SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 59
Downloaden Sie, um offline zu lesen
1



            LAPORAN PRAKTEK MAGANG



TEHNIK PEMBENIHAN IKAN BAUNG (Mystus nemurus C.V) DI
 BALAI BENIH IKAN SENTRAL SEI TIBUN DESA PADANG
    MUTUNG KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU




                       OLEH
                  MARSIDI SABAR S




     FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
                 UNIVERSITAS RIAU
                    PEKANBARU
                        2010
2




                LAPORAN PRAKTEK MAGANG


TEKNIK PEMBENIHANIKAN BAUNG (mystus nemurus C.V) DI
 BALAI BENIH IKAN SENTRAL SEI TIBUN DESA PADANG
   MUTUNG KABUPATEN KAMPAR PROVPINSI RIAU



Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Ahli Madya
          perikanan Pada Fakultas Perikanan Ilmu Kelautan
                          Universitas Riau




                              OLEH :
                       MARSIDI SABAR S




   PROGRAM STUDI DIPLOMA III BUDIDAYA PERIKANAN
        FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
                       UNIVERSITAS RIAU
                           PEKANBARU
                                2010
3



                       RIWAYAT HIDUP PENULIS


                       Penulis dilahirkan di kabupaten kampar pada tanggal 22

                       maret 1987 sebagai anak ketiga dari pasangan Bapak

                       Jainal ST dan Ibu Hellen Tina.


Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 026 Desa pandau jaya tahun 2000,

kemudian SMPN pada tahun 2003 masing-masing di Kabupaten kampar dan pada

tahun 2006 menyelesaikan pedidikan tingkat SLTA di Sekolah Usaha Perikan

Menengah (SUPM) Internasional di Dumai dengan jurusan Budidaya Perikanan.


       Melalaui jalur ujian lokal (Non Reguler) masuk perguruan tinggi negeri,

penulis diterima di Fakultas Perikanan Universitas Riau Pada program Studi

Budidaya Perairan D3. Diselala-sela kesibukannya sebagai mahasiswa penulis

juga aktif melakukan beberapa kegiatan budidaya ikan dengan berbagai jenis ikan

air tawar, selain itu juga aktif di salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

sebagai tenaga penyuluh perikanan.


       Pada tanggal 27 Maret 2009 penulis melaksanakan Praktek Magang di

Desa Padang Mutung Kabupaten Kampar Provinsi Riau dengan judul “Teknik

Pembenihan Ikan Baung (Mystus nemurus CV)” dan Pada tanggal 30 maret 2010

diyatakan lulus ujian praktek magang di bawah bimbingan Ir. Nuraini, MS.
4




                                    RINGKASAN

Marsidi Sabar (0604131403) Tehnik Pembenihan Ikan Baung (Mystus
nemurus CV) Di Balai Benih Ikan Sentral Sei Tibun Desa Padang Mutung
Kabupaten Kampar Provinsi Riau. (Dibawah Bimbingan Ir. Nuraini, MS.)

       Secara taksonomi ikan baung diklasifikasikan kedalam filum Chordata,

kelas Pisces, Sub kelas teleostei, Ordo Silunformes, Sub ordo Siluroidae, Famili

Bragridae, Genus Mystus dan spesies mistus nemurus CV. Pemeliharaan induk

ikan baung dilakukan di kolam penampungan dengan menggunakan keramba

ukuran 5 x 2 m. Dengan kedalaman 1,5 m padat tebar 230 ekor dengan bobot 400-

900 gr/ ekor. Kualitas air kolam induk adalah: pH 6,8 suhu 28-31 ºC. Kolam

pemeliharaan dilengkapi dengan sirkulasi air yang berguna untuk meningkatkan

kadar oksigen terlarut dalam air.

       Untuk mengetahui induk ikan baung betina yang telah matang gonad dapat

dilihat dari bentuk perutnya yang relatip membesar dan permukaan kulit lembut

dapat juga dengan mengurut perut ikan tersebut bila telur yang keluar sewaktu

pengurutan berbentuk bulat penuh, berwarna agak kecoklatan maka induk dalam

kondisi siap pijah. Untuk mengetahui kematangan gonad ikan jantan dapat dilihat

papilanya yang terletak dibelakang anus mendakati sirip anus, bila pipilnya

dibagian ujung berwarna merah dan menyebar ke arah pangkal, maka ikan

tersebut telah matang kelamin. Hormon yang digunakan yaitu Ovaprim dengan

dosis 0,7 ml/kg pada induk betina dan 0,5 ml/kg induk jantan.

       Penyuntikan Induk betina dilakukan sebanyak dua kali,       Penyuntikan

pertama dilakukan setengah dosis, dan penyuntikan kedua juga setengah dosis.

Ponyuntikan kedua dilakukan 6 jam setelah penyuntikan pertama. Sedangkan
5



induk jantan penyuntikan dilakukan hanya satu kali saja yaitu pada waktu

penyuntikan kedua induk betina.

       Tipe pemijahan pada ikan baung bersifat Partial spawning yaitu spesies

ikan yang mengeluarkan telur matang secara bertahap pada satu kali periode

pemijahan, dalam proses pemijahannya telur ikan tidak dikeluarkan semua secara

serentak tetapi hanya mengeluarkan telur TKG V Telur sisa merupakan telur yang

berkembang kemudian menjadi besar dan apabila tidak dipijahkan akan diserap

kembali (atresia).

       Penetasan telur ikan baung yang telah difertilisasi dilakukan dengan sistem

air tenang dalam wadah berupa aquarium berukuran 80 x 60 x 40 sebanyak tiga

buah aquarim, dalam keadaan steril. Suhu air sangat berpengaruh terhadap

lamanya penetasan, telur ikan baung yang telah terbuahi akan mengalami

perkembangan embryogenesis, pada suhu 27-31 ºC, pH 6,5-7,5 telur menetas

dalam waktu 24 jam.

       Pada hari kedua dan ketiga baru diberi pakan tambahan berupa nauplius

artemia selanjutnya pada hari ke 3 hingga hari ke 10 larva diberi pakan berupa

cacing tubifek dengan metode pemberian pakan adbilitum, frekwensi pemberian

pakan di lakukan 3 kali perhari yaitu pada pukul 07.30 pukul 12.00 dan pada

pukul 16.30 WIB.

    Larva baung mempunyai kebiasaan menyebar pada malam hari dan hidup

  berkelompok serta membentuk gumpalan terutama pada Siang hari, sehingga

     dapat menyebabkan kematian larva yang berada di bagian dalam karena

   kekurangan oksigen. Karena itu sistem aerasi harus selalu diperhatikan agar

kandungan oksigen terlarut di dalam air akuarium pemeliharaan larva tetap tinggi.
6



                            KATA PENGANTAR

       Alhamdulillah rabbal alamin, segala puji hanya untuk allah SWT berkat

rahamat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan praktek magang

ini dengan judul “Teknik Pembenihan IKan Baung ( mystus nemurus ) Di Balai

Benih Ikan Sentral Sungai Tibun Desa Padang Mutung Kabupaten Kampar.

Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak mendapatkan bantuan, dorongan,

dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapakan rasa terima

kasih kepada:


   1. Ayahanda, Jainal ST        dan Ibunda Hellen Tinna beserta Kakaku Dewi

       mariana, dan seluruh keluarga besarku yang telah memeberikan kasih

       sayang dorongan do’a yang tiada henti.


   2. Bapak Prof. Dr. Bustari Hasan Selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu

       Kelautan Universitas Riau.


   3. Ibu Ir. Hj. Nuraini, MS Selaku dosen pembimbing              yang selalu

       memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.


   4. Bapak Soloan ringo-ringo SE di jaya pura (papua) terimakasih yang

       sebesar-besarnya atas kritik, saran, motivasi dan dukungannya selama

       penyusunan laporan ini.


   5. Terimakasih kepada rekan-rekan D3 06 yang memberikan petunjuk dan

       arahan.
7



   6. Terimakasih kepada Hadra Fi Ahlina, Murita Ria Pratiwi, Parmin Sos,

       Nana samudara aris BSc, Afrianto dn, fatma yani, Awang, beserta seluruh

       teman-teman alumnni SUPP-SUPM Dumai Internasional domisili

       pekanbaru.


Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari

kesempurnaan, kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah penulis

harapkan untuk mencapai kesempurnaan laporan. Akhirnya penulis mengucapkan

terima kasih.




                                                 Pekanbaru,    Maret 2010




                                                 MARSIDI SABAR. S
8



                                                 DAFTAR ISI
Isi                                                                                                      Halaman
  KATA PENGANTAR ................................................................................. i
  DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
 DAFTAR TABEL ........................................................................................ iii
 DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iv
  LEMBARAN PENGESAHAN ................................................................... v

I. PENDAHULUAN
      1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
      1.2. Tujuan dan Manfaat ......................................................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA
III. BAHAN DAN METODE ..................................................................... 11
      3.1. Waktu dan Tempat ..........................................................................          11
      3.2. Alat dan Bahan ................................................................................      11
      3.3. Metode Praktek ...............................................................................       12
      3.4. Prosedur Magang .............................................................................        13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
      4.1. Keadaan Umum ...............................................................................         18
          4.1.1. Sejarah Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Kampar ...................                             18
          4.1.2. Posisi dan Keadaan Iklim ........................................................              18
          4.1.3. Tugas dan Fungsi Balai ...........................................................             19
      4.2. Struktur Organisasi ..........................................................................       21
          4.2.1. Sumberdaya Manusia ..............................................................              22
          4.2.2. Fasilitas Bangunan Balai Benih Ikan Sentral Kampar ..............                              23
      4.3. Sarana dan Prasarana .......................................................................         24
          4.3.1. Panti Benih (Hatchery) ............................................................            24
      4.4. Teknik Pemeliharaan Induk Ikan Baung ..........................................                      27
          4.4.1. Pemeliharaan Induk ................................................................            27
          4.4.2. Seleksi Induk ..........................................................................       28
          4.4.3. Teknik Pemijahan ...................................................................           30
          4.4.4. Penetasan Telur .......................................................................        34
          4.4.5. Perawatan Larva .....................................................................          36
          4.4.6. Kualitas Air ............................................................................      39
          4.4.7. Hama dan Penyakit .................................................................            40

V. KESIMPULAN DAN SARAN
      5.1. Kesimpulan ..................................................................................... 41
      5.2. Saran ................................................................................................ 41
DAFTAR PUSTAKA
9



                                   DAFTAR TABEL


Tabel                                                                               Halaman

1. Jumlah Pegawai Balai Benih Ikan Sentral Sei Tibun Tahun 2009
    Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Profesi ........................................ 22
2. Alat Penunjang Yang Digunakan Untuk Pembenihan Ikan Baung
    (Mystus nemurus C.V) di BBIS Sei Tibun Kab. Kampar ............... 24
3. Jumlah Luas dan Jenis Kolam di BBIS Kampar........................................... 25
4. Kisaran Kualitas Air Pembenihan Ikan Baung di BBBIS Kampar................ 26
5. Kandungan Nutrisi Pakan Induk Ikan Baung ............................................... 28
6. Data Hasil Seleksi Induk Ikan Baung Betina BBIS Kampar......................... 29
7. Dosis Hormon, Waktu Penyuntikan dan Striping .......................................... 30
7. Fersentase Pembuahan Telur Ikan Baung .................................................... 33
8. Hasil Perhitungan Penetasan Telur Ikan Baung ........................................... 35
9. Tingkat Kelulushidupan Larva Ikan Baung Setelah 15 Hari......................... 37
10. Parameter Kualitas Air Pemeliharaan Larva Ikan Baung ............................ 39
10



                                   DAFTAR GAMBAR


Gambar                                                                               Halaman

1. Bagan Organisasi Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Kampar ...................... 21
2. Penyuntikan Induk Ikan Baung Matang Gonad.......................................... 31
3. Proses Striping Induk Ikan Baung Yang Siap Ovulasi .............................. 32
4. Fertilisasi Telur Induk Ikan Baung YangTelah Ovulasi ............................. 32
5. Akuarium Sebagai Wadah Penetasan Telur Induk Ikan Baung .................. 34
6. Larva Ikan Baung Setelah 15 Hari Penetasan ............................................ 38
11



                              I. PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang

       Usaha pembenihan merupakan usaha yang sangat penting pada sektor

budidaya perikanan, karena dalam faktor penyediaan benih adalah mutlak.

Kekurangan benih ikan adalah kendala bagi peningkatan produksi. Secara umum

dapat dikemukakan bahwa kelemahan kegiatan pembenihan terletak pada

rendahnya kelangsungan hidup yang biasanya disebabkan oleh kekurangan

makanan, adanya perubahan suhu yang besar, faktor cahaya, salinitas, dan kadar

oksigen terlarut. Salah satu faktor yang juga merupakan kelemahan dalam

pembenihan adalah besarnya kisaran temperatur antara siang dan malam hari.

Kegiatan yang benar-benar terkontrol tidak boleh lebih dari 32˚C. Persiapan

pembenihan merupakan langkah awal pendukung tercapainya peningkatan suatu

usaha perikanan. Sesuai dengan tuntutannya upaya yang dilakukan untuk

mempersiapkan pembenihan sangat erat kaitanya dengan penyediaan induk ikan,

bahan penempel telur dan wadah pemijahan. Penyedian benih ikan dalam kualitas

yang memadai merupakan salah satu syarat mutlak yang dapat menentukan suatu

keberhasilan usaha pembenihan (Rohadi, 1996)

       Pengelolaan usaha pembenihan meliputi beberapa kegiatan yaitu; seleksi

induk, pemijahan, penetasan, perawatan larva, dan pendederan (Pribadi et., al

dalam Miswanto, 2002).

       Dalam pembangunan usaha budidaya perikanan, maka penyedian benih

yang bermutu tinggi dalam jumlah yang cukup dan harga yang terjangkau oleh

petani ikan sangat diperlukan, karena itu mendirikan balai benih ikan dalam skala
12



kecil tidak saja dapat dilakukan oleh pemerintah tapi juga pihak swasta (Dahril

dalam Sarisman, 2002)

       Benih ikan yang diperoleh dengan cara pembenihan tradisional, tingkat

keberhasilan masih sangat terbatas (rendah), dimana kemampuan petani masih

terbatas. Untuk memperoleh hasil yang memuaskan dalam usaha budidaya ikan,

pengolahannya perlu ditingkatkan dengan cara memijahkan induk secara buatan

dan telur yang diperoleh ditetaskan secara terkontrol untuk mendapatkan benih

yang lebih banyak dan berkualitas baik.

       Menurut Susanto (1996) upaya menunjang keberhasilan usaha ikan baung,

salah satu faktor yang menentukan adalah ketersediaan benih yang memenuhi

syarat baik kualitas, kuantitas maupun kontiniutasnya. Dengan demikian

ketersediaan benih merupakan faktor yang sangat penting dalam usaha budidaya

air tawar.

1.2. Tujuan dan Manfaat

       Tujuan dari praktek magang ini adalah untuk memperoleh gambaran

tentang pembenihan ikan baung (Mystus nemurus CV) secara buatan di Balai

Benih Ikan Sentral Sei Tibun Desa Padang Mutung Kabupaten Kampar. Selain itu

menemukan permasalahan yang ada dan mencari alternatif pemecahan masalah

tersebut.

       Dari hasil praktek magang ini diharapkan dapat menambah pengetahuan,

pengalaman dan keterampilan, sehingga ilmu yang diperoleh bisa dijadikan bekal

ke masyarakat dalam menyongsong dunia kerja.
13




                          II. TINJAUAN PUSTAKA



2.1. Biologi dan Ekologi Ikan Baung (Mystus nemurus CV)

       Secara taksonomi ikan baung diklasifikasikan kedalam filum Chordata,

kelas Pisces, Sub kelas teleostei, Ordo Silunformes, Sub ordo Siluroidae, Famili

Bragridae, Genus Mystus dan spesies Mistus nemurus CV ( Kottelat et,al., 1996).

       Ciri morfologi ikan baung menurut Djuanda (1981), adalah mempunyai

empat sungut peraba, sepasang diantaranya panjang sekali dan terletak di sudut

rahang atas dan mencapai dubur. Sirip punggung mempunyai dua buah jari-jari

keras dan runcing menjadi patil. Kepala besar dengan warna tubuh abu-abu

kehitaman, pungggung lebih gelap dan perut lebih cerah serta panjang tubuhnya

dapat mencapai 50 cm.

       Calon induk untuk ikan baung mempunyai kisaran berat antara 200 -750

gr memerlukan waktu 2-3 tahun dengan ciri-ciri yaitu untuk ikan betina yang telah

matang gonad dapat dilihat dari bentuk perutnya yang relatif membesar dan

permukaan kulit lembut dapat juga dengan mengurut perut ikan tersebut, bila telur

yang keluar sewaktu pengurutan berbentuk bulat penuh, berwarna agak

kecoklatan maka induk dalam kondisi siap pijah. Untuk mengetahui kematangan

gonad ikan jantan dapat dilihat papilanya yang terletak di belakang anus

mendekati sirip anus, bila pipilnya di bagian ujung berwarna merah dan menyebar

ke arah pangkal, maka ikan tersebut telah matang kelamin.
14



2.2. Pemijahan Ikan Baung (Mystus nemurus CV)

         Ciri-ciri ikan baung jantan adalah lubang genital agak memanjang dan

terdapat bagian yang agak meruncing ke arah ekor. Alat ini mungkin sebagai alat

bantu dalam mentransfer sperma saat melakukan pemijahan, sedangkan pada ikan

betina lubang genital berbentuk bulat. Lubang ini akan bewarna kemerahan bila

mengandung telur yang telah matang (Alawi et al., 1990).

         Dalam hal reproduksi dan perkembangannya, ikan baung (Mystus nemurus

CV) tergolong phytopil, telur-telur yang bersifat adhesive melekat pada tumbuhan

perairan atau benda lainnya. Memiliki dinding telur yang relatif tebal dan rongga

perivifellin yang relatif sempit. Embrio yang baru menetas melekatkan diri pada

tanaman dan menggunakan kelenjar tertentu. ikan baung (Mystus nemurus CV)

melakukan pembuahan diluar tubuh (external spawning). Telur ikan baung

(Mystus nemurus CV) yang       telah dibuahi oleh sperma akan bewarna jernih

dengan kisaran garis tengah 1,4-2,04 mm (Hoda dan Tsukahara, dalam Widiyati,

1983).

         Bila telur tidak dibuahi akan bewarna putih keruh karena kuning telur

pecah dan menutupi ruang perivitellin akhirnya telur tersebut akan mati. Kematian

telur atau embrio selain disebabkan tidak terbuahi juga karena adanya serangan

jamur, bakteri, dimakan predator atau karena kondisi lingkungan yang tidak

memungkinkan berkembangnya telur. Telur yang mati segera akan ditumbuhi

jamur yang dapat membahayakan telur yang masih hidup (Woynarovich dan

Horvath, 1984).

         Setelah kolam pemijahan disiapkan dan diberi kakaban yang diletakkan

melayang di dalam kolam yang telah diseleksi dengan perbandingan 1 : 1.
15



Terjadinya pemijahan ditandai dengan kejar mengejar sepasang induk, kemudian

seperti berpelukan dan saat itulah telur dan sperma dikeluarkan oleh masing-

masing induk. Proses pemijahan berlangsung 10-15 kali dengan waktu 3-6 jam.

Setelah telur kelihatan menempel di kababan induk-induk ikan tersebut

dipindahkan (Susanto,1992).

       Waktu yang paling tepat untuk pembuahan telur ikan adalah segera setelah

sel telur keluar dari alat kelamin betina dan dinyatakan pula bahwa telur yang

sudah matang tiba di air, telur segera mengembang karena masuknya air.

Kemudian mikropil akan terbuka jika sperma yang aktif. Bagian kepala sperma

akan masuk sedangkan bagian ekornya akan lepas. Setelah sperma melebur

dengan inti sel telur protoplasma akan mengalir ke tempat spermatozoa masuk,

kemudian akan terjadi pembelahan sel (Effendie, 1997).

       Hardjamulia et al,. (1982), menyatakan bahwa kecuali faktor lingkungan,

kematian telur ikan baung juga disebabkan oleh sifat adhesif dari telur tersebut.

Sering dijumpai telur ikan baung satu sama lainnya melekat dan membentuk

gumpalan yang dapat mengurangi daya tetas telur. Gumpalan tersebut

mengganggu perkembangan telur dengan baik sehinga sukar untuk mendapatkan

oksigen yang cukup. Keadaan ini yang menyebabkan telur tersebut mati,sehingga

telur yang menetas sedikit.

       Jhingran dan Pullin (1988) menyatakan bahwa sifat adhesive ini dapat

dihilangkan dengan menggunakan larutan 30 gr Urea ditambah 40 gr NaCL dalam

10 liter air selama 0,5 jam dan setiap 5 menit dilakukan pergantian larutan

pencuci.
16



2.3. Penetasan dan Pendederan

       Nuraini (2001) menyatakan bahwa proses penutupan blastopor kemudian

masuk kepada fase perkembangan embrio. Tanda-tanda aktifitas embrio ikan

terlihat dari pergerakan dan sering kali merupakan bagian yang penting dalam

proses penetasan. Proses ini terlihat bila embrio telah lebih panjang dari lingkaran

kuning telur. Selama penetasan, larva bergerak-gerak sampai lepas dari kapsul

telur, dan membutuhkan suhu yang cocok dan suplai oksigen yang cukup.

       Penetasan telur merupakan proses pemisahan larva ikan dari cangkangnya

yang sering terjadi pada waktu yang sama dan dipengaruhi oleh keberadaan

oksigen, cangkang telur yang dapat menghambat filter penyakit, kualitas air dan

sifat alami larva yang berenang secara aktif dan tidak aktif. Selanjutnya larva

berkembang, dimana saat menetas tidak memiliki mulut, gelembung renang belum

terisi, alat pencernaan belum sempurna dan ukuran yolk berpacu                 pada

perkembangannya, serta selalu tanpa figmentasi. Setelah larva berkembang

disiapkan fasilitas penampungan larva seperti aquarium, bak, happa, incubator

besar, dan kolam kecil serta lingkungan harus kaya oksigen, bersih, bebas dari

predator, serta temperatur stabil (Alawi, 1995).

       Arie (1996) menyatakan wadah penetasan untuk menetaskan telur dan

perawatan larva dalam aquarium. Aquarium ini berukuran panjang 60 cm, lebar

40 cm, dan tinggi 50 cm. sebelum digunakan aquarium dibersihkan dan diisi air

bersih setinggi 30 cm, diberi aerasi dan pemanas air.

       Menurut Afrianto dan Liviawaty (1992), aquarium tersebut dapat

dibersihkan dengan menggunakan larutan Kalium Permanganat (PK) dosis (3-20
17



ppm)atau dapat juga dilakukan dengan cara lain yaitu dengan menggunakan

senyawa chlorine yang banyak dijual toko kimia.

         Susanto dan Amri (2001) menyatakan telur disebarkan di dalam aquarium

yang disiapkan sebelumnya, yang diberi air bersih dan diaerasi. Selanjutnya

diusahakan telur ikan jangan sampai menumpuk karena berakibat telur akan

membusuk, oleh karena itu telur disebarkan dengan menggunakan bulu ayam agar

telur tidak pecah.

         Menurut Susanto (1996), untuk mengatur suhu tempat penetasan agar tetap

konstan dapat digunakan heater dan thermostat pada tempat penetasan atau dapat

juga dilakukan dengan cara memasukkan air segar ketempat penetasan sehingga

akan menstabilkan suhu air.

         Pendederan merupakan kegiatan pemeliharaan larva ikan baung umur 10

hari sampai ukuran benih yang siap untuk disebarkan. Kegiatan pendederan

meliputi persiapan kolam, penebaran benih, pengelola rutin dan pemanenan (Arie,

1996).

         Pemeliharaan di kolam pendederan berlangsung selama 14 hari, kemudian

dipanen dengan cara menyurutkan air kolam secara perlahan-lahan sampai batas

ketinggian tertentu. Benih diambil sedikit dan ditampung di bak. Benih yang

berukuran 1-2 inchi (Pittaros dan Sitasit, 1976).
18



2.4. Makanan

         Vitamin E mempunyai peranan yang sangat penting dalam fisiologi

reproduksi ikan. Telah diuji pengaruh pakan yang mengandung vitamin E

terhadap kandungan vitamin E dalam tubuh, pemijahan, daya tetas telur dan

mortalitas larva yang menetas. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pada

kelompok ikan yang diberi pakan yang mengandung vitamin E yang rendah,

sepertiga dari jumlah induk ikan betina tidak memijah sedangkan yang lainnya

memijah secara keseluruhan. Vitamin E yang berasal dari pakan, dibawa dan akan

diakumulasikan ditelur dan sangat membantu kelangsungan hidup larva (Tang,

2000).

         Makanan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan

ikan. Untuk merangsang pertumbuhan, diperlukan jumlah dan mutu makanan

yang tersedia dalam keadaan cukup serta sesuai dengan kondisi perairan (Asmawi,

1986).

         Makanan yang didapat oleh ikan digunakan untuk kelangsungan hidup,

kelebihannya baru untuk pertumbuhan. Jadi kalau menginginkan pertumbuhan

yang baik maka yang diperhatikan sejumlah makanan yang melebihi kebutuhan

untuk pemeliharaan tubuh (Jangkaru, 1974).

         Ikan baung tergolong kepada ikan pemakan segala (omnivore), tetapi lebih

cenderung suka kepada jenis insekta air dan ikan mengarah kepada pemakan

daging (karnivora). Hal ini juga terlihat besarnya mulut ikan baung yang

merupakan ciri-ciri dari ikan pemangsa atau predator. Insekta air yang banyak

dimakan oleh ikan baung adalah family cyprinidae yaitu insekta air sejenis

kumbang yang hidup di perairan tenang atau ikan motan (Tynnichthys sp), kapiek
19



(Puntius sp), dan selais (Siluroides sp), disamping itu ikan baung juga memakan

cacing air (Tubifex sp), udang (Macrobranchium sp), lipas air dan detritus (Alawi

et. al, 1990).

2.5. Kualitas Air

        Menurut Tang (2000), suhu 270C (suhu kamar) memberikan hasil terbaik

bagi kelangsungan larva ikan baung. Hasil ini memberikan harapan bagi kegiatan

pembenihan skala rumah tangga, karena tidak diperlukan alat khusus untuk

meningkatkan suhu air. Demikian juga dengan salinitas kisaran optimal ialah 0-3

ppt.

        Air sebagai media hidup haruslah diperoleh dengan mudah dan mengalir

dalam sejumlah yang cukup sepanjang tahun dengan kualitas yang baik, namun

jumlah tidak boleh berlebihan yang dapat mengakibatkan banjir (Suseno,1977).

        Menurut Lesmana (2001), gas yang dapat larut dalam air ada berbagai

macam, yaitu oksigen (02), karbondioksida atau asam arang (CO2), nitrat (NO3),

nitrit (NH3), ammonium (NH4) dan asam sulfide (H2S).

        Menurut Susanto (1996), batas toleransi berbagai parameter kualitas air

yang tidak membahayakan untuk ikan-ikan yang berada di daerah tropis adalah

suhu air yang optimum berkisar antara 25-300C, sedangkan perbedaan siang dan

malam hari tidak boleh lebih dari 50C. pH air yang optimum 6-8,6 atau berkisar

antara 4-9, oksigen terlarut berkisar antara 5-6 ppm, phospat lebih kecil dari 0,02

ppm dan mengandung Nitrogen dalan NH3 kurang dari 1,5 ppm.
20



Kualitas air memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap survival dan

pertumbuhan larva. Menurut Sulistidjo, Nontji dan Soergiarto (1980), rendahnya

reproduksi benih ikan karena sifat fisika dan kimia air yang digunakan pada

tempat pembenihan kurang baik. Beberapa parameter fisika dan kimia perairan

yang dapat mempengaruhi kehidupan ikan adalah suhu, konsentrasi oksigen

terlarut, karbondioksida, amoniak, pH, alkalinitas dan kekeruhan.

2.6. Hama Dan Penyakit

       Sunyoto (1994) menyatakan bahwa penyakit didefinisikan sebagai

gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh atau sebagian alat tubuh.

Penyakit dapat menyebabkan kematian, kekerdilan, periode pemeliharaan lebih

lama, tingginya konfersi makanan pada padat penebaran yang lebih rendah dan

hilangnya atau menurunnya produksi.

       Suyatno (1983) dalam Rita (2003), menyatakan telur ikan sangat mudah

terserang jamur. Pencegahanya dapat dilakukan dengan menggunakan Malachite

Green yaitu setelah pemijahan,         kakaban yang telah dilekati telur-telur ikan

dipindahkan dari tempat pemijahan, kemudian direndam dalam larutan Malachite

green. Waktu perendaman 0,5-1 jam dengan dosis 1 gram serbuk Malachite Green

yang dilarutkan dalam 1,5 liter air.
21




                         III. BAHAN DAN METODE



3. 1. Waktu dan Tempat

       Praktek magang ini dilaksanakan pada tanggal 27 Maret hingga 27 Juni

2009 bertempat di Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Sungai Tibun Desa Padang

Mutung, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.

3.2. Alat dan Bahan

       Alat dan bahan yang digunakan dalam praktek magang pembenihan ikan

Baung di Balai Benih Ikan Sungai Tibun, Padang Mutung Kabupaten Kampar

meliputi: a). Peralatan pemijahan, seperti : alat suntik, baki, timbangan, baskom,

ember, kain lap, gelas ukur, gunting, bulu ayam, serokan, jaring, bak fiber,

akuarium, blower, dan pompa air. b). Peralatan panen, seperti : ember, hapa,

serokan, jaring, cangkul, saringan, dan skop net. c). Peralatan pengepakan,

seperti : plastik, karet gelang, dan tabung oksigen. d). Peralatan penunjang,

seperti : Termometer, dan heater. Bahan yang digunakan untuk proses

pemijahan adalah: Induk ikan Baung (Mystus nemurus C.V), Zat perangsang

(ovaprim), Larutan fisiologis (NaCL 0,9%), Pelet dan pakan hidup.

       Peralatan ini sebelum dan sesudah digunakan terlebih dahulu dibersihkan

dengan menggunakan air bersih, dikeringkan dan disimpan pada tempat yang

kering, terutama peralatan pemijahan tcrlebih dahulu disterilkan untuk

menghindari adanya bibit penyakit. Peralatan dan bahan ini dipersiapkan untuk

membantu memperlancar kegunaan pemijahan yang telah dipersiapkan
22



sebelumnya. Fasilitas dan bahan-bahan ini telah tersedia dalam panti benih

sebagai tempat pelaksanaan kegiatan pembenihan Baung tersebut.

3. 3. Metode Praktek

         Metode praktek yang digunakan adalah metode survei dan praktek

langsung, dimana pengamatan, pelaksanaan praktek dan pengambilan data

dilakukan secara langsung di lapangan. Teknik pembenihan pada ikan Baung ini

meliputi pemeliharaan induk, seleksi induk, pemijahan, dan perawatan benih.

Selain itu juga melakukan wawancara dengan petugas lapangan berdasarkan

daftar kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dimana metode tersebut

termasuk kedalam data primer.

         Perhitungan persentase telur terbuahi dilakukan dengan metode sampling

yaitu dengan cara akuarium yang telah dipersiapkan untuk tempat menebar telur

yang telah dibuahi pada bagian bawahnya dibagi kolom sebanyak 10 kolom

dengan menggunakan spidol berwarna hitarn, setelah dilakukan penebaran telur

kemudian dihitung pada 5 bagian kolom saja kemudian dikali dengan banyaknya

kolum.

         Telur ikan Baung menetas lebih kurang 25 jam. Setelah telur menetas,

panen larva dilakukan dengan cara menyipon larva dari akuarium ke dalam

baskom penampungan dan dipisahkan dari telur yang tidak menetas. Agar larva

tidak stres panen dilakukan secara perlahan dan baskom tempat penampungan

larva diberikan aerasi agar larva tidak kekurangan oksigen. Larva yang telah

ditampung ke dalam baskom penampungan, dihitung dan selanjutnya dimasukkan

kedalam akuarium pemeliharaan yang berukuran 80 x 60 x 40 cm, sebelum
23



dimasukkan ke dalam akuarium terlebih dahulu akuarium dilakukan penyiponan

untuk membuang telur yang tidak terbuahi dan dilakukan juga penggantian air.


       Metode yang digunakan dalam perhitungan kelulusan hidup larva ikan

Baung adalah dengan metode sensus yaitu perhitungan dilakukan secara satu

persatu dari larva.

       Untuk menghitung persentase pernbuahan, penetasan telur dan kelulusan

hidup larva dihitung berdasarkan rumus yang dikemukanan Alawi (1994) yaitu :

a. Fertilisasi Rate (FR)


            Jlh Telur yang Terbuahi
FR (%) =                            x 100 %
                Jlh Telur Sampel

b. Hatching Rate (FR)


             Jlh Telur Menetas
HR (%) =                        x 100%
             Jlh Telur Terbuahi


c. Survival Rate (SR)


            Nt
SR (%) =       x 100 %
            No


Keterangan : SR = Tingkat kelangsungan hidup (%)

                 Nt = Jumlah larva akhir pengamatan (ekor)

               No = Jumlah larva awal pengamatan (ekor
3. 4. Prosedur Magang

3.4.1. Bak Penampungan

       Bak penampungan berupa fiber bulat berdiameter 1,5 m dengan

volume air 1000 liter air yang digunakan untuk menampung induk sementara
24



sebelum induk dipijahkan. Sebelum digunakan fiber dibersihkan terlebih

dahulu kemudian diisi air, lalu diberi aerasi selama 1 hari.

3.4.2. Akuarium

       Akuarium digunakan sebagai tempat penetasan telur. Sebelum

digunakan akuarium terlebih dahulu dibersihkan kemudian diisi air, diberikan

aerasi selama 1 hari. Akuarium yang digunakan terbuat dari kaca dengan

ukuran (80 x 60 x 40) cm³.

3.4.3. Pengelolaan Induk

       Proses pemijahan tidak terlepas dari persedian induk, dimana dalam

pembenihan ketersedian induk yang baik dan sehat akan menghasilkan benih yang

baik pula. Induk yang dipijahkan dalam praktek magang ini berasal dari koleksi

induk yang ada di Balai Benih ikan Padang Sentral Sei Tibun Mutung Kab.

Kampar.

       Pemeliharaan induk ikan baung dilakukan di kolam penampungan dengan

menggunakan keramba ukuran 5 x 2 x 1,5 m3. Kolam pemeliharaan dilengkapi

dengan sirkulasi air yang berguna untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut

dalam air. Selama pemeliharaan induk ikan diberi pakan buatan berupa pelet

tengggelam mengandung kadar       protein 29-30 %, sebanyak 3-5 % dari total

biomasa dengan frekuensi pemberian pakan 1 kali sehari yakni pada pagi hari

pukul 08.00 WIB.

3.4.4. Seleksi Induk Matang Gonad

       Kegiatan seleksi induk adalah memilih induk yang baik dan siap untuk

dipijahkan untuk mendapatkan induk yang benar-benar siap dipijahkan perlu

dilakukan pemberokan hal ini bertujuan untuk mengurangi kandungan lemak yang
25



ada pada tubuh induk ikan yang dapat mengganggu proses keluarnya telur pada

saat proses striping. Selain itu berfungsi juga untuk mengetahui induk yang benar-

benar matang gonad atau hanya kekenyangan sehingga bagian perut membesar.

Selama proses pemberokan induk ikan tidak diberi makan atau dipuasakan selama

3 hari, setelah pemberokan induk yang buncit lantaran kekenyangan bakal

mengempis perutnya, sedangkan induk yang benar-benar siap memijah tetap

membesar.

       Perbedaan antara ikan baung jantan dan ikan baung betina dapat diketahui

dengan cara; pada ikan baung jantan lubang genital agak memanjang dan terdapat

bagian yang meruncing ke arah caudal, organ ini berperan sebagai alat bantu

untuk mengeluarkan sperma saat melakukan pemijahan. Sedangkan pada ikan

betina, lubang genital bulat berwarna kemerahan bila ikan tersebut telah

mengandung telur pada tingkat kematangan gonad IV ( Alawi et al., 1992).

       Lebih jelasnya lagi untuk mengetahui tanda kematangan gonad induk ikan

baung dapat dilihat dengan adanya bagian perut relatif membesar, ikan betina

yang matang gonad bila diurut telur yang keluar bulat sempurna berwarna

kecoklatan, sedangkan pada ikan jantan yang matang gonad papilanya berwarna

merah, tidak selalu mengeluarkan sperma apabila diurut.

4.4.5. Pemijahan

       Induk yang telah ditangkap dan diseleksi diadaptasikan terlebih dahulu di

dalam bak fiber sebelum dilakukan pemijahan, sedangkan hormon yang

digunakan pada pemijahan ini yaitu dengan menggunakan hormon ovaprim.

Dilakukan dua kali penyuntikan yaitu Penyuntikan I pada pukul 21.00 malam

dan penyuntikan II dilakukan pada pukul 03.00 subuh. Waktu ovulasi terjadi
26



berkisar antara 6-8 jam setelah penyuntikan ke II. Dosis hormon yang di

gunakan yaitu 0,7 cc/kg induk ikan betina dan 0,5 cc/kg ikan jantan.


3.4.6. Penetasan telur

       Penetasan telur merupakan proses pemisahan larva ikan dari cangkangnya

yang sering terjadi pada waktu yang sama dan dipengaruhi oleh keberadaan

oksigen, cangkang telur yang dapat menghambat filter penyakit, kualitas air dan

sifat alami larva yang berenang secara aktif dan tidak aktif. Selanjutnya larva

berkembang, dimana saat menetas tidak ada mulut, gelembung renang belum

terisi, alat pencernaan belum sempurna dan ukuran yolk berpacu            pada

perkembangannya, serta selalu tanpa figmentasi. Setelah larva berkembang

disiapkan fasilitas penampungan larva seperti aquarium, bak, happa, inkubator

besar, dan kolam kecil serta lingkungan harus kaya oksigen, bersih, bebas dari

predator, serta temperatur stabil (Alawi, 1995).

       Pada saat kemampuan larva masih sangat terbatas ternyata kuning

telur merupakan sumber nutrien dan energi utama bagi larva. Oleh karena itu

volume kuning telur, ukuran tubuh dapat menunjukkan keberhasilan larva

melewati fase kritis dalam siklus hidupnya (Tang, 2000).


3.4.7. Pemeliharaan larva

       Pemeliharaan larva dilakukan dalam akuarium. Larva berusia dua hari

diberi pakan berupa pakan alami yaitu artemia, dan pada usia tiga hari diberi

pakan berupa Tubifek selama sepuluh hari, dosis pemberian pakan 0,5 % dari

berat tubuh, dengan frekwuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari yaitu

pagi, siang, dan sore hari. Kekurangan pakan selama pemeliharaan diketahui
27



sebagai penyebab kematian ikan. Oleh karena itu dalam pemeliharaan larva

lebih membutuhkan perhatian yang intensif.

3.4.8. Kualitas Air

       Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara melakukan penyiponan

sekali dalam sehari yaitu setiap pagi hari sebelum diberi pakan dan

pengontrolan suhu air antara 28-31°C yang dilakukan setiap saat dan pH 6,5-

7.

3.4. 9 Analisa Data

       Data yang diperoleh dari hasil magang ditabulasi dalam bentuk tabel,

kemudian dianalisa secara deskridtif untuk memberikan gambaran tentang tehnik

pembenihan, Kemudian dicari pemecahan terhadap permasalahan yang ditemui

serta dibahas sesuai dengan permasalahan yang ada.
28



                       IV. HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1. Keadaan Umum

4.1.1. Sejarah Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Kampar

       Balai Benih Ikan Sentral Sungai Tibun Secara struktural berada dibawah

Balai benih Perikanan (BBIP) terbentuk berdasarakan peraturan daerah (PERDA)

No. 12 Tahun 2001 tentang pembentukan susunan organisasi dan tata kerja Dinas

Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau yang berada di daerah Sungai Tibun Desa

Padang Mutung Kabupaten Kampar.

4.1.2. Posisi dan keadaan Iklim

      Secara geografis daerah kabupaten kampar terletak pada bahagian tengah,

memanjang dari punggung Bukit Barisan sebelah Barat sampai ke Pantai Timur

pulau Sumatera, mengikuti aliran Sungai Kampar dengan posisi berada antara 1º

25’ LU dan 02’ LS serta 100º 42’ dan 103º 28 BT. Batas admistratif daerah

Kampar adalah.

    Sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Sumatera Barat

    Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kepulauan Riau

    Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis

    Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Indragiri Hilir.

     Pusat pemerintahan kabupaten Kampar adalah Bangkinang yang berjarak 64

km dari ibu kota Provinsi Riau Pekanbaru. Daerah ini terdiri dari 19 kecamatan

dan 384 desa/kelurahan, dengan luas daerah keseluruhannya sekitar 30.563,79

km² atau sekitar 29 % dari luas Provinsi Riau.
29



       Iklim di daerah Kabupaten Kampar hampir sama dengan daerah lain di

Provinsi Riau yang secara keseluruhan dipengaruhi oleh angin musim, dimana

pada bulan Desember sampai bulan Maret bertiup angin laut, sedangkan pada

bulan Mei sampai Bulan Oktober bertiup angin Barat Daya. Rata-rata cuaca hujan

hanya sebanyak 2.868,7 mm pertahun dengan curah hujan tertinggi terjadi di

daerah bukit barisan dan semakin menurun ke arah pantai.

       Kabupaten Kampar merupakan daerah yang sebahagian besar wilayah

adalah daratan Rendah 75% yang membentang sepanjang aliran Sungai Kampar,

sedangkan sisanya 25% merupakan daratan tinggi yang terletak di daerah

bahagian barat berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Barat.

       Di kabupaten ini ditemukan tiga buah sungai yang tergolong besar yaitu:

Sungai Rokan (Rokan Kiri dan Rokan Kanan), sungai kampar (Kampar Kiri dan

Kampar Kanan) serta Sungai tapung yang merupakan bagian hulu dari Sungai

Siak, dan banyak sekali anak-anak sungai yang bermuara pada Sungai besar

tersebut. Disamping itu terdapat juga sejumlah danau tapak kuda dan genangan

air yang terbentuk sebagai akibat dari bendungan irigasi. Diperkirakan areal yang

tergenang secara periodik adalah 291.482 Ha dan tergenang secara terus menerus

1.938 Ha.

4.1.3. Tugas dan Fungsi Balai

       Balai Benih Ikan Sentral Sei Tibun sebagai unit peleksana Dinas

Perikanan dan Kelautan mempunyai Tugas pokok; melaksanakan penerapan

teknik pembudidayaan ikan air tawar, pelestarian sumberdaya induk dan benih

ikan   serta   lingkungan.    Dalam    melaksanakan     tugas    BBIS    kampar

menyelenggarakan Fungsi:
30



   a. Pengembangan SDM aparatur pemerintahan bidang perikanan

   b. Pengadaan sarana dan prasarana

   c. Rekayasa teknologi pembenihan ikan

   d. Penyediaan induk dan benih ikan air tawar yang berkualitas

   e. Pengembangan sertifikat benih ikan air tawar

   f. Pengembangan system informasi perikanan khususnya untuk para

        pembenih

   g. Penerapan teknologi pembenihan ikan yang ramah lingkungan

   h. Kerja sama dengan stakehorder

   i.   Peningkatan penerimaan Negara Bukan Pajak

        Disamping adanya kepala balai benih dan seksi-seksi diatas, tenaga

pelaksana juga berperan penting dan sangat dibutuhkan demi kelancaran serta

kemudahan dalam menjalakan tugas. Di Balai Benih Ikan Kampar jumlah tenaga

pelaksana berjumlah sepuluh orang orang. Tenaga tersebut kurang mencukupi

jumlahnya bila dibandingkan dengan banyaknya kegiatan yang ada sehingga

masih membutuh banyak tenaga.
31



4.2. Struktur Organisasi


                                 KEPALA BALAI



      BAGIAN LAYANAN                                         BAGIAN TATA
          TEKNIK                                               USAHA



   Gambar 1. Bagan Organisasi Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Kampar

       Secara struktur organisasi Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Sei Tibun

berada di bawah Balai Benih Perikanan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi

Riau, terdiri dari kepala balai, tata usaha, dan bagian pelayanan teknik.

     Dalam melaksanakan tugasnya, Balai Benih Ikan Sei Tibun memiliki

susunan organisasi agar dapat berjalan dengan lancar. Organisasi tersebut di

pimpin oleh bapak Ir. Masril M.Si selaku kepala balai dan dibantu oleh seksi-

seksi, sub bagian tata usaha, dan bagian pelayanan teknik.

a.Tata Usaha

       Bagian tata usaha mempunyai tugas melaksanankan penyusunan rencana

program dan angaran, pengolahan administrasi keuangan, kepegawaian,

persuratan dan pengaturan penggunaan barang milik negara.

b. Bagian pelayanan teknik

       Bagian pelayanan teknik mempunyai tugas melaksanakan penyiapan

standar teknik, alat dan mesin pembenihan, pembudidayaan, pengendalian hama

dan penyakit ikan air tawar, pengendalian lingkungan dan sumberdaya induk dan

benih ikan air tawar, kegiatan pengkajian, penerapan teknik dan pemantauan, serta

pengawasan pembenihan dan pembudidayaan ikan air tawar.
32



4.2.1. Sumberdaya Manusia

          Sumberdaya manusia sebagai tenaga pelaksana sangat berpengaruh

terhadap kerberhasilan usaha budidaya air tawar. Dalam melaksanakan tugas

teknik maupun administrasi, Balai Benih Ikan Kampar menggunakan system

pemilihan sesuai dengan keahlian dan keterampilan masing-masing karyawan

Tingkat pendidikan merupan salah satu faktor penting yang mana sangat

menentukan kemampuan seseorang tenaga kerja dalam menyerap perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi baik itu secara umum maupun secara khusus

terutama dalam usaha pembenihan dan budidaya ikan.

Tabel 1. Jumlah Pegawai Balai Benih Ikan Sentral Sei Tibun Tahun 2009
         Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Profesi

                                        Pendidikan
     No        Status                                               Jumlah
                           S II        SI       SLTA       SMP
 1            PNS           1          1          1          -         3
 2            Honor          -         -          7          1         8
Sumher : Laporan Tahunan Balai Benih Ikan Sei Tibun , 2009

          Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja di

Balai Benih Ikan Sei Tibun Kampar bervariasi, mulai (SMP) sampai Perguruan

Tinggi atau Strata 2 (S2). Dilihat dari tingkat pendidikannya pegawai BBIS

Kampar ini didominasi oleh Tenaga kerja yang berpendidikan SLTA.

          Disamping adanya kepala balai benih dan seksi-seksi diatas, tenaga

pelaksana juga berperan penting dan sangat dibutuhkan demi kelancaran serta

kemudahan dalam menjalankan tugas. Di Balai Benih Ikan Kampar jumlah tenaga

pelaksana berjumlah sepuluh orang. Tenaga tersebut kurang mencukupi

jumlahnya bila dibandingkan dengan banyaknya kegiatan yang ada sehingga
33



masih membutuh banyak tenaga kerja agar mampu memproduksi serta

melestarikan berbagai spesies ikan yang memiliki nilai ekonomis.

4.2.2. Fasilitas Bangunan Balai Benih Ikan Sentral Kampar

       Pengadaan barang inventaris di Balai Benih Ikan Sentral Kampar berasal

dari dana APBD dan APBN yang dikelola oleh unit Balai Benih Perikanan (BBP)

sesuai struktur organisasi Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau.

Pengelolaan barang inventaris tersebut diserahkan kepada pegawai yang ditunjuk

tugasnya menerima, menyimpan, memelihara serta mendistribusian kepada

pegawai yang menggunakannya.

       Balai Benih Ikan Sentral Kampar memiliki fasilitas –fasilitas pendukung

kerja seperti: alat transportasi berupa kendaraan roda empat dan roda dua.

Kemudian yang dilengkapi dengan penerangan melalui jaringan listrik dan

sebagai antisipasi disediakan genset apabila jaringan PLN padam. Fasilitas

laboratorium yang dimiliki Balai Benih Ikan Sentral Kampar adalah Laboratorium

pakan alami sebagai tempat untuk mengkultur pakan alami, laboratorium parasit

dan penyakit ikan sebagai tempat untuk memeriksa hama dan penyakit ikan.

Selain itu terdapat fasilitas bangunan sebagai sarana pendukung Kantor, Mess

Operator, Gudang pakan, Aula pertemuan, Rumah dinas.

       Alawi ( 1994), menyatakan bahwa fasilitas pembenihan memerlukan

peralatan yang cukup, terutama bangsal heatchery, bak induk, bak pemijahan, bak

penetasan, bak pemeliharaan larva, bak makanan aerator, bak pembagian air, bak

pengendapan air, heater serta kantor.
34



4.3. Sarana dan Prasarana

       Untuk mendukung kegiatan Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Kampar

secara keseluruhan, maka BBIS Kampar dilengkapi dengan berbagai sarana

dan prasarana. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh BBI Kampar sampai

tahun 2009 meliputi :

4.3.1. Panti Benih (Hatchery)

       Pada BBIS Sei Tibun Kampar terdapat satu unit Hatchery            dimana

sarana ini difungsikan sebagai panti pembenihan untuk semua komunitas

perikanan air tawar seperti: ikan baung, ikan patin, dan ikan lele. dengan

Fasilitas penunjang yang ada di hatchery adalah sebagai berikut;

b. Alat Penunjang

       Untuk menunjang dalam operasional produksi ikan Baung di Balai

Benih Ikan Di desa Padang Mutung diperlukan beberapa alat sebagai sarana

tambahan. Sarana tambahan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Alat Penunjang Yang Digunakan Untuk Pembenihan IkanBaung
         (Mystus nemurus C.V) di BBIS Sei Tibun Kab. Kampar

       Keperluan                        Alat                        Ukuran
Pemindahan benih          Scoopnet                        450-500 mikron
                          Nampan                          40 x 30 cm
                          Sendok plastik                  3 buah
Pemberian pakan           Ember                           5 liter
                          Gayung                          1 liter
                          Ayakan tepung                   450 mikron
                          Gelas ukur                      250 ml
Alat sipon wadah          Selang                          0,5; I dan 3 cm
Pemindahan air            Pompa air                       1 buah
Pengukur suhu             Thermometer                     Celcius
Pembersih wadah           Spon                            3 buah
35



       Sarana penunjang dalam suatu usaha budidaya merupakan hal yang

sangat mempengaruhi proses produksi. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa

jumlah sarana yang digunakan sebagai penunjang hatchery di BBIS Kampar

cukup memadai atau sudah memenuhi syarat untuk melakukan pembenihan.

a. Sistem Aerasi

       Dalam kegiatan pembenihan ikan Baung diperlukan sistem aerasi

untuk menjaga agar kadar oksigen terlarut selalu baik (>1 ppm). Aerasi yang

diperoleh   berasal   dari   blower    dengan   kapasitas   85    watt,   dimana

penggunaannya dilengkapi pipa PVC berdiameter ½ inch sebagai penyalur

yang dihubungkan dengan selang aerasi yang dilengkapi dengan stop kran

dan batu aerasi ke setiap wadah budidaya.

c. Perkolaman

       Sedangkan fasilitas perkolaman serta luas kolam di BBIS Sei Tibun Kab.

Kampar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah, Luas dan Jenis Kolam di BBIS Kampar.

 No. Macam kolam                      Satuan Luas   Jenis Kolam
                                                              Jumlah
                                          M2                  (Unit)
 1. Kolam penampungan                  4.250      Beton       1
 2. Kolam pengendapan                 1.400       Beton       1
 3. Kolam Pendederan                  3/50        Beton       10
 4. Kolam induk                       4/00        Beton       5
 5. Kolam calon induk                 4.50        Beton       3
 6. Bak Pembenihan                    2.18        Beton       6
 7. Kolam pembesaran                  400         Beton       5
Total Kolam:                                                  31 Unit
Sumber : Balai Benih Ikan Sentral Sei. Tibun Padang Mutung Kab. Kampar

       Berdasarkan tabel 3, jumlah kolam dan macam kolam yang ada di Balai

Benih Ikan Sentral Sei Tibun Kabupaten Kampar telah mencukupi dan memenuhi

syarat untuk pembenihan ikan.
36



d. Sumber Air

       Air merupakan komponen utama dalam kegiatan pembenihan ikan.

Sumber air untuk kegiatan pembenihan berasal dari resapan air sungai sekitar

Balai Benih Ikan yang ditampung dalam waduk/reservoir melalui beberapa

tahapan. Tahap pertama dari sumber air yang kemudian dialirkan ke bak

penampungan, lalu ke bak pengendapan berupa bak semen berukuran 1.400 m².

       Kolam memiliki saluran pemasukan dan pengeluran berupa pipa paralon

berdiameter 6 inchi. Saluran keluar diarahkan ke dasar kolam dengan

menyambungkan paralon berbentuk huruf L. Air untuk pembenihan digunakan

Air jernih kualitas air pembenihan ikan baung di BBIS kampar dapat dilihat pada

Tabel 4

Tabel 4. Kisaran Kualitas Air Pembenihan Ikan Baung di BBBIS Kampar

   No. Parameter Air               Penetasan      Perawatan Larva

   1. Suhu                         28 - 30 ºC     27-29 ºC

   2. Oksigen terlarut             6 – 7 ppm      6 - 7 ppm

   3. pH                           6,5 - 7        6,5-7,5

       Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa kualitas air Pembenihan iakan baung

di BBIS sangat mendukung untuk usaha pembenihan, karena hasil pengukuran

parameter kualitas air yang dilakukan setiap harinya hampir sama dengan

pendapat Murtidjo et al., dalam Rita. (2003) besarnya pH yang baik untuk

kehidupan ikan berkisar 6,5-7.
37



4.4. Teknik Pemeliharaan Induk Ikan Baung

4.4.1. Pemeliharaan induk

       Proses pemijahan tidak terlepas dari persedian induk, dimana dalam

pembenihan ketersedian induk yang baik dan sehat akan menghasilkan benih yang

baik pula. Induk yang dipijahkan dalam praktek magang ini berasal dari koleksi

induk yang ada di BBIS Padang Mutung Kab. Kampar.

       Sebelum induk ikan baung dipijahkan, terlebih dahulu induk tersebut

dipelihara dan dirawat sebaik mungkin agar menghasilkan benih yang berkualitas

baik. Ikan baung diperkirakan memijah pada sekitar bulan Oktober sampai

Desember seperti halnya sebagian ikan memijah diperairan umum pada awal atau

sepanjang musim penghujan, misalkan ikan-ikan catfish (Bardach, Ryther dan

melamey; (1972)

       Pemeliharaan induk ikan baung dilakukan di kolam penampungan dengan

menggunakan keramba ukuran 5 x 2 m. Dengan kedalaman 1,5 m padat tebar 230

ekor dengan bobot 400-900 gr/ ekor. Kualitas air kolam induk adalah: pH 6,8

suhu 28-31 ºC. Kolam pemeliharaan dilengkapi dengan sirkulasi air yang berguna

untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air. Selama pemeliharaan induk

ikan diberi pakan buatan berupa pellet tengggelam mengandung kadar protein 29-

30%, sebanyak 3-5 % dari total biomasa dengan frekuensi pemberian pakan 1 kali

sehari yakni pada pagi hari pukul 08.00 WIB.

       Dari hasil pengamatan saat praktek magang, pada waktu pemberian pakan

ikan baung akan menyambar setiap makanan yang diberi. Meskipun ikan baung

tergolong aktif malam hari (nocturnal), namun telah dibiasakan untuk makan pada

pagi hari, sehingga hal ini tidak lagi menjadi masalah bagi pegawai Balai Benih
38



Ikan Sentral Sei Tibun Kab Kampar dalam mengatasi pemberian pakan ikan

baung yang bersifat nocturnal.

Table 5. Kandungan Nutrisi Pakan Induk Ikan Baung

 Komposisi                                         Jumlah (%)

   Protein                                          29-30%
   Lemak                                            -4 %
   Serat                                            -8%
   Abu                                              -12%
   Kadar Air                                        -12%
Sumber: Label Kemasan Pakan 888-S PT.Central Proteina Prima

4.4.2. Seleksi Induk

       Untuk mendapatkan induk yang benar-benar siap dipijahkan perlu

dilakukan pemberokan hal ini bertujuan untuk mengurangi kandungan lemak pada

induk ikan yang dapat mengganggu proses keluarnya telur saat distriping. Selain

itu berfungsi juga untuk mengetahui induk yang benar-benar matang gonad atau

hanya kekenyangan sehingga bagian perut membesar. Selama proses pemberokan

induk ikan tidak diberi makan atau dipuasakan selama 3 hari, setelah pemberokan

induk yang buncit lantaran kekenyangan bakal mengempis perutnya, sedangkan

induk yang benar-benar siap memijah tetap buncit

       Sebelum melakukan penyuntikan, perlu dilakukan penyeleksian terhadap

induk yang akan disuntik. Penyeleksian induk ditujukan untuk mendapatkan induk

yang telah matang gonad TKG IV dan siap untuk disuntik agar terjadi ovulasi

pada ikan betina dan spermiasi pada ikan jantan.

       Perbedaan antara ikan baung jantan dan ikan baung betina dapat diketahui

dengan cara; pada ikan baung jantan lubang genital agak memanjang dan terdapat

bagian yang meruncing ke arah caudal, organ ini berperan sebagai alat bantu
39



untuk mengeluarkan sperma saat melakukan pemijahan. Sedangkan pada ikan

betina, lubang genital bulat berwarna kemerahan bila ikan tersebut telah

mengandung telur pada tingkat kematangan gonad IV ( Alawi et al., 1992). Lebih

jelasnya lagi untuk mengetahui tanda kematangan gonad induk ikan baung dapat

dilihat dengan adanya bagian perut relatip membesar, ikan betina yang matang

gonad bila diurut telur yang keluar bulat sempurna berwarna kecoklatan,

sedangkan pada ikan jantan yang matang gonad papilanya berwarna merah, tidak

selalu mengeluarkan sperma apabila diurut.

       Menurut Sukendi (2001), ciri-ciri induk Baung yang telah matang gonad

adalah: a. Induk Betina, Perut relativ lebih besar dengan permukaan yang

lembut, Ujung lubang genital berwarna merah, dan Bila diurut telur akan keluar

berwarna agak kecoklatan. B. Induk jantan, Perut lebih langsing, ujung lubang

genital meruncing, dan bila diurut akan mengeluarkan cairan semen yang

berwarna bening.

       Setelah dilakukan penyeleksian induk matang gonad, induk-induk ikan

tersebut ditimbang untuk menentukan dosis hormon yang digunakan untuk

penyuntikan. Induk yang berhasil diseleksi sebanyak tiga ekor induk betina,

sedangkan induk jantan sebanyak 7 ekor.

Tabel 6. Data Hasil Seleksi Induk Ikan Baung Betina BBIS Kampar

No.    Uraian               Induk 1 (gr)         Induk 2(gr)   Induk 3 (gr)
1.     Berat (gram)         700                  700           450
2      Panjang Total (cm)   40 cm                43 cm         40
3.     Warna telur          Kuning kecoklatan    Kecoklatan    Kecoklatan
4.     Keseragaman telur    Tidak seragam        Seragam       Seragam
5.     Keadaan perut        Besar                Besar         Besar
40



       Dari Tabel 6 diketahui ada 2 kriteria warna telur ikan baung yaitu kuning

kecoklatan dan kecoklatan, sedangkan warna telur induk ikan baung yang berada

pada tingkat kematangan gonad IV yaitu berwarna kecoklatan, dan ukurannya

seragam.

4.4.3. Teknik Pemijahan

       Pemijahan ikan baung di BBIS Kampar dilakukan secara buatan yaitu

dengan rangsangan hormon, penyuntikan dilakukan secara intramuscular (Di

dalam otot atau daging) yang dilakukan persis di belakang pangkal sirip pungung

dengan kemiringan jarum suntik 45º. Hormon yang digunakan yaitu Ovaprim

dengan dosis 0,7 ml/kg pada induk betina dan 0,5 ml/kg induk jantan, alasan

penggunaan hormon ini yaitu biaya, waktu dan tenaga dapat lebih hemat, hormon

ini juga selalu tersedia dalam kemasan yang steril.

Tabel 7. Dosis Hormon Waktu Penyuntikan dan Striping

 Induk      Jenis      Berat         Dosis Hormon dan Waktu             Waktu
           Hormon      Induk             Penyuntikan (ml)              Striping
                        (gr)       I       Waktu     II   Wakt
                                           (wib)             u
 Betina    Ovaprim 700          0,49      21.00   0,49    03.00       09.00
 Betina    Ovaprim 700          0,49       21.05      0,49   03.07    09.07
 Betina    Ovaprim 450          O,31       21.11      0,31   03.15    09.17
 Jantan    Ovaprim 850          -          -          0,42   03.00    09.15
 Jantan    Ovaprim 750          -          -          0,37   03.07    09.10
 Jantan    Ovaprim 900          -          -          0,45   03.12    09.00
 Jantan    Ovaprim 850          -          -          0,42   03.15    09.03



       Penyuntikan Induk betina dilakukan sebanyak dua kali,         Penyuntikan

pertama dilakukan setengah dosis, dan penyuntikan kedua juga setengah dosis.

Ponyuntikan kedua dilakukan 6 jam setelah penyuntikan pertama. Sedangkan
41



untuk induk jantan penyuntikan dilakukan hanya satu kali saja yaitu pada waktu

penyuntikan kedua induk betina.




       Gambar 2. Penyuntikan Induk Ikan baung Matang Gonad

       Penyuntikan dilakukan dengan dua orang, satu orang melakukan

penyuntikan satu orang lagi memegang ikan agar tidak terlepas dari jarum suntik.

Ikan yang telah disuntik dimasukkan ke dalam happa berukuran 1,5 m x 1 m yang

dialiri air mengalir, setelah 6 jam dari penyuntikan ke dua kemudian induk

distriping. Induk yang siap distriping menunjukkan tanda-tanda, ikan menjadi

kurang aktif berenang, selalu berada di permukaan air.

       Sebelum melakukan striping terlebih dahulu mengelap air yang ada pada

tubuh induk hal ini ditujukan agar tubuh ikan tidak licin. Proses Striping induk

betina dilakukan dengan cara pengurutan, dimulai dengan menekan perut ke arah

lubang kelamin, dilakukan berulang–ulang hingga telur benar-benar habis.

Sebelumnya terlebih dahulu dipersiapkan alat-alatnya seperti, bulu ayam untuk

mengaduk telur, mangkok untuk menampung telur yang diovulasi, sebelum alat

tersebut digunakan harus dalam keadaan kering dan steril.
42




       Gambar 3. Proses Striping Induk Ikan Baung Yang Siap Ovulasi

       Proses pengeluaran semen dari induk jantan dilakukan secara bersamaan

dengan striping pada induk betina. Cara yang digunakan hampir sama dengan

proses pengambilan telur induk betina, induk dipegang oleh dua orang. Seorang

memegang di bagian ekor dan seorang lagi di bagian kepala. Sperma dikeluarkan

dengan cara memijat bagian perutnya ke arah kelamin (Gambar 3), telur dan

sperma ditampung dalam sebuah mangkuk kering dan steril. Setelah telur dan

semen diperoleh dengan cara striping, selanjutnya dilakukan Fertilisasi

secepatnya.




     Gambar 4. Fertilisasi Telur Induk Ikan Baung Yang Telah Ovulasi
43



       Fertilisasi dilakukan dengan cara mencampurkan sperma yang diperoleh

dari induk baung jantan dengan telur yang diperoleh dari induk baung betina

(gambar 4). Pada waktu yang bersamaan dilakukan pengenceran sperma dengan

cara penambahan larutan NaCl fisiologis 0,9% sebanyak 100 ml yang bertujuan

untuk memperbesar volume sperma, telur diaduk secara berlahan-lahan dengan

mengunakan bulu ayam. Selanjutnya telur yang telah dibuahi ditaruh pada media

penetasan aquarium berukuran 80 x 60 x 40 penebaran telur dilakukan dengan

mengunakan bulu ayam, pada saat penebaran aerasi harus sudah dalam keadaan

mati hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penggumpalan telur yang

mengakibatkan telur tidak menetas dan membusuk.

Tabel 8. Fersentase Pembuahan Telur Ikan Baung

No. Jumlah Telur Sample      Jmlh Telur Terbuahi Jmlh Tidak Terbuahi FR %

 1.    2.815                        2015                  800            71 %

 2.    2.224                        1734                  543            78 %

 3.    1.021                        823                   198            80 %

       Dari Tabel 8 dapat dilihat hasil perhitungan jumlah telur yang terbuahi.

Pada penghitungan fertilisasi telur ikan baung dilakukan dengan cara menghitung

satu persatu, ciri-ciri telur ikan yang terbuahi yaitu; berwarna transparan

sedangkan telur yang tidak terbuahi berwarna putih keruh. Faktor penyebab tidak

terbuahinya telur ikan baung pada akuarium I, II dan III diperkirakan disebabkan

oleh adanya telur athersia. Bardasarkan hasil wawancara yang dilakukan bersama

pegawai balai menjelaskan bahwa, perkembangan gonad ikan baung digolongkan

dalam lima tahap yaitu TKG I, II, III, IV, dan V tipe pemijahan pada ikan baung

bersifat Partial spawning yaitu spesies ikan yang mengeluarkan telur matang
44



secara bertahap pada satu kali periode pemijahan, dalam proses pemijahannya

telur ikan tidak dikeluarkan semua secara serentak tetapi hanya mengeluarkan

telur TKG V Telur sisa merupakan telur yang berkembang kemudian menjadi

besar dan apabila tidak dipijahkan akan diserap kembali (atresia).

4.4.4. Penetasan dan perawatan Larva

       Penetasan telur ikan baung yang telah difertilisasi dilakukan dengan sistem

air tenang dalam wadah berupa aquarium berukuran (80 x 60 x 40) m³ sebanyak

tiga buah aquarim, dalam keadaan steril (Gambar 5). Menurut Susanto dalam Rita

(1996) bahwa syarat utama keberhasilan penetasan telur ikan sangat tergantung

pada kualitas air penetasan. Oleh sebab itu selama dalam upaya penetasan telur-

telur harus mendapat suplay oksigen yang cukup.




 Gambar 5. Akuarium Sebagai Wadah Penetasan Telur Induk Ikan Baung

       Suhu air sangat berpengaruh terhadap lamanya penetasan, telur ikan baung

yang telah terbuahi akan mengalami perkembangan embryogenesis, pada suhu 27-

31 ºC, pH 6,5-7,5 telur menetas dalam waktu 24 jam. Alat yang digunakan untuk

mengukur suhu penetasan telur ikan baung di BBIS Kampar yaitu dengan

mengunakan thermometer, Untuk menjaga kestabilan air penetasan digunakan alat

pemanas heater.
45



       Tang (2000), menyatakan suhu 270C (suhu kamar) memberikan hasil

terbaik bagi kelangsungan hidup larva ikan baung. Hasil ini memberikan harapan

bagi kegiatan pembenihan skala rumah tangga, karena tidak diperlukan alat

khusus untuk meningkatkan suhu air.

       Telur-telur yang tidak menetas kerap mengeluarkan bau busuk dan

mempengaruhi kualitas air. Jika dibiarkan, hal ini akan meningkatkan angka

kematian larva. Untuk mencegah hal tersebut telur yang tidak menetas harus

segera dikeluarkan dari wadah penetasan. Untuk mengetahui jumlah telur ikan

baung yang menetas dilakukan perhitungan satu persatu terhadap larva yang

menetas. Hasil perhitungan sample larva dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Perhitungan Penetasan Telur IKan Baung

No.           Penetasan               Jumlah Telur Terbuahi               HR %

Media 1       1500                          2015                          74 %

Media 2       973                           1734                          56 %

Media 3       450                           823                           54 %

       Dari Tabel 9 dapat dilihat hasil persentase penetasan tertinggi, yaitu pada

media pertama sebesar 74 % dari 2.015 telur yang terbuahi, dan penetasan

terendah pada media ketiga yakni 54% dari 8.23 telur yang terbuahi rata-rata

pentasan 61,3 % . Rendahnya persentase penetasan telur ikan baung di media ke II

dan III disebabkan oleh kualitas telur yang kurang baik, kualitas telur yang jelek

disebabkan oleh pemberian pakan yang tidak efisien, pakan yang diberikan

kepada induk ikan yaitu pakan buatan (Pelet) yang bersifat tenggelam dengan

prekuwensi 1 kali sehari pada pagi hari pukul 08.00 WIB. Pakan yang diberikan
46



tidak termanfaatkan secara baik oleh induk ikan, dan berdampak pada proses

pematangan gonad.

       Telur ikan baung memiliki sifat aldesif dapat melekat pada sesuatu benda,

hal ini mempengaruhi keberhasilan penetasan apabila pada saat penebaran telur

tidak dilakukan dengan hati-hati. Kegagalan penetasan pada telur ikan baung

disebabkan oleh faktor suhu yang tidak stabil, dan adanya penumpukan telur.

4.4.5. Perawatan Larva

       Pemeliharaan dilakukan setelah panen larva yaitu setelah telur dianggap

sudah menetas secara keseluruhan. Panen larva dilakukan dengan mengunakan

selang plastik atau serok halus yang ditampung ke dalam baskom selanjutnya

dilakukan perhitungan satu persatu. Guna mengetahui jumlah yang menetas,

selanjutnya di lakukan penebaran di media pemeliharaan.

       Larva yang menetas di pelihara dalam akuarium ukuran (80 x 60 x 40) cm³

sebayak 3 unit. Setiap akuarium diisi air bersih dan jernih yang telah diaerasi

dengan bantuan blower. Hari pertama penetasan larva tidak diberi makan karena

larva yang baru menetas memiliki cadangan makanan berupa kuning telur. Pada

hari kedua dan ketiga baru diberi pakan tambahan berupa nauplius artemia

selanjutnya pada hari ke 3 larva diberi pakan berupa cacing tubifek dengan

metode pemberian pakan adbilitum, frekwensi pemberian pakan di lakukan 3

kali perhari yaitu pada pukul 07.30 pukul 12.00 dan pada pukul 16.30 WIB.

       Menurut pengalaman para staf pembenihan yang ada dibalai Benih Ikan

Sentral Sei Tibun, pemberian pakan larva ikan baung setelah tiga hari menetas

dapat menimbulkan sifat kanibal, oleh sebab itu untuk mencegah hal tersebut

larva diberi pakan perkenalan berupa nauplius artemia pada hari kedua.
47



Sedangkan cacing tubifek diberikan pada umur tiga hari hingga usia sepuluh hari,

namun dari hasil pengamatan yang dilakukan selama praktek magang larva ikan

baung belum dapat memakan cacing secara utuh. Untuk memudahkan dalam

proses pencernaan, cacing tubifek terlebih dahulu dicincang hingga halus sebelum

diberikan.

          Untuk menjaga kualitas air, dilakukan penyiponan kotoran yang

mengendap di dasar wadah pemeliharaan, hal ini dilakukan sebelum pemberian

pakan.

Tabel 10. Tingkat Kelulushidupan Larva Ikan Baung (Mystus nemurus)
         Setelah 15 Hari


                 Jumlah Larva       Jumlah Larva Awal    TingkatKelangsungan
 Aquarium       Akhir pengamatan       pengamatan             Hidup (%)
                      (ekor)              (ekor)

      I                850                1.500                  56,66
     II                758                 973                   77,90
     III               400                 450                   88,88

          Dari Tabel 10 dapat dilihat tingkat kelulus hidupan larva ikan baung

selama 15 hari pemeliharaan, tingkat kelangsungan hidup tertinggi adalah

88,88%, sedangkan tingkat kelulus hidupan terendah adalah sebesar 56,66 %.

          Menurut Azhar (2003) tingkat kelulus hipupan larva ikan Baung selama

pemeliharaan 15 hari adalah sebesar 65 %. Secara keseluruhan penyebab kematian

larva ikan baung selama pemeliharaan disebabkan oleh keterlambatan pemberian

pakan sehingga menimbulkan sifat kanibalisme larva. Hal ini terbukti dengan

adanya temuan sisa bagian tubuh larva pada saat penyiponan. Selain itu kematian

larva yang tinggi dikarenakan pada fase kritis stadia larva, terjadi peralihan
48



pemanfaatan makanan dari kuning telur (endogenous feeding) ke pemanfaatan

pakan dari luar (exogenous feeding).

       Pakan mempunyai peranan penting pada pertumbuhan individu, untuk

meransang pertumbuhan yang baik dan cepat di perlukan pakan yang cukup, mutu

yang baik serta kondisi perairan yang mendukung pertumbuhan ikan, ketersedian

gizi dalam pakan seperti protein, karbohidrat, vitamin dan air dalam jumlah yang

tepat akan menghasilkan pertumbuhan yang baik (Mujiman, 2001).

       Hutapea (2001) menyatakan bahwa besarnya nilai mortalitas larva ikan

baung terjadi saat masa kuning telur habis dan larva mulai mencari makanan dari

luar. Jenis makanan yang baik dan pemberian pakan tepat waktu merupakan

keberhasilan pembenihan.




          Gambar 6. Larva Ikan Baung Setelah 15 Hari Penetasan

       Untuk menghitung tingkat kelangsungan hidup dapat dihitung berdasarkan

Rumus yang dikemukakan oleh Alawi (1994) Yaitu:

SR (%) Jumlah larva akhir pengamatan x 100 %
      Jumlah larva Awal Pangamatan
49



4.4.6. Kualitas Air

        Salah satu faktor yang penting dalam pemeliharaan larva ikan adalah

kualitas air, karena air merupakan media hidup bagi larva yang hidup di dalamya

juga terdapat bakteri yang sewakru-waktu dapat menyebabkan penyakit pada larva

ikan. Dari hasil pengamatan dilapangan didapatkan bahwa kualitas air

pemeliharaan larva dapat dilihat pada Tabel 11

Tabel 11. Parameter Kualitas Air Pemeliharaan Larva Ikan Baung

                                             Aquarium
    Parameter
                                I                II                 III
 Suhu                     28-30 C   0               0
                                              28-30 C            28-31 0C

 pH                        6-7                   6-7               6-7



        Kisaran suhu pada saat pengamatan pada tiap aquarium pemeliharaan larva
                           0
ikan baung antara 28-30        C, pH 6,5- 7,1. Adanya perubahan suhu yang tidak

stabil berpengaruh terhadap kehidupan larva ikan baung, bahkan hal dapat

menyebabkan kematian. Dengan demikian kisaran suhu selama melakukan

praktek magang telah memenuhi standar untuk kelangsungan hidup dan

pertumbuhsn ikan.

        Larva baung mempunyai kebiasaan menyebar pada malam hari dan hidup

berkelompok serta membentuk gumpalan terutama pada Siang hari, sehingga

dapat menyebabkan kematian larva yang berada di bagian dalam karena

kekurangan oksigen. Karena itu sistem aerasi harus selalu diperhatikan agar

kandungan oksigen terlarut di dalam air akuarium pemeliharaan larva tetap tinggi.

Selain itu, agar kualitas air tetap baik dilakukan penyifonan kotoran yang
50



mengendap di dasar akuarium. Penyiponan dilakukan 1 kali sehari, pada pagi hari

sebelum pemberian pakan.

4.4.7. Hama dan Penyakit

       Salah satu faktor penghambat dalam usaha budidaya adalah hama dan

penyakit yang sering kali menyerang ikan sehingga dapat menyebabkan

terhentinya usaha budidaya. Menurut Sunyoto (1994) penyakit didefinisikan

sebagai gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh atau sebagian alat

tubuh. Penyakit dapat menyebabkan kematian, kekerdilan, periode pemeliharaan

lebih lama, tingginya konversi makanan pada padat penebaran yang lebih rendah

dan hilangnya atau menurunnya produksi.

       Selama pelaksanaan praktek magang di BBIS Sei Tibun Kampar tidak

ditemui adanya penyakit yang menyerang pada larva ikan Baung yang dapat

menyebabkan kematian. Kematian larva Baung selama pemeliharaan disebabkan

karena sifat kanibalisme ikan, karena pada saat penyiponan ditemukan ikan yang

sudah mati dan pada bagian badan tertentu sudah tidak ada seperti bagian ekor

yang hilang, atau yang tinggal hanya bagian kepalanya saja.


       Dari hasil wawancara yang dilakukan bersama petugas balai mengatakan

Penyakit yang sering menyerang ikan baung adalah Ichthyopthirius multifiliis

atau lebih dikenal dengan white spot (bintik putih). Pencegahan, dapat dilakukan

dengan persiapan kolam yang baik, terutama pengeringan dan pengapuran.

Pengobatan dilakukan dengan menebarkan garam dapur sebanyak 200 gr/m3

setiap 10 hari selama pemeliharan atau merendam ikan yang sakit ke dalam

larutan Oxytetracyclin 2 mg/liter.
51




                       V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

       Pemijahan ikan baung (Mysrus nemurus) yang dilakukan di Balai Banih

Ikan Sentral Sei Tibun yaitu menerapkan sistem pemijahan secara buatan

penyuntikan hormon Ovaprim dengan dosis 0,7 ml/kg induk betina dan 0,5 ml/kg

induk jantan, hasil praktek magang menunjukan bahwa hasil rata-rata FR: 76,3 %

HR: 61,3 SR 15 hari: 73,6 % pakan yang di berikan pada larva yaitu artemia dan

tubifek.


5.2. Saran

       Disarankan untuk memenuhi kebutuhan pakan alami agar mengkultur

pakan alami seperti cacing tubifek, kutu air, dan jentik nyamuk, dan tidak lagi

bergantung pada alam disamping itu juga disarankan untuk memberikan pakan

tambahan. Agar lebih efisen dalam pemberian pakan sebaiknya Induk ikan baung

diberi pakan dengan frekuwensi 3 kali sehari.
52




                             DAFTAR PUSTAKA



Adelina,      2000. Pengaruh Pekan Dengan Kadar Protein Yang Berbeda
              Terhadap Pertumbuhan Dan Sekresi Amonia Ikan Baung (Mysyus
              nemurus CV). Lembaga Penelitian Universitas Riau. Pekanbaru. 35
              hal (tidak diterbitkan)

Afriyanto, E dan Liviawati., 1992. Pengendalian Hama Dan Penyakit Ikan.
             Penerbitan Kanisius, Yogyakarta, 20 hal.

Alawi, H, M. Ahmad., C. Pulungan dan Rusliadi., 1990, Beberapa Aspek Biologi
             Ikan Baung (Mystus nemurus C.V) Yang Tertangkap di Perairan
             Kampar. Pusat Penelitian Universitas Riau, Pekanbaru. 30 Hal
             (tidak diterbitkan).

Arie, U. 1996. Teknik Pemijatan Lele Bangkok Alias Sijambal Siam. Koran
             Pertanian Sinar Tani, nomor 25 17 – tahun XXVI. Hal V.

Asmawi, S. 1986. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba. Cetakan kedua. PT.
            Gramedia, Jakarta. 44 hal.

Azhar, Al., 2003 Teknologi Pemijahan Dan pemeliharaan Larva Ikan Baung
             (Mystus nemurusC.V) di Instalasi Riset Plasma Nutfah Air Tawar
             Cijeruk Jawa Barat. Laporan Praktek Magang. Fakultas Perikanan
             dan Ilmu kelautan. Universitas Riau. 41 hal (Tidak diterbitkan)

Bardach, J. E., J. H. Ryther and W.O. Mclerney. 1972. Aquculture The Farming
               and Husbanfry Of Freshwater And Merine Organism. Second
               Edition. Jhon Willey Son. Ny

Cesilia, F. 2002. Pertumbuhan dan Kelulusan Larva Baung Dengan Pakan
              Artemia. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.
              Pekanbaru.

Djuanda, T., 1981. Dunia Ikan Armico, Bandung. 130 hal.

Efendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Bagian I, Study Natural History. Fakultas
               Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 105 hal.
53



Hutapea, S., 2001. Biologi Reproduksi Dan Penegendalian Dalam Upaya
             Pembenihan Ikan Baung (Mystus nemurusC.V) Di Perairan Sungai
             Kampar. Riau. Disertai Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. 217
             hal.

Jangkaru, Z. 1974. Makanan Ikan Lembaga Penelitian Perikanan Barat. Direktorat
               Jenderal Perikanan, Bogor. 49 hal.

Jhingran, V. G and R. S. V. Pullin. 1988. A Hatchery Manual For Command,
              Chinese and Indian Major carp. ICLARM Studie and Reviews 11.
              Manila. 199 p.

Kotellat, M. A. J. Whitten S. N Kartikasar dan. Wirjoatmojo., 1993. Ikan Air
              Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi, Periplus Edition.
              Bogor. 3 hal.

Lagler, K. F. J. E Bardach, R. R Willer and D. R. N Passino. 1977. Lehtylogy
               Secon Edition. Bogor. 3 hal.

Lesmana, S. A dan Dermawan, I., 2001. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer.
             Penebar Swadaya. 160 hal

Miswanto, 2002. Perbenihan Ikan Mas (Cyprinus Carpo L). Laporan Magang
             Fakultas Perikanan UNRI. 59 hal (tidak diterbitkan).

Mujiman, A ., 2001 . Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. 190 hal.

Nuraini, 2001. Penuntun Praktikum Manajemen Produksi Pembenihan Ikan.
             Pekanbaru. 38 hal.

Pittaros, M dan P. Sitasit. 1976. Induced Spawning of Pangasius Sutchii
             Department of Fisheries Bangkok, Thailang. 14 P

Rohadi, 1996. Studi Makan dan Habitat Ikan Baung (Mystus nemurus C.V) di
             Bandung Kuring Waduk Jati Luhur Kabupaten Karawaci. Skripsi
             Fakultas Perikanan IPB, Bogor (tidak diterbitkan).

Sarwisman, 2002. Pembenihan Ikan Jambal Siam. Laporan Magang Fakultas
             Perikanan dan Ilmu Kelautan UNRI. 52 hal (tidak diterbitkan).

Sulistidjo, A. Nontji dan Soegiarto. 1980. Potensi dan Usaha Pengembangan
               Bididaya Perairan di Indonesia. Proyek Penelitian Potensi Sumber
               Daya Ekonomi. Lembaga Oseanologi Nasional LIPI. Jakarta. 154
               hal.
54



Sumantadinata, K. 1993. Pengembangbiakan Ikan-ikan Pemeliharaan di Indonesia
             Sastra Budaya, Bogor. 132 hal.

Suyatno, R. S. 1983 Parasit Ikan dan Cara-Cara Pemberantasannya. Penebar
             Swadaya . Jakarta

Sunyoto, P. 1994 Pembesaran Kerupu. Penerbit Swadaya. Jakarta. 65 hal.

Susanto, H. 1992. Membuat Budidaya Ikan di Pekarangan. Penerbit Penebar
             Swadaya, Jakarta. 88 hal.

____________. 1996. Teknik Kawin Suntik Ikan Ekonomis. Penebar Swadaya,
            Jakarta. 45 hal.

____________. dan K, AMRI. 2001 Budidaya Ikan Patin, Penebaran Swadaya,
            Jakarta. 89 hal.

Suseno, S. 1977. Dasar-Dasar Perikanan Umum. CV. Yasaguna, Jakarta. 60 hal.

Sutisna, D. H dan R. Sutarmanto. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius,
              Yogyakarta. 135 hal.

Tang U. M. 2000. Teknik Budidaya Ikan Baung (Mystus nemurus C.V). 76
           hal.(tidak diterbitkan).

Widyati, A. 1983. Pengaruh Waktu Dalam Penyimpanan Telur Ikan Baung
             (Mystus nemurus C.V) Terhadap Keberhasilan Penetasan dan
             Kelangsungan Larva. Skripsi Fakultas Perikanan, Institut Pertanian
             Bogor. Bogor. 45 hal.

Woynarrovich, E. and L. Horvath. 1984. The Artificial Propagation of Warm -
             Water Fin Fish - A Manual for Extenstion. FAO Fish. Tech. Pap.
             183 p.
55




LAMPIRAN
56



Lampiran 1. Dokumentasi Praktek Magang




                     Bak Pengendapan Air Pembenihan




                 Bak Penetasan Yang Ada di BBIS Kampar
57




Larva Ikan Baung Hasil Penetasan




       Kolam Pendederan
58



Peta Kabupaten Kampar
59

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Fertilisasi ikan 01
Fertilisasi ikan 01Fertilisasi ikan 01
Fertilisasi ikan 01hassanfpk
 
1686229664_49b698b41af6deb7f2e9.pdf
1686229664_49b698b41af6deb7f2e9.pdf1686229664_49b698b41af6deb7f2e9.pdf
1686229664_49b698b41af6deb7f2e9.pdfadriantoprasetyo29
 
TUGAS MATA KULIAH MESIN DAN ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN (ALAT BANTU PURSE S...
TUGAS MATA KULIAH  MESIN DAN ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN  (ALAT BANTU PURSE S...TUGAS MATA KULIAH  MESIN DAN ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN  (ALAT BANTU PURSE S...
TUGAS MATA KULIAH MESIN DAN ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN (ALAT BANTU PURSE S...Badiuzzaman
 
Makalah Dinamika Populasi Ikan tentang Mengetahui Umur dan Pertumbuhan Ikan
Makalah Dinamika Populasi Ikan tentang Mengetahui Umur dan Pertumbuhan IkanMakalah Dinamika Populasi Ikan tentang Mengetahui Umur dan Pertumbuhan Ikan
Makalah Dinamika Populasi Ikan tentang Mengetahui Umur dan Pertumbuhan IkanAmos Pangkatana
 
Ppt pertumbuhan ikan firman ahyuda
Ppt pertumbuhan ikan firman ahyudaPpt pertumbuhan ikan firman ahyuda
Ppt pertumbuhan ikan firman ahyudafirmanahyuda
 
Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...
Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...
Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...Ari Panggih Nugroho
 
SNI Benih Nila SNI 6140-2009
SNI Benih Nila SNI 6140-2009SNI Benih Nila SNI 6140-2009
SNI Benih Nila SNI 6140-2009Lutfi Adam
 
Ekosistem laut Power Point
Ekosistem laut Power PointEkosistem laut Power Point
Ekosistem laut Power Pointiswant mas
 
Kelompok 4, PIP, Produk pertanian non-pangan .pptx
Kelompok 4, PIP, Produk pertanian non-pangan .pptxKelompok 4, PIP, Produk pertanian non-pangan .pptx
Kelompok 4, PIP, Produk pertanian non-pangan .pptxIrhamAlmafas
 
Presentasi teknik-teknik pembenihan tilapia
Presentasi teknik-teknik pembenihan tilapiaPresentasi teknik-teknik pembenihan tilapia
Presentasi teknik-teknik pembenihan tilapiaIbnu Sahidhir
 

Was ist angesagt? (20)

Fertilisasi ikan 01
Fertilisasi ikan 01Fertilisasi ikan 01
Fertilisasi ikan 01
 
Pembesaran ikan
Pembesaran ikanPembesaran ikan
Pembesaran ikan
 
1686229664_49b698b41af6deb7f2e9.pdf
1686229664_49b698b41af6deb7f2e9.pdf1686229664_49b698b41af6deb7f2e9.pdf
1686229664_49b698b41af6deb7f2e9.pdf
 
Morfologi ikan
Morfologi ikanMorfologi ikan
Morfologi ikan
 
TUGAS MATA KULIAH MESIN DAN ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN (ALAT BANTU PURSE S...
TUGAS MATA KULIAH  MESIN DAN ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN  (ALAT BANTU PURSE S...TUGAS MATA KULIAH  MESIN DAN ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN  (ALAT BANTU PURSE S...
TUGAS MATA KULIAH MESIN DAN ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN (ALAT BANTU PURSE S...
 
Makalah Dinamika Populasi Ikan tentang Mengetahui Umur dan Pertumbuhan Ikan
Makalah Dinamika Populasi Ikan tentang Mengetahui Umur dan Pertumbuhan IkanMakalah Dinamika Populasi Ikan tentang Mengetahui Umur dan Pertumbuhan Ikan
Makalah Dinamika Populasi Ikan tentang Mengetahui Umur dan Pertumbuhan Ikan
 
USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius) DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)
USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)  USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius)  DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)
USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius pangasius) DI KERAMBA JARING APUNG (KJA)
 
Domestikasi
DomestikasiDomestikasi
Domestikasi
 
Lokasi desain-tambak
Lokasi desain-tambakLokasi desain-tambak
Lokasi desain-tambak
 
Kepiting Bakau
Kepiting BakauKepiting Bakau
Kepiting Bakau
 
Ppt pertumbuhan ikan firman ahyuda
Ppt pertumbuhan ikan firman ahyudaPpt pertumbuhan ikan firman ahyuda
Ppt pertumbuhan ikan firman ahyuda
 
Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...
Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...
Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...
 
SNI Benih Nila SNI 6140-2009
SNI Benih Nila SNI 6140-2009SNI Benih Nila SNI 6140-2009
SNI Benih Nila SNI 6140-2009
 
SEKSUALITAS IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus)
SEKSUALITAS IKAN LELE DUMBO  (Clarias gariepinus) SEKSUALITAS IKAN LELE DUMBO  (Clarias gariepinus)
SEKSUALITAS IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus)
 
Pembenihan ikan bandeng
Pembenihan ikan bandengPembenihan ikan bandeng
Pembenihan ikan bandeng
 
Ekosistem laut Power Point
Ekosistem laut Power PointEkosistem laut Power Point
Ekosistem laut Power Point
 
Pakan ikan
Pakan ikanPakan ikan
Pakan ikan
 
Kelompok 4, PIP, Produk pertanian non-pangan .pptx
Kelompok 4, PIP, Produk pertanian non-pangan .pptxKelompok 4, PIP, Produk pertanian non-pangan .pptx
Kelompok 4, PIP, Produk pertanian non-pangan .pptx
 
Presentasi teknik-teknik pembenihan tilapia
Presentasi teknik-teknik pembenihan tilapiaPresentasi teknik-teknik pembenihan tilapia
Presentasi teknik-teknik pembenihan tilapia
 
Sistem perikanan budidaya
Sistem perikanan budidayaSistem perikanan budidaya
Sistem perikanan budidaya
 

Andere mochten auch

Aspek pemeliharaan dan seleksi induk pada ikan bandeng (chanos chanos)
Aspek pemeliharaan dan seleksi induk pada  ikan bandeng (chanos chanos)Aspek pemeliharaan dan seleksi induk pada  ikan bandeng (chanos chanos)
Aspek pemeliharaan dan seleksi induk pada ikan bandeng (chanos chanos)Ari Panggih Nugroho
 
Indikator Kimia Kualitas Air - Kimia Lingkungan
Indikator Kimia Kualitas Air - Kimia LingkunganIndikator Kimia Kualitas Air - Kimia Lingkungan
Indikator Kimia Kualitas Air - Kimia LingkunganAsida Gumara
 
Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015
Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015
Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015Nusdianto Triakoso
 
Budidaya ikan patin
Budidaya ikan patinBudidaya ikan patin
Budidaya ikan patinOSIS
 
Inseminasi Buatan
Inseminasi BuatanInseminasi Buatan
Inseminasi BuatanRizza Muh
 

Andere mochten auch (9)

Budidaya Ikan Nila
Budidaya Ikan NilaBudidaya Ikan Nila
Budidaya Ikan Nila
 
budidaya tetra
budidaya tetrabudidaya tetra
budidaya tetra
 
Aspek pemeliharaan dan seleksi induk pada ikan bandeng (chanos chanos)
Aspek pemeliharaan dan seleksi induk pada  ikan bandeng (chanos chanos)Aspek pemeliharaan dan seleksi induk pada  ikan bandeng (chanos chanos)
Aspek pemeliharaan dan seleksi induk pada ikan bandeng (chanos chanos)
 
Prospek budidaya kerang abalon
Prospek budidaya kerang abalonProspek budidaya kerang abalon
Prospek budidaya kerang abalon
 
Indikator Kimia Kualitas Air - Kimia Lingkungan
Indikator Kimia Kualitas Air - Kimia LingkunganIndikator Kimia Kualitas Air - Kimia Lingkungan
Indikator Kimia Kualitas Air - Kimia Lingkungan
 
Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015
Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015
Penyakit Penyakit pada Ternak di Indonesia 2015
 
Manajemen induk
Manajemen indukManajemen induk
Manajemen induk
 
Budidaya ikan patin
Budidaya ikan patinBudidaya ikan patin
Budidaya ikan patin
 
Inseminasi Buatan
Inseminasi BuatanInseminasi Buatan
Inseminasi Buatan
 

Ähnlich wie Marsidi laporan

Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017rama BDP
 
-Laporan PKL I_Imanuel Sepryanto Hunga.docx
-Laporan PKL I_Imanuel Sepryanto Hunga.docx-Laporan PKL I_Imanuel Sepryanto Hunga.docx
-Laporan PKL I_Imanuel Sepryanto Hunga.docxRachelGent199
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...rama bdpuho
 
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode LonglineRumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode LonglineUniversitas Halu Oleo
 
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017Jeslin Jes
 
Manajemen pembenihan ikan mas koki (carrasius auratus)
Manajemen pembenihan ikan mas koki (carrasius auratus)Manajemen pembenihan ikan mas koki (carrasius auratus)
Manajemen pembenihan ikan mas koki (carrasius auratus)igamawarniayulestari
 
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...Sahira Sahira
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
 Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka... Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...Jeslin Jes
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...sadaria bdp
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019Rahmawati
 
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...masdidi mading
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Hartina Iyen
 
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...hamzan wadify
 
BIO-EKOLOGI STATUS PEMANFAATAN IKAN HIAS INJEL NAPOLEON Pomacanthus xanthomet...
BIO-EKOLOGI STATUS PEMANFAATAN IKAN HIAS INJEL NAPOLEON Pomacanthus xanthomet...BIO-EKOLOGI STATUS PEMANFAATAN IKAN HIAS INJEL NAPOLEON Pomacanthus xanthomet...
BIO-EKOLOGI STATUS PEMANFAATAN IKAN HIAS INJEL NAPOLEON Pomacanthus xanthomet...maulikasmi
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Putri Didyawati
 

Ähnlich wie Marsidi laporan (20)

Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
Laporan lengkap praktek kerja lapang (pkl) marikultur 2017
 
Disertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli KasmiDisertasi Mauli Kasmi
Disertasi Mauli Kasmi
 
Bandeng
BandengBandeng
Bandeng
 
-Laporan PKL I_Imanuel Sepryanto Hunga.docx
-Laporan PKL I_Imanuel Sepryanto Hunga.docx-Laporan PKL I_Imanuel Sepryanto Hunga.docx
-Laporan PKL I_Imanuel Sepryanto Hunga.docx
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva (Rhodophyta, ...
 
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode LonglineRumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Kultur Jaringan dengan Metode Longline
 
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
LAPORAN PKL MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2017
 
Manajemen pembenihan ikan mas koki (carrasius auratus)
Manajemen pembenihan ikan mas koki (carrasius auratus)Manajemen pembenihan ikan mas koki (carrasius auratus)
Manajemen pembenihan ikan mas koki (carrasius auratus)
 
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
Seaweed Cultivation (Kappaphycus alvarezii) uses Seed Culture Culture at Bung...
 
Proposal budidaya lele kabupaten muna (pure)
Proposal budidaya lele kabupaten muna (pure)Proposal budidaya lele kabupaten muna (pure)
Proposal budidaya lele kabupaten muna (pure)
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
 Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka... Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline Menggunaka...
 
Karya Ilmiah
Karya IlmiahKarya Ilmiah
Karya Ilmiah
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
 
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
LAPORAN MANAJEMEN AKUAKULTUR LAUT 2019
 
Pembahasan
PembahasanPembahasan
Pembahasan
 
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
 
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) menggunakan Bibit Hasil Kultur J...
 
BIO-EKOLOGI STATUS PEMANFAATAN IKAN HIAS INJEL NAPOLEON Pomacanthus xanthomet...
BIO-EKOLOGI STATUS PEMANFAATAN IKAN HIAS INJEL NAPOLEON Pomacanthus xanthomet...BIO-EKOLOGI STATUS PEMANFAATAN IKAN HIAS INJEL NAPOLEON Pomacanthus xanthomet...
BIO-EKOLOGI STATUS PEMANFAATAN IKAN HIAS INJEL NAPOLEON Pomacanthus xanthomet...
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) dengan ...
 

Marsidi laporan

  • 1. 1 LAPORAN PRAKTEK MAGANG TEHNIK PEMBENIHAN IKAN BAUNG (Mystus nemurus C.V) DI BALAI BENIH IKAN SENTRAL SEI TIBUN DESA PADANG MUTUNG KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU OLEH MARSIDI SABAR S FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2010
  • 2. 2 LAPORAN PRAKTEK MAGANG TEKNIK PEMBENIHANIKAN BAUNG (mystus nemurus C.V) DI BALAI BENIH IKAN SENTRAL SEI TIBUN DESA PADANG MUTUNG KABUPATEN KAMPAR PROVPINSI RIAU Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Ahli Madya perikanan Pada Fakultas Perikanan Ilmu Kelautan Universitas Riau OLEH : MARSIDI SABAR S PROGRAM STUDI DIPLOMA III BUDIDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2010
  • 3. 3 RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis dilahirkan di kabupaten kampar pada tanggal 22 maret 1987 sebagai anak ketiga dari pasangan Bapak Jainal ST dan Ibu Hellen Tina. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 026 Desa pandau jaya tahun 2000, kemudian SMPN pada tahun 2003 masing-masing di Kabupaten kampar dan pada tahun 2006 menyelesaikan pedidikan tingkat SLTA di Sekolah Usaha Perikan Menengah (SUPM) Internasional di Dumai dengan jurusan Budidaya Perikanan. Melalaui jalur ujian lokal (Non Reguler) masuk perguruan tinggi negeri, penulis diterima di Fakultas Perikanan Universitas Riau Pada program Studi Budidaya Perairan D3. Diselala-sela kesibukannya sebagai mahasiswa penulis juga aktif melakukan beberapa kegiatan budidaya ikan dengan berbagai jenis ikan air tawar, selain itu juga aktif di salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai tenaga penyuluh perikanan. Pada tanggal 27 Maret 2009 penulis melaksanakan Praktek Magang di Desa Padang Mutung Kabupaten Kampar Provinsi Riau dengan judul “Teknik Pembenihan Ikan Baung (Mystus nemurus CV)” dan Pada tanggal 30 maret 2010 diyatakan lulus ujian praktek magang di bawah bimbingan Ir. Nuraini, MS.
  • 4. 4 RINGKASAN Marsidi Sabar (0604131403) Tehnik Pembenihan Ikan Baung (Mystus nemurus CV) Di Balai Benih Ikan Sentral Sei Tibun Desa Padang Mutung Kabupaten Kampar Provinsi Riau. (Dibawah Bimbingan Ir. Nuraini, MS.) Secara taksonomi ikan baung diklasifikasikan kedalam filum Chordata, kelas Pisces, Sub kelas teleostei, Ordo Silunformes, Sub ordo Siluroidae, Famili Bragridae, Genus Mystus dan spesies mistus nemurus CV. Pemeliharaan induk ikan baung dilakukan di kolam penampungan dengan menggunakan keramba ukuran 5 x 2 m. Dengan kedalaman 1,5 m padat tebar 230 ekor dengan bobot 400- 900 gr/ ekor. Kualitas air kolam induk adalah: pH 6,8 suhu 28-31 ºC. Kolam pemeliharaan dilengkapi dengan sirkulasi air yang berguna untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air. Untuk mengetahui induk ikan baung betina yang telah matang gonad dapat dilihat dari bentuk perutnya yang relatip membesar dan permukaan kulit lembut dapat juga dengan mengurut perut ikan tersebut bila telur yang keluar sewaktu pengurutan berbentuk bulat penuh, berwarna agak kecoklatan maka induk dalam kondisi siap pijah. Untuk mengetahui kematangan gonad ikan jantan dapat dilihat papilanya yang terletak dibelakang anus mendakati sirip anus, bila pipilnya dibagian ujung berwarna merah dan menyebar ke arah pangkal, maka ikan tersebut telah matang kelamin. Hormon yang digunakan yaitu Ovaprim dengan dosis 0,7 ml/kg pada induk betina dan 0,5 ml/kg induk jantan. Penyuntikan Induk betina dilakukan sebanyak dua kali, Penyuntikan pertama dilakukan setengah dosis, dan penyuntikan kedua juga setengah dosis. Ponyuntikan kedua dilakukan 6 jam setelah penyuntikan pertama. Sedangkan
  • 5. 5 induk jantan penyuntikan dilakukan hanya satu kali saja yaitu pada waktu penyuntikan kedua induk betina. Tipe pemijahan pada ikan baung bersifat Partial spawning yaitu spesies ikan yang mengeluarkan telur matang secara bertahap pada satu kali periode pemijahan, dalam proses pemijahannya telur ikan tidak dikeluarkan semua secara serentak tetapi hanya mengeluarkan telur TKG V Telur sisa merupakan telur yang berkembang kemudian menjadi besar dan apabila tidak dipijahkan akan diserap kembali (atresia). Penetasan telur ikan baung yang telah difertilisasi dilakukan dengan sistem air tenang dalam wadah berupa aquarium berukuran 80 x 60 x 40 sebanyak tiga buah aquarim, dalam keadaan steril. Suhu air sangat berpengaruh terhadap lamanya penetasan, telur ikan baung yang telah terbuahi akan mengalami perkembangan embryogenesis, pada suhu 27-31 ºC, pH 6,5-7,5 telur menetas dalam waktu 24 jam. Pada hari kedua dan ketiga baru diberi pakan tambahan berupa nauplius artemia selanjutnya pada hari ke 3 hingga hari ke 10 larva diberi pakan berupa cacing tubifek dengan metode pemberian pakan adbilitum, frekwensi pemberian pakan di lakukan 3 kali perhari yaitu pada pukul 07.30 pukul 12.00 dan pada pukul 16.30 WIB. Larva baung mempunyai kebiasaan menyebar pada malam hari dan hidup berkelompok serta membentuk gumpalan terutama pada Siang hari, sehingga dapat menyebabkan kematian larva yang berada di bagian dalam karena kekurangan oksigen. Karena itu sistem aerasi harus selalu diperhatikan agar kandungan oksigen terlarut di dalam air akuarium pemeliharaan larva tetap tinggi.
  • 6. 6 KATA PENGANTAR Alhamdulillah rabbal alamin, segala puji hanya untuk allah SWT berkat rahamat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan praktek magang ini dengan judul “Teknik Pembenihan IKan Baung ( mystus nemurus ) Di Balai Benih Ikan Sentral Sungai Tibun Desa Padang Mutung Kabupaten Kampar. Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak mendapatkan bantuan, dorongan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapakan rasa terima kasih kepada: 1. Ayahanda, Jainal ST dan Ibunda Hellen Tinna beserta Kakaku Dewi mariana, dan seluruh keluarga besarku yang telah memeberikan kasih sayang dorongan do’a yang tiada henti. 2. Bapak Prof. Dr. Bustari Hasan Selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. 3. Ibu Ir. Hj. Nuraini, MS Selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis. 4. Bapak Soloan ringo-ringo SE di jaya pura (papua) terimakasih yang sebesar-besarnya atas kritik, saran, motivasi dan dukungannya selama penyusunan laporan ini. 5. Terimakasih kepada rekan-rekan D3 06 yang memberikan petunjuk dan arahan.
  • 7. 7 6. Terimakasih kepada Hadra Fi Ahlina, Murita Ria Pratiwi, Parmin Sos, Nana samudara aris BSc, Afrianto dn, fatma yani, Awang, beserta seluruh teman-teman alumnni SUPP-SUPM Dumai Internasional domisili pekanbaru. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah penulis harapkan untuk mencapai kesempurnaan laporan. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih. Pekanbaru, Maret 2010 MARSIDI SABAR. S
  • 8. 8 DAFTAR ISI Isi Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................. i DAFTAR ISI ............................................................................................... ii DAFTAR TABEL ........................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iv LEMBARAN PENGESAHAN ................................................................... v I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2. Tujuan dan Manfaat ......................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA III. BAHAN DAN METODE ..................................................................... 11 3.1. Waktu dan Tempat .......................................................................... 11 3.2. Alat dan Bahan ................................................................................ 11 3.3. Metode Praktek ............................................................................... 12 3.4. Prosedur Magang ............................................................................. 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ............................................................................... 18 4.1.1. Sejarah Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Kampar ................... 18 4.1.2. Posisi dan Keadaan Iklim ........................................................ 18 4.1.3. Tugas dan Fungsi Balai ........................................................... 19 4.2. Struktur Organisasi .......................................................................... 21 4.2.1. Sumberdaya Manusia .............................................................. 22 4.2.2. Fasilitas Bangunan Balai Benih Ikan Sentral Kampar .............. 23 4.3. Sarana dan Prasarana ....................................................................... 24 4.3.1. Panti Benih (Hatchery) ............................................................ 24 4.4. Teknik Pemeliharaan Induk Ikan Baung .......................................... 27 4.4.1. Pemeliharaan Induk ................................................................ 27 4.4.2. Seleksi Induk .......................................................................... 28 4.4.3. Teknik Pemijahan ................................................................... 30 4.4.4. Penetasan Telur ....................................................................... 34 4.4.5. Perawatan Larva ..................................................................... 36 4.4.6. Kualitas Air ............................................................................ 39 4.4.7. Hama dan Penyakit ................................................................. 40 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ..................................................................................... 41 5.2. Saran ................................................................................................ 41 DAFTAR PUSTAKA
  • 9. 9 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Jumlah Pegawai Balai Benih Ikan Sentral Sei Tibun Tahun 2009 Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Profesi ........................................ 22 2. Alat Penunjang Yang Digunakan Untuk Pembenihan Ikan Baung (Mystus nemurus C.V) di BBIS Sei Tibun Kab. Kampar ............... 24 3. Jumlah Luas dan Jenis Kolam di BBIS Kampar........................................... 25 4. Kisaran Kualitas Air Pembenihan Ikan Baung di BBBIS Kampar................ 26 5. Kandungan Nutrisi Pakan Induk Ikan Baung ............................................... 28 6. Data Hasil Seleksi Induk Ikan Baung Betina BBIS Kampar......................... 29 7. Dosis Hormon, Waktu Penyuntikan dan Striping .......................................... 30 7. Fersentase Pembuahan Telur Ikan Baung .................................................... 33 8. Hasil Perhitungan Penetasan Telur Ikan Baung ........................................... 35 9. Tingkat Kelulushidupan Larva Ikan Baung Setelah 15 Hari......................... 37 10. Parameter Kualitas Air Pemeliharaan Larva Ikan Baung ............................ 39
  • 10. 10 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Bagan Organisasi Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Kampar ...................... 21 2. Penyuntikan Induk Ikan Baung Matang Gonad.......................................... 31 3. Proses Striping Induk Ikan Baung Yang Siap Ovulasi .............................. 32 4. Fertilisasi Telur Induk Ikan Baung YangTelah Ovulasi ............................. 32 5. Akuarium Sebagai Wadah Penetasan Telur Induk Ikan Baung .................. 34 6. Larva Ikan Baung Setelah 15 Hari Penetasan ............................................ 38
  • 11. 11 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha pembenihan merupakan usaha yang sangat penting pada sektor budidaya perikanan, karena dalam faktor penyediaan benih adalah mutlak. Kekurangan benih ikan adalah kendala bagi peningkatan produksi. Secara umum dapat dikemukakan bahwa kelemahan kegiatan pembenihan terletak pada rendahnya kelangsungan hidup yang biasanya disebabkan oleh kekurangan makanan, adanya perubahan suhu yang besar, faktor cahaya, salinitas, dan kadar oksigen terlarut. Salah satu faktor yang juga merupakan kelemahan dalam pembenihan adalah besarnya kisaran temperatur antara siang dan malam hari. Kegiatan yang benar-benar terkontrol tidak boleh lebih dari 32˚C. Persiapan pembenihan merupakan langkah awal pendukung tercapainya peningkatan suatu usaha perikanan. Sesuai dengan tuntutannya upaya yang dilakukan untuk mempersiapkan pembenihan sangat erat kaitanya dengan penyediaan induk ikan, bahan penempel telur dan wadah pemijahan. Penyedian benih ikan dalam kualitas yang memadai merupakan salah satu syarat mutlak yang dapat menentukan suatu keberhasilan usaha pembenihan (Rohadi, 1996) Pengelolaan usaha pembenihan meliputi beberapa kegiatan yaitu; seleksi induk, pemijahan, penetasan, perawatan larva, dan pendederan (Pribadi et., al dalam Miswanto, 2002). Dalam pembangunan usaha budidaya perikanan, maka penyedian benih yang bermutu tinggi dalam jumlah yang cukup dan harga yang terjangkau oleh petani ikan sangat diperlukan, karena itu mendirikan balai benih ikan dalam skala
  • 12. 12 kecil tidak saja dapat dilakukan oleh pemerintah tapi juga pihak swasta (Dahril dalam Sarisman, 2002) Benih ikan yang diperoleh dengan cara pembenihan tradisional, tingkat keberhasilan masih sangat terbatas (rendah), dimana kemampuan petani masih terbatas. Untuk memperoleh hasil yang memuaskan dalam usaha budidaya ikan, pengolahannya perlu ditingkatkan dengan cara memijahkan induk secara buatan dan telur yang diperoleh ditetaskan secara terkontrol untuk mendapatkan benih yang lebih banyak dan berkualitas baik. Menurut Susanto (1996) upaya menunjang keberhasilan usaha ikan baung, salah satu faktor yang menentukan adalah ketersediaan benih yang memenuhi syarat baik kualitas, kuantitas maupun kontiniutasnya. Dengan demikian ketersediaan benih merupakan faktor yang sangat penting dalam usaha budidaya air tawar. 1.2. Tujuan dan Manfaat Tujuan dari praktek magang ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang pembenihan ikan baung (Mystus nemurus CV) secara buatan di Balai Benih Ikan Sentral Sei Tibun Desa Padang Mutung Kabupaten Kampar. Selain itu menemukan permasalahan yang ada dan mencari alternatif pemecahan masalah tersebut. Dari hasil praktek magang ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, pengalaman dan keterampilan, sehingga ilmu yang diperoleh bisa dijadikan bekal ke masyarakat dalam menyongsong dunia kerja.
  • 13. 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi dan Ekologi Ikan Baung (Mystus nemurus CV) Secara taksonomi ikan baung diklasifikasikan kedalam filum Chordata, kelas Pisces, Sub kelas teleostei, Ordo Silunformes, Sub ordo Siluroidae, Famili Bragridae, Genus Mystus dan spesies Mistus nemurus CV ( Kottelat et,al., 1996). Ciri morfologi ikan baung menurut Djuanda (1981), adalah mempunyai empat sungut peraba, sepasang diantaranya panjang sekali dan terletak di sudut rahang atas dan mencapai dubur. Sirip punggung mempunyai dua buah jari-jari keras dan runcing menjadi patil. Kepala besar dengan warna tubuh abu-abu kehitaman, pungggung lebih gelap dan perut lebih cerah serta panjang tubuhnya dapat mencapai 50 cm. Calon induk untuk ikan baung mempunyai kisaran berat antara 200 -750 gr memerlukan waktu 2-3 tahun dengan ciri-ciri yaitu untuk ikan betina yang telah matang gonad dapat dilihat dari bentuk perutnya yang relatif membesar dan permukaan kulit lembut dapat juga dengan mengurut perut ikan tersebut, bila telur yang keluar sewaktu pengurutan berbentuk bulat penuh, berwarna agak kecoklatan maka induk dalam kondisi siap pijah. Untuk mengetahui kematangan gonad ikan jantan dapat dilihat papilanya yang terletak di belakang anus mendekati sirip anus, bila pipilnya di bagian ujung berwarna merah dan menyebar ke arah pangkal, maka ikan tersebut telah matang kelamin.
  • 14. 14 2.2. Pemijahan Ikan Baung (Mystus nemurus CV) Ciri-ciri ikan baung jantan adalah lubang genital agak memanjang dan terdapat bagian yang agak meruncing ke arah ekor. Alat ini mungkin sebagai alat bantu dalam mentransfer sperma saat melakukan pemijahan, sedangkan pada ikan betina lubang genital berbentuk bulat. Lubang ini akan bewarna kemerahan bila mengandung telur yang telah matang (Alawi et al., 1990). Dalam hal reproduksi dan perkembangannya, ikan baung (Mystus nemurus CV) tergolong phytopil, telur-telur yang bersifat adhesive melekat pada tumbuhan perairan atau benda lainnya. Memiliki dinding telur yang relatif tebal dan rongga perivifellin yang relatif sempit. Embrio yang baru menetas melekatkan diri pada tanaman dan menggunakan kelenjar tertentu. ikan baung (Mystus nemurus CV) melakukan pembuahan diluar tubuh (external spawning). Telur ikan baung (Mystus nemurus CV) yang telah dibuahi oleh sperma akan bewarna jernih dengan kisaran garis tengah 1,4-2,04 mm (Hoda dan Tsukahara, dalam Widiyati, 1983). Bila telur tidak dibuahi akan bewarna putih keruh karena kuning telur pecah dan menutupi ruang perivitellin akhirnya telur tersebut akan mati. Kematian telur atau embrio selain disebabkan tidak terbuahi juga karena adanya serangan jamur, bakteri, dimakan predator atau karena kondisi lingkungan yang tidak memungkinkan berkembangnya telur. Telur yang mati segera akan ditumbuhi jamur yang dapat membahayakan telur yang masih hidup (Woynarovich dan Horvath, 1984). Setelah kolam pemijahan disiapkan dan diberi kakaban yang diletakkan melayang di dalam kolam yang telah diseleksi dengan perbandingan 1 : 1.
  • 15. 15 Terjadinya pemijahan ditandai dengan kejar mengejar sepasang induk, kemudian seperti berpelukan dan saat itulah telur dan sperma dikeluarkan oleh masing- masing induk. Proses pemijahan berlangsung 10-15 kali dengan waktu 3-6 jam. Setelah telur kelihatan menempel di kababan induk-induk ikan tersebut dipindahkan (Susanto,1992). Waktu yang paling tepat untuk pembuahan telur ikan adalah segera setelah sel telur keluar dari alat kelamin betina dan dinyatakan pula bahwa telur yang sudah matang tiba di air, telur segera mengembang karena masuknya air. Kemudian mikropil akan terbuka jika sperma yang aktif. Bagian kepala sperma akan masuk sedangkan bagian ekornya akan lepas. Setelah sperma melebur dengan inti sel telur protoplasma akan mengalir ke tempat spermatozoa masuk, kemudian akan terjadi pembelahan sel (Effendie, 1997). Hardjamulia et al,. (1982), menyatakan bahwa kecuali faktor lingkungan, kematian telur ikan baung juga disebabkan oleh sifat adhesif dari telur tersebut. Sering dijumpai telur ikan baung satu sama lainnya melekat dan membentuk gumpalan yang dapat mengurangi daya tetas telur. Gumpalan tersebut mengganggu perkembangan telur dengan baik sehinga sukar untuk mendapatkan oksigen yang cukup. Keadaan ini yang menyebabkan telur tersebut mati,sehingga telur yang menetas sedikit. Jhingran dan Pullin (1988) menyatakan bahwa sifat adhesive ini dapat dihilangkan dengan menggunakan larutan 30 gr Urea ditambah 40 gr NaCL dalam 10 liter air selama 0,5 jam dan setiap 5 menit dilakukan pergantian larutan pencuci.
  • 16. 16 2.3. Penetasan dan Pendederan Nuraini (2001) menyatakan bahwa proses penutupan blastopor kemudian masuk kepada fase perkembangan embrio. Tanda-tanda aktifitas embrio ikan terlihat dari pergerakan dan sering kali merupakan bagian yang penting dalam proses penetasan. Proses ini terlihat bila embrio telah lebih panjang dari lingkaran kuning telur. Selama penetasan, larva bergerak-gerak sampai lepas dari kapsul telur, dan membutuhkan suhu yang cocok dan suplai oksigen yang cukup. Penetasan telur merupakan proses pemisahan larva ikan dari cangkangnya yang sering terjadi pada waktu yang sama dan dipengaruhi oleh keberadaan oksigen, cangkang telur yang dapat menghambat filter penyakit, kualitas air dan sifat alami larva yang berenang secara aktif dan tidak aktif. Selanjutnya larva berkembang, dimana saat menetas tidak memiliki mulut, gelembung renang belum terisi, alat pencernaan belum sempurna dan ukuran yolk berpacu pada perkembangannya, serta selalu tanpa figmentasi. Setelah larva berkembang disiapkan fasilitas penampungan larva seperti aquarium, bak, happa, incubator besar, dan kolam kecil serta lingkungan harus kaya oksigen, bersih, bebas dari predator, serta temperatur stabil (Alawi, 1995). Arie (1996) menyatakan wadah penetasan untuk menetaskan telur dan perawatan larva dalam aquarium. Aquarium ini berukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm, dan tinggi 50 cm. sebelum digunakan aquarium dibersihkan dan diisi air bersih setinggi 30 cm, diberi aerasi dan pemanas air. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1992), aquarium tersebut dapat dibersihkan dengan menggunakan larutan Kalium Permanganat (PK) dosis (3-20
  • 17. 17 ppm)atau dapat juga dilakukan dengan cara lain yaitu dengan menggunakan senyawa chlorine yang banyak dijual toko kimia. Susanto dan Amri (2001) menyatakan telur disebarkan di dalam aquarium yang disiapkan sebelumnya, yang diberi air bersih dan diaerasi. Selanjutnya diusahakan telur ikan jangan sampai menumpuk karena berakibat telur akan membusuk, oleh karena itu telur disebarkan dengan menggunakan bulu ayam agar telur tidak pecah. Menurut Susanto (1996), untuk mengatur suhu tempat penetasan agar tetap konstan dapat digunakan heater dan thermostat pada tempat penetasan atau dapat juga dilakukan dengan cara memasukkan air segar ketempat penetasan sehingga akan menstabilkan suhu air. Pendederan merupakan kegiatan pemeliharaan larva ikan baung umur 10 hari sampai ukuran benih yang siap untuk disebarkan. Kegiatan pendederan meliputi persiapan kolam, penebaran benih, pengelola rutin dan pemanenan (Arie, 1996). Pemeliharaan di kolam pendederan berlangsung selama 14 hari, kemudian dipanen dengan cara menyurutkan air kolam secara perlahan-lahan sampai batas ketinggian tertentu. Benih diambil sedikit dan ditampung di bak. Benih yang berukuran 1-2 inchi (Pittaros dan Sitasit, 1976).
  • 18. 18 2.4. Makanan Vitamin E mempunyai peranan yang sangat penting dalam fisiologi reproduksi ikan. Telah diuji pengaruh pakan yang mengandung vitamin E terhadap kandungan vitamin E dalam tubuh, pemijahan, daya tetas telur dan mortalitas larva yang menetas. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pada kelompok ikan yang diberi pakan yang mengandung vitamin E yang rendah, sepertiga dari jumlah induk ikan betina tidak memijah sedangkan yang lainnya memijah secara keseluruhan. Vitamin E yang berasal dari pakan, dibawa dan akan diakumulasikan ditelur dan sangat membantu kelangsungan hidup larva (Tang, 2000). Makanan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ikan. Untuk merangsang pertumbuhan, diperlukan jumlah dan mutu makanan yang tersedia dalam keadaan cukup serta sesuai dengan kondisi perairan (Asmawi, 1986). Makanan yang didapat oleh ikan digunakan untuk kelangsungan hidup, kelebihannya baru untuk pertumbuhan. Jadi kalau menginginkan pertumbuhan yang baik maka yang diperhatikan sejumlah makanan yang melebihi kebutuhan untuk pemeliharaan tubuh (Jangkaru, 1974). Ikan baung tergolong kepada ikan pemakan segala (omnivore), tetapi lebih cenderung suka kepada jenis insekta air dan ikan mengarah kepada pemakan daging (karnivora). Hal ini juga terlihat besarnya mulut ikan baung yang merupakan ciri-ciri dari ikan pemangsa atau predator. Insekta air yang banyak dimakan oleh ikan baung adalah family cyprinidae yaitu insekta air sejenis kumbang yang hidup di perairan tenang atau ikan motan (Tynnichthys sp), kapiek
  • 19. 19 (Puntius sp), dan selais (Siluroides sp), disamping itu ikan baung juga memakan cacing air (Tubifex sp), udang (Macrobranchium sp), lipas air dan detritus (Alawi et. al, 1990). 2.5. Kualitas Air Menurut Tang (2000), suhu 270C (suhu kamar) memberikan hasil terbaik bagi kelangsungan larva ikan baung. Hasil ini memberikan harapan bagi kegiatan pembenihan skala rumah tangga, karena tidak diperlukan alat khusus untuk meningkatkan suhu air. Demikian juga dengan salinitas kisaran optimal ialah 0-3 ppt. Air sebagai media hidup haruslah diperoleh dengan mudah dan mengalir dalam sejumlah yang cukup sepanjang tahun dengan kualitas yang baik, namun jumlah tidak boleh berlebihan yang dapat mengakibatkan banjir (Suseno,1977). Menurut Lesmana (2001), gas yang dapat larut dalam air ada berbagai macam, yaitu oksigen (02), karbondioksida atau asam arang (CO2), nitrat (NO3), nitrit (NH3), ammonium (NH4) dan asam sulfide (H2S). Menurut Susanto (1996), batas toleransi berbagai parameter kualitas air yang tidak membahayakan untuk ikan-ikan yang berada di daerah tropis adalah suhu air yang optimum berkisar antara 25-300C, sedangkan perbedaan siang dan malam hari tidak boleh lebih dari 50C. pH air yang optimum 6-8,6 atau berkisar antara 4-9, oksigen terlarut berkisar antara 5-6 ppm, phospat lebih kecil dari 0,02 ppm dan mengandung Nitrogen dalan NH3 kurang dari 1,5 ppm.
  • 20. 20 Kualitas air memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap survival dan pertumbuhan larva. Menurut Sulistidjo, Nontji dan Soergiarto (1980), rendahnya reproduksi benih ikan karena sifat fisika dan kimia air yang digunakan pada tempat pembenihan kurang baik. Beberapa parameter fisika dan kimia perairan yang dapat mempengaruhi kehidupan ikan adalah suhu, konsentrasi oksigen terlarut, karbondioksida, amoniak, pH, alkalinitas dan kekeruhan. 2.6. Hama Dan Penyakit Sunyoto (1994) menyatakan bahwa penyakit didefinisikan sebagai gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh atau sebagian alat tubuh. Penyakit dapat menyebabkan kematian, kekerdilan, periode pemeliharaan lebih lama, tingginya konfersi makanan pada padat penebaran yang lebih rendah dan hilangnya atau menurunnya produksi. Suyatno (1983) dalam Rita (2003), menyatakan telur ikan sangat mudah terserang jamur. Pencegahanya dapat dilakukan dengan menggunakan Malachite Green yaitu setelah pemijahan, kakaban yang telah dilekati telur-telur ikan dipindahkan dari tempat pemijahan, kemudian direndam dalam larutan Malachite green. Waktu perendaman 0,5-1 jam dengan dosis 1 gram serbuk Malachite Green yang dilarutkan dalam 1,5 liter air.
  • 21. 21 III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Waktu dan Tempat Praktek magang ini dilaksanakan pada tanggal 27 Maret hingga 27 Juni 2009 bertempat di Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Sungai Tibun Desa Padang Mutung, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. 3.2. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam praktek magang pembenihan ikan Baung di Balai Benih Ikan Sungai Tibun, Padang Mutung Kabupaten Kampar meliputi: a). Peralatan pemijahan, seperti : alat suntik, baki, timbangan, baskom, ember, kain lap, gelas ukur, gunting, bulu ayam, serokan, jaring, bak fiber, akuarium, blower, dan pompa air. b). Peralatan panen, seperti : ember, hapa, serokan, jaring, cangkul, saringan, dan skop net. c). Peralatan pengepakan, seperti : plastik, karet gelang, dan tabung oksigen. d). Peralatan penunjang, seperti : Termometer, dan heater. Bahan yang digunakan untuk proses pemijahan adalah: Induk ikan Baung (Mystus nemurus C.V), Zat perangsang (ovaprim), Larutan fisiologis (NaCL 0,9%), Pelet dan pakan hidup. Peralatan ini sebelum dan sesudah digunakan terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan air bersih, dikeringkan dan disimpan pada tempat yang kering, terutama peralatan pemijahan tcrlebih dahulu disterilkan untuk menghindari adanya bibit penyakit. Peralatan dan bahan ini dipersiapkan untuk membantu memperlancar kegunaan pemijahan yang telah dipersiapkan
  • 22. 22 sebelumnya. Fasilitas dan bahan-bahan ini telah tersedia dalam panti benih sebagai tempat pelaksanaan kegiatan pembenihan Baung tersebut. 3. 3. Metode Praktek Metode praktek yang digunakan adalah metode survei dan praktek langsung, dimana pengamatan, pelaksanaan praktek dan pengambilan data dilakukan secara langsung di lapangan. Teknik pembenihan pada ikan Baung ini meliputi pemeliharaan induk, seleksi induk, pemijahan, dan perawatan benih. Selain itu juga melakukan wawancara dengan petugas lapangan berdasarkan daftar kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dimana metode tersebut termasuk kedalam data primer. Perhitungan persentase telur terbuahi dilakukan dengan metode sampling yaitu dengan cara akuarium yang telah dipersiapkan untuk tempat menebar telur yang telah dibuahi pada bagian bawahnya dibagi kolom sebanyak 10 kolom dengan menggunakan spidol berwarna hitarn, setelah dilakukan penebaran telur kemudian dihitung pada 5 bagian kolom saja kemudian dikali dengan banyaknya kolum. Telur ikan Baung menetas lebih kurang 25 jam. Setelah telur menetas, panen larva dilakukan dengan cara menyipon larva dari akuarium ke dalam baskom penampungan dan dipisahkan dari telur yang tidak menetas. Agar larva tidak stres panen dilakukan secara perlahan dan baskom tempat penampungan larva diberikan aerasi agar larva tidak kekurangan oksigen. Larva yang telah ditampung ke dalam baskom penampungan, dihitung dan selanjutnya dimasukkan kedalam akuarium pemeliharaan yang berukuran 80 x 60 x 40 cm, sebelum
  • 23. 23 dimasukkan ke dalam akuarium terlebih dahulu akuarium dilakukan penyiponan untuk membuang telur yang tidak terbuahi dan dilakukan juga penggantian air. Metode yang digunakan dalam perhitungan kelulusan hidup larva ikan Baung adalah dengan metode sensus yaitu perhitungan dilakukan secara satu persatu dari larva. Untuk menghitung persentase pernbuahan, penetasan telur dan kelulusan hidup larva dihitung berdasarkan rumus yang dikemukanan Alawi (1994) yaitu : a. Fertilisasi Rate (FR) Jlh Telur yang Terbuahi FR (%) = x 100 % Jlh Telur Sampel b. Hatching Rate (FR) Jlh Telur Menetas HR (%) = x 100% Jlh Telur Terbuahi c. Survival Rate (SR) Nt SR (%) = x 100 % No Keterangan : SR = Tingkat kelangsungan hidup (%) Nt = Jumlah larva akhir pengamatan (ekor) No = Jumlah larva awal pengamatan (ekor 3. 4. Prosedur Magang 3.4.1. Bak Penampungan Bak penampungan berupa fiber bulat berdiameter 1,5 m dengan volume air 1000 liter air yang digunakan untuk menampung induk sementara
  • 24. 24 sebelum induk dipijahkan. Sebelum digunakan fiber dibersihkan terlebih dahulu kemudian diisi air, lalu diberi aerasi selama 1 hari. 3.4.2. Akuarium Akuarium digunakan sebagai tempat penetasan telur. Sebelum digunakan akuarium terlebih dahulu dibersihkan kemudian diisi air, diberikan aerasi selama 1 hari. Akuarium yang digunakan terbuat dari kaca dengan ukuran (80 x 60 x 40) cm³. 3.4.3. Pengelolaan Induk Proses pemijahan tidak terlepas dari persedian induk, dimana dalam pembenihan ketersedian induk yang baik dan sehat akan menghasilkan benih yang baik pula. Induk yang dipijahkan dalam praktek magang ini berasal dari koleksi induk yang ada di Balai Benih ikan Padang Sentral Sei Tibun Mutung Kab. Kampar. Pemeliharaan induk ikan baung dilakukan di kolam penampungan dengan menggunakan keramba ukuran 5 x 2 x 1,5 m3. Kolam pemeliharaan dilengkapi dengan sirkulasi air yang berguna untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air. Selama pemeliharaan induk ikan diberi pakan buatan berupa pelet tengggelam mengandung kadar protein 29-30 %, sebanyak 3-5 % dari total biomasa dengan frekuensi pemberian pakan 1 kali sehari yakni pada pagi hari pukul 08.00 WIB. 3.4.4. Seleksi Induk Matang Gonad Kegiatan seleksi induk adalah memilih induk yang baik dan siap untuk dipijahkan untuk mendapatkan induk yang benar-benar siap dipijahkan perlu dilakukan pemberokan hal ini bertujuan untuk mengurangi kandungan lemak yang
  • 25. 25 ada pada tubuh induk ikan yang dapat mengganggu proses keluarnya telur pada saat proses striping. Selain itu berfungsi juga untuk mengetahui induk yang benar- benar matang gonad atau hanya kekenyangan sehingga bagian perut membesar. Selama proses pemberokan induk ikan tidak diberi makan atau dipuasakan selama 3 hari, setelah pemberokan induk yang buncit lantaran kekenyangan bakal mengempis perutnya, sedangkan induk yang benar-benar siap memijah tetap membesar. Perbedaan antara ikan baung jantan dan ikan baung betina dapat diketahui dengan cara; pada ikan baung jantan lubang genital agak memanjang dan terdapat bagian yang meruncing ke arah caudal, organ ini berperan sebagai alat bantu untuk mengeluarkan sperma saat melakukan pemijahan. Sedangkan pada ikan betina, lubang genital bulat berwarna kemerahan bila ikan tersebut telah mengandung telur pada tingkat kematangan gonad IV ( Alawi et al., 1992). Lebih jelasnya lagi untuk mengetahui tanda kematangan gonad induk ikan baung dapat dilihat dengan adanya bagian perut relatif membesar, ikan betina yang matang gonad bila diurut telur yang keluar bulat sempurna berwarna kecoklatan, sedangkan pada ikan jantan yang matang gonad papilanya berwarna merah, tidak selalu mengeluarkan sperma apabila diurut. 4.4.5. Pemijahan Induk yang telah ditangkap dan diseleksi diadaptasikan terlebih dahulu di dalam bak fiber sebelum dilakukan pemijahan, sedangkan hormon yang digunakan pada pemijahan ini yaitu dengan menggunakan hormon ovaprim. Dilakukan dua kali penyuntikan yaitu Penyuntikan I pada pukul 21.00 malam dan penyuntikan II dilakukan pada pukul 03.00 subuh. Waktu ovulasi terjadi
  • 26. 26 berkisar antara 6-8 jam setelah penyuntikan ke II. Dosis hormon yang di gunakan yaitu 0,7 cc/kg induk ikan betina dan 0,5 cc/kg ikan jantan. 3.4.6. Penetasan telur Penetasan telur merupakan proses pemisahan larva ikan dari cangkangnya yang sering terjadi pada waktu yang sama dan dipengaruhi oleh keberadaan oksigen, cangkang telur yang dapat menghambat filter penyakit, kualitas air dan sifat alami larva yang berenang secara aktif dan tidak aktif. Selanjutnya larva berkembang, dimana saat menetas tidak ada mulut, gelembung renang belum terisi, alat pencernaan belum sempurna dan ukuran yolk berpacu pada perkembangannya, serta selalu tanpa figmentasi. Setelah larva berkembang disiapkan fasilitas penampungan larva seperti aquarium, bak, happa, inkubator besar, dan kolam kecil serta lingkungan harus kaya oksigen, bersih, bebas dari predator, serta temperatur stabil (Alawi, 1995). Pada saat kemampuan larva masih sangat terbatas ternyata kuning telur merupakan sumber nutrien dan energi utama bagi larva. Oleh karena itu volume kuning telur, ukuran tubuh dapat menunjukkan keberhasilan larva melewati fase kritis dalam siklus hidupnya (Tang, 2000). 3.4.7. Pemeliharaan larva Pemeliharaan larva dilakukan dalam akuarium. Larva berusia dua hari diberi pakan berupa pakan alami yaitu artemia, dan pada usia tiga hari diberi pakan berupa Tubifek selama sepuluh hari, dosis pemberian pakan 0,5 % dari berat tubuh, dengan frekwuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari yaitu pagi, siang, dan sore hari. Kekurangan pakan selama pemeliharaan diketahui
  • 27. 27 sebagai penyebab kematian ikan. Oleh karena itu dalam pemeliharaan larva lebih membutuhkan perhatian yang intensif. 3.4.8. Kualitas Air Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara melakukan penyiponan sekali dalam sehari yaitu setiap pagi hari sebelum diberi pakan dan pengontrolan suhu air antara 28-31°C yang dilakukan setiap saat dan pH 6,5- 7. 3.4. 9 Analisa Data Data yang diperoleh dari hasil magang ditabulasi dalam bentuk tabel, kemudian dianalisa secara deskridtif untuk memberikan gambaran tentang tehnik pembenihan, Kemudian dicari pemecahan terhadap permasalahan yang ditemui serta dibahas sesuai dengan permasalahan yang ada.
  • 28. 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum 4.1.1. Sejarah Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Kampar Balai Benih Ikan Sentral Sungai Tibun Secara struktural berada dibawah Balai benih Perikanan (BBIP) terbentuk berdasarakan peraturan daerah (PERDA) No. 12 Tahun 2001 tentang pembentukan susunan organisasi dan tata kerja Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau yang berada di daerah Sungai Tibun Desa Padang Mutung Kabupaten Kampar. 4.1.2. Posisi dan keadaan Iklim Secara geografis daerah kabupaten kampar terletak pada bahagian tengah, memanjang dari punggung Bukit Barisan sebelah Barat sampai ke Pantai Timur pulau Sumatera, mengikuti aliran Sungai Kampar dengan posisi berada antara 1º 25’ LU dan 02’ LS serta 100º 42’ dan 103º 28 BT. Batas admistratif daerah Kampar adalah.  Sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Sumatera Barat  Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kepulauan Riau  Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis  Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Indragiri Hilir. Pusat pemerintahan kabupaten Kampar adalah Bangkinang yang berjarak 64 km dari ibu kota Provinsi Riau Pekanbaru. Daerah ini terdiri dari 19 kecamatan dan 384 desa/kelurahan, dengan luas daerah keseluruhannya sekitar 30.563,79 km² atau sekitar 29 % dari luas Provinsi Riau.
  • 29. 29 Iklim di daerah Kabupaten Kampar hampir sama dengan daerah lain di Provinsi Riau yang secara keseluruhan dipengaruhi oleh angin musim, dimana pada bulan Desember sampai bulan Maret bertiup angin laut, sedangkan pada bulan Mei sampai Bulan Oktober bertiup angin Barat Daya. Rata-rata cuaca hujan hanya sebanyak 2.868,7 mm pertahun dengan curah hujan tertinggi terjadi di daerah bukit barisan dan semakin menurun ke arah pantai. Kabupaten Kampar merupakan daerah yang sebahagian besar wilayah adalah daratan Rendah 75% yang membentang sepanjang aliran Sungai Kampar, sedangkan sisanya 25% merupakan daratan tinggi yang terletak di daerah bahagian barat berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Barat. Di kabupaten ini ditemukan tiga buah sungai yang tergolong besar yaitu: Sungai Rokan (Rokan Kiri dan Rokan Kanan), sungai kampar (Kampar Kiri dan Kampar Kanan) serta Sungai tapung yang merupakan bagian hulu dari Sungai Siak, dan banyak sekali anak-anak sungai yang bermuara pada Sungai besar tersebut. Disamping itu terdapat juga sejumlah danau tapak kuda dan genangan air yang terbentuk sebagai akibat dari bendungan irigasi. Diperkirakan areal yang tergenang secara periodik adalah 291.482 Ha dan tergenang secara terus menerus 1.938 Ha. 4.1.3. Tugas dan Fungsi Balai Balai Benih Ikan Sentral Sei Tibun sebagai unit peleksana Dinas Perikanan dan Kelautan mempunyai Tugas pokok; melaksanakan penerapan teknik pembudidayaan ikan air tawar, pelestarian sumberdaya induk dan benih ikan serta lingkungan. Dalam melaksanakan tugas BBIS kampar menyelenggarakan Fungsi:
  • 30. 30 a. Pengembangan SDM aparatur pemerintahan bidang perikanan b. Pengadaan sarana dan prasarana c. Rekayasa teknologi pembenihan ikan d. Penyediaan induk dan benih ikan air tawar yang berkualitas e. Pengembangan sertifikat benih ikan air tawar f. Pengembangan system informasi perikanan khususnya untuk para pembenih g. Penerapan teknologi pembenihan ikan yang ramah lingkungan h. Kerja sama dengan stakehorder i. Peningkatan penerimaan Negara Bukan Pajak Disamping adanya kepala balai benih dan seksi-seksi diatas, tenaga pelaksana juga berperan penting dan sangat dibutuhkan demi kelancaran serta kemudahan dalam menjalakan tugas. Di Balai Benih Ikan Kampar jumlah tenaga pelaksana berjumlah sepuluh orang orang. Tenaga tersebut kurang mencukupi jumlahnya bila dibandingkan dengan banyaknya kegiatan yang ada sehingga masih membutuh banyak tenaga.
  • 31. 31 4.2. Struktur Organisasi KEPALA BALAI BAGIAN LAYANAN BAGIAN TATA TEKNIK USAHA Gambar 1. Bagan Organisasi Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Kampar Secara struktur organisasi Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Sei Tibun berada di bawah Balai Benih Perikanan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau, terdiri dari kepala balai, tata usaha, dan bagian pelayanan teknik. Dalam melaksanakan tugasnya, Balai Benih Ikan Sei Tibun memiliki susunan organisasi agar dapat berjalan dengan lancar. Organisasi tersebut di pimpin oleh bapak Ir. Masril M.Si selaku kepala balai dan dibantu oleh seksi- seksi, sub bagian tata usaha, dan bagian pelayanan teknik. a.Tata Usaha Bagian tata usaha mempunyai tugas melaksanankan penyusunan rencana program dan angaran, pengolahan administrasi keuangan, kepegawaian, persuratan dan pengaturan penggunaan barang milik negara. b. Bagian pelayanan teknik Bagian pelayanan teknik mempunyai tugas melaksanakan penyiapan standar teknik, alat dan mesin pembenihan, pembudidayaan, pengendalian hama dan penyakit ikan air tawar, pengendalian lingkungan dan sumberdaya induk dan benih ikan air tawar, kegiatan pengkajian, penerapan teknik dan pemantauan, serta pengawasan pembenihan dan pembudidayaan ikan air tawar.
  • 32. 32 4.2.1. Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia sebagai tenaga pelaksana sangat berpengaruh terhadap kerberhasilan usaha budidaya air tawar. Dalam melaksanakan tugas teknik maupun administrasi, Balai Benih Ikan Kampar menggunakan system pemilihan sesuai dengan keahlian dan keterampilan masing-masing karyawan Tingkat pendidikan merupan salah satu faktor penting yang mana sangat menentukan kemampuan seseorang tenaga kerja dalam menyerap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi baik itu secara umum maupun secara khusus terutama dalam usaha pembenihan dan budidaya ikan. Tabel 1. Jumlah Pegawai Balai Benih Ikan Sentral Sei Tibun Tahun 2009 Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Profesi Pendidikan No Status Jumlah S II SI SLTA SMP 1 PNS 1 1 1 - 3 2 Honor - - 7 1 8 Sumher : Laporan Tahunan Balai Benih Ikan Sei Tibun , 2009 Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja di Balai Benih Ikan Sei Tibun Kampar bervariasi, mulai (SMP) sampai Perguruan Tinggi atau Strata 2 (S2). Dilihat dari tingkat pendidikannya pegawai BBIS Kampar ini didominasi oleh Tenaga kerja yang berpendidikan SLTA. Disamping adanya kepala balai benih dan seksi-seksi diatas, tenaga pelaksana juga berperan penting dan sangat dibutuhkan demi kelancaran serta kemudahan dalam menjalankan tugas. Di Balai Benih Ikan Kampar jumlah tenaga pelaksana berjumlah sepuluh orang. Tenaga tersebut kurang mencukupi jumlahnya bila dibandingkan dengan banyaknya kegiatan yang ada sehingga
  • 33. 33 masih membutuh banyak tenaga kerja agar mampu memproduksi serta melestarikan berbagai spesies ikan yang memiliki nilai ekonomis. 4.2.2. Fasilitas Bangunan Balai Benih Ikan Sentral Kampar Pengadaan barang inventaris di Balai Benih Ikan Sentral Kampar berasal dari dana APBD dan APBN yang dikelola oleh unit Balai Benih Perikanan (BBP) sesuai struktur organisasi Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau. Pengelolaan barang inventaris tersebut diserahkan kepada pegawai yang ditunjuk tugasnya menerima, menyimpan, memelihara serta mendistribusian kepada pegawai yang menggunakannya. Balai Benih Ikan Sentral Kampar memiliki fasilitas –fasilitas pendukung kerja seperti: alat transportasi berupa kendaraan roda empat dan roda dua. Kemudian yang dilengkapi dengan penerangan melalui jaringan listrik dan sebagai antisipasi disediakan genset apabila jaringan PLN padam. Fasilitas laboratorium yang dimiliki Balai Benih Ikan Sentral Kampar adalah Laboratorium pakan alami sebagai tempat untuk mengkultur pakan alami, laboratorium parasit dan penyakit ikan sebagai tempat untuk memeriksa hama dan penyakit ikan. Selain itu terdapat fasilitas bangunan sebagai sarana pendukung Kantor, Mess Operator, Gudang pakan, Aula pertemuan, Rumah dinas. Alawi ( 1994), menyatakan bahwa fasilitas pembenihan memerlukan peralatan yang cukup, terutama bangsal heatchery, bak induk, bak pemijahan, bak penetasan, bak pemeliharaan larva, bak makanan aerator, bak pembagian air, bak pengendapan air, heater serta kantor.
  • 34. 34 4.3. Sarana dan Prasarana Untuk mendukung kegiatan Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Kampar secara keseluruhan, maka BBIS Kampar dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh BBI Kampar sampai tahun 2009 meliputi : 4.3.1. Panti Benih (Hatchery) Pada BBIS Sei Tibun Kampar terdapat satu unit Hatchery dimana sarana ini difungsikan sebagai panti pembenihan untuk semua komunitas perikanan air tawar seperti: ikan baung, ikan patin, dan ikan lele. dengan Fasilitas penunjang yang ada di hatchery adalah sebagai berikut; b. Alat Penunjang Untuk menunjang dalam operasional produksi ikan Baung di Balai Benih Ikan Di desa Padang Mutung diperlukan beberapa alat sebagai sarana tambahan. Sarana tambahan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2.Alat Penunjang Yang Digunakan Untuk Pembenihan IkanBaung (Mystus nemurus C.V) di BBIS Sei Tibun Kab. Kampar Keperluan Alat Ukuran Pemindahan benih Scoopnet 450-500 mikron Nampan 40 x 30 cm Sendok plastik 3 buah Pemberian pakan Ember 5 liter Gayung 1 liter Ayakan tepung 450 mikron Gelas ukur 250 ml Alat sipon wadah Selang 0,5; I dan 3 cm Pemindahan air Pompa air 1 buah Pengukur suhu Thermometer Celcius Pembersih wadah Spon 3 buah
  • 35. 35 Sarana penunjang dalam suatu usaha budidaya merupakan hal yang sangat mempengaruhi proses produksi. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah sarana yang digunakan sebagai penunjang hatchery di BBIS Kampar cukup memadai atau sudah memenuhi syarat untuk melakukan pembenihan. a. Sistem Aerasi Dalam kegiatan pembenihan ikan Baung diperlukan sistem aerasi untuk menjaga agar kadar oksigen terlarut selalu baik (>1 ppm). Aerasi yang diperoleh berasal dari blower dengan kapasitas 85 watt, dimana penggunaannya dilengkapi pipa PVC berdiameter ½ inch sebagai penyalur yang dihubungkan dengan selang aerasi yang dilengkapi dengan stop kran dan batu aerasi ke setiap wadah budidaya. c. Perkolaman Sedangkan fasilitas perkolaman serta luas kolam di BBIS Sei Tibun Kab. Kampar dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah, Luas dan Jenis Kolam di BBIS Kampar. No. Macam kolam Satuan Luas Jenis Kolam Jumlah M2 (Unit) 1. Kolam penampungan 4.250 Beton 1 2. Kolam pengendapan 1.400 Beton 1 3. Kolam Pendederan 3/50 Beton 10 4. Kolam induk 4/00 Beton 5 5. Kolam calon induk 4.50 Beton 3 6. Bak Pembenihan 2.18 Beton 6 7. Kolam pembesaran 400 Beton 5 Total Kolam: 31 Unit Sumber : Balai Benih Ikan Sentral Sei. Tibun Padang Mutung Kab. Kampar Berdasarkan tabel 3, jumlah kolam dan macam kolam yang ada di Balai Benih Ikan Sentral Sei Tibun Kabupaten Kampar telah mencukupi dan memenuhi syarat untuk pembenihan ikan.
  • 36. 36 d. Sumber Air Air merupakan komponen utama dalam kegiatan pembenihan ikan. Sumber air untuk kegiatan pembenihan berasal dari resapan air sungai sekitar Balai Benih Ikan yang ditampung dalam waduk/reservoir melalui beberapa tahapan. Tahap pertama dari sumber air yang kemudian dialirkan ke bak penampungan, lalu ke bak pengendapan berupa bak semen berukuran 1.400 m². Kolam memiliki saluran pemasukan dan pengeluran berupa pipa paralon berdiameter 6 inchi. Saluran keluar diarahkan ke dasar kolam dengan menyambungkan paralon berbentuk huruf L. Air untuk pembenihan digunakan Air jernih kualitas air pembenihan ikan baung di BBIS kampar dapat dilihat pada Tabel 4 Tabel 4. Kisaran Kualitas Air Pembenihan Ikan Baung di BBBIS Kampar No. Parameter Air Penetasan Perawatan Larva 1. Suhu 28 - 30 ºC 27-29 ºC 2. Oksigen terlarut 6 – 7 ppm 6 - 7 ppm 3. pH 6,5 - 7 6,5-7,5 Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa kualitas air Pembenihan iakan baung di BBIS sangat mendukung untuk usaha pembenihan, karena hasil pengukuran parameter kualitas air yang dilakukan setiap harinya hampir sama dengan pendapat Murtidjo et al., dalam Rita. (2003) besarnya pH yang baik untuk kehidupan ikan berkisar 6,5-7.
  • 37. 37 4.4. Teknik Pemeliharaan Induk Ikan Baung 4.4.1. Pemeliharaan induk Proses pemijahan tidak terlepas dari persedian induk, dimana dalam pembenihan ketersedian induk yang baik dan sehat akan menghasilkan benih yang baik pula. Induk yang dipijahkan dalam praktek magang ini berasal dari koleksi induk yang ada di BBIS Padang Mutung Kab. Kampar. Sebelum induk ikan baung dipijahkan, terlebih dahulu induk tersebut dipelihara dan dirawat sebaik mungkin agar menghasilkan benih yang berkualitas baik. Ikan baung diperkirakan memijah pada sekitar bulan Oktober sampai Desember seperti halnya sebagian ikan memijah diperairan umum pada awal atau sepanjang musim penghujan, misalkan ikan-ikan catfish (Bardach, Ryther dan melamey; (1972) Pemeliharaan induk ikan baung dilakukan di kolam penampungan dengan menggunakan keramba ukuran 5 x 2 m. Dengan kedalaman 1,5 m padat tebar 230 ekor dengan bobot 400-900 gr/ ekor. Kualitas air kolam induk adalah: pH 6,8 suhu 28-31 ºC. Kolam pemeliharaan dilengkapi dengan sirkulasi air yang berguna untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air. Selama pemeliharaan induk ikan diberi pakan buatan berupa pellet tengggelam mengandung kadar protein 29- 30%, sebanyak 3-5 % dari total biomasa dengan frekuensi pemberian pakan 1 kali sehari yakni pada pagi hari pukul 08.00 WIB. Dari hasil pengamatan saat praktek magang, pada waktu pemberian pakan ikan baung akan menyambar setiap makanan yang diberi. Meskipun ikan baung tergolong aktif malam hari (nocturnal), namun telah dibiasakan untuk makan pada pagi hari, sehingga hal ini tidak lagi menjadi masalah bagi pegawai Balai Benih
  • 38. 38 Ikan Sentral Sei Tibun Kab Kampar dalam mengatasi pemberian pakan ikan baung yang bersifat nocturnal. Table 5. Kandungan Nutrisi Pakan Induk Ikan Baung Komposisi Jumlah (%) Protein 29-30% Lemak -4 % Serat -8% Abu -12% Kadar Air -12% Sumber: Label Kemasan Pakan 888-S PT.Central Proteina Prima 4.4.2. Seleksi Induk Untuk mendapatkan induk yang benar-benar siap dipijahkan perlu dilakukan pemberokan hal ini bertujuan untuk mengurangi kandungan lemak pada induk ikan yang dapat mengganggu proses keluarnya telur saat distriping. Selain itu berfungsi juga untuk mengetahui induk yang benar-benar matang gonad atau hanya kekenyangan sehingga bagian perut membesar. Selama proses pemberokan induk ikan tidak diberi makan atau dipuasakan selama 3 hari, setelah pemberokan induk yang buncit lantaran kekenyangan bakal mengempis perutnya, sedangkan induk yang benar-benar siap memijah tetap buncit Sebelum melakukan penyuntikan, perlu dilakukan penyeleksian terhadap induk yang akan disuntik. Penyeleksian induk ditujukan untuk mendapatkan induk yang telah matang gonad TKG IV dan siap untuk disuntik agar terjadi ovulasi pada ikan betina dan spermiasi pada ikan jantan. Perbedaan antara ikan baung jantan dan ikan baung betina dapat diketahui dengan cara; pada ikan baung jantan lubang genital agak memanjang dan terdapat bagian yang meruncing ke arah caudal, organ ini berperan sebagai alat bantu
  • 39. 39 untuk mengeluarkan sperma saat melakukan pemijahan. Sedangkan pada ikan betina, lubang genital bulat berwarna kemerahan bila ikan tersebut telah mengandung telur pada tingkat kematangan gonad IV ( Alawi et al., 1992). Lebih jelasnya lagi untuk mengetahui tanda kematangan gonad induk ikan baung dapat dilihat dengan adanya bagian perut relatip membesar, ikan betina yang matang gonad bila diurut telur yang keluar bulat sempurna berwarna kecoklatan, sedangkan pada ikan jantan yang matang gonad papilanya berwarna merah, tidak selalu mengeluarkan sperma apabila diurut. Menurut Sukendi (2001), ciri-ciri induk Baung yang telah matang gonad adalah: a. Induk Betina, Perut relativ lebih besar dengan permukaan yang lembut, Ujung lubang genital berwarna merah, dan Bila diurut telur akan keluar berwarna agak kecoklatan. B. Induk jantan, Perut lebih langsing, ujung lubang genital meruncing, dan bila diurut akan mengeluarkan cairan semen yang berwarna bening. Setelah dilakukan penyeleksian induk matang gonad, induk-induk ikan tersebut ditimbang untuk menentukan dosis hormon yang digunakan untuk penyuntikan. Induk yang berhasil diseleksi sebanyak tiga ekor induk betina, sedangkan induk jantan sebanyak 7 ekor. Tabel 6. Data Hasil Seleksi Induk Ikan Baung Betina BBIS Kampar No. Uraian Induk 1 (gr) Induk 2(gr) Induk 3 (gr) 1. Berat (gram) 700 700 450 2 Panjang Total (cm) 40 cm 43 cm 40 3. Warna telur Kuning kecoklatan Kecoklatan Kecoklatan 4. Keseragaman telur Tidak seragam Seragam Seragam 5. Keadaan perut Besar Besar Besar
  • 40. 40 Dari Tabel 6 diketahui ada 2 kriteria warna telur ikan baung yaitu kuning kecoklatan dan kecoklatan, sedangkan warna telur induk ikan baung yang berada pada tingkat kematangan gonad IV yaitu berwarna kecoklatan, dan ukurannya seragam. 4.4.3. Teknik Pemijahan Pemijahan ikan baung di BBIS Kampar dilakukan secara buatan yaitu dengan rangsangan hormon, penyuntikan dilakukan secara intramuscular (Di dalam otot atau daging) yang dilakukan persis di belakang pangkal sirip pungung dengan kemiringan jarum suntik 45º. Hormon yang digunakan yaitu Ovaprim dengan dosis 0,7 ml/kg pada induk betina dan 0,5 ml/kg induk jantan, alasan penggunaan hormon ini yaitu biaya, waktu dan tenaga dapat lebih hemat, hormon ini juga selalu tersedia dalam kemasan yang steril. Tabel 7. Dosis Hormon Waktu Penyuntikan dan Striping Induk Jenis Berat Dosis Hormon dan Waktu Waktu Hormon Induk Penyuntikan (ml) Striping (gr) I Waktu II Wakt (wib) u Betina Ovaprim 700 0,49 21.00 0,49 03.00 09.00 Betina Ovaprim 700 0,49 21.05 0,49 03.07 09.07 Betina Ovaprim 450 O,31 21.11 0,31 03.15 09.17 Jantan Ovaprim 850 - - 0,42 03.00 09.15 Jantan Ovaprim 750 - - 0,37 03.07 09.10 Jantan Ovaprim 900 - - 0,45 03.12 09.00 Jantan Ovaprim 850 - - 0,42 03.15 09.03 Penyuntikan Induk betina dilakukan sebanyak dua kali, Penyuntikan pertama dilakukan setengah dosis, dan penyuntikan kedua juga setengah dosis. Ponyuntikan kedua dilakukan 6 jam setelah penyuntikan pertama. Sedangkan
  • 41. 41 untuk induk jantan penyuntikan dilakukan hanya satu kali saja yaitu pada waktu penyuntikan kedua induk betina. Gambar 2. Penyuntikan Induk Ikan baung Matang Gonad Penyuntikan dilakukan dengan dua orang, satu orang melakukan penyuntikan satu orang lagi memegang ikan agar tidak terlepas dari jarum suntik. Ikan yang telah disuntik dimasukkan ke dalam happa berukuran 1,5 m x 1 m yang dialiri air mengalir, setelah 6 jam dari penyuntikan ke dua kemudian induk distriping. Induk yang siap distriping menunjukkan tanda-tanda, ikan menjadi kurang aktif berenang, selalu berada di permukaan air. Sebelum melakukan striping terlebih dahulu mengelap air yang ada pada tubuh induk hal ini ditujukan agar tubuh ikan tidak licin. Proses Striping induk betina dilakukan dengan cara pengurutan, dimulai dengan menekan perut ke arah lubang kelamin, dilakukan berulang–ulang hingga telur benar-benar habis. Sebelumnya terlebih dahulu dipersiapkan alat-alatnya seperti, bulu ayam untuk mengaduk telur, mangkok untuk menampung telur yang diovulasi, sebelum alat tersebut digunakan harus dalam keadaan kering dan steril.
  • 42. 42 Gambar 3. Proses Striping Induk Ikan Baung Yang Siap Ovulasi Proses pengeluaran semen dari induk jantan dilakukan secara bersamaan dengan striping pada induk betina. Cara yang digunakan hampir sama dengan proses pengambilan telur induk betina, induk dipegang oleh dua orang. Seorang memegang di bagian ekor dan seorang lagi di bagian kepala. Sperma dikeluarkan dengan cara memijat bagian perutnya ke arah kelamin (Gambar 3), telur dan sperma ditampung dalam sebuah mangkuk kering dan steril. Setelah telur dan semen diperoleh dengan cara striping, selanjutnya dilakukan Fertilisasi secepatnya. Gambar 4. Fertilisasi Telur Induk Ikan Baung Yang Telah Ovulasi
  • 43. 43 Fertilisasi dilakukan dengan cara mencampurkan sperma yang diperoleh dari induk baung jantan dengan telur yang diperoleh dari induk baung betina (gambar 4). Pada waktu yang bersamaan dilakukan pengenceran sperma dengan cara penambahan larutan NaCl fisiologis 0,9% sebanyak 100 ml yang bertujuan untuk memperbesar volume sperma, telur diaduk secara berlahan-lahan dengan mengunakan bulu ayam. Selanjutnya telur yang telah dibuahi ditaruh pada media penetasan aquarium berukuran 80 x 60 x 40 penebaran telur dilakukan dengan mengunakan bulu ayam, pada saat penebaran aerasi harus sudah dalam keadaan mati hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penggumpalan telur yang mengakibatkan telur tidak menetas dan membusuk. Tabel 8. Fersentase Pembuahan Telur Ikan Baung No. Jumlah Telur Sample Jmlh Telur Terbuahi Jmlh Tidak Terbuahi FR % 1. 2.815 2015 800 71 % 2. 2.224 1734 543 78 % 3. 1.021 823 198 80 % Dari Tabel 8 dapat dilihat hasil perhitungan jumlah telur yang terbuahi. Pada penghitungan fertilisasi telur ikan baung dilakukan dengan cara menghitung satu persatu, ciri-ciri telur ikan yang terbuahi yaitu; berwarna transparan sedangkan telur yang tidak terbuahi berwarna putih keruh. Faktor penyebab tidak terbuahinya telur ikan baung pada akuarium I, II dan III diperkirakan disebabkan oleh adanya telur athersia. Bardasarkan hasil wawancara yang dilakukan bersama pegawai balai menjelaskan bahwa, perkembangan gonad ikan baung digolongkan dalam lima tahap yaitu TKG I, II, III, IV, dan V tipe pemijahan pada ikan baung bersifat Partial spawning yaitu spesies ikan yang mengeluarkan telur matang
  • 44. 44 secara bertahap pada satu kali periode pemijahan, dalam proses pemijahannya telur ikan tidak dikeluarkan semua secara serentak tetapi hanya mengeluarkan telur TKG V Telur sisa merupakan telur yang berkembang kemudian menjadi besar dan apabila tidak dipijahkan akan diserap kembali (atresia). 4.4.4. Penetasan dan perawatan Larva Penetasan telur ikan baung yang telah difertilisasi dilakukan dengan sistem air tenang dalam wadah berupa aquarium berukuran (80 x 60 x 40) m³ sebanyak tiga buah aquarim, dalam keadaan steril (Gambar 5). Menurut Susanto dalam Rita (1996) bahwa syarat utama keberhasilan penetasan telur ikan sangat tergantung pada kualitas air penetasan. Oleh sebab itu selama dalam upaya penetasan telur- telur harus mendapat suplay oksigen yang cukup. Gambar 5. Akuarium Sebagai Wadah Penetasan Telur Induk Ikan Baung Suhu air sangat berpengaruh terhadap lamanya penetasan, telur ikan baung yang telah terbuahi akan mengalami perkembangan embryogenesis, pada suhu 27- 31 ºC, pH 6,5-7,5 telur menetas dalam waktu 24 jam. Alat yang digunakan untuk mengukur suhu penetasan telur ikan baung di BBIS Kampar yaitu dengan mengunakan thermometer, Untuk menjaga kestabilan air penetasan digunakan alat pemanas heater.
  • 45. 45 Tang (2000), menyatakan suhu 270C (suhu kamar) memberikan hasil terbaik bagi kelangsungan hidup larva ikan baung. Hasil ini memberikan harapan bagi kegiatan pembenihan skala rumah tangga, karena tidak diperlukan alat khusus untuk meningkatkan suhu air. Telur-telur yang tidak menetas kerap mengeluarkan bau busuk dan mempengaruhi kualitas air. Jika dibiarkan, hal ini akan meningkatkan angka kematian larva. Untuk mencegah hal tersebut telur yang tidak menetas harus segera dikeluarkan dari wadah penetasan. Untuk mengetahui jumlah telur ikan baung yang menetas dilakukan perhitungan satu persatu terhadap larva yang menetas. Hasil perhitungan sample larva dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil Perhitungan Penetasan Telur IKan Baung No. Penetasan Jumlah Telur Terbuahi HR % Media 1 1500 2015 74 % Media 2 973 1734 56 % Media 3 450 823 54 % Dari Tabel 9 dapat dilihat hasil persentase penetasan tertinggi, yaitu pada media pertama sebesar 74 % dari 2.015 telur yang terbuahi, dan penetasan terendah pada media ketiga yakni 54% dari 8.23 telur yang terbuahi rata-rata pentasan 61,3 % . Rendahnya persentase penetasan telur ikan baung di media ke II dan III disebabkan oleh kualitas telur yang kurang baik, kualitas telur yang jelek disebabkan oleh pemberian pakan yang tidak efisien, pakan yang diberikan kepada induk ikan yaitu pakan buatan (Pelet) yang bersifat tenggelam dengan prekuwensi 1 kali sehari pada pagi hari pukul 08.00 WIB. Pakan yang diberikan
  • 46. 46 tidak termanfaatkan secara baik oleh induk ikan, dan berdampak pada proses pematangan gonad. Telur ikan baung memiliki sifat aldesif dapat melekat pada sesuatu benda, hal ini mempengaruhi keberhasilan penetasan apabila pada saat penebaran telur tidak dilakukan dengan hati-hati. Kegagalan penetasan pada telur ikan baung disebabkan oleh faktor suhu yang tidak stabil, dan adanya penumpukan telur. 4.4.5. Perawatan Larva Pemeliharaan dilakukan setelah panen larva yaitu setelah telur dianggap sudah menetas secara keseluruhan. Panen larva dilakukan dengan mengunakan selang plastik atau serok halus yang ditampung ke dalam baskom selanjutnya dilakukan perhitungan satu persatu. Guna mengetahui jumlah yang menetas, selanjutnya di lakukan penebaran di media pemeliharaan. Larva yang menetas di pelihara dalam akuarium ukuran (80 x 60 x 40) cm³ sebayak 3 unit. Setiap akuarium diisi air bersih dan jernih yang telah diaerasi dengan bantuan blower. Hari pertama penetasan larva tidak diberi makan karena larva yang baru menetas memiliki cadangan makanan berupa kuning telur. Pada hari kedua dan ketiga baru diberi pakan tambahan berupa nauplius artemia selanjutnya pada hari ke 3 larva diberi pakan berupa cacing tubifek dengan metode pemberian pakan adbilitum, frekwensi pemberian pakan di lakukan 3 kali perhari yaitu pada pukul 07.30 pukul 12.00 dan pada pukul 16.30 WIB. Menurut pengalaman para staf pembenihan yang ada dibalai Benih Ikan Sentral Sei Tibun, pemberian pakan larva ikan baung setelah tiga hari menetas dapat menimbulkan sifat kanibal, oleh sebab itu untuk mencegah hal tersebut larva diberi pakan perkenalan berupa nauplius artemia pada hari kedua.
  • 47. 47 Sedangkan cacing tubifek diberikan pada umur tiga hari hingga usia sepuluh hari, namun dari hasil pengamatan yang dilakukan selama praktek magang larva ikan baung belum dapat memakan cacing secara utuh. Untuk memudahkan dalam proses pencernaan, cacing tubifek terlebih dahulu dicincang hingga halus sebelum diberikan. Untuk menjaga kualitas air, dilakukan penyiponan kotoran yang mengendap di dasar wadah pemeliharaan, hal ini dilakukan sebelum pemberian pakan. Tabel 10. Tingkat Kelulushidupan Larva Ikan Baung (Mystus nemurus) Setelah 15 Hari Jumlah Larva Jumlah Larva Awal TingkatKelangsungan Aquarium Akhir pengamatan pengamatan Hidup (%) (ekor) (ekor) I 850 1.500 56,66 II 758 973 77,90 III 400 450 88,88 Dari Tabel 10 dapat dilihat tingkat kelulus hidupan larva ikan baung selama 15 hari pemeliharaan, tingkat kelangsungan hidup tertinggi adalah 88,88%, sedangkan tingkat kelulus hidupan terendah adalah sebesar 56,66 %. Menurut Azhar (2003) tingkat kelulus hipupan larva ikan Baung selama pemeliharaan 15 hari adalah sebesar 65 %. Secara keseluruhan penyebab kematian larva ikan baung selama pemeliharaan disebabkan oleh keterlambatan pemberian pakan sehingga menimbulkan sifat kanibalisme larva. Hal ini terbukti dengan adanya temuan sisa bagian tubuh larva pada saat penyiponan. Selain itu kematian larva yang tinggi dikarenakan pada fase kritis stadia larva, terjadi peralihan
  • 48. 48 pemanfaatan makanan dari kuning telur (endogenous feeding) ke pemanfaatan pakan dari luar (exogenous feeding). Pakan mempunyai peranan penting pada pertumbuhan individu, untuk meransang pertumbuhan yang baik dan cepat di perlukan pakan yang cukup, mutu yang baik serta kondisi perairan yang mendukung pertumbuhan ikan, ketersedian gizi dalam pakan seperti protein, karbohidrat, vitamin dan air dalam jumlah yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan yang baik (Mujiman, 2001). Hutapea (2001) menyatakan bahwa besarnya nilai mortalitas larva ikan baung terjadi saat masa kuning telur habis dan larva mulai mencari makanan dari luar. Jenis makanan yang baik dan pemberian pakan tepat waktu merupakan keberhasilan pembenihan. Gambar 6. Larva Ikan Baung Setelah 15 Hari Penetasan Untuk menghitung tingkat kelangsungan hidup dapat dihitung berdasarkan Rumus yang dikemukakan oleh Alawi (1994) Yaitu: SR (%) Jumlah larva akhir pengamatan x 100 % Jumlah larva Awal Pangamatan
  • 49. 49 4.4.6. Kualitas Air Salah satu faktor yang penting dalam pemeliharaan larva ikan adalah kualitas air, karena air merupakan media hidup bagi larva yang hidup di dalamya juga terdapat bakteri yang sewakru-waktu dapat menyebabkan penyakit pada larva ikan. Dari hasil pengamatan dilapangan didapatkan bahwa kualitas air pemeliharaan larva dapat dilihat pada Tabel 11 Tabel 11. Parameter Kualitas Air Pemeliharaan Larva Ikan Baung Aquarium Parameter I II III Suhu 28-30 C 0 0 28-30 C 28-31 0C pH 6-7 6-7 6-7 Kisaran suhu pada saat pengamatan pada tiap aquarium pemeliharaan larva 0 ikan baung antara 28-30 C, pH 6,5- 7,1. Adanya perubahan suhu yang tidak stabil berpengaruh terhadap kehidupan larva ikan baung, bahkan hal dapat menyebabkan kematian. Dengan demikian kisaran suhu selama melakukan praktek magang telah memenuhi standar untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhsn ikan. Larva baung mempunyai kebiasaan menyebar pada malam hari dan hidup berkelompok serta membentuk gumpalan terutama pada Siang hari, sehingga dapat menyebabkan kematian larva yang berada di bagian dalam karena kekurangan oksigen. Karena itu sistem aerasi harus selalu diperhatikan agar kandungan oksigen terlarut di dalam air akuarium pemeliharaan larva tetap tinggi. Selain itu, agar kualitas air tetap baik dilakukan penyifonan kotoran yang
  • 50. 50 mengendap di dasar akuarium. Penyiponan dilakukan 1 kali sehari, pada pagi hari sebelum pemberian pakan. 4.4.7. Hama dan Penyakit Salah satu faktor penghambat dalam usaha budidaya adalah hama dan penyakit yang sering kali menyerang ikan sehingga dapat menyebabkan terhentinya usaha budidaya. Menurut Sunyoto (1994) penyakit didefinisikan sebagai gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh atau sebagian alat tubuh. Penyakit dapat menyebabkan kematian, kekerdilan, periode pemeliharaan lebih lama, tingginya konversi makanan pada padat penebaran yang lebih rendah dan hilangnya atau menurunnya produksi. Selama pelaksanaan praktek magang di BBIS Sei Tibun Kampar tidak ditemui adanya penyakit yang menyerang pada larva ikan Baung yang dapat menyebabkan kematian. Kematian larva Baung selama pemeliharaan disebabkan karena sifat kanibalisme ikan, karena pada saat penyiponan ditemukan ikan yang sudah mati dan pada bagian badan tertentu sudah tidak ada seperti bagian ekor yang hilang, atau yang tinggal hanya bagian kepalanya saja. Dari hasil wawancara yang dilakukan bersama petugas balai mengatakan Penyakit yang sering menyerang ikan baung adalah Ichthyopthirius multifiliis atau lebih dikenal dengan white spot (bintik putih). Pencegahan, dapat dilakukan dengan persiapan kolam yang baik, terutama pengeringan dan pengapuran. Pengobatan dilakukan dengan menebarkan garam dapur sebanyak 200 gr/m3 setiap 10 hari selama pemeliharan atau merendam ikan yang sakit ke dalam larutan Oxytetracyclin 2 mg/liter.
  • 51. 51 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Pemijahan ikan baung (Mysrus nemurus) yang dilakukan di Balai Banih Ikan Sentral Sei Tibun yaitu menerapkan sistem pemijahan secara buatan penyuntikan hormon Ovaprim dengan dosis 0,7 ml/kg induk betina dan 0,5 ml/kg induk jantan, hasil praktek magang menunjukan bahwa hasil rata-rata FR: 76,3 % HR: 61,3 SR 15 hari: 73,6 % pakan yang di berikan pada larva yaitu artemia dan tubifek. 5.2. Saran Disarankan untuk memenuhi kebutuhan pakan alami agar mengkultur pakan alami seperti cacing tubifek, kutu air, dan jentik nyamuk, dan tidak lagi bergantung pada alam disamping itu juga disarankan untuk memberikan pakan tambahan. Agar lebih efisen dalam pemberian pakan sebaiknya Induk ikan baung diberi pakan dengan frekuwensi 3 kali sehari.
  • 52. 52 DAFTAR PUSTAKA Adelina, 2000. Pengaruh Pekan Dengan Kadar Protein Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Dan Sekresi Amonia Ikan Baung (Mysyus nemurus CV). Lembaga Penelitian Universitas Riau. Pekanbaru. 35 hal (tidak diterbitkan) Afriyanto, E dan Liviawati., 1992. Pengendalian Hama Dan Penyakit Ikan. Penerbitan Kanisius, Yogyakarta, 20 hal. Alawi, H, M. Ahmad., C. Pulungan dan Rusliadi., 1990, Beberapa Aspek Biologi Ikan Baung (Mystus nemurus C.V) Yang Tertangkap di Perairan Kampar. Pusat Penelitian Universitas Riau, Pekanbaru. 30 Hal (tidak diterbitkan). Arie, U. 1996. Teknik Pemijatan Lele Bangkok Alias Sijambal Siam. Koran Pertanian Sinar Tani, nomor 25 17 – tahun XXVI. Hal V. Asmawi, S. 1986. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba. Cetakan kedua. PT. Gramedia, Jakarta. 44 hal. Azhar, Al., 2003 Teknologi Pemijahan Dan pemeliharaan Larva Ikan Baung (Mystus nemurusC.V) di Instalasi Riset Plasma Nutfah Air Tawar Cijeruk Jawa Barat. Laporan Praktek Magang. Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan. Universitas Riau. 41 hal (Tidak diterbitkan) Bardach, J. E., J. H. Ryther and W.O. Mclerney. 1972. Aquculture The Farming and Husbanfry Of Freshwater And Merine Organism. Second Edition. Jhon Willey Son. Ny Cesilia, F. 2002. Pertumbuhan dan Kelulusan Larva Baung Dengan Pakan Artemia. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. Djuanda, T., 1981. Dunia Ikan Armico, Bandung. 130 hal. Efendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Bagian I, Study Natural History. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 105 hal.
  • 53. 53 Hutapea, S., 2001. Biologi Reproduksi Dan Penegendalian Dalam Upaya Pembenihan Ikan Baung (Mystus nemurusC.V) Di Perairan Sungai Kampar. Riau. Disertai Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. 217 hal. Jangkaru, Z. 1974. Makanan Ikan Lembaga Penelitian Perikanan Barat. Direktorat Jenderal Perikanan, Bogor. 49 hal. Jhingran, V. G and R. S. V. Pullin. 1988. A Hatchery Manual For Command, Chinese and Indian Major carp. ICLARM Studie and Reviews 11. Manila. 199 p. Kotellat, M. A. J. Whitten S. N Kartikasar dan. Wirjoatmojo., 1993. Ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi, Periplus Edition. Bogor. 3 hal. Lagler, K. F. J. E Bardach, R. R Willer and D. R. N Passino. 1977. Lehtylogy Secon Edition. Bogor. 3 hal. Lesmana, S. A dan Dermawan, I., 2001. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer. Penebar Swadaya. 160 hal Miswanto, 2002. Perbenihan Ikan Mas (Cyprinus Carpo L). Laporan Magang Fakultas Perikanan UNRI. 59 hal (tidak diterbitkan). Mujiman, A ., 2001 . Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. 190 hal. Nuraini, 2001. Penuntun Praktikum Manajemen Produksi Pembenihan Ikan. Pekanbaru. 38 hal. Pittaros, M dan P. Sitasit. 1976. Induced Spawning of Pangasius Sutchii Department of Fisheries Bangkok, Thailang. 14 P Rohadi, 1996. Studi Makan dan Habitat Ikan Baung (Mystus nemurus C.V) di Bandung Kuring Waduk Jati Luhur Kabupaten Karawaci. Skripsi Fakultas Perikanan IPB, Bogor (tidak diterbitkan). Sarwisman, 2002. Pembenihan Ikan Jambal Siam. Laporan Magang Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNRI. 52 hal (tidak diterbitkan). Sulistidjo, A. Nontji dan Soegiarto. 1980. Potensi dan Usaha Pengembangan Bididaya Perairan di Indonesia. Proyek Penelitian Potensi Sumber Daya Ekonomi. Lembaga Oseanologi Nasional LIPI. Jakarta. 154 hal.
  • 54. 54 Sumantadinata, K. 1993. Pengembangbiakan Ikan-ikan Pemeliharaan di Indonesia Sastra Budaya, Bogor. 132 hal. Suyatno, R. S. 1983 Parasit Ikan dan Cara-Cara Pemberantasannya. Penebar Swadaya . Jakarta Sunyoto, P. 1994 Pembesaran Kerupu. Penerbit Swadaya. Jakarta. 65 hal. Susanto, H. 1992. Membuat Budidaya Ikan di Pekarangan. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta. 88 hal. ____________. 1996. Teknik Kawin Suntik Ikan Ekonomis. Penebar Swadaya, Jakarta. 45 hal. ____________. dan K, AMRI. 2001 Budidaya Ikan Patin, Penebaran Swadaya, Jakarta. 89 hal. Suseno, S. 1977. Dasar-Dasar Perikanan Umum. CV. Yasaguna, Jakarta. 60 hal. Sutisna, D. H dan R. Sutarmanto. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius, Yogyakarta. 135 hal. Tang U. M. 2000. Teknik Budidaya Ikan Baung (Mystus nemurus C.V). 76 hal.(tidak diterbitkan). Widyati, A. 1983. Pengaruh Waktu Dalam Penyimpanan Telur Ikan Baung (Mystus nemurus C.V) Terhadap Keberhasilan Penetasan dan Kelangsungan Larva. Skripsi Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 45 hal. Woynarrovich, E. and L. Horvath. 1984. The Artificial Propagation of Warm - Water Fin Fish - A Manual for Extenstion. FAO Fish. Tech. Pap. 183 p.
  • 56. 56 Lampiran 1. Dokumentasi Praktek Magang Bak Pengendapan Air Pembenihan Bak Penetasan Yang Ada di BBIS Kampar
  • 57. 57 Larva Ikan Baung Hasil Penetasan Kolam Pendederan
  • 59. 59