Dokumen tersebut membahas tentang ancaman bahasa alay terhadap kemampuan berbahasa generasi muda. Bahasa alay merupakan bahasa yang digunakan kaum muda namun sulit dipahami oleh orang lain dan tidak mengikuti aturan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa alay dapat menyebar karena pengaruh media dan jejaring sosial serta dapat mengancam kelestarian bahasa Indonesia. Solusi yang dianjurkan adalah pemerintah dan
ANCAMAN BAHASA ALAY TERHADAP KEMAHIRAN BERBAHASA GENERASI MUDA
1. ANCAMAN BAHASA ALAY TERHADAP
KEMAHIRAN BERBAHASA GENERASI MUDA
Oleh:
Nama : Bob Septian
NPM : 11420207
Kelas : 5D
Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
IKIP PGRI Semarang
2012/2013
2. IDENTITAS PENULIS
Nama : Bob Septian
Tempat, Tanggal Lahir : Pekalongan, 5 September 1992
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : RT 02/08 Kec. Karanganyar, Kab. Pekalongan
No. Hp : 085741102650
Alamat email : bob.septian@gmail.com
Facebook : bsgamefreak11@gmail.com
Blog : www.deatmail.blogspot.com
3. ABSTRACT
Alay phenomenon only happens in Indonesia. According to English
Encyclopedia, alay means a pop culture phenomenon in Indonesia, it is a
stereotype describing something “tacky” and “cheesy” (norak or kampungan, in
Indonesian)1. We can easily recognize alay by observing their style or their
language. Alay have their own language which can’t be easily undestood by
common people.
This language can be said as teenager’s creativity. However, this ‘creativity’
threat Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia has its own rules, and alay language
breaks this rules. It’s truly terrible when the teenager (who should conserve
Bahasa Indonesia) can’t use Bahasa Indonesia correctly.
Alay phenomenon can develop because of several factors. Television and
social network are the factors. Television provides music program which shows
alay, and alay use social network to express their selves. Therefore, alay and alay
language develop rapidly.
It has been the government’s responsibility to prevent television station
from showing television shows which use alay on the program. And parents
should guide their children how to use Bahasa Indonesia correctly. Parents can
criticize the politicians who appear on television and don’t use Bahasa Indonesia
correctly while watching tv with children. By doing this, the children will get the
knowledge about how to use Bahasa Indonesia correctly.
Keywords : alay phenomenon, the correct Bahasa Indonesia, teenager, unity
language, music program, parental advisory.
1I Ketut Merta Mupu, “Pro Kontra Bahasa Alay.”
www.kompasiana.com/mertamupu.co.id (2012)
4. I. PENDAHULUAN
Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan yang dimiliki warga negara
Indonesia. Sebagai bahasa persatuan, bahasa ini telah menyatukan segenap
pemuda pada masa awal sejarah kemerdekaan bangsa ini. Apabila kita melihat
kembali sejarah tersebut, kita akan sadar bahwa arti persatuan itu sangatlah
penting. Dengan bersatu, para pejuang kemerdekaan kita dapat bangkit dan
berhasil mengusir penjajah.
Walaupun kita berasal dari suku atau daerah yang berbeda-beda, kita akan
merasa satu apabila menggunakan bahasa yang sama, inilah makna bahasa
persatuan. Penggunaan Bahasa Indonesia juga diatur dalam undang-undang.
Penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di Sekolah misalnya,
merupakan contoh penggunaan yang diatur dalam undang-undang. Peraturan ini
ditujukan tidak lain agar Bahasa Indonesia tetap lestari sebagai bahasa persatuan
dan bahasa kenegaraan.
Sebagai warga negara Republik Indonesia, sudah menjadi kewajiban bagi
kita untuk menjunjung tinggi Bahasa Indonesia. Kita dapat menjunjung tinggi
bahasa tersebut dengan menggunakannya sebagai bahasa sehari-hari.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang memiliki aturan baku. Oleh
karena itu, di dalam menggunakan Bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari
harus memperhatikan bahasa tersebut.
Bahasa Indonesia memiliki ancaman yang dapat merusak bahasa itu sendiri.
Ancaman tersebut datang dari kaum alay dengan bahasa alay mereka yang sama
sekali tidak mengindahkan tata aturan Bahasa Indonesia. Celakanya kaum alay
adalah generasi muda yang seharusnya menjunjung tinggi Bahasa Indonesia.
Apa sebenarnya kaum alay itu? Seperti apa ancaman yang ditimbulkan dari
bahasa alay? Bagaimana bahasa alay dapat berkembang? Dan apa solusi dari
permasalahan ini? Semua pertanyaan ini akan dibahas dalam artikel ini.
5. II. PEMBAHASAN
Fenomena alay merupakan fenomena yang hanya terjadi di Indonesia. Tidak
jelas kapan fenomena ini mulai ada. Alay merupakan singkatan dari ‘anak
layangan’ atau ‘anak lebay’. Disebut anak layangan karena anak alay adalah anak
yang suka keluyuran hingga rambutnya merah akibat terkena sinar matahari
seperti anak desa yang suka bermain layang-layang di bawah panas matahari. Dan
disebut anak lebay karena anak alay suka bersikap berlebihan baik dalam sikap
maupun kata-kata.
Umumnya anak alay berada di kota besar seperti Jakarta. Komunitas mereka
mudah dikenali dengan ciri khas berpakaian mereka. Mereka suka berpakaian
yang cenderung dinilai norak oleh orang lain. Dikatakan norak karena di dalam
berbusana mereka tidak memperhatikan keserasian warna (tabrak warna).
Meskipun demikian mereka tidak peduli dengan pandangan orang itu, karena
mereka memiliki cara pandang terhadap diri mereka sendiri. Kaum alay
menganggap diri mereka gaul, keren, dan percaya diri.
Selain dari cara berpakaian, hal lain yang mudah dikenali dari kaum alay
adalah bahasa mereka. Kaum alay memiliki bahasa sendiri yang sulit dipahami
oleh orang lain namun mereka kuasai dan mereka gunakan di dalam pergaulan
antar sesama alay. Ragam bahasa alay yang mudah dikenali adalah ragam bahasa
tulis.
Di dalam bahasa tulis, kaum alay memiliki semacam kesepakatan
penggunaan aturan yang wajib digunakan di dalam mengetik pesan singkat
maupun menulis status di situs jejaring sosial. Beberapa aturan itu antara lain :
1. Menggunakan angka untuk mengganti huruf. Contoh : t3m4n b350k
k1t4 p3r91 yuuk.
2. Kapitalisasi yang berantakan. Contoh : tEMaN bEsOK KiTa pERgI
yUUk.
6. 3. Menambahkan “x” atau “z” pada akhiran kata atau mengganti beberapa
huruf seperti “s” dengan dua huruf tersebut dan menyelipkan huruf-huruf
yang tidak perlu serta merusak EYD atau setidaknya bahasa yang
masih bisa dibaca. Mengganti huruf “s” dengan “c” sehingga seperti
balita berbicara. Contoh: “nanti Aq xmx kamyu deeech”, “xory ya,
becok aQ gx bica ikut”2
Penggunaan bahasa tulis seperti di atas jelas menyulitkan orang lain yang
bukan kaum alay. Orang lain membutuhkan waktu yang cukup banyak untuk
memahami maksud yang ingin disampaikan oleh anak alay. Selain sulit dipahami,
penggunaan bahasa seperti ini juga menyalahi aturan penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Bahasa Indonesia jelas memiliki aturan yang ketat
mengenai EYD atau ejaan yang disempurnakan. Dan apa yang dilakukan kaum
alay ini jelas tidak mengindahkan aturan tersebut.
Mungkin hal ini tidak akan menjadi masalah apabila bahasa alay hanya
mereka gunakan di komunitas mereka sendiri. Tapi hal ini akan menjadi masalah
besar apabila penggunaan bahasa alay masuk ke forum formal seperti bangku
kuliah yang notabene harus menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
keseharian. Meskipun bahasa alay ramai digunakan hanya di situs jejaring sosial,
tidak menutup kemungkinan bahasa alay bisa masuk ke kampus. Hal ini karena
sebagian pengguna bahasa alay di situs jejaring sosial juga mahasiswa.
Penggunaan bahasa alay di forum resmi kuliah (seperti presentasi misalnya)
sangat mengganggu. Mahasiswa sebagai kaum intelektual semestinya mengerti
penggunaan bahasa Indonesia yang benar sesuai kaidah. Bukan hanya itu, mereka
juga harus sadar bahwa alasan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi
kenegaraan tidak lain adalah sebagai simbol kecintaan terhadap negeri ini.
Mahasiswa harusnya mengerti bahwa kita semua wajib menjunjung tinggi bahasa
persatuan, seperti yang diikrarkan pada hari Sumpah Pemuda.
2Ayu Meliana. “Bahasa Alay Mengancam Penggunaan Bahasa Indonesia.”
www.ayumeliana.blogspot.com (2010)
7. Masalah lain yang ditimbulkan dari bahasa alay adalah mengenai kaum alay
itu sendiri. Dikhawatirkan kaum alay yang notabene adalah generasi muda bangsa
ini di masa mendatang tidak bisa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar. Karena terbiasa menggunakan bahasa alay sebagai bahasa sehari-hari,
bukan tidak mungkin suatu saat mereka tidak lagi mengenal seperti apa bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Terlebih mengingat fakta bahwa sebagian besar
anak alay adalah anak putus sekolah yang jauh dari pendidikan, maka sangat sulit
bagi mereka untuk mendapat pengetahuan mengenai kemahiran berbahasa
Indonesia.
Apabila hal tersebut terjadi, maka bangsa ini akan kehilangan jati dirinya di
mata internasional, karena generasi penerusnya sudah tidak lagi menuturkan
bahasa Indonesia sesuai kaidah. Dikatakan kehilangan jati diri, karena seperti kita
ketahui bahwa bahasa adalah identitas bangsa, bahasa sebagai simbol bangsa.
Bahasa Indonesia lah yang membedakan bangsa ini dengan bangsa lain. Bahasa
inilah yang menyatukan kita semua sejak diikrarkannya Sumpah Pemuda.
Jika kita melihat kembali sejarah bangsa ini, kita akan menyadari betapa
pentingnya arti persatuan itu. Persatuan sangat kita perlukan untuk melawan
bangsa penjajah. Karena dengan bersatu, kita bisa memadukan kekuatan untuk
memukul mundur penjajah dari bumi Indonesia. Dan salah satu simbol persatuan
itu ialah dipakainya satu bahasa resmi yang disepakati bersama sebagai bahasa
kenegaraan.
Sebagai generasi penerus bangsa, sudah sepatutnya kita menjaga persatuan
itu. Kita bisa menjaga persatuan itu dengan menjaga kelestarian bahasa persatuan
kita. Kita harus bangga menggunakan bahasa yang membedakan kita dengan
bangsa lain ini. Memang tak dapat dipungkiri bahwa bahasa pasti akan
berkembang dan mengalami perubahan. Perubahan itu misalnya ditemukannya
kosa kata baru, ejaan baru, dan lain sebagainya. Tetapi yang perlu diingat adalah
bahwa meskipun berkembang, bahasa Indonesia mempunyai aturan baku yang
harus digunakan apabila kita menggunakan bahasa Indonesia di forum resmi.
8. Apa yang dilakukan kaum alay tersebut mungkin bisa diartikan sebagai
kreativitas. Mereka mampu menciptakan sesuatu yang beda itu dapat kita artikan
sebagai suatu kreativitas. Sudah menjadi hal yang wajar bahwa kaum muda suka
berbuat yang berbeda dengan orang lain. Mereka melakukan ini untuk
menunjukkan eksistensi diri mereka, karena pada dasarnya setiap remaja ingin
diakui. Namun ‘kreativitas’ ini akan menjadi hal yang negatif, apabila mereka
tidak mendapat pemahaman tentang penggunaan bahasa yang sesuai tempatnya.
Mungkin hal ini bagi sebagian orang hanyalah fenomena biasa yang seiring
berjalannya waktu akan hilang sendiri. Pada jaman dulu juga ada istilah bahasa
prokem. Bahasa prokem adalah bahasa gaul remaja kala itu. Namun kini bahasa
itu telah hilang ditelan jaman. Bahasa prokem hilang karena penuturnya beranjak
dewasa dan sudah tidak menggunakan bahasa pergaulan itu lagi.
Sama dengan bahasa prokem, mungkin suatu saat nanti bahasa alay juga
akan hilang seiring berjalannya waktu. Tetapi kita juga tidak boleh lengah, kita
harus tetap mengambil langkah agar perkembangan bahasa alay ini tidak sampai
merusak bahasa Indonesia.
Perkembangan kaum alay dan bahasa alay itu sendiri pada hakikatnya juga
didorong oleh faktor media massa dan situs jejaring sosial. Saat ini marak
program musik di televisi yang mengikutsertakan mereka dalam program tersebut.
Pada program tersebut, kaum alay bekerja sebagai ‘penonton bayaran’. Mereka di
ajak ke studio untuk menyemarakkan program musik sebagai penonton, dan
mereka dibayar. Bahkan ada oknum yang mengkoordinir mereka. Oknum ini
mencari sekumpulan anak jalanan di Ibu Kota, lalu mengajak mereka ke studio.
Antara oknum pencari kaum alay ini dan pihak produser program musik sudah
ada kerja sama. Pihak produser memberi imbalan pada oknum pencari kaum alay
dan juga kaum alay itu sendiri. Tentunya antara koordinator alay dan kaum alay
ada perjanjian sendiri. Misalnya koordinator mensyaratkan pakaian tertentu yang
harus mereka kenakan saat datang ke studio.
9. Dengan adanya hal semacam ini, tentu kaum alay semakin mendapat tempat
tersendiri untuk berkembang. Apalagi sebagian besar dari mereka adalah anak
jalanan yang mudah tergiur dengan uang.
Hal ini sangatlah tidak baik bagi mereka. Mereka adalah remaja yang
memerlukan pembinaan agar mereka bisa membedakan mana yang baik dan
buruk. Perilaku kaum alay yang cenderung kebanci-bancian merupakan sebuah
penyimpangan. Alih-alih mengajarkan agar remaja ini berperilaku baik,
koordinator alay ini malah menyuruh mereka berperilaku menyimpang.
Sudah menjadi kewajiban pemerintah melalui KPI untuk memberikan
himbauan kepada pihak produser acara musik di televisi agar mereka tidak
menyertakan kaum alay ini dalam program tersebut. Selain tidak baik bagi remaja
itu sendiri, penyertaan kaum alay di program televisi juga tidak baik bagi remaja
yang menonton program tersebut. Mereka dikhawatirkan akan meniru kaum alay
ini baik dari segi pakaian maupun cara berbahasa.
Selain pemerintah, pihak orang tua juga wajib memberi bimbingan bagi
anak-anak mereka terkait penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Para
orang tua hendaknya memberikan pemahaman pada anak mereka mengenai
kecintaan terhadap bahasa persatuan. Selain itu, mereka juga harus mencontohkan
bagaimana penggunaan bahasa yang baik dan benar. Anak-anak ini akan mudah
mengikuti anjuran orang tua apabila orang tua tersebut mencontohkan apa yang ia
anjurkan.
Saat-saat berkumpul keluarga seperti saat menonton televisi bersama,
merupakan waktu yang tepat bagi orang tua untuk mengajarkan kepada anak
mereka perihal penggunaan bahasa yang baik dan benar. Orang tua dapat
memberikan anjuran ini dengan santai, misal mengkritik pejabat yang muncul di
televisi yang tidak menggunakan bahasa Indonesia secara tepat.
Dengan cara demikian, generasi muda diharapkan mampu membedakan
bagaimana penggunaan bahasa yang tepat dan kurang tepat sesuai tempatnya.
Pada dasarnya mengikuti tren boleh-boleh saja asal tidak berlebihan. Mengikuti
10. tren bahasa alay sah-sah saja, asal pada tempatnya dan tetap menjunjung bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan serta melestarikan bahasa Indonesia dengan
memahami aturan penggunaannya.
11. III. PENUTUP
Fenomena alay yang hanya terjadi di Indonesia merupakan sebuah
ungkapan ekspresi kaum remaja yang ditampilkan melalui gaya berbusana
maupun berbahasa. Remaja memang suka berbuat hal yang berbeda dengan orang
lain, hal ini karena mereka ingin diakui.
Fenomena bahasa alay dapat dikatakan sebagai suatu kreativitas kaum
remaja, tetapi mereka juga harus dibimbing agar tetap dapat menggunakan Bahasa
Indonesia secara baik dan benar. Pemerintah melalui Komisi Penyiaran Indonesia
juga seharusnya bisa memberikan peraturan-peraturan terkait stasiun televisi yang
cenderung mengeksploitasi kaum alay yang notabene adalah remaja.
Peran orang tua di rumah di dalam memberikan bimbingan kepada anaknya
mengenai penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar juga diperlukan.
Orang tua hendaknya memberikan wawasan kepada anaknya mengenai Bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa kenegaraan. Orang tua bisa
mencontohkan bagaimana penggunaan bahasa Indonesia yang tepat, serta bisa
mengkritik politisi atau pejabat yang muncul di televisi dan tidak menggunakan
bahasa Indonesia secara tepat saat menonton televisi bersama anak.
Dengan langkah-langkah tersebut, perkembangan bahasa alay akan
terkendali dan tidak sampai merusak bahasa Indonesia. Dan generasi muda pun
masih bisa melestarikan bahasa Indonesia, karena memang sudah menjadi
kewajiban generasi muda untuk menjaga Bahasa Indonesia.
12. DAFTAR PUSTAKA
Meliana, Ayu, “Bahasa Alay Mengancam Penggunaan Bahasa Indonesia.”
http://www.ayumeliana.blogspot.com, 2010. Diakses pada 12 Desember
2012 pukul 12:42.
Mupu, I Ketut Merta. “Pro Kontra Bahasa Alay, “
http://www.kompasiana.com/mertamupu.co.id, 2012. Diakses pada 12
Desember 2012 pukul 12:51.
Anggraeni, Clarasia Kiky. “Menyikapi Penggunaan Bahasa Indonesia Gaul di
Dunia Pendidikan.” http://www.kompasiana.com, 2012. Diakses pada 29
November 2012 pukul 16:33.
Maruli, Aditia. “Situs Berita Suburkan Bahasa Alay.” http://www.antaranews.com,
2012. Diakses pada 12 Desember 2012 pukul 12:47.
Widayanti, Sri. “Klarifikasi Tentang Penggunaan Bahasa Alay di Media Jejaring
Sosial.” http://dexsriwidayanti.blogspot.com, 2012. Diakses pada 12
Desember 2012 pukul 12:44.