SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 9
Downloaden Sie, um offline zu lesen
Universitas Gadjah Mada
III. UJI TOKSISITAS AKUATIK
A. Uji Toksisitas
Toksisitas adalah kemampuan suatu bahan atau senyawa kimia untuk
menimbulkan kerusakan pada saat mengenai bagian dalam atau permukaan tubuh
yang peka. Uji toksisitas digunakan untuk mempelajari pengaruh suatu bahan kimia
toksik atau bahan pencemar terhadap organisme tertentu. Dalam toksikologi dan uji
tokisitas sering digunakan istilah-istilah berikut:
1. Akut : tanggapan berat dan cepat terhadap rangsang,
biasanya dalam waktu 4 hari untuk ikan dan
biota akuatik lainnya.
2. Subakut : tanggapan terhadap rangsang yang tidak se-
berat tanggapan akut, timbul dalam waktu lebih
lama dan dapat menjadi akut.
3. Kronik : tanggapan terhadap rangsang yang berlang-
sung dalam waktu lama, paling tidak mencapai >
0,1 masa hidup.
4. Letal : rangsang pada konsentrasi yang dapat me-
nyebabkan kematian secara langsung.
5. Subletal : rangsang pada konsentrasi di bawah kon-
sentrasi yang dapat menyebabkan kematian
secara langsung.
6. Bioassay Aquatic : uji toksisitas dengan menggunakan biota air
guns mengetahui pengaruh bahan toksik atau
faktor-faktor lingkungan.
7. Uji Toksisitas Dinamik : uji toksisitas pada organisme uji yang diper-
(Flow-through Toxicity Test) lakukan dengan serangkaian konsentrasi bahan
toksik yang toksikan dan air ujinya selalu diganti.
Biasanya organisme uji diperlakukan dalam air uji
yang mengalir selama > 4 hari.
8. Uji Toksisitas Statik : uji toksisitas pada organisme uji yang diper-
(Static Toxicity Test) lakukan dengan serangkaian konsentrasi bahan
toksik tanpa penggantian air uji.
9. Dosis Letal-50 : dosis bahan toksik yang dapat menyebabkan
(Lethal Dose-50 atau LD50) kematian 50% populasi organisme uji dalam
periode waktu tertentu.
Universitas Gadjah Mada
10 Konsentrasi Letal-50 : konsentrasi atau kadar bahan toksik yang
(Lethal Concentration-50 dapat menyebabkan kematian 50% populasi atau
LC50)organisme uji dalam periode waktu tertentu.
11 Dosis Efektif-50 : dosis bahan toksik yang menyebabkan peru-
(Effective Dose-50 bahan tingkah laku dan tanggapan fisiologik
atau ED50) tertentu pada 50% populasi organisme uji dalam
periode waktu tertentu.
12 Konsentrasi Efektif-50 : konsentrasi bahan toksik yang menyebabkan
(Effective Concentration-50 efek tertentu pada 50% populasi organisme
atau EC50) uji dalam periode waktu tertentu.
13 Konsentrasi Aman : konsentrasi maksimum bahan toksik yang
(Safe Concentration tidak membahayakan organisme setelah ber-
atau SC) sentuhan dengan bahan tersebut dalam periode
waktu lama, setidak-tidaknya satu generasi.
14 Konsentrasi Toksikan Mak- : konsentrasi bahan toksik yang mungkin ter-
simal yang Diperbolehkan dapat dalam air tanpa menyebabkan gang-
(Maximum Alloable guan berarti bagi organisme air.
Toxicant Concentration
atau MATC)
Penentuan toksisitas akut umumnya digunakan untuk menentukan tingkat
konsentrasi bahan toksik yang menimbulkan efek merugikan terhadap persentase
spesifik organisme uji dalam periode waktu yang pendek. Penentuan toksisitas akut
yang paling umum yaitu penentuan mortalitas atau letalitas akut.
Pada umumnya toksisitas diekspresikan sebagai [C50 atau LD50 yaitu konsentrasi
atau dosis yang dalam kondisi spesifik menyebabkan mortalitas separoh populasi
organisme dalam jangka waktu tertentu. Secara eksperimental efek 50% populasi
merupakan ukuran toksisitas yang paling reproduksibel suatu bahan toksik terhadap
suatu kelompok organisme uji. Waktu 96 jam merupakan lama (durasi) persentuhan
yang mullah dan umum digunakan, oleh karena itu pengukuran toksisitas akut yang
paling banyak dilakukan yaitu penentuan LC50-96 jam.
Universitas Gadjah Mada
B. Bahan, Alat dan Organisme Uji
Peaksanaan uji toksisitas yang banyak digunakan yaitu uji toksisitas statik. Dalam
uji toksisitas statik, organisme uji dan larutan uji ditempatkan dalam bejana-bejana uji
selama durasi waktu pengujian.
1. Bahan dan alat
Bahan yang digunakan dalam uji toksisitas dapat berupa berbagai senyawa kimia
baik organik maupun anorganik, misalnya: air limbah, satu atau lebih senyawa kimia
murni, pestida, dan lain-lain. Bahan uji lainnya yang mutlak diperlukan dalam uji
toksisitas akuatik yaitu air. Guna memperoleh hasil uji toksisitas yang baik dan akurat,
air uji harus memenuhi beberapa persyaratan berikut:
a. suhu berkisar antara 25-27°C dengan amplitudo harian kurang dari 5°C
b. derajat keasaman (pH) sebaiknya antara 6,0-7,5 atau setidak-tidaknya antara 5,0-
9,0
c. kandungan oksigen (O2) telarut antara 4,0-8,0 ppm atau setidak-tidaknya tidak
kurang dari 3 ppm
d. kandungan karbon dioksida (CO2) bebas antara 3,0-15,0 ppm atau setidaktidaknya
kurang dari 50,0 ppm
e. kandungan ammonia, nitrit atau nitrat tidak lebih dari 10,0 ppm
f. kandungan HCO3 antara 60,0-70,0 ppm
g. volume air sekitar satu liter per 0,8 g berat ikan.
Alat yang diperlukan dalam uji toksisitas antara lain bejana uji, aerator, dan
berbagai alat pendukung lainnya. Bejana uji yang baik yaitu yang terbuat dari bahan
gelas.
2. Organisme Uji
Dalam uji toksisitas dapat digunakan berbagai jenis organisme, misalnya anggota
kelompok crustacea, mollusca atau pisces (ikan); walaupun demikian, terdapat jenis-
jenis organisme uji yang direkomendasikan sejumlah besar referensi digunakan dalam
uji toksisitas baku, misalnya: Daphnia magna, Daphnia pulex, Chironomus plumosus,
Carrassius auratus, Cyprinus carpio dan
Universitas Gadjah Mada
Clarias batrachus (Johnson dan Finley 1980). Guna menjaga homogenitas, hewan uji
yang digunakan sebaiknya berasal dari satu tempat yang sama. Jika menggunakan
ikan sebagai hewan uji, maka sebaiknya ikan yang digunakan mempunyai berat 0,2-
1,5 g (fingerling fish). Guna meningkatkan akurasi hasil, sebaiknya hewan uji yang
digunakan umurnya relatif sama. Jika menggunakan ikan, maka umur yang relatif
sama tersebut dapat didekati dengan menggunakan ikan yang mempunyai
perbandingan ukuran panjang baku ikan yang terkecil dengan ikan yang terbesar tidak
lebih dari 1 : 1,5; misalnya jika panjang baku ikan terkecil yang digunakan = 3 cm,
maka panjang baku ikan uji terbesar yang boleh digunakan maksimal = 4,5 cm.
3. Tatalaksana uji toksisitas
Pelaksanaan uji toksisitas diawali dengan tahap pemeliharaan (holding),
kemudian dilanjutkan dengan aklimasi (acclimation), uji pendahuluan (exploratory test)
dan uji sesungguhnya (full-scale test).
a. Pemeliharaan (holding)
1) Hewan uji dipindahkan dari lingkungan asal (misalnya kolam) ke air
pemeliharaan yang ditempatkan dalam laboratorium.
2) Lama pemeliharaan sejak diperoleh dari daerah asal kemudian diangkut ke
tempat pemeliharaan lebih kurang 14 hari.
3) Hewan uji diberi pakan satu kali per hari.
4) Hewan uji yang mati atau abnormal segera dibuang (Anonymous 1975).
b. Aklimasi (acclimation)
1) Hewan uji diadaptasikan dengan keadaan fisik laboratorium (lingkungan
pengujian) dengan cara berangsur-angsur dipindahkan dari 100% air
pemeliharaan ke 100% air uji.
2) Aklimasi dianjurkan selama minimal 10 hari. Apabila dalam waktu 48 jam lebih
dari 3% populasi hewan uji mati, maka populasi hewan uji dianggap tidak
memenuhi syarat untuk pengujian.
3) Dua hari sebelum diperlakukan, hewan uji tidak diberi pakan.
Universitas Gadjah Mada
c. Uji pendahuluan (exploratory test)
1) Masing-masing bejana uji diisi dengan 10 liter air jika hewan uji yang
digunakan sebanyak 10 ekor ikan dengan panjang 4-6 cm atau 1 liter air
untuk tiap 0,96 gram berat ikan.
2) Ke dalam tiap-tiap bejana uji yang telah diisi air dimasukkan 10 ekor hewan
uji.
3) Ke dalam masing-masing bejana uji dimasukkan bahan pencemar
dengan beberapa variasi konsentrasi.
4) Dilakukan pengamatan pola aktivitas hewan uji setiap 24 jam, mulai dari
0 jam sampai dengan 96 jam.
5) Penentuan LC50-96 jam dilakukan dengan pendekatan analisis regresi linier
sederhana atau dengan cara mengekstrapolasi titik ordinat 50% (sumbu Y)
ke garis regresi linier yang digambar di atas kertas grafik kemudian ditarik
garis tegak lurus absis (sumbu X).
d. Uji sesungguhnya (full-scale test)
1) Berdasarkan nilai LC50-96 jam uji pendahuluan, dilakukan uji toksisitas
dengan cara yang sama tetapi dengan variasi konsentrasi yang lebih sempit
di sekitar LC50-96 jam uji pendahuluan dengan mengacu pada skala
logaritmik Rand (Rand 1980).
2) Dilakukan pengamatan pola aktivitas hewan uji (meliputi frekuensi
pernafasan, pola gerak, dan escape reflex) pada 0 jam, 24 jam, 48 jam, 72
jam dan 96 jam serta pengukuran kualitas air uji pada 0 jam, 48 jam dan 96
jam.
3) Penentuan LC50-96 jam dilakukan dengan pendekatan analisis regresi linier
sederhana atau dengan cara menginterpolasi titik ordinat 50% (sumbu Y) ke
garis regresi linier yang digambar di atas kertas grafik (milimeter blok)
kemudian ditarik garis tegak lurus absis (sumbu X).
Dalam uji toksisitas sebaiknya dilakukan aerasi pada setiap bejana uji, walaupun
sebagai pembanding dapat juga dilakukan pengujian tanpa pemberian aerasi.
Pemberian aerasi bertujuan agar diperoleh hasil yang lebih akurat karena efek yang
terjadi betul-betul disebabkan oleh bahan uji (senyawa kimia, air limbah, dan lain-lain),
bukan karena kekurangan oksiaen selama masa pengujian.
Universitas Gadjah Mada
Berikut ini merupakan variasi konsentrasi progresif bahan pencemar pada skala
logaritmik yang banyak digunakan sebagai acuan dalam uji toksisitas:
Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3 Kolom 4 Kolom 5
10,0
8,7
7,5
6,5
5,6
4,2
3,7
3,2
2,8
2,4
2,1
1,8
1,55
1,35
1,15
1,0
(Sumber: Rand, 1980)
Catatan: angka-angka dalam kolom-kolom tabel di atas dapat dikalikan atau dibagi
dengan angka basis 10, misalnya 10-3
, 10-2
, 10-1
, 102
, 103
, dan seterusnya.
Umumnya penggunaan konsentrasi pada kolom-kolom 2, 3 dan 4 sudah
memadai untuk suatu pengujian pestisida. Guna memperoleh data yang
lebih akurat dapat digunakan angka-angka pada kolom 5.
C. Tolokukur subletal
Dalam uji toksisitas disamping tolokukur kematian atau letalitas, jugs sering
digunakan tolokukur subletal. Menurut Mitrovic (1972) beberapa tolokukur subletal
tersebut antara lain:
1. perubahan sifat biologik penting seperti laju pertumbuhan, cars makan, pematangan
(maturation) sel kelamin, kemampuan fertilisasi, perkembangan telur, kelulus
hidupan (survival rate) anak ikan, dan lain-lain.
Universitas Gadjah Mada
2. gangguan fungsi (patofisiologik), dapat diamati dengan pengukuran hematologik
dan derajat metabolik, mempelajari aktivitas imunobiologik dan enzimatik atau
pengamatan tingkah laku.
3. perubahan patomorfologik, meliputi perubahan morfologik eksternal hingga
kerusakan histologik dan sitologik.
Menurut Tandjung (1982) perubahan patomorfologik berupa perubahan morfologik
hingga kerusakan histologik branchia ikan dapat dihubungkan dengan tingkat
pencemaran air tempat ikan tersebut hidup dan/atau ditemukan. Metoda Tandjung
yang berupa pengamatan terhadap perubahan atau kerusakan struktur mikroanatomi
branchia dapat digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran air.
Kerusakan Branchia Patomorfologik Branchia
Tingkat 1 : terjadi edema pada lamellae secundariae
branchiales (menunjukkan telah terjadi pengotoran
air tetapi belum merupakan pencemaran)
Tingkat 2 : terjadi hyperplasia pada pangkal lamellae
secundariae branchiales (menunjukkan gejala terjadi
pencemaran)Tingkat 3 : terjadi penyatuan dua lamellae secundariae
branchiales (menunjukkan telah terjadi pencemaran
ringan)Tingkat 4 : terjadi hyperplasia pada hampir seluruh lamellae se-
cundariae branchiales (menunjukkan telah terjadi pen-
cemaran sedang)
Tingkat 5 : terjadi kerusakan dan hilangnya struktur lamellae se-
cundariae branchiales serta hilangnya bentuk
filamentum branchiale (menunjukkan telah terjadi
pencemaran berat).
Pada banyak uji toksisitas dan kajian tentang pencemaran air sering ditemukan
terjadinya perubahan sitologik berupa terjadinya degenerasi (perubahan struktur) dan
kematian sel. Fase-fase degenerasi dan kematian sel yang sering terlihat pada organ
atau jaringan tubuh organisme yang telah terpapar
Universitas Gadjah Mada
bahan kimia toksik atau bahan pencemar lainnya meliputi perubahan-perubahan
berikut (Price dan Wilson 1984):
1. Pembengkakan sel. Pada fase pembengkakan sel, sitoplasma sel yang
mengalami pembengkakan (cloudy swelling) terlihat granuler. Hal ini disebabkan
sewaktu air tertimbun dalam sitoplasma, organella sitoplasmatik juga menyerap
air sehingga dapat terjadi pembengkakan mitokondria, pembesaran retikulum
endoplasma dan lain-lain. Jika terjadi masukan air yang besar, sebagian
organella seperti retikulum endoplasma dapat berubah menjadi kantong-kantong
berisi air sehingga sitoplasma terlihat bervakuola. Perubahan semacam itu
disebut perubahan hidropik atau perubahan vakuoler.
2. Degenerasi lemak (fatty degeneration). Fase kedua degenerasi sel ini merupakan
akibat lebih lanjut dari pembengkakan sel dan sering disebut sebagai infiltrasi
lemak. Akibat adanya penimbunan intraseluler, sitoplasma tampak bervakuola
dengan mekanisme sangat mirip dengan yang terjadi pada perubahan hidropik
tetapi vakuola tersebut berisi lemak.
3. Kematian sel (necrosis). Setelah terjadi pembengkakan sel dan degenerasi
lemak, fase berikutnya yaitu kematian sel atau nekrosis. Walaupun perubahan
yang terjadi dalam jaringan nekrotik dapat melibatkan sitoplasma tetapi yang
paling jelas terlihat mengalami perubahan yaitu inti sel (nukleus).
a. Piknosis ditandai dengan nukleus mengkerut, batas nukleus tidak
beraturan sehingga bentuk nukleus juga menjadi tidak
beraturan dan terjadi kondensasi butir-butir kromatin menjadi
satu globulus;
b. Karyorrhexis : ditandai dengan nukleus pecah dan butir-butir kromatin
hancur menjadi pecahan-pecahan yang tersebar dalam sel;
c. Karyolysis : ditandai dengan butir-butir kromatin yang larut dan ber-
difusi melalui membran nukleus,
Universitas Gadjah Mada
4. Pengapuran (calcification), hanya dapat terjadi pada jaringan yang mampu mengikat
garam dapur (NaCI) atau kalsium (Ca) seperti matriks cartilaginous pada ujung
tulang yang sedang tumbuh dan jaringan osteoid yang baru dibentuk oleh
osteoblast. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengendapan kalsium yaitu
keadaan patologik jaringan serta kadar garam kalsium dalam darah.
Gambar berikut menunjukkan kronologi kematian sel atau necrosis yang dapat terlihat
dengan jelas pada terjadinya perubahan pada inti sel (nukleus):

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

17. toksikologi industri
17. toksikologi industri17. toksikologi industri
17. toksikologi industriWinarso Arso
 
Penanganan, penyimpanan, dan pemusnahan sampel
Penanganan, penyimpanan, dan pemusnahan sampelPenanganan, penyimpanan, dan pemusnahan sampel
Penanganan, penyimpanan, dan pemusnahan sampelAhmadPurnawarmanFais
 
Sterilisasi, desinfeksi, dekontaminasi
Sterilisasi, desinfeksi, dekontaminasiSterilisasi, desinfeksi, dekontaminasi
Sterilisasi, desinfeksi, dekontaminasiHildaHerman1
 
Laporan Identifikasi Tikus
Laporan Identifikasi TikusLaporan Identifikasi Tikus
Laporan Identifikasi Tikusdanivita
 
Pengelolaan limbah industri farmasi
Pengelolaan limbah industri farmasiPengelolaan limbah industri farmasi
Pengelolaan limbah industri farmasihusnul khotimah
 
Toxicity Analysis, LD50, LC50, Chronic Toxic
Toxicity Analysis, LD50, LC50, Chronic ToxicToxicity Analysis, LD50, LC50, Chronic Toxic
Toxicity Analysis, LD50, LC50, Chronic ToxicAlex Bernadi
 
Pengelolaan Bahan Berbahaya & Beracun (B3)
Pengelolaan Bahan Berbahaya & Beracun (B3)Pengelolaan Bahan Berbahaya & Beracun (B3)
Pengelolaan Bahan Berbahaya & Beracun (B3)Tini Wartini
 
Biologi Perikanan - Penentuan Umur Ikan
Biologi Perikanan - Penentuan Umur IkanBiologi Perikanan - Penentuan Umur Ikan
Biologi Perikanan - Penentuan Umur IkanAji Sanjaya
 
PERMENAKETRANS RI No. 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika ...
PERMENAKETRANS RI No. 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika ...PERMENAKETRANS RI No. 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika ...
PERMENAKETRANS RI No. 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika ...Muhamad Imam Khairy
 
SNI 16-7058-2004 tentang Pengukuran Kadar Debu Total di Udara Tempat Kerja
SNI 16-7058-2004 tentang Pengukuran Kadar Debu Total di Udara Tempat KerjaSNI 16-7058-2004 tentang Pengukuran Kadar Debu Total di Udara Tempat Kerja
SNI 16-7058-2004 tentang Pengukuran Kadar Debu Total di Udara Tempat KerjaMuhamad Imam Khairy
 
Metoda pengumpulan dan analisis data (biologi air)
Metoda pengumpulan dan analisis data (biologi air)Metoda pengumpulan dan analisis data (biologi air)
Metoda pengumpulan dan analisis data (biologi air)Anjas Asmara, S.Si
 
Toksikologi Umum dan Toksikologi Lingkungan
Toksikologi Umum dan Toksikologi LingkunganToksikologi Umum dan Toksikologi Lingkungan
Toksikologi Umum dan Toksikologi LingkunganNur Angraini
 
SNI 7325:2009 tentang Metoda Pengukuran Kadar Debu Respirabel di Udara Tempat...
SNI 7325:2009 tentang Metoda Pengukuran Kadar Debu Respirabel di Udara Tempat...SNI 7325:2009 tentang Metoda Pengukuran Kadar Debu Respirabel di Udara Tempat...
SNI 7325:2009 tentang Metoda Pengukuran Kadar Debu Respirabel di Udara Tempat...Muhamad Imam Khairy
 

Was ist angesagt? (20)

Toksikologi 2017
Toksikologi 2017Toksikologi 2017
Toksikologi 2017
 
Toksikologi b
Toksikologi bToksikologi b
Toksikologi b
 
17. toksikologi industri
17. toksikologi industri17. toksikologi industri
17. toksikologi industri
 
Penanganan, penyimpanan, dan pemusnahan sampel
Penanganan, penyimpanan, dan pemusnahan sampelPenanganan, penyimpanan, dan pemusnahan sampel
Penanganan, penyimpanan, dan pemusnahan sampel
 
Xenobiotik
XenobiotikXenobiotik
Xenobiotik
 
Fase kerja toksikan
Fase kerja toksikanFase kerja toksikan
Fase kerja toksikan
 
Sampling plankton
Sampling planktonSampling plankton
Sampling plankton
 
Sterilisasi, desinfeksi, dekontaminasi
Sterilisasi, desinfeksi, dekontaminasiSterilisasi, desinfeksi, dekontaminasi
Sterilisasi, desinfeksi, dekontaminasi
 
Laporan Identifikasi Tikus
Laporan Identifikasi TikusLaporan Identifikasi Tikus
Laporan Identifikasi Tikus
 
Pengelolaan limbah industri farmasi
Pengelolaan limbah industri farmasiPengelolaan limbah industri farmasi
Pengelolaan limbah industri farmasi
 
Toxicity Analysis, LD50, LC50, Chronic Toxic
Toxicity Analysis, LD50, LC50, Chronic ToxicToxicity Analysis, LD50, LC50, Chronic Toxic
Toxicity Analysis, LD50, LC50, Chronic Toxic
 
Pengelolaan Bahan Berbahaya & Beracun (B3)
Pengelolaan Bahan Berbahaya & Beracun (B3)Pengelolaan Bahan Berbahaya & Beracun (B3)
Pengelolaan Bahan Berbahaya & Beracun (B3)
 
Biologi Perikanan - Penentuan Umur Ikan
Biologi Perikanan - Penentuan Umur IkanBiologi Perikanan - Penentuan Umur Ikan
Biologi Perikanan - Penentuan Umur Ikan
 
PERMENAKETRANS RI No. 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika ...
PERMENAKETRANS RI No. 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika ...PERMENAKETRANS RI No. 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika ...
PERMENAKETRANS RI No. 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika ...
 
osmoregulasi
osmoregulasiosmoregulasi
osmoregulasi
 
Presentasi bakte
Presentasi baktePresentasi bakte
Presentasi bakte
 
SNI 16-7058-2004 tentang Pengukuran Kadar Debu Total di Udara Tempat Kerja
SNI 16-7058-2004 tentang Pengukuran Kadar Debu Total di Udara Tempat KerjaSNI 16-7058-2004 tentang Pengukuran Kadar Debu Total di Udara Tempat Kerja
SNI 16-7058-2004 tentang Pengukuran Kadar Debu Total di Udara Tempat Kerja
 
Metoda pengumpulan dan analisis data (biologi air)
Metoda pengumpulan dan analisis data (biologi air)Metoda pengumpulan dan analisis data (biologi air)
Metoda pengumpulan dan analisis data (biologi air)
 
Toksikologi Umum dan Toksikologi Lingkungan
Toksikologi Umum dan Toksikologi LingkunganToksikologi Umum dan Toksikologi Lingkungan
Toksikologi Umum dan Toksikologi Lingkungan
 
SNI 7325:2009 tentang Metoda Pengukuran Kadar Debu Respirabel di Udara Tempat...
SNI 7325:2009 tentang Metoda Pengukuran Kadar Debu Respirabel di Udara Tempat...SNI 7325:2009 tentang Metoda Pengukuran Kadar Debu Respirabel di Udara Tempat...
SNI 7325:2009 tentang Metoda Pengukuran Kadar Debu Respirabel di Udara Tempat...
 

Andere mochten auch

Ppt toksikologi
Ppt toksikologiPpt toksikologi
Ppt toksikologiEfaMuniar
 
Presentasi Kimia: Bahan kimia rumah tangga dan Industri
Presentasi Kimia: Bahan kimia rumah tangga dan IndustriPresentasi Kimia: Bahan kimia rumah tangga dan Industri
Presentasi Kimia: Bahan kimia rumah tangga dan Industrifitri21
 
Toksikologi bahan kimia
Toksikologi bahan kimiaToksikologi bahan kimia
Toksikologi bahan kimiaAgus Candra
 
Keracunan makanan + alkohol responsi dr bogi
Keracunan makanan + alkohol   responsi dr bogiKeracunan makanan + alkohol   responsi dr bogi
Keracunan makanan + alkohol responsi dr bogiAlbertus Santoso
 
K3 Tentang TOKSIKOLOGI
K3 Tentang TOKSIKOLOGIK3 Tentang TOKSIKOLOGI
K3 Tentang TOKSIKOLOGIRifqi Nugraha
 
Konsep dasar toksikologi
Konsep dasar toksikologiKonsep dasar toksikologi
Konsep dasar toksikologiInoy Trisnaini
 
RACUN DAN KERACUNAN(PBSM)
RACUN DAN KERACUNAN(PBSM)RACUN DAN KERACUNAN(PBSM)
RACUN DAN KERACUNAN(PBSM)Idayu Razali
 

Andere mochten auch (11)

SNI 01-6729-2002 : Sistem Pangan Organik
SNI 01-6729-2002 : Sistem Pangan OrganikSNI 01-6729-2002 : Sistem Pangan Organik
SNI 01-6729-2002 : Sistem Pangan Organik
 
INHALASI TOKSIK
INHALASI TOKSIKINHALASI TOKSIK
INHALASI TOKSIK
 
Intoksikasi sianida
Intoksikasi sianida Intoksikasi sianida
Intoksikasi sianida
 
Ppt toksikologi
Ppt toksikologiPpt toksikologi
Ppt toksikologi
 
Presentasi Kimia: Bahan kimia rumah tangga dan Industri
Presentasi Kimia: Bahan kimia rumah tangga dan IndustriPresentasi Kimia: Bahan kimia rumah tangga dan Industri
Presentasi Kimia: Bahan kimia rumah tangga dan Industri
 
Toksikologi bahan kimia
Toksikologi bahan kimiaToksikologi bahan kimia
Toksikologi bahan kimia
 
Keracunan makanan + alkohol responsi dr bogi
Keracunan makanan + alkohol   responsi dr bogiKeracunan makanan + alkohol   responsi dr bogi
Keracunan makanan + alkohol responsi dr bogi
 
K3 Tentang TOKSIKOLOGI
K3 Tentang TOKSIKOLOGIK3 Tentang TOKSIKOLOGI
K3 Tentang TOKSIKOLOGI
 
Konsep dasar toksikologi
Konsep dasar toksikologiKonsep dasar toksikologi
Konsep dasar toksikologi
 
Bab 10 keracunan
Bab 10 keracunanBab 10 keracunan
Bab 10 keracunan
 
RACUN DAN KERACUNAN(PBSM)
RACUN DAN KERACUNAN(PBSM)RACUN DAN KERACUNAN(PBSM)
RACUN DAN KERACUNAN(PBSM)
 

Ähnlich wie Uji Toksisitas Akuatik

Perbedaan biomonitoring dan ekotoksikologi
Perbedaan biomonitoring dan ekotoksikologiPerbedaan biomonitoring dan ekotoksikologi
Perbedaan biomonitoring dan ekotoksikologiIndaru Meinika Adnin
 
Uji praklinik obat baru
Uji praklinik  obat  baruUji praklinik  obat  baru
Uji praklinik obat baruHabib Assinjiy
 
12. Toksikologi Industri.pdf
12. Toksikologi Industri.pdf12. Toksikologi Industri.pdf
12. Toksikologi Industri.pdfYochananmeisandro
 
Toksikologi industri
Toksikologi industriToksikologi industri
Toksikologi industrimurdiyah
 
Bioanalysis and instrumentation in Veterinary Pharmacy
Bioanalysis and instrumentation in Veterinary PharmacyBioanalysis and instrumentation in Veterinary Pharmacy
Bioanalysis and instrumentation in Veterinary PharmacyLazuardi ardi
 
KELOMPOK 3 TEKNIK LABORATORIUM-1.pptx
KELOMPOK 3 TEKNIK LABORATORIUM-1.pptxKELOMPOK 3 TEKNIK LABORATORIUM-1.pptx
KELOMPOK 3 TEKNIK LABORATORIUM-1.pptxAyuNoviana10
 
Residu oksitetrasiklin dalam tubuh ikan dan sedimen kolam
Residu oksitetrasiklin dalam tubuh ikan dan sedimen kolamResidu oksitetrasiklin dalam tubuh ikan dan sedimen kolam
Residu oksitetrasiklin dalam tubuh ikan dan sedimen kolamdamar_kp3
 
Berapa jumlah mol dari 2 gram na oh dengan mr
Berapa jumlah mol dari 2 gram na oh dengan mrBerapa jumlah mol dari 2 gram na oh dengan mr
Berapa jumlah mol dari 2 gram na oh dengan mrMastudiar Daryus
 
Ringkasan perkuliahan semester 6 toksikologi (bagian 35)
Ringkasan perkuliahan semester 6 toksikologi (bagian 35)Ringkasan perkuliahan semester 6 toksikologi (bagian 35)
Ringkasan perkuliahan semester 6 toksikologi (bagian 35)Bondan the Planter of Palm Oil
 
theresia sorta b1 j008065 ache
theresia sorta  b1 j008065  achetheresia sorta  b1 j008065  ache
theresia sorta b1 j008065 achetheresia sorta
 
Laporan Magang Kantor kesehatan pelabuhan kelas 1 surabya
Laporan Magang Kantor kesehatan pelabuhan kelas 1 surabyaLaporan Magang Kantor kesehatan pelabuhan kelas 1 surabya
Laporan Magang Kantor kesehatan pelabuhan kelas 1 surabyaAzmi Umi A
 
Ppt.pengukuran paparan new
Ppt.pengukuran paparan new Ppt.pengukuran paparan new
Ppt.pengukuran paparan new Inoy Trisnaini
 
kuliah-toksikologi.ppt
kuliah-toksikologi.pptkuliah-toksikologi.ppt
kuliah-toksikologi.pptSaid878643
 
PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...
PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...
PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...Repository Ipb
 

Ähnlich wie Uji Toksisitas Akuatik (20)

Perbedaan biomonitoring dan ekotoksikologi
Perbedaan biomonitoring dan ekotoksikologiPerbedaan biomonitoring dan ekotoksikologi
Perbedaan biomonitoring dan ekotoksikologi
 
Toxicity Analysis
Toxicity AnalysisToxicity Analysis
Toxicity Analysis
 
uji toksik.pdf
uji toksik.pdfuji toksik.pdf
uji toksik.pdf
 
Uji praklinik obat baru
Uji praklinik  obat  baruUji praklinik  obat  baru
Uji praklinik obat baru
 
12. Toksikologi Industri.pdf
12. Toksikologi Industri.pdf12. Toksikologi Industri.pdf
12. Toksikologi Industri.pdf
 
27 35-1-pb
27 35-1-pb27 35-1-pb
27 35-1-pb
 
Toksikologi industri
Toksikologi industriToksikologi industri
Toksikologi industri
 
Bioanalysis and instrumentation in Veterinary Pharmacy
Bioanalysis and instrumentation in Veterinary PharmacyBioanalysis and instrumentation in Veterinary Pharmacy
Bioanalysis and instrumentation in Veterinary Pharmacy
 
KELOMPOK 3 TEKNIK LABORATORIUM-1.pptx
KELOMPOK 3 TEKNIK LABORATORIUM-1.pptxKELOMPOK 3 TEKNIK LABORATORIUM-1.pptx
KELOMPOK 3 TEKNIK LABORATORIUM-1.pptx
 
Residu oksitetrasiklin dalam tubuh ikan dan sedimen kolam
Residu oksitetrasiklin dalam tubuh ikan dan sedimen kolamResidu oksitetrasiklin dalam tubuh ikan dan sedimen kolam
Residu oksitetrasiklin dalam tubuh ikan dan sedimen kolam
 
Toksikologi Industri
Toksikologi IndustriToksikologi Industri
Toksikologi Industri
 
Berapa jumlah mol dari 2 gram na oh dengan mr
Berapa jumlah mol dari 2 gram na oh dengan mrBerapa jumlah mol dari 2 gram na oh dengan mr
Berapa jumlah mol dari 2 gram na oh dengan mr
 
Toksikologi
ToksikologiToksikologi
Toksikologi
 
Ringkasan perkuliahan semester 6 toksikologi (bagian 35)
Ringkasan perkuliahan semester 6 toksikologi (bagian 35)Ringkasan perkuliahan semester 6 toksikologi (bagian 35)
Ringkasan perkuliahan semester 6 toksikologi (bagian 35)
 
theresia sorta b1 j008065 ache
theresia sorta  b1 j008065  achetheresia sorta  b1 j008065  ache
theresia sorta b1 j008065 ache
 
Laporan Magang Kantor kesehatan pelabuhan kelas 1 surabya
Laporan Magang Kantor kesehatan pelabuhan kelas 1 surabyaLaporan Magang Kantor kesehatan pelabuhan kelas 1 surabya
Laporan Magang Kantor kesehatan pelabuhan kelas 1 surabya
 
Ppt.pengukuran paparan new
Ppt.pengukuran paparan new Ppt.pengukuran paparan new
Ppt.pengukuran paparan new
 
kuliah-toksikologi.ppt
kuliah-toksikologi.pptkuliah-toksikologi.ppt
kuliah-toksikologi.ppt
 
Bahan Ajar Metpen.pptx
Bahan Ajar Metpen.pptxBahan Ajar Metpen.pptx
Bahan Ajar Metpen.pptx
 
PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...
PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...
PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...
 

Kürzlich hochgeladen

PPT Manajemen Konstruksi Unsur Unsur Proyek 1.pptx
PPT Manajemen Konstruksi Unsur Unsur Proyek 1.pptxPPT Manajemen Konstruksi Unsur Unsur Proyek 1.pptx
PPT Manajemen Konstruksi Unsur Unsur Proyek 1.pptxHamidNurMukhlis
 
Teknik Tenaga Listrik, Sejarah dan Komponen
Teknik Tenaga Listrik, Sejarah dan KomponenTeknik Tenaga Listrik, Sejarah dan Komponen
Teknik Tenaga Listrik, Sejarah dan KomponenRatihPuspitaSiwi
 
Sesi_02_Rangkaian_Hubungan_Seri_Paralel.pptx
Sesi_02_Rangkaian_Hubungan_Seri_Paralel.pptxSesi_02_Rangkaian_Hubungan_Seri_Paralel.pptx
Sesi_02_Rangkaian_Hubungan_Seri_Paralel.pptx185TsabitSujud
 
MATERI PRESENTASI KEPALA TEKNIK TAMBANG KEPMEN 555
MATERI PRESENTASI KEPALA TEKNIK TAMBANG KEPMEN 555MATERI PRESENTASI KEPALA TEKNIK TAMBANG KEPMEN 555
MATERI PRESENTASI KEPALA TEKNIK TAMBANG KEPMEN 555zannialzur
 
QCC MANAJEMEN TOOL MAINTENANCE (MAINTENANCE TEAM).pptx
QCC MANAJEMEN TOOL MAINTENANCE (MAINTENANCE TEAM).pptxQCC MANAJEMEN TOOL MAINTENANCE (MAINTENANCE TEAM).pptx
QCC MANAJEMEN TOOL MAINTENANCE (MAINTENANCE TEAM).pptxdjam11
 
MEKANIKA TEKNIK TEKNIK PERTAMBANGAN FAK. TEKNIK
MEKANIKA TEKNIK TEKNIK PERTAMBANGAN FAK. TEKNIKMEKANIKA TEKNIK TEKNIK PERTAMBANGAN FAK. TEKNIK
MEKANIKA TEKNIK TEKNIK PERTAMBANGAN FAK. TEKNIKFerdinandus9
 
Klasifikasi jenis pompa berdasarkan cara kerjanya
Klasifikasi jenis pompa berdasarkan cara kerjanyaKlasifikasi jenis pompa berdasarkan cara kerjanya
Klasifikasi jenis pompa berdasarkan cara kerjanyafaizalabdillah10
 
Normalisasi Database dan pengertian database
Normalisasi Database dan pengertian databaseNormalisasi Database dan pengertian database
Normalisasi Database dan pengertian databasethinkplusx1
 
TUGAS KULIAH PPT PRESENTASI STRUKTUR BETON 1
TUGAS KULIAH PPT PRESENTASI STRUKTUR BETON 1TUGAS KULIAH PPT PRESENTASI STRUKTUR BETON 1
TUGAS KULIAH PPT PRESENTASI STRUKTUR BETON 1RifkiIntipeNerakajah
 
Teori Pembakaran bahan kimia organik .ppt
Teori Pembakaran bahan kimia organik .pptTeori Pembakaran bahan kimia organik .ppt
Teori Pembakaran bahan kimia organik .pptEndarto Yudo
 
PPT PENILAIAN PERKERASAN JALAN Metode PCI.pptx
PPT PENILAIAN PERKERASAN JALAN Metode PCI.pptxPPT PENILAIAN PERKERASAN JALAN Metode PCI.pptx
PPT PENILAIAN PERKERASAN JALAN Metode PCI.pptxYehezkielAkwila3
 
struktur statis tak tentu dengan persamaan-tiga-momen-apdf.pptx
struktur statis tak tentu dengan persamaan-tiga-momen-apdf.pptxstruktur statis tak tentu dengan persamaan-tiga-momen-apdf.pptx
struktur statis tak tentu dengan persamaan-tiga-momen-apdf.pptxAgusTriyono78
 
Analisis Struktur Statis Tak Tentu dengan Force Method.pdf
Analisis Struktur Statis Tak Tentu dengan Force Method.pdfAnalisis Struktur Statis Tak Tentu dengan Force Method.pdf
Analisis Struktur Statis Tak Tentu dengan Force Method.pdfAgusTriyono78
 
Minggu 5 Pepistimlogy berbasis wawasan politik_Ekonomi.pptx
Minggu 5 Pepistimlogy berbasis wawasan politik_Ekonomi.pptxMinggu 5 Pepistimlogy berbasis wawasan politik_Ekonomi.pptx
Minggu 5 Pepistimlogy berbasis wawasan politik_Ekonomi.pptxRahmiAulia20
 
PPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptx
PPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptxPPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptx
PPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptxdpcaskonasoki
 
Thermodynamics analysis of energy, entropy and exergy
Thermodynamics analysis of energy, entropy and exergyThermodynamics analysis of energy, entropy and exergy
Thermodynamics analysis of energy, entropy and exergyEndarto Yudo
 

Kürzlich hochgeladen (16)

PPT Manajemen Konstruksi Unsur Unsur Proyek 1.pptx
PPT Manajemen Konstruksi Unsur Unsur Proyek 1.pptxPPT Manajemen Konstruksi Unsur Unsur Proyek 1.pptx
PPT Manajemen Konstruksi Unsur Unsur Proyek 1.pptx
 
Teknik Tenaga Listrik, Sejarah dan Komponen
Teknik Tenaga Listrik, Sejarah dan KomponenTeknik Tenaga Listrik, Sejarah dan Komponen
Teknik Tenaga Listrik, Sejarah dan Komponen
 
Sesi_02_Rangkaian_Hubungan_Seri_Paralel.pptx
Sesi_02_Rangkaian_Hubungan_Seri_Paralel.pptxSesi_02_Rangkaian_Hubungan_Seri_Paralel.pptx
Sesi_02_Rangkaian_Hubungan_Seri_Paralel.pptx
 
MATERI PRESENTASI KEPALA TEKNIK TAMBANG KEPMEN 555
MATERI PRESENTASI KEPALA TEKNIK TAMBANG KEPMEN 555MATERI PRESENTASI KEPALA TEKNIK TAMBANG KEPMEN 555
MATERI PRESENTASI KEPALA TEKNIK TAMBANG KEPMEN 555
 
QCC MANAJEMEN TOOL MAINTENANCE (MAINTENANCE TEAM).pptx
QCC MANAJEMEN TOOL MAINTENANCE (MAINTENANCE TEAM).pptxQCC MANAJEMEN TOOL MAINTENANCE (MAINTENANCE TEAM).pptx
QCC MANAJEMEN TOOL MAINTENANCE (MAINTENANCE TEAM).pptx
 
MEKANIKA TEKNIK TEKNIK PERTAMBANGAN FAK. TEKNIK
MEKANIKA TEKNIK TEKNIK PERTAMBANGAN FAK. TEKNIKMEKANIKA TEKNIK TEKNIK PERTAMBANGAN FAK. TEKNIK
MEKANIKA TEKNIK TEKNIK PERTAMBANGAN FAK. TEKNIK
 
Klasifikasi jenis pompa berdasarkan cara kerjanya
Klasifikasi jenis pompa berdasarkan cara kerjanyaKlasifikasi jenis pompa berdasarkan cara kerjanya
Klasifikasi jenis pompa berdasarkan cara kerjanya
 
Normalisasi Database dan pengertian database
Normalisasi Database dan pengertian databaseNormalisasi Database dan pengertian database
Normalisasi Database dan pengertian database
 
TUGAS KULIAH PPT PRESENTASI STRUKTUR BETON 1
TUGAS KULIAH PPT PRESENTASI STRUKTUR BETON 1TUGAS KULIAH PPT PRESENTASI STRUKTUR BETON 1
TUGAS KULIAH PPT PRESENTASI STRUKTUR BETON 1
 
Teori Pembakaran bahan kimia organik .ppt
Teori Pembakaran bahan kimia organik .pptTeori Pembakaran bahan kimia organik .ppt
Teori Pembakaran bahan kimia organik .ppt
 
PPT PENILAIAN PERKERASAN JALAN Metode PCI.pptx
PPT PENILAIAN PERKERASAN JALAN Metode PCI.pptxPPT PENILAIAN PERKERASAN JALAN Metode PCI.pptx
PPT PENILAIAN PERKERASAN JALAN Metode PCI.pptx
 
struktur statis tak tentu dengan persamaan-tiga-momen-apdf.pptx
struktur statis tak tentu dengan persamaan-tiga-momen-apdf.pptxstruktur statis tak tentu dengan persamaan-tiga-momen-apdf.pptx
struktur statis tak tentu dengan persamaan-tiga-momen-apdf.pptx
 
Analisis Struktur Statis Tak Tentu dengan Force Method.pdf
Analisis Struktur Statis Tak Tentu dengan Force Method.pdfAnalisis Struktur Statis Tak Tentu dengan Force Method.pdf
Analisis Struktur Statis Tak Tentu dengan Force Method.pdf
 
Minggu 5 Pepistimlogy berbasis wawasan politik_Ekonomi.pptx
Minggu 5 Pepistimlogy berbasis wawasan politik_Ekonomi.pptxMinggu 5 Pepistimlogy berbasis wawasan politik_Ekonomi.pptx
Minggu 5 Pepistimlogy berbasis wawasan politik_Ekonomi.pptx
 
PPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptx
PPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptxPPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptx
PPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptx
 
Thermodynamics analysis of energy, entropy and exergy
Thermodynamics analysis of energy, entropy and exergyThermodynamics analysis of energy, entropy and exergy
Thermodynamics analysis of energy, entropy and exergy
 

Uji Toksisitas Akuatik

  • 1. Universitas Gadjah Mada III. UJI TOKSISITAS AKUATIK A. Uji Toksisitas Toksisitas adalah kemampuan suatu bahan atau senyawa kimia untuk menimbulkan kerusakan pada saat mengenai bagian dalam atau permukaan tubuh yang peka. Uji toksisitas digunakan untuk mempelajari pengaruh suatu bahan kimia toksik atau bahan pencemar terhadap organisme tertentu. Dalam toksikologi dan uji tokisitas sering digunakan istilah-istilah berikut: 1. Akut : tanggapan berat dan cepat terhadap rangsang, biasanya dalam waktu 4 hari untuk ikan dan biota akuatik lainnya. 2. Subakut : tanggapan terhadap rangsang yang tidak se- berat tanggapan akut, timbul dalam waktu lebih lama dan dapat menjadi akut. 3. Kronik : tanggapan terhadap rangsang yang berlang- sung dalam waktu lama, paling tidak mencapai > 0,1 masa hidup. 4. Letal : rangsang pada konsentrasi yang dapat me- nyebabkan kematian secara langsung. 5. Subletal : rangsang pada konsentrasi di bawah kon- sentrasi yang dapat menyebabkan kematian secara langsung. 6. Bioassay Aquatic : uji toksisitas dengan menggunakan biota air guns mengetahui pengaruh bahan toksik atau faktor-faktor lingkungan. 7. Uji Toksisitas Dinamik : uji toksisitas pada organisme uji yang diper- (Flow-through Toxicity Test) lakukan dengan serangkaian konsentrasi bahan toksik yang toksikan dan air ujinya selalu diganti. Biasanya organisme uji diperlakukan dalam air uji yang mengalir selama > 4 hari. 8. Uji Toksisitas Statik : uji toksisitas pada organisme uji yang diper- (Static Toxicity Test) lakukan dengan serangkaian konsentrasi bahan toksik tanpa penggantian air uji. 9. Dosis Letal-50 : dosis bahan toksik yang dapat menyebabkan (Lethal Dose-50 atau LD50) kematian 50% populasi organisme uji dalam periode waktu tertentu.
  • 2. Universitas Gadjah Mada 10 Konsentrasi Letal-50 : konsentrasi atau kadar bahan toksik yang (Lethal Concentration-50 dapat menyebabkan kematian 50% populasi atau LC50)organisme uji dalam periode waktu tertentu. 11 Dosis Efektif-50 : dosis bahan toksik yang menyebabkan peru- (Effective Dose-50 bahan tingkah laku dan tanggapan fisiologik atau ED50) tertentu pada 50% populasi organisme uji dalam periode waktu tertentu. 12 Konsentrasi Efektif-50 : konsentrasi bahan toksik yang menyebabkan (Effective Concentration-50 efek tertentu pada 50% populasi organisme atau EC50) uji dalam periode waktu tertentu. 13 Konsentrasi Aman : konsentrasi maksimum bahan toksik yang (Safe Concentration tidak membahayakan organisme setelah ber- atau SC) sentuhan dengan bahan tersebut dalam periode waktu lama, setidak-tidaknya satu generasi. 14 Konsentrasi Toksikan Mak- : konsentrasi bahan toksik yang mungkin ter- simal yang Diperbolehkan dapat dalam air tanpa menyebabkan gang- (Maximum Alloable guan berarti bagi organisme air. Toxicant Concentration atau MATC) Penentuan toksisitas akut umumnya digunakan untuk menentukan tingkat konsentrasi bahan toksik yang menimbulkan efek merugikan terhadap persentase spesifik organisme uji dalam periode waktu yang pendek. Penentuan toksisitas akut yang paling umum yaitu penentuan mortalitas atau letalitas akut. Pada umumnya toksisitas diekspresikan sebagai [C50 atau LD50 yaitu konsentrasi atau dosis yang dalam kondisi spesifik menyebabkan mortalitas separoh populasi organisme dalam jangka waktu tertentu. Secara eksperimental efek 50% populasi merupakan ukuran toksisitas yang paling reproduksibel suatu bahan toksik terhadap suatu kelompok organisme uji. Waktu 96 jam merupakan lama (durasi) persentuhan yang mullah dan umum digunakan, oleh karena itu pengukuran toksisitas akut yang paling banyak dilakukan yaitu penentuan LC50-96 jam.
  • 3. Universitas Gadjah Mada B. Bahan, Alat dan Organisme Uji Peaksanaan uji toksisitas yang banyak digunakan yaitu uji toksisitas statik. Dalam uji toksisitas statik, organisme uji dan larutan uji ditempatkan dalam bejana-bejana uji selama durasi waktu pengujian. 1. Bahan dan alat Bahan yang digunakan dalam uji toksisitas dapat berupa berbagai senyawa kimia baik organik maupun anorganik, misalnya: air limbah, satu atau lebih senyawa kimia murni, pestida, dan lain-lain. Bahan uji lainnya yang mutlak diperlukan dalam uji toksisitas akuatik yaitu air. Guna memperoleh hasil uji toksisitas yang baik dan akurat, air uji harus memenuhi beberapa persyaratan berikut: a. suhu berkisar antara 25-27°C dengan amplitudo harian kurang dari 5°C b. derajat keasaman (pH) sebaiknya antara 6,0-7,5 atau setidak-tidaknya antara 5,0- 9,0 c. kandungan oksigen (O2) telarut antara 4,0-8,0 ppm atau setidak-tidaknya tidak kurang dari 3 ppm d. kandungan karbon dioksida (CO2) bebas antara 3,0-15,0 ppm atau setidaktidaknya kurang dari 50,0 ppm e. kandungan ammonia, nitrit atau nitrat tidak lebih dari 10,0 ppm f. kandungan HCO3 antara 60,0-70,0 ppm g. volume air sekitar satu liter per 0,8 g berat ikan. Alat yang diperlukan dalam uji toksisitas antara lain bejana uji, aerator, dan berbagai alat pendukung lainnya. Bejana uji yang baik yaitu yang terbuat dari bahan gelas. 2. Organisme Uji Dalam uji toksisitas dapat digunakan berbagai jenis organisme, misalnya anggota kelompok crustacea, mollusca atau pisces (ikan); walaupun demikian, terdapat jenis- jenis organisme uji yang direkomendasikan sejumlah besar referensi digunakan dalam uji toksisitas baku, misalnya: Daphnia magna, Daphnia pulex, Chironomus plumosus, Carrassius auratus, Cyprinus carpio dan
  • 4. Universitas Gadjah Mada Clarias batrachus (Johnson dan Finley 1980). Guna menjaga homogenitas, hewan uji yang digunakan sebaiknya berasal dari satu tempat yang sama. Jika menggunakan ikan sebagai hewan uji, maka sebaiknya ikan yang digunakan mempunyai berat 0,2- 1,5 g (fingerling fish). Guna meningkatkan akurasi hasil, sebaiknya hewan uji yang digunakan umurnya relatif sama. Jika menggunakan ikan, maka umur yang relatif sama tersebut dapat didekati dengan menggunakan ikan yang mempunyai perbandingan ukuran panjang baku ikan yang terkecil dengan ikan yang terbesar tidak lebih dari 1 : 1,5; misalnya jika panjang baku ikan terkecil yang digunakan = 3 cm, maka panjang baku ikan uji terbesar yang boleh digunakan maksimal = 4,5 cm. 3. Tatalaksana uji toksisitas Pelaksanaan uji toksisitas diawali dengan tahap pemeliharaan (holding), kemudian dilanjutkan dengan aklimasi (acclimation), uji pendahuluan (exploratory test) dan uji sesungguhnya (full-scale test). a. Pemeliharaan (holding) 1) Hewan uji dipindahkan dari lingkungan asal (misalnya kolam) ke air pemeliharaan yang ditempatkan dalam laboratorium. 2) Lama pemeliharaan sejak diperoleh dari daerah asal kemudian diangkut ke tempat pemeliharaan lebih kurang 14 hari. 3) Hewan uji diberi pakan satu kali per hari. 4) Hewan uji yang mati atau abnormal segera dibuang (Anonymous 1975). b. Aklimasi (acclimation) 1) Hewan uji diadaptasikan dengan keadaan fisik laboratorium (lingkungan pengujian) dengan cara berangsur-angsur dipindahkan dari 100% air pemeliharaan ke 100% air uji. 2) Aklimasi dianjurkan selama minimal 10 hari. Apabila dalam waktu 48 jam lebih dari 3% populasi hewan uji mati, maka populasi hewan uji dianggap tidak memenuhi syarat untuk pengujian. 3) Dua hari sebelum diperlakukan, hewan uji tidak diberi pakan.
  • 5. Universitas Gadjah Mada c. Uji pendahuluan (exploratory test) 1) Masing-masing bejana uji diisi dengan 10 liter air jika hewan uji yang digunakan sebanyak 10 ekor ikan dengan panjang 4-6 cm atau 1 liter air untuk tiap 0,96 gram berat ikan. 2) Ke dalam tiap-tiap bejana uji yang telah diisi air dimasukkan 10 ekor hewan uji. 3) Ke dalam masing-masing bejana uji dimasukkan bahan pencemar dengan beberapa variasi konsentrasi. 4) Dilakukan pengamatan pola aktivitas hewan uji setiap 24 jam, mulai dari 0 jam sampai dengan 96 jam. 5) Penentuan LC50-96 jam dilakukan dengan pendekatan analisis regresi linier sederhana atau dengan cara mengekstrapolasi titik ordinat 50% (sumbu Y) ke garis regresi linier yang digambar di atas kertas grafik kemudian ditarik garis tegak lurus absis (sumbu X). d. Uji sesungguhnya (full-scale test) 1) Berdasarkan nilai LC50-96 jam uji pendahuluan, dilakukan uji toksisitas dengan cara yang sama tetapi dengan variasi konsentrasi yang lebih sempit di sekitar LC50-96 jam uji pendahuluan dengan mengacu pada skala logaritmik Rand (Rand 1980). 2) Dilakukan pengamatan pola aktivitas hewan uji (meliputi frekuensi pernafasan, pola gerak, dan escape reflex) pada 0 jam, 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 96 jam serta pengukuran kualitas air uji pada 0 jam, 48 jam dan 96 jam. 3) Penentuan LC50-96 jam dilakukan dengan pendekatan analisis regresi linier sederhana atau dengan cara menginterpolasi titik ordinat 50% (sumbu Y) ke garis regresi linier yang digambar di atas kertas grafik (milimeter blok) kemudian ditarik garis tegak lurus absis (sumbu X). Dalam uji toksisitas sebaiknya dilakukan aerasi pada setiap bejana uji, walaupun sebagai pembanding dapat juga dilakukan pengujian tanpa pemberian aerasi. Pemberian aerasi bertujuan agar diperoleh hasil yang lebih akurat karena efek yang terjadi betul-betul disebabkan oleh bahan uji (senyawa kimia, air limbah, dan lain-lain), bukan karena kekurangan oksiaen selama masa pengujian.
  • 6. Universitas Gadjah Mada Berikut ini merupakan variasi konsentrasi progresif bahan pencemar pada skala logaritmik yang banyak digunakan sebagai acuan dalam uji toksisitas: Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3 Kolom 4 Kolom 5 10,0 8,7 7,5 6,5 5,6 4,2 3,7 3,2 2,8 2,4 2,1 1,8 1,55 1,35 1,15 1,0 (Sumber: Rand, 1980) Catatan: angka-angka dalam kolom-kolom tabel di atas dapat dikalikan atau dibagi dengan angka basis 10, misalnya 10-3 , 10-2 , 10-1 , 102 , 103 , dan seterusnya. Umumnya penggunaan konsentrasi pada kolom-kolom 2, 3 dan 4 sudah memadai untuk suatu pengujian pestisida. Guna memperoleh data yang lebih akurat dapat digunakan angka-angka pada kolom 5. C. Tolokukur subletal Dalam uji toksisitas disamping tolokukur kematian atau letalitas, jugs sering digunakan tolokukur subletal. Menurut Mitrovic (1972) beberapa tolokukur subletal tersebut antara lain: 1. perubahan sifat biologik penting seperti laju pertumbuhan, cars makan, pematangan (maturation) sel kelamin, kemampuan fertilisasi, perkembangan telur, kelulus hidupan (survival rate) anak ikan, dan lain-lain.
  • 7. Universitas Gadjah Mada 2. gangguan fungsi (patofisiologik), dapat diamati dengan pengukuran hematologik dan derajat metabolik, mempelajari aktivitas imunobiologik dan enzimatik atau pengamatan tingkah laku. 3. perubahan patomorfologik, meliputi perubahan morfologik eksternal hingga kerusakan histologik dan sitologik. Menurut Tandjung (1982) perubahan patomorfologik berupa perubahan morfologik hingga kerusakan histologik branchia ikan dapat dihubungkan dengan tingkat pencemaran air tempat ikan tersebut hidup dan/atau ditemukan. Metoda Tandjung yang berupa pengamatan terhadap perubahan atau kerusakan struktur mikroanatomi branchia dapat digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran air. Kerusakan Branchia Patomorfologik Branchia Tingkat 1 : terjadi edema pada lamellae secundariae branchiales (menunjukkan telah terjadi pengotoran air tetapi belum merupakan pencemaran) Tingkat 2 : terjadi hyperplasia pada pangkal lamellae secundariae branchiales (menunjukkan gejala terjadi pencemaran)Tingkat 3 : terjadi penyatuan dua lamellae secundariae branchiales (menunjukkan telah terjadi pencemaran ringan)Tingkat 4 : terjadi hyperplasia pada hampir seluruh lamellae se- cundariae branchiales (menunjukkan telah terjadi pen- cemaran sedang) Tingkat 5 : terjadi kerusakan dan hilangnya struktur lamellae se- cundariae branchiales serta hilangnya bentuk filamentum branchiale (menunjukkan telah terjadi pencemaran berat). Pada banyak uji toksisitas dan kajian tentang pencemaran air sering ditemukan terjadinya perubahan sitologik berupa terjadinya degenerasi (perubahan struktur) dan kematian sel. Fase-fase degenerasi dan kematian sel yang sering terlihat pada organ atau jaringan tubuh organisme yang telah terpapar
  • 8. Universitas Gadjah Mada bahan kimia toksik atau bahan pencemar lainnya meliputi perubahan-perubahan berikut (Price dan Wilson 1984): 1. Pembengkakan sel. Pada fase pembengkakan sel, sitoplasma sel yang mengalami pembengkakan (cloudy swelling) terlihat granuler. Hal ini disebabkan sewaktu air tertimbun dalam sitoplasma, organella sitoplasmatik juga menyerap air sehingga dapat terjadi pembengkakan mitokondria, pembesaran retikulum endoplasma dan lain-lain. Jika terjadi masukan air yang besar, sebagian organella seperti retikulum endoplasma dapat berubah menjadi kantong-kantong berisi air sehingga sitoplasma terlihat bervakuola. Perubahan semacam itu disebut perubahan hidropik atau perubahan vakuoler. 2. Degenerasi lemak (fatty degeneration). Fase kedua degenerasi sel ini merupakan akibat lebih lanjut dari pembengkakan sel dan sering disebut sebagai infiltrasi lemak. Akibat adanya penimbunan intraseluler, sitoplasma tampak bervakuola dengan mekanisme sangat mirip dengan yang terjadi pada perubahan hidropik tetapi vakuola tersebut berisi lemak. 3. Kematian sel (necrosis). Setelah terjadi pembengkakan sel dan degenerasi lemak, fase berikutnya yaitu kematian sel atau nekrosis. Walaupun perubahan yang terjadi dalam jaringan nekrotik dapat melibatkan sitoplasma tetapi yang paling jelas terlihat mengalami perubahan yaitu inti sel (nukleus). a. Piknosis ditandai dengan nukleus mengkerut, batas nukleus tidak beraturan sehingga bentuk nukleus juga menjadi tidak beraturan dan terjadi kondensasi butir-butir kromatin menjadi satu globulus; b. Karyorrhexis : ditandai dengan nukleus pecah dan butir-butir kromatin hancur menjadi pecahan-pecahan yang tersebar dalam sel; c. Karyolysis : ditandai dengan butir-butir kromatin yang larut dan ber- difusi melalui membran nukleus,
  • 9. Universitas Gadjah Mada 4. Pengapuran (calcification), hanya dapat terjadi pada jaringan yang mampu mengikat garam dapur (NaCI) atau kalsium (Ca) seperti matriks cartilaginous pada ujung tulang yang sedang tumbuh dan jaringan osteoid yang baru dibentuk oleh osteoblast. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengendapan kalsium yaitu keadaan patologik jaringan serta kadar garam kalsium dalam darah. Gambar berikut menunjukkan kronologi kematian sel atau necrosis yang dapat terlihat dengan jelas pada terjadinya perubahan pada inti sel (nukleus):