SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 14
MULTIKULTURALISME DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Tugas Individu Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Drs. H. Mangun Budiyanto, M.Si
Disusun Oleh :
Ali Murfi 11470082
Jurusan Kependidikan Islam
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Semester Genap
Tahun Ajaran 2012/2013
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
dan nikmat-Nya sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya dengan
judul “Multikulturalisme dalam Perspektif Islam”.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini tidak dapat terwujud tanpa bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang
sedalam - dalamnya kepada :
1) Bapak. Drs. H. Mangun Budiyanto, M.Si Selaku Dosen pengampu mata Filsafat
Pendidikan Islam, yang telah dengan sabar memberi pengarahan dalam penyusunan karya
tulis ini.
2) Seluruh teman – teman jurusan Kependidikan Islam kelas A, yang telah bersedia untuk
bekerja sama dalam penyusunan karya tulis ini.
Terlepas dari segala kekurangan, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif untuk perbaikan pada masa yang akan datang.
Yogyakarta, 03 Juni 2013
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Munculnya gerakan-gerakan politik dan intelektual yang dimotori oleh beraneka
macam kelompok seperti kelompok masyarakat adat, kelompok minoritas suku bangsa,
kelompok etnis-kultural, kelompok imigran baik yang lama maupun yang baru, kaum
feminis, kelompok gay dan lesbian, dan kelompok pecinta lingkungan (the greens).
Kelompok-kelompok ini mewakili praktek, gaya hidup, pandangan dan cara hidup yang
berbeda dari, kadang berseberangan dengan, dan dalam sejumlah hal ditentang oleh,
kultur yang dominan dalam masyarakat luas. Meskipun di antara kelompok ini ada yang
begitu berbeda sehingga sulit untuk berbagi agenda filsafat dan politis yang sama,
mereka semua bersatu dalam hal menentang pandangan masyarakat luas yang cenderung
menyamaratakan atau menggolong-golongkan karena didasarkan pada keyakinan pokok
bahwa hanya ada satu jalan yang benar dan normal untuk memahami dan
menstrukturkan wilayah-wilayah kehidupan. Dengan cara mereka sendiri, kelompok-
kelompok ini menghendaki agar masyarakat mengenali legitimasi atas perbedaan-
perbedaan mereka, khususnya pandangan-pandangan yang dalam kacamata mereka
bukan pandangan yang remeh temeh atau insidentil namun pandangan yang sungguh-
sungguh berangkat dari dan membentuk identitas mereka. Meskipun istilah identitas
terkadang menggelembung sedemikian rupa sehingga seolah-olah mencakup hampir
segala sesuatu yang memberi ciri pada seorang individu atau kelompok tertentu, para
pembela kelompok-kelompok pergerakan ini menggunakan istilah “identitas” untuk
mengacu pada karakteristik-karakteristik tertentu yang dipilih atau diwariskan (sudah
dibawa sejak lahir) yang menggambarkan mereka sebagai jenis orang atau kelompok
yang tertentu dan membentuk bagian utuh dari pemahaman mereka atas jati diri mereka.
Kelompok-kelompok pergerakan ini dengan demikian menjadi bagian tak terpisahkan
dari perjuangan pengakuan identitas dan perbedaan atau, lebih persisnya, perbedaan-
perbedaan yang terkait dengan identitas.
Meskipun gerakan-gerakan baru ini sering dimasukkan di dalam payung istilah
multikulturalisme, namun multikulturalisme pada kenyataannya hanya mengacu pada
beberapa saja. Multikulturalisme bukan melulu soal perbedaan dan identitas pada dirinya
sendiri namun juga menyangkut hal-ihwal yang tertanam dan ditunjang oleh budaya;
yaitu seperangkat kepercayaan dan praktek yang lewatnya sekelompok orang memahami
3
jati diri mereka dan dunia dan mengatur hidup baik individu maupun kolektif. Tidak
seperti perbedaan yang datang dari pilihan-pilihan yang bersifat individual, perbedaan-
perbedaan yang berakar pada budaya membawa ukuran otoritas tertentu dan dipolakan,
distrukturkan berkat ketertancapannya dalam sebuah sistem makna dan signifikasi
(pemberian makna pada tanda dan benda tertentu) yang diyakini bersama dan punya nilai
historis. Kejelasan konsep antara dua jenis perbedaan ini menggunakan istilah
keragaman (diversity) untuk menyebut perbedaan yang berakar pada budaya. Dengan
demikian, multikulturalisme adalah tentang keragaman budaya atau perbedaan-
perbedaan yang berakar pada budaya. Karena teramat mungkin berbicara tentang
macam-macam perbedaan yang tidak harus diasalkan pada perbedaan yang mengakar
pada budaya, dan juga sebaliknya, maka tidak semua pejuang politik pengakuan harus
bersimpati pada multikulturalisme. Meskipun bagian dari politik pengakuan,
multikulturalisme adalah sebuah gerakan yang jelas (distinct) yang mempertahankan
posisi yang ambivalen (mendua, atau bernilai lebih dari satu).
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan hal-hal yang tertulis dalam latar belakang, maka penulis dalam hal ini
akan merumuskan permasalahan dalam beberapa pertanyaan.
1. Apa yang dimaksud dengan Multikulturalisme ?
2. Bagaimana hubungan Multikulturalisme dan Kesederajatan ?
3. Bagaimana Multikulturalisme ditinjau dari perspektif Islam ?
4
BAB II
ISI
A. PENGERTIAN
Multikulturalisme adalah sebuah filosofi terkadang ditafsirkan sebagai ideologi
yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak
dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah multikultural
juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang
berbeda dalam suatu negara.
Multikulturalisme bertentangan dengan monokulturalisme dan asimilasi yang
telah menjadi norma dalam paradigma negara-bangsa (nation-state) sejak awal abad
ke-19. Monokulturalisme menghendaki adanya kesatuan budaya secara normatif
(istilah „monokultural‟ juga dapat digunakan untuk menggambarkan homogenitas
yang belum terwujud (pre-existing homogeneity). Sementara itu, asimilasi adalah
timbulnya keinginan untuk bersatu antara dua atau lebih kebudayaan yang berbeda
dengan cara mengurangi perbedaan-perbedaan sehingga tercipta sebuah kebudayaan
baru.
Multikulturalisme mulai dijadikan kebijakan resmi di negara berbahasa-Inggris
(English-speaking countries), yang dimulai di Kanada pada tahun 1971. Kebijakan ini
kemudian diadopsi oleh sebagian besar anggota Uni Eropa, sebagai kebijakan resmi,
dan sebagai konsensus sosial di antara elit. Namun beberapa tahun belakangan,
sejumlah negara Eropa, terutama Belanda dan Denmark, mulai mengubah kebijakan
mereka ke arah kebijakan monokulturalisme. Pengubahan kebijakan tersebut juga
mulai menjadi subyek debat di Britania Raya dam Jerman, dan beberapa negara
lainnya.
Multikulturalisme bukan hanya sebuah wacana tetapi sebuah ideologi yang harus
diperjuangkan, karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya demokrasi, HAM,
dan kesejahteraan hidup masyarakatnya. Multikulturalisme bukan sebuah ideologi
yang berdiri sendiri terpisah dari ideologi-ideologi lannya, dan multikulturalisme
membutuhkan seperangkat konsep-konsep yang merupakan bangunan konsep-konsep
untuk dijadikan acuan bagi memahaminya dan mengembang-luaskannya dalam
kehidupan bermasyarakat. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan
landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dengan dan
mendukung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan
5
manusia. Bangunan konsep-konsep ini harus dikomunikasikan diantara para ahli yang
mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang multikultutralisme sehinga terdapat
kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini.
Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi,
keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang
sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan
keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya
komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan.1
B. MULTIKULTURALISME DAN KESEDERAJATAN
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang menekankan pengakuan dan
penghargaan pada kesederajatan perbedaan kebudayaan. Tercakup dalam pengertian
kebudayaan adalah para pendukung kebudayaan, baik secara individual maupun secara
kelompok, dan terutma ditujukan terhadap golongan sosial askriptif yaitu sukubangsa
(dan ras), gender, dan umur. Ideologi multikulturalisme ini secara bergandengan
tangan saling mendukung dengan proses-proses demokratisasi, yang pada dasarnya
adalah kesederajatan pelaku secara individual (HAM) dalam berhadapan dengan
kekuasaan dan komuniti atau masyarakat setempat.
Sehingga upaya penyebarluasan dan pemantapan serta penerapan ideologi
multikulturalisme dalam masyarakat yang majemuk, mau tidak mau harus
bergandengan tangan dengan upaya penyebaran dan pemantapan ideologi demokrasi
dan kebangsaan atau kewarganegaraan dalam porsi yang seimbang. Sehingga setiap
orang nantinya, akan mempunyai kesadaran tanggung jawab sebagai orang warga
negara, sebagai warga sukubangsa dan kebudayaannya, tergolong sebagai gender
tertentu, dan tergolong sebagai umur tertentu yang tidak akan berlaku sewenang-
wenang terhadap orang atau kelompok yang tergolong lain dari dirinya sendiri dan
akan mampu untuk secara logika menolak diskriminasi dan perlakuan sewenang-
wenang oleh kelompok atau masyarakat yang dominan. Mengapa perjuangan anti-
diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas dilakukan melalui perjuangan
menuju masyarakat multikultural? Karena perjuangan anti-diskriminasi dan
perjuangan hak-hak hidup dalam kesederajatan dari minoritas adalah perjuangan
politik, dan perjuangan politik adalah perjuangan kekuatan. Perjuangan kekuatan yang
1
Mujiatun Ridiawati, Jurnal Islam : Multikulturalisme dalam Islam, (Bandung : INSANIA, 2008), hal. 3
6
akan memberikan kekuatan kepada kelompok-kelompok minoritas sehingga hak-hak
hidup untuk berbeda dapat dipertahankan dan tidak tidak didiskriminasi karena
digolongkan sebagai sederajad dari mereka yang semula menganggap mereka sebagai
dominan. Perjuangan politik seperti ini menuntut adanya landasan logika yang masuk
akal di samping kekuatan nyata yang harus digunakan dalam penerapannya. Logika
yang masuk akal tersebut ada dalam multikulturalisme dan dalam demokrasi.
C. MULTIKULTURALISME DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Pembumian wacana multikulturalisme pada ranah pendidikan formal (sekolah)
dewasa ini semakin menggeliat. Maraknya gagasan multikulturalisme disertai dengan
penyebaran isu pendahuluan: banyaknya peristiwa bentrokan dan konflik horizontal di
tengah masyarakat. Berbagai pihak kemudian menyuarakan gagasan ini lebih keras
dan diimplementasikan lebih dini dalam kurikulum pendidikan.2
Lebih jauh lagi, kini, paham multikulturalisme mulai diintegrasikan pada ranah
pendidikan agama. Alasannya, seperti dikemukakan dalam buku Pendidikan
Multikultural; Konsep dan Aplikasi, Pendidikan Agama Islam yang ada saat ini
dianggap sudah tidak relevan dan telah gagal menciptakan harmoni kehidupan dan
bahkan menjadi pemicu konflik di tengah masyarakat plural. Kementerian Agama RI
pun telah menerbitkan sebuah buku berjudul “Panduan Integrasi Nilai Multikultur
dalam Pendidikan Agama Islam pada SMA dan SMK” – selanjutnya disingkat
Panduan Integrasi. (Diterbitkan dengan kerjasama dengan Asosiasi Guru Pendidikan
Agama Islam Indonesia (AGPAII), TIFA Foundation dan Yayasan Rahima).
Jika ditelisik lebih jauh, penanaman paham multikulturalisme – apalagi dalam
ranah Pendidikan Agama Islam – sebenarnya belum didasari oleh kajian dan penelitian
yang mendalam. Sebab, dalam perspektif Islam, paham multikulturalisme itu perlu
ditelaah secara kritis. Berikut ini sejumlah catatan kritis atas multikulturalisme:
Pertama, persoalan makna istilah. Multikulturalisme memiliki rentang definisi
yang beragam mulai dari sekedar pengakuan terhadap realitas multikultural
masyarakat dunia saat ini; upaya untuk menerima dan menghormati realitas itu; hingga
pada pengertian yang merefleksikan relativisme kebenaran dan relativisme agama.
Kecenderungan dominan dalam beberapa buku, semisal buku berjudul Pendidikan
Agama Berwawasan Multikultural, istilah ini merefleksikan relativisme kebenaran dan
2
Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural : Konsep dan Aplikasi, (Yogyakarta :
Ar-Ruzz Media, 2008) hal. 15
7
agama. Ini karena, multikulturalisme hakikatnya merupakan kelanjutan dari paham
inklusivisme dan pluralisme agama.
Jika pada inklusivisme, integritas agama tertentu masih dipertahankan sekalipun ada
pengakuan kebenaran pada yang lain, maka multikulturalisme dalam makna ini
bergerak lebih jauh lagi: memungkinkan berbagi agama dengan yang lain. Dalam ide
ini terkandung muatan sinkretisme agama. Bahkan, bukan tidak mungkin,
memunculkan agama baru bernama multikulturalisme.
Kedua, kekeliruan memahami agama Islam. Konsep multikulturalisme
mendudukan Islam sebagai agama yang sama dan sederajat dengan agama yang lain.
Padahal Islam sebagai agama (ad-din) berbeda dengan agama-agama yang ada di
dunia ini. Islam adalah satu-satunya agama wahyu yang sampai sekarang
orisinalitasnya terjaga. Dalam istilah Prof. Naquib al-Attas: “Islam is the only genuine
revealed religion.” (al-Attas, Prolegomena to the Metaphysic of Islam)
Islam bukan agama budaya dan bukan agama yang dihasilkan oleh proses evolusi
budaya. Demikian pula, sistem nilai dan sistem pemikiran Islam bukan semata berasal
dari unsur-unsur budaya dan folosofis yang dibantu sains, tetapi berasal dari
sumbernya yang asli yaitu wahyu, dikonfirmasi oleh agama serta didukung oleh akal
dan intuisi. Islam sebagai agama final dan matang dari sejak diturunkannya, tidak
mengenal adanya proses penyempurnaan. Islam berbeda dengan agama-agama lainnya
-terutama agama bumi- di dunia ini yang lahir dari sebuah evolusi. Sehingga,
ketentuan-ketentuan yang sudah diatur oleh Allah dan Rasul-Nya adalah ketentuan
final sebagai syari‟at hidup manusia menjalani penghambaan dan pengabdiannya
kepada sang Khaliq. Sebagaimana tercantum dalam surat Al-Maidah (5) ayat 3.
Sementara agama lain, hanyalah berupa pengalaman spiritual seseorang atau
sekelompok orang dalam mencari sisi-sisi transenden untuk melengkapi kekosongan
nilai spiritual yang ada dalam dirinya.
Islam juga bukan agama sejarah (historical religion). Islam adalah agama yang
mengatasi dan melintasi waktu karena sistem nilai yang dikandungnya adalah mutlak.
Kebenaran nilai Islam bukan hanya untuk masa dahulu, namun juga sekarang dan akan
datang. Nilai-nilai yang terdapat dalam Islam berlaku sepanjang masa. Islam memiliki
pandangan-alam mutlaknya sendiri yang berbeda dengan agama lain. Pandangan-alam
(worldview) ini meliputi persoalan ketuhanan, kenabian, kebenaran, alam semesta, dan
lain sebagainya.
8
Ketiga, kekeliruan memahami konsep-konsep penting dalam agama.
Pemahaman keliru ini berimbas pada sikap yang tidak tepat dalam mengatasi berbagai
problema di masyarakat terkait kehidupan beragama. Konsep-konsep yang dipahami
keliru itu seperti konsep Tuhan, konsep Wahyu (al-Qur‟an dan al-Hadits), konsep truth
claim (klaim kebenaran agama), toleransi, agama sama dengan budaya, kalimatun
sawa, dakwah Islamiyah, dan lain sebagainya.
Sebagai contoh, dalam pemahaman multikulturalisme, klaim kebenaran (truth
claim) tidak boleh lagi digaungkan. Mereka beralasan bahwa klaim kebenaran
merupakan puncak dari semangat egosentrisme, etnosentrisme, dan chauvinisme.
Klaim kebenaran bagi paham ini dianggap sebagai kelainan jiwa yang disebut
narsisme (sikap membanggakan dan mengunggulkan diri). Sikap klaim kebenaran
inilah yang menurut kalangan penggagas pendidikan multikulturalisme ini yang akan
menghasilkan friksi di masyarakat dan menimbulkan konflik.3
Padahal dalam Islam, mengakui dan meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya
agama yang benar dan mempersaksikan keyakinan tersebut dihadapan Allah SWT
juga di hadapan manusia lainnya adalah keniscayaan yang harus dilakukan. Selain
sebagai bagian dari deklarasi kemusliman serta kesiapan untuk tunduk dan patuh,
persaksian tersebut menjadi media dakwah pada manusia yang lain untuk sama-sama
beriman dan berislam. Islam mengajarkan prinsip hidup toleran tanpa harus
meniadakan kebenaran prinsip yang dipegang. Toleransi dalam Islam bukan berarti
sepakat, setuju, membenarkan ajaran agama lain, melainkan menghormati pemeluk
dan ajaran agama lain sesuai proporsinya. Proses saling menghargai dan menghormati
ini dilakukan sambil menegakkan prinsip ajaran agama, nilai-nilai agama, dan
kewajiban berdakwah dalam bingkai-bingkai yang dianjurkan oleh agama itu sendiri.
Keempat, kekeliruan memahami budaya dan kesederajatan. Konsep
multikulturalisme tidak dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman suku bangsa
atau kebudayaan yang menjadi ciri masyarakat majemuk (plural society). Karena
multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan.4
Pemahaman seperti ini mengharuskan masing-masing budaya manusia atau kelompok
etnis diposisikan sejajar dan setara. Tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang
lebih dominan. Karena semua kebudayaan pada dasarnya mempunyai kearifan
tradisional yang berbeda-beda. Kearifan-kearifan (baca: ajaran, nilai-nilai, kandungan,
3
Chairul Mahfudz, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008), hal.9
4
Ibid. 95
9
dan lain-lain) tersebut tidak dapat dinilai sebagai positif-negatif dan tidak dapat
dijelaskan melalui kacamata kebudayaan yang lain. Hal ini disebabkan oleh sudut
pandang dan akar baik-buruk dari setiap kebudayaan mempunyai volume yang
berbeda pula.
Budaya versi kalangan ini tidak terbatas dalam bidang seni, tetapi mencakup
segala hal yang menjadi proses dan produk sebuah komunitas, meliputi agama,
ideologi, sistem hukum, sistem pembangunan, dan sebagainya. Kalangan
multikulturalis memaknai budaya secara luas, bahkan termasuk agama di dalamnya.
Maka, agama Islam, Kristen, hindu, budha, jawa, sunda, batak, kapitalisme,
sosialisme, dan berbagai produk komunitas lainnya adalah budaya dan posisinya
sejajar dan sederajat. Islam tidak dapat menyalahkan agama lain, tidak dapat menilai
baik atau buruk agama lain karena posisinya sama. Begitu pula, Islam tidak boleh
mengklaim sebagai satu-satunya agama yang benar disisi Tuhan karena hal demikian
akan mencenderai semangat toleransi dalam bingkai multikulturalisme.
Paham ini tidak membedakan antara budaya baik dan budaya buruk karena
semuanya dalam bingkai kesederajatan. Sementara agama Islam tidaklah demikian.
Islam memandang tinggi budaya baik dan memandang rendah budaya buruk. Jadi
dalam Islam, persoalan budaya pun tetap dibingkai oleh nilai-nilai Ilahi yang sifatnya
mutlak dan harus jadi pedoman untuk menakar kualitas budaya individu maupun
kelompok.
Bahaya lebih jauh adalah persepsi bahwa budaya bukanlah suatu kemutlakan
yang harus dipertahankan, termasuk agama di dalamnya. Budaya dipahami sebagai
sebuah gerak (move) kreatifitas masyarakat yang dibangun oleh gerakan prinsip-
prinsip yang berbeda yang kemudian membentuk sebuah kesepakatan bersama tentang
nilai, pandangan, dan sikap masyarakat (reinventing). Dalam arti, budaya tumbuh dan
berkembang seiring dengan berkembangnya masyarakat itu sendiri yang tentunya
dipengaruhi oleh faktor ekstern yang mengelilingi kehidupannya.5
Jika pemahaman ini diaplikasikan, maka yang terjadi adalah agama dan nilai-
nilai yang terkandung didalamnya bukanlah sesuatu yang mutlak dan final. Nilai-nilai
atau kandungannya akan dan harus selalu berevolusi seiring sejalan dengan evolusi
masyarakat yang berbeda dari waktu ke waktu. Jika demikian yang terjadi, sendi-sendi
ajaran agama khususnya Islam lambat laun akan hilang dan punah. Terganti oleh nilai-
5
Ibid, 205
10
nilai kreatif buatan manusia yang justeru akan membahayakan eksistensi
kemanusiaannya itu sendiri dan eksistensi kehidupan secara keseluruhan.
Kelima, agenda buruk globalisasi. Pendidikan multikulturalisme dalam ranah
agama patut diduga merupakan agen taktis untuk memuluskan penjajahan nilai-nilai
sekular-liberal di era globalisasi. Nilai-nilai sekular-liberal dapat mengikis dan
menghancurkan pemikiran dan keimanan umat Islam. Globalisasi bukan hanya
melahirkan penjajahan ekonomi tetapi juga penjajahan pemikiran, budaya, nilai dan
tradisi.
Lebih jauh lagi, gagasan multikulturalisme ini dengan tegas menyatakan bahwa negara
sekuler-liberal merupakan jawaban atas keberagaman agama seperti yang terdapat di
Indonesia. Yang demikian karena menurut mereka negara sekular-liberal posisinya
netral dan mampu memberikan equal opportunity kepada keanekaragaman agama.
Pendidikan multikulturalisme dalam ranah agama dapat mengikis keyakinan beragama
umat Islam yang benar yang bersumber dari al-Qur‟an dan as-Sunnah. Keyakinan
tersebut diubah dengan pemahaman keagamaan yang semata-mata rasional, memenuhi
dimensi sosiologis dan antropologis manusia semata. Maka, ketika proses ini berhasil
dijalankan, akan memudahkan kalangan sekular-liberal untuk melanjutkan
cengkraman penjajahan peradabannya kepada negeri-negeri Muslim.
Jika konsep pendidikan multikulturalisme seperti hasil temuan penulis yang
diutarakan di atas, maka pendidikan ini akan sangat berbahaya pagi siswa didik
muslim. Dengan paham semacam ini, peserta didik dijauhkan dari tujuan pendidikan
itu sendiri. Pendidikan agama Islam sejatinya adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani,
bertaqwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya
kitab suci Al-Qur‟an dan al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran latihan,
serta penggunaan pengalaman.6
Pendidikan agama dalam Islam adalah pendidikan agama yang berbasis
tauhidullah dilandasi oleh semangat beribadah dan semangat dakwah dalam setiap
dimensi kehidupan manusia. Dalam Islam, seluruh perbuatan manusia termasuk
pendidikan, dibingkai oleh motivasi penyerahan total dirinya sebagai hamba Allah dan
6
Ramayulis dan Syamsu Nizar, Filsafat Pendidikan Islam : Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran
Para Tokohnya, (Jakarta : Kalam Mulia, 2009), hal. 21
11
khalifatullah. Inilah hakikat pendidikan dalam pandangan alam Islami yang perlu
diejawantahkan dalam dunia pendidikan dewasa ini.
Secara konseptual dan fakta sejarah, Tauhid Islam senantiasa sinergi dengan
kerukunan. Karena itu – berbeda dengan kondisi di dunia Barat – wacana
multikulturalisme tidak menduduki tempat penting. Maka, seyogyanya, para
cendekiawan Muslim tidak mudah hanyut dalam gegap gempita paham-paham baru
yang dapat berdampak negatif pada pemahaman Islam yang benar.
12
BAB
III
A. KESIMPULAN
Multikulturalisme adalah sebuah filosofi terkadang ditafsirkan sebagai ideologi yang
menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan
status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah multikultural juga
sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang
berbeda dalam suatu negara.
Pembumian wacana multikulturalisme pada ranah pendidikan formal (sekolah) dewasa
ini semakin menggeliat. Maraknya gagasan multikulturalisme disertai dengan
penyebaran isu pendahuluan: banyaknya peristiwa bentrokan dan konflik horizontal di
tengah masyarakat. Berbagai pihak kemudian menyuarakan gagasan ini lebih keras
dan diimplementasikan lebih dini dalam kurikulum pendidikan, Jika ditelisik lebih
jauh, penanaman paham multikulturalisme – apalagi dalam ranah Pendidikan Agama
Islam – sebenarnya belum didasari oleh kajian dan penelitian yang mendalam. Sebab,
dalam perspektif Islam, paham multikulturalisme itu perlu ditelaah secara kritis.
13
DAFTAR PUSTAKA
Naim, Ngainun dan Ahmad Sauqi. 2008. Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Mahfudz, Chairul. 2008. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Ridiawati, Mujiatun. 2008. Jurnal Islam: Multikulturalisme dalam Islam. Bandung:
INSANIA
Ramayulis dan Syamsul Nizar. 2009. Filsafat Pendidikan Islam : Telaah Sistem
Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya. Jakarta : Kalam Mulia
. 2005. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta :
Quantum Teaching
Suharto, Toto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Presentasi integrasi iman, ilmu, dan amal
Presentasi  integrasi iman, ilmu, dan amalPresentasi  integrasi iman, ilmu, dan amal
Presentasi integrasi iman, ilmu, dan amal
Rizqy Putra
 
Makalah Sejarah Peradaban Islam Periode Nabi Saw.
Makalah Sejarah Peradaban Islam Periode Nabi Saw.Makalah Sejarah Peradaban Islam Periode Nabi Saw.
Makalah Sejarah Peradaban Islam Periode Nabi Saw.
PAUSIL ABU
 
Studi islam dalam pendekatan historis
Studi islam dalam pendekatan historisStudi islam dalam pendekatan historis
Studi islam dalam pendekatan historis
atjehh
 
Masyarakat beradab dan sejahtera
Masyarakat beradab dan sejahteraMasyarakat beradab dan sejahtera
Masyarakat beradab dan sejahtera
Puspita Yudaningrum
 
Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...
Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...
Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...
juniska efendi
 
Ppt filsafat islam
Ppt filsafat islamPpt filsafat islam
Ppt filsafat islam
Dewi_Sejarah
 

Was ist angesagt? (20)

sejarah dan perkembangan ilmu tauhid
sejarah dan perkembangan ilmu tauhidsejarah dan perkembangan ilmu tauhid
sejarah dan perkembangan ilmu tauhid
 
Presentasi integrasi iman, ilmu, dan amal
Presentasi  integrasi iman, ilmu, dan amalPresentasi  integrasi iman, ilmu, dan amal
Presentasi integrasi iman, ilmu, dan amal
 
Contoh Resume Buku Tugas 1 Tugas Pengantar Ilmu Ekonomi
Contoh Resume Buku Tugas 1  Tugas Pengantar Ilmu Ekonomi Contoh Resume Buku Tugas 1  Tugas Pengantar Ilmu Ekonomi
Contoh Resume Buku Tugas 1 Tugas Pengantar Ilmu Ekonomi
 
Ruang lingkup studi islam
Ruang lingkup studi islamRuang lingkup studi islam
Ruang lingkup studi islam
 
contoh Bab 1. pendahuluan makalah
contoh Bab 1. pendahuluan makalahcontoh Bab 1. pendahuluan makalah
contoh Bab 1. pendahuluan makalah
 
Makalah Sejarah Peradaban Islam Periode Nabi Saw.
Makalah Sejarah Peradaban Islam Periode Nabi Saw.Makalah Sejarah Peradaban Islam Periode Nabi Saw.
Makalah Sejarah Peradaban Islam Periode Nabi Saw.
 
Bab ii esensi dan urgensi identitas nasional sebagai salah satu determinan pe...
Bab ii esensi dan urgensi identitas nasional sebagai salah satu determinan pe...Bab ii esensi dan urgensi identitas nasional sebagai salah satu determinan pe...
Bab ii esensi dan urgensi identitas nasional sebagai salah satu determinan pe...
 
MAKALAH QASHASH AL-QUR’AN
MAKALAH QASHASH AL-QUR’ANMAKALAH QASHASH AL-QUR’AN
MAKALAH QASHASH AL-QUR’AN
 
Studi islam dalam pendekatan historis
Studi islam dalam pendekatan historisStudi islam dalam pendekatan historis
Studi islam dalam pendekatan historis
 
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmuKumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
 
Daftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Daftar Pertanyaan Ushul FiqhDaftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Daftar Pertanyaan Ushul Fiqh
 
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...
 
Makalah sejarah munculnya teologi islam
Makalah sejarah munculnya teologi islamMakalah sejarah munculnya teologi islam
Makalah sejarah munculnya teologi islam
 
Masyarakat beradab dan sejahtera
Masyarakat beradab dan sejahteraMasyarakat beradab dan sejahtera
Masyarakat beradab dan sejahtera
 
Power point makalah
Power point makalahPower point makalah
Power point makalah
 
Makalah toleransi beragama
Makalah toleransi beragamaMakalah toleransi beragama
Makalah toleransi beragama
 
Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...
Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...
Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...
 
Makalah Qashash Al qur'an
Makalah Qashash Al qur'anMakalah Qashash Al qur'an
Makalah Qashash Al qur'an
 
Makalah ijtihad
Makalah ijtihadMakalah ijtihad
Makalah ijtihad
 
Ppt filsafat islam
Ppt filsafat islamPpt filsafat islam
Ppt filsafat islam
 

Andere mochten auch

Mendeskripsikan Kelompok Sosial dalam Masyarakat Multikultural
Mendeskripsikan Kelompok Sosial dalam Masyarakat MultikulturalMendeskripsikan Kelompok Sosial dalam Masyarakat Multikultural
Mendeskripsikan Kelompok Sosial dalam Masyarakat Multikultural
Sandra Virgie
 
Presentasi bank sampah hasil revisi akhir
Presentasi bank sampah hasil revisi akhirPresentasi bank sampah hasil revisi akhir
Presentasi bank sampah hasil revisi akhir
Adi Prayogo
 
Fin buku sistem bank sampah & 10 kisah sukses tcm110 392961
Fin buku sistem bank sampah & 10 kisah sukses tcm110 392961Fin buku sistem bank sampah & 10 kisah sukses tcm110 392961
Fin buku sistem bank sampah & 10 kisah sukses tcm110 392961
dayoen
 

Andere mochten auch (20)

Mendeskripsikan Kelompok Sosial dalam Masyarakat Multikultural
Mendeskripsikan Kelompok Sosial dalam Masyarakat MultikulturalMendeskripsikan Kelompok Sosial dalam Masyarakat Multikultural
Mendeskripsikan Kelompok Sosial dalam Masyarakat Multikultural
 
Definisi multikultural
Definisi multikulturalDefinisi multikultural
Definisi multikultural
 
Makalah multikultural
Makalah multikulturalMakalah multikultural
Makalah multikultural
 
Nasionalisme dalam pandangan Syariah Islam
Nasionalisme dalam pandangan Syariah IslamNasionalisme dalam pandangan Syariah Islam
Nasionalisme dalam pandangan Syariah Islam
 
Dakwah multikultural
Dakwah multikulturalDakwah multikultural
Dakwah multikultural
 
Wawasan multikultural
Wawasan multikulturalWawasan multikultural
Wawasan multikultural
 
Kliping multikulturalisme dan multikultural
Kliping multikulturalisme dan multikulturalKliping multikulturalisme dan multikultural
Kliping multikulturalisme dan multikultural
 
MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESEDERAJATAN.ppt
MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESEDERAJATAN.pptMANUSIA, KERAGAMAN DAN KESEDERAJATAN.ppt
MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESEDERAJATAN.ppt
 
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Pengelolaan Sampah Rumah TanggaPengelolaan Sampah Rumah Tangga
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
 
Islam pada masa modern
Islam pada masa modernIslam pada masa modern
Islam pada masa modern
 
Pengelolaan Sampah Warga
Pengelolaan Sampah WargaPengelolaan Sampah Warga
Pengelolaan Sampah Warga
 
perkembangan islam pada masa modern
perkembangan islam pada masa modernperkembangan islam pada masa modern
perkembangan islam pada masa modern
 
Presentasi bank sampah hasil revisi akhir
Presentasi bank sampah hasil revisi akhirPresentasi bank sampah hasil revisi akhir
Presentasi bank sampah hasil revisi akhir
 
Slide karangan ulasan (vle frog)
Slide karangan ulasan (vle frog)Slide karangan ulasan (vle frog)
Slide karangan ulasan (vle frog)
 
Masyarakat Multikultural Di Indonesia
Masyarakat Multikultural Di IndonesiaMasyarakat Multikultural Di Indonesia
Masyarakat Multikultural Di Indonesia
 
Presentasi pendapatannasional
Presentasi pendapatannasionalPresentasi pendapatannasional
Presentasi pendapatannasional
 
Perkembangan Agama Islam di Indonesia
Perkembangan Agama Islam di IndonesiaPerkembangan Agama Islam di Indonesia
Perkembangan Agama Islam di Indonesia
 
PENGELOLAAN SAMPAH SECARA 3R - PPT
PENGELOLAAN SAMPAH SECARA 3R - PPTPENGELOLAAN SAMPAH SECARA 3R - PPT
PENGELOLAAN SAMPAH SECARA 3R - PPT
 
Fin buku sistem bank sampah & 10 kisah sukses tcm110 392961
Fin buku sistem bank sampah & 10 kisah sukses tcm110 392961Fin buku sistem bank sampah & 10 kisah sukses tcm110 392961
Fin buku sistem bank sampah & 10 kisah sukses tcm110 392961
 
Modul Pelatihan - Pengolahan Sampah Berbasis Masyarakat (Book)
Modul Pelatihan - Pengolahan Sampah Berbasis Masyarakat (Book)Modul Pelatihan - Pengolahan Sampah Berbasis Masyarakat (Book)
Modul Pelatihan - Pengolahan Sampah Berbasis Masyarakat (Book)
 

Ähnlich wie Multikulturalisme dalam Perspektif Islam

Bab 2 potret hubungan etnik
Bab 2  potret hubungan etnikBab 2  potret hubungan etnik
Bab 2 potret hubungan etnik
INSTAQLIM
 

Ähnlich wie Multikulturalisme dalam Perspektif Islam (20)

Makalah multikultural
Makalah multikulturalMakalah multikultural
Makalah multikultural
 
Budaya konteks multikultural
Budaya konteks multikulturalBudaya konteks multikultural
Budaya konteks multikultural
 
Powerpoint paket 7 Pkn
Powerpoint paket 7 PknPowerpoint paket 7 Pkn
Powerpoint paket 7 Pkn
 
Makalah pluralisme
Makalah pluralismeMakalah pluralisme
Makalah pluralisme
 
Pluralisme menuju masyarakat majmuk
Pluralisme menuju masyarakat majmukPluralisme menuju masyarakat majmuk
Pluralisme menuju masyarakat majmuk
 
Makalah multikulturalisme
Makalah multikulturalismeMakalah multikulturalisme
Makalah multikulturalisme
 
Sosiologi (masyarakat multikultural)
Sosiologi (masyarakat multikultural)Sosiologi (masyarakat multikultural)
Sosiologi (masyarakat multikultural)
 
Makalah multikulturalisme
Makalah multikulturalismeMakalah multikulturalisme
Makalah multikulturalisme
 
Pluralisme dan gender
Pluralisme dan genderPluralisme dan gender
Pluralisme dan gender
 
Makalah Multikuturalisme
Makalah MultikuturalismeMakalah Multikuturalisme
Makalah Multikuturalisme
 
Sosiologi multikultur
Sosiologi multikulturSosiologi multikultur
Sosiologi multikultur
 
ppt. pend.Multikultural kel.2.pdf
ppt. pend.Multikultural kel.2.pdfppt. pend.Multikultural kel.2.pdf
ppt. pend.Multikultural kel.2.pdf
 
Bab 2 potret hubungan etnik
Bab 2  potret hubungan etnikBab 2  potret hubungan etnik
Bab 2 potret hubungan etnik
 
Multikulturalisme
MultikulturalismeMultikulturalisme
Multikulturalisme
 
Epistemologi Multikulturalisme
Epistemologi MultikulturalismeEpistemologi Multikulturalisme
Epistemologi Multikulturalisme
 
MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESEDERAJATAN.ppt
MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESEDERAJATAN.pptMANUSIA, KERAGAMAN DAN KESEDERAJATAN.ppt
MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESEDERAJATAN.ppt
 
Bicara Multikulturalisme, Bicara Kompromi
Bicara Multikulturalisme, Bicara KompromiBicara Multikulturalisme, Bicara Kompromi
Bicara Multikulturalisme, Bicara Kompromi
 
Multikulturalisme
MultikulturalismeMultikulturalisme
Multikulturalisme
 
PLURALISME AGAMA.pptx
 PLURALISME AGAMA.pptx PLURALISME AGAMA.pptx
PLURALISME AGAMA.pptx
 
TENTANG Moderasi Beragama
TENTANG Moderasi BeragamaTENTANG Moderasi Beragama
TENTANG Moderasi Beragama
 

Mehr von Ali Murfi

Coping with the impact of Covid-19 pandemic on primary education: teachers' s...
Coping with the impact of Covid-19 pandemic on primary education: teachers' s...Coping with the impact of Covid-19 pandemic on primary education: teachers' s...
Coping with the impact of Covid-19 pandemic on primary education: teachers' s...
Ali Murfi
 
Kepemimpinan Sekolah dalam Situasi Krisis Covid-19 di Indonesia
Kepemimpinan Sekolah dalam Situasi Krisis Covid-19 di IndonesiaKepemimpinan Sekolah dalam Situasi Krisis Covid-19 di Indonesia
Kepemimpinan Sekolah dalam Situasi Krisis Covid-19 di Indonesia
Ali Murfi
 
Islamic Education System in Singapore: Current Issues and Challenges
Islamic Education System in Singapore: Current Issues and ChallengesIslamic Education System in Singapore: Current Issues and Challenges
Islamic Education System in Singapore: Current Issues and Challenges
Ali Murfi
 
Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi : Studi Komparasi Siswa Berprestasi S...
Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi : Studi Komparasi Siswa Berprestasi S...Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi : Studi Komparasi Siswa Berprestasi S...
Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi : Studi Komparasi Siswa Berprestasi S...
Ali Murfi
 
KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH INDIA (Respon Terhadap Isu Multikulturalisme ...
KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH INDIA (Respon Terhadap Isu Multikulturalisme ...KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH INDIA (Respon Terhadap Isu Multikulturalisme ...
KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH INDIA (Respon Terhadap Isu Multikulturalisme ...
Ali Murfi
 
Strategi Pembelajaran Aktif : Question Student Have (QSH)
Strategi Pembelajaran Aktif : Question Student Have (QSH)Strategi Pembelajaran Aktif : Question Student Have (QSH)
Strategi Pembelajaran Aktif : Question Student Have (QSH)
Ali Murfi
 
Survey Evaluasi Pendidikan ; SMA N 1 Banguntapan Bantul DIY
Survey Evaluasi Pendidikan ; SMA N 1 Banguntapan Bantul DIYSurvey Evaluasi Pendidikan ; SMA N 1 Banguntapan Bantul DIY
Survey Evaluasi Pendidikan ; SMA N 1 Banguntapan Bantul DIY
Ali Murfi
 
Wawasan Pengembangan Pendidikan Islam
Wawasan Pengembangan Pendidikan IslamWawasan Pengembangan Pendidikan Islam
Wawasan Pengembangan Pendidikan Islam
Ali Murfi
 
Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"
Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"
Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"
Ali Murfi
 

Mehr von Ali Murfi (20)

Coping with the impact of Covid-19 pandemic on primary education: teachers' s...
Coping with the impact of Covid-19 pandemic on primary education: teachers' s...Coping with the impact of Covid-19 pandemic on primary education: teachers' s...
Coping with the impact of Covid-19 pandemic on primary education: teachers' s...
 
From teachers to students creativity? the mediating role of entrepreneurial e...
From teachers to students creativity? the mediating role of entrepreneurial e...From teachers to students creativity? the mediating role of entrepreneurial e...
From teachers to students creativity? the mediating role of entrepreneurial e...
 
Human Resources Approach for Optimization of Knowledge Management Implementat...
Human Resources Approach for Optimization of Knowledge Management Implementat...Human Resources Approach for Optimization of Knowledge Management Implementat...
Human Resources Approach for Optimization of Knowledge Management Implementat...
 
Strategi Pembelajaran Aktif Question Student Have (QSH) Pada Mata Pelajaran F...
Strategi Pembelajaran Aktif Question Student Have (QSH) Pada Mata Pelajaran F...Strategi Pembelajaran Aktif Question Student Have (QSH) Pada Mata Pelajaran F...
Strategi Pembelajaran Aktif Question Student Have (QSH) Pada Mata Pelajaran F...
 
Kepemimpinan Sekolah dalam Situasi Krisis Covid-19 di Indonesia
Kepemimpinan Sekolah dalam Situasi Krisis Covid-19 di IndonesiaKepemimpinan Sekolah dalam Situasi Krisis Covid-19 di Indonesia
Kepemimpinan Sekolah dalam Situasi Krisis Covid-19 di Indonesia
 
Islam Nusantara: Religion Dialectic and Cultural for Pluralism-Democratic Soc...
Islam Nusantara: Religion Dialectic and Cultural for Pluralism-Democratic Soc...Islam Nusantara: Religion Dialectic and Cultural for Pluralism-Democratic Soc...
Islam Nusantara: Religion Dialectic and Cultural for Pluralism-Democratic Soc...
 
Islamic Education System in Singapore: Current Issues and Challenges
Islamic Education System in Singapore: Current Issues and ChallengesIslamic Education System in Singapore: Current Issues and Challenges
Islamic Education System in Singapore: Current Issues and Challenges
 
Achievement Motivation Training
Achievement Motivation TrainingAchievement Motivation Training
Achievement Motivation Training
 
COMPARISON OF PAI AND PAK: AN OVERVIEW OF VALUES OF MULTICULTURAL EDUCATION
COMPARISON OF PAI AND PAK: AN OVERVIEW OF VALUES OF MULTICULTURAL EDUCATION COMPARISON OF PAI AND PAK: AN OVERVIEW OF VALUES OF MULTICULTURAL EDUCATION
COMPARISON OF PAI AND PAK: AN OVERVIEW OF VALUES OF MULTICULTURAL EDUCATION
 
Bias Gender dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam dan Kristen
Bias Gender dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam dan KristenBias Gender dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam dan Kristen
Bias Gender dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam dan Kristen
 
Posdaya Sebagai Alternatif Pemerataan Pendidikan Anak Usia Dini
Posdaya Sebagai Alternatif Pemerataan Pendidikan Anak Usia Dini  Posdaya Sebagai Alternatif Pemerataan Pendidikan Anak Usia Dini
Posdaya Sebagai Alternatif Pemerataan Pendidikan Anak Usia Dini
 
Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi : Studi Komparasi Siswa Berprestasi S...
Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi : Studi Komparasi Siswa Berprestasi S...Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi : Studi Komparasi Siswa Berprestasi S...
Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi : Studi Komparasi Siswa Berprestasi S...
 
"Muslim Progresif" Omid Safi dan Isu-Isu Islam Kontemporer
"Muslim Progresif" Omid Safi dan Isu-Isu Islam Kontemporer"Muslim Progresif" Omid Safi dan Isu-Isu Islam Kontemporer
"Muslim Progresif" Omid Safi dan Isu-Isu Islam Kontemporer
 
Life mapping
Life mappingLife mapping
Life mapping
 
Kepemimpinan dan Karakter Bangsa
Kepemimpinan dan Karakter BangsaKepemimpinan dan Karakter Bangsa
Kepemimpinan dan Karakter Bangsa
 
KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH INDIA (Respon Terhadap Isu Multikulturalisme ...
KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH INDIA (Respon Terhadap Isu Multikulturalisme ...KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH INDIA (Respon Terhadap Isu Multikulturalisme ...
KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH INDIA (Respon Terhadap Isu Multikulturalisme ...
 
Strategi Pembelajaran Aktif : Question Student Have (QSH)
Strategi Pembelajaran Aktif : Question Student Have (QSH)Strategi Pembelajaran Aktif : Question Student Have (QSH)
Strategi Pembelajaran Aktif : Question Student Have (QSH)
 
Survey Evaluasi Pendidikan ; SMA N 1 Banguntapan Bantul DIY
Survey Evaluasi Pendidikan ; SMA N 1 Banguntapan Bantul DIYSurvey Evaluasi Pendidikan ; SMA N 1 Banguntapan Bantul DIY
Survey Evaluasi Pendidikan ; SMA N 1 Banguntapan Bantul DIY
 
Wawasan Pengembangan Pendidikan Islam
Wawasan Pengembangan Pendidikan IslamWawasan Pengembangan Pendidikan Islam
Wawasan Pengembangan Pendidikan Islam
 
Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"
Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"
Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"
 

Multikulturalisme dalam Perspektif Islam

  • 1. MULTIKULTURALISME DALAM PERSPEKTIF ISLAM Tugas Individu Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Pendidikan Islam Dosen Pengampu : Drs. H. Mangun Budiyanto, M.Si Disusun Oleh : Ali Murfi 11470082 Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Semester Genap Tahun Ajaran 2012/2013
  • 2. 1 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya dengan judul “Multikulturalisme dalam Perspektif Islam”. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini tidak dapat terwujud tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam - dalamnya kepada : 1) Bapak. Drs. H. Mangun Budiyanto, M.Si Selaku Dosen pengampu mata Filsafat Pendidikan Islam, yang telah dengan sabar memberi pengarahan dalam penyusunan karya tulis ini. 2) Seluruh teman – teman jurusan Kependidikan Islam kelas A, yang telah bersedia untuk bekerja sama dalam penyusunan karya tulis ini. Terlepas dari segala kekurangan, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan pada masa yang akan datang. Yogyakarta, 03 Juni 2013 Penyusun
  • 3. 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Munculnya gerakan-gerakan politik dan intelektual yang dimotori oleh beraneka macam kelompok seperti kelompok masyarakat adat, kelompok minoritas suku bangsa, kelompok etnis-kultural, kelompok imigran baik yang lama maupun yang baru, kaum feminis, kelompok gay dan lesbian, dan kelompok pecinta lingkungan (the greens). Kelompok-kelompok ini mewakili praktek, gaya hidup, pandangan dan cara hidup yang berbeda dari, kadang berseberangan dengan, dan dalam sejumlah hal ditentang oleh, kultur yang dominan dalam masyarakat luas. Meskipun di antara kelompok ini ada yang begitu berbeda sehingga sulit untuk berbagi agenda filsafat dan politis yang sama, mereka semua bersatu dalam hal menentang pandangan masyarakat luas yang cenderung menyamaratakan atau menggolong-golongkan karena didasarkan pada keyakinan pokok bahwa hanya ada satu jalan yang benar dan normal untuk memahami dan menstrukturkan wilayah-wilayah kehidupan. Dengan cara mereka sendiri, kelompok- kelompok ini menghendaki agar masyarakat mengenali legitimasi atas perbedaan- perbedaan mereka, khususnya pandangan-pandangan yang dalam kacamata mereka bukan pandangan yang remeh temeh atau insidentil namun pandangan yang sungguh- sungguh berangkat dari dan membentuk identitas mereka. Meskipun istilah identitas terkadang menggelembung sedemikian rupa sehingga seolah-olah mencakup hampir segala sesuatu yang memberi ciri pada seorang individu atau kelompok tertentu, para pembela kelompok-kelompok pergerakan ini menggunakan istilah “identitas” untuk mengacu pada karakteristik-karakteristik tertentu yang dipilih atau diwariskan (sudah dibawa sejak lahir) yang menggambarkan mereka sebagai jenis orang atau kelompok yang tertentu dan membentuk bagian utuh dari pemahaman mereka atas jati diri mereka. Kelompok-kelompok pergerakan ini dengan demikian menjadi bagian tak terpisahkan dari perjuangan pengakuan identitas dan perbedaan atau, lebih persisnya, perbedaan- perbedaan yang terkait dengan identitas. Meskipun gerakan-gerakan baru ini sering dimasukkan di dalam payung istilah multikulturalisme, namun multikulturalisme pada kenyataannya hanya mengacu pada beberapa saja. Multikulturalisme bukan melulu soal perbedaan dan identitas pada dirinya sendiri namun juga menyangkut hal-ihwal yang tertanam dan ditunjang oleh budaya; yaitu seperangkat kepercayaan dan praktek yang lewatnya sekelompok orang memahami
  • 4. 3 jati diri mereka dan dunia dan mengatur hidup baik individu maupun kolektif. Tidak seperti perbedaan yang datang dari pilihan-pilihan yang bersifat individual, perbedaan- perbedaan yang berakar pada budaya membawa ukuran otoritas tertentu dan dipolakan, distrukturkan berkat ketertancapannya dalam sebuah sistem makna dan signifikasi (pemberian makna pada tanda dan benda tertentu) yang diyakini bersama dan punya nilai historis. Kejelasan konsep antara dua jenis perbedaan ini menggunakan istilah keragaman (diversity) untuk menyebut perbedaan yang berakar pada budaya. Dengan demikian, multikulturalisme adalah tentang keragaman budaya atau perbedaan- perbedaan yang berakar pada budaya. Karena teramat mungkin berbicara tentang macam-macam perbedaan yang tidak harus diasalkan pada perbedaan yang mengakar pada budaya, dan juga sebaliknya, maka tidak semua pejuang politik pengakuan harus bersimpati pada multikulturalisme. Meskipun bagian dari politik pengakuan, multikulturalisme adalah sebuah gerakan yang jelas (distinct) yang mempertahankan posisi yang ambivalen (mendua, atau bernilai lebih dari satu). B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan hal-hal yang tertulis dalam latar belakang, maka penulis dalam hal ini akan merumuskan permasalahan dalam beberapa pertanyaan. 1. Apa yang dimaksud dengan Multikulturalisme ? 2. Bagaimana hubungan Multikulturalisme dan Kesederajatan ? 3. Bagaimana Multikulturalisme ditinjau dari perspektif Islam ?
  • 5. 4 BAB II ISI A. PENGERTIAN Multikulturalisme adalah sebuah filosofi terkadang ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara. Multikulturalisme bertentangan dengan monokulturalisme dan asimilasi yang telah menjadi norma dalam paradigma negara-bangsa (nation-state) sejak awal abad ke-19. Monokulturalisme menghendaki adanya kesatuan budaya secara normatif (istilah „monokultural‟ juga dapat digunakan untuk menggambarkan homogenitas yang belum terwujud (pre-existing homogeneity). Sementara itu, asimilasi adalah timbulnya keinginan untuk bersatu antara dua atau lebih kebudayaan yang berbeda dengan cara mengurangi perbedaan-perbedaan sehingga tercipta sebuah kebudayaan baru. Multikulturalisme mulai dijadikan kebijakan resmi di negara berbahasa-Inggris (English-speaking countries), yang dimulai di Kanada pada tahun 1971. Kebijakan ini kemudian diadopsi oleh sebagian besar anggota Uni Eropa, sebagai kebijakan resmi, dan sebagai konsensus sosial di antara elit. Namun beberapa tahun belakangan, sejumlah negara Eropa, terutama Belanda dan Denmark, mulai mengubah kebijakan mereka ke arah kebijakan monokulturalisme. Pengubahan kebijakan tersebut juga mulai menjadi subyek debat di Britania Raya dam Jerman, dan beberapa negara lainnya. Multikulturalisme bukan hanya sebuah wacana tetapi sebuah ideologi yang harus diperjuangkan, karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya demokrasi, HAM, dan kesejahteraan hidup masyarakatnya. Multikulturalisme bukan sebuah ideologi yang berdiri sendiri terpisah dari ideologi-ideologi lannya, dan multikulturalisme membutuhkan seperangkat konsep-konsep yang merupakan bangunan konsep-konsep untuk dijadikan acuan bagi memahaminya dan mengembang-luaskannya dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk dapat memahami multikulturalisme diperlukan landasan pengetahuan yang berupa bangunan konsep-konsep yang relevan dengan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan
  • 6. 5 manusia. Bangunan konsep-konsep ini harus dikomunikasikan diantara para ahli yang mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang multikultutralisme sehinga terdapat kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi ini. Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, sukubangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan.1 B. MULTIKULTURALISME DAN KESEDERAJATAN Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang menekankan pengakuan dan penghargaan pada kesederajatan perbedaan kebudayaan. Tercakup dalam pengertian kebudayaan adalah para pendukung kebudayaan, baik secara individual maupun secara kelompok, dan terutma ditujukan terhadap golongan sosial askriptif yaitu sukubangsa (dan ras), gender, dan umur. Ideologi multikulturalisme ini secara bergandengan tangan saling mendukung dengan proses-proses demokratisasi, yang pada dasarnya adalah kesederajatan pelaku secara individual (HAM) dalam berhadapan dengan kekuasaan dan komuniti atau masyarakat setempat. Sehingga upaya penyebarluasan dan pemantapan serta penerapan ideologi multikulturalisme dalam masyarakat yang majemuk, mau tidak mau harus bergandengan tangan dengan upaya penyebaran dan pemantapan ideologi demokrasi dan kebangsaan atau kewarganegaraan dalam porsi yang seimbang. Sehingga setiap orang nantinya, akan mempunyai kesadaran tanggung jawab sebagai orang warga negara, sebagai warga sukubangsa dan kebudayaannya, tergolong sebagai gender tertentu, dan tergolong sebagai umur tertentu yang tidak akan berlaku sewenang- wenang terhadap orang atau kelompok yang tergolong lain dari dirinya sendiri dan akan mampu untuk secara logika menolak diskriminasi dan perlakuan sewenang- wenang oleh kelompok atau masyarakat yang dominan. Mengapa perjuangan anti- diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas dilakukan melalui perjuangan menuju masyarakat multikultural? Karena perjuangan anti-diskriminasi dan perjuangan hak-hak hidup dalam kesederajatan dari minoritas adalah perjuangan politik, dan perjuangan politik adalah perjuangan kekuatan. Perjuangan kekuatan yang 1 Mujiatun Ridiawati, Jurnal Islam : Multikulturalisme dalam Islam, (Bandung : INSANIA, 2008), hal. 3
  • 7. 6 akan memberikan kekuatan kepada kelompok-kelompok minoritas sehingga hak-hak hidup untuk berbeda dapat dipertahankan dan tidak tidak didiskriminasi karena digolongkan sebagai sederajad dari mereka yang semula menganggap mereka sebagai dominan. Perjuangan politik seperti ini menuntut adanya landasan logika yang masuk akal di samping kekuatan nyata yang harus digunakan dalam penerapannya. Logika yang masuk akal tersebut ada dalam multikulturalisme dan dalam demokrasi. C. MULTIKULTURALISME DALAM PERSPEKTIF ISLAM Pembumian wacana multikulturalisme pada ranah pendidikan formal (sekolah) dewasa ini semakin menggeliat. Maraknya gagasan multikulturalisme disertai dengan penyebaran isu pendahuluan: banyaknya peristiwa bentrokan dan konflik horizontal di tengah masyarakat. Berbagai pihak kemudian menyuarakan gagasan ini lebih keras dan diimplementasikan lebih dini dalam kurikulum pendidikan.2 Lebih jauh lagi, kini, paham multikulturalisme mulai diintegrasikan pada ranah pendidikan agama. Alasannya, seperti dikemukakan dalam buku Pendidikan Multikultural; Konsep dan Aplikasi, Pendidikan Agama Islam yang ada saat ini dianggap sudah tidak relevan dan telah gagal menciptakan harmoni kehidupan dan bahkan menjadi pemicu konflik di tengah masyarakat plural. Kementerian Agama RI pun telah menerbitkan sebuah buku berjudul “Panduan Integrasi Nilai Multikultur dalam Pendidikan Agama Islam pada SMA dan SMK” – selanjutnya disingkat Panduan Integrasi. (Diterbitkan dengan kerjasama dengan Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII), TIFA Foundation dan Yayasan Rahima). Jika ditelisik lebih jauh, penanaman paham multikulturalisme – apalagi dalam ranah Pendidikan Agama Islam – sebenarnya belum didasari oleh kajian dan penelitian yang mendalam. Sebab, dalam perspektif Islam, paham multikulturalisme itu perlu ditelaah secara kritis. Berikut ini sejumlah catatan kritis atas multikulturalisme: Pertama, persoalan makna istilah. Multikulturalisme memiliki rentang definisi yang beragam mulai dari sekedar pengakuan terhadap realitas multikultural masyarakat dunia saat ini; upaya untuk menerima dan menghormati realitas itu; hingga pada pengertian yang merefleksikan relativisme kebenaran dan relativisme agama. Kecenderungan dominan dalam beberapa buku, semisal buku berjudul Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, istilah ini merefleksikan relativisme kebenaran dan 2 Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural : Konsep dan Aplikasi, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2008) hal. 15
  • 8. 7 agama. Ini karena, multikulturalisme hakikatnya merupakan kelanjutan dari paham inklusivisme dan pluralisme agama. Jika pada inklusivisme, integritas agama tertentu masih dipertahankan sekalipun ada pengakuan kebenaran pada yang lain, maka multikulturalisme dalam makna ini bergerak lebih jauh lagi: memungkinkan berbagi agama dengan yang lain. Dalam ide ini terkandung muatan sinkretisme agama. Bahkan, bukan tidak mungkin, memunculkan agama baru bernama multikulturalisme. Kedua, kekeliruan memahami agama Islam. Konsep multikulturalisme mendudukan Islam sebagai agama yang sama dan sederajat dengan agama yang lain. Padahal Islam sebagai agama (ad-din) berbeda dengan agama-agama yang ada di dunia ini. Islam adalah satu-satunya agama wahyu yang sampai sekarang orisinalitasnya terjaga. Dalam istilah Prof. Naquib al-Attas: “Islam is the only genuine revealed religion.” (al-Attas, Prolegomena to the Metaphysic of Islam) Islam bukan agama budaya dan bukan agama yang dihasilkan oleh proses evolusi budaya. Demikian pula, sistem nilai dan sistem pemikiran Islam bukan semata berasal dari unsur-unsur budaya dan folosofis yang dibantu sains, tetapi berasal dari sumbernya yang asli yaitu wahyu, dikonfirmasi oleh agama serta didukung oleh akal dan intuisi. Islam sebagai agama final dan matang dari sejak diturunkannya, tidak mengenal adanya proses penyempurnaan. Islam berbeda dengan agama-agama lainnya -terutama agama bumi- di dunia ini yang lahir dari sebuah evolusi. Sehingga, ketentuan-ketentuan yang sudah diatur oleh Allah dan Rasul-Nya adalah ketentuan final sebagai syari‟at hidup manusia menjalani penghambaan dan pengabdiannya kepada sang Khaliq. Sebagaimana tercantum dalam surat Al-Maidah (5) ayat 3. Sementara agama lain, hanyalah berupa pengalaman spiritual seseorang atau sekelompok orang dalam mencari sisi-sisi transenden untuk melengkapi kekosongan nilai spiritual yang ada dalam dirinya. Islam juga bukan agama sejarah (historical religion). Islam adalah agama yang mengatasi dan melintasi waktu karena sistem nilai yang dikandungnya adalah mutlak. Kebenaran nilai Islam bukan hanya untuk masa dahulu, namun juga sekarang dan akan datang. Nilai-nilai yang terdapat dalam Islam berlaku sepanjang masa. Islam memiliki pandangan-alam mutlaknya sendiri yang berbeda dengan agama lain. Pandangan-alam (worldview) ini meliputi persoalan ketuhanan, kenabian, kebenaran, alam semesta, dan lain sebagainya.
  • 9. 8 Ketiga, kekeliruan memahami konsep-konsep penting dalam agama. Pemahaman keliru ini berimbas pada sikap yang tidak tepat dalam mengatasi berbagai problema di masyarakat terkait kehidupan beragama. Konsep-konsep yang dipahami keliru itu seperti konsep Tuhan, konsep Wahyu (al-Qur‟an dan al-Hadits), konsep truth claim (klaim kebenaran agama), toleransi, agama sama dengan budaya, kalimatun sawa, dakwah Islamiyah, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, dalam pemahaman multikulturalisme, klaim kebenaran (truth claim) tidak boleh lagi digaungkan. Mereka beralasan bahwa klaim kebenaran merupakan puncak dari semangat egosentrisme, etnosentrisme, dan chauvinisme. Klaim kebenaran bagi paham ini dianggap sebagai kelainan jiwa yang disebut narsisme (sikap membanggakan dan mengunggulkan diri). Sikap klaim kebenaran inilah yang menurut kalangan penggagas pendidikan multikulturalisme ini yang akan menghasilkan friksi di masyarakat dan menimbulkan konflik.3 Padahal dalam Islam, mengakui dan meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan mempersaksikan keyakinan tersebut dihadapan Allah SWT juga di hadapan manusia lainnya adalah keniscayaan yang harus dilakukan. Selain sebagai bagian dari deklarasi kemusliman serta kesiapan untuk tunduk dan patuh, persaksian tersebut menjadi media dakwah pada manusia yang lain untuk sama-sama beriman dan berislam. Islam mengajarkan prinsip hidup toleran tanpa harus meniadakan kebenaran prinsip yang dipegang. Toleransi dalam Islam bukan berarti sepakat, setuju, membenarkan ajaran agama lain, melainkan menghormati pemeluk dan ajaran agama lain sesuai proporsinya. Proses saling menghargai dan menghormati ini dilakukan sambil menegakkan prinsip ajaran agama, nilai-nilai agama, dan kewajiban berdakwah dalam bingkai-bingkai yang dianjurkan oleh agama itu sendiri. Keempat, kekeliruan memahami budaya dan kesederajatan. Konsep multikulturalisme tidak dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman suku bangsa atau kebudayaan yang menjadi ciri masyarakat majemuk (plural society). Karena multikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan.4 Pemahaman seperti ini mengharuskan masing-masing budaya manusia atau kelompok etnis diposisikan sejajar dan setara. Tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih dominan. Karena semua kebudayaan pada dasarnya mempunyai kearifan tradisional yang berbeda-beda. Kearifan-kearifan (baca: ajaran, nilai-nilai, kandungan, 3 Chairul Mahfudz, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008), hal.9 4 Ibid. 95
  • 10. 9 dan lain-lain) tersebut tidak dapat dinilai sebagai positif-negatif dan tidak dapat dijelaskan melalui kacamata kebudayaan yang lain. Hal ini disebabkan oleh sudut pandang dan akar baik-buruk dari setiap kebudayaan mempunyai volume yang berbeda pula. Budaya versi kalangan ini tidak terbatas dalam bidang seni, tetapi mencakup segala hal yang menjadi proses dan produk sebuah komunitas, meliputi agama, ideologi, sistem hukum, sistem pembangunan, dan sebagainya. Kalangan multikulturalis memaknai budaya secara luas, bahkan termasuk agama di dalamnya. Maka, agama Islam, Kristen, hindu, budha, jawa, sunda, batak, kapitalisme, sosialisme, dan berbagai produk komunitas lainnya adalah budaya dan posisinya sejajar dan sederajat. Islam tidak dapat menyalahkan agama lain, tidak dapat menilai baik atau buruk agama lain karena posisinya sama. Begitu pula, Islam tidak boleh mengklaim sebagai satu-satunya agama yang benar disisi Tuhan karena hal demikian akan mencenderai semangat toleransi dalam bingkai multikulturalisme. Paham ini tidak membedakan antara budaya baik dan budaya buruk karena semuanya dalam bingkai kesederajatan. Sementara agama Islam tidaklah demikian. Islam memandang tinggi budaya baik dan memandang rendah budaya buruk. Jadi dalam Islam, persoalan budaya pun tetap dibingkai oleh nilai-nilai Ilahi yang sifatnya mutlak dan harus jadi pedoman untuk menakar kualitas budaya individu maupun kelompok. Bahaya lebih jauh adalah persepsi bahwa budaya bukanlah suatu kemutlakan yang harus dipertahankan, termasuk agama di dalamnya. Budaya dipahami sebagai sebuah gerak (move) kreatifitas masyarakat yang dibangun oleh gerakan prinsip- prinsip yang berbeda yang kemudian membentuk sebuah kesepakatan bersama tentang nilai, pandangan, dan sikap masyarakat (reinventing). Dalam arti, budaya tumbuh dan berkembang seiring dengan berkembangnya masyarakat itu sendiri yang tentunya dipengaruhi oleh faktor ekstern yang mengelilingi kehidupannya.5 Jika pemahaman ini diaplikasikan, maka yang terjadi adalah agama dan nilai- nilai yang terkandung didalamnya bukanlah sesuatu yang mutlak dan final. Nilai-nilai atau kandungannya akan dan harus selalu berevolusi seiring sejalan dengan evolusi masyarakat yang berbeda dari waktu ke waktu. Jika demikian yang terjadi, sendi-sendi ajaran agama khususnya Islam lambat laun akan hilang dan punah. Terganti oleh nilai- 5 Ibid, 205
  • 11. 10 nilai kreatif buatan manusia yang justeru akan membahayakan eksistensi kemanusiaannya itu sendiri dan eksistensi kehidupan secara keseluruhan. Kelima, agenda buruk globalisasi. Pendidikan multikulturalisme dalam ranah agama patut diduga merupakan agen taktis untuk memuluskan penjajahan nilai-nilai sekular-liberal di era globalisasi. Nilai-nilai sekular-liberal dapat mengikis dan menghancurkan pemikiran dan keimanan umat Islam. Globalisasi bukan hanya melahirkan penjajahan ekonomi tetapi juga penjajahan pemikiran, budaya, nilai dan tradisi. Lebih jauh lagi, gagasan multikulturalisme ini dengan tegas menyatakan bahwa negara sekuler-liberal merupakan jawaban atas keberagaman agama seperti yang terdapat di Indonesia. Yang demikian karena menurut mereka negara sekular-liberal posisinya netral dan mampu memberikan equal opportunity kepada keanekaragaman agama. Pendidikan multikulturalisme dalam ranah agama dapat mengikis keyakinan beragama umat Islam yang benar yang bersumber dari al-Qur‟an dan as-Sunnah. Keyakinan tersebut diubah dengan pemahaman keagamaan yang semata-mata rasional, memenuhi dimensi sosiologis dan antropologis manusia semata. Maka, ketika proses ini berhasil dijalankan, akan memudahkan kalangan sekular-liberal untuk melanjutkan cengkraman penjajahan peradabannya kepada negeri-negeri Muslim. Jika konsep pendidikan multikulturalisme seperti hasil temuan penulis yang diutarakan di atas, maka pendidikan ini akan sangat berbahaya pagi siswa didik muslim. Dengan paham semacam ini, peserta didik dijauhkan dari tujuan pendidikan itu sendiri. Pendidikan agama Islam sejatinya adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertaqwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur‟an dan al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran latihan, serta penggunaan pengalaman.6 Pendidikan agama dalam Islam adalah pendidikan agama yang berbasis tauhidullah dilandasi oleh semangat beribadah dan semangat dakwah dalam setiap dimensi kehidupan manusia. Dalam Islam, seluruh perbuatan manusia termasuk pendidikan, dibingkai oleh motivasi penyerahan total dirinya sebagai hamba Allah dan 6 Ramayulis dan Syamsu Nizar, Filsafat Pendidikan Islam : Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta : Kalam Mulia, 2009), hal. 21
  • 12. 11 khalifatullah. Inilah hakikat pendidikan dalam pandangan alam Islami yang perlu diejawantahkan dalam dunia pendidikan dewasa ini. Secara konseptual dan fakta sejarah, Tauhid Islam senantiasa sinergi dengan kerukunan. Karena itu – berbeda dengan kondisi di dunia Barat – wacana multikulturalisme tidak menduduki tempat penting. Maka, seyogyanya, para cendekiawan Muslim tidak mudah hanyut dalam gegap gempita paham-paham baru yang dapat berdampak negatif pada pemahaman Islam yang benar.
  • 13. 12 BAB III A. KESIMPULAN Multikulturalisme adalah sebuah filosofi terkadang ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara. Pembumian wacana multikulturalisme pada ranah pendidikan formal (sekolah) dewasa ini semakin menggeliat. Maraknya gagasan multikulturalisme disertai dengan penyebaran isu pendahuluan: banyaknya peristiwa bentrokan dan konflik horizontal di tengah masyarakat. Berbagai pihak kemudian menyuarakan gagasan ini lebih keras dan diimplementasikan lebih dini dalam kurikulum pendidikan, Jika ditelisik lebih jauh, penanaman paham multikulturalisme – apalagi dalam ranah Pendidikan Agama Islam – sebenarnya belum didasari oleh kajian dan penelitian yang mendalam. Sebab, dalam perspektif Islam, paham multikulturalisme itu perlu ditelaah secara kritis.
  • 14. 13 DAFTAR PUSTAKA Naim, Ngainun dan Ahmad Sauqi. 2008. Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Mahfudz, Chairul. 2008. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Belajar Ridiawati, Mujiatun. 2008. Jurnal Islam: Multikulturalisme dalam Islam. Bandung: INSANIA Ramayulis dan Syamsul Nizar. 2009. Filsafat Pendidikan Islam : Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya. Jakarta : Kalam Mulia . 2005. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta : Quantum Teaching Suharto, Toto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media