SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 6
Downloaden Sie, um offline zu lesen
Karakterisasi Geokimia Tailing Tambang Emas terkait Metode Penempatan Tailing
pada Tailing Storage Facility
Prof. Dr. Ir. Rudy Sayoga Gautama1
, Ahmad Ashari2
1
Dosen Program Studi Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung, Indonesia
2
Mahasiswa Program Studi Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung, Indonesia
ABSTRAK
Proses pengolahan bijih emas menghasilkan tailing yang berpotensi menimbulkan air asam tambang (AAT), karena mineral
pembawa emas umumnya berasosiasi dengan mineral sulfida. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik geokimia
tailing berhubungan dengan proses pengolahan bijih dan metode penempatan tailing yang digunakan pada tailing storage facility
(TSF). Sampel tailing yang diperoleh dari dua daerah berbeda pada TSF menunjukkan karakteristik yang berbeda. Hal ini disebabkan
oleh metode penempatan tailing pada TSF yang memisahkan air dan material padatan tailing sehingga material padatan terekspos ke
udara dan menunjukkan potensi untuk menghasilkan asam dalam jumlah besar (Potential Acid Forming-PAF). Sampel tailing dari
daerah inlet TSF tidak berpotensi asam (Non Acid Forming-NAF) karena dipengaruhi oleh kandungan kapur pada air yang berasal
dari proses pengolahan. Berdasarkan hal tersebut, metode penempatan tailing yang sesuai ialah subaqueous, dengan menempatkan
material tailing secara permanen di bawah air. Hal ini sesuai dengan hasil uji kinetik yang menunjukkan bahwa metode tersebut dapat
membatasi laju oksidasi dan menghasilkan pH air lindian yang lebih mendekati netral, serta menurunkan konsentrasi padatan terlarut
(Total Dissolved Solid-TDS) dan logam-logam berat.
Kata kunci: tailing, air asam tambang, karakteristik geokimia, tailing storage facility, proses pengolahan bijih, metode penempatan
tailing
ABSTRACT
Gold processing produces tailing that potentially forms Acid Mine Drainage (AMD), as gold are generally associated with
sulfide minerals. The objective of this research is to identify tailing’s geochemical characteristics related to ore processing and
tailing disposal method at tailing storage facility (TSF). Tailing sampled from two different points at TSF give different
characteristics, due to different water contents that affect oxidation rates of sulfide minerals in tailing. Tailing sample from inlet area
of TSF classified as non-acid forming (NAF) material, indicated by high lime content remaining from ore processing. Based on that
result, subaqueous is chosen a suitable method for tailing disposal. This method agrees with result of kinetic test and assumes to limit
oxidation rate and maintain leachate-pH near neutral, also to decrease total dissolved solids (TDS) and heavy metals concentration.
Keywords: tailing, acid mine drainage, geochemical characteristics, tailing storage facility, ore processing, tailing’s disposal method
1. Pendahuluan
Proses pengolahan bijih merupakan salah satu kegiatan
dalam industri pertambangan yang mengolah bijih dan
menghasilkan konsentrat serta material sisa berupa tailing.
Tailing berpotensi untuk menimbulkan dampak negatif pada
lingkungan, salah satunya ialah air asam tambang (AAT).
Proses pembentukan AAT terjadi karena adanya interaksi
antara mineral sulfida dan oksigen melalui reaksi oksidasi
yang menghasilkan sejumlah mol ion H+
, diiringi oleh
turunnya nilai pH larutan. Pada kondisi pH yang rendah
(asam), logam-logam berat mengalami kelarutan yang tinggi.
Hal ini dapat mengkontaminasi badan air ataupun sumber air
tanah, sehingga berbahaya bagi ekosistem sekitar. Oleh sebab
itu, karakteristik geokimia tailing menjadi salah satu
parameter penting yang diperlukan untuk perancangan
fasilitas penempatan tailing (tailing storage facility-TSF).
Berhubungan dengan hal tersebut, penelitian dilakukan
pada tailing yang berasal dari tambang emas. Penelitian
ditujukan untuk mengidentifikasi karakteristik geokimia
tailing dalam kaitannya dengan proses penempatan tailing.
Karakteristik geokimia ini diperlukan untuk mengetahui
potensi keasaman maupun penetralan yang dimiliki oleh
tailing. Apabila karakteristik geokimia tailing diketahui,
dapat diberikan rekomendasi metode penempatan tailing
yang sesuai untuk tailing tambang emas tersebut.
2. Kondisi Umum Lapangan
Tambang emas berlokasi di Kabupaten Katingan,
Provinsi Kalimantan Tengah, sekitar 5,6 km dari desa Mirah.
Tipe endapan ialah epitermal sulfidasi rendah (epithermal low
sulfidation) dengan bentuk endapan didominasi oleh urat
kuarsa (quartz vein). Batuan induk (host rock) pada urat bijih
ialah batuan tuff (tuffaceous), sementara batuan samping (wall
rock) adalah adularia. Urat kuarsa didominasi mineral kuarsa
(SiO2) yang berasosiasi dengan mineral pirit (FeS2). Mineral
ikutan (gangue minerals) terdiri atas, mineral illite
{(K,H3O)(Al,Mg,Fe)2(Si,Al)4O10[(OH)2,(H2O)]} yang
berasosiasi dengan mineral ankerite {Ca(Fe,Mg,Mn)(CO3)2},
chlorite {(Mg,Fe,Li)6AlSi3O10(OH)8}, dan kaolinite
{Al2Si2O5(OH)4}; serta mineral hematite (Fe2O3) yang
berasosiasi dengan mineral chlorite dan calcite (CaCO3).
Penambangan emas dilakukan dengan operasi
penambangan terbuka (open pit mine). Bijih dari tambang
diproses pada pabrik pengolahan yang berkapasitas total
700.000 ton per tahun. Bijih diangkut menggunakan Front
End Loader (FEL) dari stockpile menuju pabrik dan diperkecil
ukurannya hinggal 80% lolos ukuran 110 mm menggunakan
jaw crusher. Dilanjutkan dengan penambahan kapur (lime)
dan air saat proses Semi-Autogenous Grinding (SAG) mill
yang menghaluskan bijih hingga 80% lolos ukuran 75 mikron
(200 mesh) hingga berbentuk lumpur (slurry). Setelah
melewati beberapa unit hydrocyclone proses pelindian
(leaching) dilakukan dengan menambahkan larutan sodium
cyanide (NaCN). Emas yang telah terlindi diikat oleh karbon
aktif melalui proses Carbon in Leach (CIL) dan diteruskan
untuk proses elusi karbon, electrowinning, hingga smelting
dan menjadi produk bullion.
Disisi lain, lumpur sisa proses pelindian diteruskan ke
sirkuit cyanide recovery untuk memperoleh kembali siandia
yang terdapat dalam lumpur dengan menambahkan resin.
Selanjutnya lumpur akan dibuang sebagai tailing dengan pipa
menuju Tailing Storage Facility (TSF). Pembuangan tailing
dilakukan dengan menerapkan metode subaerial, material
padatan akan mengendap pada daerah dekat discharge point
dan terus melandai hingga daerah kolam supernatant, tempat
tujuan aliran air. Pemisahan dilakukan karena sekitar 60% air
dari TSF akan digunakan kembali untuk proses pengolahan.
Metode ini menyebabkan terbentuknya pantai (beach),
sehingga material tailing terpapar ke udara dan terjadinya
proses oksidasi terhadap mineral-mineral yang terkandung
didalamnya. Tailing yang mengandung mineral sulfida akan
memproduksi asam dan dapat menimbulkan air asam tambang
(AAT).
Lokasi tambang emas dekat dengan daerah katulistiwa,
sekitar 1-2ᵒ LS, dengan curah hujan rata-rata sebesar 3.600
mm per tahun. Tingkat penguapan yang tercatat sebesar 750
mm per tahun. Kelebihan air jarang terjadi oleh sebab
pemanfaatan kembali air untuk proses pengolahan. Namun,
kolam pengendapan (settling pond) tetap disediakan untuk
mengatasi total padatan yang tersuspensi (total suspended
solid-TSS) dan apabila terjadi masalah kelebihan air. Air ini
akan dibuang menuju badan air yang berada di sekitar lokasi
tambang antara lain, sungai Bakam dan sungai Kalanaman,
yang merupakan dua anak sungai Katingan.
3. Material dan Metode Penelitian
3.1. Deskripsi Sampel
Sampel merupakan material tailing yang berasal dari
tambang emas dan diperoleh dari dua daerah berbeda
padaTSF. Sampel A diperoleh dari daerah inlet (upstream)
TSF dengan kondisi masih “fresh” dari pabrik pengolahan,
yakni berbentuk slurry dengan dominasi butir berupa material
lanau (silt) dan berwarna coklat kemerahan. Sampel B
diperoleh dari daerah outlet (downstream) TSF dengan
kondisi berbentuk pasiran dan berwarna abu-abu kekuningan
seperti pasir pantai.
Gambar 1. Kondisi awal sampel A dan B
3.2. Uji Sifat Fisik
Uji sifat fisik yang dilakukan seperti uji specific gravity,
uji batas-batas Atterberg (Atterberg limits), dan analisis
ukuran butir (grain size analysis) yang ditujukan untuk
mengetahui sifat fisik sampel secara umum. Uji specific
gravity dilakukan dengan memakai alat picnometer untuk
membandingkan massa dari sampel dengan volume air. Uji
Atterberg limits dilakukan untuk mencari batas cair (liquid
limit) dan batas plastis (plastic limit) untuk mengetahui
konsistensi tanah. Sementara analisis ukuran butir dilakukan
dengan dua cara, yaitu uji ayak (sieving) dan uji pengendapan
(settling). Uji ayak dilakukan dengan mengayak sampel
tailing yang telah dikeringkan selama 24 jam dengan
menggunakan ayakan berukuran 4, 10, 18, 35, 60, 100, dan
200 mesh. Uji ini ditujukan untuk mengetahui sebaran butir
yang berukuran lebih besar. Sebaliknya uji pengendapan
bertujuan untuk mengetahui ukuran butir yang lebih kecil,
seperti lanau (silt) dan lempung (clay). Uji pengendapan
menggunakan alat hydrometer yang didasarkan pada prinsip
Stoke (Stoke’s law), bahwa kecepatan pengendapan butiran
partikel dalam fluida dengan viskositas cukup tinggi
dipengaruhi oleh diameter ukuran butir dan berat jenis dalam
suspensi dan fluida.
3.3. Uji XRD dan XRF
Uji X-Ray Diffraction (XRD) dan X-Ray Fluorescence
(XRF) didasarkan pada hukum Bragg, yang merupakan
hubungan antara panjang gelombang (λ), jarak antar kisi (d),
dan sudut difraksi (θ).
n λ = 2 d sin θ (1)
Kedua uji tersebut memanfaatkan radiasi gelombang
elektromagnetik dari sinar-X yang dipancarkan kepada
material sampel, sehingga dihasilkan emisi elektron yang
kemudian tercatat dalam bentuk grafik gelombang dengan
puncak-puncak tertentu.
Uji XRD memberikan hasil berupa kandungan mineral-
mineral yang terdapat dalam sampel. Namun tidak dapat
memberikan persentase tiap mineral. Sedangkan uji XRF
memberikan hasil yang lebih kuantitatif, yakni komposisi
unsur-unsur yang terdapat dalam sampel, baik unsur-unsur
utama maupun unsur-unsur yang terdapat dalam jumlah
sedikit (trace element).
3.4. Uji Statik
Uji statik dilakukan pada skala laboratorium untuk
mengetahui karakteristik geokimia sampel. Beberapa uji yang
umum dilakukan, antara lain pH pasta, total sulfur, Acid
Neutralizing Capacity (ANC), dan Net Acid Generation
(NAG). Uji pH pasta dilakukan dengan cara mencampurkan
air destilat dengan sampel sehingga berbentuk pasta. pH pasta
ditujukan untuk mengetahui kondisi yang telah dialami
sampel.
Total sulfur dihitung berdasarkan jumlah BaSO4 yang
dihasilkan dari uji tersebut. Dalam hal ini, nilai total sulfur
yang didapat merupakan banyaknya sulfur yang bereaksi.
Berbeda dengan hasil uji XRF, dimana sulfur dari uji tersebut
tidak direaksikan melainkan hanya pembacaan terhadap
permukaan sampel.
ANC dilakukan dengan cara menambahkan HCl ke
dalam sampel dan dititrasi dengan menggunakan NaOH. Hal
ini bertujuan untuk mendapatkan jumlah asam dari sampel
yang telah dikonsumsi. Sementara NAG bertujuan untuk
mengevaluasi pembangkitan asam sulfur pada sulfida. Uji
NAG menggunakan hidrogen peroksida (H2O2) untuk
mempercepat reaksi oksidasi sulfida.
Perhitungan asam-basa (Acid-Base Accounting - ABA)
dapat dilakukan dengan menentukan beberapa komponen,
antara lain potensi keasaman maksimum (Maximum Potential
Acidity - MPA) yang didapat dengan mengkonversi persentase
total sulfur, potensi pembentukan asam neto (Net Acid
Producing Potential - NAPP) yang merupakan selisih antara
MPA dan ANC, dan rasio potensi penetralan (Neutralizing
Potential Ratio - NPR) dengan cara membandingkan nilai
ANC dan MPA.
3.5. Uji Kinetik
Uji kinetik dilakukan pada skala laboratorium dengan
menerapkan metode Free Draining Column Leach (FDCL).
Prinsipnya ialah dengan melakukan siklus kering dan basah
secara bergantian. Siklus kering merupakan penerapan panas
dengan memakai lampu pijar yang bertujuan agar sampel
mengalami proses oksidasi. Siklus basah dilakukan dengan
menyiram sampel dengan air destilat untuk melindi hasil
oksidasi. Selanjutnya kualitas air lindian (leachate) tiap
sampel diuji. Beberapa parameter diuji secara fisik
menggunakan alat multimeter, antara lain pH, Oxidation-
Reduction Potential (ORP), Electric Conductivity (EC), Total
Dissolved Solid (TDS), dan temperatur. Sedangkan beberapa
parameter seperti alkalinitas, asiditas, ion sulfat (SO42-), ion
bikarbonat (HCO3-), besi, dan beberapa logam berat (heavy
metals) sesuai KEPMEN LH No.202 Th. 2004, diukur secara
kimiawi.
Uji kinetik dilakukan selama kurang lebih 20 minggu
dengan melakukan beberapa pergantian siklus, yaitu siklus
dua kali seminggu, mingguan, dua mingguan, dan bulanan.
Pergantian siklus bertujuan untuk mengetahui perilaku sampel
ketika waktu oksidasi berlangsung lebih lama. Uji ini
membuat dua kondisi bagi tiap sampel, antara lain kondisi
submerged dan exposed. Kondisi ini dibuat untuk mengetahui
cara penempatan tailing yang sesuai, yakni dengan metode
subaerial ataukah subaqueous.
4. Hasil dan Pembahasan
4.1. Karakteristik Geokimia Tailing
Merujuk pada penelitian Steffen, Robertson dan Kirsten,
nilai pH dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik
geokimia sampel. Sampel yang tidak berpotensi menimbulkan
asam memiliki nilai pH > 5, sebaliknya sampel akan
menghasilkan asam jika nilai pH < 5. Sampel A memiliki pH
pasta yang bersifat basa seperti ditunjukkan oleh Tabel 1.
Sebaliknya nilai pH pasta sampel B dibawah tiga yang
menunjukkan bahwa sampel ini bersifat asam. Berdasarkan
hal tersebut sampel A merupakan material yang tidak
berpotensi menghasilkan asam, sedangkan sampel B
berpotensi menimbulkan asam.
Tabel 1. Data hasil uji statik
Kode Sampel A Sampel B
Total Sulfur % 0,17 1,68
MPA
Kg
H2SO4/ton
0,05 0,51
ANC
Kg
H2SO4/ton
16,8±0,019 0,1±0,019
NAPP
Kg
H2SO4/ton
-16,75 0,41
NPR - 322,9 0,19
NAG pH S.U. 6,38±0,016 2,82±0,016
NAG (Kg
H2SO4/ton)
pH 4,5 <0,1±0,03 27±0,03
pH 7,0 3,5±0,019 34±0,019
pH pasta
(1:5)
S.U. 9,47 2,7
Secara teoritis, potensi asam terjadi jika nilai NAPP > 0
dan NPR < 1 (GARD Guide, 2010). Tabel di atas
menunjukkan bahwa sampel A memiliki NAPP yang negatif
(NAPP < 0) dan nilai NPR yang sangat besar dibandingkan
dengan sampel B yang memiliki NPR sangat kecil dan nilai
NAPP yang cenderung positif. Hal tersebut menyatakan
bahwa sampel A memiliki potensi penyangga asam yang besar
sehingga diklasifikasikan sebagai material NAF. Price et al.
(1997) menambahkan bahwa sampel dengan persentase total
sulfur di bawah 0,3% dan pH pasta > 5,5 tidak berpotensi
menimbulkan asam. Sebaliknya, bila total sulfur > 0,3% dan
pH pasta < 5,5 maka sampel tersebut berpotensi membentuk
asam seperti hasil yang ditunjukkan pada sampel B.
Selain itu, hasil ABA dapat disandingkan dengan hasil
uji NAG. Salah satunya ialah klasifikasi berdasarkan NAPP
dan pH NAG yang diberikan oleh Smart et al. (2002) seperti
diilustrasikan oleh Gambar 2. Nilai NAPP yang positif
didukung dengan pH NAG yang berada di bawah 4,5 maka
sampel akan dikategorikan ke dalam material PAF. Apabila
sebaliknya sampel dikategorikan sebagai material NAF.
Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan kedua sampel
tailing tersebut memiliki karakteristik geokimia yang berbeda.
Sampel A sebagai material NAF, yakni material yang tidak
berpotensi menghasilkan asam, sedangkan sampel B sebagai
material PAF dengan kapasitas yang besar.
Gambar 2. Klasifikasi geokimia berdasarkan NAPP dan pH
NAG (Smart et al., 2002)
4.2. Verifikasi Karakteristik Geokimia Tailing
Verifikasi terhadap karakteristik geokimia tersebut
dilakukan berdasarkan hasil uji kinetik dan mineralogi sampel.
Sesuai dengan penelitian Salmawati (2012) pada sampel ore
dan waste dari tambang emas-tembaga porfiri, sampel dengan
nilai pH < 4,5 dan konsentrasi TDS > 800 ppm memiliki
karakteristik geokimia sebagai material PAF berkapasitas
besar (PAF KB). Pernyataan ini memperkuat bahwa sampel B
merupakan material PAF KB. Gambar 3 di bawah ini
menunjukkan bahwa sampel B memiliki nilai pH dibawah
empat yang relatif stabil dan konsentrasi TDS yang sangat
besar (TDS > 1000 ppm). Kondisi sebaliknya, nilai pH yang
berada di atas netral dan konsentrasi TDS < 800 ppm
menyatakan bahwa sampel A tergolong sebagai material NAF.
Gambar 3. Grafik TDS vs pH
Mineralogi kedua sampel juga menunjukkan terdapat
perbedaan mineral-mineral yang terkandung dalam kedua
sampel tailing tersebut. Tabel 2 menunjukkan bahwa sampel
A mengandung banyak mineral alkali, seperti mineral siderite,
mineral karbonatan yang dapat menghasilkan ion karbonat
(CO3
2-
) dan bikarbonat (HCO3
-
), serta mineral illite dan
kaolinite, mineral aluminosilikat yang mengandung gugus
hidroksida (OH-
). Ketiga ion tersebut merupakan pemeran
utama alkalinitas di dalam leachate. Hal ini ditunjukkan oleh
konsentrasi bikarbonat pada sampel A sebesar 76 mg/L,
dengan konsentrasi alkalinitas mencapai 56 mg/L.
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
-20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20
pHNAG
NAPP (kg H2SO4/ton)
Sampel A
Sampel B
UC
UC PAF
NAF
0
2
4
6
8
10
12
1
10
100
1000
10000
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150
TDS(ppm)
Waktu Pengukuran (hari)
TDS Sampel A Exposed TDS Sampel B Exposed
pH Sampel A Exposed pH Sampel B Exposed
pH
Kondisi sebaliknya, sampel B mengandung beberapa
jenis mineral sulfida, antara lain mineral pyrite, cobaltite, dan
sphalerite. Hal ini ditandai dengan besarnya konsentrasi ion
sulfat (SO4
2-
) di dalam leachate, yaitu sekitar 2.500 mg/L,
dibandingkan dengan sampel A hanya sebesar 74 mg/L.
Akibatnya, asiditas leachate mencapai 1.666 mg/L dan
alkalinitasnya 0 mg/L.
Tabel 2. Kandungan mineral bijih dan sampel tailing
Bijih Quartz (SiO2), Kaolinite {Al2Si2O5(OH)4}, Illite
{(K,H3O)(Al,Mg,Fe)2(Si,Al)4O10[(OH)2,(H2O)]},
Pyrite (FeS2), Hematite (Fe2O3), Calcite
(CaCO3), Chlorite {(Mg,Fe,Li)6AlSi3O10(OH)8},
Ankerite {Ca(Fe,Mg,Mn)(CO3)2}
Sampel A Quartz (SiO2), Kaolinite {Al2Si2O5(OH)4}, Illite
{(K,H3O)(Al,Mg,Fe)2(Si,Al)4O10[(OH)2,(H2O)]},
Pyrite (FeS2), Sphalerite (ZnS), Magnetite
(Fe2+
Fe2
3+
O4), Siderite (FeCO3)
Sampel B Quartz (SiO2), Pyrite (FeS2), Sphalerite (ZnS),
Siderite (FeCO3), Cobaltite (CoAsS), Diopside
(MgCaSi2O6), Orthoclase (KAlSi3O8)
4.3. Penyebab Perbedaan Karakteristik Geokimia Tailing
Hal utama yang menyebabkan perbedaan karakteristik
geokimia kedua sampel tailing ialah metode penempatan
tailing yang digunakan. Disisi lain, sampel A sangat
dipengaruhi oleh proses pengolahan bijih. Hal ini dapat dilihat
dari kondisi sampel yang berbentuk slurry dan didominasi
oleh material berbutir halus (silt 59%) serta nilai pH yang
bersifat basa. Pada saat pengolahan dilakukan penambahan air
untuk membantu proses milling sehingga berbentuk slurry,
serta ditambahkan pula sejumlah kapur (lime) untuk
membantu proses pelindian (leaching). Tujuan utama
ditambahkannya kapur ialah untuk meningkatkan pH larutan
agar asam sianida (HCN) yang bersifat racun tidak terbentuk.
Selain itu proses pelindian menggunakan sodium sinaida
(NaCN) untuk melindi emas. Akan tetapi, sianida juga reaktif
terhadap beberapa logam cyanicides, seperti Cu2+
, Hg2+
, Zn2+
,
Fe2+
, Fe3+
, Cd2+
, dan Co2+
. Hal ini dapat menyebabkan
terbentuknya mineral-mineral sekunder (secondary minerals).
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa terdapat beberapa mineral
pada sampel A yang berbeda dengan mineral-mineral dalam
bijh. Mineral magnetite dan siderite merupakan mineral
sekunder yang terbentuk akbiat proses pengolahan tersebut.
Mineral magnetite mungkin terbentuk dari pemisahan ion besi
dari mineral hematite. Begitu pula mineral siderite yang dapat
pula menjadi perpaduan antara ion besi dari mineral hematite
dengan ion karbonat dari mineral calcite atau pula dari
mineral ankerite.
Pembentukan mineral sekunder juga terjadi setelah
penempatan tailing di TSF. Pemisahan air dengan material
padatan tailing menyebabkan terbentuknya pantai (beaching)
dan mengekspos material padatan, sehingga terjadi evaporasi
dan pelapukan (proses oksidasi). pH air pori dan konsentrasi
spesies larutan mengalami perubahan. Hal ini dapat
menimbulkan interaksi baru, sehingga kandungan mineral
primer akan menurun dan terjadi pengayaan mineral sekunder
(Petrunic et al., 2009). Mineral diopside dan orthoclase
merupakan mineral sekunder yang mungkin dapat terbentuk
dari mineral kaolinite dan illite berdasarkan komposisi
senyawa-senyawa tertentu, misalnya SiO2 dan Al2O3.
Sampel B memiliki pH yang rendah dan dominasi oleh
material sand 45% dan silt 49%. Hal ini merupakan efek dari
proses penempatan tailing. Material padatan yang terendap
merupakan material-material yang berukuran besar sedangkan
material-material yang berukuran halus akan terlarut ataupun
terbawa bersama air. Kapur merupakan material yang halus,
sehingga mudah terbawa bersama air. Karena itulah sampel B
menjadi lebih berpotensi menghasilkan asam.
4.4. Dampak terhadap Kualitas Air Lindian Tailing
Gambar 4 menunjukkan bahwa sampel A yang
didominasi material berukuran halus menghasilkan leachate
yang keruh, sedangkan sampel B tidak. Namun leachate
sampel B berwarna merah kecoklatan seperti warna teh. Hal
ini mengindikasikan kandungan logam terlarut yang tinggi,
khususnya besi.
Gambar 4. Air lindian sampel A dan B
Besarnya konsentrasi besi dalam leachate sampel B
ditunjukkan oleh Gambar 5 di bawah ini. Konsentrasi besi
pada sampel B sekitar 100 kali lipat dibandingkan dengan
sampel A. Hal ini sesuai dengan konsentrasi TDS yang besar
pula. Besi menjadi salah satu penyumbang besar bagi
konsentrasi TDS. Besarnya kelarutan TDS dipengaruhi oleh
nilai pH sampel B yang kecil (kondisi asam), yang
diindikasikan oleh konsentrasi ion sulfat dalam leachate.
Gambar 5. Pengaruh sulfat dan besi terhadap TDS
Kelarutan logam-logam berat pada sampel B juga lebih
besar daripada sampel A. Selain itu, beberapa logam berat
melebihi standar baku mutu KEPMEN LH No. 202 Tahun
2004, antara lain logam arsen (As) dan kadmium (Cd).
Gambar 6 menunjukkan bahwa terlewatnya batas baku muku
hanya terjadi pada sampel B. Hal ini sesuai dengan hasil uji
XRF, sampel B memiliki kandungan unsur As sebesar 512
ppm sementara pada sampel A hanya sebesar 180 ppm. Trend
kedua logam tersebut relatif stabil, kecuali logam kadmium
pada sampel B.
1
10
100
1000
10000
0.01
0.1
1
10
100
1000
10000
9 16 19 22 26 29 33 36 40 43 47 50 54
TDS(ppm)&SO4(mg/L)
Fe(mg/L)
Waktu Pengukuran (hari ke-)
Fe A Exposed Fe B Exposed TDS A Exposed
TDS B Exposed SO4 A Exposed SO4 B Exposed
Gambar 6. Konsentrasi logam arsen dan kadmium melebihi
standar baku mutu
4.5. Rekomendasi Penempatan Tailing
Proses penempatan tailing yang dilakukan berdampak
pada terjadinya perubahan karakteristik geokimia tailing. Oleh
sebab itu tailing sebaiknya ditempatkan pada TSF dengan
menggunakan metode subaqueous sebab kondisi submerged
menunjukkan beberapa keuntungan, antara lain leachate yang
dihasilkan memiliki nilai pH yang lebih mendekati netral.
Akibatnya konsentrasi TDS menjadi lebih kecil, dan dapat
menurunkan konsentrasi logam-logam berat hingga di bawah
ambang batas, serta menurunkan asiditas larutan. Hal tersebut
ditunjukkan oleh Gambar 7.
Pada gambar tersebut, nilai pH sampel A kondisi
submerged akan menjadi lebih kecil karena mineral-mineral
alkali didalamnya menjadi terbatasi oleh kehadiran air yang
menutupi permukaan sampel (water cover). Hal yang sama
terjadi pada sampel B kondisi submerged. Namun mineral-
mineral yang terbatasi ialah mineral sulfida, sehingga pH
cenderung lebih tinggi dibandingkan kondisi exposed. Hal ini
secara tidak langsung menyatakan bahwa water cover dapat
menurunkan laju oksidasi mineral sulfia.Hal ini digambarkan
dengan konsentrasi sulfat yang lebih kecil ditemukan pada
kondisi submerged. Dengan demikian, kelarutan logam-logam
menjadi menurun, sehingga konsentrasi logam-logam berat
berada di bawah ambang batasnya.
Vigneault et al. (2001) pada penelitiannya menggunakan
air sebagai penutup tailing dengan ketebalan air yang relatif
dangkal yaitu sebesar 0,3 m. Vigneault mengemukakan bahwa
sampel yang diberi perlakuan seperti ini menunjukkan laju
oksidasi hingga 2.000 kali lebih kecil daripada sampel yang
terekspos ke udara. Walaupun demikian, sifat water cover
hanya membatasi, sebab oksigen masih tetap dapat berdifusi
dan terlarut dalam air (dissolved oxygen-DO).
Gambar 7. Nilai pH, TDS, dan SO4
2-
pada tiap kondisi
Konsentrasi DO di dalam air menjadi faktor yang
berpengaruh terhadap laju oksidasi (Smith & Shumate, 1970
dalam Diana, 2013). Konsentrasi DO dipengaruhi oleh
temperatur dan salinitas. Kandungannya berkurang seiring
dengan meningkatnya temperatur dan salinitas. Konsentrasi
DO juga semakin besar apabila luas daerah permukaan
perairan yang terbuka dan tekanan atmosfer sekitar bertambah
(Willoughby, 1978; Reid, 1961; dan Welch, 1980). Kadar DO
dalam air nilainya relatif antara 6-14 ppm (Connel et al., 1995
dalam Ruyitno dkk., 2003). Tapi kenyataannya nilai DO
bervariasi sesuai dengan kedalaman air. Bertambahnya
kedalaman cenderung menurunkan konsentrasi DO. Konsep
ini diterapkan oleh Lishen Mine di Ireland untuk
menempatkan tailing secara subaqueous dengan kedalaman
air minimal 1,3 meter di atas permukaan tailing pada bulan
Juni dan satu meter pada bulan Oktober (EPA, 2000).
5. Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan
Tailing merupakan material sisa proses pengolahan yang
yang dapat berpotensi menimbulkan air asam tambang.
Karena itu karakteristik geokimia tailing sangat penting dalam
merencanakan dan merancang suatu TSF. Penelitian
menghasilkan bahwa adanya perbedaan karakteistik geokimia
sampel tailing yang diperoleh dari dua daerah berbeda pada
TSF. Sampel yang diperoleh dari daerah inlet TSF (upstream)
memiliki karakteristik sebagai material yang tidak berpotensi
dalam menghasilkan asam (NAF), sedangkan sampel yang
diperoleh dari daerah outlet TSF (downstream) merupakan
material yang berpotensi besar dalam memproduksi asam
(PAF).
0.0001
0.0010
0.0100
0.1000
1.0000
10.0000
100.0000
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56 60
As(mg/L)
Waktu Pengukuran (hari ke-)
Sampel A Exposed KEPMEN 202
Sampel B Exposed
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56 60
Cd(mg/L)
Waktu Pengukuran (hari ke-)
Sampel A Exposed Sampel B Exposed
KEPMEN 202
0
100
200
300
400
500
600
700
6
6.5
7
7.5
8
8.5
9 16 19 22 26 29 33 36 40 43 47 50 54
TDS(ppm)&SO4
2-(mg/L)
pH
Waktu Pengukuran (hari ke-)
pH A Submerged pH A Exposed
TDS A Submerged TDS A Exposed
SO4 A Submerged SO4 A Exposed
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
9 16 19 22 26 29 33 36 40 43 47 50 54
TDS(ppm)&SO4
2-(mg/L)
pH
Waktu Pengukuran (hari ke-)
pH B Submerged pH B Exposed
TDS B Submerged TDS B Exposed
SO4 B Submerged SO4 B Exposed
Perbedaan ini terjadi karena metode penempatan tailing
yang digunakan serta adanya pengaruh proses pengolahan
terhadap tailing yang dihasilkan. Proses pengolahan yang
menggunakan kapur menyebabkan nilai pH yang besar
(bersifat basa). Namun, proses penempatan tailing
memisahkan air dan material padatan tailing. Hal ini
menyebabkan kapur yang berbutir halus menjadi terlarut dan
terbawa bersama air sehingga material berbutir kasar yang
mengandung mineral sulfida mengendap dan mendominasi
material tailing.
Hasil uji statik menunjukkan bahwa sampel dari daerah
inlet TSF memiliki ANC yang besar (16,8 kg H2SO4/ton) dan
total sulfur yang kecil (0,17%) sehingga nilai pH pasta dan pH
NAG relatif netral hingga basa. Sementara sampel dari daerah
outlet TSF memiliki persentase total sulfur yang lebih besar
(1,68%), NAPP yang positif, dan NPR < 1. Hal ini diperkuat
oleh uji kinetik bahwa sampel dari daerah outlet TSF memiliki
nilai pH stabil di bawah 4 dengan konsentrasi TDS melebihi
1.000 ppm. Sebaliknya sampel dari daerah inlet TSF memiliki
pH sekitar 7-8,5 dengan konsentrasi TDS < 800 ppm.
Uji kinetik dengan kondisi submerged menghasilkan
leachate yang lebih baik yakni nilai pH yang lebih mendekati
netral (pH 7), dan konsentrasi TDS dan logam-logam berat
yang terlarut lebih kecil daripada kondisi exposed. Dengan
demikian metode subaqueous lebih sesuai diterapkan untuk
tailing ini. Karena water cover dapat membatasi interaksi
antara oksigen dan mineral sulfida sehingga laju oksidasi yang
terjadi sangat kecil.
5.2. Saran
Berikut ini beberapa saran yang dapat diberikan untuk
penelitian selanjtunya:
1. analisis karakteristik bijih tambang emas sebaiknya
dilakukan untuk mengetahui kesesuaian dengan karakteristik
tailing,
2. perlunya penambahan sampel pada titik-titik di
antara daerah inlet dan outlet TSF untuk mengetahui pola
perubahan karakteristik tailing, dan
3. perlu dilakukannya variasi dan penjagaan ketebalan
air penutup untuk meneliti ketebalan optimum yang efektif
dalam pencegahan AAT, serta pengukuran oksigen terlarut
(dissolved oxygen-DO) dalam air penutup untuk melihat
seberapa efektif penggunaan metode subaqueous tersebut.
Referensi
Anonim. 2000. Method of Test Specific Gravity of Soils.
Department of Transportation. California.
Anonim. 2000. Proposed Determination of a Revised Licence.
Environmental Protection Agency (EPA). Ireland.
Anonim. 2006. Guidelines for Soil Description 4th
edition.
Food and Agriculture Organization (FAO) of The United
Nations. Italy.
Anonim. 2007. Leading Practice Sustainable Development
Program for The Mining Industry: Tailings
Management. Australian Government: Department of
Industry Tourism and Resources. Australia.
Anonim. 2010. General Acid Rock Drainage (GARD) Guide.
Anonim.____ Deposition Methods of Tailings. Tailing Info.
(diakses pada tanggal 4 Juni 2014, pukul 09:30 WIB).
Brouwer, Peter. 2010. Theory of XRF. PANalytical B.V.
Netherland.
Diana, Melinda R. 2013. Kajian Pelapisan Batuan Pembentuk
Asam Menggunakan Simulasi Uji Kolom Pelindian untuk
Pencegahan Air Asam Tambang. Institut Teknologi
Bandung. Indonesia.
Dutrow, L. B., Clark, C. M. X-Ray Powder Diffraction.
http://serc.carleton.edu/research_education/geochemshee
ts/techniques/XRD.html (diakses pada tanggal 14 Mei
2014, pukul 18.00 WIB).
Gautama, Prof. Dr. Ir. Rudy Sayoga. 2012. Pelatihan tentang
Air Asam Tambang. 4th
Indonesian Acid Mine Drainage
Seminar & Course. Institut Teknologi Bandung.
Indonesia.
Guthrie, J. M. and Ferguson, J. R. 2012. Overview of X-Ray
Fluorescence. University of Missouri. USA.
Loganathan, P. 1987. Soil Quality Consideration in the
Selection of Sites for Aquaculture. FAO of the United
Nations. Nigeria.
Lottermoser, Bernd G. 2010. Mine Wastes: Characterization,
Treatment and Environmental Impacts 3rd
Edition.
Springer. New York.
Loye, Hanno zur. X-Ray Diffraction, How it works? What it
can and what it cannot tell us?. University of South
Carolina.
Nelson, Stephen A. 2011. X-Ray Crystallography. Tulane
University.
Petrunic, Al, Weaver, Hall. 2009. Identification and
Characterization of Secondary Minerals Formed in
Tungsten Mine Tailings Using Transmission Electron
Microscopy. Elsevier. Ireland.
Reddy, Krishna. Engineering Properties of Soils Based on
Laboratory Testing: Experiment 4 Specific Gravity
Determination. University of Illinois. Chicago.
Reddy, Krishna. Engineering Properties of Soils Based on
Laboratory Testing: Experiment 6 Grain Size Analysis
(Sieve and Hydrometer Analysis). University of Illinois.
Chicago.
Robertson, MacG, & Broughton, L.M. Reliability of Acids
Rock Drainage Testing.
Salmawati. 2012. Analisis Metode Karakterisasi Batuan
Pembentuk Asam di Tambang Bijih Cu – Au. Insitut
Teknologi Bandung. Indonesia.

Weitere ähnliche Inhalte

Kürzlich hochgeladen

Konsep rangkaian filter aktif berbasis operational amplifier
Konsep rangkaian filter aktif berbasis operational amplifierKonsep rangkaian filter aktif berbasis operational amplifier
Konsep rangkaian filter aktif berbasis operational amplifierbudi194705
 
SOAL UJIAN SKKhhhhhhjjjjjjjjjjjjjjjj.pptx
SOAL UJIAN SKKhhhhhhjjjjjjjjjjjjjjjj.pptxSOAL UJIAN SKKhhhhhhjjjjjjjjjjjjjjjj.pptx
SOAL UJIAN SKKhhhhhhjjjjjjjjjjjjjjjj.pptxFahrizalTriPrasetyo
 
BAB_3_Teorema superposisi_thevenin_norton (1).ppt
BAB_3_Teorema superposisi_thevenin_norton (1).pptBAB_3_Teorema superposisi_thevenin_norton (1).ppt
BAB_3_Teorema superposisi_thevenin_norton (1).pptDellaEkaPutri2
 
2024.02.26 - Pra-Rakor Tol IKN 3A-2 - R2 V2.pptx
2024.02.26 - Pra-Rakor Tol IKN 3A-2 - R2 V2.pptx2024.02.26 - Pra-Rakor Tol IKN 3A-2 - R2 V2.pptx
2024.02.26 - Pra-Rakor Tol IKN 3A-2 - R2 V2.pptxEnginerMine
 
397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx
397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx
397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptxVinaAmelia23
 
UTILITAS BANGUNAN BERUPA PENANGKAL PETIR.pptx
UTILITAS BANGUNAN BERUPA PENANGKAL PETIR.pptxUTILITAS BANGUNAN BERUPA PENANGKAL PETIR.pptx
UTILITAS BANGUNAN BERUPA PENANGKAL PETIR.pptxAndimarini2
 
Laporan Tinjauan Manajemen HSE/Laporan HSE Triwulanpptx
Laporan Tinjauan Manajemen HSE/Laporan HSE TriwulanpptxLaporan Tinjauan Manajemen HSE/Laporan HSE Triwulanpptx
Laporan Tinjauan Manajemen HSE/Laporan HSE Triwulanpptxilanarespatinovitari1
 
Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung - Endy Aitya.pptx
Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung - Endy Aitya.pptxManajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung - Endy Aitya.pptx
Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung - Endy Aitya.pptxarifyudianto3
 
POWER POINT TEKLING UNTUK SARJANA KEATAS
POWER POINT TEKLING UNTUK SARJANA KEATASPOWER POINT TEKLING UNTUK SARJANA KEATAS
POWER POINT TEKLING UNTUK SARJANA KEATASMuhammadFiqi8
 
Presentasi gedung jenjang 6 - Isman Kurniawan.ppt
Presentasi gedung jenjang 6 - Isman Kurniawan.pptPresentasi gedung jenjang 6 - Isman Kurniawan.ppt
Presentasi gedung jenjang 6 - Isman Kurniawan.pptarifyudianto3
 
ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptxppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptxArisatrianingsih
 
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdfTEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdfYogiCahyoPurnomo
 
LAJU RESPIRASI.teknologi hasil pertanianpdf
LAJU RESPIRASI.teknologi hasil pertanianpdfLAJU RESPIRASI.teknologi hasil pertanianpdf
LAJU RESPIRASI.teknologi hasil pertanianpdfIftitahKartika
 
sample for Flow Chart Permintaan Spare Part
sample for Flow Chart Permintaan Spare Partsample for Flow Chart Permintaan Spare Part
sample for Flow Chart Permintaan Spare Parthusien3
 
Lecture 02 - Kondisi Geologi dan Eksplorasi Batubara untuk Tambang Terbuka - ...
Lecture 02 - Kondisi Geologi dan Eksplorasi Batubara untuk Tambang Terbuka - ...Lecture 02 - Kondisi Geologi dan Eksplorasi Batubara untuk Tambang Terbuka - ...
Lecture 02 - Kondisi Geologi dan Eksplorasi Batubara untuk Tambang Terbuka - ...rororasiputra
 
Pengolahan Kelapa Sawit 1 pabrik pks.pdf
Pengolahan Kelapa Sawit 1 pabrik pks.pdfPengolahan Kelapa Sawit 1 pabrik pks.pdf
Pengolahan Kelapa Sawit 1 pabrik pks.pdffitriAnnisa54
 
B_Kelompok 4_Tugas 2_Arahan Pengelolaan limbah pertambangan Bauksit_PPT.pdf
B_Kelompok 4_Tugas 2_Arahan Pengelolaan limbah pertambangan Bauksit_PPT.pdfB_Kelompok 4_Tugas 2_Arahan Pengelolaan limbah pertambangan Bauksit_PPT.pdf
B_Kelompok 4_Tugas 2_Arahan Pengelolaan limbah pertambangan Bauksit_PPT.pdf114210034
 
PEMELIHARAAN JEMBATAN pada Ujian Kompete
PEMELIHARAAN JEMBATAN pada Ujian KompetePEMELIHARAAN JEMBATAN pada Ujian Kompete
PEMELIHARAAN JEMBATAN pada Ujian KompeteIwanBasinu1
 
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptxPresentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptxyoodika046
 

Kürzlich hochgeladen (20)

Konsep rangkaian filter aktif berbasis operational amplifier
Konsep rangkaian filter aktif berbasis operational amplifierKonsep rangkaian filter aktif berbasis operational amplifier
Konsep rangkaian filter aktif berbasis operational amplifier
 
SOAL UJIAN SKKhhhhhhjjjjjjjjjjjjjjjj.pptx
SOAL UJIAN SKKhhhhhhjjjjjjjjjjjjjjjj.pptxSOAL UJIAN SKKhhhhhhjjjjjjjjjjjjjjjj.pptx
SOAL UJIAN SKKhhhhhhjjjjjjjjjjjjjjjj.pptx
 
BAB_3_Teorema superposisi_thevenin_norton (1).ppt
BAB_3_Teorema superposisi_thevenin_norton (1).pptBAB_3_Teorema superposisi_thevenin_norton (1).ppt
BAB_3_Teorema superposisi_thevenin_norton (1).ppt
 
2024.02.26 - Pra-Rakor Tol IKN 3A-2 - R2 V2.pptx
2024.02.26 - Pra-Rakor Tol IKN 3A-2 - R2 V2.pptx2024.02.26 - Pra-Rakor Tol IKN 3A-2 - R2 V2.pptx
2024.02.26 - Pra-Rakor Tol IKN 3A-2 - R2 V2.pptx
 
Abortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get Cytotec
Abortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get CytotecAbortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get Cytotec
Abortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get Cytotec
 
397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx
397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx
397187784-Contoh-Kasus-Analisis-Regresi-Linear-Sederhana.pptx
 
UTILITAS BANGUNAN BERUPA PENANGKAL PETIR.pptx
UTILITAS BANGUNAN BERUPA PENANGKAL PETIR.pptxUTILITAS BANGUNAN BERUPA PENANGKAL PETIR.pptx
UTILITAS BANGUNAN BERUPA PENANGKAL PETIR.pptx
 
Laporan Tinjauan Manajemen HSE/Laporan HSE Triwulanpptx
Laporan Tinjauan Manajemen HSE/Laporan HSE TriwulanpptxLaporan Tinjauan Manajemen HSE/Laporan HSE Triwulanpptx
Laporan Tinjauan Manajemen HSE/Laporan HSE Triwulanpptx
 
Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung - Endy Aitya.pptx
Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung - Endy Aitya.pptxManajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung - Endy Aitya.pptx
Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung - Endy Aitya.pptx
 
POWER POINT TEKLING UNTUK SARJANA KEATAS
POWER POINT TEKLING UNTUK SARJANA KEATASPOWER POINT TEKLING UNTUK SARJANA KEATAS
POWER POINT TEKLING UNTUK SARJANA KEATAS
 
Presentasi gedung jenjang 6 - Isman Kurniawan.ppt
Presentasi gedung jenjang 6 - Isman Kurniawan.pptPresentasi gedung jenjang 6 - Isman Kurniawan.ppt
Presentasi gedung jenjang 6 - Isman Kurniawan.ppt
 
ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptxppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
 
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdfTEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
 
LAJU RESPIRASI.teknologi hasil pertanianpdf
LAJU RESPIRASI.teknologi hasil pertanianpdfLAJU RESPIRASI.teknologi hasil pertanianpdf
LAJU RESPIRASI.teknologi hasil pertanianpdf
 
sample for Flow Chart Permintaan Spare Part
sample for Flow Chart Permintaan Spare Partsample for Flow Chart Permintaan Spare Part
sample for Flow Chart Permintaan Spare Part
 
Lecture 02 - Kondisi Geologi dan Eksplorasi Batubara untuk Tambang Terbuka - ...
Lecture 02 - Kondisi Geologi dan Eksplorasi Batubara untuk Tambang Terbuka - ...Lecture 02 - Kondisi Geologi dan Eksplorasi Batubara untuk Tambang Terbuka - ...
Lecture 02 - Kondisi Geologi dan Eksplorasi Batubara untuk Tambang Terbuka - ...
 
Pengolahan Kelapa Sawit 1 pabrik pks.pdf
Pengolahan Kelapa Sawit 1 pabrik pks.pdfPengolahan Kelapa Sawit 1 pabrik pks.pdf
Pengolahan Kelapa Sawit 1 pabrik pks.pdf
 
B_Kelompok 4_Tugas 2_Arahan Pengelolaan limbah pertambangan Bauksit_PPT.pdf
B_Kelompok 4_Tugas 2_Arahan Pengelolaan limbah pertambangan Bauksit_PPT.pdfB_Kelompok 4_Tugas 2_Arahan Pengelolaan limbah pertambangan Bauksit_PPT.pdf
B_Kelompok 4_Tugas 2_Arahan Pengelolaan limbah pertambangan Bauksit_PPT.pdf
 
PEMELIHARAAN JEMBATAN pada Ujian Kompete
PEMELIHARAAN JEMBATAN pada Ujian KompetePEMELIHARAAN JEMBATAN pada Ujian Kompete
PEMELIHARAAN JEMBATAN pada Ujian Kompete
 
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptxPresentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
 

Empfohlen

PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024Neil Kimberley
 
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)contently
 
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024Albert Qian
 
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie InsightsSocial Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie InsightsKurio // The Social Media Age(ncy)
 
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024Search Engine Journal
 
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summarySpeakerHub
 
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd Clark Boyd
 
Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next Tessa Mero
 
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search IntentGoogle's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search IntentLily Ray
 
Time Management & Productivity - Best Practices
Time Management & Productivity -  Best PracticesTime Management & Productivity -  Best Practices
Time Management & Productivity - Best PracticesVit Horky
 
The six step guide to practical project management
The six step guide to practical project managementThe six step guide to practical project management
The six step guide to practical project managementMindGenius
 
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...RachelPearson36
 
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...Applitools
 
12 Ways to Increase Your Influence at Work
12 Ways to Increase Your Influence at Work12 Ways to Increase Your Influence at Work
12 Ways to Increase Your Influence at WorkGetSmarter
 
Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...
Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...
Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...DevGAMM Conference
 
Barbie - Brand Strategy Presentation
Barbie - Brand Strategy PresentationBarbie - Brand Strategy Presentation
Barbie - Brand Strategy PresentationErica Santiago
 

Empfohlen (20)

PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
 
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
 
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
 
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie InsightsSocial Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
 
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
 
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
 
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
 
Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next
 
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search IntentGoogle's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
 
How to have difficult conversations
How to have difficult conversations How to have difficult conversations
How to have difficult conversations
 
Introduction to Data Science
Introduction to Data ScienceIntroduction to Data Science
Introduction to Data Science
 
Time Management & Productivity - Best Practices
Time Management & Productivity -  Best PracticesTime Management & Productivity -  Best Practices
Time Management & Productivity - Best Practices
 
The six step guide to practical project management
The six step guide to practical project managementThe six step guide to practical project management
The six step guide to practical project management
 
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
 
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
 
12 Ways to Increase Your Influence at Work
12 Ways to Increase Your Influence at Work12 Ways to Increase Your Influence at Work
12 Ways to Increase Your Influence at Work
 
ChatGPT webinar slides
ChatGPT webinar slidesChatGPT webinar slides
ChatGPT webinar slides
 
More than Just Lines on a Map: Best Practices for U.S Bike Routes
More than Just Lines on a Map: Best Practices for U.S Bike RoutesMore than Just Lines on a Map: Best Practices for U.S Bike Routes
More than Just Lines on a Map: Best Practices for U.S Bike Routes
 
Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...
Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...
Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...
 
Barbie - Brand Strategy Presentation
Barbie - Brand Strategy PresentationBarbie - Brand Strategy Presentation
Barbie - Brand Strategy Presentation
 

Paper -ahmad_ashari_12110029

  • 1. Karakterisasi Geokimia Tailing Tambang Emas terkait Metode Penempatan Tailing pada Tailing Storage Facility Prof. Dr. Ir. Rudy Sayoga Gautama1 , Ahmad Ashari2 1 Dosen Program Studi Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung, Indonesia 2 Mahasiswa Program Studi Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung, Indonesia ABSTRAK Proses pengolahan bijih emas menghasilkan tailing yang berpotensi menimbulkan air asam tambang (AAT), karena mineral pembawa emas umumnya berasosiasi dengan mineral sulfida. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik geokimia tailing berhubungan dengan proses pengolahan bijih dan metode penempatan tailing yang digunakan pada tailing storage facility (TSF). Sampel tailing yang diperoleh dari dua daerah berbeda pada TSF menunjukkan karakteristik yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh metode penempatan tailing pada TSF yang memisahkan air dan material padatan tailing sehingga material padatan terekspos ke udara dan menunjukkan potensi untuk menghasilkan asam dalam jumlah besar (Potential Acid Forming-PAF). Sampel tailing dari daerah inlet TSF tidak berpotensi asam (Non Acid Forming-NAF) karena dipengaruhi oleh kandungan kapur pada air yang berasal dari proses pengolahan. Berdasarkan hal tersebut, metode penempatan tailing yang sesuai ialah subaqueous, dengan menempatkan material tailing secara permanen di bawah air. Hal ini sesuai dengan hasil uji kinetik yang menunjukkan bahwa metode tersebut dapat membatasi laju oksidasi dan menghasilkan pH air lindian yang lebih mendekati netral, serta menurunkan konsentrasi padatan terlarut (Total Dissolved Solid-TDS) dan logam-logam berat. Kata kunci: tailing, air asam tambang, karakteristik geokimia, tailing storage facility, proses pengolahan bijih, metode penempatan tailing ABSTRACT Gold processing produces tailing that potentially forms Acid Mine Drainage (AMD), as gold are generally associated with sulfide minerals. The objective of this research is to identify tailing’s geochemical characteristics related to ore processing and tailing disposal method at tailing storage facility (TSF). Tailing sampled from two different points at TSF give different characteristics, due to different water contents that affect oxidation rates of sulfide minerals in tailing. Tailing sample from inlet area of TSF classified as non-acid forming (NAF) material, indicated by high lime content remaining from ore processing. Based on that result, subaqueous is chosen a suitable method for tailing disposal. This method agrees with result of kinetic test and assumes to limit oxidation rate and maintain leachate-pH near neutral, also to decrease total dissolved solids (TDS) and heavy metals concentration. Keywords: tailing, acid mine drainage, geochemical characteristics, tailing storage facility, ore processing, tailing’s disposal method 1. Pendahuluan Proses pengolahan bijih merupakan salah satu kegiatan dalam industri pertambangan yang mengolah bijih dan menghasilkan konsentrat serta material sisa berupa tailing. Tailing berpotensi untuk menimbulkan dampak negatif pada lingkungan, salah satunya ialah air asam tambang (AAT). Proses pembentukan AAT terjadi karena adanya interaksi antara mineral sulfida dan oksigen melalui reaksi oksidasi yang menghasilkan sejumlah mol ion H+ , diiringi oleh turunnya nilai pH larutan. Pada kondisi pH yang rendah (asam), logam-logam berat mengalami kelarutan yang tinggi. Hal ini dapat mengkontaminasi badan air ataupun sumber air tanah, sehingga berbahaya bagi ekosistem sekitar. Oleh sebab itu, karakteristik geokimia tailing menjadi salah satu parameter penting yang diperlukan untuk perancangan fasilitas penempatan tailing (tailing storage facility-TSF). Berhubungan dengan hal tersebut, penelitian dilakukan pada tailing yang berasal dari tambang emas. Penelitian ditujukan untuk mengidentifikasi karakteristik geokimia tailing dalam kaitannya dengan proses penempatan tailing. Karakteristik geokimia ini diperlukan untuk mengetahui potensi keasaman maupun penetralan yang dimiliki oleh tailing. Apabila karakteristik geokimia tailing diketahui, dapat diberikan rekomendasi metode penempatan tailing yang sesuai untuk tailing tambang emas tersebut. 2. Kondisi Umum Lapangan Tambang emas berlokasi di Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah, sekitar 5,6 km dari desa Mirah. Tipe endapan ialah epitermal sulfidasi rendah (epithermal low sulfidation) dengan bentuk endapan didominasi oleh urat kuarsa (quartz vein). Batuan induk (host rock) pada urat bijih ialah batuan tuff (tuffaceous), sementara batuan samping (wall rock) adalah adularia. Urat kuarsa didominasi mineral kuarsa (SiO2) yang berasosiasi dengan mineral pirit (FeS2). Mineral ikutan (gangue minerals) terdiri atas, mineral illite {(K,H3O)(Al,Mg,Fe)2(Si,Al)4O10[(OH)2,(H2O)]} yang berasosiasi dengan mineral ankerite {Ca(Fe,Mg,Mn)(CO3)2}, chlorite {(Mg,Fe,Li)6AlSi3O10(OH)8}, dan kaolinite {Al2Si2O5(OH)4}; serta mineral hematite (Fe2O3) yang berasosiasi dengan mineral chlorite dan calcite (CaCO3). Penambangan emas dilakukan dengan operasi penambangan terbuka (open pit mine). Bijih dari tambang diproses pada pabrik pengolahan yang berkapasitas total 700.000 ton per tahun. Bijih diangkut menggunakan Front End Loader (FEL) dari stockpile menuju pabrik dan diperkecil ukurannya hinggal 80% lolos ukuran 110 mm menggunakan jaw crusher. Dilanjutkan dengan penambahan kapur (lime) dan air saat proses Semi-Autogenous Grinding (SAG) mill yang menghaluskan bijih hingga 80% lolos ukuran 75 mikron (200 mesh) hingga berbentuk lumpur (slurry). Setelah melewati beberapa unit hydrocyclone proses pelindian (leaching) dilakukan dengan menambahkan larutan sodium cyanide (NaCN). Emas yang telah terlindi diikat oleh karbon aktif melalui proses Carbon in Leach (CIL) dan diteruskan untuk proses elusi karbon, electrowinning, hingga smelting dan menjadi produk bullion. Disisi lain, lumpur sisa proses pelindian diteruskan ke sirkuit cyanide recovery untuk memperoleh kembali siandia yang terdapat dalam lumpur dengan menambahkan resin.
  • 2. Selanjutnya lumpur akan dibuang sebagai tailing dengan pipa menuju Tailing Storage Facility (TSF). Pembuangan tailing dilakukan dengan menerapkan metode subaerial, material padatan akan mengendap pada daerah dekat discharge point dan terus melandai hingga daerah kolam supernatant, tempat tujuan aliran air. Pemisahan dilakukan karena sekitar 60% air dari TSF akan digunakan kembali untuk proses pengolahan. Metode ini menyebabkan terbentuknya pantai (beach), sehingga material tailing terpapar ke udara dan terjadinya proses oksidasi terhadap mineral-mineral yang terkandung didalamnya. Tailing yang mengandung mineral sulfida akan memproduksi asam dan dapat menimbulkan air asam tambang (AAT). Lokasi tambang emas dekat dengan daerah katulistiwa, sekitar 1-2ᵒ LS, dengan curah hujan rata-rata sebesar 3.600 mm per tahun. Tingkat penguapan yang tercatat sebesar 750 mm per tahun. Kelebihan air jarang terjadi oleh sebab pemanfaatan kembali air untuk proses pengolahan. Namun, kolam pengendapan (settling pond) tetap disediakan untuk mengatasi total padatan yang tersuspensi (total suspended solid-TSS) dan apabila terjadi masalah kelebihan air. Air ini akan dibuang menuju badan air yang berada di sekitar lokasi tambang antara lain, sungai Bakam dan sungai Kalanaman, yang merupakan dua anak sungai Katingan. 3. Material dan Metode Penelitian 3.1. Deskripsi Sampel Sampel merupakan material tailing yang berasal dari tambang emas dan diperoleh dari dua daerah berbeda padaTSF. Sampel A diperoleh dari daerah inlet (upstream) TSF dengan kondisi masih “fresh” dari pabrik pengolahan, yakni berbentuk slurry dengan dominasi butir berupa material lanau (silt) dan berwarna coklat kemerahan. Sampel B diperoleh dari daerah outlet (downstream) TSF dengan kondisi berbentuk pasiran dan berwarna abu-abu kekuningan seperti pasir pantai. Gambar 1. Kondisi awal sampel A dan B 3.2. Uji Sifat Fisik Uji sifat fisik yang dilakukan seperti uji specific gravity, uji batas-batas Atterberg (Atterberg limits), dan analisis ukuran butir (grain size analysis) yang ditujukan untuk mengetahui sifat fisik sampel secara umum. Uji specific gravity dilakukan dengan memakai alat picnometer untuk membandingkan massa dari sampel dengan volume air. Uji Atterberg limits dilakukan untuk mencari batas cair (liquid limit) dan batas plastis (plastic limit) untuk mengetahui konsistensi tanah. Sementara analisis ukuran butir dilakukan dengan dua cara, yaitu uji ayak (sieving) dan uji pengendapan (settling). Uji ayak dilakukan dengan mengayak sampel tailing yang telah dikeringkan selama 24 jam dengan menggunakan ayakan berukuran 4, 10, 18, 35, 60, 100, dan 200 mesh. Uji ini ditujukan untuk mengetahui sebaran butir yang berukuran lebih besar. Sebaliknya uji pengendapan bertujuan untuk mengetahui ukuran butir yang lebih kecil, seperti lanau (silt) dan lempung (clay). Uji pengendapan menggunakan alat hydrometer yang didasarkan pada prinsip Stoke (Stoke’s law), bahwa kecepatan pengendapan butiran partikel dalam fluida dengan viskositas cukup tinggi dipengaruhi oleh diameter ukuran butir dan berat jenis dalam suspensi dan fluida. 3.3. Uji XRD dan XRF Uji X-Ray Diffraction (XRD) dan X-Ray Fluorescence (XRF) didasarkan pada hukum Bragg, yang merupakan hubungan antara panjang gelombang (λ), jarak antar kisi (d), dan sudut difraksi (θ). n λ = 2 d sin θ (1) Kedua uji tersebut memanfaatkan radiasi gelombang elektromagnetik dari sinar-X yang dipancarkan kepada material sampel, sehingga dihasilkan emisi elektron yang kemudian tercatat dalam bentuk grafik gelombang dengan puncak-puncak tertentu. Uji XRD memberikan hasil berupa kandungan mineral- mineral yang terdapat dalam sampel. Namun tidak dapat memberikan persentase tiap mineral. Sedangkan uji XRF memberikan hasil yang lebih kuantitatif, yakni komposisi unsur-unsur yang terdapat dalam sampel, baik unsur-unsur utama maupun unsur-unsur yang terdapat dalam jumlah sedikit (trace element). 3.4. Uji Statik Uji statik dilakukan pada skala laboratorium untuk mengetahui karakteristik geokimia sampel. Beberapa uji yang umum dilakukan, antara lain pH pasta, total sulfur, Acid Neutralizing Capacity (ANC), dan Net Acid Generation (NAG). Uji pH pasta dilakukan dengan cara mencampurkan air destilat dengan sampel sehingga berbentuk pasta. pH pasta ditujukan untuk mengetahui kondisi yang telah dialami sampel. Total sulfur dihitung berdasarkan jumlah BaSO4 yang dihasilkan dari uji tersebut. Dalam hal ini, nilai total sulfur yang didapat merupakan banyaknya sulfur yang bereaksi. Berbeda dengan hasil uji XRF, dimana sulfur dari uji tersebut tidak direaksikan melainkan hanya pembacaan terhadap permukaan sampel. ANC dilakukan dengan cara menambahkan HCl ke dalam sampel dan dititrasi dengan menggunakan NaOH. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan jumlah asam dari sampel yang telah dikonsumsi. Sementara NAG bertujuan untuk mengevaluasi pembangkitan asam sulfur pada sulfida. Uji NAG menggunakan hidrogen peroksida (H2O2) untuk mempercepat reaksi oksidasi sulfida. Perhitungan asam-basa (Acid-Base Accounting - ABA) dapat dilakukan dengan menentukan beberapa komponen, antara lain potensi keasaman maksimum (Maximum Potential Acidity - MPA) yang didapat dengan mengkonversi persentase total sulfur, potensi pembentukan asam neto (Net Acid Producing Potential - NAPP) yang merupakan selisih antara MPA dan ANC, dan rasio potensi penetralan (Neutralizing Potential Ratio - NPR) dengan cara membandingkan nilai ANC dan MPA. 3.5. Uji Kinetik Uji kinetik dilakukan pada skala laboratorium dengan menerapkan metode Free Draining Column Leach (FDCL). Prinsipnya ialah dengan melakukan siklus kering dan basah secara bergantian. Siklus kering merupakan penerapan panas dengan memakai lampu pijar yang bertujuan agar sampel mengalami proses oksidasi. Siklus basah dilakukan dengan menyiram sampel dengan air destilat untuk melindi hasil oksidasi. Selanjutnya kualitas air lindian (leachate) tiap sampel diuji. Beberapa parameter diuji secara fisik menggunakan alat multimeter, antara lain pH, Oxidation-
  • 3. Reduction Potential (ORP), Electric Conductivity (EC), Total Dissolved Solid (TDS), dan temperatur. Sedangkan beberapa parameter seperti alkalinitas, asiditas, ion sulfat (SO42-), ion bikarbonat (HCO3-), besi, dan beberapa logam berat (heavy metals) sesuai KEPMEN LH No.202 Th. 2004, diukur secara kimiawi. Uji kinetik dilakukan selama kurang lebih 20 minggu dengan melakukan beberapa pergantian siklus, yaitu siklus dua kali seminggu, mingguan, dua mingguan, dan bulanan. Pergantian siklus bertujuan untuk mengetahui perilaku sampel ketika waktu oksidasi berlangsung lebih lama. Uji ini membuat dua kondisi bagi tiap sampel, antara lain kondisi submerged dan exposed. Kondisi ini dibuat untuk mengetahui cara penempatan tailing yang sesuai, yakni dengan metode subaerial ataukah subaqueous. 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Karakteristik Geokimia Tailing Merujuk pada penelitian Steffen, Robertson dan Kirsten, nilai pH dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik geokimia sampel. Sampel yang tidak berpotensi menimbulkan asam memiliki nilai pH > 5, sebaliknya sampel akan menghasilkan asam jika nilai pH < 5. Sampel A memiliki pH pasta yang bersifat basa seperti ditunjukkan oleh Tabel 1. Sebaliknya nilai pH pasta sampel B dibawah tiga yang menunjukkan bahwa sampel ini bersifat asam. Berdasarkan hal tersebut sampel A merupakan material yang tidak berpotensi menghasilkan asam, sedangkan sampel B berpotensi menimbulkan asam. Tabel 1. Data hasil uji statik Kode Sampel A Sampel B Total Sulfur % 0,17 1,68 MPA Kg H2SO4/ton 0,05 0,51 ANC Kg H2SO4/ton 16,8±0,019 0,1±0,019 NAPP Kg H2SO4/ton -16,75 0,41 NPR - 322,9 0,19 NAG pH S.U. 6,38±0,016 2,82±0,016 NAG (Kg H2SO4/ton) pH 4,5 <0,1±0,03 27±0,03 pH 7,0 3,5±0,019 34±0,019 pH pasta (1:5) S.U. 9,47 2,7 Secara teoritis, potensi asam terjadi jika nilai NAPP > 0 dan NPR < 1 (GARD Guide, 2010). Tabel di atas menunjukkan bahwa sampel A memiliki NAPP yang negatif (NAPP < 0) dan nilai NPR yang sangat besar dibandingkan dengan sampel B yang memiliki NPR sangat kecil dan nilai NAPP yang cenderung positif. Hal tersebut menyatakan bahwa sampel A memiliki potensi penyangga asam yang besar sehingga diklasifikasikan sebagai material NAF. Price et al. (1997) menambahkan bahwa sampel dengan persentase total sulfur di bawah 0,3% dan pH pasta > 5,5 tidak berpotensi menimbulkan asam. Sebaliknya, bila total sulfur > 0,3% dan pH pasta < 5,5 maka sampel tersebut berpotensi membentuk asam seperti hasil yang ditunjukkan pada sampel B. Selain itu, hasil ABA dapat disandingkan dengan hasil uji NAG. Salah satunya ialah klasifikasi berdasarkan NAPP dan pH NAG yang diberikan oleh Smart et al. (2002) seperti diilustrasikan oleh Gambar 2. Nilai NAPP yang positif didukung dengan pH NAG yang berada di bawah 4,5 maka sampel akan dikategorikan ke dalam material PAF. Apabila sebaliknya sampel dikategorikan sebagai material NAF. Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan kedua sampel tailing tersebut memiliki karakteristik geokimia yang berbeda. Sampel A sebagai material NAF, yakni material yang tidak berpotensi menghasilkan asam, sedangkan sampel B sebagai material PAF dengan kapasitas yang besar. Gambar 2. Klasifikasi geokimia berdasarkan NAPP dan pH NAG (Smart et al., 2002) 4.2. Verifikasi Karakteristik Geokimia Tailing Verifikasi terhadap karakteristik geokimia tersebut dilakukan berdasarkan hasil uji kinetik dan mineralogi sampel. Sesuai dengan penelitian Salmawati (2012) pada sampel ore dan waste dari tambang emas-tembaga porfiri, sampel dengan nilai pH < 4,5 dan konsentrasi TDS > 800 ppm memiliki karakteristik geokimia sebagai material PAF berkapasitas besar (PAF KB). Pernyataan ini memperkuat bahwa sampel B merupakan material PAF KB. Gambar 3 di bawah ini menunjukkan bahwa sampel B memiliki nilai pH dibawah empat yang relatif stabil dan konsentrasi TDS yang sangat besar (TDS > 1000 ppm). Kondisi sebaliknya, nilai pH yang berada di atas netral dan konsentrasi TDS < 800 ppm menyatakan bahwa sampel A tergolong sebagai material NAF. Gambar 3. Grafik TDS vs pH Mineralogi kedua sampel juga menunjukkan terdapat perbedaan mineral-mineral yang terkandung dalam kedua sampel tailing tersebut. Tabel 2 menunjukkan bahwa sampel A mengandung banyak mineral alkali, seperti mineral siderite, mineral karbonatan yang dapat menghasilkan ion karbonat (CO3 2- ) dan bikarbonat (HCO3 - ), serta mineral illite dan kaolinite, mineral aluminosilikat yang mengandung gugus hidroksida (OH- ). Ketiga ion tersebut merupakan pemeran utama alkalinitas di dalam leachate. Hal ini ditunjukkan oleh konsentrasi bikarbonat pada sampel A sebesar 76 mg/L, dengan konsentrasi alkalinitas mencapai 56 mg/L. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 pHNAG NAPP (kg H2SO4/ton) Sampel A Sampel B UC UC PAF NAF 0 2 4 6 8 10 12 1 10 100 1000 10000 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 TDS(ppm) Waktu Pengukuran (hari) TDS Sampel A Exposed TDS Sampel B Exposed pH Sampel A Exposed pH Sampel B Exposed pH
  • 4. Kondisi sebaliknya, sampel B mengandung beberapa jenis mineral sulfida, antara lain mineral pyrite, cobaltite, dan sphalerite. Hal ini ditandai dengan besarnya konsentrasi ion sulfat (SO4 2- ) di dalam leachate, yaitu sekitar 2.500 mg/L, dibandingkan dengan sampel A hanya sebesar 74 mg/L. Akibatnya, asiditas leachate mencapai 1.666 mg/L dan alkalinitasnya 0 mg/L. Tabel 2. Kandungan mineral bijih dan sampel tailing Bijih Quartz (SiO2), Kaolinite {Al2Si2O5(OH)4}, Illite {(K,H3O)(Al,Mg,Fe)2(Si,Al)4O10[(OH)2,(H2O)]}, Pyrite (FeS2), Hematite (Fe2O3), Calcite (CaCO3), Chlorite {(Mg,Fe,Li)6AlSi3O10(OH)8}, Ankerite {Ca(Fe,Mg,Mn)(CO3)2} Sampel A Quartz (SiO2), Kaolinite {Al2Si2O5(OH)4}, Illite {(K,H3O)(Al,Mg,Fe)2(Si,Al)4O10[(OH)2,(H2O)]}, Pyrite (FeS2), Sphalerite (ZnS), Magnetite (Fe2+ Fe2 3+ O4), Siderite (FeCO3) Sampel B Quartz (SiO2), Pyrite (FeS2), Sphalerite (ZnS), Siderite (FeCO3), Cobaltite (CoAsS), Diopside (MgCaSi2O6), Orthoclase (KAlSi3O8) 4.3. Penyebab Perbedaan Karakteristik Geokimia Tailing Hal utama yang menyebabkan perbedaan karakteristik geokimia kedua sampel tailing ialah metode penempatan tailing yang digunakan. Disisi lain, sampel A sangat dipengaruhi oleh proses pengolahan bijih. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sampel yang berbentuk slurry dan didominasi oleh material berbutir halus (silt 59%) serta nilai pH yang bersifat basa. Pada saat pengolahan dilakukan penambahan air untuk membantu proses milling sehingga berbentuk slurry, serta ditambahkan pula sejumlah kapur (lime) untuk membantu proses pelindian (leaching). Tujuan utama ditambahkannya kapur ialah untuk meningkatkan pH larutan agar asam sianida (HCN) yang bersifat racun tidak terbentuk. Selain itu proses pelindian menggunakan sodium sinaida (NaCN) untuk melindi emas. Akan tetapi, sianida juga reaktif terhadap beberapa logam cyanicides, seperti Cu2+ , Hg2+ , Zn2+ , Fe2+ , Fe3+ , Cd2+ , dan Co2+ . Hal ini dapat menyebabkan terbentuknya mineral-mineral sekunder (secondary minerals). Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa terdapat beberapa mineral pada sampel A yang berbeda dengan mineral-mineral dalam bijh. Mineral magnetite dan siderite merupakan mineral sekunder yang terbentuk akbiat proses pengolahan tersebut. Mineral magnetite mungkin terbentuk dari pemisahan ion besi dari mineral hematite. Begitu pula mineral siderite yang dapat pula menjadi perpaduan antara ion besi dari mineral hematite dengan ion karbonat dari mineral calcite atau pula dari mineral ankerite. Pembentukan mineral sekunder juga terjadi setelah penempatan tailing di TSF. Pemisahan air dengan material padatan tailing menyebabkan terbentuknya pantai (beaching) dan mengekspos material padatan, sehingga terjadi evaporasi dan pelapukan (proses oksidasi). pH air pori dan konsentrasi spesies larutan mengalami perubahan. Hal ini dapat menimbulkan interaksi baru, sehingga kandungan mineral primer akan menurun dan terjadi pengayaan mineral sekunder (Petrunic et al., 2009). Mineral diopside dan orthoclase merupakan mineral sekunder yang mungkin dapat terbentuk dari mineral kaolinite dan illite berdasarkan komposisi senyawa-senyawa tertentu, misalnya SiO2 dan Al2O3. Sampel B memiliki pH yang rendah dan dominasi oleh material sand 45% dan silt 49%. Hal ini merupakan efek dari proses penempatan tailing. Material padatan yang terendap merupakan material-material yang berukuran besar sedangkan material-material yang berukuran halus akan terlarut ataupun terbawa bersama air. Kapur merupakan material yang halus, sehingga mudah terbawa bersama air. Karena itulah sampel B menjadi lebih berpotensi menghasilkan asam. 4.4. Dampak terhadap Kualitas Air Lindian Tailing Gambar 4 menunjukkan bahwa sampel A yang didominasi material berukuran halus menghasilkan leachate yang keruh, sedangkan sampel B tidak. Namun leachate sampel B berwarna merah kecoklatan seperti warna teh. Hal ini mengindikasikan kandungan logam terlarut yang tinggi, khususnya besi. Gambar 4. Air lindian sampel A dan B Besarnya konsentrasi besi dalam leachate sampel B ditunjukkan oleh Gambar 5 di bawah ini. Konsentrasi besi pada sampel B sekitar 100 kali lipat dibandingkan dengan sampel A. Hal ini sesuai dengan konsentrasi TDS yang besar pula. Besi menjadi salah satu penyumbang besar bagi konsentrasi TDS. Besarnya kelarutan TDS dipengaruhi oleh nilai pH sampel B yang kecil (kondisi asam), yang diindikasikan oleh konsentrasi ion sulfat dalam leachate. Gambar 5. Pengaruh sulfat dan besi terhadap TDS Kelarutan logam-logam berat pada sampel B juga lebih besar daripada sampel A. Selain itu, beberapa logam berat melebihi standar baku mutu KEPMEN LH No. 202 Tahun 2004, antara lain logam arsen (As) dan kadmium (Cd). Gambar 6 menunjukkan bahwa terlewatnya batas baku muku hanya terjadi pada sampel B. Hal ini sesuai dengan hasil uji XRF, sampel B memiliki kandungan unsur As sebesar 512 ppm sementara pada sampel A hanya sebesar 180 ppm. Trend kedua logam tersebut relatif stabil, kecuali logam kadmium pada sampel B. 1 10 100 1000 10000 0.01 0.1 1 10 100 1000 10000 9 16 19 22 26 29 33 36 40 43 47 50 54 TDS(ppm)&SO4(mg/L) Fe(mg/L) Waktu Pengukuran (hari ke-) Fe A Exposed Fe B Exposed TDS A Exposed TDS B Exposed SO4 A Exposed SO4 B Exposed
  • 5. Gambar 6. Konsentrasi logam arsen dan kadmium melebihi standar baku mutu 4.5. Rekomendasi Penempatan Tailing Proses penempatan tailing yang dilakukan berdampak pada terjadinya perubahan karakteristik geokimia tailing. Oleh sebab itu tailing sebaiknya ditempatkan pada TSF dengan menggunakan metode subaqueous sebab kondisi submerged menunjukkan beberapa keuntungan, antara lain leachate yang dihasilkan memiliki nilai pH yang lebih mendekati netral. Akibatnya konsentrasi TDS menjadi lebih kecil, dan dapat menurunkan konsentrasi logam-logam berat hingga di bawah ambang batas, serta menurunkan asiditas larutan. Hal tersebut ditunjukkan oleh Gambar 7. Pada gambar tersebut, nilai pH sampel A kondisi submerged akan menjadi lebih kecil karena mineral-mineral alkali didalamnya menjadi terbatasi oleh kehadiran air yang menutupi permukaan sampel (water cover). Hal yang sama terjadi pada sampel B kondisi submerged. Namun mineral- mineral yang terbatasi ialah mineral sulfida, sehingga pH cenderung lebih tinggi dibandingkan kondisi exposed. Hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa water cover dapat menurunkan laju oksidasi mineral sulfia.Hal ini digambarkan dengan konsentrasi sulfat yang lebih kecil ditemukan pada kondisi submerged. Dengan demikian, kelarutan logam-logam menjadi menurun, sehingga konsentrasi logam-logam berat berada di bawah ambang batasnya. Vigneault et al. (2001) pada penelitiannya menggunakan air sebagai penutup tailing dengan ketebalan air yang relatif dangkal yaitu sebesar 0,3 m. Vigneault mengemukakan bahwa sampel yang diberi perlakuan seperti ini menunjukkan laju oksidasi hingga 2.000 kali lebih kecil daripada sampel yang terekspos ke udara. Walaupun demikian, sifat water cover hanya membatasi, sebab oksigen masih tetap dapat berdifusi dan terlarut dalam air (dissolved oxygen-DO). Gambar 7. Nilai pH, TDS, dan SO4 2- pada tiap kondisi Konsentrasi DO di dalam air menjadi faktor yang berpengaruh terhadap laju oksidasi (Smith & Shumate, 1970 dalam Diana, 2013). Konsentrasi DO dipengaruhi oleh temperatur dan salinitas. Kandungannya berkurang seiring dengan meningkatnya temperatur dan salinitas. Konsentrasi DO juga semakin besar apabila luas daerah permukaan perairan yang terbuka dan tekanan atmosfer sekitar bertambah (Willoughby, 1978; Reid, 1961; dan Welch, 1980). Kadar DO dalam air nilainya relatif antara 6-14 ppm (Connel et al., 1995 dalam Ruyitno dkk., 2003). Tapi kenyataannya nilai DO bervariasi sesuai dengan kedalaman air. Bertambahnya kedalaman cenderung menurunkan konsentrasi DO. Konsep ini diterapkan oleh Lishen Mine di Ireland untuk menempatkan tailing secara subaqueous dengan kedalaman air minimal 1,3 meter di atas permukaan tailing pada bulan Juni dan satu meter pada bulan Oktober (EPA, 2000). 5. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan Tailing merupakan material sisa proses pengolahan yang yang dapat berpotensi menimbulkan air asam tambang. Karena itu karakteristik geokimia tailing sangat penting dalam merencanakan dan merancang suatu TSF. Penelitian menghasilkan bahwa adanya perbedaan karakteistik geokimia sampel tailing yang diperoleh dari dua daerah berbeda pada TSF. Sampel yang diperoleh dari daerah inlet TSF (upstream) memiliki karakteristik sebagai material yang tidak berpotensi dalam menghasilkan asam (NAF), sedangkan sampel yang diperoleh dari daerah outlet TSF (downstream) merupakan material yang berpotensi besar dalam memproduksi asam (PAF). 0.0001 0.0010 0.0100 0.1000 1.0000 10.0000 100.0000 0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56 60 As(mg/L) Waktu Pengukuran (hari ke-) Sampel A Exposed KEPMEN 202 Sampel B Exposed 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40 44 48 52 56 60 Cd(mg/L) Waktu Pengukuran (hari ke-) Sampel A Exposed Sampel B Exposed KEPMEN 202 0 100 200 300 400 500 600 700 6 6.5 7 7.5 8 8.5 9 16 19 22 26 29 33 36 40 43 47 50 54 TDS(ppm)&SO4 2-(mg/L) pH Waktu Pengukuran (hari ke-) pH A Submerged pH A Exposed TDS A Submerged TDS A Exposed SO4 A Submerged SO4 A Exposed 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 9 16 19 22 26 29 33 36 40 43 47 50 54 TDS(ppm)&SO4 2-(mg/L) pH Waktu Pengukuran (hari ke-) pH B Submerged pH B Exposed TDS B Submerged TDS B Exposed SO4 B Submerged SO4 B Exposed
  • 6. Perbedaan ini terjadi karena metode penempatan tailing yang digunakan serta adanya pengaruh proses pengolahan terhadap tailing yang dihasilkan. Proses pengolahan yang menggunakan kapur menyebabkan nilai pH yang besar (bersifat basa). Namun, proses penempatan tailing memisahkan air dan material padatan tailing. Hal ini menyebabkan kapur yang berbutir halus menjadi terlarut dan terbawa bersama air sehingga material berbutir kasar yang mengandung mineral sulfida mengendap dan mendominasi material tailing. Hasil uji statik menunjukkan bahwa sampel dari daerah inlet TSF memiliki ANC yang besar (16,8 kg H2SO4/ton) dan total sulfur yang kecil (0,17%) sehingga nilai pH pasta dan pH NAG relatif netral hingga basa. Sementara sampel dari daerah outlet TSF memiliki persentase total sulfur yang lebih besar (1,68%), NAPP yang positif, dan NPR < 1. Hal ini diperkuat oleh uji kinetik bahwa sampel dari daerah outlet TSF memiliki nilai pH stabil di bawah 4 dengan konsentrasi TDS melebihi 1.000 ppm. Sebaliknya sampel dari daerah inlet TSF memiliki pH sekitar 7-8,5 dengan konsentrasi TDS < 800 ppm. Uji kinetik dengan kondisi submerged menghasilkan leachate yang lebih baik yakni nilai pH yang lebih mendekati netral (pH 7), dan konsentrasi TDS dan logam-logam berat yang terlarut lebih kecil daripada kondisi exposed. Dengan demikian metode subaqueous lebih sesuai diterapkan untuk tailing ini. Karena water cover dapat membatasi interaksi antara oksigen dan mineral sulfida sehingga laju oksidasi yang terjadi sangat kecil. 5.2. Saran Berikut ini beberapa saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjtunya: 1. analisis karakteristik bijih tambang emas sebaiknya dilakukan untuk mengetahui kesesuaian dengan karakteristik tailing, 2. perlunya penambahan sampel pada titik-titik di antara daerah inlet dan outlet TSF untuk mengetahui pola perubahan karakteristik tailing, dan 3. perlu dilakukannya variasi dan penjagaan ketebalan air penutup untuk meneliti ketebalan optimum yang efektif dalam pencegahan AAT, serta pengukuran oksigen terlarut (dissolved oxygen-DO) dalam air penutup untuk melihat seberapa efektif penggunaan metode subaqueous tersebut. Referensi Anonim. 2000. Method of Test Specific Gravity of Soils. Department of Transportation. California. Anonim. 2000. Proposed Determination of a Revised Licence. Environmental Protection Agency (EPA). Ireland. Anonim. 2006. Guidelines for Soil Description 4th edition. Food and Agriculture Organization (FAO) of The United Nations. Italy. Anonim. 2007. Leading Practice Sustainable Development Program for The Mining Industry: Tailings Management. Australian Government: Department of Industry Tourism and Resources. Australia. Anonim. 2010. General Acid Rock Drainage (GARD) Guide. Anonim.____ Deposition Methods of Tailings. Tailing Info. (diakses pada tanggal 4 Juni 2014, pukul 09:30 WIB). Brouwer, Peter. 2010. Theory of XRF. PANalytical B.V. Netherland. Diana, Melinda R. 2013. Kajian Pelapisan Batuan Pembentuk Asam Menggunakan Simulasi Uji Kolom Pelindian untuk Pencegahan Air Asam Tambang. Institut Teknologi Bandung. Indonesia. Dutrow, L. B., Clark, C. M. X-Ray Powder Diffraction. http://serc.carleton.edu/research_education/geochemshee ts/techniques/XRD.html (diakses pada tanggal 14 Mei 2014, pukul 18.00 WIB). Gautama, Prof. Dr. Ir. Rudy Sayoga. 2012. Pelatihan tentang Air Asam Tambang. 4th Indonesian Acid Mine Drainage Seminar & Course. Institut Teknologi Bandung. Indonesia. Guthrie, J. M. and Ferguson, J. R. 2012. Overview of X-Ray Fluorescence. University of Missouri. USA. Loganathan, P. 1987. Soil Quality Consideration in the Selection of Sites for Aquaculture. FAO of the United Nations. Nigeria. Lottermoser, Bernd G. 2010. Mine Wastes: Characterization, Treatment and Environmental Impacts 3rd Edition. Springer. New York. Loye, Hanno zur. X-Ray Diffraction, How it works? What it can and what it cannot tell us?. University of South Carolina. Nelson, Stephen A. 2011. X-Ray Crystallography. Tulane University. Petrunic, Al, Weaver, Hall. 2009. Identification and Characterization of Secondary Minerals Formed in Tungsten Mine Tailings Using Transmission Electron Microscopy. Elsevier. Ireland. Reddy, Krishna. Engineering Properties of Soils Based on Laboratory Testing: Experiment 4 Specific Gravity Determination. University of Illinois. Chicago. Reddy, Krishna. Engineering Properties of Soils Based on Laboratory Testing: Experiment 6 Grain Size Analysis (Sieve and Hydrometer Analysis). University of Illinois. Chicago. Robertson, MacG, & Broughton, L.M. Reliability of Acids Rock Drainage Testing. Salmawati. 2012. Analisis Metode Karakterisasi Batuan Pembentuk Asam di Tambang Bijih Cu – Au. Insitut Teknologi Bandung. Indonesia.