Dokumen tersebut membahas mengenai kebijakan luar negeri Indonesia dalam menangani perdagangan manusia, termasuk kerja sama internasional dan hukum yang berlaku di Indonesia."
3. John P. Lovel (1970) dalam bukunya Foreign Policy in
Perspective: Strategy, Adaption, Decision Making
mengungkapkan bahwa suatu kebijakan luar negeri
bersumber pada struktur sistem internasional, persepsi elit,
strategi negara-bangsa lain dan kapabilitas dalam negeri
(Bahan Perkuliahan Prof. Yanyan M. Yani: Diplomasi dan
Politik Luar Negeri Indonesia).
Dari keempat faktor ini nantinya akan menentukan arah
dan strategi yang harus dijalankan oleh sebuah negara yaitu
:
Leadership Strategy (negara kuat yang berpengaruh
terhadap negara lemah)
Concordance strategy (negara lemah terhadap negara
kuat)
Accomodative strategy (strategi mengalah)
Confontative strategy (melawan secara terang-terangan)
4. Pada tataran internasional, Pemerintah Indonesia
telah meratifikasi kesepakatan-kesepakatan
internasional. Salah satunya, pengesahan Protokol
PBB untuk Mencegah, Menindak dan Menghukum
Perdagangan Orang. Lengkapnya, protokol ini
adalah Protocol to Prevent, Suppress and Punish
Trafficking in Persons, Especially Women and Children,
Supplementing the United Nations Convention Against
Transnational Organized Crime.
ada beberapa perundang-undangan yang diperkuat
akibat disetujukannya protokol ini. Yakni, UU No. 21
Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang, UU No. 23 Tahun 2003 tentang
Perlindungan Anak, dan UU No. 13 Tahun 2006
tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
5. Selain itu, Indonesia bertindak sebagai co-chair Bali Process pada tahun 2002. Bali
Process merupakan forum internasional yang memfasilitasi diskusi mengenai
perkembangan dan solusi atas praktek penyelundupan manusia; perdagangan
orang; serta kejahatan transnasional lainnya. Bali Process merupakan pertemuan
yang diselenggarakan untuk menjawab masalah penyelundupan orang,
perdagangan orang, serta tantangan-tantangan dalam migrasi ireguler di kawasan.
Pertemuan Bali Process VI diikuti 303 delegasi termasuk 16 menteri dari 54
negara. Pertemuan ini juga akan diikuti 12 negara pengamat dan 8 organisasi
internasional. Tercatat lebih dari 38 media baik media internasional maupun
nasional yang meliput pertemuan ini.
6. Selain yang telah disebutkan di atas, berikut adalah Pengaturan Hukum Internasional Mengenai
Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking) :
Ada empat perjanjian internasional pendahulu yang terkait dengan human trafficiking ini, yaitu :
Persetujuan Internasional tanggal 18 Mei 1904 untuk penghapusan perdagangan budak kulit
putih (International Agreement for the Suppression of White Slave Traffic). Dokumen ini
diamandemen dengan protokol PBB pada tanggal 3 Desember 1948.
Konvensi Internasinal tanggal 4 Mei 1910 untuk penghapusan perdagangan budak kulit
putih (International Convention for the Suppression of White Slave Traffic), diamandemen
dengan protokol tersebut di atas.
Konvensi Internasional tanggal 30 September 1921 untuk penghapusan perdagangan
perempuan dan anak (Convention of on the Suppression of Traffic in Women and
Children), diamandemen dengan protokol PBB tanggal 20 Oktober 1947.
Konvensi Internasional tanggal 22 Oktober 1933 untuk penghapusan perdagangan perempuan
dewasa (International Convention of the Suppression of the Traffic in Women of Full
Age), diamandemen dengan protokol PBB tersebut di atas.
7. Adapun larangan human trafficking secara internasional telah banyak instrumen yang
mengaturnya, terdapat berbagai instrumen internasional yang berkaitan dengan
masalah human trafficking. Instrumen – instrumen yang dimaksud yaitu antara lain :
Universal Declaratin of Human Rights ;
International Covenant on Civil and Political Rights;
International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights;
Convention on the Rights of the Child and its Relevant Optional Protocol;
Convention Concerning the Prohibiton and Immediate Action for the Elimination of
the Worst Forums of Child Labour ( ILO No. 182 );
Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women;
United Nations protokol to Suppress, Prevent, and Punish Trafficking in Against
Transnational Organized Crime;
SARC Convention on Combating Trafficking in Women and Children for Prostitusion.
8. Sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo yang dikenal dengan Nawa
Cita, pemberantasan kejahatan perdagangan manusia harus menjadi
perhatian (concern) semua pihak. Presiden Joko Widodo telah menyatakan:
“menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan
memberikan rasa aman pada seluruh warga negara...”. Dalam hal ini,
Kementerian Luar Negeri menerjemahkannya dengan: “Meningkatkan
perlindungan terhadap warga negara dan badan hukum Indonesia”,
sebagaimana disampaikan oleh Menteri Luar Negeri dalam Pernyataan
Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM) Tahun 2015.
Sumber : (http://www.kemlu.go.id/).
Perdagangan manusia bukanlah sebuah permasalahan biasa dan telah
menjadi perhatian nasional dan Internasional. Selain itu, perlu diingat
bahwa manusia bukanlah benda yang dapat diperjualbelikan dan menjadi
komoditas terlepas dari kebutuhan manusia untuk mendapatkan
penghidupan yang layak.
9.
10. Menurut Prof. Denny Indrayana, SH., LL.M., Ph.D., ketika menjadi pembicara
kunci dalam International Symposium “Combating Human Trafficking” di Bale
Sawala, Gedung Rektorat Unpad Jatinangor “Upaya memerangi perdagangan
manusia ini harus melibatkan banyak pihak, termasuk pemerintah, buruh migran
itu sendiri, para penegak hukum, masyarakat sipil, media, serta negara transit dan
negara tujuan migran. Lebih lanjut Prof. Denny juga mengingatkan bahwa
permasalahan perdagangan manusia ini cukup kompleks. Oleh karena itu perlu
perjuangan yang sungguh-sungguh dari semua elemen bangsa dalam
mengatasinya. “Keep on Fighting for the Better Indonesia, Keep on Fighting for the
better World, the World without Human Trafficking,” tutupnya.
11. Mengenai kejahatan transnasional khususnya tentang perdagangan manusia yang
terjadi, dapat kita lihat dan perhatikan bahwa akar mula kasusnya adalah dari
jumlah TKI yang bekerja di luar negeri. Karena hal itu maka Indonesia
menggunakan accommodation strategy atau strategi mengalah.
Dengan adanya pengakuan negara B terhadap superirotas kapabilitas negara A,
maka diharapkan negara B akan mencoba untuk membuat strategi penyesuaian-
penyesuaian (accommodation strategy) untuk menghindari konflik, meskipun ada
kemungkinan di waktu depan negara B akan menerapkan strategi konfrontasi
(confrontation strategy) ketika kapabilitas negara B meningkat
Sumber : Yanyan Mochammad Yani, Drs., MAIR., Ph. D. “Perspektif-Perspektif
Politik Luar Negeri: Teori dan Praksis”. Dalam ceramah Sistem Politik Luar
Negeri, 16. SESKO TNI-AU, 2010).
12. Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop dan Menteri Imigrasi dan Perlindungan
Perbatasan Australia Peter Dutton menerapkan strategi khusus untuk memerangi
maraknya perdagangan manusia.
Ada sejumlah poin dalam strategi memberantas perdagangan manusia yang disusun
pemerintah Australia pada masa tugas Perdana Menteri Malcolm Turnbull. Salah
satunya, Australia fokus pada kerja sama dengan negara-negara Asia Tenggara. Hal ini
sebagai deteksi, juga untuk mencegah praktek perdagangan manusia". Bishop juga
mengatakan Australia terbuka soal informasi dan kerja sama intelijen. "Kami terus
membangun kapasitas hukum, dan penegakannya di program peradilan pidana
Australia” serta Australia akan mempererat kerja sama dengan lembaga multinasional
yang berkaitan langsung dengan perdagangan dan perbudakan manusia.
"Negara-negara bisa bekerja lebih efektif dengan sejumlah organisasi, seperti United
Nation Office on Drugs and Crime (UNODC), United Nation High Commissioners for
Refugees (UNHCR), International Organization for Migration (IOM), dan International
Labour Organization (ILO)."
13. Kondisi geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan membuat Indonesia banyak memiliki
perbatasan baik darat maupun laut. Hal ini tentu memiliki dampak positif dan negatifnya.
Melihat kondisi geografis seperti ini, Indonesia harus menyiapkan dan mengeluarkan segala
upaya untuk melindungi warga negara dari berbagai kejahatan lebih khusus transnasional crime.
salah satunya perdagangan manusia yang merupakan persoalan yang tidak kunjung usai.
Indnesia sebagai negara pengirim, transit dan tujuan industri perdagangan manusia harus
bersikap tegas dalam pengambilan kebijakan dan gencar dalam melakukan kerjasama dalam
menangani kasus perdagangan manusia ini.
Kejahatan yang melintasi batas negara memberikan ancaman bagi stabilitas suatu negara,
kawasan bahkan sistem internasional. Salah satunya, muncul kejahatan transnasional karena
kedekatan geografis sebuah wilayah negara. Hal inilah yang sedang dialami Indonesia, dimana
kejahatan transnasional telah mengancam pembangunan kehidupan sosial negara ini. Dengan
maraknya serangkaian kejahatan transnasional yang terjadi dan melewati batas wilayah
Indonesia seperti perdagangan manusia yang terjadi tidak serta merta sebuah negara mampu
menanganinya sendiri karena kejahatan seperti ini melibatkan lebih dari satu negara yang
memiliki regulasi dan aturan yang berbeda-beda dalam menangani kasus ini. Sehingga, butuh
kerjasama yang efektif guna menanggulangi kejahatan transnasional, seperti kerjasama bilateral
yang merupakan scope paling kecil terjadinya kejahatan transnasional.
14. Ada beberapa Hukum yang terkait dengan human trafficking di Indonesia, di
antaranya:
Undang–Undang Dasar RI 1945
Tap MPR XVII Tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
Undang–Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Undang–Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Konvensi Hak Anak
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang–Undang Hukum
Pidana (KUHP)
Undang–Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang (Human Trafficking)
Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdangangan
Orang (Human Trafficking) Perempuan dan Anak