Efek Ekstrak Jahe Terhadap Pertumbuhan Jamur Mikotik
1. BAB I
PENDAHULUAN
Tanaman merupakan sumber utama dari senyawa obat dan lebih dari 1000 spesies
tumbuhan dimanfaatkan sebagai bahan baku obat. Tumbuhan tersebut menghasilkan
metabolit sekunder dengan struktur molekul dan aktivitas biologik yang beraneka
ragam, memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan menjadi obat
berbagai penyakit. Menurut perkiraan Badan Kesehatan Dunia (WHO) 80%
penduduk dunia masih menggantungkan kesehatannya pada pengobatan tradisional
termasuk penggunaan obat yang berasal dari tanaman. Salah satu tanaman obat yang
telah lama dikenal adalah rimpang jahe. Diantara jenis rimpang jahe, ada 2 jenis jahe
yang telah dikenal secara umum, yaitu jahe merah (Zingiber officinale var. rubrum)
dan jahe putih (Zingiber officinale var. amarum). Rimpang jahe termasuk kelas
Monocotyledonae, bangsa Zingiberales, suku Zingiberaceae, marga Zingiber.
Tanaman ini sudah lama dikenal baik sebagai bumbu masak maupun untuk
pengobatan. Rimpang dan batang tanaman sejak tahun 1500 telah
digunakan di dalam dunia pengobatan di beberapa negara di Asia. Khasiat rimpang
jahe adalah sebagai pelega perut, obat batuk, obat rematik, penawar racun, antitusif,
laksatif dan antasida, juga sebagai antioksidan, dan serbuk jahe merah berperan
sebagai anti inflamasi (GIYARTO, 2002). Telah dilaporkan efeknya terhadap kulit,
yaitu merangsang regenerasi sel kulit (WINARTO, 2007). Sebagai anti jamur,
dilaporkan menghambat Candida albicans dan Microsporum gypsium (AFRIDA et
al., 1993), dan menghambat pertumbuhan Trichophyton violaceum (SUDARSONO et
al., 1996). Fungsi rimpang jahe digunakan pada manusia dan hewan, walaupun
efektivitas dan keamanannya belum dibuktikan secara nyata. Untuk mengetahui
adanya potensi sebagai anti fungi, maka dilakukan penelitian efek daya hambat
ekstrak jahe terhadap pertumbuhan jamur Trichophyton mentagrophytes dan
Cryptococcus neoformans sebagai agen penyebab penyakit mikotik pada manusia dan
hewan