SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 102
Downloaden Sie, um offline zu lesen
KANTOR PERWAKILAN BANK DUNIA JAKARTA
Gedung Bursa Efek Jakarta, Menara II/Lantai 12
Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53
Jakarta 12910
Tel: (6221) 5299-3000
Fax: (6221) 5299-3111
Website: www.worldbank.or.id




THE WORLD BANK
1818 H Street N.W.
Washington, D.C. 20433, U.S.A.
Tel: (202) 458-1876
Fax: (202) 522-1557/1560
Email: feedback@worldbank.org
Website: www.worldbank.org


Edisi 2006.
Laporan ini merupakan produk staf Bank Dunia. Analisa, interpretasi dan kesimpulan yang terdapat didalamnya tidak
mewakili Dewan Direksi Bank Dunia maupun pemerintahan yang mereka wakili.
Bank Dunia tidak menjamin akurasi data di dalam laporan ini. Batas-batas, warna, denominasi dan informasi lainnya yang
tercantum pada peta yang ada di dalam laporan ini tidak mengimplikasaikan pandangan Bank Dunia akan status hukum
suatu wilayah ataupun persetujuan akan batas-batas tersebut.
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat
Miskin di Indonesia
Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan




Bank Dunia | The World Bank
East Asia and Pacific Region
Ucapan Terima Kasih

 Laporan ini disiapkan oleh sebuah tim yang terdiri dari Menno Pradhan, Vic Paqueo, Elizabeth King, (Ketua Tim
 Pokja), Deon P. Filmer, Scott E. Guggenheim dan Anne-Lise Klausen. Tim ini hendak menyampaikan adanya
 dukungan yang begitu besar yang diberikan oleh tim dari INDOPOV yang dipimpin oleh Jehan Arulpragasam.
 Sementara itu biayanya disediakan oleh pemerintah Jepang dan Inggris. Laporan ini dibuat berdasarkan
 hasil konferensi “Making Services Work for the Poor,” yang diselenggarakan di Jakarta pada bulan April 2005.
 Konferensi ini disponsori secara bersama-sama oleh Menkokesra dan Bank Dunia (Kathy Macpherson).
 Laporan ini juga disusun berdasarkan makalah yang khusus ditulis untuk keperluan penyusunan laporan
 ini. Pertama, di bawah supervisi dari Stefan Nachuk, ada delapan dokumen mengenai berbagai inovasi lokal
 tentang penyediaan layanan publik. Kedua, di bawah supervisi Nilanjana Mukherjee, dilakukan penelitian
 mengenai “Suara Masyarakat Miskin” dalam penyediaan layanan publik. Terima kasih juga atas komentar
 yang diberikan oleh peninjau, Christopher Pycroft (DFID), Ariel Fiszbein, dan Lant Pritchett (catatan konsep),
 demikian juga masukan yang disampaikan oleh rekan-rekan dari Bank Dunia.
Prakata dari Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat
Republik Indonesia

Assalamualaikum Wr. Wb.


Masyarakat miskin di Indonesia tidak menerima layanan publik yang mereka butuhkan. Seringkali layanan bagi
mereka tidak tersedia, di luar jangkauan mereka atau mutunya sangat rendah. Upaya untuk memastikan tersedianya
tenaga terampil di puskesmas atau memastikan petani menerima informasi yang tepat dari petugas penyuluhan
pertanian, masalah yang harus dihadapi masyarakat miskin seringkali sangat mirip. Oleh karena itu, laporan ini
berfokus pada isu-isu antar sektor yang dapat menghambat kemajuan upaya memberikan layanan bagi masyarakat
miskin.


Catatan Indonesia tentang hal ini memang masih mengecewakan. Selama beberapa dekade yang telah lewat, akses
terhadap layanan dasar mengalami kemajuan pesat, demikian juga dengan indikator pembangunan kemanusiaan.
Namun tantangan yang dihadapi sekarang telah bergeser yaitu upaya untuk meningkatkan mutu layanan yang
telah ada, dan menjangkau mereka yang tidak mampu menggapai akses yang telah semakin meningkat tersebut.
Tantangan ini harus dihadapi oleh Indonesia yang semakin demokratis, yang sudah menerapkan desentralisasi.


Kami berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi pemerintah pusat dan daerah, dan bagi masyarakat luas
yang terlibat dalam penyediaan layanan tersebut di atas. Terdapat banyak contoh inovasi praktis dalam penyediaan
layanan yang berasal dari Indonesia yang diuraikan dalam laporan ini, dan banyak dari contoh tersebut bisa dengan
segera diterapkan oleh para praktisi untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Masalah yang lebih besar lagi adalah
bagaimana menerjemahkan pengalaman lokal tersebut ke dalam kebijakan sektoral dan ke dalam program, untuk
memperoleh peningkatan yang berkelanjutan dalam penyediaan layanan publik bagi masyarakat. Rekomendasi
dalam laporan ini dapat memberikan rujukan yang bermanfaat dalam rangka menangani masalah-masalah di atas.




                                                                                              Wassalamualaikum Wr. Wb.




                                                                                                               Aburizal Bakrie


                                                                       Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat
                                                                                                           Republik Indonesia




                                                                         Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia:
                                                                                 Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan
                                                                                                                                         v
Prakata dari Bank Dunia

     Ketika seorang anak yang sedang sakit dari keluarga miskin berobat kepuskesmas, di sana harus ada petugas
     kesehatan profesional yang akan menangani anak itu. Ketika seorang ibu hamil yang masih muda berkunjung ke
     klinik yang dikelola pemerintah untuk meminta nasihat tentang berbagai hal yang berhubungan dengan kesehatan
     ibu, maka ibu hamil tersebut harus ditangani oleh bidan yang terampil dan terlatih. Semua anak yang berumur
     di bawah 15 tahun harus bersekolah dan mendapatkan pendidikan dan pengajaran ilmu matematika dan ilmu
     pengetahuan dasar yang memadai. Desa juga harus memiliki sistem penyediaan dan penyaluran air bersih yang
     berfungsi dengan baik.


     Pemerintah di seluruh dunia berjuang dengan keras untuk memberikan jaminan bahwa layanan dasar semacam
     ini dapat diberikan dan diterima oleh seluruh warga negara. Hal ini tidak bukan hanya merupakan pengalokasian
     anggaran yang lebih besar semata. Seluruh sumber daya untuk publik harus dikelola dengan sebaik-baiknya untuk
     menjamin bahwa sumber-sumber itu dapat diwujudkan menjadi pemberian layanan publik yang lebih baik.


     Indonesia tidak terkecuali dalam hal ini. Negeri ini memang telah mencapai kemajuan pesat dalam peningkatan
     layanan publik selama beberapa dekade terakhir. Akan tetapi, masih ada begitu banyak bukti bahwa tidak semua
     warga dapat memperoleh layanan yang mereka butuhkan. Pelaksanaan sistem desentralisasi dan demokratisasi
     telah berdampak sangat besar terhadap pengelolaan layanan publik saat ini. Lima tahun setelah pelaksanaan kedua
     hal ini, laporan ini disusun dengan mendokumentasikan sekaligus mengusulkan strategi untuk mempertahankan
     peningkatan layanan publik dalam lingkungan yang baru.


     Rekomendasi pertama dalam laporan ini adalah mendorong penggunaan perjanjian layanan, dan sejalan dengan
     perjalanan waktu, meningkatkan kewenangan penyedia layanan terhadap berbagai aspek operasional pemberian
     layanan. Dengan skenario seperti ini, satu perjanjian layanan antara pemerintah daerah dan penyedia layanan harus
     mencantumkan dan menegaskan layanan apa yang harus diberikan oleh penyedia dan sumber daya apa yang
     mereka miliki untuk memberikan layanan tersebut. Perjanjian itu harus juga menentukan standar bagi pengguna
     layanan agar mereka dapat memantau layanan yang diberikan dan mengambil tindakan yang diperlukan jika
     standar layanan yang diberikan itu mengalami penurunan.


     Rekomendasi kedua adalah memberikan ruang yang lebih besar bagi pengguna layanan dan masyarakat untuk
     menyuarakan bagaimana layanan itu diberikan. Masyarakat ternyata mampu bertindak lebih efisien terutama dalam
     membangun dan memelihara infrastruktur daerah. Mereka juga mampu mengambil peran yang lebih besar untuk
     menjamin bahwa masyarakat miskin dapat memperoleh akses yang lebih baik terhadap layanan dasar. Rekomendasi
     yang ketiga adalah memperbaiki arsitektur desentralisasi. Upaya untuk meningkatkan pemberian layanan publik
     merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah daerah dan pusat. Kedua pemerintah ini mengeluarkan
     anggaran cukup besar untuk meningkatkan layanan publik, dan hal ini perlu dikoordinasikan untuk menjamin
     bahwa layanan itu berdampak sesuai dengan yang diharapkan. Saya sangat berharap bahwa laporan ini dapat




vi
menjadi sumber inspirasi bagi mereka yang bekerja untuk meningkatkan layanan publik di Indonesia.


Atas nama Bank Dunia, saya ucapkan selamat kepada para penulis dan seluruh mitra pemerintah atas kerja sama
produksi yang sangat baik sehingga laporan yang sangat penting ini bisa selesai tepat pada waktunya. Kami
juga berharap bahwa laporan ini dapat menggugah dan mendorong diskusi yang gencar dan terus-menerus
dengan pihak pemerintah dan masyarakat sipil.




                                                                                                                  Andrew Steer
                                                                                             Country Director Indonesia




                                                                        Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia:
                                                                                Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan
                                                                                                                                        vii
Daftar isi
                                                         Daftar isi
       Ucapan Terima Kasih                                                                                     II
       Prakata dari Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia                                v
       Prakata dari Bank Dunia                                                                                vi
       Ringkasan Eksekutif                                                                                     x
       Bab 1. Tantangan dalam Penyediaan Layanan: Isu-isu Turunan Kedua dan Inefisiensi yang terjadi          19
       sehubungan dengan pemberlakuan Desentralisasi
       Bab 2. Pemberian Layanan dalam Era Demokratisasi dan Desentralisasi                                    33
       Bab 3. Penguatan Akuntabilitas dan Struktur Insentif                                                   39
       Bab 4. Penguatan Peran Pengguna Layanan                                                                59
       Bab 5. Mengefektifkan Hubungan Antar Instansi Pemerintah Untuk Penyedia Layanan Publik                 73
       Bab 6. Menuju Strategi Operasional Untuk Peningkatan Layanan Publik                                    85
       Epilog                                                                                                 97
       Daftar Pustaka                                                                                         98


                                                       Daftar table
       Tabel 1. Reformasi yang didorong oleh pemerintah daerah yang dilaksanakan di Sumatera Barat           xvii
       Tabel 2. Persentase (%) ketidakhadiran guru dan petugas kesehatan di sejumlah negara (2003)            27
       Tabel 3. Manfaat ekonomi pembangunan infrastruktur berbasis masyarakat.                                62
       Tabel 4. Saran-saran tentang alokasi fungsional untuk penyediaan layanan masyarakat                    76
       Tabel 5. Saran tindakan kebijakan untuk mengefektifkan layanan publik di Indonesia                     92


                                                      Daftar diagram
       Diagram 1. Rute menuju akuntabilitas dalam penyediaan layanan di Indonesia                            xiii
       Diagram 2. Indonesia telah melaksanakan peningkatan keluaran secara dramatis selama lima dekade        21
       terakhir
       Diagram 3. Perluasan akses telah membuat belanja publik menjadi lebih berpihak pada masyarakat         23
       miskin
       Diagram 4.       Beberapa indikator penting yang mengalami peningkatan setelah pemberlakuan            24
       desentralisasi
       Diagram 5. Penurunan tingkat gizi buruk (kurangnya berat badan) dapat dihentikan pada periode pasca    24
       desentralisasi
       Diagram 6. Sumber-sumber pendanaan untuk sektor pendidikan dan kesehatan telah ditingkatkan sejak      25
       pemberlakuan desentralisasi
       Diagram 7. Angka Partisipasi Sekolah di antara siswa Indonesia yang berumur 15 tahun masih rendah,     28
       bahkan masih rendah pada siswa-siswa yang tergolong mampu.
       Diagram 8 Pengetahuan petugas kesehatan tentang standar layanan publik masih rendah                    29
       Diagram 9 Penurunan vaksinasi DPT                                                                      29
       Diagram 10 Kesenjangan dalam hal keluaran dan layanan publik masih tinggi                              30




viii
Diagram 11 Alur Pendanaan dari Pemerintah Pusat kepada sekolah                                                                     45
Diagram 12. Penggunaan layanan yang diberikan oleh sektor swasta, berdasarkan kuintil pendapatan                                   50
Diagram 13. Kerangka kerja untuk melakukan penilaian dan mengurangi risiko ketika melakukan kontrak                                53
dengan penyedia layanan sektor swasta


                                                    Daftar kotak
Kotak 1. Perjanjian Layanan: Target Kontrak Berbasis Kinerja                                                                       xv
Kotak 2. Skema pengelolaan berbasis manajemen di Burkina Faso                                                                      43
Kotak 3 Bagaimana insentif dapat mengubah perilaku penyedia layanan yang berada pada garis depan?                                  47
Kotak 4. Penyediaan layanan kesehatan pokok melalui LSM                                                                            52
Kotak 5 Kontrak dengan sektor swasta untuk menyediakan air bersih di Jakarta                                                       54
Kotak 6 Perampingan pemerintah di Kabupaten Jembrana                                                                               58
Kotak 7. Upaya membuat (block grant) berhasil bagi masyarakat miskin di kota Blitar                                                63
Kotak 8. Mengurangi tindak korupsi dalam program berbasis masyarakat dengan melakukan publikasi                                    65
hasil audit
Kotak 9. Melemahnya posisi pengguna layanan akibat pembagian kupon melalui penyedia layanan                                        70
Kotak 10 Merugikan masyarakat miskin dengan mengeluarkan mandat agar penyedia layanan mengenakan                                   71
tarif lebih murah dari yang semestinya
Kotak 11. Fungsi yang tidak jelas dan tumpang tindih merusak penyediaan layanan di seluruh sektor                                  75
Box 12. Terlalu banyak birokrat, terlalu sedikit tenaga profesional                                                                81
Box 13. Desentralisasi pendidikan tidak berjalan efektif                                                                           82
Kotak 14. Peningkatan transparansi anggaran di Kota Bandung                                                                        84
Kotak 15. Tiga kisah tentang inisiatif reformasi                                                                                   89
Kotak 16. Memperkenalkan Standar Kualitas Kesehatan                                                                                90




                                                                        Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia:
                                                                                Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan
                                                                                                                                        ix
Ringkasan Eksekutif

    Tentang laporan ini
    Bagaimana sistem persekolah di Indonesia mampu menyediakan pendidikan yang bermutu tinggi? Bagaimana klinik
    akan berfungsi lebih baik dalam memberikan tanggapan mereka terhadap kebutuhan pasien? Bagaimana layanan
    penyuluhan di tingkat lokal mampu memenuhi permintaan petani secara lebih baik? Bagaimana pihak penyedia
    jasa mampu memenuhi kebutuhan masyarakat miskin secara lebih baik dalam iklim Indonesia yang menganut
    sistem desentralisasi?


    Laporan ini berusaha untuk mencari jawaban atas semua pertanyaan di atas. Dikatakan bahwa penyebab rendahnya
    mutu penyediaan layanan adalah hal yang sama di setiap layanan, dan oleh karena itu ada beberapa unsur yang
    serupa terhadap solusi masalah tersebut dalam rangka meningkatkan layanan kepada publik. Laporan ini berfokus
    pada isu-isu lintas sektoral, dengan rujukan yang semata-mata berasal dari Indonesia. Berita baiknya adalah bahwa
    ada begitui banyak contoh inovasi dalam pemberian layanan yang menunjukkan hasil yang baik pula. Tantangan
    kita adalah bagaimana kita bisa belajar dari keberhasilan tersebut, dan bagaimana meningkatkan praktik-ptaktik
    yang sudah baik itu. Hal ini juga dibahas di dalam laporan ini.


    Berita Baik dan Berita Buruk
    Sejarah menunjukkan bahwa kemajuan Indonesia dalam pemberian layanan publik dan pembangunan
    kemanusiaan telah menunjukkan hasil yang mengagumkan. Pada 1960 tingkat kematian balita adalah lebih
    dari 200 untuk setiap 1.000 orang—lebih dari dua kali lipat tingkat angka yang dicapai oleh Filipina dan Thailand.
    Pada 2005 angka ini turun menjadi di bawah 50 untuk per 1.000 balita, yang menunjukkan salah satu angka
    penurunan tertinggi di kawasan ini. Seorang anak yang lahir pada 1940 hanya memiliki sekitar 60 persen kesempatan
    untuk bersekolah, 40 persen kesempatan untuk menamatkan pendidikan dasar, dan 15 persen kesempatan untuk
    menamatkan pendikan sekolah menengah pertama mereka. Sebaliknya, lebih dari 90 persen anak-anak yang lahir
    pada 1980 berhasil menamatkan pendidikas sekolah dasar dan hampir sebanyak 60 persen mampu menyelesaikan
    pendikan sekolah menengah pertama mereka.


    Ada persepsi luas yang berkembahg bahwa pemberian layanana publik telah mengalami kemundursan
    sejak Indonesia menerapkan sistem desentralisasi pada 2001. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa
    realita ini hanya merupakan perkiraan belaka. Ketakutan bahwa layanan publik akan runtuh dan hancur setelah
    pelaksanaan sistem desentralisasi ternyata tidak terbukti. Malah sebaliknya, bukti-bukti menunjukkan bahwa sejak
    pelaksanaan sistem desentralisasi pada 2001, beberapa aspek pemberian layanana publik dan hasil pembangunan
    kemanusiaan telah mengalami peningkatan. Persentase anak-anak yang meninggal sebelum genap berumur
    satu tahun telah mengalami penurunan antara 1997 dan 2003. Setelah pelaksanaan sistem desentralisasi, sektor
    publik meningkatkan kapasitas mereka dalam bidang pendidikan dasar, menengah pertama dan atas. Peningkatan
    juga terjadi pada pemakaian layanan kesehatan rawat jalan bagi para pasien. Berbagai studi tentang persepsi klien
    juga menunjukkan tingkat kepuasan secara keseluruhan sehubungan dengan pemberian layanan publik sejak




x
pelaksanaan sistem desentralisasi. Akan tetapi, semua keberhasilan ini tidak berarti bahwa pelaksanaan sistem
desentralisasi berpengaruh positif terhadap hasil pemberian layanan. Walaupun anggaran pemerintah telah
mengalami peningkatan, sejumlah indikator sosial tampaknya berjalan lambat—dan bahkan terjadi hal sebaliknya
sejak pelaksanaan sistem desentralisasi ini. Kasus gizi buruk terus mengalami penurunan sebelum tahun 2000 tetapi
kemudian sangat parah karena penurunan kinerja program vaksinasi lanjutan.


Kini, Indonesia menghadapi isu generasi kedua: pengeluaran publik yang tidak efisiensi, mutu layanan
yang rendah, dan kesenjangan yang masih terjadi antara akses dan hasil. Semua masalah ini berkaitan dengan
model yang berlaku dulu ytang bersifat top-down (dari atas ke bawah). Keterbukaan yang semakin besar dan
demokrasi telah menyebabkan semua masalah ini semakin jelas. Produktivitas guru yang sangat rendah dapat dilihat
dari tingkat absensi yang tinggi (19 persen) dan kekurangan guru di daerah-daerah terpencil sementara jumlah
guru begitu banyak. Indonesia merupakan salah satu negara dengan rasio murid/guru yang paling rendah di dunia,
apalagi jika dibandingkan dengan negara kaya seperti Amerika Serikat. Pada saat yang sama, data yang diperoleh
dari Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS) atau Kecenderungan dalam Bidang Studi Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) memperlihatkan kecenderungan yang mengkhawatirkan: sementara 66 persen
soswa kelas delapan di Malaysia mampu menunjukkan tingkat “intermediate (menengah)” atau lebih tinggi dalam
skala internasional untuk kemampuan matematikan, hanya 24 persen siswa Indonesia mampu mencapai tingkat
tersebut. Kinerja yang tidak efisien dan mutu yang rendah juga tampak pada sektopr kesehatan. Empat puluh
persen tenaga kerja kesehatan mangkir dari dari post jaga pada suatu hari. Mutu layanan yang diberikan oleh baik
penyedia layanan kesehatan dari sektor publik maupun sektor swasta masih rendah. Sekitar setengah dari tenaga
kesehatan tidak mengetahui prosedur klinik yang benar, dan kurang dari sepertiga mampu menguasai prosedur
pemberian layanan berdasarkan paraktik terbaik dalam menangani masalah-masalah kesehatan, seperti malaria dan
tuberculosis (TBC).


Isu-isu generasi kedua harus diatasi dalam lingkungan kebijakan Indonesia yang baru. Sejak krisis ekonomi
1998, pembangunan yang berbasis pendekatan kebijakan pusat telah diganti dengan satu pendekatan yang
bercirikan demokratisasi dan desentralisasi. Pergeseran pendekatan ini telah membuat masalah yang berkaitan
dengan pembangunan kemanusiaan dan pemberian layanan semakin jelas di mata masyarakat yang semakin
tidak toleran dan bersuara lebih vokal terhadap tindak korupsi, penyelewengan sumber-sumber daya publik, mutu
layanan yang buruk, dan kesenjangan. Saat ini para pemimpin negara ini menghadapi tekanan yang berhubungan
dengan pemilu (pemulihan umum) langsung. Jika disinyalir ada penyelewengan maka pemilu ulang dipastikan akan
dilakukan, seperti yang dialami di 38 dari 103 pemerintah kabupaten selama pemilu ulang tahun 2005 (NDI,2006).


Didorong oleh semangat demokrasi dan desentralisasi, rakyat Indonesia sangat bersemangat untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik. Mereka menuntut agar pemerintah dan penyedia layanan
lebih bertanggung jawab, tetapi upaya untuk upaya menuntut akuntabilitas semacam itu tidak mudah. Misalnya,
pada 2004 akibat desakan rakyat, sebanyak 55 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera
Selatan dituntut dengan tuduhan korupsi sebesar $690.000 yang berasal dana publik. Akan tetapi, walaupun




                                                                         Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia:
                                                                                 Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan
                                                                                                                                         xi
mereka terbukti bersalah, ternyata upaya untuk memperoleh keadilan terbukti masih sulit (lihat Bab 2). Lingkungan
                            yang baru ini merupakan peluang emas bagi peningkatan pemberian layanan publik melalui partisipasi rakyat yang
                            lebih baik dan tuntutan akuntabilitas yang lebih baik atas kinerja pemerintah.


                            Kesimpangsiuran mengenai peran dan tanggung jawab pemerintah di tingkat yang berbeda telah
                            menimbulkan kinerja yang sangat tidak efisien. Berbagai sumber daya langsung di bawah pengelolaan
Ringkasan Eksekutif




                            pemerintah kabupaten/kota—dan dari mereka lalu diteruskan kepada petugas atau penyedia layanan di garis
                            depan—dan kondisi ini masih beragam dan bersifat fragmental sehingga hampir tidak mungkin bagi rakyat pengguna
                            layanan tersebut untuk mengetahui seberapa besar dana yang seharusnya mereka terima dan apakah dana yang
                            dianggarkan sudah dicairkan atau belum. Misalnya, rata-rata setiap klinik kesehatan yang dimiliki pemerintah memiliki
                            8 sumber pendapatan tunai dan 34 anggaran operasional, banyak dari anggaran ini disediakan oleh pemerintah
                            pusat atau pemerintah daerah (World Bank 2005b). Masalah ini semakin memburuk akibat ketidaksiapan dan
                            lemahnya kapasitas aparat pemerintah dengan wewenang baru ini untuk melaksanakan tanggung jawab mereka
                            secara efisien. Tumpang tindih tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah telah mengakibatkan birokrasi
                            yang semakin panjang dan personalia yang semakin banyak pada jajaran layanan masyarakat dengan jumlah staf
                            yang semakin mubazir. Keadaan ini telah menciptakan peluang baru untuk melakukan tindak korupsi, kebocoran
                            anggaran, dan risiko bahwa desentralisasi dapat diartikan sebagai upaya peningkatan budaya layanan publik yang
                            akan menguntungkan staf tanpa memperhatikan pemberian layanan yang bermutu bagi masyarakat.


                            Kebijakan dan opsi-opsi strategis
                            Tanpa memandang tingkat keefektifannya, sentralisasi kebijakan dan kontrol di masa lalu tidak lagi cocok karena
                            pendekatan secara menyeluruh atas kepemerintahan dan pemberian layanan yang kini berlaku di Indonesia.
                            Kembali pada pendekatan masa lalu itu pada saat ini merupakan hal yang tidak realistik.


                            Oleh karena itu, perlu dilakukan adaptasi terhadap paradigma dengan realitas saat ini. Agar tetap konsisten dengan
                            lingkungan kebijakan yang baru, paradigma yang baru itu harus benar-benar selektif dalam menentukan program
                            peningkatan pelayanan yang didorong oleh pusat. Akan tetapi, hal itu harus tetap mempertahankan faktor-faktor
                            kunci yang berkaitan dengan strategi lama yang masih sesuai dengan keadaan masa kini. Faktor pendorong itu
                            meliputi laju pertumbuhan ekonomi yang berpihak pada penduduk miskin; alokasi pembiayaan sektor publik untuk
                            layanan dasar; dan pemberian kewenangan kepada pembiayaan oleh sektor swasta atas penyediaan layanan yang
                            lain.


                            Laporan ini berfokus apda gagasan-gagasan yang dapat dilaksanakan, menggunakan kerangka kerja akuntabilitas
                            yang disampaikan Laporan Pembangunan oleh Bank Dunia (World Development Report) tahun 2004 agar gagasan
                            tersebut dikelola dengan strategi yang sesuai dan koheren. Kerangka kerja ini (World Bank 2003b) yang berlaku bagi
                            Indonesia tampak pada diagram berikut. Hubungan akuntabilitas dalam pemberian layanan ada di antara empat
                            kelompok actor: Klien, penyedia layanan, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah. Klien bisa berupa pasien
                            dalam sebuah klinik atau siswa sekolah, memiliki hubungan dengan penyedia layanan seperti guru, dokter, atau
                            perusahaan air minum. Bagi penyedia layanan yang berasal dari sektor swasta, klien menuntut penyedia layanan


                              Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia:
                              Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan
                      xii
agar mereka mempertahankan akuntabilitas menggunakan uang yang dibayarkan untuk memperoleh layanan
tersebut— klien hanya membayar layanan yang memuaskan atau mereka akan menggunakan jasa pihak lain.
Untuk layanan publik, sering tidak ada akuntabilitas langsung antara penyedia layanan dengan klien. Ada “jalur
akuntabilitas yang panjang”—bagaimana klien sebagai warga negara bisa mempengaruhi pembuat kebijakan
dalam pemerintah dan bagaimana pembuat kebijakan mempengaruhi penyedia layanan. Ada dua “jalur panjang” di
Indonesia karena pemerintah daerah dan pusat memiliki hubungan langsung dengan penyedia layanan. Dengan




                                                                                                                                           Ringkasan Eksekutif
demikian segitiga akuntabilitas menunjukkan dua hubungan yang setara antara pemerintah dan penyedia layanan.
Pesan utama dalam laporan ini adalah bahwa akuntabilitas memang perlu dan bahwa pemberian insentif yang
benar merupakan kunci bagi peningkatan layanan publik yang berkesinambungan.


Diagram 1. Rute menuju akuntabilitas dalam penyediaan layanan di Indonesia

                              Pembuat kebijakan nasional




                                      Pembuat
                                      kebijakan
                                       daerah


                                                        Penyediaan layanan
   Klien dan masyarakat
                                                          umum/pribadi
Source: World Bank (2003a).


Studi ini berfokus pada langkah-langkah yang harus diambil secepatnya dan pada saat yang sama juga
mengenali kebutuhan Indonesia untuk menghadapi isu-isu struktur desentralisasi dan reformasi layanan
sipil yang lebih besar. Laporan ini adalah tertang aspek-aspek tertentu dari isu-isu tersebut yang secara langsung
sesuai dengan pilihan yang usulkan untuk memperbaiki pemberian layanan. Analisa yang lebih mendalam dan luas
dari isu-isu ini perlu delakukan secara terpisah.


Rekomendasi utama dari laporan ini adalah:
       • Tingkatkan penggunaan perjanjian layanan, yang menyatakan secara tegas apa yang harus diberikan oleh
           penyedia layanan dan apa yang diberikan pemerintah atas penyediaan layanan tersebut.
       • Kuatkan peran klien dalam pemberian layanan dengan:
             • Menggunakan masukan mereka dalam melakukan penyesuaian dan pemantauan perjanjian
                pemberian layanan.
             • Membuat agar masyarakat bertanggung jawab terhadap beberapa komponen pemberian layanan.
             • Memberikan bantuan keuangan kepada masyarakat miskin agar mereka bisa memperoleh layanan
                dasar yang tidak bisa mereka peroleh tanpa bantuan tersebut.




                                                                         Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia:
                                                                                 Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan
                                                                                                                                         xiii
• Desak agar pemerintah bekerja lebih efektif dengan menjelaskan pemerintah tingkat mana yang
                                     bertanggung jawab terhadap aspek-aspek tertentu dalam pemberian layanan, serta mengelola penentuan
                                     staf dan anggaran dengan cermat.
                                 • Pastikan bahwa upaya peningkatan pemberian layanan disebarkan ke seluruh negeri.


                        Peningkatan penggunaan perjanjian layanan
Ringkasan Eksekutif




                        Perjanjian layanan merupakan alat bagi penyedia layanan dan dinas terkait dalam pemerintah agar
                        mereka semakin berorientasi kepada klien. Perjanjian layanan akan menyebabkan apa yang diberikan kepada
                        masyarakat oleh penyedia layanan menjadi transparan dan semua sumber daya yang tersedia yang mereka miliki
                        untuk melakukan tanggung jawab ini, yaitu dengan menjelaskan apa saja yang menjadi tugas dan tanggung jawab
                        mereka. Misalnya, sekolah dapat memberikan kesepakatan mereka tentang jumlah jam mengajar yang akan mereka
                        berikan kepada para siswa, sementara pemerintah kabupaten/kota harus memiliki komitmen terhadap jumlah staf
                        dan anggaran sesuai dengan komitmen tersebut. Kotak 2 membahas Target Kontrak Berbasis Kinerja bagi Para
                        Bidan, yang juga menggunakan pendekatan perjanjian layanan. Perjanjian layanan perlu disertai dengan tindakan-
                        tindakan pelengkap untuk menjamin bahwa tindakan tersebut sudah memiliki dampak. Secara khusus, pengguna
                        layanan, masyarakat sipil, and governments harus memantau penyediaan layanan atas pekerjaan mereka agar selalu
                        sesuai dengan standar yang telah disepakati. Seiring dengan berjalannya waktu, penyedia layanan dapat memikul
                        tanggung jawab yang lebih besar dalam hal perencanaan operasional, jika hubungan antara akuntabilitas dengan
                        kapasitas sudah mengalami peningkatan. Misalnya, kita dapat membayangkan penentuan anggaran bagi sebuah
                        klinik untuk membeli obat-obatan di perusahaan farmasi setempat dibandingkan dengan penyediaan obat-obatan
                        berdasarkan sistem yang kini sedang dijalankan. Dengan memberikan otonomi yang lebih besar kepada penyedia
                        layanan melalui perjanjian layanan yang jelas serta pemantauan yang ketat atas hasilnya akan memungkinkan
                        penyedia layanan mampu memberikan layanan yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan setempat dan mengambil
                        keputusan yang semakin dekat dengan pengguna layanan itu sendiri.




                         Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia:
                         Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan
                  xiv
Kotak 1. Perjanjian Layanan: Target Kontrak Berbasis Kinerja
  Pilot Project Kontrak Berbasis Kinerja Bertarget, pertama diperkenalkan oleh Departemen Kesehatan, sebagai komponen kunci dari proyek
  Keselamatan Ibu (Safe Motherhood Project), proyek ini dimaksudkan untuk mempertahankan dan meningkatkan pelayanan Bidan di Desa (BDD)
  dan mengurangi jumlah kematian Ibu dan Bayi (Menelaws, 2000). Perjanjian pelayanan untuk kontrak berbasis kinerja bertarget merupakan jenis
  kontrak klasik antara “penyandang dana” dengan penyedia layanan swasta.


  Bentuk lain dari perjanjian layanan adalah apa yang disebut “relational contract”, yang akan dibahas lebih lanjut di laporan utama. Persamaan




                                                                                                                                                                  Ringkasan Eksekutif
  yang bisa dilihat dari kedua bentuk kontrak ini adalah bahwa keduanya secara eksplisit mencantumkan komitmen kedua pihak tersebut dalam
  hal apa saja yang harus mereka penuhi (keluaran dari penyedia layanan dan masukan dari penyandang dana), juga penilaian kinerja dan
  peninjauan. Kedua jenis perjanjian ini meningkatkan transparansi mengenai siapa yang bertanggung jawab untuk apa, sehingga keduanya bisa
  bermanfaat untuk memperjelas peran dan tanggung jawab, juga meningkatkan akuntabilitas penyedia layanan. Bentuk perjanjian seperti ini
  terutama akan efektif ketika mereka dijalankan sebagai bagian dari agenda komprehensif untuk mereformasi aspek-aspek di bidang keuangan
  negara dan sistem penyediaan layanan yang bertujuan untuk meningkatkan sektor kesehatan, pendidikan dan pelayanan publik lainnya.


  Skema kontrak berbasis kinerja bertarget merupakan salah satu contoh lokal yang baik untuk skema-skema berbasis kinerja dimana pelajaran
  yang positif bisa diambil. Skema tersebut sudah uji coba dengan sukses, namun untuk mempertahankan dan meningkatkannya dibutuhkan
  sosok pejuang yang berasal dari institusi pemerintahyang ada dinegara ini. Pada dasarnya, sistem kontrak berbasis kinerja bertarget adalah
  perjanjian yang melibatkan tiga pihak: Pejabat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Bidan, dan masyarakat penerima manfaat. Dinas kesehatan
  Kabupaten setuju untuk (1) memberikan hak eksklusif bagi bidan untuk berpraktik sebagai bidan swasta untuk sejumlah layanan kesehatan dasar
  tertentu di desa yang ditunjuk. (ii) memberikan kompensasi bagi BDD yang memiliki kontrak berbasis kinerja bertarget, honorarium bulanan untuk
  tiap ”pelayanan umum“ yang mereka berikan, dan (iii) membayar BDD dengan ketentuan seperti yang telah disebutkan diatas, pembayaran untuk
  layanan yang mereka berikan terutama untuk keluarga miskin, sesuai dengan variable pembayaran untuk layanan berdasarkan jumlah layanan
  yang diberikan. Dinas kesehatan Kabupaten juga setuju untuk memberikan “modal awal” untuk memulai sebuah pos atau kantor pelayanan
  bidan di desa.


  Sebagai gantinya, bidan yang terikat perjanjian setuju untuk mengikuti standar professional yang diakui oleh Persatuan Bidan Indonesia, dan untuk
  ditempatkan di desa yang ditunjuk, juga untuk di pantau dan di evaluasi dengan sesuai. BDD memberikan komitmen mereka untuk menyediakan
  layanan-layanan yang sudah disetujui bagi masyarakat desa, termasuk pelayanan keselamatan ibu, perawatan pasca kelahiran dan perawatan
  lanjutan bagi bayi perawatan bagi penderita diare dan pelayanan KB dan pelayanan umum lainnya seperti; penyuluhan kesehatan, pengawasan/
  pelatihan dukun beranak, pengawasan program kesehatan sekolah. BDD diijinkan untuk menagih pembayaran untuk pelayanan yang mereka
  berikan kepada pasien yang bukan berasal dari keluarga miskin.


  Sedangkan masyarakat, bertugas untuk membantu promosi program dan jika diperlukan membantu mendirikan polindes (dalam waktu 24 bulan
  setelah penandatanganan perjanjian) atau memperbaiki fasilitas kesehatan yang sudah ada (dalam waktu 12 bulan setelah penandatanganan
  perjanjian). Untuk merangsang minat awal masyarakat terhadap pelayanan bidan, keluarga dengan penghasilan rendah di wilayah desa
  yang sasaran akan mendapat buklet kupon untuk pelayanan tertentu yang diberikan BDD. Pendekatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan
  kemampuan mereka untuk membayar layanan dan memberdayakan masyarakat dengan kemampuan untuk memilih penyedia layanan.




Dapatkan layanan yang lebih baik dari sektor swasta bagi masyarakat miskin. Sektor swasta telah memberikan
banyak layanan kepada masyarakat miskin, tetapi mutu layanan mereka itu sering masih rendah. Pemerintah di semua
tingkatan, terutama pemerintah daerah, perlu bekerja sama sebagai mitra lebih sering dengan penyedia layanan dari
sektor swasta dalam rangka memberikan layanan kepada masyarakat miskin. Pemerintah dapat meningkatkan akses
terhadap peluang mengikuti pelatihan bagi penyedia layanan dari sektor swasta yang memenuhi syarat dan pada
saat yang sama memberikan pendidikan dan memberitahu pemakai layanan tersebut untuk berani meminta layanan
yang bermutu dari penyedia layanan dari sektor swasta. Jika pendanaan dari anggaran publik memungkinkan,




                                                                                                 Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia:
                                                                                                         Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan
                                                                                                                                                                 xv
penyedia layanan dari sektor swasta seharusnya berhak untuk mendapatkan subsidi, dan berdasarkan seleksi,
                        pemberian layanan dapat dikontrakkan secara penuh kepada penyedia layanan dari sektor swasta, terutama bagi
                        layanan dan masyarakat yang saat ini tidak dapat menerima layanan yang memadai dari sektor publik.


                        Kuatkan peran klien dalam pemberian layanan
                        Keterlibatan pemakai yang lebih besar dalam pemberian layanan merupakan hal yang sangat penting
Ringkasan Eksekutif




                        karena pemakailah yang akan memperoleh manfaat paling banyak dari peningkatan layanan dan oleh karena itu
                        mereka harus menjadi pihak yang paling peduli terhadap hal ini.


                        Dengan cara yang tepat serahkan tanggung jawab pemberian layanan sumber-sumber daya kepada
                        masyarakat atau bentuk kemitraan antara penyedia layanan dari sektor swasta dan masyarakat. Masyarakat
                        memiliki piranti yang lengkap untuk membangun dan memelihara infrastruktur desa. Infrastruktur desa yang
                        dibangun berdasarkan basis masyarakat dapat menghemat biaya sampai dengan 50 persen dibandingkan dengan
                        pembangunan prasarana yang dilakukan oleh kontraktor (Lihat Tabel 3). Secara bertahap dan terus-menerus
                        masyarakat dapat mengambil tanggung jawab untuk aspek-aspek lain dalam pemberian layanan. Misalnya,
                        masyarakat memiliki piranti yang lebih baik dari pada sekolah untuk memastikan anak-anak benar-benar bersekolah.
                        Hal yang dipelajari dari pengalaman lokal menunjukkan Perlunya keterkaitan antara kebutuhan tanggung jawab
                        masyarakat atas manfaat yang mereka peroleh, bekerja sama dengan lembaga lokal yang telah ada, melakukan
                        investasi dalam proses fasilitasi pengambilan keputusan yang transparan dan benar, penyaluran dana secara
                        langsung kepada rekening penerima layanan, serta melakukan pemantauan terhadap kinerja lembaga pemberi
                        layanan.


                        Libatkan masyarakat secara langsung dalam penyediaan layanan di garis depan. Pemerintah Indonesia
                        telah mengeluarkan undang-undang yang memberikan pengakuan terhadap peran pemakai layanan dan mereka
                        dapat berperan dalam perencanaan dan pemantauan terhadap penyedia layanan. Saat ini, pemerintah di semua
                        tingkatan harus mampu mengembangkan berbagai strategi yang praktis – seperti bekerja dengan masyarakat untuk
                        memantau implementasi perjanjian layanan – untuk menerapkan undang-undang tersebut yang bertujuan untuk
                        meningkatkan keterlibatan kelompok pemakai dalam pengambilan keputusan dan pemantauan dalam pemberian
                        pelayanan kepada masyarakat.


                        Gunakan sistem kupon atau penyaluran dana tunai bersyarat untuk merangsang permintaan terhadap
                        layanan oleh masyarakat miskin. Kupon dan program penyaluran dana tunai bersyarat merupakan instrumen
                        yang sangat bagus dan cocok untuk menanggulangi isu-isu yang berkaitan dengan kesenjangan untuk memperoleh
                        akses terhadap layanan. Jika Indonesia memutuskan untuk mengadopsi program semacam ini, program tersebut
                        harus dirancang untuk dapat meningkatkan pilihan mereka, meningkatkan kekuatan klien, dan mempertimbangkan
                        hambatan yang berkaitan dengan penyediaan layanan pada bidang-bidang yang mengalami keterbalakangan
                        penyediaan layanan. Program tersebut telah berhasil diterapkan di berbagai negara, dan program tersebut
                        mampu menurunkan tingkat kemiskinan akibat rendahnya pendapatan dan meningkatkan hasil pembangunan
                        kemanusiaan.


                         Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia:
                         Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan
                  xvi
Dorong agar pemerintah bekerja lebih efisien untuk meningkatkan pemberian layanan kepada masyarakat.
Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah snagatlah penting dalam rangka peningkatan akuntabilitas penyedia
layanan dan penguatan peran pemakai layanan tersebut. Pemerintah pusat dan daerah perlu meningkatkan
kejelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab terhadap aspek-aspek dalam pemberian layanan. Misalnya,
saat ini tidak ada kejelasan mengenai pemerintah tingkat mana yang berwenang untuk membentuk, memberikan




                                                                                                                                            Ringkasan Eksekutif
akreditasi atau menutup sebuah puskesmas. Begitu tugas fungsional ini ditentukan, proses penentuan anggaran,
pemantauan, dan sistem pelaporan perlu dipertegas dalam.


Pemerintah perlu meningkatkan kapasitas kelembagaan mereka untuk mengimplementasikan ketentuan
ini secara lebih efektif. Mereka perlu melakukan penyesuaian kelembagaan dan penentuan staf sesuai dengan
fungsi yang ditugaskan kepada mereka setelah pelaksanaan sistem desentralisasi serta melakukan langkah-langkah
untuk meningkatkan kinerja. Banyak pemerintah telah dan sedang melakukan hal ini, seperti yang tampak pada
NEW (BARU) yang ditunjukkan oleh tiga pemerintah daerah di Kabupaten Sumatera Barat. Sering pula, terdapat
terlalu banyak birokrat, dan jumlah tenaga profesional yang terlalu sedikit pada kantor pemerintah daerah. Banyak
perubahan yang diperlukan saat ini tidak mungkin bisa dilaksanakan karena ketentuan peraturan kelembagaan dan
peraturan sipil yang diatur dari pusat yang dapat diatasi hanya dengan reformasi layanan sipil yang lebih besar.


Tabel 1. Reformasi yang didorong oleh pemerintah daerah yang dilaksanakan di Sumatera Barat
                                                                       Sumatera              Kabupaten
                              Reformasi                                                                               Kota Solok
                                                                         Barat                 Solok
 Kontrak kinerja pejabat eselon II                                                                                            √
 Pembayaran insentif yang lebih adil                                                                  √
 Uji kelayakan bagi pejabat eselon II atau III-IV                           √                         √                       √
 Ujian eksternal untuk kenaikan pangkat                                                               √
 Reorganisasi berdasarkan PP No. 8 (Peraturan tentang                                                 √                       √
 Kelembagaan)
 Pakta Integritas untuk melakukan transaksi dengan sektor publik                                      √
 dan swasta
 Kliring rekening giro: transaksi keuangan yang dilakukan bank                                        √
 tanpa interferensi
 Anggaran berbasis kinerja (Kep. Mendagri No. 29/2002)                      √                         √                       √
 Perencanaan dan penentuan anggaran partisipatoris untuk                                              √                       √
 penyediaan layanan masyarakat
 Penguatan proses pengadaan (Kepres No. 80/2003)                            √                         √                       √
 Pakta Integritas untuk proses pengadaan                                                              √                       √
Sumber: (Bank Dunia 2005f )




                                                                           Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia:
                                                                                   Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan
                                                                                                                                           xvii
Projek percobaan, pelajaran, dan peningkatan keberhasilan
                      Indonesia perlu mengadopsi strategi untuk menangani proses perubahan yang sangat rumit. Kuncinya
                      adalah memmberikan ruang yang cukup bagi merebaknya berbagai inovasi dan menciptakan insentif bagi mereka
                      yang menunjukkan kinerja yang baik. Investasi untuk kegiatan pilot proyek harus selalu didorong. Proyek seperti
                      harus diberikan waktu yang cukup untuk dapat melihat hasilnya. Di samping itu, dampak dari proyek tersebut harus
Ringkasan Eksekutif




                      dievaluasi secara cermat. Ini merupakan pesan yang sangat penting karena banyak gagasan yang disampaikan di
                      dalam laporan ini perlu diuji untuk mengenai manfaat dan nilai sesungguhnya di lapangan. Tantangannya adalah
                      peningkatan terus-menerus terhadap proyek dan inovasi yang terbukti berhasil dengan baik, yang seringkali mati
                      pelan-pelan atau gagal ketika diterapkan dalam lingkup yang lebih besar.


                      Strategi manajemen perubahan yang efektif dapat didasarkan pada pedoman di bawah ini:
                             • Diversifikasi portfolio mengenai inisiatif reformasi dan keberhasilan.
                             • Berikan dana hibah untuk reformasi dan pilot proyek yang inovatif.
                             • Berikan insentif personal sesuai dengan tujuan kelembagaan.
                             • Lakukan analisis terhadap mereka yang menang dan mereka yang kalah, lalu berikan perlindungan sosial bagi
                              pihak yang kalah.
                             • Lakukan investasi untuk melakukan evaluasi terhadap dampak dan penyebarluasan ilmu pengetahuan.
                             • Libatkan masyarakat sipil, dan lakukan investasi untuk pembentukan koalisi yang berpihak pada masyarakat
                              miskin dan kepemilikan lokal.


                      Laporan ini memuat daftar tindakan kebijakan dan pilot proyek yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah pusat
                      dan daerah untuk meningkatkan pemberian layanan kepada masyarakat miskin. Daftar ini meliputi proposal nyata
                      yang mencerminkan pandangan stakeholder yang diungkapkan dalam konferensi yang dilakukan tahun lalu di
                      Jakarta dengan tajuk “Making Services Work for the Poor in Indonesia” serta analisis yang dituangkan dalam laporan
                      ini.




                        Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia:
                        Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan
          xviii
Bab 1
Tantangan dalam Penyediaan Layanan: Isu-isu Turunan Kedua
dan Inefisiensi yang terjadi sehubungan dengan pemberlakuan
Desentralisasi




 Bab ini berfokus pada tiga pertanyaan:

 • Bagaimana keadaan pemberian layanan masyarakat di Indonesia?
 • Bagaimana lingkungan pemberian layanan masyarakat mengalami perubahan beberapa
    tahun belakangan ini?
 • Tantangan-tantangan apa saja yang dihadapi dalam pemberian layanan masyarakat?
Terdapat persepsi yang berkembang luas bahwa penyediaan layanan di Indonesia telah mengalami
                kemunduran sejak Indonesia menerapkan desentralisasi tahun 2001. Data yang ada menunjukkan
                bahwa realitas yang terjadinya sebenarnya lebih berupa perkiraan saja. Indonesia telah membuat
                kemajuan luar biasa dalam hal penyediaan layanan publik, namun kemajuan itu kini melambat,
                walaupun belanja publik sudah meningkat tajam. Demokratisasi dan desentralisasi telah menciptakan
                lingkungan dimana khalayak publik menaruh harapan begitu tinggi terhadap para pemimpin, baik di
                tingkat nasional maupun daerah. Pada saat yang sama muncul ketidakjelasan di dalam pemerintah
                sendiri tentang siapa yang harus bertanggung jawab untuk bidang-bidang tertentu. Indonesia kini
                sedang menghadapi sejumlah isu generasi kedua: bagaimana cara meningkatkan mutu layanan,
Bab 1




                mengurangi kesenjangan, dan menangani isu korupsi dalam penggunaan berbagai sumber daya
                publik. Kembali lagi ke masa lalu pada pendekatan dan kontrol sentralistik yang ketat bukan merupakan
                opsi yang tepat. Kini diperlukan paradigma baru dalam penyediaan layanan publik.

             Terdapat persepsi yang berkembang luas bahwa penyediaan layanan di Indonesia telah mengalami
             kemunduran setelah Indonesia menerapkan desentralisasi               tahun 2001.    Surat kabar memberitakan
             munculnya kasus penyakit polio, penyakit yang dianggap menjadi bagian dari masa lalu; berbagai kasus gizi buruk;
             dan kesulitan keuangan yang dihadapi orang tua untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka. Para politisi yang
             sedang menghadapi tantangan pelaksanaan mekanisme pemilihan umum secara langsung, kini semakin merasa
             tertekan. Pengambilan kebijakan di tingkat pusat telah mengambil langkah besar, seperti realokasi subsidi bahan
             bakar minyak pada penyediaan kebutuhan pokok, suatu upaya yang bertujuan untuk memberikan dispensasi bagi
             masyarakat miskin agar mereka bebas dari biaya pendidikan dan kesehatan dasar.


             Di tingkat kabupaten, desentralisasi telah menimbulkan berbagai pengalaman. Beberapa kabupaten
             mengalami kasus korupsi dan pencurian, kabupaten lain masih mempertahankan (status quo) mereka, sementara
             yang lain berani memperkenalkan berbagai inovasi dalam penyediaan layanan publik.


             Lima tahun setelah pemberlakuan desentralisasi, laporan ini menguraikan apa yang telah terjadi dan
             merekomendasikan sebuah jalan keluar. Data mengenai kondisi pasca-desentralisasi terhadap penyediaan
             layanan dan pembangunan kemanusiaan kini tersedia dan dapat dijadikan acuan untuk melakukan evaluasi apakah
             perkiraan kemunduran itu memang benar-benar terjadi atau tidak. Pengalaman kabupaten yang begitu melimpah
             merupakan pelajaran yang sangat berharga mengenai berbagai pilihan yang tersedia untuk meningkatkan layanan
             publik dan bagaimana lingkungan kebijakan yang baru dapat berpengaruh terhadap peranti yang dimiliki pengambil
             kebijakan saat ini. Laporan ini mengusulkan sebuah paradigma baru untuk meningkatkan penyediaan layanan yang
             berdasarkan prinsip desentralisasi dan demokratisasi bagi rakyat Indonesia.


             Kemajuan yang menakjubkan, tetapi baru-baru ini menurun
             Indonesia telah membuat kemajuan yang luar biasa dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Penurunan
             angka kematian bayi dan peningkatan tertinggi untuk angka partisipasi sekolah telah berhasil dicapai dengan



              Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia:
              Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan
        20
gemilang sejak Indonesia merdeka. Pada tahun 1960 angka kematian balita mencapai lebih dari 200 per 1.000
orang — dua kali lebih besar dari angka kematian balita di Filipina atau Thailand. Pada 2005 angka tersebut turun
hingga kurang dari 50 per 1.000 orang, yang merupakan salah satu penurunan tertinggi yang terjadi di kawasan ini.
Seorang anak yang lahir pada tahun 1940 hanya memiliki sekitar 60% kesempatan untuk mengenyam pendidikan,
40% untuk menamatkan sekolah dasar, dan 15% untuk menamatkan pendidikan di sekolah menengah pertama.
Sebaliknya, lebih dari 90% anak-anak yang lahir sejak tahun 1980 berhasil menamatkan pendidikan sekolah dasar
mereka dan hampir 60% menamatkan pendidikan sekolah menengah pertama. (Diagram 2).


Diagram 2 Indonesia telah melaksanakan peningkatan keluaran secara dramatis selama lima dekade terakhir




                                                                                                                                                                                            Bab 1
                                    Angka kematian balita, 1960–2000                 Perolehan tingkat pendidikan berdasarkan tahun
                                                                                                                kelahiran, 1940–90
                              250                                                         100
                                                                                                                                               Ever attended
                                                                                                                                               school
                              200                                                              80
    Deaths per 1,000 births




                                                                       Indonesia                                                               Completed
                                                                                               60
                              150
                                                                                     Percent
                                                                       Malaysia                                                                primary
                                                                                                                                               school
                                                                       Philippines
                                                                       Thailand                40
                              100                                                                                                              Completed
                                                                       Viet Nam                                                                lower
                                                                                                                                               secondary
                                                                                               20
                                                                                                                                               school
                               50
                                                                                                                                               Completed
                                                                                                0                                              upper
                                                                                                                                               secondary
                                0                                                                1940   1950   1960    1970    1980   1990     school
                                 1960   1970   1980   1990   2000                                              Year of birth




Sumber: Tingkat mortalitas balita dari data UNICEF (www.childinfo.org); tingkat perolehan pendidikan berdasarkan analisis data Susenas 2003.



Kemajuan yang luar biasa ini terjadi akibat pertumbuhan ekonomi yang mantap. Sebagian besar dari
kemajuan yang diperoleh semata-mata berkaitan dengan peningkatan pendapatan: pendapatan per kapita
berlipat ganda antara tahun 1970 sampai dengan 1980 dan berlipat ganda lagi pada akhir tahun 1990-an (sebelum
terjadi krisis ekonomi tahun 1997). Salah satu analisis tentang program keluarga berencana Indonesia yang sangat
luas menunjukkan bahwa sebagian besar pengurangan fertilitas berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi yang
pesat dan peningkatan jenjang pendidikan. Namun, analisis tersebut juga menunjukkan bahwa penurunan angka
fertilitas hanya dimungkinkan karena adanya pasokan alat-alat kontrasepsi yang sangat gencar saat itu (Gertler dan
Molyneaux, 1994).


Selama kurun waktu tersebut, kebijakan pemerintah masih berfokus pada pemenuhan kebutuhan pokok
dan peningkatan akses terhadap layanan dasar. Pada pertengahan tahun 1970-an, misalnya, pemerintah
menggunakan pendapatan dari sektor minyak untuk mendanai pembangunan sekolah serta untuk mengangkat
dan menggaji guru. Inisiatif ini menyebabkan peningkatan jumlah anak yang bisa masuk ke sekolah dasar. Jumlah
siswa sekolah dasar saat itu meningkat dari 13 juta tahun 1973 menjadi lebih dari 26 juta pada tahun 1986, dan lebih
dari 90% anak usia sekolah berhasil mengenyam pendidikan sekolah dasar (Filmer, Lieberman, dan Ariasingam
2002).


Fokus pada bidang kesehatan dasar mendorong peningkatan cakupan layanan. Misalnya, pada tahun 1989
                                                                                                                           Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia:
                                                                                                                                   Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan
                                                                                                                                                                                           21
pemerintah Indonesian mengangkat bidan kemudian perawat dan menempatkan mereka di daerah pedesaan,
             sebuah inisiatif yang resmi diberi nama program Bidan di Desa (BDD). Menjelang akhir tahun 1994, lebih dari
             50.000 perawat-bidan yang berhasil ditempatkan (Parker dan Roestam, 2002). Dari komunitas yang diteliti secara
             berulang-ulang Survei Kehidupan keluarga Indonesia (Indonesian Family Life Survey), kontribusi masyarakat terhadap
             penempatan bidan-perawat desa meningkat, yang tadinya kurang dari 10% pada tahun 1993 menjadi hampir 46%
             pada tahun 1997 (Frankenberg. dkk. 2004). Pada tahun 2002 hampir setengah dari seluruh jumlah kelahiran di desa
             dibantu oleh bidan desa-perawat (Biro Pusat Statistik dan ORC Macro, 2003). Fokus terhadap layanan kesehatan
             dasar juga mencerminkan peningkatan dengan tingkat cakupan program imunisasi. Sementara pada tahun 1980
             kurang dari 20% bayi berumur 12 – 23 bulan menerima vaksin DPT pertama mereka, maka hampir 90% dapat
Bab 1




             dijangkau pada tahun 2004 (UNICEF 2005).


             Semua peningkatan dalam cakupan ini didorong oleh perluasan layanan publik yang dikendalikan pusat
             dalam penyediaan layanan publik yang meliputi pembangunan gedung sekolah dan fasilitas pokok
             kesehatan serta pengangkatan pegawai negeri yang ditugaskan untuk itu. Dengan kombinasi perluasan
             pembangunan ekonomi, pendekatan tersebut memang berhasil dalam mencapai sebagian besar tujuan yang
             telah ditentukan. Program pembangunan gedung sekolah besar-besaran secara langsung berkontribusi terhadap
             peningkatan jumlah anak yang diterima di sekolah—dan analisisnya menunjukkan bahwa pendidikan semacam
             itu juga berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja (Duflo 2001). Analisis program bidan-perawat di desa
             berpengaruh pada peningkatan secara signifikan terhadap kesehatan ibu, anak, dan gizi balita (Frankenburg and
             others 2004).


             Seiring dengan berjalannya waktu, peningkatan belanja publik ini telah memberikan banyak manfaat
             kepada masyarakat miskin, tetapi program itu masih belum memihak masyarakat miskin.                        Dengan
             pengecualian pengeluaran untuk pendidikan tinggi, pengeluaran pemerintah baik untuk program pendidikan
             maupun kesehatan antara tahun 1989-1998, sudah semakin berpihak pada masyarakat miskin. Namun, manfaat
             adanya belanja publik semacam itu dalam bidang pendidikan, dan kesehatan menjadi tidak berpihak pada
             masyarakat miskin antara tahun 1998 dan 2003. Dengan menggabungkan data tentang penggunaan layanan publik
             untuk setiap unit pembiayaan publik, menunjukkan bahwa sementara belanja untuk menyediakan layanan pokok
             seperti fasilitas kesehatan dasar atau pendidikan dasar masih sedikit berpihak pada masyarakat miskin, belanja untuk
             fasilitas rumah sakit dan sekolah menengah atas sangat berpihak pada masyarakat mampu (Diagram 1.2). Walaupun
             terjadi peningkatan keluaran dan peningkatan penggunaan layanan di kalangan masyarakat miskin, manfaat secara
             keseluruhan atas belanja untuk sektor kesehatan masih sangat berpihak pada masyarakat mampu. Belanja untuk
             pendidikan sekolah dasar dan menengah pertama berpihak pada masyarakat miskin. Data yang masih statis itu
             tidak mampu memberikan gambaran mengenai seluruh kisah yang ada di baliknya: bukti menunjukkan bahwa
             pembiayaan yang baru di masa yang lalu pada dasarnya lebih berpihak pada masyarakat miskin daripada belanja
             publik yang ada sekarang. Anggaran belanja publik yang baru, terutama jika ditargetkan dengan benar, dapat
             memberikan manfaat secara proporsional kepada masyarakat miskin (Lanjouw dkk. 2001).


             Diagram 3 Perluasan akses telah membuat belanja publik menjadi lebih berpihak pada masyarakat miskin


              Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia:
              Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan
        22
45                                                                                                                   60
           40
           35                                                                                                                   50
           30
 Percent



                                                                                                                                40




                                                                                                                      Percent
           25
           20                                                                                                                   30
           15
           10                                                                                                                   20
            5
                                                                                                                                10
            0
                 Public    Hospitals         All        Primary    Hospitals        All     Primary Hospitals   All
                 health                                  Health                              Health
                                                                                                                                 0
                                                                                                                                     Primary   Junior   Senior      All    Primary    Junior   Senior     All    Primary   Junior   Senior     All
                centers                                   Care                                Care                                              Sec.     Sec.     levels               Sec.     Sec.    levels              Sec.     Sec.    levels

                              1987                                   1998                                2003                                       1989                                   1998                                 2003

                          Poorest quintile         Quintile 2   Quintile 3     Quintile 4   Richest quintile                                   Poorest quintile      Quintile 2      Quintile 3   Quintile 4     Richest quintile




                                                                                                                                                                                                                                                       Bab 1
Sumber: Data kesehatan tahun 1987 berasal dari Van de Walle (1994), data tentang pendidikan untuk tahun 1989 berasal dari sumber-sumber Bank
Dunia (http://devdata.worldbank.org/edstats/); data tentang kesehatan dan pendidikan untuk tahun 1998 berasal dari Lanjouw dkk. (2001), tentang
kesehatan dan pendidikan untuk tahun 2003 didasarkan pada perhitungan yang dilakukan oleh staff Bank Dunia.
Catatan: Kategori “All/Semua” hanya meliputi pengeluaran yang dapat dialokasikan untuk perawatan kesehatan dasar di rumah sakit atau untuk
pendidikan sekolah menengah pertama.



Pemberlakuan desentralisasi secara besar-besaran atas penyediaan layanan di Indonesia sejak tahun
2000 telah menimbulkan kekhawatiran yang tidak terbukti. Undang-Undang (UU) No. 22 dan 25 Tahun 1999,
merupakan batu landasan hukum bagi pelaksanaan desentralisasi. Di dalam kedua UU tersebut dijelaskan tentang
konsep desentralisasi atas penyediaan layanan pokok di berbagai sektor, terutama di bidang kesehatan, pendidikan,
dan infrastruktur (untuk tinjauan yang lebih komprehensif tentang desentralisasi, lihat [Bank Dunia 2003]. Di bawah
UU tentang desentralisasi ini, kementerian pusat menyerahkan pelaksanaan tanggung jawab serta pejabat mereka
di bawah pemerintahan kabupaten, hampir untuk seluruh sektor. Pembiayaan untuk seluruh tanggung jawab dan
pelaksanaan fungsi di atas harus dilaksanakan berdasarkan (block grant) kepada pemerintah kabupaten. Transisi
ini melibatkan pengalihan pegawai negeri pusat yang jumlahnya sangat banyak demikian juga dengan aset-aset
negara dengan nilai yang sangat tinggi kepada pemerintah daerah.


Bukti-bukti yang ada sejauh ini menunjukkan bahwa sejak pemberlakuan desentralisasi atas sejumlah aspek
layanan terus mengalami peningkatan. Sebelum desentralisasi penggunaan layanan kesehatan rawat jalan
dalam bidang kesehatan dasar, pendidikan dasar, menengah pertama, dan menengah atas mengalami penurunan.
Sejak pemberlakuan desentralisasi layanan-layanan ini mulai mengalami peningkatan. Persentase anak-anak yang
memperoleh prestasi terendah dalam bidang tren dalam Bidang Studi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
(MIPA) masih tetap sama antara tahun 1999 dan 2003, dan tingkat kematian anak pada tahun pertama menurun
antara tahun 1997 dan 2002/2003 (Diagram 1.3). Selanjutnya, penelitian tentang persepsi pengguna layanan
menunjukkan kepuasan secara umum atas layanan yang diberikan sejak penerapan desentralisasi. Pada tahun
2003 kebanyakan responden berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Indonesia mengatakan bahwa kemudahan anak-
anak untuk mendaftar di setiap sekolah sama dengan apa yang terjadi tahun 2000. Sebagian besar responden
menyampaikan bahwa ketersediaan obat-obatan, mutu layanan perawatan, dan derajat kesehatan anggota keluarga
sama dengan keadaan pada kurun waktu tiga tahun sebelumnya.


Diagram 4 Beberapa indikator penting yang mengalami peningkatan setelah pemberlakuan desentralisasi


                                                                                                                                                            Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia:
                                                                                                                                                                    Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan
                                                                                                                                                                                                                                                      23
Persentase prestasi siswa-siswa Kelas 8                                             Jumlah kematian sebelum genap satu tahun untuk
                                    dalam bidang tes MIPA, 1999 dan 2003                                       per 1.000 kelahiran dalam kurun waktu 13–24 bulan
                                                                                                                                   sebelum Survei Sosial Ekonomi Indonesia
                               60
                                                                                                                              80

                               50                                                                                             70

                                                                                                                              60
                               40




                                                                                                    Deaths per 1,000 births
                                                                                                                              50
                     Percent




                               30
                                                                                                                              40

                               20                                                                                             30

                                                                                                                              20
                               10
Bab 1




                                                                                                                              10
                                0
                                     Below low    Low     Intermediate   High     Advanced                                     0
                                                                                                                                      1991          1994   1997     2002/3
                                                          1999    2003



             Sumber: Data untuk nilai tes berasal dari Mullis dkk. (2004). Data mengenai tingkat mortalitas berasal dari.(Biro Pusat Statistik dan ORC Macro 2003).
             Catatan: Kelahiran selama kurun waktu 13–24 bulan sebelum pelaksanaan survei ditelaah untuk menghindari penghitungan bayi sebelum pelaksanaan
             desentralisasi.



             Tetapi ada juga kecenderungan yang mengkhawatirkan muncul. Kasus gizi buruk, yang jumlahnya terus
             mengalami penurunan sebelum tahun 2000, kembali mengalami peningkatan setelah tahun itu (Diagram 1.4).
             Program vaksinasi, yang sangat bermanfaat bagi peningkatan derajat kesehatan publik telah mengalami penurunan
             drastis. Selanjutnya, akibat adanya keragaman kondisi di seluruh Indonesia dan keterbatasan cakupan untuk
             menggunakan aliran dana yang sama untuk setiap kabupaten, timbul kekhawatiran bahwa desentralisasi itu akan
             mengakibatkan kesenjangan yang semakin besar antara kabupaten satu dengan yang lain.


             Diagram 5                   Penurunan tingkat gizi buruk (kurangnya berat badan) dapat dihentikan pada periode pasca
             desentralisasi
                 Persentase balita yang mengalami gizi buruk

               50


               40

                                                                                                                              Susenas nasional
               30                                                                                                             Susenas urban
                                                                                                                              Susenas rural
               20                                                                                                             Hellen Keller urban
                                                                                                                              Hellen Keller rural

               10


                 0
                               1998        1999         2000       2001         2002         2003


             Sumber: Analisis data Susenas (berbagai tahun); Pee dkk. (2003).
             Catatan: Akibat perubahan kode, tingkat kasus gizi buruk tahun 2000 dan 2001 dalam data Susenas tidak bisa dibandingkan.



               Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia:
               Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan
        24
Berbagai kecenderungan pasca pemberlakuan desentralisasi selama kurun waktu tertentu yang
menunjukkan peningkatan anggaran belanja di bidang kesehatan dan pendidikan yang sangat tajam.
Antara tahun 2001 dan 2003, baik konsolidasi pendidikan publik maupun belanja untuk kesehatan publik telah
meningkat sangat tajam (Diagram 1.5). Anggaran belanja untuk sektor pendidikan meningkat sebanyak 40%, di mana
60% adalah peningkatan pendanaan dari pemerintah pusat. Sebagian besar dari peningkatan ini—59%—adalah
pembiayaan pembangunan. Di bidang kesehatan, belanja publik meningkat sebanyak 47%, di mana pemerintah
pusat dan daerah memiliki tanggung jawab yang sama. Sebagian besar dari peningkatan ini (85%) adalah dalam
bentuk peningkatan belanja pembangunan.




                                                                                                                                           Bab 1
Diagram 6 Sumber-sumber pendanaan untuk sektor pendidikan dan kesehatan telah ditingkatkan sejak
pemberlakuan desentralisasi

 Milyar Rupiah harga 2003                           Milyar Rupiah harga 2003
  70000                                             18000
                                                    16000
   60000                Pendidikan                                       Kesehatan
                                                    14000
   50000                                            12000
   40000                                            10000
                                                     8000
   30000
                                                     6000
   20000                                             4000
   10000                                             2000
        0                                                0
                                                                 7

                                                                 8


                                                        99 9



                                                                  )

                                                                01

                                                                                                    02

                                                                                                             03
                                                                 0
        19 7

        19 8

       99 9



                )
              01

              02

              03
     20 000




                                                             2m
                                                               /9

                                                               /9

                                                               /9

                                                              00
            2m
             /9

             /9

             /9




                                                            20

                                                                                                  20

                                                                                                           20
           20

           20

           20




                                                           96

                                                           97

                                                           98

                                                           /2
          96

          97

          98




                                                           (1
          /2

          (1




                                                         19

                                                         19

                                                         19




                                                        00
        19




       00




                                                      19

                                                      20
     19




                                                                        Anggaran Rutin Pusat
                            Anggaran Rutin Pusat                        Pembangunan Pusat
                            Pembangunan Pusat                           TOTAL

Sumber: Aran dan Mochtar 2006a, 2006b


Lingkungan kebijakan yang baru dan menjadi prioritas
Desentralisasi telah mengakibatkan munculnya paradigma yang sama sekali baru dalam penyediaan
layanan publik. Enam tahun setelah diundangkan, masih terjadi kebingungan antara peran dan tanggung jawab
pemerintah di berbagai tingkatan. Desentralisasi telah menyebabkan (gegar) yang luar biasa pada seluruh sistem
di Indonesia, di mana pendanaan bergerak langsung dalam bentuk (block grant) anggaran ke tingkat pemerintah
kabupaten. Akan tetapi, berbagai aliran dana yang mengalir langsung ke kabupaten, dan akhirnya kepada petugas
dan pejabat di garis depan. Tersebut masih bersifat fragmental dan berubah-ubah, yang tidak memungkinkan bagi
pengguna layanan untuk mengetahui seberapa besar pendanaan yang semestinya mereka terima dan apakah
pendanaan tersebut sudah dicairkan atau belum. Keadaan ini telah menimbulkan peluang bagi tindak korupsi
dan kebocoran anggaran, dan ini telah membuat penyediaan layanan menjadi tidak efisien. Sistem pelaporan
melalui jalur kementerian telah terputus karena sejak pemberlakuan desentralisasi kementerian tidak lagi memiliki
wewenang di tingkat kabupaten.
Terdapat perbedaan kapasitas untuk menyediakan layanan di setiap kabupaten. Argumen yang biasa



                                                                          Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia:
                                                                                  Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan
                                                                                                                                          25
digunakan jika kementrian ingin berperan di daerah adalah bahwa pemerintah daerah tidak memiliki sumber daya
             manusia yang cukup handal dalam bidang perencanaan dan manajemen. Pemerintah pusat telah mengeluarkan
             peraturan bahwa pemerintah daerah harus melakukan penggabungan dan perampingan kelembagaan mereka.
             Namun, peraturan ini dikeluarkan secara kaku, dari atas ke bawah, tidak fleksibel, yang akhirnya menyebabkan
             ketidakpuasan ditingkat pemerintah daerah. Kelemahan utama dari peraturan tersebut adalah tidak adanya
             ketentuan yang mengizinkan pemerintah daerah untuk merumahkan pegawai jika jumlahnya berlebihan (misalnya,
             melalui skema pensiun dini). Tidak adanya ketentuan mengenai penentuan kelembagaan semacam ini menyebabkan
             pemerintah daerah harus menggaji pegawai yang tidak tepat untuk tugas yang tidak sesuai—terjadinya kelebihan
             pegawai pada sejumlah fungsi atau kekurangan pegawai pada fungsi yang lain—dan tidak terdapat banyak
Bab 1




             kemungkinan untuk memperbaiki kondisi ini.


             UU tentang desentralisasi mengatur sektor, dan bukan fungsi, tertentu yang harus dialihkan ke pemerintah
             daerah. Hasilnya, timbul kebingungan terutama dalam hal tanggung jawab dan akuntabilitas.                    Masih
             terjadi tumpang tindih fungsi yang cukup banyak, sementara kementerian tetap memainkan peran mereka
             dalam implementasi program, bersama-sama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten. Sistem ini sangat
             membingungkan, kurangnya koordinasi, dan saling tidak percaya di antara tiga tingkatan pemerintah. Pejabat senior
             di pemerintahan kabupaten sering kali tidak mampu memahami, apalagi melakukan pemantauan atas apa yang
             sedang terjadi pada sektor mereka, siapa yang ditugaskan dan apa tugas mereka, dan kapan tindakan harus diambil.
             Tanggung jawab pemerintah provinsi hanyalah untuk melakukan koordinasi, evaluasi, akreditasi, dan standarisasi,
             tetap pemerintah provinsi terus menyiapkan dan melakukan implementasi program. Akibatnya, pemerintah pusat
             dan kabupaten melihat pejabat pemerintah provinsi sebagai kompetitor dan bukan sebagai mitra yang akan diajak
             bekerja sama.


             Desentralisasi telah menimbulkan dinamika dan lingkungan yang heterogen. Sebelum pemberlakuan
             desentralisasi, jumlah kabupaten dan kotamadya kurang dari 300; tetapi jumlah itu kini membengkak menjadi
             sekitar 420. Situasi ini masih berkembang, dengan sejumlah pegawai baru menempati posisi pemerintahan yang
             baru, sering tanpa memiliki pelatihan dan keterampilan yang memadai. Maka terjadilah inefisiensi, karena setiap
             kabupaten memerlukan struktur pemerintahan mereka sendiri. Pada saat yang sama, perbedaan anggaran untuk
             kabupaten semakin besar dan berkembang, karena pemerintah kabupaten menerima sumber daya yang lebih
             besar akibat peningkatan harga bahan bakar minyak.


             Demokratisasi, yang terjadi secara simultan dengan desentralisasi, juga menciptakan lingkungan baru pada
             penyediaan layanan publik. Sistem sentralisasi penyediaan layanan yang diterapkan Indonesia antara akhir tahun
             1970-an sampai akhir tahun 1990-an sesuai dengan struktur politik saat itu, yang sangat sentralistik dan otorioter.
             Dengan gerakan reformasi pada akhir tahun 1990-an, proses politik juga mengalami transisi penting menuju sistem
             demokrasi, baik di tingkat pusat, dengan sistem multipartai dan pemilihan presiden secara langsung, demikian juga
             dengan pemilu daerah dan pilkada. Kekuatan ini memiliki dua dampak: pertama, sistem ini telah memungkinkan
             daerah untuk menegaskan keinginan dan aspirasi mereka serta menentukan prioritas investasi publik. Kedua, sistem
             ini telah menciptakan cara-cara baru untuk membuat pembuat kebijakan agar selalu akuntabel. Demokratisasi di


              Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia:
              Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan
        26
tingkat daerah juga menghasilkan peningkatan partisipasi rakyat di sejumlah aspek penyediaan layanan. Ini sangat
jelas pada sektor pendidikan, di mana peran serta orang tua dan masyarakat telah dilembagakan dalam Komite
Sekolah.


Efisiensi yang rendah untuk anggaran belanja publik, mutu layanan yang rendah, dan kesenjangan
perolehan akses untuk berbagai keluaran. Semua masalah ini berkaitan dengan sistem di masa lalu yang selalu
dari atas ke bawah. Keterbukaan dan demokrasi yang semakin luas telah membuat semua permasalahan masa
lalu semakin kentara Kembali ke pendekatan sentralistik masa lalu bukan merupakan opsi saat ini. Upaya untuk
menangani generasi kedua dari permasalahan ini dalam lingkungan yang lebih demokratis dan desentralistis telah




                                                                                                                                          Bab 1
membuat Indonesia menjadi semakin perlu untuk berkompetisi secara ekonomi dengan kawasan Asia Timur dan
secara global.


Tingkat ketidakhadiran yang sangat tinggi menunjukkan bahwa sumber daya-sumber daya yang penting
dikeluarkan dengan timbal balik yang sangat kecil. Sebuah penelitian dilakukan baru-baru ini dengan
melakukan kunjungan mendadak kepada lebih dari 100 sekolah dasar dan puskesmas di Indonesia (Chaudhury
dkk. 2005). Penelitian ini menemukan tingkat absensi sekitar 19% di antara para guru dan 40% di antara petugas
kesehatan. Indonesia memiliki tingkat absensi tertinggi untuk petugas kesehatan dibandingkan dengan negara
lain di dunia (Tabel 1.1). Penelitian lain menunjukkan bahwa 20% siswa yang sudah terdaftar di sekolah dasar dan
sekolah menengah pertama di wilayah pedesaan tidak hadir di kelas saat kunjungan tersebut (Bank Dunia, 2005b).


Tabel 2. Persentase (%) ketidakhadiran guru dan petugas kesehatan di sejumlah negara (2003)
                        Negara                          Guru               Petugas Kesehatan
 Indonesia                                                19                             40
 Banglades                                                16                             35
 Ekuador                                                  14                             ––
 India                                                    25                             40
 Peru                                                     11                             25
 Uganda                                                   27                             37
umber: Chaudhury dkk. (2005).
Catatan: –– menunjukkan data tidak tersedia



Indonesia memiliki perbandingan siswa/guru yang paling rendah di dunia, bahkan masih lebih rendah jika
dibandingkan dengan negara kaya seperti Amerika Serikat. Walaupun jumlah guru sangat banyak, ternyata daerah-
daerah terpencil masih kekurangan guru (Bank Dunia 2006).


Mutu fisik layanan untuk kebutuhan dasar seringkali sangat rendah. Sebagian besar infrastruktur untuk
menyediakan layanan kebutuhan pokok didirikan ketika terjadi (booming) minyak tahun 1970-an. Saat ini, kondisi
fisik dari sebagian besar infrastruktur tersebut sangat buruk. Dari sekolah dasar di pedesaan yang dikunjungi yang
merupakan bagian dari Goverment and Decentralization Survey (GOS), sekitar 40% dari sekolah tersebut atapnya
sudah bocor, tanpa fasilitas penerangan listrik. Hanya 30% puskesmas yang dikunjungi memiliki persediaan obat-


                                                                         Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia:
                                                                                 Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan
                                                                                                                                         27
obatan secara lengkap, dan sekitar 25% kekurangan lebih dari tiga jenis obat-obatan (Bank Dunia 2005b).


             Hasil pembelajaran di Indonesia masih sangat lemah, terutama yang berkaitan dengan kompetitor ekonomi.
             Berdasarkan standar internasional, hasil pembelajaran masih rendah. Program Penilaian Siswa Internasional atau
             Program for International Student Assessment (PISA) menemukan bahwa siswa Indonesia yang berumur 15 tahun
             prestasinya sama dengan rata-rata siswa di Brazilia dan jauh di bawah prestasi siswa di Thailand atau Republik Korea
             (Diagram 7). Selanjutnya, prestasi yang rendah tidak semata-mata disebabkan oleh faktor kemiskinan. Siswa yang
             pada ekonomi terkaya memiliki prestasi lebih baik daripada siswa lain di Indonesia, namun nilai rata-rata mereka
             masih tetap lebih rendah dibandingkan dengan siswa dengan terkaya di Brazil—dan lebih buruk jika dibandingkan
Bab 1




             dengan siswa dengan paling miskin di Thailand (Diagram 7). Sebuah studi kasus yang baru-baru ini dilaksanakan
             mengenai pendidikan di Malang menjelaskan faktor-faktor sistemik yang berkontribusi terhadap mutu pendidikan
             yang begitu rendah. Faktor-faktor itu muncul di seluruh sistem pendidikan, bahkan juga pada sekolah-sekolah swasta
             yang sangat bergengsi sekalipun (Bjork 2005). Penelitian serupa juga menyimpulkan bahwa 66% dari siswa kelas 8
             di Malaysia menunjukkan prestasi tingkat “menengah atau (intermediate)” atau di atas standar internasional untuk
             kemampuan matematika, hanya 24% siswa Indonesia yang mampu mencapai tingkat tersebut pada kelas yang
             sama (Martin dkk. 2004). Di Malaysia, 30% siswa yang berada pada kelas 8 mampu mencapai prestasi pada tingkat
             “tinggi atau (high)” atau bahkan lebih tinggi, sedangkan hanya 6% dari siswa Indonesia yang mampu mencapai
             tingkat tersebut.


             Diagram 7. Angka Partisipasi Sekolah di antara siswa Indonesia yang berumur 15 tahun masih rendah, bahkan masih
             rendah pada siswa-siswa yang tergolong mampu.
                         Math scores                                                           Problem solving scores

                600                                                                        600



                500                                                                        500



                400                                                                        400



                300                                                                        300



                200                                                                        200
                                             Thailand




                                                                                                                        Thailand
                        Indonesia




                                                                                                   Indonesia
                                    Brazil




                                                                                                               Brazil
                                                        Korea




                                                                                                                                   Korea




                                                                Poorest quintile of students
                                                                Richest quintile of students
                                                                Average score


             Sumber: Analisis data Program Penilaian Siswa Internasional 2003



             Indonesia telah mampu menurunkan angka kematian bayi, tetapi sejumlah indikator menunjukkan adanya
             berbagai masalah pada mutu layanan publik. Jumlah dokter, perawat, dan bidan yang bertugas memberikan
             layanan kesehatan baik yang berasal dari sektor publik maupun swasta tidak mampu menyebutkan prosedur yang


               Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia:
               Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan
        28
benar ketika menangani kasus hipotesis suatu penyakit (Diagram 1.7). Proporsi prosedur yang benar yang mereka
sampaikan masih berkisar antara 42–52% untuk penanganan kuratif orang dewasa, 41–44% untuk penanganan
prenatal, dan 55–62% untuk penanganan kuratif anak-anak (Gertler dkk. 2002). Observasi ini sesuai dengan temuan
dalam sebuah studi yang berjudul “(Pilot Project) Jaminan Mutu dari Proyek Kesehatan IV”. Observasi dasar mengenai
praktik yang dilakukan oleh petugas puskesmas yang dilakukan sebelum dilakukan intervensi berdasarkan (pilot
project) tersebut menunjukkan bahwa 20–30% memenuhi persyaratan sesuai pedoman klinis untuk menangani
beberapa masalah kesehatan tertentu (Panel kiri pada Diagram 8). Persentase anak-anak yang menerima imunisasi
DPT yang ketiga masih di bawah 80% dan bahkan kini sudah mulai mengalami penurunan (Panel kanan pada
Diagram 9).




                                                                                                                                                                                 Bab 1
 Diagram 8 Pengetahuan petugas kesehatan tentang Diagram 9 Penurunan vaksinasi DPT
 standar layanan publik masih rendah

                                                                                 Percentage of 12- to23-month-olds that receive
     Knowledge of service standards in health                                             their third DTP vaccination
  100.0%
                                                                                             100
   80.0%

   60.0%                                                                                      80

   40.0%
                                                                                                                                                   Indonesia
                                                                                              60
   20.0%                                                                                                                                           Malaysia
                                                                                   Percent




                                                                                                                                                   Philippines
    0.0%                                                                                                                                           Thailand
                                                                                              40
                                                                                                                                                   Vietnam

           Public health centers     Private nurses and        Private MDs and
                                           midw ives                 clinics                  20


                    Adult curative care   Prenatal care   Child curative care
                                                                                               0
                                                                                               1980   1985   1990    1995     2000    2005



Sumber: Panel kiri dari Barber, Gertler, dan Harimurti 2005 yang didasarkan pada Survei Kehidupan keluarga Indonesia 1997. Panel kanan dari (UNICEF,
2005).


Salah satu indikator yang menunjukkan rendahnya mutu layanan publik merupakan fakta yang diungkapkan
oleh banyak pasien yang tidak puas yang mengakibatkan mereka beralih ke sektor swasta—walaupun
pemerintah selalu menekankan pentingnya penyediaan layanan publik yang bermutu. Ini memang benar
terutama dalam bidang layanan kesehatan dan pendidikan non primer. Dari seluruh strata ekonomi, hampir 60%
kunjungan untuk mendapatkan layanan kesehatan pada tahun 2004 semuanya ditujukan ke fasilitas yang disediakan
oleh sektor swasta. Layanan yang diberikan oleh sektor swasta sering kali lebih baik daripada layanan yang diberikan
oleh sektor publik yang melayani masyarakat miskin (lihat Diagram 3.1). Studi yang bertajuk ”Suara Masyarakat Miskin”
yang dilakukan untuk menyiapkan laporan ini juga memberikan indikasi bahwa masyarakat miskin menggunakan
layanan yang disediakan oleh sektor swasta, bukan saja karena layanan mereka terkadang lebih murah tetapi juga
karena lebih baik (Mukherjee 2005). Pola semacam ini bukan merupakan hal yang baru. Pada tahun 1993 tingkat
dan pola itu begitu mirip. Akan tetapi, sejak pelaksanaan desentralisasi, kunjungan ke sektor publik menunjukkan
peningkatan dari lapisan masyarakat dari berbagai lapisan ekonomi.
Kesenjangan untuk memperoleh akses dan kesenjangan keluaran masih tetap tinggi. Model layanan publik



                                                                                                                Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia:
                                                                                                                        Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan
                                                                                                                                                                                29
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia
Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Aspek Etik dan legal dalam Keperawatan Gawat Darurat
Aspek Etik dan legal dalam Keperawatan Gawat DaruratAspek Etik dan legal dalam Keperawatan Gawat Darurat
Aspek Etik dan legal dalam Keperawatan Gawat DaruratElon Yunus
 
Asuhan keperawatan kejang demam pada an
Asuhan keperawatan kejang demam pada anAsuhan keperawatan kejang demam pada an
Asuhan keperawatan kejang demam pada anRismayanti Hairil
 
Makalah sistem sistem rujukan pelayanan di indonesia
Makalah sistem sistem rujukan pelayanan di indonesiaMakalah sistem sistem rujukan pelayanan di indonesia
Makalah sistem sistem rujukan pelayanan di indonesiaevinurmiftahuljannah
 
Formulir rumah sakit
Formulir rumah sakitFormulir rumah sakit
Formulir rumah sakitReski Rahayu
 
Permasalahan program keluarga berencana,ppt
Permasalahan program keluarga berencana,pptPermasalahan program keluarga berencana,ppt
Permasalahan program keluarga berencana,pptmartaagustinasirait
 
Dkmb kelompok 2 kelas d
Dkmb kelompok 2 kelas dDkmb kelompok 2 kelas d
Dkmb kelompok 2 kelas dnunung ratna
 
Kolaborasi kesehatan rahma maulidina sari
Kolaborasi kesehatan rahma maulidina sariKolaborasi kesehatan rahma maulidina sari
Kolaborasi kesehatan rahma maulidina sarirhmaulidina29
 
leaflet gizi ibu nifas
leaflet gizi ibu nifasleaflet gizi ibu nifas
leaflet gizi ibu nifasAfifah180254
 
KONSEP SEHAT SAKIT
KONSEP SEHAT SAKITKONSEP SEHAT SAKIT
KONSEP SEHAT SAKITKANDA IZUL
 
KERANGKA ACUAN UKM.doc
KERANGKA ACUAN UKM.docKERANGKA ACUAN UKM.doc
KERANGKA ACUAN UKM.docRUMI83
 
Materi pengembangan pesan dan media promkes bambang riadi
Materi pengembangan pesan dan media promkes bambang riadiMateri pengembangan pesan dan media promkes bambang riadi
Materi pengembangan pesan dan media promkes bambang riadiUpi_raharjo
 
Media dalam Promosi Kesehatan
Media dalam Promosi KesehatanMedia dalam Promosi Kesehatan
Media dalam Promosi Kesehatanpjj_kemenkes
 
Perencanaan program penyuluhan kesehatan
Perencanaan program penyuluhan kesehatanPerencanaan program penyuluhan kesehatan
Perencanaan program penyuluhan kesehatanErulk Khaerul
 

Was ist angesagt? (20)

Makalah home care3
Makalah home care3Makalah home care3
Makalah home care3
 
Aspek Etik dan legal dalam Keperawatan Gawat Darurat
Aspek Etik dan legal dalam Keperawatan Gawat DaruratAspek Etik dan legal dalam Keperawatan Gawat Darurat
Aspek Etik dan legal dalam Keperawatan Gawat Darurat
 
Asuhan keperawatan kejang demam pada an
Asuhan keperawatan kejang demam pada anAsuhan keperawatan kejang demam pada an
Asuhan keperawatan kejang demam pada an
 
Makalah sistem sistem rujukan pelayanan di indonesia
Makalah sistem sistem rujukan pelayanan di indonesiaMakalah sistem sistem rujukan pelayanan di indonesia
Makalah sistem sistem rujukan pelayanan di indonesia
 
Kalender suntik-3-bulan
Kalender suntik-3-bulanKalender suntik-3-bulan
Kalender suntik-3-bulan
 
Formulir rumah sakit
Formulir rumah sakitFormulir rumah sakit
Formulir rumah sakit
 
Pedoman kesorga
Pedoman kesorgaPedoman kesorga
Pedoman kesorga
 
Askep post sc
Askep post scAskep post sc
Askep post sc
 
Permasalahan program keluarga berencana,ppt
Permasalahan program keluarga berencana,pptPermasalahan program keluarga berencana,ppt
Permasalahan program keluarga berencana,ppt
 
Dkmb kelompok 2 kelas d
Dkmb kelompok 2 kelas dDkmb kelompok 2 kelas d
Dkmb kelompok 2 kelas d
 
Asuhan kebidanan pada ibu hamil normal. PKK 1
Asuhan kebidanan pada ibu hamil normal. PKK 1Asuhan kebidanan pada ibu hamil normal. PKK 1
Asuhan kebidanan pada ibu hamil normal. PKK 1
 
Kolaborasi kesehatan rahma maulidina sari
Kolaborasi kesehatan rahma maulidina sariKolaborasi kesehatan rahma maulidina sari
Kolaborasi kesehatan rahma maulidina sari
 
leaflet gizi ibu nifas
leaflet gizi ibu nifasleaflet gizi ibu nifas
leaflet gizi ibu nifas
 
askeb akseptor Kb suntik 3 bulan
askeb akseptor Kb suntik 3 bulanaskeb akseptor Kb suntik 3 bulan
askeb akseptor Kb suntik 3 bulan
 
KONSEP SEHAT SAKIT
KONSEP SEHAT SAKITKONSEP SEHAT SAKIT
KONSEP SEHAT SAKIT
 
KERANGKA ACUAN UKM.doc
KERANGKA ACUAN UKM.docKERANGKA ACUAN UKM.doc
KERANGKA ACUAN UKM.doc
 
Materi pengembangan pesan dan media promkes bambang riadi
Materi pengembangan pesan dan media promkes bambang riadiMateri pengembangan pesan dan media promkes bambang riadi
Materi pengembangan pesan dan media promkes bambang riadi
 
Media dalam Promosi Kesehatan
Media dalam Promosi KesehatanMedia dalam Promosi Kesehatan
Media dalam Promosi Kesehatan
 
Perencanaan program penyuluhan kesehatan
Perencanaan program penyuluhan kesehatanPerencanaan program penyuluhan kesehatan
Perencanaan program penyuluhan kesehatan
 
MUTU PELAYANAN KESEHATAN DAN KEBIDANAN
MUTU PELAYANAN KESEHATAN DAN KEBIDANANMUTU PELAYANAN KESEHATAN DAN KEBIDANAN
MUTU PELAYANAN KESEHATAN DAN KEBIDANAN
 

Ähnlich wie Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia

Bulan februari 2015
Bulan februari 2015Bulan februari 2015
Bulan februari 2015fionarazqa
 
Seri 6 Buku Implementasi UU No 6 Tahun 2014 - Perencanaan pembangunan desa
Seri 6 Buku Implementasi UU No 6 Tahun 2014 - Perencanaan pembangunan desaSeri 6 Buku Implementasi UU No 6 Tahun 2014 - Perencanaan pembangunan desa
Seri 6 Buku Implementasi UU No 6 Tahun 2014 - Perencanaan pembangunan desaAgus hariyanto
 
Pemberdayaan Masyarakat Desa
Pemberdayaan Masyarakat DesaPemberdayaan Masyarakat Desa
Pemberdayaan Masyarakat DesaDadang Solihin
 
Prog Taskin Ziswaf Tbn
Prog Taskin Ziswaf TbnProg Taskin Ziswaf Tbn
Prog Taskin Ziswaf Tbntbnservice
 
Amalan Terbaik Kesejahteraan Sosial
Amalan Terbaik Kesejahteraan SosialAmalan Terbaik Kesejahteraan Sosial
Amalan Terbaik Kesejahteraan SosialSITINURDIANAMOHDSAHA
 
277-Article Text-2396-1-10-20181113.pdf
277-Article Text-2396-1-10-20181113.pdf277-Article Text-2396-1-10-20181113.pdf
277-Article Text-2396-1-10-20181113.pdfDinasPMDBatuBara
 
Buletin sukaratu ed.mei 2014
Buletin sukaratu ed.mei 2014Buletin sukaratu ed.mei 2014
Buletin sukaratu ed.mei 2014Erwin Ginanjar
 
Makalah keuangan OJK SMA NEGERI 1 BAWANG BANJARNEGARA
Makalah keuangan OJK SMA NEGERI 1 BAWANG BANJARNEGARAMakalah keuangan OJK SMA NEGERI 1 BAWANG BANJARNEGARA
Makalah keuangan OJK SMA NEGERI 1 BAWANG BANJARNEGARAdetinurkhayati
 
Rumah susun vs program perbaikan kampung
Rumah susun vs program perbaikan kampungRumah susun vs program perbaikan kampung
Rumah susun vs program perbaikan kampungzaki Fikri
 
Pengelolaan pengaduan pelayanan publik.pptx.ppt
Pengelolaan pengaduan pelayanan publik.pptx.pptPengelolaan pengaduan pelayanan publik.pptx.ppt
Pengelolaan pengaduan pelayanan publik.pptx.pptSitiFarida22
 
7597 14952-1-sm(1)
7597 14952-1-sm(1)7597 14952-1-sm(1)
7597 14952-1-sm(1)Al fian
 
Majalah Kabupaten Report
Majalah Kabupaten ReportMajalah Kabupaten Report
Majalah Kabupaten ReportBobby Umbara
 
Membangun Kolaborasi & Pemetaan Potensi untuk RB Berdampak
Membangun Kolaborasi &  Pemetaan Potensi untuk  RB BerdampakMembangun Kolaborasi &  Pemetaan Potensi untuk  RB Berdampak
Membangun Kolaborasi & Pemetaan Potensi untuk RB BerdampakTri Widodo W. UTOMO
 
Proposal sati 27 02 2019
Proposal sati 27 02 2019Proposal sati 27 02 2019
Proposal sati 27 02 2019heri kustadi
 
Kapasitas Kelembagaan dan Pembangunan Desa_ Sebuah Analisis dalam Konteks Des...
Kapasitas Kelembagaan dan Pembangunan Desa_ Sebuah Analisis dalam Konteks Des...Kapasitas Kelembagaan dan Pembangunan Desa_ Sebuah Analisis dalam Konteks Des...
Kapasitas Kelembagaan dan Pembangunan Desa_ Sebuah Analisis dalam Konteks Des...RyanFanuchi
 
Buku pintar-dana-desa-221117 1630-web_opt
Buku pintar-dana-desa-221117 1630-web_optBuku pintar-dana-desa-221117 1630-web_opt
Buku pintar-dana-desa-221117 1630-web_optwedusputih
 

Ähnlich wie Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia (20)

Bulan februari 2015
Bulan februari 2015Bulan februari 2015
Bulan februari 2015
 
Seri 6 Buku Implementasi UU No 6 Tahun 2014 - Perencanaan pembangunan desa
Seri 6 Buku Implementasi UU No 6 Tahun 2014 - Perencanaan pembangunan desaSeri 6 Buku Implementasi UU No 6 Tahun 2014 - Perencanaan pembangunan desa
Seri 6 Buku Implementasi UU No 6 Tahun 2014 - Perencanaan pembangunan desa
 
Msp03sosped
Msp03sospedMsp03sosped
Msp03sosped
 
Msp03sosped
Msp03sospedMsp03sosped
Msp03sosped
 
Pemberdayaan Masyarakat Desa
Pemberdayaan Masyarakat DesaPemberdayaan Masyarakat Desa
Pemberdayaan Masyarakat Desa
 
Prog Taskin Ziswaf Tbn
Prog Taskin Ziswaf TbnProg Taskin Ziswaf Tbn
Prog Taskin Ziswaf Tbn
 
30769259 pembangunan-daerah
30769259 pembangunan-daerah30769259 pembangunan-daerah
30769259 pembangunan-daerah
 
30769259 pembangunan-daerah
30769259 pembangunan-daerah30769259 pembangunan-daerah
30769259 pembangunan-daerah
 
Amalan Terbaik Kesejahteraan Sosial
Amalan Terbaik Kesejahteraan SosialAmalan Terbaik Kesejahteraan Sosial
Amalan Terbaik Kesejahteraan Sosial
 
277-Article Text-2396-1-10-20181113.pdf
277-Article Text-2396-1-10-20181113.pdf277-Article Text-2396-1-10-20181113.pdf
277-Article Text-2396-1-10-20181113.pdf
 
Buletin sukaratu ed.mei 2014
Buletin sukaratu ed.mei 2014Buletin sukaratu ed.mei 2014
Buletin sukaratu ed.mei 2014
 
Makalah keuangan OJK SMA NEGERI 1 BAWANG BANJARNEGARA
Makalah keuangan OJK SMA NEGERI 1 BAWANG BANJARNEGARAMakalah keuangan OJK SMA NEGERI 1 BAWANG BANJARNEGARA
Makalah keuangan OJK SMA NEGERI 1 BAWANG BANJARNEGARA
 
Rumah susun vs program perbaikan kampung
Rumah susun vs program perbaikan kampungRumah susun vs program perbaikan kampung
Rumah susun vs program perbaikan kampung
 
Pengelolaan pengaduan pelayanan publik.pptx.ppt
Pengelolaan pengaduan pelayanan publik.pptx.pptPengelolaan pengaduan pelayanan publik.pptx.ppt
Pengelolaan pengaduan pelayanan publik.pptx.ppt
 
7597 14952-1-sm(1)
7597 14952-1-sm(1)7597 14952-1-sm(1)
7597 14952-1-sm(1)
 
Majalah Kabupaten Report
Majalah Kabupaten ReportMajalah Kabupaten Report
Majalah Kabupaten Report
 
Membangun Kolaborasi & Pemetaan Potensi untuk RB Berdampak
Membangun Kolaborasi &  Pemetaan Potensi untuk  RB BerdampakMembangun Kolaborasi &  Pemetaan Potensi untuk  RB Berdampak
Membangun Kolaborasi & Pemetaan Potensi untuk RB Berdampak
 
Proposal sati 27 02 2019
Proposal sati 27 02 2019Proposal sati 27 02 2019
Proposal sati 27 02 2019
 
Kapasitas Kelembagaan dan Pembangunan Desa_ Sebuah Analisis dalam Konteks Des...
Kapasitas Kelembagaan dan Pembangunan Desa_ Sebuah Analisis dalam Konteks Des...Kapasitas Kelembagaan dan Pembangunan Desa_ Sebuah Analisis dalam Konteks Des...
Kapasitas Kelembagaan dan Pembangunan Desa_ Sebuah Analisis dalam Konteks Des...
 
Buku pintar-dana-desa-221117 1630-web_opt
Buku pintar-dana-desa-221117 1630-web_optBuku pintar-dana-desa-221117 1630-web_opt
Buku pintar-dana-desa-221117 1630-web_opt
 

Mehr von Oswar Mungkasa

Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan PanganUrun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan PanganOswar Mungkasa
 
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...Oswar Mungkasa
 
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...Oswar Mungkasa
 
Sudah saatnya mempopulerkan upcycling
Sudah saatnya mempopulerkan upcyclingSudah saatnya mempopulerkan upcycling
Sudah saatnya mempopulerkan upcyclingOswar Mungkasa
 
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...Oswar Mungkasa
 
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...Oswar Mungkasa
 
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERAFakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERAOswar Mungkasa
 
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganTata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganOswar Mungkasa
 
Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama Oswar Mungkasa
 
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentinganMemudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentinganOswar Mungkasa
 
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...Oswar Mungkasa
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...Oswar Mungkasa
 
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...Oswar Mungkasa
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaranBekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaranOswar Mungkasa
 
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...Oswar Mungkasa
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...Oswar Mungkasa
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Oswar Mungkasa
 
Presentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient JakartaPresentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient JakartaOswar Mungkasa
 
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasiPengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasiOswar Mungkasa
 
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015Oswar Mungkasa
 

Mehr von Oswar Mungkasa (20)

Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan PanganUrun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
 
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
 
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
 
Sudah saatnya mempopulerkan upcycling
Sudah saatnya mempopulerkan upcyclingSudah saatnya mempopulerkan upcycling
Sudah saatnya mempopulerkan upcycling
 
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
 
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
 
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERAFakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
 
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganTata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
 
Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama
 
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentinganMemudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
Memudahkan upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan
 
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
 
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaranBekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
 
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
 
Presentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient JakartaPresentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
 
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasiPengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
 
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
 

Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia

  • 1.
  • 2. KANTOR PERWAKILAN BANK DUNIA JAKARTA Gedung Bursa Efek Jakarta, Menara II/Lantai 12 Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53 Jakarta 12910 Tel: (6221) 5299-3000 Fax: (6221) 5299-3111 Website: www.worldbank.or.id THE WORLD BANK 1818 H Street N.W. Washington, D.C. 20433, U.S.A. Tel: (202) 458-1876 Fax: (202) 522-1557/1560 Email: feedback@worldbank.org Website: www.worldbank.org Edisi 2006. Laporan ini merupakan produk staf Bank Dunia. Analisa, interpretasi dan kesimpulan yang terdapat didalamnya tidak mewakili Dewan Direksi Bank Dunia maupun pemerintahan yang mereka wakili. Bank Dunia tidak menjamin akurasi data di dalam laporan ini. Batas-batas, warna, denominasi dan informasi lainnya yang tercantum pada peta yang ada di dalam laporan ini tidak mengimplikasaikan pandangan Bank Dunia akan status hukum suatu wilayah ataupun persetujuan akan batas-batas tersebut.
  • 3. Membuat Pelayanan Bermanfaat bagi Masyarakat Miskin di Indonesia Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan Bank Dunia | The World Bank East Asia and Pacific Region
  • 4. Ucapan Terima Kasih Laporan ini disiapkan oleh sebuah tim yang terdiri dari Menno Pradhan, Vic Paqueo, Elizabeth King, (Ketua Tim Pokja), Deon P. Filmer, Scott E. Guggenheim dan Anne-Lise Klausen. Tim ini hendak menyampaikan adanya dukungan yang begitu besar yang diberikan oleh tim dari INDOPOV yang dipimpin oleh Jehan Arulpragasam. Sementara itu biayanya disediakan oleh pemerintah Jepang dan Inggris. Laporan ini dibuat berdasarkan hasil konferensi “Making Services Work for the Poor,” yang diselenggarakan di Jakarta pada bulan April 2005. Konferensi ini disponsori secara bersama-sama oleh Menkokesra dan Bank Dunia (Kathy Macpherson). Laporan ini juga disusun berdasarkan makalah yang khusus ditulis untuk keperluan penyusunan laporan ini. Pertama, di bawah supervisi dari Stefan Nachuk, ada delapan dokumen mengenai berbagai inovasi lokal tentang penyediaan layanan publik. Kedua, di bawah supervisi Nilanjana Mukherjee, dilakukan penelitian mengenai “Suara Masyarakat Miskin” dalam penyediaan layanan publik. Terima kasih juga atas komentar yang diberikan oleh peninjau, Christopher Pycroft (DFID), Ariel Fiszbein, dan Lant Pritchett (catatan konsep), demikian juga masukan yang disampaikan oleh rekan-rekan dari Bank Dunia.
  • 5. Prakata dari Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia Assalamualaikum Wr. Wb. Masyarakat miskin di Indonesia tidak menerima layanan publik yang mereka butuhkan. Seringkali layanan bagi mereka tidak tersedia, di luar jangkauan mereka atau mutunya sangat rendah. Upaya untuk memastikan tersedianya tenaga terampil di puskesmas atau memastikan petani menerima informasi yang tepat dari petugas penyuluhan pertanian, masalah yang harus dihadapi masyarakat miskin seringkali sangat mirip. Oleh karena itu, laporan ini berfokus pada isu-isu antar sektor yang dapat menghambat kemajuan upaya memberikan layanan bagi masyarakat miskin. Catatan Indonesia tentang hal ini memang masih mengecewakan. Selama beberapa dekade yang telah lewat, akses terhadap layanan dasar mengalami kemajuan pesat, demikian juga dengan indikator pembangunan kemanusiaan. Namun tantangan yang dihadapi sekarang telah bergeser yaitu upaya untuk meningkatkan mutu layanan yang telah ada, dan menjangkau mereka yang tidak mampu menggapai akses yang telah semakin meningkat tersebut. Tantangan ini harus dihadapi oleh Indonesia yang semakin demokratis, yang sudah menerapkan desentralisasi. Kami berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi pemerintah pusat dan daerah, dan bagi masyarakat luas yang terlibat dalam penyediaan layanan tersebut di atas. Terdapat banyak contoh inovasi praktis dalam penyediaan layanan yang berasal dari Indonesia yang diuraikan dalam laporan ini, dan banyak dari contoh tersebut bisa dengan segera diterapkan oleh para praktisi untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Masalah yang lebih besar lagi adalah bagaimana menerjemahkan pengalaman lokal tersebut ke dalam kebijakan sektoral dan ke dalam program, untuk memperoleh peningkatan yang berkelanjutan dalam penyediaan layanan publik bagi masyarakat. Rekomendasi dalam laporan ini dapat memberikan rujukan yang bermanfaat dalam rangka menangani masalah-masalah di atas. Wassalamualaikum Wr. Wb. Aburizal Bakrie Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia: Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan v
  • 6. Prakata dari Bank Dunia Ketika seorang anak yang sedang sakit dari keluarga miskin berobat kepuskesmas, di sana harus ada petugas kesehatan profesional yang akan menangani anak itu. Ketika seorang ibu hamil yang masih muda berkunjung ke klinik yang dikelola pemerintah untuk meminta nasihat tentang berbagai hal yang berhubungan dengan kesehatan ibu, maka ibu hamil tersebut harus ditangani oleh bidan yang terampil dan terlatih. Semua anak yang berumur di bawah 15 tahun harus bersekolah dan mendapatkan pendidikan dan pengajaran ilmu matematika dan ilmu pengetahuan dasar yang memadai. Desa juga harus memiliki sistem penyediaan dan penyaluran air bersih yang berfungsi dengan baik. Pemerintah di seluruh dunia berjuang dengan keras untuk memberikan jaminan bahwa layanan dasar semacam ini dapat diberikan dan diterima oleh seluruh warga negara. Hal ini tidak bukan hanya merupakan pengalokasian anggaran yang lebih besar semata. Seluruh sumber daya untuk publik harus dikelola dengan sebaik-baiknya untuk menjamin bahwa sumber-sumber itu dapat diwujudkan menjadi pemberian layanan publik yang lebih baik. Indonesia tidak terkecuali dalam hal ini. Negeri ini memang telah mencapai kemajuan pesat dalam peningkatan layanan publik selama beberapa dekade terakhir. Akan tetapi, masih ada begitu banyak bukti bahwa tidak semua warga dapat memperoleh layanan yang mereka butuhkan. Pelaksanaan sistem desentralisasi dan demokratisasi telah berdampak sangat besar terhadap pengelolaan layanan publik saat ini. Lima tahun setelah pelaksanaan kedua hal ini, laporan ini disusun dengan mendokumentasikan sekaligus mengusulkan strategi untuk mempertahankan peningkatan layanan publik dalam lingkungan yang baru. Rekomendasi pertama dalam laporan ini adalah mendorong penggunaan perjanjian layanan, dan sejalan dengan perjalanan waktu, meningkatkan kewenangan penyedia layanan terhadap berbagai aspek operasional pemberian layanan. Dengan skenario seperti ini, satu perjanjian layanan antara pemerintah daerah dan penyedia layanan harus mencantumkan dan menegaskan layanan apa yang harus diberikan oleh penyedia dan sumber daya apa yang mereka miliki untuk memberikan layanan tersebut. Perjanjian itu harus juga menentukan standar bagi pengguna layanan agar mereka dapat memantau layanan yang diberikan dan mengambil tindakan yang diperlukan jika standar layanan yang diberikan itu mengalami penurunan. Rekomendasi kedua adalah memberikan ruang yang lebih besar bagi pengguna layanan dan masyarakat untuk menyuarakan bagaimana layanan itu diberikan. Masyarakat ternyata mampu bertindak lebih efisien terutama dalam membangun dan memelihara infrastruktur daerah. Mereka juga mampu mengambil peran yang lebih besar untuk menjamin bahwa masyarakat miskin dapat memperoleh akses yang lebih baik terhadap layanan dasar. Rekomendasi yang ketiga adalah memperbaiki arsitektur desentralisasi. Upaya untuk meningkatkan pemberian layanan publik merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah daerah dan pusat. Kedua pemerintah ini mengeluarkan anggaran cukup besar untuk meningkatkan layanan publik, dan hal ini perlu dikoordinasikan untuk menjamin bahwa layanan itu berdampak sesuai dengan yang diharapkan. Saya sangat berharap bahwa laporan ini dapat vi
  • 7. menjadi sumber inspirasi bagi mereka yang bekerja untuk meningkatkan layanan publik di Indonesia. Atas nama Bank Dunia, saya ucapkan selamat kepada para penulis dan seluruh mitra pemerintah atas kerja sama produksi yang sangat baik sehingga laporan yang sangat penting ini bisa selesai tepat pada waktunya. Kami juga berharap bahwa laporan ini dapat menggugah dan mendorong diskusi yang gencar dan terus-menerus dengan pihak pemerintah dan masyarakat sipil. Andrew Steer Country Director Indonesia Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia: Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan vii
  • 8. Daftar isi Daftar isi Ucapan Terima Kasih II Prakata dari Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia v Prakata dari Bank Dunia vi Ringkasan Eksekutif x Bab 1. Tantangan dalam Penyediaan Layanan: Isu-isu Turunan Kedua dan Inefisiensi yang terjadi 19 sehubungan dengan pemberlakuan Desentralisasi Bab 2. Pemberian Layanan dalam Era Demokratisasi dan Desentralisasi 33 Bab 3. Penguatan Akuntabilitas dan Struktur Insentif 39 Bab 4. Penguatan Peran Pengguna Layanan 59 Bab 5. Mengefektifkan Hubungan Antar Instansi Pemerintah Untuk Penyedia Layanan Publik 73 Bab 6. Menuju Strategi Operasional Untuk Peningkatan Layanan Publik 85 Epilog 97 Daftar Pustaka 98 Daftar table Tabel 1. Reformasi yang didorong oleh pemerintah daerah yang dilaksanakan di Sumatera Barat xvii Tabel 2. Persentase (%) ketidakhadiran guru dan petugas kesehatan di sejumlah negara (2003) 27 Tabel 3. Manfaat ekonomi pembangunan infrastruktur berbasis masyarakat. 62 Tabel 4. Saran-saran tentang alokasi fungsional untuk penyediaan layanan masyarakat 76 Tabel 5. Saran tindakan kebijakan untuk mengefektifkan layanan publik di Indonesia 92 Daftar diagram Diagram 1. Rute menuju akuntabilitas dalam penyediaan layanan di Indonesia xiii Diagram 2. Indonesia telah melaksanakan peningkatan keluaran secara dramatis selama lima dekade 21 terakhir Diagram 3. Perluasan akses telah membuat belanja publik menjadi lebih berpihak pada masyarakat 23 miskin Diagram 4. Beberapa indikator penting yang mengalami peningkatan setelah pemberlakuan 24 desentralisasi Diagram 5. Penurunan tingkat gizi buruk (kurangnya berat badan) dapat dihentikan pada periode pasca 24 desentralisasi Diagram 6. Sumber-sumber pendanaan untuk sektor pendidikan dan kesehatan telah ditingkatkan sejak 25 pemberlakuan desentralisasi Diagram 7. Angka Partisipasi Sekolah di antara siswa Indonesia yang berumur 15 tahun masih rendah, 28 bahkan masih rendah pada siswa-siswa yang tergolong mampu. Diagram 8 Pengetahuan petugas kesehatan tentang standar layanan publik masih rendah 29 Diagram 9 Penurunan vaksinasi DPT 29 Diagram 10 Kesenjangan dalam hal keluaran dan layanan publik masih tinggi 30 viii
  • 9. Diagram 11 Alur Pendanaan dari Pemerintah Pusat kepada sekolah 45 Diagram 12. Penggunaan layanan yang diberikan oleh sektor swasta, berdasarkan kuintil pendapatan 50 Diagram 13. Kerangka kerja untuk melakukan penilaian dan mengurangi risiko ketika melakukan kontrak 53 dengan penyedia layanan sektor swasta Daftar kotak Kotak 1. Perjanjian Layanan: Target Kontrak Berbasis Kinerja xv Kotak 2. Skema pengelolaan berbasis manajemen di Burkina Faso 43 Kotak 3 Bagaimana insentif dapat mengubah perilaku penyedia layanan yang berada pada garis depan? 47 Kotak 4. Penyediaan layanan kesehatan pokok melalui LSM 52 Kotak 5 Kontrak dengan sektor swasta untuk menyediakan air bersih di Jakarta 54 Kotak 6 Perampingan pemerintah di Kabupaten Jembrana 58 Kotak 7. Upaya membuat (block grant) berhasil bagi masyarakat miskin di kota Blitar 63 Kotak 8. Mengurangi tindak korupsi dalam program berbasis masyarakat dengan melakukan publikasi 65 hasil audit Kotak 9. Melemahnya posisi pengguna layanan akibat pembagian kupon melalui penyedia layanan 70 Kotak 10 Merugikan masyarakat miskin dengan mengeluarkan mandat agar penyedia layanan mengenakan 71 tarif lebih murah dari yang semestinya Kotak 11. Fungsi yang tidak jelas dan tumpang tindih merusak penyediaan layanan di seluruh sektor 75 Box 12. Terlalu banyak birokrat, terlalu sedikit tenaga profesional 81 Box 13. Desentralisasi pendidikan tidak berjalan efektif 82 Kotak 14. Peningkatan transparansi anggaran di Kota Bandung 84 Kotak 15. Tiga kisah tentang inisiatif reformasi 89 Kotak 16. Memperkenalkan Standar Kualitas Kesehatan 90 Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia: Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan ix
  • 10. Ringkasan Eksekutif Tentang laporan ini Bagaimana sistem persekolah di Indonesia mampu menyediakan pendidikan yang bermutu tinggi? Bagaimana klinik akan berfungsi lebih baik dalam memberikan tanggapan mereka terhadap kebutuhan pasien? Bagaimana layanan penyuluhan di tingkat lokal mampu memenuhi permintaan petani secara lebih baik? Bagaimana pihak penyedia jasa mampu memenuhi kebutuhan masyarakat miskin secara lebih baik dalam iklim Indonesia yang menganut sistem desentralisasi? Laporan ini berusaha untuk mencari jawaban atas semua pertanyaan di atas. Dikatakan bahwa penyebab rendahnya mutu penyediaan layanan adalah hal yang sama di setiap layanan, dan oleh karena itu ada beberapa unsur yang serupa terhadap solusi masalah tersebut dalam rangka meningkatkan layanan kepada publik. Laporan ini berfokus pada isu-isu lintas sektoral, dengan rujukan yang semata-mata berasal dari Indonesia. Berita baiknya adalah bahwa ada begitui banyak contoh inovasi dalam pemberian layanan yang menunjukkan hasil yang baik pula. Tantangan kita adalah bagaimana kita bisa belajar dari keberhasilan tersebut, dan bagaimana meningkatkan praktik-ptaktik yang sudah baik itu. Hal ini juga dibahas di dalam laporan ini. Berita Baik dan Berita Buruk Sejarah menunjukkan bahwa kemajuan Indonesia dalam pemberian layanan publik dan pembangunan kemanusiaan telah menunjukkan hasil yang mengagumkan. Pada 1960 tingkat kematian balita adalah lebih dari 200 untuk setiap 1.000 orang—lebih dari dua kali lipat tingkat angka yang dicapai oleh Filipina dan Thailand. Pada 2005 angka ini turun menjadi di bawah 50 untuk per 1.000 balita, yang menunjukkan salah satu angka penurunan tertinggi di kawasan ini. Seorang anak yang lahir pada 1940 hanya memiliki sekitar 60 persen kesempatan untuk bersekolah, 40 persen kesempatan untuk menamatkan pendidikan dasar, dan 15 persen kesempatan untuk menamatkan pendikan sekolah menengah pertama mereka. Sebaliknya, lebih dari 90 persen anak-anak yang lahir pada 1980 berhasil menamatkan pendidikas sekolah dasar dan hampir sebanyak 60 persen mampu menyelesaikan pendikan sekolah menengah pertama mereka. Ada persepsi luas yang berkembahg bahwa pemberian layanana publik telah mengalami kemundursan sejak Indonesia menerapkan sistem desentralisasi pada 2001. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa realita ini hanya merupakan perkiraan belaka. Ketakutan bahwa layanan publik akan runtuh dan hancur setelah pelaksanaan sistem desentralisasi ternyata tidak terbukti. Malah sebaliknya, bukti-bukti menunjukkan bahwa sejak pelaksanaan sistem desentralisasi pada 2001, beberapa aspek pemberian layanana publik dan hasil pembangunan kemanusiaan telah mengalami peningkatan. Persentase anak-anak yang meninggal sebelum genap berumur satu tahun telah mengalami penurunan antara 1997 dan 2003. Setelah pelaksanaan sistem desentralisasi, sektor publik meningkatkan kapasitas mereka dalam bidang pendidikan dasar, menengah pertama dan atas. Peningkatan juga terjadi pada pemakaian layanan kesehatan rawat jalan bagi para pasien. Berbagai studi tentang persepsi klien juga menunjukkan tingkat kepuasan secara keseluruhan sehubungan dengan pemberian layanan publik sejak x
  • 11. pelaksanaan sistem desentralisasi. Akan tetapi, semua keberhasilan ini tidak berarti bahwa pelaksanaan sistem desentralisasi berpengaruh positif terhadap hasil pemberian layanan. Walaupun anggaran pemerintah telah mengalami peningkatan, sejumlah indikator sosial tampaknya berjalan lambat—dan bahkan terjadi hal sebaliknya sejak pelaksanaan sistem desentralisasi ini. Kasus gizi buruk terus mengalami penurunan sebelum tahun 2000 tetapi kemudian sangat parah karena penurunan kinerja program vaksinasi lanjutan. Kini, Indonesia menghadapi isu generasi kedua: pengeluaran publik yang tidak efisiensi, mutu layanan yang rendah, dan kesenjangan yang masih terjadi antara akses dan hasil. Semua masalah ini berkaitan dengan model yang berlaku dulu ytang bersifat top-down (dari atas ke bawah). Keterbukaan yang semakin besar dan demokrasi telah menyebabkan semua masalah ini semakin jelas. Produktivitas guru yang sangat rendah dapat dilihat dari tingkat absensi yang tinggi (19 persen) dan kekurangan guru di daerah-daerah terpencil sementara jumlah guru begitu banyak. Indonesia merupakan salah satu negara dengan rasio murid/guru yang paling rendah di dunia, apalagi jika dibandingkan dengan negara kaya seperti Amerika Serikat. Pada saat yang sama, data yang diperoleh dari Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS) atau Kecenderungan dalam Bidang Studi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) memperlihatkan kecenderungan yang mengkhawatirkan: sementara 66 persen soswa kelas delapan di Malaysia mampu menunjukkan tingkat “intermediate (menengah)” atau lebih tinggi dalam skala internasional untuk kemampuan matematikan, hanya 24 persen siswa Indonesia mampu mencapai tingkat tersebut. Kinerja yang tidak efisien dan mutu yang rendah juga tampak pada sektopr kesehatan. Empat puluh persen tenaga kerja kesehatan mangkir dari dari post jaga pada suatu hari. Mutu layanan yang diberikan oleh baik penyedia layanan kesehatan dari sektor publik maupun sektor swasta masih rendah. Sekitar setengah dari tenaga kesehatan tidak mengetahui prosedur klinik yang benar, dan kurang dari sepertiga mampu menguasai prosedur pemberian layanan berdasarkan paraktik terbaik dalam menangani masalah-masalah kesehatan, seperti malaria dan tuberculosis (TBC). Isu-isu generasi kedua harus diatasi dalam lingkungan kebijakan Indonesia yang baru. Sejak krisis ekonomi 1998, pembangunan yang berbasis pendekatan kebijakan pusat telah diganti dengan satu pendekatan yang bercirikan demokratisasi dan desentralisasi. Pergeseran pendekatan ini telah membuat masalah yang berkaitan dengan pembangunan kemanusiaan dan pemberian layanan semakin jelas di mata masyarakat yang semakin tidak toleran dan bersuara lebih vokal terhadap tindak korupsi, penyelewengan sumber-sumber daya publik, mutu layanan yang buruk, dan kesenjangan. Saat ini para pemimpin negara ini menghadapi tekanan yang berhubungan dengan pemilu (pemulihan umum) langsung. Jika disinyalir ada penyelewengan maka pemilu ulang dipastikan akan dilakukan, seperti yang dialami di 38 dari 103 pemerintah kabupaten selama pemilu ulang tahun 2005 (NDI,2006). Didorong oleh semangat demokrasi dan desentralisasi, rakyat Indonesia sangat bersemangat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik. Mereka menuntut agar pemerintah dan penyedia layanan lebih bertanggung jawab, tetapi upaya untuk upaya menuntut akuntabilitas semacam itu tidak mudah. Misalnya, pada 2004 akibat desakan rakyat, sebanyak 55 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Selatan dituntut dengan tuduhan korupsi sebesar $690.000 yang berasal dana publik. Akan tetapi, walaupun Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia: Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan xi
  • 12. mereka terbukti bersalah, ternyata upaya untuk memperoleh keadilan terbukti masih sulit (lihat Bab 2). Lingkungan yang baru ini merupakan peluang emas bagi peningkatan pemberian layanan publik melalui partisipasi rakyat yang lebih baik dan tuntutan akuntabilitas yang lebih baik atas kinerja pemerintah. Kesimpangsiuran mengenai peran dan tanggung jawab pemerintah di tingkat yang berbeda telah menimbulkan kinerja yang sangat tidak efisien. Berbagai sumber daya langsung di bawah pengelolaan Ringkasan Eksekutif pemerintah kabupaten/kota—dan dari mereka lalu diteruskan kepada petugas atau penyedia layanan di garis depan—dan kondisi ini masih beragam dan bersifat fragmental sehingga hampir tidak mungkin bagi rakyat pengguna layanan tersebut untuk mengetahui seberapa besar dana yang seharusnya mereka terima dan apakah dana yang dianggarkan sudah dicairkan atau belum. Misalnya, rata-rata setiap klinik kesehatan yang dimiliki pemerintah memiliki 8 sumber pendapatan tunai dan 34 anggaran operasional, banyak dari anggaran ini disediakan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah (World Bank 2005b). Masalah ini semakin memburuk akibat ketidaksiapan dan lemahnya kapasitas aparat pemerintah dengan wewenang baru ini untuk melaksanakan tanggung jawab mereka secara efisien. Tumpang tindih tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah telah mengakibatkan birokrasi yang semakin panjang dan personalia yang semakin banyak pada jajaran layanan masyarakat dengan jumlah staf yang semakin mubazir. Keadaan ini telah menciptakan peluang baru untuk melakukan tindak korupsi, kebocoran anggaran, dan risiko bahwa desentralisasi dapat diartikan sebagai upaya peningkatan budaya layanan publik yang akan menguntungkan staf tanpa memperhatikan pemberian layanan yang bermutu bagi masyarakat. Kebijakan dan opsi-opsi strategis Tanpa memandang tingkat keefektifannya, sentralisasi kebijakan dan kontrol di masa lalu tidak lagi cocok karena pendekatan secara menyeluruh atas kepemerintahan dan pemberian layanan yang kini berlaku di Indonesia. Kembali pada pendekatan masa lalu itu pada saat ini merupakan hal yang tidak realistik. Oleh karena itu, perlu dilakukan adaptasi terhadap paradigma dengan realitas saat ini. Agar tetap konsisten dengan lingkungan kebijakan yang baru, paradigma yang baru itu harus benar-benar selektif dalam menentukan program peningkatan pelayanan yang didorong oleh pusat. Akan tetapi, hal itu harus tetap mempertahankan faktor-faktor kunci yang berkaitan dengan strategi lama yang masih sesuai dengan keadaan masa kini. Faktor pendorong itu meliputi laju pertumbuhan ekonomi yang berpihak pada penduduk miskin; alokasi pembiayaan sektor publik untuk layanan dasar; dan pemberian kewenangan kepada pembiayaan oleh sektor swasta atas penyediaan layanan yang lain. Laporan ini berfokus apda gagasan-gagasan yang dapat dilaksanakan, menggunakan kerangka kerja akuntabilitas yang disampaikan Laporan Pembangunan oleh Bank Dunia (World Development Report) tahun 2004 agar gagasan tersebut dikelola dengan strategi yang sesuai dan koheren. Kerangka kerja ini (World Bank 2003b) yang berlaku bagi Indonesia tampak pada diagram berikut. Hubungan akuntabilitas dalam pemberian layanan ada di antara empat kelompok actor: Klien, penyedia layanan, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah. Klien bisa berupa pasien dalam sebuah klinik atau siswa sekolah, memiliki hubungan dengan penyedia layanan seperti guru, dokter, atau perusahaan air minum. Bagi penyedia layanan yang berasal dari sektor swasta, klien menuntut penyedia layanan Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia: Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan xii
  • 13. agar mereka mempertahankan akuntabilitas menggunakan uang yang dibayarkan untuk memperoleh layanan tersebut— klien hanya membayar layanan yang memuaskan atau mereka akan menggunakan jasa pihak lain. Untuk layanan publik, sering tidak ada akuntabilitas langsung antara penyedia layanan dengan klien. Ada “jalur akuntabilitas yang panjang”—bagaimana klien sebagai warga negara bisa mempengaruhi pembuat kebijakan dalam pemerintah dan bagaimana pembuat kebijakan mempengaruhi penyedia layanan. Ada dua “jalur panjang” di Indonesia karena pemerintah daerah dan pusat memiliki hubungan langsung dengan penyedia layanan. Dengan Ringkasan Eksekutif demikian segitiga akuntabilitas menunjukkan dua hubungan yang setara antara pemerintah dan penyedia layanan. Pesan utama dalam laporan ini adalah bahwa akuntabilitas memang perlu dan bahwa pemberian insentif yang benar merupakan kunci bagi peningkatan layanan publik yang berkesinambungan. Diagram 1. Rute menuju akuntabilitas dalam penyediaan layanan di Indonesia Pembuat kebijakan nasional Pembuat kebijakan daerah Penyediaan layanan Klien dan masyarakat umum/pribadi Source: World Bank (2003a). Studi ini berfokus pada langkah-langkah yang harus diambil secepatnya dan pada saat yang sama juga mengenali kebutuhan Indonesia untuk menghadapi isu-isu struktur desentralisasi dan reformasi layanan sipil yang lebih besar. Laporan ini adalah tertang aspek-aspek tertentu dari isu-isu tersebut yang secara langsung sesuai dengan pilihan yang usulkan untuk memperbaiki pemberian layanan. Analisa yang lebih mendalam dan luas dari isu-isu ini perlu delakukan secara terpisah. Rekomendasi utama dari laporan ini adalah: • Tingkatkan penggunaan perjanjian layanan, yang menyatakan secara tegas apa yang harus diberikan oleh penyedia layanan dan apa yang diberikan pemerintah atas penyediaan layanan tersebut. • Kuatkan peran klien dalam pemberian layanan dengan: • Menggunakan masukan mereka dalam melakukan penyesuaian dan pemantauan perjanjian pemberian layanan. • Membuat agar masyarakat bertanggung jawab terhadap beberapa komponen pemberian layanan. • Memberikan bantuan keuangan kepada masyarakat miskin agar mereka bisa memperoleh layanan dasar yang tidak bisa mereka peroleh tanpa bantuan tersebut. Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia: Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan xiii
  • 14. • Desak agar pemerintah bekerja lebih efektif dengan menjelaskan pemerintah tingkat mana yang bertanggung jawab terhadap aspek-aspek tertentu dalam pemberian layanan, serta mengelola penentuan staf dan anggaran dengan cermat. • Pastikan bahwa upaya peningkatan pemberian layanan disebarkan ke seluruh negeri. Peningkatan penggunaan perjanjian layanan Ringkasan Eksekutif Perjanjian layanan merupakan alat bagi penyedia layanan dan dinas terkait dalam pemerintah agar mereka semakin berorientasi kepada klien. Perjanjian layanan akan menyebabkan apa yang diberikan kepada masyarakat oleh penyedia layanan menjadi transparan dan semua sumber daya yang tersedia yang mereka miliki untuk melakukan tanggung jawab ini, yaitu dengan menjelaskan apa saja yang menjadi tugas dan tanggung jawab mereka. Misalnya, sekolah dapat memberikan kesepakatan mereka tentang jumlah jam mengajar yang akan mereka berikan kepada para siswa, sementara pemerintah kabupaten/kota harus memiliki komitmen terhadap jumlah staf dan anggaran sesuai dengan komitmen tersebut. Kotak 2 membahas Target Kontrak Berbasis Kinerja bagi Para Bidan, yang juga menggunakan pendekatan perjanjian layanan. Perjanjian layanan perlu disertai dengan tindakan- tindakan pelengkap untuk menjamin bahwa tindakan tersebut sudah memiliki dampak. Secara khusus, pengguna layanan, masyarakat sipil, and governments harus memantau penyediaan layanan atas pekerjaan mereka agar selalu sesuai dengan standar yang telah disepakati. Seiring dengan berjalannya waktu, penyedia layanan dapat memikul tanggung jawab yang lebih besar dalam hal perencanaan operasional, jika hubungan antara akuntabilitas dengan kapasitas sudah mengalami peningkatan. Misalnya, kita dapat membayangkan penentuan anggaran bagi sebuah klinik untuk membeli obat-obatan di perusahaan farmasi setempat dibandingkan dengan penyediaan obat-obatan berdasarkan sistem yang kini sedang dijalankan. Dengan memberikan otonomi yang lebih besar kepada penyedia layanan melalui perjanjian layanan yang jelas serta pemantauan yang ketat atas hasilnya akan memungkinkan penyedia layanan mampu memberikan layanan yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan setempat dan mengambil keputusan yang semakin dekat dengan pengguna layanan itu sendiri. Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia: Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan xiv
  • 15. Kotak 1. Perjanjian Layanan: Target Kontrak Berbasis Kinerja Pilot Project Kontrak Berbasis Kinerja Bertarget, pertama diperkenalkan oleh Departemen Kesehatan, sebagai komponen kunci dari proyek Keselamatan Ibu (Safe Motherhood Project), proyek ini dimaksudkan untuk mempertahankan dan meningkatkan pelayanan Bidan di Desa (BDD) dan mengurangi jumlah kematian Ibu dan Bayi (Menelaws, 2000). Perjanjian pelayanan untuk kontrak berbasis kinerja bertarget merupakan jenis kontrak klasik antara “penyandang dana” dengan penyedia layanan swasta. Bentuk lain dari perjanjian layanan adalah apa yang disebut “relational contract”, yang akan dibahas lebih lanjut di laporan utama. Persamaan Ringkasan Eksekutif yang bisa dilihat dari kedua bentuk kontrak ini adalah bahwa keduanya secara eksplisit mencantumkan komitmen kedua pihak tersebut dalam hal apa saja yang harus mereka penuhi (keluaran dari penyedia layanan dan masukan dari penyandang dana), juga penilaian kinerja dan peninjauan. Kedua jenis perjanjian ini meningkatkan transparansi mengenai siapa yang bertanggung jawab untuk apa, sehingga keduanya bisa bermanfaat untuk memperjelas peran dan tanggung jawab, juga meningkatkan akuntabilitas penyedia layanan. Bentuk perjanjian seperti ini terutama akan efektif ketika mereka dijalankan sebagai bagian dari agenda komprehensif untuk mereformasi aspek-aspek di bidang keuangan negara dan sistem penyediaan layanan yang bertujuan untuk meningkatkan sektor kesehatan, pendidikan dan pelayanan publik lainnya. Skema kontrak berbasis kinerja bertarget merupakan salah satu contoh lokal yang baik untuk skema-skema berbasis kinerja dimana pelajaran yang positif bisa diambil. Skema tersebut sudah uji coba dengan sukses, namun untuk mempertahankan dan meningkatkannya dibutuhkan sosok pejuang yang berasal dari institusi pemerintahyang ada dinegara ini. Pada dasarnya, sistem kontrak berbasis kinerja bertarget adalah perjanjian yang melibatkan tiga pihak: Pejabat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Bidan, dan masyarakat penerima manfaat. Dinas kesehatan Kabupaten setuju untuk (1) memberikan hak eksklusif bagi bidan untuk berpraktik sebagai bidan swasta untuk sejumlah layanan kesehatan dasar tertentu di desa yang ditunjuk. (ii) memberikan kompensasi bagi BDD yang memiliki kontrak berbasis kinerja bertarget, honorarium bulanan untuk tiap ”pelayanan umum“ yang mereka berikan, dan (iii) membayar BDD dengan ketentuan seperti yang telah disebutkan diatas, pembayaran untuk layanan yang mereka berikan terutama untuk keluarga miskin, sesuai dengan variable pembayaran untuk layanan berdasarkan jumlah layanan yang diberikan. Dinas kesehatan Kabupaten juga setuju untuk memberikan “modal awal” untuk memulai sebuah pos atau kantor pelayanan bidan di desa. Sebagai gantinya, bidan yang terikat perjanjian setuju untuk mengikuti standar professional yang diakui oleh Persatuan Bidan Indonesia, dan untuk ditempatkan di desa yang ditunjuk, juga untuk di pantau dan di evaluasi dengan sesuai. BDD memberikan komitmen mereka untuk menyediakan layanan-layanan yang sudah disetujui bagi masyarakat desa, termasuk pelayanan keselamatan ibu, perawatan pasca kelahiran dan perawatan lanjutan bagi bayi perawatan bagi penderita diare dan pelayanan KB dan pelayanan umum lainnya seperti; penyuluhan kesehatan, pengawasan/ pelatihan dukun beranak, pengawasan program kesehatan sekolah. BDD diijinkan untuk menagih pembayaran untuk pelayanan yang mereka berikan kepada pasien yang bukan berasal dari keluarga miskin. Sedangkan masyarakat, bertugas untuk membantu promosi program dan jika diperlukan membantu mendirikan polindes (dalam waktu 24 bulan setelah penandatanganan perjanjian) atau memperbaiki fasilitas kesehatan yang sudah ada (dalam waktu 12 bulan setelah penandatanganan perjanjian). Untuk merangsang minat awal masyarakat terhadap pelayanan bidan, keluarga dengan penghasilan rendah di wilayah desa yang sasaran akan mendapat buklet kupon untuk pelayanan tertentu yang diberikan BDD. Pendekatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk membayar layanan dan memberdayakan masyarakat dengan kemampuan untuk memilih penyedia layanan. Dapatkan layanan yang lebih baik dari sektor swasta bagi masyarakat miskin. Sektor swasta telah memberikan banyak layanan kepada masyarakat miskin, tetapi mutu layanan mereka itu sering masih rendah. Pemerintah di semua tingkatan, terutama pemerintah daerah, perlu bekerja sama sebagai mitra lebih sering dengan penyedia layanan dari sektor swasta dalam rangka memberikan layanan kepada masyarakat miskin. Pemerintah dapat meningkatkan akses terhadap peluang mengikuti pelatihan bagi penyedia layanan dari sektor swasta yang memenuhi syarat dan pada saat yang sama memberikan pendidikan dan memberitahu pemakai layanan tersebut untuk berani meminta layanan yang bermutu dari penyedia layanan dari sektor swasta. Jika pendanaan dari anggaran publik memungkinkan, Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia: Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan xv
  • 16. penyedia layanan dari sektor swasta seharusnya berhak untuk mendapatkan subsidi, dan berdasarkan seleksi, pemberian layanan dapat dikontrakkan secara penuh kepada penyedia layanan dari sektor swasta, terutama bagi layanan dan masyarakat yang saat ini tidak dapat menerima layanan yang memadai dari sektor publik. Kuatkan peran klien dalam pemberian layanan Keterlibatan pemakai yang lebih besar dalam pemberian layanan merupakan hal yang sangat penting Ringkasan Eksekutif karena pemakailah yang akan memperoleh manfaat paling banyak dari peningkatan layanan dan oleh karena itu mereka harus menjadi pihak yang paling peduli terhadap hal ini. Dengan cara yang tepat serahkan tanggung jawab pemberian layanan sumber-sumber daya kepada masyarakat atau bentuk kemitraan antara penyedia layanan dari sektor swasta dan masyarakat. Masyarakat memiliki piranti yang lengkap untuk membangun dan memelihara infrastruktur desa. Infrastruktur desa yang dibangun berdasarkan basis masyarakat dapat menghemat biaya sampai dengan 50 persen dibandingkan dengan pembangunan prasarana yang dilakukan oleh kontraktor (Lihat Tabel 3). Secara bertahap dan terus-menerus masyarakat dapat mengambil tanggung jawab untuk aspek-aspek lain dalam pemberian layanan. Misalnya, masyarakat memiliki piranti yang lebih baik dari pada sekolah untuk memastikan anak-anak benar-benar bersekolah. Hal yang dipelajari dari pengalaman lokal menunjukkan Perlunya keterkaitan antara kebutuhan tanggung jawab masyarakat atas manfaat yang mereka peroleh, bekerja sama dengan lembaga lokal yang telah ada, melakukan investasi dalam proses fasilitasi pengambilan keputusan yang transparan dan benar, penyaluran dana secara langsung kepada rekening penerima layanan, serta melakukan pemantauan terhadap kinerja lembaga pemberi layanan. Libatkan masyarakat secara langsung dalam penyediaan layanan di garis depan. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan undang-undang yang memberikan pengakuan terhadap peran pemakai layanan dan mereka dapat berperan dalam perencanaan dan pemantauan terhadap penyedia layanan. Saat ini, pemerintah di semua tingkatan harus mampu mengembangkan berbagai strategi yang praktis – seperti bekerja dengan masyarakat untuk memantau implementasi perjanjian layanan – untuk menerapkan undang-undang tersebut yang bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan kelompok pemakai dalam pengambilan keputusan dan pemantauan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Gunakan sistem kupon atau penyaluran dana tunai bersyarat untuk merangsang permintaan terhadap layanan oleh masyarakat miskin. Kupon dan program penyaluran dana tunai bersyarat merupakan instrumen yang sangat bagus dan cocok untuk menanggulangi isu-isu yang berkaitan dengan kesenjangan untuk memperoleh akses terhadap layanan. Jika Indonesia memutuskan untuk mengadopsi program semacam ini, program tersebut harus dirancang untuk dapat meningkatkan pilihan mereka, meningkatkan kekuatan klien, dan mempertimbangkan hambatan yang berkaitan dengan penyediaan layanan pada bidang-bidang yang mengalami keterbalakangan penyediaan layanan. Program tersebut telah berhasil diterapkan di berbagai negara, dan program tersebut mampu menurunkan tingkat kemiskinan akibat rendahnya pendapatan dan meningkatkan hasil pembangunan kemanusiaan. Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia: Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan xvi
  • 17. Dorong agar pemerintah bekerja lebih efisien untuk meningkatkan pemberian layanan kepada masyarakat. Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah snagatlah penting dalam rangka peningkatan akuntabilitas penyedia layanan dan penguatan peran pemakai layanan tersebut. Pemerintah pusat dan daerah perlu meningkatkan kejelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab terhadap aspek-aspek dalam pemberian layanan. Misalnya, saat ini tidak ada kejelasan mengenai pemerintah tingkat mana yang berwenang untuk membentuk, memberikan Ringkasan Eksekutif akreditasi atau menutup sebuah puskesmas. Begitu tugas fungsional ini ditentukan, proses penentuan anggaran, pemantauan, dan sistem pelaporan perlu dipertegas dalam. Pemerintah perlu meningkatkan kapasitas kelembagaan mereka untuk mengimplementasikan ketentuan ini secara lebih efektif. Mereka perlu melakukan penyesuaian kelembagaan dan penentuan staf sesuai dengan fungsi yang ditugaskan kepada mereka setelah pelaksanaan sistem desentralisasi serta melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan kinerja. Banyak pemerintah telah dan sedang melakukan hal ini, seperti yang tampak pada NEW (BARU) yang ditunjukkan oleh tiga pemerintah daerah di Kabupaten Sumatera Barat. Sering pula, terdapat terlalu banyak birokrat, dan jumlah tenaga profesional yang terlalu sedikit pada kantor pemerintah daerah. Banyak perubahan yang diperlukan saat ini tidak mungkin bisa dilaksanakan karena ketentuan peraturan kelembagaan dan peraturan sipil yang diatur dari pusat yang dapat diatasi hanya dengan reformasi layanan sipil yang lebih besar. Tabel 1. Reformasi yang didorong oleh pemerintah daerah yang dilaksanakan di Sumatera Barat Sumatera Kabupaten Reformasi Kota Solok Barat Solok Kontrak kinerja pejabat eselon II √ Pembayaran insentif yang lebih adil √ Uji kelayakan bagi pejabat eselon II atau III-IV √ √ √ Ujian eksternal untuk kenaikan pangkat √ Reorganisasi berdasarkan PP No. 8 (Peraturan tentang √ √ Kelembagaan) Pakta Integritas untuk melakukan transaksi dengan sektor publik √ dan swasta Kliring rekening giro: transaksi keuangan yang dilakukan bank √ tanpa interferensi Anggaran berbasis kinerja (Kep. Mendagri No. 29/2002) √ √ √ Perencanaan dan penentuan anggaran partisipatoris untuk √ √ penyediaan layanan masyarakat Penguatan proses pengadaan (Kepres No. 80/2003) √ √ √ Pakta Integritas untuk proses pengadaan √ √ Sumber: (Bank Dunia 2005f ) Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia: Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan xvii
  • 18. Projek percobaan, pelajaran, dan peningkatan keberhasilan Indonesia perlu mengadopsi strategi untuk menangani proses perubahan yang sangat rumit. Kuncinya adalah memmberikan ruang yang cukup bagi merebaknya berbagai inovasi dan menciptakan insentif bagi mereka yang menunjukkan kinerja yang baik. Investasi untuk kegiatan pilot proyek harus selalu didorong. Proyek seperti harus diberikan waktu yang cukup untuk dapat melihat hasilnya. Di samping itu, dampak dari proyek tersebut harus Ringkasan Eksekutif dievaluasi secara cermat. Ini merupakan pesan yang sangat penting karena banyak gagasan yang disampaikan di dalam laporan ini perlu diuji untuk mengenai manfaat dan nilai sesungguhnya di lapangan. Tantangannya adalah peningkatan terus-menerus terhadap proyek dan inovasi yang terbukti berhasil dengan baik, yang seringkali mati pelan-pelan atau gagal ketika diterapkan dalam lingkup yang lebih besar. Strategi manajemen perubahan yang efektif dapat didasarkan pada pedoman di bawah ini: • Diversifikasi portfolio mengenai inisiatif reformasi dan keberhasilan. • Berikan dana hibah untuk reformasi dan pilot proyek yang inovatif. • Berikan insentif personal sesuai dengan tujuan kelembagaan. • Lakukan analisis terhadap mereka yang menang dan mereka yang kalah, lalu berikan perlindungan sosial bagi pihak yang kalah. • Lakukan investasi untuk melakukan evaluasi terhadap dampak dan penyebarluasan ilmu pengetahuan. • Libatkan masyarakat sipil, dan lakukan investasi untuk pembentukan koalisi yang berpihak pada masyarakat miskin dan kepemilikan lokal. Laporan ini memuat daftar tindakan kebijakan dan pilot proyek yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan pemberian layanan kepada masyarakat miskin. Daftar ini meliputi proposal nyata yang mencerminkan pandangan stakeholder yang diungkapkan dalam konferensi yang dilakukan tahun lalu di Jakarta dengan tajuk “Making Services Work for the Poor in Indonesia” serta analisis yang dituangkan dalam laporan ini. Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia: Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan xviii
  • 19. Bab 1 Tantangan dalam Penyediaan Layanan: Isu-isu Turunan Kedua dan Inefisiensi yang terjadi sehubungan dengan pemberlakuan Desentralisasi Bab ini berfokus pada tiga pertanyaan: • Bagaimana keadaan pemberian layanan masyarakat di Indonesia? • Bagaimana lingkungan pemberian layanan masyarakat mengalami perubahan beberapa tahun belakangan ini? • Tantangan-tantangan apa saja yang dihadapi dalam pemberian layanan masyarakat?
  • 20. Terdapat persepsi yang berkembang luas bahwa penyediaan layanan di Indonesia telah mengalami kemunduran sejak Indonesia menerapkan desentralisasi tahun 2001. Data yang ada menunjukkan bahwa realitas yang terjadinya sebenarnya lebih berupa perkiraan saja. Indonesia telah membuat kemajuan luar biasa dalam hal penyediaan layanan publik, namun kemajuan itu kini melambat, walaupun belanja publik sudah meningkat tajam. Demokratisasi dan desentralisasi telah menciptakan lingkungan dimana khalayak publik menaruh harapan begitu tinggi terhadap para pemimpin, baik di tingkat nasional maupun daerah. Pada saat yang sama muncul ketidakjelasan di dalam pemerintah sendiri tentang siapa yang harus bertanggung jawab untuk bidang-bidang tertentu. Indonesia kini sedang menghadapi sejumlah isu generasi kedua: bagaimana cara meningkatkan mutu layanan, Bab 1 mengurangi kesenjangan, dan menangani isu korupsi dalam penggunaan berbagai sumber daya publik. Kembali lagi ke masa lalu pada pendekatan dan kontrol sentralistik yang ketat bukan merupakan opsi yang tepat. Kini diperlukan paradigma baru dalam penyediaan layanan publik. Terdapat persepsi yang berkembang luas bahwa penyediaan layanan di Indonesia telah mengalami kemunduran setelah Indonesia menerapkan desentralisasi tahun 2001. Surat kabar memberitakan munculnya kasus penyakit polio, penyakit yang dianggap menjadi bagian dari masa lalu; berbagai kasus gizi buruk; dan kesulitan keuangan yang dihadapi orang tua untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka. Para politisi yang sedang menghadapi tantangan pelaksanaan mekanisme pemilihan umum secara langsung, kini semakin merasa tertekan. Pengambilan kebijakan di tingkat pusat telah mengambil langkah besar, seperti realokasi subsidi bahan bakar minyak pada penyediaan kebutuhan pokok, suatu upaya yang bertujuan untuk memberikan dispensasi bagi masyarakat miskin agar mereka bebas dari biaya pendidikan dan kesehatan dasar. Di tingkat kabupaten, desentralisasi telah menimbulkan berbagai pengalaman. Beberapa kabupaten mengalami kasus korupsi dan pencurian, kabupaten lain masih mempertahankan (status quo) mereka, sementara yang lain berani memperkenalkan berbagai inovasi dalam penyediaan layanan publik. Lima tahun setelah pemberlakuan desentralisasi, laporan ini menguraikan apa yang telah terjadi dan merekomendasikan sebuah jalan keluar. Data mengenai kondisi pasca-desentralisasi terhadap penyediaan layanan dan pembangunan kemanusiaan kini tersedia dan dapat dijadikan acuan untuk melakukan evaluasi apakah perkiraan kemunduran itu memang benar-benar terjadi atau tidak. Pengalaman kabupaten yang begitu melimpah merupakan pelajaran yang sangat berharga mengenai berbagai pilihan yang tersedia untuk meningkatkan layanan publik dan bagaimana lingkungan kebijakan yang baru dapat berpengaruh terhadap peranti yang dimiliki pengambil kebijakan saat ini. Laporan ini mengusulkan sebuah paradigma baru untuk meningkatkan penyediaan layanan yang berdasarkan prinsip desentralisasi dan demokratisasi bagi rakyat Indonesia. Kemajuan yang menakjubkan, tetapi baru-baru ini menurun Indonesia telah membuat kemajuan yang luar biasa dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Penurunan angka kematian bayi dan peningkatan tertinggi untuk angka partisipasi sekolah telah berhasil dicapai dengan Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia: Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan 20
  • 21. gemilang sejak Indonesia merdeka. Pada tahun 1960 angka kematian balita mencapai lebih dari 200 per 1.000 orang — dua kali lebih besar dari angka kematian balita di Filipina atau Thailand. Pada 2005 angka tersebut turun hingga kurang dari 50 per 1.000 orang, yang merupakan salah satu penurunan tertinggi yang terjadi di kawasan ini. Seorang anak yang lahir pada tahun 1940 hanya memiliki sekitar 60% kesempatan untuk mengenyam pendidikan, 40% untuk menamatkan sekolah dasar, dan 15% untuk menamatkan pendidikan di sekolah menengah pertama. Sebaliknya, lebih dari 90% anak-anak yang lahir sejak tahun 1980 berhasil menamatkan pendidikan sekolah dasar mereka dan hampir 60% menamatkan pendidikan sekolah menengah pertama. (Diagram 2). Diagram 2 Indonesia telah melaksanakan peningkatan keluaran secara dramatis selama lima dekade terakhir Bab 1 Angka kematian balita, 1960–2000 Perolehan tingkat pendidikan berdasarkan tahun kelahiran, 1940–90 250 100 Ever attended school 200 80 Deaths per 1,000 births Indonesia Completed 60 150 Percent Malaysia primary school Philippines Thailand 40 100 Completed Viet Nam lower secondary 20 school 50 Completed 0 upper secondary 0 1940 1950 1960 1970 1980 1990 school 1960 1970 1980 1990 2000 Year of birth Sumber: Tingkat mortalitas balita dari data UNICEF (www.childinfo.org); tingkat perolehan pendidikan berdasarkan analisis data Susenas 2003. Kemajuan yang luar biasa ini terjadi akibat pertumbuhan ekonomi yang mantap. Sebagian besar dari kemajuan yang diperoleh semata-mata berkaitan dengan peningkatan pendapatan: pendapatan per kapita berlipat ganda antara tahun 1970 sampai dengan 1980 dan berlipat ganda lagi pada akhir tahun 1990-an (sebelum terjadi krisis ekonomi tahun 1997). Salah satu analisis tentang program keluarga berencana Indonesia yang sangat luas menunjukkan bahwa sebagian besar pengurangan fertilitas berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan peningkatan jenjang pendidikan. Namun, analisis tersebut juga menunjukkan bahwa penurunan angka fertilitas hanya dimungkinkan karena adanya pasokan alat-alat kontrasepsi yang sangat gencar saat itu (Gertler dan Molyneaux, 1994). Selama kurun waktu tersebut, kebijakan pemerintah masih berfokus pada pemenuhan kebutuhan pokok dan peningkatan akses terhadap layanan dasar. Pada pertengahan tahun 1970-an, misalnya, pemerintah menggunakan pendapatan dari sektor minyak untuk mendanai pembangunan sekolah serta untuk mengangkat dan menggaji guru. Inisiatif ini menyebabkan peningkatan jumlah anak yang bisa masuk ke sekolah dasar. Jumlah siswa sekolah dasar saat itu meningkat dari 13 juta tahun 1973 menjadi lebih dari 26 juta pada tahun 1986, dan lebih dari 90% anak usia sekolah berhasil mengenyam pendidikan sekolah dasar (Filmer, Lieberman, dan Ariasingam 2002). Fokus pada bidang kesehatan dasar mendorong peningkatan cakupan layanan. Misalnya, pada tahun 1989 Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia: Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan 21
  • 22. pemerintah Indonesian mengangkat bidan kemudian perawat dan menempatkan mereka di daerah pedesaan, sebuah inisiatif yang resmi diberi nama program Bidan di Desa (BDD). Menjelang akhir tahun 1994, lebih dari 50.000 perawat-bidan yang berhasil ditempatkan (Parker dan Roestam, 2002). Dari komunitas yang diteliti secara berulang-ulang Survei Kehidupan keluarga Indonesia (Indonesian Family Life Survey), kontribusi masyarakat terhadap penempatan bidan-perawat desa meningkat, yang tadinya kurang dari 10% pada tahun 1993 menjadi hampir 46% pada tahun 1997 (Frankenberg. dkk. 2004). Pada tahun 2002 hampir setengah dari seluruh jumlah kelahiran di desa dibantu oleh bidan desa-perawat (Biro Pusat Statistik dan ORC Macro, 2003). Fokus terhadap layanan kesehatan dasar juga mencerminkan peningkatan dengan tingkat cakupan program imunisasi. Sementara pada tahun 1980 kurang dari 20% bayi berumur 12 – 23 bulan menerima vaksin DPT pertama mereka, maka hampir 90% dapat Bab 1 dijangkau pada tahun 2004 (UNICEF 2005). Semua peningkatan dalam cakupan ini didorong oleh perluasan layanan publik yang dikendalikan pusat dalam penyediaan layanan publik yang meliputi pembangunan gedung sekolah dan fasilitas pokok kesehatan serta pengangkatan pegawai negeri yang ditugaskan untuk itu. Dengan kombinasi perluasan pembangunan ekonomi, pendekatan tersebut memang berhasil dalam mencapai sebagian besar tujuan yang telah ditentukan. Program pembangunan gedung sekolah besar-besaran secara langsung berkontribusi terhadap peningkatan jumlah anak yang diterima di sekolah—dan analisisnya menunjukkan bahwa pendidikan semacam itu juga berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja (Duflo 2001). Analisis program bidan-perawat di desa berpengaruh pada peningkatan secara signifikan terhadap kesehatan ibu, anak, dan gizi balita (Frankenburg and others 2004). Seiring dengan berjalannya waktu, peningkatan belanja publik ini telah memberikan banyak manfaat kepada masyarakat miskin, tetapi program itu masih belum memihak masyarakat miskin. Dengan pengecualian pengeluaran untuk pendidikan tinggi, pengeluaran pemerintah baik untuk program pendidikan maupun kesehatan antara tahun 1989-1998, sudah semakin berpihak pada masyarakat miskin. Namun, manfaat adanya belanja publik semacam itu dalam bidang pendidikan, dan kesehatan menjadi tidak berpihak pada masyarakat miskin antara tahun 1998 dan 2003. Dengan menggabungkan data tentang penggunaan layanan publik untuk setiap unit pembiayaan publik, menunjukkan bahwa sementara belanja untuk menyediakan layanan pokok seperti fasilitas kesehatan dasar atau pendidikan dasar masih sedikit berpihak pada masyarakat miskin, belanja untuk fasilitas rumah sakit dan sekolah menengah atas sangat berpihak pada masyarakat mampu (Diagram 1.2). Walaupun terjadi peningkatan keluaran dan peningkatan penggunaan layanan di kalangan masyarakat miskin, manfaat secara keseluruhan atas belanja untuk sektor kesehatan masih sangat berpihak pada masyarakat mampu. Belanja untuk pendidikan sekolah dasar dan menengah pertama berpihak pada masyarakat miskin. Data yang masih statis itu tidak mampu memberikan gambaran mengenai seluruh kisah yang ada di baliknya: bukti menunjukkan bahwa pembiayaan yang baru di masa yang lalu pada dasarnya lebih berpihak pada masyarakat miskin daripada belanja publik yang ada sekarang. Anggaran belanja publik yang baru, terutama jika ditargetkan dengan benar, dapat memberikan manfaat secara proporsional kepada masyarakat miskin (Lanjouw dkk. 2001). Diagram 3 Perluasan akses telah membuat belanja publik menjadi lebih berpihak pada masyarakat miskin Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia: Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan 22
  • 23. 45 60 40 35 50 30 Percent 40 Percent 25 20 30 15 10 20 5 10 0 Public Hospitals All Primary Hospitals All Primary Hospitals All health Health Health 0 Primary Junior Senior All Primary Junior Senior All Primary Junior Senior All centers Care Care Sec. Sec. levels Sec. Sec. levels Sec. Sec. levels 1987 1998 2003 1989 1998 2003 Poorest quintile Quintile 2 Quintile 3 Quintile 4 Richest quintile Poorest quintile Quintile 2 Quintile 3 Quintile 4 Richest quintile Bab 1 Sumber: Data kesehatan tahun 1987 berasal dari Van de Walle (1994), data tentang pendidikan untuk tahun 1989 berasal dari sumber-sumber Bank Dunia (http://devdata.worldbank.org/edstats/); data tentang kesehatan dan pendidikan untuk tahun 1998 berasal dari Lanjouw dkk. (2001), tentang kesehatan dan pendidikan untuk tahun 2003 didasarkan pada perhitungan yang dilakukan oleh staff Bank Dunia. Catatan: Kategori “All/Semua” hanya meliputi pengeluaran yang dapat dialokasikan untuk perawatan kesehatan dasar di rumah sakit atau untuk pendidikan sekolah menengah pertama. Pemberlakuan desentralisasi secara besar-besaran atas penyediaan layanan di Indonesia sejak tahun 2000 telah menimbulkan kekhawatiran yang tidak terbukti. Undang-Undang (UU) No. 22 dan 25 Tahun 1999, merupakan batu landasan hukum bagi pelaksanaan desentralisasi. Di dalam kedua UU tersebut dijelaskan tentang konsep desentralisasi atas penyediaan layanan pokok di berbagai sektor, terutama di bidang kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur (untuk tinjauan yang lebih komprehensif tentang desentralisasi, lihat [Bank Dunia 2003]. Di bawah UU tentang desentralisasi ini, kementerian pusat menyerahkan pelaksanaan tanggung jawab serta pejabat mereka di bawah pemerintahan kabupaten, hampir untuk seluruh sektor. Pembiayaan untuk seluruh tanggung jawab dan pelaksanaan fungsi di atas harus dilaksanakan berdasarkan (block grant) kepada pemerintah kabupaten. Transisi ini melibatkan pengalihan pegawai negeri pusat yang jumlahnya sangat banyak demikian juga dengan aset-aset negara dengan nilai yang sangat tinggi kepada pemerintah daerah. Bukti-bukti yang ada sejauh ini menunjukkan bahwa sejak pemberlakuan desentralisasi atas sejumlah aspek layanan terus mengalami peningkatan. Sebelum desentralisasi penggunaan layanan kesehatan rawat jalan dalam bidang kesehatan dasar, pendidikan dasar, menengah pertama, dan menengah atas mengalami penurunan. Sejak pemberlakuan desentralisasi layanan-layanan ini mulai mengalami peningkatan. Persentase anak-anak yang memperoleh prestasi terendah dalam bidang tren dalam Bidang Studi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) masih tetap sama antara tahun 1999 dan 2003, dan tingkat kematian anak pada tahun pertama menurun antara tahun 1997 dan 2002/2003 (Diagram 1.3). Selanjutnya, penelitian tentang persepsi pengguna layanan menunjukkan kepuasan secara umum atas layanan yang diberikan sejak penerapan desentralisasi. Pada tahun 2003 kebanyakan responden berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Indonesia mengatakan bahwa kemudahan anak- anak untuk mendaftar di setiap sekolah sama dengan apa yang terjadi tahun 2000. Sebagian besar responden menyampaikan bahwa ketersediaan obat-obatan, mutu layanan perawatan, dan derajat kesehatan anggota keluarga sama dengan keadaan pada kurun waktu tiga tahun sebelumnya. Diagram 4 Beberapa indikator penting yang mengalami peningkatan setelah pemberlakuan desentralisasi Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia: Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan 23
  • 24. Persentase prestasi siswa-siswa Kelas 8 Jumlah kematian sebelum genap satu tahun untuk dalam bidang tes MIPA, 1999 dan 2003 per 1.000 kelahiran dalam kurun waktu 13–24 bulan sebelum Survei Sosial Ekonomi Indonesia 60 80 50 70 60 40 Deaths per 1,000 births 50 Percent 30 40 20 30 20 10 Bab 1 10 0 Below low Low Intermediate High Advanced 0 1991 1994 1997 2002/3 1999 2003 Sumber: Data untuk nilai tes berasal dari Mullis dkk. (2004). Data mengenai tingkat mortalitas berasal dari.(Biro Pusat Statistik dan ORC Macro 2003). Catatan: Kelahiran selama kurun waktu 13–24 bulan sebelum pelaksanaan survei ditelaah untuk menghindari penghitungan bayi sebelum pelaksanaan desentralisasi. Tetapi ada juga kecenderungan yang mengkhawatirkan muncul. Kasus gizi buruk, yang jumlahnya terus mengalami penurunan sebelum tahun 2000, kembali mengalami peningkatan setelah tahun itu (Diagram 1.4). Program vaksinasi, yang sangat bermanfaat bagi peningkatan derajat kesehatan publik telah mengalami penurunan drastis. Selanjutnya, akibat adanya keragaman kondisi di seluruh Indonesia dan keterbatasan cakupan untuk menggunakan aliran dana yang sama untuk setiap kabupaten, timbul kekhawatiran bahwa desentralisasi itu akan mengakibatkan kesenjangan yang semakin besar antara kabupaten satu dengan yang lain. Diagram 5 Penurunan tingkat gizi buruk (kurangnya berat badan) dapat dihentikan pada periode pasca desentralisasi Persentase balita yang mengalami gizi buruk 50 40 Susenas nasional 30 Susenas urban Susenas rural 20 Hellen Keller urban Hellen Keller rural 10 0 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Sumber: Analisis data Susenas (berbagai tahun); Pee dkk. (2003). Catatan: Akibat perubahan kode, tingkat kasus gizi buruk tahun 2000 dan 2001 dalam data Susenas tidak bisa dibandingkan. Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia: Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan 24
  • 25. Berbagai kecenderungan pasca pemberlakuan desentralisasi selama kurun waktu tertentu yang menunjukkan peningkatan anggaran belanja di bidang kesehatan dan pendidikan yang sangat tajam. Antara tahun 2001 dan 2003, baik konsolidasi pendidikan publik maupun belanja untuk kesehatan publik telah meningkat sangat tajam (Diagram 1.5). Anggaran belanja untuk sektor pendidikan meningkat sebanyak 40%, di mana 60% adalah peningkatan pendanaan dari pemerintah pusat. Sebagian besar dari peningkatan ini—59%—adalah pembiayaan pembangunan. Di bidang kesehatan, belanja publik meningkat sebanyak 47%, di mana pemerintah pusat dan daerah memiliki tanggung jawab yang sama. Sebagian besar dari peningkatan ini (85%) adalah dalam bentuk peningkatan belanja pembangunan. Bab 1 Diagram 6 Sumber-sumber pendanaan untuk sektor pendidikan dan kesehatan telah ditingkatkan sejak pemberlakuan desentralisasi Milyar Rupiah harga 2003 Milyar Rupiah harga 2003 70000 18000 16000 60000 Pendidikan Kesehatan 14000 50000 12000 40000 10000 8000 30000 6000 20000 4000 10000 2000 0 0 7 8 99 9 ) 01 02 03 0 19 7 19 8 99 9 ) 01 02 03 20 000 2m /9 /9 /9 00 2m /9 /9 /9 20 20 20 20 20 20 96 97 98 /2 96 97 98 (1 /2 (1 19 19 19 00 19 00 19 20 19 Anggaran Rutin Pusat Anggaran Rutin Pusat Pembangunan Pusat Pembangunan Pusat TOTAL Sumber: Aran dan Mochtar 2006a, 2006b Lingkungan kebijakan yang baru dan menjadi prioritas Desentralisasi telah mengakibatkan munculnya paradigma yang sama sekali baru dalam penyediaan layanan publik. Enam tahun setelah diundangkan, masih terjadi kebingungan antara peran dan tanggung jawab pemerintah di berbagai tingkatan. Desentralisasi telah menyebabkan (gegar) yang luar biasa pada seluruh sistem di Indonesia, di mana pendanaan bergerak langsung dalam bentuk (block grant) anggaran ke tingkat pemerintah kabupaten. Akan tetapi, berbagai aliran dana yang mengalir langsung ke kabupaten, dan akhirnya kepada petugas dan pejabat di garis depan. Tersebut masih bersifat fragmental dan berubah-ubah, yang tidak memungkinkan bagi pengguna layanan untuk mengetahui seberapa besar pendanaan yang semestinya mereka terima dan apakah pendanaan tersebut sudah dicairkan atau belum. Keadaan ini telah menimbulkan peluang bagi tindak korupsi dan kebocoran anggaran, dan ini telah membuat penyediaan layanan menjadi tidak efisien. Sistem pelaporan melalui jalur kementerian telah terputus karena sejak pemberlakuan desentralisasi kementerian tidak lagi memiliki wewenang di tingkat kabupaten. Terdapat perbedaan kapasitas untuk menyediakan layanan di setiap kabupaten. Argumen yang biasa Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia: Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan 25
  • 26. digunakan jika kementrian ingin berperan di daerah adalah bahwa pemerintah daerah tidak memiliki sumber daya manusia yang cukup handal dalam bidang perencanaan dan manajemen. Pemerintah pusat telah mengeluarkan peraturan bahwa pemerintah daerah harus melakukan penggabungan dan perampingan kelembagaan mereka. Namun, peraturan ini dikeluarkan secara kaku, dari atas ke bawah, tidak fleksibel, yang akhirnya menyebabkan ketidakpuasan ditingkat pemerintah daerah. Kelemahan utama dari peraturan tersebut adalah tidak adanya ketentuan yang mengizinkan pemerintah daerah untuk merumahkan pegawai jika jumlahnya berlebihan (misalnya, melalui skema pensiun dini). Tidak adanya ketentuan mengenai penentuan kelembagaan semacam ini menyebabkan pemerintah daerah harus menggaji pegawai yang tidak tepat untuk tugas yang tidak sesuai—terjadinya kelebihan pegawai pada sejumlah fungsi atau kekurangan pegawai pada fungsi yang lain—dan tidak terdapat banyak Bab 1 kemungkinan untuk memperbaiki kondisi ini. UU tentang desentralisasi mengatur sektor, dan bukan fungsi, tertentu yang harus dialihkan ke pemerintah daerah. Hasilnya, timbul kebingungan terutama dalam hal tanggung jawab dan akuntabilitas. Masih terjadi tumpang tindih fungsi yang cukup banyak, sementara kementerian tetap memainkan peran mereka dalam implementasi program, bersama-sama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten. Sistem ini sangat membingungkan, kurangnya koordinasi, dan saling tidak percaya di antara tiga tingkatan pemerintah. Pejabat senior di pemerintahan kabupaten sering kali tidak mampu memahami, apalagi melakukan pemantauan atas apa yang sedang terjadi pada sektor mereka, siapa yang ditugaskan dan apa tugas mereka, dan kapan tindakan harus diambil. Tanggung jawab pemerintah provinsi hanyalah untuk melakukan koordinasi, evaluasi, akreditasi, dan standarisasi, tetap pemerintah provinsi terus menyiapkan dan melakukan implementasi program. Akibatnya, pemerintah pusat dan kabupaten melihat pejabat pemerintah provinsi sebagai kompetitor dan bukan sebagai mitra yang akan diajak bekerja sama. Desentralisasi telah menimbulkan dinamika dan lingkungan yang heterogen. Sebelum pemberlakuan desentralisasi, jumlah kabupaten dan kotamadya kurang dari 300; tetapi jumlah itu kini membengkak menjadi sekitar 420. Situasi ini masih berkembang, dengan sejumlah pegawai baru menempati posisi pemerintahan yang baru, sering tanpa memiliki pelatihan dan keterampilan yang memadai. Maka terjadilah inefisiensi, karena setiap kabupaten memerlukan struktur pemerintahan mereka sendiri. Pada saat yang sama, perbedaan anggaran untuk kabupaten semakin besar dan berkembang, karena pemerintah kabupaten menerima sumber daya yang lebih besar akibat peningkatan harga bahan bakar minyak. Demokratisasi, yang terjadi secara simultan dengan desentralisasi, juga menciptakan lingkungan baru pada penyediaan layanan publik. Sistem sentralisasi penyediaan layanan yang diterapkan Indonesia antara akhir tahun 1970-an sampai akhir tahun 1990-an sesuai dengan struktur politik saat itu, yang sangat sentralistik dan otorioter. Dengan gerakan reformasi pada akhir tahun 1990-an, proses politik juga mengalami transisi penting menuju sistem demokrasi, baik di tingkat pusat, dengan sistem multipartai dan pemilihan presiden secara langsung, demikian juga dengan pemilu daerah dan pilkada. Kekuatan ini memiliki dua dampak: pertama, sistem ini telah memungkinkan daerah untuk menegaskan keinginan dan aspirasi mereka serta menentukan prioritas investasi publik. Kedua, sistem ini telah menciptakan cara-cara baru untuk membuat pembuat kebijakan agar selalu akuntabel. Demokratisasi di Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia: Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan 26
  • 27. tingkat daerah juga menghasilkan peningkatan partisipasi rakyat di sejumlah aspek penyediaan layanan. Ini sangat jelas pada sektor pendidikan, di mana peran serta orang tua dan masyarakat telah dilembagakan dalam Komite Sekolah. Efisiensi yang rendah untuk anggaran belanja publik, mutu layanan yang rendah, dan kesenjangan perolehan akses untuk berbagai keluaran. Semua masalah ini berkaitan dengan sistem di masa lalu yang selalu dari atas ke bawah. Keterbukaan dan demokrasi yang semakin luas telah membuat semua permasalahan masa lalu semakin kentara Kembali ke pendekatan sentralistik masa lalu bukan merupakan opsi saat ini. Upaya untuk menangani generasi kedua dari permasalahan ini dalam lingkungan yang lebih demokratis dan desentralistis telah Bab 1 membuat Indonesia menjadi semakin perlu untuk berkompetisi secara ekonomi dengan kawasan Asia Timur dan secara global. Tingkat ketidakhadiran yang sangat tinggi menunjukkan bahwa sumber daya-sumber daya yang penting dikeluarkan dengan timbal balik yang sangat kecil. Sebuah penelitian dilakukan baru-baru ini dengan melakukan kunjungan mendadak kepada lebih dari 100 sekolah dasar dan puskesmas di Indonesia (Chaudhury dkk. 2005). Penelitian ini menemukan tingkat absensi sekitar 19% di antara para guru dan 40% di antara petugas kesehatan. Indonesia memiliki tingkat absensi tertinggi untuk petugas kesehatan dibandingkan dengan negara lain di dunia (Tabel 1.1). Penelitian lain menunjukkan bahwa 20% siswa yang sudah terdaftar di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di wilayah pedesaan tidak hadir di kelas saat kunjungan tersebut (Bank Dunia, 2005b). Tabel 2. Persentase (%) ketidakhadiran guru dan petugas kesehatan di sejumlah negara (2003) Negara Guru Petugas Kesehatan Indonesia 19 40 Banglades 16 35 Ekuador 14 –– India 25 40 Peru 11 25 Uganda 27 37 umber: Chaudhury dkk. (2005). Catatan: –– menunjukkan data tidak tersedia Indonesia memiliki perbandingan siswa/guru yang paling rendah di dunia, bahkan masih lebih rendah jika dibandingkan dengan negara kaya seperti Amerika Serikat. Walaupun jumlah guru sangat banyak, ternyata daerah- daerah terpencil masih kekurangan guru (Bank Dunia 2006). Mutu fisik layanan untuk kebutuhan dasar seringkali sangat rendah. Sebagian besar infrastruktur untuk menyediakan layanan kebutuhan pokok didirikan ketika terjadi (booming) minyak tahun 1970-an. Saat ini, kondisi fisik dari sebagian besar infrastruktur tersebut sangat buruk. Dari sekolah dasar di pedesaan yang dikunjungi yang merupakan bagian dari Goverment and Decentralization Survey (GOS), sekitar 40% dari sekolah tersebut atapnya sudah bocor, tanpa fasilitas penerangan listrik. Hanya 30% puskesmas yang dikunjungi memiliki persediaan obat- Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia: Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan 27
  • 28. obatan secara lengkap, dan sekitar 25% kekurangan lebih dari tiga jenis obat-obatan (Bank Dunia 2005b). Hasil pembelajaran di Indonesia masih sangat lemah, terutama yang berkaitan dengan kompetitor ekonomi. Berdasarkan standar internasional, hasil pembelajaran masih rendah. Program Penilaian Siswa Internasional atau Program for International Student Assessment (PISA) menemukan bahwa siswa Indonesia yang berumur 15 tahun prestasinya sama dengan rata-rata siswa di Brazilia dan jauh di bawah prestasi siswa di Thailand atau Republik Korea (Diagram 7). Selanjutnya, prestasi yang rendah tidak semata-mata disebabkan oleh faktor kemiskinan. Siswa yang pada ekonomi terkaya memiliki prestasi lebih baik daripada siswa lain di Indonesia, namun nilai rata-rata mereka masih tetap lebih rendah dibandingkan dengan siswa dengan terkaya di Brazil—dan lebih buruk jika dibandingkan Bab 1 dengan siswa dengan paling miskin di Thailand (Diagram 7). Sebuah studi kasus yang baru-baru ini dilaksanakan mengenai pendidikan di Malang menjelaskan faktor-faktor sistemik yang berkontribusi terhadap mutu pendidikan yang begitu rendah. Faktor-faktor itu muncul di seluruh sistem pendidikan, bahkan juga pada sekolah-sekolah swasta yang sangat bergengsi sekalipun (Bjork 2005). Penelitian serupa juga menyimpulkan bahwa 66% dari siswa kelas 8 di Malaysia menunjukkan prestasi tingkat “menengah atau (intermediate)” atau di atas standar internasional untuk kemampuan matematika, hanya 24% siswa Indonesia yang mampu mencapai tingkat tersebut pada kelas yang sama (Martin dkk. 2004). Di Malaysia, 30% siswa yang berada pada kelas 8 mampu mencapai prestasi pada tingkat “tinggi atau (high)” atau bahkan lebih tinggi, sedangkan hanya 6% dari siswa Indonesia yang mampu mencapai tingkat tersebut. Diagram 7. Angka Partisipasi Sekolah di antara siswa Indonesia yang berumur 15 tahun masih rendah, bahkan masih rendah pada siswa-siswa yang tergolong mampu. Math scores Problem solving scores 600 600 500 500 400 400 300 300 200 200 Thailand Thailand Indonesia Indonesia Brazil Brazil Korea Korea Poorest quintile of students Richest quintile of students Average score Sumber: Analisis data Program Penilaian Siswa Internasional 2003 Indonesia telah mampu menurunkan angka kematian bayi, tetapi sejumlah indikator menunjukkan adanya berbagai masalah pada mutu layanan publik. Jumlah dokter, perawat, dan bidan yang bertugas memberikan layanan kesehatan baik yang berasal dari sektor publik maupun swasta tidak mampu menyebutkan prosedur yang Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia: Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan 28
  • 29. benar ketika menangani kasus hipotesis suatu penyakit (Diagram 1.7). Proporsi prosedur yang benar yang mereka sampaikan masih berkisar antara 42–52% untuk penanganan kuratif orang dewasa, 41–44% untuk penanganan prenatal, dan 55–62% untuk penanganan kuratif anak-anak (Gertler dkk. 2002). Observasi ini sesuai dengan temuan dalam sebuah studi yang berjudul “(Pilot Project) Jaminan Mutu dari Proyek Kesehatan IV”. Observasi dasar mengenai praktik yang dilakukan oleh petugas puskesmas yang dilakukan sebelum dilakukan intervensi berdasarkan (pilot project) tersebut menunjukkan bahwa 20–30% memenuhi persyaratan sesuai pedoman klinis untuk menangani beberapa masalah kesehatan tertentu (Panel kiri pada Diagram 8). Persentase anak-anak yang menerima imunisasi DPT yang ketiga masih di bawah 80% dan bahkan kini sudah mulai mengalami penurunan (Panel kanan pada Diagram 9). Bab 1 Diagram 8 Pengetahuan petugas kesehatan tentang Diagram 9 Penurunan vaksinasi DPT standar layanan publik masih rendah Percentage of 12- to23-month-olds that receive Knowledge of service standards in health their third DTP vaccination 100.0% 100 80.0% 60.0% 80 40.0% Indonesia 60 20.0% Malaysia Percent Philippines 0.0% Thailand 40 Vietnam Public health centers Private nurses and Private MDs and midw ives clinics 20 Adult curative care Prenatal care Child curative care 0 1980 1985 1990 1995 2000 2005 Sumber: Panel kiri dari Barber, Gertler, dan Harimurti 2005 yang didasarkan pada Survei Kehidupan keluarga Indonesia 1997. Panel kanan dari (UNICEF, 2005). Salah satu indikator yang menunjukkan rendahnya mutu layanan publik merupakan fakta yang diungkapkan oleh banyak pasien yang tidak puas yang mengakibatkan mereka beralih ke sektor swasta—walaupun pemerintah selalu menekankan pentingnya penyediaan layanan publik yang bermutu. Ini memang benar terutama dalam bidang layanan kesehatan dan pendidikan non primer. Dari seluruh strata ekonomi, hampir 60% kunjungan untuk mendapatkan layanan kesehatan pada tahun 2004 semuanya ditujukan ke fasilitas yang disediakan oleh sektor swasta. Layanan yang diberikan oleh sektor swasta sering kali lebih baik daripada layanan yang diberikan oleh sektor publik yang melayani masyarakat miskin (lihat Diagram 3.1). Studi yang bertajuk ”Suara Masyarakat Miskin” yang dilakukan untuk menyiapkan laporan ini juga memberikan indikasi bahwa masyarakat miskin menggunakan layanan yang disediakan oleh sektor swasta, bukan saja karena layanan mereka terkadang lebih murah tetapi juga karena lebih baik (Mukherjee 2005). Pola semacam ini bukan merupakan hal yang baru. Pada tahun 1993 tingkat dan pola itu begitu mirip. Akan tetapi, sejak pelaksanaan desentralisasi, kunjungan ke sektor publik menunjukkan peningkatan dari lapisan masyarakat dari berbagai lapisan ekonomi. Kesenjangan untuk memperoleh akses dan kesenjangan keluaran masih tetap tinggi. Model layanan publik Mengefektifkan Pelayanan bagi Masyarakat Miskin di Indonesia: Titik Fokus untuk Mencapai Keberhasilan di Lapangan 29