1. Menteri Keuangan Indonesia menghadiri Pertemuan Menteri Keuangan APEC ke-17 di Kyoto, Jepang untuk membahas isu ekonomi global dan regional seperti global imbalances, nilai tukar, dan strategi pertumbuhan hijau.
2. Dalam pertemuan tersebut disetujui inisiati financial inclusion dan lanjutnya APEC Infrastructure Pathfinder untuk meningkatkan akses jasa keuangan dan manajemen proyek infrastruktur.
3. Laporan Kyoto menekankan penting
1. KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
GEDUNG DJUANDA I LANTAI 3, JALAN DR. WAHIDIN NOMOR 1, JAKARTA 10710, KOTAK POS 21
TELEPON (021) 3449230 Pes. 6000, (021) 3808388; FAKSIMILE (021) 3453710; SITUS www.depkeu.go.id
KETERANGAN PERS
PERTEMUAN KE-17 MENTERI KEUANGAN APEC DAN PERTEMUAN INFORMAL
MENTERI KEUANGAN ASEAN
Kyoto, Jepang, 5-6 November 2010
Menteri Keuangan Agus Martowardojo telah menghadiri rangkaian Pertemuan Para
Menteri Keuangan APEC ke-17 di Kyoto Jepang tanggal 5-6 November 2010. Dalam rangka
pertemuan tersebut juga diselenggarakan Pertemuan Informal Menteri Keuangan ASEAN,
Breakfast Meeting antara Menteri Keuangan ASEAN dengan Menteri Keuangan Amerika Serikat,
dan pertemuan bilateral antara Menteri Keuangan RI dengan beberapa negara mitra utama.
Dalam Pertemuan Para Menteri Keuangan APEC dibicarakan isu mengenai
perkembangan ekonomi global dan regional, khususnya terkait dengan isu global imbalances,
nilai tukar, konsolidasi fiskal dan strategi pertumbuhan ekonomi yang mendukung konsep green
growth strategy. Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam pertemuan APEC tersebut telah
menyampaikan pandangan antara lain bahwa penyelesaian isu global imbalances dan kebijakan
nilai tukar harus dilaksanakan secara kredibel. Penyelesaian global imbalances diupayakan agar
dilaksanakan dalam perspektif jangka menengah panjang dan menghindari tujuan semu yang
hanya menguntungkan dalam jengka pendek. Hal ini karena isu global imbalance menyangkut
berbagai aspek perekonomian seperti defisit, surplus, tingkat utang, kebijakan fiskal, moneter,
dan juga perdagangan. Sementara itu, penyesuaian kebijakan nilai tukar menuju kepada nilai
fundamentalnya agar dilaksanakan secara gradual. Kebijakan moneter yang longgar harus
memperhatikan perspektif global karena hal tersebut dapat mendorong aliran modal jangka
pendek yang besar yang dapat mempunyai resiko tinggi terhadap stabilitas global. Disamping itu,
Menteri Keuangan juga menekankan perlunya Menteri Keuangan APEC untuk terus
mempertahankan stabilitas makroekonomi jangka pendek dan menengah panjang karena hal
tersebut merupakan pilar utama yang menopang pertumbuhan ekonomi yang kuat, sustainable,
dan berimbang.
Dalam kesempatan Pertemuan APEC tersebut juga telah disetujui beberapa inisiatif
kebijakan baru dalam kerangka APEC Finance Ministers Process, antara lain APEC Financial
Inclusion Initiative yang akan mengangkat isu perluasan pelayanan jasa keuangan dan
perbankan bagi kalangan tidak mampu dalam upaya membangun partisipasi mereka untuk
berkontribusi bagi pembangunan ekonomi nasional. Indonesia mendukung inisiatif financial
inclusion di APEC. Hal ini sangat penting mengingat mayoritas unit bisnis di Indonesia
merupakan UKM. Melalui inisiatif ini, Indonesia berharap bahwa akses bagi under-served people
terhadap financial services menjadi besar. Indonesia juga mengusulkan agar financial literacy
dan financial protection turut dimasukkan dalam inisiatif ini.
Para Menteri Keuangan juga telah menyetujui dilanjutkannya APEC Infrastructure
Pathfinder Initiative, dimana untuk tahun depan penekanan akan diberikan pada kerja sama
bantuan teknik di dalam pengelolaan proyek-proyek infrastruktur termasuk di dalamnya masalah
procurement dan risk management. Indonesia telah menyatakan dukungan untuk berpartisipasi
aktif dalam kedua inisiatif tersebut.
2. Para Menteri Keuangan APEC sesuai mandat dari Para Leaders APEC telah
mengeluarkan Kyoto Report on Growth Strategy and Finance. Laporan tersebut menekankan
pentingnya pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, dan berimbang di masa datang, dan
juga menekankan pentingnya memelihara kebijakan fiskal yang sehat, khususnya terkait dengan
pembiayaan publik bagi masyarakat lanjut usia dan jaminal sosial kesehatan masyarakat. Selain
itu, laporan tersebut juga menekankan pentingnya menjamin pembiayaan yang cukup terhadap
berbagai faktor yang mendukung pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya saing, penyerapan
tenaga kerja dan penanggulangan kemiskinan, terutama melalui: penguatan pembiayaan
infrastruktur, perbaikan akses terhadap akses pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah dan
rumah tangga. Lebih dari itu, penguatan pembiayaan hijau (green finance) merupakan instrumen
yang penting untuk meningkatkan teknologi intensif karbon rendah (low-carbon technology
intensive) dan dalam memfasilitasi pertumbuhan berkelanjutan yang ramah lingkungan.
Kyoto Report tersebut nantinya akan disampaikan pada Pertemuan Para Pemimpin
Ekonomi APEC di Yokohama tanggal 13-14 November mendatang. Sebagai hasil dari Pertemuan
Menteri Keuangan APEC tersebut, telah dihasilkan juga Joint Ministerial Statement yang pada
intinya adalah isu-isu yang tercantum di dalam Kyoto Report.
Dalam rangkaian pertemuan APEC di Kyoto juga telah dilaksanakan Pertemuan Informal
Para Menteri Keuangan ASEAN dan Pertemuan Menteri Keuangan ASEAN dengan Menteri
Keuangan Amerika Serikat. Menteri Keuangan Indonesia telah bertindak sebagai Ketua
Pertemuan. Isu-isu yang dibahas dalam pertemuan Informal para Menteri Keuangan ASEAN
tersebut antara lain ASEAN Infrastructure Fund (AIF) dan ASEAN Finance Ministers Seminar
(AFMIS) yang merupakan beberapa kerja sama kongkrit para menteri keuangan untuk
mengembangkan dan meningkatkan investasi, khususnya dalam bidang infrastruktur di kawasan
ASEAN. Adapun pertemuan para Menteri Keuangan ASEAN dengan Menteri Keuangan Amerika
Serikat yang dipimpin bersama oleh Menteri Keuangan Indonesia dan Menteri Keuangan
Amerika Serikat antara lain membicarakan masalah posisi ASEAN terkait agenda G20 Summit di
Seoul tanggal 11-12 November mendatang. Pada intinya ASEAN mendukung kebijakan G20
untuk pemulihan ekonomi dengan penekanan pada perlunya meng-address isu external
imbalances dan kebijakan nilai tukar. Aksi yang akan diambil tersebut juga harus memperhatikan
masukan dan kepentingan emerging market development countries.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo selama di Kyoto juga melakukan beberapa
pertemuan bilateral, yaitu dengan Amerika Serikat, Jepang, Singapura dan Selandia Baru.
Pertemuan bilateral Indonesia dengan negara mitra pada intinya membicarakan upaya
memperkuat kerja sama kedua negara dalam bidang-bidang spesifik, antara lain yang terkait
dengan kebijakan fiskal, infrastuktur, perpajakan, energi geothermal, dan posisi masing-masing
negara terkait kondisi ekonomi global.
**********