SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 98
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kultur Jaringan
Kultur jaringan merupakan terjemahan dari Tissue culture. Tissue dalam
bahasa Indonesia adalah jaringan yaitu sekelompok sel yang yang mempunyai
fungsi dan bentuk yang sama, culture diterjemahkan sebagai kultur atau
pembudidayaan. Sehingga kultur jaringan diartikan sebagai budidaya jaringan/sel
tanaman menjadi tanaman utuh yang kecil yang mempunyai sifat yang sama
dengan induknya.
Street (1977) mengemukakan terminologi, plant tissue culture is generally
used for the aseptic culture of cells, tissues, organs, and their components under
defined physical and condition in vitro. Atau: Kultur Jaringan adala kultur aseptik
dari sel, jaringan, organ, atau bagian lain yang kompeten untuk dikulturkan dalam
komposisi kimia tertentu dan keadaan lingkungan terkendali.
Thorpe (1990) melanjutkan defenisi tersebut, plant culture/tissue
culture,also referred to as in vitro, aseptik, or sterile culture is an important tool
in both basic and applied studies as well as in commercial application. Artinya,
kultur jaringan dapat didefenisikan sebagai metode untuk mengisolasi bagian
tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ dan
menumbuhkannya dalam media yang tepat dan kondisi aseptik, sehingga bagian-
bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman
lengkap.
Salah satu teknik bioteknologi yang sering digunakan adalah kultur sel dan
jaringan. Menurut Suryowinoto (1991) kultur jaringan dalam bahasa asing disebut
sebagai tissue culture, weefsel cultuus, atau gewebe kultur. Kultur adalah
budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi
yang sama.
Kultur jaringan digunakan sebagai istilah umum yang juga meliputi kultur
organ ataupun kultur sel. Istilah kultur sel digunakan untuk berbagai kultur yang
berasal dari sel-sel yang terdispersi yang diambil dari jaringan asalnya, dari kultur
primer, atau dari cell line atau cell strain secara enzimatik, mekanik, atau
2
disagregasi kimiawi. Terminologi kultur histotypic akan diterapkan untuk jenis
kultur jaringan yang menggabungkan kembali sel-sel yang telah terdispersi
sedemikian rupa untuk membentuk kultur jaringan.
Kultur sel dan jaringan dapat digunakan pada hewan dan tumbuhan. Kultur
jaringan hewan merupakan suatu teknik untuk mempertahankan kehidupan sel di
luar tubuh organisme. Lingkungan sel dibuat sedimikian rupa, sehingga
menyerupai lingkungan asal dari sel yang bersangkutan. Sel yang dipelihara bisa
berupa sel tunggal (kultur sel), sel di dalam jaringan (kultur jaringan), maupun sel
di dalam organ (kultur organ) (Listyorini, 2001). Teknik pembuatan kultur primer
pada kultur sel, jaringan, dan organ hewan pada dasarnya sama. Sel, jaringan, atau
organ hewan diambil dari tubuh hewan dan mulai dipelihara di dalam kondisi in-
vitro. Selama di dalam kultur primer semua kebutuhan sel baik sebagai sel tunggal
(kultur sel), sebagai bagian dari jaringan (kutur jaringan), maupun sebagai bagian
organ (kultur organ) harus dipenuhi agar sel dapat hidup dan menjalankan fungsi
normalnya.
Kultur jaringan pada tumbuhan merupakan salah satu teknik perbanyakan
tumbuhan yang menggunakan sel atau organ atau jaringan tumbuhan Kultur
jaringan pada suatu tumbuhan merupakan suatu cara membudidayakan suatu
jaringan tumbuhan menjadi tumbuhan kecil yang mempunyai sifat seperti
induknya (Hendaryono, 1994).
2.2 Tujuan dan Manfaat Kultur Jaringan
a. Pengadaan bibit
Penyediaan bibit yang berkualitas baik merupakan salah satu faktor yang
menentukankeberhasilan dalam pengembangan pertanian di masa
mendatang.Pengadaan bibit pada suatu tanaman yang akan dieksploitasi secara
besar-besaran dalam waktu yang akancepat akan sulit dicapai dengan perbanyakan
melalui teknik konvensional. Pengadaanbibitmembantumemperbanyak tanaman
(menyediakan bibit), khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan
secara generatif.Keunggulan bibit hasil kultur jaringan, antara lain:
- identik dengan induknya
- massal & hemat tempat
3
- waktuyangrelatifsingkat
- lebih seragam
- mutu bibit lebih terjamin
- kecepatan tumbuh bibit lebih cepat
Gambar 2.1 Bibit Jati Hasil dari Kultur Jaringan
b. Menyediakan bibit bebas virus/penyakit
Banyak virus yang tak menampakkan gejalanya, namun bersifat laten, dan
akan dapat mengurangi vigor, kualitas dan kuantitas produksi. Virus dalam
tanaman induk merupakanmasalah untuk perbanyakan vegetatif tanaman
hortikultura secara konvensional. Morrel &Martin (1952) menemukan bahwa
pada daerah meristem Martin (1952) menemukan bahwa pada daerah meristem
apikal, ternyata kandungan virusnya paling rendah bahkan tidak ada. Hal ini
mungkin karena virus bergerak melalui sistem pembuluh, sedang daerah tersebut
belum ada sistem pembuluhnya, selain itu aktivitas metabolisme tinggi pada
daerah tersebut tidak mendukung replikasi virus, juga konsentrasi auksin yang
tinggi menghambat multiplikasi.
c. Membantu program pemuliaan tanaman
Dengan kultur jaringan dapat membantu program pemuliaan tanaman
untuk menghasilkan tanaman yang lebih baik melalui :
Keragaman Somaklonal, Kultur Haploid, Embryo Rescue, Seleksi In Vitro,
Fusiprotoplas, Transformasi Gen /Rekayasa Genetika Tanaman dll.
4
d. Membantu proses konservasi dan preservasi plasma nutfah
Dilakukandengan konservasi in vivo dalam bentuk penyimpanan biji dan
tanaman hidup (Kebun Raya), preservasi in vivo dengan cara menyimpan biji.
Penyimpanan secara kultur jaringan dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
pertumbuhan minimal (minimal growth) dan kriopreservasi.Untuk biji ortodoks
dalam ruang dengan temperatur dan kelembaban yang terkendali. Masalahnya
pada biji rekalsitran (apalagi yang ukuran bijinya besar); perlu secara kultur
karingan, yaitu sel-sel kompeten (mampu beregenerasi) disimpan dalam
temperatur rendah dan dibekukan dalam cairan nitrogen (Kriopreservasi). Adapun
penelitian penyimpanan secara kultur jaringan telah dilakukan suatu lembaga
(BSJ) terhadap tanaman ubi-ubian, sepeti ubi kayu, gembili, dan yam.
Gambar 2.2 Kebun Raya Bogor
e. Memproduksi senyawa kimia untuk farmasi, industri makan dan
industri kosmetik
Sel-sel tanaman yang dapat memproduksi senyawa tertentu, ditumbuhkan
dalam bioreaktor besar. Misalnya untuk produksi senyawa antibiotik dari suatu
jenis fungi. Senyawa hasil tersebut bisa didapatkan dari hasil sintesis lengkap;
juga dapat merupakan hasil transformasi oleh enzim dalam sel tanaman. Misalnya
pewarna merah untuk lipstik dari tanaman, yang disebut dengan biolips (prod.
Kosmetik Kanebo).
2.3 TahapanPerbanyakanTanamandenganKulturJaringan
Secara umum, tahapan yang dilakukandalam perbanyakan tanaman
denganteknik kultur jaringan adalah:
5
1. Pembuatan Media
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakandengan kultur
jaringan. Komposisi media yangdigunakan tergantung dengan jenis tanaman yang
akandiperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri darigaram mineral,
vitamin, dan hormon. Selain itu,diperlukan juga bahan tambahan seperti agar,
gula, danlain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yangditambahkan juga
bervariasi, baik jenisnya maupunjumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur
jaringanyang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkanpada tabung reaksi
atau botol-botol kaca. Media yangdigunakan juga harus disterilkan dengan
caramemanaskannya dengan autoklaf.
Macam media:
Ada dua penggolongan media tumbuh: mediapadat dan media cair.Media
padat pada umumnya berupa padatangel, seperti agar. Nutrisi dicampurkan pada
agar.Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air.Media cair dapat bersifat
tenang atau dalamkondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan.
2. Inisiasi
Inisiasi adalah pengambilan eksplan/inokulum dari bagian tanaman yang
akandikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untukkegiatan kultur
jaringan adalah tunas.Inokulum dapat diambil dari potongan yangberasal dari
kecambah atau jaringan tanaman dewasa yang mengandung jaringan meristem.
Gambar 2.3 Tahap Inisiasi
6
3. Sterilisasi
Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatandalam kultur jaringan harus
dilakukan ditempatyang steril, yaitu di laminar flowdan menggunakan alat-alat
yang jugasteril. Sterilisasi juga dilakukan terhadapperalatan, yaitu menggunakan
etanol yangdisemprotkan secara merata padaperalatan yang digunakan. Teknisi
yangmelakukan kultur jaringan juga harussteril.
4. Multiplikasi
Multiplikasi adalah kegiatanmemperbanyak calon tanaman
denganmenanam eksplan padamedia. Kegiatanini dilakukan di laminar flow
untukmenghindari adanya kontaminasi yangmenyebabkan gagalnya
pertumbuhaneksplan. Tabung reaksi yang telahditanami ekplan diletakkan pada
rak-rakdan ditempatkan di tempat yang sterildengan suhu kamar.
Gambar 2.4 Tahap Multipikasi
5. Pengakaran
Fase dimana eksplan akanmenunjukkan adanya pertumbuhan akar
yangmenandai bahwaproses kultur jaringan yangdilakukan mulai berjalan
denganbaik. Pengamatan dilakukansetiap hari untukmelihat pertumbuhan dan
perkembangan akarserta untuk melihat adanya kontaminasi olehbakteri ataupun
jamur. Eksplan yangterkontaminasi akan menunjukkan gejala sepertiberwarna
putih atau biru (disebabkan jamur)atau busuk (disebabkan bakteri).
7
Gambar 2.5 Pengakaran Kultur Jaringan
6. Aklimatisasi
Kegiatan memindahkaneksplan keluar dari ruangan aseptic ke kultur
potatau bedeng. Pemindahan dilakukan secarahati-hati dan bertahap, yaitu
denganmemberikan sungkup. Sungkup digunakanuntuk melindungi bibit dari
udara luar danserangan hamapenyakit karena bibit hasil kulturjaringan sangat
rentan terhadap serangan hamapenyakit dan udara luar. Setelah bibit
mampuberadaptasi dengan lingkungan barunya makasecara bertahap sungkup
dilepaskan danpemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yangsama dengan
pemeliharaan bibit generatif.
Gambar 2.6 Aklimatisasi jati muna hasil kultur jaringan
8
2.4 Laboratorium Kultur Jaringan
Pertumbuhan eksplan dalam kultur jaringan diusahakan dalam
lingkungan yang aseptik danterkendali. Laboratorium yang efektif
merupakan salah satu unsur penting yang ikut menentukan keberhasilan
pekerjaan, baik untuk penelitian, mau-pun produksi. Laboratorium sebaiknya
dibangun di daerah yang udaranya bersih, tidak banyak debu dan polutan.
Bangunan laboratorium kultur jaringan sebaiknya mempunyai pembagian ruangan
yang diatur sedemikian rupa sehinggatiap kegiatan terpisah satu dengan yang
lainnya, tetapi mudah saling berhubungan dan mudah dicapai.
Pembagian ruangan laboratorium kultur jaringan berdasarkan kegiatan-
kegiatannya adalah sebagai berikut :
a. Ruang Analisa
b. Ruang persiapan/preparasi
c. Ruang transfer/tanam
d. Ruang kultur/inkubasi
e. Ruang stok/media jadi
f. Ruang timbang/bahan kimia
a. Ruang Analisa
Ruangan ini biasanya digunakan untuk tempat menganalisis, mengamati
dan mendiskusikan hasil perlakuan terhadap eksplan yang telah ditanam
terdahulu. Hasil perlakuan yang telah dilakukan terhadap eksplan tertentu
perlu diamati untuk melihat perbedaannya dan untuk membandingkannya
dengan keadaan awal eksplan sewaktu ditanam. Oleh sebab itu dibutuhkan
alat-alat dan ruangan untuk analisa lebih lanjut.
Alat-alat dan bahan yang diruangan analisa, antara lain adalah 1) Gambar
– gambar informasi tentang kultur jaringan, 2) Bahan – bahan media (di dalan
lemari), 3) Alat – alat yang dibutuhkan untuk pengamatan hasil kultur jaringan
(milimeter blok, jangka sorong, mistar) biasanya disimpan di lemari. Di dalam
ruangan ini umumnya terdapat :
- Mikroskop
- Objek glass dan cover glass
9
- Mikrotom dan perlengkapannya
- Loupe
Gambar 1.1 Mikrotom
Untuk kebutuhan yang lebih tinggia atau canggih, alat-alat yang
berhubungan dengan pengamtan DNA juga dperlukan sperti : inkubator atau
water bath , lemari es, sentrifuge, elektroforesisi, pipetmikro dengan berbagai
ukuran, eppendorf 1,5 ml dan 25µl,ujung tip dengan berbagai ukuran dan
perlengkapan pengamatan (larutan etidium bromide), kamera foto folaroid tipe
tertentu atau komputer yang dilengkapi dengan kamera khusus untuk pengamatan
DNA (Harahap,2013).
b. Ruang Persiapan
Ruangan sterilisasi adalah ruangan tempat dimana seluruh alat kultur
jaringan dibersihkan. Sebalikya rungan sterilisasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu
ruangan pertama untuk mensterilkan alat-alat yang tidak terkontaminasi dan ruang
kedua digunakan untuk mensterilkan alat-alat yang terkontaminasi. Untuk
mensterilkan alat yang tidak terkontaminasi alat yang dibutuhkan dalam ruangan
ini adalah westafel dan autoklaf.
Untuk mensterilkan alat-alat atau botol yang terkontaminasi haruslah
dipisahkan ruangan dan peralatan yang digunakan. Pada laboratorium berskala
besar, ruanagn ini dilemgkapi denngan autoklaf yangn khusus digunakan unutk
10
mensterilkan botol yang terkontaminasi, jadi botol-botol yang berisi tanaman yang
terkontaminasi terlebih dahulu di autoklaf sebelum dicuci secara bersih di
westafel.
Jika kita tidak memiliki autoklaf dalam jumlah banyak, kondisi ini dapat
diatasi dengan cara memisahkan tempat dan alat pencucian botol terkontaminasi
denngan botol yang tidak terkontaminasi. Pengalaman menunjukkan botol
terkontaminasi harus dicuci 2 kali untuk memastikan botol benar-benar bersih
sbelum dilanjutkan dengan mengautoklafnya.
Pembagian ruangan sterilisasi dapat juga dengan cara sebagai berikut :
- Kamar mandi, digunakan untuk tempat pencucian botol yang
terkontaminasi.
- Ruangan yang memiliki westafel, tempat pencucian alat-alat yang
bersih.
Ruang ini dipergunakan untuk mempersiapkan media kultur dan
bahan tanaman yang akan dipergunakan, sebagai tempat mencuci alat-alat
laboratorium, dan tempat untuk menyimpan alat-alat gelas. Sesuai dengan
fungsinya, maka di-ruangan ini terdiri dari :
 Hot plate dengan magnetic stirer
 Oven
 Pengukur pH, dapat berupa pH meter, atau kertas pH indikator
 Autoklaf
 Kompor gas
 Tempat cuci
 Labu takar, gelas piala, erlenmeyer, pengaduk gelas, spatula,
petridish, pipet, botol kultur, pisau scapel.
11
Gambar 2.7 Autoklaf
c. Ruang Transfer/Tanam
Ruang transfer merupakan ruang di mana pekerjaan aseptik dilakukan.
Dalamruangan ini dilakukan kegiatan isolasi tanaman, sterilisasi dan penanaman
eksplandalam media. Ruangan ini sedapat mungkin bebas dari debu dan hewan
kecil, sertaterpisah dan tersekat dengan ruangan lain. Penggunaan AC
sangat dianjurkan dalamruangan ini. Ruang transfer dilengkapi peralatan sebagai
berikut :
 Laminar air flow cabinet, bisa juga enkas
 Alat-alat diseksi; pisau bedah/scapel, pinset, spatula, dan
gunting.
 Hand sprayer yang berisi alkohol 70 %
 Lampu bunsen
Gambar 2.8 Laminar Air Flow
12
Ruangan ini harus berhubungan dengan ruangan kultur, karena setelah
penanaman, maka botol berisi tanaman dibawa ke ruang kultur. Juga harus
berhubungan dengan ruang preparasi, untuk kemudahan pengangkatan botol berisi
media, alar tanam dan yang lainnya. Ruangan ini juga harus verhubungan dengan
ruanga analisa, untuk keperluan pengamatan mikroskopis. Ruanngan ini
senantiasa dibersihkan dengan dengan desinfektan seperti karbol. Idealya
ruangan-ruangan di dalam laboratorium hendaknya saling berhubungan
(Harahap,2013).
d. Ruang Kultur/Inkubasi
Merupakan ruang yang paling besar dibanding dengan ruangan yang
lain. Ruangan ini harus dijaga kebersihannya dan sedapat mungkin dihindari
terlalu banyak keluar masuknya orang-orang yang tidak berkepentingan.
Ruangan ini berisi rak-rak kultur yang berfungsi untuk menampung botol-
botol kultur yang berisi tanaman. Rak ini juga dilengkapi dengan lampu-
lampu sebagai sumber cahaya bagi tanaman kultur. Selain rak kultur, ruang
kultur juga harus dilengkapi dengan AC, pengukur suhu dan kelembapan,
serta timer yang digunakan untuk menghidup-kan dan mematikan lampu
secara otomatis.
Gambar 2.9 Ruang Kultur
Cahaya yang digunakan sebagai penerangan, sebaiknya cahaya
putih yang dihasilkan dari lampu flourescent. Lampu flourescent dipakai
karena sangat baik dan sangat efisien dalam penggunaan energi bila
13
dibanding dengan lampu pijar. Karena pada lampu pijar, hampir 90 %
merupakan energi panas, sehingga mem-pengaruhi ruangan.
Intensitas cahaya yang baikdarilampuflourescentadalah antara 100
– 400 ftc (1000 – 4000 lux). Intensitas cahaya dapat diatur dengan
menempatkan jumlah lampu dengan kekuatan tertentu.
Lampu yang digunakan bisa berupa lampu TL dengan daya 15 watt
atau 40 watt,tergantung panjang rak yang dibuat. Jarak antar rak 30 – 35
cm. Sebaiknya travo pada lampu TL dipasang terpisah dari box, (lebih
baik kalau dipasang di luar ruangkultur), karena dapat membakar tanaman
kultur dan membuat suhu ruang menjadipanas.
Selain lampu TL, lampu SL juga dapat dipakai. Pemakaian lampu
ini dapat meng-hemat biaya listrik, juga lebih terang. Tinggi rak yang
dibuat antara 50 – 60 cm. Dalam satu bidang rak dapat memakai 2 atau 3
lampu SL daya 5 – 10 watt tergantung ukuran panjang rak.
Panjang penyinaran/lama penyinaran yang dibutuhkan oleh tiap
tanaman berbeda-beda. Berapa lama penyinaran harus diberikan,
tergantung pada jenis tanaman dan respon yang diinginkan. Ada
kultur yang membutuhkan waktu pe-nyinaran yang terusmenerus, ada
yang 14 – 16 jam/hari, ada yang 10 – 12 jam/hari. Rata-rata waktu
penyinaran yang efektif adalah 12 – 16 jam/hari.
Suhu ruang kultur diatur pada suhu 25 – 28o
C. Pada suhu yang
terlalu dingin, kulturkadang tidak berkembang dengan baik, begitu juga
jika suhu ruang kultur terlalupanas, maka jamur dan bakteri akan
berkembang biak dengan cepat dan tanaman menjadi layu.
Gambar 2.10 Penampang rak kultur bila memakai lampu SL
14
Gambar 2.11 Penampang rak kultur bila memakai lampu TL
Ruang stok/media jadi
Ruangan ini berfungsi sebagai ruang untuk menyimpan media tanam
yang sudah di autoklaf. Ruang stok sebaiknya dingin dan gelap, serta
kebersihannya harus dijaga. Media tanam akan diinkubasi pada ruang ini selama 3
hari sebelum digunakan. Hal ini untuk mengetahui kondisi media tanam apakah
steril atau ter-kontaminasi jamur/bakteri. Apabila media terkontaminasi,
sebaiknya segera dikeluar-kan dan diautoklaf selama 1 jam pada tekanan 0.14
Mpa.
15
Gambar 2.12 Denah lengkap ruangan laboratorium kultur jaringan
e. Ruang Timbang/Bahan Kimia
Ruang ini berisi stok bahan-bahan kimia, timbangan analitik,
magnetik stirer dan lemari es. Semua kegiatan penimbangan bahan kimia
dan pembuatan larutan stok dilakukan di ruangan ini.
16
Gambar 2.13 Ruang Timbangan
Berikut skema laboratorium kultur jaringan yang mempunyai 5
ruang sesuai dengan tahapan dan fungsinya masing-masing :
Sedangkan pada laboratorium sederhana, ruang tanam, ruang
kultur dan ruang stok media dapat digabung menjadi satu ruangan.
Sedangkan ruang preparasi /per-siapan dapat digabung dengan ruang
bahan kimia (seperti dalam gambar di bawah). Dari 2 ruangan ini, ruang
tanam + kultur harus memakai AC. Untuk daerah yang bersuhu dingin,
tanpa memakai AC tidak ada masalah.
17
Gambar 2.14 Denah sederhana ruangan laboratorium kultur jaringan
2.5 Proses Sterilisasi Alat
Sterilisasi adalah segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di
tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga
steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol
yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang
melakukan kultur jaringan juga harus steril. Peralatan yang kami gunakan yaitu
petridish yang berfungsi untuk media pemotongan hasilnya steril karena dalam
18
mensterilisasi sesuai petunjuk. Alat yang kedua yaitu botol kultur yang berfungsi
untuk menaruh penanaman eksplan hasilnya juga steril karena sangat hati-hati
dalam melakukan sterilisasi. Peralatan yang ketiga yaitu Erlenmeyer yang
berfungsi untuk pencucian,hasilnya juga steril karena dalam melakukan
pensterilan dilakukan dengan sungguh-sungguh dan menjaga kondisi lingkungan
tetap steril. Peralatan yang keempat yaitu scalpel yang berfungsi untuk memotong
eksplan,hasil alat tersebut juga steril karena praktikan dalam melakukan sterilisasi
selalu dalam keadaan steril dan berhati-hati. Peralatan yang ke lima yaitu pinset
yang berfungsi untuk mengambil eksplan,hasil alatnya juga steril karena dalam
melakukan pensterilan dilakukan sesuai petunjuk dan keadaan lingkungan serta
praktikan steril sehingga tidak ada bakteri yang masuk. Peralatan yang ke enam
yaitu aluminium foil yang berfungsi untuk membungkus botol kultur,hasilnya alat
tersebut juga steril karena praktikan menggunakan dengan hati-hati dan cermat.
Salah satu faktor penentu keberhasilan kultur jaringan adalah tahap
sterilisasi. Kegiatan sterilisasi ini meliputi pada:
a. Sterilisasi pada lingkungan kerja.
b. Sterilisasi pada alat-alat dan media tanam.
c. Sterilisasi bahan tanaman (eksplan).
Kegiatan sterilisasi ini sangat penting untuk dilakukan, karena kontaminasi
pada kultur jaringan dapat berasal dari:
 Eksplan, baik kontaminasi eksternal maupun internal.
 Organisme kecil yang masuk ke dalam media, seperti semut.
 Botol kultur atau alat-alat yang kurang steril.
 Lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor.
 Kecerobohan dalam bekerja.
Dalam sterilisasi bahan tanaman, hal yang penting yang harus mendapat
perhatian adalah; bahwa sel tanaman dan kontaminan adalah sama-sama benda
hidup. Kontaminan harus dihilangkan tanpa mematikan sel tanaman.
19
Beberapa jenis bahan disenfektan yang dapat digunakan untuk sterilisasi
bahan tanaman :
No Bahan Konsentrasi Lama perendaman
1 Kalsium hipoklorit 1 – 10 % 5 – 30 menit
2 Natrium hipoklorit 1 – 2 % 7 – 15 menit
3 Hidrogen peroksida 3 – 10 % 5 – 15 menit
4 Perak nitrat 1 % 5 – 30 menit
5 Merkuri klorit (HgCl2) 0.1 – 0.2 % 10 – 20 menit
6 Bethadine 2.5 – 10 % 5 – 10 menit
7 Fungisida 2 g/l 20 – 30 menit
8 Antibiotik 50 – 100 mg/l ½ - 1 jam
9 Alkohol 70 % 1 – 10 menit
10 Bayclin/sunclin 5 – 30 % 5 – 25 menit
Bahan-bahan sterilisasi ini pada umumnya bersifat toxic/racun terhadap
jaringan tanaman. Pembilasan yang berkali-kali sesudah perendaman eksplan di
dalam larutan bahan streilisasi, sangat diperlukan untuk menghilangkan sisa-sisa
bahan aktif yang masih menempel dipermukaan bahan tanaman.
Dalam sterilisasi, kadang-kadang digunakan dua atau lebih bahan
sterilisasi. Misalnya; perendaman dalam alkohol dulu, kemudian dalam bayclin,
setelah itu bilas dengan air steril. Dapat juga perendaman di mulai dengan larutan
fungisida atau antibiotik, kemudian baru HgCl2dan dibilas dengan air steril.
Prosedur mana yang efektif, harus ditentukan melalui percobaan pendahuluan.
Sterilisasi bahan tanaman dimulai dengan pencucian dan pembuangan
bagian-bagian yang kotor dan mati di bawah pancuran air bersih. Pencucian dapat
dilakukan dengan penyikatan menggunakan detergent halus. Kadang-kadang
bahan yang sudah bersih dibiarkan dibawah pancuran air selama 30 menit. Hal ini
dilakukan untuk memecah koloni kontaminan yang masih menempel dipermukaan
agar koloni tersebut lebih peka terhadap bahan-bahan sterilisasi. Juga untuk
20
mengurangi dan menghilangkan senyawa fenol, terutama pada tanaman yang
kandungan fenoliknya tinggi.
Bahan yang sudah bersih dikecilkan sampai ukuran tertentu. Ukuran ini
harus lebih besar dari ukuran eksplan yang direncanakan. Bahan kemudian
direndam dalam larutan fungisida/antibiotik. Setelah waktu perendaman tercapai,
bahan dicuci bersih dan ditiriskan, kemudian bawa masuk ke dalam laminar. Di
dalam laminar eksplan direndam dalam alkohol 70 % selama 1 – 2 menit, dan
dibilas dengan air steril sekali. Kemudian rendam eksplan dalam larutan bayclin
20 % + tween-20 2 tetes selama 10 menit. Tween-20 ini berfungsi sebagai
perekat. Setelah waktu pe-rendaman tercapai, eksplan dibilas dengan air steril 3 –
5 kali selama 5 menit untuk tiap-tiap pembilasan dan letakkan di dalam petridish
yang dialasi tissue steril. Bila semua prosedur sudah dilakukan, berarti bahan
tanaman sudah siap di tanam pada media kultur.
Prosedur sterilisasi dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan, seperti :
1. Fungisida – alkohol – bayclin – bayclin – aquades steril
2. Alkohol – bayclin – bayclin – aquades steril
3. HgCl2 – alkohol – aquades steril
4. Fungisida – bayclin – bayclin – bayclin – aquades steril
1. Sterilisasi alat – alat gelas
Botol kultur biasanya kecil potensinya sebagai penyebab kontaminasi,
karena selalu diautoklaf dengan media. Alat gelas lain dapat disterilisasi dengan
beberapa cara, misalnya ekspos ke radiasi UV, penggunaan larutan desinfestasi
atau lebih mudah dengan mengautoklaf atu dengan pemanasan dalam oven pada
180oC selama minimal 3 jam. Alat – alat plastik seperti polypropylene atau
polycarbonate mesti disterilisasi dengan autoklaf karena mereka tidak tahan panas
kering pada 180oC. Wadah plastic dapat digunakan berulangkali; karena mereka
tahan diautoklaf berulangkali tapi akhirnya menjadi sedikit mengkerut (brittle).
Untuk sterilisasi panas kering (dalam oven), peralatan seperti scalpel,
gunting dan forsep, petri dish, beaker dll, dapat dibungkus dengan kertas atau
aluminium foil terlebih dahulu sebelum diautoklaf. Kertas yang diautoklaf
21
kemudian dikeringkann dengan cara meletakkan pada oven dengan suhu 60 –
70oC atau di dalam laminar air flow cabinet sebelum digunakan.
2. Teknik Sterilisasi – manipulasi bahan tanaman
Sumber utama kontaminan adalah spora jamur dan bakteri yang
membentuk bagian alami dari atmosfer. Dapat diasumsikan bahwa agen
kontaminasi ada dimana – mana, misalnya pakaian, kulti, rambut dan nafas si
operator, jaringan tanaman, peralatan, bagian luar wadah kultur, permukaan
tempat kerja, dan banyak lagi. Udara steril di dalam laminar air flow cabinet
memungkinkan kita untuk dengan mudah membuka wadah kultur dan bekerja
secara steril.
Peralatan dapat disterilisasi dengan mencelupkan pada alcohol 70 – 80%
yang diikuti dengan pembakaran (flaming) menggunakan Bunsen burner atau
lampu spiritus. Bleach dapat juga digunakan sebagai alternatif untuk
mensterilisasi peralatan dengan alcohol. Larutan klorin encer (0.1 – 0.25% klorin)
dapat digunakan. Peralatan harus stainless steel, karena bahan lain akan berkarat
dengan cepat jika direndam dalam bleach.
Secara ringkas langkah berikut mesti dilakukan jika melakukan kegiatan
kultur jaringan:
1. Semprot atau usap baigan dalam laminar flow cabinet dengan 70% etil
atau isopropyl alcohol sebelum menghidupkan cabinet. Alcohol 70%
penting dinguankan, absolute alcohol (95%) tidak membunuh mikroba)
2. Hidupkan cabinet. Jika anda menggunakan lampu UV pastikan anda
sudah mematikannya sebelum meletakkan bahan tanaman di dalam
cabinet.
3. Semprot semua wadah dan bahan dengan ethanol 70% sebelum
meletakkannya dalam cabinet.
4. Cuci tangan dan lengan dengan sabun dan air dan usap dengan 70%
ethanol sebelum mengambil tanaman. Penting dicatat bahwa ethanol
memiliki efek residual; karenanya sebaiknya menggunakan Hexifoam
(desinfektan untuk kulit).
5. Jika menggunakan api, berhati-hatilah
22
6. Atur ruang kerja dalam cabinet sehingga tidak banyak gerakan tangan
menyilang di dalam cabinet.
7. Jika bahan tanaman jatuh ke permukaan cabinet, anggap terkontaminasi
dan buang
8. Setelah selesai mentransfer kultur, matikan cabinet, semprot atau usap
dengan 70% ethanol dan tutup cabinet.
Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara:
1) Sterilisasi dengan pembakaran
Alat-alat yang terbuat dari logam dapat disterilkan dengan cara
memanaskan atau membakar di atas lampu spirtus.
2) Sterilisasi dengan udara panas/kering
Alat-alat dari gelas seperti cawan petri, erlenmeyer, tabung piala, botol
eksplan, tabung reaksi dan sebagainya dapat disterilkan dengan udara panas
(oven) pada suhu 130 – 160o
C selama 1 – 2 jam. Alat alat ditata tidak terlalu
rapat agar sirkulasi udara antar tumpukan alat dapat berjalan lancar, sehingga
semua alat dapat disterilkan dan dapat dengan mudah dijaga kesterilannya
saat dikeluarkan dari alat sterilisasi.
3) Sterilisasi dengan uap panas (basah)
Bahan atau alat dapat disterilkan dengan uap panas atau secara basah pada
uap panas biasa atau uap panas dengan tekanan tinggi, secara terus menerus
(kontinyu) atau secara terputus putus (diskontinyu), khususnya medium pada
suhu atau tekanan yang rendah. Untuk sterilisasi dengan cara ini sering kali
menggunakan otoklaf. Sterilisasi medium biasanya dilakukan pada suhu
121o
C dengan tekanan 1 atm selama 15-30 menit, namun untuk medium yang
tidak mudah rusak dapat dilakukan pada suhu atau tekanan yang sedikit lebih
tinggi.
4) Sterilisasi dengan bahan kimia
Bahan kimia tertentu sering digunakan untuk sterilisasi alat maupun
bahan. Etanol 70% sering digunakan untuk sterilisasi permukaan pada alat
yang sering dikombinasi dengan pembakaran pada api. NOCl (natrium
23
hipoklorit) dan formalin juga sering digunakan untuk sterilisasi permukaan
atau disinfestasi permukaan atau disinfeksi permukaan.
5) Sterilisasi lingkungan kerja
Lingkungan kerja untuk teknik kultur jaringan dapat dibagi atas
lingkungan umum dan lingkungan spesifik. Lingkungan umum adalah
ruangan transfer secara keseluruhan, sedangkan lingkungan spesifik adalah
lingkungan didalam laminar air flow cabinet dimana proses penanaman
eksplan dan prosedur lain seperti isolasi protoplasma dilakukan.
6) Sterilisasi alat-alat dan media
Alat-alat yang perlu disterilkan sebelum penanaman adalah: pinset,
gunting, gagang scalpel, petridisk, botol-botol kosong, jarum suntik untuk
isolasi meristem dan pipet untuk memindahkan suspensi sel.
Media dan aquades juga disterilkan dalam autoclave.Untuk aquades
sebaiknya dimasukkan dalam wadah kecil misalnya elemeyer 250 ml dengan
isi maksimum 100 ml, agar sterilisasi lebih efektif. Untuk media kultur yang
tidak mengandung bahan-bahan yang heat-labile, sterilisasi dilakukan dengan
autoclave pada suhu 1210
C.
7) Sterilisasi bahan tanaman
Pada setiap jenis tanaman, ditemukan juga kontaminan yang berasal
dari dalam jaringan tanaman, terutama bakteri.Bakteri-bakteri ini sampai
sekarang belum diidentifikasi.Kontaminan internal ini sangat sulit diatasi,
karena sterilisasi permukaan tidak menyelesaikan masalah.Pada bahan
tanaman yang mengandung kontaminan internal, harus diberi perlakuan
antibiotik atau fungisida yang sistemik.
Setiap bahan tanaman mempunyai tingkat kontaminasi yang berbeda
tergantung dari :
 Jenis tanaman
 Bagian tanaman yang diperlukan
 Morfologi permukaan
 Lingkungan tumbuhnya
 Umur tanaman
 Kondisi tanaman
24
 Musim waktu mengambil
Sumber kontaminasi dapat barasal dari :
a) Eksplan, baik kontaminasi eksternal maupun internal
b) Organisme kecil yang masuk ke dalam media. Dengan keadaan di
Indonesia, yang pling sering menyebabkan kontaminasi adalah semut.
c) Botol kultur atau alat-alat yang kurang steril.
d) Lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor (spora di udara)
e) Kecerobohan dalam pelaksanaan.
Seperti yang dijelaskan diatas, alat-alat yang perlu disterilkan sebelum
penanaman adalah : pinset, gunting, gagang scalpel, kertas saring, petri dish,
botol-botol kosong, jarum suntik untuk isolasi meristem dan pipet untuk
memindahkan suspensi sel. Alat-alat dan kertas saring dibungkus rapi dengan
kertas tebal atau ditaruh dalam baki stainless steel dan bakinya dibungkus dengan
kain tebal sebelum dimasukkan ke dalam autoclave. Alumunium foil tidak
direkomendasikan sebagai pembungkus, karena uap tidak dapat masuk ke dalam
bungkusan. Suhu yang digunakan untuk sterilisasi adalah 1210
C pada tekanan
17,5 psi (pounds per squareinch) selama 1 jam. Perhitungan waktu sterilisasi
dimulai setelah tekanan yang diinginkan tercapai.
Alat-alat yang dipakai ketika penanaman harus dalam keadaan steril.Alat-
alat logam dan dapat disterilisasikan dalam autoclave. Alat tanam seperti : pinset
dan gunting dapat juga disterilkan dengan pembakaran atau dengan pemanasan,
namun pisaunya (blade) dapat menjadi tumpul bila dipanaskan dalam suhu tinggi,
oleh karena itu untuk bladenya dianjurkan cara sterilisasi dengan pencelupan
dalam alkohol atau larutan kaporit (Syahmi edi, 2007)
Dalam sterilisasi alat, ada 2 macam Sterilisasi, yaitu :
1. Sterilisasi luar
 Sterilisasi luar merupakan sterilisasi alat-alat dengan menggunakan
deterjen/sabun dan air yang mengalir. Botol-botol kultur dicuci
dengan cara menggosok seluruh bagian botol (dalam dan luar)
dengan menggunakan deterjen/sabun.
25
 Kemudian membilas botol-botol kultur tersebut dengan air yang
mengalir sampai air mengenai seluruh bagian botol dan
membersihkan bekas-bekas deterjen/sabun.
 Setelah dibilas dengan air mengalir, botol diletakkan ditempat yang
sudah disemprot dengan alkohol
2. Sterilisasi dalam
 Sterilisasi dalam dilakukan dengan cara memasukkan botol-botol
kultur ke dalam autoclave. Alat-alat yang disterilisasi dengan
autoclave adalah alat yang berupa logam dan gelas.
 Botol-botol kultur dan alat-alat tanam yang dibungkus dengan
kertas dimasukkan kedalam autoclave selama 1 jam. Suhu yang
digunakan untuk sterilisasi adalah 1210
C karena pada suhu tinggi
tersebut mikroba akan mati pada tekanan 17,5 psi (pounds per
squareinch).
 Perhitungan waktu sterilisasi dimulai setelah tekanan yang
diinginkan tercapai.
Pada prinsipnya, peralatan yang digunakan dalam praktikum ini haruslah
steril. Karena peralatan yang tidak steril akan dapat menjadi sumber kontaminan
sehingga menggagalkan percobaan kultur jaringan yang dilakukan.
Selain peralatan seperti : pinset, gunting, gagang scalpel, petridisk, botol-
botol kosong, jarum suntik untuk isolasi meristem dan pipet untuk memindahkan
suspensi sel, media dan aquades yang digunakan juga harus disterilisasi. Namun
terkadang hal itu saja tidaklah cukup karena sterilisitas dari praktikan juga sangat
mempengaruhi. Jadi apabila praktikan akan melakukan percobaan, maka
praktikan harus membersihkan dirinya terlebih dahulu. Diantaranya praktikan
dapat melakukan hal-hal sebagai berikut : mandi, mencuci tangan dan kaki dengan
sabun, mengganti pakaian yang bersih atau pakaian khusus praktik, dan usaha-
usaha lain yang dapat menghindarkan kontaminasi.
2.6 Metode dalam Kultur Jaringan
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak
tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara
26
generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa
keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat
diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan
tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu
yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit
lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan
secara vegetatif. Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional,
teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur
dengan medium dan kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering kali disebut
kultur in vitro. Dikatakan in vitro (bahasa Latin), berarti "di dalam kaca" karena
jaringan tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi
tertentu. Teori dasar dari kultur in vitro ini adalah Totipotensi. Teori ini
mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembang biak karena seluruh
bagian tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu, semua
organisme baru yang berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis
dengan induknya.
Metode perbanyakan tanaman secara in vitro dapat dilakukan melalui tiga
cara, yaitu melalui perbanyakan tunas dari mata tunas apikal, melalui
pembentukan tunas adventif, dan embriogenesis somatik, baik secara langsung
maupun melalui tahap pembentukan kalus. Ada beberapa tipe jaringan yang
digunakan sebagai eksplan dalam pengerjaan kultur jaringan. Pertama adalah
jaringan muda yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah
(meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Jaringan
tipe pertama ini biasa ditemukan pada tunas apikal, tunas aksiler, bagian tepi
daun, ujung akar, maupun kambium batang. Tipe jaringan yang kedua adalah
jaringan parenkim, yaitu jaringan penyusun tanaman muda yang sudah mengalami
diferensiasi dan menjalankan fungsinya. Contoh jaringan tersebut adalah jaringan
daun yang sudah berfotosintesis dan jaringan batang atau akar yang berfungsi
sebagai tempat cadangan makanan.
27
Jenis Tanaman dalam Kultur Jaringan
Kultur jaringan sudah diakui sebagai metode baru dalam perbanyakan
tanaman. Tanaman yang pertama berhasil diperbanyak secara besar-besaran
melalui kultur jaringan adalah tanaman anggrek, menyusul berbagai tanaman hias,
sayuran, buah-buahan, pangan dan tanaman hortikultura lainnya. Selain itu juga
saat ini telah dikembangkan tanaman perkebunan dan tanaman kehutanan melalui
teknik kultur jaringan. Terutama untuk tanaman yang secara ekonomi
menguntungkan untuk diperbanyak melalui kultur jaringan, sudah banyak
dilakukan secara industrial. Namun ada beberapa tanaman yang tidak
menguntungkan bila dikembangkan dengan kultur jaringan, misalnya: kecepatan
multiplikasinya terlalu rendah, terlalu banyak langkah untuk mencapai tanaman
sempurna atau terlalu tinggi tingkat penyimpangan genetik.
Dalam bidang hortikultura, kultur jaringan sangat penting untuk dilakukan
terutama pada tanaman-tanaman yang:
1). Prosentase perkecambahan biji rendah.
2). Tanaman hibrida yang berasal dari tetua yang tidak menunjukkan male
sterility.
3). Tanaman hibrida yang mempunyai keunikan di salah satu organnya
(bentuk atau warna bunga, buah, daun, batang dll).
4). Perbanyakan pohon-pohon elite dan/atau pohon untuk batang bawah.
5). Tanaman yang selalu diperbanyak secara vegetatif, seperti: kentang,
pisang, stroberry dll.
2.7 Kelebihan Dan Kekurangan Kultur Jaringan
Kultur jaringan mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam
pelaksanaannya, yaitu:
2.7.1. Kelebihan:
 Sifat identik dengan induknya;
 Perbanyakan dalam waktu singkat;
 Tidak perlu areal pembibitan yang luas;
28
 Tidak dipengaruhi oleh musim;
 Tanaman bebas jamur dan bakteri.
 Pengadaan bibit tidak tergantung musim
 Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif
lebih cepat (dari satu mata tunas yang sudahrespon dalam 1 tahun dapat
dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit)
 Bibit yang dihasilkan seragam
 Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu)
 Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah
 Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan
lingkungan lainnya
 Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki
 Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu
tanaman dewasa
2.7.2. Kekurangan:
 Bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap hama penyakit dan udara
luar;
 Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit;
 Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan
(laboratorium khusus), peralatan dan perlengkapan;
 Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan
kultur jaringan agar dapat memperoleh hasil yg memuaskan;
 Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh.
 Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit.
 Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan
(laboratorium khusus), peralatan dan perlengkapan.
 Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan
kultur jaringan agar dapat memperoleh hasil yang memuaskan
 Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh
29
2.8 Teori Totipotensi Sel
Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari
tumbuhan seperti protoplasma, sekelompok sel, jaringan atau organ serta
menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali.
Teori yang mendasari tehnik kultur jaringan adalah teori sel oleh
Schawann dan Scheleiden (1838) yang menyatakan sifat totipotensi ( total genetic
potential) sel, yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup dilengkapi dengan
informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan
berkembang menjadi tanaman utuh, jika kondisinya sesuai .
Berdasarkan bagian tanaman yang dikulturkan, secara spesifik terdapat
beberapa tipe kultur yaitu kultur pucuk tunas, kultur embrio, kultur akar, kultur
ovul, kultur anter, kultur kuncup bunga, kultur kalus dan kultur suspensi.
Biondi and Thorpe (Thorpe, 1981) menyatakan bahwa terdapat tiga prinsip utama
yang terlibat dalam tehnik kultur jaringan yaitu:
 Isolasi bagian tanaman dari tanaman utuh seperti organ, jaringan, dan sel
secara aseptik.
 Memelihara bagian tanaman tadi dalam lingkungan yang sesuai dan kondisi
kultur yang tepat
 Pemeliharaan dalam kondisi aseptik
Kultur jaringan tanaman bermula dari pembuktian teori totipotensi sel yang
dikemukakan oleh Schwann dan Schleiden (1838). Menurut teori ini, setiap sel
tanaman hidup mempunyai informasi genetik dan perangkat fisiologis yang
lengkap untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh, jika
kondisinya sesuai.
2.9 Percobaan Kultur Jaringan
Sejarah kultur jaringan sebenarnya sejalan dengan sejarah perkembangan
botani. Beberapa ahli jaman dulu sudah meramalkan bahwa perbanyakan kultur
jaringan dapat dilaksanakan. Pemikiran ini didasarkan pada penemuan para ahli
yan mendahului mereka serta penemuan mereka sendiri. (Katuuk, 1989).
30
Pada abad 17 seorang ahli matematika Robert Hooke telah menemukan sel.
Ia mengatakan bahwa sel-sel dapat disamakan denan batu-batu bangunan alamiah.
Kemudian pada tahun 1838 -1839, seorang ahli Biologi M. V. Schleiden dan
Theodore Schwann yang telah menjuruskan perhatiannya pada kehidupan sel,
menemukan satu konsep baru, bahwa satu sel dapat tumbuh sendiri walaupun
telah terpisah dari tanaman induknya. Mereka mengemukakan bahwa segala
peristiwa rumit yang terjadi dalam tubuh organisme selama hidup, bersumber
pada sel. Dari konep inilah tumbuh pernyataan bahwa satu sel mempunyai
kemampuan untuk berkembang. Sel berkembang dengan jalan regenerasi
sehingga pada satu saat akan terbentuk satu tanaman sempurna. Kemampuan
regenerasi ini disebut “totipotency”. (Katuuk, 1989).
Beberapa ahli yang juga telah bekerja mengisi sejarah perkembangan Botani
abad 19, adalah Charles Darwin, Louis Pasteur, Justus Van Liebig, Johan Knopp,
dan Rechinger. Charles Darwin dikenal dengan julukan “raja penamat”,
menemukan hormon pada koleoptil sebangsa rumput. Kemudian Louis Pasteur
yan menentang aliran “generatio spontanea” mengemukakan pentingnya
sterilisasi. Pada akhir abad 19, Johan Knopp (1817 – 1891) menemukan 10 unsur
hara yan penting bagi pertumbuhan tanaman. Dengan penemuannya ini ia dikenal
dengan “Knop’s Solution”, beberapa tahun setelah Knopp, Rechinger (1893) telah
mencoba mengambil potongan kecil batang poplar dan beet, kemudian
memelihara bahan-bahan ini di atas kertas filter lembab. Dari percobaan ini ia
menemukan pertumbuhan kalus. Denan mengurangi ukuran potongan tanaman
akhirnya ia mengambil kesimpulan bahwa ukuran yan paling baik adalah ukuran
kecil namun tidak kurang dari 1,5 cm. (Katuuk, 1989).
Kira-kira pada permulaan abad ini, beberapa ahli botani mengembangkan
suatu teori, bahwa sel atau jaringan tanaman pada dasarnya dapat ditanam secara
terpisah dalam suatu kultur. Sel dan jaringan yang ditanam dengan cara ini
memiliki kemampuan untuk regenerasi bagian-bagian yang diperlukan, dalam
upayanya untuk bisa tumbuh dengan normal, membentuk kembali menjadi
tanaman yang utuh. (Whaterel, 1982).
Dengan kata lain, bahwa di dalam masing-masing sel tanaman mungkin
mengandung informasi genetik atau sarana fisiologis tertentu yang mampu
31
membentuk tanaman lengkap bila ditempatkan dalam lingkungan yang sesuai.
Kemampuan inilah yang kemudian dikenal sebagai totipotensi. (Whaterel, 1982).
Pada permulaan abad ke 20 konsep totipotensi terus dikembangkan. Gottlieb
Hamberlant seorang ahli Botani bangsa Jerman pada tahun 1902 melanjutkan
konsep totipotensi ini secara bersungguh-sungguh. Ia menekankan bahwa embrio
tanaman dapat tumbuh dengan jalan memelihara sel-sel veetatif. Walaupun
percobaannya gagal namun ia memastikan bahwa sifat totipotensi yan dimiliki
oleh sel menyebabkan sel dapat dipisahkan dan dipelihara pada media tumbuh.
Bila medianya cocok, sel yang dipisahkan itu akan melanjutkan kehidupannya dan
berkembang menjadi satu tanaman baru (Kyte 1987, dalam Katuuk, 1989).
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membuktikan pendapat ini.
Namun pada saat itu belum berhasil, karena kurangnya pengetahuan para peneliti,
khususnya dalam hal kebutuhan nutrisi dan hormone untuk pertumbuhan. Baru
beberapa waktu kemudian, yaitu sejak diketemukannya dua macam hormon
tanaman, yaitu asam indol asetat dan asam naftalenasetat, telah mulai berhasil
dilakukan kultur organ (1920). kultur jaringan (1939). Hingga sekarang kedua
hormon tanaman tersebut diyakini memiliki peranan sangat penting artinya dalam
kultur jaringan modern. Pada masa-masa tersebut, yaitu masa-masa awal dimana
era kultur jaringan baru mulai dikenal, jarang sekali orang dapat berhasil
melakukan regenerasi akar, pucuk tanaman, dan organ tanaman lain secara kultur
jaringan, sehingga pada saat itu orangpun mulai mempertanyakan kebenaran teori
totipotensi tersebut. (Whaterel, 1982).
Sesudah Hamberlant, menjalani tahun-tahun pada abad 20, penelitian
tentang kultur jaringan tanaman berkembang pesat. Berikut ini adalah rentetan
peristiwa penting yan mengisi sejarah perkembangan kultur jaringan sesudah
Hamberlant, dirangkum dari Pierik, (1987), Gautherett (1982), dan Butenko
(1968). Keterangan ini disusun secara sistematik menurut tahun penemuan1922
Knudson menemukan germinasi asimbiotik biji tanaman angrek secara in vitro.
Pengembangan metode kultivasi kultur jaringan dimulaikan oleh dua oran
saintis yang sudah bertahun-tahun berusaha bekerja di bidan ini. Mereka adalah
White P., dan Gautheret R.1934 White P., sesudah bertahun-tahun gagal, pada
tahun ini berhasil mengkulturkan ujung akar tomat.
32
Pada tahun yang sama Gautheret L., mengkulturkan in vitro jaringan
kambium tanaman Acer pseudoplanatus, Salix caparaea, dan Sambucus nigra.
Pada saat ini ide tentang kultur jaringan dapat dikatakan sudah tercapai namun
oleh karena eksplant tidak dipindahkan ke media yang baru, maka perkembangan
terhenti sesudah berumur 15 – 18 bulan. Dikatakan bahwa pada saat itu media
ternyata kekurangan beberapa unsur yang berfungsi untuk pembelahan sel. 1939
P. R. White seorang peneliti dari Amerika (yang sekarang dianggap sebagai
Bapak Kultur Jaringan) melaporkan sejumlah hasil penelitiannya tentang
keberhasilan ia menumbuhkan sejumlah tunas dari potongan-potongan kalus
tembakau yan ditanam dalam medium cair. (Whaterel, 1982).
Walaupun sampai saat itu ia belum berhasil menumbuhkan akar dari tunas-
tunas yang diteliti, suatu lankah maju di bidang perbanyakan kultur jaringan telah
berhasil dicapai dalam upaya untuk membuktikan sebagian kebenaran dari teori
totipotensi. (Whaterel, 1982).
 1940 Seorang ahli yang lain, Folke Skoog, ahli fisiologi tanaman dari
Universitas Winconsin pada tahun melanjutkan penelitian-penelitian yang
dilakukan White dan telah berhasil membuktikan, bahwa hormon-hormon
auksin, yaitu IAA dan NAA (yang pada waktu itu dikenal sebagai pemacu
pertumbuhan akar dari potongan-potongan dahan), ternyata mampu
menghambat awal pertumbuhan tunas. Selanjutnya dengan percobaan-
percobaannya menggunakan kultur jaringan tembakau, dia mulai mencari
senyawa-senyawa kimia yang dapat berinteraksi dengan senyawa-senyawa
auksin serta senyawa-senyawa yang memacu pertumbuhan tunas.
(Whaterel, 1982).
 1941 Van Overbeek mula-mula menggunakan air kelapa (yang
mengandung faktor perangsang pembelahan sel) dalam mengkulturkan
embrio Datura.
 1943 White menerbitkan bukunya “A Handbook of Plant Tissue Culture”
yang memuat pengetahuan serta hasil penemuan pada jaman itu.
 1944 Skoog mula-mula mendapatkan tunas adventif dari hasil kultur
jaringan.
33
 1945-1946 Loo Shi Wei, pertama-tama mengkulturkan apex batang.1949
Vaccin dan Went menciptakan medium Vacin dan Went.1950 Folke
Skoog bersama-sama dengan muridnya berhasil menemukan adanya efek
pemacu pembentukan tunas yang disebabkan oleh senyawa-senyawa fosfat
anorganik maupun senyawa-senyawa organic, yaitu adenine dan adenosin.
(Whaterel, 1982).
 1952 Morel dan Martin pertama-tama menemukan dahlia yan bebas virus
dari hasil kultur meristem.
 1954 Muir et al pertama-tama mendapatkan tanaman dari kultur sel.
Wetmore, R. H., dan Sorkin S., mengembangkan teori Hamberlant tentang
organogenesis yan sekarang dikenal dengan mikropropagasi.
 1955, kelompok Skoog menemukan kinetin, yaitu hormone golongan
sitokinin yang pertama kali ditemukan. (Whaterel, 1982).
 1957 Skoog dan Miller melaporkan hasil penelitian mereka yang sekarang
telah dianggap klasik,yaitu mengemukakan ratio sitokinin dan auxin untuk
mengatur pembentukkan organ. Mereka menulis satu artikel tentan
“Chemical Regulation of Growth and Organ Formulation in Plant Tissue
Cultured in Vitro” mengenai keterkaitan kedua golongan hormone, auksin
dan sitokinin dalam pengaturan regenerasi akar dan tunas. Penelitian ini
selanjutnya menjadi landasan berbagai upaya pembiakan secara kultur
jaringan. (Whaterel, 1982). Skoog menyadari besarnya potensi ekonomi
dari hasil penelitian-penelitiannya, selanjutnya semakin menekuni bidang
kultur jaringan bersama-sama murud-murid dan teman-temannya.
(Whaterel, 1982).
 Torrey J. C., mendemonstrasikan pembelahan sel yang diisolasikan.
 1958 Reinert dan Steward, menemukan regenerasi proembrio dari suspensi
sel Daucus carota.K. V. Thimann dari Universitas Harvard melaporkan
penemuan-penemuannya pada beberapa kali penerbitan yang dimulai
tahun 1958, bahwa hormon-hormon sitokinin mampu melawan efek
pertumbuhan tunas apical. Dan mereka berhasil pula membuktikan, bahwa
kinetin bersifat memacu pertumbuhan tunas lateral yan biasanya tidak
terlihat nyata akibat penaruh dari tunas apical pucuk tanaman. Hal inilah
34
yan selanjutnya menjadi dasar fisiologis dalam upaya meningkatkan
jumlah cabang-cabang lateral, yang seperti diketahui sangat penting
artinya bai pembiakan secara kultur jaringan. Dalam tahun-tahun
berikutnya, banyak peneliti yan memberikan sumbangan pengetahuan
yang menunjang keberhasilan usaha pembiakan secara kultur jaringan
tersebut.
 1960 Cocking E. C., memperoleh sejumlah protoplast dengan jalan
degradasi dinding sel menggunakan enzyme.Morel mempropagasikan
tanaman angrek melalui kultur meristem.
 1962 Murashige T., dan Skoog F., mengembangkan formulasi media
kultur yan amat terkenal dan sampai sekarang dipakai di dunia
internasional, yaitu media Murashige-Skoog. (Whaterel, 1982). Di sini
peranan Murashige sangat penting artinya, karena selain telah memberi
sumbangan pengetahuan dasar kultrur sel dan jaringan, usahanya telah
mengarah ke penerapan di bidang pembiakan secara kultur jaringan dalam
skala komersial. Murashige bersama murid-muridnya di Universitas
California telah menyusun prosedur lenkap pembiakan kultur jaringan dari
sejumlah besar spesies tanaman yang diketahui bernilai ekonomi tinggi.
Pengembangan hasil karya tersebut selanjutnya mendorong pertumbuhan
industri-industri pembiakan secara kultur jaringan di Amerika Serikat.
(Whaterel, 1982).
 1964 Guha S., dan Maheshwari S. C., mendapatkan embrio haploid yan
berkembang dari sel polen tanaman Datura.
 1965 Vasil dan Hamberlant, berhasil mendapatkan differensiasi sel
tembakau yang diisolasikan.
 1967 Bourin J. P., dan Nitch J. P., mendapat tanaman haploid dari kultur
serbuk tembakau.
 1969 Erickson & Jonassen melakukan isolasi protoplas dari suspensi sel
Hapopappus.
 1970 Power melakukan fusi protoplas.
 1971 Takebe et al mula-mula mendapatkan tanaman hasil regenerasi
protoplast.
35
 1977 Chilton, et al berhasil mengintegrasikan DNA T-plasmid dari
Agribacterium tumefaciens pada tanaman.
 1981 Larkins dan Skowcroft, pertama-tama memperkenalkan variasi
somaklonal.(Katuuk, 1989).
 1985 Perkembangan transfer gen pada tanaman berkembang cepat, seperti
penggunaan Agrobacterium, particle bombardment (gen gun),
electroporasi, mikroinjeksi.
 1990 Perkembangan rekayasa genetik dan metabolic pada tananaman
berkembang dengan pesat. Pemasaran produk-produk rekayasa genet
2.9. Masalah-masalah Dalam Kultur Jaringan
Dalam kegiatan kultur jaringan, tidak sedikit masalah-masalah yang
muncul sebagai pengganggu dan bahkan menjadi penyebab tidak tercapainya
tujuan kegiatan kultur yang dilakukan. Gangguan kultur secara umum dapat
muncul dari bahan yang ditanam, dari lingkungan kultur, maupun dari
manusianya.
Permasalahan dalam kultur ada yang dapat diprediksi sebelumnya dan ada
pula yang sulit diprediksi kejadiannya. Untuk yang tidak dapat diprediksi, cara
mengatasinya tidak dapat secara preventif tetapi diselesaikan setelah kasus itu
muncul.
Adapun masalah-masalah yang terjadi dalam kultur jaringan yaitu:
1. Kontaminasi
Kontaminasi adalah gangguan yang sangat umum terjadi dalam kegiatan
kultur jaringan. Munculnya gangguan ini bila dipahami secara mendasar adalah
merupakan sesuatu yang sangat wajar sebagai konsekuensi penggunaan yang
diperkaya.Fenomena kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat
dilihat dari jenis kontaminasinya (bakteri, jamur, virus, dll).
Upaya mencegah terjadinya kontaminsi:
 Biasakan membersihkan berbagai sarana yang diperlukan dalam kultur
jaringan.
 Yakinkan bahwa proses sterilisasi media secara baik dan benar.
36
 Lakukan proses penanaman bahan pada keadaan anda nyaman dan cari
waktu yang longgar.
2. Pencoklatan/browning
Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya warna coklat atau hitam
yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan eksplan.
Peristiwa pencoklatan sesunggguhnya merupakan peristiwa alamiah yang biasa
yang sering terjadi.
Pencoklatan umumnya merupakan suatu tanda-tanda kemunduran fisiologi
eksplan dan tidak jarang berakhir pada kematian eksplan.
3. Vitrifikasi
Vitrifikasi adalah suatu istilah problem pada kultur yang ditandai dengan:
 Munculnya pertumbuhan dan pertumbuhan yang tidaknormal.
 Tanaman yang dihasikan pendek-pendek atau kerdil.
 Pertrumbuhan batang cenderung ke arah penambahan diameter
 Tanaman utuhnya menjadi sangat turgescent.
 Pada daunnya tidak memiliki jaringan pallisade
4. Variabilitas Genetik
Bila kultur jaringan digunakan untuk upaya perbanyakan tanaman yang
seragam dalam jumlah yang banyak, dan bukan sebagai upaya pemuliaan tanaman
maka variasi genetik adalah kendala. Variasi genetik dapat terjadi pada kultur in
vitro karena:
 Laju multiflikasi yang tinggi, variasi terjadi karena terjadinya sub kultur
berulang yang tidak terkontrol
 Penggunaan teknik yang tidak sesuai.
 Variasi genetik yang paling umum terjadi pada kultur kalus dan kultur -
suspensi sel, hal tersebut terjadi karena munculnya sifat instabilitas
kromosom mungkin akibat teknis kultur, media atau hormon.
 Cara mengatasi masalah variasi genetik tentunya tidak sederhana, harus
memperhatikan aspek yang dikulturkan.
37
5. Pertumbuhan dan Perkembangan
Masalah utama berkaitan dengan proses pertumbuhan adalah bila eksplan
yang ditanam mengalami stagnasi, dari mulai tanam hingga kurun waktu tertentu
tidak mati tetapi tidak tumbuh. Untuk menghindari hal itu dapat dilakukan dengan
preventif menghindari bahan tanam yang tidak juvenil atau tidak meristematik.
Karena awal pertumbuhan eksplan akan dimulai dari sel-sel yang muda yang aktif
membelah, atau dari sel-sel tua yang muda kembali. Media juag dapat menjadi
sebab terjadinya stagnasi pertumbuhan, karena dari kondisi medialah suatu sel
dapat atau tidak terdorong melakukan proses pembelahan dan pembesaran dirinya.
Pada proses klutur jaringan yang bersifa inderict embriogenesis, tahapan
pembentukan kalus harus dilanjutkan dengan mendorong induksi embriosomatik
dari sel-sel kalus. Terjadinya embrio somatik dapat secara endogen atau eksogen.
6. Praperlakuan
Masalah pada kegiatan in vitro bukan hanya dari penanaman eksplan saja,
pertumbuahn dan perkembangannya dlama botol saja tetapi juga sangat bisa
dipengaruhi oleh persyaratan kegiatan prapelakuan. Pada kasus ini masalah akan
muncul bila kegiatan prapelakuaan tidak dilakukan. Prapelakuan dilakukan
umumnya untuk tujuan-tujuan tertentu, secara umum adalah dalam rangka
menghilangkan hambatan. Hambatan apat berupa hambatan kemikalis, fisik,
biologis. Hambatan berupa bahan kimia penanganannya harus dimulai dari
pengenalan senyawa aktif, potensi gangguan, proses reaksi dan alternatif
pengelolaannya.
7. Lingkungan Mikro
Masalah lingkungan inkubator juga tidak bisa diabaiakan karena ini juga
sering menjadi masalah. Suhu ruangan inkubator sangat menentukan optimasi
pertumbuhan eksplan, suhu yang terlalu rendah aatau tinggi dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan.
Kebutuhan antara satu tananaman dengan tanaman yang lain berbeda,
namunddemikian solusinya sulit dilakukan mengingat umumnya ruangan
inkubator suatu ruangan laboratorium kultur jaringan tidak bisa dibuat variasi
38
antara satu ruangan dengan bagian ruangan yang lainnya. Sehingga optimasi
pertumbuhan tidak bisa diharapkan sama antara kultur yang satu dengan kultur
yang lain.
2.10 Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro
Pemuliaan secara in vitro adalah salah satu bentuk bioteknologi yang
berupa budidaya di atas media dengan nutrsi dalam kondisi steril
(Suryowinoto,1996). Pemuliaan in- vitro adalah bagian dari kegiatan pemuliaan
tanaman yang dilakukan dengan menggunakan wadah tabung/gelas yang berisi
media buatan (bukan tanah) sebagai media tanam. Mengapa alternatif yang harus
dipilih dalam rangka menjawab tantangan krisis pangan adalah pemuliaan
tanaman secara in vitro ? Hal ini karena tanaman merupakan sumber pangan
terbesar yang ada. Selain itu keunggulan proses ini meliputi kemampuan
menghasilkan tanaman unggul dalam waktu yang relatif singkat, kemampuan
menghasilkan tanaman yang toleran terhadap stress, bebas virus, dan berbagai
macam keunggulan lainnya. Teknik pemuliaan tanaman secara in vitro merupakan
salah satu upaya untuk melakukan penghematan biaya,waktu,tempat, dan tenaga
sehingga diprediksi mampu mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi
Indonesia . Jika dilihat dari sudut pandang tempat dan waktu, sistem ini mampu
menjawab salah satu masalah panyebab penurunan produksi pangan di suatu
negara yaitu mengenai menyempitan lahan untuk pertanian yang dari tahun ke
tahun semakin menyempit.
Dengan menggunakan sistem pemuliaan tanaman secara in vitro masalah
ini dapat teratasi, karena hasil pemuliaan tidak harus ditanam langsung dilahan
pertanian. Produk pertanian yang dihasilkan melalui proses ini dapat dipanen
dalam waktu yang lebih singkat jika dibandingkan dengan produk pertanian yang
dihasilkan secara konvensional. Sehingga tenaga yang diperlukan pun relatif lebih
kecil , tidak diperlukan adanya tenaga untuk mengolah tanah , menyiangi ,
mengairi dan sebagainya karena semua telah dilakukan dengan konsep-konsep
pertanian modern. Apabila melihat dampak jangka panjang, proses peningkatan
hasil produksi pertanian melalui sistem pemuliaan tanaman secara in vitro dapat
menghemat anggaran pemerintah sebesar jutaan dolar. Itu sebabnya banyak
39
negara yang tidak memiliki basic agraris tetapi produksi pangan mereka bahkan
lebih tinggi dari negara yang memiliki latar belakang sebagai negara agraris.
Program ini akan mampu membawa Indonesia menuju kemandirian
pangan serta terhindar dari krisis pangan global yang sekarang ini masih menjadi
trending topic diberbagai kalangan masyarakat. Mungkin pelaksanaan alternatif
tersebut tidak akan semudah yang dibayangkan, karena untuk mendapatkan
varietas-varietas unggul dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan yang terus
meningkat diperlukan proses yang cukup rumit. Selain itu pengetahuan
masyarakat pada umumnya mengenai hal ini masih sangat minim dan cenderung
tidak peduli . Masyarakat Indonesia seolah-olah bertahan dengan ketradisionalan
yang ada. Oleh karena itu peran pemerintah sangat diperlukan . Melalui kebijakan
yang jelas, maka para pemulia tidak akan ragu-ragu dalam mengambil berbagai
keputusan berkaitan dengan penciptaan berbagai macam varietas unggul yang
akan mampu mereduksi ancaman krisis pangan di Indonesia.
Tindakan pemuliaan tanaman ini seharusnya lebih ditekankan kepada
tanaman serealia seperti padi,jagung ,dan tanaman penghasil bulir lainnya karena
banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia dan dunia pada umumnya. Rencana
yang besar tanpa didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang profesional
tidak akan berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, kerjasama antara pemulia
dengan para petani serta masyarakat harus dilaksanakan secara harmonis . Sebab
tanpa adanya mereka yang mendukung program pemuliaan tersebut maka hal itu
tidak dapat dilakukan secara maksimal.
Jadi, untuk terhindar dari krisis pangan, Indonesia perlu melakukan suatu
tindakan nyata berupa menggencarkan gerakan pemuliaan tanaman secara in
vitro sehingga melalui program tersebut, Indonesia mampu memproduksi pangan
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya.
Sudah saatnya Indonesia bangkit dari keterpurukan menuju kebangkitan , dari
kesederhanaan menuju kemodernan yang positif , dari pertanian konvensional
menuju pertanian berbasis teknologi.
40
Hal-hal perlu diperhatikan dalam pemuliaan in vitro adalah 1) eksplan, 2)
media yang digunakan, 3) steril condition, dan 4) hormon. Pemuliaan in-vitro
dapat dilakukan dengan beberapa teknik sebagai berikut :
a. Fusi protoplas
Protoplas adalah sel yang telah dihilangkan dinding selnya. Protoplas
dapat diperoleh dengan memberikan enzim penghilang dinding sel misalnya
selulase, pektinase dan protease. Fusi protoplas dapat dimanfaatkan untuk
melakukan persilangan antar spesies atau galur tanaman yang tidak
memungkinkaan untuk dilakukan dengan persilangan biasa karena adanya
masalah kompatibilitas fisik. Dua buah protoplas dapat difusikan (digabungkan)
dengan menggunakan aliran listrik ataupun zat kimia seperti PEG (Poly Ethylen
Glicol). Dengan perlakuan fusi protoplas ini dapat diperoleh hybrid yang somatik
(hybrid parasexual) jika nukleus dari kedua species mengalami penyatuan (fusi).
Selain itu dapat diperoleh juga cybrid (sitoplasmic hybrid), jika yang mengalami
fusi hanya sitoplasmanya saja. Hasil fusi yang diperoleh selanjutnya dapat
ditumbuhkan dalam medium untuk menghasilkan kalus yang kemudian diinduksi
untuk menghasilkan tanaman baru.
b. Embryo resque
Embrio yang berasal dari hasil persilangan seringkali tidak dapat
bertumbuh atau mati karena adanya hambatan dalam penyerbukan dan pembuahan
atau pembuahannya terjadi secara normal tetapi embrio mati pada awal tingkat
perkembangannya. Keadaan embrio seperti ini dapat diselamatkan dengan teknik
embryo resque yaitu pengambilan embrio yang belum matang dari biji dan
menumbuhkannya dalam medium buatan untuk menghasilkan plantlet.
c. Kultur haploid (haploid culture)
Kultur haploid adalah mengkultur tanaman yang eksplannya mempunyai
komposisi gamet haploid. Eksplan yang dimaksud dapat diperoleh dari anther.
Sehingga teknik untuk menghasilkan tanaman haploid dengan eksplan anther
disebut kultur anther. Tanaman haploid adalah tanaman yang mempunyai satu set
kromosom dan memiliki kegunaan untuk menghasilkan tanaman homozigot
sehingga mempermudah proses seleksi. Melalui tanaman haploid dapat diperoleh
41
tanaman dihaploid yaitu dengan cara merangkapkan kromosom menjadi 2n
dengan perlakuan kolkhisin.
d. Variasi somaklonal
Variasi somaklonal adalah variasi yang timbul karena perbanyakan
tanaman melalui kultur in-vitro. Variasi somaklonal dapat disebabkan oleh
beberapa factor, yaitu:
 Organisasi sel yang digunakan sebagai eksplan.
Organisasi sel mempunyai peranan penting dalam hal pemunculan variasi
somaklonal. Perbanyakan dengan lewat kultur meristem yang dapat menghasilkan
plantlet yang stabil secara genetis sedangkan perbanyakan melalui kalus
meningkatkan kemungkinan terjadinya variasi somaklonal.
 Variasi pada jaringan sebagai sumber eksplan.
Eksplan yang berasal dari sumber yang berbeda mempunyai variasi
inheren sehingga dapat muncul sebagai variasi somaklonal.
 Abnormalitas pembelahan sel secara in-vitro.
Kombinasi yang tidak tepat dalam penggunaan zat pengatur pertumbuhan
dapat menyebabkan terjadinya abnormalitas dalam pembelahan sel yang dapat
muncul dalam bentuk perubahan jumlah dan struktur kromosom. Variasi
somaklonal yang yang terjadi pada kultur in- vitro tanaman dapat dimanfaatkan
sebagai salah satu alternatif pemuliaan tanaman karena dapat menghasilkan
varietas-varietas baru, misalnya varietas yang memiliki ketahanan terhadap hama
dan penyakit.
1. Perbanyakan Tanaman
a. Perbanyakan dengan okulasi/penempelan.
Sebagai entres dipilih tunas yang mempunyai mata-mata yang besar dan
sehat dari cabang berumur kira-kira satu tahun. Pengambilan mata tempel
dilakukan dengan membuat irisan agak lengkung horizontal diatas mata sepanjang
1 cm dan pada kedua ujung irisan tersebut dibuat irisan vertikal kebawah
sepanjang kira-kira 2,5 cm, lalu dikelupas hingga diperoleh kulit dengan satu
mata yang baik dalam bentuk segi empat berukuran 1 x 2,5 cm. Pada batang
42
bawah dikupas kulit kayunya sesuai bentuk dan ukuran mata tempel. Kemudian
mata tempel segera ditempelkan. Selanjutnya tempat tempelan dibalut dengan pita
plastik dan bagian mata tidak tertutup.
b. Penyambungan/grafting
Batang bawah dipotong sekitar 10 cm dari pangkal batang dan pada bagian
atas dibuat keratan bebentuk huruf V sepanjang 2-3 cm. Selanjutnya dipotong
batang atas sepanjang 8-10 cm yang memiliki minimal 2 mata tunas. Pangkal
tunas dibuat runcing, agar bisa masuk keujung batang bawah, ikat sambungan
tersebut dengan tali plastik. Calon benih ini kemudian diberi sungkup plastik,
yang sebelumnya disiram dahulu. Sekitar 21 hari kemudian sungkup dibuka.
c. Cangkok
Perbanyak vegetatif dengan cara cangkok sebenarnya dapat dilakukan
pada tanaman durian, tetapi benih yang dapat diperoleh sedikit dan dapat merusak
bentuk pohon induknya sendiri serta sistem perakarannya tidak kuat karena tidak
mempunyai akar tunggang.
2. Kultur Pucuk
Kultur Pucuk (Shoot culture) adalah teknik mikropropagasi yang
dilakukan dengan cara mengkulturkan eksplan yang mengandung meristem pucuk
(apikal dan lateral) dengan tujuan perangsangan dan perbanyakan tunas-
tunas/cabang-cabang aksilar. Tunas-tunas aksilar tersebut selanjutnya diperbanyak
melalui prosedur yang sama seperti eksplan awalnya dan selanjutnya diakarkan
dan ditumbuhkan dalam kondisi in vivo.
Istilah yang digunakan untuk teknik kultur pucuk ini tergantung dari
eksplan yang digunakan. Jika eksplan yang digunakan adalah ujung pucuk-pucuk
apikal (panjang ± 20 mm) saja maka tekniknya disebut sebagai “Shoot-tip
Culture”, namun bila eksplan yang digunakan adalah ujung pucuk apikal beserta
bagian tunas lain dibawahnya disebut sebagai “Shoot Culture”. Besar kecilnya
eksplan yang digunakan mempengaruhi keberhasilan kultur pucuk. Semakin kecil
eksplan, semakin kecil kemungkinannya untuk terkontaminasi oleh
mikroorganisme namun semakin kecil juga kemampuannya untuk beregenerasi
43
dan memperbanyak diri. Sebaliknya, semakin besar eksplan yang digunakan maka
semakin besar kemampuannya untuk beradaptasi dalam kondisi in-vitro, namun
makin besar juga kemungkinannya untuk terkontaminasi, makin banyak
kebutuhannya akan media dan makin besar wadah/botol kultur yang diperlukan.
Oleh karena itu perlu diketahui ukuran eksplan yang sesuai untuk masing-masing
varietas dan spesies tanaman.
Tujuan praktis kultur pucuk adalah untuk perbanyakan vegetatif tanaman,
yang mendasari produksi bibit secara komersial. Pucuk awal ini dalam media
yang tepat, membentuk pucuk-pucuk baru yang jumlahnya tergantung dari jenis,
berkisar dari 4-20 an tunas. Setelah di induksi pembentukan akar pada pucuk,
maka akan tumbuh tanaman yang sempurna yang identik dengan induknya atau
merupakan fotokopi dari induknya. Kultur pucuk merupakan dasar dari kegiatan
perbanyakan dalam laboratorium komersial. Pertumbuhan pucuk, pada umumnya
memerlukan zat pengatur tumbuh dalam media. Tahapan pertumbuhan dan tipe
pertumbuhan, menentukan jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang
dibutuhkan. Auksin yang biasanya dipergunakan dalam kultur pucuk, adalah IAA,
NAA dan IBA. Priyono (2004) melaporkan bahwa IAA sangat berperan dalam
memperbaiki tingkat pembentukan tunas mikro pada kultur in vitro ruas T
trianggulare. Penggunaan 2,4-D biasanya dihindarkan, karena 2,4 D cenderung
menginduksi kalus. Dalam kultur pucuk, kalus tidak diinginkan.
Sitokinin merupakan bahan yang selalu ditambahkan. Jenis sitokinin yang
biasa dipergunakan adalah BAP, 2iP atau kinetin. Dibandingkan jenis sitokinin
yang lain, BAP merupakan jenis sitokinin yang lebih umum digunakan dalam in
vitro, karena lebih efektif dan stabil (Bhojwani dan Razdam, 1983). Dalam kultur
pucuk sangat umum digunakan konsentrasi sitokinin yang relatif lebih tinggi dari
auksin. Pada beberapa jenis tanaman berkayu tertentu, diperlukan masa
pemantapan kultur dengan memberikan sitokinin dan auksin dalam konsentrasi
rendah. Pada jenis tanaman yang demikian, proliferasi pucuk terjadi setelah
dipindahkan ke media kedua dengan hanya berisi sitokinin.
44
Manfaat perbanyakan in-vitro (kultur pucuk) dalam industri bibit
1) Dapat digunakan untuk memproduksi bibit dalam jumlah banyak dan waktu
yang relatif singkat. Salah satu keunggulan mikropropagasi adalah
perbanyakan organ tanaman yang dihasilkannya. Penggunaan hormon
pertumbuhan sintetis memungkinkan perbanyakan eksplan dalam jumlah
banyak dan waktu singkat. Perbanyakan di dalam wadah kecil
memungkinkan dilakukan perbanyakan cepat ini. Dewasa ini telah dilakukan
automatisasi dalam mikropropagasi menggunakan mesin pembuat media dan
sterilisasi media, pemotongan dan sterilisasi eksplan yang dikendalikan
dengan komputer sehingga dapat dilakukan perbanyakan secara lebih cepat
dan lebih efisien.
2) Dapat menghasilkan bibit dengan ukuran seragam. Produksi klon secara in
vitro dapat dikontrol lebih mudah dbandingkan produksinya dilapangan
karena perbanyakan dilakukan dalam wadah kecil. Oleh karena itu bisa
dihasilkan klon dengan ukuran yang seragam dalam saat yang bersamaan.
Penanaman bibit yang seragam mempermudah pemeliharaan tanaman di
lapangan dan panen dapat dilakukan secara serempak.
3) Tidak membutuhkan eksplan dalam jumlah banyak sehingga menghindari
kerusakan tanaman induk. Sebaliknya stek, cangkok,
penyambungan/penempelan yang intensif dari satu pohon induk dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman induk bahkan dapat merusaknya.
4) Dapat digunakan untuk perbanyakan cepat tanaman langka, tanaman dengan
nilai ekonomis tinggi, atau varietas unggul hasil pemuliaan tanaman.
Tahapan Pelaksanaan Mikropropagasi Kultur Pucuk
 Tahap 0 : Tahap persiapan, seleksi, dan persiapan bahan induk
Tahapan ini dilakukan sebelum eksplan diambil untuk perbanyakan.
Pohon induk yang akan digunakan sebagai sumber eksplan harus dipilih secara
45
hati-hati. Pohon ini adalah pohon dari spesies atau verietas yang akan
diperbanyak, mempunyai vigor yang sehat dan bebas dari gejala serangan hama
atau penyakit. Kadang-kadang pohon induk atau bagian tanaman yang akan
diambil sebagai eksplan perlu diperlakukan khusus agar mikropropagasi berhasil.
Perlakuan-perlakuan tersebut antara lain :
a. Penaman di green house atau pot untuk mengurangi sumber kontaminan,
b. Pemberian lingkungan yang sesuai atau perlakuan kimia untuk meningkatkan
kecepatan multiplikasi dalam kondisi in-vitro,
c. Indexing atau prosedur lain untuk mengetahui adanya penyakit sistemik oleh
virus atau bakteri,
d. Perangsangan pertumbuhan tunas-tunas dorman, dll.
 Tahap 1 : Tahap awal atau induksi (inisiasi)
Tahap awal ini amat sangat penting dan menentukan bagi keberhasilan
mikropropagasi. Keberhasilan tahap ini pertama kali terlihat dari keberhasilan
penanaman eksplan pada kondisi aseptis (bebas dari segala kontaminan) dan harus
diikuti dengan pertumbuhan awal eksplan sesuai tujuan penanamannya (misalnya:
perpanjangan pucuk, pertumbuhan awal tunas, atau pertumbuhan kalus pada
eksplan). Setelah 1 – 2 minggu inkubasi, kultur yang terkontaminasi oleh bakteri
atau jamur (baik pada media maupun eksplannya) dibuang. Tahap ini selesai dan
kultur bisa dipindahkan ke tahap berikutnya bila eksplan yang tidak
terkontaminasi telah tumbuh sesuai dengan harapan (misalnya tunas lateral atau
tunas adventif tumbuh). Untuk eksplan yang mengalami kontaminasi berat atau
yang sulit untuk disterilisasi maka eksplan terlebih dahulu dapat ditanam pada
media inkubasi atau establishment yaitu media yang hanya mengandung gula dan
agar saja dengan tujuan untuk isolasi eskplan yang tidak terkontaminasi sebelum
diinisiasi pada tahap 1 mikropropagasi.
46
Faktor-faktor yang berpengaruh pada keberhasilan pada tahap ini adalah:
· Umur tanaman induk
· Umur fisiologis dari eksplan
· Tahap perkembangan dari eksplan
· Ukuran dari eksplan.
 Tahap 2 : Tahap perbanyakan (Multiplikasi)
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk memperoleh dan memperbanyak
tunas. Kultur axenik yang telah dihasilkan pada tahap I dipindahkan pada media
yang kaya akan cytokinin agar eksplan dapat menghasilkan tunas yang banyak
yang selanjutnya pada tahap III nanti tunas-tunas tersebut dipindahkan pada media
pengakaran untuk memacu pertumbuhan akar.
Tunas yang diperoleh pada tahapan ini digunakan sebagai bahan
perbanyakan berikutnya, oleh karena itu pada tahapan ini dilakukan banyak sub
kultur untuk melipatgandakan jumlah plantlet yang dihasilkan. Pada tahap ini
tunas yang dihasilkan dibagi-bagi atau dipotong-potong untuk selanjutnya
ditanam pada media baru yang umumnya mengandung sitokinin pada konsentrasi
yang lebih tinggi dari auksin. Pada tahap ini dapat digunakan media cair (media
tanpa agar), semi padat maupun media padat. Dengan modifikasi media yang
sesuai, tunas-tunas baru akan tumbuh dari potongan eksplan. Tahapan ini
umumnya dilakukan sebanyak 8 – 10 kali sehingga akan dapat dihasilkan
sejumlah besar tunas (ribuan tunas) dari satu eksplan pada tahapan inisiasi. Tunas
tersebut selanjutnya dibesarkan atau diakarkan pada tahap mikropropagasi
berikutnya.
 Tahap 3: Persiapan planlet sebelum aklimatisasi (pengakaran)
Tunas atau plantlet yang dihasilkan dari tahapan ke 2 tersebut umumnya
masih sangat kecil atau tunas yang belum dilengkapi dengan akar sehingga belum
mampu untuk mendukung pertumbuhannya dalam kondisi in-vivo. Oleh karena
itu, dalam tahap ini masing-masing plantlet yang dihasilkan ditumbuhkan untuk
pembesaran, pengakaran dan perangsangan aktifitas fotosintesisnya. Teknik untuk
47
mendapatkan plantula yang siap untuk di pindahkan ke media terrestrial pada
tahap IV antara lain, adalah:
a) Media untuk pengakaran dan perpanjangan tunas. Media perakaran yang
digunakan tanpa penambahan zat pengatur tumbuh. Kluster tunas yang
dihasilkan pada tahap II disimpan pada media tanpa ZPT dengan
kelembaban yang sangat tinggi.
b) Individu tunas (propagul) disubkultur ke media dengan mengurangi
konsentrasi atau tanpa penambahan sitokinin dan menambah konsentrasi
auxin serta kadang dengan mengurangi konsentrasi senyawa anorganik.
Pada beberapa jenis tanaman pengakaran dapat dilakukan dengan cara
menempakan tunas hasil tahap II (propagul) diletakan pada aerasi media
cair lebih baik dari pada pada media padat. Atau dengan cara memindahkan
propagul ke media yang berisi auxin selama 1-2 hari, kemudian disubkultur
lagi ke media tanpa auxin (induksi akar dipacu oleh adanya auxin, tetapi
pertumbuhan akar dapat dihambat oleh keberadaan auxin dalam media).
Atau propagul dicelupkan dalam larutan pangakaran (auxin) sebentar dan
selanjutnya ditanam dalam medium tanpa auxin.
c) Tahapan pemanjangan ini dapat ditempuh dengan cara meletakan propagul
medium agar tanpa atau dengan konsentrasi yang sangat rendah sitokinin
selamas 2-4 minggu. Pada beberapa tanaman menggunakan penambahan
GA3 dalam medium. Selanjutnya propagul dipindahkan ke media lainnya
seperti teknik sebelumnya.
d) Penggunaan media praaklimatisasi dan lingkungan kultur dengan
penyinaran yang lebih intensitas cahayanya untuk perangsangan aktifitas
fotosintesis misalnya penggunaan media dengan konsentrasi gula
rendah/tanpa gula, penambahan intensitas cahaya, perlakuan dengan carbon
dioksida, dll.
 Tahap 4: Aklimatisasi
Tahapan aklimatisasi ini adalah tahap pemindahan plantet dari kondisi in-
vitro ke kondisi in-vivo. Tahap ini sangat penting dan harus dilakukan secara hati-
hati, karena jika tidak dilakukan dengan baik maka sebagian besar plantet yang
dihasilkan dapat mati/musnah. Plantlet dikeluarkan dari botol dan agar yang
48
melekat pada akarnya dibersihkan, direndam dalam larutan fungisida, lalu
ditanam dalam kompos atau medium porous yang bersih untuk merangsang
pembentukan akar-akar serabutnya. Untuk mencegah kematian plantlet akibat
transpirasi, plantlet disungkup dengan plastik atau ditempatkan pada ruangan
dengan kelembaban tinggi, dengan suhu ruangan dan diletakkan ditempat yang
ternaungi dengan intensitas cahaya 30 %. Pada kasus tertentu, daun tanaman
disemprot dengan anti transpirant (misalnya Abscicic acid) untuk mencegah
penguapan yang terlalu besar dari daun. Secara perlahan, kelembaban dikurangi
dan intensitas cahaya ditambah untuk merangsang fotosintesis. (Taji, 2002)
Kultur Pucuk untuk Perbanyakan Vegetatif
 Anyelir
Mikropropagasi Dianthus caryophyllus L, cv. Orange Triumph dapat
dilakukan melalui sistem multiplikasi pucuk dan multiplikasi buku tunggal.
Medium yang dipakai adalah MS-1 dengan penambahan zat pengatur tumbuh
benzilaminopurin (BAP)-asam naftalenasetat (NAA) dan kinetin-NAA. Dalam
sistem multiplikasi pucuk, eksplan yang digunakan adalah potongan pucuk apikal.
Dalam sistem multiplikasi buku tunggal, eksplan yang digunakan adalah potongan
buku batang. Masing-masing eksplan ini dirangsang untuk menghasilkan pucuk
pada tahap induksi. Pucuk yang dihasilkan dapat dimultiplikasi pada medium
dengan kombinasi dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang memberikan jumlah
pucuk tertinggi selama tahap induksi. Pucuk apikal dimultiplikasi pada medium
MS-1 dengan 5 pM BAP-0,1 pM NAA dan 10 pM kinetin-0,01 pM NAA. Sanjaya
(2004), menyatakan bahwa kemampuan regenerasi dari eksplan tunas apikal
berbeda nyata antara klon anyelir.
Laju multiplikasi yang dihasilkan dalam 3 kali subkultur adalah masing-
masing sebanyak 8-21 pucuk dan 7-19 pucuk per siklus kultur. Buku batang
dimultiplikasi pada medium MS-1 dengan 4 pM BAP-0,25 pM NAA. Laju
multiplikasi yang dihasilkan dalam 3 kali subkultur adalah sebanyak 6-20 pucuk
per siklus kultur. Perakaran semua pucuk hasil multiplikasi ini dapat diinduksi
pada medium MS-1 dengan penambahan asam indolbutirat (IBA). Aklimatisasi
planlet memberi keberhasilan sebesar 70 persen. Ternyata penanaman satu
49
potongan jaringan pucuk apikal dan buku batang dalam waktu 18 minggu mampu
menghasilkan jumlah bibit siap lapang, masing-masing sebanyak sekitar 22.550
dan 12.600 plantlet. Penelitian yang lain menyebutkan bahwa aklimatisasi planlet
dari kultur in vitro membutuhkan media yang spesifik untuk tiap kultivar anyelir.
Pada media pasir, system perakaran planlet tidak dapat berkembang optimal
akibat dari rendahnya ketersediaan hara dalam media. ( Fayakun, 2002)
 Tebu
Dari penelitian yang dilakukan oleh Baksha et al (2002) mengenai kultur
pucuk pada tebu varietas Isd 28, untuk mengetahui effek perbedaan penggunaan
jenis dan konsentrasi auksin dan sitokinin pada regenerasi tunas yang
ditumbuhkan secara in vitro. Eksplan tanaman adalah bagian tunas pucuk dari
tanaman tebu pada fase juvenile (3-4 bulan). Sterilisasi eksplan menggunakan
0.1% HgCl2 setelah dicuci dengan air yang mengalir selama 7-10 menit.
Kemudian eksplan dicuci dengan DDH2O (double distilled water) steril pada
kondisi aseptic di dalam laminar flow. Eksplan kemudian ditumbuhkan dalam
media MS dengan perbedaan kombinasi auksin dan sitokinin untuk
mengidentifikasi ketepatan kombinasi media untuk regenerasi tebu melalui kultur
pucuk. Media terdiri dari 3% sukrosa, 0.6% agar, dengan pH 5.7 sebelum
penambahan agar dan di autoclave pada suhu 1200 selama 15 menit. Eksplant
diinkubasi pada 25±20C di bawah fotoperiode 16 jam.
Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa, untuk penggandaan
regenerasi pucuk, pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh tipe dan konsentrasi
auksin dan sitokinin yang digunakan. Sitokinin BAP lebih efektif daripada Kn dan
IBA untuk pembentukan tunas. Rendahnya auksin dan tingginya sitokinin pada
medium menginduksi penggandaan regenerasi tunas. Respon maksimum untuk
penggandaan inisiasi tunas ditemukan saat eksplan dikultur pada media MS yang
ditambah dengan 2.0 mgl-1 BAP + 0.5 mgl-1 IBA, 1.0 mgl-1 BAP + 0.5 mgl-1
IBA dan 1.0 mgl-1 + 0.5 mgl-1 Kn. Pada media ini 70-75% eksplan menghasilkan
2-6 tunas dari pucuk tunggal selama 2-3 minggu. Pertumbuhan tunas pada
awalnya tanpa akar, untuk menumbuhkan akar, tunas dipotong terpisah dan
diletakkan pada media pengakaran. Konsentrasi yang sama dari IAA (5 mgl-1),
50
NAA atau IBA digunakan tersendiri pada setengah media MS untuk induksi akar
yang sebanyak-sebanyaknya. Pertumbuhan akar tunas mungkin dipengaruhi pH,
tingkat auksin dan konsentrasi nutrisi pada media induksi akar. Respon terbaik
diamati pada 5 mgl-1 NAA yang digunakan pada setengah media MS. Hal
tersebut juga telah dikemukakan oleh Heinz ( 1977), yang menyatakan bahwa
auksin yang paling bagus digunakan untuk inisiasi akar adalah NAA
Perkembangan akar pada media yang mengandung IAA atau IBA memiliki
kualitas yang kurang bagus di bandingkan media yang mengandung NAA. Media
yang paling efektif untuk penggandaan tunas adalah media MS yang mengandung
2.0 mgl-1 BAP +0.5 mgl-1 IBA, 1.0 mgl-1BAP+0.5mgl-1 IBA dan 1.0 mgl-1
BAP + 0.5 mgl-1 Kn.
Lebih jauh penelitian ini menunjukkan bahwa untuk regenerasi tunas
kombinasi auksin dan sitokinin penting. Penelitian mengenai mikro propagasi
telah memberikan teknologi yang cepat dibandingkan dengan teknik konvensional
untuk penggandaan dan preservasi plasma nutfah varietas tebu pilihan.
Salah satu kendala dalam kultur pucuk adalah timbulnya pencoklatan
(browning) pada pucuk maupun pangkal eksplan. Dari penelitian yang dilakukan
oleh Winarsih (2006) pada eksplan tanaman tebu, menunjukkan bahwa
penggunaan kloroks dengan konsentrasi 4% paling baik untuk sterilisasi eksplan.
3. Embriogenesis
Embriogenesis adalah proses pembentukan dan perkembangan embrio.
Proses ini merupakan tahapan perkembangan sel setelah mengalami pembuahan
atau fertilisasi. Embriogenesis meliputi pembelahan sel dan pengaturan di tingkat
sel. Sel pada embriogenesis disebut sebagai sel embriogenik.
Secara umum, sel embriogenik tumbuh dan berkembang melalui beberapa
fase, antara lain:
1. Sel tunggal (yang telah dibuahi)
2. Blastomer
3. Blastula
51
4. Gastrula
5. Neurula
6. Embrio / Janin
Gambar Proses Embriogenesis
4. Kultur Embrio
Kultur Embrio adalah memisahkan embrio yang belum dewasa dan
menumbuhkan secara kultur jaringan untuk menghasilkan tanaman viable.
Tujuan kultur embrio:
1. memperpendek siklus permuliaan : mempercepat perkecambahan bijiyang
umur kecambah lama
2. menguji kecepatan viabilitas biji : lebih efektif dari pada tes pewarnaan
3. memperbanyak tanaman langka : kelapa kopyor
4. memperoleh hybrid langka : mengatasi kegagalan persilangan karena
poliferasi terhalang/fertilisasi normal tetapi embrio pada perkembangnnya
52
mati. Kematian karena sedikitnya endosperm sbg cadangan
makanan/endosperm tidak berkembang
Fungsi Kultur Embrio
1. kultur anther : pembentukan tanaman haploid yang beragam untuk doubling
mendapatkan genotip homozigot secara cepat
2. pembentukan genotip transgenic dengan bantuan gen carrier berupa plasmoid
3. meningkatkan ragam genetic berasal dari somaclonal variability dan cellular
variant
4. rekombinan genom berasal dari sua spesies atay sub spesies dengan cara
hibridisasi somatic/fusi protoplas
5. pemetaan gen pada genom untuk memudahkan usaha transfer gen atau
memisahkan blok linkage
6. pemindahan gen berasal dari berbagai donor
7. sintesa spesies tanaman baru, berasal dari wide crossing antara dua spesies
atau sub spesies dengan genom yang tidak homolog
Faktor penentu keberhasilan kultur embrio
1. factor grnotip : beberapa jenis tanaman mudah di tumbuhkan dan yang sulit
ditumbuhkan
2. tingkat perkembangan embrio pada waktu dipisahkan semakin kecil embrio
semakin sulit tumbuh
3. kecepatan pertumbuhan tanaman induk : tanaman dari rumah kaca lebih
terkontrol sehingga menghasilkan endosperma yang lebih baik daripada
tanaman dari luar
4. komposisi media tumbuh : unsure makro, mikro dan gula, ion ammonium dan
potassium (penting)
5. oksigen
6. cahaya : perlakuan awal pada tempat gelap 7-14hari, tanaman di pindah ke
tempat terang untuk pembentukan klorofil
7. temperature : optimum tergantung jenis (22-28 C)
53
5. Kultur Meristem
Meristem merupakan kumpulan sel-sel yang aktif membelah pada tempat
tertentu pada tanaman, dimana sel-sel tersebut akan membentuk sistem jaringan
secara permanen seperti akar, tunas, daun, bunga dan lain-lain. Sel-sel jaringan
meristem mempunyai kemampuan embrionik yang dapat membelah tanpa batas
untuk membentuk jaringan dewasa untuk kemudian menjadi organ-organ
tanaman.
Bentuk dan ukuran titik tumbuh meristem berbeda antara tanaman yang
satu dengan lainnya tergantung kelompok tanaman secara taksonomik. Meristem
pada tunas tanaman yang tergolong dikotil mempunyai lapisan sel-sel yang
membentuk kubah yang sel-selnya aktif membelah berukuran diameter sekitar
0.1-0.2 mm dan panjang 0.2-0.3 mm. Meristem tidak mempunyai vaskuler yang
terhubung dengan jaringan phloem dan xylem pada batang. Dibawah sel meristem
terdapat sel-sel yang membelah dan memanjang yang berkembang menjadi
primordia daun.
Kultur meristem merupakan salah satu metoda dalam teknik kultur
jaringan dengan menggunakan eksplan berupa jaringan meristematik baik
meristem pucuk terminal atau meristem dari tunas aksilar. Tujuan utama aplikasi
kultur meristem adalah mendapatkan dan memperbanyak tanaman yang bebas
virus (eliminasi virus dari bahan tanaman). Kultur meristem sebagai metoda untuk
perbanyakan tanaman yang bebas virus sudah secara luas diaplikasikan terutama
pada tanaman hortikultura. Sel-sel meristem pada umumnya stabil, karena mitosis
pada sel-sel meristem terjadi bersama dengan pembelahan sel yang
berkesinambungan, sehingga ekstra duplikasi DNA dapat dihindarkan. Hal ini
menyebabkan tanaman yang dihasilkan identik dengan tanaman donornya
(Gunawan, 1988). Jaringan meristem merupakan jaringan vegetatif sehingga
plantlet yang dihasilkannyapun merupakan suatu klon. Oleh karena itu kelompok
tanaman yang dihasilkan dari kultur meristem sering disebut mericlone.
Morel dan Martin (1952) merupakan orang pertama yang berhasil
menumbuhkan meristem tanaman dahlia yang terserang virus dan memperoleh
tanaman yang bebas virus. Setelah itu penggunaan kultur meristem terhadap
54
berbagai jenis tanaman banyak dikembangkan. Pada tahun 1960 Morel berhasil
memperbanyak tanaman Cymbidium yang bebas virus. Dari hasil perbanyakan
kultur meristem anggrek tersebut, Morel menemukan pembentukan kalus terlebih
dahulu. Dan dari kalus tersebut kemudian membentuk struktur yang serupa
dengan perkembangan awal dari perkecambahan biji anggrek sebelum menjadi
tanaman. Struktur tersebut disebut dengan protocorm. Protocorm akan
memperbanyak diri menjadi massa protocorm yang baru apabila ditumbuhkan
pada media tumbuh yang sama dan akan tumbuh menjadi tanaman lengkap
(plantlet) apabila dipindahkan ke media pendewasaan dan perakaran.
Berbeda dengan Morel yang telah berhasil mengklonkan tanaman anggrek
melalui protocorm, Hussey dan Stacey (1960) memperbanyak tanaman kentang
secara massal yang bebas virus melalui subkultur tunas aksiler secara berulang.
Eksplan tunas kentang yang sudah bebas virus dijadikan eksplan awal
ditumbuhkan pada media perbanyakan yang menghasilkan tunas dengan buku-
buku yang mengandung tunas ketiak disetiap bukunya. Tiap bulan dapat
dihasilkan rata-rata 3-5 buku. Setiap empat minggu buku-buku tersebut dipotong
untuk dikulturkan ke media baru. Setelah empat minggu dipotong-potong lagi.
Demikian seterusnya sehingga dalam satu tahun dapat dihasilkan jutaan tanaman.
Keberhasilan kultur meristem tergantung pada beberapa faktor,
diantaranya media kultur, keadaan fisiologis eksplan dan lingkungan fisik
tumbuh. Sering terjadi bahwa jaringan meristem yang ditanam tidak menunjukkan
proses morfogenesis, hal ini disebabkan sel-sel dari eksplan tidak mengadakan
pembelahan dan berdiferensiasi. Jaringan meristem merupakan jaringan yang sel-
selnya aktif membelah, biasanya jaringan ini akan mempunyai daya hidup yang
lebih besar dan dapat beregenerasi dengan baik apabila ditanam bersama dengan
daun primordianya. Akan tetapi lebih disarankan apabila tujuannya untuk
mendapatkan tanaman bebas virus sebaiknya meristem ditanam tanpa disertakan
daun primordia.
6. Kultur Kalus Dan Kultur Suspensi Sel
Kultur kalus merupakan pemeliharaan bagian kecil tanaman dalam
lingkungan buatan yang steril dan kondisi yang terkontrol (Pauls, 1995 dalam
55
Kulkarni, 2000). Kalus adalah jaringan yang berproliferasi secara terus menerus
dan tidak terorganisasi sehingga memberikan penampilan sebagai massa sel yang
bentuknya tidak teratur. Proliferasi jaringan ini dapat dilakukan secara tidak
terbatas dengan cara melakukan subkultur sepotong kecil jaringan kalus pada
medium yang segar dengan interval waktu yang teratur (George & Sherrington,
1984). Kalus diinduksi dengan melukai jaringan tanaman. Menurut George &
Sherrington (1984), pemotongan atau pelukaan jaringan tanaman dapat
merangsang pembelahan sel yang berperan dalam inisiasi pembentukan kalus.
Kultur kalus ini merupakan materi penting dalam kultur suspensi sel tanaman
(Allan 1996 dalam Gürel, 2002).
Kultur suspensi sel adalah pemeliharaan sel, tunggal maupun gabungan
beberapa sel, dalam medium cair dan lingkungan buatan yang steril. Kultur
suspensi sel terdiri atas populasi sel dengan laju pertumbuhan yang cepat karena
seluruh permukaan sel dapat kontak langsung dengan medium nutrisi. Hal ini
menyebabkan metabolisme sel lebih tinggi jika dibandingkan dengan kultur kalus
(George & Sherrington, 1984).
Metode kultur suspensi sel dapat digunakan sebagai sarana untuk produksi
metabolit sekunder. Hal ini dapat terjadi karena setiap sel tumbuhan yang diisolasi
dari tumbuhan induknya mempunyai potensi genetik dan fisiologi yang sama
dengan induknya, atau yang dikenal dengan nama sifat totipotensi. Sifat ini
menyebabkan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman induk dapat pula
dihasilkan pada sel yang dikultur secara in vitro (Fowler, 1981 dalam Mantell &
Smith, 1983). Potensi kultur sel untuk memproduksi metabolit telah dibuktikan
pertama kali oleh perusahaan farmasi Amerika Pfizer Inc pada tahun 1956.
Sedangkan potensi kultur sel untuk memproduksi senyawa bermanfaat terutama
untuk obat-obatan, telah dimulai pada akhir tahun 1960 (Pétiard & Bariaud-
Fontanel, 1987 dalam Sasson, 1991).
Kultur suspensi sel dapat diperoleh dengan cara memindahkan kalus dari
medium padat ke medium cair dalam kondisi agitasi selama periode kultur dalam
waktu tertentu. George & Sherrington (1984) menyatakan bahwa dalam kondisi
agitasi, kalus meremah akan terpisah membentuk kelompok sel dan sel-sel
56
tunggal. Sel-sel tunggal akan mengadakan pembelahan membentuk kelompok-
kelompok sel yang kemudian terpisah lagi membentuk sel-sel tunggal dan
kelompok-keompok sel yang lebih kecil. Menurut Lim-Ho (1982 dalam George &
Sherrington 1984), agitasi dalam kultur suspensi sel dapat meningkatkan aerasi,
reduksi polaritas tanaman dan dapat mempertahankan keseragaman distribusi sel-
sel dan kelompok sel di dalam medium. Dijelaskan oleh Endress (1994) bahwa
agitasi atau pengocokan pada kultur suspensi sel dapat mempengaruhi ukuran
agregat, viabilitas dan pertumbuhan sel. Selain itu pengocokan berfungsi untuk
meningkatkan oksigen.
Diameter sel pada kultur suspensi sel pada umumnya berkisar antara 20-
150 µm dan panjang 100-200 µm. Ukuran ini setara dengan 10-100 kali bakteri
atau fungi dan mempunyai panjang maksimal 2 mm serta mengandung 2-200 sel
(Endress, 1994). Pada fase pertumbuhan logaritmik pada masa awal kultur sel,
sel-sel berbentuk kecil dan dipenuhi dengan sitoplasma. Namun pada fase
stasioner, sel-sel ini memiliki ukuran tertentu, sel lebih tua dan memiliki vakuola
besar di pusat sel (Endress, 1994).
7. Kultur Anther
Anther atau tepung sari secara alamiah berfungsi menyerbuki maupun
membuahi. Teknik kultur Anther relative sederhana dan efisien, yang paling
penting dalam metode ini adalah penentuan tingkat perkembangan yang paling
tepat untuk dijadikan sebagai eksplan sehingga androgenesis dapat terjadi. Anther
angiospermae secara skematis dan pembentukan tanaman haploid melalui kultur
anther sbb:
Kultur anther mempunyai kegunaan sebagai berikut:
 Mampu menghasilkan tan. haploid (hanya mempunyai satu genom saja
(monohaploid)). Tanaman haploid dapat digunakan untuk pemuliaan
tanaman selanjutnya, dari tanaman monohaploid diperkirakan dapat
menghilangkan sifat resesif.
 Dari monohaploid dapat dihasilkan derivate yang dihaploid (diploid)
dengan cara : Merangkap kromosom dengan perlakuan colchicin.
Mengadakan silangan tanaman monohaploid.
57
 Membuat tanaman homozygote.
Faktor-faktor yg mempengaruhi keberhasilan produksi haploid melalui
kultur In Vitro adalah :
 Tingkat perkembangan polen → paling baik digunakan polen pada tingkat
pembelahan mitosis pertama (Uninucleat).
 Pre-treatmen → beberapa jenis tanaman memerlukan perlakuan
pendahuluan berupa temperatur rendah (3 – 10oC) selama 4 hari (bunga
padi), merendam dalam air yang ada butir-butir arangnya atau mengurangi
tekanan atm 12 mg/hg.
 Media tumbuh → terdiri dari media dasar, gula, hormone, penambah
bahan organik (ekstrak pisang, air kelapa, endosperm serealia, ekstrak ragi,
alanin dan Co-enzym A, merangsang pertumbuhan Anther.
 Kondisi tanaman donor → bunga dari tanaman muda pada saat permulaan
pembungaan, lebih baik dari pada bunga yang keluar kemudian.
Stadium perkembangan mikrospora dapat dibedakan menjadi beberapa
fase, yaitu:
 Uni-nukleat sangat awal, dicirikan oleh inti mikrospora di tengah, dinding
mikrospora sangat tipis dan tanpa vakuola
 Uni-nukleat awal, dicirikan oleh inti mikrospora di tengah, dinding sudah
semakin kuat dan vakuola kecil bentuk sferik.
 Uni-nukleat tengah awal, dicirikan oleh sebagian besar inti mikrospora di
tengah sedangkan sebagian kecil inti mikrospora di tepi, vakuola besar.
 Uni-nukleat tengah, hampir sama dengan uninukleat tengah awal tetapi
ukuran vakuola dua kali ukuran vakuola pada stadium sebelumnya.
 Uni-nukleat akhir, dicirikan oleh hampir semua mikrospora mempunyai
inti di tepi, pada beberapa jenis sudah berkembang menjadi stadium 2 inti,
vakuola besar berbentuk bulat telur.
58
2.11.Media Kultur Jaringan
Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan
metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media
tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-
macam media kultur jaringan telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak.
Nama-nama media tumbuh untuk eksplan ini biasanya sesuai dengan nama
penemunya.
Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia yang
hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap
persenyawaan. Media dasar yang sering digunakan dalam kultur jaringan
Anthurium sendiri adalah media MS dan modifikasinya ( Pierik et al.,1974; Pierik
dan Steegmans, 1976;Kunisaki, 1980; Kuenhle et al., 1992; Chen et al; Hamidah
et al., 1997; Teng, 1997;2 ; Rachmawati, 2005), media Nitsch dan modifikasinya
(Geir, 1986, 1987, 1988).
A. Komposisi Media Tanam Kultur Jaringan
Pada umumnya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari
hormon (zat pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di
dalam tanah yang dikelompokkan ke dalam unsur makro, unsur mikro. Hasil yang
lebih baik akan dapat kita peroleh bila, kedalam media tersebut, ditambahkan
vitamin, asam amino, dan hormon, bahan pemadat media (agar), glukosa dalam
bentuk gula maupun sukrosa, air destilata (akuades), dan bahan organik tambahan
(Gunawan, 1992).
Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organik selain dari nutrient
yang dalam jumlah yang sedikit (1mM) dapat merangsang, menghambat, atau
mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Moore, 1979 dalam
Gunawan, 1992). Zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur jaringan diperlukan
untuk mengendalikan dan mengatur pertumbuhan kultur tanaman. Zat ini
mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan
organ. Jenis dan konsentrasi ZPT tergantung pada tujuan dan tahap pengkulturan.
59
Secara umum, zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur jaringan ada tiga
kelompok besar, yaitu auksin, sitokinin, dan giberelin.
Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang
pertumbuhan kalus, akar, suspensi sel dan organ (Gunawan, 1992) Contoh
hormon kelompok auksin adalah 2,4 Dikloro Fenoksiasetat (2,4-D), Indol Acetid
Acid (IAA), Naftalen Acetid Acid (NAA), atau Indol Buterik Asetat (IBA).
Golongan sitokinin berperan untuk menstimulus pembelahan sel dan merangsang
pertumbuhan tunas pucuk. Menurut Gunawan (1992), golongan ini sangat penting
dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang biasa
digunakan dalam kultur jaringan adalah kinetin, ziatin, benzilaminopurine (BAP).
Dan giberelin untuk diferensiasi atau perbanyakan fungsi sel, terutama
pembentukan kalus. Hormon kelompok giberelin adalah GA3, GA2, dan GA1.
Penggunaan hormon tersebut harus tepat dalam perhitungan dosis
pemakaian, karena jika terlalu banyak maupun terlalu sedikit dari dosis yang
diperlukan justru akan menghambat bahkan berdampak negatif terhadap tanaman
kultur. Karena interaksi antar hormon dalam suatu media sangat berpengaruh
dalam diferensiasi sel.
Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara in-vitro
pada dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhakan di tanah.
Unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman di lapangan merupakan kebutuhan
pokok yang harus tersedia dalam media kultur jaringan. Antara lain adalah unsur
hara makro dan unsur hara mikro. Unsur-unsur hara tersebut diberikan dalam
bentuk garam-garam mineral. Komposisi media dan perkembangannya didasarkan
pada pendekatan masing-masing peneliti (Gunawan, 1992).
1. Unsur Hara Makro
Adalah hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Hara
makro tersebut meliputi, Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca),
Sulfur (S), Magnesium (Mg), dan Besi (Fe). Kegunaan unsur hara makro tersebut
dalam kultur jaringan menurut Qosim, 2006 dalam Sukarasa, 2007 adalah sebagai
berikut:
60
 Nitrogen (N)
Diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4,NH2SO4.Berfungsi untuk
membentuk protein, lemak, dan berbagai senyawa organik lain, morfogenesis
(pertumbuhan akar dan tunas), pertumbuhan dan pembentukan embrio,
pembentukan embrio zigotik dan pertumbuhan vegetatif.
 Fosfor (P)
Diberikan dalam bentuk KH2PO4.Berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai
stabilitor membran sel, pengaturan metabolisme tanaman, pengaturan produksi
pati/amilum, pembentukan karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi,
protein, dan sintesis asam amino serta konstribusi terhadap struktur dan asam
nukleat.
 Kalium (K)
Diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O.Berfungsi untuk pemanjangan sel tanaman,
memperkuat tubuh tanaman, memperlancar metabolisme dan penyerapan
makanan, ion kalsium ditransfer secara cepat menyebrangi membran sel dan
mengatur pH dan tekanan osmotik.
 Kalsium (Ca)
Diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O.Berfungsi untuk merangsang bulu-bulu
akar, penggandaan atau perbanyakan sel dan akar, pembentukan tabung polen,
dinding dan membran sel lebih kuat, tahan terhadap serangan patogen,
mengeraskan batang, memproduksi cadangan makanan.
 Sulfur (S)
Unsur S merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa jenis
protein, seperti asam amino dan vitamin B1. Unsur S juga berperan penting dalam
pembentukan bitil-bintil akar.
 Magnesium (Mg)
Diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O.Berfungsi untuk meningkatkan kandungan
fosfat, pembentukan protein.
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan
Makalah bioteknologi kultur jaringan

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Kultur jaringan
Kultur jaringanKultur jaringan
Kultur jaringan
VJ Asenk
 
Laporan Fisiologi Tumbuhan VIII Pengaruh Hormon Auksin Terhadap Pemanjangan J...
Laporan Fisiologi Tumbuhan VIII Pengaruh Hormon Auksin Terhadap Pemanjangan J...Laporan Fisiologi Tumbuhan VIII Pengaruh Hormon Auksin Terhadap Pemanjangan J...
Laporan Fisiologi Tumbuhan VIII Pengaruh Hormon Auksin Terhadap Pemanjangan J...
UNESA
 
Laporan praktikum pembiakan vegetatif okulasi, grafting dan cangkok
 Laporan praktikum pembiakan vegetatif okulasi, grafting dan cangkok Laporan praktikum pembiakan vegetatif okulasi, grafting dan cangkok
Laporan praktikum pembiakan vegetatif okulasi, grafting dan cangkok
Febrina Tentaka
 
Laporan Fisiologi Tumbuhan III Angkutan Air
Laporan Fisiologi Tumbuhan III Angkutan AirLaporan Fisiologi Tumbuhan III Angkutan Air
Laporan Fisiologi Tumbuhan III Angkutan Air
UNESA
 
Laporan praktikum teknologi benih acara 3
Laporan praktikum teknologi benih acara 3Laporan praktikum teknologi benih acara 3
Laporan praktikum teknologi benih acara 3
Arif nor fauzi
 
Laporan Fisologi Tumbuhan X Pengaruh AIA Terhadap Proses Absisi Daun Coleus sp.
Laporan Fisologi Tumbuhan X Pengaruh AIA Terhadap Proses Absisi Daun Coleus sp.Laporan Fisologi Tumbuhan X Pengaruh AIA Terhadap Proses Absisi Daun Coleus sp.
Laporan Fisologi Tumbuhan X Pengaruh AIA Terhadap Proses Absisi Daun Coleus sp.
UNESA
 

Was ist angesagt? (20)

Kultur jaringan
Kultur jaringanKultur jaringan
Kultur jaringan
 
Transpirasi
Transpirasi Transpirasi
Transpirasi
 
Laporan Fisiologi Tumbuhan VIII Pengaruh Hormon Auksin Terhadap Pemanjangan J...
Laporan Fisiologi Tumbuhan VIII Pengaruh Hormon Auksin Terhadap Pemanjangan J...Laporan Fisiologi Tumbuhan VIII Pengaruh Hormon Auksin Terhadap Pemanjangan J...
Laporan Fisiologi Tumbuhan VIII Pengaruh Hormon Auksin Terhadap Pemanjangan J...
 
Makalah_57 Makalah laporan praktikum
Makalah_57 Makalah laporan praktikumMakalah_57 Makalah laporan praktikum
Makalah_57 Makalah laporan praktikum
 
Laporan praktikum pembiakan vegetatif okulasi, grafting dan cangkok
 Laporan praktikum pembiakan vegetatif okulasi, grafting dan cangkok Laporan praktikum pembiakan vegetatif okulasi, grafting dan cangkok
Laporan praktikum pembiakan vegetatif okulasi, grafting dan cangkok
 
Laporan Fisiologi Tumbuhan III Angkutan Air
Laporan Fisiologi Tumbuhan III Angkutan AirLaporan Fisiologi Tumbuhan III Angkutan Air
Laporan Fisiologi Tumbuhan III Angkutan Air
 
Laporan praktikum teknologi benih acara 3
Laporan praktikum teknologi benih acara 3Laporan praktikum teknologi benih acara 3
Laporan praktikum teknologi benih acara 3
 
IDENTIFIKASI GULMA
IDENTIFIKASI GULMAIDENTIFIKASI GULMA
IDENTIFIKASI GULMA
 
praktikum kultur jaringan sterilisasi peralatan
praktikum kultur jaringan sterilisasi peralatanpraktikum kultur jaringan sterilisasi peralatan
praktikum kultur jaringan sterilisasi peralatan
 
Sistem Produksi Tanaman Hias
Sistem Produksi Tanaman HiasSistem Produksi Tanaman Hias
Sistem Produksi Tanaman Hias
 
Laporan Fisologi Tumbuhan X Pengaruh AIA Terhadap Proses Absisi Daun Coleus sp.
Laporan Fisologi Tumbuhan X Pengaruh AIA Terhadap Proses Absisi Daun Coleus sp.Laporan Fisologi Tumbuhan X Pengaruh AIA Terhadap Proses Absisi Daun Coleus sp.
Laporan Fisologi Tumbuhan X Pengaruh AIA Terhadap Proses Absisi Daun Coleus sp.
 
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMANLAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN
LAPORAN PRAKTIKUM PENYAKIT TANAMAN
 
Pengendalian hayati (ppt)
Pengendalian hayati (ppt)Pengendalian hayati (ppt)
Pengendalian hayati (ppt)
 
Makalah biologi tentang kultur jaringan pada tumbuhan
Makalah biologi tentang kultur jaringan pada  tumbuhanMakalah biologi tentang kultur jaringan pada  tumbuhan
Makalah biologi tentang kultur jaringan pada tumbuhan
 
Survei tanah
Survei tanahSurvei tanah
Survei tanah
 
Ppt project kelompok 5 b kultur jaringan.
Ppt project kelompok 5 b kultur jaringan.Ppt project kelompok 5 b kultur jaringan.
Ppt project kelompok 5 b kultur jaringan.
 
Proposal penelitian tanaman tomat
Proposal penelitian tanaman tomatProposal penelitian tanaman tomat
Proposal penelitian tanaman tomat
 
Lembar Kerja Siswa Selama 1 Semester Kelas XI
Lembar Kerja Siswa Selama 1 Semester Kelas XI Lembar Kerja Siswa Selama 1 Semester Kelas XI
Lembar Kerja Siswa Selama 1 Semester Kelas XI
 
Laporan pengujian indeks vigor
Laporan pengujian indeks vigorLaporan pengujian indeks vigor
Laporan pengujian indeks vigor
 
2. laporan praktikum biologi pengaruh tekanan osmotik terhadap membran eritrosit
2. laporan praktikum biologi pengaruh tekanan osmotik terhadap membran eritrosit2. laporan praktikum biologi pengaruh tekanan osmotik terhadap membran eritrosit
2. laporan praktikum biologi pengaruh tekanan osmotik terhadap membran eritrosit
 

Andere mochten auch

KULTUR JARINGAN MAKALAH
KULTUR JARINGAN MAKALAHKULTUR JARINGAN MAKALAH
KULTUR JARINGAN MAKALAH
Devi Nathania
 
Laporan praktikum kultur jaringan andria unib
Laporan praktikum kultur jaringan andria unibLaporan praktikum kultur jaringan andria unib
Laporan praktikum kultur jaringan andria unib
Andria Bin Muhayat
 
Kultur jaringan
Kultur jaringanKultur jaringan
Kultur jaringan
afifauliya
 
11. bioteknologi SMA
11. bioteknologi SMA11. bioteknologi SMA
11. bioteknologi SMA
Irhuel_Abal2
 
Kultur Jaringan XI IPA 2 SMAN 31
Kultur Jaringan XI IPA 2 SMAN 31Kultur Jaringan XI IPA 2 SMAN 31
Kultur Jaringan XI IPA 2 SMAN 31
Yosua Silalahi
 
KULTUR JARINGAN MAKALAH
KULTUR JARINGAN MAKALAHKULTUR JARINGAN MAKALAH
KULTUR JARINGAN MAKALAH
Devi Nathania
 

Andere mochten auch (20)

KULTUR JARINGAN MAKALAH
KULTUR JARINGAN MAKALAHKULTUR JARINGAN MAKALAH
KULTUR JARINGAN MAKALAH
 
Bioteknologi Kultur Jaringan
Bioteknologi Kultur JaringanBioteknologi Kultur Jaringan
Bioteknologi Kultur Jaringan
 
KULTUR JARINGAN TUMBUHAN “PERBANYAKAN JERUK SECARA IN VITRO”
KULTUR JARINGAN TUMBUHAN “PERBANYAKAN JERUK SECARA IN VITRO”KULTUR JARINGAN TUMBUHAN “PERBANYAKAN JERUK SECARA IN VITRO”
KULTUR JARINGAN TUMBUHAN “PERBANYAKAN JERUK SECARA IN VITRO”
 
Laporan praktikum kultur jaringan andria unib
Laporan praktikum kultur jaringan andria unibLaporan praktikum kultur jaringan andria unib
Laporan praktikum kultur jaringan andria unib
 
Kultur jaringan
Kultur jaringanKultur jaringan
Kultur jaringan
 
Kultur Jaringan
Kultur JaringanKultur Jaringan
Kultur Jaringan
 
Contoh makalah bioteknologi yoghurt
Contoh makalah bioteknologi yoghurtContoh makalah bioteknologi yoghurt
Contoh makalah bioteknologi yoghurt
 
Makalah bioteknologi pdf
Makalah bioteknologi pdfMakalah bioteknologi pdf
Makalah bioteknologi pdf
 
Kultur jaringan
Kultur jaringanKultur jaringan
Kultur jaringan
 
Kelompok kultur jaringan
Kelompok kultur jaringanKelompok kultur jaringan
Kelompok kultur jaringan
 
Kultur Jaringan Embrio Ayam
Kultur Jaringan Embrio AyamKultur Jaringan Embrio Ayam
Kultur Jaringan Embrio Ayam
 
11. bioteknologi SMA
11. bioteknologi SMA11. bioteknologi SMA
11. bioteknologi SMA
 
Biologi fusi protoplasma
Biologi fusi protoplasmaBiologi fusi protoplasma
Biologi fusi protoplasma
 
Makalah bioteknologi uts
Makalah bioteknologi utsMakalah bioteknologi uts
Makalah bioteknologi uts
 
Kultur Jaringan XI IPA 2 SMAN 31
Kultur Jaringan XI IPA 2 SMAN 31Kultur Jaringan XI IPA 2 SMAN 31
Kultur Jaringan XI IPA 2 SMAN 31
 
Kultur jaringan-anggrek-makalh-ppm
Kultur jaringan-anggrek-makalh-ppmKultur jaringan-anggrek-makalh-ppm
Kultur jaringan-anggrek-makalh-ppm
 
KULTUR JARINGAN MAKALAH
KULTUR JARINGAN MAKALAHKULTUR JARINGAN MAKALAH
KULTUR JARINGAN MAKALAH
 
Petunjuk Pengisian Form TB.05
Petunjuk Pengisian Form TB.05Petunjuk Pengisian Form TB.05
Petunjuk Pengisian Form TB.05
 
Jurnal praktikum fitofarmasi 3
Jurnal praktikum fitofarmasi 3Jurnal praktikum fitofarmasi 3
Jurnal praktikum fitofarmasi 3
 
Stek
StekStek
Stek
 

Ähnlich wie Makalah bioteknologi kultur jaringan

KULTUR JARINGAN EKOSARI[Compatibility Mode].pdf
KULTUR JARINGAN EKOSARI[Compatibility Mode].pdfKULTUR JARINGAN EKOSARI[Compatibility Mode].pdf
KULTUR JARINGAN EKOSARI[Compatibility Mode].pdf
DebbyUstari1
 
Kultur jaringan bv Shella_Lala
Kultur jaringan bv Shella_LalaKultur jaringan bv Shella_Lala
Kultur jaringan bv Shella_Lala
Shella Sagita
 

Ähnlich wie Makalah bioteknologi kultur jaringan (20)

Kultur Jaringan (Presentasi Biologi SMA)
Kultur Jaringan (Presentasi Biologi SMA)Kultur Jaringan (Presentasi Biologi SMA)
Kultur Jaringan (Presentasi Biologi SMA)
 
Makalah kultur jaringan
Makalah kultur jaringanMakalah kultur jaringan
Makalah kultur jaringan
 
Makalah kultur jaringan
Makalah kultur jaringanMakalah kultur jaringan
Makalah kultur jaringan
 
KULTUR JARINGAN EKOSARI[Compatibility Mode].pdf
KULTUR JARINGAN EKOSARI[Compatibility Mode].pdfKULTUR JARINGAN EKOSARI[Compatibility Mode].pdf
KULTUR JARINGAN EKOSARI[Compatibility Mode].pdf
 
Kultur jaringan bv Shella_Lala
Kultur jaringan bv Shella_LalaKultur jaringan bv Shella_Lala
Kultur jaringan bv Shella_Lala
 
Lect 9 - Kultur Jaringan.pptx
Lect 9 - Kultur Jaringan.pptxLect 9 - Kultur Jaringan.pptx
Lect 9 - Kultur Jaringan.pptx
 
Laporan Praktikum Kultur Jaringan: Pembuatan Media Sederhana, Isolasi, dan In...
Laporan Praktikum Kultur Jaringan: Pembuatan Media Sederhana, Isolasi, dan In...Laporan Praktikum Kultur Jaringan: Pembuatan Media Sederhana, Isolasi, dan In...
Laporan Praktikum Kultur Jaringan: Pembuatan Media Sederhana, Isolasi, dan In...
 
Ppt Biologi Dasar Kultur jaringan
Ppt Biologi Dasar  Kultur jaringanPpt Biologi Dasar  Kultur jaringan
Ppt Biologi Dasar Kultur jaringan
 
Ppt Biologi Dasar Kultur Jaringan
Ppt Biologi Dasar Kultur Jaringan Ppt Biologi Dasar Kultur Jaringan
Ppt Biologi Dasar Kultur Jaringan
 
Kultur jaringan by~~ Shella_Lala~~
Kultur jaringan by~~ Shella_Lala~~Kultur jaringan by~~ Shella_Lala~~
Kultur jaringan by~~ Shella_Lala~~
 
KULTUR JARINGAN (1)(1).pptx
KULTUR JARINGAN (1)(1).pptxKULTUR JARINGAN (1)(1).pptx
KULTUR JARINGAN (1)(1).pptx
 
Kultur jaringan1
Kultur jaringan1Kultur jaringan1
Kultur jaringan1
 
KULTUR JARINGAN
KULTUR JARINGANKULTUR JARINGAN
KULTUR JARINGAN
 
Kultur Jaringan Tanaman - TIPP
Kultur Jaringan Tanaman - TIPPKultur Jaringan Tanaman - TIPP
Kultur Jaringan Tanaman - TIPP
 
PPT KULTUR JARINGAN KELOMPOK 4.pptx
PPT KULTUR JARINGAN KELOMPOK 4.pptxPPT KULTUR JARINGAN KELOMPOK 4.pptx
PPT KULTUR JARINGAN KELOMPOK 4.pptx
 
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Hewan: Kultur Sel Embrio Ayam Menggunakan M...
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Hewan: Kultur Sel Embrio Ayam Menggunakan M...Laporan Praktikum Kultur Jaringan Hewan: Kultur Sel Embrio Ayam Menggunakan M...
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Hewan: Kultur Sel Embrio Ayam Menggunakan M...
 
BIOLOGI_M6KB3 PDF
BIOLOGI_M6KB3 PDFBIOLOGI_M6KB3 PDF
BIOLOGI_M6KB3 PDF
 
Makalah kuljar (amrullah m) PERBANYAKAN JERUK SECARA IN VITRO
Makalah kuljar (amrullah m) PERBANYAKAN JERUK SECARA IN VITROMakalah kuljar (amrullah m) PERBANYAKAN JERUK SECARA IN VITRO
Makalah kuljar (amrullah m) PERBANYAKAN JERUK SECARA IN VITRO
 
Bioteknologi
BioteknologiBioteknologi
Bioteknologi
 
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...
 

Kürzlich hochgeladen

bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
AtiAnggiSupriyati
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
dpp11tya
 

Kürzlich hochgeladen (20)

RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) &...
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxPPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
 
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdfaksi nyata sosialisasi  Profil Pelajar Pancasila.pdf
aksi nyata sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 

Makalah bioteknologi kultur jaringan

  • 1. 1 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Kultur Jaringan Kultur jaringan merupakan terjemahan dari Tissue culture. Tissue dalam bahasa Indonesia adalah jaringan yaitu sekelompok sel yang yang mempunyai fungsi dan bentuk yang sama, culture diterjemahkan sebagai kultur atau pembudidayaan. Sehingga kultur jaringan diartikan sebagai budidaya jaringan/sel tanaman menjadi tanaman utuh yang kecil yang mempunyai sifat yang sama dengan induknya. Street (1977) mengemukakan terminologi, plant tissue culture is generally used for the aseptic culture of cells, tissues, organs, and their components under defined physical and condition in vitro. Atau: Kultur Jaringan adala kultur aseptik dari sel, jaringan, organ, atau bagian lain yang kompeten untuk dikulturkan dalam komposisi kimia tertentu dan keadaan lingkungan terkendali. Thorpe (1990) melanjutkan defenisi tersebut, plant culture/tissue culture,also referred to as in vitro, aseptik, or sterile culture is an important tool in both basic and applied studies as well as in commercial application. Artinya, kultur jaringan dapat didefenisikan sebagai metode untuk mengisolasi bagian tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ dan menumbuhkannya dalam media yang tepat dan kondisi aseptik, sehingga bagian- bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Salah satu teknik bioteknologi yang sering digunakan adalah kultur sel dan jaringan. Menurut Suryowinoto (1991) kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture, weefsel cultuus, atau gewebe kultur. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Kultur jaringan digunakan sebagai istilah umum yang juga meliputi kultur organ ataupun kultur sel. Istilah kultur sel digunakan untuk berbagai kultur yang berasal dari sel-sel yang terdispersi yang diambil dari jaringan asalnya, dari kultur primer, atau dari cell line atau cell strain secara enzimatik, mekanik, atau
  • 2. 2 disagregasi kimiawi. Terminologi kultur histotypic akan diterapkan untuk jenis kultur jaringan yang menggabungkan kembali sel-sel yang telah terdispersi sedemikian rupa untuk membentuk kultur jaringan. Kultur sel dan jaringan dapat digunakan pada hewan dan tumbuhan. Kultur jaringan hewan merupakan suatu teknik untuk mempertahankan kehidupan sel di luar tubuh organisme. Lingkungan sel dibuat sedimikian rupa, sehingga menyerupai lingkungan asal dari sel yang bersangkutan. Sel yang dipelihara bisa berupa sel tunggal (kultur sel), sel di dalam jaringan (kultur jaringan), maupun sel di dalam organ (kultur organ) (Listyorini, 2001). Teknik pembuatan kultur primer pada kultur sel, jaringan, dan organ hewan pada dasarnya sama. Sel, jaringan, atau organ hewan diambil dari tubuh hewan dan mulai dipelihara di dalam kondisi in- vitro. Selama di dalam kultur primer semua kebutuhan sel baik sebagai sel tunggal (kultur sel), sebagai bagian dari jaringan (kutur jaringan), maupun sebagai bagian organ (kultur organ) harus dipenuhi agar sel dapat hidup dan menjalankan fungsi normalnya. Kultur jaringan pada tumbuhan merupakan salah satu teknik perbanyakan tumbuhan yang menggunakan sel atau organ atau jaringan tumbuhan Kultur jaringan pada suatu tumbuhan merupakan suatu cara membudidayakan suatu jaringan tumbuhan menjadi tumbuhan kecil yang mempunyai sifat seperti induknya (Hendaryono, 1994). 2.2 Tujuan dan Manfaat Kultur Jaringan a. Pengadaan bibit Penyediaan bibit yang berkualitas baik merupakan salah satu faktor yang menentukankeberhasilan dalam pengembangan pertanian di masa mendatang.Pengadaan bibit pada suatu tanaman yang akan dieksploitasi secara besar-besaran dalam waktu yang akancepat akan sulit dicapai dengan perbanyakan melalui teknik konvensional. Pengadaanbibitmembantumemperbanyak tanaman (menyediakan bibit), khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif.Keunggulan bibit hasil kultur jaringan, antara lain: - identik dengan induknya - massal & hemat tempat
  • 3. 3 - waktuyangrelatifsingkat - lebih seragam - mutu bibit lebih terjamin - kecepatan tumbuh bibit lebih cepat Gambar 2.1 Bibit Jati Hasil dari Kultur Jaringan b. Menyediakan bibit bebas virus/penyakit Banyak virus yang tak menampakkan gejalanya, namun bersifat laten, dan akan dapat mengurangi vigor, kualitas dan kuantitas produksi. Virus dalam tanaman induk merupakanmasalah untuk perbanyakan vegetatif tanaman hortikultura secara konvensional. Morrel &Martin (1952) menemukan bahwa pada daerah meristem Martin (1952) menemukan bahwa pada daerah meristem apikal, ternyata kandungan virusnya paling rendah bahkan tidak ada. Hal ini mungkin karena virus bergerak melalui sistem pembuluh, sedang daerah tersebut belum ada sistem pembuluhnya, selain itu aktivitas metabolisme tinggi pada daerah tersebut tidak mendukung replikasi virus, juga konsentrasi auksin yang tinggi menghambat multiplikasi. c. Membantu program pemuliaan tanaman Dengan kultur jaringan dapat membantu program pemuliaan tanaman untuk menghasilkan tanaman yang lebih baik melalui : Keragaman Somaklonal, Kultur Haploid, Embryo Rescue, Seleksi In Vitro, Fusiprotoplas, Transformasi Gen /Rekayasa Genetika Tanaman dll.
  • 4. 4 d. Membantu proses konservasi dan preservasi plasma nutfah Dilakukandengan konservasi in vivo dalam bentuk penyimpanan biji dan tanaman hidup (Kebun Raya), preservasi in vivo dengan cara menyimpan biji. Penyimpanan secara kultur jaringan dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pertumbuhan minimal (minimal growth) dan kriopreservasi.Untuk biji ortodoks dalam ruang dengan temperatur dan kelembaban yang terkendali. Masalahnya pada biji rekalsitran (apalagi yang ukuran bijinya besar); perlu secara kultur karingan, yaitu sel-sel kompeten (mampu beregenerasi) disimpan dalam temperatur rendah dan dibekukan dalam cairan nitrogen (Kriopreservasi). Adapun penelitian penyimpanan secara kultur jaringan telah dilakukan suatu lembaga (BSJ) terhadap tanaman ubi-ubian, sepeti ubi kayu, gembili, dan yam. Gambar 2.2 Kebun Raya Bogor e. Memproduksi senyawa kimia untuk farmasi, industri makan dan industri kosmetik Sel-sel tanaman yang dapat memproduksi senyawa tertentu, ditumbuhkan dalam bioreaktor besar. Misalnya untuk produksi senyawa antibiotik dari suatu jenis fungi. Senyawa hasil tersebut bisa didapatkan dari hasil sintesis lengkap; juga dapat merupakan hasil transformasi oleh enzim dalam sel tanaman. Misalnya pewarna merah untuk lipstik dari tanaman, yang disebut dengan biolips (prod. Kosmetik Kanebo). 2.3 TahapanPerbanyakanTanamandenganKulturJaringan Secara umum, tahapan yang dilakukandalam perbanyakan tanaman denganteknik kultur jaringan adalah:
  • 5. 5 1. Pembuatan Media Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakandengan kultur jaringan. Komposisi media yangdigunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akandiperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri darigaram mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu,diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, danlain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yangditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupunjumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringanyang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkanpada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yangdigunakan juga harus disterilkan dengan caramemanaskannya dengan autoklaf. Macam media: Ada dua penggolongan media tumbuh: mediapadat dan media cair.Media padat pada umumnya berupa padatangel, seperti agar. Nutrisi dicampurkan pada agar.Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air.Media cair dapat bersifat tenang atau dalamkondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan. 2. Inisiasi Inisiasi adalah pengambilan eksplan/inokulum dari bagian tanaman yang akandikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untukkegiatan kultur jaringan adalah tunas.Inokulum dapat diambil dari potongan yangberasal dari kecambah atau jaringan tanaman dewasa yang mengandung jaringan meristem. Gambar 2.3 Tahap Inisiasi
  • 6. 6 3. Sterilisasi Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatandalam kultur jaringan harus dilakukan ditempatyang steril, yaitu di laminar flowdan menggunakan alat-alat yang jugasteril. Sterilisasi juga dilakukan terhadapperalatan, yaitu menggunakan etanol yangdisemprotkan secara merata padaperalatan yang digunakan. Teknisi yangmelakukan kultur jaringan juga harussteril. 4. Multiplikasi Multiplikasi adalah kegiatanmemperbanyak calon tanaman denganmenanam eksplan padamedia. Kegiatanini dilakukan di laminar flow untukmenghindari adanya kontaminasi yangmenyebabkan gagalnya pertumbuhaneksplan. Tabung reaksi yang telahditanami ekplan diletakkan pada rak-rakdan ditempatkan di tempat yang sterildengan suhu kamar. Gambar 2.4 Tahap Multipikasi 5. Pengakaran Fase dimana eksplan akanmenunjukkan adanya pertumbuhan akar yangmenandai bahwaproses kultur jaringan yangdilakukan mulai berjalan denganbaik. Pengamatan dilakukansetiap hari untukmelihat pertumbuhan dan perkembangan akarserta untuk melihat adanya kontaminasi olehbakteri ataupun jamur. Eksplan yangterkontaminasi akan menunjukkan gejala sepertiberwarna putih atau biru (disebabkan jamur)atau busuk (disebabkan bakteri).
  • 7. 7 Gambar 2.5 Pengakaran Kultur Jaringan 6. Aklimatisasi Kegiatan memindahkaneksplan keluar dari ruangan aseptic ke kultur potatau bedeng. Pemindahan dilakukan secarahati-hati dan bertahap, yaitu denganmemberikan sungkup. Sungkup digunakanuntuk melindungi bibit dari udara luar danserangan hamapenyakit karena bibit hasil kulturjaringan sangat rentan terhadap serangan hamapenyakit dan udara luar. Setelah bibit mampuberadaptasi dengan lingkungan barunya makasecara bertahap sungkup dilepaskan danpemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yangsama dengan pemeliharaan bibit generatif. Gambar 2.6 Aklimatisasi jati muna hasil kultur jaringan
  • 8. 8 2.4 Laboratorium Kultur Jaringan Pertumbuhan eksplan dalam kultur jaringan diusahakan dalam lingkungan yang aseptik danterkendali. Laboratorium yang efektif merupakan salah satu unsur penting yang ikut menentukan keberhasilan pekerjaan, baik untuk penelitian, mau-pun produksi. Laboratorium sebaiknya dibangun di daerah yang udaranya bersih, tidak banyak debu dan polutan. Bangunan laboratorium kultur jaringan sebaiknya mempunyai pembagian ruangan yang diatur sedemikian rupa sehinggatiap kegiatan terpisah satu dengan yang lainnya, tetapi mudah saling berhubungan dan mudah dicapai. Pembagian ruangan laboratorium kultur jaringan berdasarkan kegiatan- kegiatannya adalah sebagai berikut : a. Ruang Analisa b. Ruang persiapan/preparasi c. Ruang transfer/tanam d. Ruang kultur/inkubasi e. Ruang stok/media jadi f. Ruang timbang/bahan kimia a. Ruang Analisa Ruangan ini biasanya digunakan untuk tempat menganalisis, mengamati dan mendiskusikan hasil perlakuan terhadap eksplan yang telah ditanam terdahulu. Hasil perlakuan yang telah dilakukan terhadap eksplan tertentu perlu diamati untuk melihat perbedaannya dan untuk membandingkannya dengan keadaan awal eksplan sewaktu ditanam. Oleh sebab itu dibutuhkan alat-alat dan ruangan untuk analisa lebih lanjut. Alat-alat dan bahan yang diruangan analisa, antara lain adalah 1) Gambar – gambar informasi tentang kultur jaringan, 2) Bahan – bahan media (di dalan lemari), 3) Alat – alat yang dibutuhkan untuk pengamatan hasil kultur jaringan (milimeter blok, jangka sorong, mistar) biasanya disimpan di lemari. Di dalam ruangan ini umumnya terdapat : - Mikroskop - Objek glass dan cover glass
  • 9. 9 - Mikrotom dan perlengkapannya - Loupe Gambar 1.1 Mikrotom Untuk kebutuhan yang lebih tinggia atau canggih, alat-alat yang berhubungan dengan pengamtan DNA juga dperlukan sperti : inkubator atau water bath , lemari es, sentrifuge, elektroforesisi, pipetmikro dengan berbagai ukuran, eppendorf 1,5 ml dan 25µl,ujung tip dengan berbagai ukuran dan perlengkapan pengamatan (larutan etidium bromide), kamera foto folaroid tipe tertentu atau komputer yang dilengkapi dengan kamera khusus untuk pengamatan DNA (Harahap,2013). b. Ruang Persiapan Ruangan sterilisasi adalah ruangan tempat dimana seluruh alat kultur jaringan dibersihkan. Sebalikya rungan sterilisasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu ruangan pertama untuk mensterilkan alat-alat yang tidak terkontaminasi dan ruang kedua digunakan untuk mensterilkan alat-alat yang terkontaminasi. Untuk mensterilkan alat yang tidak terkontaminasi alat yang dibutuhkan dalam ruangan ini adalah westafel dan autoklaf. Untuk mensterilkan alat-alat atau botol yang terkontaminasi haruslah dipisahkan ruangan dan peralatan yang digunakan. Pada laboratorium berskala besar, ruanagn ini dilemgkapi denngan autoklaf yangn khusus digunakan unutk
  • 10. 10 mensterilkan botol yang terkontaminasi, jadi botol-botol yang berisi tanaman yang terkontaminasi terlebih dahulu di autoklaf sebelum dicuci secara bersih di westafel. Jika kita tidak memiliki autoklaf dalam jumlah banyak, kondisi ini dapat diatasi dengan cara memisahkan tempat dan alat pencucian botol terkontaminasi denngan botol yang tidak terkontaminasi. Pengalaman menunjukkan botol terkontaminasi harus dicuci 2 kali untuk memastikan botol benar-benar bersih sbelum dilanjutkan dengan mengautoklafnya. Pembagian ruangan sterilisasi dapat juga dengan cara sebagai berikut : - Kamar mandi, digunakan untuk tempat pencucian botol yang terkontaminasi. - Ruangan yang memiliki westafel, tempat pencucian alat-alat yang bersih. Ruang ini dipergunakan untuk mempersiapkan media kultur dan bahan tanaman yang akan dipergunakan, sebagai tempat mencuci alat-alat laboratorium, dan tempat untuk menyimpan alat-alat gelas. Sesuai dengan fungsinya, maka di-ruangan ini terdiri dari :  Hot plate dengan magnetic stirer  Oven  Pengukur pH, dapat berupa pH meter, atau kertas pH indikator  Autoklaf  Kompor gas  Tempat cuci  Labu takar, gelas piala, erlenmeyer, pengaduk gelas, spatula, petridish, pipet, botol kultur, pisau scapel.
  • 11. 11 Gambar 2.7 Autoklaf c. Ruang Transfer/Tanam Ruang transfer merupakan ruang di mana pekerjaan aseptik dilakukan. Dalamruangan ini dilakukan kegiatan isolasi tanaman, sterilisasi dan penanaman eksplandalam media. Ruangan ini sedapat mungkin bebas dari debu dan hewan kecil, sertaterpisah dan tersekat dengan ruangan lain. Penggunaan AC sangat dianjurkan dalamruangan ini. Ruang transfer dilengkapi peralatan sebagai berikut :  Laminar air flow cabinet, bisa juga enkas  Alat-alat diseksi; pisau bedah/scapel, pinset, spatula, dan gunting.  Hand sprayer yang berisi alkohol 70 %  Lampu bunsen Gambar 2.8 Laminar Air Flow
  • 12. 12 Ruangan ini harus berhubungan dengan ruangan kultur, karena setelah penanaman, maka botol berisi tanaman dibawa ke ruang kultur. Juga harus berhubungan dengan ruang preparasi, untuk kemudahan pengangkatan botol berisi media, alar tanam dan yang lainnya. Ruangan ini juga harus verhubungan dengan ruanga analisa, untuk keperluan pengamatan mikroskopis. Ruanngan ini senantiasa dibersihkan dengan dengan desinfektan seperti karbol. Idealya ruangan-ruangan di dalam laboratorium hendaknya saling berhubungan (Harahap,2013). d. Ruang Kultur/Inkubasi Merupakan ruang yang paling besar dibanding dengan ruangan yang lain. Ruangan ini harus dijaga kebersihannya dan sedapat mungkin dihindari terlalu banyak keluar masuknya orang-orang yang tidak berkepentingan. Ruangan ini berisi rak-rak kultur yang berfungsi untuk menampung botol- botol kultur yang berisi tanaman. Rak ini juga dilengkapi dengan lampu- lampu sebagai sumber cahaya bagi tanaman kultur. Selain rak kultur, ruang kultur juga harus dilengkapi dengan AC, pengukur suhu dan kelembapan, serta timer yang digunakan untuk menghidup-kan dan mematikan lampu secara otomatis. Gambar 2.9 Ruang Kultur Cahaya yang digunakan sebagai penerangan, sebaiknya cahaya putih yang dihasilkan dari lampu flourescent. Lampu flourescent dipakai karena sangat baik dan sangat efisien dalam penggunaan energi bila
  • 13. 13 dibanding dengan lampu pijar. Karena pada lampu pijar, hampir 90 % merupakan energi panas, sehingga mem-pengaruhi ruangan. Intensitas cahaya yang baikdarilampuflourescentadalah antara 100 – 400 ftc (1000 – 4000 lux). Intensitas cahaya dapat diatur dengan menempatkan jumlah lampu dengan kekuatan tertentu. Lampu yang digunakan bisa berupa lampu TL dengan daya 15 watt atau 40 watt,tergantung panjang rak yang dibuat. Jarak antar rak 30 – 35 cm. Sebaiknya travo pada lampu TL dipasang terpisah dari box, (lebih baik kalau dipasang di luar ruangkultur), karena dapat membakar tanaman kultur dan membuat suhu ruang menjadipanas. Selain lampu TL, lampu SL juga dapat dipakai. Pemakaian lampu ini dapat meng-hemat biaya listrik, juga lebih terang. Tinggi rak yang dibuat antara 50 – 60 cm. Dalam satu bidang rak dapat memakai 2 atau 3 lampu SL daya 5 – 10 watt tergantung ukuran panjang rak. Panjang penyinaran/lama penyinaran yang dibutuhkan oleh tiap tanaman berbeda-beda. Berapa lama penyinaran harus diberikan, tergantung pada jenis tanaman dan respon yang diinginkan. Ada kultur yang membutuhkan waktu pe-nyinaran yang terusmenerus, ada yang 14 – 16 jam/hari, ada yang 10 – 12 jam/hari. Rata-rata waktu penyinaran yang efektif adalah 12 – 16 jam/hari. Suhu ruang kultur diatur pada suhu 25 – 28o C. Pada suhu yang terlalu dingin, kulturkadang tidak berkembang dengan baik, begitu juga jika suhu ruang kultur terlalupanas, maka jamur dan bakteri akan berkembang biak dengan cepat dan tanaman menjadi layu. Gambar 2.10 Penampang rak kultur bila memakai lampu SL
  • 14. 14 Gambar 2.11 Penampang rak kultur bila memakai lampu TL Ruang stok/media jadi Ruangan ini berfungsi sebagai ruang untuk menyimpan media tanam yang sudah di autoklaf. Ruang stok sebaiknya dingin dan gelap, serta kebersihannya harus dijaga. Media tanam akan diinkubasi pada ruang ini selama 3 hari sebelum digunakan. Hal ini untuk mengetahui kondisi media tanam apakah steril atau ter-kontaminasi jamur/bakteri. Apabila media terkontaminasi, sebaiknya segera dikeluar-kan dan diautoklaf selama 1 jam pada tekanan 0.14 Mpa.
  • 15. 15 Gambar 2.12 Denah lengkap ruangan laboratorium kultur jaringan e. Ruang Timbang/Bahan Kimia Ruang ini berisi stok bahan-bahan kimia, timbangan analitik, magnetik stirer dan lemari es. Semua kegiatan penimbangan bahan kimia dan pembuatan larutan stok dilakukan di ruangan ini.
  • 16. 16 Gambar 2.13 Ruang Timbangan Berikut skema laboratorium kultur jaringan yang mempunyai 5 ruang sesuai dengan tahapan dan fungsinya masing-masing : Sedangkan pada laboratorium sederhana, ruang tanam, ruang kultur dan ruang stok media dapat digabung menjadi satu ruangan. Sedangkan ruang preparasi /per-siapan dapat digabung dengan ruang bahan kimia (seperti dalam gambar di bawah). Dari 2 ruangan ini, ruang tanam + kultur harus memakai AC. Untuk daerah yang bersuhu dingin, tanpa memakai AC tidak ada masalah.
  • 17. 17 Gambar 2.14 Denah sederhana ruangan laboratorium kultur jaringan 2.5 Proses Sterilisasi Alat Sterilisasi adalah segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril. Peralatan yang kami gunakan yaitu petridish yang berfungsi untuk media pemotongan hasilnya steril karena dalam
  • 18. 18 mensterilisasi sesuai petunjuk. Alat yang kedua yaitu botol kultur yang berfungsi untuk menaruh penanaman eksplan hasilnya juga steril karena sangat hati-hati dalam melakukan sterilisasi. Peralatan yang ketiga yaitu Erlenmeyer yang berfungsi untuk pencucian,hasilnya juga steril karena dalam melakukan pensterilan dilakukan dengan sungguh-sungguh dan menjaga kondisi lingkungan tetap steril. Peralatan yang keempat yaitu scalpel yang berfungsi untuk memotong eksplan,hasil alat tersebut juga steril karena praktikan dalam melakukan sterilisasi selalu dalam keadaan steril dan berhati-hati. Peralatan yang ke lima yaitu pinset yang berfungsi untuk mengambil eksplan,hasil alatnya juga steril karena dalam melakukan pensterilan dilakukan sesuai petunjuk dan keadaan lingkungan serta praktikan steril sehingga tidak ada bakteri yang masuk. Peralatan yang ke enam yaitu aluminium foil yang berfungsi untuk membungkus botol kultur,hasilnya alat tersebut juga steril karena praktikan menggunakan dengan hati-hati dan cermat. Salah satu faktor penentu keberhasilan kultur jaringan adalah tahap sterilisasi. Kegiatan sterilisasi ini meliputi pada: a. Sterilisasi pada lingkungan kerja. b. Sterilisasi pada alat-alat dan media tanam. c. Sterilisasi bahan tanaman (eksplan). Kegiatan sterilisasi ini sangat penting untuk dilakukan, karena kontaminasi pada kultur jaringan dapat berasal dari:  Eksplan, baik kontaminasi eksternal maupun internal.  Organisme kecil yang masuk ke dalam media, seperti semut.  Botol kultur atau alat-alat yang kurang steril.  Lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor.  Kecerobohan dalam bekerja. Dalam sterilisasi bahan tanaman, hal yang penting yang harus mendapat perhatian adalah; bahwa sel tanaman dan kontaminan adalah sama-sama benda hidup. Kontaminan harus dihilangkan tanpa mematikan sel tanaman.
  • 19. 19 Beberapa jenis bahan disenfektan yang dapat digunakan untuk sterilisasi bahan tanaman : No Bahan Konsentrasi Lama perendaman 1 Kalsium hipoklorit 1 – 10 % 5 – 30 menit 2 Natrium hipoklorit 1 – 2 % 7 – 15 menit 3 Hidrogen peroksida 3 – 10 % 5 – 15 menit 4 Perak nitrat 1 % 5 – 30 menit 5 Merkuri klorit (HgCl2) 0.1 – 0.2 % 10 – 20 menit 6 Bethadine 2.5 – 10 % 5 – 10 menit 7 Fungisida 2 g/l 20 – 30 menit 8 Antibiotik 50 – 100 mg/l ½ - 1 jam 9 Alkohol 70 % 1 – 10 menit 10 Bayclin/sunclin 5 – 30 % 5 – 25 menit Bahan-bahan sterilisasi ini pada umumnya bersifat toxic/racun terhadap jaringan tanaman. Pembilasan yang berkali-kali sesudah perendaman eksplan di dalam larutan bahan streilisasi, sangat diperlukan untuk menghilangkan sisa-sisa bahan aktif yang masih menempel dipermukaan bahan tanaman. Dalam sterilisasi, kadang-kadang digunakan dua atau lebih bahan sterilisasi. Misalnya; perendaman dalam alkohol dulu, kemudian dalam bayclin, setelah itu bilas dengan air steril. Dapat juga perendaman di mulai dengan larutan fungisida atau antibiotik, kemudian baru HgCl2dan dibilas dengan air steril. Prosedur mana yang efektif, harus ditentukan melalui percobaan pendahuluan. Sterilisasi bahan tanaman dimulai dengan pencucian dan pembuangan bagian-bagian yang kotor dan mati di bawah pancuran air bersih. Pencucian dapat dilakukan dengan penyikatan menggunakan detergent halus. Kadang-kadang bahan yang sudah bersih dibiarkan dibawah pancuran air selama 30 menit. Hal ini dilakukan untuk memecah koloni kontaminan yang masih menempel dipermukaan agar koloni tersebut lebih peka terhadap bahan-bahan sterilisasi. Juga untuk
  • 20. 20 mengurangi dan menghilangkan senyawa fenol, terutama pada tanaman yang kandungan fenoliknya tinggi. Bahan yang sudah bersih dikecilkan sampai ukuran tertentu. Ukuran ini harus lebih besar dari ukuran eksplan yang direncanakan. Bahan kemudian direndam dalam larutan fungisida/antibiotik. Setelah waktu perendaman tercapai, bahan dicuci bersih dan ditiriskan, kemudian bawa masuk ke dalam laminar. Di dalam laminar eksplan direndam dalam alkohol 70 % selama 1 – 2 menit, dan dibilas dengan air steril sekali. Kemudian rendam eksplan dalam larutan bayclin 20 % + tween-20 2 tetes selama 10 menit. Tween-20 ini berfungsi sebagai perekat. Setelah waktu pe-rendaman tercapai, eksplan dibilas dengan air steril 3 – 5 kali selama 5 menit untuk tiap-tiap pembilasan dan letakkan di dalam petridish yang dialasi tissue steril. Bila semua prosedur sudah dilakukan, berarti bahan tanaman sudah siap di tanam pada media kultur. Prosedur sterilisasi dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan, seperti : 1. Fungisida – alkohol – bayclin – bayclin – aquades steril 2. Alkohol – bayclin – bayclin – aquades steril 3. HgCl2 – alkohol – aquades steril 4. Fungisida – bayclin – bayclin – bayclin – aquades steril 1. Sterilisasi alat – alat gelas Botol kultur biasanya kecil potensinya sebagai penyebab kontaminasi, karena selalu diautoklaf dengan media. Alat gelas lain dapat disterilisasi dengan beberapa cara, misalnya ekspos ke radiasi UV, penggunaan larutan desinfestasi atau lebih mudah dengan mengautoklaf atu dengan pemanasan dalam oven pada 180oC selama minimal 3 jam. Alat – alat plastik seperti polypropylene atau polycarbonate mesti disterilisasi dengan autoklaf karena mereka tidak tahan panas kering pada 180oC. Wadah plastic dapat digunakan berulangkali; karena mereka tahan diautoklaf berulangkali tapi akhirnya menjadi sedikit mengkerut (brittle). Untuk sterilisasi panas kering (dalam oven), peralatan seperti scalpel, gunting dan forsep, petri dish, beaker dll, dapat dibungkus dengan kertas atau aluminium foil terlebih dahulu sebelum diautoklaf. Kertas yang diautoklaf
  • 21. 21 kemudian dikeringkann dengan cara meletakkan pada oven dengan suhu 60 – 70oC atau di dalam laminar air flow cabinet sebelum digunakan. 2. Teknik Sterilisasi – manipulasi bahan tanaman Sumber utama kontaminan adalah spora jamur dan bakteri yang membentuk bagian alami dari atmosfer. Dapat diasumsikan bahwa agen kontaminasi ada dimana – mana, misalnya pakaian, kulti, rambut dan nafas si operator, jaringan tanaman, peralatan, bagian luar wadah kultur, permukaan tempat kerja, dan banyak lagi. Udara steril di dalam laminar air flow cabinet memungkinkan kita untuk dengan mudah membuka wadah kultur dan bekerja secara steril. Peralatan dapat disterilisasi dengan mencelupkan pada alcohol 70 – 80% yang diikuti dengan pembakaran (flaming) menggunakan Bunsen burner atau lampu spiritus. Bleach dapat juga digunakan sebagai alternatif untuk mensterilisasi peralatan dengan alcohol. Larutan klorin encer (0.1 – 0.25% klorin) dapat digunakan. Peralatan harus stainless steel, karena bahan lain akan berkarat dengan cepat jika direndam dalam bleach. Secara ringkas langkah berikut mesti dilakukan jika melakukan kegiatan kultur jaringan: 1. Semprot atau usap baigan dalam laminar flow cabinet dengan 70% etil atau isopropyl alcohol sebelum menghidupkan cabinet. Alcohol 70% penting dinguankan, absolute alcohol (95%) tidak membunuh mikroba) 2. Hidupkan cabinet. Jika anda menggunakan lampu UV pastikan anda sudah mematikannya sebelum meletakkan bahan tanaman di dalam cabinet. 3. Semprot semua wadah dan bahan dengan ethanol 70% sebelum meletakkannya dalam cabinet. 4. Cuci tangan dan lengan dengan sabun dan air dan usap dengan 70% ethanol sebelum mengambil tanaman. Penting dicatat bahwa ethanol memiliki efek residual; karenanya sebaiknya menggunakan Hexifoam (desinfektan untuk kulit). 5. Jika menggunakan api, berhati-hatilah
  • 22. 22 6. Atur ruang kerja dalam cabinet sehingga tidak banyak gerakan tangan menyilang di dalam cabinet. 7. Jika bahan tanaman jatuh ke permukaan cabinet, anggap terkontaminasi dan buang 8. Setelah selesai mentransfer kultur, matikan cabinet, semprot atau usap dengan 70% ethanol dan tutup cabinet. Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara: 1) Sterilisasi dengan pembakaran Alat-alat yang terbuat dari logam dapat disterilkan dengan cara memanaskan atau membakar di atas lampu spirtus. 2) Sterilisasi dengan udara panas/kering Alat-alat dari gelas seperti cawan petri, erlenmeyer, tabung piala, botol eksplan, tabung reaksi dan sebagainya dapat disterilkan dengan udara panas (oven) pada suhu 130 – 160o C selama 1 – 2 jam. Alat alat ditata tidak terlalu rapat agar sirkulasi udara antar tumpukan alat dapat berjalan lancar, sehingga semua alat dapat disterilkan dan dapat dengan mudah dijaga kesterilannya saat dikeluarkan dari alat sterilisasi. 3) Sterilisasi dengan uap panas (basah) Bahan atau alat dapat disterilkan dengan uap panas atau secara basah pada uap panas biasa atau uap panas dengan tekanan tinggi, secara terus menerus (kontinyu) atau secara terputus putus (diskontinyu), khususnya medium pada suhu atau tekanan yang rendah. Untuk sterilisasi dengan cara ini sering kali menggunakan otoklaf. Sterilisasi medium biasanya dilakukan pada suhu 121o C dengan tekanan 1 atm selama 15-30 menit, namun untuk medium yang tidak mudah rusak dapat dilakukan pada suhu atau tekanan yang sedikit lebih tinggi. 4) Sterilisasi dengan bahan kimia Bahan kimia tertentu sering digunakan untuk sterilisasi alat maupun bahan. Etanol 70% sering digunakan untuk sterilisasi permukaan pada alat yang sering dikombinasi dengan pembakaran pada api. NOCl (natrium
  • 23. 23 hipoklorit) dan formalin juga sering digunakan untuk sterilisasi permukaan atau disinfestasi permukaan atau disinfeksi permukaan. 5) Sterilisasi lingkungan kerja Lingkungan kerja untuk teknik kultur jaringan dapat dibagi atas lingkungan umum dan lingkungan spesifik. Lingkungan umum adalah ruangan transfer secara keseluruhan, sedangkan lingkungan spesifik adalah lingkungan didalam laminar air flow cabinet dimana proses penanaman eksplan dan prosedur lain seperti isolasi protoplasma dilakukan. 6) Sterilisasi alat-alat dan media Alat-alat yang perlu disterilkan sebelum penanaman adalah: pinset, gunting, gagang scalpel, petridisk, botol-botol kosong, jarum suntik untuk isolasi meristem dan pipet untuk memindahkan suspensi sel. Media dan aquades juga disterilkan dalam autoclave.Untuk aquades sebaiknya dimasukkan dalam wadah kecil misalnya elemeyer 250 ml dengan isi maksimum 100 ml, agar sterilisasi lebih efektif. Untuk media kultur yang tidak mengandung bahan-bahan yang heat-labile, sterilisasi dilakukan dengan autoclave pada suhu 1210 C. 7) Sterilisasi bahan tanaman Pada setiap jenis tanaman, ditemukan juga kontaminan yang berasal dari dalam jaringan tanaman, terutama bakteri.Bakteri-bakteri ini sampai sekarang belum diidentifikasi.Kontaminan internal ini sangat sulit diatasi, karena sterilisasi permukaan tidak menyelesaikan masalah.Pada bahan tanaman yang mengandung kontaminan internal, harus diberi perlakuan antibiotik atau fungisida yang sistemik. Setiap bahan tanaman mempunyai tingkat kontaminasi yang berbeda tergantung dari :  Jenis tanaman  Bagian tanaman yang diperlukan  Morfologi permukaan  Lingkungan tumbuhnya  Umur tanaman  Kondisi tanaman
  • 24. 24  Musim waktu mengambil Sumber kontaminasi dapat barasal dari : a) Eksplan, baik kontaminasi eksternal maupun internal b) Organisme kecil yang masuk ke dalam media. Dengan keadaan di Indonesia, yang pling sering menyebabkan kontaminasi adalah semut. c) Botol kultur atau alat-alat yang kurang steril. d) Lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor (spora di udara) e) Kecerobohan dalam pelaksanaan. Seperti yang dijelaskan diatas, alat-alat yang perlu disterilkan sebelum penanaman adalah : pinset, gunting, gagang scalpel, kertas saring, petri dish, botol-botol kosong, jarum suntik untuk isolasi meristem dan pipet untuk memindahkan suspensi sel. Alat-alat dan kertas saring dibungkus rapi dengan kertas tebal atau ditaruh dalam baki stainless steel dan bakinya dibungkus dengan kain tebal sebelum dimasukkan ke dalam autoclave. Alumunium foil tidak direkomendasikan sebagai pembungkus, karena uap tidak dapat masuk ke dalam bungkusan. Suhu yang digunakan untuk sterilisasi adalah 1210 C pada tekanan 17,5 psi (pounds per squareinch) selama 1 jam. Perhitungan waktu sterilisasi dimulai setelah tekanan yang diinginkan tercapai. Alat-alat yang dipakai ketika penanaman harus dalam keadaan steril.Alat- alat logam dan dapat disterilisasikan dalam autoclave. Alat tanam seperti : pinset dan gunting dapat juga disterilkan dengan pembakaran atau dengan pemanasan, namun pisaunya (blade) dapat menjadi tumpul bila dipanaskan dalam suhu tinggi, oleh karena itu untuk bladenya dianjurkan cara sterilisasi dengan pencelupan dalam alkohol atau larutan kaporit (Syahmi edi, 2007) Dalam sterilisasi alat, ada 2 macam Sterilisasi, yaitu : 1. Sterilisasi luar  Sterilisasi luar merupakan sterilisasi alat-alat dengan menggunakan deterjen/sabun dan air yang mengalir. Botol-botol kultur dicuci dengan cara menggosok seluruh bagian botol (dalam dan luar) dengan menggunakan deterjen/sabun.
  • 25. 25  Kemudian membilas botol-botol kultur tersebut dengan air yang mengalir sampai air mengenai seluruh bagian botol dan membersihkan bekas-bekas deterjen/sabun.  Setelah dibilas dengan air mengalir, botol diletakkan ditempat yang sudah disemprot dengan alkohol 2. Sterilisasi dalam  Sterilisasi dalam dilakukan dengan cara memasukkan botol-botol kultur ke dalam autoclave. Alat-alat yang disterilisasi dengan autoclave adalah alat yang berupa logam dan gelas.  Botol-botol kultur dan alat-alat tanam yang dibungkus dengan kertas dimasukkan kedalam autoclave selama 1 jam. Suhu yang digunakan untuk sterilisasi adalah 1210 C karena pada suhu tinggi tersebut mikroba akan mati pada tekanan 17,5 psi (pounds per squareinch).  Perhitungan waktu sterilisasi dimulai setelah tekanan yang diinginkan tercapai. Pada prinsipnya, peralatan yang digunakan dalam praktikum ini haruslah steril. Karena peralatan yang tidak steril akan dapat menjadi sumber kontaminan sehingga menggagalkan percobaan kultur jaringan yang dilakukan. Selain peralatan seperti : pinset, gunting, gagang scalpel, petridisk, botol- botol kosong, jarum suntik untuk isolasi meristem dan pipet untuk memindahkan suspensi sel, media dan aquades yang digunakan juga harus disterilisasi. Namun terkadang hal itu saja tidaklah cukup karena sterilisitas dari praktikan juga sangat mempengaruhi. Jadi apabila praktikan akan melakukan percobaan, maka praktikan harus membersihkan dirinya terlebih dahulu. Diantaranya praktikan dapat melakukan hal-hal sebagai berikut : mandi, mencuci tangan dan kaki dengan sabun, mengganti pakaian yang bersih atau pakaian khusus praktik, dan usaha- usaha lain yang dapat menghindarkan kontaminasi. 2.6 Metode dalam Kultur Jaringan Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara
  • 26. 26 generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional. Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional, teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro. Dikatakan in vitro (bahasa Latin), berarti "di dalam kaca" karena jaringan tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Teori dasar dari kultur in vitro ini adalah Totipotensi. Teori ini mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu, semua organisme baru yang berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya. Metode perbanyakan tanaman secara in vitro dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu melalui perbanyakan tunas dari mata tunas apikal, melalui pembentukan tunas adventif, dan embriogenesis somatik, baik secara langsung maupun melalui tahap pembentukan kalus. Ada beberapa tipe jaringan yang digunakan sebagai eksplan dalam pengerjaan kultur jaringan. Pertama adalah jaringan muda yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah (meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Jaringan tipe pertama ini biasa ditemukan pada tunas apikal, tunas aksiler, bagian tepi daun, ujung akar, maupun kambium batang. Tipe jaringan yang kedua adalah jaringan parenkim, yaitu jaringan penyusun tanaman muda yang sudah mengalami diferensiasi dan menjalankan fungsinya. Contoh jaringan tersebut adalah jaringan daun yang sudah berfotosintesis dan jaringan batang atau akar yang berfungsi sebagai tempat cadangan makanan.
  • 27. 27 Jenis Tanaman dalam Kultur Jaringan Kultur jaringan sudah diakui sebagai metode baru dalam perbanyakan tanaman. Tanaman yang pertama berhasil diperbanyak secara besar-besaran melalui kultur jaringan adalah tanaman anggrek, menyusul berbagai tanaman hias, sayuran, buah-buahan, pangan dan tanaman hortikultura lainnya. Selain itu juga saat ini telah dikembangkan tanaman perkebunan dan tanaman kehutanan melalui teknik kultur jaringan. Terutama untuk tanaman yang secara ekonomi menguntungkan untuk diperbanyak melalui kultur jaringan, sudah banyak dilakukan secara industrial. Namun ada beberapa tanaman yang tidak menguntungkan bila dikembangkan dengan kultur jaringan, misalnya: kecepatan multiplikasinya terlalu rendah, terlalu banyak langkah untuk mencapai tanaman sempurna atau terlalu tinggi tingkat penyimpangan genetik. Dalam bidang hortikultura, kultur jaringan sangat penting untuk dilakukan terutama pada tanaman-tanaman yang: 1). Prosentase perkecambahan biji rendah. 2). Tanaman hibrida yang berasal dari tetua yang tidak menunjukkan male sterility. 3). Tanaman hibrida yang mempunyai keunikan di salah satu organnya (bentuk atau warna bunga, buah, daun, batang dll). 4). Perbanyakan pohon-pohon elite dan/atau pohon untuk batang bawah. 5). Tanaman yang selalu diperbanyak secara vegetatif, seperti: kentang, pisang, stroberry dll. 2.7 Kelebihan Dan Kekurangan Kultur Jaringan Kultur jaringan mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaannya, yaitu: 2.7.1. Kelebihan:  Sifat identik dengan induknya;  Perbanyakan dalam waktu singkat;  Tidak perlu areal pembibitan yang luas;
  • 28. 28  Tidak dipengaruhi oleh musim;  Tanaman bebas jamur dan bakteri.  Pengadaan bibit tidak tergantung musim  Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif lebih cepat (dari satu mata tunas yang sudahrespon dalam 1 tahun dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit)  Bibit yang dihasilkan seragam  Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu)  Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah  Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan lingkungan lainnya  Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki  Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa 2.7.2. Kekurangan:  Bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap hama penyakit dan udara luar;  Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit;  Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan (laboratorium khusus), peralatan dan perlengkapan;  Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan kultur jaringan agar dapat memperoleh hasil yg memuaskan;  Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh.  Bagi orang tertentu, cara kultur jaringan dinilai mahal dan sulit.  Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan (laboratorium khusus), peralatan dan perlengkapan.  Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan kultur jaringan agar dapat memperoleh hasil yang memuaskan  Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh
  • 29. 29 2.8 Teori Totipotensi Sel Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tumbuhan seperti protoplasma, sekelompok sel, jaringan atau organ serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali. Teori yang mendasari tehnik kultur jaringan adalah teori sel oleh Schawann dan Scheleiden (1838) yang menyatakan sifat totipotensi ( total genetic potential) sel, yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup dilengkapi dengan informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh, jika kondisinya sesuai . Berdasarkan bagian tanaman yang dikulturkan, secara spesifik terdapat beberapa tipe kultur yaitu kultur pucuk tunas, kultur embrio, kultur akar, kultur ovul, kultur anter, kultur kuncup bunga, kultur kalus dan kultur suspensi. Biondi and Thorpe (Thorpe, 1981) menyatakan bahwa terdapat tiga prinsip utama yang terlibat dalam tehnik kultur jaringan yaitu:  Isolasi bagian tanaman dari tanaman utuh seperti organ, jaringan, dan sel secara aseptik.  Memelihara bagian tanaman tadi dalam lingkungan yang sesuai dan kondisi kultur yang tepat  Pemeliharaan dalam kondisi aseptik Kultur jaringan tanaman bermula dari pembuktian teori totipotensi sel yang dikemukakan oleh Schwann dan Schleiden (1838). Menurut teori ini, setiap sel tanaman hidup mempunyai informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh, jika kondisinya sesuai. 2.9 Percobaan Kultur Jaringan Sejarah kultur jaringan sebenarnya sejalan dengan sejarah perkembangan botani. Beberapa ahli jaman dulu sudah meramalkan bahwa perbanyakan kultur jaringan dapat dilaksanakan. Pemikiran ini didasarkan pada penemuan para ahli yan mendahului mereka serta penemuan mereka sendiri. (Katuuk, 1989).
  • 30. 30 Pada abad 17 seorang ahli matematika Robert Hooke telah menemukan sel. Ia mengatakan bahwa sel-sel dapat disamakan denan batu-batu bangunan alamiah. Kemudian pada tahun 1838 -1839, seorang ahli Biologi M. V. Schleiden dan Theodore Schwann yang telah menjuruskan perhatiannya pada kehidupan sel, menemukan satu konsep baru, bahwa satu sel dapat tumbuh sendiri walaupun telah terpisah dari tanaman induknya. Mereka mengemukakan bahwa segala peristiwa rumit yang terjadi dalam tubuh organisme selama hidup, bersumber pada sel. Dari konep inilah tumbuh pernyataan bahwa satu sel mempunyai kemampuan untuk berkembang. Sel berkembang dengan jalan regenerasi sehingga pada satu saat akan terbentuk satu tanaman sempurna. Kemampuan regenerasi ini disebut “totipotency”. (Katuuk, 1989). Beberapa ahli yang juga telah bekerja mengisi sejarah perkembangan Botani abad 19, adalah Charles Darwin, Louis Pasteur, Justus Van Liebig, Johan Knopp, dan Rechinger. Charles Darwin dikenal dengan julukan “raja penamat”, menemukan hormon pada koleoptil sebangsa rumput. Kemudian Louis Pasteur yan menentang aliran “generatio spontanea” mengemukakan pentingnya sterilisasi. Pada akhir abad 19, Johan Knopp (1817 – 1891) menemukan 10 unsur hara yan penting bagi pertumbuhan tanaman. Dengan penemuannya ini ia dikenal dengan “Knop’s Solution”, beberapa tahun setelah Knopp, Rechinger (1893) telah mencoba mengambil potongan kecil batang poplar dan beet, kemudian memelihara bahan-bahan ini di atas kertas filter lembab. Dari percobaan ini ia menemukan pertumbuhan kalus. Denan mengurangi ukuran potongan tanaman akhirnya ia mengambil kesimpulan bahwa ukuran yan paling baik adalah ukuran kecil namun tidak kurang dari 1,5 cm. (Katuuk, 1989). Kira-kira pada permulaan abad ini, beberapa ahli botani mengembangkan suatu teori, bahwa sel atau jaringan tanaman pada dasarnya dapat ditanam secara terpisah dalam suatu kultur. Sel dan jaringan yang ditanam dengan cara ini memiliki kemampuan untuk regenerasi bagian-bagian yang diperlukan, dalam upayanya untuk bisa tumbuh dengan normal, membentuk kembali menjadi tanaman yang utuh. (Whaterel, 1982). Dengan kata lain, bahwa di dalam masing-masing sel tanaman mungkin mengandung informasi genetik atau sarana fisiologis tertentu yang mampu
  • 31. 31 membentuk tanaman lengkap bila ditempatkan dalam lingkungan yang sesuai. Kemampuan inilah yang kemudian dikenal sebagai totipotensi. (Whaterel, 1982). Pada permulaan abad ke 20 konsep totipotensi terus dikembangkan. Gottlieb Hamberlant seorang ahli Botani bangsa Jerman pada tahun 1902 melanjutkan konsep totipotensi ini secara bersungguh-sungguh. Ia menekankan bahwa embrio tanaman dapat tumbuh dengan jalan memelihara sel-sel veetatif. Walaupun percobaannya gagal namun ia memastikan bahwa sifat totipotensi yan dimiliki oleh sel menyebabkan sel dapat dipisahkan dan dipelihara pada media tumbuh. Bila medianya cocok, sel yang dipisahkan itu akan melanjutkan kehidupannya dan berkembang menjadi satu tanaman baru (Kyte 1987, dalam Katuuk, 1989). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membuktikan pendapat ini. Namun pada saat itu belum berhasil, karena kurangnya pengetahuan para peneliti, khususnya dalam hal kebutuhan nutrisi dan hormone untuk pertumbuhan. Baru beberapa waktu kemudian, yaitu sejak diketemukannya dua macam hormon tanaman, yaitu asam indol asetat dan asam naftalenasetat, telah mulai berhasil dilakukan kultur organ (1920). kultur jaringan (1939). Hingga sekarang kedua hormon tanaman tersebut diyakini memiliki peranan sangat penting artinya dalam kultur jaringan modern. Pada masa-masa tersebut, yaitu masa-masa awal dimana era kultur jaringan baru mulai dikenal, jarang sekali orang dapat berhasil melakukan regenerasi akar, pucuk tanaman, dan organ tanaman lain secara kultur jaringan, sehingga pada saat itu orangpun mulai mempertanyakan kebenaran teori totipotensi tersebut. (Whaterel, 1982). Sesudah Hamberlant, menjalani tahun-tahun pada abad 20, penelitian tentang kultur jaringan tanaman berkembang pesat. Berikut ini adalah rentetan peristiwa penting yan mengisi sejarah perkembangan kultur jaringan sesudah Hamberlant, dirangkum dari Pierik, (1987), Gautherett (1982), dan Butenko (1968). Keterangan ini disusun secara sistematik menurut tahun penemuan1922 Knudson menemukan germinasi asimbiotik biji tanaman angrek secara in vitro. Pengembangan metode kultivasi kultur jaringan dimulaikan oleh dua oran saintis yang sudah bertahun-tahun berusaha bekerja di bidan ini. Mereka adalah White P., dan Gautheret R.1934 White P., sesudah bertahun-tahun gagal, pada tahun ini berhasil mengkulturkan ujung akar tomat.
  • 32. 32 Pada tahun yang sama Gautheret L., mengkulturkan in vitro jaringan kambium tanaman Acer pseudoplanatus, Salix caparaea, dan Sambucus nigra. Pada saat ini ide tentang kultur jaringan dapat dikatakan sudah tercapai namun oleh karena eksplant tidak dipindahkan ke media yang baru, maka perkembangan terhenti sesudah berumur 15 – 18 bulan. Dikatakan bahwa pada saat itu media ternyata kekurangan beberapa unsur yang berfungsi untuk pembelahan sel. 1939 P. R. White seorang peneliti dari Amerika (yang sekarang dianggap sebagai Bapak Kultur Jaringan) melaporkan sejumlah hasil penelitiannya tentang keberhasilan ia menumbuhkan sejumlah tunas dari potongan-potongan kalus tembakau yan ditanam dalam medium cair. (Whaterel, 1982). Walaupun sampai saat itu ia belum berhasil menumbuhkan akar dari tunas- tunas yang diteliti, suatu lankah maju di bidang perbanyakan kultur jaringan telah berhasil dicapai dalam upaya untuk membuktikan sebagian kebenaran dari teori totipotensi. (Whaterel, 1982).  1940 Seorang ahli yang lain, Folke Skoog, ahli fisiologi tanaman dari Universitas Winconsin pada tahun melanjutkan penelitian-penelitian yang dilakukan White dan telah berhasil membuktikan, bahwa hormon-hormon auksin, yaitu IAA dan NAA (yang pada waktu itu dikenal sebagai pemacu pertumbuhan akar dari potongan-potongan dahan), ternyata mampu menghambat awal pertumbuhan tunas. Selanjutnya dengan percobaan- percobaannya menggunakan kultur jaringan tembakau, dia mulai mencari senyawa-senyawa kimia yang dapat berinteraksi dengan senyawa-senyawa auksin serta senyawa-senyawa yang memacu pertumbuhan tunas. (Whaterel, 1982).  1941 Van Overbeek mula-mula menggunakan air kelapa (yang mengandung faktor perangsang pembelahan sel) dalam mengkulturkan embrio Datura.  1943 White menerbitkan bukunya “A Handbook of Plant Tissue Culture” yang memuat pengetahuan serta hasil penemuan pada jaman itu.  1944 Skoog mula-mula mendapatkan tunas adventif dari hasil kultur jaringan.
  • 33. 33  1945-1946 Loo Shi Wei, pertama-tama mengkulturkan apex batang.1949 Vaccin dan Went menciptakan medium Vacin dan Went.1950 Folke Skoog bersama-sama dengan muridnya berhasil menemukan adanya efek pemacu pembentukan tunas yang disebabkan oleh senyawa-senyawa fosfat anorganik maupun senyawa-senyawa organic, yaitu adenine dan adenosin. (Whaterel, 1982).  1952 Morel dan Martin pertama-tama menemukan dahlia yan bebas virus dari hasil kultur meristem.  1954 Muir et al pertama-tama mendapatkan tanaman dari kultur sel. Wetmore, R. H., dan Sorkin S., mengembangkan teori Hamberlant tentang organogenesis yan sekarang dikenal dengan mikropropagasi.  1955, kelompok Skoog menemukan kinetin, yaitu hormone golongan sitokinin yang pertama kali ditemukan. (Whaterel, 1982).  1957 Skoog dan Miller melaporkan hasil penelitian mereka yang sekarang telah dianggap klasik,yaitu mengemukakan ratio sitokinin dan auxin untuk mengatur pembentukkan organ. Mereka menulis satu artikel tentan “Chemical Regulation of Growth and Organ Formulation in Plant Tissue Cultured in Vitro” mengenai keterkaitan kedua golongan hormone, auksin dan sitokinin dalam pengaturan regenerasi akar dan tunas. Penelitian ini selanjutnya menjadi landasan berbagai upaya pembiakan secara kultur jaringan. (Whaterel, 1982). Skoog menyadari besarnya potensi ekonomi dari hasil penelitian-penelitiannya, selanjutnya semakin menekuni bidang kultur jaringan bersama-sama murud-murid dan teman-temannya. (Whaterel, 1982).  Torrey J. C., mendemonstrasikan pembelahan sel yang diisolasikan.  1958 Reinert dan Steward, menemukan regenerasi proembrio dari suspensi sel Daucus carota.K. V. Thimann dari Universitas Harvard melaporkan penemuan-penemuannya pada beberapa kali penerbitan yang dimulai tahun 1958, bahwa hormon-hormon sitokinin mampu melawan efek pertumbuhan tunas apical. Dan mereka berhasil pula membuktikan, bahwa kinetin bersifat memacu pertumbuhan tunas lateral yan biasanya tidak terlihat nyata akibat penaruh dari tunas apical pucuk tanaman. Hal inilah
  • 34. 34 yan selanjutnya menjadi dasar fisiologis dalam upaya meningkatkan jumlah cabang-cabang lateral, yang seperti diketahui sangat penting artinya bai pembiakan secara kultur jaringan. Dalam tahun-tahun berikutnya, banyak peneliti yan memberikan sumbangan pengetahuan yang menunjang keberhasilan usaha pembiakan secara kultur jaringan tersebut.  1960 Cocking E. C., memperoleh sejumlah protoplast dengan jalan degradasi dinding sel menggunakan enzyme.Morel mempropagasikan tanaman angrek melalui kultur meristem.  1962 Murashige T., dan Skoog F., mengembangkan formulasi media kultur yan amat terkenal dan sampai sekarang dipakai di dunia internasional, yaitu media Murashige-Skoog. (Whaterel, 1982). Di sini peranan Murashige sangat penting artinya, karena selain telah memberi sumbangan pengetahuan dasar kultrur sel dan jaringan, usahanya telah mengarah ke penerapan di bidang pembiakan secara kultur jaringan dalam skala komersial. Murashige bersama murid-muridnya di Universitas California telah menyusun prosedur lenkap pembiakan kultur jaringan dari sejumlah besar spesies tanaman yang diketahui bernilai ekonomi tinggi. Pengembangan hasil karya tersebut selanjutnya mendorong pertumbuhan industri-industri pembiakan secara kultur jaringan di Amerika Serikat. (Whaterel, 1982).  1964 Guha S., dan Maheshwari S. C., mendapatkan embrio haploid yan berkembang dari sel polen tanaman Datura.  1965 Vasil dan Hamberlant, berhasil mendapatkan differensiasi sel tembakau yang diisolasikan.  1967 Bourin J. P., dan Nitch J. P., mendapat tanaman haploid dari kultur serbuk tembakau.  1969 Erickson & Jonassen melakukan isolasi protoplas dari suspensi sel Hapopappus.  1970 Power melakukan fusi protoplas.  1971 Takebe et al mula-mula mendapatkan tanaman hasil regenerasi protoplast.
  • 35. 35  1977 Chilton, et al berhasil mengintegrasikan DNA T-plasmid dari Agribacterium tumefaciens pada tanaman.  1981 Larkins dan Skowcroft, pertama-tama memperkenalkan variasi somaklonal.(Katuuk, 1989).  1985 Perkembangan transfer gen pada tanaman berkembang cepat, seperti penggunaan Agrobacterium, particle bombardment (gen gun), electroporasi, mikroinjeksi.  1990 Perkembangan rekayasa genetik dan metabolic pada tananaman berkembang dengan pesat. Pemasaran produk-produk rekayasa genet 2.9. Masalah-masalah Dalam Kultur Jaringan Dalam kegiatan kultur jaringan, tidak sedikit masalah-masalah yang muncul sebagai pengganggu dan bahkan menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan kegiatan kultur yang dilakukan. Gangguan kultur secara umum dapat muncul dari bahan yang ditanam, dari lingkungan kultur, maupun dari manusianya. Permasalahan dalam kultur ada yang dapat diprediksi sebelumnya dan ada pula yang sulit diprediksi kejadiannya. Untuk yang tidak dapat diprediksi, cara mengatasinya tidak dapat secara preventif tetapi diselesaikan setelah kasus itu muncul. Adapun masalah-masalah yang terjadi dalam kultur jaringan yaitu: 1. Kontaminasi Kontaminasi adalah gangguan yang sangat umum terjadi dalam kegiatan kultur jaringan. Munculnya gangguan ini bila dipahami secara mendasar adalah merupakan sesuatu yang sangat wajar sebagai konsekuensi penggunaan yang diperkaya.Fenomena kontaminasi sangat beragam, keragaman tersebut dapat dilihat dari jenis kontaminasinya (bakteri, jamur, virus, dll). Upaya mencegah terjadinya kontaminsi:  Biasakan membersihkan berbagai sarana yang diperlukan dalam kultur jaringan.  Yakinkan bahwa proses sterilisasi media secara baik dan benar.
  • 36. 36  Lakukan proses penanaman bahan pada keadaan anda nyaman dan cari waktu yang longgar. 2. Pencoklatan/browning Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya warna coklat atau hitam yang sering membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Peristiwa pencoklatan sesunggguhnya merupakan peristiwa alamiah yang biasa yang sering terjadi. Pencoklatan umumnya merupakan suatu tanda-tanda kemunduran fisiologi eksplan dan tidak jarang berakhir pada kematian eksplan. 3. Vitrifikasi Vitrifikasi adalah suatu istilah problem pada kultur yang ditandai dengan:  Munculnya pertumbuhan dan pertumbuhan yang tidaknormal.  Tanaman yang dihasikan pendek-pendek atau kerdil.  Pertrumbuhan batang cenderung ke arah penambahan diameter  Tanaman utuhnya menjadi sangat turgescent.  Pada daunnya tidak memiliki jaringan pallisade 4. Variabilitas Genetik Bila kultur jaringan digunakan untuk upaya perbanyakan tanaman yang seragam dalam jumlah yang banyak, dan bukan sebagai upaya pemuliaan tanaman maka variasi genetik adalah kendala. Variasi genetik dapat terjadi pada kultur in vitro karena:  Laju multiflikasi yang tinggi, variasi terjadi karena terjadinya sub kultur berulang yang tidak terkontrol  Penggunaan teknik yang tidak sesuai.  Variasi genetik yang paling umum terjadi pada kultur kalus dan kultur - suspensi sel, hal tersebut terjadi karena munculnya sifat instabilitas kromosom mungkin akibat teknis kultur, media atau hormon.  Cara mengatasi masalah variasi genetik tentunya tidak sederhana, harus memperhatikan aspek yang dikulturkan.
  • 37. 37 5. Pertumbuhan dan Perkembangan Masalah utama berkaitan dengan proses pertumbuhan adalah bila eksplan yang ditanam mengalami stagnasi, dari mulai tanam hingga kurun waktu tertentu tidak mati tetapi tidak tumbuh. Untuk menghindari hal itu dapat dilakukan dengan preventif menghindari bahan tanam yang tidak juvenil atau tidak meristematik. Karena awal pertumbuhan eksplan akan dimulai dari sel-sel yang muda yang aktif membelah, atau dari sel-sel tua yang muda kembali. Media juag dapat menjadi sebab terjadinya stagnasi pertumbuhan, karena dari kondisi medialah suatu sel dapat atau tidak terdorong melakukan proses pembelahan dan pembesaran dirinya. Pada proses klutur jaringan yang bersifa inderict embriogenesis, tahapan pembentukan kalus harus dilanjutkan dengan mendorong induksi embriosomatik dari sel-sel kalus. Terjadinya embrio somatik dapat secara endogen atau eksogen. 6. Praperlakuan Masalah pada kegiatan in vitro bukan hanya dari penanaman eksplan saja, pertumbuahn dan perkembangannya dlama botol saja tetapi juga sangat bisa dipengaruhi oleh persyaratan kegiatan prapelakuan. Pada kasus ini masalah akan muncul bila kegiatan prapelakuaan tidak dilakukan. Prapelakuan dilakukan umumnya untuk tujuan-tujuan tertentu, secara umum adalah dalam rangka menghilangkan hambatan. Hambatan apat berupa hambatan kemikalis, fisik, biologis. Hambatan berupa bahan kimia penanganannya harus dimulai dari pengenalan senyawa aktif, potensi gangguan, proses reaksi dan alternatif pengelolaannya. 7. Lingkungan Mikro Masalah lingkungan inkubator juga tidak bisa diabaiakan karena ini juga sering menjadi masalah. Suhu ruangan inkubator sangat menentukan optimasi pertumbuhan eksplan, suhu yang terlalu rendah aatau tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan. Kebutuhan antara satu tananaman dengan tanaman yang lain berbeda, namunddemikian solusinya sulit dilakukan mengingat umumnya ruangan inkubator suatu ruangan laboratorium kultur jaringan tidak bisa dibuat variasi
  • 38. 38 antara satu ruangan dengan bagian ruangan yang lainnya. Sehingga optimasi pertumbuhan tidak bisa diharapkan sama antara kultur yang satu dengan kultur yang lain. 2.10 Pemuliaan Tanaman Secara In Vitro Pemuliaan secara in vitro adalah salah satu bentuk bioteknologi yang berupa budidaya di atas media dengan nutrsi dalam kondisi steril (Suryowinoto,1996). Pemuliaan in- vitro adalah bagian dari kegiatan pemuliaan tanaman yang dilakukan dengan menggunakan wadah tabung/gelas yang berisi media buatan (bukan tanah) sebagai media tanam. Mengapa alternatif yang harus dipilih dalam rangka menjawab tantangan krisis pangan adalah pemuliaan tanaman secara in vitro ? Hal ini karena tanaman merupakan sumber pangan terbesar yang ada. Selain itu keunggulan proses ini meliputi kemampuan menghasilkan tanaman unggul dalam waktu yang relatif singkat, kemampuan menghasilkan tanaman yang toleran terhadap stress, bebas virus, dan berbagai macam keunggulan lainnya. Teknik pemuliaan tanaman secara in vitro merupakan salah satu upaya untuk melakukan penghematan biaya,waktu,tempat, dan tenaga sehingga diprediksi mampu mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi Indonesia . Jika dilihat dari sudut pandang tempat dan waktu, sistem ini mampu menjawab salah satu masalah panyebab penurunan produksi pangan di suatu negara yaitu mengenai menyempitan lahan untuk pertanian yang dari tahun ke tahun semakin menyempit. Dengan menggunakan sistem pemuliaan tanaman secara in vitro masalah ini dapat teratasi, karena hasil pemuliaan tidak harus ditanam langsung dilahan pertanian. Produk pertanian yang dihasilkan melalui proses ini dapat dipanen dalam waktu yang lebih singkat jika dibandingkan dengan produk pertanian yang dihasilkan secara konvensional. Sehingga tenaga yang diperlukan pun relatif lebih kecil , tidak diperlukan adanya tenaga untuk mengolah tanah , menyiangi , mengairi dan sebagainya karena semua telah dilakukan dengan konsep-konsep pertanian modern. Apabila melihat dampak jangka panjang, proses peningkatan hasil produksi pertanian melalui sistem pemuliaan tanaman secara in vitro dapat menghemat anggaran pemerintah sebesar jutaan dolar. Itu sebabnya banyak
  • 39. 39 negara yang tidak memiliki basic agraris tetapi produksi pangan mereka bahkan lebih tinggi dari negara yang memiliki latar belakang sebagai negara agraris. Program ini akan mampu membawa Indonesia menuju kemandirian pangan serta terhindar dari krisis pangan global yang sekarang ini masih menjadi trending topic diberbagai kalangan masyarakat. Mungkin pelaksanaan alternatif tersebut tidak akan semudah yang dibayangkan, karena untuk mendapatkan varietas-varietas unggul dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat diperlukan proses yang cukup rumit. Selain itu pengetahuan masyarakat pada umumnya mengenai hal ini masih sangat minim dan cenderung tidak peduli . Masyarakat Indonesia seolah-olah bertahan dengan ketradisionalan yang ada. Oleh karena itu peran pemerintah sangat diperlukan . Melalui kebijakan yang jelas, maka para pemulia tidak akan ragu-ragu dalam mengambil berbagai keputusan berkaitan dengan penciptaan berbagai macam varietas unggul yang akan mampu mereduksi ancaman krisis pangan di Indonesia. Tindakan pemuliaan tanaman ini seharusnya lebih ditekankan kepada tanaman serealia seperti padi,jagung ,dan tanaman penghasil bulir lainnya karena banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia dan dunia pada umumnya. Rencana yang besar tanpa didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang profesional tidak akan berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, kerjasama antara pemulia dengan para petani serta masyarakat harus dilaksanakan secara harmonis . Sebab tanpa adanya mereka yang mendukung program pemuliaan tersebut maka hal itu tidak dapat dilakukan secara maksimal. Jadi, untuk terhindar dari krisis pangan, Indonesia perlu melakukan suatu tindakan nyata berupa menggencarkan gerakan pemuliaan tanaman secara in vitro sehingga melalui program tersebut, Indonesia mampu memproduksi pangan dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Sudah saatnya Indonesia bangkit dari keterpurukan menuju kebangkitan , dari kesederhanaan menuju kemodernan yang positif , dari pertanian konvensional menuju pertanian berbasis teknologi.
  • 40. 40 Hal-hal perlu diperhatikan dalam pemuliaan in vitro adalah 1) eksplan, 2) media yang digunakan, 3) steril condition, dan 4) hormon. Pemuliaan in-vitro dapat dilakukan dengan beberapa teknik sebagai berikut : a. Fusi protoplas Protoplas adalah sel yang telah dihilangkan dinding selnya. Protoplas dapat diperoleh dengan memberikan enzim penghilang dinding sel misalnya selulase, pektinase dan protease. Fusi protoplas dapat dimanfaatkan untuk melakukan persilangan antar spesies atau galur tanaman yang tidak memungkinkaan untuk dilakukan dengan persilangan biasa karena adanya masalah kompatibilitas fisik. Dua buah protoplas dapat difusikan (digabungkan) dengan menggunakan aliran listrik ataupun zat kimia seperti PEG (Poly Ethylen Glicol). Dengan perlakuan fusi protoplas ini dapat diperoleh hybrid yang somatik (hybrid parasexual) jika nukleus dari kedua species mengalami penyatuan (fusi). Selain itu dapat diperoleh juga cybrid (sitoplasmic hybrid), jika yang mengalami fusi hanya sitoplasmanya saja. Hasil fusi yang diperoleh selanjutnya dapat ditumbuhkan dalam medium untuk menghasilkan kalus yang kemudian diinduksi untuk menghasilkan tanaman baru. b. Embryo resque Embrio yang berasal dari hasil persilangan seringkali tidak dapat bertumbuh atau mati karena adanya hambatan dalam penyerbukan dan pembuahan atau pembuahannya terjadi secara normal tetapi embrio mati pada awal tingkat perkembangannya. Keadaan embrio seperti ini dapat diselamatkan dengan teknik embryo resque yaitu pengambilan embrio yang belum matang dari biji dan menumbuhkannya dalam medium buatan untuk menghasilkan plantlet. c. Kultur haploid (haploid culture) Kultur haploid adalah mengkultur tanaman yang eksplannya mempunyai komposisi gamet haploid. Eksplan yang dimaksud dapat diperoleh dari anther. Sehingga teknik untuk menghasilkan tanaman haploid dengan eksplan anther disebut kultur anther. Tanaman haploid adalah tanaman yang mempunyai satu set kromosom dan memiliki kegunaan untuk menghasilkan tanaman homozigot sehingga mempermudah proses seleksi. Melalui tanaman haploid dapat diperoleh
  • 41. 41 tanaman dihaploid yaitu dengan cara merangkapkan kromosom menjadi 2n dengan perlakuan kolkhisin. d. Variasi somaklonal Variasi somaklonal adalah variasi yang timbul karena perbanyakan tanaman melalui kultur in-vitro. Variasi somaklonal dapat disebabkan oleh beberapa factor, yaitu:  Organisasi sel yang digunakan sebagai eksplan. Organisasi sel mempunyai peranan penting dalam hal pemunculan variasi somaklonal. Perbanyakan dengan lewat kultur meristem yang dapat menghasilkan plantlet yang stabil secara genetis sedangkan perbanyakan melalui kalus meningkatkan kemungkinan terjadinya variasi somaklonal.  Variasi pada jaringan sebagai sumber eksplan. Eksplan yang berasal dari sumber yang berbeda mempunyai variasi inheren sehingga dapat muncul sebagai variasi somaklonal.  Abnormalitas pembelahan sel secara in-vitro. Kombinasi yang tidak tepat dalam penggunaan zat pengatur pertumbuhan dapat menyebabkan terjadinya abnormalitas dalam pembelahan sel yang dapat muncul dalam bentuk perubahan jumlah dan struktur kromosom. Variasi somaklonal yang yang terjadi pada kultur in- vitro tanaman dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif pemuliaan tanaman karena dapat menghasilkan varietas-varietas baru, misalnya varietas yang memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit. 1. Perbanyakan Tanaman a. Perbanyakan dengan okulasi/penempelan. Sebagai entres dipilih tunas yang mempunyai mata-mata yang besar dan sehat dari cabang berumur kira-kira satu tahun. Pengambilan mata tempel dilakukan dengan membuat irisan agak lengkung horizontal diatas mata sepanjang 1 cm dan pada kedua ujung irisan tersebut dibuat irisan vertikal kebawah sepanjang kira-kira 2,5 cm, lalu dikelupas hingga diperoleh kulit dengan satu mata yang baik dalam bentuk segi empat berukuran 1 x 2,5 cm. Pada batang
  • 42. 42 bawah dikupas kulit kayunya sesuai bentuk dan ukuran mata tempel. Kemudian mata tempel segera ditempelkan. Selanjutnya tempat tempelan dibalut dengan pita plastik dan bagian mata tidak tertutup. b. Penyambungan/grafting Batang bawah dipotong sekitar 10 cm dari pangkal batang dan pada bagian atas dibuat keratan bebentuk huruf V sepanjang 2-3 cm. Selanjutnya dipotong batang atas sepanjang 8-10 cm yang memiliki minimal 2 mata tunas. Pangkal tunas dibuat runcing, agar bisa masuk keujung batang bawah, ikat sambungan tersebut dengan tali plastik. Calon benih ini kemudian diberi sungkup plastik, yang sebelumnya disiram dahulu. Sekitar 21 hari kemudian sungkup dibuka. c. Cangkok Perbanyak vegetatif dengan cara cangkok sebenarnya dapat dilakukan pada tanaman durian, tetapi benih yang dapat diperoleh sedikit dan dapat merusak bentuk pohon induknya sendiri serta sistem perakarannya tidak kuat karena tidak mempunyai akar tunggang. 2. Kultur Pucuk Kultur Pucuk (Shoot culture) adalah teknik mikropropagasi yang dilakukan dengan cara mengkulturkan eksplan yang mengandung meristem pucuk (apikal dan lateral) dengan tujuan perangsangan dan perbanyakan tunas- tunas/cabang-cabang aksilar. Tunas-tunas aksilar tersebut selanjutnya diperbanyak melalui prosedur yang sama seperti eksplan awalnya dan selanjutnya diakarkan dan ditumbuhkan dalam kondisi in vivo. Istilah yang digunakan untuk teknik kultur pucuk ini tergantung dari eksplan yang digunakan. Jika eksplan yang digunakan adalah ujung pucuk-pucuk apikal (panjang ± 20 mm) saja maka tekniknya disebut sebagai “Shoot-tip Culture”, namun bila eksplan yang digunakan adalah ujung pucuk apikal beserta bagian tunas lain dibawahnya disebut sebagai “Shoot Culture”. Besar kecilnya eksplan yang digunakan mempengaruhi keberhasilan kultur pucuk. Semakin kecil eksplan, semakin kecil kemungkinannya untuk terkontaminasi oleh mikroorganisme namun semakin kecil juga kemampuannya untuk beregenerasi
  • 43. 43 dan memperbanyak diri. Sebaliknya, semakin besar eksplan yang digunakan maka semakin besar kemampuannya untuk beradaptasi dalam kondisi in-vitro, namun makin besar juga kemungkinannya untuk terkontaminasi, makin banyak kebutuhannya akan media dan makin besar wadah/botol kultur yang diperlukan. Oleh karena itu perlu diketahui ukuran eksplan yang sesuai untuk masing-masing varietas dan spesies tanaman. Tujuan praktis kultur pucuk adalah untuk perbanyakan vegetatif tanaman, yang mendasari produksi bibit secara komersial. Pucuk awal ini dalam media yang tepat, membentuk pucuk-pucuk baru yang jumlahnya tergantung dari jenis, berkisar dari 4-20 an tunas. Setelah di induksi pembentukan akar pada pucuk, maka akan tumbuh tanaman yang sempurna yang identik dengan induknya atau merupakan fotokopi dari induknya. Kultur pucuk merupakan dasar dari kegiatan perbanyakan dalam laboratorium komersial. Pertumbuhan pucuk, pada umumnya memerlukan zat pengatur tumbuh dalam media. Tahapan pertumbuhan dan tipe pertumbuhan, menentukan jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang dibutuhkan. Auksin yang biasanya dipergunakan dalam kultur pucuk, adalah IAA, NAA dan IBA. Priyono (2004) melaporkan bahwa IAA sangat berperan dalam memperbaiki tingkat pembentukan tunas mikro pada kultur in vitro ruas T trianggulare. Penggunaan 2,4-D biasanya dihindarkan, karena 2,4 D cenderung menginduksi kalus. Dalam kultur pucuk, kalus tidak diinginkan. Sitokinin merupakan bahan yang selalu ditambahkan. Jenis sitokinin yang biasa dipergunakan adalah BAP, 2iP atau kinetin. Dibandingkan jenis sitokinin yang lain, BAP merupakan jenis sitokinin yang lebih umum digunakan dalam in vitro, karena lebih efektif dan stabil (Bhojwani dan Razdam, 1983). Dalam kultur pucuk sangat umum digunakan konsentrasi sitokinin yang relatif lebih tinggi dari auksin. Pada beberapa jenis tanaman berkayu tertentu, diperlukan masa pemantapan kultur dengan memberikan sitokinin dan auksin dalam konsentrasi rendah. Pada jenis tanaman yang demikian, proliferasi pucuk terjadi setelah dipindahkan ke media kedua dengan hanya berisi sitokinin.
  • 44. 44 Manfaat perbanyakan in-vitro (kultur pucuk) dalam industri bibit 1) Dapat digunakan untuk memproduksi bibit dalam jumlah banyak dan waktu yang relatif singkat. Salah satu keunggulan mikropropagasi adalah perbanyakan organ tanaman yang dihasilkannya. Penggunaan hormon pertumbuhan sintetis memungkinkan perbanyakan eksplan dalam jumlah banyak dan waktu singkat. Perbanyakan di dalam wadah kecil memungkinkan dilakukan perbanyakan cepat ini. Dewasa ini telah dilakukan automatisasi dalam mikropropagasi menggunakan mesin pembuat media dan sterilisasi media, pemotongan dan sterilisasi eksplan yang dikendalikan dengan komputer sehingga dapat dilakukan perbanyakan secara lebih cepat dan lebih efisien. 2) Dapat menghasilkan bibit dengan ukuran seragam. Produksi klon secara in vitro dapat dikontrol lebih mudah dbandingkan produksinya dilapangan karena perbanyakan dilakukan dalam wadah kecil. Oleh karena itu bisa dihasilkan klon dengan ukuran yang seragam dalam saat yang bersamaan. Penanaman bibit yang seragam mempermudah pemeliharaan tanaman di lapangan dan panen dapat dilakukan secara serempak. 3) Tidak membutuhkan eksplan dalam jumlah banyak sehingga menghindari kerusakan tanaman induk. Sebaliknya stek, cangkok, penyambungan/penempelan yang intensif dari satu pohon induk dapat mengganggu pertumbuhan tanaman induk bahkan dapat merusaknya. 4) Dapat digunakan untuk perbanyakan cepat tanaman langka, tanaman dengan nilai ekonomis tinggi, atau varietas unggul hasil pemuliaan tanaman. Tahapan Pelaksanaan Mikropropagasi Kultur Pucuk  Tahap 0 : Tahap persiapan, seleksi, dan persiapan bahan induk Tahapan ini dilakukan sebelum eksplan diambil untuk perbanyakan. Pohon induk yang akan digunakan sebagai sumber eksplan harus dipilih secara
  • 45. 45 hati-hati. Pohon ini adalah pohon dari spesies atau verietas yang akan diperbanyak, mempunyai vigor yang sehat dan bebas dari gejala serangan hama atau penyakit. Kadang-kadang pohon induk atau bagian tanaman yang akan diambil sebagai eksplan perlu diperlakukan khusus agar mikropropagasi berhasil. Perlakuan-perlakuan tersebut antara lain : a. Penaman di green house atau pot untuk mengurangi sumber kontaminan, b. Pemberian lingkungan yang sesuai atau perlakuan kimia untuk meningkatkan kecepatan multiplikasi dalam kondisi in-vitro, c. Indexing atau prosedur lain untuk mengetahui adanya penyakit sistemik oleh virus atau bakteri, d. Perangsangan pertumbuhan tunas-tunas dorman, dll.  Tahap 1 : Tahap awal atau induksi (inisiasi) Tahap awal ini amat sangat penting dan menentukan bagi keberhasilan mikropropagasi. Keberhasilan tahap ini pertama kali terlihat dari keberhasilan penanaman eksplan pada kondisi aseptis (bebas dari segala kontaminan) dan harus diikuti dengan pertumbuhan awal eksplan sesuai tujuan penanamannya (misalnya: perpanjangan pucuk, pertumbuhan awal tunas, atau pertumbuhan kalus pada eksplan). Setelah 1 – 2 minggu inkubasi, kultur yang terkontaminasi oleh bakteri atau jamur (baik pada media maupun eksplannya) dibuang. Tahap ini selesai dan kultur bisa dipindahkan ke tahap berikutnya bila eksplan yang tidak terkontaminasi telah tumbuh sesuai dengan harapan (misalnya tunas lateral atau tunas adventif tumbuh). Untuk eksplan yang mengalami kontaminasi berat atau yang sulit untuk disterilisasi maka eksplan terlebih dahulu dapat ditanam pada media inkubasi atau establishment yaitu media yang hanya mengandung gula dan agar saja dengan tujuan untuk isolasi eskplan yang tidak terkontaminasi sebelum diinisiasi pada tahap 1 mikropropagasi.
  • 46. 46 Faktor-faktor yang berpengaruh pada keberhasilan pada tahap ini adalah: · Umur tanaman induk · Umur fisiologis dari eksplan · Tahap perkembangan dari eksplan · Ukuran dari eksplan.  Tahap 2 : Tahap perbanyakan (Multiplikasi) Tujuan dari tahapan ini adalah untuk memperoleh dan memperbanyak tunas. Kultur axenik yang telah dihasilkan pada tahap I dipindahkan pada media yang kaya akan cytokinin agar eksplan dapat menghasilkan tunas yang banyak yang selanjutnya pada tahap III nanti tunas-tunas tersebut dipindahkan pada media pengakaran untuk memacu pertumbuhan akar. Tunas yang diperoleh pada tahapan ini digunakan sebagai bahan perbanyakan berikutnya, oleh karena itu pada tahapan ini dilakukan banyak sub kultur untuk melipatgandakan jumlah plantlet yang dihasilkan. Pada tahap ini tunas yang dihasilkan dibagi-bagi atau dipotong-potong untuk selanjutnya ditanam pada media baru yang umumnya mengandung sitokinin pada konsentrasi yang lebih tinggi dari auksin. Pada tahap ini dapat digunakan media cair (media tanpa agar), semi padat maupun media padat. Dengan modifikasi media yang sesuai, tunas-tunas baru akan tumbuh dari potongan eksplan. Tahapan ini umumnya dilakukan sebanyak 8 – 10 kali sehingga akan dapat dihasilkan sejumlah besar tunas (ribuan tunas) dari satu eksplan pada tahapan inisiasi. Tunas tersebut selanjutnya dibesarkan atau diakarkan pada tahap mikropropagasi berikutnya.  Tahap 3: Persiapan planlet sebelum aklimatisasi (pengakaran) Tunas atau plantlet yang dihasilkan dari tahapan ke 2 tersebut umumnya masih sangat kecil atau tunas yang belum dilengkapi dengan akar sehingga belum mampu untuk mendukung pertumbuhannya dalam kondisi in-vivo. Oleh karena itu, dalam tahap ini masing-masing plantlet yang dihasilkan ditumbuhkan untuk pembesaran, pengakaran dan perangsangan aktifitas fotosintesisnya. Teknik untuk
  • 47. 47 mendapatkan plantula yang siap untuk di pindahkan ke media terrestrial pada tahap IV antara lain, adalah: a) Media untuk pengakaran dan perpanjangan tunas. Media perakaran yang digunakan tanpa penambahan zat pengatur tumbuh. Kluster tunas yang dihasilkan pada tahap II disimpan pada media tanpa ZPT dengan kelembaban yang sangat tinggi. b) Individu tunas (propagul) disubkultur ke media dengan mengurangi konsentrasi atau tanpa penambahan sitokinin dan menambah konsentrasi auxin serta kadang dengan mengurangi konsentrasi senyawa anorganik. Pada beberapa jenis tanaman pengakaran dapat dilakukan dengan cara menempakan tunas hasil tahap II (propagul) diletakan pada aerasi media cair lebih baik dari pada pada media padat. Atau dengan cara memindahkan propagul ke media yang berisi auxin selama 1-2 hari, kemudian disubkultur lagi ke media tanpa auxin (induksi akar dipacu oleh adanya auxin, tetapi pertumbuhan akar dapat dihambat oleh keberadaan auxin dalam media). Atau propagul dicelupkan dalam larutan pangakaran (auxin) sebentar dan selanjutnya ditanam dalam medium tanpa auxin. c) Tahapan pemanjangan ini dapat ditempuh dengan cara meletakan propagul medium agar tanpa atau dengan konsentrasi yang sangat rendah sitokinin selamas 2-4 minggu. Pada beberapa tanaman menggunakan penambahan GA3 dalam medium. Selanjutnya propagul dipindahkan ke media lainnya seperti teknik sebelumnya. d) Penggunaan media praaklimatisasi dan lingkungan kultur dengan penyinaran yang lebih intensitas cahayanya untuk perangsangan aktifitas fotosintesis misalnya penggunaan media dengan konsentrasi gula rendah/tanpa gula, penambahan intensitas cahaya, perlakuan dengan carbon dioksida, dll.  Tahap 4: Aklimatisasi Tahapan aklimatisasi ini adalah tahap pemindahan plantet dari kondisi in- vitro ke kondisi in-vivo. Tahap ini sangat penting dan harus dilakukan secara hati- hati, karena jika tidak dilakukan dengan baik maka sebagian besar plantet yang dihasilkan dapat mati/musnah. Plantlet dikeluarkan dari botol dan agar yang
  • 48. 48 melekat pada akarnya dibersihkan, direndam dalam larutan fungisida, lalu ditanam dalam kompos atau medium porous yang bersih untuk merangsang pembentukan akar-akar serabutnya. Untuk mencegah kematian plantlet akibat transpirasi, plantlet disungkup dengan plastik atau ditempatkan pada ruangan dengan kelembaban tinggi, dengan suhu ruangan dan diletakkan ditempat yang ternaungi dengan intensitas cahaya 30 %. Pada kasus tertentu, daun tanaman disemprot dengan anti transpirant (misalnya Abscicic acid) untuk mencegah penguapan yang terlalu besar dari daun. Secara perlahan, kelembaban dikurangi dan intensitas cahaya ditambah untuk merangsang fotosintesis. (Taji, 2002) Kultur Pucuk untuk Perbanyakan Vegetatif  Anyelir Mikropropagasi Dianthus caryophyllus L, cv. Orange Triumph dapat dilakukan melalui sistem multiplikasi pucuk dan multiplikasi buku tunggal. Medium yang dipakai adalah MS-1 dengan penambahan zat pengatur tumbuh benzilaminopurin (BAP)-asam naftalenasetat (NAA) dan kinetin-NAA. Dalam sistem multiplikasi pucuk, eksplan yang digunakan adalah potongan pucuk apikal. Dalam sistem multiplikasi buku tunggal, eksplan yang digunakan adalah potongan buku batang. Masing-masing eksplan ini dirangsang untuk menghasilkan pucuk pada tahap induksi. Pucuk yang dihasilkan dapat dimultiplikasi pada medium dengan kombinasi dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang memberikan jumlah pucuk tertinggi selama tahap induksi. Pucuk apikal dimultiplikasi pada medium MS-1 dengan 5 pM BAP-0,1 pM NAA dan 10 pM kinetin-0,01 pM NAA. Sanjaya (2004), menyatakan bahwa kemampuan regenerasi dari eksplan tunas apikal berbeda nyata antara klon anyelir. Laju multiplikasi yang dihasilkan dalam 3 kali subkultur adalah masing- masing sebanyak 8-21 pucuk dan 7-19 pucuk per siklus kultur. Buku batang dimultiplikasi pada medium MS-1 dengan 4 pM BAP-0,25 pM NAA. Laju multiplikasi yang dihasilkan dalam 3 kali subkultur adalah sebanyak 6-20 pucuk per siklus kultur. Perakaran semua pucuk hasil multiplikasi ini dapat diinduksi pada medium MS-1 dengan penambahan asam indolbutirat (IBA). Aklimatisasi planlet memberi keberhasilan sebesar 70 persen. Ternyata penanaman satu
  • 49. 49 potongan jaringan pucuk apikal dan buku batang dalam waktu 18 minggu mampu menghasilkan jumlah bibit siap lapang, masing-masing sebanyak sekitar 22.550 dan 12.600 plantlet. Penelitian yang lain menyebutkan bahwa aklimatisasi planlet dari kultur in vitro membutuhkan media yang spesifik untuk tiap kultivar anyelir. Pada media pasir, system perakaran planlet tidak dapat berkembang optimal akibat dari rendahnya ketersediaan hara dalam media. ( Fayakun, 2002)  Tebu Dari penelitian yang dilakukan oleh Baksha et al (2002) mengenai kultur pucuk pada tebu varietas Isd 28, untuk mengetahui effek perbedaan penggunaan jenis dan konsentrasi auksin dan sitokinin pada regenerasi tunas yang ditumbuhkan secara in vitro. Eksplan tanaman adalah bagian tunas pucuk dari tanaman tebu pada fase juvenile (3-4 bulan). Sterilisasi eksplan menggunakan 0.1% HgCl2 setelah dicuci dengan air yang mengalir selama 7-10 menit. Kemudian eksplan dicuci dengan DDH2O (double distilled water) steril pada kondisi aseptic di dalam laminar flow. Eksplan kemudian ditumbuhkan dalam media MS dengan perbedaan kombinasi auksin dan sitokinin untuk mengidentifikasi ketepatan kombinasi media untuk regenerasi tebu melalui kultur pucuk. Media terdiri dari 3% sukrosa, 0.6% agar, dengan pH 5.7 sebelum penambahan agar dan di autoclave pada suhu 1200 selama 15 menit. Eksplant diinkubasi pada 25±20C di bawah fotoperiode 16 jam. Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa, untuk penggandaan regenerasi pucuk, pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh tipe dan konsentrasi auksin dan sitokinin yang digunakan. Sitokinin BAP lebih efektif daripada Kn dan IBA untuk pembentukan tunas. Rendahnya auksin dan tingginya sitokinin pada medium menginduksi penggandaan regenerasi tunas. Respon maksimum untuk penggandaan inisiasi tunas ditemukan saat eksplan dikultur pada media MS yang ditambah dengan 2.0 mgl-1 BAP + 0.5 mgl-1 IBA, 1.0 mgl-1 BAP + 0.5 mgl-1 IBA dan 1.0 mgl-1 + 0.5 mgl-1 Kn. Pada media ini 70-75% eksplan menghasilkan 2-6 tunas dari pucuk tunggal selama 2-3 minggu. Pertumbuhan tunas pada awalnya tanpa akar, untuk menumbuhkan akar, tunas dipotong terpisah dan diletakkan pada media pengakaran. Konsentrasi yang sama dari IAA (5 mgl-1),
  • 50. 50 NAA atau IBA digunakan tersendiri pada setengah media MS untuk induksi akar yang sebanyak-sebanyaknya. Pertumbuhan akar tunas mungkin dipengaruhi pH, tingkat auksin dan konsentrasi nutrisi pada media induksi akar. Respon terbaik diamati pada 5 mgl-1 NAA yang digunakan pada setengah media MS. Hal tersebut juga telah dikemukakan oleh Heinz ( 1977), yang menyatakan bahwa auksin yang paling bagus digunakan untuk inisiasi akar adalah NAA Perkembangan akar pada media yang mengandung IAA atau IBA memiliki kualitas yang kurang bagus di bandingkan media yang mengandung NAA. Media yang paling efektif untuk penggandaan tunas adalah media MS yang mengandung 2.0 mgl-1 BAP +0.5 mgl-1 IBA, 1.0 mgl-1BAP+0.5mgl-1 IBA dan 1.0 mgl-1 BAP + 0.5 mgl-1 Kn. Lebih jauh penelitian ini menunjukkan bahwa untuk regenerasi tunas kombinasi auksin dan sitokinin penting. Penelitian mengenai mikro propagasi telah memberikan teknologi yang cepat dibandingkan dengan teknik konvensional untuk penggandaan dan preservasi plasma nutfah varietas tebu pilihan. Salah satu kendala dalam kultur pucuk adalah timbulnya pencoklatan (browning) pada pucuk maupun pangkal eksplan. Dari penelitian yang dilakukan oleh Winarsih (2006) pada eksplan tanaman tebu, menunjukkan bahwa penggunaan kloroks dengan konsentrasi 4% paling baik untuk sterilisasi eksplan. 3. Embriogenesis Embriogenesis adalah proses pembentukan dan perkembangan embrio. Proses ini merupakan tahapan perkembangan sel setelah mengalami pembuahan atau fertilisasi. Embriogenesis meliputi pembelahan sel dan pengaturan di tingkat sel. Sel pada embriogenesis disebut sebagai sel embriogenik. Secara umum, sel embriogenik tumbuh dan berkembang melalui beberapa fase, antara lain: 1. Sel tunggal (yang telah dibuahi) 2. Blastomer 3. Blastula
  • 51. 51 4. Gastrula 5. Neurula 6. Embrio / Janin Gambar Proses Embriogenesis 4. Kultur Embrio Kultur Embrio adalah memisahkan embrio yang belum dewasa dan menumbuhkan secara kultur jaringan untuk menghasilkan tanaman viable. Tujuan kultur embrio: 1. memperpendek siklus permuliaan : mempercepat perkecambahan bijiyang umur kecambah lama 2. menguji kecepatan viabilitas biji : lebih efektif dari pada tes pewarnaan 3. memperbanyak tanaman langka : kelapa kopyor 4. memperoleh hybrid langka : mengatasi kegagalan persilangan karena poliferasi terhalang/fertilisasi normal tetapi embrio pada perkembangnnya
  • 52. 52 mati. Kematian karena sedikitnya endosperm sbg cadangan makanan/endosperm tidak berkembang Fungsi Kultur Embrio 1. kultur anther : pembentukan tanaman haploid yang beragam untuk doubling mendapatkan genotip homozigot secara cepat 2. pembentukan genotip transgenic dengan bantuan gen carrier berupa plasmoid 3. meningkatkan ragam genetic berasal dari somaclonal variability dan cellular variant 4. rekombinan genom berasal dari sua spesies atay sub spesies dengan cara hibridisasi somatic/fusi protoplas 5. pemetaan gen pada genom untuk memudahkan usaha transfer gen atau memisahkan blok linkage 6. pemindahan gen berasal dari berbagai donor 7. sintesa spesies tanaman baru, berasal dari wide crossing antara dua spesies atau sub spesies dengan genom yang tidak homolog Faktor penentu keberhasilan kultur embrio 1. factor grnotip : beberapa jenis tanaman mudah di tumbuhkan dan yang sulit ditumbuhkan 2. tingkat perkembangan embrio pada waktu dipisahkan semakin kecil embrio semakin sulit tumbuh 3. kecepatan pertumbuhan tanaman induk : tanaman dari rumah kaca lebih terkontrol sehingga menghasilkan endosperma yang lebih baik daripada tanaman dari luar 4. komposisi media tumbuh : unsure makro, mikro dan gula, ion ammonium dan potassium (penting) 5. oksigen 6. cahaya : perlakuan awal pada tempat gelap 7-14hari, tanaman di pindah ke tempat terang untuk pembentukan klorofil 7. temperature : optimum tergantung jenis (22-28 C)
  • 53. 53 5. Kultur Meristem Meristem merupakan kumpulan sel-sel yang aktif membelah pada tempat tertentu pada tanaman, dimana sel-sel tersebut akan membentuk sistem jaringan secara permanen seperti akar, tunas, daun, bunga dan lain-lain. Sel-sel jaringan meristem mempunyai kemampuan embrionik yang dapat membelah tanpa batas untuk membentuk jaringan dewasa untuk kemudian menjadi organ-organ tanaman. Bentuk dan ukuran titik tumbuh meristem berbeda antara tanaman yang satu dengan lainnya tergantung kelompok tanaman secara taksonomik. Meristem pada tunas tanaman yang tergolong dikotil mempunyai lapisan sel-sel yang membentuk kubah yang sel-selnya aktif membelah berukuran diameter sekitar 0.1-0.2 mm dan panjang 0.2-0.3 mm. Meristem tidak mempunyai vaskuler yang terhubung dengan jaringan phloem dan xylem pada batang. Dibawah sel meristem terdapat sel-sel yang membelah dan memanjang yang berkembang menjadi primordia daun. Kultur meristem merupakan salah satu metoda dalam teknik kultur jaringan dengan menggunakan eksplan berupa jaringan meristematik baik meristem pucuk terminal atau meristem dari tunas aksilar. Tujuan utama aplikasi kultur meristem adalah mendapatkan dan memperbanyak tanaman yang bebas virus (eliminasi virus dari bahan tanaman). Kultur meristem sebagai metoda untuk perbanyakan tanaman yang bebas virus sudah secara luas diaplikasikan terutama pada tanaman hortikultura. Sel-sel meristem pada umumnya stabil, karena mitosis pada sel-sel meristem terjadi bersama dengan pembelahan sel yang berkesinambungan, sehingga ekstra duplikasi DNA dapat dihindarkan. Hal ini menyebabkan tanaman yang dihasilkan identik dengan tanaman donornya (Gunawan, 1988). Jaringan meristem merupakan jaringan vegetatif sehingga plantlet yang dihasilkannyapun merupakan suatu klon. Oleh karena itu kelompok tanaman yang dihasilkan dari kultur meristem sering disebut mericlone. Morel dan Martin (1952) merupakan orang pertama yang berhasil menumbuhkan meristem tanaman dahlia yang terserang virus dan memperoleh tanaman yang bebas virus. Setelah itu penggunaan kultur meristem terhadap
  • 54. 54 berbagai jenis tanaman banyak dikembangkan. Pada tahun 1960 Morel berhasil memperbanyak tanaman Cymbidium yang bebas virus. Dari hasil perbanyakan kultur meristem anggrek tersebut, Morel menemukan pembentukan kalus terlebih dahulu. Dan dari kalus tersebut kemudian membentuk struktur yang serupa dengan perkembangan awal dari perkecambahan biji anggrek sebelum menjadi tanaman. Struktur tersebut disebut dengan protocorm. Protocorm akan memperbanyak diri menjadi massa protocorm yang baru apabila ditumbuhkan pada media tumbuh yang sama dan akan tumbuh menjadi tanaman lengkap (plantlet) apabila dipindahkan ke media pendewasaan dan perakaran. Berbeda dengan Morel yang telah berhasil mengklonkan tanaman anggrek melalui protocorm, Hussey dan Stacey (1960) memperbanyak tanaman kentang secara massal yang bebas virus melalui subkultur tunas aksiler secara berulang. Eksplan tunas kentang yang sudah bebas virus dijadikan eksplan awal ditumbuhkan pada media perbanyakan yang menghasilkan tunas dengan buku- buku yang mengandung tunas ketiak disetiap bukunya. Tiap bulan dapat dihasilkan rata-rata 3-5 buku. Setiap empat minggu buku-buku tersebut dipotong untuk dikulturkan ke media baru. Setelah empat minggu dipotong-potong lagi. Demikian seterusnya sehingga dalam satu tahun dapat dihasilkan jutaan tanaman. Keberhasilan kultur meristem tergantung pada beberapa faktor, diantaranya media kultur, keadaan fisiologis eksplan dan lingkungan fisik tumbuh. Sering terjadi bahwa jaringan meristem yang ditanam tidak menunjukkan proses morfogenesis, hal ini disebabkan sel-sel dari eksplan tidak mengadakan pembelahan dan berdiferensiasi. Jaringan meristem merupakan jaringan yang sel- selnya aktif membelah, biasanya jaringan ini akan mempunyai daya hidup yang lebih besar dan dapat beregenerasi dengan baik apabila ditanam bersama dengan daun primordianya. Akan tetapi lebih disarankan apabila tujuannya untuk mendapatkan tanaman bebas virus sebaiknya meristem ditanam tanpa disertakan daun primordia. 6. Kultur Kalus Dan Kultur Suspensi Sel Kultur kalus merupakan pemeliharaan bagian kecil tanaman dalam lingkungan buatan yang steril dan kondisi yang terkontrol (Pauls, 1995 dalam
  • 55. 55 Kulkarni, 2000). Kalus adalah jaringan yang berproliferasi secara terus menerus dan tidak terorganisasi sehingga memberikan penampilan sebagai massa sel yang bentuknya tidak teratur. Proliferasi jaringan ini dapat dilakukan secara tidak terbatas dengan cara melakukan subkultur sepotong kecil jaringan kalus pada medium yang segar dengan interval waktu yang teratur (George & Sherrington, 1984). Kalus diinduksi dengan melukai jaringan tanaman. Menurut George & Sherrington (1984), pemotongan atau pelukaan jaringan tanaman dapat merangsang pembelahan sel yang berperan dalam inisiasi pembentukan kalus. Kultur kalus ini merupakan materi penting dalam kultur suspensi sel tanaman (Allan 1996 dalam Gürel, 2002). Kultur suspensi sel adalah pemeliharaan sel, tunggal maupun gabungan beberapa sel, dalam medium cair dan lingkungan buatan yang steril. Kultur suspensi sel terdiri atas populasi sel dengan laju pertumbuhan yang cepat karena seluruh permukaan sel dapat kontak langsung dengan medium nutrisi. Hal ini menyebabkan metabolisme sel lebih tinggi jika dibandingkan dengan kultur kalus (George & Sherrington, 1984). Metode kultur suspensi sel dapat digunakan sebagai sarana untuk produksi metabolit sekunder. Hal ini dapat terjadi karena setiap sel tumbuhan yang diisolasi dari tumbuhan induknya mempunyai potensi genetik dan fisiologi yang sama dengan induknya, atau yang dikenal dengan nama sifat totipotensi. Sifat ini menyebabkan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman induk dapat pula dihasilkan pada sel yang dikultur secara in vitro (Fowler, 1981 dalam Mantell & Smith, 1983). Potensi kultur sel untuk memproduksi metabolit telah dibuktikan pertama kali oleh perusahaan farmasi Amerika Pfizer Inc pada tahun 1956. Sedangkan potensi kultur sel untuk memproduksi senyawa bermanfaat terutama untuk obat-obatan, telah dimulai pada akhir tahun 1960 (Pétiard & Bariaud- Fontanel, 1987 dalam Sasson, 1991). Kultur suspensi sel dapat diperoleh dengan cara memindahkan kalus dari medium padat ke medium cair dalam kondisi agitasi selama periode kultur dalam waktu tertentu. George & Sherrington (1984) menyatakan bahwa dalam kondisi agitasi, kalus meremah akan terpisah membentuk kelompok sel dan sel-sel
  • 56. 56 tunggal. Sel-sel tunggal akan mengadakan pembelahan membentuk kelompok- kelompok sel yang kemudian terpisah lagi membentuk sel-sel tunggal dan kelompok-keompok sel yang lebih kecil. Menurut Lim-Ho (1982 dalam George & Sherrington 1984), agitasi dalam kultur suspensi sel dapat meningkatkan aerasi, reduksi polaritas tanaman dan dapat mempertahankan keseragaman distribusi sel- sel dan kelompok sel di dalam medium. Dijelaskan oleh Endress (1994) bahwa agitasi atau pengocokan pada kultur suspensi sel dapat mempengaruhi ukuran agregat, viabilitas dan pertumbuhan sel. Selain itu pengocokan berfungsi untuk meningkatkan oksigen. Diameter sel pada kultur suspensi sel pada umumnya berkisar antara 20- 150 µm dan panjang 100-200 µm. Ukuran ini setara dengan 10-100 kali bakteri atau fungi dan mempunyai panjang maksimal 2 mm serta mengandung 2-200 sel (Endress, 1994). Pada fase pertumbuhan logaritmik pada masa awal kultur sel, sel-sel berbentuk kecil dan dipenuhi dengan sitoplasma. Namun pada fase stasioner, sel-sel ini memiliki ukuran tertentu, sel lebih tua dan memiliki vakuola besar di pusat sel (Endress, 1994). 7. Kultur Anther Anther atau tepung sari secara alamiah berfungsi menyerbuki maupun membuahi. Teknik kultur Anther relative sederhana dan efisien, yang paling penting dalam metode ini adalah penentuan tingkat perkembangan yang paling tepat untuk dijadikan sebagai eksplan sehingga androgenesis dapat terjadi. Anther angiospermae secara skematis dan pembentukan tanaman haploid melalui kultur anther sbb: Kultur anther mempunyai kegunaan sebagai berikut:  Mampu menghasilkan tan. haploid (hanya mempunyai satu genom saja (monohaploid)). Tanaman haploid dapat digunakan untuk pemuliaan tanaman selanjutnya, dari tanaman monohaploid diperkirakan dapat menghilangkan sifat resesif.  Dari monohaploid dapat dihasilkan derivate yang dihaploid (diploid) dengan cara : Merangkap kromosom dengan perlakuan colchicin. Mengadakan silangan tanaman monohaploid.
  • 57. 57  Membuat tanaman homozygote. Faktor-faktor yg mempengaruhi keberhasilan produksi haploid melalui kultur In Vitro adalah :  Tingkat perkembangan polen → paling baik digunakan polen pada tingkat pembelahan mitosis pertama (Uninucleat).  Pre-treatmen → beberapa jenis tanaman memerlukan perlakuan pendahuluan berupa temperatur rendah (3 – 10oC) selama 4 hari (bunga padi), merendam dalam air yang ada butir-butir arangnya atau mengurangi tekanan atm 12 mg/hg.  Media tumbuh → terdiri dari media dasar, gula, hormone, penambah bahan organik (ekstrak pisang, air kelapa, endosperm serealia, ekstrak ragi, alanin dan Co-enzym A, merangsang pertumbuhan Anther.  Kondisi tanaman donor → bunga dari tanaman muda pada saat permulaan pembungaan, lebih baik dari pada bunga yang keluar kemudian. Stadium perkembangan mikrospora dapat dibedakan menjadi beberapa fase, yaitu:  Uni-nukleat sangat awal, dicirikan oleh inti mikrospora di tengah, dinding mikrospora sangat tipis dan tanpa vakuola  Uni-nukleat awal, dicirikan oleh inti mikrospora di tengah, dinding sudah semakin kuat dan vakuola kecil bentuk sferik.  Uni-nukleat tengah awal, dicirikan oleh sebagian besar inti mikrospora di tengah sedangkan sebagian kecil inti mikrospora di tepi, vakuola besar.  Uni-nukleat tengah, hampir sama dengan uninukleat tengah awal tetapi ukuran vakuola dua kali ukuran vakuola pada stadium sebelumnya.  Uni-nukleat akhir, dicirikan oleh hampir semua mikrospora mempunyai inti di tepi, pada beberapa jenis sudah berkembang menjadi stadium 2 inti, vakuola besar berbentuk bulat telur.
  • 58. 58 2.11.Media Kultur Jaringan Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, macam- macam media kultur jaringan telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak. Nama-nama media tumbuh untuk eksplan ini biasanya sesuai dengan nama penemunya. Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia yang hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap persenyawaan. Media dasar yang sering digunakan dalam kultur jaringan Anthurium sendiri adalah media MS dan modifikasinya ( Pierik et al.,1974; Pierik dan Steegmans, 1976;Kunisaki, 1980; Kuenhle et al., 1992; Chen et al; Hamidah et al., 1997; Teng, 1997;2 ; Rachmawati, 2005), media Nitsch dan modifikasinya (Geir, 1986, 1987, 1988). A. Komposisi Media Tanam Kultur Jaringan Pada umumnya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari hormon (zat pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang dikelompokkan ke dalam unsur makro, unsur mikro. Hasil yang lebih baik akan dapat kita peroleh bila, kedalam media tersebut, ditambahkan vitamin, asam amino, dan hormon, bahan pemadat media (agar), glukosa dalam bentuk gula maupun sukrosa, air destilata (akuades), dan bahan organik tambahan (Gunawan, 1992). Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organik selain dari nutrient yang dalam jumlah yang sedikit (1mM) dapat merangsang, menghambat, atau mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Moore, 1979 dalam Gunawan, 1992). Zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur jaringan diperlukan untuk mengendalikan dan mengatur pertumbuhan kultur tanaman. Zat ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan organ. Jenis dan konsentrasi ZPT tergantung pada tujuan dan tahap pengkulturan.
  • 59. 59 Secara umum, zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur jaringan ada tiga kelompok besar, yaitu auksin, sitokinin, dan giberelin. Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan kalus, akar, suspensi sel dan organ (Gunawan, 1992) Contoh hormon kelompok auksin adalah 2,4 Dikloro Fenoksiasetat (2,4-D), Indol Acetid Acid (IAA), Naftalen Acetid Acid (NAA), atau Indol Buterik Asetat (IBA). Golongan sitokinin berperan untuk menstimulus pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan tunas pucuk. Menurut Gunawan (1992), golongan ini sangat penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang biasa digunakan dalam kultur jaringan adalah kinetin, ziatin, benzilaminopurine (BAP). Dan giberelin untuk diferensiasi atau perbanyakan fungsi sel, terutama pembentukan kalus. Hormon kelompok giberelin adalah GA3, GA2, dan GA1. Penggunaan hormon tersebut harus tepat dalam perhitungan dosis pemakaian, karena jika terlalu banyak maupun terlalu sedikit dari dosis yang diperlukan justru akan menghambat bahkan berdampak negatif terhadap tanaman kultur. Karena interaksi antar hormon dalam suatu media sangat berpengaruh dalam diferensiasi sel. Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara in-vitro pada dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhakan di tanah. Unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman di lapangan merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia dalam media kultur jaringan. Antara lain adalah unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur-unsur hara tersebut diberikan dalam bentuk garam-garam mineral. Komposisi media dan perkembangannya didasarkan pada pendekatan masing-masing peneliti (Gunawan, 1992). 1. Unsur Hara Makro Adalah hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Hara makro tersebut meliputi, Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Sulfur (S), Magnesium (Mg), dan Besi (Fe). Kegunaan unsur hara makro tersebut dalam kultur jaringan menurut Qosim, 2006 dalam Sukarasa, 2007 adalah sebagai berikut:
  • 60. 60  Nitrogen (N) Diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4,NH2SO4.Berfungsi untuk membentuk protein, lemak, dan berbagai senyawa organik lain, morfogenesis (pertumbuhan akar dan tunas), pertumbuhan dan pembentukan embrio, pembentukan embrio zigotik dan pertumbuhan vegetatif.  Fosfor (P) Diberikan dalam bentuk KH2PO4.Berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai stabilitor membran sel, pengaturan metabolisme tanaman, pengaturan produksi pati/amilum, pembentukan karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi, protein, dan sintesis asam amino serta konstribusi terhadap struktur dan asam nukleat.  Kalium (K) Diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O.Berfungsi untuk pemanjangan sel tanaman, memperkuat tubuh tanaman, memperlancar metabolisme dan penyerapan makanan, ion kalsium ditransfer secara cepat menyebrangi membran sel dan mengatur pH dan tekanan osmotik.  Kalsium (Ca) Diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O.Berfungsi untuk merangsang bulu-bulu akar, penggandaan atau perbanyakan sel dan akar, pembentukan tabung polen, dinding dan membran sel lebih kuat, tahan terhadap serangan patogen, mengeraskan batang, memproduksi cadangan makanan.  Sulfur (S) Unsur S merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa jenis protein, seperti asam amino dan vitamin B1. Unsur S juga berperan penting dalam pembentukan bitil-bintil akar.  Magnesium (Mg) Diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O.Berfungsi untuk meningkatkan kandungan fosfat, pembentukan protein.