisar antara 600 – 830 gram per hari. Sebagai ilustrasi betapa besarnya timbulan sampah yang dihasilkan, data beberapa kota besar di Indonesia dapat menjadi rujukan. Kota Jakarta setiap hari menghasilkan timbulan sampah sebesar 6.2 ribu ton, kota Bandung sebesar 2.1 ribu ton, Kota Surabaya sebeasar 1.7 ribu ton, dan kota Makasar 0.8 ribu ton (Damanhuri, 2002). Jumlah tersebut membutuhkan upaya yang tidak sedikit dalam penanganannya. Kompleksitas penanganan persampahan semakin meningkat seiring dengan berkembangnya suatu kota, dalam hal ini sentralisasi kegiatan ekonomi maupun meluasnya wilayah perkotaan. Sentralisasi ini akan meningkatkan aktivitas ekonomi maupun meluasnya wilayah perkotaan.sentralisasi ini akan meningkatkan aktivitas ekonomi, yang menarik para pendatang lebih banyak dan menambah jumlah penduduk kota, sehingga kota akan menghadapi problem volume dan jenis sampah yang semakin meningkat. Perkembangan kota yang meluas akan menghadirkan tantangan bagi Pemerintah Kota dalam menyelenggarakan pelayanan yang mampu menjangkau seluruh lokasi permukiman secara efektif dan efisien. Untuk kota-kota besar dan metropolitan, persoalan menjadi semakin serius bila sudah menyentuh perencanaan lokasi bagi prasarana dan sarana pengolahan sampah, berkait dengan kelangkaan tanah diperkotaan, penolakan warga disekitar lokasi yang direncanakan, pembiayaan serta perlunya mekanisme kerjasama antar kota. Berdasarkan data diatas diperkirakan kebutuhan lahan TPA di Indonesia pada tahun 1995 adalah 675 Ha, dan meningkat menjadi 1.610 Ha pada tahun 2020. Berbeda dengan di daerah pedesaan dimana lahan yang tersedia masih luas dan sampahnya kebanyakan bersifat degradable atau mudah terurai sehingga persoalan sampah belum dipandang sebagai suatu problem, maka di perkotaan masalah persampahan merupakan sebuah tantangan yang akan menentukan sustainaibility lingkungan suatu kota. Kegagalan menangani problem persampahan ini akan meningkatkan resiko warga kota berhadapan dengan 1
  • 29. berbagai macam penyakit yang akan meningkatkan biaya sosisal untuk kesehatan. Selain itu sampah yang dibuang ke sungai dan saluran pembuangan berpotensi menimbulkan banjir. Kelompok pertama yang paling dirugikan adalah masyarakat miskin. Alasan tersebut menyebabkan Pemerintah Kota berkewajiban menyediakan sistem pengolahan sampah yang efektit, efisien dan terjangkau. Dalam visi kota yang berkelanjutan, manajemen persampahan yang terintegrasi akan mencakup klasifikasi limbah ke dalam organik dan non-organik, beracun dan tidak beracun, limbah buangan, limbah daur ulang dan kompos, dengan penekanan utama opersionalisasi prinsip-prinsip reduce, reuse, dan recycle (3R). Pengomposan sudah banyak dilakukan atau banyak dibicarakan dan direncanakan untuk dilakukan namun baru terlaksana dalam jumlah yang sangat terbatas. Di sisi lain dari manajemen sampah perkotaan, masyarakat telah melihat bahwa TPA yang ada tidak dikelola dengan baik. Operasional TPA secara open dumping masih dijalankan di hampir semua TPA di Indonesia. Disamping itu, masih terjadi pembakaran sampah untuk mengurangi timbunan sampah, dan tidak terkelolanya gas metan yang di hasilkan oleh timbunan sampah. Hal ini sebenarnya sangat bertentangan dengan semangat Protokol Kyoto yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, dimana pengurangan gas metan menjadi salah satu persyaratan . masalah lain yang timbul akibat pengelolaan TPA yang tidak persyaratan diantaranya adalah timbulnya bau, menurunnya kualitas air akibat pembuangan sampah ke sungai, merembesnya air lindi dari TPA ke air tanah dangkal dan air permukaan, pencemaran udara serta merebaknya dioxin yang bersifat karsinogen. Kesadaran masyarakat akan kebersihan sudah baik, tetapi baru terbatas hanya pada lingkungan kecil saja khususnya rumah. Rumah memang bebas dari sampah tetapi sampah tersebut tidak dibuang pada tempatnya yang benar seperti ke selokan, sungai, bahkan halaman kosong milik tetangga. Fenomena peduli kebersihan dalam lingkungan sendiri semata yang tergambar dalam fenomena NIMBY (Not In My Back Yard) sangat terasa disini. Jaka dibandingkan dengan kesediaan membayar pelayanan air minum, maka kesediaan membayar pengelolaan sampah relatif lebih rendah. Ini terjadi karena masyarakat tidak mengetahui sebenarnya seperti apa pengelolaan sampah itu berlangsung. Rendahnya tingkat pengorbanan masyarakat untuk memberikan kontribusinya berbanding terbalik dengan jumlah timbunan sampah, karenanya perlu dicari cara dan metoda yang tepat agar masyarakat tertarik dan mau bertanggung jawab dalam memecahkan permasalahan sampah yang ada disekitarnya salah satunya adalah dengan program pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat. 2. Pengertian Pengelolaan Sampah Terpadu berbasis masyarakat adalah suatu pendekatan pengelolaan sampah yang didasarkan pada kebutuhan dan permintaan masyarakat, direncanakan, dilaksanakan (jika feasible), dikontrol dan dievaluasi bersama masyarakat. 2
  • 30. Dalam pengertian ini pemeran (penguasa, kekuatan) utama dalam pengelolaan sampah adalah masyarakat. Bukan pemerintah atau lembaga lainnya seperti LSM dan lain – lain. Pemerintah dan lembaga lainnya hanyalah sebagai motivator dan fasilitator. Fungsi motivator adalah memberikan dorongan agar masyarakat siap memikirkan dan mencari jalan keluar terhadap persoalan sampah yang mereka hadapi. Tetapi jika masyarakat belum siap, maka fungsi pemerintah atau lembaga lain adalah menyiapkan terlebih dahulu. Misalnya dengan melakukan pelatihan, study banding dan memperlihatkan contoh – contoh program yang sukses dan lain – lain. Fungsi fasilitator adalah memfasilitasi masyarakat untuk mencapai tujuan pengelolaan sampah secara baik dan berkesinambungan. Jika masyarakat mempunyai kelemahan dibidang teknik pemilahan dan pengomposan maka tugas fasilitator adalah memberikan kemampuan masyarakat dengan berbagai cara misalnya dengan memberikan pelatihan, begitu juga jika masyarakat lemah dalam hal pendanaan, maka tugas fasilitator adalah membantu mencari jalan keluar agar masyarakat mampu mendapat pendanaan yang dibutuhkan, tetapi harus dilakukan secara hati – hati jangan sampai membuat masyarakat tergantung. 3. Mengapa Berbasis Masyarakat Produsen sampah utama adalah masyarakat, sehingga mereka harus bertanggung jawab terhadap sampah yang mereka produksi (poluters must pay). Konsep penangan sampah yang baik adalah penanganan sampah yang dimulai di sumber. Semakin dekat dengan sumbernya maka semakin besar rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa tanggung jawab orang untuk mengelola sampahnya. Misalnya jika sampah desa A dibuang ke desa B, secara sosial pasti akan ada penolakan oleh desa B, karena desa B tidak mempunyai sense of belonging terhadap sampah dari desa A. Oleh karena itu lebih baik sampah desa A dibuang dan dikelola sendiri oleh desa A. Sumber sampah yang berasal dari masyarakat, sebaiknya dikelola oleh masyarakat yang bersangkutan agar mereka bertanggung jawab terhadap sampahya sendiri, karena jika dikelola oleh pihak lain biasanya mereka kurang bertanggung jawab bahkan cenderung destruktif. Intinya adalah bagaimana mengarahkan kekuatan masyarakat (social capital) untuk memecahkan masalah sampah. Bukan untuk melawan program pengelolaan sampah. Sebab tidak jarang ditemukan program – program yang baik untuk masyarakat, karena tidak melibatkan masyarakat dihalangi, ditolak dan dirusak sendiri oleh masyarakat. Disamping itu kemampuan pemerintah baik dari sisi manajemen dan pendanaan masih sangat terbatas, misalnya kemampuan pemda kabupaten Tangerang dalam mengelola sampah hanya sebesar 30 persen. Jika tanggung jawab sampah hanya diserahkan pada pemerintah maka mustahil permasalahan sampah dapat terselesaikan secara baik dan berkelanjutan. 3
  • 31. Berbasis masyarakat bukan berarti dalam pengoperasiannya selalu harus dilakukan oleh masyarakat, tetapi boleh juga dilakukan oleh lembaga atau badan profesional yang mampu dan diberi mandat oleh masyarakat. Yang penting adalah apa yang layak dan realistis dilakukan untuk memecahkan masalah sampah yang dihadapi oleh masyarakat trersebut. Misalnya kalau secara realistis masyarakat tidak mampu dari sisi waktu dan manajemen untuk mengoperasikan maka jangan diserahkan pengeoperasiannya pada masyarakat. Lebih baik masyarakat didorong untuk mencari dan menunjuk lembaga profesional atau perorangan yang mampu dan dipercaya untuk mengoperasikan. 4. Bagaimana Pelaksananaannya Dalam pelaksanaannya, pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat sangat beragam tergantung siapa yang mengambil inisistif, ditingkat mana kita mulai dan siapa saja (stakeholders) yang dilibatkan. Jika inisiatif datang dari LSM biasanya dimulai dari penentuan calon lokasi, kemudian dilanjutkan dengan proses berikutnya. Namun jika inisiatif datang dari pemerintah pusat, maka tahapannya tentu lebih panjang. Misalnya, jika inisiatifnya datang dari pemerintah pusat biasanya, ada beberapa tahapan yang biasa dilakukan antara lain: (1). Penentuan Calon Pemda (longlist). (2). Sosialisasi dan promosi program kepada pemerintah daerah. (3). Seleksi pemerintah daerah yang berminat (short list). (4). Penentuan calon lokasi masyarakat (long list lokasi masyarakat), (5). Sosialisasi ke masyarakat, (6). Seleksi masyarakat (short list masyarakat), (7). Pembentukan kelompok masyarakat. (8) Pelatihan dan Penyusunan rencana kerja masyarakat. (9). Pelaksanaan program, monitoring dan evaluasi program pada berbagai tingkatan (ditingkat masyarakat, ditingkat pemda dan ditingkat nasional). Penentuan calon pemda, biasanya didasarkan pada beberapa kriteria misalnya urgensi persoalan sampah yang ada, kemampuan APBD serta kerjasama. Sosialisasi kepada Pemda biasanya lebih ditekankan pada pemecahan masalah persampahan yang ada dikota tersebut, serta memperkenalkan pendekatan berbasis masyarakat, keuntungan dan kerugiannya, prosedur dan mekanisme pendanaannya baik sumber maupun sistem pencairan dana. Disamping itu diperkenalkan pula contoh – contoh praktek unggulan yang pernah dan sedang dilaksanakan. Dalam pelaksanaan program berbasis masyarakat umumnya pemda terbentur pada kepres no 80 atau yang sudah diperbaharui tentang sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah. Karena sampai saat ini belum ada pedoman umum tentang pelaksanaan proyek yang berbasis masyarakat, terutama yang nilainya diatas Rp 50 juta ke atas. Hal ini tentunya menjadi bahan diskusi dan pemikiran semua pihak dimasa mendatang. Walaupun begitu, program – program pembangunan yang berbasis masyarakat sudah banyak juga yang terlaksana, misalnya saja program SANIMAS, sanitasi berbasis masyarakat. Dalam seleksi pemda biasanya disusun suatu kriteria untuk menetapkan pemda yang berhak ikut dalam program tersebut, biasanya dilihat dari urgensi, 4
  • 32. permasalahan sampah yang dihadapi, kesediaan pemda untuk berkontribusi dan keseriusan pemda untuk memecahkan masalah tersebut dan lain – lain. Penentuan calon lokasi masyarakat biasanya ditentukan oleh pemda berdasarkan pada kepadatan penduduk dan permasalahan sampah yang dihadapi, dan kesediaan . Umumnya didaerah kumuh dan miskin. Setelah ditentukan calon lokasi, maka beberapa pemimpin formal dan informal dari calon lokasi tersebut diundang oleh pemda untuk diinformasikan tentang rencana pemda dalam program penanganan sampah. Dalam kesempatan ini diperkenalkan tentang kondisi persampahan yang ada. sistem penanganannya, keuntungan dan kerugiannya, teknologi yang diterapkan, kriteria calon masyarakat yang bisa ikut dalam program dan lain – lain. Dalam seleksi masyarakat biasanya disusun suatu kriteria antara lain: ketersediaan lahan untuk pengolahan sampah, adanya kelompok yang siap bertanggung jawab, kesiapan masyarakat untuk berkontribusi (minimal pada saat operasi dan maintenance) dan lain – lain. Setelah masyarakat diseleksi maka dilakukan pembentukan kelompok yang difasilitasi oleh fasilitator dari LSM dan atau Pemda. Ditetapkan pengurus (ketua, sekretaris, bendahara) dan anggota, serta disusun anggaran dasar kelompok. Didalam kelompok didiskusikan segala hal antara lain mengenai hak dan kewajiban kelompok. Alternatif teknologi yang akan digunakan, alternatif pengorganisasian, alternatif sumber dan pengelolaan keuangan, Alternatif penyebaran informasi program dan lain – lain. Semua hal yang didiskusikan didalam kelompok kemudian dituangkan dalam rencana kerja kelompok masyarakat atau yang sering dikenal dengan rencana kerja masyarakat. Rencana kerja masyarakat biasanya terdiri dari DED (detail engineering desain), RAB (rencana anggaran biaya) dan schedule pelaksanaan. Rencana kerja harus disetujui dan ditandatangani oleh pihak pihak yang bekerjasama. Setelah rencana kerja disusun maka dilaksanakan kegiatan konstruksi pembangunan tempat pegolahan sampah terpadu (jika opsi ini dipilih). Sebagai sarana pengurangan (reduce), penggunaan kembali (reuse) dan daur ulang (recycleable). Setelah dilaksanakan kontruksi dan pengoperasian maka dilakukan kontrol (monitoring) dan evaluasi. Biasanya untuk 3 bulan pertama evaluasi dilakukan secara intensif, minimal satu kali perminggu, namun setelah itu frekuensinya bisa dikurangi bisa menjadi satu bulan sekali, tergantung pada kebutuhan lapangan. Hal yang cukup penting dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah melakukan survey kepuasan pengguna (user satisfactory survey), hal ini biasanya dilakukan setahun sekali. Untuk melakukan survey dapat bekerjasama dengan mahasiswa yang sedang dan akan membuat skripsi. 5
  • 33. 5. Siapa saja yang dilibatkan Program pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat perlu melibatkan semua pihak yang terkait dan berkepentingan (stakeholders). Tetapi harus hati – hati sebab jika terlalu banyak yang terlibat bisa terjadi lebih banyak diskusi daripada bekerja. Perlu dilakukan analisa yang tepat mengenai fungsi dan peran stakeholder. Di Pemda perlu ada leading sektor yang bisa mengkoordinasikan dan memimpin program. Karena programnya berbasis masyarakat maka perlu ada fasilitator handal yang mampu memfasilitasi baik secara teknik maupun sosial. Biasanya teman – teman LSM mempunyai kemampuan dibidang ini. 6. Darimana Sumber Pembiayaannya Sumber pembiayaan program pengelolaan sampah terpadu berasal dari patungan (share) dari berbagai pihak terutama dari masyarakat dan pemerintah daerah. Masyarakat biasanya hanya mapu berkontribusi antara 2 – 4 persen untuk investasi, dan 100 persen pada tahap operasi dan perawatan. Selebihnya merupakan dana pemda dan atau pemerintah pusat, swasta dan atau donor (jika ada). Program pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat merupakan sinergi kekuatan dana dari pemerintah daerah dipadukan dengan kekuatan sosial masyarakat (social capital) serta kekuatan teknologi dari para ahli (LSM, Universitas, konsultan dll). 6
  • 34. TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR A. UMUM 1. Pengertian TPA Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik. Selama ini masih banyak persepsi keliru tentang TPA yang lebih sering dianggap hanya merupakan tempat pembuangan sampah. Hal ini menyebabkan banyak Pemerintah Daerah masih merasa saying untuk mengalokasikan pendanaan bagi penyediaan fasilitas di TPA yang dirasakan kurang prioritas disbanding dengan pembangunan sektor lainnya. Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara alamiah dengan jangka waktu panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat, sementara yang lain lebih lambat; bahkan ada beberapa jenis sampah yang tidak berubah sampai puluhan tahun; misalnya plastik. Hal ini memberikan gambaran bahwa setelah TPA selesai digunakanpun masih ada proses yang berlangsung dan menghasilkan beberapa zat yang dapat mengganggu lingkungan. Karenanya masih diperlukan pengawasan terhadap TPA yang telah ditutup. 2. Metoda Pembuangan Sampah Pembuangan sampah mengenal beberapa metoda dalam pelaksanaannya yaitu: a. Open Dumping Open dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi; dibiarkan terbuka tanpa pengamanan dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh. Masih ada Pemda yang menerapkan cara ini karena alasan keterbatasan sumber daya (manusia, dana, dll). Cara ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkannya seperti: − Perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dll − Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan − Polusi air akibat banyaknya lindi (cairan sampah) yang timbul − Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor b. Control Landfill Metoda ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam 1
  • 35. operasionalnya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA. Di Indonesia, metode control landfill dianjurkan untuk diterapkan di kota sedang dan kecil. Untuk dapat melaksanakan metoda ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas diantaranya: Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan Pos pengendalian operasional Fasilitas pengendalian gas metan Alat berat c. Sanitary Landfill Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara internsional dimana penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan yang timbul dapat diminimalkan. Namun demikian diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup mahal bagi penerapan metode ini sehingga sampai saat ini baru dianjurkan untuk kota besar dan metropolitan. 3. Persyaratan Lokasi TPA Mengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap lingkungan maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan hati-hati. Hal ini ditunjukkan dengan sangat rincinya persyaratan lokasi TPA seperti tercantum dalam SNI tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah; yang diantaranya dalam kriteria regional dicantumkan: − Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor, rawan gempa, dll) − Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kondisi kedalaman air tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan sumber air (dalam hal tidak terpenuhi harus dilakukan masukan teknologi) − Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20%) − Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di Bandara (jarak minimal 1,5 – 3 km) − Bukan daerah/kawasan yang dilindungi 4. Jenis dan Fungsi Fasilitas TPA Untuk dapat dioperasikan dengan baik maka TPA perlu dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang meliputi: a. Prasarana Jalan Prasarana dasar ini sangat menentukan keberhasilan pengoperasian TPA. Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar kegiatan pengangkutan sehingga efisiensi keduanya menjadi tinggi. Konstruksi jalan TPA cukup beragam disesuaikan dengan kondisi setempat sehingga dikenal jalan TPA dengan konstruksi: − Hotmix − Beton − Aspal − Perkerasan situ 2
  • 36. Kayu Dalam hal ini TPA perlu dilengkapi dengan: − Jalan masuk/akses; yang menghubungkan TPA dengan jalan umum yang telah tersedia − Jalan penghubung; yang menghubungkan antara satu bagian dengan bagian lain dalam wilayah TPA − Jalan operasi/kerja; yang diperlukan oleh kendaraan pengangkut menuju titik pembongkaran sampah Pada TPA dengan luas dan kapasitas pembuangan yang terbatas biasanya jalan penghubung dapat juga berfungsi sekaligus sebagai jalan kerja/operasi. b. Prasarana Drainase Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan dengan tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah. Seperti diketahui, air hujan merupakan faktor utama terhadap debit lindi yang dihasilkan. Semakin kecil rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah akan semakin kecil pula debit lindi yang dihasilkan yang pada gilirannya akan memperkecil kebutuhan unit pengolahannya. Secara teknis drainase TPA dimaksudkan untuk menahan aliran limpasan air hujan dari luar TPA agar tidak masuk ke dalam area timbunan sampah. Drainase penahan ini umumnya dibangun di sekeliling blok atau zona penimbunan. Selain itu, untuk lahan yang telah ditutup tanah, drainase TPA juga dapat berfungsi sebagai penangkap aliran limpasan air hujan yang jatuh di atas timbunan sampah tersebut. Untuk itu permukaan tanah penutup harus dijaga kemiringannya mengarah pada saluran drainase. c. Fasilitas Penerimaan Fasilitas penerimaan dimaksudkan sebagai tempat pemeriksaan sampah yang datang, pencatatan data, dan pengaturan kedatangan truk sampah. Pada umumnya fasilitas ini dibangun berupa pos pengendali di pintu masuk TPA. Pada TPA besar dimana kapasitas pembuangan telah melampaui 50 ton/hari maka dianjurkan penggunaan jembatan timbang untuk efisiensi dan ketepatan pendataan. Sementara TPA kecil bahkan dapat memanfaatkan pos tersebut sekaligus sebagai kantor TPA sederhana dimana kegiatan administrasi ringan dapat dijalankan. d. Lapisan Kedap Air Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air lindi yang terbentuk di dasar TPA ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Untuk itu lapisan ini harus dibentuk di seluruh permukaan dalam TPA baik dasar maupun dinding. Bila tersedia di tempat, tanah lempung setebal + 50 cm merupakan alternatif yang baik sebagai lapisan kedap air. Namun bila tidak dimungkinkan, dapat diganti dengan lapisan sintetis lainnya dengan konsekuensi biaya yang relatif tinggi. 3
  • 37. e. Fasilitas Pengamanan Gas Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbon dioksida dan metan dengan komposisi hampir sama; disamping gas-gas lain yang sangat sedikit jumlahnya. Kedua gas tersebut memiliki potensi besar dalam proses pemanasan global terutama gas metan; karenanya perlu dilakukan pengendalian agar gas tersebut tidak dibiarkan lepas bebas ke atmosfer. Untuk itu perlu dipasang pipa-pipa ventilasi agar gas dapat keluar dari timbunan sampah pada titik-titik tertentu. Untuk ini perlu diperhatikan kualitas dan kondisi tanah penutup TPA. Tanah penutup yang porous atau banyak memiliki rekahan akan menyebabkan gas lebih mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metan dengan cara pembakaran sederhana dapat menurunkan potensinya dalam pemanasan global. f. Fasilitas Pengamanan Lindi Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang melarutkan banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan pencemar khususnya zat organik sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi menyebabkan pencemaran air baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu ditangani dengan baik. Tahap pertama pengamanan adalah dengan membuat fasilitas pengumpul lindi yang dapat terbuat dari: perpipaan berlubang-lubang, saluran pengumpul maupun pengaturan kemiringan dasar TPA; sehingga lindi secara otomatis begitu mencapai dasar TPA akan bergerak sesuai kemiringan yang ada mengarah pada titik pengumpulan yang disediakan. Tempat pengumpulan lindi umumnya berupa kolam penampung yang ukurannya dihitung berdasarkan debit lindi dan kemampuan unit pengolahannya. Aliran lindi ke dan dari kolam pengumpul secara gravitasi sangat menguntungkan; namun bila topografi TPA tidak memungkinkan, dapat dilakukan dengan cara pemompaan. Pengolahan lindi dapat menerapkan beberapa metode diantaranya: penguapan/evaporasi terutama untuk daerah dengan kondisi iklim kering, sirkulasi lindi ke dalam timbunan TPA untuk menurunkan baik kuantitas maupun kualitas pencemarnya, atau pengolahan biologis seperti halnya pengolahan air limbah. g. Alat Berat Alat berat yang sering digunakan di TPA umumnya berupa: bulldozer, excavator dan loader. Setiap jenis peralatan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dalam operasionalnya. Bulldozer sangat efisien dalam operasi perataan dan pemadatan tetapi kurang dalam kemampuan penggalian. Excavator sangat efisien dalam operasi penggalian tetapi kurang dalam perataan sampah. Sementara loader sangat efisien dalam pemindahan baik tanah maupun sampah tetapi kurang dalam kemampuan pemadatan. Untuk TPA kecil disarankan dapat memiliki bulldozer atau excavator, sementara TPA yang besar umumnya memiliki ketiga jenis alat berat tersebut. 4
  • 38. h. Penghijauan Penghijauan lahan TPA diperlukan untuk beberapa maksud diantaranya adalah: peningkatan estetika lingkungan, sebagai buffer zone untuk pencegahan bau dan lalat yang berlebihan. Untuk itu perencancaan daerah penghijauan ini perlu mempertimbangkan letak dan jarak kegiatan masyarakat di sekitarnya (permukiman, jalan raya, dll) i. Fasilitas Penunjang Beberapa fasilitas penunjang masih diperlukan untuk membantu pengoperasian TPA yang baik diantaranya: pemadam kebakaran, mesin pengasap (mist blower), kesehatan/keselamatan kerja, toilet, dan lain lain. B. TEKNIS OPERASIONAL TPA 1. Persiapan Lahan TPA Sebelum lahan TPA diisi dengan sampah maka perlu dilakukan penyiapan lahan agar kegiatan pembuangan berikutnya dapat berjalan dengan lancar. Beberapa kegiatan penyiapan lahan tersebut akan meliputi: − Penutupan lapisan kedap air dengan lapisan tanah setempat yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kerusakan atas lapisan tersebut akibat operasi alat berat di atasnya. Umumnya diperlukan lapisan tanah setebal 50 cm yang dipadatkan di atas lapisan kedap air tersebut. − Persediaan tanah penutup perlu disiapkan di dekat lahan yang akan dioperasikan untuk membantu kelancaran penutupan sampah; terutama bila operasional dilakukan secara sanitary landfill. Pelatakan tanah harus memperhatikan kemampuan operasi alat berat yang ada. 2. Tahapan Operasi Pembuangan Kegiatan operasi pembuangan sampah secara berurutan akan meliputi: a. Penerimaan sampah di pos pengendalian; dimana sampah diperiksa, dicatat dan diberi informasi mengenai lokasi pembongkaran. b. Pengangkutan sampah dari pos penerimaan ke lokasi sel yang dioperasikan; dilakukan sesuai rute yang diperintahkan. c. Pembongkaran sampah dilakukan di titik bongkar yang telah ditentukan dengan manuver kendaraan sesuai petunjuk pengawas. d. Perataan sampah oleh alat berat yang dilakukan lapis demi lapis agar tercapai kepadatan optimum yang diinginkan. Dengan proses pemadatan yang baik dapat diharapkan kepadatan sampah meningkat hampir dua kali lipat. e. Pemadatan sampah oleh alat berat untuk mendapatkan timbunan sampah yang cukup padat sehingga stabilitas permukaannya dapat diharapkan untuk menyangga lapisan berikutnya. f. Penutupan sampah dengan tanah untuk mendapatkan kondisi operasi control atau sanitary landfill. 5