1. Struktur Kalimat dalam Puisi ‘L’Aube Spirituelle’ Karya Baudelaire
dan dalam Puisi ‘Barbara’ Karya Jacques Prévert
MAKALAH
Diselesaikan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengkajian Bahasa Prancis
Oleh
Dinia Putri 1106020415
Hana Maulida 1106063023
Meutia Adelia 1106062891
2. Nurul Handayani 1106077483
PROGRAM STUDI PRANCIS
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
2013
Daftar Isi
Halaman Judul
Daftar Isi 2
BAB I Pendahuluan 3
a. Latar Belakang 3
b. Rumusan Masalah 4
c. Tujuan Penelitian 4
d. Metodologi Penelitian 4
e. Kerangka Teoretis 4
f. Ruang Lingkup Penelitian 4
BAB II Hubungan Struktur Kalimat dengan Rasa dalam Puisi ‘L’Aube Spirituelle’ Karya
Baudelaire dan Puisi ‘Babara’ Karya Jacques Prévert 5
A. Hubungan struktur kalimat dengan rasa dalam puisi ‘L’Aube Spirituelle’ 5
B. Hubungan struktur kalimat kalimat dengan rasa dalam puisi ‘Barbara’ 7
2
3. BABIII Kesimpulan 12
Daftar Pustaka 13
Lampiran 14
BAB I
Pendahuluan
a. Latar Belakang
Sebuah penelitian karya sastra dengan metode struktural memiliki
kemungkinan besar untuk menggunakan analisis sintaksis. Namun, jika sudut
3
4. pandang yang dipakai adalah lingusitik, rasanya tidak banyak penelitian lingusitik
dengan fokus sintaksis menggunakan karya sastra, dalam hal ini puisi, sebagai korpus.
Untuk itu, dalam penelitian ini akan digunakan dua puisi, yakni L’Aube Spiritulle
karya Baudelaire dan Barbara karya Jacques Prévert.
Puisi dalam kesusastraan Prancis telah ada seiring dengan berkembanganya
sastra, dan ilmu pengetahuan sejak sebelum abad ke-11. Dalam perkembangan
kesusastraan Prancis, puisi mengalami berbagai transformasi baik dalam
kecenderungan isi, maupun bentuk. Kecenderungan isi, dan kemiripan cara
penyampaian (terlepas dari kekhasan masing-masing penyair) membuat puisi dapat
digolongkan ke dalam aliran-aliran kesusastraan seperti romantisisme, simbolisme,
dan lain-lain. Adapun L’Aube Spiritulle karya Baudelaire dan Barbara karya Jacques
Prévert merupakan dua karya dengan aliran berbeda yakni simbolisme (Baudelaire)
dan surrealisme (Prévert).
Terlepas dari perbedaan aliran, secara kasat mata dua puisi tersebut memiliki
tampilan yang berbeda. Perbedaan itu terkait dengan struktur kalimat di masing-
masing puisi. Struktur kalimat yang dimaksud salah satunya adalah panjang-pendek
kalimat yang digunakan. Perlu diingat bahwa sebuah karya sastra tidak sekadar
mengantar pembaca untuk memahami isi yang disampaikan oleh penyair, tetapi juga
memberikan pembaca pengalaman batiniah yang berkaitan dengan rasa. Ringkasnya,
terdapat korelasi antara struktur kalimat yang digunakan dalam puisi dengan rasa
yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba memperlihatkan
korelasi dan sejauh mana struktur kalimat berpengaruh terhadap rasa dalam puisi.
b. Rumusan Masalah
Bagaimana struktur kalimat dapat mempengaruhi rasa dalam puisi?
c. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah struktur kalimat yang
digunakan dalam puisi turut mendukung rasa yang ingin ditimbulkan oleh penyair.
4
5. d. Metodologi Penelitian
Kami menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun langkah kerja kami untuk
melakukan penelitian ini; memahami isi puisi, menentukan jumlah kalimat dalam
puisi, mencari struktur dari setiap kalimat, dan menganalisis hubungan antara struktur
yang digunakan dan rasa dalam puisi. Sumber data penelitian kami tentu saja kedua
puisi yang akan kami analisis yaitu, ‘L’Aube Spirituelle’ karya Baudelaire dan
‘Barbara’ karya Jacques Prévert.
e. Kerangka Teoretis
Menurut Roland Barthes, salah satu metode yang digunakan untuk menganalisis teks
sastra adalah metode struktural. Metode tersebut memperhitungkan semua unsur-
unsur yang ada dalam sebuah karya sastra. (Barthes, 1996: 1-2). Menurut Roman
Jacobson dan Levi-Strauss, unsur-unsur tersebut adalah metrik, semantik, sintaksis,
dan bunyi. (Rifaterre, 1971: 311). Oleh karena pembahasan kami adalah menganalisis
unsur sintaksis dalam teks sastra, kami hanya akan mengulas unsur sintaksisnya saja.
Unsur sintaksis yang dianalisis meliputi panjang pendeknya kalimat dan jenis kalimat.
f. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini hanya membahas peran struktur kalimat dalam membangun rasa dalam
dua puisi yaitu ‘L’Aube Spirituelle’ karya Baudelaire dan ‘Barbara’ karya Jacques
Prévert. Hal ini berdasarkan teori yang kami gunakan.
5
6. BAB II
Hubungan Struktur Kalimat dengan Rasa dalam Puisi ‘L’Aube
Spirituelle’ Karya Baudelaire dan Puisi ‘Babara’ Karya Jacques
Prévert
A. Hubungan struktur kalimat dengan rasa dalam puisi ‘L’Aube Spirituelle’
Secara keseluruhan, puisi ini memiliki empat buah kalimat. Kalimat pertama
diformulasikan ke dalam empat larik yang membentuk satu bait. Kalimat ini
digolongkan menjadi kalimat kompleks (phrase complèxe) karena terdiri dari dua
klausa, yakni klausa inti (proposition principale) dan klausa bawahan (proposition
subordonée circonstantiel de temps). Hal yang menarik dari kalimat ini adalah, klausa
inti diletakkan di akhir kalimat. Klausa inti yang berbunyi un ange se reveille,
didahului oleh klausa bawahan yang terkait dengan deskripsi waktu. Deskripsi
tersebut diformulasi oleh penyair ke dalam tiga setengah larik (karena di larik
keempat ada pula klausa bawahan) sebagai berikut:
Quand chez les débauchés l'aube blanche et vermeille
Entre en société de l'Idéal rongeur ,
Par l'opération d'un mystère vengeur
Dans la brute assoupie …..
Keberadaan klausa bawahan pada tiga setengah larik, dan hanya menyisakan setengah
larik di akhir bait sebagai klausa inti menunjukkan bahwa kalimat awal puisi L’Aube
Spirituelle dipenuhi oleh deskripsi mengenai waktu. Hal tersebut sengaja dihadirkan
dalam puisi ini oleh sang penyair untuk perasaannya kepada pembaca. Panjangnya
deskripsi seakan-akan mengatakan kepada pembaca bahwa ada hal yang lebih penting
dari inti kalimat itu sendiri, yakni suasana yang dibawa dalam kalimat itu.
Selanjutnya, kalimat kedua berada di bait kedua. Uniknya, kalimat kedua
tidak sepenuhnya mengisi bait kedua karena terdapat terpotong di larik ketiga pada
6
7. bait ini. Dari empat larik yang membangun bait kedua, tiga larik pertama merupakan
kesatuan kalimat.
Kalimat kedua juga merupakan phrase complèxe atau kalimat kompleks.
Kalimat ini merupakan kalimat majemuk setara (phrase coordonée). Klausa inti
dalam kalimat ini tidak disampaikan secara utuh, tetapi terputus oleh klausa bawahan.
Hal itu akan dijelaskan pada uraian di bawah ini.
Des Cieux Spirituels l'inaccessible azur ,
Pour l'homme terrassé qui rêve encore et souffre ,
S'ouvre et s'enfonce avec l'attirance du gouffre .
Jika kalimat tersebut dilepaskan dari bentuk bait, maka kalimat tersebut akan terlihat
seperti di bawah ini.
Des Cieux Spirituels l'inaccessible azur , Pour l'homme terrassé qui rêve encore et
souffre , S'ouvre et s'enfonce avec l'attirance du gouffre .
Dalam bentuk di atas terlihat bahwa klausa inti kalimat tersebut adalah Des Cieux
Spirituels l’inaccessible azur S’ouvre. Namun klausa inti ini disekat oleh klausa
bawahan , dua propositions subordonées relatives, yakni l’homme terassé qui rêve
dan (l’homme terassé) qui souffre. Klausa selanjutnya adalah (Des Cieux Spirituels
l’inaccessible azur) s’enfonce avec l’attirance du gouffre. Klausa ini merupakan
klausa yang setara dengan klausa inti sebelumnya sehingga sebagai penghubung
diperlukan konjungsi yaitu et (dan). Klausa ini disebut sebagai proposition
indépendante coordonée à la précédente.
Dari analisis di atas, terlihat bagaimana penyair menyampaikan pesan dan rasa
dalam kalimat tersebut. Penyair mendahului kalimat dengan potongan dari klausa inti
kemudian dilanjutkan dengan dua klausa bawahan. Klausa bawahan tersebut terkait
dengan kata kerja dalam klausa inti: s’ouvre. Hal tersebut menunjukkan bahwa klausa
bawahan hadir sebagai deskripsi dari klausa inti. Satu hal menarik adalah deskripsi
tersebut hanya terdapat di klausa inti, sementara di klausa sejajar tidak terdapat
deskripisi. Tambahan pula, deskripsi tersebut hadir memenggal klausa inti. Artinya,
deskripsi tersebut memang menjadi fokus penekanan penyair.
Pada kalimat ketiga ini cukup unik karena kalimat ini dimulai dari larik
terakhir pada bait kedua sampai larik terakhir bait ketiga. Ainsi chère Déesse, Étre
7
8. lucide et pur, sur les débris fumeux des stupides orgies ton souvenir plus claire, plus
rose, plus charmant, à mes yeux agrandis voltige incessamment. Kalimat ini adalah
kalimat sederhana dengan memiliki jenis klausa bebas dimana inti kalimat berada di
bagian akhir yaitu, ton souvenir voltige incessament.
Kalimat ketiga ini masih memiliki pola yang sama dengan dua kalimat
sebelumnya dimana inti kalimat berada di bagian akhir. Dengan struktur seperti ini,
deskripsi dari inti kalimat begitu terasa. Meskipun deskripsi memadati kalimat dan
apalagi pembukaan kalimat diawali dengan deskripsi, hal ini menjadikan inti
pembicaraan yang dituangkan menjadi inti kalimat memiliki kedudukan yang sama
pentingnya meski hanya dalam bentuk yang sederhana dan berada diakhir kalimat.
Berbeda halnya dengan kalimat keempat. Jika tiga kalimat sebelumnya
meletakan inti kalimat di akhir bagian, inti dari kalimat keempat justru berada di
bagian awal. Kalimat keempat ini adalah keseluruhan dari bait keempat. Inti
kalimatnya adalah le soleil a noici la flamme des bougies yang kemudian diikuti oleh
deskripsi dari inti kalimat tersebut. Kalimat ini merupakan kalimat sederhana dengan
jenis klausa bebas sama seperti kalimat ketiga.
Penuhnya deskripsi dalam komposisi kalimat keempat ini, tetap memberi rasa
yang sama seperti pada kalimat-kalimat sebelumnya meski inti kalimat berada di
bagian awal. Inti kalimat diletakan diatas untuk memperjelas deskripsi dari inti
kalimat. Kita dapat merasakan penekanan yang berbeda dalam bait keempat ini.
Penekanan pada inti kalimat lebih terasa dalam bait keempat karena posisinya yang di
awal.
Dari keseluruhan struktur kalimat yang digunakan dalam puisi ‘L’Aube
Spirituelle’ memberi kesan lambat dan bertele-tele meski dua kalimat terakhir adalah
klausa bebas. Mayoritas kalimat ditampilkan dengan klausa utama atau inti kalimat
berada di bagian akhir dan deskripsi dibagian awal serta memadati kalimat membuat
tema yang ingin disampaikan oleh Baudelaire tentang kebangkitan rasa spiritualitas
dalam kondisi yang buruk dapat tersampaikan dengan baik ke pembaca. Kondisi
buruk yang digambarkan dalam puisi ini menempati posisi anak kalimat ataupun
deskripsi dari induk kalimat atau inti kalimat yang membicarakan tentang bangkitnya
rasa spiritualistas menjadikan rasa dan tema yang ingin disampaikan dalam puisi ini
menjadi semakin terasa.
8
9. B. Hubungan struktur kalimat dengan rasa dalam puisi ‘Barbara’
Puisi kedua yang menjadi korpus dalam penelitian ini adalah puisi karya
Jacques Prévert, Barbara. Puisi ini bercerita tentang kota Brest yang hancur karena
perang. Namun demikian, pada awal puisi, diceritakan seseorang bernama Barbara
yang dicintai penulis walau mereka tak saling mengenal. Barulah pada bagian tengah
hingga akhir bercerita tentang perang. Barbara sendiri sebenarnya adalah kota Brest,
namun Prévert mengekspresikannya secara surealis dengan seorang Barbara. Oleh
karena itu, puisi ini sebenarnya terbagi menjadi dua berdasarkan isi.
Untuk struktur kalimat, berbeda dengan puisi L’Aube Spirituelle, puisi
Barbara justru terdiri dari kalimat-kalimat sederhana yang dipotong-potong menjadi
baris-baris yang banyak. Jika dihitung, dalam puisi ini terdapat 58 baris. Namun, jika
kita analisis tiap-tiap baris yang ada, hanya ditemukan 20 kalimat padu dalam
keseluruhan puisi ini. Untuk mengetahui hal itu, dilakukan analisi pada baris-baris
dalam puisi dengan berpegang pada teori sintaksis bahwa sebuah kalimat paling
tidak harus memiliki satu sujet dan satu pivot. Berikut bentuk puisi Barbara yang
sudah dikelompokkan perkalimat.
Keterangan:
____ : pivot
[ ] : pembatas proposition
1. Rappelle-toi Barbara! : TUNGGAL
2. [Il pleuvait sans cesse sur Brest ce jour-là] et [tu marchais souriante
Épanouie ravie ruisselante Sous la pluie.] : MAJEMUK SETARA
3. [Rappelle-toi Barbara!] : TUNGGAL
4. [Il pleuvait sans cesse sur Brest] et [je t’ai croisée rue de Siam.]: MAJEMUK
SETARA
5. [Tu souriais] et [moi je souriais de même.] MAJEMUK SETAR
6. [Rappelle-toi Barbara!] : TUNGGAL
9
10. 7. [Toi ] [que je ne connaissais pas.] : MAJEMUK BERTINGKAT
8. [Toi ] [qui ne me connaissais pas.] : MAJEMUK SETARA
9. [Rappelle-toi!] : TUNGGAL
10. [Rappelle toi quand même ce jour-là!] : TUNGGAL
11. [N’oublie pas!] : TUNGGAL
12. [Un homme sous un porche s’abritait] et [il a crié ton nom, Barbara,] et [tu as
couru vers lui sous la pluie ruisselante ravie épanouie] Et [tu t’es jetée dans ses bras.]
MAJEMUK SETARA
13. [Rappelle-toi cela Barbara!] TUNGGAL
14. [Et ne m’en veux pas ] [si je te tutoie.] MAJEMUK BERTINGKAT
15. [Je dis tu à tous] [ceux que j’aime,] [Même si je ne les ai vus qu’une seule
fois] MAJEMUK BERTINGKAT
16. Je dis tu à tous [ceux qui s’aiment], [Même si je ne les connais pas.]
MAJEMUK BERTINGKAT
17. [Rappelle-toi Barbara]: Tunggal
18. [N'oublie pas Cette pluie sage et heureuse] [Sur ton visage heureux] [Sur cette
ville heureuse]: Tunggal
19. [Cette pluie sur la mer] [Sur l'arsenal] [Sur le bateau d'Ouessant]: Klausa
Tunggal
20. [Oh Barbara]: Tunggal
21. [Quelle connerie la guerre]: Tunggal
22. [Qu'es-tu devenue maintenant] [Sous cette pluie de fer de feu d'acier de sang]
Et [celui qui te serrait dans ses bras Amoureusement]: Majemuk Setara
23. [Est-il mort disparu] ou bien [encore vivant]: Majemuk Setara
24. [Oh Barbara]: Tunggal
10
11. 25. [Il pleut sans cesse sur Brest] Comme [il pleuvait avant] Mais [ce n'est plus
pareil] et [tout est abimé]: Majemuk Setara
26. [C'est une pluie de deuil terrible et désolée]: Tunggal
27. [Ce n'est même plus l'orage de fer d'acier de sang]: Tunggal
28. [Tout simplement des nuages] Qui [crèvent comme des chiens]: Majemuk
Setara
29. [Des chiens] qui [disparaissent au fil de l'eau sur Brest] Et [ vont pourrir au
loin]: Majemuk Setara
30. [Au loin très loin de Brest] Dont [il ne reste rien]: Majemuk Setara
Setelah struktur kalimat dalam puisi dikaji, jumlah baris dalam puisi semakin
berkurang, yakni dari 58 menjadi 20 baris. Hal ini memperlihatkan bahwa penulis
memotong-motong kalimat yang ada ke dalam beberapa baris sehingga muncul
kesan sederhana dan ringan pada puisi.
Kesan sederhana dan ringan juga dapat terlihat dari aspek lain, yakni dengan
mengamati jenis kalimat dalam puisi. Seperti yang terlihat pada analisis di atas,
kalimat yang paling banyak ditemukan pada puisi adalah kalimat tunggal (15 buah),
yakni kalimat yang hanya terdiri dari satu klausa. Kalimat tunggal yang ada pun
sangat pendek, seperti Rappelle-toi Barbara ! Banyaknya kalimat seperti ini
menimbulkan kesan lugas dan jelas, karena kalimat yang pendek memperlihatkan
keterusterangan dalam menyampaikan maksud yang ingin disapmpaikan. Hal ini
berbeda dengan puisi L’Aube Spirituelle yang tiap kalimatnya dirangkai menjadi
panjang sehingga terasa berat dan bertele-tele.
Sementara itu, bentuk kalimat tunggal impératif juga berpengaruh terhadap
timbulnya rasa dalam puisi. Pada puisi ini, memang tidak ditemukan adanya tanda
baca sama sekali. Namun, dari struktur kalimat kita dapat mengindikasikan bahwa
sebuah kalimat adalah kalimat tanya, kalimat berita atau kalimat perintah. Contohnya
pada kalimat Rappelle-toi Barbara. Dalam aturan bahasa Prancis, adanya verba
rappelle yang ditulis di awal kalimat yang di sambung dengan kata toi sebagai
pronom tonique membuktikan bahwa kalimat ini adalah kaimat perintah.Kalimat
perintah digunakan untuk menyuruh, mengajak, atau memaksa. Jadi, ketika
membaca puisi ini, kesan tegas dapat dirasakan oleh pembaca.
11
12. Kemudian, dalam mengkaji struktur kalimat pada puisi, juga dijabarkan
complément circonstanciel yang ada. Complément circontansciel adalah suatu kata
atau kelompok kata yang melengkapi tindakan yang diungkapkan oleh verba dari
sudut pandang situasi (lokasi, waktu, pengukuran, material, dll). (Sumber:
http://www.synapse-fr.com/manuels/COMP_CIR.htm). Posisi complément
circonstanciel dalam hal ini adalah untuk membantu kita memahami makna semantik
pada puisi, sehingga pemahaman tentang isi yang kita miliki pada akhirnya akan
mempengaruhi rasa yang tibul saat membaca puisi.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, puisi karya Jacques Prévert ini
berisi tentang kota Brest yang hancur akibat perang. Namun, pada bagian bagian
awal puisi yang ditemukan adalah cerita tentang Barbarayang penulis suka walau
belum bertemu dengannya sama sekali. Pada bagian pertama ini, circonstanciel yang
paling banyak ditemukan adalah complément circonstanciel de condition.
Complément circonstanciel de condition berfungsi untuk menjelaskan kondisi ,
keadaan, atau situasi dari tindakan yang diungkapkan melalui verba. Banyaknya
complément circonstanciel de condition dalam puisi ini menandakan bahwa deskripsi
mengenai situasi memiliki peran yang penting terkait dengan isi puisi.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, puisi karya Jacques Prévert ini
berisi tentang kota Brest yang hancur akibat perang. Namun, pada bagian bagian
awal puisi yang ditemukan adalah cerita tentang Barbarayang penulis suka walau
belum bertemu dengannya sama sekali. Pada bagian pertama ini, circonstanciel yang
paling banyak ditemukan adalah complément circonstanciel de condition.
Complément circonstanciel de condition berfungsi untuk menjelaskan kondisi ,
keadaan, atau situasi dari tindakan yang diungkapkan melalui verba. Banyaknya
complément circonstanciel de condition dalam puisi ini menandakan bahwa deskripsi
mengenai situasi memiliki peran yang penting terkait dengan isi puisi. Di sisi lain,
pada bagian kedua yang paling banyak adalah complément circonstanciel de lieu.
Complément ini menunjukkan bahwa puisi Barbara memberatkan tentang
pembahasan tempat, yaitu kota Brest yang menjadi tempat pertama meletusnya PD II
di Prancis.
12
13. BAB III
Kesimpulan
Penelitian kedua kelompok kami ini membahas tentang pengaruh struktur kalimat
terhadap rasa dalam puisi “L’Aube Spirituelle” karya Charles Baudelaire dan Puisi
“Barbara” karya Jacques Prévert. Puisi-puisi ini dibedah berdasarkan teori sintaksis dan teori
Barthes tentang pengaruh semua aspek dalam karya sastra. Setelah membedah struktur kedua
puisi ini ditemukanlah sebuah kesimpulan yang sama: rasa yang ingin disampaikan oleh
pengarang memang dipengaruhi oleh struktur kalimat.
13
14. Daftar Pustaka
Barthes, Roland. 1966. Introduction à l’analyse structurale des récits. Dalam communication
8 Paris : Seuil.
Querler, Nicole. 1994. Précise de syntaxe française. Caen : Presses Universitaire de Caen
Antaressa, Pritadevi. 1991. Tema Cinta Sensual dan Spiritual dalam Dua Puisi Karya
Baudelaire. Depok: Universitas Indonesia. (skripsi)
http://www.synapse-fr.com/manuels/COMP_CIR.htm
http://www.copiedouble.com/node/119
14
15. Lampiran
L'Aube spirituelle
Quand chez les débauchés l'aube blanche et vermeille
Entre en société de l'Idéal rongeur,
Par l'opération d'un mystère vengeur
Dans la brute assoupie un ange se réveille.
Des Cieux Spirituels l'inaccessible azur,
Pour l'homme terrassé qui rêve encore et souffre,
S'ouvre et s'enfonce avec l'attirance du gouffre.
Ainsi, chère Déesse, Etre lucide et pur,
15
16. Sur les débris fumeux des stupides orgies
Ton souvenir plus clair, plus rose, plus charmant,
À mes yeux agrandis voltige incessamment.
Le soleil a noirci la flamme des bougies;
Ainsi, toujours vainqueur, ton fantôme est pareil,
Ame resplendissante, à l'immortel soleil!
— Charles Baudelaire
Sumber: http://fleursdumal.org/poem/141
Barbara
Rappelle-toi Barbara
Il pleuvait sans cesse sur Brest ce jour-là
Et tu marchais souriante
É panouie ravie ruisselante
Sous la pluie
Rappelle-toi Barbara
Il pleuvait sans cesse sur Brest
Et je t'ai croisée rue de Siam
Tu souriais
Et moi je souriais de même
16
17. Rappelle-toi Barbara
Toi que je ne connaissais pas
Toi qui ne me connaissais pas
Rappelle-toi
Rappelle-toi quand même ce jour-là
N'oublie pas
Un homme sous un porche s'abritait
Et il a crié ton nom
Barbara
Et tu as couru vers lui sous la pluie
Ruisselante ravie épanouie
Et tu t'es jetée dans ses bras
Rappelle-toi cela Barbara
Et ne m'en veux pas si je te tutoie
Je dis tu à tous ceux que j'aime
Même si je ne les ai vus qu'une seule fois
Je dis tu à tous ceux qui s'aiment
Même si je ne les connais pas
Rappelle-toi Barbara
N'oublie pas
Cette pluie sage et heureuse
Sur ton visage heureux
Sur cette ville heureuse
17
18. Cette pluie sur la mer
Sur l'arsenal
Sur le bateau d'Ouessant
Oh Barbara
Quelle connerie la guerre
Qu'es-tu devenue maintenant
Sous cette pluie de fer
De feu d'acier de sang
Et celui qui te serrait dans ses bras
Amoureusement
Est-il mort disparu ou bien encore vivant
Oh Barbara
Il pleut sans cesse sur Brest
Comme il pleuvait avant
Mais ce n'est plus pareil et tout est abimé
C'est une pluie de deuil terrible et désolée
Ce n'est même plus l'orage
De fer d'acier de sang
Tout simplement des nuages
Qui crèvent comme des chiens
Des chiens qui disparaissent
Au fil de l'eau sur Brest
Et vont pourrir au loin
18
19. Au loin très loin de Brest
Dont il ne reste rien.
Jacques Prévert
Sumber: http://www.bacdefrancais.net/barbara.php
19