SlideShare a Scribd company logo
1 of 4
Download to read offline
1 
Membudayakan Sedekah 
Oleh: Muhsin Hariyanto Sedekah bukan sekadar konsep yang berkaitan dengan kesadaran sosial, tetapi juga kesadaran ilahiah. Banyak orang yang suka memberi karena keinginan untuk memberi sesuatu yang terbaik bagi pihak lain, dengan harapan bisa mendapatkan pahala dari Allah, dengan tanpa sadar bahwa dia berbuat sesuatu kepada orang lain semata-mata sekadar untuk berbagi, Memang, bersedekah atas dasar keinginan untuk berbagi bukanlah sesuatu yang salah. Tetapi konsep sedekah bukan semata-mata bermakna “berbagi” kepada sesama, tetapi juga bermakna sejauhmana tindakan kita bermakna secara vertikal, untuk menggapai ridha Allah. Dan untuk itu, motivasi dan orientasinya harus "satui": "lurus", selaras dengan panduan Allah. Ketika umat Islam berbicara sedekah tentu bukan sesuatu yang aneh, karena sedekah adalah satu kata yang sangat familiar di telinga setiap muslim. Kata sedekah sering mereka dengar di berbagai kesempatan: "pengajian rutin di pelbagai majelis ta'lim, berbagai media (baik elektronik maupun cetak), bahkan dalam bacaan-bacaan keagamaan yang akrab dengan mata-kepala mereka, termasuk kitab suci al-Quran dan terjemahnya. Terasa tak pantas lagi kita bertanya: "tahukah setiap muslim tentang arti sedekah?. Pertanyaan pentingnya adalah: "sudah seberapa jauh pandangan ilahiah mengenai "sedekah" itu merasuk dalam lubuk hati mereka, dan menjadi oleh karenanya kemudian menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan mereka? Sebagai bagian dari perintah Allah, seberapa jauh "sedekah" itu telah memberi andil dalam pematangan spiritualitas mereka? Yang untuk selanjutnya: "menjadi bagian dari budaya mereka". Aturan-normatif tentang sedekah sudah tersedia dalam kitab suci al-Quran dan as-Sunnah (Hadis-hadis Nabi s.a.w.). bahkan penjelasannya sudah sebegitu banyak kita peroleh di dalam kitab-kitab tafsir dan syarah hadis, bahkan terserak di dalam semua kajian keislaman. Utamanya di dalam kitab-kitab Fikih dan Akhlak. Namun, apakah sedekah yang telah dilakukan oleh umat Islam, sudah benar-benar merupakan sedekah yang sesungguhnya? Jangan-jangan sedekah mereka belum sampai pada tataran sedekah yang bermakna "sedekah", tetapi sekadar hanya "memberi" untuk yang membutuhkannya. Ketika sedekah kita (baca: umat Islam) belum sampai pada makna hakikinya, maka – sebenarnya -- kita belum benar-benar bersedekah. Kita semua belum
2 
menggapai target pandangan ilahiah mengenai "sedekah", pandangan ilahiah mengenai "sedekah" yang saya maksudkan adalah sebuah konsep-ideal tentang sedekah yang dirumuskan oleh Allah dan Rasul-Nya. Sedekah merupakan bagian ajaran agama yang secara langsung "sekaligus" berhubungan dengan Tuhan dan makhluk-Nya. Dengan demikian sedekah pada dasarnya adalah konsep membangun kesadaran sosial sekaligus kesadaran ilahiah. Dan oleh karenanya, di ketika umat Islam bersedekah hanya sekadar untuk membantu orang lain, tanpa muatan kesadaran ilahiah, maka sedekahnya belum bermakna "sedekah" sejati. Begitu juga, di saat seseorang bersedekah hanya sekedar memenuhi aspek legalitasnya dari sisi norma-syari'at, tanpa peduli apakah sedekahnya bermakna bagi si penerima atau tidak, maka sedekahnya itu pun sesungguhnya belum bernilai sedekah yang sempurna. Kesempurnaan dan kesejatian sedekah terletak pada dua dimensinya: vertikal-horisontal secara simultan. Bersedekah untuk Tuhan dan sesama-makhluk secara utuh, untuk memberikan kemanfaatan bagi sesama-makhluk, sekaligus mencapai ridha Tuhan (Allah). Kita tahu, bahwa masih banyak komunitas dhu'afâ' dan mustadh'fîn yang harus kita bantu dengan sedekah kita. Masih banyak orang pinggiran (yang lemah) dan terpinggrikan (terlemahkan oleh sistem dan budaya peminggiran), dan – oleh karenya -- memerlukan bantuan kita "yang mampu" untuk men gulrkan tangan untuk memberikan bantuan. Di ketika kita menjadi mitra, tetangga atau kerabat dekatnya atau hanya sekedar mengenalnya Kita tahu dan kita pun mampu untuk menolongnya, tetapi kadang-kadang kita enggan untuk melakukannya. Di sinilan sebenarnya -- secara jelas --- kita belum sampai pada konsep pandangan ilahiah mengenai "sedekah". Kesadaran kita untuk menjadi munfiq, mutashaddiq atau pun muzakki, sebuah sebutan bagi pelaku-proaktif sedekah, seperti yang difirmankan oleh Allah pada QS al-Mu'minûn, 23: 4, dan kesadaran itu pun belum merasuk ke dalam lubuk hati kita yang paling dalam. Dan "Kita" – orang yang mengaku beragama Islam ini – masih dianggap sebagai pendusta agama. (QS. al-Maun, 107: 1-7) Ingat, di saat kita mempunya seonggok "pakaian bekas" atau sejumlah "makanan yang tak meraik lagi untuk kita makan", barulah kita teringat "siapa" orang yang membutuhkan "sandang-pangan". Namun, di ketika kita masih mencintai pakaian dan makanan kita, yang kita ingat adalah diri kita sendiri dan sejumlah orang yang kita cintai di seputar kita. Sebagai contoh, di saat kita memiliki sepasang sepatu butut dan sisa-sisa makanan di malam hari, di saat kantuk sudah menyerang diri kita, barulah kita berfikir: daripada saya buang semuanya, lebih baik kuberikan seluruhnya kepada teman, saudara atau tetangga saya. Nah, jika sikap seperti itu yang senantiasa tumbuh di dalam diri kita, dan untuk itu kita lakukan tindakan kita, maka sebenarnya apa yang kita lakukan bukanlah sedekah-sejati, amal yang kita lakukan akan "bisa" tertolak dan sia-sia. Barngkalai Allah pun tidak akan menerima
3 
amal-shalih yang kita maksudkan, karena kita memberi bukan karena "sadar" untuk memberi, tetapi sekedar membuang sesuatu yang tak kita perlukan lagi. Ketika itu sebenarnya belum ada semangat "memberi" dan "berkurban" untuk Allah dengan jalan bersedekah, karena Allah tidak pernah akan menerima "sepenuhnya" sedekah seseorang dengan sesuatu yang tidak atau kurang berkualitas, dan boleh jadi hal itu akan ditolak oleh Allah sebagai bagian dari amal saleh kita yang kita harapkan akan mendapatkan pahala dari-Nya, karena iman seseorang itu belum jelas-jelas memotivasi tindakan bersedahnya. Seperti sabda nabi s.a.w.: Tak sempurna iman seseorang darimu, sehingga ia bisa mencintai saudaranya laksna ia cintai dirinya sendiri. Ketika kita inginkan yang terbaik untuk diri kita, kenapa untuk orang lain tidak kita berikan yang terbaik? (QS al-Baqarah, 2: 177). Kita perlu bertanya lagi: apakah sedekah yang selama ini telah kita berikan kepada kaum dhu'afâ dan mustadh'afîn di seputar kita benar-benar akan mebrikan bermanfaat bagi diri kita? Bisa jadi kita jawab "ya" atau "tidak". Jika kita sudah benar-benar bersedekah karena Allah, apa pun yang telah memberi manfaat kepada mereka (yang kita beri sedekah), akan berbuah menjadi "pahala" dari Allah. Namun, bila semuanya kita lakukan bukan karena Allah, tapi karena ingin dipuji, atau ingin mendapatkan simpati, atau karena ingin mendapatkan keuntungan duniawi (misalnya), agar tercapai tujuan politik kita, seperti para caleg kita yang sekarang sedang berlomba untuk mendapatkan 'kue-politik', tentu saja jawabnya ada di relung- hati mereka masing-masing. Dalam pandangan ilahiah mengenai sedekah, Allah dan rasuln-Nya menjelaskan bahwa sedekah dapat dianggap bermanfaat dan bernilai (baca: berpahala) di sisi Allah jika sedekah tersebut, pertama dilakukan dengan niat: ”ikhlas" karena Allah, kedua, sesuatu yang disedekahkan berasal dari yang baik dan halal, ketiga dalam bersedekah tidak dibarengi dengan menyebut-nyebutnya, keempat, dalam bersedekah tidak diiringi dengan tindakan yang menyakitkan. (QS. al-Baqarah, 2: 264). Jangan pernah kita bersedekah dengan (menyertakan) sikap "riya'"; jangan sampai kita bersedekah dengan sesuatu yang syubhat, apalagi "haram"; jangan sertai sedekah kita dengan ucapah-ucapan yang mengakibatkan diri kita bersikap takabur (arogan) di hadapan para penerima sedekah; dan yang terakhir jangan sakiti hati para penerima sedekah kita dengan ucapan dan tindakan yang berkontasi "meremehkan", hingga mereka bisa jadi sakit-hati, sebagai akibat dari sikap yang kita tunjukkan. Jika kita keluar dari garis ilahiah, maka – akibatnya – jerih-payah kita dalam bersedah akan sia-sia. Pada tataran-spiritual, akibat tersebut sangat membahayakan bagi "keteguhan-iman" kita, dn tentu saja nilai keislamna kita di hadapan Allah. Sedekah kita – yang sudah kita lakukan dengan susah-payah -- akan bernilai seperti
4 
debu yang berada di atas batu licin yang "sekejap" sirna akibat terguyur siraman air hujan lebat Dan lebih ironis lagi, kita tidak akan mendapatkan manfaat dari sedekah yang kita lakukan, dan – pada akhirnya -- dengan sedekah, kita tidak akan pernah mampu menembus tabir kegelapan yang menyelimuti hati kita, karena Allah telah menutup pintu hati kita dan tidak akan pernah memberi petunjuk kepada diri kita, karena kepongahan diri kita sendiri. Dampak spiritual dari sedekah yang tidak sesuai dengan tuntunan Allah itu, saat ini banyak dilupakan. Kini tengah terjadi kekosongan spiritual pada diri orang- orang Islam. Dan tidak heran jika banyak orang Islam, yang meskipun sudah serba berkecukupan, tetapi hidupnya selalu dirundung resah dan gelisah, karena dirinya masih relah untuk membiarkan banyak saudaranya yang lain berada dalam kesusahan, kemiskinan dan kesengsaraan. Seharusnya – kata Nabi s.a.w. -- setiap mukmin saling-menyayangi, saling- mencintai dan merekatkan simpati, seperti halnya satu tubuh yang jika salah satu organnya mengaduh kesakitan maka seluruh tubuhnya akan terpanggil untuk tidak tidur dan merasakan demam. (HR. al-Bukhari dan Muslim). Dan kini, yang mendesak untuk diperbuat bagi seluruh umat Islam dan setiap muslim adalah: membangun kesadaran untuk bersedekah, dan "membudayakan sedekah". Menjadikan sedekah sebagai tradisi yang dinikmati, bukan saja untuk sekadar untuk berbagi, tetapi – lebih dari itu adalah – sadar untuk – secara berkesinambungan -- "memberi yang terbaik kepada siapa pun karena Allah". Insyâallâh. Penulis adalah: Dosen Tetap FAI-UMY dan Dosen Luar Biasa STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta.

More Related Content

Similar to Membudayakan sedekah

AMALAN TERBAIK DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL
AMALAN TERBAIK DALAM PEMBANGUNAN SOSIALAMALAN TERBAIK DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL
AMALAN TERBAIK DALAM PEMBANGUNAN SOSIALbungabiruu
 
Lmcp 1552 Pembangunan Mapan Dalam Islam
Lmcp 1552 Pembangunan Mapan Dalam IslamLmcp 1552 Pembangunan Mapan Dalam Islam
Lmcp 1552 Pembangunan Mapan Dalam Islamaini nabihah
 
uMagazine by umma vol 10 (Palestina Milik Kita)
uMagazine by umma vol 10 (Palestina Milik Kita)uMagazine by umma vol 10 (Palestina Milik Kita)
uMagazine by umma vol 10 (Palestina Milik Kita)umma Indonesia
 
Bahaya Dosa dan Maksiat.
Bahaya Dosa dan Maksiat.Bahaya Dosa dan Maksiat.
Bahaya Dosa dan Maksiat.Idrus Abidin
 
7 penyebab tuhan tidak memberi kita kaya
7 penyebab tuhan tidak memberi kita kaya7 penyebab tuhan tidak memberi kita kaya
7 penyebab tuhan tidak memberi kita kayaErman Hidayat
 
Amalan terbaik dalam pembangunan sosial
Amalan terbaik dalam pembangunan sosialAmalan terbaik dalam pembangunan sosial
Amalan terbaik dalam pembangunan sosialAiniKederi
 
Bab 4 qana'ah dan tasamuh
Bab 4 qana'ah dan tasamuhBab 4 qana'ah dan tasamuh
Bab 4 qana'ah dan tasamuhghozali27
 
Bab 4 qana'ah dan tasamuh
Bab 4 qana'ah dan tasamuhBab 4 qana'ah dan tasamuh
Bab 4 qana'ah dan tasamuhBangFaeshal
 
Bab 4 qana'ah dan tasamuh
Bab 4 qana'ah dan tasamuhBab 4 qana'ah dan tasamuh
Bab 4 qana'ah dan tasamuhMamaz-AJi
 
Bab 4 qana'ah dan tasamuh
Bab 4 qana'ah dan tasamuhBab 4 qana'ah dan tasamuh
Bab 4 qana'ah dan tasamuhamirulmuminin9
 
Bertahun baru dengan muhasabah
Bertahun baru dengan muhasabahBertahun baru dengan muhasabah
Bertahun baru dengan muhasabahMuhsin Hariyanto
 
Dimensi kerohanian dan kemasyarakatan
Dimensi kerohanian dan kemasyarakatanDimensi kerohanian dan kemasyarakatan
Dimensi kerohanian dan kemasyarakatanhensutanrajoalam
 
Pembangunan mapan dalam islam
Pembangunan mapan dalam islamPembangunan mapan dalam islam
Pembangunan mapan dalam islamNur Izzati Idris
 
Makalah tugas bab ibadah devi novitasari
Makalah tugas bab ibadah devi novitasariMakalah tugas bab ibadah devi novitasari
Makalah tugas bab ibadah devi novitasariPuspita Ningtiyas
 
Tugasan 3
Tugasan 3Tugasan 3
Tugasan 3A163093
 

Similar to Membudayakan sedekah (20)

AMALAN TERBAIK DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL
AMALAN TERBAIK DALAM PEMBANGUNAN SOSIALAMALAN TERBAIK DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL
AMALAN TERBAIK DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL
 
Lmcp 1552 Pembangunan Mapan Dalam Islam
Lmcp 1552 Pembangunan Mapan Dalam IslamLmcp 1552 Pembangunan Mapan Dalam Islam
Lmcp 1552 Pembangunan Mapan Dalam Islam
 
uMagazine by umma vol 10 (Palestina Milik Kita)
uMagazine by umma vol 10 (Palestina Milik Kita)uMagazine by umma vol 10 (Palestina Milik Kita)
uMagazine by umma vol 10 (Palestina Milik Kita)
 
Tugasan 3
Tugasan 3Tugasan 3
Tugasan 3
 
Bahaya Dosa dan Maksiat.
Bahaya Dosa dan Maksiat.Bahaya Dosa dan Maksiat.
Bahaya Dosa dan Maksiat.
 
7 penyebab tuhan tidak memberi kita kaya
7 penyebab tuhan tidak memberi kita kaya7 penyebab tuhan tidak memberi kita kaya
7 penyebab tuhan tidak memberi kita kaya
 
Anjuran Bershodaqoh
Anjuran BershodaqohAnjuran Bershodaqoh
Anjuran Bershodaqoh
 
Amalan terbaik dalam pembangunan sosial
Amalan terbaik dalam pembangunan sosialAmalan terbaik dalam pembangunan sosial
Amalan terbaik dalam pembangunan sosial
 
Bab 4 qana'ah dan tasamuh
Bab 4 qana'ah dan tasamuhBab 4 qana'ah dan tasamuh
Bab 4 qana'ah dan tasamuh
 
Bab 4 qana'ah dan tasamuh
Bab 4 qana'ah dan tasamuhBab 4 qana'ah dan tasamuh
Bab 4 qana'ah dan tasamuh
 
Bab 4 qana'ah dan tasamuh
Bab 4 qana'ah dan tasamuhBab 4 qana'ah dan tasamuh
Bab 4 qana'ah dan tasamuh
 
Bab 4 qana'ah dan tasamuh
Bab 4 qana'ah dan tasamuhBab 4 qana'ah dan tasamuh
Bab 4 qana'ah dan tasamuh
 
Bertahun baru dengan muhasabah
Bertahun baru dengan muhasabahBertahun baru dengan muhasabah
Bertahun baru dengan muhasabah
 
KHUTBAH.docx
KHUTBAH.docxKHUTBAH.docx
KHUTBAH.docx
 
Dimensi kerohanian dan kemasyarakatan
Dimensi kerohanian dan kemasyarakatanDimensi kerohanian dan kemasyarakatan
Dimensi kerohanian dan kemasyarakatan
 
Pembangunan mapan dalam islam
Pembangunan mapan dalam islamPembangunan mapan dalam islam
Pembangunan mapan dalam islam
 
Makalah tugas bab ibadah devi novitasari
Makalah tugas bab ibadah devi novitasariMakalah tugas bab ibadah devi novitasari
Makalah tugas bab ibadah devi novitasari
 
Syukur man
Syukur manSyukur man
Syukur man
 
Tugasan 3
Tugasan 3Tugasan 3
Tugasan 3
 
Kultum zakat
Kultum zakatKultum zakat
Kultum zakat
 

More from Muhsin Hariyanto

Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahMuhsin Hariyanto
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Muhsin Hariyanto
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanMuhsin Hariyanto
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMuhsin Hariyanto
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Muhsin Hariyanto
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabulMuhsin Hariyanto
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamMuhsin Hariyanto
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifMuhsin Hariyanto
 

More from Muhsin Hariyanto (20)

Khutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 hKhutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 h
 
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
 
Etika dalam berdoa
Etika dalam berdoaEtika dalam berdoa
Etika dalam berdoa
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul
 
Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)
 
Strategi dakwah
Strategi dakwahStrategi dakwah
Strategi dakwah
 
Sukses karena kerja keras
Sukses karena kerja kerasSukses karena kerja keras
Sukses karena kerja keras
 
Opini dul
Opini   dulOpini   dul
Opini dul
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayam
 
Tentang diri saya
Tentang diri sayaTentang diri saya
Tentang diri saya
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
 
Ketika kita gagal
Ketika kita gagalKetika kita gagal
Ketika kita gagal
 
Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!
 
Gatotkaca winisuda
Gatotkaca winisudaGatotkaca winisuda
Gatotkaca winisuda
 

Membudayakan sedekah

  • 1. 1 Membudayakan Sedekah Oleh: Muhsin Hariyanto Sedekah bukan sekadar konsep yang berkaitan dengan kesadaran sosial, tetapi juga kesadaran ilahiah. Banyak orang yang suka memberi karena keinginan untuk memberi sesuatu yang terbaik bagi pihak lain, dengan harapan bisa mendapatkan pahala dari Allah, dengan tanpa sadar bahwa dia berbuat sesuatu kepada orang lain semata-mata sekadar untuk berbagi, Memang, bersedekah atas dasar keinginan untuk berbagi bukanlah sesuatu yang salah. Tetapi konsep sedekah bukan semata-mata bermakna “berbagi” kepada sesama, tetapi juga bermakna sejauhmana tindakan kita bermakna secara vertikal, untuk menggapai ridha Allah. Dan untuk itu, motivasi dan orientasinya harus "satui": "lurus", selaras dengan panduan Allah. Ketika umat Islam berbicara sedekah tentu bukan sesuatu yang aneh, karena sedekah adalah satu kata yang sangat familiar di telinga setiap muslim. Kata sedekah sering mereka dengar di berbagai kesempatan: "pengajian rutin di pelbagai majelis ta'lim, berbagai media (baik elektronik maupun cetak), bahkan dalam bacaan-bacaan keagamaan yang akrab dengan mata-kepala mereka, termasuk kitab suci al-Quran dan terjemahnya. Terasa tak pantas lagi kita bertanya: "tahukah setiap muslim tentang arti sedekah?. Pertanyaan pentingnya adalah: "sudah seberapa jauh pandangan ilahiah mengenai "sedekah" itu merasuk dalam lubuk hati mereka, dan menjadi oleh karenanya kemudian menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan mereka? Sebagai bagian dari perintah Allah, seberapa jauh "sedekah" itu telah memberi andil dalam pematangan spiritualitas mereka? Yang untuk selanjutnya: "menjadi bagian dari budaya mereka". Aturan-normatif tentang sedekah sudah tersedia dalam kitab suci al-Quran dan as-Sunnah (Hadis-hadis Nabi s.a.w.). bahkan penjelasannya sudah sebegitu banyak kita peroleh di dalam kitab-kitab tafsir dan syarah hadis, bahkan terserak di dalam semua kajian keislaman. Utamanya di dalam kitab-kitab Fikih dan Akhlak. Namun, apakah sedekah yang telah dilakukan oleh umat Islam, sudah benar-benar merupakan sedekah yang sesungguhnya? Jangan-jangan sedekah mereka belum sampai pada tataran sedekah yang bermakna "sedekah", tetapi sekadar hanya "memberi" untuk yang membutuhkannya. Ketika sedekah kita (baca: umat Islam) belum sampai pada makna hakikinya, maka – sebenarnya -- kita belum benar-benar bersedekah. Kita semua belum
  • 2. 2 menggapai target pandangan ilahiah mengenai "sedekah", pandangan ilahiah mengenai "sedekah" yang saya maksudkan adalah sebuah konsep-ideal tentang sedekah yang dirumuskan oleh Allah dan Rasul-Nya. Sedekah merupakan bagian ajaran agama yang secara langsung "sekaligus" berhubungan dengan Tuhan dan makhluk-Nya. Dengan demikian sedekah pada dasarnya adalah konsep membangun kesadaran sosial sekaligus kesadaran ilahiah. Dan oleh karenanya, di ketika umat Islam bersedekah hanya sekadar untuk membantu orang lain, tanpa muatan kesadaran ilahiah, maka sedekahnya belum bermakna "sedekah" sejati. Begitu juga, di saat seseorang bersedekah hanya sekedar memenuhi aspek legalitasnya dari sisi norma-syari'at, tanpa peduli apakah sedekahnya bermakna bagi si penerima atau tidak, maka sedekahnya itu pun sesungguhnya belum bernilai sedekah yang sempurna. Kesempurnaan dan kesejatian sedekah terletak pada dua dimensinya: vertikal-horisontal secara simultan. Bersedekah untuk Tuhan dan sesama-makhluk secara utuh, untuk memberikan kemanfaatan bagi sesama-makhluk, sekaligus mencapai ridha Tuhan (Allah). Kita tahu, bahwa masih banyak komunitas dhu'afâ' dan mustadh'fîn yang harus kita bantu dengan sedekah kita. Masih banyak orang pinggiran (yang lemah) dan terpinggrikan (terlemahkan oleh sistem dan budaya peminggiran), dan – oleh karenya -- memerlukan bantuan kita "yang mampu" untuk men gulrkan tangan untuk memberikan bantuan. Di ketika kita menjadi mitra, tetangga atau kerabat dekatnya atau hanya sekedar mengenalnya Kita tahu dan kita pun mampu untuk menolongnya, tetapi kadang-kadang kita enggan untuk melakukannya. Di sinilan sebenarnya -- secara jelas --- kita belum sampai pada konsep pandangan ilahiah mengenai "sedekah". Kesadaran kita untuk menjadi munfiq, mutashaddiq atau pun muzakki, sebuah sebutan bagi pelaku-proaktif sedekah, seperti yang difirmankan oleh Allah pada QS al-Mu'minûn, 23: 4, dan kesadaran itu pun belum merasuk ke dalam lubuk hati kita yang paling dalam. Dan "Kita" – orang yang mengaku beragama Islam ini – masih dianggap sebagai pendusta agama. (QS. al-Maun, 107: 1-7) Ingat, di saat kita mempunya seonggok "pakaian bekas" atau sejumlah "makanan yang tak meraik lagi untuk kita makan", barulah kita teringat "siapa" orang yang membutuhkan "sandang-pangan". Namun, di ketika kita masih mencintai pakaian dan makanan kita, yang kita ingat adalah diri kita sendiri dan sejumlah orang yang kita cintai di seputar kita. Sebagai contoh, di saat kita memiliki sepasang sepatu butut dan sisa-sisa makanan di malam hari, di saat kantuk sudah menyerang diri kita, barulah kita berfikir: daripada saya buang semuanya, lebih baik kuberikan seluruhnya kepada teman, saudara atau tetangga saya. Nah, jika sikap seperti itu yang senantiasa tumbuh di dalam diri kita, dan untuk itu kita lakukan tindakan kita, maka sebenarnya apa yang kita lakukan bukanlah sedekah-sejati, amal yang kita lakukan akan "bisa" tertolak dan sia-sia. Barngkalai Allah pun tidak akan menerima
  • 3. 3 amal-shalih yang kita maksudkan, karena kita memberi bukan karena "sadar" untuk memberi, tetapi sekedar membuang sesuatu yang tak kita perlukan lagi. Ketika itu sebenarnya belum ada semangat "memberi" dan "berkurban" untuk Allah dengan jalan bersedekah, karena Allah tidak pernah akan menerima "sepenuhnya" sedekah seseorang dengan sesuatu yang tidak atau kurang berkualitas, dan boleh jadi hal itu akan ditolak oleh Allah sebagai bagian dari amal saleh kita yang kita harapkan akan mendapatkan pahala dari-Nya, karena iman seseorang itu belum jelas-jelas memotivasi tindakan bersedahnya. Seperti sabda nabi s.a.w.: Tak sempurna iman seseorang darimu, sehingga ia bisa mencintai saudaranya laksna ia cintai dirinya sendiri. Ketika kita inginkan yang terbaik untuk diri kita, kenapa untuk orang lain tidak kita berikan yang terbaik? (QS al-Baqarah, 2: 177). Kita perlu bertanya lagi: apakah sedekah yang selama ini telah kita berikan kepada kaum dhu'afâ dan mustadh'afîn di seputar kita benar-benar akan mebrikan bermanfaat bagi diri kita? Bisa jadi kita jawab "ya" atau "tidak". Jika kita sudah benar-benar bersedekah karena Allah, apa pun yang telah memberi manfaat kepada mereka (yang kita beri sedekah), akan berbuah menjadi "pahala" dari Allah. Namun, bila semuanya kita lakukan bukan karena Allah, tapi karena ingin dipuji, atau ingin mendapatkan simpati, atau karena ingin mendapatkan keuntungan duniawi (misalnya), agar tercapai tujuan politik kita, seperti para caleg kita yang sekarang sedang berlomba untuk mendapatkan 'kue-politik', tentu saja jawabnya ada di relung- hati mereka masing-masing. Dalam pandangan ilahiah mengenai sedekah, Allah dan rasuln-Nya menjelaskan bahwa sedekah dapat dianggap bermanfaat dan bernilai (baca: berpahala) di sisi Allah jika sedekah tersebut, pertama dilakukan dengan niat: ”ikhlas" karena Allah, kedua, sesuatu yang disedekahkan berasal dari yang baik dan halal, ketiga dalam bersedekah tidak dibarengi dengan menyebut-nyebutnya, keempat, dalam bersedekah tidak diiringi dengan tindakan yang menyakitkan. (QS. al-Baqarah, 2: 264). Jangan pernah kita bersedekah dengan (menyertakan) sikap "riya'"; jangan sampai kita bersedekah dengan sesuatu yang syubhat, apalagi "haram"; jangan sertai sedekah kita dengan ucapah-ucapan yang mengakibatkan diri kita bersikap takabur (arogan) di hadapan para penerima sedekah; dan yang terakhir jangan sakiti hati para penerima sedekah kita dengan ucapan dan tindakan yang berkontasi "meremehkan", hingga mereka bisa jadi sakit-hati, sebagai akibat dari sikap yang kita tunjukkan. Jika kita keluar dari garis ilahiah, maka – akibatnya – jerih-payah kita dalam bersedah akan sia-sia. Pada tataran-spiritual, akibat tersebut sangat membahayakan bagi "keteguhan-iman" kita, dn tentu saja nilai keislamna kita di hadapan Allah. Sedekah kita – yang sudah kita lakukan dengan susah-payah -- akan bernilai seperti
  • 4. 4 debu yang berada di atas batu licin yang "sekejap" sirna akibat terguyur siraman air hujan lebat Dan lebih ironis lagi, kita tidak akan mendapatkan manfaat dari sedekah yang kita lakukan, dan – pada akhirnya -- dengan sedekah, kita tidak akan pernah mampu menembus tabir kegelapan yang menyelimuti hati kita, karena Allah telah menutup pintu hati kita dan tidak akan pernah memberi petunjuk kepada diri kita, karena kepongahan diri kita sendiri. Dampak spiritual dari sedekah yang tidak sesuai dengan tuntunan Allah itu, saat ini banyak dilupakan. Kini tengah terjadi kekosongan spiritual pada diri orang- orang Islam. Dan tidak heran jika banyak orang Islam, yang meskipun sudah serba berkecukupan, tetapi hidupnya selalu dirundung resah dan gelisah, karena dirinya masih relah untuk membiarkan banyak saudaranya yang lain berada dalam kesusahan, kemiskinan dan kesengsaraan. Seharusnya – kata Nabi s.a.w. -- setiap mukmin saling-menyayangi, saling- mencintai dan merekatkan simpati, seperti halnya satu tubuh yang jika salah satu organnya mengaduh kesakitan maka seluruh tubuhnya akan terpanggil untuk tidak tidur dan merasakan demam. (HR. al-Bukhari dan Muslim). Dan kini, yang mendesak untuk diperbuat bagi seluruh umat Islam dan setiap muslim adalah: membangun kesadaran untuk bersedekah, dan "membudayakan sedekah". Menjadikan sedekah sebagai tradisi yang dinikmati, bukan saja untuk sekadar untuk berbagi, tetapi – lebih dari itu adalah – sadar untuk – secara berkesinambungan -- "memberi yang terbaik kepada siapa pun karena Allah". Insyâallâh. Penulis adalah: Dosen Tetap FAI-UMY dan Dosen Luar Biasa STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta.