SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 14
Downloaden Sie, um offline zu lesen
Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
94 - Volume 1, Nomor 1, Juni, 2012
MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA
BERBASIS PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Sri Wulandari Danoebroto
PPPPTK Matematika Yogyakarta
Abstrak
Indonesia sebagai negara yang multikultur menghadapi persoalan internal berupa melemahnya
semangat kebangsaan dan memudarnya nilai-nilai budaya daerah sehingga memicu konflik SARA,
ketidakadilan hingga krisis jati diri. Pluralitas bangsa Indonesia disatu sisi memang merupakan
kekuatan, namun disisi lain menjadi rentan konflik bila tidak ada kesepahaman, toleransi dan saling
pengertian dalam menyikapi perbedaan. Pendidikan multikultural dipandang sangat strategis dalam
upaya membangun kesadaran tersebut. Tahap awal yang perlu segera dilakukan adalah penyadaran
melalui sosialisasi yang dapat dimulai pada level sekolah, untuk bisa saling mengenal dan memahami
keanekaragaman budaya, sehingga menumbuhkan sikap saling menghargai identitas etnik yang sama
maupun berbeda. Implementasi pendidikan multikultural di level sekolah tidak dilakukan secara terpisah
melainkan terintegrasi dalam mata pelajaran, termasuk matematika. Model pembelajaran matematika
berbasis pendidikan multikultural dikembangkan dari lima dimensi pendidikan multikultural James
Banks yaitu integrasi budaya dalam konten matematika, konstruksi pengetahuan matematika melalui
konteks dan pemahaman budaya, kesetaraan pedagogik, mengurangi prejudice dan memberdayakan
kultur sekolah yang kondusif. Pembelajaran matematika berbasis pendidikan multikultural bertujuan
untuk mengoptimalkan prestasi belajar matematika sekaligus menumbuhkan kesadaran, kesepahaman,
toleransi, saling pengertian dan semangat kebangsaan individu siswa sebagai bagian dari masyarakat
yang multikultur.
Kata kunci: pembelajaran matematika, ethnomathematics, pendidikan multikultural
A MODEL OF MATEMATICS TEACHING
BASED ON MULTICULTURAL EDUCATION
Abstract
Indonesia as multicultural country facing internal issues such as weakening the spirit of
nationality and waning of cultural values so as to lead to conflict SARA (ethnic, religion, race, group),
inequity, and crisis identity. Plurality of Indonesia is powerful but in the other hand become vulnerable to
conflict when there is no understanding, tolerance and mutual understanding in facing differences.
Multicultural education is considered very strategic to build awareness. The early stages that need to be
immediately carried out public awareness through socialization that is can be started at the school level,
to get to know each other and to understand cultural diversity, thus fostering mutual respect ethnic
identities in the same or different. Implementation of multicultural education at the school level are not
done separately but integrated in the subjects, including mathematics. The model of mathematics
teaching based on the five dimensions of multicultural education identified by James Banks, including
culture integration into mathematics content, knowledge construction of mathematics through context
and cultural understanding, equitable pedagogy, prejudice reduction and empowering school culture.
Learning mathematics-based multicultural education aims to optimize the achievement of mathematics
teaching and fosters awareness, understanding, tolerance, mutual understanding and a spirit of
nationality of individual students as part of a multicultural community.
Keywords: mathematics learning, ethnomathematics, multicultural education
Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan - 95
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan
keanekaragaman etnis budaya dan agama.
Penduduk Indonesia terdiri atas penduduk asli,
keturunan Tionghoa, Arab, dan India, serta
golongan orang Indo atau Eurasia yaitu
percampuran Indonesia dan Eropa. Penduduk
asli Indonesia sendiri terdiri atas lebih dari 300
suku bangsa dengan keunikan identitas budaya
serta bahasanya. Ada lima agama besar yaitu
Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha serta
berbagai keyakinan religius etnis tertentu yang
dianut masyarakat Indonesia. Bila dilihat dari
kondisi geografis Indonesia sebagai negara
kepulauan, penduduknya tersebar di
pegunungan, wilayah pesisir atau di daratan
dengan karakteristik lingkungan yang beragam.
Selain itu, pluralitas di Indonesia juga tercipta
oleh adanya strata sosial dan ekonomi akibat
pertumbuhan ekonomi negara yang belum
merata. Hal ini menunjukkan betapa Indonesia
adalah negara dengan penduduk yang sangat
multikultur.
Dinamika pluralitas di Indonesia tidak
hanya terjadi antar penduduk di dalam negeri
tetapi juga terjadi antar penduduk Indonesia
dengan dunia luar. Indonesia sebagai bagian dari
masyarakat dunia tidak mungkin menutup diri
terhadap perubahan dan perkembangan yang
terjadi. Hal ini tentu berdampak besar bagi
eksistensi bangsa Indonesia. Salah satu dampak
positifnya adalah terbuka lebar kesempatan
untuk mengakses berbagai informasi termasuk
penemuan-penemuan terbaru di bidang ilmu
pengetahuan. Namun, bangsa Indonesia juga
merasakan dampak negatifnya dengan mulai
terkikisnya nilai-nilai budaya daerah dan
semangat kebangsaan. Hal ini disebabkan oleh
terjadinya benturan nilai-nilai kultur yang dianut
masyarakat Indonesia dengan nilai-nilai kultur
dari luar. Dalam keadaan demikian, seolah-olah
bangsa Indonesia menjadi kehilangan jati
dirinya.
Diagram berikut menggambarkan
interaksi dinamis antar unsur-unsur kultural
yang berpengaruh terhadap individu.
Gambar 1. Interaksi Unsur-Unsur Kultural
Dalam diri individu terdapat unsur etnis
atau kesukuan, agama, tingkat sosial ekonomi
dan lingkungan tempat tinggal atau letak
geografis. Semua unsur ini akan mempengaruhi
dan membentuk karakter individu yang akan
ditampilkannya dalam sikap, tindakan, perilaku,
rasa dan pemikiran. Sebagai bagian dari
masyarakat multikultur, performa tersebut dapat
berimplikasi positif bila bersifat konstruktif atau
berimplikasi negatif bila bersifat destruktif.
Interaksi individu dengan individu lainnya dapat
menimbulkan saling pengaruh dan percampuran
budaya atau sebaliknya saling menolak sehingga
menimbulkan konflik. Pengaruh globalisasi
yang membawa serta nilai-nilai kultur asing
menjadikan semakin kuatnya tarik menarik antar
unsur-unsur ini sehingga seolah terjadi
Arus globalisasi
Etnis/Suku
Agama
Letak geografis
Sosial Ekonomi
Individu
Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
96 - Volume 1, Nomor 1, Juni, 2012
kontradiksi antara mengikuti perkembangan
jaman dengan menjaga identitas diri. Bila
individu tercerabut dari akar budaya dan
agamanya maka ia mulai kehilangan jati dirinya.
Dengan demikian, pluralitas bukan sesuatu yang
statis tetapi bersifat dinamis.
Dinamika pluralitas ini dapat menjadi
kekuatan bila didasari oleh kesatuan dan
persatuan atau semangat kebangsaan. Menilik
dari pengalaman sejarah, Indonesia memiliki
semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti
berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Pemuda
Indonesia dari berbagai suku bangsa
menegaskan kesatuan dan persatuan melalui
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
Semua ini merupakan pengalaman historis yang
menunjukkan adanya kesadaran dan penerimaan
multikultur di Indonesia sekaligus kesadaran
akan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia.
Namun, makna Bhinneka Tunggal Ika ataupun
Sumpah Pemuda kini seakan mulai memudar
dalam diri bangsa Indonesia. Konflik antar suku,
antar agama bahkan pertikaian antar warga yang
dipicu oleh hal-hal yang sepele adalah buktinya.
Yang lebih memprihatinkan lagi adalah tawuran
antar pelajar, antar mahasiswa, baik dengan
sesamanya maupun dengan pihak lain, yang
sering juga disebabkan oleh kesalahpahaman
semata. Padahal pelajar dan mahasiswa adalah
gambaran masyarakat terdidik. Apa yang salah
dengan pendidikan di Indonesia?
Kemajemukan masyarakat Indonesia
dapat dipandang sebagai potensi, namun disisi
lain juga rentan menimbulkan konflik.
Keanekaragaman yang tidak diikuti dengan
kesepahaman, toleransi dan saling pengertian
dapat memantikkan api-api konflik yang
berdampak pada ketidakadilan. Sementara itu,
adalah suatu hal yang mustahil jika
keanekaragaman tersebut ditiadakan dengan
memaksakan kesamaan atau monokultur.
Menurut Koentjaraningrat (2002:46), konsep-
konsep multikulturalisme normatif mengatur
polarisasi kedua kutub yang kelihatannya
kontradiktif, yaitu kesatuan Indonesia di satu
pihak dan perbedaan etnis di lain pihak. Hal ini
berarti ada dinamika dalam mengembangkan
budaya, tradisi, dan bahasa dari masing-masing
kelompok etnis sebagai bagian yang integral
dari bangsa Indonesia.
Upaya strategis dalam menumbuhkan
kesepahaman, toleransi dan saling pengertian
adalah melalui pendidikan. Pendidikan yang
berpihak pada keanekaragaman dan
mengakomodasi perbedaan untuk mencapai
tujuan yang sama, yaitu menjadi terdidik, adalah
pendidikan multikultural. Pendidikan
multikultural merupakan usaha membangun
kesadaran diri sebagai individu yang berpotensi
dalam memberikan kontribusi positif bagi
pembangunan masyarakat. Untuk itu sebagai
bagian dari masyarakat yang multikultur, setiap
individu perlu menyadari akan identitas dirinya
dan menghargai kultur lain yang berbeda
dengannya.
Tahap awal yang perlu segera dilakukan
adalah penyadaran melalui sosialisasi yang
dapat dimulai pada level sekolah, untuk bisa
saling mengenal dan memahami
keanekaragaman budaya, sehingga
menumbuhkan sikap saling menghargai identitas
etnik yang sama maupun berbeda. Memang
tidak semua permasalahan SARA (Suku,
Agama, Ras, dan Antar Golongan) dapat
terselesaikan melalui pendidikan multikultural
di level sekolah terlebih lagi dalam batasan
Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan - 97
ruang kelas. Akan tetapi, upaya penyadaran itu
harus segera dilakukan melalui tindakan nyata.
Ruang kelas dipandang cukup efektif sebagai
tempat memulainya. Sekolah atau kelas
merupakan miniatur masyarakat dimana peserta
didik belajar mengembangkan keterampilan
sosial dan mengasah pemikiran yang kritis.
Pendidikan multikultural tidak perlu
dilakukan secara terpisah atau berdiri sendiri
sebagai satu mata pelajaran, melainkan
terintegrasi dalam mata pelajaran lain. Beberapa
mata pelajaran seperti Pendidikan
Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial,
Agama, Seni Budaya dan Keterampilan maupun
mata pelajaran lain yang sejenis dipandang
potensial untuk membawa muatan pendidikan
multikultural. Lantas bagaimana dengan mata
pelajaran matematika?
Dalam pembelajaran matematika itu
sendiri juga ditemui masalah ketidakadilan yang
disebabkan oleh perbedaan kultur atau akibat
dominasi kultur tertentu. Dalam konteks
Indonesia, dominasi kultur tidak selalu terjadi
oleh golongan mayoritas namun bisa saja oleh
golongan minoritas yang memiliki superioritas
dalam suatu hal.
Adanya anggapan bahwa siswa dari kelas
sosial ekonomi bawah tidak mungkin cerdas
sehingga mereka akan sulit mempelajari
matematika akan mempengaruhi sikap guru
menjadi cenderung tidak adil terhadap siswa
tersebut. Dalam hal ini terjadi dominasi
kelompok sosial ekonomi tingkat atas dalam
pencapaian prestasi matematika. Faktanya, di
Indonesia jumlah penduduk miskin justru lebih
banyak dibandingkan dengan penduduk kaya.
Adanya anggapan bahwa siswa dari suku
atau etnis tertentu, misalnya Cina, memiliki
superioritas dalam penguasaan matematika juga
berakibat pada ketidakadilan dalam
memperlakukan siswa Cina dengan non Cina.
Dengan adanya anggapan ini maka siswa non
Cina akan merasa dirinya inferior sehingga sulit
mencapai prestasi di bidang matematika yang
optimal. Faktanya, jumlah penduduk Indonesia
non Cina adalah mayoritas dibandingkan dengan
penduduk Indonesia dari etnis Cina. Diketahui
bahwa suku Jawa adalah kelompok suku
terbesar di Indonesia dengan jumlah mencapai
41% dari total populasi.
Temuan American Association of
University Women (Noel, 2000:192) bahwa
siswa laki-laki dianggap lebih pandai
matematika daripada siswa perempuan juga
menimbulkan ketidakadilan ketika siswa laki-
laki cenderung mendapatkan dukungan untuk
melanjutkan studi di bidang sains teknologi
sementara siswa perempuan tidak. Bahkan
ketidakadilan itu juga dapat muncul melalui
anggapan diantara siswa sendiri bahwa mereka
yang pandai matematika biasanya berperilaku
aneh dan sulit bergaul, sehingga dijauhi.
Beberapa soal matematika berbentuk soal
cerita terkadang mengandung muatan rasisme,
misalnya nama orang Jawa lebih sering
digunakan daripada nama orang Bali, atau nama
orang Jawa yang modern digambarkan sebagai
pemilik toko, sementara nama Jawa yang tidak
modern digambarkan sebagai petani.
Penggambaran tersebut dapat berdampak negatif
pada pembentukan konsep diri siswa, khususnya
bagi siswa dari kelompok inferior.
Berbagai permasalahan tersebut
selanjutnya dapat berdampak pada rendahnya
prestasi matematika siswa pada kelompok
inferior yaitu siswa dari tingkat sosial ekonomi
Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
98 - Volume 1, Nomor 1, Juni, 2012
bawah, siswa dari kelompok etnis tertentu, atau
siswa perempuan. Penelitian Tate dkk (1997:
46) menunjukkan bahwa pengabaian terhadap
keanekaragaman budaya siswa memiliki
kontribusi terhadap rendahnya prestasi
matematika di kalangan kelompok minoritas.
Ketika siswa datang ke sekolah, mereka telah
membawa nilai-nilai kultur yang tertanam
melalui sosialisasi dalam keluarganya. Apabila
guru tidak peka dengan keanekaragaman kultur
siswa di kelasnya dan ketika antar siswa kurang
peka dengan perbedaan yang ada, maka kondisi
ini akan mempersulit siswa dari kelompok
minoritas atau kelompok inferior untuk belajar
secara optimal.
Matematika merupakan salah satu
keterampilan yang dipandang penting untuk
dikuasai siswa, sehingga salah satu tujuan
pendidikan multikultural adalah membantu
mereka agar menguasai keterampilan
matematika (Banks, 2002:4). Matematika juga
berkontribusi dalam membangun pemikiran
yang logis dan kritis. Sebagai ilmu pengetahuan
yang mengkaji objek abstrak, seolah-olah
matematika termasuk disiplin ilmu yang sedikit
berkorelasi dengan budaya. Hal ini
menimbulkan anggapan bahwa melakukan
integrasi etnik dan konten budaya kedalam mata
pelajaran matematika adalah hal yang sulit.
Padahal matematika merupakan ilmu
pengetahuan yang perkembangannya juga
dipengaruhi oleh konteks sosial budaya. Oleh
karena itu, sangat mungkin membelajarkan
matematika dengan mengintegrasikan nilai-nilai
pendidikan multikultural.
Pendidikan multikultural bertujuan untuk
mengembangkan identitas etnis siswa agar
mereka mengetahui, memahami, menghargai
dan menjaga nilai-nilai budaya sesuai etnisnya,
sehingga siswa merasa memiliki dan bangga
dengan identitas dirinya sebagai etnis tertentu.
Selanjutnya, melalui pendidikan multikultural
diharapkan siswa dapat mengembangkan
hubungan interpersonalnya melalui sikap
menghargai, tidak ada kecurigaan atau
prasangka terhadap kelompok etnis diluar
dirinya sehingga terbangun kesepahaman,
toleransi dan saling pengertian. Dengan
demikian, melalui pendidikan multikultur
diharapkan semua siswa dengan berbagai
latarbelakang yang berbeda berkesempatan sama
untuk mengembangkan potensi dirinya secara
optimal.
Persoalan rendahnya prestasi matematika
yang disebabkan oleh pengabaikan multikultur
siswa dapat diatasi melalui pembelajaran
matematika berbasis pendidikan multikultural.
Sejalan dengan itu, upaya menumbuhkan
kesadaran, kesepahaman, toleransi, saling
pengertian dan semangat kebangsaan dapat
dikembangkan melalui pendidikan multikultural
yang terintegrasi dalam pembelajaran
matematika. Oleh karena itu, penting untuk
mengembangkan model pembelajaran
matematika yang berbasis pendidikan
multikultural. Melalui model pembelajaran ini
diharapkan dapat berkembang aspek sosial dan
kognitif siswa sekaligus. Stimulasi dapat
diberikan melalui integrasi budaya dalam konten
matematika sebagai titik awal bagi siswa untuk
memunculkan pemikiran yang kritis.
PEMBAHASAN
Konsep Pendidikan Multikultural
Menurut Banks (2002: 1-4), pendidikan
multikultural merupakan reformasi pendidikan
Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan - 99
yang bertujuan untuk: 1) membantu setiap
individu mencapai pemahaman diri yang lebih
baik melalui perspektif kultur lainnya, 2)
melayani siswa dengan keanekaragaman kultur
dan etnik, 3) melayani semua siswa dengan
keterampilan, bakat dan pengetahuan yang
diperlukan agar dapat berkontribusi bagi dirinya
sendiri dan bagi masyarakat yang multikultur,
dan 4) membantu siswa untuk menguasai
keterampilan penting seperti membaca, menulis
dan matematika. Pendidikan multikultural
setidaknya mencakup tiga hal berikut: sebuah
ide atau konsep, gerakan reformasi pendidikan,
dan sebuah proses. Hal yang penting dalam
pendidikan multikultural adalah memberi
kesempatan bagi siswa dengan karakteristik
tertentu untuk mendapat pendidikan yang lebih
baik.
Menurut James A. Banks (Zamroni,
2010a:77), pendidikan multikultural meliputi
lima dimensi yaitu integrasi konten, konstruksi
pengetahuan, kesetaraan pedagogi, reduksi
prejudice, dan pemberdayaan kultur sekolah.
Dalam integrasi konten, guru menggunakan
contoh dan isi materi yang berasal dari berbagai
kultur ketika mengajar sehingga merefleksikan
keberagaman. Guru membantu siswa memahami
melalui penyelidikan bahwa asumsi kultural
yang tersirat dalam suatu disiplin ilmu dapat
mempengaruhi cara pengetahuan tersebut
dikonstruksi. Pendidikan yang setara dapat
diupayakan melalui modifikasi cara mengajar
agar dapat menfasilitasi siswa dari ras, suku,
budaya, gender dan kelas sosial yang berbeda
sehingga mencapai prestasi akademis.
Kecurigaan antar kelompok siswa dapat
dikurangi dengan fokus pada karakteristik
perilaku siswa yang rasis, kemudian mencari
cara memperbaiki hal itu melalui metode dan
materi pengajaran. Sekolah sebagai miniatur
masyarakat berperan dalam membangun kultur
sekolah yang dapat memberdayakan siswa dari
kelompok suku, ras, dan gender yang berbeda.
Kelima dimensi ini terkonseptualisasi
dalam perilaku guru, pada pemilihan konten
kurikuler multikultural, dalam implementasi
pengajaran yang menjadi mediasi multikultural,
dan ketika mengkreasi konteks pemberdayaan
kelas. Ketika model Banks ditranslasikan
kedalam praktek, maka guru membantu siswa
mengembangkan keterampilan, pengetahuan,
dan nilai yang diperlukan untuk membuat
keputusan, mengaktualisasikan tujuan terhadap
pengaruh sosial dan perubahan politik.
Setidaknya ada tiga dimensi orientasi siswa
terhadap pendidikan multikultural, yaitu
pengembangan identitas etnik, hubungan
interpersonal, dan pemberdayaan diri. Menurut
Sheets, ketiga dimensi ini harus
dioperasionalkan sebagai dukungan terhadap
lima dimensi pendidikan multikultural Banks
untuk mengembangkan sosial dan kognitif siswa
(Zamroni, 2001a: 77).
Pendidikan multikultural muncul pada
keanekaragaman kegiatan belajar, program
sekolah, dan latihan/praktek dimana lembaga
pendidikan harus tanggap terhadap kebutuhan
dan aspirasi dari berbagai kelompok. Berbagai
kelompok tersebut mencakup: anak-anak
perempuan, kelompok sosial ekonomi lemah,
suku minoritas, agama minoritas dan orang
cacat. Tantangan yang dihadapi dalam
pendidikan multikultural adalah bagaimana
membantu siswa dari berbagai kelompok
tersebut termediasi antara kultur yang ada di
rumah dan masyarakat asalnya dengan kultur
Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
100 - Volume 1, Nomor 1, Juni, 2012
yang ada di sekolah. Tujuannya agar siswa
mencapai kompetensi yang diharapkan, dapat
berinteraksi, berkomunikasi dan berpartisipasi
efektif dengan kultur yang berbeda di negaranya
atau dengan kultur yang berbeda pada
masyarakat dunia.
Program kultur merupakan rangkaian
program agar siswa dapat beradaptasi dengan
lingkungan dimana ia berada. Program tersebut
mencakup saling berbagi pengetahuan, konsep
dan nilai antar siswa melalui komunikasi, selain
itu juga saling memahami keyakinan, simbol-
simbol dan interpretasi diantara kelompok.
Esensi dari program kultur ini adalah bagaimana
tiap anggota kelompok dapat
menginterpretasikan dan saling menghormati
kultur yang berbeda tersebut.
Mengenali dan memahami peran siswa
dalam proses pembelajaran membantu guru
mengembangkan keterampilan pedagogis yang
dibutuhkan untuk mengevaluasi relevansi
kultural dengan isi kurikulum dan keefektifan
strategi mengajarnya, dan mengidentifikasi cara
siswa mengkonstruk peran, status dan
identitasnya dalam kelas yang multikultur.
Sebagai hasilnya, siswa berhasil secara
akademis, menjaga warisan budaya mereka,
mengembangkan identitas etnis, dan menjalani
pertemanan yang sehat.
Konsep Pendidikan Matematika
Konsep pendidikan matematika pada abad
21 berorientasi pada mathematics literacy yaitu
kemampuan individu dalam mengidentifikasi
dan memahami peran matematika dalam
kehidupan, agar mampu membuat keputusan
dengan tepat dan memanfaatkan matematika
dalam kehidupan sebagai warga negara yang
membangun, peduli dan reflektif (OECD, 2003:
19). Oleh karena itu, pembelajaran matematika
di kelas hendaknya berorientasi pada pemecahan
masalah dan kontekstual. Menurut Yaya (2011,
47), mathematics literacy bersifat kurang formal
dan lebih intuitif, kurang abstrak dan lebih
kontekstual, kurang simbolik dan lebih
cenderung bersifat konkrit, sehingga lebih fokus
pada penalaran, membangun pemikiran dan
interpretasi.
Dalam melaksanakan konsep pendidikan
matematika yang demikian, maka matematika
harus dikaitkan dengan hal yang nyata bagi
siswa, dan matematika harus dipandang sebagai
suatu aktivitas manusia (Gravemeijer, 1994: 82).
Siswa mempelajari konsep matematika melalui
hal-hal nyata terlebih dahulu sebelum memasuki
wilayah matematika yang abstrak. Hal nyata
yang dimaksud adalah situasi sehari-hari yang
dikenal oleh siswa atau hal-hal yang nyata
dalam benak siswa. Hal nyata disini berperan
sebagai titik mula pembelajaran, melalui hal-hal
yang nyata tersebut, siswa melakukan aktivitas
matematisasi. Aktivitas matematisasi merupakan
proses pembelajaran yang penting ditempuh
oleh siswa. Dalam proses ini, siswa dapat
mengonstruksi konsep matematika ke dalam
struktur kognitifnya melalui penemuan
terbimbing.
Proses matematisasi menempuh dua tahap
yaitu proses matematisasi horisontal dan
matematisasi vertikal. Dalam matematisasi
horisontal, siswa menemukan alat-alat
matematis yang dapat membantunya
mengorganisasikan dan menyelesaikan masalah-
masalah yang ada dalam situasi kehidupan
nyata. Dalam matematisasi vertikal terdapat
proses pengorganisasian kembali dengan
menggunakan sistem matematika itu sendiri.
Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan - 101
Secara sederhana, matematisasi horisontal
merupakan pemodelan matematis dari dunia
nyata ke dunia simbol matematika. Contoh
matematisasi horisontal adalah:
pengidentifikasian, perumusan dan
pemvisualisasian masalah dengan cara yang
berbeda, pentransformasian masalah dunia nyata
ke masalah matematika. Sedangkan
matematisasi vertikal dapat dipahami sebagai
pergerakan dalam dunia simbol matematika.
Contoh matematisasi vertikal adalah:
merepresentasikan hubungan-hubungan dalam
rumus, penyesuaian dengan model matematika,
penggunaan model-model yang berbeda,
perumusan model matematik dan
penggeneralisasian. Dengan demikian,
matematisasi berarti membuat situasi non
matematis menjadi matematis atau membuat
situasi tersebut menjadi lebih matematis. Pada
mulanya, siswa melakukan matematisasi
horisontal, kemudian dengan bimbingan guru
siswa melakukan kegiatan matematisasi vertikal.
Peran guru dalam pembelajaran
matematika adalah sebagai fasilitator, sebagai
pengorganisir, sebagai pembimbing, dan sebagai
evaluator (Gravemeijer, 1994: 90). Guru
memberikan masalah kontekstual yang
berhubungan dengan topik matematika yang
dimaksud sebagai awal pembelajaran. Selama
kegiatan pembelajaran baik secara individu atau
kelompok, guru berinteraksi sebagai
pembimbing dan memberikan bantuan bila
diperlukan. Dalam kegiatan diskusi kelas, guru
perlu menstimulasi siswa untuk membandingkan
beragam solusi yang mereka dapatkan. Siswa
berdiskusi untuk menginterpretasikan situasi
masalah dan melihat kelayakan serta efisiensi
dari berbagai prosedur pemecahan masalah yang
mereka dapatkan. Dalam hal ini, siswa berpikir
reflektif terhadap apa yang telah mereka lakukan
dan hasil yang diperoleh. Guru perlu memberi
kebebasan pada siswa untuk memperoleh
pemecahannya sendiri, melakukan penemuan
sesuai tingkat berpikirnya, dan membangun
pengetahuan berdasarkan pengalaman. Guru
membantu siswa untuk mengaitkan konsep-
konsep matematika yang memang berhubungan
dengan topik yang sedang dihadapi saat itu.
Guru kemudian membimbing siswa untuk
mengembangkan, atau memperluas, atau
meningkatkan hasil-hasil pekerjaannya agar
menemukan konsep atau prinsip matematika
yang lebih rumit.
Strategi Pembelajaran Matematika Berbasis
Multikultural
Salah satu kekuatan yang dibawa siswa ke
dalam kelas adalah modal budaya (cultural
capital). Secara teoritis, guru dapat
menggunakan modal budaya siswa untuk
menstimulasi pembelajaran matematika atau
malah mengabaikannya, secara aktif memotivasi
siswa agar mau belajar atau malah menambah
beban untuk berprestasi. Hal ini menunjukkan
bahwa guru memiliki peran strategis sebagai
agen sosialisasi. Guru dapat menggunakan
latarbelakang budaya siswa untuk mengajarkan
matematika.
Matematika dan budaya telah dikaji
keterhubungannya melalui studi
ethnomathematics. Mulai dari sejarah
kemunculan suatu teorema matematika hingga
simbol-simbol matematika diketahui memiliki
kaitan dengan latar belakang budaya tertentu,
misalnya angka romawi, angka arab, teorema
Pythagoras (Yunani) maupun solusi persamaan
kuadrat Al Khwarizmi (Irak). Ide-ide
Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
102 - Volume 1, Nomor 1, Juni, 2012
matematika telah digunakan di semua budaya
pada konteks historis dan kontemporer.
Beberapa contoh diantaranya adalah
mengintegrasikan konteks ethnomatematikal
dalam kehidupan sehari-hari dari masyarakat
Brasil untuk membantu siswa memahami
matematika sekaligus memahami komunitas
masyarakatnya (Averill, et al: 2009). Contoh
lain yang menunjukkan hubungan antara
matematika dengan budaya adalah Gerdes
(1988) yang menunjukkan cara mengembangkan
ide geometri Euclidean menggunakan konstruksi
geometri yang dikembangkan dari budaya
tradisional Mozambik. Indonesia sendiri
memiliki kekayaan budaya yang penuh warna,
oleh karena itu sangat memungkinkan untuk
menggali ethnomathematics yang terkandung
didalamnya.
Pembelajaran matematika berbasis
pendidikan multikultural dikembangkan
berdasarkan lima dimensi pendidikan
multikultural James Banks. Kerangka pikir
pengembangan model pembelajaran matematika
berbasis pendidikan multikultural disajikan
dalam skema berikut.
Gambar 2.
Model Pembelajaran
Matematika Berbasis
Pendidikan Multikultural
Pencapaian
prestasi belajar
matematika yang
optimal
Tumbuhnya
kesepahaman,
toleransi, saling
pengertian dan
semangat
Integrasi budaya dalam
konten matematika
 Sejarah Matematika
 Artefak/karya budaya
Indonesia
 Masalah kontekstual
Siswa berpikir
kritis
Siswa berpikir
simbolik
matematik
Konstruksi pengetahuan
matematika
Mengembangkan
identitas etnik
Mengembangkan
hubungan
interpersonal
Apresiasi
terhadap
budaya lain
Kesetaraan pedagogik
dan mengurangi prejudice
 Norma Sosial budaya
melalui akulturasi
 Belajar secara
Emosi positif
untuk belajar
matematika
Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan - 103
Suatu topik matematika diajarkan melalui
konteks beranekaragam budaya daerah di
Indonesia melalui ethnomathematics. Eksplorasi
muatan konsep matematika dalam tampilan
budaya dapat menumbuhkan pengetahuan dan
kesadaran siswa bahwa mereka pun dapat
berkonstribusi dalam penemuan-penemuan
matematika, karena matematika tidak
didominasi oleh suatu kultur tertentu.
Penggunaan budaya daerah siswa sebagai
ilustrasi konsep atau prinsip matematika
diharapkan akan memudahkan siswa untuk
memahaminya. Selain budaya daerah sendiri,
siswa juga mempelajari topik matematika yang
sama melalui konteks budaya daerah lainnya.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan apresiasi
siswa terhadap budaya daerah lainnya di
Indonesia. Selain tampilan budaya sebagai
ilustrasi konsep atau prinsip matematika,
masalah matematika yang kontekstual dapat
digunakan sebagai alat untuk memunculkan nilai
sosial. Masalah matematika yang mengandung
isu ketidaksetaraan atau ketidakadilan dapat
menjadi bahan diskusi untuk memancing siswa
berpikir kritis dan tumbuh kesadarannya.
Tahap selanjutnya, guru membuka
kesempatan bagi siswa untuk mengapresiasi
berbagai tampilan budaya atau masalah
kontekstual tersebut untuk mencapai
pemahaman bahwa suatu konstruksi
pengetahuan mengandung asumsi yang
menyiratkan budaya tertentu yang mungkin saja
bias. Proses rekonstruksi ini ditempuh melalui
dua tahap, tahap pertama peserta didik
menyusun pengertian matematika dari tampilan
budaya atau masalah kontekstual menggunakan
simbol-simbol yang dibentuknya sendiri atau
simbol matematika non formal. Tahap kedua,
guru membimbing peserta didik menyimpulkan
pengertian tersebut dalam simbol matematika
yang formal.
Setiap siswa dengan latarbelakang kultur
yang berbeda harus merasa dapat berkontribusi
dan meraih manfaat dari belajar matematika.
Untuk itu, siswa harus berpartisipasi dalam
pembelajaran matematika di kelas. Hal ini dapat
tercapai hanya bila mereka menemukan sebuah
jembatan penghubung antara kultur mereka
sendiri dengan kultur yang terkandung dalam
mata pelajaran matematika yang didapatnya di
kelas. Menurut Johnson, A (2010: 126),
matematika bukanlah subjek yang netral
terhadap budaya. Artinya, matematika yang
dikontruksi melalui konteks sosial, budaya dan
historis bangsa Indonesia akan mengandung
muatan nilai-nilai kebangsaan. Kandungan nilai
ini akan terefleksikan dalam proses belajar
mengajar melalui kultur yang dibangun oleh
guru matematika di dalam kelas. Bila nilai ini
sejalan dengan nilai individu peserta didik maka
akan terjadi penerimaan dan kesepahaman
secara afektif, maka penerimaan dan
kesepahaman ini memungkinkan peserta didik
untuk memahami konsep matematika secara
kognitif.
Selama proses pembelajaran, penting bagi
guru untuk mengakomodasi berbagai latar
belakang siswanya dengan memberikan
perhatian yang sama dan tidak menunjukkan
rasisme baik dalam sikap maupun tertulis dalam
soal-soal matematika. Pertimbangan strategi
pedagogik menghasilkan kelas yang berpusat
pada siswa secara fisik, akademik, budaya, dan
sosial sehingga siswa mempunyai kesempatan
untuk memberdayakan diri. Untuk itu guru perlu
Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
104 - Volume 1, Nomor 1, Juni, 2012
membangun norma sosial budaya dalam kelas
melalui akulturasi.
Bentuk pembelajaran kooperatif
dipandang cukup membantu siswa
menyesuaikan diri dalam lingkungan budaya
yang berbeda, sementara guru juga merasa
dimudahkan dalam mengelola pembelajaran
hingga siswa menguasai topik matematika tanpa
harus melakukan banyak perubahan bentuk dan
struktur pengajaran (Sleeter, Christine E, 2004:
171). Upaya mengurangi prejudice diantara
siswa dapat dimulai dari pembentukan
kelompok diskusi yang heterogen.
Heterogenisasi ditinjau dari keragaman gender,
tingkat sosial ekonomi, suku, agama. Diskusi
dalam kelompok bertujuan menyelesaikan soal
matematika, namun disisi lain siswa belajar
mengekspresikan dirinya, berpendapat,
menerima kritik secara pribadi atau kelompok
hingga mencapai pemahaman nilai-nilai sosial.
Dengan demikian, mereka belajar mengurangi
stereotipe untuk kemudian menjadi aktif
berpartisipasi dalam situasi sosial yang saling
membutuhkan dan saling menghargai.
Sikap positif terhadap kultur yang
berbeda dapat didorong melalui pengkajian isu
sosial dan kultur dari perspektif matematika.
Data-data statistika dapat mengungkapkan dan
menghilangkan stereotipe terhadap suatu
kelompok kultur. Misalnya diberikan data siswa
berprestasi di satu kecamatan atau kabupaten,
kemudian ditelusur latar belakang agama, suku
atau etnis, pekerjaan orangtua dan sebagainya
dari siswa-siswa tersebut. Guru kemudian
mengajak siswa mengkritisi berapa persentase
siswa berprestasi yang berasal dari keluarga
dengan suku atau etnis tertentu dan seterusnya.
Penting bagi guru untuk mengendalikan arah
diskusi, bahwa tujuan pencermatan terhadap
data-data tersebut selain siswa memahami
pengertian rata-rata, modus, atau penyajian data
adalah mengeliminir stereotipe terhadap
kelompok tertentu.
Data statistik tentang keadaan sosial
ekonomi masyarakat pada satu wilayah dapat
menjadi stimulan bagi pemikiran kritis. Suatu
pemahaman kritis terhadap data numerik
mendorong individu untuk mempertanyakan
tentang bagaimana masyarakat Indonesia
ternyata terkelompok dalam struktur sosial
ekonomi. Kemudian, yang terpenting adalah
memungkinkan mereka memikirkan tindakan
yang akan mereka lakukan sebagai pihak yang
berada pada tingkatan sosial ekonomi lebih
tinggi.
Indonesia adalah negara yang kaya
dengan budaya. Guru dapat memanfaatkan
budaya daerah semisal artefak atau hasil karya
seni daerah yang mengandung unsur matematis
sebagai sarana mengajarkan suatu konsep atau
prinsip matematika. Sebagai contoh, pola bentuk
pada motif batik dapat menjadi alternatif sumber
belajar matematika bagi siswa. Bentuk geometri
yang dapat dijumpai pada batik berupa titik,
garis dan bidang datar. Bidang datar tersebut
misalnya lingkaran, elips, segiempat dan
sebagainya. Bentukan artistik pada batik
dihasilkan melalui transformasi titik, garis atau
bidang datar tersebut melalui translasi
(pergeseran), rotasi (perputaran), refleksi
(pencerminan) atau dilatasi (perkalian). Guru
menggunakan contoh batik sebagai ilustrasi
prinsip geometri transformasi, kemudian siswa
diminta mencermati dan menyelidiki bentuk
atau gambar dalam batik yang menunjukkan
prinsip geometri transformasi.
Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan - 105
Selain siswa memperoleh pengetahuan
terkait konsep geometri transformasi, mereka
juga memahami aplikasi geometri transformasi
yang dapat menghasilkan karya seni. Sejalan
dengan ini, melalui penyelidikan pola bentuk
motif batik, diharapkan siswa semakin
mengapresiasi karya seni bangsanya sendiri
sehingga menumbuhkan rasa cinta tanah air,
dapat menginterpretasikan dan saling
menghormati kultur yang berbeda diantara
mereka.
Ide matematika lain yang dapat dijumpai
pada ornamen batik adalah bentuk fraktal.
Fraktal merupakan himpunan tak hingga yang
terbentuk melalui proses iterasi yang algoritmik.
Guru kemudian meminta siswa mencermati
motif fraktal, mendiskusikan beberapa prosedur
etnomatematikal dan melakukan eksplorasi
terhadap metode-metode tersebut. Siswa diberi
kebebasan untuk mengkonstruksi algoritmanya
sendiri, kemudian guru melakukan validasi atas
algoritma temuan siswa tersebut. Hal ini penting
untuk menumbuhkan harga diri dan kepercayaan
diri bahwa mereka mampu mengerjakan soal
matematika. Di sisi lain, temuan algoritma yang
didasarkan pada pengalaman nyata yang
mengandung nilai sosial dan konstruksi
pengetahuan matematika oleh siswa sendiri akan
menjadikan matematika lebih bermakna bagi
mereka.
Pembelajaran aljabar dapat dilakukan
melalui pengkajian sejarah matematika di
beberapa tempat. Sebagai contoh, beberapa
pembuktian teorema Pythagoras ditemukan di
beberapa negara yang terpisah seperti
Babylonia, China dan India. Guru dapat
meminta siswa mempelajari masing-masing
bentuk pembuktian kemudian mendiskusikan
bagaimana matematikawan yang berbeda kultur
dapat berpikir tentang ide yang sama, yaitu
teorema Pythagoras, tetapi melalui beberapa
cara yang berbeda.
Mempertimbangkan konteks sosial
budaya termasuk nilai-nilai yang terkandung
didalamnya menjadi nilai tambah secara kognitif
dan afektif guna memperdalam pemahaman
siswa terhadap pembelajaran matematika.
Namun sejalan dengan itu, siswa mendapatkan
pencerahan dan penyadaran mengenai
keberadaannya sebagai suatu etnis, suatu kelas
sosial ekonomi, suatu agama ditengah-tengah
masyarakat yang berbeda etnis, kelas sosial
ekonomi dan agama. Setiap individu memiliki
karakteristik unik dan sekaligus kesamaan
sebagai manusia ciptaan Tuhan.
KESIMPULAN
1. Keanekaragaman budaya bangsa Indonesia
hendaknya dipandang sebagai kekuatan
pembangunan, adapun titik-titik kelemahan
yang rentan konflik dijembatani melalui
upaya membangun kesadaran,
kesepahaman, toleransi dan saling
pengertian melalui pendidikan
multikultural.
2. Praksis pendidikan multikultural di level
sekolah dilakukan melalui integrasi nilai-
nilai pendidikan multikultur dalam mata
pelajaran, termasuk dalam mata pelajaran
matematika.
3. Rendahnya prestasi matematika siswa yang
disebabkan oleh pengabaian terhadap kultur
dapat diatasi dengan mengintegrasikan
nilai-nilai pendidikan multikultur dalam
pembelajaran matematika.
Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
106 - Volume 1, Nomor 1, Juni, 2012
4. Pembelajaran matematika berbasis
pendidikan multikultural bertujuan untuk
mengoptimalkan prestasi belajar
matematika sekaligus menumbuhkan
kesadaran, kesepahaman, toleransi, saling
pengertian dan semangat kebangsaan
individu siswa sebagai bagian dari
masyarakat yang multikultur.
5. Model pembelajaran matematika berbasis
pendidikan multikultural dikembangkan
melalui integrasi konten yang dieksplorasi
dari kekayaan budaya daerah,
menggunakan konteks multikultur dalam
mengilustrasikan konsep atau prinsip
matematika. Misalnya artefak seni budaya
(batik, fraktal) atau sejarah matematika
untuk mengajarkan geometri atau aljabar,
masalah kontekstual tentang realitas
multikultur dalam bentuk soal cerita yang
anti rasis, data statistika yang faktual
misalnya tentang kondisi sosial ekonomi
masyarakat di sekitar siswa.
6. konstruksi pengetahuan matematika melalui
konteks multikultur bertujuan untuk:
a) memudahkan siswa dengan
latarbelakang kultur yang berbeda-
beda dalam memahami konsep atau
prinsip matematika,
b) mendorong pemikiran matematis yang
kreatif,
c) memunculkan apresiasi pada kultur
yang berbeda,
d) mendorong pemikiran kritis terhadap
realitas yang multikultur
e) mengasah kepekaan sosial.
7. Guru menggunakan strategi mengajar yang
memungkinkan terjadi dialog antar siswa
atau berdiskusi untuk menjalin
kesepahaman dan pengertian ketika
mengkonstruksi pengetahuan matematika
dan saling tolong menolong (metode
kooperatif)
8. Guru mengembangkan norma sosial budaya
dalam kelas melalui proses akulturasi
dalam rangka mengurangi prejudice dan
membangun kultur sekolah yang kondusif
agar semua siswa dapat berprestasi dengan
optimal
DAFTAR PUSTAKA
Averill, et al. (2009). Culturally Responsive
Teaching of Mathematics: Three Models
from Linked Studies. Jurnal for Research
in Mathematics Education. Vol 40 No 2,
hal 157-186
Banks, James A. (2002). An introduction to
multicultural education. Boston: Allyn
and Bacon.
Gerdes, P. (1988). On culture, geometrical
thinking and mathematics education.
Educational Studies in Mathematics. 19
hal 137-162.
Johnson, A. (2010). Teaching mathematics to
culturally and linguistically diverse
learners. New York: Pearson Education
Inc.
Koentjaraningrat. (2002). Antropologi
Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan,
cetakan kesepuluh.
Noel, Jana. (2000). Notabel selection in
multicultural education. San Fransisco,
CA: Mc-Graw Hill.
OECD. (2003). The PISA 2003 Assessment
framework-Mathematics, Reading,
Science and Problem Solving Knowledge
and Skills. Paris: OECD.
Sleeter, Christine E. (2004). How white teacher
construct race. Dalam Ladson-Billings,
Gloria & Gilborn, David (Eds). The
routledgeFalmer reader in multicultural
education (hal 163-177). London:
RoutledgeFalmer Taylor & Francis
Group.
Tate, W.F. (1997). Race-ethnicity, SES, gender,
and language proficiency trends in
Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi
Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan - 107
mathematics achievement: An update.
Journal for Research in Mathematics
Education, 28. hal 652-680.
Yaya S. Kusumah. (2011). Mathematical
literacy. Proceedings 1st
International
Symposium on Mathematics Education
innovation. 18 -19 November 2011
Yogyakarta, p 45-52.
Zamroni. (2010a). The implementation of
multicultural education: A reader.
Yogyakarta: The Graduate Program The
State University of Yogyakarta.

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

peran guru PKn melalui pembelajaran berbasis multikultural dalam membangun ka...
peran guru PKn melalui pembelajaran berbasis multikultural dalam membangun ka...peran guru PKn melalui pembelajaran berbasis multikultural dalam membangun ka...
peran guru PKn melalui pembelajaran berbasis multikultural dalam membangun ka...pendidikan pancasila dan kewarganegaraan
 
Pendidikan multikultural ppt
Pendidikan multikultural pptPendidikan multikultural ppt
Pendidikan multikultural pptFaizatur Rokhmah
 
Multikulturalisme dalam Perspektif Islam
Multikulturalisme dalam Perspektif IslamMultikulturalisme dalam Perspektif Islam
Multikulturalisme dalam Perspektif IslamAli Murfi
 
Konseppendidikanmultikultural
KonseppendidikanmultikulturalKonseppendidikanmultikultural
KonseppendidikanmultikulturalSalma Sosialita
 
Pengembangan pai multikultur
Pengembangan pai multikulturPengembangan pai multikultur
Pengembangan pai multikulturJiyanto Mumtaz
 
Pendidikan multikultural
Pendidikan multikulturalPendidikan multikultural
Pendidikan multikulturaljunot90
 
Pengantar Pendidikan multikultural
Pengantar Pendidikan multikulturalPengantar Pendidikan multikultural
Pengantar Pendidikan multikulturalSalma Van Licht
 
Pendidikan Multikulturalisme
Pendidikan MultikulturalismePendidikan Multikulturalisme
Pendidikan MultikulturalismeEka Fatma
 
Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia
Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesiaMateri kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia
Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesiaYhana Hadayana
 
pendekatan multikultural dalam pembelajaran
pendekatan multikultural dalam pembelajaranpendekatan multikultural dalam pembelajaran
pendekatan multikultural dalam pembelajaranAndy Wilson
 
Pengembangan model pendidikan multikulturalisme untuk anak usia sekolah
Pengembangan model pendidikan multikulturalisme untuk anak usia sekolahPengembangan model pendidikan multikulturalisme untuk anak usia sekolah
Pengembangan model pendidikan multikulturalisme untuk anak usia sekolahHari Adi
 
Ppt filsafat ilmu dan Pendidikan Multikultural
Ppt filsafat ilmu dan Pendidikan MultikulturalPpt filsafat ilmu dan Pendidikan Multikultural
Ppt filsafat ilmu dan Pendidikan Multikulturallendisputra
 
Classroom Discourse to Foster Religious Harmony
Classroom Discourse to Foster Religious HarmonyClassroom Discourse to Foster Religious Harmony
Classroom Discourse to Foster Religious HarmonyDevi Risnawati
 
117520939 peran-pemuda-dalam-pembangunan-nasional
117520939 peran-pemuda-dalam-pembangunan-nasional117520939 peran-pemuda-dalam-pembangunan-nasional
117520939 peran-pemuda-dalam-pembangunan-nasionalAlieska Waye
 
Memenangi globalisasi dari kritik diri
Memenangi globalisasi dari kritik diri Memenangi globalisasi dari kritik diri
Memenangi globalisasi dari kritik diri Erta Erta
 

Was ist angesagt? (20)

peran guru PKn melalui pembelajaran berbasis multikultural dalam membangun ka...
peran guru PKn melalui pembelajaran berbasis multikultural dalam membangun ka...peran guru PKn melalui pembelajaran berbasis multikultural dalam membangun ka...
peran guru PKn melalui pembelajaran berbasis multikultural dalam membangun ka...
 
Pendidikan multikultural ppt
Pendidikan multikultural pptPendidikan multikultural ppt
Pendidikan multikultural ppt
 
Dakwah multikultural
Dakwah multikulturalDakwah multikultural
Dakwah multikultural
 
Multikulturalisme dalam Perspektif Islam
Multikulturalisme dalam Perspektif IslamMultikulturalisme dalam Perspektif Islam
Multikulturalisme dalam Perspektif Islam
 
Konseppendidikanmultikultural
KonseppendidikanmultikulturalKonseppendidikanmultikultural
Konseppendidikanmultikultural
 
Pengembangan pai multikultur
Pengembangan pai multikulturPengembangan pai multikultur
Pengembangan pai multikultur
 
Pendidikan multikultural
Pendidikan multikulturalPendidikan multikultural
Pendidikan multikultural
 
Pengantar Pendidikan multikultural
Pengantar Pendidikan multikulturalPengantar Pendidikan multikultural
Pengantar Pendidikan multikultural
 
Pendidikan Multikulturalisme
Pendidikan MultikulturalismePendidikan Multikulturalisme
Pendidikan Multikulturalisme
 
Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia
Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesiaMateri kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia
Materi kelompok 5 pentingnya pendidikan multikultural di indonesia
 
pendekatan multikultural dalam pembelajaran
pendekatan multikultural dalam pembelajaranpendekatan multikultural dalam pembelajaran
pendekatan multikultural dalam pembelajaran
 
Nanda ppt
Nanda pptNanda ppt
Nanda ppt
 
Pengembangan model pendidikan multikulturalisme untuk anak usia sekolah
Pengembangan model pendidikan multikulturalisme untuk anak usia sekolahPengembangan model pendidikan multikulturalisme untuk anak usia sekolah
Pengembangan model pendidikan multikulturalisme untuk anak usia sekolah
 
Multikultural
MultikulturalMultikultural
Multikultural
 
Kewarganegaraan
KewarganegaraanKewarganegaraan
Kewarganegaraan
 
Ppt filsafat ilmu dan Pendidikan Multikultural
Ppt filsafat ilmu dan Pendidikan MultikulturalPpt filsafat ilmu dan Pendidikan Multikultural
Ppt filsafat ilmu dan Pendidikan Multikultural
 
Classroom Discourse to Foster Religious Harmony
Classroom Discourse to Foster Religious HarmonyClassroom Discourse to Foster Religious Harmony
Classroom Discourse to Foster Religious Harmony
 
117520939 peran-pemuda-dalam-pembangunan-nasional
117520939 peran-pemuda-dalam-pembangunan-nasional117520939 peran-pemuda-dalam-pembangunan-nasional
117520939 peran-pemuda-dalam-pembangunan-nasional
 
Memenangi globalisasi dari kritik diri
Memenangi globalisasi dari kritik diri Memenangi globalisasi dari kritik diri
Memenangi globalisasi dari kritik diri
 
Wawasan kebangsaa1
Wawasan kebangsaa1Wawasan kebangsaa1
Wawasan kebangsaa1
 

Ähnlich wie 1054 3280-1-pb

Ilmu Dan Pendidikan Multikultural 154 Fikri.pptx
Ilmu Dan Pendidikan Multikultural 154 Fikri.pptxIlmu Dan Pendidikan Multikultural 154 Fikri.pptx
Ilmu Dan Pendidikan Multikultural 154 Fikri.pptxMuhammadFikriRamadha11
 
M. Abu Siri, Dr. Asnawan, S.Pd.I., M.Si PENDIDIKAN ISLAM MULTIKULTURAL DAN PE...
M. Abu Siri, Dr. Asnawan, S.Pd.I., M.Si PENDIDIKAN ISLAM MULTIKULTURAL DAN PE...M. Abu Siri, Dr. Asnawan, S.Pd.I., M.Si PENDIDIKAN ISLAM MULTIKULTURAL DAN PE...
M. Abu Siri, Dr. Asnawan, S.Pd.I., M.Si PENDIDIKAN ISLAM MULTIKULTURAL DAN PE...abuzaf
 
PPT SEMINAR PROPSAL HIRU.pptx
PPT SEMINAR PROPSAL HIRU.pptxPPT SEMINAR PROPSAL HIRU.pptx
PPT SEMINAR PROPSAL HIRU.pptxMuhammadRidzuan40
 
PPT.2 Kebinekaan projek penguatan profil pelajar pancasila.pptx
PPT.2 Kebinekaan projek penguatan profil pelajar pancasila.pptxPPT.2 Kebinekaan projek penguatan profil pelajar pancasila.pptx
PPT.2 Kebinekaan projek penguatan profil pelajar pancasila.pptxAnwarMukhtarom
 
Pendidikan Islam Multikultural dan karakter bangsa indonesia.docx
Pendidikan Islam Multikultural dan karakter bangsa indonesia.docxPendidikan Islam Multikultural dan karakter bangsa indonesia.docx
Pendidikan Islam Multikultural dan karakter bangsa indonesia.docxAINUR ROFIQ97
 
ppt. pend.Multikultural kel.2.pdf
ppt. pend.Multikultural kel.2.pdfppt. pend.Multikultural kel.2.pdf
ppt. pend.Multikultural kel.2.pdfamaraffi57
 
01 peranan pendidikan formal juanda
01 peranan pendidikan formal   juanda01 peranan pendidikan formal   juanda
01 peranan pendidikan formal juandaArken Arken
 
2018_Iqbal_PAI_Multikultural.pdf
2018_Iqbal_PAI_Multikultural.pdf2018_Iqbal_PAI_Multikultural.pdf
2018_Iqbal_PAI_Multikultural.pdfMuhammadFazri29
 
Resensi jurnal pai berbasis multikultural
Resensi jurnal pai berbasis multikulturalResensi jurnal pai berbasis multikultural
Resensi jurnal pai berbasis multikulturalsitirohmah71
 
SITI ROHMAH
SITI ROHMAHSITI ROHMAH
SITI ROHMAHSafitri
 
PPT Multikultur Kel. 2.pptx
PPT Multikultur Kel. 2.pptxPPT Multikultur Kel. 2.pptx
PPT Multikultur Kel. 2.pptxErikaSoniya
 
Kelompok 6 PPT PPKN_ Integrasi Nasional. (asli).pptx
Kelompok 6 PPT PPKN_ Integrasi Nasional. (asli).pptxKelompok 6 PPT PPKN_ Integrasi Nasional. (asli).pptx
Kelompok 6 PPT PPKN_ Integrasi Nasional. (asli).pptxrifasabila
 
TUGAS 1 PS VALENCIA ANGELLICA 044965613(2).docx
TUGAS 1 PS VALENCIA ANGELLICA 044965613(2).docxTUGAS 1 PS VALENCIA ANGELLICA 044965613(2).docx
TUGAS 1 PS VALENCIA ANGELLICA 044965613(2).docxValenciaAngellica1
 

Ähnlich wie 1054 3280-1-pb (20)

Makalah multikultural
Makalah multikulturalMakalah multikultural
Makalah multikultural
 
Ilmu Dan Pendidikan Multikultural 154 Fikri.pptx
Ilmu Dan Pendidikan Multikultural 154 Fikri.pptxIlmu Dan Pendidikan Multikultural 154 Fikri.pptx
Ilmu Dan Pendidikan Multikultural 154 Fikri.pptx
 
M. Abu Siri, Dr. Asnawan, S.Pd.I., M.Si PENDIDIKAN ISLAM MULTIKULTURAL DAN PE...
M. Abu Siri, Dr. Asnawan, S.Pd.I., M.Si PENDIDIKAN ISLAM MULTIKULTURAL DAN PE...M. Abu Siri, Dr. Asnawan, S.Pd.I., M.Si PENDIDIKAN ISLAM MULTIKULTURAL DAN PE...
M. Abu Siri, Dr. Asnawan, S.Pd.I., M.Si PENDIDIKAN ISLAM MULTIKULTURAL DAN PE...
 
PPT SEMINAR PROPSAL HIRU.pptx
PPT SEMINAR PROPSAL HIRU.pptxPPT SEMINAR PROPSAL HIRU.pptx
PPT SEMINAR PROPSAL HIRU.pptx
 
Pendidikan multikultural
Pendidikan multikulturalPendidikan multikultural
Pendidikan multikultural
 
IPS 5B Kel 3.pptx
IPS 5B Kel 3.pptxIPS 5B Kel 3.pptx
IPS 5B Kel 3.pptx
 
PPT.2 Kebinekaan projek penguatan profil pelajar pancasila.pptx
PPT.2 Kebinekaan projek penguatan profil pelajar pancasila.pptxPPT.2 Kebinekaan projek penguatan profil pelajar pancasila.pptx
PPT.2 Kebinekaan projek penguatan profil pelajar pancasila.pptx
 
MultiKultural.pptx
MultiKultural.pptxMultiKultural.pptx
MultiKultural.pptx
 
Pendidikan Islam Multikultural dan karakter bangsa indonesia.docx
Pendidikan Islam Multikultural dan karakter bangsa indonesia.docxPendidikan Islam Multikultural dan karakter bangsa indonesia.docx
Pendidikan Islam Multikultural dan karakter bangsa indonesia.docx
 
ppt. pend.Multikultural kel.2.pdf
ppt. pend.Multikultural kel.2.pdfppt. pend.Multikultural kel.2.pdf
ppt. pend.Multikultural kel.2.pdf
 
Dwi fanda
Dwi fandaDwi fanda
Dwi fanda
 
01 peranan pendidikan formal juanda
01 peranan pendidikan formal   juanda01 peranan pendidikan formal   juanda
01 peranan pendidikan formal juanda
 
2018_Iqbal_PAI_Multikultural.pdf
2018_Iqbal_PAI_Multikultural.pdf2018_Iqbal_PAI_Multikultural.pdf
2018_Iqbal_PAI_Multikultural.pdf
 
iwayan sukarma.pdf
iwayan sukarma.pdfiwayan sukarma.pdf
iwayan sukarma.pdf
 
Resensi jurnal pai berbasis multikultural
Resensi jurnal pai berbasis multikulturalResensi jurnal pai berbasis multikultural
Resensi jurnal pai berbasis multikultural
 
SITI ROHMAH
SITI ROHMAHSITI ROHMAH
SITI ROHMAH
 
PPT Multikultur Kel. 2.pptx
PPT Multikultur Kel. 2.pptxPPT Multikultur Kel. 2.pptx
PPT Multikultur Kel. 2.pptx
 
Kelompok 6 PPT PPKN_ Integrasi Nasional. (asli).pptx
Kelompok 6 PPT PPKN_ Integrasi Nasional. (asli).pptxKelompok 6 PPT PPKN_ Integrasi Nasional. (asli).pptx
Kelompok 6 PPT PPKN_ Integrasi Nasional. (asli).pptx
 
TENTANG Moderasi Beragama
TENTANG Moderasi BeragamaTENTANG Moderasi Beragama
TENTANG Moderasi Beragama
 
TUGAS 1 PS VALENCIA ANGELLICA 044965613(2).docx
TUGAS 1 PS VALENCIA ANGELLICA 044965613(2).docxTUGAS 1 PS VALENCIA ANGELLICA 044965613(2).docx
TUGAS 1 PS VALENCIA ANGELLICA 044965613(2).docx
 

Kürzlich hochgeladen

Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian KasihTeks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasihssuserfcb9e3
 
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptSejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptssuser940815
 
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanPLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanssuserc81826
 
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptxTeknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptxwongcp2
 
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxSBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxFardanassegaf
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfWahyudinST
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase DModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase DAbdiera
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfcicovendra
 
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptxPPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptxdanangpamungkas11
 
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.pptP_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.pptAfifFikri11
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...jumadsmanesi
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasAZakariaAmien1
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfNatasyaA11
 
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxKeberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxLeniMawarti1
 
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...NiswatuzZahroh
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKARenoMardhatillahS
 

Kürzlich hochgeladen (20)

Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian KasihTeks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
Teks ucapan Majlis Perpisahan Lambaian Kasih
 
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptSejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
 
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanPLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
 
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptxTeknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
 
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxSBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase DModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
 
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptxPPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
 
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.pptP_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
 
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxKeberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
 
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
 

1054 3280-1-pb

  • 1. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi 94 - Volume 1, Nomor 1, Juni, 2012 MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PENDIDIKAN MULTIKULTURAL Sri Wulandari Danoebroto PPPPTK Matematika Yogyakarta Abstrak Indonesia sebagai negara yang multikultur menghadapi persoalan internal berupa melemahnya semangat kebangsaan dan memudarnya nilai-nilai budaya daerah sehingga memicu konflik SARA, ketidakadilan hingga krisis jati diri. Pluralitas bangsa Indonesia disatu sisi memang merupakan kekuatan, namun disisi lain menjadi rentan konflik bila tidak ada kesepahaman, toleransi dan saling pengertian dalam menyikapi perbedaan. Pendidikan multikultural dipandang sangat strategis dalam upaya membangun kesadaran tersebut. Tahap awal yang perlu segera dilakukan adalah penyadaran melalui sosialisasi yang dapat dimulai pada level sekolah, untuk bisa saling mengenal dan memahami keanekaragaman budaya, sehingga menumbuhkan sikap saling menghargai identitas etnik yang sama maupun berbeda. Implementasi pendidikan multikultural di level sekolah tidak dilakukan secara terpisah melainkan terintegrasi dalam mata pelajaran, termasuk matematika. Model pembelajaran matematika berbasis pendidikan multikultural dikembangkan dari lima dimensi pendidikan multikultural James Banks yaitu integrasi budaya dalam konten matematika, konstruksi pengetahuan matematika melalui konteks dan pemahaman budaya, kesetaraan pedagogik, mengurangi prejudice dan memberdayakan kultur sekolah yang kondusif. Pembelajaran matematika berbasis pendidikan multikultural bertujuan untuk mengoptimalkan prestasi belajar matematika sekaligus menumbuhkan kesadaran, kesepahaman, toleransi, saling pengertian dan semangat kebangsaan individu siswa sebagai bagian dari masyarakat yang multikultur. Kata kunci: pembelajaran matematika, ethnomathematics, pendidikan multikultural A MODEL OF MATEMATICS TEACHING BASED ON MULTICULTURAL EDUCATION Abstract Indonesia as multicultural country facing internal issues such as weakening the spirit of nationality and waning of cultural values so as to lead to conflict SARA (ethnic, religion, race, group), inequity, and crisis identity. Plurality of Indonesia is powerful but in the other hand become vulnerable to conflict when there is no understanding, tolerance and mutual understanding in facing differences. Multicultural education is considered very strategic to build awareness. The early stages that need to be immediately carried out public awareness through socialization that is can be started at the school level, to get to know each other and to understand cultural diversity, thus fostering mutual respect ethnic identities in the same or different. Implementation of multicultural education at the school level are not done separately but integrated in the subjects, including mathematics. The model of mathematics teaching based on the five dimensions of multicultural education identified by James Banks, including culture integration into mathematics content, knowledge construction of mathematics through context and cultural understanding, equitable pedagogy, prejudice reduction and empowering school culture. Learning mathematics-based multicultural education aims to optimize the achievement of mathematics teaching and fosters awareness, understanding, tolerance, mutual understanding and a spirit of nationality of individual students as part of a multicultural community. Keywords: mathematics learning, ethnomathematics, multicultural education
  • 2. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan - 95 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman etnis budaya dan agama. Penduduk Indonesia terdiri atas penduduk asli, keturunan Tionghoa, Arab, dan India, serta golongan orang Indo atau Eurasia yaitu percampuran Indonesia dan Eropa. Penduduk asli Indonesia sendiri terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa dengan keunikan identitas budaya serta bahasanya. Ada lima agama besar yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha serta berbagai keyakinan religius etnis tertentu yang dianut masyarakat Indonesia. Bila dilihat dari kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan, penduduknya tersebar di pegunungan, wilayah pesisir atau di daratan dengan karakteristik lingkungan yang beragam. Selain itu, pluralitas di Indonesia juga tercipta oleh adanya strata sosial dan ekonomi akibat pertumbuhan ekonomi negara yang belum merata. Hal ini menunjukkan betapa Indonesia adalah negara dengan penduduk yang sangat multikultur. Dinamika pluralitas di Indonesia tidak hanya terjadi antar penduduk di dalam negeri tetapi juga terjadi antar penduduk Indonesia dengan dunia luar. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia tidak mungkin menutup diri terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi. Hal ini tentu berdampak besar bagi eksistensi bangsa Indonesia. Salah satu dampak positifnya adalah terbuka lebar kesempatan untuk mengakses berbagai informasi termasuk penemuan-penemuan terbaru di bidang ilmu pengetahuan. Namun, bangsa Indonesia juga merasakan dampak negatifnya dengan mulai terkikisnya nilai-nilai budaya daerah dan semangat kebangsaan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya benturan nilai-nilai kultur yang dianut masyarakat Indonesia dengan nilai-nilai kultur dari luar. Dalam keadaan demikian, seolah-olah bangsa Indonesia menjadi kehilangan jati dirinya. Diagram berikut menggambarkan interaksi dinamis antar unsur-unsur kultural yang berpengaruh terhadap individu. Gambar 1. Interaksi Unsur-Unsur Kultural Dalam diri individu terdapat unsur etnis atau kesukuan, agama, tingkat sosial ekonomi dan lingkungan tempat tinggal atau letak geografis. Semua unsur ini akan mempengaruhi dan membentuk karakter individu yang akan ditampilkannya dalam sikap, tindakan, perilaku, rasa dan pemikiran. Sebagai bagian dari masyarakat multikultur, performa tersebut dapat berimplikasi positif bila bersifat konstruktif atau berimplikasi negatif bila bersifat destruktif. Interaksi individu dengan individu lainnya dapat menimbulkan saling pengaruh dan percampuran budaya atau sebaliknya saling menolak sehingga menimbulkan konflik. Pengaruh globalisasi yang membawa serta nilai-nilai kultur asing menjadikan semakin kuatnya tarik menarik antar unsur-unsur ini sehingga seolah terjadi Arus globalisasi Etnis/Suku Agama Letak geografis Sosial Ekonomi Individu
  • 3. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi 96 - Volume 1, Nomor 1, Juni, 2012 kontradiksi antara mengikuti perkembangan jaman dengan menjaga identitas diri. Bila individu tercerabut dari akar budaya dan agamanya maka ia mulai kehilangan jati dirinya. Dengan demikian, pluralitas bukan sesuatu yang statis tetapi bersifat dinamis. Dinamika pluralitas ini dapat menjadi kekuatan bila didasari oleh kesatuan dan persatuan atau semangat kebangsaan. Menilik dari pengalaman sejarah, Indonesia memiliki semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Pemuda Indonesia dari berbagai suku bangsa menegaskan kesatuan dan persatuan melalui Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Semua ini merupakan pengalaman historis yang menunjukkan adanya kesadaran dan penerimaan multikultur di Indonesia sekaligus kesadaran akan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia. Namun, makna Bhinneka Tunggal Ika ataupun Sumpah Pemuda kini seakan mulai memudar dalam diri bangsa Indonesia. Konflik antar suku, antar agama bahkan pertikaian antar warga yang dipicu oleh hal-hal yang sepele adalah buktinya. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah tawuran antar pelajar, antar mahasiswa, baik dengan sesamanya maupun dengan pihak lain, yang sering juga disebabkan oleh kesalahpahaman semata. Padahal pelajar dan mahasiswa adalah gambaran masyarakat terdidik. Apa yang salah dengan pendidikan di Indonesia? Kemajemukan masyarakat Indonesia dapat dipandang sebagai potensi, namun disisi lain juga rentan menimbulkan konflik. Keanekaragaman yang tidak diikuti dengan kesepahaman, toleransi dan saling pengertian dapat memantikkan api-api konflik yang berdampak pada ketidakadilan. Sementara itu, adalah suatu hal yang mustahil jika keanekaragaman tersebut ditiadakan dengan memaksakan kesamaan atau monokultur. Menurut Koentjaraningrat (2002:46), konsep- konsep multikulturalisme normatif mengatur polarisasi kedua kutub yang kelihatannya kontradiktif, yaitu kesatuan Indonesia di satu pihak dan perbedaan etnis di lain pihak. Hal ini berarti ada dinamika dalam mengembangkan budaya, tradisi, dan bahasa dari masing-masing kelompok etnis sebagai bagian yang integral dari bangsa Indonesia. Upaya strategis dalam menumbuhkan kesepahaman, toleransi dan saling pengertian adalah melalui pendidikan. Pendidikan yang berpihak pada keanekaragaman dan mengakomodasi perbedaan untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu menjadi terdidik, adalah pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural merupakan usaha membangun kesadaran diri sebagai individu yang berpotensi dalam memberikan kontribusi positif bagi pembangunan masyarakat. Untuk itu sebagai bagian dari masyarakat yang multikultur, setiap individu perlu menyadari akan identitas dirinya dan menghargai kultur lain yang berbeda dengannya. Tahap awal yang perlu segera dilakukan adalah penyadaran melalui sosialisasi yang dapat dimulai pada level sekolah, untuk bisa saling mengenal dan memahami keanekaragaman budaya, sehingga menumbuhkan sikap saling menghargai identitas etnik yang sama maupun berbeda. Memang tidak semua permasalahan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan) dapat terselesaikan melalui pendidikan multikultural di level sekolah terlebih lagi dalam batasan
  • 4. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan - 97 ruang kelas. Akan tetapi, upaya penyadaran itu harus segera dilakukan melalui tindakan nyata. Ruang kelas dipandang cukup efektif sebagai tempat memulainya. Sekolah atau kelas merupakan miniatur masyarakat dimana peserta didik belajar mengembangkan keterampilan sosial dan mengasah pemikiran yang kritis. Pendidikan multikultural tidak perlu dilakukan secara terpisah atau berdiri sendiri sebagai satu mata pelajaran, melainkan terintegrasi dalam mata pelajaran lain. Beberapa mata pelajaran seperti Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial, Agama, Seni Budaya dan Keterampilan maupun mata pelajaran lain yang sejenis dipandang potensial untuk membawa muatan pendidikan multikultural. Lantas bagaimana dengan mata pelajaran matematika? Dalam pembelajaran matematika itu sendiri juga ditemui masalah ketidakadilan yang disebabkan oleh perbedaan kultur atau akibat dominasi kultur tertentu. Dalam konteks Indonesia, dominasi kultur tidak selalu terjadi oleh golongan mayoritas namun bisa saja oleh golongan minoritas yang memiliki superioritas dalam suatu hal. Adanya anggapan bahwa siswa dari kelas sosial ekonomi bawah tidak mungkin cerdas sehingga mereka akan sulit mempelajari matematika akan mempengaruhi sikap guru menjadi cenderung tidak adil terhadap siswa tersebut. Dalam hal ini terjadi dominasi kelompok sosial ekonomi tingkat atas dalam pencapaian prestasi matematika. Faktanya, di Indonesia jumlah penduduk miskin justru lebih banyak dibandingkan dengan penduduk kaya. Adanya anggapan bahwa siswa dari suku atau etnis tertentu, misalnya Cina, memiliki superioritas dalam penguasaan matematika juga berakibat pada ketidakadilan dalam memperlakukan siswa Cina dengan non Cina. Dengan adanya anggapan ini maka siswa non Cina akan merasa dirinya inferior sehingga sulit mencapai prestasi di bidang matematika yang optimal. Faktanya, jumlah penduduk Indonesia non Cina adalah mayoritas dibandingkan dengan penduduk Indonesia dari etnis Cina. Diketahui bahwa suku Jawa adalah kelompok suku terbesar di Indonesia dengan jumlah mencapai 41% dari total populasi. Temuan American Association of University Women (Noel, 2000:192) bahwa siswa laki-laki dianggap lebih pandai matematika daripada siswa perempuan juga menimbulkan ketidakadilan ketika siswa laki- laki cenderung mendapatkan dukungan untuk melanjutkan studi di bidang sains teknologi sementara siswa perempuan tidak. Bahkan ketidakadilan itu juga dapat muncul melalui anggapan diantara siswa sendiri bahwa mereka yang pandai matematika biasanya berperilaku aneh dan sulit bergaul, sehingga dijauhi. Beberapa soal matematika berbentuk soal cerita terkadang mengandung muatan rasisme, misalnya nama orang Jawa lebih sering digunakan daripada nama orang Bali, atau nama orang Jawa yang modern digambarkan sebagai pemilik toko, sementara nama Jawa yang tidak modern digambarkan sebagai petani. Penggambaran tersebut dapat berdampak negatif pada pembentukan konsep diri siswa, khususnya bagi siswa dari kelompok inferior. Berbagai permasalahan tersebut selanjutnya dapat berdampak pada rendahnya prestasi matematika siswa pada kelompok inferior yaitu siswa dari tingkat sosial ekonomi
  • 5. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi 98 - Volume 1, Nomor 1, Juni, 2012 bawah, siswa dari kelompok etnis tertentu, atau siswa perempuan. Penelitian Tate dkk (1997: 46) menunjukkan bahwa pengabaian terhadap keanekaragaman budaya siswa memiliki kontribusi terhadap rendahnya prestasi matematika di kalangan kelompok minoritas. Ketika siswa datang ke sekolah, mereka telah membawa nilai-nilai kultur yang tertanam melalui sosialisasi dalam keluarganya. Apabila guru tidak peka dengan keanekaragaman kultur siswa di kelasnya dan ketika antar siswa kurang peka dengan perbedaan yang ada, maka kondisi ini akan mempersulit siswa dari kelompok minoritas atau kelompok inferior untuk belajar secara optimal. Matematika merupakan salah satu keterampilan yang dipandang penting untuk dikuasai siswa, sehingga salah satu tujuan pendidikan multikultural adalah membantu mereka agar menguasai keterampilan matematika (Banks, 2002:4). Matematika juga berkontribusi dalam membangun pemikiran yang logis dan kritis. Sebagai ilmu pengetahuan yang mengkaji objek abstrak, seolah-olah matematika termasuk disiplin ilmu yang sedikit berkorelasi dengan budaya. Hal ini menimbulkan anggapan bahwa melakukan integrasi etnik dan konten budaya kedalam mata pelajaran matematika adalah hal yang sulit. Padahal matematika merupakan ilmu pengetahuan yang perkembangannya juga dipengaruhi oleh konteks sosial budaya. Oleh karena itu, sangat mungkin membelajarkan matematika dengan mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural bertujuan untuk mengembangkan identitas etnis siswa agar mereka mengetahui, memahami, menghargai dan menjaga nilai-nilai budaya sesuai etnisnya, sehingga siswa merasa memiliki dan bangga dengan identitas dirinya sebagai etnis tertentu. Selanjutnya, melalui pendidikan multikultural diharapkan siswa dapat mengembangkan hubungan interpersonalnya melalui sikap menghargai, tidak ada kecurigaan atau prasangka terhadap kelompok etnis diluar dirinya sehingga terbangun kesepahaman, toleransi dan saling pengertian. Dengan demikian, melalui pendidikan multikultur diharapkan semua siswa dengan berbagai latarbelakang yang berbeda berkesempatan sama untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal. Persoalan rendahnya prestasi matematika yang disebabkan oleh pengabaikan multikultur siswa dapat diatasi melalui pembelajaran matematika berbasis pendidikan multikultural. Sejalan dengan itu, upaya menumbuhkan kesadaran, kesepahaman, toleransi, saling pengertian dan semangat kebangsaan dapat dikembangkan melalui pendidikan multikultural yang terintegrasi dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan model pembelajaran matematika yang berbasis pendidikan multikultural. Melalui model pembelajaran ini diharapkan dapat berkembang aspek sosial dan kognitif siswa sekaligus. Stimulasi dapat diberikan melalui integrasi budaya dalam konten matematika sebagai titik awal bagi siswa untuk memunculkan pemikiran yang kritis. PEMBAHASAN Konsep Pendidikan Multikultural Menurut Banks (2002: 1-4), pendidikan multikultural merupakan reformasi pendidikan
  • 6. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan - 99 yang bertujuan untuk: 1) membantu setiap individu mencapai pemahaman diri yang lebih baik melalui perspektif kultur lainnya, 2) melayani siswa dengan keanekaragaman kultur dan etnik, 3) melayani semua siswa dengan keterampilan, bakat dan pengetahuan yang diperlukan agar dapat berkontribusi bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat yang multikultur, dan 4) membantu siswa untuk menguasai keterampilan penting seperti membaca, menulis dan matematika. Pendidikan multikultural setidaknya mencakup tiga hal berikut: sebuah ide atau konsep, gerakan reformasi pendidikan, dan sebuah proses. Hal yang penting dalam pendidikan multikultural adalah memberi kesempatan bagi siswa dengan karakteristik tertentu untuk mendapat pendidikan yang lebih baik. Menurut James A. Banks (Zamroni, 2010a:77), pendidikan multikultural meliputi lima dimensi yaitu integrasi konten, konstruksi pengetahuan, kesetaraan pedagogi, reduksi prejudice, dan pemberdayaan kultur sekolah. Dalam integrasi konten, guru menggunakan contoh dan isi materi yang berasal dari berbagai kultur ketika mengajar sehingga merefleksikan keberagaman. Guru membantu siswa memahami melalui penyelidikan bahwa asumsi kultural yang tersirat dalam suatu disiplin ilmu dapat mempengaruhi cara pengetahuan tersebut dikonstruksi. Pendidikan yang setara dapat diupayakan melalui modifikasi cara mengajar agar dapat menfasilitasi siswa dari ras, suku, budaya, gender dan kelas sosial yang berbeda sehingga mencapai prestasi akademis. Kecurigaan antar kelompok siswa dapat dikurangi dengan fokus pada karakteristik perilaku siswa yang rasis, kemudian mencari cara memperbaiki hal itu melalui metode dan materi pengajaran. Sekolah sebagai miniatur masyarakat berperan dalam membangun kultur sekolah yang dapat memberdayakan siswa dari kelompok suku, ras, dan gender yang berbeda. Kelima dimensi ini terkonseptualisasi dalam perilaku guru, pada pemilihan konten kurikuler multikultural, dalam implementasi pengajaran yang menjadi mediasi multikultural, dan ketika mengkreasi konteks pemberdayaan kelas. Ketika model Banks ditranslasikan kedalam praktek, maka guru membantu siswa mengembangkan keterampilan, pengetahuan, dan nilai yang diperlukan untuk membuat keputusan, mengaktualisasikan tujuan terhadap pengaruh sosial dan perubahan politik. Setidaknya ada tiga dimensi orientasi siswa terhadap pendidikan multikultural, yaitu pengembangan identitas etnik, hubungan interpersonal, dan pemberdayaan diri. Menurut Sheets, ketiga dimensi ini harus dioperasionalkan sebagai dukungan terhadap lima dimensi pendidikan multikultural Banks untuk mengembangkan sosial dan kognitif siswa (Zamroni, 2001a: 77). Pendidikan multikultural muncul pada keanekaragaman kegiatan belajar, program sekolah, dan latihan/praktek dimana lembaga pendidikan harus tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi dari berbagai kelompok. Berbagai kelompok tersebut mencakup: anak-anak perempuan, kelompok sosial ekonomi lemah, suku minoritas, agama minoritas dan orang cacat. Tantangan yang dihadapi dalam pendidikan multikultural adalah bagaimana membantu siswa dari berbagai kelompok tersebut termediasi antara kultur yang ada di rumah dan masyarakat asalnya dengan kultur
  • 7. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi 100 - Volume 1, Nomor 1, Juni, 2012 yang ada di sekolah. Tujuannya agar siswa mencapai kompetensi yang diharapkan, dapat berinteraksi, berkomunikasi dan berpartisipasi efektif dengan kultur yang berbeda di negaranya atau dengan kultur yang berbeda pada masyarakat dunia. Program kultur merupakan rangkaian program agar siswa dapat beradaptasi dengan lingkungan dimana ia berada. Program tersebut mencakup saling berbagi pengetahuan, konsep dan nilai antar siswa melalui komunikasi, selain itu juga saling memahami keyakinan, simbol- simbol dan interpretasi diantara kelompok. Esensi dari program kultur ini adalah bagaimana tiap anggota kelompok dapat menginterpretasikan dan saling menghormati kultur yang berbeda tersebut. Mengenali dan memahami peran siswa dalam proses pembelajaran membantu guru mengembangkan keterampilan pedagogis yang dibutuhkan untuk mengevaluasi relevansi kultural dengan isi kurikulum dan keefektifan strategi mengajarnya, dan mengidentifikasi cara siswa mengkonstruk peran, status dan identitasnya dalam kelas yang multikultur. Sebagai hasilnya, siswa berhasil secara akademis, menjaga warisan budaya mereka, mengembangkan identitas etnis, dan menjalani pertemanan yang sehat. Konsep Pendidikan Matematika Konsep pendidikan matematika pada abad 21 berorientasi pada mathematics literacy yaitu kemampuan individu dalam mengidentifikasi dan memahami peran matematika dalam kehidupan, agar mampu membuat keputusan dengan tepat dan memanfaatkan matematika dalam kehidupan sebagai warga negara yang membangun, peduli dan reflektif (OECD, 2003: 19). Oleh karena itu, pembelajaran matematika di kelas hendaknya berorientasi pada pemecahan masalah dan kontekstual. Menurut Yaya (2011, 47), mathematics literacy bersifat kurang formal dan lebih intuitif, kurang abstrak dan lebih kontekstual, kurang simbolik dan lebih cenderung bersifat konkrit, sehingga lebih fokus pada penalaran, membangun pemikiran dan interpretasi. Dalam melaksanakan konsep pendidikan matematika yang demikian, maka matematika harus dikaitkan dengan hal yang nyata bagi siswa, dan matematika harus dipandang sebagai suatu aktivitas manusia (Gravemeijer, 1994: 82). Siswa mempelajari konsep matematika melalui hal-hal nyata terlebih dahulu sebelum memasuki wilayah matematika yang abstrak. Hal nyata yang dimaksud adalah situasi sehari-hari yang dikenal oleh siswa atau hal-hal yang nyata dalam benak siswa. Hal nyata disini berperan sebagai titik mula pembelajaran, melalui hal-hal yang nyata tersebut, siswa melakukan aktivitas matematisasi. Aktivitas matematisasi merupakan proses pembelajaran yang penting ditempuh oleh siswa. Dalam proses ini, siswa dapat mengonstruksi konsep matematika ke dalam struktur kognitifnya melalui penemuan terbimbing. Proses matematisasi menempuh dua tahap yaitu proses matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal. Dalam matematisasi horisontal, siswa menemukan alat-alat matematis yang dapat membantunya mengorganisasikan dan menyelesaikan masalah- masalah yang ada dalam situasi kehidupan nyata. Dalam matematisasi vertikal terdapat proses pengorganisasian kembali dengan menggunakan sistem matematika itu sendiri.
  • 8. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan - 101 Secara sederhana, matematisasi horisontal merupakan pemodelan matematis dari dunia nyata ke dunia simbol matematika. Contoh matematisasi horisontal adalah: pengidentifikasian, perumusan dan pemvisualisasian masalah dengan cara yang berbeda, pentransformasian masalah dunia nyata ke masalah matematika. Sedangkan matematisasi vertikal dapat dipahami sebagai pergerakan dalam dunia simbol matematika. Contoh matematisasi vertikal adalah: merepresentasikan hubungan-hubungan dalam rumus, penyesuaian dengan model matematika, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan model matematik dan penggeneralisasian. Dengan demikian, matematisasi berarti membuat situasi non matematis menjadi matematis atau membuat situasi tersebut menjadi lebih matematis. Pada mulanya, siswa melakukan matematisasi horisontal, kemudian dengan bimbingan guru siswa melakukan kegiatan matematisasi vertikal. Peran guru dalam pembelajaran matematika adalah sebagai fasilitator, sebagai pengorganisir, sebagai pembimbing, dan sebagai evaluator (Gravemeijer, 1994: 90). Guru memberikan masalah kontekstual yang berhubungan dengan topik matematika yang dimaksud sebagai awal pembelajaran. Selama kegiatan pembelajaran baik secara individu atau kelompok, guru berinteraksi sebagai pembimbing dan memberikan bantuan bila diperlukan. Dalam kegiatan diskusi kelas, guru perlu menstimulasi siswa untuk membandingkan beragam solusi yang mereka dapatkan. Siswa berdiskusi untuk menginterpretasikan situasi masalah dan melihat kelayakan serta efisiensi dari berbagai prosedur pemecahan masalah yang mereka dapatkan. Dalam hal ini, siswa berpikir reflektif terhadap apa yang telah mereka lakukan dan hasil yang diperoleh. Guru perlu memberi kebebasan pada siswa untuk memperoleh pemecahannya sendiri, melakukan penemuan sesuai tingkat berpikirnya, dan membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman. Guru membantu siswa untuk mengaitkan konsep- konsep matematika yang memang berhubungan dengan topik yang sedang dihadapi saat itu. Guru kemudian membimbing siswa untuk mengembangkan, atau memperluas, atau meningkatkan hasil-hasil pekerjaannya agar menemukan konsep atau prinsip matematika yang lebih rumit. Strategi Pembelajaran Matematika Berbasis Multikultural Salah satu kekuatan yang dibawa siswa ke dalam kelas adalah modal budaya (cultural capital). Secara teoritis, guru dapat menggunakan modal budaya siswa untuk menstimulasi pembelajaran matematika atau malah mengabaikannya, secara aktif memotivasi siswa agar mau belajar atau malah menambah beban untuk berprestasi. Hal ini menunjukkan bahwa guru memiliki peran strategis sebagai agen sosialisasi. Guru dapat menggunakan latarbelakang budaya siswa untuk mengajarkan matematika. Matematika dan budaya telah dikaji keterhubungannya melalui studi ethnomathematics. Mulai dari sejarah kemunculan suatu teorema matematika hingga simbol-simbol matematika diketahui memiliki kaitan dengan latar belakang budaya tertentu, misalnya angka romawi, angka arab, teorema Pythagoras (Yunani) maupun solusi persamaan kuadrat Al Khwarizmi (Irak). Ide-ide
  • 9. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi 102 - Volume 1, Nomor 1, Juni, 2012 matematika telah digunakan di semua budaya pada konteks historis dan kontemporer. Beberapa contoh diantaranya adalah mengintegrasikan konteks ethnomatematikal dalam kehidupan sehari-hari dari masyarakat Brasil untuk membantu siswa memahami matematika sekaligus memahami komunitas masyarakatnya (Averill, et al: 2009). Contoh lain yang menunjukkan hubungan antara matematika dengan budaya adalah Gerdes (1988) yang menunjukkan cara mengembangkan ide geometri Euclidean menggunakan konstruksi geometri yang dikembangkan dari budaya tradisional Mozambik. Indonesia sendiri memiliki kekayaan budaya yang penuh warna, oleh karena itu sangat memungkinkan untuk menggali ethnomathematics yang terkandung didalamnya. Pembelajaran matematika berbasis pendidikan multikultural dikembangkan berdasarkan lima dimensi pendidikan multikultural James Banks. Kerangka pikir pengembangan model pembelajaran matematika berbasis pendidikan multikultural disajikan dalam skema berikut. Gambar 2. Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan Multikultural Pencapaian prestasi belajar matematika yang optimal Tumbuhnya kesepahaman, toleransi, saling pengertian dan semangat Integrasi budaya dalam konten matematika  Sejarah Matematika  Artefak/karya budaya Indonesia  Masalah kontekstual Siswa berpikir kritis Siswa berpikir simbolik matematik Konstruksi pengetahuan matematika Mengembangkan identitas etnik Mengembangkan hubungan interpersonal Apresiasi terhadap budaya lain Kesetaraan pedagogik dan mengurangi prejudice  Norma Sosial budaya melalui akulturasi  Belajar secara Emosi positif untuk belajar matematika
  • 10. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan - 103 Suatu topik matematika diajarkan melalui konteks beranekaragam budaya daerah di Indonesia melalui ethnomathematics. Eksplorasi muatan konsep matematika dalam tampilan budaya dapat menumbuhkan pengetahuan dan kesadaran siswa bahwa mereka pun dapat berkonstribusi dalam penemuan-penemuan matematika, karena matematika tidak didominasi oleh suatu kultur tertentu. Penggunaan budaya daerah siswa sebagai ilustrasi konsep atau prinsip matematika diharapkan akan memudahkan siswa untuk memahaminya. Selain budaya daerah sendiri, siswa juga mempelajari topik matematika yang sama melalui konteks budaya daerah lainnya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya daerah lainnya di Indonesia. Selain tampilan budaya sebagai ilustrasi konsep atau prinsip matematika, masalah matematika yang kontekstual dapat digunakan sebagai alat untuk memunculkan nilai sosial. Masalah matematika yang mengandung isu ketidaksetaraan atau ketidakadilan dapat menjadi bahan diskusi untuk memancing siswa berpikir kritis dan tumbuh kesadarannya. Tahap selanjutnya, guru membuka kesempatan bagi siswa untuk mengapresiasi berbagai tampilan budaya atau masalah kontekstual tersebut untuk mencapai pemahaman bahwa suatu konstruksi pengetahuan mengandung asumsi yang menyiratkan budaya tertentu yang mungkin saja bias. Proses rekonstruksi ini ditempuh melalui dua tahap, tahap pertama peserta didik menyusun pengertian matematika dari tampilan budaya atau masalah kontekstual menggunakan simbol-simbol yang dibentuknya sendiri atau simbol matematika non formal. Tahap kedua, guru membimbing peserta didik menyimpulkan pengertian tersebut dalam simbol matematika yang formal. Setiap siswa dengan latarbelakang kultur yang berbeda harus merasa dapat berkontribusi dan meraih manfaat dari belajar matematika. Untuk itu, siswa harus berpartisipasi dalam pembelajaran matematika di kelas. Hal ini dapat tercapai hanya bila mereka menemukan sebuah jembatan penghubung antara kultur mereka sendiri dengan kultur yang terkandung dalam mata pelajaran matematika yang didapatnya di kelas. Menurut Johnson, A (2010: 126), matematika bukanlah subjek yang netral terhadap budaya. Artinya, matematika yang dikontruksi melalui konteks sosial, budaya dan historis bangsa Indonesia akan mengandung muatan nilai-nilai kebangsaan. Kandungan nilai ini akan terefleksikan dalam proses belajar mengajar melalui kultur yang dibangun oleh guru matematika di dalam kelas. Bila nilai ini sejalan dengan nilai individu peserta didik maka akan terjadi penerimaan dan kesepahaman secara afektif, maka penerimaan dan kesepahaman ini memungkinkan peserta didik untuk memahami konsep matematika secara kognitif. Selama proses pembelajaran, penting bagi guru untuk mengakomodasi berbagai latar belakang siswanya dengan memberikan perhatian yang sama dan tidak menunjukkan rasisme baik dalam sikap maupun tertulis dalam soal-soal matematika. Pertimbangan strategi pedagogik menghasilkan kelas yang berpusat pada siswa secara fisik, akademik, budaya, dan sosial sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk memberdayakan diri. Untuk itu guru perlu
  • 11. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi 104 - Volume 1, Nomor 1, Juni, 2012 membangun norma sosial budaya dalam kelas melalui akulturasi. Bentuk pembelajaran kooperatif dipandang cukup membantu siswa menyesuaikan diri dalam lingkungan budaya yang berbeda, sementara guru juga merasa dimudahkan dalam mengelola pembelajaran hingga siswa menguasai topik matematika tanpa harus melakukan banyak perubahan bentuk dan struktur pengajaran (Sleeter, Christine E, 2004: 171). Upaya mengurangi prejudice diantara siswa dapat dimulai dari pembentukan kelompok diskusi yang heterogen. Heterogenisasi ditinjau dari keragaman gender, tingkat sosial ekonomi, suku, agama. Diskusi dalam kelompok bertujuan menyelesaikan soal matematika, namun disisi lain siswa belajar mengekspresikan dirinya, berpendapat, menerima kritik secara pribadi atau kelompok hingga mencapai pemahaman nilai-nilai sosial. Dengan demikian, mereka belajar mengurangi stereotipe untuk kemudian menjadi aktif berpartisipasi dalam situasi sosial yang saling membutuhkan dan saling menghargai. Sikap positif terhadap kultur yang berbeda dapat didorong melalui pengkajian isu sosial dan kultur dari perspektif matematika. Data-data statistika dapat mengungkapkan dan menghilangkan stereotipe terhadap suatu kelompok kultur. Misalnya diberikan data siswa berprestasi di satu kecamatan atau kabupaten, kemudian ditelusur latar belakang agama, suku atau etnis, pekerjaan orangtua dan sebagainya dari siswa-siswa tersebut. Guru kemudian mengajak siswa mengkritisi berapa persentase siswa berprestasi yang berasal dari keluarga dengan suku atau etnis tertentu dan seterusnya. Penting bagi guru untuk mengendalikan arah diskusi, bahwa tujuan pencermatan terhadap data-data tersebut selain siswa memahami pengertian rata-rata, modus, atau penyajian data adalah mengeliminir stereotipe terhadap kelompok tertentu. Data statistik tentang keadaan sosial ekonomi masyarakat pada satu wilayah dapat menjadi stimulan bagi pemikiran kritis. Suatu pemahaman kritis terhadap data numerik mendorong individu untuk mempertanyakan tentang bagaimana masyarakat Indonesia ternyata terkelompok dalam struktur sosial ekonomi. Kemudian, yang terpenting adalah memungkinkan mereka memikirkan tindakan yang akan mereka lakukan sebagai pihak yang berada pada tingkatan sosial ekonomi lebih tinggi. Indonesia adalah negara yang kaya dengan budaya. Guru dapat memanfaatkan budaya daerah semisal artefak atau hasil karya seni daerah yang mengandung unsur matematis sebagai sarana mengajarkan suatu konsep atau prinsip matematika. Sebagai contoh, pola bentuk pada motif batik dapat menjadi alternatif sumber belajar matematika bagi siswa. Bentuk geometri yang dapat dijumpai pada batik berupa titik, garis dan bidang datar. Bidang datar tersebut misalnya lingkaran, elips, segiempat dan sebagainya. Bentukan artistik pada batik dihasilkan melalui transformasi titik, garis atau bidang datar tersebut melalui translasi (pergeseran), rotasi (perputaran), refleksi (pencerminan) atau dilatasi (perkalian). Guru menggunakan contoh batik sebagai ilustrasi prinsip geometri transformasi, kemudian siswa diminta mencermati dan menyelidiki bentuk atau gambar dalam batik yang menunjukkan prinsip geometri transformasi.
  • 12. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan - 105 Selain siswa memperoleh pengetahuan terkait konsep geometri transformasi, mereka juga memahami aplikasi geometri transformasi yang dapat menghasilkan karya seni. Sejalan dengan ini, melalui penyelidikan pola bentuk motif batik, diharapkan siswa semakin mengapresiasi karya seni bangsanya sendiri sehingga menumbuhkan rasa cinta tanah air, dapat menginterpretasikan dan saling menghormati kultur yang berbeda diantara mereka. Ide matematika lain yang dapat dijumpai pada ornamen batik adalah bentuk fraktal. Fraktal merupakan himpunan tak hingga yang terbentuk melalui proses iterasi yang algoritmik. Guru kemudian meminta siswa mencermati motif fraktal, mendiskusikan beberapa prosedur etnomatematikal dan melakukan eksplorasi terhadap metode-metode tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk mengkonstruksi algoritmanya sendiri, kemudian guru melakukan validasi atas algoritma temuan siswa tersebut. Hal ini penting untuk menumbuhkan harga diri dan kepercayaan diri bahwa mereka mampu mengerjakan soal matematika. Di sisi lain, temuan algoritma yang didasarkan pada pengalaman nyata yang mengandung nilai sosial dan konstruksi pengetahuan matematika oleh siswa sendiri akan menjadikan matematika lebih bermakna bagi mereka. Pembelajaran aljabar dapat dilakukan melalui pengkajian sejarah matematika di beberapa tempat. Sebagai contoh, beberapa pembuktian teorema Pythagoras ditemukan di beberapa negara yang terpisah seperti Babylonia, China dan India. Guru dapat meminta siswa mempelajari masing-masing bentuk pembuktian kemudian mendiskusikan bagaimana matematikawan yang berbeda kultur dapat berpikir tentang ide yang sama, yaitu teorema Pythagoras, tetapi melalui beberapa cara yang berbeda. Mempertimbangkan konteks sosial budaya termasuk nilai-nilai yang terkandung didalamnya menjadi nilai tambah secara kognitif dan afektif guna memperdalam pemahaman siswa terhadap pembelajaran matematika. Namun sejalan dengan itu, siswa mendapatkan pencerahan dan penyadaran mengenai keberadaannya sebagai suatu etnis, suatu kelas sosial ekonomi, suatu agama ditengah-tengah masyarakat yang berbeda etnis, kelas sosial ekonomi dan agama. Setiap individu memiliki karakteristik unik dan sekaligus kesamaan sebagai manusia ciptaan Tuhan. KESIMPULAN 1. Keanekaragaman budaya bangsa Indonesia hendaknya dipandang sebagai kekuatan pembangunan, adapun titik-titik kelemahan yang rentan konflik dijembatani melalui upaya membangun kesadaran, kesepahaman, toleransi dan saling pengertian melalui pendidikan multikultural. 2. Praksis pendidikan multikultural di level sekolah dilakukan melalui integrasi nilai- nilai pendidikan multikultur dalam mata pelajaran, termasuk dalam mata pelajaran matematika. 3. Rendahnya prestasi matematika siswa yang disebabkan oleh pengabaian terhadap kultur dapat diatasi dengan mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan multikultur dalam pembelajaran matematika.
  • 13. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi 106 - Volume 1, Nomor 1, Juni, 2012 4. Pembelajaran matematika berbasis pendidikan multikultural bertujuan untuk mengoptimalkan prestasi belajar matematika sekaligus menumbuhkan kesadaran, kesepahaman, toleransi, saling pengertian dan semangat kebangsaan individu siswa sebagai bagian dari masyarakat yang multikultur. 5. Model pembelajaran matematika berbasis pendidikan multikultural dikembangkan melalui integrasi konten yang dieksplorasi dari kekayaan budaya daerah, menggunakan konteks multikultur dalam mengilustrasikan konsep atau prinsip matematika. Misalnya artefak seni budaya (batik, fraktal) atau sejarah matematika untuk mengajarkan geometri atau aljabar, masalah kontekstual tentang realitas multikultur dalam bentuk soal cerita yang anti rasis, data statistika yang faktual misalnya tentang kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar siswa. 6. konstruksi pengetahuan matematika melalui konteks multikultur bertujuan untuk: a) memudahkan siswa dengan latarbelakang kultur yang berbeda- beda dalam memahami konsep atau prinsip matematika, b) mendorong pemikiran matematis yang kreatif, c) memunculkan apresiasi pada kultur yang berbeda, d) mendorong pemikiran kritis terhadap realitas yang multikultur e) mengasah kepekaan sosial. 7. Guru menggunakan strategi mengajar yang memungkinkan terjadi dialog antar siswa atau berdiskusi untuk menjalin kesepahaman dan pengertian ketika mengkonstruksi pengetahuan matematika dan saling tolong menolong (metode kooperatif) 8. Guru mengembangkan norma sosial budaya dalam kelas melalui proses akulturasi dalam rangka mengurangi prejudice dan membangun kultur sekolah yang kondusif agar semua siswa dapat berprestasi dengan optimal DAFTAR PUSTAKA Averill, et al. (2009). Culturally Responsive Teaching of Mathematics: Three Models from Linked Studies. Jurnal for Research in Mathematics Education. Vol 40 No 2, hal 157-186 Banks, James A. (2002). An introduction to multicultural education. Boston: Allyn and Bacon. Gerdes, P. (1988). On culture, geometrical thinking and mathematics education. Educational Studies in Mathematics. 19 hal 137-162. Johnson, A. (2010). Teaching mathematics to culturally and linguistically diverse learners. New York: Pearson Education Inc. Koentjaraningrat. (2002). Antropologi Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan, cetakan kesepuluh. Noel, Jana. (2000). Notabel selection in multicultural education. San Fransisco, CA: Mc-Graw Hill. OECD. (2003). The PISA 2003 Assessment framework-Mathematics, Reading, Science and Problem Solving Knowledge and Skills. Paris: OECD. Sleeter, Christine E. (2004). How white teacher construct race. Dalam Ladson-Billings, Gloria & Gilborn, David (Eds). The routledgeFalmer reader in multicultural education (hal 163-177). London: RoutledgeFalmer Taylor & Francis Group. Tate, W.F. (1997). Race-ethnicity, SES, gender, and language proficiency trends in
  • 14. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pendidikan - 107 mathematics achievement: An update. Journal for Research in Mathematics Education, 28. hal 652-680. Yaya S. Kusumah. (2011). Mathematical literacy. Proceedings 1st International Symposium on Mathematics Education innovation. 18 -19 November 2011 Yogyakarta, p 45-52. Zamroni. (2010a). The implementation of multicultural education: A reader. Yogyakarta: The Graduate Program The State University of Yogyakarta.