1. APLIKASI SISTEM RESIRKULASI SEDERHANA DALAM PERCEPATAN
PEMIJAHAN INDUK KEPITING BAKAU Scylla olivacea Herbst
OLEH :
EDDY NURCAHYONO
KASTURI
Makalah disampaikan pada Indo Aquaculture 2008 tanggal 19 Nopember 2008
Di Hotel Ina Garuda Yogyakarta
BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU TAKALAR
DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA
DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2008
2. APLIKASI SISTEM RESIRKULASI SEDERHANA DALAM PERCEPATAN
PEMIJAHAN INDUK KEPITING BAKAU Scylla olivacea Herbst
APPLICATION OF THE SIMPLE RECIRCULATION SYSTEM IN SPAWNING
ACCELERATION OF BROODSTOCK OF MUD CRAB (Scylla olivacea, Herbst)
Eddy Nurcahyono*,Kasturi
Email : crabcenter.bbapt@gmail.com
Balai Budidaya Air Payau Takalar
Desa Bontoloe Kec. Galesong Selatan Kab. Takalar Sulawesi Selatan 92254
Abstrak
Semakin berkembangnya budidaya kepiting menuntut tersedianya benih
secara kontinyu. Lamanya proses pemijahan induk yang telah matang gonad
merupakan salah satu hambatan dalam pengembangan usaha pembenihan
kepiting bakau (Scylla olivacea, Herbst) secara kontinyu. Tujuan dari kegiatan
rekayasa ini adalah mempercepat proses pemijahan dengan perbaikan mutu
lingkungan media pemeliharaan melalui aplikasi sistem resirkulasi sederhana. Hasil
kegiatan menunjukkan bahwa pemeliharaan induk dengan aplikasi sistem
resirkulasi sederhana induk kepiting bakau (Scylla olivacea, Herbst) dariTKO II
dapat mencapai TKO IV sampai dengan proses pemijahan memerlukan waktu 14 –
16 hari dengan sintasan induk mencapai 70 %, periode latensi berkisar 9 – 11 hari,
derajat kematangan ovarium sebesar 40 %, dan derajat pemijahan yang bisa
mencapai 57,14 %. Sedang pada perlakuan tanpa sistem resirkulasi dariTKO II
untuk mencapai TKO IV sampai proses pemijahan diperlukan waktu 50 - 72 hari
dengan sintasan induk mencapai 40 %, periode latensi 9 – 11 hari, dan derajat
kematangan ovarium 25 % serta derajat pemijahan mencapai 25 %. Perbedaan
yang cukup signifikan tersebut di duga karena efektifitas aplikasi sistem resirkuasi
sederhana dimana hal ini dapat dilihat dari kondisi parameter air yang tetap pada
kisaran optimal sehingga membuat induk kepiting bakau (Scylla olivacea, Herbst)
merasa cocok dan nyaman untuk melakukan proses reproduksinya. Dari hasil
kegiatan perekayasaan ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan sistem resirkulasi
dapat mempercepat pemijahan induk kepiting bakau Scylla olivacea, Herbst.
Kata Kunci : Kepiting Bakau (Scylla olivacea,Herbst), Pemijahan, Resirkulasi
Abstract
Aquaculture development of mud crab more required sustainable crablet supply. A
long time period of gonad maturated of broodstock spawning is one of the problem
in sustainability hatchery development of mud crab (Scylla olivacea,Herbst). This
research was aimed to accelerate mud crab spawning by improving culture media
using the simple recirculation system. Result showed that in using recirculation
time period of TKO II to TKO IV are 14 to 16 days with survival rate of 70 %, rate of
ovarium maturation about 40 % and rate of spawning about 57, 14 %. Whereas,
non recirculation time period of TKO II to TKO IV are 50 to 72 days with survival
rate of 40 %, rate of ovarium maturation about 25 % and rate of spawning about 25
%. From that result showed that recirculation system can reduce time period of
spawning increasing survival rate, ovarium maturation and rate of spawning.
Key words ; recirculation, spawning, mud crab
3. I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepiting bakau Scylla sp. merupakan salah satu komoditas perikanan yang
bernilai ekonomis dan banyak diminati pasaran terutama untuk di ekspor ke Amerika
Serikat, China, Hongkong, Taiwan, Korea selatan, Malaysia dan beberapa negara di
kawasan Eropa. Komoditas ini di pasar internasional dijual dalam bentuk segar/hidup,
beku, maupun dalam kaleng. Harga dan permintaan yang tinggi membuat eksploitasi
kepiting bakau di alam semakin meningkat hingga terjadi over eksploitation.
Peningkatan eksploitasi terutama kepiting yang sedang matang gonad atau dikenal
dengan kepiting bertelur sehingga akan memacu penurunan stok populasi ataupun
kepunahan komoditas ini ke depan.
Kegiatan budidaya di tambak merupakan alternatif dalam mencegah
kegiatan eksploitasi di alam. Akan tetapi, ketersediaan benih merupakan kendala
dalam pengembangan usaha ini, dimana selama ini penyediaan benih masih
tergantung dari penangkapan di alam. Ketersediaan benih yang tepat waktu dan
jumlah merupakan faktor utama pendukung berkembangnya usaha budidaya di
tambak. Salah satu hambatan dalam usaha pembenihan kepiting bakau adalah
ketersediaan induk yang siap memijah. Untuk itu penyediaan induk kepiting bakau
yang matang gonad merupakan langkah awal kegiatan pembenihan.
Usaha memacu proses pematangan gonad biasanya dilakukan dengan
manipulasi hormon, pakan dan manipulasi lingkungan (Lockwood 1967; Primavera
1985). Lingkungan sangat berpengaruh terhadap proses-proses reproduksi.
Lingkungan juga merupakan sumber stimulasi yang kali pertama mempengaruhi
mekanisme sistem saraf pusat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fujaya (1996),
juga menunjukkan bahwa spektrum cahaya sangat berpengaruh terhadap
kematangan ovarium kepiting bakau Scylla serrata Forskal. Akan tetapi, hasil
beberapa penelitian yang dilakukan hanya terbatas pada usaha pematangan gonad
sedangkan proses pemijahan dari TKO IV berlangsung cukup lama sehingga akan
menghambat proses pembenihan secara berkelanjutan.
Salah satu cara dalam mempercepat proses pemijahan adalah dengan
manipulasi lingkungan sehingga kondisi lingkungan terutama media pemeliharaan
selalu dalam keadaan optimal dan dapat merangsang percepatan proses
pemijahan induk kepiting bakau. Sistem resirkulasi air merupakan salah satu cara
mempertahankan kondisi kualitas air pada kisaran yang optimal. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan Nana.et., al (2007) bahwa sistem resirkulasi akan
menstabilkan kualitas air seperti oksigen yang tinggi, suhu air yang s intervensi
akumulasi sisa pakan dan feses ke dalam media. Dengan kondisi lingkungan yang
optimal tersebut diharapkan dapat mempercepat proses pemijahan induk kepiting
bakau Scylla olivacea, Herbst.
4. 1.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan rekayasa ini adalah mempercepat proses pemijahan
induk kepiting bakau Scylla olivacea,Herbst yang telah matang gonad melalui
usaha perbaikan lingkungan pemeliharaan induk dengan aplikasi sistem resirkulasi
sederhana sehingga proses pembenihan dapat berlangsung secara kontinyu.
1.3 Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah penyedian induk yang cepat memijah
sehingga proses produksi pembenihan kepiting bakau Scylla olivacea, Herbst
dapat berjalan secara berkelanjutan.
II. METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan perekayasaan ini dilaksanakan pada Bulan Juli sampai September
2007 di Unit Rekayasa Produksi Benih Kepiting Balai Budidaya Air Payau Takalar.
2.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah :
a. Induk Kepiting Bakau(Scylla olivacea, Herbst).
b. Pakan Induk (Kerang dan Cumi – cumi).
c. Multivitamin.
d. Formalin
e. Pasir Kwarsa
f. Arang dan zeolite
Alat – alat yang digunakan adalah :
a. Tempat Pemeliharaan Induk (Bak Beton 2 m X 5m X 1,5m dilengkapi peralatan
aerasi, substrat pasir putih setinggi 15 cm, dan sekat sekat bambu ukuran 60
cm X 60 cm X 60 cm).
b. Ember, baskom,selang spiral, dan peralatan kerja lainnya.
c. Lampu ultraviolet 2 balon buatan BBAP Takalar.
d. Pompa air
5. 2.3 Metode
2.3.1. Pemeliharaan Induk
Induk kepiting bakau Scylla olivacea, Herbst diperoleh dari nelayan atau
pengumpul di Takalar, Maros dan Makassar. Induk yang dipilih adalah induk yang
telah matang ovarium dengan tingkat kematangan ovarium (TKO) II dan III.
Pengamatan TKO dilakukan dengan mengamati sambungan (joint) antara
karapaks dengan abdomen terakhir (Hiatt ,1948 dalam Sumpton et al., 2003). Berat
induk yang digunakan berkisar 150 – 250 g/individu dengan lebar (internal
carapace width – ICW) dan panjang karapaks (carapace length – CL) berkisar
masing-masing 11,05 – 12,50 cm dan 6,6 – 7,00 cm. Sebelum di aklimatisasi, induk
kepiting bakau yang telah diseleksi disucihamakan dalam larutan formalin 25 ppm
selama 25 menit.
Induk betina kepiting bakau Scylla olivacea,Herbst masing – masing
perlakuan sebanyak 10 ekor dipelihara dalam bak beton ukuran 5 m x 2 m x 1,5 m.
Dasar bak berisi hamparan substrat pasir putih setinggi kurang lebih 15 cm.
Ketinggian air pemeliharaan berkisar 40 cm. Pemeliharaan induk menggunakan
sistem resirkulasi dengan menggunakan filter mekanik berupa pasir kwarsa,dan
arang serta zeolit. Untuk mereduksi bakeri pada media pemeliharaan dilakuakan
dengan radiasi sinar ultaviolet produksi BBAP Takalar. Salinitas yang digunakan
selama pemeliharaan induk adalah 32 – 34 ppt. Kanibalisme selama masa
pemeliharaan dikurangi dengan membuat sekat – sekat bambu ukuran 60 cm X 60
Cm X 60 Cm.
Selama masa pemeliharaan, induk kepiting bakau Scylla olivacea,Herbst
diberi pakan segar cumi-cumi dan kerang yang telah diberi multivitamin masing-
masing dengan komposisi 60% dan 40% (Nurcahyono, E dan Kasturi,2007). Dosis
pakan yang diberikan antara 15 - 25% dari biomass. Pakan diberikan dua kali per
hari pada pagi dan sore dengan perbandingan 30 % : 70 %. Pakan yang tidak
termakan disiphon keluar dari bak pemeliharaan. Pergantian air dilakukan setiap
pagi hari sebanyak 100 – 200% sebelum pemberian pakan.
2.3.3. Pengamatan Parameter dan Kualitas Air
Parameter yang diamati meliputi sintasan induk, periode latensi, derajat
kematangan ovarium. Sintasan merupakan prosentase induk yang hidup hingga
akhir kegiatan. Periode latensi adalah lama pematangan ovarium hingga TKO IV.
Derajat kematangan ovarium adalah prosentase perbandingan antara induk yang
matang ovarium TKO IV dengan jumlah populasi. Derajat pemijahan adalah
prosentase antara kepiting yang memijah dan yang masih TKO IV.
Parameter kualitas air harian yang diamati adalah oksigen terlarut
(Dissolved Oksigen – DO), ammonia, pH, suhu serta salinitas. Pengambilan
sampel harian dilakukan pukul 08.00 WITA sebelum pergantian air. Pengukuran
suhu dan oksigen terlarut menggunakan DO meter (YSI 58, Yellow Springs
6. Instrumen co. Inc., USA), pH mengunakan portable pH meter (Meterlab PHM 201,
Radiometer Analytical, S.A., France), salinitas menggunakan hand refraktometer
(Atago S/mill – E – Japan), sedangkan ammoniak dilakukan dengan metode
spektrofotometer.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tata laksana sistem resirklasi sederhana yang digunakan pada proses
percepatan pemijahan induk kepiting bakau Scylla olivacea,Herbst tampak seperti
pada gambar berikut.
Pasir
Arang & zeolit
P ahan karang
ec Substrat Pasir
Gambar 1. Sistem resirkulasi sederhana pada proses percepatan pemijahan
induk kepiting bakau Scylla olivacea,Herbst
Sistem kerja dari sistem resirkulasi sederhana ini adalah air dari media
pemeliharaan dialirkan melalui pipa pengeluaran air dan dilewatkan sistem filtrasi
bertingkat yang meliputi pasir kwarsa, arang dan zeolit, yang disusun bertingkat
sedemikian rupa, dimana pada masing – masing bagian diberi sekat kain kasa.
Pada bagian bawah sendiri digunakan pecahan – pecahan batu karang yang
berfungsi sebagai pengendapan air sebelum dipompa untuk diresirkulasi. Pasir
kwarsa berfungsi untuk untuk menyaring atau menahan partikel – partikel sisa
bahan organik. Sedangkan arang dan zeolit berfungsi untuk menetralisir air dengan
menyerap zat – zat yang dapat mengotori air dan menyebabkan toksin pada
organisme yang dipelihara. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh
Yudansa (2006) bahwa zeolit dapat berfungsi sebagai Menyerap dan menukar
senyawa kimia yg meracuni air seperti N2, NH3 (amoniak), H2S, COD, BOD & CO2,
meningkatkan O2, menjaga stabilitas kondisi air pada tingkat ideal,dan menurunkan
tingkat pencemaran yang timbul dari kotoran dan sisa pakan yang membusuk.
Kemudian air dialirkan ke bak pengendapan air yang dilengkapi pecahan batu
karang yang selanjutnya dipompa dan dialirkan kembali ke media pemeliharaan
melalui pipa paralon ¾ inchi. Sebelum masuk ke media pemeliharaan air
dilewatkan dulu melalui sinar ultraviolet denan tujuan untuk mereduksi dan
mengurangi bakteri pathogen terutama bakteri Vibrio,sp. Untuk mencegah
penumpukan kotoran pada sistem filtrasi setiap 1 – 2 minggu sekali dilakukan
7. pencucian sistem filtrasi yang meliputi pasir kwarsa, arang dan zeolit serta batu
karang.
Hasil pengamatan aplikasi sistem resirkulasi sederhana pada pemeliharaan
induk kepiting bakau Scylla olivacea seperti pada tabel berikut.
Tabel 1. Hasil pengamatan sistem resirkulasi sederhana dalam percepatan
pemijahan induk kepiting bakau Scylla olivacea, Herbst.
Aplikasi sistem
Parameter Tanpa sistem resirkulasi
resirkulasi sederhana
Sintasan Induk (%) 70 40
Periode latensi (hari) 9 – 11 9 – 11
Derajat Kematangan 40 25
ovarium (%)
Derajat Pemijahan (%) 57,143 25
Lama proses TKO II hingga 14 – 16 50 – 72
Pemijahan (Hari)
Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa dengan aplikasi sistem
resirkulasi sederhana tingkat kehidupan induk Scylla olivacea, Herbst yang
dipelihara dapat mencapai 70 %, sedangkan pada non resirkulasi tingkat
kehidupannya hanya mencapai 40 % atau kematiannya mencapai 60 %. Tingginya
tingkat kematian pada perlakuan tanpa resirkulasi disebabkan oleh adanya
serangan parasit yang menempel pada insang sehingga akan mengurangi absorbsi
oksigen bagi metabolisme kepiting, jenis parasit yang menyerang adalah
octolasmis, sp. yaitu organisme yang menempel pada insang induk kepiting
(Gambar 2 - a & b) . Parasit ini muncul diduga karena buruknya kualitas air pada
media pemeliharaan induk yang menyebabkan kurangnya pasokan oksigen terlarut
yang dapat mengakibatkan kondisi induk menjadi lemah dan kurang berselera
makan sehingga akan mengganggu proses metabolisme secara keselurahan yang
dapat menyebabkan kematian pada induk itu sendiri. Selain itu juga terlihat
karapas yang mulai ditumbuhi parasit dan lumut untuk induk yang dipelihara tanpa
sistem resirkulasi sederhana (Gambar 2- c & d). Sedangkan pada sistem
resirkulasi kematian kebanyakan disebabkan oleh penyesuaian kondisi induk
dengan lingkungan. Hal ini dapat diketahui bahwa induk menglami kematian 1 – 2
hari setelah penebaran di bak pemeliharaan induk (Gambar 3 a & b).
Periode latensi pada keduanya cenderung sama yaitu 9 – 11 hari.Derajat
kematangan ovarium pada kedua perlakuan cenderung berbeda dimana pada
aplikasi sistem resirkulasi sederhana bisa mencapai 40 % sedang tanpa resirkulasi
baru mencapai 25 % begitu pula dengan derajat pemijahan dimana pada aplikasi
sistem resirkusi sederhana mencapai 57,143 % dan 25 % pada perlakuan tanpa
resirkulasi. Dampak lain yang kelihatan dari aplikasi sistem resirkulasi sederhana
adalah lamanya waktu yang diperlukan induk untuk melakukan pemijahan dari
TKO II hingga pemijahan pada sistem resirkulasi sederhana bisa mencapai 14 – 16
8. hari lebih singkat dari perlakuan tanpa resirkulasi yang mulai dapat memijah pada
hari ke 50 hingga hari 72 pemeliharaan. Hal ini mengindikasikan bahwa
penggunaan sistem resirkulasi sederhana dapat mempercepat pematangan
ovarium dan proses pemijahan.
a b
1
c d
Gambar 2. Kondisi Induk Selama Pemeliharaan Tanpa Sistem Resirkulasi
Sederhana : a) Insang terlihat kotor dan berwarna hitam ; b)
insang mulai berwarna hitam dan ditumbuhi parasit octolacmis
sp. c) pada karapaks induk terdapat parasit (tritip) ; d). pada
karapaks induk ditumbuhi lumut ;
a b
1 2
Gambar 3. Kondisi Induk Selama Pemeliharaan dengan Sistem Resirkulasi
Sederhana ; a).karapas tidak terdapat parasit ; b) Insang besih
dan tidak terdapat parasit.
9. Dengan adanya sistem resirkulasi sederhana kondisi lingkungan akan
terjaga pada kondisi yang optimal sehingga membuat individu yang dipelihara
nyaman untuk melakukan sistem reproduksinya. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Udi Putra, et.al., (2007) bahwa sistem resirkulasi dengan kondisi
kualitas aliran yang baik akan mampu menyediakan oksigenasi air yang baik yang
diperlukan dalam respirasi dan suhu air media yang stabil, selain itu aliran yang
baik mampu memompa keluar sisa metabolisme terutama amonia.
Penggunaan sinar ultraviolet pada proses sistem resirkulasi juga memberi
dampak yang cukup besar pada induk kepiting bakau Scylla olivacea, Herbst.
Dimana dengan adanya kombinasi sistem filter mekanik dan radiasi sinar ultraviolet
dapat mengurangi populasi bakteri pathogen seperti Vibrio sp, jamur Legenedium,
sp dan Leucothrix,sp yang sering menyerang telur yang dierami pada abdomen
induk kepiting, serta serangan protozoa atupun parasit lainnya seperti octolasmis
yang menempel pada insang sehingga menyebabkan perebutan konsumsi oksigen.
Udi Putra, at. al (2007) mengungkapkan bahwa penggunaan 2 lampu UV diperoleh
dengan perlakuan dosis UV 409.777 µWs/Cm 2 , 319.626 µWs/Cm2, 255.700
µWs/Cm2, 191.392 µWs/Cm2 atau dengan kecepatan 0.78 L/d, 1 L/dt, 1.25 L/dt
dan 1.67 L/dt menunjukkan hasil yang sangat signifikan. Total bakteri dapat
direduksi hingga > 70% pada dosis terendah (kecepatan air tinggi) dan mendekati
100% pada dosis tertinggi. Sedang jenis bakteri Vibrio sp dapat direduksi hingga
100 % mulai dari dosis yang rendah.
Dari pengamatan hasil pengamatan parameter kualitas air media
pemeliharaan terlihat bahwa kondisi air dengan aplikasi sistem resirkulasi
sederhana cenderung lebih optimal bila dibanding tanpa sisten resirkulasi. Hal ini
dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan parameter kualitas air selama
pemeliharaan.
Tabel 2. Hasil pengamatan parameter kulaitas air pemeliharaan selama kegiatan
berlangsung.
Parameter Aplikasi sistem resirkulasi Tanpa sistem resirkulasi
Salinitas (ppt) 32 – 34 32 – 34
Suhu (0C) 27 – 31 27 – 30
pH 7,69 – 8,04 8,19 – 8,71
Alkalinitas 134,63 -177,0 186,51 – 208,51
DO 5,31 – 6,52 3,20 – 4,46
NH3 0 – 0.013 0 - 0,387
Total bakteri (cfu/ml) 5,0 X 104 3,2 X 10 8
Total vibrio (cfu/ml) < 102 1,7 X 105
Menurut Kasprijo. et. al (1994) bahwa pemeliharaan induk kepiting bakau
pada kisaran 27 – 280C dapat mempercepat kematangan gonad. Dari hasil
pengamatan selama pemeliharaan terlihat kisaran suhu pada masing – masing
perlakuan masih dalam kisaran yang relatif stabil yaitu antara 27 – 31 0 C. Sedang
menurut Gunarto (1990) pH yang baik untuk pertumbuhan kepiting bakau adalah
10. 6,5 – 8,5. kadar amonia 0,06 – 0,09 ppm. Dari hasil perlakuan dapat diketahui
bahwa aplikasi sistem resirkulasi masih dalam keadaan optimal sedang pada
aplikasi non resirkulasi melebihi batas optimal sehingga diduga tingginya kadar
ammonia disebabkan oleh tingginya bahan organik dan rendahnya kadar oksigen
dalam media pemeliharaan sehingga menyebabkan kematian induk lebih banyak.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari kegiatan ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan sistem resirkulasi
dapat mempertahankan kisaran pameter kualitas air pada kisaran optimal serta
dapat mengendalikan dan mengurangi populasi pathogen serta membuat induk
menjadi nyaman dengan kondisi lingkungan tersebut dan dapat memacu
percepatan proses pemijahan induk kepiting bakau Scylla olivacea, Herbst.
4.2 Saran
Sebaiknya dalam pemeliharaan induk kepiting bakau Scylla olivacea
menggunakan sistem resirkulasi guna mempercepat proses pemijahan induk.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala Balai BAP Takalar yang
telah memfasilitasi,memotivasi semangat kepada penulis, drh. Joko, P. Nana,
Kherel, Tim Pakan alami, dan Laboratorium penyakit dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Budimawan, Fattah, M. H., Atjo, H., 2000. Pengkajian Aspek Reproduksi Alami dan
Produksi Buatan Larva Kepiting Bakau (Scylla serrata Forskal, 1775) Secara
Massal Dalam Upaya Peningkatan Produksi. Laporan Riset Unggulan Terpadu VII
Bidang Teknologi Hasil Pertanian. Kementerian Negara Riset dan Teknologi.
Fujaya, Y., 1996. Pengaruh Spektrum Cahaya Terhadap Perkembangan Ovarium Kepiting
Bakau (Scylla serrata, Forskal). Program Pascasarjana IPB Bogor. Thesis.
Fujaya, Y., 2004. Pemanfaatan Ekstrak Ganglion Toraks Kepiting Non-Ekonomis Sebagai
Stimulan Perkembangan In Vitro Sel Telur Kepiting Bakau Scylla olivacea Herbst
1796. Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Disertasi.
Keenan, C.P., Davie, P.J.F., Mann. D.L., 1998. A Revision of the Genus Scylla De Haan,
1833 (Crustacea: Decapoda: Brachyura: Portunisae). The Raffles Bulletin of
Zoology 46(1): 217
Udi Putra, N. S.S.,M. Syaichudin, Fauzia, Suarni,Hasmawati,M.Syahrir. 2007. The Effort of
Improving grouper fish Performance (Epinephelus fuscogutatus) on Rearing High
Density by Water flow stimulation. Prosiding Indonesian Aquaculture. Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan.
11. Udi Putra N.S.S, M. Syaichuddin, Tamrin. 2007. Efektifitas Ultraviolet Sederhana dalam
mereduksi Bakteri pathogen di dalam media air buydidaya. Prosiding Indonesia
Aquaculture 2007. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen
Kelautan dan Perikanan.
Nurcahyono,E dan Kasturi. 2007. Penggunaan Pakan Cumi – cumi (Loligo sp.) dan Kerang
(Perna viridis) dalam Percepatan Pematangan Gonad Induk Kepiting Bakau Scylla
olivacea Herbst. Laporan Tahunan BBAP Takalar Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan.